CERITA MENARIK DIBALIK BURSA TRANSFER 2016/2017
ALEX WITSELL Pemain timnas Belgia ini sudah 95% bergabung dengan Juventus. Tes medis pun sudah dilakukan Witsel bersama juara Liga Italia lima kali beruntun ini, namun karena tim lama pemain kribo ini yaitu Zenith St Pitersburg tidak mendapatkan penggantinya makan perjanjian transfer batal. Padahal Witsel sudah berada di kota Turin seminggu sebelum bursa transfer ditutup.
Kejutan Terjadi di Satu Jam Sebelum Transfer Ditutup
B
ursa transfer musim panas musim ini baru saja berakhir pada 31 Agustus lalu. Berakhirya jendela transfer pembuka musim 2016/2017 ini tentunya menghadirkan beberapa cerita menarik.
Kisah paling menarik adalah beberapa pemain yang memberika n harapan palsu kepada klub yang akan resmi mengontraknya. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut 3 pemain yang memberikan harapan palsu di bursa transfer musim panas ini.
MOUSA SISSOKO
Pemain yang namanya meroket setelah Euro 2016 saat membela Prancis ini, secara mengejutkan membatalkan perjanjian secara lisan dengan Everton dan lebih memilih meneken kontrak bersama Tottenham Hotspur pada satu jam jelang penutupan jendela transfer musim ini, yang menariknya adalah pihak Everton sudah menyiapkan jet pribadi untuk menjemput Sissoko.
JACK WILSHERE Kepindahan Jack Wilsher ke Bournemout dengan status pinjaman. Mematahkan hati para Romanisti pasalnya sang pemain sudah berjanji kepada manejemen AS Roma untuk bergabung pada tanggal terakhir jendela transfer, namun karena nasihat Arsene Wanger yang menyuruh Wilshere merumput di Liga Inggris saja yang membuat keputusan bergabung ke Roma batal.
Luciano Leandro (PSM Makasar)
6
NASIB SIAL PELATIH TSC YANG TERBUANG
Ada Pelatih yang Dipecat Oleh Klub dan Juga yang Mengundurkan Diri
P
utaran pertama kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) A 2016 sudah berakhir pada akhir bulan Agustus lalu. Banyak cerita yang mewarnai setengah musim kompetisi yang dipromotori PT Gelora Trisula Semesta (GTS) ini. Pada akhir pekan pertama lalu banyak klub yang melakukan perombakan dengan melakukan PHK kepada pemain yang kurang berkontribusi. Bukan melulu soal pemain, pelatih klub juga menjadi sasaran pemecatan. Ada 10 pelatih yang harus menjadi pengangguran pada putaran pertama TSC ini.
Nasib apes justru dialami oleh pelatih asing dan juga mantan pemain PSM Makassar ini. TSC baru bergulir tiga pekan dirinya harus rela angkat koper lebih cepat dari Stadion Andi Matalata, pemecatan sendiri imbas dari kekalahan tiga kali beruntun tim berjuluk Juku Eja. Stefan Hansson & Sutan Harhara (Persela Lamongan) Sama seperti Luciano Leandro nasib malang juga dirasakan oleh Stefen Hanson. Pelatih berkebansaan Swedia ini juga harus didepak oleh manajemen Persela akibat kekalahan lima kali beruntun tim Joko Tingkir tersebut. Penerus Stefen Hansson yaitu Sutan Harhara juga harus angkat kaki dari Stadion Surjaya Lamongan. Bedanya mantan pelatih PSMS Medan ini mundur dengan cara mengundurkan diri bukan dipecat seperti Hansson. Agus Sutiyono (Perseru Serui) Agus Sutiyono mempunyai kisah yang manis bersama Perseru Serui kala mampu membawa tim pegunungan itu promosi ke kasta tertinggi kompetisi Liga Indonesia. Namun kisahnya di TSC tidak semanis seperti dahulu, dirinya harus lengser dari kursi kepelatihan tim karena tidak mampu membawa Perseru masuk papan tengah klasemen TSC. Dejan Antonic (Persib Bandung) Sama seperti pelatih yang dipecat sebelumnya. Dejan Antonic gagal membawa Persib Bandung menampilkan performa terbaiknya, sebenarnya manajemen kubu Maung Bandung tidak melakukan pemecatan kepada pelatih berlisensi A UEFA ini. Namun karena factor tekanan dari Bobotoh yang menghujatnya setelah Persib Bandung dibantai Bhayangkara SU 5-0 membuat Dejan mengundurkan diri dengan sendirinya. Eduard Tjong (PS TNI) Merasa tidak mampu membawa PS TNI keluar dari jurang degradasi. Coach Edu dengan yakin menyatakan pengunduran diri untuk meninggalkan Manahati Lestusen dkk. Beruntung bagi Eduard Tjong dirinya tidak perlu menganggur lama karena langsung dikontrak untuk melatih timnas Indonesia U-19. Paulo Camargo (Persija Jakarta) Sadar tidak mampu mengangkat performa Persija Jakarta, pelatih asal Argentina ini pun memutuskan untuk mengundurkan diri. Saat dilatih oleh Camrgo sendiri tim Macan Kemayoran hanya mampu berada diperingkat 14 klasemen TSC.
KLUB TERKAYA PADA PUTARAN PERTAMA TSC
P
T Gelora Trisula Semesta (GTS) akhirnya merilis secara lengkap persentase pendapatan tambahan untuk 18 klub Indonesia Soccer Championship (TSC) 2016, perhitungan ini merupakan share pendapatan televisi. Pendapatan tambahan itu di luar kontribusi komersial sejumlah Rp.5 miliar yang memang sudah pasti didapatkan masing-masing klub.
Operator menjelaskan, jumlah pendapatan tambahan tersebut merupakan keuntungan yang diberikan oleh official broadcaster pemegang hak tayang siar sebesar Rp 15 miliar. Nominal tersebut itu dibagi ke-18 klub TSC A sesuai dengan skema persentase pembagian yang sudah disepakati bersama GTS dan klus peserta sebelum kompetisi bergulir, 27 April 2016.
Pada paruh musim ini, penentuan peringkat sebuah klub dalam skema persentase pembagian pendapatan tambahan tersebut hanya didasarkan pada akumulasi performa rating televisi saat laga mereka disiarkan langsung. Baik saat tampil sebagai tim tuan rumah maupun tamu dengan bobot 100 dan 50%.
Ponaryo Astaman
Sosok Firman Utina menjadi salah satu yang wajib masuk ke daftar ini. Tak terbantahkan jika sosoknya sebagai pengatur ritme permainan timnas Indonesia selama 10 tahun terakhir memanglah tak tergantikan. Debutnya kala membela skuat merah putih berajang dipiala AFF 2004 silam menjadi loncatan awal dirinya untuk terus dipercaya mengawal lini tengah skuat merah-putih. Timnas butuh pemain sebagai motor permainan yang ahli memainkan tempo serta menyodorkan umpan-umpan terukur. Saat itulah sosok Firman ditemukan. Ronny Pattinasarany
Gelandang Terbaik Tim Nasional Indonesia Sepanjang Masa “Sejak tahun 1950 Timnas Telah Cetak Ratusan Gelandang Terbaik” Jika di Eropa terdapat nama-nama sekelas Mesut Ozil, Paul Pogba, Santi Cazorla, hingga Toni Kroos. Di Indonesia pun terdapat beberapa pemain tengah yang mempunyai kemampuan yang mumpuni. Beberapa gelandang terbaik itu pun tentu pernah memakai seragam kebangsaan merah putih. Sejak tahun 1950 ketika timnas mulai menunjukan taring mereka didunia persepakbolaan, sudah muncul ratusan nama gelandang hingga saat ini. Siapakah yang terbaik? Kami merangkumnya dalam daftar
Era 2000 mungkin adalah era kembalinya skuat impian yang dimiliki oleh Indonesia. Beberapa pemain berkemampuan mumpuni mengisi tiap posisi yang kala itu dipimpin oleh Peter White. Ponaryo Astaman masuk dalam skuat pilihan sang pelatih. Ia lantas menjadi motor penggerak utama skuat merah-putih pada dekade pertama milenium ketiga. Dirinya pun merupakan sosok pemimpin dilapangan kala tim nasional melakoni pertandingan. Meski dirinya hingga kini belum pernah merasakan bagaimana bahagianya mengangkat trofi bersama tim garuda, peran besar Ponaryo sejak debutnya tahun 2003 tentu menjadi sangat sulit untuk dilupakan. Pemain ini memang tidak dibekali dengan teknik kelas atas layaknya gelandang-gelandang lainnya. Namun, ketika ia mencoba ikut maju membantu serangan jangan sesekali mengabaikannya. Pemain ini bisa saja melesakan tendangan kerasnya yang kerap membahayakan gawang lawan. Hingga kini, dirinya telah dipercaya untuk membela timnas sebanyak 62 kali. Firman Utina
Tak mungkin rasanya jika tidak memasukkan nama mendiang Ronny Pattinasarany ke daftar gelandang terbaik ini. Karier klubnya hampir semua dihabiskan diklub asal Makassar, PSM. Yang menarik adalah, puncak kariernya justru berada diakhir profesinya. Bermain sejak tahun 1963, dirinya tercatat pernah masuk dalam daftar tim All-Star Asia pada 1982, selain itu juga meraih medali perak SEA Games 1979 dan 1981 bersama timnas. Apresiasi terbesar dalam kariernya adalah saat mendiang Johan Cyruff pemain Barcelona pernah mengaku kagum padanya. Dalam sebuah pertandingan persahabatan antara PSSI Utama dengan Washington Diplomats, yang diperkuat sang legenda Belanda di akhir kariernya, di Gelora Bung Karno pada Oktober 1980, Ronny sempat membuat sebuah ‘pertunjukkan’ teknik yang membuat Cruyff mencari-carinya setelah laga usai.
Bima Sakti
Argentina. Di Belanda diasuh oleh Foppe de Haan dan Bambang Nurdiansyah serta Ivan Kolev di Argentina. Di Timnas U-23 ia jalani pada tahun 2006 hingga 2007. Debutnya bersama Tim nasional sepak bola Indonesia ketika timnas Indonesia berhadapan dengan Uruguay 8 Oktober 2010 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Memasuki era 1990an, ada nama yang sangat identik dengan timnas Indonsia. Nama tersebut adalah Bima Sakti. Dirinya memulai partai debutnya bersama tim Merah-Putih pada tahun 1995. Tak sekedar pengatur ritme permainan, dirinya juga merupakan kapten yang paling dihormati pula di generasinya. Sama halnya dengan Ponaryo, kemampuan luar biasa tak diberkati kepadanya. Namun, berkat kegigihannya dalam bekerja, kedisiplinannya dalam berlatih, dan kepemimpinannya yang hebat dirinya layak disematkan sebagai pemain terbaik Indonesia hingga sekarang. Ahmad Bustomi
Di era Ivan Kolev pada tahun 2010, nama Ahmad Bustomi masuk sebagai Gelandang andalan pelatih berkebangsaan Bulgaria tersebut. Bustomi sebenarnya sudah akrab dengan seragam merah-putih khas Indonesia. Debutnya memakai seragam tersebut datang kala dirinya membela timnas Indonesia U-23. Bustomi masuk dalam skuat Timnas U-23 Asian Games, SEA Games, dan Pra Olimpiade yang sempat berlatih ke Belanda dan
Berangkat dari ide, Rebutbola.com adalah sebuah portal berita sepakbola yang mengandalkan berita unik dan mendalam. Didirikan di tahun 2015, kami memiliki misi untuk menjadi portal sepakbola yang menggabungkan informasi, event dan juga online shopping. Terus ikuti update terbaru dari Rebutbola yang selalu menyajikan berita, prediksi, kuis berhadiah, dsb. Rasakan perbedaannya dengan menjelajahi website kami. Rebutbola,
l !! a o g r u o make y
Contact Us :
[email protected] (Memasang Iklan)
[email protected] (Lamaran Kerja)
[email protected] (Sponsorship)
[email protected] (Press Release)