rtin
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 51/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III)
JAKARTA SELASA, 26 SEPTEMBER 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 51/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji [Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2), dan Pasal 48 ayat (1)] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Muhammad Sholeh ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Selasa, 26 September 2017, Pukul 11.05 – 11.56 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto I Dewa Gede Palguna Manahan MP Sitompul Maria Farida Indrati Saldi Isra Suhartoyo Wahiduddin Adams
Saiful Anwar
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Muhammad Sholeh B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Moh. Noval Ibrohim Salim C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mulyanto Nizar Ramadhan Harisman Hurriyah El Islamy Ninik Hariwanti Tony Prayogo
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.05 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 51/PUUXV/2017 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon, yang hadir siapa? Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: MOH. NOVAL IBROHIM SALIM Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Perkenankan kami memperkenalkan diri yang hadir pada saat sidang ini, yaitu Saya Mohammad Noval Ibrohim Salim selaku Kuasa Pemohon. Di sebelah samping kiri saya, Prinsipal Pemohon, Muhammad Sholeh. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari DPR tidak hadir, ada surat bertanggal 18 September 2017 yang menyatakan karena bertepatan dengan rapatrapat internal di DPR. Dari Pemerintah yang hadir siapa? Saya persilakan.
4.
PEMERINTAH: MULYANTO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Yang hadir dari Pemerintah, dari Kementerian Agama Bapak Prof. Dr. H. Nizar (Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah). Kemudian, Bapak Ramadhan Harisman (Direktur Pengelolaan Keuangan Haji). Kemudian, Ibu Dr. Hurriyah El Islamy (Badan Pelaksana BPKH). Kemudian, dari Kementerian Hukum dan HAM Ibu Ninik Hariwanti, S.H., L.L.M. (Direktur Litigasi). Saya sendiri Pak Mulyanto dan Bapak Tony Prayogo. Demikian, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Pak Mul. Agenda kita pada sidang ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan Presiden. Karena DPR tidak hadir, maka satu-satunya agenda adalah mendengarkan keterangan dari Presiden, saya persilakan. Ini Pak Dirjen baru berarti, ya?
1
6.
PEMERINTAH: NIZAR ALI Ya, Pak.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Selamat, Pak Dirjen.
8.
PEMERINTAH: NIZAR ALI Assalamualaikum wr. wb.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam wr. wb.
10.
PEMERINTAH: NIZAR ALI Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua. Yang Mulia Ketua dan Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, izin, saya akan menyampaikan, membacakan keterangan Presiden. Keterangan Presiden atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Dengan hormat. Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan HAM RI). Dua, Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama Republik Indonesia). Dalam hal ini, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Presiden, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satukesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan pengujian constitutional review ketentuan Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2), Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, selanjutnya disebut Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji terhadap ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Muhammad Sholeh, S.H. Dalam permohonan ini, memberikan kuasa kepada Imam Syafii, S.H., Andry Ermawan, S.H., Agus Setia Wahyudi, S.H., Muhammad Saiful, S.H., Maruli Tua P. Sinaga, S.H., Elok Dwi Kadja, S.H., Moh. Noval Ibrohim Salim, S.H. ke semuanya advokat Sholeh and Partner. Memilih domisili hukum di Jalan Ngagel Jaya Indah P Nomor 29 Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Untuk selanjutnya, disebut sebagai Pemohon sesuai registrasi di Kepaniteraan 2
Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUU-XV/2017, tanggal 16 Agustus 2017, dengan perbaikan permohonan tanggal 5 September 2017. Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas permohonan Pengujian Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji sebagai berikut. 1. Pokok Permohonan Pemohon. Bahwa Pemohon pada pokoknya memohon untuk menguji, apakah Pasal 24 huruf a Undang-Undang PKH (Pengelolaan Keuangan Haji) dalam melaksanakan tugas sebagai dimaksud Pasal 22 PPKH berwenang: a. Menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat. Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji ... Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditempatkan dan/atau diinvestasikan. Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji, penempatan dan/atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya bertentangan dengan Pasal 28S ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Dengan alasan-alasan sebagai berikut. 1. Pasal a quo telah berlaku sewenang-wenang karena memberi mandat kepada BPKH menggunakan dana setoran awal PPIH milik pemohon untuk dapat digunakan dalam inverstasi, padahal pemohon tidak memberikan mandat kepada pembuat undang-undang terkait dibolehkannya investasi. 2. Bahwa pembuat undang-undang telah salah menafsirkan makna investasi yang penuh kehati-hatian dengan prinsip syariah pasti menguntungkan, padahal investasi dalam bentuk apapun akan mengalami risiko kerugian, maka jika mengalami kerugian, pemohon yang dirugikan bukan BPKH. 3. Pemohon menyetorkan dana awal PPIH adalah kewajiban sepihak yang dipaksakan oleh pemerintah dengan nilai tinggi sebesar Rp20.000.000,00 padahal membeli mobil harga Rp300.000.000,00 saja DP cukup Rp5.000.000,00. Artinya sejak awal pembuat undang-undang sudah meninggalkan biaya setoran awal PPIH bertujuan agar terjadi penumpukan dana PPIH dan dengan begitu pembuat undang-undang melalui BPKH bisa mengelola dana PPIH milik pemohon dan calon jemaah haji lainnya.
3
II.
Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon. Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 menyatakan bahwa pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. Perorangan Warga Negara Indonesia. b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. c. Badan hukum public, atau privat, atau d. Lembaga negara. Ketentuan di atas dipertegas dalam penjelasannya bahwa yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dengan demikian, agar seseorang atau pihak dapat diterima sebagai pemohon yang memiliki kedudukan hukum dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka terlebih dahulu pemohon harus menjelaskan dan membuktikan: a. Kualifikasi dalam permohonan a quo sebagaimana disebut dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011. b. Hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dalam kualifikasi dimaksud yang dianggap telah dirugikan oleh berlakunya undangundang yang diuji. c. Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon sebagai akibat berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah memberikan pengertian dan batasan kumulatif tentang kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu vide Putusan Nomor:006/PUU-III/2005 dan putusan-putusan berikutnya harus memenuhi lima syarat, yaitu: a. Adanya hak konstitusional pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Bahwa hak konstitusional pemohon tersebut dianggap oleh pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji. c. Bahwa kerugian konstitusional pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. 4
d.
Adanya hubungan sebab-akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Sehububungan dengan kedudukan hukum Pemohon, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. 1. Pemohon adalah perseorangan Warga Negara Indonesia dan calon Jemaah haji yang mendaftar sejak tahun 2008 yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya, dalam hal ini Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2), dan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. 2. Bahwa Pemerintah berpendapat Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum. Karena tidak terdapat kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon dan tidak terdapat hubungan sebab-akibat antara kerugian Pemohon dan berlakunya ketentuan pasal-pasal yang diajukan. 3. Bahwa pengelolaan dana ibadah haji, termasuk digunakan dalam investasi, merupakan kebijakan hukum dari pembentuk undangundang yang tidak berkaitan dengan hak konstitusional Pemohon. Hak Pemohon adalah untuk mendapatkan kesempatan melaksanakan ibadah haji yang dilakukan dengan cara penyetoran biaya ibadah haji sampai dengan pelaksanaan ibadah haji. Dengan demikian, antara hak konstitusional Pemohon dengan kebijakan pengelolaan dana ibadah haji yang dikelola oleh BPKH tidak berhubungan secara langsung walaupun dana ibadah haji yang dikelola oleh BPKH bersumber dari setoran ibadah haji. 4. Bahwa berdasarkan uraian tersebut adalah tepat jika Yang Mulia Ketua, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. III. Keterangan Pemerintah atas materi permohonan yang dimohonkan untuk diuji. Sebelum pemerintah menjawab dalil Pemohon dalam permohonannya, pemerintah menyampaikan keterangan terhadap materi pasal yang diuji tidak dengan pasal per pasal baik dalam Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji secara runtun karena menurut Pemerintah maksud dan tujuan dari Pemohon adalah sama. Namun, pemerintah menjawab secara garis besar undang-undang tersebut dibentuk sebagai berikut. 1. Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim yang memenuhi syarat istitha’ah baik secara finansial, fisik, maupun mental sekali seumur hidup. Di samping itu, kesempatan untuk menunaikan ibadah haji 5
2.
3.
4.
5.
sangat dipengaruhi oleh kebijakan kuota dari pemerintah kerajaan Arab Saudi. Oleh karena itu, penyelenggaraan ibadah haji harus didasarkan pada prinsip keadilan untuk memperoleh kesempatan yang sama bagi setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam. Bahwa penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menyangkut nama baik negara Indonesia di Arab Saudi sehingga pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan pelaksanaan ibadah haji bagi setiap warga negaranya yang hendak menunaikan ibadah haji. Haji merupakan salah satu ibadah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu, sekali seumur hidup. Karena dorongan kewajiban itu, jumlah umat Islam Indonesia yang mendaftar untuk melaksanakan ibadah haji terus mengalami peningkatan. Sementara, kuota haji yang tersedia terbatas, akibatnya terjadi peningkatan jumlah jamaah haji tunggu dalam jumlah besar. Di sisi lain, peningkatan jumlah jamaah haji tunggu itu menimbulkan terjadinya penumpukan dana jamaah haji dalam jumlah besar. Bahwa akumulasi jumlah dana jamaah haji tersebut memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai manfaatnya yang dapat digunakan untuk mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang berkualitas. Peningkatan nilai-nilai manfaat dana jamaah haji itu hanya bisa dicapai melalui pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk menjamin terjadinya idealitas pengelolaan keuangan haji, maka dibentuk undang-undang a quo. Bahwa di samping mengatur pengelolaan setoran PPIH jamaah haji, undang-undang a quo juga mengatur dana abadi umat dan sumber lain yang tidak mengikat. Pengelolaan keuangan haji dilakukan dalam bentuk investasi yang nilai manfaatnya digunakan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji rasionalitas dan efisiensi PPIH juga untuk kemaslahatan umat Islam. Bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan pasal a quo telah berlaku sewenang-wenang karena memberi mandat kepada BPKH menggunakan dana setoran awal PPIH milik Pemohon untuk dapat digunakan dalam investasi, padahal Pemohon tidak memberikan mandat kepada pembuat undang-undang terkait dibolehkannya investasi Pasal 24 huruf a Undang-Undang PKH, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. a. Bahwa perjalanan ibadah haji ke Arab Saudi tidaklah murah. b. Bahwa menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji PPIH yang disetor ke rekening menteri melalui bank syariah dan/atau bank umum nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
6
4.
dikelola oleh menteri dengan mempertimbangkan nilai manfaat. c. Bahwa setelah terbitnya Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji yang berbunyi, “Setoran PPIH dan/atau PPIH khusus, sebagaimana dimaksud ayat (1) dibayarkan ke rekening atas nama BPKH dalam kedudukannya sebagai wakil yang sah dari jemaah haji pada kas haji melalui BPS PPIH.” a) Bahwa menurut Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang PKH yang berbunyi ayat (1), “Pengelolaan keuangan haji dilakukan oleh BPKH.” Ayat (2), “BPKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan hukum publik berdasarkan undang-undang ini.” Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, kewenangan menetapkan pengelolaan setoran awal PPIH merupakan kewenangan BPKH. Bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan pembuat undangundang telah salah menafsirkan makna investasi yang penuh kehati-hatian dengan prinsip syariah pasti menguntungkan padahal investasi dalam bentuk apa pun akan mengalami risiko kerugian, maka jika mengalami kerugian Pemohon yang dirugikan, bukan BPKH, pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. a. Bahwa berdasarkan Pasal 46 ayat (3) Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji yang berbunyi, “Dalam melakukan penempatan dan/atau investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.” Yang dimaksud dengan aspek keamanan adalah pengelolaan keuangan haji harus dilaksanakan dengan mengedepankan aspek keamanan dalam mengantisipasi adanya risiko kerugian atas pengelolaan keuangan haji untuk menjamin pembiayaan, penyelenggaraan ibadah haji. Selain itu, dalam melakukan investasi juga mempertimbangkan aspek risiko antara lain, risiko gagal bayar, reputasi pasar, dan oprasional. Yang dimaksud dengan nilai manfaat adalah sebagian dana haji dapat ditempatkan dan/atau diinvestasikan dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan faktor risiko serta bersifat likuid. Yang dimaksud likuid adalah mempertimbangkan kemampuan dan kelancaran pembayaran dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji yang sedang berjalan dan yang akan datang.
7
b.
5.
Bahwa berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji yang berbunyi, “Anggota badan pelaksana dan anggota dewan pengawas bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian atas penempatan dan/atau investasi keuangan haji secara keseluruhan yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian pengelolaannya.” c. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, investasi setoran awal jemaah haji oleh BPKH dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas, serta kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan dan/atau kelalaian pengelolaan dalam penempatan dan/atau investasi keuangan haji ditanggung secara renteng oleh anggotan badan pelaksana dan anggota dewan pengawas BPKH. Bahwa terhadap dalil Pemohon yang menyatakan, “Pemohon menyetorkan dana awal PPIH adalah kewajiban sepihak yang dipaksakan oleh pemerintah dengan nilai tinggi sebesar Rp20.000.000,00 padahal membeli mobil harga Rp300.000.000,00 saja DP cukup Rp5.000.000,00 artinya sejak awal pembuat undangundang sudah meninggikan biaya setoran awal PPIH, bertujuan agar terjadi penumpukan dana PPIH dan dengan begitu pembuat undang-undang melalui BPKH bisa mengelola dana PPIH milik Pemohon dan calon jemaah haji lainnya, Pasal 48 ayat (1) UndangUndang Penyelenggaraan Pengelolaan Keuangan Haji,” Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. a. Bahwa menurut pemerintah, pemberlakuan setoran awal BPIH bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi setiap calon jemaah haji dalam menunaikan ibadah haji karena dengan adanya penetapan besaran setoran awal PPIH sebesar Rp20.000.000,00 pada tahun 2008 dan saat ini sebesar Rp25.000.000,00 dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan finansial dan keseriusan dari calon jemaah haji serta sebagai filter bagi calon pendaftar jemaah haji. b. Bahwa setoran PPIH dan/atau PPIH khusus tidak dapat diambil oleh jemaah haji secara sepihak kecuali apabila jemaah haji membatalkan porsinya karena meninggal dunia maupun alasan lain yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Pengelolaan Keuangan Haji karena hal dimaksud dapat memengaruhi penyelenggaraan ibadah haji secara keseluruhan. Bagaimana jadinya bila seorang jemaah haji dapat secara sepihak tanpa alasan yang dibenarkan mengambil setoran PPIH atau PPIH khusus berdasarkan Pasal 6 ayat (4) dan ayat (5) undang-undang a quo tentunya akan memengaruhi penyelenggaraan ibadah haji secara keseluruhan. 8
c.
Bahwa apabila besaran setoran awal PPIH terlalu rendah, maka calon jemaah haji dapat dengan mudah mendaftarkan dan membatalkan pendaftaran hajinya. Saat ini dengan setoran awal sebesar Rp20.000.000, 00 sebelum 1 Mei Tahun 2010 dan sebesar Rp25.000.000,00 setelah 1 Mei Tahun 2010, volume pembatalan haji masih cukup tinggi. Hal ini terlihat dari data jumlah jemaah haji yang membatalkan setoran PPIHnya, baik setoran awal, maupun setoran lunas dalam kurung waktu 4 tahun terakhir sebagai berikut. 1. Tahun 2014, setoran awal 30 … jumlahnya 31.093, setoran lunas 930. Jumlah 32.023. 2. Tahun 2015, setoran awal 36.248, setoran lunas 734. Jumlah 36.982. 3. Tahun 2016, setoran awal 35.687, setoran lunas 772. Jumlah 36.459. 4. Tahun 2017 per 30 Juni 2017, setoran awal 17.875, setoran lunas 233. Jumlah 18.108. Jadi jumlah keseluruhan total 123.572. d. Oleh karena itu, ketentuan yang mengatur tentang persyaratan bagi setiap orang untuk membayar setoran awal PPIH, justru memberikan kepastian hukum bagi setiap calon jemaah haji untuk menunaikan ibadah haji. Sehingga menurut Pemerintah, ketentuan a quo telah memberikan kepastian hukum, keadilan hukum, dan keteraturan. Karena jika setiap warga negara yang beragama Islam, berkeinginan untuk menunaikan ibadah haji dengan setoran awal PPIH yang sangat rendah, justru dapat memperpanjang daftar tunggu, sehingga menimbulkan kekacauan, kegaduhan, dan ketidakpastian hukum. Karena penyelenggaraan ibadah haji diperlukan perencanaan, pengelolaan yang transparan, akuntabel, dan profesional. Sebagai gambaran jumlah daftar tunggu atau waiting list jemaah haji sampai dengan tanggal 30 Juni 2017 adalah sebagai berikut. 1. Telah membayar setoran awal PPIH, jumlah totalnya 3.348.501. 2. Telah membayar setoran lunas tunda 222.481. Sehingga jumlah waiting list di sini adalah 3.570.982. Bahwa berdasar seluruh uraian tersebut di atas, maka hakhak Pemohon terkait dengan pelaksanaan ibadah haji, sama sekali tidak dirugikan oleh berlakunya undang-undang pengelolaan keuangan haji dan berlakunya undang-undang pengelolaan keuangan haji tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9
IV. Petitum. Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing. 2. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima. 3. Menerima keterangan presiden secara keseluruhan. 4. Menyatakan ketentuan-ketentuan Pasal 24 huruf Anda, Pasal 46 ayat (1), dan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian, atas perkenan dan perhatian Yang Mulia Ketua, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih. Kuasa Hukum Republik Indonesia, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasona H. Laoly. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam wr. wb. Terima kasih, Pak Dirjen. Silakan duduk. Dari Hakim, ada? Prof. Saldi, Pak Wahid, silakan. Prof. Saldi dulu.
12.
HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA Terima kasih, Yang Mulia Bapak Ketua. Sesuai dengan keterangan tertulis yang disampaikan oleh Pemerintah, kami dari Majelis minta beberapa hal untuk bisa dilengkapi. Pertama, mohon supaya ada keterangan tambahan nantinya dari Pemerintah terkait dengan argumentasi ketika undang-undang ini dirumuskan, soal peluang untuk melakukan investasi dana haji tersebut. Jadi, dulu kan adalah perdebatan pemerintah dan DPR soal kemungkinan untuk diinvestasikan tersebut. Jadi supaya kami bisa juga dapat gambaran terkait dengan hal ini. Satu. Yang kedua, diminta juga Pemerintah bisa memberikan elaborasi atau uraian, nanti bisa ditambahkan, berapa sih, sebetulnya dana yang diperlukan untuk seseorang bisa pergi haji? Misalnya, kayak seperti Pemohon Pak … apa ... Pak Muhammad Sholeh tadi … apa ... Pemohon Prinsipal sudah bayar Rp20.000.000,00, lalu menunggu beberapa saat menjelang menyelenggarakan pergi haji itu akan melunasi. Tolong dijelaskan juga kepada kita, apakah cukup uang yang disetorkan itu 10
untuk keperluan biaya hajinya yang bersangkutan atau kalau ada kekuarangan, berapa sih sebetulnya yang ditambahkan dari … apa ... untuk keperluan seseorang menunaikan ibadah haji? Apakah itu diambilkan dari hasil investasi yang dilakukan selama ini? Nah ... nah, itu penting, paling tidak ini ada ruang terbuka bagi pemerintah menjelaskan kepada publik, bagaimana sebetulnya upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan biaya penyelenggaraan haji bagi seorang calon jemaah haji. Nah, itu. Yang ketiga, tolong juga diberikan gambaran, investasi yang dilakukan selama ini seberapa besar sih, keuntungan yang diperoleh? Dan ke mana itu digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan haji? Jadi, kita bisa tahu juga investasi itu beruntung atau tidak selama ini? Gitu. Jadi, kalau ini sudah bisa diketahui, jadi publik bisa menilai, “Oh, ternyata investasi itu tidak penting.” “Oh, ternyata investasi itu penting.” Nah yang keempat, dengan masa tunggu yang begitu lama, ini kan, diperbandingkan ini, kata Pemohon, “Kalau saya menyetor awal Rp5.000.000,00, membandingkan dengan Malaysia yang cuma Rp4.000.000,00 itu, lalu sisanya kan, bisa mereka investasikan sendiri untuk memenuhi itu.” Nah, itu salah satu logika yang dibangun oleh Pemohon. Nah, mungkin Pemerintah bisa memberikan penjelasan masa tunggu itu dengan kepentingan pemenuhan biaya penyelenggaraan haji untuk salah satu orang calon jemaah. Nah, itu. Saya ... saya baru saja apa ... menyelesaikan … apa ... menunaikan ibadah haji dan … apa namanya … kira-kira pertanyaan seperti itu penting untuk diberikan penjelasan. Jadi, Pemerintah tidak cukup tadi merespons permohonan itu saja, itu boleh merespons itu. Tapi, tolong dibantu kami, Majelis, keterangan-keterangan lain yang itu bisa memberikan perspektif tambahan kepada kami untuk memutus permohonan ini. Itu saja, untuk Pemerintah. Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. 13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Pak Wahiduddin.
14.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Hal yang perlu juga nanti dilengkapi oleh Pemerintah terkait isu yang dimohonkan oleh Pemohon itu ada tiga pasal, Pasal 24, Pasal 46, Pasal 48 dan ayatnya yang dalam tiga pasal itu semuanya isu besarnya adalah investasi keuangan haji. Jadi, Pasal 24 itu investasi keuangan haji, Pasal 46 juga ditempatkan dan diinvestasikan, kemudian penempatan investasi itu dalam bentuk apa, Pasal 48 ayat (1).
11
Nah tadi nampaknya belum secara rinci. Dalam pengelolaan keuangan ini biasanya ada tiga hal yang menjadi pertanyaan. Siapa yang mengelola uang sebanyak itu? Yang sampai sekarang kalau tadi disebutkan lebih dari 3.000.000 jamaah, kalau kali Rp25.000.000,00 yang sebelumnya Rp20.000.000,00 itu kita baca di media, sudah hampir Rp100 triliun. Nah, itu siapa yang mengelolanya? Yang dulu siapa? Yang sekarang karena sudah ada badan pengawas dan badan pelaksana yang sudah dibentuk. Mungkin nampaknya di sini ada yang hadir juga kelihatannya, Badan Pengelola Hajinya Pak Anggito Abimanyu, ya, di belakang. Itu sebelumnya. Nah, ini sekarang ini kan sudah dibentuk dan sudah dilantik oleh presiden. Itu bagaimana waktu dikelola sebelum badan pengawas dan badan pelaksana yang ada selama ini itu? Nah, kemudian regulasinya, jadi mungkin saja kita belum dapat ... mendapat gambaran karena kan, ini baru undang-undangnya, peraturan pelaksanaannya kan, akan menggambarkan keseluruhan bagaimana undang-undang itu dilaksanakan. Apabila sudah ada regulasi pelaksananya, mungkin, ya, banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan masyarakat termasuk yang dimohonkan ini sebetulnya terjawab. Nah, apakah sudah ada dan ya, kalaupun sedang disiapkan, apa saja regulasi-regulasi terkait dengan pengelolaan keuangan haji? Kan, ini undang-undangnya tentang pengelolaan keuangan haji sehingga disebut yang prinsip hati-hati, syariah, apakah itu memang tergambar? Dan tadi seperti Yang Mulia Prof. Saldi mengatakan, selama ini bagaimana? Kan, sebelum Undang-Undang keuangan Haji ini, ini sudah ada keuangan haji itu yang selama ini badan pengawas, badan pengelolanya masih di bawah … apa ... Kementerian Agama yang diinvestasikan dalam bentuk ya, sukuk dan selama ini selalu disampaikan bahwa sudah digunakan untuk kepentingan pengembangan dan pelayanan penyelenggara jemaah sudah bagaimana sehingga apakah ada risiko-risiko dari bentuk investasi itu yang tidak semuanya menguntungkan? Ya, ini … apa ... Pemohon menggambarkan ada tujuh risiko-risiko secara teori yang dikatakan tidak ada yang tidak berisiko, tapi selama ini yang sudah dilaksanakan, ya, apakah pernah mengalami risiko-risiko. Nah, apalagi ada isu apakah boleh diinvestasikan, diinfrastruktur yang isu-isu baru ini, walaupun tidak ini dipersoalkan oleh Pemohon, ya. Nah, ini saya kira ... nah, yang berikutnya ini ada persoalan dari Pemohon di badan pengawas dan Badan Pelaksana Keuangan Haji. Sebagai badan publik itu dikatakan tidak ada unsur calon jemaah haji. Nah, di undang-undangnya, ya, tidak menyebut ada unsur itu karena ada persyaratan-persyaratan yang disebutkan, ya, tidak mensyaratkan harus calon jemaah haji, kan di badan pengawas dan di badan pelaksana. Mungkin ini bisa di ... nanti dijelaskan sehingga … apa ...
12
Majelis dan juga mungkin Pemohon nanti bisa mendapat gambaran yang lengkap tentang hal yang dimohonkan pengujian ini. Terima kasih. 15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Yang Mulia. Yang Mulia Pak Wakil, Pak Anwar Usman, silakan.
16.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Saya hanya ingin menambahkan apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Prof. Saldi dan Yang Mulia Pak Wahiduddin. Kalau dilihat amanat, baik Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2), Pasal 48 ayat (1), terutama Pasal 24 huruf a, itu menempatkan dan investasikan keuangan haji sesuai dengan prinsip syariah. Ini yang paling pokok. Apakah selama ini, ya yang dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji ini yang tentu saja dalam hal ini di bawah Kementerian Agama ya, apakah selalu menggunakan prinsip ini? Itu satu. Nanti bisa di ... ditambahkan keterangannya sebab di Pasal 48 ayat (1) diamanatkan juga atau diperbolehkan juga penempatan dan/atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan. Nah, artinya apakah ini juga perbankan yang dimaksud di sini perbankan syariah atau perbankan konvensional yang tentu saja kalau dilihat dari perbankan konvensional ya, itu ada bedanya dengan perbankan syariah. Yang kalau di perbankan syariah yang diutamakan atau yang dilakukan adalah sistem mudharabah ya, bagi hasil, kan? Kalau konvensional kan, tidak. Nah, tentu kalau bagi hasil, ya, ada konsekuensinya dalam investasi apa pun, ini contoh saja tadi yang saya katakan perbankan syariah. Misalnya kalau dari investasi bentuk lain, apakah juga yang digunakan itu adalah sistem bagi hasil atau bagi … apa ... menanggung hasil dan menanggung keuntungan, bukan asal ... hanya hasilnya saja tapi kerugian juga kan, dibagi. Nah, risiko-risiko itu yang tentu saja tidak tertutup kemungkinan akan terjadi. Itu yang pertama. Yang kedua. Dari jumlah penerimaan, baik yang setor awal maupun telah melunasi dari sekian banyak calon jemaah haji tadi, bisa tidak digambarkan sudah berapa itu terkumpul? Tadi secara umum tadi sudah disampaikan sekitar Rp100 triliun, ya. Nah, berapa persen yang sudah diinvestasikan dari yang sudah terkumpul dan kenyataannya selama ini, apakah memang selalu menguntungkan? Terima kasih, Yang Mulia.
13
17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, sudah cukup? Yang sisi kiri saya? Tidak? Silakan, dari Pemerintah. Kalau tidak bisa dijawab pada kesempatan ini nanti dijawab secara tertulis.
18.
PEMERINTAH: MULYANTO Yang Mulia, dijawab secara tertulis. Terima kasih, Yang Mulia.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dijawab secara tertulis ya, atau ada tambahan keterangan secara lisan pada kesempatan ini? Saya persilakan. Silakan, Pak.
20.
PEMERINTAH: RAMADHAN HARISMAN Izin, Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan. Izin, Pak Dirjen. Beberapa hal yang secara umum kami akan tanggapi atas pertanyaan dari Hakim ... Majelis Hakim Yang Mulia. Pertama dari Prof. Saldi, argumentasi kenapa dana haji perlu diinvestasikan? Karena dengan tren pendaftar haji yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan kuota jemaah haji yang terbatas dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sehingga ada yang namanya jemaah daftar tunggu yang akumulasinya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sampai dengan Juni 2017 yang daftar tunggu sudah 3.500.000, sedangkan dana yang terkumpul sudah hampir Rp100 triliun. Jadi kalau dana tersebut tidak diinvestasikan akan sayang sekali, potensinya besar, tetapi tidak diinvestasikan. Dana haji selama ini sudah diinvestasikan, bentuknya adalah dalam produk perbankan dan penempatan pada surat berharga syariah negara. Jadi, sudah diinvestasikan. Tetapi, dengan Undang-Undang Nomor 34 ruang lingkup investasinya, portofolio investasi diperlebar, diperluas dengan harapan imbal hasil nilai manfaat dari dana haji tersebut akan semakin meningkat. Yang berikutnya adalah berapa kebutuhan riil dari seorang untuk menunaikan ibadah haji? Untuk tahun 2017, jemaah haji membayar rata-rata Rp34.800.000,00, kemudian didukung dari hasil pengembangan dana haji sebesar Rp26.700.000,00. Jadi, praktis biaya haji itu rata-rata nasional dari seluruh embarkasi sebesar Rp61.500.000,00 per jemaah. Yang dibayar oleh jemaah hanya Rp34.800.000,00. Dari mana sisanya Rp26.000.000,00 tadi? Dari hasil pengembangan dana haji selama ini. Yang berikutnya, berapa besar hasil investasi selama ini dan ke mana saja diinvestasikan? Selama ini kami di Kementerian Agama hanya boleh menginvestasikan pada dua produk. Pertama, produk perbankan 14
dan kedua, ke surat berharga syariah negara. Kenapa? Karena kedua instrumen itulah yang paling likuid dan aman. Surat berharga syariah negara dijamin dengan Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara dimana pokok dan imbal hasilnya dijamin setiap tahunnya di UndangUndang APBN. Kemudian masa tunggu, masa tunggu sekarang rata-rata 18 tahun kalau nasional. Tetapi untuk beberapa daerah di Sulawesi Selatan itu sudah mencapai 38 tahun. Jadi, dengan uang setoran awal Rp25.000.000,00, di Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 diatur apabila pada saat nanti keberangkatan total yang disebut dengan saldo BPIH, yaitu jumlah dari setoran awal dan nilai manfaat yang dihasilkan itu melebihi dari besaran BPIH yang ditetapkan, maka selisih dari besaran tersebut akan dikembalikan ke jemaah pada saat jemaah akan berangkat. Jadi, tidak ada yang akan dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 34 ini. Siapa saja yang mengelola dana haji? Kalau dulu Kementerian Agama dan saat ini dengan telah dilantiknya BPKH akan dikelola oleh BPKH dan peraturan pelaksanaannya Rancangan Pemerintah ... Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 sedang dalam tahap harmonisasi dan insya Allah sebentar lagi akan diterbitkan berikut juga dengan rancangan peraturan presiden tentang organisasi dan tata kerja dari BPKH. Apakah ada risiko-risiko pengelolaan dana haji selama ini? Selama ini tidak ada karena tadi hanya ditempatkan di produk perbankan dan di surat berharga syariah negara. Tentunya memang setiap investasi ada faktor risiko, risiko investasi adalah sesuatu yang bukan untuk dihindari tetapi untuk dikelola. Untuk itulah BPKH nanti akan mengelola risiko tersebut dengan memilih bentuk-bentuk investasi yang risikonya rendah dan nilai manfaatnya yang tinggi. Apakah ada persyaratan anggota BPK ... badan pelaksana dan dewan pelaksana harus dari jemaah haji? Kita tidak mengatur. Yang kita atur adalah yang utama, pertama adalah harus beragama Islam, dan yang kedua batasan umur 40 dan 60, serta persyaratan teknis lainnya. Siapa pun berhak untuk menjadi … melamar menjadi anggota badan pelaksana dan dewan pengawas dari BPK. Apakah dana haji … dari Pak Anwar … Yang Mulia Pak Anwar Usman, apakah dana haji dikelola secara syariah selama ini? Betul, Bapak. Karena ditempatkan di perbankan syariah, kita mengelola dana haji di 17 bank pengelola setoran BPIH dan semuanya bank syariah. Dan juga … apa … dikelola dengan … dalam surat berharga syariah negara yang sudah ada fatwa dari Dewan Syariah Negara, masalah keterkaitan dengan prinsip syariah. Dan bagaimana dengan prinsip bagi hasil? Ya, tentunya kalau bagi hasil itu ada potensi bagi untung dan bagi rugi. Tapi selama ini selalu ada yang kami kelola itu selalu bagi untung, Pak, tidak ada bagi ruginya. 15
Dan berapa persen dana haji yang diinvestasikan? Semuanya, Pak. Karena kalau tidak diinvestasikan, malah salah. Tadi kami sebutkan diinvestasikan dalam bentuk produk perbankan dan di surat berharga syariah negara. Jangankan tidak diinvestasikan, Pak. Banyak saja jumlah uang yang ada di giro, kami sudah mendapat teguran dari BPK karena berpotensi penerima … adanya … apa … potensi kekurangan penerimaan negara akibat dana haji itu tidak dikelola dengan baik. Demikian sedikit gambaran tambahan, Pak. Terima kasih, assalamualaikum wr. wb. 21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam. Terima kasih, Pak. Nanti tambahan keterangan tertulis supaya segera disusulkan. Oh, ya, ya. Jadi, keterangan tertulis … tambahan keterangan tertulis disampaikan, ya? Baik. Terima kasih kepada Pemerintah yang sudah memberikan keterangan ahlinya. Dari Pemohon, mengajukan ahli atau saksi?
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: MOH. NOVAL IBROHIM SALIM Terima kasih, Yang Mulia. Insya Allah, kami akan menghadirkan 2 ahli dan 2 saksi fakta, Yang Mulia.
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Nanti kita dengar seluruhnya ya, 2 ahli dan 2 saksi pada persidangan yang akan datang, ya. Untuk makalahnya dan curriculum vitae untuk ahli dan saksi, 2 hari sebelum persidangan sudah diserahkan ke Mahkamah, ya? Baik. Sidang berikutnya, kita akan agendakan dengan agenda mendegarkan keterangan DPR dan 2 ahli, 2 saksi dari Pemohon. Selenggarakan sidangnya Senin, 9 Oktober 2017 pada pukul 11.00 WIB. Saya ulangi, Senin 9 Oktober 2017, pada pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, 2 ahli, dan 2 saksi dari Pemohon. Ya, cukup dari Pemohon?
24.
KUASA HUKUM PEMOHON: MOH. NOVAL IBROHIM SALIM Cukup, Yang Mulia.
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari Pemerintah, Pak Mul, cukup?
16
26.
PEMERINTAH: MULYANTO Cukup, Yang Mulia.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih atas perhatiannya. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.56 WIB Jakarta, 26 September 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
17