MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR, AHLI PEMOHON, AHLI PRESIDEN, DAN PT TASPEN (VI)
JAKARTA SENIN, 31 JULI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara [Pasal 40 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Sri Bintang Pamungkas ACARA Mendengarkan Keterangan DPR, Ahli Pemohon, Ahli Presiden, dan PT Taspen (VI) Senin, 31 Juli 2017 Pukul 11.24 – 14.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto Manahan MP Sitompul Maria Farida Indrati I Dewa Gede Palguna Wahiduddin Adams Saldi Isra Suhartoyo
Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Sri Bintang Pamungkas B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Nahrowi 2. Ramli Kamidin C. Ahli dari Pemohon: 1. Hafid Abbas D. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ninik Hariwanti Wiwieng Handayaningsih Syakran Rudy Obor P. Hariara Untung Minardi Andi Batara
E. Ahli dari Pemerintah: 1. Siswo Sujanto 2. Riawan Tjandra F. Pihak Terkait: 1. Faisal Rachman
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.24 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 18/PUU-XV/2017 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, siapa yang hadir? Masih tetap?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: NAHROWI Tep ... ya, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: NAHROWI Ya, yang hadir, kami Nahrowi dan Pak Sri Bintang Pamungkas.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kuasa Hukum? Prinsipal.
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: NAHROWI Ya, Kuasa Hukum. Kemudian, kami juga menghadirkan ahli satu orang, Pak Hafid Abbas, Yang Mulia.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, Hafid Abbas. Kemudian dari DPR, tidak hadir, ada surat tertanggal 26 Juli 2017 karena bersamaan dengan masa reses DPR. Dari Pemerintah yang hadir, siapa?
8.
PEMERINTAH: NINIK HARIWANTI Hadir, Yang Mulia. Dari Pemerintah, dari Dirjen Perbendaharaan. Sebelah kiri saya, Ibu Wiwieng Handayaningsih, Direktur Sistem Perbendaharaan. Kemudian, di sampingnya, Bapak Syakran Rudy, Kasubbid Proses Bisnis Hukum. Selanjutnya, Bapak Obor, dari Kabag iii
Bankum II, kami sendiri dari Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Litigasi, saya Ninik Hariwanti. Kemudian, Saudara Untung Minardi, dan Saudara Andi Batara. Pada kesempatan ini, kami menghadapkan ke Majelis sidang, Yang Mulia, dua orang ahli. Pertama, Bapak Drs. Siswo Sujanto, DEA, kemudian, dua Bapak Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M. Hum. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih. 9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Ibu. Dari Pihak Terkait yang kita undang, PT Taspen, siapa yang hadir?
10.
PIHAK TERKAIT: FAISAL RACHMAN Terima kasih, Yang Mulia. Kami yang hadir dari PT Taspen Persero, Faisal Rachman, selaku Direktur Perencanaan Pengembangan dan Teknologi Informasi. Terima kasih, Yang Mulia.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Sebelum kita mulai agenda kita, untuk diambil sumpahnya para ahli, Prof. Hafid Abbas, saya persilakan maju ke depan. Kemudian Pak Siswo Sujanto, DAE, dan Pak Riawan Tjandra. Untuk Pak Wahid dan Pak Siswo beragama Islam, Pak Riawan beragama Katolik. Mohon berkenan, Yang Mulia Pak Wahid untuk mamandu sumpah yang Muslim. Nanti yang Katolik Prof. Maria mohon berkenannya.
12.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, untuk ahli Prof. Hafid Abbas dan Pak Siswo Sujanto. Ikuti lafal yang saya tuntunkan. "Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya."
13.
AHLI BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
2
14.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Yang Mulia Prof. Maria. Saya persilakan.
15.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ikuti saya. “Saya berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.”
16.
AHLI BERAGAMA KATOLIK: Saya berjanji sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
17.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
18.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih, Prof. Maria. Silakan, Prof. Hafid. Baik, kita mulai, kita mendengarkan keterangan Pihak Terkait, PT Taspen terlebih dahulu. Silakan, siapa yang akan menyampaikan?
19.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Mohon, Yang Mulia.
20.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
21.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Prof. Dr. Abbas, Hafid Abbas.
22.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
3
23.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Nanti akan menguji pascasarjana sekitar pukul 14.00 WIB, jadi kalau berkenan, mohon Beliau didahulukan.
24.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, kita dengarkan 15 menit dari PT Taspen yang pokokpokoknya saja. Setelah itu, Prof. Hafid Abbas, kita minta untuk memberikan keterangan. Silakan, dari Taspen.
25.
PIHAK TERKAIT: FAISAL RACHMAN Bismillahirrahmaanirrahiim.
26.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari yang tidak dibacakan, dianggap telah dibacakan.
27.
PIHAK TERKAIT: FAISAL RACHMAN Ya. Baik, terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.
28.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
29.
PIHAK TERKAIT: FAISAL RACHMAN Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Izinkan kami membaca keterangan PT Taspen Persero atas permohonan pengujian Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dengan Hormat, yang bertanda tangan di bawah ini, Faizal Rachman, jabatan sebagai Direktur Perencanaan Pengembangan dan Teknologi Informasi dalam hal ini bertindak baik bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk atas nama direktur utama PT Taspen Persero, selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai Pihak Terkait. Mohon perkenannya untuk menyampaikan keterangan baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan utuh dan tidak terpisahkan atas permohonan pengujian Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 selanjutnya disebut Undang-Undang Perbendaharaan Negara.
4
Terhadap ketentuan Pasal 23, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Ir. Sri Bintang Pamungkas, M.Si., Ph.D., selanjutnya disebut Pemohon, dalam Perkara Permohonan Nomor 18/PUU-XV/2017, tanggal 12 Mei 2017 sebagai berikut. Bab 1, kami anggap sudah bacakan. Mohon izin, Yang Mulia, kami akan lanjut ke Bab 2. Kepersertaan. 1. Seluruh pegawai negeri sipil termasuk Pemohon adalah peserta asuransi sosial pegawai negeri, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 menyatakan, “Semua pegawai negeri sipil kecuali pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan adalah peserta dari asuransi sosial.” Dengan demikian, kepersertaan PNS termasuk Pemohon dalam peran tersebut adalah bersifat wajib atau mandatori. PP Nomor 25 Tahun 1981 merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969. 2. Kewajiban PNS selaku peserta termasuk Pemohon adalah membayar iuran sebesar 8% dari gaji pokok dan tunjangan keluarga setiap bulannya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2013 menyatakan, “Iuran sejumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) peruntukannya ditentukan sebagai berikut. a. 4¾% untuk pensiun dan ¾% untuk tabungan hari tua.” 3. Iuran pensiun sebesar 4¾% tersebut sejak Tahun 1985 berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S214 … 244/MK/011/1985, tanggal 21 Februari 1985 yang juga merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 ... 1981 dialihkan ke PT Taspen Persero untuk dikelola dan dikembangkan dalam rangka pembentukan dana pensiun PNS sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, Pasal 2 huruf a. Khusus untuk program tabungan hari tua yang telah dikelola oleh PT Taspen Persero sejak tahun 1961 sepenuhnya telah fully funded dengan kata lain pembayaran klaim THT beserta pengembangannya dibiayai oleh dana THT tersebut. Bab 3. Pengadministrasian dan Tatakelola Dana Iuran Pensiun/Akumulasi Iuran Pensiun. 1. Bahwa sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang pensiun pegawai, dan janda-duda pegawai, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 5
tentang pengalihan bentuk perusahaan umum dan dana tabungan dan asuransi pegawai negeri, menjadi perusahaan perseroan. PT Taspen Persero melakukan pengelolaan dana iuran pensiun untuk dikembangkan dalam rangka pemupukan dana iuran pensiun secara fully funded. Hal ini diatur dalam Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 sebagai berikut. a. Bagi pegawai negeri, bekas pegawai negeri, atau meninggal dunia berhak menerima gaji atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara menjelang pembentukan dan penyelenggaraan suatu dana pensiun yang akan diatur dengan peraturan pemerintah, dibiayai sepenuhnya oleh negara, sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk pembiayaan itu dibebankan atas anggaran dimaksud. 2. Sejalan dengan hal tersebut, serta dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektifitas, pengawasan, dan akuntabilitas tatakelola dana iuran pensiun, Menteri Keuangan Republik Indonesia telah menetapkan kebijakan yang tertuang dalam peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 20/PMK.1/2007, tanggal 22 Februari 2007 tentang Pengadministrasian, Pelaporan, dan Pengawasan, Penitipan Dana Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara. Selanjutnya, PT Taspen Persero sebagai pelaksana pengadministrasian dana iuran pensiun tersebut, secara berkala, berkewajiban untuk melaporkan perkembangan portofolio dana iuran pensiun kepada Menteri Keuangan. Dana iuran pensiun dimaksud dengan ditempatkan dalam bank pemerintah dengan akun rekening atas nama PT Taspen Persero qq Menteri Keuangan Republik Indonesia, dana pensiun pegawai negeri sipil. 3. Pengelolaan dana iuran pensiun yang bersumber dari iuran peserta sebesar 4¾% dengan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.02/2015, tanggal 11 November 2015, sebagaimana diubah dengan Nomor 23/PMK.02/2016, tanggal 19 Februari 2016, tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan tata kelola pembayaran manfaat pensiun beban APBN, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 82/PMK.02/2015, tanggal 23 April 2015. Mekanisme tata kelola penggunaan pengembangan dana iuran pensiun dilakukan secara maksimal dan optimal dengan mempertimbangkan aspek-aspek likuiditas, soal probabilitas kehatihatiaan, keamanan dana, dan hasil yang memadai, serta memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola korporasi yang baik, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independent, fairness. Dengan tata kelola tersebut, diharapkan dapat mempekerjakan … dapat mempercepat pembentukan dana pensiun menuju fully funded sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969. 6
4. Perlu Pihak Terkait sampaikan bahwa apabila pegawai negeri sipil (PNS) diberhentikan tanpa hak pensiun, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat, berhak atas nilai tunai yang merupakan bagian dari iuran pensiun dan pengembangannya. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 71/MK.02/2008, tanggal 8 Mei 2008, dan untuk realisasi pembayaran nilai tunai iuran pensiun tersebut dibebankan sepenuhnya pada dana iuran pensiun yang bersumber dari iuran peserta sebesar 4 ¾% dan tidak mengenal kedaluwarsa. Sedangkan untuk pengembalian nilai tunai tabungaan hari tua yang iurannya sebesar ¾, sepenuhnya dibebankan atau ditanggung oleh PT Taspen Persero. Bab 4, dalil Pemohon. 30.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bab 4 dianggap dibacakan.
31.
PIHAK TERKAIT: FAISAL RACHMAN Dianggap sudah dibacakan. Terima kasih, Yang Mulia. Bab 5. Pembayaran Pensiun Beban Anggaran Pendapatan Belanja APBN. 1. Skema pembayaran dan pembayaran pensiun pegawai sipil termasuk kepada Pemohon sampai saat ini menggunakan skema manfaat pasti dengan pola pendanaan pay as you go. Hal ini dikarenakan mekanisme pembayaran dan skema pendanaan pensiun seluruhnya atau sepenuhnya dibebankan atau dibiayai dengan anggaran pendapatan belanja negara, bukan dibiayai dari dana iuran pensiun yang akumulasi iuran 4¾% 2. Ketentuan tersebut diatur jelas dengan Pasal 2 huruf a UndangUndang Nomor 11 Tahun 1969, yang pada pokok menyatakan, “Pensiun pegawai, pensiun janda, duda, dan tunjangan-tunjangan, serta bantuan-bantuan di atas pensiun yang dapat diberikan berdasarkan dalam undang-undang ini. a. Bagi pegawai negeri, bekas pegawai negeri, atau meninggal dunia, berhak menerima gaji atau beban anggaran penda … atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara menjelang pembentukan dan penyelenggaraan suatu dana pensiun yang akan diatur dengan peraturan pemerintah, dibiayai sepenuhnya oleh negara. Sedangkan pengeluran-pengeluaran untuk pembiayaan itu, dibebankan atas biaya dimaksud. 3. Ketentuan tersebut di atas juga dipertegas pada Pasal 7 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 menyatakan, “Dengan mendasar pada ketentuan sebagaimana 7
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, pemerintah tetap menanggung beban sebagai berikut. b. Pembayaran pensiun dari seluruh penerima pensiun yang telah ada pada saat peraturan pemerintah ini diundangkan … yang telah ada pada saat peraturan pemerintah ini diundangkan. Selanjutnya, pemerintah mengatur tentang cara perhitungan, penyediaan, pencairan, dan pertanggungjawaban dana belanja pensiun yang dilakukan oleh PT Taspen Persero dan PT Asabri Persero melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 PMK.02/2015,Tanggal 23 April 2015, secara lebih teknis dikeluarkan tata cara pencairan dan pertanggungjawaban dana belanja pensiun yang dilaksanakan oleh PT Taspen Persero dan PT Asabri melalui Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Per/19/PB/2015, tanggal 19 Agustus 2015. 4. Selanjutnya, terkait dengan dalil Pemohon, pada pokoknya menyatakan pemberlakukan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara mengakibatkan atau menimbulkan kerugian bagi Pemohon karena Pemohon hanya menerima pensiun selama 60 bulan dan tidak bisa menerima kekurangan jaminan pensiun selama 16 bulan. Atas hal-hal tersebut, Pihak Terkait menjelaskan sebagai berikut. 1. Bahwa Pemohon berdasarkan Surat Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 05087/Kep/AP13016/X, tanggal 14 Oktober 2010, terhitung mulai tanggal pensiun 1 Juli 2010, diberikan hak pensiun dan pada tanggal 6 Oktober 2016, baru melengkapi Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP). Selanjutnya atas hal tersebut, PT Taspen telah membayarkan pensiun selama 60 bulan, terhitung mulai tanggal 1 November 2011 sampai dengan Oktober 2016. Dan pensiun ke-13 kepada Pemohon melalui transfer bank. 2. Bahwa sesuai Pasal 2 ... 38 Peraturan Direksi Nomor PD 12/Dir/2012, yang terakhir diubah dengan Peraturan Direksi Nomor PD 19/Dir/2016, persyaratan pembayaran pensiun pertama antara lain adalah surat keterangan penghentian pembayaran dan ternyata SKPP Pemohon baru diterbitkan pada tanggal 13 September 2016, dan disahkan pada tanggal 22 September 2016, sebagaimana Surat Pengantar Nomor SP9261/WPB.12/KP0321/2016, tanggal 12 ... 22 September 2016. 3. Bahwa untuk hal pensiun selama 16 bulan, yaitu mulai 1 Juli 2010 sampai dengan 1 Oktober 2011, belum atau tidak dapat dibayarkan karena kedaluwarsa atau karena belum ada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang mengatur tentang kedaluwarsa sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Perbendaharaan Negara.
8
4. Bahwa Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Perbendaharaan Negara menyatakan, “Utang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lain yang sah.” 5. Bahwa pengaturan kedaluwarsa amat penting hal ini dimaksudkan guna adanya kepastian hukum dalam tata kelola keuangan negara karena ketentuan Pasal 40 ayat (1) UndangUndang Perbendaharaan Negara berlaku bagi Pemohon. 6. Pembayaran pensiun kepada Pemohon dilakukan dengan skema pay as you go, dimana semua pembayaran pensiun PNS bersumber seluruhnya dari APBN, bukan bersumber dari akumulasi dana iuran pensiun sebesar 4¾% yang dipungut dari Pemohon. Hal ini dikarenakan akumulasi iuran pensiun PNS belum dapat membiayai pembayaran pensiun, sebagai contoh, kami sampaikan ... dalam lampiran, dalam keterangan ini akumulasi iuran pensiun dari Pemohon, sejak Pemohon diangkat sebagai PNS, sehingga dinyatakan memasuki masa pensiun. 7. Atas dasar tersebut, menurut hemat kami, ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, sebagaimana yang didalikan oleh Pemohon. 5. Bahwa sebagai informasi tambahan, sesuai laporan keuangan audited consolidated per 31 Desember 2006, akumulasi iuran pensiun ... dana iuran pensiun PNS sebesar Rp102.693.565.000.026,00 dan pembayaran pensiun per tahun sebesar Rp76.032.000.128.038,00. 6. Bahwa hakikat mendasar atau filosofi jaminan sos ... jaminan pensiun atau hak pensiun yang diberikan kepada pegawai negeri sipil termasuk kepada Pemohon adalah sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua. Jaminan hari tua sebagai hak dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa, serta pengabdian pegawai negeri sipil selama bertahun-tahun bekerja atau mengabdi dalam dinas pemerintah. 7. Bahwa sejalan dengan hal tersebut, maka PT Taspen persero yang diberikan amanat atau ditugasi oleh pemerintah untuk melakukan pembayaran pensiun kepada seluruh pegawai negeri sipil termasuk Pemohon dalam melaksanakan pembayaran jaminan hak pensiun, secara prinsip, sepenuhnya merujuk atau mengikuti kebijakan dan ketentuan yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara/APBN. Oleh karenanya, guna memberikan perlindungan dan kepastian hukum serta untuk menghindari timbulnya permasalahan atau menghindari kesalahan penerapan ketentuan kedaluwarsa, khususnya terhadap jaminan 9
pensiun, diperlukan ketentuan atau regulasi yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 40 ayat (1) UndangUndang Perbendaharaan negara dimaksud, baik dalam bentuk peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, atau peraturan menteri keuangan, atau peraturan perundangan di bawahnya. 8. Bahwa mengingat serta memperhatikan sampai selama ini belum ada ketentuan, atau regulasi, atau petunjuk teknis sebagai tindak lanjut ketentuan kedaluwarsa, sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Perbendaharaan Negara. Oleh karenanya memperhatikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara secara yuridis verbal, menteri keuangan selaku pengelola fiskal atau bendaharawan umum negara serta regulator berwenang menetapkan atau mengatur terhadap ketentuan atau regulasi yang merupakan ketentuan lebih lanjut yang mengatur secara teknis atas pelaksanaan Undang-Undang Perbendaharaan Negara, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang mengatur lebih lanjut tentang ketentuan kedaluwarsa atas Undang-Undang Perbendaharaan Negara sangat diperlukan dengan pertimbangan antara lain: 1. Keuangan negara APBN harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 2. Belum ada regulasi atau ketentuan yang mengatur tentang kedaluwarsa atas jaminan baik pensiun atas perubahan APBN. 3. Untuk menghindari adanya multitafsir atas ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara. 4. Untuk kepastian hukum dan tertib administrasi pengelolaan keuangan negara APBN. 5. Untuk memberikan landasan hukum, apakah jaminan pensiun, hak pensiun yang bersumber APBN tunduk pada ketentuan Undang-Undang Perbendaharaan Negara. 6. Untuk kepastian hukum, serta memberikan rasa keadilan atas tata kelola jaminan pension, serta memberikan perlindungan jaminan pensiun yang merupakan hak kesinambungan dan penghargaan PNS atas pengabdiannya. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Demikian, pokok-pokok keterangan Pihak Terkait atas Perkara Nomor 18/PUU-XV/2017, mengenai permohonan pengujian Undang-Undang Perbendaharaan Negara terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan, Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pihak Terkait mengucapkan terima kasih.
10
Yang Mulia Ketua. Dalam keterangan ini, kami melampirkan simulasi atas iuran Pemohon, mulai sejak diterima oleh kami hingga saat ini. Total iurannya itu berjumlah Rp14.987.937,00. Jumlah pengembangan yang dilakukan oleh Taspen Rp22.900.000,00. ... sampai dengan dibayarkannya ke beliau Rp22.951.114,00, dan jumlah pengembalian 1 Juli sampai dengan 31 Oktober yang kedaluwarsa 5 tahun, itu Rp33.750.538,00. Kalau mengikuti akumulasi iuran dengan pengembangannya, maka total semua iurannya adalah Rp71.689.590,00. Sementara yang telah dibayarkan kepada Pemohon selama 5 tahun adalah Rp226.138.200,00. Jika asumsi pensiun bulanan Pemohon Rp4.007.900,00, maka akumulasi tersebut hanya bisa membiayai 20 bulan. Yang Mulia dan Anggota Majelis Hakim Konstitusi. Kami juga telah berkirim surat kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Perbendaharaan Negara dan kami juga sudah mendapat jawaban juga dari Departemen Keuangan dan juga Universitas Indonesia. Memang ada keterlambatan penerbitan yang dilakukan oleh Universitas Indonesia terhadap SKPP yang menjadi persyaratan daripada Pemohon. Mohon izin, bukti-buktinya akan kami lampirkan di dalam tambahan Terkait kami. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Nanti bukti-buktinya akan kita minta. Untuk menghemat waktu, Prof. Hafid Abbas dulu, silakan.
33.
AHLI DARI PEMOHON: HAFID ABBAS Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang Mulia Pimpinan dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang terhormat wakil Pemerintah dan wakil DPR RI, Bapak Ir. Sri Bintang Pamungkas, Ph.D., serta Bapak dan Ibu hadirin yang berbahagia. Sungguh suatu kehormatan bagi saya dapat memberikan kesaksian dan pertimbangan-pertimbangan ilmiah atas perihal permohonan Bapak Sri Bintang Pamungkas sebagai seorang tokoh, ilmuwan, dan pejuang hak asasi manusia terhadap pengujian seluruh Pasal 40 dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang meliputi ayat (1), (2), dan (3) terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28E ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 40 Undang-Undang Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa hak tagih mengenai utang atas beban negara atau daerah kedaluwarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. 11
Kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara atau daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara atau daerah adalah satu bentuk pengingkaran terhadap hak dasar warga negara untuk memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pegawai negeri sipil yang telah mengabdi kepada negara memiliki hak dasar seperti halnya bagi semua warga negara untuk memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Kehadiran negara untuk melindungi hari depannya di usia purnabaktinya dengan menyisihkan atau memotong hak remunerasinya, gaji, dan tunjangannya dalam jumlah tertentu setiap bulan yang merupakan hak dasarnya yang tidak boleh diganggu, diambil oleh siapa pun, dan dengan alasan apa pun, termasuk oleh negara. Sebagai hak individu, jika negara tidak hadir, gaji dan tunjangan yang disisihkan untuk hari tuanya itu jika seorang pegawai negeri sipil mengelolanya sendiri dengan menyimpannya di satu lembaga jasa keuangan, maka lembaga keuangan itu tidak boleh membatasi bahwa PNS tersebut hanya boleh memperoleh lima tahun terakhir dari hak tagihnya ke lembaga keuangan itu. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, dari perspektif HAM, berikut ini adalah sejumlah bukti-bukti atau best practices yang menuntut penyesuaian Pasal 40 Undang-Undang ... Pasal 40 Undang-Undang Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004 tersebut dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan prinsip-prinsip HAM yang bersifat universal. Pertama, Indonesia perlu belajar dari Norwegia yang telah membentuk dewan etik untuk melindungi hak-hak para pensiunannya, baik PNS biasa atau BUMN. Dana pensiun harus benar-benar diperuntukkan bagi yang berhak, bahkan dengan dewan etiknya dipastikan dana tersebut tidak akan dipakai oleh pemerintah untuk kepentingan apa pun apabila bertentangan dengan nilai-nilai HAM yang sudah tersusun dalam suatu panduan, misalnya dana pensiun, tidak boleh dipinjam oleh pemerintah untuk pembelian senjata. Selain dewan etik, pada tahun 2004, Norwegia juga membentuk Refugee Environment Social Governance, suatu lembaga pengawas independent internasional untuk memastikan bahwa dana pensiun tersebut benar-benar peruntukannya terkait dengan kesejahteraan para pensiunannya. Para pensiunan di negara ini tidak dilibatkan dalam hal urusan administratif, misalnya harus mengurus gaji pensiunnya ketika mendekati usia purna bakti karena hal itu berlaku secara otomatis. Begitu seorang PNS pensiun, ia langsung menerima haknya. Tidak ada 12
aturan pembatasan yang hanya membolehkan hak tagih lima tahun terakhir dari hak pensiunnya, apabila ia lalai mengajukan tagihan gaji pensiunnya lebih dari batas waktu itu. Dengan begitu, tidak mengherankan jika pada tahun 2014 yang lalu, dana pensiun PNS Norwegia sudah berjumlah lebih U$1 triliun yang disimpan oleh menteri keuangan atas nama pemerintah Norwegia di Norges Bank Investment Management di bawah pengawasan Norwegian Central Bank. Jika dana yang amat besar itu tidak dikelola dengan baik atau the worst scenario karena pengelolaan dana pensiun ini tidak sesuai parameter-parameter tadi, maka diperkirakan pada tahun 2030, jumlah dana itu akan meningkat di kisaran 3,3 triliun. Kalau dikelola dengan baik, bisa dua kali lipat atau lebih dari jumlah itu. Jika Norwegia saja hanya berpenduduk 4,7 juta jiwa pada tahun 2014 atau 55 kali lebih kecil dibanding jumlah penduduk Indonesia, dengan sumber daya alamnya yang relatif terbatas, namun karena dana pensiunnya dikelola dengan baik, dengan profesional, dengan penuh kesungguhan, sehingga dapat mencapai trinian ... triliunan dollar, tentu dana pensiunan PNS Indonesia potensial melebihi surplus dana pensiun Norwegia. Jika PNS Indonesia saja sudah lebih besar, ya, dari jumlah penduduk Norwegia, tapi pemerintah belum mampu mengelolanya secara profesional, sehingga dana tersebut seperti yang tadi kita dengarkan dari PT Taspen. Jika, dana tabungan haji saja sebagaimana dikemukakan oleh Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan, H. Anggito Abimanyu yang sudah siap menjalankan instruksi Presiden Joko Widodo untuk menginvestasikan dana haji di sektor infrastruktur sekitar Rp80 triliun, tentu dana pensiun PNS juga potensial penggunaannya di sektor lain, di luar kepentingan langsung bagi para pensiunan. Karenanya Pasal 40 tersebut perlu secepatnya disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 untuk memastikan penggunaan dana tabungan PNS, benar-benar untuk kepentingan pensiunan tanpa mereka terbebani dengan persoalan administratif dengan membentuk dewan etik dan lembaga pengawas yang independent mengawasi lembaga yang mengelola dana pensiun ini. Kedua. Indonesia juga perlu belajar dari Timor Leste yang memperoleh ... yang memperlakukan PNS-nya secara adil pascareferendum 30 Agustus tahun 1999 dan kemerdekaan Timor Leste pada tahun 2002. Indonesia dan Timor Leste di Denpasar pada 14 Desember 2004, kebetulan saya hadir mendampingi Presiden SBY waktu itu. Kedua negara sepakat membentuk konstitusi kebenaran dan persahabatan bilateral untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang masih sisa antara kedua negara. Timor Leste sebagai provinsi ke-27 dari RI selama 26 tahun ketika masih bernama Timor Timur. Melalui komisi
13
itu, Indonesia telah membayarkan gaji pensiunan seluruh warga Timor Leste yang dulu bekerja sebagai PNS ketika masih bersama Indonesia. Jika, PNS saja yang telah memisahkan diri dari Indonesia atau yang berkhianat dari negara ini saja telah mendapatkan haknya sebagai pensiunan PNS dengan ... tanpa mengikuti ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbendaharaan negara itu, maka sewajarnyalah pemerintah berlaku adil pada PNS ... PNS-nya sendiri sebagai warga negara yang sudah terbukti menunjukkan dedikasi, pengabdian, dan kecintaannya pada negeri yang besar ini hingga menjalani usia senjanya. Dengan pertimbangan ini, Pasal 40 tersebut dinilai sungguhsungguh bertentangan dengan amanat Pasal 28D ayat (1) dan sungguhsungguh bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketiga. Indonesia kelihatannya juga perlu mengadopsi prinsipprinsip HAM yang bersifat universal dalam menyempurnakan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara itu. Sejak 1 dekade terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada tahun 1958, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan aturan semua yang telah berjasa, mengabdi di Perserikatan BangsaBangsa selama lima tahun berturut-turut berhak mendapat tunjangan pensiun apabila sudah berusia 60 tahun. Tunjangan itu diberikan secara otomatis tanpa ada pembatasan sebagaimana yang diatur pada Pasal 40 Undang-Undang Pembendaharaan itu. Terakhir. Lewat permohonan uji material ini, terlihat betapa corak undang-undang kita yang lahir sejak hampir dua dekade terakhir, sejak 1998, sungguh-sungguh dikendalikan oleh Hukum Darwin, Survival of the Fittest, yang kuatlah yang menang dan mereka yang lemah selalu jadi korban. Kita melihat di berbagai publikasi ilmiah betapa Indonesia pada akhir 2016 yang lalu telah tercatat sebagai negara dengan tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi nomor 1 di Asia dan Pasifik, dan nomor 4 terburuk di dunia. Jika para pensiunan sebagai pihak yang lemah dinilai tidak memiliki posisi tawar lagi, maka tentu kepentingannya akan terabaikan. Sebaliknya, mereka yang kuat akan semakin kuat. Di berbagai publikasi ilmiah, kita dapat melihat di sana-sini, terlihat hanya ada 4 orang pengusaha etnis keturunan telah memiliki kekayaan yang setara dengan jumlah kekayaan 100 juta jumlah penduduk negeri ini. Ada satu perusahaan menguasai 5 juta hektare lahan atau sekitar 90 kali lebih besar tanah 1 orang ini dibanding luas Jakarta. Data yang kami lihat 74% tanah dari negara yang 2 kali lebih besar dari Uni Eropa ini dikuasai 0,2% pengusaha etnis keturunan ini. Dengan itu, jika suatu saat mereka yang lemah ini berjuang bersama-sama untuk mendapatkan suatu hari depan yang adil, maka tidak tertutup kemungkinan timbulnya gejolak-gejolak sosial yang sulit 14
dikendalikan yang dapat meretakkan kondisi sosial kita sebagai bangsa yang besar karena ada konspirasi di sini untuk selalu memojokkan yang lemah, termasuk para pensiunan. Dalam drama konspirasi kekuasaan ini, Socrates dan Galileo Galilei dinilai sudah lebih dari cukup sebagai pembelajaran untuk kita tidak terus-menerus memihak ke yang kuat dan mengorbankan yang lemah. Menarik apa yang telah dituturkan oleh Cladson, “We look forward to the time when the power of love, we replace the love of power, then i will know the blessing of peace.” Dunia akan lebih adil, lebih lembut karena tidak ada yang ditangkap di sana-sini karena dunia akan mencintai mereka yang lemah dan memihak ke kebenaran itu. Semoga negeri kita yang telah memilih jalan demokrasi sejak lebih 1 dekade terakhir, sudah 19 tahun merupakan pilihan terakhir, is the point of new return dan semoga semua undang-undang yang kita lahirkan dapat memenuhi standar HAM, bukan standar mereka yang memperjualbelikan pasal-pasal yang digadaikan negara ini demi kepentingan pihak yang memberi tanah, atau standar mereka yang mencintai kekuasaan yang berujung pada keretakan-keretakan negeri ini karena memilih jalan yang berbeda dari pilihan kita 19 tahun lampau. Demikianlah, Bapak Pimpinan Sidang dan Para Anggota Majelis Hakim Yang Mulia, beberapa pertimbangan ilmiah dari sudut pandang hak asasi manusia yang dapat saya sampaikan yang menekankan betapa pentingnya untuk sesegera mungkin membatalkan ketentuan pada Pasal 40 dalam Undang-Undang Perbendaharaan itu yang dinilai amat mengorbankan mereka yang lemah, dan sungguh-sungguh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945, dan sungguh-sungguh bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM yang bersifat universal. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 34.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Prof. Hafid Abbas, silakan duduk kembali. Untuk Pemohon, apakah ada yang akan disampaikan kepada Ahli yang diajukan? Kemudian untuk Pemerintah juga kepada Ahli. Untuk Hakim bisa kepada Ahli dan kepada Taspen meminta penjelasan. Silakan dari Pemohon dulu.
35.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Disamping mungkin apa yang ingin saya sampaikan lebih panjang-lebar atau agak panjang-lebar, hanya ada 2 hal yang ingin saya sampaikan menanggapi penjelasan PT Taspen.
15
36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT PT Taspen tidak bisa ditanggapi oleh Pemohon. Nanti di dalam kesimpulan.
37.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Ya, ya, ya.
38.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya?
39.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Ya.
40.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sekarang kepada Ahli yang diajukan Pemohon dan nanti Ahli yang diajukan oleh Pemerintah.
41.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Saya kira … saya kira untuk sementara tidak ada.
42.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke, nanti Pihak Terkait itu yang menanyakan lebih lanjut adalah Para Hakim. Kalau Pemerintah dan Pemohon hanya nanti di dalam kesimpulan. Silakan menanggapi.
43.
KUASA HUKUM PEMOHON: NAHROWI Satu pertanyaan ke Ahli?
44.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
45.
KUASA HUKUM PEMOHON: NAHROWI Pak Hafid Abbas sebagai Ahli. Dalam kasus yang dialami oleh Pemohon, ini memang ada problem keterlambatan mengesampingkan … melampirkan salah satu syarat berupa SKPP yang diberikan setelah 16
lewat waktu 5 tahun. Nah, tapi kemarin Pemohon juga mengajukan saksi Bapak Manurung dan saksi Purwadi. Yang satu pensiun PNS, yang satu pensiunan tentara. Saksi Manurung itu tidak ada keterlambatan administrasi dalam pengajuan klaim pensiunnya. Semua masih dalam tenggat waktu, katakanlah mulai dipahami dari Pasal 40 itu, dia masih dalam waktu 5 tahun. Nah, kemudian saksi peradi … eh, saksi Purwadi, Asabri menolak membayar pensiun saksi tersebut juga mendasarkan kepada Pasal 40. Nah, kemudian hak pensiun ini kan, sudah diatur dalam undang-undang khusus yang masih berlaku sampai hari ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1961 … 1969 mohon maaf. Di mana di Pasal 4 diatur bahwa hak pensiun pegawai itu berakhir pada bulan terakhir yang bersangkutan meninggal dunia. Nah, kemudian di pasal lain diatur itu dilanjutkan haknya oleh janda dan anaknya sampai maksimum usia 25 tahun. Nah, kemudian ada negara … pemerintah dalam hal ini mengatur Pasal 40 yang mengurangi … yang berlawanan dengan Pasal 14 Undang-Undang tentang Pensiun itu dan juga bertentangan dengan hak asasi manusia. Nah, menurut pendapat Ahli, Pak Abbas, apakah … apa … dimungkinkan atau boleh negara mengurangi hak dasar yang sudah diatur dalam materi muatan pasal-pasal tentang hak asasi manusia di Undang-Undang Dasar, dengan pasal … di dalam undang-undang tersendiri yang undang-undang khusus tentang itu sudah melindungi hak-hak warga negara bahwa pensiun itu berakhir sampai yang bersangkutan meninggal dunia? Demikian pertanyaan saya, Pak Abbas. 46.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, dari Pemerintah? Pada Ahli dulu. Ada atau sudah cukup? Cukup, ya. Dari Hakim kepada Ahli karena Prof. Hafid Abbas akan ada acara lain. Enggak ada? Silakan kalau kepada Ahli hanya satu. Silakan, Prof. Bisa sambil duduk, Prof.
47.
AHLI DARI PEMOHON: HAFID ABBAS Terima kasih, Bapak Pimpinan. Ada dua hal yang amat mendasar pada Pasal 40 Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini. Pertama adalah hak dasar dari PNS yang telah mengabdikan diri kepada negara ya, hingga memasuki usia senja. Hak-hak mereka tidak boleh diganggu oleh siapa pun termasuk oleh negara karena merupakan ranah privasi, individu karena dia menyisihkan pendapatannya, gaji pokoknya, dikelola oleh pihak lain sehingga ini tidak boleh diabaikan amanah ini oleh siapa pun, termasuk oleh negara. Itu hal yang mendasar dan itu yang kita anut sebagai paham sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. 17
Yang kedua adalah persoalan administratif. PNS ini jangan lagi dibebani dengan persoalan-persoalan administratif. Persoalan-persoalan kuitansi karena yang diurus ini adalah peradaban demi mencerdaskan dan memajukan bangsa ini. Kalau dia lalai misalnya mengajukan ini, bukan berarti bahwa dia dapat sanksi karena dia bukan charity. Dia tidak meminta belas kasihan dari pihak pengelola, pengalaman Norway. Kan tadi malam saya telepon kolega saya sebab kebetulan juga saya mengajar di institute of human right di University of Oslo. Dia bilang itu tidak masuk di akal kalau ada begitu. Dan Norway sendiri, dana negaranya yang begitu dari negara yang kecil hanya 4.7 juta jumlah penduduknya, PNS kita 5.000.000, ini 2014 sudah punya $1 triliun. Dan kalau ini dikelola buruk, mungkin karena KKN mengangkat direktur Taspennya, begitu, dia masih bisa dapat 3,3 triliun, 2030. Kalau ini dikelola baik, bisa dapat 10 triliun. Satu universitas tempat saya mengajar selain Harvard, di Colombia University jumlah mahasiswanya hanya sekitar 10.000. Tapi 76 dosennya dapat hadiah Nobel. Dan setiap tahun bisa menghasilkan profit margin $3 miliar karena ada profesionalisme di sini. Tidak dipinjam untuk buat jembatan, tidak pinjam untuk dana kampanye atau apa. Jadi, perlu badan yang mengelola dana pengawai negeri ini dipelototi oleh dua orang, yaitu komisi dewan etik yang independent, seperti yang dibuat di Norway dan ada lembaga pengawas internasional yang juga independent, dia ini internasional. Jadi, begitu accountable. Jadi dengan begitu, Bapak Pimpinan dan Hakim Yang Mulia, mudah-mudahan negara ini selamat dari cara-cara pengelolaan yang bermotif Abu Nawas, begitu, sehingga negara ini bisa sejahtera, bisa maju, dan bisa kita hormat di pergaulan dunia. Terima kasih. 48.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada? Silakan.
49.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, saya hanya tanyakan sedikit. Ahli Pak Abbas, apakah bisa dijelaskan kepada Mahkamah misalnya, bagaimana sistem pendanaan pensiun di Norway? Itu kan maksudnya sumbernya itu. Apakah sebenarnya dari anggaran negara? Ataukah ada kontribusi dari PNS-nya di situ? Mungkin itu pertanyaan saya.
50.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Prof.
18
51.
AHLI DARI PEMOHON: HAFID ABBAS Yang Mulia, ada dua di sini. Yang menarik di Norwegia itu ada kontribusi memang 14% dari negara, tapi lembaga independent ini dengan panduannya diberi hak untuk mengelola dana itu. 5% dari dana itu dipakai untuk real estate, bisnis, dana ada sekian persen dipakai di Uni Eropa. Karena jumlah Rp1 triliun itu cukup besar. Jadi dengan itu, ada profesionalisme yang countable, yang terbuka, berdasarkan panduan. Nah, kalau kita memiliki panduan seperti itu, sangat potensial sesungguhnya. Jadi, selain dari PNS-nya sendiri berkontribusi 8%, tapi dari pemerintahnya sendiri memberi kontribusi 14%. Terima kasih.
52.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, baik. Prof. Hafid Abbas, terima kasih telah memberikan keterangan di persidangan Mahkamah Konstitusi pada pagi hari ini. Saya persilakan kalau masih ada acara lain.
53.
AHLI DARI PEMOHON: HAFID ABBAS Terima kasih, Yang Mulia. Sekali lagi terima kasih. Sungguh suatu kehormatan kepada saya bisa hadir di sini menyampaikan tadi pertimbangan-pertimbangan atas urgensi, melihat Pasal 40 UndangUndang Perbendaharaan Negara ini. Terima kasih, kalau boleh saya pamit. Terima kasih.
54.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof.
55.
AHLI DARI PEMOHON: HAFID ABBAS Assalamualaikum wr. wb.
56.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Sekarang kita dengar Ahli dari Pemerintah. Ini dari Pemerintah, Pak Riawan dulu atau Pak Siswo dulu? Pak Siswo? Oke. Silakan, Pak Siswo. Waktunya untuk persentasi maksimal 15 menit, nanti kita lanjutkan dengan diskusi.
19
57.
AHLI DARI PEMERINTAH: SISWO SUJANTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Ketua, dan Para Hakim Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi, Pemohon, Para Termohon, Para Ahli, dan hadirin sekalian yang dimuliakan. Saya tidak akan bacakan semua. Jadi, saya akan memulai dengan sesuatu yang mungkin perlu, yaitu saya ingin mendudukkan bahwa ada satu hal yang sangat penting. Yang dimaksud dengan pensiun di Indonesia itu, pada hakikatnya dari sudut nature bukanlah asuransi. Ini yang perlu kita pahami. Jadi, tahun 1981, jadi 36 tahun yang lalu, saya sudah menulis tentang masalah pensiun ini lengkap dengan lembaganya. Dan itulah yang kemudian ketika saya pulang dari Eropa tahun 1990, di Indonesia sudah lahir PT Taspen dengan konsep yang persis sama. Jadi, ini ada buktinya di sini yang dituangkan di atas itu. Di sana saya sampaikan bahwa pensiun itu terlalu kecil, tanpa tanggung jawab pemerintah. Nah, oleh karena itu, jadi lengkap saya sampaikan di sana. Tapi ada dua hal yang sebenarnya ingin saya sampaikan. Bahwa sebenarnya ketika kita berbicara Undang-Undang Perbendaharaan, kita tidak bisa terlepas dari Undang-Undang Keuangan Negara. Kenapa demikian? Karena secara hukum keuangan negara, Undang-Undang Keuangan Negara merupakan aspek politiknya yang mengatur tentang hubungan hukum antara rakyat dengan pemerintahnya. Di sanalah tertuang amanah-amanah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kepada rakyatnya. Kemudian, secara operasional, kebijakan-kebijakan tersebut kemudian ditata di dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Jadi, kalau kita perhatikan, Yang Mulia. Bahwa sebenarnya apa yang terkandung di dalam pengelolaan keuangan negara tersebut terkait dengan pemikiran atau ide yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yakni mengatur bagaimana amanah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pemenuhan hak asasi warga negara harus diwujudkan. Amanah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dimaksud diwujudkan dalam bentuk kegiatan pengelolaan rumah tangga negara, baik dari aspek kegiatan yang akan dilaksanakan maupun dari aspek pembiayaannya. Sedangkan aspek administratif pengelolaan keuangan negara, secara substansi mengatur hubungan hukum antarinstansi dalam lembaga eksekutif dalam pelaksana Undang-Undang APBN dimana aspek administratif pengelolaan yang pada hakikatnya merupakan operasionalisasi keputusan politik, memiliki kaidah baku yang bersifat khusus yang didasarkan pada pemikiran filosofis dalam pengelolaan keuangan sebuah otoritas, yaitu negara yang bertanggung jawab terhadap tugas pemerintahan negara di satu sisi dan menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat di sisi lain. 20
Sebagai otoritas yang bertanggung jawab terhadap tugas pemerintahan negara dan menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat, negara harus terhindar dari hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian negara yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pengelolaan uang maupun aset yang menjadi milik ataupun tanggung jawabnya. Hal inilah kemu … yang kemudian menjadi landasan filosofis dalam pengelolaan keuangan negara yang tercermin dalam kaidah baku atau prinsip yang dikenal hingga saat ini. Prinsip yang paling dasar dalam pengelolaan keuangan negara adalah adanya mekanisme saling uji atau check and balances mechanism di antara para pejabat pengelola pembendaharaan yang kemudian menurunkan berbagai prinsip turunan lainnya. Terkait dengan kasus yang diajukan oleh Pemohon, yaitu tentang dana pensiun pegawai negeri, pada hakikatnya merupakan suatu bentuk komitmen negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat, khususnya dalam hal ini adalah pegawai negeri sipil. Jadi, Yang Mulia, pembayaran pensiun adalah komitmen negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat, khususnya pegawai negeri sipil sebagai abdi negara diberikan jaminan kesejahteraan oleh negara, baik pada masa pengabdiannya maupun pada masa tidak lagi melakukan pengabdian atau masa pensiun. Sebagaimana layaknya hubungan antara pekerja dan pemberi kerja, pendanaan untuk jaminan pensiun bagi para PNS ditanggung sebagian oleh pemerintah selaku pemberi kerja dan PNS sendiri selaku pekerja. Namun demikian, tidak seperti pada umumnya yang terjadi pada sebuah korporasi yang pada dasarnya menggunakan rasionalitas yang terukur antara jumlah yang dibayarkan oleh pekerja dan pemberi kerja dengan manfaat yang akan diterima di masa pensiun, hubungan antara pemerintah dengan PNS menggunakan pe … pola yang demikian berbeda. Jadi, mohon izin, Yang Mulia, kalau diiz … diizinkan bahwa pensiun PNS di Republik Indonesia bukan mengikuti pola asuransi. Oleh karena itu, kemudian banyak pihak yang kemudian kurang memahami berpendapat bahwa pemerintah berlaku tidak jujur karena dalam kenyataannya pemerintah tidak pernah ikut memberikan iuran. Jadi, kalau diperhatikan 4,75% dari penerimaan itu hanya berasal dari pegawai negeri yang bersangkutan, sementara pemerintah tidak pernah mengiur. Ada hal-hal kenapa pemerintah tidak mengiur, saya akan menyampaikan lima hal. Yang pertama, pensiun yang diterima oleh PNS itu bersifat dinamis, Yang Mulia. Jadi, bukan seperti layaknya seseorang menutup asuransi. Saya bisa memberikan contoh seseorang yang masuk pegawai negeri golongan IIA, dia bisa pensiun IVE. Padahal kalau seseorang itu menutup asuransi, satu kali dia membuka asuransi … menutup asuransi golongan IIA, seumur-umur dia akan menerima
21
jumlah tetap seperti itu. Tetapi untuk pegawai negeri, dia masuk golongan IIA, dia bisa pensiun IVE, Yang Mulia. Kemudian yang kedua, adanya kenaikan pokok pensiun. Jadi, di republik ini memang aneh. Bukan hanya pegawai negeri yang gajinya bisa naik, tetapi para penerima pensiunan, itu juga berhak naik dan dibayar oleh pemerintah melalui APBN. Ini tentunya tidak sama dengan yang disampaikan oleh berbagai pihak dengan sistem korporasi. Kemudian yang ketiga, para penerima pensiun itu bisa menerima fasilitas tunjangan tambahan. Hari ini kita kenal dengan gaji yang ke-13. Ketika seseorang itu ikut asuransi, dia tidak akan pernah mendapat gaji ke-13. Padahal itu berlaku dari masa ke masa sampai yang bersangkutan meninggal dunia. Berikutnya, dana pensiun itu tidak bersifat individual, jadi kalau hari ini seseorang menerima pensiun, pensiunnya itu dibayar dari hasil pungutan para pegawai negeri yang masih dinas. Jadi, tidak bersifat individual, dia teken kontrak, dia tutup pensiun, kemudian dia akan menerima jumlah uang tersebut. Bukan, Yang Mulia. Berikutnya adalah masalah lembaga peng … pengembangan dana pensiun atau pengelola dana pensiun itu sendiri, ternyata baru dilahirkan sekitar tahun 1986, sementara pegawai negeri yang pensiun di Indonesia dimulai semenjak zaman Indonesia merdeka sehingga jumlah itu luar biasa banyaknya. Jadi, kalau kemudian ada yang mengatakan lu … kita hitung secara aktuaria, maka dengan lima hal tersebut, maka tidak akan pernah ketemu berapa seharusnya yang menjadi beban pemerintah karena itu akan setiap saat akan semakin berkembang. Dengan pola seperti tersebut di atas, Yang Mulia, dalam kenyataannya dana yang dipungut dari para PNS aktif, sebagaimana disampaikan oleh PT Taspen, sebesar 4,75 dari penerimaannya yang kemudian dikelola oleh PT Taspen sebagai pengelola dana pension, hanya mampu memberikan kontribusi yang relatif kecil terhadap keseluruhan pembayaran pensiun yang dilakukan oleh pemerintah. Kontribusi tersebut, paling tinggi rata-rata dalam satu tahun tidak melebihi 15%. Artinya, setiap tahun pemerintah diwajibkan menutup biaya pensiun sebesar 85% dan itu seluruhnya ditutup dari APBN, Yang Mulia. Berikutnya, ada beberapa hal yang saya sampaikan ... ingin saya sampaikan, yaitu terkait dengan masalah kedaluwarsa. 36 tahun yang lalu, saya juga sudah menulis tentang kedaluwarsaan terkait dengan pensiun ini. Tetapi, ketika saya mengajukan “gugatan” kepada pemerintah, itu nyata bahwa pemerintah betul-betul berlaku secara tidak adil, Yang Mulia. Bagaimana tidak? Pasal 60 ICW mengatakan, “Semua tagihan kepada negara, kedaluwarsa setelah 5 tahun.” Orang pensiun, itu SKnya bisa terlambat selama 10 tahun, Yang Mulia, kenyataan itu di masa 22
lalu. Dan ketika pemerintah memutuskan melalui Keppres 14A di dalam Pasal 55 kalau tidak salah, menyatakan bahwa kedaluwarsa 5 tahun, di situlah letak ketidakadilan pemerintah. Karena kenapa? Karena kedaluwarsaan itu yang dianut di dalam Undang-Undang ICW ataupun Undang-Undang Perbendaharaan hari ini adalah kedaluwarsaan yang bersifat ekstingtif, yaitu hilangnya hak seseorang karena pengabaian dan terlewatinya waktu. Oleh sebab itu, harusnya ada tiga persyaratan utama yang harus dipenuhi sebelum pemerintah memperlakukan kedaluwarsaan tersebut, yaitu yang pertama bahwa hak itu sudah harus lahir. Jadi, seseorang yang belum pernah menerima SK pensiun, maka sebenarnya dia tidak pernah punya hak. Maka kalau itu didaluwarsakan, pemerintah adalah sewenangwenang. Itulah sebabnya tahun 1981 dulu, kemudian saya menulis bahwa itulah yang dilakukan oleh pemerintah dengan kesewenangwenangannya. Oleh karena itu, Pasal 60 ICW itu telah diterjemahkan secara salah. Jadi, seharusnya lahir hak dulu, kemudian hak itu diabaikan, kemudian terlewati waktu, maka di situlah berlaku daluwarsa. Oleh sebab itu, kalau kita perhatikan, apa yang tertulis di dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbendaharaan ayat (1) memang tidak jauh berbeda dengan yang tertulis di dalam Pasal 60 ICW yang menjadi patokan tata kelola keuangan negara di republik ini di dalam pelaksanaan anggaran semenjak Indonesia merdeka. Kalau boleh saya sampaikan, mohon izin. ICW secara terjemahan secara kasar menulis seperti tersebut, hak tagihan kepada negara kedaluwarsa setelah 5 tahun, sejak hak tagihan itu jatuh tempo. Kecuali, apabila kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan masa kedaluwarsa yang lebih pendek. Memang tidak diingkari bahwa lahirnya pemikiran tentang kedaluwarsaan memang berasal dari Burgerlijk Wetboek, jadi kita buka buku Undang-Undang Hukum Perdata memberikan inspirasi terhadap pelaksanaan di dalam tata kelola, di dalam pengelolaan keuangan negara. Selanjutnya, para ahli hukum berpendapat bahwa lahirnya kedaluwarsaan adalah untuk menjamin adanya sebuah kepastian hukum. Hal ini pulalah yang menjadi alasan dalam pengelolaan keuangan negara, dalam hal ini ... dalam pada itu, beranjak pada kekhususan pada ranah hukum keuangan negara tersebut, kedaluwarsaan yang diadopsi dari BW dan kemudian diterapkan dalam tata kelola keuangan negara pun mengalami penyesuaian dalam implementasinya. Walaupun bila diperhatikan, prinsip dasar kedaluwarsaan dimaksud hampir tidak berubah. Sebagaimana tadi saya sampaikan, 3 unsur yang penting dalam kedaluwarsaan adalah pertama adalah lahirnya hak. Kedua, diabaikannya hak tersebut, dan kedua ... ketiga, terlewatinya waktu. Yang Mulia Ketua dan Para Hakim Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi, dan para hadirin yang saya Hormati. Lahirnya hak-hak 23
pensiun, yaitu hak untuk menerima pensiun dari pemerintah, seperti halnya seorang Calon Pegawai Negeri untuk menerima gaji yang pertama kali adalah diterbitkannya surat keputusan oleh pejabat yang berwenang. Tanpa adanya surat keputusan pensiun, seseorang yang telah mencapai batas usia pensiun tidak dapat menerima penghasilan yang berupa pensiun. Sesuai dengan prinsip sebagaimana telah dikemukakan di atas, dengan alasan bahwa negara harus terhindarkan dari kejadian yang mungkin dapat menimbulkan kerugian yang diakibatkan karena kesalahan ataupun kelebihan bayar, setiap tagihan kepada negara tanpa kecuali, harus dilakukan penagihan kepada negara. Selanjutnya, terhadap tagihan tersebut, kemudian dilakukan pengujian atau verifikasi untuk memastikan kebenaran tagihan yang diajukan tersebut. Verifikasi dimaksud meliputi verifikasi wetmatigheid, verifikasi rectmatigheid, dan juga verifikasi doelmatigheid. Ini adalah merupakan perwujudan dari sikap kehati-hatian yang harus menjadi acuan para pejabat pengelola keuangan negara sebagaimana dinyatakan dalam best practice dalam pengelolaan pemerintahan yang baik, khususnya di bidang pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, atas dasar hal tersebut, tanpa kecuali, setiap tagihan kepada negara walaupun pada prinsipnya merupakan kewajiban negara untuk dapat dibayarkan, harus dilakukan melalui sebuah proses penagihan. Dengan kata lain, setiap tagihan harus dilakukan dengan pengajuan surat permintaan pembayaran kepada negara dan terhadap permintaan tersebut, harus dilakukan pengujian atau verifikasi. Artinya, tanpa dilakukan penagihan, semua bentuk tagihan kepada negara kecuali yang berupa utang, uang, akan kedaluwarsa dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam kaitan ini, perlu disampaikan bahwa penagihan itu sendiri untuk dapat dinyatakan sah untuk dibayarkan memerlukan bukti-bukti pendukung sebagai persyaratan. Yang Mulia, daluwarsa dalam pengelolaan utang negara di masa lalu dalam beberapa hal telah diterapkan secara salah. Kesalahan tersebut dapat dilihat dalam dua hal, yaitu, pertama, tidak membedakan utang negara sebagai akibat dari hubungan kerja dan utang dalam perjanjian utang piutang. Kedua, tidak memperhatikan lahirnya hak terhadap utang. Akibat kesalahan penerapan dimaksud, maka utang pemerintah dalam bentuk obligasi negara yang telah jatuh tempo dan belum ditagih dengan terlewatinya waktu, tidak lagi dapat ditagihkan kepada negara. Dalam kejadian lain, para penerima pensiun yang terlambat menerima surat keputusan pensiun dari pemerintah telah menderita kerugian. Kini sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, penerapan kedaluwarsaan terhadap tagihan pada negara telah dilakukan sebagaimana mestinya, yaitu dengan melakukan koreksi terhadap implementasi yang salah pada 24
masa lalu. Termasuk menjamin putusan penundaan atau schorsing sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 40 ayat (2) yang bunyinya sebagai berikut. “Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara atau daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.” Ini adalah sebuah pemberian jaminan kepada masyarakat khususnya PNS agar mereka bisa melakukan tagihan kepada negara walaupun sudah mulai terlambat. Yang Mulia, untuk mengakhiri uraian penjelasan dan pendapat, perkenankanlah pada kesempatan ini saya menyampaikan kesimpulan sebagaimana di bawah ini. 1. Bahwa pengaturan terkait dengan kedaluwarsaan sebagaimana diatur dalam ketentuan undang-undang, khususnya dalam Pasal 40 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Perbendaharaan Negara yang dimohonkan oleh Pemohon untuk di-review Mahkamah Konstitusi sebagaimana tersebut di atas, telah didasarkan pada historis filosofis yang mendasari konsepsi hukum keuangan negara yang sejalan dengan kaidah yang tertuang dalam hukum dasar, yaitu Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2. Bahwa Undang-Undang Perbendaharaan Negara yang merupakan perwujudan dari sisi administrasi hukum keuangan negara, yaitu terkait dengan pelaksanaan keputusan politis yang dituangkan dalam Undang-Undang APBN memiliki kaidah baku dalam pelaksanaan operasionalnya yang harus dipatuhi oleh semua pihak. 3. Bahwa dikaitkan dengan fakta yang disampaikan, bila dicermati permohonan Pemohon untuk melakukan pengujian terhadap Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan, yaitu tentang kedaluwarsaan utang negara, khususnya pembayaran pensiun kepada ... kepada Pemohon, semata-mata hanya dipicu oleh ketidakpahaman Pemohon terhadap hal-hal yang bersifat administratif dalam pelaksanaan anggaran negara, yaitu tentang pelaksanaan pembayaran yang memiliki persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh Pemohon dan juga dipicu oleh kelalaian yang bersangkutan terhadap hak-hak yang dimilikinya, kemudian menimbulkan situasi kedaluwarsaan menurut hukum. 4. Bahwa mengingat hal yang dimohonkan semata-mata hanya bersifat teknis administratif, yaitu tidak dipenuhi persyaratan pembayaran kewajiban negara sehingga menyebabkan utang tersebut kedaluwarsa, tidak memiliki keterkaitan dengan konstitusionalitas pengaturan kedaluwarsaan dimaksud yang dimuat dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 5. Bahwa permohonan Pemohon untuk melakukan pengujian Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan terhadap pasal-pasal 25
Undang-Undang Dasar adalah tidak memiliki landasan yang cukup memadai ditinjau dari sudut hukum keuangan negara, mengingat pengaturan pasal tersebut tidak mengadung kesalahan sehingga tidak perlu ada dilakukan perubahan. Majelis Hakim Yang Mulia, demikianlah keterangan saya. Semoga keterangan ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dan dapat menjadi masukan serta pertimbangan bagi Yang Mulia dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa antara Para Pemohon dan Termohon dengan seadil-adilnya. Terima kasih, Yang Mulia, wassalamualaikum wr. wb. 58.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Siswo Suyatno ... Siswo Sujanto, terima kasih. Lima belas menit, Pak Riawan, saya persilakan.
59.
AHLI DARI PEMERINTAH: W. RIAWAN TJANDRA Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI, yang terhormat Pemerintah RI dan DPR RI selaku Termohon, Pihak Terkait, dan Pemohon dalam Perkara Nomor 18/PUUXV/2017. Perkenankan Ahli untuk menyampaikan keterangan atau pendapat hukum dalam persidangan ini sesuai dengan latar belakang keahlian ahli di bidang Hukum Administrasi Keuangan Negara dalam persidangan Mahkamah Konstitusi RI pada hari ini. Sebelumnya, perlu ahli kemukakan kembali di sini bahwa pokok permohonan dari Pemohon adalah bahwa Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, selanjutnya disebut UUPN, perlu diuji materiil karena menurut Pemohon dinilai bertentangan dengan Pasal 23, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada intinya, Pemohon dalam permohonannya mendalilkan bahwa Pemohon sebagai ASN atau PNS dirugikan karena penerapan Pasal 40 UUPN yang menyebabkan hak konstitusional Pemohon dirugikan karena tidak bisa menerima kekurangan jaminan pensiun selama 16 bulan dari PT Taspen yang disebabkan hak tagih Pemohon dianggap kedaluwarsa karena melampaui tenggang waktu 5 tahun, sebagaimana diatur pada Pasal 41 UUPN. Sebelum menguraikan lebih jauh keterangan Ahli dalam persidangan ini, perkenankan Ahli terlebih dahulu mengutip selengkapnya rumusan Pasal 40 Undang-Undang Perbendaharaan Negara sebagai berikut. 26
Pasal 40 ayat (1), hak tagih mengenai utang atas beban negara atau daerah kedaluwarsa setelah 5 tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Ayat (2), kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara atau daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Ayat (3), ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara atau daerah. Penjelasan dari Pasal 40 ayat (1) cukup jelas. Ayat (2), kedaluwarsa sebagaimana pada ayat (1) … eh, pada ayat ini dihitung sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya, dan ayat (3) cukup jelas. Sehubungan dengan permohonan Pemohon tersebut, Ahli menyampaikan keterangan atau pendapat hukum sebagai berikut. Yang pertama. Bahwa guna menentukan status seseorang sebagai pegawai negeri sipil atau PNS yang merupakan unsur aparatur sipil negara dalam hukum kepegawaian negara, secara teori dipergunakan dua kriteria. Yang pertama, berdasarkan adanya hubungan dinas publik, yaitu manakala seseorang mengikatkan diri untuk tunduk pada pemerintah dan melakukan tugas jabatan tertentu. Dan yang kedua atau b, berdasarkan pengangkatan atau aanstelling, yaitu diangkat melalui surat keputusan atau beschikking guna ditetapkan secara sah sebagai pegawai negeri. Jika dikaitkan dengan teori penentuan status seseorang sebagai PNS tersebut, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Kepegawaian, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 dan kini diganti dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, cenderung menggunakan kedua kriteria tersebut sekaligus dalam menentukan status kedudukan seseorang sebagai pegawai negeri. Hal ini terlihat sebagaimana terlihat definisi PNS yang disebutkan secara stipulatif dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara bahwa PNS adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Rumusan ketentuan tentang pengertian tentang PNS tersebut, sejatinya berakar pada ketentuan yang pernah terdapat di dalam Ambtenarenwet Nederlandse, yang pernah menguraikan definisi dari pegawai negeri sebagai berikut. Ambtenaren is degene die is aangesteld om in openbare dienst werkzaam te zijn, met uitzondering van degene met wie een arbeidsovereenkomst naar burgerlijk recht is gesloten. Makna dari uraian ini adalah bahwa untuk bisa mendapatkan status sebagai PNS, harus ada inisiatif dari kedua pihak, yaitu warga masyarakat yang dapat memenuhi syarat untuk bisa ditetapkan sebagai PNS, sesuai dengan permohonan atau lamaran yang diajukan pada 27
pemerintah dalam seleksi penerimaan CPNS, yang artinya di sini mengikatkan diri dalam hubungan dinas publik. Dan selanjutnya, ditetapkan melalui surat keputusan pengangkatan PNS atau aanstelling oleh pejabat yang berwenang untuk mengangkat. Yang kedua. Pola yang sama dengan penentuan kedudukan seseorang sebagai PNS, menurut pendapat Ahli, juga berlaku dalam proses pensiun seseorang sebagai PNS, serta pengurusan jaminan pensiun, sebagaimana pengertian dari pensiun adalah jaminan hari tua, dan sebagai balas jasa terhadap pegawai negeri yang telah bertahuntahun mengabdikan dirinya kepada negara. Artinya, pemerintah atau negara menetapkan sejumlah persyaratan untuk pensiun dan mendapatkan jaminan pensiun melalui berbagai peraturan perundangundangan maupun peraturan kebijaksanaan yang berlaku, dan seseorang PNS yang telah memenuhi persyaratan pensiun tersebut harus mengikuti serangkaian prosedur yang ditentukan bagi terpenuhinya sebuah persyaratan untuk mendapatkan jaminan pensiun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun kebijakan pemerintah. Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur secara normatif maupun administratif terpenuhinya hak pensiun bagi seorang PNS. Hal ini sesuai dengan kewenangan pemerintah (bestuur) dalam hukum administrasi yang isinya adalah kewenangan mengatur (regelen), menetapkan (beschikking), maupun melakukan tindakan materiil atau faktual (materiële handeling). Ketiga. Sehubungan dengan permohonan dari Pemohon yang mengaitkan kerugian konstitusional Pemohon, akibat tidak bisa menerima kekurangan jaminan pensiun selama 16 bulan dari PT Taspen yang disebabkan hak tagih Pemohon dianggap kedaluwarsa karena dinilai melampaui tenggang waktu 5 tahun, sebagaimana diatur pada Pasal 40 ayat (1) UUPN, sejatinya adalah merupakan isu legalitas, bukan isu konstitusionalitas. Hal itu juga mengacu pada norma hukum, sebagaimana dirumuskan pada Pasal 40 ayat ... Pasal 40 UndangUndang Perbendaharaan Negara terjadi karena penerapan norma yang terdapat pada Pasal 40 UUPN yang memiliki karakter sebagai sebuah norma pengaturan mengenai hak tagih terhadap utang atas beban negara atau daerah yang kedaluwarsa ke dalam kasus konkret yang bermula dalam proses administrasi pengurusan jaminan hari tua yang seharusnya memerlukan pengaturan lebih rinci, melalui peraturan pelaksanaan undang-undang, maupun peraturan kebijaksanaan (policy rules atau beleidsregel) agar mampu menjembatani kebutuhan peganturan tersebut yang mampu mengaitkan norma dengan fakta, sesuai dengan kewenangan administratif pemerintah yang memiliki kewenangan staatsmacht atau kewenangan mengatur, memerintah. Empat. Dalam teori hukum administrasi negara, dikenal adanya tiga tingkat uji materi, yaitu pertama pengujian norma hukum yang bersifat penetapan terhadap peraturan dasar atau peraturan 28
perundangan yang mendasarinya. Kedua, pengujian norma hukum yang bersifat pengaturan sebagai pelaksanaan sebuah undang-undang terhadap undang-undang. Dan ketiga, pengujian norma hukum yang diatur undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ketiganya bertolak dari tiga landasan pengujian yang berbeda, yaitu beschikkingsnorm untuk kategori yang pertama, regelende norm untuk kategori yang kedua, dan wettelijk norm untuk kategori yang ketiga. Kategori yang pertama dan kedua, berada pada ranah isu legalitas atau rechtsmatigheid, sedangkan untuk kategori yang ketiga berada pada ranah isu konstitusionalitas. Hal itu menurut pendapat Ahli, perlu dikaitkan dengan subyek yang menerapkan sebuah norma, objek yang terhadapnya sebuah norma diterapkan dan sasaran atau jangkauan dari pemberlakuan sebuah norma, serta karakter dari norma itu sendiri. Tentunya, jika dikaitkan dengan fondasi pengujiannya, juga perlu dikategorikan atas wettelijke atau regelende basis untuk kategori norma yang pertama dan kedua, serta grondwetelijke bahkan staatsfundamentalnorm basis untuk kategori yang ketiga. Sesuai dengan kategorisasi tersebut, Ahli berpendapat bahwa pokok permohonan dari Pemohon, sebagaimana telah disebutkan di atas, pada prinsipnya adalah menyangkut tingkat pertama dan kedua uji materi yang harus ditujukan kepada peradilan tata usaha negara, atau pengaduan kepada ombudsman yang diawali dengan mengajukan hak inspraak yang ditujukan kepada pemerintah dari penerapan norma hukum akibat pelaksanaan undang-undang vide Pasal 40 UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang bertitik tolak dari regelende basis atau wettelijke basis. Namun bukan mendasarkan pada grondwetelijke atau staatsfundamentalnorm basis. Yang kelima. Pembatalan norma hukum sebagaimana dirumuskan pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 yang jika dikaitkan dengan isu hukum yang diangkat sebagaimana diungkapkan dalam permohonan Pemohon, sesungguhnya bertitik tolak dari pokok persoalan belum adanya sebuah pengaturan operasional mengenai syarat, kriteria, dan prosedur penerapan norma yang dimaksudkan untuk mengatur kedaluwarsa tagih utang atas beban negara atau daerah yang bersifat umum atau komprehensif. Artinya, tidak secara khusus hanya untuk persoalan kedaluwarsa bagi permohonan jaminan pensiun bagi PNS. Berdasarkan asas-asas hukum keuangan negara, sebagai asas-asas hukum administrasi sektoral dan asas-asas pemerintahan yang baik sebagai asas-asas hukum administrasi umum. Salah satu hal yang terkait dengan kewenangan negara mengatur masa kedaluwarsa hak tagih utang atas beban negara atau daerah yang bersifat umum komprehensif adalah keharusan negara menjamin perwujudan asas kepastian hukum dan asas ketertiban penyelenggaraan negara, agar 29
dapat diwujudkan kepastian atas penguasaan negara terhadap keuangan negara, sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada prinsipnya, selalu ditekankan oleh berbagai undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara, agar demi kepentingan pembiayaan untuk program atau kegiatan untuk memberikan pelayanan kepada rakyat, selalu dihindarkan terjadinya kerugian negara, yang berdasarkan pada prinsip kehati-hatian. Pengertian dari utang negara, sebagaimana dirumuskan sebagai jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat, dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. Yang diatur dalam Pasal 1 angka 8 UUPN. Dan pengertian utang daerah dirumuskan sebagai jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah daerah dan/atau kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian atau berdasarkan sebab lainnya yang sah, Pasal 1 angka 9 UUPN. Sehubungan dengan pengertian dari Pasal 40 UUPN yang memiliki karakter pengaturan, sebagai sebuah norma yang bersifat umum, tetapi harus dikaitkan dengan sasaran dari pengaturan itu, guna mewujudkan pengamanan atas perbendaharaan negara, yaitu pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan negara yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Penerapan norma hukum yang berkarakter umum untuk melaksanakan tugas sektoral pemerintah, dalam hal ini melayani pengaturan di bidang kepegawaian, khusus lagi kedaluwarsa atas penagihan jaminan pensiun, memerlukan adanya tindakan hukum pengaturan (regelendehandeling), maupun kebijakan operasional dengan cara mengeluarkan peraturan kebijaksanaan (beleidsregel), seperti pedoman, juklak atau juknis (richtlijn), surat edaran dan lain-lain yang bertujuan untuk menampakkan keluar kebijakan yang bersifat tertulis (naar buiten gebraak schriftelijke beleid), yang berada di ranah kegiatan pemerintah atau (besturen) dalam rangka memenuhi tiga fungsi hukum administrasi negara, yaitu norma, sarana, dan jaminan atau waarborg. Enam. Mengaitkan kerugian konstitusional dengan berlakunya sebuah norma hukum, sebagaimana disebutkan dalam permohonan dari Pemohon, menurut pendapat Ahli perlu dikaitkan dengan konsep mengenai tiga tingkat uji materi dan basis keberlakuan suatu norma tersebut, serta dampak dari pemberlakuan atau pencabutan sebuah norma hukum, terlebih yang diatur dalam sebuah undang-undang, khususnya Pasal 40 UUPN. Pembatalan norma hukum sebagaimana yang diatur pada Pasal 40 UUPN, dalam hal ini ketentuan yang mengatur masalah kedaluwarsa 30
tagih utang negara atau daerah, jika ditarik ke atas dengan mengacu pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945, justru bisa bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menjadi landasan kepastian hukum dan ketertiban penyelenggaraan negara dalam pengelolaan APBN, sebagaimana diatur pada Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatur bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara, ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa Negara RI adalah negara hukum. Berdasarkan norma konstitusional itulah diderivasikan asas-asas hukum keuangan negara yang terdiri asas-asas akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri beserta asas-asas klasik yang juga masih berlaku. Asas-asas klasik tersebut meliputi asas kelengkapan (volledigheid, universilitas), asas spesialitas/spesifikasi yang dibagi menjadi spesialitas kualitatif, spesialitas kuantitatif, dan spesialitas menurut urutan waktu. Asas berkala (periodisitas), asas formil (bentuk tertentu), dan asas publisitas (keterbukaan). Norma konstitusional yang terdapat dalam konstitusi pada hakikatnya merupakan sebuah sub sistem dari sistem norma konstitusional yang saling berkaitan satu sama lain dalam konstitusi, sehingga membentuk suatu sistem konstitusional. Maka norma konstitusional yang terkandung dalam Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga bertujuan untuk mewujudkan terwujudnya normanorma konstitusional lainnya, termasuk norma-norma dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diuraikan sebagai dasar permohonan pengujian norma hukum oleh Pemohon. Tujuh. Rumusan norma hukum yang terdapat pada Pasal 40 ayat (1) UUPN mengatur bahwa hak tagih mengenai utang atas beban negara atau daerah kedaluwarsa setelah 5 tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Rumusan norma hukum itu pada hakikatnya mengandung beberapa elemen norma yang terdiri atas: pertama, siapa yang berwenang menetapkan masa kedaluwarsa 5 tahun sejak utang tersebut jatuh tempo. Kedua, kriteria penerapan utang atas beban negara atau daerah. Yang ketiga, prosedur penetapan kedaluwarsa hak tagih. Keempat, pengecualian berlakunya norma hukum itu melalui undang-undang. Elemen-elemen dari norma hukum itu memenuhi tiga landasan hukum administrasi negara, yaitu pertama, wewenang (bevoegdheid), prosedur, dan substansi. Dengan demikian, diperlukan adanya 31
pengaturan operasional untuk mewujudkan atau memenuhi elemenelemen pokok dari norma hukum tersebut agar permohonan Pemohon dapat dipenuhi dalam pelaksanaan norma hukum itu yang berada di ranah pelaksanaan fungsi pemerintahan (sturende functie), sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur fungsi pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, fungsi pembangunan, fungsi pemberdayaan, fungsi perlindungan. Namun, tentunya bukan justru dengan cara membatalkan keberlakuan norma hukum tersebut. Hal itu disebabkan karena hal itu akan berpotensi timbulnya secara masif tuntutan pembayaran utang atas beban negara atau daerah kepada pemerintah yang melampaui maksud permohonan dan tuntutan Pemohon ... permohonan dari Pemohon yang sejatinya hanya menyangkut jaminan pensiun. Kondisi itu bisa mengganggu terwujudnya asas kepastian hukum dan tertib penyelenggaraan negara yang juga bersumber dari nilai-nilai konstitusional, sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kondisi kekosongan hukum (leemten in het recht) mengenai kedaluwarsa hak tagih mengenai utang atas beban negara atau daerah, bisa berdampak terjadinya kekacauan (chaos) perbendaharaan negara yang dalam skala yang kian meluas bisa berujung pada terjadinya kerugian negara yang amat besar yang justru “dilegalisasikan” oleh pembatalan norma yang terdapat pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, seandainya permohonan dari Pemohon untuk menguji norma hukum a quo dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Yang terakhir. Sehubungan dengan uraian Ahli di atas, Ahli berpendapat bahwa permohonan dari Pemohon sebenarnya adalah merupakan isu legalitas mengenai penerapan suatu norma hukum undang-undang dalam Pasal 40 UUPN, namun tak memadai jika dikaitkan sebagai argumentasi untuk menjadikannya sebagai isu konstitusionalitas mengenai berlakunya sebuah norma hukum dalam undang-undang, dalam hal ini Pasal 40 UUPN. Dengan demikian, Ahli memperkuat permohonan dari jawaban presiden pada persidangan di Mahkamah Konstitusi RI, dalam Perkara Nomor 18/PUU-XV/2017, agar permohonan dari Pemohon ditolak seluruhnya. Demikian yang dapat kami sampaikan dalam persidangan ini. Terima kasih. Wasalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera. 60.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Riawan. Silakan duduk dulu. Sekarang giliran Pemerintah. Ada yang akan dimintakan penjelasan lebih lanjut kepada Ahli atau cukup? Silakan. 32
61.
PEMERINTAH: WIWIENG HANDAYANINGSIH Terima kasih, Yang Mulia. Mungkin pertanyaan kami tujukan pada Ahli Keuangan Negara, Pak ... Pak Siswo Suyanto. Tadi sampaikan, Pak. Bahwa masalah pensiun ini adalah ranah keuangan negara, Pak. Nah, intinya mengatur bagaimana negara mengatur keuangan negaranya untuk mencapai tujuan bernegara. Nah, pertanyaan kami, perspektif apakah yang menjadi dasar yang dapat digunakan dalam ... apa ... menjelaskan permasalahan ini? Mungkin itu, Pak. Itu yang pertama. Jadi perspektifnya apa gitu, Pak, ya, yang menjadi dasar untuk digunakan untuk menjelaskan permasalahan ini? Kemudian yang kedua, Bapak Siswo, kami mohon penjelasannya lebih lanjut, apakah ada hubungan antara teknis tata kelola dana iuran pensiun yang 4,75% itu dengan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara karena pensiun pada saat ini di Indonesia itu tidak berpola kepada pola asuransi? Mungkin demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
62.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih dari pihak pemerintah. Dari Pemohon, ada yang akan ditanyakan, dimintakan penjelasan lebih lanjut dari Pemohon? Saya persilakan, Prof. Bintang.
63.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Cukup banyak, akan tetapi mungkin akan lebih banyak lagi kalau saya simpulkan nanti.
64.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik.
65.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Mendengar keterangan Ahli yang kedua, saya itu merinding. Ini norma-norma yang disampaikan itu adalah norma pemerintah, bukan norma rakyat, kemudian seakan-akan negara ini miliknya pemerintah, bukan miliknya rakyat. Padahal di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, disebutkan bahwa pemerintah ini sengaja dibentuk untuk melindungi seluruh tumpah darah dan bangsa Indonesia. Jadi, dengan dalih seakan-akan negara ini miliknya pemerintah mau mengatur, mau tertib, maka rakyat harus patuh bahwa hak tagih itu harus ada. 33
Lha, kalau itu bersumber pada ... saya awam soal ini, hanya mendengar tadi disebut-sebut ICW 1925, kalau itu pikiran Belanda, saya kira lumrah-lumrah saja. Kita sudah merdeka, kita sudah bukan di bawah lagi penjajahan dan aturan-aturan itu adalah aturan-aturan yang merdeka seperti tadi disampaikan oleh Ahli Prof. Hafid Abbas. Enggak usah jauh-jauh Norwegia. Timor Leste juga mengalami hal yang baik dari pemerintah kita. Lalu disebut-sebut juga tentang kedaluwarsa bahwa kedaluwarsa ini memang harus ada, tetapi Ahli tidak menyampaikan apa sih yang membatalkan kedaluwarsa? Di dalam hukum perdata ada itu, tapi Ahli tidak menyebutkan, bahkan di dalam permohonan uji materiil, saya sampaikan ada pasalnya, kalau saya tidak salah 1979, yang mengatakan bahwa uang yang disimpan atau harta yang disimpan oleh pihak lain dari yang menyimpan dan ahli warisnya itu tidak boleh hilang karena alasan kedaluwarsa sampai kapan pun. Pemerintah itu menyimpan uangnya pensiunan, jadi enggak bisa dengan alasan kedaluwarsa lalu hilang. Kedua, Ahli juga mengatakan bahwa ini enggak adil iurannya terlampau kecil. 10% saja terlampau kecil, apalagi 4,75%. Lalu pemerintah sendiri tidak pernah iur seperti yang pernah disampaikan oleh Ahli dari pihak kami, mantan direktur utama PT Taspen, Bapak Ahmad Subianto. Berikutnya yang ingin saya sampaikan juga kalau boleh tahu 10% kekecilan sudah dikurangi menjadi 4,75%, berapa persen mestinya? Berapa persen pemerintah harus melakukan iuran? Sampai dana pensiun itu menjadi besar, bisa diputar, diinvestasikan dengan baik tanpa risiko, lalu bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat. Itulah yang mestinya harus dilakukan oleh pemerintah, bukan kemudian memaksakan aturan-aturan. Kalaulah kemudian, Pasal 40 ayat (1) itu dibaca lagi, itu ada katakata kecuali dengan undang-undang. Jadi, itu tidak berlaku mutlak. Masalahnya, undang-undang yang mana? Tidak pernah ada. Belum pernah ada. Mungkin undang-undang tentang pensiun? Kedua. Disebutkan bahwa aturan-aturannya yang belum ada, aturan adminnya yang belum ada. Jelas-jelas disampaikan, termasuk dari PT Taspen juga menyatakan belum ada aturannya. Lah, kalau gitu, dibuat saja aturannya yang disebut-sebut dengan apa tadi? Kalau saya menyebutnya, SOP (Standard Operational Procedure). Setiap orang yang mau pensiun, unit kerjanya tahu dan dilaporkan, baik kepada BKN maupun kepada Menteri Keuangan. Nah, segera saja BKN menerbitkan surat keputusan pensiun. Menteri Keuangan menerbitkan SKPP. Selesai itu. Enggak perlu ada Pasal 40. Ini yang harus dibuat. Tidak perlu lagi seakan-akan mengatakan bahwa rakyat itu harus patuh, perlu norma-norma, kalau enggak, nanti negara rugi. Lho, negara rugi itu sudah rutin, bukan perkara pensiunan. 34
Saya barusan menulis, Majelis Hakim Yang Mulia. Tahun 19941995, hanya untuk bisa meng ... mencari utangan U$5 miliar, yang senilai Rp10 triliun pada waktu itu, 2000 per ... Rp2.000,00 per dollar. Itu pemerintah harus membayar bunga dan cicilan utang dua kali lipat. Hampir U$10 miliar. Rugi, dong? Siapa sebetulnya yang menjadi donor country? Apakah Indonesia yang menjadi donor country atau luar negeri yang menjadi donor country untuk Indonesia? Pemerintah rugi. 66.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Maaf, Prof. Bintang, agak dipersingkat.
67.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Ya.
68.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Karena Para Hakim juga harus (...)
69.
PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Ya, yang terakhir adalah ini adalah soal ius constituendum, bukan ius constitutum. Pikiran ke depan, bagaimana kalau Dirjen Perbendaharaan Negara dipersatukan dengan Dirjen Pajak menjadi sebuah badan yang terlepas dari Menteri Keuangan? Pasti akan lain. Pasti akan lain. Pak Harto beda dari rezim berikutnya dan ke depan juga mungkin sekali akan berbeda lagi cara pengelolaan keuangan negara. Jadi, alasan dipaksakannya Pasal 40 itu, tidak absolut, itu relatif sekali. Ganti rezim, ganti sistem. Saya kira sudah mewakili banyak. Intinya adalah bahwa pemerintah seharusnya tidak memaksakan peraturan perundangundangan yang sifatnya kemudian mencederai rakyat, mengorbankan rakyat demi pemerintah tidak rugi. Lah, ruginya ... ruginya tidak di situ, di tempat lain karena pemerintah tidak mengelola keuangan negara dengan benar termasuk utang-utang itu. terima kasih, Yang Mulia.
70.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari Hakim (...)
71.
KUASA HUKUM PEMOHON: NAHROWI Yang Mulia. Satu, Yang Mulia, pertanyaan. 35
72.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, satu dua menit. Ya, sudah panjang tadi dari Pemohon.
73.
KUASA HUKUM PEMOHON: NAHROWI Mohon maaf, Yang Mulia. Kepada Ahli Pak Riawan Tjandra Pak, ya. Tadi Ahli berpendapat soal bahwa yang dimohonkan Pemohon ini bukan isu konstitusionalitas, tapi isu legalitas. Nah, tadi Ahli juga menyebut bahwa ini terkait dengan fungsi norma Pasal 40 itu dengan regeling, ya, pengaturan. Nah, pertanyaan saya kepada Ahli apa pendapat Ahli bahwa kalau mula misalnya quod non ini dianggap sebagai isu legalitas, apakah norma Pasal 40 yang berfungsi sebagai regeling itu dia bertentangan dengan Pasal 14 di Undang-Undang tentang Pensiun yang sudah mengatur tentang hak itu. Tadi Bapak menyebutkan ini, kalaulah ini bukan isu konstitusionalitas walaupun dalam praktiknya tadi kami … ini kan kepada Ahli barangkali, ini kan tafsirnya barangkali ada dua yang kita tangkap. Pertama, hak tadi atau hak mengajukan pensiun itu yang kedaluwarsa setelah 5 tahun yang tadi dianggap seolah-olah Pak Bintang, Pemohon, ini kehilangan haknya itu karena baru mengajukan SPP setelah 5 tahun. Nah, tapi dalam praktik ada juga … apa namanya ... saksi yang sudah kami ajukan bahwa dia tidak terlambat, dia pensiun sudah 7 tahun, kemudian dibayar hanya 5 tahun, maksimum 6 bulan. Nah, artinya pemahamannya bukan hak tagihnya yang kedaluwarsa, tapi PT Taspen menerjemahkan pasal itu bahwa maksimum pembayaran untuk pensiun PNS itu adalah 60 bulan atau 5 tahun, itu. Nah, kalau ... kemudian lagi-lagi saya tanyakan lagi, saya sebutkan lagi bahwa PT Asabri terhadap pensiunan tentara juga memakai dasar hukum yang sama. Nah, ini kan, apakah ini soal norma bahwa ini hak tagihnya yang kedaluwarsa atau memang pensiunan itu hanya dapat maksimum 5 tahun itu. Nah, ini kaitannya dengan hak yang sudah diatur di undang-undang khusus. Jadi kalaupun Ahli mengatakan bahwa ini bukan isu konstitusionalitas, apakah ini isu legalitas antara norma yang diatur khusus di dalam Undang-Undang Pensiun tentang hak pensiun itu … apa ... berlaku sampai meninggalnya si PNS, turun lagi ke janda atau duda, turun lagi ke anak? Nah, ini kan kalau memang Ahli berpendapat Pasal 40 itu regeling, nah, itu mohon pendapat Ahli. Terima kasih, Yang Mulia.
74.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, dari Hakim Prof. Saldi, Pak Wahid. Saya persilakan Prof. Saldi dulu.
36
75.
HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA Terima kasih, Ketua Yang Mulia. Ini singkat saja kepada Pak Siswo. Di keterangan tertulis Bapak itu di halaman 5 sampai halaman 6, itu kan dikatakan bahwa tagihan dalam pengelolaan keuangan negara itu kan harus memenuhi 3 verifikasi, ada wetmatigheid verifikasi, ada rectmatigheid verifikasi, ada doelmatigheid verifikasi. Kalau itu diletakkan ... saya tidak mau menanya kalau ini diletakkan di sisi pemerintah, saya ingin Ahli menjelaskan bagaimana kalau ketiga instrumen verifikasi itu kita gunakan untuk Pasal 40 ayat (1) UndangUndang Pembendaharaan Negara itu, tapi untuk melihat kepentingan Pemohon, dalam hal ini Pak Sri Bintang? Itu pertanyaan saya. Untuk Pak Riawan Tjandra, ini sebetulnya agak mirip-mirip dengan … apa ... Kuasa Hukum, menyebutkan bahwa ini bukan isu konstitusional, tapi ini isu legalitas, tapi kan, kita tahu dalam sistem pengujian kita kalau soal yang kita hadapi itu ada di undang-undang, ya, isunya kan, pengujiannya ke konstitusi makanya disebut dengan isu konstitusionalitas. Nah, apakah sebetulnya yang mau Ahli katakan di sini? Ini bukan soal konstitusionalitas, tidak masuk wilayah judicial review, tapi problem konstitusional komplain. Apakah itu yang dimaksud oleh Ahli? Terima kasih.
76.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Yang Mulia.
77.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, terima kasih Pimpinan Ketua. Untuk Pak Sis ya, Pak. Dalam tulisan Bapak menyebutkan bahwa kedaluwarsa itu tidak dapat dikenakan itu dalam hal kesalahannya itu terjadi pada pihak pemerintah. Kalau kejadian kesalahannya terjadi pihak PNS, maka hak tagih dapat dikenakan kedaluwarsa, tapi dalam hal ini kesalahan pihak pemerintah, ini tidak dapat dikenakan kedaluwarsa. Nah, ini apakah pernah ada contoh-contoh sepengetahuan Ahli bahwa ada penyebab kelahiran hak tagih yang kesalahan pemerintah itu, ini yang tidak dikenakan kedaluwarsa? Sebab pada sidang yang lalu, itu dari mantan ketua atau kepala … Ketua Taspen, pimpinan Taspen, pernah, ya, menggambarkan bahwa memang banyak PNS yang pindah ke swasta, ke BUMN, dipecat tidak hormat, tapi kemudian tidak dibayarkan ... apa … iurannya oleh PT Taspen. Kemudian mengajukan klaim, tapi kalah. Tapi waktu itu ada jalan keluar, dimana kasus 50.000 orang itu diselesaikan dengan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 8 Mei 2008.
37
Nah, ini apakah model-model begitu yang seperti kesalahan pemerintah? Dan apakah ini karena di makalah ini ketika membahas itu sudah masuk kepada kasus yang dihadapi oleh Pemohon? Apakah kasus seperti Pemohon ini … di mana letak kesalahan pemerintah atau kesalahan PNS? Ya, karena sistem pension, ya mungkin 3 tahun terakhir ini baik. Ya, tapi waktu dulu-dulu kita tahu sendiri yang mengajukan, bahkan kalau kita tidak urus, itu bisa tidak berhenti. Lalu bertahuntahun memang ada jalan keluarnya harus mengembalikan. Padahal karena memang tidak diurus. Kalau sekarang sudah 2 tahun terakhir, 3 tahun terakhir, ini memang semakin membaik administrasi itu. Sehingga itu pada waktu pensiun langsung ... apa ... otomatis pensiun. Tapi kalau kasus 5 tahun yang lalu, itu umumnya yang terjadi adalah kita harus mengajukan 3 bulan sebelumnya. Kalau tidak, akan terus ... apa … gaji jalan terus, ya sehingga ... apa … ada kesulitankesulitan tesis, kapan mulai pensiunnya diterima? Walaupun tentu tetap akan berlaku surut. Tapi dia menerima pensiunnya ada yang sampai 1 tahun, 2 tahun. Nah, ini apakah hal seperti itu yang disebut juga kesalahan pemerintah yang ini mestinya tidak dapat dikenakan kedaluwarsa, sebagaimana ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ini. Terima kasih, Pak. 78.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Yang Mulia. Yang Mulia Pak Suhartoyo, silakan.
79.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya, terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Saya mohon izin ke Taspen dulu, ya. Pak, dari Taspen, mungkin saya minta dijelaskan, kalau orang pensiun itu ketika keluar SK Pensiun apakah by system gitu, Taspen langsung mendapatkan surat pemberitahuan ... apa … tembusan atau apa? Kemudian yang kedua, apakah kemudian cara menghitung pensiun itu ketika SK itu terbit, SK Pensiun, ataukah harus dihitung sejak SKPP keluar itu? Itu satu pertanyaan, tapi 2 anu itu. Kemudian yang ketiga, Pak. Mengenai tadi yang disampaikan bahwa iuran Taspen yang dari pegawai itu yang kemudian dikelola oleh Taspen, tapi rekeningnya qq atau apa tadi, qq ya? Menteri Keuangan. Itu nanti kami minta dijelaskan bagaimana kemudian bentuk akibat hukum dari pengelolaan itu. Apakah itu pure masih uang PT Taspen? Kenapa masih di situ, masih dibayang-bayangi oleh Menteri Keuangan? Di situ ada pemerintah dan kemudian mau-tidak mau menjadi agak confuse dengan kalau akibat hukum kekayaan negara, keuangan negara 38
yang sudah masuk ke dalam sebuah perseroan. Mohon penjelasan dari PT Taspen, bisa, tidak hari ini ya? Meskipun itu nanti bagian dari yang dipakai untuk membayar uang pensiun untuk pegawai itu. Tapi kan di situ ada dana-dana yang masuk yang jumlahnya tidak sedikit juga. Ya, kemudian ke Pak Sis, ya. Pak Ahli, saya ingin pandangan Bapak. Apakah pemberian pensiun dari pemerintah kepada PNS yang pensiun ini bisa dikatakan kewajiban, Pak? Kemudian kalau demikian, apakah juga bisa dihadapkan bahwa PNS-nya ini adalah orang yang berhak untuk mendapatkan itu. Ya, kan? Ketika sudah ada kemudian kewajiban dan hak, saya ingin pandangan Bapak selanjutnya. Apakah kemudian bisa tepat atau boleh … atau tepat kalau kemudian kalau ada persyaratan-persyaratan yang Bapak katakan tadi SKPP-nya terlambat. Sebagai bagian dari administrasi untuk melakukan penagihan. Kan hak tagih muncul ketika ada persyaratan-persyaratan itu kan, Pak? Kemudian bisa kemudian diseret bahwa sebuah lembaga utang itu. Kalau di situ diawali dari hak dan kewajiban. Karena ini ada dikhawatirkan menyeret ini masalah ini kepada lembaga utang ini kemudian hanya untuk meng-cover bahwa ini supaya ada perangkap kedaluwarsa itu. Nah, Bapak juga tegaskan di … di … di … apa … di … di keterangan Bapak, kan bahwa utang yang dimaksudkan di sini adalah bukan utang dalam arti perjanjian utang-piutang, kan? Nah, mestinya apakah kemudian semakin realistis pertanyaan saya, kalau itu kemudian diseret kepada … ya, kepada frame utang-piutang itu? Ada hak dan kewajiban. Bolehlah dikatakan di situ ada yang memberi prestasi dan yang menerima prestasi misalnya, kan? Apa kemudian prestasi-prestasi ini bisa dikatakan prestasi yang harus dibayar oleh orang yang berutang kepada orang yang berpiutang sehingga bisa kemudian masuk frame utang tadi, maksud saya. Karena kalau sudah bisa, berarti kan, ini menjadi beralasan kalau demikian, kan? Berlakulah lima tahun ini. Tapi mesti harus diuji dulu, Pak. Apakah ini tepat penyeretan ke … itu memang perlu anu … saya juga merumuskan. Pertanyaannya agak sulit tadi, mungkin jawabannya lebih sulit lagi. Ya, Pak, ya? Kemudian, yang kedua, Pak. Bapak katakan bahwa Pasal 40 itu sewenang-wenang ketika ada orang yang pensiun sebenarnya, tapi tidak pernah dikeluarkan surat keputusan pensiun tadi, kan? Baru dikeluarkan 10 tahun kemudian misalnya, ini bisa diberlakukan. Nah, sekarang sebenarnya surat keterangan pensiun dan surat keterangan pemberhentian pembayaran itu, SKPP itu, apakah juga tidak … itu juga bukan merupakan hanya bagian dari formalitas, Pak, sebenarnya. Artinya bahwa ketika kemudian orang itu sudah punya surat keputusan pensiun, menurut Bapak tadi kan mestinya baru dikena … baru … baru bisa dikenakan. Tapi, kalau itu tidak bisa dikenakan, ya, kan? Tapi kalau kemudian SKPP-nya, Pak, ini yang bermasalah, Pak. Ini kan kejadian SKPP-SKPP yang menjadi anu itu sebenarnya. Itu hanya ber … bagian 39
dari persyaratan yang ada di samping SK … SK pensiunnya itu sendiri yang merupakan pohon besar menurut saya, kan? Pohon besarnya kan ada di situ. Kalau SKPP, kemudian ... nah, itu kan ranting-ranting saja itu sebenarnya. Saya mohon pandangan Bapak. Apakah juga kemudian tidak bisa dikatakan di situ juga ada sebenarnya kesewenang-wenangan di situ? Kalau yang menjadi persoalan adalah SKPP-nya terlambat, bukan SK pensiunnya. Saya analogikan saja dengan argumentasi Bapak tadi. Mungkin itu saja, Pak Ketua karena memang sudah siang. Terima kasih. 80.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Yang Mulia Pak Pal, yang terakhir, saya persilakan.
81.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya. Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Sebagian tadi soal hak dan kewa ... hubungan hak dan kewajiban sudah ditanyakan oleh Yang Mulia Pak Suhartoyo. Saya kepada Pak Siswo juga yang pertama. Begini, Pak, di halaman 6 dari tulisan ... keterangan keahlian Bapak tadi dikatakan, “Kedaluwarsa dalam pengelolaan utang negara di masa lalu dalam beberapa hal telah diterapkan secara salah. Kesalahan itu dapat dilihat dalam dua hal. Yang pertama, tidak membedakan utang negara sebagai akibat dari hubungan kerja dan utang negara dalam perjanjian utangpiutang. Dan yang kedua, tidak memperhatikan lahirnya hak terhadap utang.” Lalu di poin berikutnya, Bapak lalu mengatakan di situ, “Kini sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang itu dan seterusnya, penerapan kedaluwarsa terhadap tagihan kepada negara telah dilakukan sebagaimana mestinya.” Nah, artinya, berarti di sini, dua kekeliruan itu sudah diperbaiki, berarti kan begitu? Yaitu membedakan utang negara sebagai akibat dari hubungan kerja, dan utang dalam perjanjian utang-piutang, dan tidak memperhatikan lahir ... hak terhadap utang. Artinya, sekarang sudah diperhatikan lahirnya hak terhadap utang. Nah, bukankah ini yang justru persoalannya sekarang yang di ... menjadi persoalan dari ... dari pengujian ini, ya? Karena menjadi soal begini, Pak, ini kaitannya dengan keterangan Ahli yang nomor 2. apakah ide kedaluwarsa itu, itu memang yang bapak sendiri mengatakan itu turunan dari ... atau logikanya diturunkan dari ICW, ya. yang kemudian juga mengikuti ... merujuk juga kepada kaidah-kaidah hukum perdata. Nah, sementara dari ahli yang kedua, saya mendapatkan keterangan bahwa hubungan antara PNS dengan pemerintah, itu adalah hubungan dinas publik ... hubungan dinas publik. Berarti, termasuk urusan 40
pensiunnya itu adalah juga masih dalam konteks hubungan dinas publik. Pertanyaan teoritiknya tentu saja menjadi begini, apakah dalam hubungan yang demikian, gagasan kedaluwarsa itu menemukan dasarnya? Kalau di ... dikatakan ... kalau ... kalau sumber rujukannya tadi adalah ICW, yang notabene adalah itu gagasannya hanya dari dua hal, ya. Ya, hubungan ... bisa hubungan karena utang-piutang atau karena hubungan kerja? Nah, jika demikian halnya, maka konteks tadi yang hubungan dinas publik tadi berarti harus dianggap sebagai apa? Apakah sebagai hubungan kerja atau sebagai hubungan utang-piutang untuk bisa memberlakukan ketentuan kedaluwarsa itu? Kan demikian jadi persoalannya. Nah, ini ... ini yang jadi saya kira memerlukan kejelasan dari Ahli. Kemudian, yang kedua kepada Pak Riawan, kita lepaskan dari kasus konkret atau kalau kita balikkan lagi dengan kontruksi berpikir dari Ahli atau konstruksi keterangan keahlian Pak Riawan Tjandra … Dr. Riawan Tjandra yang menganggap permohonan Pemohon dalam konteks kasus konkret argumentasi yang dibangun oleh Pemohon itu adalah persoalan legalitas, ya … persoalan legalitas, bukan persoalan konstitusionalitas. Berarti secara a contrario, apakah Ahli hendak mengatakan bahwa sesungguhnya pasal ini adalah konstitusional, begitu kan? Artinya kasus yang dihadapi oleh Pemohon itu, andai kata soal legalitasnya selesai, maka sesungguhnya tidak persoalan dengan pasal yang dimohonkan pengujian itu. Jadi, berkait dengan yang disampaikan oleh Yang Mulia Pak Prof. Saldi Isra tadi, apakah itu memang maksudnya? Nah … nah, sebab kalau itu yang dimaksud, maka kembali lagi ke pertanyaan saya ke Ahli yang pertama. Kalau demikian halnya berarti Ahli Pak Dr. Riawan Tjandra juga bisa menerima gagasan kedaluwarsa itu walaupun gagasan itu lahir dari konsep hubungan dinas publik, apakah begitu? Terima kasih, Pak Ketua. 82.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Yang Mulia. Ada sat … tambahan kecil dari saya, mohon penjelasan, dari Taspen ini. Kalau penjelasan dari Ahli yang diajukan Pemohon, itu yang mantan direktur di Taspen, itu mengatakan bahwa negara tidak mengiur termasuk tadi yang sudah disampaikan oleh Pemohon muncul juga. Jadi, murni sebetulnya yang dipotong dari gaji pegawai, itu masuk menjadi iuran Taspen yang jumlahnya 4,75 itu, apakah dari iuran itu sudah cukup untuk membayar pensiun? Tadi kalau tidak salah keterangannya, enggak cukup, juga diambilkan dari dana lain, dari APBN, gitu kan. Berarti dari perbandingan yang tadi masuk berapa, sumber dananya masuk berapa, yang harus dikeluarkan berapa. 41
Meskipun negara di situ tidak ad … dikatakan mengiur, tapi negara memenuhi kebutuhan dalam pembayaran pensiun, apa betul begitu? Karena keterangan dari Ahli dulu yang mantan direktur Taspen begitu, itu yang pertama. Jadi, sumber dananya, masuknya itu hanya dari iuran pensiun ma … dari pegawai, tapi khusus pegawai negeri sipil. Kemudian untuk mengeluarkannya, untuk pembayarannya selain dari situ diambil juga dari APBN, apa betul begitu? Sehingga kalau itu diambil dari APBN bisa kena undang-undang yang pasal yang ini karena bisa kedaluwarsa karena bisa itu, gitu. Kemudian yang kedua, saya pengin melihat gambaran yang komperhensif. Tadi disebutkan di Pasal 2 ayat (1) PP 25 Tahun 1981, ketentuan ini hanya berlaku untuk pegawai negeri sipil, kecuali pegawai negeri sipil di Departemen Pertahanan dan Keamanan. Jadi, PNS di TNI/Polri enggak kena ini, ya? Enggak kena, ya? Mereka masuknya kemana iuran pensiunnya? Asabri? Di Asabri. Apakah di Asabri juga kena ketentuan yang sama pada pasal ini? Itu pertanyaan saya, ya. Baik, silakan dari Taspen dulu untuk merespons yang disampaikan Para Hakim. Kemudian nanti Para Ahli berikutnya, silakan, Pak. 83.
PIHAK TERKAIT: FAISAL RACHMAN Terima kasih, Yang Mulia. Pertama pertanyaan kami akan jawab pertanyaan dari Yang Mulia Bapak Suhartoyo, jelaskan tentang keputusan SK pensiun. Memang saat ini, SK pensiun itu sudah berlaku secara otomatis, ketika enam bulan mendekati masa pensiun, pemangku kewenangan, itu menerbitkan SK pensiun. Kemudian, salah satu persyaratan penyelesaian pembayaran pensiun itu adalah surat keputusan pemberhentian pembayaran gaji. Nah, SKPP gaji ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyelesaian hak pensiun. Di 2015, kami Taspen meluncurkan sebuah program yang namanya klaim otomatis. Sejak 2015, itu sejak SK pensiun kami terima enam bulan sebelum TMT, seluruh kantor cabang diwajibkan untuk menghubungi pegawai negeri tersebut untuk melengkapi ketentuannya. Dan hal itu juga kami lakukan kepada Pemohon, memang waktu itu antara cabang DKI dengan UI berbeda pandangan soal penetapan SKPP, kami tidak juga tahu latar belakang kenapa SKPP itu terlambat diterbitkan oleh Universitas Indonesia. Nah, kemudian … kemudian kaitan dengan iuran 4,75, itu memang sebagaimana yang diatur di dalam PP maupun UndangUndang Nomor 11 Tahun 1969 dan PP Nomor 25 Tahun 1981, itu 42
merupakan dana iuran Pegawai Negeri Sipil. Oleh menteri keuangan, dialihkan sejak tahun 1995 untuk dicatatkan sebagai dana pensiun Pegawai Negeri Sipil qq menteri keuangan dalam konteks pengawasan, dalam konteks pengelolaan, dan pertanggungjawaban dana pensiun. Perlu kami sampaikan, Yang Mulia, selain menteri keuangan, Otoritas Jasa Keuangan juga mengawasi kami selaku pengelola dana pensiun. Nah, hingga saat ini, semua dana yang telah kami terima dari Pegawai Negeri Sipil itu dikelola melalui mekanisme portofolio yang telah ditentukan oleh menteri keuangan dan juga Otoritas Jasa Keuangan. Apa yang kami lakukan, itu juga berlaku karena industri keuangan ini diatur sangat ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap instrumeninstrumen investasi yang harus dan boleh dimasukin. Tidak semua investasi untuk dana pensiun itu boleh di ... dimasukin oleh dana pensiun karena menyangkut prinsip kehati-hatian. Nah, kemudian bagaimana dengan iuran dana pensiun dan juga hubungannya dengan pembayaran pensiun yang saat ini dilakukan oleh Taspen? Perlu kami sampaikan, Yang Mulia. Pembayaran pensiun saat ini menggunakan skema manfaat pasti, tadi juga sudah disampaikan dimana ketika Pegawai Negeri Sipil masuk dengan golongan IIIA yang diberikan oleh Pemerintah adalah ketika hak pensiunnya pada saat tugas terakhirnya. Kalau dia masuk IIIA, kemudian dia pensiun di IVE, maka hak terakhir itulah yang menjadi hak yang harus dibayarkan oleh pemerintah. Berbeda dengan prinsip yang dilakukan oleh non-PNS dimana tadi disampaikan juga oleh ahli bahwa skema iuran pasti dimana telah ditetapkan bahwasanya se ... se ... peserta dana pension, ketika dia memasuki masa pensiun ... ketika dia mendaftarkan dan memasuki masa pensiun, maka jumlah iuarannya itu yang dilakukan pengembangan. Jadi kalau dia dipatok misalnya dia ingin mengambil dana pensiun ketika akhirnya Rp2.000.000,00, maka sampai seumurnya, ya, Rp2.000.000,00, sampai meninggal dunia dan tidak ada ahli waris. Ini berlaku untuk iuran pasti. Nah, Pegawai Negeri Sipil menggunakan skema manfaat pasti. Lantas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 mengamanatkan adanya pemupukan dana pensiun untuk menjadi fully funded. Tadi disampaikan oleh Ahli, pensiun ini sudah sejak zamannya Belanda, artinya ketika Indonesia merdeka, pensiun itu sudah menjadi beban negara. Nah, ketika Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 dibentuk, diamanatkanlah negara supaya dibentuk sebuah dana pensiun dan lembaga dan pensiun. Nah, dana tersebut dihimpun melalui Pegawai Negeri Sipil dengan dipungut 4,75. Sebelum dana pensiun ini mencukupi untuk membiayai dirinya sendiri, maka pemerintah menggunakan skema pay as you go dengan menanggulangi sepenuhnya pembayaran pensiun itu kepada Pegawai Negeri Sipil. Sesungguhnya Para Ahli tadi seperti yang 43
disampaikan oleh Ahli yang pertama bahwasanya skema pay as you go itu berlaku hampir di semua negara bahkan kalau kita lihat Korea Selatan yang dikatakan negara maju, sampai detik ini mereka menggunakan pay as you go dan memang dana yang dihimpun belum mencukupi untuk membiayai dana pensiun tersebut. Nah, apakah pemerintah … kewajiban untuk membayar iuaran tersebut sejalan seiring dengan pay as you tadi ... pay as you go, memang ada rezim yang sedemikian. Jadi, ketika pemerintah menggunakan pay as you go, maka dana-dana yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil tersebut, merupakan kontribusi pemerintah kepada berjalannya sebuah dana pensiun. Yang Mulia Hakim kami yang Hormati, kemudian tadi disampaikan juga, berapa besar sih, dana pensiun yang dihimpun oleh PT Taspen sejak negara ini merdeka yang awalnya dihimpun oleh pemerintah oleh Menteri Keuangan, kemudian tahun 1985 disampaikan kepada kami, itu sudah mencapai Rp102 trilliun, Yang Mulia. Kalau kita konversi kebutuhan dana pensiun selama 1 tahun, tahun 2017 ini negara mengalokasikan dengan skema pensiun pay as you go, itu Rp72 triliun. Nah, isu yang ingin kami sampaikan, mungkin bisa kami sampaikan juga kepada Pemohon, bukan semata-mata iuran ... nilai berapa persen iuran yang dikutip dari pegawai negeri, tetapi juga yang menjadi objek pengalihan daripada jumlah iuran tersebut. Jadi, kalau kita mengacu 4,75 dengan ... dikalikan dengan gaji pokok, memang nilainya tidak akan bisa. Saya juga tadi kaget ketika Ahli pertama mengatakan, “Dalam waktu satu ... dalam waktu tiga tahun bisa mencapai Rp1 triliun.” Saya pikir perlu di ... di ... dieksplorasi lebih dalam angka-angka dari mana yang didapatkan. Jadi, tidak saja jumlah persentasenya, tetapi objek dari pengalihan itu, itu ikut memberikan kontribusi meningkat pesatnya jumlah dana pensiun yang dihimpun. Saat ini Departemen Keuangan bersama Menpan, bersama Mendagri, dan juga Taspen ikut di dalamnya sedang merumuskan RPP Pensiun sebagai amanah Undang-Undang ASN, dimana ada rencana untuk mengalihkan itu daripada take home pay yang didapat saat ini. Jadi, tidak saja gaji pokok. Kalau proses ini berjalan dengan mulus, maka (suara tidak terdengan jelas) pada tahun 2018, mungkin saja tidak 4,75, mungkin akan lebih di bawah tersebut, tapi nilai ... nilai yang dibayarkan oleh pemerintah kepada pensiunan itu di atas yang ada saat ini. Kemudian (...) 84.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Sedikit, Pak Ketua. Mohon izin. Pak, keterangan Bapak bahwa uang yang diambil 4,75% tadi, ya kan, disimpan oleh PT Taspen, ya 44
kan? Dengan pengawasan Kementerian Keuangan, itu tidak sama dengan penjelasan Pemerintah, tanggal 19 Juli bahwa itu kemudian PT Taspen itu hanya secara administratif. Jadi secara fisik, “Oleh karena sifatnya administrative, atas dasar tersebut tetap dikuasai oleh pemerintah dan merupakan bagian dari keuangan negara.” Ini mohon dijelaskan supaya ada koordinasi dengan pihak Pemerintah karena di sinilah kemudian terhadap percampuran inilah, Pak. Kemudian utang itu bisa bonceng di situ, ini bahasa sederhananya saja kan. Tapi kalau itu murni seperti penjelasan Bapak bahwa itu pure dikelola oleh PT Taspen, Kementerian Keuangan hanya mengawasi, itu sampai kapan pun bukan utang, ya kan? Karena itu adalah milik PNS yang bersangkutan. Tetapi ketika kemudian di penjelasan Pemerintah adalah menyatu dengan keuangan negara, nah itu, terbukalah Pasal 40 itu, itu ya? Yang mesti harus diklirkan. Tapi saya memahami karena Taspen ini kan hanya ... maaf, ya ... hanya penyelenggara, pelaksana, bukan regulator itu. Jadi, regulatornya itu ya sebenarnya yang ada di bayang-bayang, yang sebenarnya ... tapi mau, tidak mau, karena Bapak yang ada di lapangan, itu yang Bapak kemudian mau, tidak mau, harus bisa. Cukup, Pak Ketua. 85.
PIHAK TERKAIT: FAISAL RACHMAN Kami lanjutkan, Yang Mulia (...)
86.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan dilanjutkan.
87.
PIHAK TERKAIT: FAISAL RACHMAN Ya. Kami membaca jawaban Pemerintah, Yang Mulia. yang dimaksud jawaban itu adalah sebelum tahun 1985. Memang setelah kami cermati, ada penjelasan yang mesti menyatakan sebelum ... setelah tahun 1985 melalui surat Menteri Keuangan dialihkan kepada PT Taspen, maka segala pengelolaan dana pensiun itu dilakukan oleh PT Taspen dan dicatatkan sebagai rekening dana pensiun pegawai negeri sipil, bukan lagi bagian daripada neraca Pemerintah. Jadi, itu sebelum ... sebelum tahun 1985. Nanti saran Yang Mulia kami akan berkoordinasi juga dengan Pemerintah. Kemudian, kami memang melampirkan simulasi, berapa sih kalau andaikan Pemohon meng ... dihimpun pembayarannya kemudian bagaimana dengan pembayaran hak, yang menjadi haknya pensiun Pemohon sesuai dengan manfaat pasti. Maka, jumlahnya memang hanya 70 ... jadi, Pemohon itu mulai menjadi pegawai negeri sejak tahun 1973, kemudian dengan golongan pertama IIIA, dan dengan 45
ketika pensiun dengan pangkat IVB. Jumlah iuran yang kami terima sejak Beliau menjadi pegawai negeri sipil adalah Rp14.987.093,00. Kecilnya iuran ini buka semata-mata karena jumlah persentase, tetapi jumlah kalinya. Jadi, mohon Yang Mulia dan … apa … bisa melihat dua hal yang tidak semata-mata jumlahnya. Kemudian, dari Rp14.000.000,00 itu selama sekian puluh tahun dikembangkan oleh Taspen mendapatkan Rp22.951.114,00. Ketika masa vakum Pemohon tidak mengajukan selama 5 tahun, dananya kita kembangkan menjadi Rp33.750.538,00 sehingga secara total jumlah iuran beserta pengembangan yang dilakukan oleh PT Taspen Rp71.689.590,00. Kami informasikan, Yang Mulia, tingkat pengembangan yang diberlakukan di PT Taspen atas dana pensiun dengan nilai 10,5%. Jumlah pensiun yang dibayarkan saat ini kepada Pemohon adalah sebesar Rp4.007.900,00 sehingga jika dibandingkan dengan total akumulasi iuran pensiun, maka hanya dapat dibayarkan selama 20 bulan. Sesuai dengan ketentuan pay as you go dimana pemerintah mengambil sepenuhnya tanggung jawab pembayaran pensiun, maka total rapel selama 5 tahun yang sudah dibayarkan kepada Pemohon, Rp226.138.200,00. Sebagaimana yang kami sampaikan tadi yang menjadi perbedaan pandangan kami dengan Universitas Indonesia adalah kaitan dengan PMT SKPP. Dan kemarin pada tanggal 26 Juli, kami telah menerima bahwasanya keterlambatan itu memang keterlambatan administrasi yang berada di Universitas Indonesia. Kami akan sampaikan kembali kepada pemerintah, persoalan yang baru saja kami dapatkan ini. Kemudian yang berkaitan dengan PP Nomor 25 Tahun 1981, Yang Mulia. Apakah memang PNS Kemenhan itu dikelola oleh Asabri? Dan pengaturannya juga mengacu kepada Undang-Undang berkaitan dengan kedaluwarsa sehingga apa yang dialami oleh PNS sama halnya yang dialami oleh teman-teman kita dari TNI maupun Polri, maupun PNS dalam lingkungan pertahanan keamanan. Terima kasih, Yang Mulia. 88.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Ahli Pak Sis, saya persilakan.
89.
AHLI DARI PEMERINTAH: SISWO SUJANTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Mohon izin menjawab. Pertamatama, mohon izin untuk menjawab pertanyaan dari Ibu Direktur DSP dari Direktorat Perbendaharaan … Direktur Jenderal Perbendaharaan, mempertanyakan perspektif apa yang sebenarnya dijadikan dasar di dalam pembahasan kasus ini seharusnya? Sebagaimana tadi saya 46
sampaikan, Yang Mulia. Kasus ini merupakan ranah hukum keuangan negara, yaitu terkait dengan tata kelola keuangan yang dilakukan oleh pemerintah di dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Oleh karena itu, sebagaimana tadi juga saya sampaikan, seharusnya dilihat dari sudut pandang atau perspektif hukum keuangan negara. Jangan sampai dilihat dari sudut pandang hukum lain karena akan menimbulkan pembiasan karena sesuai dengan asas proporsionalitas, seharusnya sebuah kasus dilihat dari sudut itu, tidak boleh dilihat dari sudut lain. Nah, dalam hal ini Undang-Undang Keuangan Negara yang merupakan sisi politis itu sebenarnya menegaskan bahwa konsepkonsep tentang pembayaran pelaksanaan pensiun itu salah satunya adalah merupakan transfer di dalam tata kelola keuangan, yaitu memberikan bantuan kepada individu yang dulunya pernah berjasa kepada pemerintah. Oleh sebab itu, kemudian pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk transfer. Artinya apa? Jangan Sampai kita semua terjebak bahwa pensiun adalah uangnya para penerima pensiun, seperti layaknya di Eropa, di Amerika, yang dikembangkan dari uangnya masing-masing. Sebagaimana tadi saya sampaikan bahwa sebenarnya pensiun di Republik Indonesia ini tidak didasarkan pada konsep asuransi karena 4,75 itu terlalu kecil. Bahkan tadi saya sampaikan dari pengalaman saya sebagai pejabat di Kementerian Keuangan yang ketika itu melakukan pengecekan dan kajian terhadap dana pensiun, Taspen hampir tidak pernah mampu memberikan lebih rata-rata dari 15% dari total kebutuhan, kecil sekali, dan sisanya itu selalu dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ini tentunya berbeda dengan yang terjadi di luar negeri sana karena konsep kita, basic concept-nya sudah berbeda, jadi jangan kemudian selalu dituntut bahwa pemerintah itu tidak mengiur. Kalau kita membuat sebuah simulasi, 4,75% itu setara dengan 40%, dan pemerintah mengiur 60%-nya sebagai pemberi kerja, yang kira-kira setara dengan 6% sampai kapan pun orang pensiun tidak akan menerima uang Rp4.000.000,00, tidak akan pernah. Jangan-jangan dalam tempo 2 tahun, seluruh pensiun yang dihimpunnya habis, dan dia tidak akan pernah pensiun lagi. Mohon Yang Mulia, hal ini bisa dipertimbangkan, kita tidak bisa dengan serta merta mengutip angka-angka yang berada di Eropa sana, dan saya sendiri juga sangat menyesal kalau para pejabat Taspen sendiri pun tidak memahami bahwa yang disebut dengan pensiun Taspen itu, yang dikelola hanya 4,75 dan sisanya dibayar oleh pemerintah. Ketika pemerintah diminta untuk mengiur, pertanyaan saya hanya sederhana, “Mau berapa persen rasionya?” Kalau 4,75, kita nyatakan sebagai 40%, pemerintah mengiur 60%, kira-kira setara dengan 6%, kita jumlahkan dan kita serahkan kepada mereka, “Silakan, 47
atur di luar sana.” Maka, ia tidak akan pernah menerima uang dengan benar. Justru sebagaimana tadi saya sampaikan, tugas-tugas pemerintah menyejahterakan rakyat, yang tertuang di dalam UndangUndang Dasar Tahun 1945, itu tercermin di dalam pembayaran pensiun, khususnya pada pegawai negeri. Itu merupakan suatu tanggung jawab pemerintah, Yang Mulia. Sebagaimana tadi saya sampaikan, “Kenapa pemerintah tidak mengiur?” Jangan dikiranya pemerintah tidak mau mengiur, kalau pemerintah mau diminta mengiur 6%, mereka tidak akan pernah dapat apa-apa. Tapi yang mereka nikmati sebagai pensiunan itu melebihi dari iuran yang diberikan oleh pemerintah karena yang bersangkutan meninggal, jandanya masih dapat, anaknya masih dapat. Kalau satu kali orang itu mengikuti asuransi, dibayar satu kali asuransi, selesai urusannya. Kita tidak bisa mendengarkan cerita-cerita di luar sana, sementara kita tidak tahu betul azabnya. Kita tidak tahu konsepnya kayak apa. Kalau boleh saya sampaikan, kita bercerita tentang tabungan haji di Malaysia, yang katanya yang konon begitu hebatnya, tapi ternyata tidak. Kalau diizinkan, saya ingin menyampaikan, rasanya Yang Mulia Hakim Wahiduddin Adams seketika itu ikut mendiskusikan ketika Beliau ada. Itu jauh, jadi cerita-cerita yang ada di luar itu bisa merupakan satu isapan jempol atau karena kita tidak paham, sehingga kita dengan mudahnya mengikuti. Oleh karena itu, yang ingin saya sampaikan, sudut pandang dari hukum keuangan negara sudah jelas menyatakan, “Konsep-konsep pemikiran yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu mesti tertuang di dalam hubungan eksekutif dan legislatif, dan itu ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.” Kemudian, di dalam impelementasi pelaksanaanya, di sana ada pernyataan, “Setiap pengeluaran negara, harus dilakukan melalui sebuah perikatan ... melalui sebuah perikatan, dan semua perikatan itu harus disertai dengan bukti-bukti.” Jadi, kalau tadi Yang Mulia Hakim Saldi Isra mempertanyakan, “Apakah kajian terhadap verifikasi tadi bisa disampaikan atau digunakan di sana?” Memang itu Yang Mulia yang bisa digunakan. Karena apa? Karena semua pengeluaran negara itu harus diuji, tidak bisa pengeluaran negara itu dilakukan begitu saja dengan kartu, Taspen hanya bisa membayar setelah dia menguji karena untuk menentukan tiga tepat, tepat orang, tepat wakiu, dan tepat jumlah. Dan itu hanya bisa dilakukan melalui pengujian wetmatigheid, rechtmatigheid, dan doelmatigheid. Wetmatigheid mempertanyakan, “Apakah dana yang disediakan untuk mereka itu ada?” Jawabannya, Taspen sederhana saja, “Kalau uang mereka sih enggak ada. Tapi uang APBN ada.” Nah itu, itu sebabnya kalau kita cek bahwa sebagian atau pun secara keseluruhan 48
merupakan bagian dari keuangan negara, itu adalah masuk di dalam konteks keuangan negara. Kemudian, diuji lagi rechtmatigheid-nya. Dalam tata kelola keuangan negara, pengujian rechtmatigheid, itu cuma mempertanyakan, “Kenapa sih pihak ketiga itu menagih?” “Oh, ya dia menagih karena dia punya hak.” “Tunjukkan hak itu.” Maka hak itu diwujudkan dengan diperolehnya sebuah surat keputusan bahwa yang bersangkutan berhak menerima pensiun. Yang Mulia, kalau diizinkan, pertanyaan hak itu ternyata harus ditagihkan, kenapa sebagaimana tadi yang saya sampaikan, di dalam tata kelola keuangan, itu memerlukan mekanisme check and balances, jadi ada jabatan-jabatan tertentu yang tidak boleh campur, kalau ada ide yang menerima boleh membayar, wah itu kacau itu dunianya, kalau dirjen pajak campur dirjen perbendaharaan, wah itu uang pajak langsung dikeluarkan tanpa kendali. Justru itu merupakan lembaga yang harus terpisah dalam tata kelola keuangan, kalau kita ikuti, itu yang sesuatu yang luar biasa itu kalau campur. Sama dengan direktorat jenderal anggaran tidak boleh campur dengan perbendaharaan. Dia yang menyusun anggaran, dia sendiri yang bayar. Sesuatu yang ada patokan-patokan, jadi di setiap ranah mempunyai kaidah baku. Oleh sebab itu, di dalam tata kelola keuangan ada kaidah bakunya. Oleh sebab itu, ketika ditanyakan kenapa dia menagih? Karena dia punya hak. Sekarang hak itu harus dibuktikan karena ternyata ketika surat keputusan itu saja, itu belum bisa dinyatakan, itu memang hak materiilnya, tetapi ketika ditagih. Yang Mulia, mungkin kita lupa SKPP itu apa sih sebenarnya? Surat Keputusan Penghentian Pembayaran. Artinya apa? Perpindahan dari satu wilayah ke wilayah lain, itu memerlukan suatu kepastian bahwa di suatu tempat sudah dihentikan gajinya, agar tidak terjadi duplikasi pembayaran. Maka SKPP itu penting sekali. 90.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Mohon maaf, Pak Sis.
91.
AHLI DARI PEMERINTAH: SISWO SUJANTO Baik, Yang Mulia.
92.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Mohon bisa dipersingkat. Tapi kita betul-betul sangat membutuhkan penjelasan karena ini waktunya sebentar lagi kita akan pengucapan putusan mengenai pilkada. 49
93.
AHLI DARI PEMERINTAH: SISWO SUJANTO Baik, terima kasih, Yang Mulia.
94.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi mohon bisa keterangan tertulis tambahan yang atas pertanyaan-pertanyaan ini kalau berkenan, ya.
95.
AHLI DARI PEMERINTAH: SISWO SUJANTO Terima kasih kalau begitu. Baik.
96.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
97.
AHLI DARI PEMERINTAH: SISWO SUJANTO Baik. Jadi ... kemudian kalau diizinkan ke Yang Mulia Pak Wahiduddin. Apakah memang pernah terjadi itu bahwa kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah? Pernah, Yang Mulia. Jadi ketika pensiun itu SK-nya terlambat, maka tidak boleh dikenakan kedaluwarsa karena itu kesalahan pemerintah. Karena itu kesalahan pemerintah. Jadi, kalau Yang Mulia tadi menanyakan, apakah orang-orang yang mendapatkan SK pensiun terlambat, kemudian dia masih berhak menuntut dari sudut hukum keuangan negara, orang itu berhak, Yang Mulia. Jadi dia tidak boleh dikenakan kedaluwarsa karena pemerintah harus adil dalam hal ini. Jangan dia mendaluwarsa ketika sendiri berbuat kesalahan. Terus kemudian kepada Yang Mulia Bapak Suhartoyo. Pemberian pensiun kepada PNS merupakan kewajiban pemerintah? Betul. Sebagaimana tadi saya sampaikan dalam rangka memberikan kenyamanan, dalam rangka memberikan kelayakan kepada kehidupan para pegawai negeri, mereka dilakukan. Tetapi yang menjadi masalah adalah apakah itu ... bisa tidak itu ditarik menjadi utang? Yang Mulia, sebagaimana tadi saya sampaikan, pengeluaran negara harus didasarkan pada sebuah perikatan. Nah, perikatan dimaksud di sinilah yang kemudian menghasilkan akibat, jadi bukan uang. Dulu dilakukan secara salah, ketika orang menggelontorkan uang dipinjam oleh negara dalam bentuk obligasi, kemudian dikedaluwarsa, pemerintah namanya ngemplang, Yang Mulia. Oleh sebab itu, sekarang sudah dimulai, tidak, maka di dalam Undang-Undang Utang Negara, utang kepada pemerintah dalam bentuk penyertaan atau pemberian dalam bentuk uang, itu tidak akan pernah kedaluwarsa. 50
(...) 98.
Jadi, itu yang bisa saya sampaikan sementara, nanti lainnya akan
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kalau anu kita ... mohon bisa tertulis yang belum disampaikan.
99.
AHLI DARI PEMERINTAH: SISWO SUJANTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia.
100. KETUA: ARIEF HIDAYAT Karena memang sangat diperlukan kita. 101. AHLI DARI PEMERINTAH: SISWO SUJANTO Terima kasih, Yang Mulia. 102. KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Riawan. Waktunya 3—5 menit saja, ya. Mohon maaf, nanti tertulis juga kalau ada tambahan. 103. AHLI DARI PEMERINTAH: W. RIAWAN TJANDRA Baik, terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin mengawali dulu dengan apa yang diungkapkan oleh Pemohon tadi bahwa apakah betul rakyat ini harus ada semata-mata pada posisi yang mematuhi dan norma itu kemudian boleh dipaksakan oleh pemerintah? Kalau kita melihat kecenderungan tulisan-tulisan hukum administrasi negara sejak era tahun 1980-an, ini sangat berbeda dengan yang sebelumnya. Pendapat Van Vollenhoven itu hanya mengatur semata-mata hukum administrasi untuk mengatur kewenangan pemerintah saja. Tapi (Ahli menggunakan bahasa asing) ini sudah memulai pengaturan mengenai hubungan timbal balik antara pemerintah dengan rakyatnya sehingga dengan demikian keberlakuan sebuah norma itu memang kalau kita cermati ada norma yang ... pertama-tama adressant-nya ditujukan kepada pemerintah yang harus melakukannya. Jadi dominan pemerintah yang harus melakukannya. Kemudian yang kedua, campuran, pemerintah dan rakyat yang harus melakukannya. Dan yang ketiga, norma yang memang ditujukan langsung kepada rakyat yang harus melaksanakannya. Contohnya,
51
misalnya dalam bidang hak atau kewajiban pajak, itu rakyat yang harus melakukan pelaporannya. Nah, dengan demikian, sebenarnya keterangan saya mengenai konsep hubungan dinas publik tadi, sebenarnya tidak bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Ahli yang lain karena sebenarnya di sinilah yang merupakan hubungan dua pihak tadi karena secara implisit sebenarnya ketika seseorang itu melamar menjadi pegawai negeri sipil, pemerintah menyampaikan sejumlah kriteria atau persyaratan, baik syarat kompetensi dan lain-lain, dan kemudian itu dipenuhi melalui proses seleksi. Nah, di situlah sebenarnya secara implisit sudah terjadi perikatan tadi itu. Nah, saya cenderung menggunakan bahwa hubungan antara PNS dengan negara atau pemerintah itu dua-duanya. Jadi hubungan dinas publik yang di dalamnya implisit ada … apa ... beste constructie, ya. Jadi, tentu lebih banyak perjanjian yang syarat-syaratnya ditentukan sepihak oleh pemerintah. Nah, masyarakat yang bersedia, lalu mengikuti tes PNS itu. Tapi di sisi yang lain untuk kepastian hukum, maka harus ada aanstelling atau penetapan pengangkatan PNS, nah inilah yang kemudian perlu saya sampaikan mengenai konsep hubungan dinas publik tadi. Kemudian berikutnya, dari semua yang disampaikan baik dari PT Taspen, kemudian juga permohonan dari Pemohon sendiri, termasuk tadi Ahli Pak Siswo, sebenarnya menjadi argumentasi yang perlu saya sampaikan bahwa isu ini sebenarnya terkait dengan penerapan sebuah norma. Misalnya saja tadi ada sebuah SK, SKPP dan juga ada surat ketetapan pensiun, ini sebenarnya merupakan sebuah SK yang berantai, SK yang saling berkaitan, continuous le beschikking, ya, continious apa … continuous automatic act, SK yang saling mempersyaratkan. Nah, tapi di sisi yang lain, antara norma yang satu, ini kan dibuat di masa yang berbeda, ada undang-undang pensiun di tahun 1969, kemudian juga ada undang-undang kepegawaian yang kemarin sudah dilakukan perubahan menjadi undang-undang ASN. Nah, di titik inilah yang sebenarnya membutuhkan adanya peraturan pelaksanaan. Kalau dikaitkan dengan Pasal 40, di situ sudah saya kemukakan sebelumnya, ada beberapa hal yang harus jelas dulu, siapa yang berwenang menetapkan kedaluwarsa, kriteria penerapan utang, dan seterusnya, tapi bahwa norma itu bisa diterapkan untuk ... apa namanya ... hak tagih atas jaminan pension, itu bisa memang, tetapi memang membutuhkan seperangkat peraturan pelaksanaan. Justru karena itulah yang tadi saya haturkan … memang bisa saja dari konsep haknya itu dibawa ke constitutional complaint kalau memang itu diakui, tapi dalam disertasi Pak Hakim Yang Mulia Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna, kan tidak merekomendasi itu, ya, tidak melihat bahwa itu diterapkan secara langsung di sini, gitu ya.
52
Oleh karena itulah, maka dibagi-bagi, ada hak administratif yang ranahnya diimplementasi, maka sebenarnya ini sudah ada di PTUN, ada di Ombudsman. Justru sebenarnya ketika ada penolakan, ini kan SK ini bisa digugat di pengadilan tata usaha negara atau kalau lewat waktu, bisa melalui Ombudsman, yang dalam banyak kasus yang lain itu juga akhirnya dipenuhi oleh pemerintah. Nah, inilah yang saya rasa penting untuk kita garis bawahi mengenai sifat dari norma ini. Kemudian, tadi juga saya tekankan urgensinya norma Pasal 40. Kita harus ingat di dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara, ini pengaturannya terdapat dalam pengaturan mengenai pengelolaan utang yang diawali dengan kewenangan pemerintah untuk me ... apa ... melakukan atau membentuk utang atau melakukan pinjaman. Nah oleh karena itu, juga harus ada kepastian, kepastian ... kepastian hukum mengenai kapan ini masih bisa dibayar, kapan tidak? Karena kalau ini tidak dibuat pengaturan seperti itu, maka tidak ada kepastian hukum mengenai penguasaan negara atas ... apa namanya ... keuangan negara. Inilah yang tadi saya singgung mengenai persoalan penerapan Pasal 40 tadi. Nah, Pasal 40 masih membutuhkan adanya seperangkat kewenangan pemerintah untuk mengeluarkan apakah dalam bentuk richtlijn, surat edaran, atau juga dalam bentuk juklak, juknis, sehingga ketika diterapkan dan mengaitkan satu norma dengan yang lain, itu bisa mewujudkan keadilan administratif yang kemudian bisa ... apa namanya ... tidak menimbulkan gap antara norma dengan faktanya. Nah, inilah jawaban saya mengenai konstruksi pemikiran saya bahwa ini sebenarnya ada di ranah ... apa namanya ... penerapan norma, bukan semata-mata harus ditarik ke atas karena justru tadi saya khawatirkan ketika Pasal 40 mengenai kedaluwarsa tagihan ini diterapkan untuk semua jenis kasus padahal permohonan Pemohon hanya semata-mata pada ... apa namanya ... hak jaminan pensiun, maka ini akan justru akan melampaui permohonan Pemohon sendiri. Juga tadi ada pertanyaan yang sangat menarik, apakah berarti mengakui konstitusionalitas Pasal 40? Mengakui dengan argumentasi dalam rangkaian paket undang-undang keuangan negara yang lain, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 yang terakhir ini mengatur mengenai pemeriksaan pengelolaan keuangan negara sehingga dalam konstruksi sistem pengaturan keuangan negara ini memang ini sudah membentuk sebuah norma yang konstitusional yang basis-basisnya tadi sudah saya haturkan di dalam persidangan yang mulia ini. Kemudian yang terakhir yang perlu saya sampaikan juga, sebenarnya memang betul kalau tadi dikatakan ada norma yang khusus berlaku untuk pemerintah. Undang-Undang APBN, kemudian undangundang ... paket undang-undang keuangan negara sebenarnya 53
addressaat-nya pertama-tama itu kan memang adalah pemerintah, kemudian rakyat tidak secara langsung memang terikat atau ada juga sebagian memang membuka keterikatan rakyat. Ketiga, memang itu menyangkut hak-hak keuangan administratif tadi, seperti yang juga disampaikan oleh Pemohon. Di titik inilah sebenarnya ... apa namanya ... saya mengajukan usul juga supaya betul-betul mencermati sifat dari Pasal 40 ini sebelum kemudian membuat suatu ... apa namanya ... bingkai dan frame apakah ini inkonstitusional ataukah konstitusional. Justru kalau saya melihat dari permohonan itu, seandainya dikatakan inkonstitusional bersyarat, mungkin masih bisa memenuhi rasa keadilan karena Pasal 40 ini kan tujuannya tidak semata-mata untuk jaminan pensiun. Saya tidak bisa membayangkan kalau norma ini dibatalkan dan kemudian ada kekosongan hukum (leemten in het recht) dan kemudian tidak ada penyelesaian, maka pemerintah akan kebanjiran tagihan-tagihan yang mungkin juga sebenarnya sudah masuk di ranah kedaluwarsa. Nah ini tentu akan bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang didasarkan pada prinsip kehati-hatian, bahkan juga mungkin bisa terjadi kerugian negara dalam skala yang sangat meluas karena kekosongan hukum ini. Ini yang perlu saya haturkan dan karena tadi Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi membatasi waktu, saya rasa secara esensial, hal inilah yang bisa saya haturkan dan pertanyaan-pertanyaannya memang sangat berat, seperti diuji disertasi lagi ini. Terima kasih, selamat siang. 104. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Sekali lagi, terima kasih pada PT Taspen yang sudah memberikan keterangan. Begitu juga, Pak Siswo Suyanto dan Pak Riawan Tjandra yang sudah memberikan keterangan di persidangan Mahkamah. Sebelum saya akhiri, apakah Pemerintah masih mengajukan Ahli atau sudah cukup? 105. PEMERINTAH: NINIK HARIWANTI Baik, Yang Mulia. Ahli dari Pemerintah sudah cukup. Nanti akan kami susulkan kemudian. 106. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, penjelasan-penjelasan tadi (...)
54
107. PEMERINTAH: NINIK HARIWANTI Penjelasan-penjelasan yang diminta oleh Majelis Hakim. 108. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. 109. PEMERINTAH: NINIK HARIWANTI Demikian, Majelis Hakim. 110. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau sudah cukup semua, berarti rangkaian persidangan dalam perkara ini sudah selesai, ya. Kesimpulan (...) 111. PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Mohon maaf, Yang Mulia. 112. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya? 113. PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Kami mendengar ada seorang ibu, 20 tahun tidak memperoleh, tiba-tiba kemudian dapat pesangon, eh ... apa itu namanya ... gaji, ya, eh ... dapat pensiun, ya, untuk lima tahun, dan beliau menolak. 114. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. 115. PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Kalau diperkenankan, mungkin (...) 116. KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah selesai. Ya, urut-urutannya sudah selesai.
55
117. PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Oh, ya. 118. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahli dan Saksi dari Pihak Pemohon sudah. Terus, sekarang ke Pemerintah juga sudah. Pihak Terkait juga sudah kita undang. Jadi, seluruh rangkaian persidangan sudah selesai. 119. PEMOHON: SRI BINTANG PAMUNGKAS Terima kasih. 120. KETUA: ARIEF HIDAYAT Tinggal menyusun kesimpulan. Ya, baik. Kesimpulan diserahkan paling lambat, Selasa, 8 Agustus 2017, pada pukul 14.00 WIB. Tidak ada persidangan lagi, langsung diserahkan ke Kepaniteraan. Ya, baik. Terima kasih, PT Taspen. Terima kasih, Pak Siswo. Dan terima kasih, Pak Tjandra yang sudah memberikan keterangan. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.12 WIB Jakarta, 31 Juli 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
56