rtin
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI/SAKSI PEMOHON (V)
JAKARTA SELASA, 18 JULI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah [Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. PT Tunas Jaya Pratama 2. PT Mappasindo 3. PT Gunungbayan Pratamacoal ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli/Saksi Pemohon (V) Selasa, 18 Juli 2017, Pukul 11.12 – 14.13 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Anwar Usman Aswanto Manahan MP Sitompul I Dewa Gede Palguna Wahiduddin Adams Saldi Isra Suhartoyo Maria Farida Indrati
Achmad Edi Subiyanto
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Ali Nurdin 2. Indra Septiana 3. Bagas Irawan Putra 4. Viky Sabana 5. Budi Rahman 6. Achmad Ichsan 7. Putera Amanullah Fauzi 8. Maulana Mediansyah B. Ahli dari Pemohon 1. Susy Fatena Rostiyanti 2. Dewi Kania Sugiharti 3. Laica Marzuki C. Saksi dari Pemohon: 1. R. Tjahyono Imawan D. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5.
Lisbon Sirait Tio Serepina Siahaan Ninik Hariwanti Didik Hariyanto Untung Minardi
E. DPR: 1. Teuku Taufiqulhadi 2. Yuda Sukarno
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.12 WIB 1.
KETUA: KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 15/PUU-XV/2017 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalammualaikum wr. wb. Selamat siang, om swastiastu. Pemohon dipersilakan memperkenalkan siapa yang hadir.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Terima kasih, Yang Mulia. Kami selaku Kuasa Pemohon dan Tim Asistensi, saya Ali Nurdin, S.H. Di sebelah saya ada Indra Septiana, S.H., Viky Sabana, S.H., Putera Amanullah Fauzi, S.H., Maulana Mediansyah, S.H. Sebelah kiri saya, Budi Rahman, S.H., Bagas, S.H., Achmad Ichsan, S.H., dan Tim Asistensi di belakang, Majelis. Demikian.
3.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Dari DPR, silakan siapa yang hadir?
4.
DPR: TEUKU TAUFIQULHADI Assalammualaikum wr. wb. Yang Mulia, yang DPR ... dari DPR hadir saya sendiri Taufiqulhadi dan juga ada Ahli Siskum Badan Keahlian DPR RI (Yuda Sukarno) di belakang. Kami ada dua orang, demikian. Assalammualaikum wr. wb.
5.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih. Kuasa Presiden, silakan.
6.
PEMERINTAH: NINIK HARIWANTI Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalammualaikum wr. wb. Selamat siang, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir dari pejabat dari Kementerian Keuangan, paling ujung adalah Bapak Lisbon Sirait, beliau Direktur Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah. Kemudian Bapak Didik Hariyanto, Ibu Tio Siahaan (Kepala Biro Bantuan Hukum Kementerian Keuangan). Dan saya sendiri Ninik Hariwanti dari Kementerian Hukum
1
dan HAM, bersama Pak Untung di belakang, dan Staf dari Kementerian Keuangan. Demikian, Majelis Hakim Yang Mulia. Terima kasih. 7.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Acara persidangan hari ini adalah untuk mendengar keterangan dari tiga ahli Pemohon. Kebetulan DPR hadir, kita dengar dulu keterangan dari DPR. Silakan, Pak Taufiq.
8.
DPR: TEUKU TAUFIQULHADI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas permohonan pengujian meteriil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Perkara Nomor 15/PUU-XV/2017, Jakarta, 18 Juli 2017. Kepada yang terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Assalammualaikum wr. wb. Dengan hormat, berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR ... DPR RI Nomor 25/Pim/III/2015 ... 2016, tanggal 18 Januari 2016 telah menugaskan kepada Anggota Komisi DPR RI, yaitu Drs. Taufiqulhadi, M.Si., (Anggota A19), dalam hal ini secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk selanjutnya disebut DPR RI. Sehubungan dengan Surat Nomor 171 ... 171.15/PAN/MK/IV/2017, tanggal 27 April 2017, dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, selanjutnya disebut MK, perihal kepada DPR RI untuk menghadiri dan menyampaikan keterangan persidangan MK terkait dengan permohonan pengujian meteriil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selanjutnya disebut Undang-Undang PDRD, terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, yang diajukan Para Pemohon ... yang diajukan Para Pemohon. Dengan ini DPR RI menyampaikan keterangan terhadap permohonan pengujian materiil Nomor UndangUndang PDRD terhadap Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 15/PUU-XV/2017 sebagai berikut. A. Ketentuan Undang-Undang PDRD yang dimohonkan pengujian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Para Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian materiil atas Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang PDRD yang dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2
Kenangan ... C. Keterangan DPR RI ... keterangan DPR RI terhadap ... terhadap dalil Para Pemohon sebagaimana diuraikan dalam perbaikan permohonan, DPR RI dalam penyampaian pandangannya terlebih dahulu menguraikan mengenai kedudukan hukum atau legal standing dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Terhadap dalil-dalil yang dikemukakan Para Pemohon dalam permohonannya, DPR RI memberikan penjelasan bahwa DPR RI berpandangan bawha dalil Para Pemohon tentang adanya kerugian yang dialami ... yang dialaminya, sebenarnya bukan/tidak disebabkan oleh norma yang terkandung dalam ketentuan-ketentuan undangundang a auo karena dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 3 ayat (3) huruf d Undang-Undang PDRD telah jelas disebutkan bahwa pemungutan pajak dan retribusi daerah atas alat-alat berat oleh pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan ... yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Sehingga hal yang demikian, terkait dengan permasalahan penerapan norma dan ... penerapan norma dan sama sekali tidak/bukan mengenai kons ... konstitusionalitas tentang Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang PDRD. 2. Bahwa permohonan Para Pemohon yang memasukkan ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang PDRD sebagai salah satu pasal yang dimohonkan pengujian, sangatlah tidak beralasan dan tidak tepat. Ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang PDRD yang diatur dalam bab 1 Pasal 1 mengatur mengenai ketentuan umum yang memuat tentang batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi ... definisi dan/atau hal yang lainnya yang bersifat umum, yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya, antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan terisi di dalam pasal atau bab. Vide lampiran 2 angka 94 UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan yang selanjutnya disebut Undang-Undang 12 Tahun 2011. 3. Bahwa ketentuan umum yang dimaksud dalam suatu peraturan perundang-undangan dimaksudkan agar batas pengertian atau definisa ... definisi, singkatan, atau akronim yang berfungsi untuk menjelaskan makna suatu atau istilah, maka harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda. Karena itu, DPR RI berpendapat bahwa permohonan Para Pemohon yang mempersoalkan batasan pengertian, singkatan, atau hal-hal lain yang bersifat umum yang dijadikan dasar/pijakan bagi pasal-pasal berikutnya dalam Undang-Undang PDRD sangatlah tidak beralasan dan tidak ada ... dan tidak tepat, justru ketentuan a quo ... a quo telah memberikan gambaran dan arah yang jelas terhadap apa yang dimaksud dengan kendaraan bermotor. Sehingga menurut DPR RI, 3
ketentuan a quo sama sekali tidak berpentia ... bertentangan dengan masalah konstitusionalitas keberlakuan Undang-Undang PDRD. 4. Berdasarkan pandangan tersebut, DPR RI berpendapat bahwa bila dikaitkan dengan ketua ... ketentuan Pasal 28D ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan batu uji dalam permohonan ini, Para Pemohon tidak mengalami kerugian konstitusionalitas, tidak mengalami kerugian konstitusional. Oleh karena itu, DPR RI memohon kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Para Pemohon tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan a quo, sehingga sudah sepatutnya Ketua/Majelis Hakim Konstitusi menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima. Dua. Berikutnya, pengujian atas Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang PDRD terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa pajak merupakan salah satu sumber untuk keperluan negara guna menyelenggarakan pemerintahan yang dibebankan kepada masyarakat. Oleh karenanya pengenaan pajak dan pungutan lain yang membebani masyarakat berdasarkan konstitusi harus didasarkan pada undang-undang. Berikutnya bahwa dalam rangka menjalankan amanat langsung dari ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dengan memperhatikan Ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 maka pemerintah dan DPR RI membentuk Undang-Undang PDRD yang di dalamnya mengatur mengenai ketentuan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Dalam Undang-Undang PDRD pembentuk undang-undang telah menetapkan jenis tarif subjek maupun objek pajak daerah yang kewenangannya untuk melakukan pemungutannya diberikan kepada pemerintah daerah. Dengan adanya pengaturan tersebut pembuat undang-undang juga memberikan batasan mengenai jenis pajak yang dapat dipungut daerah dan tarif pajak daerah tidak boleh melebihi yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang PDRD. Dan berikutnya. Bahwa dalam Undang-Undang PDRD juga diatur mengenai PKB dan BBNKB alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai salah satu objek yang dapat dipungut pajak oleh pemerintah daerah. Jenis pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah atas PKB dan BBNKB alat berat dan alat besar telah ditetapkan batas maksimum atas tarif pajak yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah. Penetapan oleh … penetapan objek pajak tersebut sebagai pajak daerah telah dilakukan melalui proses demokrasi bersama-sama antara pemerintah dan DPR yang merupakan representasi seluruh rakyat Indonesia.
4
Oleh karena itu, dapat disampaikan bahwa maksud dan tujuan pembuat undang-undang menetapkan PKB dan BBNKB alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai objek pajak daerah dalam ketentuan Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang PDRD adalah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan. DPR RI berpandangan bahwa pasal-pasal a quo sesungguhnya telah mengakomodir atau melaksanakan perintah langsung dari UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai kategori objek yang dapat dikenai pajak dalam rangka perluasan objek pajak untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Penyebutan alat-alat berat sebagai kendaraan bermotor hendaknya dipahami dari si jenis kegiatan yang spesifik memerlukan tempat dan peralatan khusus pemungutan PKB dan BBNKB alat-alat berat dan alat-alat besar yang telah dilakukan sejak tahun 1934 berdasarkan Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 1934 dan sejak tahun 1959 berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 PRP Tahun 1959 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor didasarkan atas pertimbangan bahwa alat-alat berat dan alat-alat besar: a. Termasuk dalam kategori personal property tax atau pajak kekayaan. b. Secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak jalanan. c. Mudah diadministrasikan dan tidak mudah disembunyikan. d. Tarifnya relatif kecil dibandingkan dengan kendaraan lainnya dan tidak dikenakan bobot sehingga tidak menimbulkan dampak ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai salah satu objek pajak daerah dimana hal tersebut juga dilakukan oleh berapa negara di bagian Amerika Serikat, seperti Carolina Utara, Georgia, dan Texas yang mengenakan pajak atas alat-alat berat dan alat-alat besar. Apabila dilihat dari segi asas-asas umum perpajakan, pemungutan PKB dan BBNKB alat-alat berat ini telah berdasarkan atas asas-asas perpajakan yang berlaku secara universal, yaitu asas equality, asas certainly, asas convenience, dan asas efisiensi. Oleh karena itu, dengan dimasukannya alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai salah satu objek pajak daerah telah tepat dan sesuai dengan asas-asas umum perpajakan. Sehubungan dengan dalil Para Pemohon dan menyatakan bahwa pemungutan atas PKB dan BBNKB atas alat-alat berat dan besar telah menimbulkan pajak berganda (double taxation) dapat disimpulkan 5
bahwa walaupun subjek dan masa pajaknya sama namun karena dasar ketentuan pemungutan dan jenis pajaknya berbeda secara yuridis pembayaran PPH badan, PPN, PKB, dan BBNKB oleh wajib pajak tidak dapat dikatakan telah … telah terjadi pungutan pajak berganda. DPR RI berpandangan bahwa dengan adanya pasal-pasal a quo yang mengatur PKB dan BBNKB terhadap alat-alat berat dan alat-alat besar justru memberikan hak-hak sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, baik bagi Para Pemohon maupun masyarakat sebagai subjek pajak pada umumnya. Pasal-pasal a quo bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat mengenai objek-objek pajak apa saja yang dapat dikenakan pajak oleh pemerintah daerah dan juga tarif maksimum dan minimum dalam pengenaan PKB dan BBNKB tersebut oleh pemerintah daerah. Selain hal tersebut di atas, dapat disampaikan bahwa UndangUndang PDRD merupakan undang-undang yang sifatnya closed list, dimana daerah-daerah tidak diperkenankan untuk memungut jenis pajak atau retribusi di luar yang telah ditetapkan di dalam undang-undang a quo. Selain itu Undang-Undang PDRD juga memberikan diskresi kepada pemerintah daerah provinsi untuk menambah pengecualian objek PKB dan BBNKB yang ditetapkan dengan perda. Dalam Undang-Undang PDRD yang berkaitan dengan PKB dan BBNKB, daerah diberikan diskresi untuk: a. Tidak memungut PKB dan BBNKB. b. Menambah pengecualian objek PKB dan BBNKB. c. Menetapkan besaran tarif definitif PKB dan BBNKB untuk setiap objek pajak. Berdasarkan kutipan pasal di atas, maka persoalan pengaturan pengenaan PKB dan BBNKB terhadap alat-alat besar dan alat-alat berat pada Undang-Undang PDRD dan Undang-Undang LLAJ, bukan merupakan bentuk dari objek diskriminasi. Jika Para Pemohon mendalilkan bahwa pengaturan mengenai PKB dan BBNKB terhadap alatalat besar dan ala-alat berat pada Undang-Undang PDRD dan UndangUndang LLAJ adalah suatu bentuk diskriminasi, sebaliknya DPR RI menilai bahwa justru menyamakan pengaturan mengenai PKB dan BBNKB terhadap alat-alat besar dan alat-alat berat pada kedua undangundang, yaitu Undang-Undang PDRD dan Undang-Undang LLAJ. Yang dasarnya terdapat perbedaan politik hukum atau filosofi pembentukan kedua … filosofi pembentukan kedua undang-undang tersebut adalah suatu bentuk diskriminasi yang sesungguhnya. Para Pemohon perlu memahami bahwa ruang lingkup diskriminasi Para Pemohon … maaf. Berikutnya. Bahwa terhadap dalil Para Pemohon 6
yang menyatakan Pasal 1 angka (13) Undang-Undang PDRD beserta turunannya, yaitu Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (12) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. DPR RI dengan tegas menolak dalil Para Pemohon tersebut dan berpendapat bahwa dalil tersebut tidak berdasar dan tidak tepat. Ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 23 ... 8D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan sebagai batu uji di dalam Permohonan a quo oleh Para Pemohon, pada hakikatnya memberikan suatu hak konstitusional bagi setiap orang yang berupa hak pengakuan di hadapan hukum, hak jaminan di hadapan hukum, hak perlindungan hukum, hak kepastian hukum, serta hak perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sehingga PKB dan BBNKB terhadap alat-alat berat dan alat-alat besar sebagai pajak daerah … pajak daerah provinsi sudah tepat sebagaimana diatur dalam pasal-pasal a quo karena telah memenuhi kriteria oleh … untuk ditetapkan menjadi objek pajak daerah sesuai dengan prinsip keadilan pemungutan pajak, yaitu berdasarkan daya pikul/kemampuan untuk membayar. PKB dan BBNKB terhadap alat-alat berat dan alat-alat besar tidak bertentangan dengan filosofi pembentukan undang-undang terhadap pengenaan objek pajak. Sehingga tidak melanggar asas persamaan di hadapan hukum karena telah berlaku secara universal. Perbedaan istilah dalam Undang-Undang PDRD dengan UndangUndang LLAJ yang disampaikan bahwa karena undang-undang tersebut berbeda latar belakang … berbeda latar belakang, tujuan, dan maksud, serta kriteria pembentukannya berbeda. Misalnya Undang-Undang Pajak dengan tujuan pembentukan penerimaan yang memadai dan penyederhanaan dalam administrasi dan kepatuhan, serta menutup celah pengelakan pajak adalah wajar saja kalau suatu istilah yang sudah didefinisikan dalam suatu undang-undang didefinisikan kembali dalam Undang-Undang PDRD guna memberikan kepastian hukum dan keadilan tentang kebesaran pajak yang harus dibayar. Maka rumusan tentang dasar pengenaan pajak dan tarif pajak merupakan suatu keharusan adanya conditio sine qua non dalam Undang-Undang Perpajakan yang tidak bisa ditawar-tawar bagi adanya terkait dengan pajak berganda disampaikan walaupun subjek dan masa pajaknya sama. Namun karena dasar ketentuan pemungutan dan jenis pajaknya berbeda secara yuridis, pembayaran PPH badan, PPN, PKB, dan BBNKB telah wajib oleh wajib pajak tidak dapat dikatakan telah menjadi pungutan pajak berganda. DPR RI mengutip pertimbangan Putusan Angka 3.17 dalam Putusan MK Nomor 51, Nomor 52, Nomor 59/PUU-VI/2008 yang menyatakan, “Menimbang bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal konstitusi tidak mungkin untuk membatalkan undang-undang atau sebagai ... atau sebagai isinya jikalau norma tersebut merupakan 7
delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk undang-undang.” Meskipun seandainya isi suatu undang-undang nilai buruk, Mahkamah tetap tidak dapat membatalkannya. Sebab yang dinilai buruk dan tidak selalu berarti inkonstitusional, kecuali kalau produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable. Pandangan hukum yang demikian sejalan dengan Putusan MK Nomor 010/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 yang menyatakan, “Sepanjang pilihan kebijakan tidak merupakan hal yang melampaui kewenangan pembentuk undang-undang, tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.” Maka pilihan kebijakan demikian tidak dapat dibantahkan oleh Mahkamah. Oleh karena itu, pasal-pasal a quo selain merupakan norma yang telah umum berlaku, juga merupakan pasal-pasal yang tergolong sebagai kebijakan hukum terbuka bagi pembentuk undang-undang (open legal policy) karena merupakan delegasi kewenangan langsung dari konstitusi. Dengan demikian, perlu kiranya Para Pemohon memahami bahwa terkait hal yang dipersoalkan oleh Para Pemohon bukan merupakan objectum litis bagi pengujian undang-undang. Namun, merupakan kebijakan hukum terbuka bagi pembentuk undang-undang (open legal policy). Latar belakang perumusan dan pembahasan pasal-pasal a quo. Bahwa selain pandangan secara konstitusional, teoretis, dan yuridis, sebagaimana telah diuraikan di atas terkait dengan pengujian materi ketentuan Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ayat (5), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) undang-undang a quo dipandang perlu untuk melihat latar belakang perumusan dan pembahasan pasal-pasal a quo dalam Risalah Pembahasan Undang-Undang PDRD dalam Rapat Panja ketiga tanggal 23 Juli … tanggal 23 Mei 2007, yang kita sampaikan selengkapnya secara tertulis nantinya. Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, DPR RI memohon agar … ini yang terakhir. Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, DPR RI memohon kepada … memohon agar kiranya Ketua Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan bahwa Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing), sehingga Pemohon … permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima. 2. Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya permohonan a quo tidak dapat diterima. 3. Menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan. 4. Menyatakan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sepanjang kalimat termasuk alat-alat berat, dan alat-alat besar dalam operasinya menggunakan roda dan motor, dan tidak melekat secara permanen, 8
tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. 5. Menyatakan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 … Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sepanjang kalimat termasuk alat-alat berat dan alatalat besar tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang … dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. 6. Menyatakan Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. 7. Menyatakan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat demikian, mohon putusan yang seadil-adilnya. Demikian keterangan tertulis dari DPR RI, kami sampaikan sebagai bahan pertimbangan bagi Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusannya. Hormat kami, Kuasa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Taufiqulhadi, M.Si., Nomor Anggota A19. Demikian, wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum wr. wb. 9.
KETUA: ANWAR USMAN Waalaikumsalam wr. wb. Ya, terima kasih, Pak Taufiq. Sebelum kita dengar keterangan Ahli dari Pemohon. Untuk Kuasa Presiden, itu permintaan Majelis pada sidang yang lalu mengenai laporan pembayaran PKB terhadap alat berat, apa sudah disiapkan? Ya, Petugas, silakan. Dari Pemohon sudah, ya?
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Sudah, Yang Mulia, dan sudah kami sampaikan berserta dengan buktinya kepada Panitera. Terima kasih.
11.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Ahli yang diajukan pada sidang yang lalu, tiga orang, ya?
9
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Betul, Yang Mulia. Sekiranya waktunya memungkinkan, mohon izin, kami mengajukan satu orang saksi.
13.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, ya, kalau begitu, ya, kita sumpah saja dahulu termasuk saksinya. Kalau memungkinkan, ya, kita dengar sekaligus. Ya, mohon Para Ahli dan Saksi ke depan untuk diambil sumpahnya. Ya, untuk memimpin sumpah, mohon kesediaan Yang Mulia Pak Wahiduddin.
14.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, untuk Para Saksi, Yang Mulia Prof. Dr. Laica Marzuki a … Ahli untuk Prof. Dr. Laica Marzuki, Dr. H. Dewi Kania Sugiharti, S.H., M.H., Dr. Susy Fatena Rostiyanti, S.T., M.Sc, mengikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
15.
SELURUH AHLI YANG BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
16.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih. Untuk Saksi, R. Tjahyono Imawan, ya. Ikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim.” Kita ulangi lagi, ya.
17.
SAKSI DARI PEMOHON: R. TJAHYONO IMAWAN Bismillahirrahmaanirrahiim.
18.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Kita ulangi lagi, ya. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.” 10
19.
SAKSI DARI PEMOHON: R. TJAHYONO IMAWAN Bissmillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
20.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih.
21.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Mohon kembali ke tempat dahulu. Untuk Kuasa Pemohon, siapa yang lebih dahulu?
22.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama adalah Prof. Dr. Laica Marzuki, demikian, Majelis. Berikutnya, berurutan Ibu Susy, kemudian Ibu Dewi, dan terakhir jika ada waktu, Saksi Pak Tjahyono Imawan.
23.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Silakan, Yang Mulia Prof. Laica.
24.
AHLI DARI PEMOHON: LAICA MARZUKI Bismillahirrahmaanirrahiim. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Yang Mulia. Dalam Hukum Pajak, de belasting recht taxation law, subjek hukum berkewajiban membayar objek pajak yang ditetapkan dan diatur dengan undang-undang. Subjek pajak berkewajiban membayar objek pajak yang ditetapkan dan diatur dengan undang-undang. Majelis Hakim Yang Mulia, Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menetapkan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan negara diatur dengan undang-undang. Tanpa objek pajak yang terlebih dahulu ditetapkan dan diatur dengan undang-undang (bij wet geregeld), maka tidak bakal ada subjek pajak. Tanpa objek pajak, maka tidak bakal ada wajib pajak. Fiskus … fiskus tidak boleh memungut pajak atas suatu objek pajak yang tidak ditetapkan dan diatur dengan undang-undang. Tidak bakal ada subjek pajak tanpa objek pajak yang ditetapkan oleh badan legislatif. Subjek pajak melekat pada objek pajak. Majelis Yang Mulia, saya ingin menegaskan di sini sekali lagi, subjek pajak melekat pada objek pajak. Artinya, tidak ... tiada subjek 11
pajak tanpa objek pajak. Pelanggaran terhadapnya dipandang sebagai tindakan perampokan terhadap rakyat banyak, dikenal dengan ungkapan taxation without representation is robbery ... robbery. Majelis Hakim Yang Mulia, Para Pemohon, PT Tunas Jaya, dan kawan-kawan, selaku pemilik dan/atau pengelola alat-alat berat seperti halnya bulldozer, mesin gilas (stoomwals), excavator, vibrator, dump truck, wheel loader, traktor harus mengalami bahwa fiskus berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih saja melakukan pungutan dan penagihan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) padahal ... padahal atas dasar Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 3/PUU-XIII/2015, tanggal 31 Maret 2016 dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) telah menetapkan ... telah menetapkan bahwasanya alat berat bukan mode transportasi, alat berat bukan mode transportasi. Demikian, putusan Mahkamah. Dikatakan, meskipun digerakkan oleh motor, alat berat bukan mode transportasi, melainkan sarana produksi. Menurut Mahkamah, dengan demikian syarat kendaraan bermotor dalam Undang-Undang LLAJ tidak boleh diterapkan kepada Alat Berat. Majelis Hakim Yang Mulia, Mahkamah Konstitusi RI dalam putusan a quo antara lain memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut. Memberikan dan ten aanzien van het recht sebagai berikut. Saya tidak akan mengutip semuanya untuk waktu, tetapi saya mengutip yang penting sebagai berikut. Diputuskan oleh Mahkamah, “Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah menilai alat berat adalah kendaraan dan/atau peralatan yang bermotor dalam pengertian yang diatur oleh Undang-Undang LLAJ.” Dengan demikian, pengaturan alat berat sebagai kendaraan bermotor seharusnya dikecualikan dari Undang-Undang LLAJ, atau setidaknya terhadap alat berat tidak dikenal persyaratan yang sama dengan persyaratan bagi kendaraan bermotor pada umumnya yang beroperasi di jalan raya, yaitu sepeda motor dan mobil. Ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, “Mewajibkan alat berat untuk memenuhi persyaratan teknis yang sama dengan persyaratan bagi kendaraan bermotor pada umumnya, padahal katanya, keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda,” demikian, Mahkamah, “Adalah hal yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.” Oleh karena itu, kata Mahkamah, menurut Mahkamah, permohonan Para Pemohon beralasan menurut hukum. Majelis Hakim Yang Mulia. Mahkamah Konstitusi RI dalam putusannya a quo ... dalam putusan a quo mengadili dan mengatakan antara lain. 12
Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tahun 2009 Nomor 96 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Majelis Hakim Yang Mulia, putusan Mahkamah RI tersebut membuktikan bahwa alat berat bukan objek pajak. Putusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut membuktikan bahwa alat berat bukan obyek pajak. Kendaraan bermotor dengan kata lain, terhadap alat berat tidak dapat dikenakan pajak kendaraan bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta pungutan semacamnya yang diberlakukan bagi kendaraan bermotor. Pemilik dan/atau pengelola alat berat bukan subyek pajak kendaraan bermotor. Majelis Hakim Yang Mulia, apa artinya ini? Apa artinya ini? Artinya, terhadap beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, seperti halnya Pasal 1 angka 13, Pasal 5 ang ... ayat (2), Pasal 6 ayat (1), dan Pasal 12 ayat (2) yang masih membebani pajak-pajak kendaraan bermotor terhadap alat berat. Pada alat berat harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena in casu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Juga melanggar ... juga melanggar Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena menjadikan adanya subjek ... adanya subjek pajak tanpa objek pajak. Majelis Konstitusi melarang, berdasarkan Pasal 23. Konstitusi melarang adanya subjek pajak tanpa objek pajak. Hal ini adalah hal yang aneh, harus dimasukkan di dalam kolom believe it or not (percaya atau tidak). Sebelum permohonan pengujian ... sebelum permohonan pengujian, beberapa pasal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang diajukan sekarang ini, Yang Mulia, Mahkamah Konstitusi pernah mengadili dan memutus beberapa pasal yang berbeda dari UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 vide Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 1 Tanggal 8 Januari 2013, yang pada pokoknya menolak permohonan Para Pemohon, PT Bukit Makmur Mandiri Utama dan kawan-kawan. Perkara Nomor 1 PUU Tahun 2012 dimaksud mendasarkan batu pengujian konstitusional (constitutionele toetssteen) yang berbeda dengan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diperiksa dan diadili saat ini. Batu Penguji Konstitusional pada Perkara Nomor 1 PUU Tahun 2012 dimaksud adalah Pasal 22A, 23A dan 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pertimbangan hukum Mahkamah di kala itu, di kala itu, alat berat dipandang termasuk kelompok kendaraan khusus, sebagai 13
bagian dari kendaraan bermotor menurut penjelasan Pasal 47 ayat (2) bagian c Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Majelis Hakim Yang Mulia, pertimbangan hukum Mahkamah dimaksud berbeda dengan pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 3 PUU, Tanggal 31 Maret 2016, yang menegaskan bahwasanya alat berat bukan mode transportasi, melainkan sarana produksi. Dikatakan dengan demikian ... dikatakan dengan demikian, syarat kendaraan bermotor dalam Undang-Undang LLAJ tidak boleh diterapkan kepada alat berat. Majelis Hakim Yang Mulia. Kiranya perlu mendapatkan perhatian kita bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 3/PUU/2015, tanggal 31 Maret 2016 diputuskan kemudian ... diputuskan kemudian daripada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU tanggal 8 Januari 2013 terdahulu. Menurut Hans Kelsen, Ahli Hukum Kenamaan. Menurut Hans Kelsen, hidup dari tahun 1881, wafat 1973, berpendapat, “Terdapat persamaan antara produk parlemen (RAT) dengan putusan verfassungsgerichtshoff Mahkamah Konstitusi, keduanya memiliki legisilatif … legislative function, keduanya memiliki fungsi legislatif.” Hal dimaksud bermakna putusan Mahkamah Konstitusi selain sebagai putusan peradilan, juga berkekuatan sebagai gesetz, berkekuatan sebagai wet, berkekuatan sebagai droit, berkekuatan sebagai undangundang. Tatkala parlemen memproduk gesetz, tatkala parlemen memproduk droit, memproduk undang-undang, maka parlemen dinamakan positive legislature. Dan manakala Mahkamah Konstitusi menyatakan suatu undang-undang, suatu wet, suatu gesetz, suatu droit tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka Mahkamah merupakan negative legislature. Majelis Hakim Yang Mulia. Hans Kelsen adalah salah satu Anggota Komisi Pembaharu Konstitusi Austria yang menggagaskan dibentuknya verfassungsgerichtshoff, Mahkamah Konstitusi pertama di dunia diadopsi dalam konstitusi Austria di bulan Oktober tahun 1920. Begitu terkenalnya, konstitusi Austria di kala itu, maka dunia menamakannya Oktober verfassung, konstitusi di bulan Oktober. Majelis Hakim Yang Mulia. Dalam hukum berlaku adagium. Lex posterior derogat legi priori (de latere wet gaat voor de eerdere). Undang-undang yang berlaku kemudian, undang-undang yang datang kemudian, menyampingkan undang-undang terdahulu. Artinya apa ini? Artinya, tatkala kita menyepakati bahwa putusan Mahkamah Konstitusi menurut Hans Kelsen, “Berkekuatan bukan hanya sebagai putusan pengadilan, tapi juga berkekuatan sama dengan undang-undang, maka adagium ini berlaku baginya.” Undang-undang yang berlaku kemudian menyampingkan undang-undang terdahulu. Apa artinya ini, Mahkamah Yang Mulia? Saya ingin menyimpulkan, Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 3/PUU/2015, Tanggal 31 Maret 2016 menyampingkan ... 14
menyampingkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 1/PUU tanggal 8 Januari 2013. De eerdere wet verliest zijn geldings, undang-undang terdahulu kehilangan keberlakuannya, undang-undang terdahulu dibacakan talkinnya, tidak berlaku lagi. Dengan demikian ... demikian keterangan keahlian ini dibuat dengan sebenarnya, disertai pembubuhan tanda tangan kami di bawah ini. Semoga Allah, Hakim Yang Maha Adil menurunkan berkah pada kita semua. Wassalamualaikum wr. wb. 25.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Terima kasih, Prof. Berikut, Ibu Dr (…)
26.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Majelis Yang Mulia, dari Pemohon.
27.
DPR: TEUKU TAUFIQULHADI Interupsi sedikit.
28.
KETUA: ANWAR USMAN Ya.
29.
DPR: TEUKU TAUFIQULHADI Interupsi, Yang Mulia?
30.
KETUA: ANWAR USMAN Ya.
31.
DPR: TEUKU TAUFIQULHADI Kalau diperkenankan, saya meninggalkan tempat karena ada tugas berikutnya di DPR. Sebagai ganti ada tim kami masih berada di sini.
32.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik.
15
33.
DPR: TEUKU TAUFIQULHADI Terima kasih.
34.
KETUA: ANWAR USMAN Terima kasih, Pak Taufik. Silakan.
35.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Yang Mulia, mohon petunjuk. Sekiranya kami ada satu pertanyaan terhadap Ahli yang barusan, apakah ditanyakan langsung ataukah nanti setelah ketiga ahlinya?
36.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Nanti saja sekalian, sekalian nanti saja setelah selesai ketiganya. Silakan, Ibu Dr. Susy.
37.
AHLI DARI PEMOHON: SUSY FATENA ROSTIYANTI Mohon maaf … ya, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih kepada Hakim ... Dewan Hakim Yang Mulia yang telah memperkenankan saya untuk menyampaikan paparan saya, di sini saya menekankan bahwa alat berat bukanlah kendaraan bermotor. Saya akan memulai paparan saya dengan Putusan Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XIII/2015 terkait dengan Pengujian Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana di dalam putusan itu ditetapkan bahwa alat berat adalah kendaraan atau peralatan yang digerakkan oleh motor, namun bukan kendaraan bermotor. Dari sana ternyata masih menimbulkan permasalahan, dimana pengertian kendaraan bermotor di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum berubah. Nah, saya sebagai ahli di bidang konstruksi akan mencoba memberikan paparan. Kita mulai dari definisi alat berat itu sendiri dan nanti saya akan bandingkan dengan definisi dari kendaraan bermotor. Menurut Webster tahun 1997, “Alat berat dengan penggerak maupun statis, digunakan untuk konstruksi proyek-proyek besar maupun operasi seperti kehutanan, jalan, dan jalan raya, pemeliharaan tambang terbuka dan lain-lain.” Demikian definisi alat berat berdasarkan Webster. Sementara R. S. Means Company, 2012, menyatakan bahwa alat … di sini saya definisikan dari kata equipment adalah seluruh mesin dan peralatan yang diperlukan untuk pembangunan yang tepat dan penyelesaian proyek yang dapat diterima. Sementara, kalau kita melihat 16
definisi dari kendaraan, menurut Kamus Besar Indonesia-Inggris yang diterbitkan oleh Echols dan Shadily, 1989, “Kendaraan diterjemahkan dari kata vehicle, yang di sana juga termasuk kendaraan bermotor.” Lalu, di dalam R. S. Means Company, 2012, “Kendaraan atau vehicle ini diberikan definisi sebagai sarana yang digunakan untuk pengangkutan.” Dan di dalam Encyclopedic Unabridged Dictionary of the English Language tahun 1994, “Definisi lain dari kendaraan ... kendaraan adalah sarana yang digunakan untuk seseorang melakukan perjalanan dan pengangkutan barang.” Dengan demikian, kita bisa melihat terjemahan dan definisi alat berat maupun kendaraan memiliki dua arti yang berbeda. Jika kendaraan lebih ditekankan kepada sarana pengangkutan atau transportasi, alat berat lebih ditekankan kepada tujuannya sebagai alat bantu di dalam proyek-proyek maupun pre konstruksi, pertambangan, kehutanan, pertanian, dan lain-lain sebagainya. Saya akan mencoba memberikan pemaparan bagaimana perkembangan tekonologi alat berat maupun kendaraan bermotor. Di dalam pemaparan ini, saya akan mencoba membagi tiga periode penggunaan alat berat maupun kendaraan bermotor, dimulai dari periode sebelum abad 19, dan kedua adalah periode revolusi industri, dan ketiga adalah periode setelah revolusi industri. Kalau kita bisa melihat gambar yang saya sampaikan di depan, di sana alat berat … yang dikatakan alat berat itu masih manual, pada saat periode sebelum abad 19 karena pembangunan masih berbasis tenaga manusia dan hewan, jika kita melihat kendaraan pun demikian, semuanya masih berbasis kepada tenaga hewan. Namun dengan penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1750, maka kemudian terjadi revolusi besar-besaran di bidang industri, kita lihat mulai di apa ... dikembangkannya sebuah alat berat yang waktu itu untuk pembangunan jalan rel di Amerika, pada saat itu William Otis pada tahun 19 ... 1835 mengembangkan powered shovel yang bermesin uap. Kalau kita lihat gambar yang saya sampaikan di sini, alat ini bergerak di dalam rel kereta karena memang seperti yang tadi saya sampaikan adalah untuk pembangunan rel di daerah Barat di Amerika Serikat. Sementara di sisi lain, Karl Benz pada tahun 1886, ini di Jerman, membuat kendaraan bermotor beroda tiga dan memang mulai dilakukan mekanisasi dalam pengangkutan. Ternyata perkembangan revolusi industri tidak berhenti sampai di situ saja, alat-alat berat kemudian tidak hanya juga digunakan untuk pembangunan jalan rel, namun juga untuk bidang-bidang lainnya, baik itu bangunan ... pembangunan bangunan gedung, mulai digunakan untuk pertambangan. Seperti gambar di sini, pada tahun 1904 traktor uap pertama beroda ban, ini adalah dari lempengan baja ... ban baja mulai diperkenalkan. Di sini sudah tidak menggunakan lagi jalan rel 17
sebagai mode transportasinya. Sementara kendaraan pun mulai diproduksi secara massal dengan diperkenalkannya Ford Model T oleh Henry Ford pada tahun 1908, yang ini kemudian menjadi kendaraan yang umum dipakai oleh masyarakat. Sepanjang abad 20, perkembangan alat berat maupun kendaraan, sangat cepat sekali. Dan kalau kita lihat di sini, alat-alat berat pun kemudian menjadi sangat otomatis. Dan kalau kita lihat kendaraan, kendaraan pun tetap ada dan tetap digunakan, dan mulai dari kendaraan truk sampai kendaraan yang kecil roda dua pun ada yang ... seperti yang sekarang kita lihat di sekeliling kita. Di sini saya akan menyampaikan sedikit. Ketika alat berat pertama itu dibuat hanya untuk pembuatan jalan rel maupun lainnya, kemudian alat berat pun mulai dibagi berdasarkan kategori pemanfaatannya. Misalnya ada alat pengolah lahan, di sini sebagai contoh ada dozer, ada scraper, dan motor grader, lalu alat penggalian seperti yang tadi sudah disebutkan, ada yang paling atas itu sebelah kanan adalah backhoe, ada front shovel, dragline, maupun clamshell. Lalu ada alat khusus untuk pengangkatan material, ada yang statis seperti yang gambar yang bawah itu adalah tower crane maupun crawler crane yang bagian atasnya. Lalu alat pemindahan material, ini ada dump truck dan juga loader. Dan masih banyak alat lain, misalnya alat pemadatan. Kita lihat rodanya juga berbeda di sini dan alat pemroses material. Agak unik di dalam alat pemroses material ini karena alat ini seperti pabrik, tapi kita di dalam bidang konstruksi mengenalnya sebagai alat berat. Dari cara beroperasinya, alat berat itu ada yang beroda baja, lalu ada yang beroda karet atau beroda ban, dan yang statis. Sebagai contoh yang tadi saya sebutkan adalah tower crane. Saya akan lanjutkan paparan saya ini, Dewan Hakim Yang Mulia, kepada analisis saya mengenai perbedaan karakteristik teknis dari alat berat dengan kendaraan bermotor dan bagaimana alat berat dan kendaraan bermotor ini dari sudut pandang kami di dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009, kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pertama, saya akan membahas mengenai karakteristik teknisnya, kita bisa melihat dari pergerakan. Di sini saya sampaikan bahwa kalau alat berat itu tadi beroda baja, ada juga yang beroda karet. Namun, roda-roda tersebut penggunaannya sangat terbatas pada area proyek saja dan ketika dia akan berpindah dari satu titik proyek ke titik lainnya di dalam proyek tersebut. Bahkan ada alat berat seperti yang gambarannya tadi telah saya sampaikan, tower crane itu tidak dapat bergerak atau berpindah dari posisinya selama proyek berlangsung. Namun kalau kita lihat kendaraan bermotor, kendaraan bermotor itu beroda karet dengan fleksibilitas yang sangat tinggi dan mempunyai kemampuan manuver yang lebih besar dibandingkan dengan alat berat.
18
Aspek atau karakteristik kedua adalah dari segi kecepatan. Kecepatan alat berat itu sangat terbatas. Saya mengambil salah satu contoh di sini adalah excavator itu yang beroda baja, itu hanya memiliki kecepatan gerak berkisar antara 3,5 sampai 55 km/jam. Bisa kita bayangkan, hal tersebut tentunya akan mempersulit jika alat memang bisa bergerak di jalan raya. Sementara ada aturan di dalam ... sebentar. Ada aturan tersendiri yang diatur oleh pemerintah di dalam undangundang bahwa kecepatan minimum untuk di beberapa ruas jalan raya itu adalah 60 km/jam. Karakteristik teknis yang ketiga adalah kita lihat dari sisi dimensi. Ini saya mencoba menggambarkan betapa berbedanya alat berat dan juga kendaraan bermotor. Ada beberapa alat yang memiliki lebar mencap ... kurang-lebih 3,4 meter. Sementara kalau kita melihat di dalam bagian kedua paragraf satu Pasal 19 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang membagi kelas jalan dengan menentukan berat dan lebar maksimalnya. Di sana disampaikan bahwa lebar maksimal kendaraan bermotor yang boleh melewati jalan kelas satu itu adalah 2,5 meter. Sudah barang tentu sebuah alat berat yang melewati jalanan raya akan mengambil dua ruas jalan itu sendiri dan dengan demikian, pasti tidak mungkin melewati jalan raya. Aspek yang keempat ini adalah karakteristik teknik terkait dengan pengendalian. Jika kita melihat gambar di sini, alat berat memiliki ruang kendali yang berbeda dengan kendaraan bermotor. Kita para pengendara bermotor tentu memiliki setir dan seluruh komponen di dalamnya, namun beberapa alat berat tidak memiliki hal-hal demikian. Alat-alat berat pada umumnya memiliki tuas-tuas yang menentukan gerak secara ... gerak dia maju/mundur atau gerak alat-alat yang dipasangkan ke dalam alat-alat berat tersebut. Dan aspek yang keempat, yaitu aspek pemantauan. Di sini perlu saya tekan ... tekankan bahwa kalau kita memiliki kendaraan, kendaraan tersebut pada umumnya dilengkapi dengan sebuah odometer yang akan mengukur berapa jarak tempuh yang telah kita lalui sepanjang kita berkendara dengan kecepatan tertentu. Namun lain halnya dengan alat berat, alat berat tidak memiliki odometer, tapi alat berat memiliki yang dinamakan hourmeter. Jadi alat berat tersebut akan mulai dianggap bekerja ketika mesin dinyalakan, ketika dia mulai berproduksi karena memang dia berdasarkan ... dia merupakan alat produksi. karakteristik yang terakhir adalah transportasinya di jalan raya. Saya mengambil gambar yang berikut ini. Kita bisa lihat bahwa alat berat pada umumnya diangkut menggunakan lowbed trailer selama berjalan di jalan raya. Kalau kita lihat gambar yang di atas, maka yang kita sebut sebagai kendaraan itu adalah yang mengangkut alat berat. Alat berat harus naik di atas kendaraan atau diangkut di atas kedaraan untuk dapat melalui jalan raya atau gambar yang di bawah menunjukkan bahwa bagian-bagian dari sebuah tower crane ketika akan diangkut berpindah 19
dari satu proyek ke proyek berikutnya, dia harus diangkut dengan menggunakan truck. Jadi ini adalah tidak ada alat berat yang melewati jalan raya. Saya akan melanjutnya pemaparan saya, Dewan Hakim Yang Mulia. Adalah terkait dengan alat berat dan kendaraan bermotor dalam hubungannya dengan Undang-Undang LLAJ dan Undang-Undang PDRD. Jika di dalam penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UndangUndang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, alat berat sebagai bagian dari kendaraan bermotor. Lalu kemudian hal ini ditiadakan dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XII/2015 yang menetapkan alat berat bukan kendaraan. Kita kalau melihat hal ini, maka ada kepastian hukum di dalamnya, namun sayangnya Undang-Undang PDRD masih belum sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi ini. Kita bisa melihat bahwa masih ada pengenaan pajak kepada alat berat seperti halnya kendaraan bermotor dan ini kita anggap sebagai tidak tepat karena ada perbedaan teknis seperti yang tadi saya sampaikan antara alat berat dan kendaraan bermotor, lalu sudah juga keluar sebuah putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa alat berat bukan merupakan kendaraan bermotor. Jadi persyaratan yang dikenai kepada alat berat tidak sama dengan kendaraan bermotor. Jika kita melihat penarikan PKB terhadap alat berat, kita anggap ini sebagai tidak adil. Sebagai ilustrasi, pada Pasal 8 ayat (5) UndangUndang PDRD bahwa penarikan pajak kendaraan bermotor adalah untuk meningkatkan sarana dan prasarana lalu lintas. Namun seperti yang kita ketahui dari gambar tadi, alat berat sama sekali tidak berjalan di atas jalan raya sehingga tidak mungkin kita mengenakan PKB kepada sesuatu hal yang tidak berjalan di atas jalan raya, dan memang seperti kita ketahui alat berat tidak melakukan aktivitasnya di jalan raya. Hal lain yang ingin saya sampaikan dari kaitan antara ... dengan Undang-Undang PDRD adalah penarikan PKB terhadap alat berat ini tidak adil karena pada Pasal 5 ayat (1) huruf b dikatakan dasar pengenaan PKB adalah sebagai akibat tingkat kerusakan jalan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Alat berat tidak beraktivitas di jalan raya, alat berat pun merupakan bagian dari sebuah proyek dan kita yakin ketika sebuah proyek akan dimulai, itu sudah melalui analisis dampak lingkungan yang pastinya dia sudah ... apa ... para pelaku proyek sudah melakukan pembayaran pajak yang terkait dengan produksi di dalam proyeknya. Maka dari sini, saya ingin simpulkan hasil pemaparan saya adalah jika kembali kita melihat ke dalam sejarah penemuan alat berat dan kendaraan bermotor, keduanya diciptakan, ditemukan dengan sebuah kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Alat berat diciptakan untuk membantu produksi, membantu proyek-proyek yang memang saat itu ingin dikerjakan oleh pemerintah dan di lain sisi kendaraan bermotor memang diciptakan sebagai sarana transportasi dan pengangkutan. 20
Demikian juga di dalam definisi dan terminologi dari beberapa kamus besar yang ada di Indonesia maupun di luar, seluruh kamus itu menjelaskan alat berat dan kendaraan bermotor sebagai dua benda yang berbeda, dan kalau kita lihat karakteristik yang tadi disampaikan, maka kita bisa lihat betapa besarnya perbedaan antara alat berat dan kendaraan bermotor. Hal lain yang ingin saya simpulkan di sini adalah bahwa sebenarnya sudah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUUXII/2015 yang menetapkan bahwa alat berat bukan kendaraan bermotor, namun Undang-Undang PDRD tahun 2009 masih mengategorikan sebagai bagian dari kendaraan bermotor. Di sini saya mohon adanya kepastian hukum mengenai hal tersebut dan keadilan bagi Para Pemohon dalam suatu putusan baru karena seperti yang tadi saya sampaikan bahwa keduanya adalah berbeda. Bahwa PKB dan BN ... BBNKB tidak dapat diterapkan kepada alat berat karena alat berat tidak merusak jalan dan alat berat juga mencemari lingkungan secara langsung di ruang lalu lintas jalan raya. Demikian yang bisa saya sampaikan. Terima kasih atas waktunya. Wassalamualaikum wr. wb. 38.
KETUA: ANWAR USMAN Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih. Terakhir untuk Ahli Ibu Dr. Dewi. Silakan.
39.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Yang Terhormat Para Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Para Hadirin yang dimuliakan Allah SWT. Assalamualaikum wr. wb. Mohon perkenan dari Bapak Hakim dan Ibu Hakim untuk kiranya saya menyampaikan beberapa hal terkait dengan aspek hukum pengenaan PKB terhadap alat berat. Dari Ahli yang terdahulu, sebenarnya sudah ada beberapa hal yang bersamaan dengan pendapat saya, sehingga saya ... saya pikir tidak perlu untuk mengulangnya kembali untuk menghemat waktu juga. Bahan dan ... bahan presentasi juga sudah saya sampaikan, sehingga di sini akan saya sampaikan yang lebih intisarinya saja yang kemudian akan lebih mempertajam apa yang telah disampaikan oleh kedua Ahli yang tadi. Baik. Karena ini agak ini ... kalau saya perhatikan sebagai orang hukum, landasan konstitusi terhadap pemungutan pajak, itu di Indonesia sudah terdapat sejak Undang-Undang Dasar Tahun 1945 belum diamandemen, yaitu di dalam Pasal 23 ayat (2) bahwa segala pajak untuk keperluan negara harus dengan undang-undang. Yang kemudian dalam amandemen yang ketiga dipertegas lagi bahwa pajak dan 21
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepentingan negara harus dengan undang-undang. Intinya adalah ini sebuah perintah kepada negara sebagai pemegang wewenang untuk pungutan pajak bahwa jika mau memungut pajak, maka buatlah undang-undang terlebih dahulu. Hal ini juga berlaku sebenarnya untuk pajak-pajak daerah, dimana pemerintah daerah baru dapat memungut pajak jika sudah ada undang-undang yang memberikan wewenang untuk itu. Kemudian, memang untuk masalah pajak kendaraan bermotor, sejak Zaman Pemerintah Hindia-Belanda juga sudah ada yang namanya ordonansi verponding jalan. Tapi saya tidak akan lari terlalu jauh karena itu sejarahnya terlalu jauh. Karena sejak Indonesia melakukan tax refund di tahun 1983, kemudian di tahun 1990 ... maaf, 1985 dan seterusnya, ini sebenarnya tentang pajak jalan tersebut sudah banyak berubah, termasuk juga pajak-pajak yang lainnya. Sehingga, saya hanya akan membandingkan dari tiga produk undang-undang yang lahir setelah Indonesia merdeka, khususnya mengenai pajak kendaraan bermotor ini yang diatur di dalam Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 18 Tahun 1997, kemudian diubah ... disesuaikan dengan kondisi bahwa adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai masalah otonomi daerah dan Undang-Undang Nomor 34 ini Tahun 2000, itu untuk mempertegas, memperteguh keuangan daerah, dimana daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak ... berbagai jenis pajak untuk semata-mata memperkuat keuangan daerah. Kemudian, undangundang tersebut pun diubah lagi di tahun 2009 dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Di sana memang terdapat perbedaan, khususnya di dalam PKB. Kalau kita melihat dari ... dari dua undang-undang saja, Nomor 34 dan Nomor 28, ini memang ada perbedaan yang mencolok. Dimana di Undang-Undang Nomor 34 lebih bersifat open list, walaupun misalnya ada ketentuan bahwa dibatasi pemungutan pajak daerah itu, tapi masih diberi kewenangan untuk memuat pajak lain sepanjang itu belum dipungut oleh pemerintah pusat, potensinya ada di daerah, kemudian juga tidak membebani masyarakat. Tapi kemudian, dipertegas di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa pajak daerah hanya dipungut oleh daerah provinsi hanya lima jenis. Kemudian, kota/kabupaten hanya 11 jenis pajak. Dan itupun jika potensinya ada, kemudian juga jika pemerintah daerah tidak memiliki kebijakan yang lain. Artinya, pemerintah daerah jika tidak ingin memungut pajak daerah sama sekali, itupun tidak jadi masalah karena itu berupa wewenang. Jadi, bisa dilepaskan. Sepanjang mungkin, PADnya dan APBD-nya sudah tercukupi dengan sumber-sumber yang lain, nah, pemerintah daerah bisa saja tidak memungut jenis pajak tersebut. Tetapi yang saya perhatikan bahwa di daerah-daerah manapun karena itu sudah ada undang-undangnya, maka semua ... hampir semua 22
daerah itu selalu menyatakan ingin memungut pajak ... semua jenis pajak. Bahkan kalau saya lihat dari pengalaman saya sendiri, ada sesuatu yang aneh. Ada misalnya kota/kabupaten yang menghendaki 11 jenis pajak dipungut, tapi ketika saya coba analisis dari segi ekonomi, ekologi, yuridis, dan juga segi filosofisnya, ternyata tidak bisa dipungut untuk 11 karena potensinya di sana misalnya tidak ada, akhirnya mereka mengatakan, “Oke, Ibu, hanya 9 atau berapa,” sesuai dengan potensinya yang ada. Nah karena apa? Pajak ini harus diatur dengan undang-undang karena itu mengatur hajat hidup orang banyak dan sekaligus juga menjadi beban buat rakyat, sehingga memang Undang-Undang Dasar menekankan pada pemerintah aturlah dengan undang-undang, bukan dengan aturan yang lain. Itu pun saya coba hubungkan dengan pasal yang lain ... maaf, dengan pasal yang lain, yaitu Pasal 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dimana di sana dinyatakan dengan tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, kemudian juga kedaulatan ada di tangan rakyat dan dijalankan berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Nah, yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu bagaimana? Saya hubungkan dengan Pasal 20, yaitu kewenangan dari DPR. Sebenarnya, memang benar pemerintah mewakili negara ini berwenang untuk mengajukan RUU kepada DPR dan kemudian kalau memang DPR menyetujui menjadi undang-undang, maka itu akan menjadi undang-undang yang mengikat semua pihak, dan itu harus dijalankan oleh semua pihak. Namun demikian, keberadaan UndangUndang Pajak khususnya, itu bukan hanya sekadar untuk memenuhi aspek legalitas, tetapi di dalamnya harus memenuhi juga aspek keadilan yang harus dirasakan oleh rakyat. Bahwa rakyat itu akan merasa adil jika dipunguti pajak, karena apa? Itu berkaitan dengan masalah partisipasi rakyat dalam pembangunan, gitu. Kemudian juga dalam pemungutan pajak, ini bukan hanya sekadar ada undang-undang, tetapi juga undang-undang tersebut harus menjamin keadilan dan kepastian hukum, sebagaimana asas yang tadi telah disampaikan oleh bapak dari DPR bahwa itu ada asas yang dikutip sebenarnya dari Adam Smith yang disebut Adam Smith Canon. Ada empat, yaitu equality, certainty, convenience of payment, economic of collection. Nah, kemudian asas dari Adam Smith itu dikembangkan oleh ahliahli lain menjadi asas yuridis, asas ekonomis, asas falsafah, dan kemudian asas efisiensi. Nah, dalam asas ekonomis, ini dikehendaki supaya pemungutan pajak itu tidak membebani rakyat dalam arti kata menghalangi rakyat mencapai kebahagiaannya, tidak menghalangi produksi, dan tidak juga menghambat perdagangan. Jika tadi dikatakan bahwa kendaraan alat berat tadi sebagai alat produksi, berarti kalau pemajakan terhadap alat berat, itu juga akan berkaitan dengan masalah 23
korelasinya dengan produksi. Kalau di dalam produksi nanti sudah ada pemajakan, berarti ini berkorelasi dengan masalah harga. Kalau harga naik, harga menjadi tidak terjangkau oleh rakyat, di mana lagi rakyat nanti bisa menikmati hidup yang lebih baik, begitu. Sementara pajak, hukum pajak, ini sama dengan hukum yang lain, yaitu adalah mengabdi ... tugasnya mengabdi kepada keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Nah, masalah kepastian hukum inilah yang harus diperhatikan secara tegas. Jika memang di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dulu tidak dikatakan bahwa alat berat termasuk kendaraan bermotor, baru kemudian di Undang-Undang Nomor 34 dimasukkan sebagai kendaraan bermotor, tetapi itu dalam penjelasan, baru kemudian di dalam rumusan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, itu adalah kehendak para pembuat undang-undang, itu tidak jadi persoalan. Cuma yang jadi persoalan, ketika sekarang ini sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi yang tadi sudah berkali-kali disebutkan. Bahwa jika Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan seperti itu, menurut pendapat saya, secara mutatis mutandis, maka keberadaan pajak kendaraan bermotor pun harus disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tadi karena putusan Mahkamah Konstitusi itu yang asasnya adalah erga omnes bahwa itu diambil dalam rangka hukum publik, bukan dalam rangka hukum privat. Dimana kekuatan mengikatnya adalah mengikat bukan hanya ke peraturan yang lebih bawah, tapi ke yang sederajat juga. Intinya seperti itu menurut pendapat saya. Kemudian juga kalau memang negara menghendaki untuk tetap memungut pajak terhadap alat berat, maka menurut pendapat saya, ini negara bisa memungut dengan jenis pajak yang lain, artinya tidak menyamakan dengan kendaraan bermotor seperti umumnya karena ternyata alat berat itu tidak berada, tidak berjalan-jalan di jalan raya. Bahkan mungkin, jika keberadaannya di jalan raya, itu akan hanya menjadikan jalan raya menjadi cepat rusak, itu, karena bobotnya yang luar biasa. Nah, kemudian kalau memang nanti betul akan dihubungkan dengan masalah pendapatan daerah, kemudian juga perlindungan terhadap lingkungan karena dianggapnya nanti merusak lingkungan, mungkin juga itu tidak ke posisi di alat beratnya yang merusak lingkungan, tetapi bagaimana perilaku pengusahanya dalam menjalankan usahanya itu. Nah, itu yang harus kena pajak karena pajak di sini juga adalah memiliki dua sisi fungsi, yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Fungsi budgeter berkaitan dengan penambahan kekayaan negara atau daerah dalam arti keuangannya dan kemudian yang regulerend itu adalah untuk negara memiliki tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, dan itu bisa dimainkan juga dengan pajak. Selain itu, juga memang pajak bisa diartikan sebagai insentif, artinya insentif itu adalah untuk melindungi alam, maka berikan insentif 24
dengan misalnya penerapan pajak yang rendah atau tidak kena pajak sama sekali terhadap pengusaha-pengusaha yang ikut melestarikan lingkungan hidup. Atau sebaliknya, bisa dijadikan disinsentif, yaitu menjadikan punishment kepada mereka yang malah merusak lingkungan. Dan ini memang tidak ada di Undang-Undang Pajak, Bapak dan Ibu. Tetapi adanya di Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Hanya saja Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup ini tidak kemudian serta-merta diadopsi oleh ketentuan di dalam Undang-Undang Perpajakan. Sehingga seolah-olah berjalan sendiri-sendiri, itu barangkali. Mungkin tidak banyak lagi yang ingin saya sampaikan berkaitan dengan masalah ini. Saya rasa sudah cukup, mudah-mudahan apa yang saya sampaikan cukup terang benderang. Dan saya yakin apa yang benar itu dari Allah dan yang salah itu dari saya. Wabillahitaufik walhidayah wassalamualaikum wr. wb. Terima kasih. 40.
KETUA: ANWAR USMAN Waalaikumsalam. Begini karena satu dan lain hal, sidang ini ditunda ya, skors, skors ya, bukan tunda. Skors kira-kira 10 menit. KETUK PALU 1X SIDANG DISKORS PUKUL 12.37 WIB SKORS DIBUKA PUKUL 12.49 WIB
41.
KETUA: ANWAR USMAN Skors dicabut, sidang dilanjutkan. KETUK PALU 1X Masih ada satu saksi lagi, ya? Ya, nanti poin-poinnya saja kalaupun nanti mau ditanyakan. Atau nanti diini … langsung menerangkan sendiri? Oh, ya.
42.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Langsung menerangkan sendiri, Majelis.
43.
KETUA: ANWAR USMAN Poin-poinnya saja. Silakan, Saksi.
25
44.
SAKSI DARI PEMOHON: TJAHYONO IMAWAN Mohon maaf, Majelis Hakim Yang Mulia. Saya pikir untuk Saksi Pemohon di sebelah sana. Baik. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Para Hadirin yang terhormat. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Perkenankan saya Tjahyono Imawan selaku Ketua Umum Aspindo atau Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia dan juga Koordinator Gabungan Asosiasi Pemilik Alat Berat di Indonesia yang terdiri dari lima asosiasi, menyampaikan pandangan dan kesaksian atas masalah pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesaksian kami pada siang ini adalah terutama untuk memberikan pandangan dan koreksi atas keterangan wakil pemerintah pada sidang terdahulu tanggal 6 Juli 2017 atas masalah yang sama. Majelis Hakim Yang Mulia, pada penjelasannya, wakil dari pemerintah menyatakan bahwa pengenaan PKB dan BBNKB atas alatalat berat dan alat-alat besar sudah dilakukan sejak lama dalam perpajakan Indonesia. Pemungutan PKB dan BBNKB alat-alat berat dan alat-alat besar telah dilakukan sejak tahun 1934, sebagaimana diatur di Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 1934 dan sejak tahun 1959 berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 PRP Tahun 1959 tentang BBNKB. Faktanya, Majelis Hakim Yang Mulia, bahwa kami selaku pengguna alat-alat berat dan alat-alat besar sejak cukup lama menggunakan alat-alat berat ini, baru dikenakan dan ditagih pajak PKB dan BBNKB pada awal tahun 2000-an. Itu terjadi setelah munculnya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 34 Tahun 2000. Betul bahwa pajak kendaraan bermotor sudah ada sejak tahun 1934 yang diatur dalam Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 1934, tetapi tidak disebutkan bahwa alat-alat berat dan alat-alat besar termasuk kendaraan bermotor yang merupakan objek pajak. Bahkan pada Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 18 Tahun 1997, alat-alat besar dan alat-alat berat diperjelas bukan termasuk kendaraan bermotor, sehingga dikecualikan atas PKB dan BBNKB. Pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) disebutkan, “Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.” Sementara definisi kendaraan bermotor sendiri disebutkan, “Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua, atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di jalan umum dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan yang lainnya yang berfungsi untuk 26
mengubah suatu kendaraan bermotor yang bersangkutan tidak termasuk alat-alat besar.” Sementara, pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 definisinya diubah menjadi, “Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua, atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat,” jadi bukan hanya di jalan umum saja, “Dan digerakkan oleh peralatan teknis berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak.” Gambarnya bisa ditampilkan, ya. Jadi, kronologi Undang-Undang PKB dan BBNKB ini sebagaimana pada slide berikut. Bahwa sebelumnya, alat besar dan alat berat tidak termasuk sebagai objek pajak pada Ordonansi PKB Tahun 1934. Begitu pula pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, “Alat berat alat besar dikecualikan sebagai objek pajak karena tidak termasuk kendaraan bermotor dan tidak beroperasi di jalan umum.” Sementara, baru pada tahun 2000 dengan diberlakukannya undang-undang nomor … maaf, dengan diberlakukannya UndangUndang Nomor 34 dalam bagian penjelasan, “Kendaraan bermotor disebutkan termasuk alat berat.” Sehingga kemudian, muncullah PP Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah juga termasuk penetapan tarif PKB A2B untuk … juga termasuk BBN A2B dan kemudian tahun 2002 muncullah perda-perda yang memungut pajak alat berat ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Jadi, tidak benar bahwa pajak alat berat sudah ada sejak tahun 1934, tetapi kami sebagai pemilik al … alat berat faktanya baru ditagih alat berat … pajak alat berat sejak tahun 2002, setelah munculnya berbagai macam perda dan PP Nomor 65 Tahun 2001. Dan kami juga menduga perubahan definisi memasukkan alat berat ke dalam golongan kendaraan bermotor itu tidak dilakukan lewat studi yang komprehensif dan mendalam, tetapi hanya berdasarkan keinginan untuk memperluas objek pajak secara tidak benar, ini pendapat kami. Kemudian, Majelis Hakim Yang Mulia, yang kedua adalah pernyataan wakil pemerintah bahwa alat berat secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak jalanan. Alat berat dan alat besar yang menjadi objek di sini tidak pernah menggunakan jalan umum atau jalan raya di dalam operasinya, sehingga tidak benar bahwa alat-alat berat dapat merusak jalanan. Alat berat yang kami pakai itu dipergunakan di area pertambangan, area konstruksi, area pertanian dan juga area perkebunan, serta kehutanan, menggunakan jalan yang dibagun dan diperihara sendiri oleh para pemilik alat berat tersebut tanpa menggunakan dana dari pemerintah. Sedangkan apabila harus berpindah tempat dan harus melewati jalan umum atau jalan raya, alat-alat berat tersebut digendong dengan memakai lowbed trailer, seperti bagaimana 27
pada gambar dan juga sudah dije … dijelaskan oleh Saksi Ahli sebelumnya. Sementara, untuk truk-truk tronton, truk semen, dan lain-lain yang kita lihat beroperasi di jalan raya tidak bisa disebut sebagai alat berat dalam konteks yang kita permasalahkan. Dan untuk kategori ini memang sudah digolongkan kendaraan bermotor dan diwajibkan untuk membayar PKB dan BBNKB. Oleh karena itu, semua kendaraan jenis ini yang saya sebutkan tadi, yang beroperasi di jalan umum atau jalan raya sudah memiliki plat nomor, yang artinya sudah melakukan pembayaran PKB dan BBNKB. Sementara, peralatan lain yang tidak beroperasi di jalan raya tentunya tidak diwajibkan untuk dikenakan pajak alat berat. Walaupun pada praktiknya sekarang dikenakan dan kita membayar pajak alat berat ini sebagai pajak kendaraan bermotor. Yang ketiga, Majelis Hakim Yang Mulia. Pernyataan wakil pemerintah bahwa pengertian kendaraan bermotor dalam UndangUndang PDRD untuk menutup celah dan penghindaran dan pengalahan … pengelakan pajak, seolah-olah menyatakan bahwa kami para pengusaha, pengguna alat berat berusaha menghindar untuk membayar pajak, terumap … terutama PKB dan PBNKB. Faktanya adalah para pengusaha pemilik alat berat ini banyak yang menjadi wajib pajak yang baik, bahkan beberapa di antaranya sudah mendapat predikat wajib pajak patuh dari pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Atas pekerjaan kami yang menggunakan alat berat ini yang artinya sebagai alat produksi, kami juga sudah membayar pajak-pajak atas hasil produksi tersebut, apakah PPN, PPh, dan sebagainya dan yang menjadi masalah dan keberatan kami adalah bahwa pajak alat berat ini dikategorikan sebagai pajak kendaraan bermotor, padahal jelas alat berat bukan kendaraan bermotor. Apabila para pengusaha ini memiliki alat-alat yang dapat dikategorikan sega … sebagai kendaraan bermotor dan beroperasi di jalan umum, saya yakin, kami yakin bahwa mereka sudah menjalankan kewajiban PKB dan BBNKB-nya. Perlu disampaikan kepada Majelis Hakim Yang Mulia bahwa sejak dikeluarkannya keputusan MK Nomor 3/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa alat berat bukan kendaraan bermotor, seperti diatur dalam Undang-Undang LLAJ, kami yang tergabung dalam sekretariat bersama Asosiasi Pengguna Alat Berat yang terdiri dari Aspindo, IMA atau Indonesian Mining Association, yaitu Asosiasi Pertambangan Indonesia, APBI (Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia), Hinabi (Perhimpunan Industri Alat Besar Indonesia), PAABI (Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia), APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia), dan Apaksi (Asosiasi Pengusaha dan Pemilik Alat Konstruksi Indonesia) sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perekonomian dan sudah 28
melakukan beberapa kali pertemuan untuk merumuskan permasalahan alat berat ini, baik dari sisi definisi, regulasi, maupun hal-hal lain yang mungkin akan terkait dengan pendapatan pemerintah dari sektor alat berat ini. Apakah nanti … apakah nanti produknya berupa perpajakan atau retribusi, tentunya akan dikaji secara komprehensif dan mendalam. Bahkan kami juga sudah membicarakan, sedang dipelajari kemungkinan untuk melakukan kajian aka … akademis atas alat berat ini, termasuk juga kemungkinan … dimungkinkannya pendapatan pemerintah atas alat berat ini. Ini menunjukkan bahwa kami para pengguna alat berat bukan mau menghindar membayar pajak, tetapi kamu mau ... kami mau menempatkan penagihan pajak ini secara benar dan terukur. Bahwa kemudian nanti dari hasil koordinasi kami dengan menkope ... Menkoperekonomian dimunculkannya ... dimungkinkannya dimunculkannya peraturan-peraturan baru yang menyangkut tentang perpajakan alat berat ini, tentunya kami akan menerimanya. Tentu saja bila penarikan pajak ini dilakukan secara jelas ... eh, yang secara semena-mena tanpa dasar yang jelas, kami akan mengoreksi tentunya. Majelis Hakim Yang Mulia, pernyataan wakil pemerintah bahwa kami sebagai objek pajak maka alat berat akan memperoleh dokumen kepemilikan yang sah, dimana dokumen tersebut dapat dijadikan dasar sebagai jaminan pinjaman dari bank atau kreditur sehingga dapat memberikan dan menambah nilai ekomoni sebagai pemilik alat berat. Kami sampaikan bahwa faktanya adalah bahwa kami tidak mendapatkan dokumen apa pun selama ini atas pembayaran pajak ini selain surat penerimaan atas pembayaran. Jadi, semacam tanda terima atau kuitansi atau surat penerimaan atas pajak tersebut. Artinya bahwa surat tersebut tidak bisa menambah nilai ekonomi sebagai pemilik alat berat. Selama ini, bank atau kreditur yang memberikan pinjaman kepada kami selaku pemilik alat berat, hanyalah berda ... hanyalah berdasarkan invoice dan dari pihak penjual, dan kontrak dari pemberi kerja. Jadi, penilainya adalah atas invoice dari pihak penjual dan kontak dari pemberi kerja. Hal ini dilakukan karena kreditur tentunya menganggap bahwa alat berat adalah alat produksi dan bukan melulu sebagai properti. Beda dengan kendaraan bermotor, yang apabila tidak dipergunakan atau tidak beroperasi, tetap bisa mendapatkan kredit pada alat berat walaupun barangnya mahal dan barangnya baru. Tetapi, tetap tidak akan bisa mendapatkan pembiayaan atau kredit bila tidak ada kontrak kerjanya atau sedang tidak beroperasi. Artinya, tetap bahwa alat berat ini dipakai, dipandang sebagai alat produksi. Majelis Hakim Yang Mulia, kemudian pernyataan wakil pemerintah bahwa penetapan PKB dan BBNKB alat-alat berat dan alat besar sebagai objek pajak daerah dalam Undang-Undang PDRD berlandaskan atas prinsip ekomoni dan seterusnya. Selain itu juga berlandaskan pada asas 29
pembagian beban pajak yang adil, yaitu berdasarkan pada teori dari pikul atau kemampuan untuk membayar subjek pajak wajib pajaknya, dan prinsip kenikmatan kemanfaatan yang diterima oleh subjek wajib pajak. Faktanya, selama ini walaupun kami telah membayar pajak alat berat, kami tidak mendapatkan kenikmatan kemanfaatan atas pajak alat berat ini. Kalau kendaraan bermotor bayar pajak PKB, BBNKB, maka sebagian akan dikembalikan kepada pembangunan prasarana jalan, jembatan, sarana parkir, dan lainnya yang merupakan kenikmatan dan manfaat bagi pemilik kendaraan bermotor tersebut. Tetapi kami, para pengguna alat berat, tetap harus membangun jalan, jembatan, dan peranan ... prasarana lainnya untuk operasi alat berat kami dengan biaya sendiri bahkan pemeliharaannya pun kami lakukan sendiri dengan biaya sendiri. Kalau kami mendapatkan manfaat atas pajak alat berat kami, bolehkah kami membawa bulldozer kami atau truk 100 ton kami untuk jalan-jalan di jalan protokol atau parkir di mall-mall? Tentunya tidak. Majelis Hakim Yang Mulia, mungkin saya singkat saja karena waktunya sudah cukup panjang. Tetapi sebagai masyarakat pengguna alat berat, kami meyakini bahwa keputusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada Putusan Nomor 3/PUU-XIII/2015 bahwa alat berat bukan kendaraan bermotor atau mode transportasi, melainkan sarana produksi adalah sangat benar. Kami melihat juga kalender yang pada bulan Mei 2017, Mahkamah Konstitusi sudah mencatumkan bahwa alat berat adalah mode transportasi. Jadi, yang merupakan sarana produksi, bukan kendaraan bermotor. Sehingga menurut kami yang awam ini, semua perlakuan dan aturan kendaraan bermotor yang diterapkan kepada alat berat dan alatalat besar adalah tidak relevan. Termasuk tentunya pengenaan pajak alat berat yang disamakan dengan kendaraan bermotor. Apabila pemerintah ingin memungut pajak terhadap alat berat, tentunya harus diatur dengan peraturan dan perundang-undangan lainnya yang benar secara tepat. Saya kira sekian kesaksian saya. Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Wassalamualaikum wr. wb. 45.
KETUA: ANWAR USMAN Waalaikumussalam wr. wb. Ya, terima kasih, Saksi. Tadi ada beberapa keterangan yang bernuasa, ya, pendapat ahli. Jadi yang dipertimbangkan itu keterangan sebagai saksi sesuai dengan sumpah tadi. Baik, dari Pemohon, apa ada hal-hal yang ingin didalami?
30
46.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Terima kasih, Yang Mulia. Dari seluruh keterangan Ahli dan Saksi, saya pikir cukup, hanya satu pertanyaan sebagai penutup bagi kami untuk dijawab oleh Prof ... Profesor Laica Marzuki. Kami ingin menanyakan, Prof, terkait dengan sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat mengikat dan ... apa ... berlaku secara umum. Sejauh mana sifat mengikat dari putusan Mahkamah Konstitusi ini yang bersifat erga omnes? Apakah putusan Mahkamah Konstitusi ini hanya berlaku pada undang-undang yang di uji, ataukah berlaku juga terhadap peraturan perundang-undangan di bawahnya, ataukah juga berlaku terhadap peraturan perundang-undangan, atau undang-undang ke samping? Demikian, Yang Mulia, terima kasih.
47.
KETUA: ANWAR USMAN Dari Kuasa Presiden, cukup? Baik. Dari Meja Hakim? Ya, dari sebelah kanan dulu. Silakan, Yang Mulia Prof. Saldi.
48.
HAKIM ANGGOTA: SALDI ISRA Terima kasih. Pertanyaan pertama saya arahkan kepada Saksi Pak Tjahyono Imawan, ya. Di poin akhir, poin ketiga keterangan Saksi itu mengatakan begini, “Ini menunjukkan bahwa kami para pengguna alat berat bukan mau menghindar membayar pajak, tetapi kami mau menempatkan penagihan pajak ini secara benar dan terukur.” Nah, pertanyaan kami atau pertanyaan saya, apa yang selama ini tidak benar yang Saksi alami dan apa selama ini yang tidak terukur? Karena ada penje ... ada keterangan di sini. Mohon ini dijelaskan kepada kami untuk memperkuat keterangan Saksi. Yang kedua, kepada Prof. … Ahli, Prof. Laica Marzuki di halaman 4 keterangannya di sebutkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut membuktikan alat berat bukan objek pajak kendaraan bermotor. Bisakah ini dimaknai bahwa kalau dia tetap dikenai pajak, tetapi bukan objek pajak kendaraan bermotor, apakah diperbolehkan? Terima kasih.
49.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Yang Mulia Pak Wahiduddin.
31
50.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, ini sebetulnya mungkin juga nanti Pemerintah untuk menambah penjelasan, tapi juga dari Ahli yang ketiga yang menyatakan bahwa pajak terhadap alat berat ini dapat saja dikenakan, tapi tidak atas nama kendaraan bermotor. Karena putusan MK dan juga UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009. Ini kan tadinya merujuk pada UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 yang lebih dahulu, yang Undang-Undang tentang LLAJ, itu Nomor 22 Tahun 2009. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, 28. Sehingga memang tadinya merujuk ke sana. Tapi tadi ini sudah terjadi dalam pelaksanaannya, ini terkait juga nanti tentu apakah sudah ada harmonisasi dari Kementerian Keuangan, ketika Kemendagri membuat ... apa ... surat edaran kepada gubernur seluruh Indonesia, 9 April 2017. Setelah adanya putusan MK, lalu kemudian beberapa pihak keberatan, bahkan minta ditunda pembayarannya, bahkan ada yang sudah menyatakan karena putusan MK tidak menggolongkan alat berat itu sebagai kendaraan bermotor, lalu tidak melakukan pembayaran pajaknya. Sehingga dilaporan dari Kementerian Keuangan itu yang 2015 yang dilaporkan, yang dikirim tadi Bu Tio, 2016 belum dilaporkan. Padahal di bukti dari Pak Pemohon, itu yang 2016 ada yang sudah bayar, ya, saking patuhnya ini. Tapi, di Surat Edaran Mendagri, itu 9 April yang menyatakan, “Selanjutnya tarif PKB dan BBNKB untuk kendaraan bermotor alat berat dimaksud supaya ditetapkan di bawah tarif kendaraan bermotor lainnya dalam rangka mengakomodir keberatan beberapa asosiasi perusahaan alat berat, sehingga tarif PKB dan BBNKB dimaksud sebagai berikut.” Jadi, hanya diturunkan saja, tidak dijelaskan ini apa masih tergolongkan bermotor. “Satu, PKB paling rendah 01% dan paling tinggi sebesar 02%.” Sementara peraturan pemerintah yang tadinya 65 Tahun 2001 sebesar 0,5%, selanjutnya begitu. Nah, ini apakah ... ini peraturan di bawah undang-undang. Misalnya, ini misalnya saja. Terkait permohonan ini kabul misalnya, tentu ini harus diuji lagi kan ke Mahkamah Agung, ya. Artinya ber ... tidak berlaku erga omnes tadi, baik vertikal maupun horizontal. Nah, pertanyaan saya kepada Ahli, apakah surat edaran yang ini karena ini hanya menyatakan, ya, supaya tetap ada pajaknya, sementara ada keberatan-keberatan. Nah, supaya keberatan itu jadi ringan, diringankan saja tarifnya. Padahal keberatan itu terkait bahwa ini bukan jenis kendaraan bermotor lagi. Nah, tapi tidak jelas digolongkan apa ini. Yang jelas karena orang keberatan, ya, diringankan. Padahal keberatan itu bukan lawan keringanan, ya. Keberatan itu bisa saja minta supaya … tarifnya enggak masalah, mungkin, tapi dia bukan jenis kendaraan bermotor. Nah, ini terkait Pemerintah, apakah ini pada waktu menyusun edaran dari Mendagri, yang contoh pada gubernur ini, sudah memang … apa … disingkronkan? Yang penting untuk pertama ini diturunkan saja tarifnya, bukan dipersoalkan lagi, apakah ini masih masuk jenis bermotor 32
atau tidak. Turunin tarifnya saja, supaya arti keberatan itu menjadi keringanan, gitu ya. Jadi, saya minta kepada Ahli, apakah sudah cocok seperti ini atau harus apa … jenis pajak yang lainnya? Termasuk ke Pemerintah, apakah penurunan ini sudah disepakati Bersama? Nah, sehingga nanti tidak dipersoalkan, apakah terkait keputusan MK itu berimplikasi supaya ketentuan yang ada di Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah nanti juga akan terkena, termasuk putusan MK itu. Terima kasih. 51.
KETUA: ANWAR USMAN Yang Mulia Ibu Maria.
52.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Ya, saya hanya akan menanyakan, tetapi saya juga melihat bahwa tadi dikatakan bahwa Undang-Undang tentang Pajak Daerah ini yang memberikan rumusan tentang kendaraan bermotor termasuk alat-alat berat ini baru muncul setelah UndangUndang 34 Tahun 2000. Mungkin hal ini juga berkaitan dengan berlakunya secara efektif Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dimana ada otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada daerah kabupaten/kota untuk mencari PAD sendiri, sehingga di sana mungkin muncul di sana. Tetapi dalam kenyataannya, sekarang ada beberapa undangundang dimana antara undang-undang yang satu dengan undangundang yang lain kadang-kadang memiliki materi yang sama atau substansi yang sama, tapi kemudian memberikan rumusan yang berbeda atau dengan undang-undang yang berbeda mempunyai rumusan yang sama. Seperti sekarang ini banyak pasal-pasal dalam KUHAP yang kemudian dipertentangkan dengan Undang-Undang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, sehingga banyak putusan kita seperti undang-undang yang dimohonkan pengujian ini, UndangUndang Lalu Lintas yang sudah kita putuskan, tapi dalam UndangUndang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, itu dimunculkan hal yang sama. Pertanyaan saya kepada Prof. Laica Marzuki. Sampai sejauh mana sebetulnya prinsip erga omnes itu berlaku? Karena selalu bahwa putusan sudah ada, tapi kemudian dimasukkan lagi di dalam undang-undang yang lain dengan substansi yang sama. Sehingga apakah kalau kita melihat pada erga omnes itu, apakah pasalnya yang harus sama atau substansinya yang sama? Terima kasih, Prof.
33
53.
KETUA: ANWAR USMAN Lanjut sebelah kiri, Yang Mulia Pak Palguna.
54.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saya mau tanya satu hal ini pada kawan saya yang lama ndak ketemu, Bu Hj. Dr. Kania Sugiarti. Begini, ya kita tahu soal pajak itu, sejak belajar ilmu negara itu bagian dari exorbitante rechten atau negara, sehingga memang apa yang ada … tapi ada keharusan bagi negara untuk menentukan tatbestand dari ini sebelum pajak dipungut itu, kan begitu. Nah, kalau tadi Ibu Ahli, Ibu Dr. Dewi Kania mengatakan, kan ini merupakan bagian dari kewenangan negara, dasar kewenangan itu diperoleh harus berdasarkan undang-undang, tetapi kemudian apakah kewenangan ini mau dilaksanakan atau tidak, itu terserah kepada yang diberikan kewenangan dengan memperhatikan dampak sosial, ekonomi, dan ekologisnya, salah satunya itu, dan tentu harus mempertimbangkan prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Nah, pertanyaannya kemudian begini. Apabila keputusan untuk tidak melaksanakan kewenangan itu ndak dilaksanakan, apakah itu juga harus dididasarkan pada undang-undang ataukah itu merupakan ruang yang diperoleh oleh pejabat tata usaha negara berdasarkan prinsip freies ermessen, sehingga tidak memerlukan … apa … landasannya dalam undang-undang? Jadi itu cukup dari penilaian pejabat tata usaha negara saja bahwa oh, ini dampak sosialnya akan tinggi, oh ini dampak ekonominya akan besar, oh ini tidak adil, dan sebagainya. Sehingga sudahlah, kita tidak perlu berlakukan pemajakan terhadap suatu objek, walaupun oleh undang-undang yang mempunyai kewenangan untuk itu. Apakah begitu maksudnya dari keterangan keahlian tadi? Itu saja. Terima kasih, Yang Mulia.
55.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Yang Mulia Pak Suhartoyo.
56.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua. Begini, Para Ahli dan Pemohon, ya. Kalau kita mencermati Putusan Nomor 3 itu memang sudah klir, ya, sudah klir ketika itu dikaitkan pada saat permohonan itu diajukan, kan dikaitkan dengan soal teknis dan jenis, tidak kemudian ketika dikaitkan dengan pengenaan pajak yang hari ini dipersoalkan. Jadi, menurut saya atau ini saya tanyakan kepada Pemohon dan tadi khususnya kepada Saksi juga yang mewakili para pengusaha. Jadi 34
ketika ini kemudian ditempatkan, pengenaan pajak ini ditempatkan pada tempatnya, artinya tidak ada keberatan untuk membayar pajak. Kalau demikian, kalau seandainya nanti Mahkamah menempatkan pada tempatnya bagaimana? Siap juga? Ya, konsekuensinya begitu. Oke. Karena Mahkamah bisa memaknai kembali dengan pasal-pasal yang ada itu untuk dikaitkan dengan makna secara kontekstual nanti. Satu itu. Kemudian, yang kedua saya tanyakan kepada Ahli dua-duanya karena keterangannya juga hampir mirip, Ibu. Bahwa sebenarnya kalau tujuan daripada pengenaan pajak, di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 itu kan yang utama adalah untuk kemandirian, pemerintah daerah, dan pelaksanaan pemerintah daerah. Artinya, di situ ada beban-beban pemerintah daerah itu ketika harus melaksanakan kemandirian dan pelaksanaan di dalam pemerintahannya itu, kontennya banyak sekali, mengandung masalah sosial, ekonomi, kemudian bagaimana harus menyejahterakan rakyat, membuat rakyat harus sehat, pendidikan harus maju. Nah, hal ini kalau dikaitkan dengan ... apa ... isu hari ini yang diangkat oleh Para Ahli bahwa sebenarnya pengenaan pajak kendaraan bermotor tidak tepat hanya karena alasan operasionalnya tidak di jalan, tidak merusak jalan. Kemudian kalau secara a contrario kita cari alasan yang secara faktual, memangnya kendaraan-kendaraan berat yang dioperasionalkan di pabrik-pabrik di perusahaan itu tidak ada dampaknya? Di situ menimbulkan kebisingan, mungkin juga polusi, khusus untuk alat beratnya itu sendiri. Ibu-Ibu dari Bandung saya kira yakin di sana juga banyak pabrik dan perusahaan yang menggunakan alat-alat berat. Ketika kemudian itu diperbandingkan antara merusak jalan dengan merusak lingkungan barangkali, apakah juga tidak relevan kalau kemudian pengenaan pajak itu dipungut dari sisi itu demi tujuan kemandirian dan pelaksanaan pemerintah daerah tadi? Jadi, sekali lagi ini juga barangkali nanti bisa menjawab bahwa kalau benar ditempatkan pada tempatnya akan sepakat untuk membayar, sekalipun pada tarif yang semestinya. Tidak lagi minta dimurahkan seperti yang disampaikan Pak Wahid, tentunya malah ini produksi yang saya kira beda lho, hasil produksi yang Saksi katakan tadi sudah bayar PPh dan PPN, saya kira agak berbeda, ada proses-proses di situ yang kemudian memang berdampak. Beda dengan ketika barang itu sudah jadi, kemudian mau di-launching bayar PPN, PPh itu mungkin itu segmen yang berbeda saya kira. Saya minta pandangan Ahli. Kemudian apakah bisa objek alat berat yang tidak ada di jalan, tapi kemudian dampaknya seperti itu bisa juga mempunyai alasan yang kuat untuk dikenakan pajak? Itu saja untuk dua Ahli, terima kasih.
35
57.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terakhir, Yang Mulia Pak Manahan.
58.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Hanya singkat saja ini, kepada Ibu Ahli Dewi Kania Sugiharti, ya, Ibu sebagai Ahli hukum yang ada hubungannya dengan perpajakan ini tadi, Ibu sudah menguraikan tadi bagaimana caranya dasar-dasar ketentuan pengenaan pajak. Nah, dalam hal ini kita melihat adanya keberatan dari Pemohon ini terutama, ya, atau para pengusaha yang memiliki alat-alat berat ini. Mereka dalam konteks pajak yang jenisnya sekarang ini disebut sebagai pajak kendaraan bermotor, mereka ini kan keberatan. Nah, keberatan ini tentu dengan alasan-alasan tadi yang sudah dikemukakan, gitu. Nah, menurut Ibu secara prosedur hukum umum atau hukum perpajakan, bagaimana proses yang seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah? Ini nanti bisa juga ditanggapi oleh Pemerintah. Bagaimana untuk mencari solusi agar pembayaran pajak ini tidak mandek, sehingga proses pekerjaan dari yang menggunakan alatalat ini bisa berjalan dan juga kewajiban mereka bisa dilaksanakan dan juga perpajakan ini bisa terlaksana dengan baik. Apa yang kira-kira solusi yang tepat dalam kondisi yang sekarang ini? Karena memang mengingat ini kan mestinya ada proses ataupun apa istilahnya, ya, waktu ... tenggang waktu dalam hal adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor ... Nomor 3 tadi. Tentu ini kan tidak langsung atau berakibat … apa namanya itu ya ... tidak langsung harus dilakukan, tentu ada proses-proses. Nah, proses inilah yang mungkin bisa Ibu jelaskan selaku Ahli, bagaimana ini bisa dilakukan dan bisa diterima oleh Pihak Pemerintah, bagaimana caranya dan oleh Pihak Pemohon, bagaimana mereka bisa menerima itu? Barangkali itu saja dari saya, Yang Mulia. Terima kasih.
59.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Silakan, mungkin dimulai dari Yang Mulia Prof. Laica. Ya, langsung ke to the point saja, beberapa tanggapan atau pertanyaan. Silakan, Prof.
60.
AHLI DARI PEMOHON: LAICA MARZUKI Pertama-tama kepada Saudara Kuasa Pemohon dan juga saya tujukan kepada Yang Mulia Prof. Maria ... Maria Farida Indrati.
36
Sejak dibentuknya verfassungsgerichtshoff, Mahkamah Konstitusi yang pertama di dunia yang diadopsi dalam konstitusi Austria dalam bulan Oktober tahun 1920, itu sudah dikenal bahwa putusan verfassungsgerichtshoff Mahkamah Konstitusi itu sifatnya adalah erga omnes. Menurut kamus hukum Fockema Andreae, dikatakan, “Erga omnes itu sebagai penggalan bahasa latin, itu berarti gegen alles. Gegen alles berarti tertuju kepada semua. Artinya dengan putusan verfassungsgerichtshoff, dengan putusan Mahkamah Konstitusi itu, maka semua subjek hukum terikat. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang sifatnya erga omnes, maka itu juga berlaku mengikat. Bukan hanya kepada semua subjek hukum, tetapi juga berlaku mengikat pada peraturan perundangan-perundangan, juga berlaku mengikat ke samping. Dan dalam kaitan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 ... Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2015, tanggal 31 Maret 2016, ini juga mempunyai kekuatan mengikat yang sifatnya erga omnes. Mengikat semua subjek hukum, mengikat semua badan hukum termasuk badan hukum, juga mengikat para fiskus pemungut pajak, dia harus tunduk kepada ini. Jadi itu ... itu maksudnya erga omnes. Nah, dalam kaitan apa yang dipertanyakan oleh Yang Mulia Prof. Dr. Saldi Isra dan Yang Mulia Dr. Wahiduddin Adams. Ke depan ... sebetulnya ke depan, tidaklah apa-apa, tidaklah mengapa, apabila alat berat itu dikenakan pajak, dijadikan objek pajak sepanjang secara konstitusional harus sesuai dengan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Artinya, ditetapkan secara konstitusional, suatu objek pajak itu ditetapkan berdasarkan undang-undang. Dalam hukum dikatakan bij wet geregeld. Tidak ada suatu pengenaan pajak tanpa undang-undang karena kalau itu terjadi, Yang Mulia ... Majelis Yang Mulia, terjadi pelanggaran konstitusi. Jadi, jawaban saya, apabila ke depan akan ada penetapan pajak, menjadikan alat berat sebagai objek pajak, ya, itu tidak apa-apa, sepanjang itu ditetapkan oleh undang-undang. Tetapi berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2015, sudah dikatakan tadi, oleh ... sudah dikatakan, “Oleh karena alat berat bukan mode kendaraan bermotor, tetapi sebagai alat trans ... alat produksi.” Maka dia tidak boleh dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang LLAJ yang ada sekarang ini ... berdasarkan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi. Demikian juga kepada Yang Mulia ... Yang Mulia Dr. I Dewa Gede Palguna, ya. Constitution is de hoogste wet, konstitusi adalah tata urutan peraturan perundang-undangan yang tertinggi. Adapun misalnya dalam kaitan ini, maka overheid, maka administrasi negara menegakkan apa yang ditentukan oleh undang-undang. Itu enggak ada masalah, ditegakkan oleh administrasi negara. Dia berupaya untuk menegakkan, tetapi penegakannya berkenaan dengan pajak adalah bij wet geregeld,
37
ditentukan oleh undang-undang, sehingga menurut konstitusi seperti yang saya katakan tadi, tidak bakal ada subjek pajak tanpa objek pajak, dan objek pajak itu ada hanya atas dasar undang-undang (bij wet geregeld). Demikian perjelasannya. 61.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Dr. Dewi silakan.
62.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Terima kasih atas kesempatannya. Ada beberapa pertanyaan untuk diri saya sendiri terkait masalah pajak ini, yang pertama dari Yang Mulia Bapak Hakim Wahiduddin Adams. Pak, maaf, ya, kalau ada salah sebut nama. Berkaitan dengan pertanyaan Bapak, sebenarnya apalagi hubungannya dengan peraturan menteri, atau misalnya keputusan menteri, ataupun SE Mendagri misalnya, atau apa namanya berkaitan dengan masalah tarif pajak. Pada dasarnya secara hukum pajak yang namanya subjek, tarif, dan objek pajak, itu mutlak itu harus diatur dengan undang-undang, kecuali undang-undang pajaknya sendiri memberikan pendelegasian kepada peraturan yang lebih bawah, itu dimungkinkan. Seperti misalnya di dalam undang-undang pajak penghasilan ada yang namanya penghasilan tidak kena pajak, itu diserahkan kepada Menteri Keuangan untuk menyesuaikannya, tapi itu pun dengan konsultasi dengan DPR tentunya. Karena apa? Karena tarif itu adalah menentukan besar kecilnya pajak yang terutang dan itu menentukan beban bagi rakyat, itu seperti itu, Pak, ya. Jadi kalau tadi ... kemudian diadakan surat edaran, Pak, ya, kalau tidak salah ya, surat edaran. Itu kan surat edaran itu sebagai orang hukum kita semua tahu bahwa itu tidak mengikat tentunya, namanya edaran, begitu kan, daya mengikatnya di mana? Di dalam struktur perundangundangan pun itu kan tidak masuk di sana, itu justru lebih ke beleidsregel, kan begitu, peraturan kebijakan itu mungkin hanya untuk mengatasi sesuatu. Tetapi dalam hukum pajak, demi kepastian hukum sesuai dengan asas hukum pajak serta inti, itu asas yang kedua dari Adam Smith, atau yang kembangkan oleh sarjana-sarjana lain sebagai asas yuridis, itu mutlak harus adanya undang-undang atau ditunjuk oleh undang-undang itu kepada peraturan mana, begitu. Itu harus secara tegas, jadi tidak bisa begitu saja tiba-tiba diatur, apalagi itu penurunan tarif, gitu. Nah, solusinya bagaimana? Ya sebenarnya kalau kita perhatikan juga, kalau saya coba kaitkan dengan undang-undang keuangan negara, yang punya wewenang berkaitan dengan pajak adalah kementerian
38
keuangan, itu jelas-jelas di dalam Pasal 9 kalau tidak salah di UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003. Nah, sementara kementerian lain, itu hanya kewenangannya dalam penghimpunan penerimaan negara bukan pajak. Jadi kalau berurusan dengan pajak kalaupun itu pajak daerah, ya, itu mungkin daerah dianggapnya ada korelasi dengan kementerian dalam negeri, gitu, Pak, ya. Tapi kalau pajaknya sendiri adalah sebenarnya core bussiness-nya dari Kementerian Keuangan, itu. Nah, itu. Jadi yang punya kewenangannya, yang diberikan kewenangannya adalah di Kementerian Keuangan, itu untuk pajak pusat. Kemudian untuk pajak daerah memang di undang-undang keuangan negara, keuangan daerah itu diserahkan kepada bupati, walikota, gubernur, begitu, jadi ada otonominya di sana. Nah, jadi sebenarnya kalau misalnya undangundang tadi undang-undang ... apa ... pajak daerah dan retribusi daerah sudah jelas-jelas mengharuskan adanya perda, ya, dengan perda itulah, itu. Kemudian, ya, memang kalau cuma hanya sekadar menyerahkan ... memberitahukan bahwa ini sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan, itu kan tidak jadi permasalahan. Tetapi kalau sampai mengubah tarif, itu kan, itu sudah ranahnya berbeda. Jadi sebenarnya perubahan tarif itu tidak dengan surat edaran atau peraturan yang lebih rendah dari undang-undang sepajang tidak ditentukan oleh undang-undangnya sendiri. Kemudian pertanyaan dari Yang Mulia Bapak Hakim I Dewa Palguna. Negara betul menentukan tatbestand-nya, itu saya ulangi lagi bahwa tadi tatbestand itu kan ada peristiwa, perbuatan, dan keadaan. Nah, tiga hal pokok itu yang kemudian nanti akan ditarik menjadi objek pajak. Nah, itulah yang ditentukan. Tetapi negara sebelum menjalankan kewenangannya, tentu harus ada analisis dulu terhadap kondisi-kondisi dimana sesuatu itu bisa dikenakan pajak, itu yang disebut kondisinya ekonomis misalnya, atau kondisi sosiologis, atau kondisi ekologis. Misalnya negara mau menentukan, “Oh, ini terhadap hal ini harus kena pajak.” Karena apa? Karena itu merusak lingkungan. Nah, itu bolehboleh saja, tidak jadi persoalan karena itu kewenangan negara. Nah, itu berarti negara telah menjalankannya dalam fungsi pajak yang reguleren, gitu. Mengatur, gitu. Tidak hanya melulu melihat uangnya, tapi justru ada korelasi dengan tujuan negara melindungi lingkungan hidup, misalnya seperti itu, Pak. Jadi, kalau misalnya tadi ... sudah sekarang, tatbestand-nya sudah ditentukan oleh undang-undang. Sepanjang tidak ada perubahan terhadap undang-undang tersebut, baik itu dengan putusan yudikatif atau Mahkamah Konstitusi misalnya, atau peraturan undang-undang yang lain, itu, ya, memang harus dijalankan. Misalnya, sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi, ini kan tidak ada persoalan dengan misalnya dengan adanya pajak kendaraan bermotor ditarik untuk alat berat karena di undang-undangnya memang seperti itu. Kan, seperti itu 39
masalahnya, ya? Walaupun itu berbeda dengan Undang-Undang PDRD sebelumnya gitu, di Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Tapi karena undang-undang menentukan seperti itu, ya ... ya, dijalankan, itu ... dan itu diturunkan di dalam perdanya. Tetapi, bukan kemudian berarti pemda tidak bisa mengecualikan. Bisa mengecualikannya, jika memang itu merasa, “Ah, itu tidak ada potensinya di daerah saya.” Atau pun kalau ada potensinya, “Ya, kalau misalnya ini tetapi ditarik, maka akan jadi beban juga buat pengusaha. Nanti bagaimana kalau pengusahanya kabur?” Kan begitu, ya? Itu ada pertimbangan-pertimbangan nonyuridis tentunya dalam penentuan pajak. Karena bagaimana pun, yang namanya pajak, itu tidak semata-mata bicara soal hukum, tapi entry point-nya justru dari bicara korelasi ekonomi. Di dalam perekonomian negara yang baik, maka pajak akan berjalan dengan baik. Sebaliknya, kalau perekonomian negara terpuruk, maka pajak jangan diharapkan dapat banyak, gitu. Karena apa? Ya, orang kayalah yang membayar pajak. Gitu, kan? Orang mampulah yang abilty to pay-nya untuk membayar pajak itu kuat, begitu. Kita bisa bayangkan, kalau keadaan ekonomi kita hancur, kemudian dipaksakan ada pajak, ya, jangankan untuk bayar pajak, ya, kan? Untuk hidup sehari-hari, rakyat juga mungkin susah. Kan, seperti itu. Nah, di situlah, maka akan terasa adanya ketidakadilan dari pemungutan pajak. Nah, ketidakadilan pemungutan pajak inilah yang nanti akan menimbulkan apa yang disebut perlawanan pajak, baik perlawanan yang secara langsung menabrak undang-undangnya atau yang perlawanan dengan cara lain, misalnya tidak menabrak undangundang. Tapi misalnya, pengusahanya begini, Pak, kalau, “Ah, ini terlalu banyak pajak ini di daerah sini. Saya alihkan saja ke tempat lain.” Atau “Di Indonesia kok terlalu banyak pajak, ya? Pungutan lain banyak juga. Bagaimana kalau saya alihkan ini usaha saya ke negara lain?” Kan, itu buat negara juga susah, ya. Nah, dengan adanya misalnya kebijakan dari pemerintah untuk melakukan insentif bagi penanaman modal dari luar untuk investasi, itu juga kan mengurangi jenis pajak, Pak. Mengurangi tarif dan lain-lain, itu juga kebijakan pemerintah untuk memasukkan dana ke sini dan pajaknya dikorbankan dulu untuk sementara tentunya. 63.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya (...)
64.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Dan di sinilah yang fungsi (...) 40
65.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Yang saya pertanyakan ini, Bu Dewi. Kalau kewenangan negara untuk memungut pajak sudah jelas ditentukan dalam undang-undang (...)
66.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Ya.
67.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Apakah … apa namanya ... kebijakan untuk menggunakan kewenangan itu, apakah harus dilaksanakan kewenangan itu atau tidak dilaksanakan? Itu apakah diserahkan sepenuhnya pada pertimbangan eksekutif selaku fiskus ataukah itu harus memerlukan persetujuan dari representasi rakyat dan sebagainya? Itu maksud saya.
68.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Intinya kan, saya tadi katakan juga di awal bahwa itu keberkaitan dengan pajak, berkaitan bukan hanya Pasal 23A, tapi juga berkaitan dengan Pasal 21, Pasal 20 di Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jadi, itu harus ada pelibatan dari rakyat. Rakyat harus ditanya, “Setuju, enggak, ada pajak?” “Kalau tidak setuju, oke.” Gitu, kan. Seperti itu. Berarti, prosedurnya untuk kita adalah persetujuannya dari mana? Kan tidak ditanya satu-satu ke rakyat karena itu tidak mungkin, tapi ke DPR tentunya, kan seperti itu. Apa yang diputuskan oleh ... menjadi keputusan DPR, itu dianggap merupakan keputusan dari rakyat.
69.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Artinya ... apa namanya ... kalau misalnya mau meniadakan pungutan seperti ini, pajak daerah ini kan ada di ... misalnya di Bali, ada ... kalau enggak salah Yogyakarta juga yang diterangkan oleh ... disampaikan oleh Pemerintah. Dia sebenarnya mempunyai kewenangan untuk memungut pajak atas alat berat ini?
70.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Ya.
41
71.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Tapi dia tidak melaksanakan pemungutan atas pajak itu? Maksud saya, itu apakah murni tindakan eksekutif sendiri boleh melakukan itu (...)
72.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Nah, kalau itu (...)
73.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ataukah harus ada dasarnya?
74.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Kalau itu ... maaf, Pak. Kalau itu, itu berarti kan pemerintahnya, gubernurnya atau bupati/walikotanya itu memiliki kebijakan yang lain. Karena apa? Dia melihat, mungkin potensinya untuk mengisi PAD, bisa dari sumber lain. Kan, yang paling paham itu sebenarnya ... mohon maaf, ini adalah dari kalangan eksekutif. Jadi, kalau itu sudah terpenuhi, ya, sebenarnya tidak perlu. Sehingga tidak usah diajukan R ... ranperda untuk pajak daerahnya. Kan, seperti itu, gitu. Tapi, kalau sudah ternyata dibuat perdanya, kemudian itu mau diubah, baru itu harus ada persetujuan lagi dari DPRD-nya. Kan seperti itu, Pak. Itu ... itu pendapat saya. Kemudian (...)
75.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Saya boleh menambahkan, Ibu?
76.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Ya.
77.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Jadi, dengan putusan MK yang menyatakan alat berat itu bukan termasuk di dalam Undang-Undang Angkutan Jalan ini, jadi kita mengatakan itu bukan objek dari Undang-Undang Angkutan Jalan, ya. Boleh, tidak, kemudian karena putusan MK, itu kan sebetulnya setingkat dengan undang-undang, walaupun jenisnya beda, boleh, enggak, kemudian, daerah mengatakan tidak perlu menerapkan undang-undang ini?
42
78.
AHLI DARI PEMOHON: DEWI KANIA SUGIHARTI Itu saya pikir, itu bisa, Bu, seperti itu. Bukan bisa, memang ... memang harusnya seperti itu, gitu kan karena memang sudah ada putusan MK yang setara dengan undang-undang, berarti telah menyediakan dari sumbernya. Artinya, cahaya dari sumbernya sudah diambil, berarti ke bawahnya tidak ada lagi, kan? Seperti itu. Itu pikiran saya. Jadi, kalau sumber cahayanya sudah diambil, ya, ke bawahnya juga tidak ... tidak ada lagi. Itu, Bu. Ya, kemudian ada satu pertanyaan lagi tadi dari bapak … eh, dua, ya, dari Pak ... Bapak Hakim Suhartoyo mengenai tujuan pengenaan pajak daerah. Betul, Pak, itu adalah tujuan pengenaan pajak daerah itu adalah untuk kemandirian daerah, tetapi bukan berarti kan itu suatu kewajiban. Karena menurut pendapat saya, daerah itu tidak punya kewajiban memungut pajak, tetapi dia mempunyai wewenang. Arti wewenang itu bisa dijalankan bisa tidak, ya kan? Seperti misalnya Undang-Undang PPRD-nya sendiri. Kalau potensinya ada, silakan. Tapi kalau kemudian pemerintah daerah menyatakan itu tidak perlu, misalnya PAD-nya sudah tercukupi, ya, tidak perlu juga karena misalnya dia bisa mandiri, bahkan tidak meminta dana dari pusat juga, gitu kan, tapi sudah punya sumber daya alam misalnya atau apa yang memang mencukupi untuk PAD dan APBD-nya, itu bisa juga tidak dipungut seperti itu. Karena mungkin akan menyejahterakan rakyatnya dengan tidak memunguti pajak, itu seperti itu, kebijakannya ada di pemerintahnya sendiri. Itu barangkali untuk bapak ini ... Bapak Suhartoyo. Kemudian yang tadi, alat-alat berat ada di pabrik-pabrik. Nah, saya tidak tahu persis alat berat yang ada di pabrik-pabrik atau itu kategorinya alat berat atau hanya karena besar saja, kemudian ... itu mungkin Ibu Susi bisa bantu saya untuk jawab, ya. Kemudian dari Pak Manahan. Kemudian berkaitan dengan masalah solusi yang di ... supaya win-win solution barangkali, ya. Dari pemerintah daerah juga tidak rugi, dari untuk ... dari Pemohon juga bisa terakomodasi kepentingannya, seperti itu. Nah, kalau seperti saya kan, begini, tidak berbicara soal untung-rugi dan pendapat saya itu netral mau digunakan oleh siapa pun juga silakan, begitu. Cuma begini, kalau sudah memang sudah tadi saya katakan sumber cahayanya sudah diambil, berarti ke bawah tidak ada lagi, kan begitu. Ya, itu jadi bisa ditutup. Nah, jadi artinya mungkin saat ini pemerintah daerah tertentu karena tidak semua pemerintah daerah juga mengambil pajak kendaraan bermotor atas alat berat ini karena mungkin di daerahnya tidak ada, tidak ... apa namanya ... jadi tidak potensi juga. Mungkin saat ini sejak ada putusan MK tadi sampai saat ini sebelum ada perubahan itu, maka menjadi kekurangan hasilnya, gitu. Tapi kalau dilihat lagi kan, masih banyak kendaraan-kendaraan ini pertambahannya, semakin banyak kendaraan bermotor, bahkan saya pernah menelusuri 43
yang namanya KTMDU (Kendaraan Tidak Melakukan Daftar Ulang). Di Jawa Barat saja, itu ada 44% tidak melakukan daftar ulang. Artinya, dia tidak membayar pajak kendaraan bermotor, padahal tiap hari wara-wiri di jalan. Terus di daerah-daerah lain juga sama, hampir sekitar 40% rata-rata menjadi KTMDU (Kendaraan Tidak Melakukan Daftar Ulang). Nah, kalau potensi itu bisa dioptimalkan oleh pemerintah daerah, maka itu bisa dikejar sebenarnya di sana, daripada misalnya hanya alat berat yang sebenarnya tadi cahayanya sudah diambil itu. Itu jadi untuk pemerintah daerah, ya, lebih baik mengoptimalkan pajak kendaraan untuk memang kendaraan yang memang berlalu-lalang di jalan, apalagi sekarang misalnya pemerintah daerah tertentu juga sudah memberikan kebijakan melalui disinsentif pembebasan BBNKB. BBNKB dibebaskan, tujuannya apa? Biarlah BBNKB-nya dibebaskan supaya orang itu mau mengalihkan kendaraan bermotornya ke daerah dia, tapi kenyataannya tidak demikian. Di Bandung banyak seliweran letter D, di Kalimantan Timur saya lihat banyak kendaraan B dan D, itu. Ketika ditanya kenapa? “Itu hanya untuk prestise, Ibu.” Katanya, padahal pemerintah daerah yang bersangkutan adalah menjadi rusak jalannya, kan karena dikendarai oleh orang-orang Bandung, orang Jakarta, di sana rusak jalannya, tapi kan pajaknya ke Jawa Barat, ya kan pajaknya ke DKI, seperti itu. Kalau bisa dioptimalkan dari sana itu, insya Allah akan menambah pendapatan daerahnya. Itu barangkali yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 79.
AHLI DARI PEMOHON: LAICA MARZUKI Yang Mulia, saya ingin tambahkan lagi, Pak, ya.
80.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, silakan.
81.
AHLI DARI PEMOHON: LAICA MARZUKI Majelis Hakim Yang Terhormat. Saya ingin memberikan catatan kaki kepada apa yang dikemukakan oleh Yang Mulia Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna. Sebagaimana Yang Mulia maklum bahwa prinsip administrasi negara di Indonesia itu berlaku apa yang dinamakan wetmatigheid van bestuur, artinya administrasi negara yang menggunakan kewenangannya berdasarkan undang-undang. Ketika dia menggunakan kewenangannya adalah atas dasar undang-undang. Dalam kaitan ini, ketika administrasi negara (bestuur) menegakkan undang-undang, maka dalam kaitan pajak Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 itu, secara tegas dikatakan begini, Pak. 44
Bahwa hal perpajakan, itu diatur dengan undang-undang. Dalam hukum dibedakan makna diatur dengan undang-undang dan diatur dalam undang-undang itu berbeda. Berbeda pengertiannya in de wet … bij wet geregeld diatur dengan undang-undang dan diatur dalam undangundang. Persyaratan penentuan objek pajak di dalam konstitusi, bukan diatur dalam undang-undang, tetapi diatur dengan undang-undang. Kebetulan salah satu Hakim Konstitusi di sini Prof. Maria Farida Indrati, saya menghormati Ibu punya buku. Beliau ini ratunya peraturan perundang-undangan di Indonesia. Jadi ketika kita berbicara mengenai penegakan pajak, itu hanya bisa diterima, hanya bisa ditegakkan dikala diatur dengan undang-undang. Bukan diatur dalam undang-undang. Artinya, apabila ke depan, apabila ke depan, kelak diatur hal objek pajak bagi alat berat, maka itu hanya bisa apabila diatur dengan undangundang, bukan dalam undang-undang. Majelis Hakim Yang Mulia, sebelum kita mengakhiri persidangan yang mulia ini. Saya ingin menitikberatkan … ingin mempermalukan kepada … ingin mempermaklumkan kepada Majelis bahwa Para Pemohon di sini mengemukakan keluh kesahnya, bukan berkehendak untuk menghindari pajak. Mereka bukan mau membangkang membayar pajak. Tetapi menghendaki agar mereka, ya, dikenakan pungutan pajak yang benar sesuai konstitusi. Karena masalah pajak adalah masalah constitutional question, adalah masalah konstitusi. Demikian, Yang Mulia. Supaya tidak salah pahami. Para Pemohon di sini datang ke hadapan Yang Mulia, mengemukakan keluh kesahnya, bukan mau menghindari pajak. Tapi dia supaya kelak ketika dia … ketika alat berat, alat berat ditentukan sebagai objek pajak, maka itu hanya dapat diberlakukan apabila diatur dengan undang-undang (bij wet geregeld). Terima kasih. 82.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih, Prof. Terakhir, Saksi, ada yang ditanyakan tadi?
83.
SAKSI DARI PEMOHON: TJAHYONO IMAWAN Terima kasih, Majelis Hakim Yang Mulia. Pertanyaan yang ditujukan kepada saya adalah dari Prof. Saldi Isra. Yang menyatakan apa yang selama ini tidak benar dan tidak terukur karena pengertian pajak ini dianggap tidak benar dan tidak terukur menurut persepsi kami. Tidak benar adalah karena penarikan pajak alat berat ini dikategorikan sebagai kendaraan bermotor. Karena tidak benar, menjadi tidak terukur. Contohnya adalah bahwa kalau tujuannya adalah ingin mengadakan registrasi, inventarisasi atas alat berat, maka tentunya kita harus mendapatkan semacam, satu, alat bukti kepemilikan. Misalnya, 45
BPKB atau registrasinya dalam bentuk STNK. Ini yang disebut oleh Pemerintah bahwa bisa memberikan dokumen yang meningkatkan nilai ekonomis yang saya koreksi tadi. Kenyatannya sampai sekarang, itu tidak ada BPKB atau STNK atas alat berat dan ini secara teknis sulit dilakukan. Kenapa? Pada BPKB dan STNK, itu disebutkan pada kendaraan bermotor disebutkan, mencantumkan kepada nomor rangka dan nomor mesin. Kita lihat pada alat berat, tidak mungkin dilakukan ini. Kenapa? Secara berkala, mesin itu ditukar, Majelis Hakim Yang Mulia. Kenapa? Karena pada waktunya itu akan harus dilakukan overhaul untuk tetap bisa berproduksi. Pada saat overhaul, itu dicopot mesinnya, diganti dengan mesin lain. Karena kalau overhaul itu bisa memakan waktu bulanan. Sebagai alat produksi, dia akan rugi kalau selama beberapa saat, beberapa waktu yang lama tidak beroperasi. Oleh karena itu, penetapan BPKB dan STNK tidak dapat dilakukan pada alat berat selama ini. Ini kesulitan pastinya, karena itu. Bukti registrasi di alat berat itu selalu berpindah-pindah. Kita alat berat, itu tidak … beda dengan mobil sebagai properti gitu ya, yang kita anggap sebagai barang kekayaan, bukan alat produksi. Itu pasti akan kita rawat terus. Bahkan kalau bisa … apa namanya … tidak dipakai supaya nilainya tetap tinggi, gitu, kalau bisa dinikmati saja. Tetapi alat berat itu akan beda. Hal lain, contoh lain adalah masalah penetapan nilai. Nilai terhadap pajak alat berat sendiri ini ditetapkan oleh Kemendagri, nilainya. Dan ini agak rancu kalau kita lihat, mungkin nanti kalau kita bisa bicara secara teknis lebih jauh, tim dari kita bisa menunjukkan bahwa nilainya itu agak aneh menurut kita karena misalnya perlakuan alat berat keluaran tahun 2010 misalnya, dengan 2015, itu bisa lebih tinggi 2010 misalnya, untuk alat jenis yang berbeda. Kemudian dengan jenis alat berbeda yang demikian banyak, itu juga nilainya agak rancu, agak tidak benar menurut kita. Kemudian penetapan tarif pajaknya sendiri. Ada alat berat yang beroperasi tidak di jalan raya, tetapi di daerah pertambangan dan sebagainya. Itu ditetapkan sama dengan alat-alat berat lain yang beroperasi di jalan raya. Dan ini sebagian daripada anggota kita karena tidak ingin terganggu, tetap membayar. Jadi penetapan tarif pajaknya sendiri itu juga berbeda. Di daerah lain ditagih, tarif pajaknya sama dengan alat berat. Tapi di daerah lain ditagih sama dengan kendaraan bermotor. Ini adalah masalah-masalah ketidakterukuran karena ketidakbenaran penetapan pajak alat berat yang disamakan dengan kendaraan bermotor. Hal lain, saya sebutkan misalnya, alat berat ini diregistrasi, kita disuruh memberikan list alat berat yang ada. Tidak beda dengan … apa namanya … registrasi di samsat misalnya, kendaraan bermotor, itu kan menyerahkan gesek-gesek mesin dan sebagainya. Atau bahkan, 46
membawa alat berat … eh, membawa kendaraan bermotornya ke kantor samsat. Tetapi, alat berat ini sulit dilakukan seperti itu, gitu. Sudah mesinnya selalu berpindah, berubah-ubah, juga tidak mungkin dibawa untuk dicek fisik, gitu. Nah, ini yang kesulitan. Sehingga alat berat ini juga yang aneh adalah kalau mobil saya sebutkan, tidak beroperasi, tidak dipakai tidak apa-apa tetap bayar pajak karena dia mendapatkan BPKB, STNK, dan nilainya tetap sesuai dengan ininya. Tetapi alat berat itu walaupun tidak beroperasi, tidak berproduksi, tetap membayar pajaknya. Nah, ini yang seharusnya sebagai alat produksi, dia tentunya membayar pajak pada saat berproduksi. Ini hal-hal yang tidak benar dan tidak terukur. Contoh beberapa di antaranya, Hakim Yang Mulia Prof. Saldi Isra. Saya kira itu jawaban singkat saya. Terima kasih. 84.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Tadi ada yang tidak bisa ditanggapi oleh Ibu Dewi tadi. Silakan, Ibu Susy, tadi anu.
85.
AHLI DARI PEMOHON: SUSY FATENA ROSTIYANTI Terima kasih, Hakim Yang Mulia. Tadi ada pertanyaan bahwa di pabrik ada alat berat, ini kaitannya sebenarnya memang demikian. Sebagai contoh, tadi bahkan ada yang bentuknya seperti pabrik, tapi kalau kami di konstruksi menyebutnya itu alat berat juga, gitu ya. Sebenarnya gini, Hakim Yang Mulia. Kalau boleh saya memberikan pendapat, tadi saya sudah sampaikan di dalam pemaparan saya. Bahwa alat berat itu merupakan satu-kesatuan dari sebuah proyek, dia tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga ketika proyek itu dikenakan pajak, itu pajak penghasilan, pajak … apa … PPN, PPh, dan kemudian juga tadi yang disampaikan oleh … apa … oleh Saksi. Bahwa memang ada yang namanya retribusi terhadap … karena masalah lingkungan, itu memang dilakukan, gitu. Tetapi, selama dia masih di dalam pabrik, dia kena pajaknya adalah kalau … saya … saya tidak di bidang pajak, tetapi dia merupakan bagian dari pabrik itu sendiri, bagian dari project side atau … apa … lokasi proyek. Sehingga, perlakuannya tentu akan berbeda dengan kendaraan bermotor yang melewati jalan. Saya kira, itu yang sebenarnya ingin kami tekankan. Bahwa apa pun nanti hasilnya, intinya adalah bahwa alat berat itu bukan kendaraan bermotor, sehingga kalau pengenaan pajaknya pun, bukan pengenaan pajak kendaraan bermotor. Saya kira, keputusannya ada di Para Hakim Yang Mulia, untuk menetapkan seandainya ada pajak … bentuk pajak seperti apa yang akan kita kenakan, gitu. Supaya tadi seperti yang saya sampaikan, unsur keadilannya ada. 47
Kira-kira demikian yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. 86.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Tadi juga ada untuk Pemohon tadi, ya? Ya. Silakan.
87.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Salah satu alasan kami mengajukan judicial review ini karena adanya permintaan dari daerah yang tidak berani kalau tidak memungut karena takut dianggap merugikan keuangan negara. Bahkan, ada beberapa pemda yang bilang, “Tolong dong kami buatkan surat dari KPK. Bahwa kalau kami tidak muat, kami tidak merugikan keuangan negara.” Perlu kami sampaikan bahwa pemerintah sejak tahun 2002, itu sudah menyatakan bahwa alat berat bukan kendaraan bermotor. Hanya dari Departemen Teknis, misalnya sebagaimana surat dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, tanggal 9 Juli 2002. Kemudian, bahkan Menteri Dalam Negeri pernah mengeluarkan perda yang membatalkan Perda Lampung terkait dengan pajak kendaraan bermotor, sebagaimana Surat Keputusan Nomor 18 Tahun 2005. Begitu juga dari kadin dan dari Menteri Perindustrian Fahmi Idris, tanggal 20 Februari 2009. Yang pada pokoknya bahwa alat berat bukan kendaraan bermotor, sehingga tidak perlu dikenakan pajak kendaraan bermotor. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3, berdasarkan pertemuan dari pemerintah, pemerintah bisa memahami, tapi ini hukum positif. Kalau kami tidak pungut, kami bisa dipidanakan. Mereka takut seperti itu dan butuh kepastian hukum. Terkait dengan adanya pungutan, kami tidak membatasi harus pajak. Karena kalau pajak kendaraan bermotor, misalnya rutin per tahun. Sedangkan alat berat bisa digunakan, bisa tidak, tergantung proyeknya. Oleh karena itu, kami membebaskan, apakah pajak atau pungutan lainnya? Silakan saja, apa pun itu kami bisa penuhi. Yang penting, kami dilibatkan. Karena ketika terjadi perubahan UndangUndang Pajak dari tahun 1997 ke 2000, tidak ada pernah pembicaraan, pembahasan yang melibatkan kami maupun naskah akademik. Bahkan ketika kami telusuri, memorie van toelichting-nya tidak ada hanya karena dengan menghilangkan kata tidak. Yang sebelumnya tidak termasuk alat berat, tidak-nya tiba-tiba hilang, tanpa ada penjelasan apa pun. Sampai saat ini tidak ada. Nah, oleh karena itu, demi adanya kepastian hukum, maka kami mengajukan pengujian ini. Dan untuk pengaturannya, kami serahkan kepada pemerintah bersama-sama dengan stakeholder yang terkait. Apakah perlu ada tidak pungutan pajak ataukah pungutan jenis lain? 48
Dan kalau tidak salah dari Kementerian Perekonomian sudah mulai menyusun tim dengan mengundang kami, dengan berbagai kementerian terkait wa … dari Departemen Keuangan maupun Departemen Dalam Negeri. Untuk seperti apa? misalnya ada … ada, ada pembicaraan, “Oh kalau begitu, PKB dan BBNKB tetap dikenakan kalau ada alat berat yang melalui jalan raya,” itu misalnya salah satu pembicaraan yang … saya pikir itu ja … solu … solusi terbaik, begitu. Yang lainnya, kami bahas di Kementerian … teknis. Demikian, Yang Mulia. Yang kedua, terkait dengan masalah adanya polusi udara dan lain-lain, alat berat itu selalu dikaitkan dengan proyeknya. Berdasarkan pengalaman kami, para pengusaha, selalu ada yang namanya Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), ada juga UPL (Upaya Pengendalian Lingkungan), upaya pengendalian lingkungan. Dimana terhadap kerusakan yang ditimbulkan dari proyek tersebut, apakah itu dari lingkungannya, apakah itu dari situasi tanah, situasi apa … alat berat, dan lain-lainnya, sudah ada upaya untuk menutupi kerusakan lingkungan tersebut dari analisis mengenai dampak lingkungannya. Sehingga, proyek itu tidak dapat dilaksanakan kalau Amdal-nya tidak ada dan Amdal itu diawasi oleh kementerian terkait termasuk Kementerian Lingkungan Hidup atau apa … BKLHD, badan … apa … lingkungan hidup di daerah masing-masing. Demikian, Yang Mulia, terima kasih. 88.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, tadi juga ada untuk Pemerintah, silakan, cukup ya? Nanti bisa ditanggapi melalui keterangan tertulis juga. Ada sedikit, silakan.
89.
PEMERINTAH: LISBON SIRAIT Mohon izin, Yang Mulia. Mungkin saya ingin sampaikan yang pertama terkait dengan pendapat dari Pemohon. Kebetulan saya sejak Undang-Undang Nomor 18, 34, 2 … 28, kebetulan terlibat di dalamnya. Jadi, sebenarnya pada waktu Undang-Undang Nomor 18 kita buat, itu memang karena banyaknya pungutan daerah. Jadi, penyerhanaan berbagai pungutan (...)
90.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Yang Mulia, dari Pemohon (...)
91.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, sebentar.
49
92.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Dari Pemohon mohon klarifikasi, apakah boleh antara kami saling (...)
93.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, sebentar, sebentar (...)
94.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Langsung menjawab pertanyaan (...)
95.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, ya. Jadi, begini tadi kan … kalau ada dari Majelis tadi, nanti kalaupun mau menanggapi itu, nanti di kesimpulan saja.
96.
PEMERINTAH: LISBON SIRAIT Oke baik, Pak. Baik, Yang Mulia, jadi terkait dengan pajak terhadap alat berat dengan nama tersendiri dari Yang Mulia tadi disampaikan bahwa sebenarnya kita dulu memikirkan pajak yang sederhana, makanya kita bikin pajak kendaraan bermotor termasuk di dalamnya alat berat. Makanya wording-nya pun sebenarnya termasuk karena memang kita menyadari definisi alat berat dan kendaraan bermotor memang berbeda. Dulu ada pemikiran memang mau dipisah sebagai pajak alat berat. Tapi karena kita isunya adalah penyederhanaan jenis pajak, makanya kita gabung di dalam pajak kendaraan bermotor. Prinsipnya sebenarnya adalah properti teks. Properti tesk itu ada dua kan, ada real property, itu tanah dan bangunan, dan satu lagi personal properti yang secara administrasi bisa dipungut, yaitu alat berat dan alat besar karena memang tidak bisa disembunyikan. Itu makanya waktu itu di … disepakati di tahun 2000, UndangUndang Nomor 34, sebagai tambahan objek pajak daerah. Karena memang kita mau mengubah dari open list menjadi close list. Jadi, kita ada konpensasi, ada ruang bagi daerah dalam rangka memang daerah untuk mampu membiayai kebutuhan yang menjadi tanggung jawabnya. Jadi, kita kunci, tapi objek pajaknya diperluas. Dulu memang tidak kita disepakati untuk dimasukkan di dalam objek pajak kendaraan bermotor. Yang kedua, terkait dengan apakah daerah boleh memungut, apa enggak? Memang Undang-Undang Nomor 28 itu kasih diskreksi boleh tidak dipungut dari list 16 jenis pajak daerah, itu kalau hasilnya lebih kecil dari biaya pemungutan, itu satu. 50
Yang kedua, memang ada kebijakan daerah untuk tidak memungut pajak itu. Artinya, ditetapkan dalam Perda DPRD bersamasama dengan pemerintah daerah (eksekutif) sepakat untuk tidak memungut. Jadi boleh, Pak, tidak di … dipungut. Yang ketiga, terkait dengan dulu memang ada surat asosiasi yang menyampaikan ke kita setelah keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2015 yang tidak lagi mewajibkan kendaraan bermotor untuk diregistrasi seperti halnya kendaraan bermotor yang lain, suratnya ke presiden waktu itu biar meminta secara mutatis … muntadis, ya, maaf, mohon maaf, Pak, kalau salah, itu pengenaan pajak kendaraan bermotor, itu tidak berlaku. Setelah kami pelajari, sebe … sebelumnya sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2012, yang intinya adalah kendaraan bermotor itu tetap objek pajak … ya, ya, alat berat itu tetap objek pajak. Atas dasar itu, kami dengan Mendagri membuat surat edaran kepada semua daerah karena kan perlu daerah untuk kepastian, gitu. Cuma, di suratnya itu seperti disampaikan Yang Mulia tadi, ada memang anjuran dari Mendagri untuk mempertimbangkan keberatan soal mungkin bebannya. Jadi memang pemerintah pusat sendiri enggak punya kewenangan untuk mengubah tarif pajak daerah, tapi dianjurkan untuk mempertimbangkan atau memberikan beban atau tarif yang lebih rendah. Itu, Pak, yang sebenarnya suratnya, Yang Mulia. Yang terakhir, Pak Yang Mulia. Bahwa data yang kita sampaikan itu tahun 2015 karena memang data 2016 dan 2017, itu memang belum disampaikan oleh pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Itu saja. Oh, ada lagi yang dari Yang Mulia Pak Manahan. Bahwa apa yang harus dilakukan agar tidak mandek pemungutannya? Ya, seperti yang kami sampaikan tadi bahwa kami hanya menganjurkan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan menganjurkan ke daerah agar pengenaan tarif itu dipertimbangkan sebagai bahan pengenaan tarif efektifnya di daerah. Kalau keputusan Mahkamah Konstitusi yang lain, seperti misalnya pajak golf, tidak lagi dikenakan menara telekomunikasi juga, itu kami juga sampaikan ke daerah untuk dieksekusi secara langsung dan itu sudah dilaksanakan. Itu pemahaman kami mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan diaplikasikan oleh daerah. Mungkin itu saja. Terima kasih. 97.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Terima kasih. Pemohon, apa masih mengajukan ahli, atau saksi, atau sudah cukup?
51
98.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Kami rencana akan mengajukan 3 orang ahli dan maksimal 2 orang saksi. Demikian, Majelis.
99.
KETUA: ANWAR USMAN Ahlinya di bidang apa? Kalau sama kan, sudah terwakili atau beda? Silakan.
100. KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Ada beberapa perbedaan, Yang Mulia terkait dengan penyusunan peraturan perundang-undangan dan juga ... apa ... ahli di bidang hukum administrasi negara. Demikian, Majelis. 101. KETUA: ANWAR USMAN Ahlinya saja dulu, ya, kalau masih ada saksi. Jadi, ahli 3, ya? 102. KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Betul, baik, Yang Mulia. 103. KETUA: ANWAR USMAN Jadi, 3 hari, 2 harilah paling tidak, 2 hari sebelum sidang berikutnya, supaya keterangannya diserahkan. Sebelum sidang ditutup, ada, ada bukti tambahan, ya, dari Pemohon, itu P-2.15 dan P-3.14, ya, benar, ya? 104. KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Betul, Yang Mulia. 105. KETUA: ANWAR USMAN Ya, sudah di verifikasi dan dinyatakan sah. KETUK PALU 1X Baik, untuk Kuasa Presiden, ya, saksi dan ahlinya nanti kalau ada, ya, setelah sidang ... apa ... Pemohon selesai mengajukan ahli dan saksi. Untuk Para Ahli, Yang Mulia Prof. Laica, Ibu Susy, dan Ibu Dewi, dan Saksi Pak Tjahyono, terima kasih atas keterangannya. 52
Dengan demikian, sidang selesai ... eh, ditunda. Sidang ditunda selanjutnya hari Kamis, tanggal 27 Juli 2017, pukul 11.00 WIB untuk mendengar keterangan 3 orang ahli dari Pemohon. Sudah jelas, ya, Pemohon? 106. KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Mohon izin, Majelis. Sekiranya memungkinkan, terkait dengan jadwal hari Kamis, kebetulan kami ada jadwal sidang dalam perkara yang lain. Sekiranya memungkinkan digeser ke hari Rabu atau Selasa. Demikian, Majelis. 107. KETUA: ANWAR USMAN Ya, kebetulan juga ini Pak Nurdin juga tahu kita ini sidangnya juga sangat-sangat apa, ya, mepet waktunya, banyak, jadi ini sudah diatur sedemikian rupa, mungkin nanti bisa diwakili oleh yang lain, atau yang lainnya bisa di sana, gitu, ya? 108. KUASA HUKUM PEMOHON: ALI NURDIN Baik, Yang Mulia. Terima kasih. 109. KETUA: ANWAR USMAN Baik. Sudah tadi, sudah tadi. Baik. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.13 WIB Jakarta, 18 Juli 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
53