MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 6/PUU-XV/2017
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PERBAIKAN PERMOHONAN (II)
JAKARTA SELASA, 7 FEBRUARI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 6/PUU-XV/2017 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak [Pasal 9 ayat (1a) dan Pasal 54 ayat (1)] dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen [Pasal 39 ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Dasrul 2. Hanna Novianti Purnama ACARA Perbaikan Permohonan (II) Selasa, 7 Februari 2017 Pukul 10.57 – 11.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Maria Farida Indrati 2) Manahan MP Sitompul 3) I Dewa Gede Palguna Rizki Amalia
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. M. Jodi Santoso 2. Ismayati
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.57 WIB 1.
KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Sidang dalam Perkara Nomor 6/PUU-XV/2017 dinyatakan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Ya, hari ini kita akan melaksanakan sidang perbaikan permohonan. Pertama kali, saya mohon kepada Para Pemohon yang hadir di sini siapa?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. JODI SANTOSO Terima kasih, Yang Mulia. Saya Kuasa Pemohon, Jodi Santoso dan Rekan saya Isma … Ismayati. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. Karena ini sidang perbaikan permohonan, saya mohon kepada Pemohon untuk menjelaskan secara ringkas apa yang telah diperbaiki dalam permohonan tersebut. Silakan.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. JODI SANTOSO Baik, terima kasih, Yang Mulia, atas kesempatannya. Dan menyampaikan perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi dan Kedudukan Pemohon, kami anggap kami sudah bacakan, hanya perubahan redaksional sebagaimana masukan dari Majelis Hakim beberapa waktu yang lalu. Langsung kami ke dalil Pemohon. Bahwa seorang pendidik guru atau dosen memiliki otoritas akademi di sekolah untuk menengakkan disiplin guna mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran. Bahwa fakta menunjukkan, tatkala guru memberikan hukuman terhadap muridnya dalam rangka penegakan disiplin, maka terdapat beberapa fakta secara gegabah orang tua dan masyarakat mengkategorikannya sebagai tindakan pelanggaran hak asasi manusia dan melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
iii
Bahwa Para Pemohon menyatakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 telah merugikan Para Pemohon sebagai warga negara, sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal ... ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf a, khususnya frasa kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidikan, serta frasa tindak kekerasan fisik dan psikis yang diatur dalam Pasal 15, merupakan pasal-pasal multitafsir yang merugikan Para Pemohon. Bahwa frasa tindakan kekerasan dalam pasal a quo dimaknai melebihi pemaknaanya yang diatur dalam Pasal 1 angka 15 huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang menyatakan, “Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.” Bahwa terdapat multitafsir dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dan telah mengesampingkan prinsip ultimum remedium, kaitan substantif dalam hukum pidana, serta bertabrakan dengan prinsip-prinsip umum pendidikan. Hal tersebut didukung oleh beberapa fakta tentang tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh masyarakat atau orang tua terhadap Para Pemohon dan beberapa guru dalam … yang berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Bahkan seorang guru yang bernama Muhammad Samhudi yang dipidana di Pengadilan Negeri Sidoarjo, sebelumnya telah bersepakat atau sudah bertemu dengan pihak orang tua dan orang tua. Dan guru tersebut telah islah atau perdamaian. Namun, tetap … perkara tetap dilanjutkan ke kepolisian. Hal tersebut nyata-nyata menunjukkan bahwa pasal-pasal yang diajukan keberatan di sini multitafsir, dan mengesampingkan prinsip ultimum remedium, dan keadilan restoratif dalam hukum pidana. Bahwa putusan-putusan hakim yang telah ada merupakan preseden buruk bagi dunia pendidikan. Langkah pendidikan yang memberi nilai edukasi kepada anak didik dengan mengingat anak didik justru menjadi korban kriminalisasi. Hal ini berbeda dengan perkembangan prinsip pendidikan, di mana guru merupakan orang tua di sekolah. Hukuman fisik yang dibenarkan jika dilakukan secara wajar dan akan berguna dalam mendidik dan mendisiplinkan anak. Oleh karena itu, pengaturan mengenai kekerasan dalam pasal a quo yang ditunjukkan kepada tenaga pendidik adalah tidak tepat dan tidak seharusnya diterapkan dalam lingkungan sekolah karena sekolah dilindungi oleh doktrin sovereign immunity dan juga adanya peraturan 2
sekolah dan komite sekolah yang terdiri dari wali murid dan guru yang mengatur dan mengawasi hubungan para pihak dan aktivitas di sekolah. Bahwa dari uraian di atas dengan jelas bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf a dan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 merupakan ketentuan yang multitafsir dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Tentang Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Bahwa Pasal 1 angka 1 menetapkan bahwa guru merupakan profesi profesional yang memiliki tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, tapi telah diperlakukan secara tidak adil, rentan terhadap tindakan kekerasan, ancaman kekerasan, atau intimidasi, serta dengan mudah dikriminalisasikan. Bahwa seharusnya guru dalam menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen tersebut mestinya tidak dikriminalisasi dan dipidanakan. Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 belum memberikan perlindungan secara penuh kepada guru dan dosen. Perlindungan terhadap guru diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005. Tentang perlindungan hukum sendiri diatur dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 yang menyatakan, “Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.” Bahwa Ketentuan Pasal 39 ayat (3) ini belum memberikan perlindungan secara penuh pada guru karena banyak guru yang dikriminalisasi karena proses belajar dan mengajar di sekolah. Perlindungan profesi guru sendiri sudah mulai dikembangkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, akan tetapi ada beberapa kelemahan dari beberapa pengaturan tersebut. Bahwa keberadaan PP Nomor 74 Tahun 2008 memiliki kelemahan selain kedudukannya di bawah undang-undang, juga karena belum memberikan jaminan kepastian secara penuh kepada guru, khususnya tindak kriminal … kriminalisasi terhadap guru. Hal tersebut disebabkan karena ketentuan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 sebagai undang-undang induknya belum memberikan jaminan dan kepastian hukum kepada guru sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Perlindungan anak dan perlindungan guru semestinya bukan satu hal yang dipertentangkan satu sama lain. Keberadaan kedua kelompok masyarakat ini, yaitu anak dan guru merupakan dua kelompok masyarakat yang harus mendapat perhatian dan perlindungan secara menyeluruh. Salah satu tujuan pembangunan pembentukan pemerintahan Negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini posisi anak dan 3
guru dan/atau tenaga kependidikan sebagai dua pilar utama dalam sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, anak dan guru merupakan kelompok masyarakat yang perlu mendapat perlindungan secara penuh. Bahwa negara seharusnya memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama terhadap hukum sebagai yang diatur dalam Pasal 28D Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Akan tetapi norma Pasal 9 ayat (1) huruf a, Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, dan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 belum memberikan atau tidak adanya pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi guru, sebagaimana diamanatkan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karena itu, Pasal 9 ayat (1) huruf a, Pasal 34 ayat (1) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2004, dan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 telah merugikan Para Pemohon. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada dasarnya dibentuk untuk memberikan jaminan perlindungan kepada guru dan dosen dalam menjalankan profesinya. Akan tetapi, tujuan tersebut belum memberikan jaminan perlindungan kepada guru, khususnya perlindungan hukum terhadap guru secara penuh. Karena ketentuan tersebut belum mencerminkan dan terdapat ketentuan yang masih bertentangan dengan konstitusi. Petitum. Berdasarkan seluruh dalil-dalil yang diuraikan di atas dan bukti-bukti terlampir, dengan ini Para Pemohon mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi agar berkenan memberi putusan sebagai berikut. 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan: a. Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa dan
kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan
tidak dimaknai sebagai dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik tidak ... tidak mencakup tindakan guru dan tenaga kependidikan yang sungguh-sungguh memberikan sanksi dan/atau hukuman yang bersifat mendidik untuk tujuan pendidikan atau tindakan pendisipilin ... mendisiplinkan peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan. b. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa wajib
mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik dan psikis
tidak dimaknai sebagai wajib mendapatkan perlindungan dari dan ... dari tindakan kekerasan fisik, psikis, tapi tidak mencakup 4
tindakan guru dan tenaga kependidikan yang sungguh-sungguh memberikan sanksi dan/atau hukuman yang bersifat mendidik untuk tujuan pembinaan atau tindakan pendisiplin ... mendisiplinkan peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan. c. Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa perlindungan
hukum sebagaimana dimaksud ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminasi, intimidasi, dan perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain tidak dimaknai sebagai perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminasi, intimidasi, tuntuan pidana dan/atau gugatan perdata, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua, orang tua peserta didik, masyarakat, biro ... birokrasi atau pihak lain. 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adinya. Hormat kami Para Kuasa Hukum. Terima kasih, Yang Mulia. 5.
KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Anda telah mengajukan bukti P-1 sampai dengan P-3, ya? Betul?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. JODI SANTOSO Ya, betul, Yang Mulia.
7.
KETUA: MARIA FARIDA INDRATI KETUK PALU 1X Tidak ada tambahan?
8.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. JODI SANTOSO Sampai sekarang belum, Yang Mulia.
9.
KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Ya, kami akan mengajukan permohonan Anda kepada Rapat Permusyawaratan Hakim dan Anda tinggal menunggu 5
bagaimana kelanjutan dari permohonan ini. Nanti kalau permohonan ini diajukan ke Pleno, Anda akan diberikan surat panggilan untuk menetapkan kapan hari sidangnya akan ada. Ya, jadi Anda menunggu saja. 10.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. JODI SANTOSO Terima kasih, Yang Mulia.
11.
KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Ada yang perlu ditanyakan lagi?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. JODI SANTOSO Kami kira cukup, Yang Mulia.
13.
KETUA: MARIA FARIDA INDRATI Cukup. Ya karena dianggap sudah cukup, maka sidang ini saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.12 WIB Jakarta, 7 Februari 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
6