MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
SURAT EDARAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN REGULASI BARU DI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Yth. 1. Gubernur 2. Bupati/Walikota Seluruh Indonesia Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua. Dalam waktu satu bulan lagi, kita akan menyambut anak-anak kita di gerbang sekolah untuk memulai tahun pelajaran 2016-2017. Pada generasi muda ini kita akan menitipkan masa depan bangsa dan negara. Mereka lah yang akan menjadi pemimpin Indonesia di saat negara memasuki usia satu abad di 2045 nanti. Pendidikan adalah sarana penting bagi generasi muda kita menyiapkan diri mengambil peran dan tantangan ini. Untuk itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah meluncurkan beberapa regulasi baru demi mendorong tumbuhnya ekosistem pendidikan yang aman, sehat dan menyenangkan di lingkungan sekolah. Beberapa regulasi baru yang kami harap dapat menjadi perhatian dan prioritas bagi Ibu/Bapak Kepala Daerah adalah: 1. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Permasalahan kekerasan terhadap anak telah dinyatakan oleh Presiden sebagai situasi yang teramat penting dan darurat untuk diselesaikan. Kemendikbud mendorong setiap sekolah dan daerah memiliki prosedur dan jaring pengaman dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap siapapun, oleh siapapun, di lingkungan sekolah, serta melakukan deteksi dini terhadap kekerasan yang terjadi pada anak di luar lingkungan sekolah. Sekolah dan daerah diwajibkan memiliki tim pencegah dan penanggulangan kekerasan, yang terdiri dari elemen warga sekolah, orang tua dan masyarakat, agar masalah-masalah kekerasan yang terjadi di sekolah dapat dicegah dan ditangani oleh tim secara bersama-sama sebagai masalah pendidikan. Sekolah juga diwajibkan memasang papan informasi berisi nomor-nomor yang dapat dihubungi apabila terjadi kekerasan. 2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah. Kekerasan di lingkungan sekolah seringkali dibiasakan dan dinyatakan wajar sejak hari pertama sekolah, yaitu melalui kegiatan Masa Orientasi Sekolah yang telah banyak melenceng dari tujuan awalnya. Tahun lalu, begitu banyak kasus kekerasan dalam kegiatan MOS dilaporkan kepada Kemendikbud dan diberitakan oleh media. Kita perlu hentikan pendiaman terhadap kekerasan dan pelecehan tak bernalar yang terselubung dalam kegiatan resmi sekolah. Dalam Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 diatur tentang berbagai aktivitas yang dianjurkan atau dilarang keras dalam kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah.
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a. bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan inspiratif bagi siswa, guru, dan/atau tenaga kependidikan; b. bahwa pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah adalah cerminan dari nilai-nilai Pancasila dan seharusnya menjadi bagian proses belajar dan budaya setiap sekolah; c. bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakan bersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan/atau orangtua; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penumbuhan Budi Pekerti;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara; 4. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 5. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Kerja Periode 2014-2019; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI. Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Sekolah adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, sekolah pada jalur pendidikan khusus, dan sekolah swasta, termasuk satuan pendidikan kerja sama. 2. Penumbuhan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai sejak dari hari pertama sekolah, masa orientasi peserta didik baru untuk jenjang sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan, sampai dengan kelulusan sekolah. 1
3.
4.
5.
Masa orientasi peserta didik baru yang selanjutnya disebut MOPDB adalah serangkaian kegiatan pertama masuk sekolah pada setiap awal tahun pelajaran baru yang berlangsung paling lama 5 (lima) hari. Pembiasaan adalah serangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, guru, dan tenaga kependidikan yang bertujuan untuk menumbuhkan kebiasaan yang baik dan membentuk generasi berkarakter positif. Kelulusan adalah berakhirnya proses pembelajaran siswa pada satuan pendidikan. Pasal 2
PBP bertujuan untuk: a. menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan; b. menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah, dan masyarakat; c. menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga; dan/atau d. menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pasal 3 Pelaksana PBP adalah sebagai berikut: a. siswa; b. guru; c. tenaga kependidikan; d. orangtua/wali; e. komite sekolah; f. alumni; dan/atau g. pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Pasal 4 (1) PBP dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah untuk jenjang sekolah dasar atau sejak hari pertama masuk sekolah pada MOPDB untuk jenjang sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus. (2) PBP dilaksanakan melalui kegiatan pada MOPDB, pembiasaan, interaksi dan komunikasi, serta kegiatan saat kelulusan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (3) PBP dilaksanakan: a. dalam bentuk kegiatan umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan/atau tahunan; b. melalui interaksi dan komunikasi antara sekolah, keluarga, dan/atau masyarakat. (4) Pelaksanaan PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan dengan kondisi sekolah dan mengikuti Peraturan Menteri ini. Pasal 5 (1) Pemantauan dan evaluasi kegiatan MOPDB dilaksanakan pada awal tahun pelajaran baru oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemantauan dan evaluasi kegiatan pembiasaan serta interaksi dan komunikasi di sekolah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (3) Pemantauan dan evaluasi kegiatan saat kelulusan dilaksanakan pada akhir tahun pelajaran oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. 2
Pasal 6 Pembiayaan atas penyiapan PBP bersumber dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pasal 7 Penumbuhan Budi Pakerti pada satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat agar menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Pasal 8 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 9 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juli 2015 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, TTD. ANIES BASWEDAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA; TTD YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1072 Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TTD Ani Nurdiani Azizah NIP. 195812011986032001
3
SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG PENUMBUHAN BUDI PEKERTI A.
Pengantar Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan. Dasar pelaksanaan PBP didasarkan pada pertimbangan bahwa masih terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berakar dari Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam tataran konseptual, belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan card yang menyenangkan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pelaksanaan PBP didasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan yang meliputi pembiasaan untuk menumbuhkan: a. internalisasi sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati sesama mahluk hidup dan alam sekitar; b. keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa, suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan berbahasa bersama bahasa Indonesia; c. interaksi sosial positif antara peserta didik dengan figur orang dewasa di lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau menghormati guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, warga masyarakat di lingkungan sekolah, dan orangtua; d. interaksi sosial positif antar peserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi fisik dan psikologis antar teman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas; e. memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah; f. penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan, yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan di dalam mengembangkan dirinya sendiri; g. penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan peran aktif orangtua dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggung jawab mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah.
B.
Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan disesuaikan dengan tahapan usia perkembangan peserta didik yang berjenjang dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan. 1)
Sekolah Dasar Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang pendidikan sekolah dasar masih merupakan masa transisi dari masa bermain di pendidikan anak usia dini (taman kanak-kanak akhir) memasuki situasi sekolah formal. Metode pelaksanaan dilakukan dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan kepala sekolah sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan dan pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk mendorong peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman dalam aktivitas kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan simulasi, bermain peran di dalam kelompok.
4
2)
C.
Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian peserta didik membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstrakurikuler, intra kurikuler, sampai dengan lulus.
Jenis Kegiatan Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tercantum pada poin A, yaitu jenis kegiatan yang mengandung nilai-nilai internalisasi sikap moral dan spiritual; keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa; memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah; interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif antara peserta didik dengan figur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan; Penguatan peran orangtua dan unsur masyarakat yang terkait.
D.
Cara Pelaksanaan Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP bersifat konstekstual, yaitu disesuaikan dengan nilai-nilai muatan lokal daerah pada peserta didik sebagai upaya untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP yang melibatkan peserta didik dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian sebagai bagian dari penumbuhan karakter kepemimpinan.
E.
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Waktu pelaksanaan kegiatan PBP dapat dilakukan berdasarkan aktivitas harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhir tahun; dan penentuan waktunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan konteks lokal di daerah masing-masing.
F.
Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan: I.
Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual Mewujudkan nilai-nilai moral dalam perilaku sehari-hari. Nilai moral diajarkan pada siswa, lalu guru dan siswa mempraktekkannya secara rutin hingga menjadi kebiasaan dan akhirnya bisa membudaya. Kegiatan wajib: Guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan keyakinan masing-masing, sebelum dan sesudah hari pembelajaran, dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian di bawah bimbingan guru. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Membiasakan untuk menunaikan ibadah bersama sesuai agama dan kepercayaannya baik dilakukan di sekolah maupun bersama masyarakat; 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan perayaan Hari Besar Keagamaan dengan kegiatan yang sederhana dan hikmat.
II. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima keberagaman sebagai anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus dirasakan dan disyukuri sehingga manfaatnya bisa terasa dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan wajib: 1. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin dengan mengenakan seragam atau pakaian yang sesuai dengan ketetapan sekolah. 2. Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan MOPDB untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara SMP/SMA/SMK dengan peserta didik bertugas sebagai komandan dan petugas upacara serta kepala sekolah/wakil bertindak sebagai inspektur upacara; 5
3. 4.
Sesudah berdoa setiap memulai hari pembelajaran, guru dan peserta didik menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib nasional atau satu lagu terkini yang menggambarkan semangat patriotisme dan cinta tanah air. Sebelum berdoa saat mengakhiri hari pembelajaran, guru dan peserta didik menyanyikan satu lagu daerah (lagu-lagu daerah seluruh Nusantara).
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Mengenalkan beragam keunikan potensi daerah asal siswa melalui berbagai media dan kegiatan. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan mengkaji atau mengenalkan pemikiran dan semangat yang melandasinya melalui berbagai media dan kegiatan. III. Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan Guru dan Orangtua Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, peserta didik dan orangtua. Interaksi positif antara tiga pihak tersebut dibutuhkan untuk membangun persepsi positif, saling pengertian dan saling dukung demi terwujudnya pendidikan yang efektif. Kegiatan wajib: Sekolah mengadakan pertemuan dengan orangtua siswa pada setiap tahun ajaran baru untuk mensosialisasikan: (a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d) rencana capaian belajar siswa agar orangtua turut mendukung keempat poin tersebut. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Memberi salam, senyum dan sapaan kepada setiap orang di komunitas sekolah. • Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan peserta didik sesuai dengan tata nilai yang berlaku. 2.
Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan peserta didik (dan keluarga) untuk berpamitan dengan orangtua/wali/penghuni rumah saat pergi dan lapor saat pulang, sesuai kebiasaan/adat yang dibangun masing-masing keluarga; • Secara bersama peserta didik mengucapkan salam hormat kepada guru sebelum pembelajaran dimulai, dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian.
IV. Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik Peserta didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi juga belajar bersosialisasi. Interaksi positif antar peserta didik akan mewujudkan pembelajaran dari rekan (peer learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar bersosialisasi. Kegiatan wajib: Membiasakan pertemuan di lingkungan sekolah dan/atau rumah untuk belajar kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau orangtua. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Gerakan kepedulian kepada sesama warga sekolah dengan menjenguk warga sekolah yang sedang mengalami musibah, seperti sakit, kematian, dan lainnya. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Membiasakan siswa saling membantu bila ada siswa yang sedang mengalami musibah atau kesusahan. V.
Merawat Diri dan Lingkungan Sekolah Lingkungan sekolah akan mempengaruhi warga sekolah baik dari aspek fisik, emosi, maupun kesehatannya. Karena itu penting bagi warga sekolah untuk menjaga keamanan, kenyamanan, ketertiban, kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah serta diri. Kegiatan wajib: Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan membentuk kelompok lintas kelas dan berbagi tugas sesuai usia dan kemampuan siswa. 6
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contdh pembiasaan umum: • Membiasakan penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara efisien melalui berbagai kampanye kreatif dari dan oleh siswa. • Menyelenggarakan kantin yang memenuhi standar kesehatan. • Membangun budaya peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan di bangkunya masing-masing sebagai bentuk tanggung jawab individu maupun kebersihan kelas dan lingkungan sekolah sebagai bentuk tanggung jawab bersama. 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat bergantian memakai fasilitas sekolah. • Peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara beregu dan bergantian regu. • Menjaga dan merawat tanaman di lingkungan sekolah, bergilir antar kelas. • Melaksanakan kegiatan bank sampah bekerja sama dengan dinas kebersihan setempat. VI. Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh Setiap siswa mempunyai potensi yang beragam. Sekolah hendaknya memfasilitasi secara optimal agar siswa bias menemukenali dan mengembangkan potensinya. Kegiatan wajib: 1. Menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari). 2. Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) memanfaatkan waktu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan olah fisik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan rutin, sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Peserta didik membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam berbagai bentuk (rekening bank, celengan, dan lainnya). • Membangun budaya bertanya dan melatih peserta didik mengajukan pertanyaan kritis dan membiasakan siswa mengangkat tangan sebagai isyarat akan mengajukan pertanyaan; • Membiasakan setiap peserta didik untuk selalu berlatih menjadi pemimpin dengan cara memberikan kesempatan pada setiap siswa tanpa kecuali, untuk memimpin secara bergilir dalam kegiatan-kegiatan bersama/berkelompok; 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Siswa melakukan kegiatan positif secara berkala sesuai dengan potensi dirinya. VII. Pelibatan Orangtua dan Masyarakat di Sekolah Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, sekolah hendaknya melibatkan orangtua dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan ini diharapkan akan berbuah dukungan dalam berbagai bentuk dari orangtua dan masyarakat. Kegiatan wajib: Mengadakan pameran karya siswa pada setiap akhir tahun ajaran dengan mengundang orangtua dan masyarakat untuk memberi apresiasi pada siswa. Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan dan/atau didukung oleh sekolah: 1. Contoh-contoh pembiasaan umum: • Orangtua membiasakan untuk menyediakan waktu 20 menit setiap malam untuk bercengkerama dengan anak mengenai kegiatan di sekolah 2. Contoh-contoh pembiasaan periodik: • Masyarakat bekerja sama dengan sekolah untuk mengakomodasi kegiatan kerelawanan oleh peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar sekolah. • Masyarakat dari berbagai profesi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman kepada siswa di dalam sekolah. 7
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, TTD. ANIES BASWEDAN Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TTD. Ani Nurdiani Azizah NIP.195812011986032001
8
SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik; b. bahwa
untuk
meningkatkan
penyelenggaraan
pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan perlu
dilakukan
upaya
pencegahan,
penanggulangan
tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
-2-
2. Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
109,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 297) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606); 3. Undang-Undang Perlindungan
Nomor
Saksi
13
dan
Tahun
Korban
2006
tentang
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor
4635)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
293,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 5602); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor
153,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 5332); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157); 6. Peraturan
Presiden
Nomor
7
Tahun
2015
tentang
Organisasi Kementerian Lembaga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 7. Peraturan
Presiden
Kementerian
Nomor
Pendidikan
14
dan
Tahun
2015
Kebudayaan
tentang
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15); 8. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
-3-
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 79/P Tahun 2015
tentang
Penggantian
Beberapa
Menteri
Negara
Kabinet Kerja Periode Tahun 2014 - 2019; 9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan; 10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti; MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan
yang
di
lingkungan
satuan
mengakibatkan
ketakutan,
trauma,
pendidikan
dan
kerusakan
barang,
terjadi
luka/cedera,
cacat,
dan
atau
kematian. 2.
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada satuan pendidikan.
3.
Satuan pendidikan adalah pendidikan anak usia dini dan satuan pendidikan formal pada pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah
yang
diselenggarakan
oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. 4.
Pencegahan adalah tindakan/cara/proses yang dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
-4-
5.
Penanggulangan menangani
adalah
tindak
tindakan/cara/proses
kekerasan
di
lingkungan
untuk satuan
pendidikan secara sistemik dan komprehensif. 6.
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator,
dan
sebutan
kekhususannya,
serta
lain
yang
sesuai
berpartisipasi
dengan dalam
menyelenggarakan pendidikan. 7.
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan
diri
dan
diangkat
untuk
menunjang
penyelenggaraan pendidikan. 8.
Masyarakat
adalah
kelompok
warga
yang
memiliki
kepedulian terhadap pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik atau sekelompok peserta didik. 9.
Kementerian adalah Kementerian yang menangani bidang pendidikan dan kebudayaan.
10. Pemerintah adalah pemerintah pusat yang memiliki kewenangan terkait. 11. Pemerintah Daerah adalah pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi. 12. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang menangani bidang pendidikan. BAB II MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 Pencegahan
dan
penanggulangan
tindak
kekerasan
di
lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan untuk: a.
terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan;
b.
terhindarnya semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan; dan
c.
menumbuhkan kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua serta
-5-
masyarakat baik dalam satu satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan. Pasal 3 Pencegahan
dan
penanggulangan
tindak
kekerasan
di
lingkungan satuan pendidikan bertujuan untuk: a.
melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan;
b.
mencegah
anak
melakukan
tindakan
kekerasan
di
lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan; dan c.
mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku. Pasal 4
Sasaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan: a.
peserta didik;
b.
pendidik;
c.
tenaga kependidikan;
d.
orang tua/wali;
e.
komite sekolah;
f.
masyarakat;
g.
pemerintah daerah; dan
h.
Pemerintah.
BAB III RUANG LINGKUP
-6-
Pasal 5 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi: a.
upaya pencegahan;
b.
penanggulangan; dan
c.
sanksi. Pasal 6
Tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan antara lain: a.
pelecehan merupakan tindakan kekerasan secara fisik, psikis atau daring;
b.
perundungan
merupakan
tindakan
mengganggu,
mengusik terus-menerus, atau menyusahkan; c.
penganiayaan
merupakan
tindakan
yang
sewenang-
wenang seperti penyiksaan dan penindasan; d.
perkelahian merupakan tindakan dengan disertai adu kata-kata atau adu tenaga;
e.
perpeloncoan
merupakan
penghayatan
situasi
tindakan
pengenalan
lingkungan
baru
dan
dengan
mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya; f.
pemerasan merupakan tindakan, perihal, cara, perbuatan memeras;
g.
pencabulan perbuatan
merupakan
tindakan,
proses,
cara,
keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar
kesopanan dan kesusilaan; h.
pemerkosaan merupakan tindakan, proses, perbuatan, cara menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, dan/atau menggagahi;
i.
tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau
pemilihan
mengakibatkan
berdasarkan pencabutan
pada
SARA
yang
atau
pengurangan
pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan; j.
tindak kekerasan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
-7-
BAB IV PENCEGAHAN Pasal 7 Pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua/wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 8 (1)
Tindakan
pencegahan
yang
dilakukan
oleh
satuan
pendidikan meliputi: a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan; b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan; c. wajib
menjamin
keamanan,
keselamatan
dan
kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan; d. wajib
segera
melaporkan
kepada
orangtua/wali
termasuk mencari informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku; e. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu
kepada
pedoman
yang
ditetapkan
Kementerian; f.
melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan tindak kekerasan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah,
-8-
dan masyarakat; g. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga psikologi,
organisasi
keagamaan,
dan
pakar
pendidikan dalam rangka pencegahan; dan h. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala sekolah yang terdiri dari: 1) kepala sekolah; 2) perwakilan guru; 3) perwakilan siswa; dan 4) perwakilan orang tua/wali. i.
wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang paling sedikit memuat: 1) laman pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id; 2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929; 3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303; 4) faksimile ke 021-5733125; 5) email
[email protected] 6) nomor telepon kantor polisi terdekat; 7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat; dan 8) nomor telepon sekolah.
(2)
Pembentukan dan tugas tim pencegahan tindak kekerasan dimaksud berdasarkan surat keputusan kepala sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan.
(3)
Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, meliputi: a. wajib membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala daerah yang terdiri dari unsur: 1) pendidik; 2) tenaga kependidikan; 3) perwakilan komite sekolah;
-9-
4) organisasi profesi/lembaga psikolog; 5) pakar pendidikan; 6) perangkat pemerintah daerah setempat; dan 7) tokoh masyarakat/agama; yang dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada pedoman yang ditetapkan pada Kementerian serta dapat berkoordinasi dengan gugus atau tim sejenis yang memiliki tugas yang sama. b. fasilitasi dan dukungan kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan pencegahan tindak kekerasan; c. bekerja
sama
dengan
aparat
keamanan
dalam
sosialisasi pencegahan tindak kekerasan; d. melakukan sosialisasi, pemantauan (pengawasan dan evaluasi) paling sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan yang
dilakukan
oleh
satuan
pendidikan,
serta
mengumumkan hasil pemantauan tersebut kepada masyarakat; dan e. wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan. (4) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi: a. penetapan kebijakan pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan pada satuan pendidikan; b. penetapan instrumen pencegahan tindak kekerasan pada satuan pendidikan sebagai indikator penilaian akreditasi pada satuan pendidikan; c. menetapkan
pedoman
pelaksanaan
tugas
gugus
pencegahan tindak kekerasan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dan panduan penyusunan POS pencegahan pada satuan pendidikan; d. melakukan pelaksanaan
pengawasan pencegahan
dan
evaluasi
tindak
terhadap
kekerasan
di
lingkungan satuan pendidikan; dan e. koordinasi dengan instansi atau lembaga lain dalam upaya pencegahan tindak kekerasan.
- 10 -
BAB V PENANGGULANGAN Pasal 9 Penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan: a.
kepentingan terbaik bagi peserta didik;
b.
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik;
c.
persamaan hak (tidak diskriminatif);
d.
pendapat peserta didik;
e.
tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; dan
f.
perlindungan terhadap hak-hak anak dan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan. Pasal 10
(1)
Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi: a. wajib
memberikan
pertolongan
terhadap
korban
tindakan kekerasan di satuan pendidikan; b. wajib melaporkan kepada orang tua/wali peserta didik setiap tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku; c. wajib melakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan dalam rangka penanggulangan tindak kekerasan peserta didik; d. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai
dengan
tingkat
tindak
kekerasan
yang
dilakukan; e. berkoordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam rangka penyelesaian tindak kekerasan; f.
wajib menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan;
g. wajib memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban
- 11 -
maupun
pelaku,
untuk
mendapatkan
hak
perlindungan hukum; h. wajib memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi kepada
peserta
didik
yang
mengalami
tindakan
kekerasan; i.
wajib melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian untuk dibentuknya tim independen oleh Pemerintah Daerah; dan
j.
wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat
apabila
terjadi
tindak
kekerasan
yang
mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian. (2)
Tindakan Pemerintah
penanggulangan Daerah
sesuai
yang dengan
dilakukan
oleh
kewenangannya
meliputi: a. wajib
membentuk
tim
penanggulangan
untuk
melakukan tindakan awal penanggulangan tindak kekerasan yang dilaporkan oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian guna membuktikan adanya kelalaian atau tindakan pembiaran, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti
sesuai
ketentuan
perundang-
undangan; b. wajib
melakukan
pemantauan
terhadap
upaya
penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan agar dapat berjalan secara proporsional dan berkeadilan; c. wajib memfasilitasi satuan pendidikan dalam upaya melakukan penanggulangan tindakan kekerasan; dan d. wajib menjamin terlaksananya pemberian hak peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak pendidikan, dan pemulihan yang dilakukan oleh satuan pendidikan. (3)
Tindakan
penanggulangan
yang
dilakukan
oleh
- 12 -
Pemerintah meliputi: a. wajib
membentuk
tim
penanggulangan
tindak
kekerasan yang bersifat independen terhadap kasus yang menimbulkan luka berat/cacat fisik/kematian atau yang menarik perhatian masyarakat. b. wajib melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan tindakan kekerasan yang
dilakukan
oleh
satuan
pendidikan
dan
pemerintah daerah; dan c. wajib memastikan satuan pendidikan menindaklanjuti hasil pengawasan dan evaluasi terhadap tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. BAB VI SANKSI Pasal 11 (1)
Satuan pendidikan memberikan sanksi kepada peserta didik dalam rangka pembinaan berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan c. tindakan lain yang bersifat edukatif.
(2)
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat memberikan sanksi kepada pendidik atau tenaga kependidikan yang diangkat oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang bekerja di satuan pendidikan berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pengurangan hak; dan d. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga
kependidikan
atau
pemutusan/pemberhentian hubungan kerja. (3)
Dinas
kabupaten/kota,
provinsi
memberikan
kepada pendidik dan tenaga kependidikan berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penundaan atau pengurangan hak;
sanksi
- 13 -
d. pembebasan tugas; dan e. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan. (4)
Dinas
kabupaten/kota,
provinsi
memberikan
sanksi
kepada satuan pendidikan berupa: a. pemberhentian bantuan dari Pemerintah Daerah; b. penggabungan
satuan
pendidikan
yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan c. penutupan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. (5)
Kementerian memberikan sanksi berupa: a. rekomendasi penurunan level akreditasi; b. pemberhentian terhadap bantuan dari pemerintah; c. rekomendasi pemberhentian pendidik atau tenaga kependidikan kepada Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan; dan d. rekomendasi
kepada
melakukan
Pemerintah
langkah-langkah
penggabungan,
relokasi,
atau
Daerah
untuk
tegas
berupa
penutupan
satuan
pendidikan dalam hal terjadinya tindak kekerasan yang berulang. Pasal 12 (1)
Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan bagi: a. satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik atau pihak lain yang terbukti melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan atau terbukti lalai melaksanakan tugas dan fungsinya yang mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. b. satuan
pendidikan
yang
tidak
melaksanakan
ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1); atau c. Pemerintah
daerah
yang
tidak
melaksanakan
ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2).
- 14 -
(2)
Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkat dan/atau akibat tindak kekerasan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim penanggulangan tindak kekerasan/hasil
pemantauan
pemerintah
daerah/Pemerintah. (3)
Pemberian
sanksi
pemberhentian
dari
jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d, ayat (3) huruf e, dan ayat (5) huruf c bagi guru atau kepala sekolah dilakukan apabila terbukti lalai atau melakukan pembiaran
terjadinya
mengakibatkan
luka
tindak
fisik
yang
kekerasan cukup
yang
berat/cacat
fisik/kematian atau sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam
masa
jabatannya
yang
mengakibatkan
yang
mengakibatkan luka fisik yang ringan, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim independen. (4)
Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak menghapus pemberian sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 13
(1)
Tim penanggulangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2) huruf a bersifat ad hoc dan independen yang ditetapkan
oleh
pemerintah
daerah
sesuai
dengan
kewenangannya. (2)
Pembentukan
tim
penanggulangan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan keanggotaan yang terdiri atas unsur tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan, dan/atau psikolog. (3)
Untuk
menjaga
sebagaimana
independensi
dimaksud
pada
tim
penanggulangan
ayat
(1),
keanggotaannya dapat berasal dari luar daerah.
maka
- 15 -
(4)
Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas tim penanggulangan. Pasal 14 Satuan pendidikan tidak dapat menuntut secara hukum atau memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada pelapor tindak kekerasan, kecuali laporan tersebut tidak benar
berdasarkan
hasil
penilaian
oleh
gugus
pencegahan/tim penanggulangan. Pasal 15 (1)
Kementerian masyarakat
menyediakan melalui
layanan laman
pengaduan pengaduan
http://sekolahaman.kemdikbud.go.id, telepon ke 02157903020, 021-5703303, faksimile ke 021-5733125, email ke
[email protected], atau layanan pesan singkat ke 0811976929. (2)
Kementerian menyediakan informasi mengenai tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang dapat di akses
oleh
masyarakat
melalui
laman
http://sekolahaman.kemdikbud.go.id.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan dalam Peraturan Menteri ini juga berlaku terhadap tindak
- 16 -
kekerasan yang dilakukan terhadap peserta didik di luar lingkungan satuan pendidikan. Pasal 17 Peraturan
Menteri
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan. Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2015 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, TTD. ANIES BASWEDAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Januari 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, TTD. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 101 Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TTD. Aris Soviyani NIP 196112071986031001
INFOGRAFIS
HARI PERTAMA SEKOLAH
Hari Pertama Untuk Melihat Rumah Kedua Sekolah adalah rumah kedua
Anak-anak kita menggunakan sebagian waktunya di sekolah Mereka mengisi
5-6 hari 2015
1/3 harinya dengan berkegiatan di sekolah
dalam seminggu, mereka belajar di sekolah
Bertahun-tahun
mereka berkegiatan di sekolah
Ada wajah masa depan anak-anak kita di sekolah. Sudahkah kita melihat mereka di rumah keduanya?
Kenapa Hari Pertama Sekolah Penting? Para pelaku pendidikan di sekolah bisa saling berinteraksi untuk mewujudkan tujuan bersama, "Mendidik anak-anak kita, bersama melukis wajah masa depan negeri ini."
Kepala Sekolah & Guru
N DUA PAN ARI H A TAM PER LAH O SEK
Orang Tua
Siswa
Hari Pertama adalah awal perjalanan panjang anak-anak kita di rumah keduanya
Kolaborasi Kegiatan Pendidikan
Masyarakat
Antarkan Anak di Hari Pertama Sekolah Mengantar anak ke sekolah adalah kesempatan membangun hubungan positif antara lingkungan pendidikan di rumah dan sekolah. Mengantar bukan sekadar sampai gerbang lantas pergi. Mengantar berarti menemani, membangun beragam interaksi.
ga, g n a b n a ng Antar de ngan doa! lepas de
Apa yang Bisa Kita Lakukan di Hari Pertama Sekolah?
TAMAN SEKOLAH
Saling menyapa di gerbang sekolah
KELAS X-2
Melihat-lihat sekolah bersama
Selamat Pagi, Bu!
Menyapa guru-guru di sekolah
Sempatkan berkenalan dengan warga sekitar sekolah
KELAS V A
Rapat OSIS
Berbagi ide & inisiatif untuk kemajuan sekolah
X-2
LAB KOMPUTER Apa kabar, Bu?
Melihat fasilitas sekolah
Berinteraksi dengan wali kelas
Saat semua pelaku pendidikan ambil peran, sekolah jadi rumah kedua yang menyenangkan.
Berkenalan dengan orangtua murid lainnya
Ragam Kegiatan Untuk
Orang Tua
Mengantar anak ke sekolah
Berkenalan dengan wali kelas, guru, serta kepala sekolah
Bertukar kontak dengan wali kelas, guru, dan kepala sekolah
Mengapresiasi guru karena telah mendidik anak-anak kita
?
Menceritakan kondisi dan karakter anak saat di rumah
Bertanya dan memberi masukan mengenai pembelajaran satu tahun ke depan
Menawarkan bantuan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan penunjang pembelajaran
Berkenalan dengan orangtua murid lainnya
Ragam Kegiatan Untuk
Guru
?
Menyambut siswa dan orangtua
Mengapresiasi orangtua Menjelaskan dan meminta Berkenalan dan pendapat orangtua karena telah memberi bertukar kontak dengan kepercayaan untuk mendidik mengenai pembelajaran orangtua siswa satu tahun ke depan anak-anak mereka
?
Bertanya mengenai karakter dan potensi anak pada orangtuanya
?
Berdiskusi dengan wali kelas yang mengampu si anak di kelas sebelumnya
Mengajak orangtua berkolaborasi menciptakan kegiatan-kegiatan penunjang pembelajaran (misalnya hari pengenalan profesi orangtua)
Membangun komunikasi rutin dengan orangtua
Ragam Kegiatan Untuk
Kepala Sekolah
Menjadi orang pertama yang menyambut siswa dan orangtua
Menjelaskan capaian sekolah dalam satu tahun ke belakang
Berkenalan dan berinteraksi dengan orangtua siswa
Membangun wadah partisipasi orangtua
Menjelaskan target dan terobosan sekolah dalam satu tahun ke depan
Berkolaborasi membuat kegiatan-kegiatan rutin penunjang pembelajaran di sekolah
Ragam Kegiatan Untuk
Siswa
Memberikan tur sekolah kepada orangtua
Berkenalan dan berinteraksi dengan orangtua teman sekelas
Menceritakan pengalaman tahun pertama kepada siswa kelas 1 dan orangtuanya
Membuka diri untuk menjadi mentor bagi adik kelas
Ragam Kegiatan Untuk
Masyarakat Perayaan Hari Kemerdekaan
Lomba 17 Agustus
Membantu persiapan teknis kegiatan hari pertama di sekolah
Memberikan pengenalan lingkungan di sekitar sekolah untuk siswa dan orangtua
Terlibat dalam kegiatan-kegiatan di sekolah (misalnya kemping, lomba 17 agustus)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Gedung C Kemendikbud Lantai 4 Jl. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270 Call center : 177 Telp : 021 5703303 SMS : 0811976929 Fax : 021 5733125 Email :
[email protected] Kemdikbud.RI
@Kemdikbud_RI