PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL AGAMA (STUDI KASUS DI MA WALISONGO PECANGAAN JEPARA TAHUN PELAJARAN 2015/2016)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Dalam Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Oleh
:
LAILATUR RISKIYAH NIM 13130000297 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU JEPARA) 2015
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : Hal
: Naskah Skripsi An. Sdri. Lailatur Riskiyah
اﻟﺴﻼم ﻋﻠﯿﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ﷲ وﺑﺮﻛﺎﺗﮫ
Setelah saya mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan skripsi Saudara : Nama
: Lailatur Riskiyah
NIM
: 13130000297
Progdi
: S.1/Tarbiyah
Judul
: Problematika Pembelajaran Muatan Lokal agama (Studi Kasus di MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015/2016) Dengan ini saya mohon kiranya naskah skripsi tersebut dapat segera
diujikan. Demikian harap menjadikan maklum adanya. اﻟﺴﻼم ﻋﻠﯿﻜﻢ ورﺣﻤﺔ ﷲ وﺑﺮﻛﺎﺗﮫ Pembimbing
H. MUFID, M. Ag
ii
DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Jepara,
2015 Deklarator,
LAILATUR RISKIYAH NIM 13130000297
iv
MOTTO
JIKA DILUAR SANA ORANG MENGANGGAP DIRI KITA TIDAK BAIK YANG HARUS DI INGAT SATU HAL BAHWA LANGIT TIDAK PERLU MENJELASKAN BAHWA DIA TINGGI
Welly Sufai dan Simanullang
Diantara matinya hati adalah tidak adanya rasa penyesalan atas kesempatan beramal yang terlewatkan dan tidak adanya rasa bersalah atas do’a yang telah dilakukan
v
ABSTRAK LAILATUR RISKIYAH. NIM 13130000297. PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL AGAMA STUDI KASUS DI MA WALISONGO PECANGAAN JEEPARA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Latar Belakang judul adalah Problematika Pembelajaran Muatan Lokal
diantaranya pola pembelajaran yang masih menggunakan komunikasi satu arah, dimana guru bertindak sebagai pemberi ilmu pengetahuan dan siswa sebagai penerima yang pasif sehingga Keberhasilan proses pembelajaran masih sulit dicapai. Dan kurangnya alokasi waktu dalam pembelajaran muatan lokal agama.Mengingat pentingnya agama sebagai landasan hidup, maka perlu dimunculkan juga cara yang berbeda dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi.
Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah :Bagaimana pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara? Apa saja problematika pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara? Bagaimana pemecahan problematika pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara?
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. metode wawancara 2. metode observasi dan 3.metode dokumentasi. Ada beberapa Problematika Pembelajaran Muatan Lokal di MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015/2016 adalah 1. problem tahap persiapan 2. Problem pelaksanaan pembelajaran meliputi kurangnya minat belajar siswa, kurangnya daya kreatif guru dalam mengembangkan metode pembelajaran dan alokasi waktu yang minim 3. Problem evaluasi pembelajaran. Pemecahan problem pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo pecangaan jepara sebagai berikut 1. Guru diharapkan membuat RPP secara tertulis dan dilaksanakan dengan konsisten 2. Menanggulangi kurangnya motivasi belajar dan kreativitas guru 3. Pemecahan problematika yang berhubungan dengan evaluasi yaitu selain mengadakan tes tertulis dan tes lesan guru juga melakukan evaluasi praktik pada waktu istirahat atau pada jam pelajaran kosong.
vi
PERSEMBAHAN
Untuk yang pertama ku persembahkan skripsi ini kepada tiga orang yang sangat berpengaruh dalam hidupku dan yang sangat aku cintai. Pertama bundaku (Kholifah), terimakasih ya Tuhan yang memberikan malaikat-Mu kepada ku. Terimakasih Tuhan aku telah dilahirkan dari rahim-Nya. kedua nenekku (Sumiati) dan ketiga bulekku (Umi Masruroh) sosok-sosok yang pertama dari tujuan hidupku yang selalu membangkitkan dalam keterpurukanku terimakasih atas limpahan do’a dan kasih sayang yang tak terhingga dan selalu memberikan yang terbaik. terimakasih tak terhingga untuk bulekku (Nur Laila) yang telah membantu membiyayai kuliahku hingga semester akhir. Dosen pembimbingku H. Mufid, M. Ag., terimakasih atas bimbingan dan arahannya selama ini. Terimakasih
untuk
sahabat-sahabatku
seperjuangan
yang
telah
memberikan bantuan dan dukungan selama ini. Karena tidak ada kata kadaluarsa dalam sebuah persahabatan.
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Segenap puja dan puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan petunjuk, bimbingan dan kekuatan lahir batin kepada peneliti, sehingga penelitian hasil dari usaha pemikiran ilmiah yang sederhana ini terselesaikan dengan sebagaimana mestinya. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah ruah kepada Beliau Rasulullah SAW, cahaya yang membawa umat manusia dari masa yang gelap gulita menuju masa yang penuh agung, juga kepada para keluarga dan sahabatnya serta semua pewarisnya yang senantiasa menerangi zaman. Berkat
pertolongan
Allah
SWT
dan
petunjuk-Nya
kami
dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Problematika Pembelajaran Muatan Lokal Agama Studi Kasus di MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015/2016” sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 1 (S1) dan mendapat gelar kesarjanaan Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd. I), jurusan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Semoga bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi pembaca pada umumnya. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan tersusun dengan baik. Untuk itu penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada :
viii
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhtarom, HM, Rektor UNISNU Jepara. 2. Bapak Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag, Dekan Fakultas Agama Islam UNISNU Jepara, serta biro skripsi yang telah memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian. 3. Bapak Drs. H. Mufid, M. Ag., yang telah meluangkan waktu serta ketabahan dan kesabarannya dalam membimbing dan memberi petunjuk sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Seluruh Dosen jurusan Pendidikan Agama Islam UNISNU Jepara yang dengan ikhlas dan penuh kesabaran dalam mendidik serta memberikan pengajaran kepada penulis sampai terselesainya tugas studi. 5. Bapak Drs. Santoso Kepala Sekolah di MA Walisongo Pecangaan, Bapak KH. Nur Rohmat Guru Mata Pelajaran NU dan Bapak, Drs. Afifuddin di MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015/2016 yang telah memberikan ijin penelitian di MA ini. 6. Orangtua dan saudara-saudaraku yang telah mendukung penulisan skripsi ini sehingga terselesaikan dengan baik. 7. Semua guru yang telah mendidik saya mulai dari kecil hingga dewasa sekarang ini, karena beliau-beliaulah saya bisa menjadi sekarang ini. 8. Dan kepada semua pihak yang tak mampu penulis sebutkan satu persatu karena terbatasnya ruang. Kepada mereka yang disebutkan di atas, penulis berdo’a semoga jalan Tuhan dibentangkan di hadapanya.
ix
Akhirnya, penulis berharap semoga risalah ini tetap membawa manfaat, sebesar apapun manfaat itu, bagi pengembangan pendidikan Islam maupun sebagai pengayaan khazanah keilmuan. Amin Jepara,
Oktober 2015 Penulis
LAILATUR RISKIYAH
x
PERSEMBAHAN
Untuk yang pertama ku persembahkan skripsi ini kepada tiga orang yang sangat berpengaruh dalam hidupku dan yang sangat aku cintai. Pertama bundaku (Kholifah), terimakasih ya Tuhan yang memberikan malaikat-Mu kepada ku. Terimakasih Tuhan aku telah dilahirkan dari rahim-Nya. kedua nenekku (Sumiati) dan ketiga bulekku (Umi Masruroh) sosok-sosok yang pertama dari tujuan hidupku yang selalu membangkitkan dalam keterpurukanku terimakasih atas limpahan do’a dan kasih sayang yang tak terhingga dan selalu memberikan yang terbaik. terimakasih tak terhingga untuk bulekku (Nur Laila) yang telah membantu membiyayai kuliahku hingga semester akhir. Dosen pembimbingku H. Mufid, M. Ag., terimakasih atas bimbingan dan arahannya selama ini. Terimakasih
untuk
sahabat-sahabatku
seperjuangan
yang
telah
memberikan bantuan dan dukungan selama ini. Karena tidak ada kata kadaluarsa dalam sebuah persahabatan.
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................. i Halaman Nota Pembimbing ........................................................................ ii Halaman Nota Pengesahan.......................................................................... iii Halaman Deklarasi ...................................................................................... iv Halaman Motto............................................................................................ v Halaman Abstrak......................................................................................... vi Halaman Persembahan ................................................................................ vii Halaman Kata Pengantar............................................................................. viii Halaman Daftar Isi ...................................................................................... xi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………….......... 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………... 5 C. Tujuan dan manfaat Penelitian …………………………… 5 D. Kajian Pustaka…………………………………………….. 6 E. Metodologi Penelitian……………………………….......... 9 F. Sistematika Penulisan Skripsi……………………….......... 15 BAB II : LANDASAN TEORI A. Pembelajaran MuatanLokal 1. Penegasan Istilah………………………………...........
18
2. Pengertian Pembelajaran Muatan Lokal ……………...
18
3. Dasar dan Tujuan Pembelajaran Muatan Lokal……….
18
4. Ruang Lingkup Materi Muatan Lokal…………….…... 22 5. Proses Belajar Mengajar Muatan Lokal……….............. 24 6. Strategi Pembelajaran Muatan Lokal.............................. 26 B. Realisasi Pembelajaran Muatan Lokal agama 1. Tahap Perencanaan…………………………………….. 33 2. Tahap Mengajar ……………………………………….. 34 xi
3. Tahap Evaluasi................................................................. 36 C. Komponen Pendukung dalam Pembelajaran Muatan Lokal Agama………………………………………….................. 38 BAB III : KAJIAN OBJEK PENELITIAN A. Data Umum Tentang MA Walisongo Pecangaan 1. Tinjauan Historis ............................................................ 41 2. Visi, Misi dan Tujuan ………..………………... ........... 42 3. Personalia Pimpinan dan Karyawan.................... ........... 45 4. Keadaan Guru dan Siswa................................................ 46 5. Kurikulum....................................................................... 47 6. Keadaan Sarana dan Prasarana……………… ............... 49 B. Data Penelitian Tentang Problematika Pembelajaran Muatan Lokal Agama Studi kasus di MAWalisongo Pecangaan Tahun Pelajaran 2015/2016………… 1. Data Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Agama Studi Kasus di MA Walisongo Pecangaan Tahun Pelajaran 2015/2016………………. 50 2. Data Tentang Problematika Pembelajaran Muatan Lokal Agama di MA Walisongo Pecangaan ............… 55 3. Data Tentang Pemecahan Problematika Pembelajaran Muatan Lokal Agama di Ma Walisongo Pecangaan Jepara………………..................................................... 65 BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Tentang Proses Pembelajaran Muatan Lokal Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara……………... 69 B. Analisis Tentang Problematika Proses Pembelajaran Muatan Lokal Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara……………………………………………………… 73 xii
C. Analisis Tentang Problematika yang Berhubungan dengan Evaluasi dan Pemecahannya................................................ 75 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 79 B. Saran ................................................................................. 80 C. Penutup ............................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kegiatan yang berintikan interaksi antara siswa dengan pendidik serta berbagai sumber pendidikan.1 Sedangkan proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam suatu interaksi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dengan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Proses belajar mengajar ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.2 Keseluruhan paparan di atas sejalan dengan pandangan Dirjen Dikdasmen yang menyebutkan bahwa pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif, tetapi juga berorientasi pada cara siswa dapat belajar dari lingkungan, pengalaman, dan kehebatan orang lain, kekayaan dan luasnya hamparan alam sehingga mereka bisa mengembangkan sikap kreatif dan daya pikir imajinatif. Jadi, selain aspek 1
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005, hlm. 24-25. 2 Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2006, hlm. 4.
1
2
kognitif, juga harus dirangkai dengan keberhasilan dua aspek lainnya, yaitu afektif dan psikomotorik. Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah, namun keberhasilan itu hingga saat ini masih sulit dicapai. Beberapa faktor dijadikan alasan sulitnya pencapaian tersebut, diantaranya pola pembelajaran yang masih menggunakan komunikasi satu arah, dimana guru bertindak sebagai pemberi ilmu pengetahuan dan siswa sebagai penerima yang pasif. Trianto, dalam bukunya juga menjelaskan, bahwa Pola tipe pembelajaran yang terjadi sekarang ini adalah siswa hanya sebagai objek pembelajaran yang mengakibatkan siswa bersifat pasif dan hanya berpusat pada guru (teacher centered).3 Hal demikian juga masih berlangsung di MA Walisongo Pecangaan Jepara. Demi meraih keberhasilan dalam pendidikan, tidak boleh dilupakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ciri khas adat istiadat, tatakrama, bahasa, dan cara pergaulan yang berbeda-beda di masing-masing daerah. Segenap perbedaan dan ciri khas tersebut sebaiknya dijaga dan dikembangkan agar semboyan Bhineka Tuunggal Ika dapat direalisasikan. Melihat hal tersebut, sudah seharusnya pada setiap institusi sekolah untuk mengembangkan potensi yang menjadi ciri khas sekolah itu. Karakter tiap satuan pendidikan tersebutlah yang diharapkan dapat dioptimalkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) saat ini. Jadi, pada tiap institusi pendidikan mempunyai ciri khas ataupun karakter 3
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Surabaya : Prestasi Pustaka, 2009, hlm 41.
3
tersendiri menurut potensi yang ada di sekolah ataupun sekitar sekolah. Dalam pelaksanaannya, kurikulum muatan lokal tersebut diadakan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dedi Supriadi dalam bukunya Membangun Bangsa Melalui Pendidikan menyebutkan bahwa setidaknya ada empat prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kurikulum muatan lokal. Pertama, materinya tidak boleh tumpang tindih dengan materi muatan nasional. Kedua, sesuai dengan kebutuhan daerah lokal (peserta didik, sekolah dan daerah). Ketiga, memberi kemanfaatan bagi peserta didik baik saat ini maupun masa depan. Keempat, tersedianya faktor pendukung di sekolah maupun di sekitar sekolah.4 Untuk merealisasikan kurikulum muatan lokal memang bukanlah suatu yang mudah, karena memang keberhasilannya ditentukan oleh banyak sekali faktor, terutama faktor daerah dan lingkungan itu sendiri. Mukhtar Chaniago dan Siti Tarwiyah Adi menyebutkan bahwa keberhasilan pelaksanaan kurikulum muatan lokal secara faktual ditunjang oleh beberapa faktor, yaitu sumber daya manusia (guru, siswa, pegawai dan lain sebagainya). Faktor yang selanjutnya adalah ketersediaan sarana dan prasarana seperti ketersediaan buku, perlengkapan laboratorium, dan sebagainya. Faktor yang terakhir adalah ketersediaan dana yang memadai.5 Di Madrasah Aliyah, pelajaran muatan lokal terutama agama mempunyai porsi yang cukup banyak. Muatan lokal di Madrasah Aliyah dimaknai sebagai ciri khas tersendiri dalam mewarisi tradisi 4
Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, Bandung : Rosyda Karya, 2004, hlm. 203. 5 Mukhtar Chaniago dan Tuti Tarwiyah Adi, Analisis SWOT Kebijakan Era Otonomi Daerah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 202.
4
pendidikan pesantren. Kebanyakan yang digunakan dalam pelaksanaannya masih menggunakan metode klasik, yaitu metode bandongan dan sorogan. Dengan kenyataan itu, dalam pelaksanaan pendidikan muatan lokal agama di Madrasah diperlukan cara khusus mengingat banyaknya mata pelajaran yang ada di Madrasah. Disinyalir, banyaknya mata pelajaran ini dapat mempengaruhi kondisi fisik maupun psikis siswa sehingga mempengaruhi prestasi belajar.6 Madrasah Aliyah Walisongo adalah contoh sekolah yang menjadikan muatan lokal agama sebagai mata pelajaran tambahan. Adapun mata pelajaran yang termasuk dalam muatan lokal agama meliputi, ushul fiqh, nahwu shorof, ke-NU-an dan ilmu falaq. Metode penyampaian yang disampaikan adalah metode bandongan sehingga siswa cenderung jenuh dalam menerima pelajaran tersebut. Hal itu dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu banyaknya materi pelajaran, kurang bervariasinya teknik penyampaian, dan lain sebagainya. Implikasi dari permasalahan tersebut adalah kurang optimalnya hasil yang dicapai dalam tiap pembelajaran di sekolah. MA Walisongo adalah salah satu sekolahan swasta yang ada di Jepara. Mata pelajaran muatan lokal agama disini mendapat porsi yang cukup banyak. Uniknya lagi di MA Walisongo terdapat mata pelajaran ilmu falak yang jarang sekali ditemui di sekolah lain di Jepara. Pelajaran tersebut hanya terdapat di MA Walisongo dan MA Nurul Islam Kriyan Kalinyamatan. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di MA Walisongo Pecangaan Jepara. Fakta tersebut dipandang penting bagi peneliti
6
Mustaqim Dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hlm. 64.
5
untuk segera diadakan penelitian untuk menganalisis lebih rinci tentang problem apakah yang sebenarnya dialami dalam pelaksanaan pendidikan muatan lokal agama tersebut.
َوﻗُلْ رَ بﱢ زِ دْ ﻧِﻲ ﻋِ ْﻠ ًم Artinya: Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114) Mengingat pentingnya agama sebagai landasan hidup, maka perlu juga dimunculkan cara yang berbeda dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
B. RumusanMasalah Dari latar belakang di atas, dapat diketahui beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara? 2. Apa saja problematika pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara? 3. Bagaimana pemecahan problematika pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dipandang sangat penting untuk melakukan sebuah penelitian. Karena tanpa tujuan yang jelas, penelitian ini akan mengalami bias pembahasan. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara. 2. Mengidentifikasi
masalah-masalah
dalam
pelaksanaan
kegiatan
pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara. 3. Untuk
mengetahui
bagaimana
pemecahan
permasalahan
dalam
pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara.
Adapun manfaat yang dapat dicapai setidaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan telaah para pendidik untuk meningkatkan dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan tanggung jawab guru maupun siswa. Untuk menambah khazanah bahan kepustakaan bagi yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, terutama dalam hal aplikasi pendidikan muatan lokal agama di Madrasah Aliyah Walisongo Pecangaan Jepara.
D. Kajian Pustaka Skripsi yang membahas tentang proses pembelajaran memang sangat banyak peneliti jumpai. Akan tetapi, peneliti lebih memfokuskan pada acuan skripsi yang berisi tentang pembelajaran yang bersifat solutif sebagai alternatif
7
problem-problem proses pembelajaran muatan lokal agama di kelas. Kemudian, peneliti mencantumkan skripsi-skripsi di bawah ini sebagai kajian pustaka. 1. Dra. Sumiati dalam bukunya yang berjudul metode pembelajaran menjelaskan tentang metode pembelajaran yang baik ,guru seharusnya mampu menentukan metode pembelajaran yang yg di pandang dapat membelajarkan siswa melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif, dan hasil belajarpun diharapkan dapat lebih di tingkatkan. Metode pembelajaran dapat di tentukan oleh guru dengan memperhatikan tujuan dan materi pembelajaran.
Pertimbangan
pokok
dalam
menentukan
metode
pembelajaran terletak pada keefektifan proses pembelajaran. Tentu saja orientasi guru adalah kepada siswa belajar. Jadi metode pembelajaran yang digunakan pada dasarnya hanya berfungsi sebagai bimbingan agar siswa minat dalam belajar terutama dalam mata pelajaran muatan lokal. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman Rosjid dengan NIM: 3193072 dengan judul “Problematika Pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemecahannya di MTs Tarbiyatul Athfal Kembangtoroh Grobogan”. Dalam skripsi itu diperoleh hasil, diantara problematika yang muncul di MTs Tarbiyatul Athfal Kembangtoroh Grobogan adalah siswa, persiapan, dan waktu. Ketiga problematika itu muncul dikarenakan kesulitan untuk menerapkan sistem yang ada sesuai kondisi.
8
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Juwita dengan NIM: 3100025 yang berjudul “Problem-Problem Pengajaran Transliterasi Baca Tulis (BA) di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) As-Salamah Ungaran”. Dalam skripsi tersebut dihasilkan beberapa problem dalam pengajaran, yaitu: perbedaan persepsi guru dalam pengajaran transliterasi, kemampuan dasar baca tulis arab dan kecenderungan membaca materi transliterasi materi yang padat, keterbatasan sarana dan prasarana serta alokasi waktu yang terbatas. Jika ditinjau dari luasnya pembahasan dan ruang lingkup kajian, maka akan dijumpai pembahasan yang lebih luas pada skripsi yang akan disusun oleh peneliti. Pembahasan dalam kedua kajian pustaka di atas lebih mengerucut pada satu mata pelajaran saja. Berbeda dengan skripsi yang akan disusun oleh peneliti, pembahasan terkesan lebih global dan menyeluruh atau dapat disebut juga lebih luas. Pelajaran muatan lokal agama yang peneliti maksud meliputi mata pelajaran ushul fiqh, ke-UN-an, nahwu shorof dan ilmu falak. Mata pelajaran itulah yang tercantum dalam kurikulum di MA Walisongo Pecangaan Jepara. Perbedaan dalam kajian pustaka yang dibahas adalah tentang problematika pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam dan problematika pengajaran transliterasi baca tulis (BA), sedangkan peneliti membahas tentang problematika pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama yang cakupannya lebih luas, yaitu meliputi mata pelajaran ushul fiqh, ke-NU-an, nahwu shorof dan ilmu falak. Akan tetapi dari kedua kajian pustaka tersebut hampir sama dengan apa yang akan
9
disusun oleh peneliti. Maka kedua kajian pustaka tersebut dianggap perlu untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan skripsi.
4. Artikel Saudari Aprilisa Ningrum yang berjudul tentang dasar pengembangan muatan lokal berisi tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan muatan lokal: bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, program pengajaran dikembangkan denggan melihat kedekatan dengan peserta didik, alokasi waktu , memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal setiap waktunya.
E. Metodelologi Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah field research, yaitu riset yang dilakukan di medan terjadinya gejala-gejala.7 Untuk itu, data primernya adalah data yang berasal dari lapangan. Adapun pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Metode ini mencoba meneliti suatu kelompok manusia atau obyek, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa pada masa sekarang. Menurut Wehidney (1960) sebagaimana dikutip oleh Moh. Nazir, bahwa metode deskriptif adalah pencapaian fakta dengan interpretasi yang tepat. Metode ini mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat beserta tatacara yang berlaku di 7
36.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM, 1997, hlm.
10
dalamnya. Situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan kegiatankegiatan,
sikap-sikap,
pandangan-pandangan
serta
proses
yang
berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena.8 Peneliti menggunakan jenis penelitian field research dan pendekatan kualitatif karena jenis penelitian tersebut sesuai dengan tema yang peneliti buat, dan mengarah kepada penelitian pendidikan yang khususnya tentang proses pembelajaran muatan lokal agama di Madrasah Aliyah Walisongo Pecangaan Jepara. Begitu juga data-data primer yang sangat vital peneliti sudah siapkan sesuai dengan prosedur yang ada, baik berupa dokumentasi, maupun wawancara dengan yang bersangkutan. 2. Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti (atau petugas-petugasnya) dari sumber pertamanya.9 Data primer diperoleh dari penelitian lapangan (field reseach) melalui prosedur dan teknik pengambilan data melalui wawancara (interview), observasi, dan dokumentasi. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber informasi yang didapat diperpustakaan dan jasa informasi yang tersedia .10 Sumber sekunder merupakan sumber penunjang yang dibutuhkan untuk memperkaya data atau menganalisa data dan atau menganalisa permasalahan yaitu 8
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghilmi Indonesia, 1988, hlm. 83. Sumadi Suryabrata, Op. Cit., hlm. 85 10 Masri Singarimbun, Op. Cit., hlm. 70 9
11
pustaka yang berkaitan dengan pembahasan dan dasar teoritis.11 Data kepustakaan tersebut meliputi buku-buku maupun arsip dan literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
3. Subyek Penelitian
untuk menentukan subyek penelitian ditentukan kesesuaian antara kebutuhan sumber informasi yang terkait dengan permasalahan penelitian.Yaitu
jaringan
informan
utama
(key
informan)
yang
diwawancarai yaitu kepala sekolah dan guru serta jaringan informan pendukung lainya. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah sebagai berikut : a. Kepala sekolah MA Walisongo Pecangaan Tahun pelajaran 2015/2016 b. Guru muatan lokal agama di MA Walisongo pecangaan tahun pelajaran 2015/2016 c. SiswaMA Walisongo Pecangaan tahun pelajaran 2015/2016.
4. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian dimaksudkan sebagai alat pengumpul data, sedangkan menurut Sugiyono (2008) instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.12 Peneliti dalam melakukan penelitiannya mencari
11
Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, Jilid 1, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit fakultas Psikologi UGM, 1989), hlm. 10. 12 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung : Alvabeta, 2008, hlm. 307.
12
dan mengumpulkan data yang ada. Data yang dimaksud yaitu data yang berkaitan dengan proses pembelajaran muatan lokal agama. 5. Teknik Pengumpulan Data
Karena jenis penelitiannya adalah lapangan (field research) maka peneliti dalam proses pengumpulan data menggunakan beberapa metode. Adapun metode tersebut adalah : a. Metode Interview (wawancara)
Metode interview ini sebagai suatu proses tanya jawab secara lisan atau tulisan, antar dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik yang satu dapat melihat muka yang lain dan dapat mendengarkan suaranya sendiri melalui telinganya, metode ini gunanya untuk mengumpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data. 13 Dalam hubungan ini wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara
yang
digunakan
hanya
berupa
garis-garis
besar
permasalahan yang ditanyakan.14 wawancara tidak terstruktur ini peneliti gunakan untuk guru mata pelajaran muatan lokal agama, dan siswa. Metode ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus di teliti, tetapi apabila peneliti ingin 13 14
Sutrisno Hadi, Op.Cit, hlm. 192. Sugiyono, Op.Cit, hlm. 197.
13
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam, berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran, problematika , dan bagaimana solusi permasalahan dalam pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecagaan Jepara. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang problematika pembelajaran muatan lokal agama, data bagaima pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan, dan problem apa saja yang terjadi dalam pembelajaran matan lokal agama tersebut, serta menemukan bagaimana solusi atau pemecahan problematika pembelajaran muatan lokal agama tersebut.
b. Metode Observasi Metode observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.15 Metode ini digunakan untuk cross check data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan sumber data, dan digunakan untuk mencari data administrasi sekolah, dokumentasi dan lain-lain yang subyektif mungkin. Dalam hal ini, observasi yang peneliti pakai adalah observasi dengan model terstruktur. Yaitu observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana
15
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan,(Jakarta : Rineka Cipta, 2004, hlm. 158.
14
tempatnya. Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu pasti tentang variabel apa yang akan diamati.16 Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipasif , dimana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Artinya peneliti tidak termasuk guru di MA Walisongo Pecangaan Jepara. Metode ini gunakan untuk mengetahui bagaimana keadaan pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo. c. Metode Dokumentasi Dokumentasi adalah metode yang mencari data mengenai halhal yang berupa catatan, transkip, buku dan sebagainya yang dapat digunakan untuk menunjang perolehan data.17 Dalam penelitian ini nantinya akan menjadikan arsip-arsip sekolah, data dokumentasi, foto-foto dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penelitian. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat dokumentasi. Misalnya jumlah siswa, guru, dan staf serta jumlah sarana yang lain. Sedangkan jenis datanya dibagi ke dalam katakata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik. 6. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
16
Sugiyono, Op.Cit, hlm. 205 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 1998, hlm. 202 17
15
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data secara terstruktur dan dapat mudah dipahami. Adapun teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sesuai dengan yang telah dikemukakan Miles and Huberman sebagaimana dikutip oleh Sugiyono dengan model interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.18 a. Data Reduction adalah data yang diperoleh dari lapangan yang jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang hal-hal yang tidak perlu, dengan tujuan agar data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya, dan mencarinya lagi bila diperlukan. b. Data display atau penyajian data adalah setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikannya. Melalui penyajian data tersebut maka data dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah difahami. c. conclusion drawing atau bisa disebut dengan verifikasi, menurut Hubbermen and Milles adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan
18
Sugiyono, Loc cit, hlm. 338-345.
16
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan awal didukung dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
F. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan dalam memahami isi, maka peneliti membagi sistematika penulisan skripsi sebagai berikut : 1. Bagian muka, terdiri dari : Pada bagian ini akan dimuat halaman, di antaranya : halaman judul, abstrak penelitian, halaman persembahan, halaman motto, halaman pengesahan, halaman nota pembimbing, kata pengantar, daftar isi, dan daftar tabel, halaman lampiran-lampiran. 2. Bagian isi terdiri beberapa bab, yaitu : a. Bab I, pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, penegasan istilah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi b. Bab II, landasan teori, yang berisi tentang pembelajaran muatan lokal, realissasi pembelajaran muatan lokal agama dan komponen pendukung dalam pembelajaran muatan lokal agama.
17
c. Bab III, kajian objek penelitian di MA Walisongo Pecangaan Jepara yang berisi tentang data tentang proses pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo, data tentang problematika pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo, data tentang solusi pemecahan problematika pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo. d. Bab IV, hasil penelitian dan pembahasan, yang berisi tentang analisis tentang proses pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo, analisis tentang problematika pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo,
analisis
tentang
solusi
pemecahan
problematika
pembelajaran muatan lokal agama MA Walisongo. e. Bab V, penutup, yang berisi tentang kesimpulan, saran dan kata penutup Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka, daftar riwayat pendidikan peneliti, dan lampiran-lampiran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Penegasan Istilah 1. Pengertian problematika adalah hal yang belum di pecahkan dan yang menimbulkan permasalahan. 2. Pengertian pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan makhluk hidup belajar. 3. Pengertian muatan lokal adalah pelajaran yang menjadi cirri khas suatu daerah. B. Pembelajaran Muatan Lokal 1. Pengertian Pembelajaran Muatan Lokal Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah.1 Bahwa muatan lokal adalah suatu program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya.2 Sedangkan menurut Suwardi, muatan lokal merupakan materi pelajaran yang mengenalkan dan memperlihatkan ciri khas dari daerah tertentu yang terdiri dari berbagai macam keterampilan dan kerajinan
1
http//PERMENDIKNAS, Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar.wikipedia.com. Diakses Pada Hari : Sabtu, Tanggal 01 Nopember 2014, Jam : 10.00 WIB-Sampai Selesai. 2 http//Pengertian Muatan Lokal.com Diakses Pada Hari : Sabtu, Tanggal 01 Nopember 2014, Jam : 10.00 WIB-Sampai Selesai.
18
19
tradisional, budaya serta adat istiadat.3 Dapat diamati bahwa pembelajaran muatan lokal disini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Jadi besar kecilnya hasil yang akan dicapai dalam pembelajaran muatan lokal berbanding lurus dengan seberapa pahamkah kita pada lingkungan sekitar dan pengoptimalan manfaat serta potensinya. 2. Dasar dan Tujuan Pembelajaran Muatan Lokal Pemerintah
memberikan
kebijakan
untuk
pengembangan
kurikulum nasional dengan menyertakan kurikulum muatan lokal mulai dari Sekolah Dasar (SD) itu sesuai dengan hukum-hukum perundangan. Jadi dalam pelaksanaan kurikum muatan lokal bukanlah tanpa dasar. Adapun dasar-dasar pelaksanaan itu adalah sebagai berikut: a. Landasan Idiil Sebagaimana dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan lainnya, landasan idiil pelaksanaan kurikulum muatan lokal adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. b. Landasan Konstitusional Selain landasan idiil, pelaksanaan kurikulum muatan lokal juga memiliki landasan konstitusional atau hukum. Berikut adalah landasan konstitusional atau hukum itu: 1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pelaksanaan pendidikan nasional. Adapun pasal-pasal yang terkait adalah sebagai berikut : 3
Mukhtar Chaniago dan Tuti Tarwiyah Adi, Analisis SWOT Kebijakan Era Otonomi Daerah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 202.
20
a) Pasal 3, yang berisi bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan watak.serta peradaban bangsa
yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik agar menjadi manusia yang beriman serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. b) Pasal
36
Ayat
(1)
dan
(2),
yang
menyatakan
bahwapengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan dan dilakukan dengan prinsip diversidikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang sistem pendidikan nasional. a) Pasal 7 Ayat (3), (4), (7) dan (8).yang menyatakan bahwa muatan lokal yang relevan merupakan salah satu kurikulum yang dilaksanakan oleh madrasah. b) Pasal 14 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa pendidikan berbasis keunggulan daerah lokal dapat dimasukkan dalam `kurikulum sekolah atau madrasah. c. Landasan Sosiologis Alasan bahwa negara Indonesai adalah negara yang multi
21
budaya, seni, adat istiadat, bahasa, sumber daya alam, dsb dipandang sangat layak untuk pengembangan potensi-potensi tersebut sesuai dengan daerah masing-masing. Keanekaragaman tersebut merupakan aset kekayaan bangsa yang harus dilestarikan. Adapun upaya pelestarian tersebut dapat dilakukan dengan melaksanakan pendidikan yang berbasis karakteristik lokal masing- masing daerah.4 Hal tersebut didukung dengan dilaksanakannya sistem Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengeksplor seluruh potensi yang dimiliki daerah sekitar atau sesuai dengan karakteristik sekolah atau madrasah tersebut. Dengan pelaksanaan kurikulum muatan lokal yang maksimal, diharapkan setiap sekolah dapat melahirkan lulusan-lulusan yang berkarakter sesuai dengan potensi daerah yang berwawasan nasional.
ﻋَﻀﱡ ﻮا ﻋَﻠ ْﯿﮭَﺎ ﺑﺎﻟﻨّﻮا
َﻓَ َﻌﻠَ ْﯿ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ُﺴﻨﱠﺘِﻲ وَ ُﺳﻨﱠ ِﺔ ا ْﻟ ُﺨﻠَﻔَﺎ ِء اﻟ ﱠﺮاﺷِ ِﺪﯾْﻦَ ا ْﻟ َﻤ ْﮭ ِﺪﯾﱠﯿْﻦ ﺟﺬ وَ اِﯾﺎ َ ُﻛ ْﻢ ْروه اﺑﻮدود و ﺗﺮﻣﺪي
Artinya: Karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan berpeganglah kamu dengan kepada sunah-sunah itu dengan kuat. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya bid’ah itu sesat “HR. Abu 4
148.
Subadjah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1993, hlm.
22
daud dan At Tarmidzi, Hadits Hasan Shahih. Jika
dilihat
dari
kepentingannya,
muatan
lokal
dapat
dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :5 1) Kepentingan Nasional a) Mengembangkan dan melestarikan kebudayaan khas daerah b) Mengarahkan nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan kea rah yang lebih positif 2) Kepentingan Peserta Didik a) Meningkatkan pemahaman peserta didik dalam memahami lingkungannya (lingkungan sosial, budaya dan alam). b) Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya c) Menerapkan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki untuk memecahkan masalah lingkungan atau daerah sekitar. d) Memanfaatkan sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekitar. e) Mempermudah peserta didik untuk menyerap materi pelajaran. Dari beberapa landasan dan keterangan di atas, dapat disebut bahwa muatan lokal agama (takhassus) di madrasah merupakan pengembangan, pemahaman, pengenalan dan pewarisan nilai-nilai ataupun potensi daerah sekitar, dalam hal ini adalah budaya pesantren yang dilaksanakan bersamaan dengan pendidikan nasional. Berarti, dalam pelaksanaan kurikulum muatan lokal bersandingan dan tidak 5
Dedi Supriyadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, Bandung : Rosda Karya, 2004, hlm. 203.
23
melupakan bahwa kesatuan dan nasionalisme itu lebih penting (tidak menimbulkan sikap caufinisme). 3. Ruang Lingkup Materi Muatan Lokal Materi yang dapat dikembangkan dalam materi muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, bahasa asing, kesenian daerah, kesenian dan kerajinan daerah, adat istiadat daerah, pengetahuan tentang karakteristik daerah sekitar, serta hal-hal yang bersangkutan dan dianggap perlu di masing-masing daerah.6 Sebagai contoh, di daerah Jepara rata-rata pada Sekolah Menengah Pertama di beri materi muatan lokal Seni Ukir. Hal tersebut dikarenakan Seni Ukir sudah menjadi ciri khas dan karya seni daerah Jepara. Selain hal-hal di atas, muatan lokal juga dapat berupa pendidikan agama. Bukan pendidikan agama secara umum. Namun muatan lokal yang biasa dikembangkan di Madrasah Aliyah adalah muatan lokal kajian kitab kuning. Sebagai contoh, kitab taqrib, ta’lim al-muta’alim, fath al majid dan lain sebgainya. Dalam kajian itu, materi-materi yang dikembangkan kebanyakan dalam hal keimanan (tauhid), fiqih, dan akhlaq (adab). Jika pendidikan muatan lokal sudah dimasukkan dalam kurikulum di sekolah, maka setiap satuan pendidikan muatan lokal harus dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Berkaitan dengan pengembangan materi muatan lokal, Dedi Supriadi menyebutkan bahwa materi pendidikan muatan lokal dapat dikembangkan 6
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007, hlm. 276.
24
berdasarkan beberapa prinsip, yaitu :7 a. Materinya tidak boleh tumpang tindih dengan materi muatan nasional, agar tidak terjadi pemborosan jam pelajaran. Mengingat jam pelajaran yang sangat terbatas. b. Sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah lokal (sekolah dan peserta didik). Kesesuaian ini sebaiknya dikaji terlebih dahulu oleh siswa dan guru ataupun tenaga ahli lainnya. Sehingga dapat diperoleh hasil yang akurat mengenai apa saja yang seyogyanya diterapkan dan dilakukan. c. Memberikan kemanfaatan bagi peserta didik baik pada saat ini maupun masa yang akan datang. d. Tersedia potensi yang mendukung dan memungkinkan untuk diakses. Dalam menyusun materi muatan lokal agar tidak terjadi tumpang tindih dengan materi muatan nasional, maka sekolah atau guru dalam menyusun materi harus menerjemahkan konsep materi bidang studi (pokok bahasan dan sub pokok bahasan) yang terdapat dalam Garis-Garis Program Pengajaran (GBPP). Dengan demikian, keberadaan muatan lokal hanya untuk memperkaya khasanah dan wawasan peserta didik. 4. Proses Belajar Mengajar Muatan Lokal Proses dalam pengertiannya di sini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk
7
Dedi Supriyadi, Op.Cit, hlm. 203.
25
mencapai tujuan.8 Sedangkan belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Dalam pengertian ini terdapat kata “Change” atau perubahan yang berarti bahwa seseorang telah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, ketrampilannya, maupun aspek sikapnya, misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari raguragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan.9 Mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Dan mengajar sebagai proses menyampaikan pengetahuan, sering juga diartikan sebagai proses menanamkan
ilmu
pengetahuan.
Dan
bahwa
mengajar
adalah
menanamkan pengetahuan atau ketrampilan (teaching is imparting knowledge or skill). Dan mengajar menunjukkan kegiatan yang membawa kepada aktivitas belajar seseorang. Mengajar bukan hanya sekedar menceritakan (telling) atau memperlihatkan cara (showing how), akan tetapi merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas sesuai dengan tujuan pengajaran. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang sangat berat. Berhasilnya pendidikan pada peserta didik sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan 8
Muh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT. Remaja Rosdakarya : Bandung, Cet. 14, 2002, hlm. 5. 9 Ibid, hlm. 5.
26
tugasnya. Mengajar pada prinsipnya membimbing peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahan. bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan peserta didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar mengajar.10 Mengajar pada umumnya usaha guru untuk menciptakan kondisikondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, termasuk guru, alat pelajaran, dan sebagainya yang disebut proses belajar, sehingga tercapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan.11 Belajar mengajar adalah interaksi edukatif atau hubungan timbal balik antara guru (pendidik) dan peserta didik, dalam suatu sistem pengajaran. Interaksi edukatif merupakan faktor penting dalam usaha mencapai terwujudnya situasi belajar dan mengajar yang baik dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran.12 Sedangkan
menurut
peneliti,
bahwa
pengertian
interaksi
mengandung unsur saling memberi dan menerima, dalam setiap interaksi belajar mengajar ditandai dengan sejumlah unsur, yaitu : a. Tujuan yang hendak dicapai b. Guru dan peserta didik c. Bahan pelajaran 10
Ibid, hlm. 6. Nasution, Teknologi Pendidikan, PT. Bumi Aksara : Jakarta, Cet. 6, 2011, hlm. 43. 12 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT. Rineka Cipta : Jakarta, Cet. 1, 1997, hal.156. 11
27
d. Metode yang digunakan untuk menciptakan situasi belajar mengajar e. Penilaian
yang
fungsinya
untuk
menerapkan
seberapa
jauh
ketercapaiannya tujuan. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini tidak hanya penyampaian materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri peserta didik yang sedang belajar. 5. Strategi Pembelajaran Muatan Lokal Meskipun strategi lebih sering digunakan dalam bidang militer yang didalamnya tersimpan sederet cara untuk mencapai kemenangan. Begitu juga pada proses pendidikan muatan lokal, strategi juga digunakan dengan maksud apa yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Bahwa strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Dengan begitu, pendidikan muatan lokal pun memerlukan perencanaan yang biasanya tercermin dalam perencanaan pembelajaran atau juga dalam silabus. Bahwa setidaknya konsep dalam strategi pembelajaran muatan lokal memuat kegiatan-kegiatan berikut ini: Hal pertama yang bisa dilakukan adalah menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan
28
tingkah laku. Kemudian diteruskan dengan menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar. Hal terahir yang perlu diperhatikan adalah norma dan kriteria keberhasilan belajar mengajar. Berdasarkan definisi dan konsep strategi pembelajaran yang terpapar di atas, setidaknya ada dua hal yang harus digaris bawahi dalam proses pembelajaran muatan lokal agama. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan yang akan digunakan untuk mencapai kompetensi yang ingin dicapai dalam pembelajaran muatan lokal agama. Kedua, strategi pembelajaran muatan lokal agama dapat dilakukan dengan penyusunan langkah-langkah pembelajaran, memanfaatkan berbagai fasilitas dan sumber belajar yang semua itu diusahakan untuk mencapai tujuan pembelajaran muatan lokal agama. Dalam menentukan strategi pembelajaran muatan lokal, guru setidaknya dapat merencanakan dan menentukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pendekatan mengajar Pendekatan yang digunakan dalam proses belajar mengajar banyak mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran. Dimana tinggi rendahnya kualitas belajar mengajar ditentukan oleh pendekatan dalam mengajar yang dilakukan oleh guru. Semakin tepat pendekatan yang digunakan oleh guru, maka kemungkinan keberhasilan tujuan
29
pembelajaran akan semakin besar. Pendekatan dalam mengajar di bagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Pendekatan model personal atau inquiry Pendekatan ini memposisikan peserta didik sebagai objek dan subjek pembelajaran, sehingga guru disini lebih berposisi sebagai pembimbing atau fasilitator. Hal tersebut dikarenakan anggapan bahwa semua siswa mempunyai kemampuan untuk berkembang sesuai kemampuannya masing-masing. Sehingga siswa lebih banyak diberi kesempatan untuk belajar sendiri dan menggali kemampuannya seoptimal mungkin. Dalam melaksanakan pendekatan inqury ini, guru setidaknya harus melaksanakan lima hal. Pertama, perumusan masalah untuk dipecahkan siswa. Kedua, menetapkan jawaban sementara dan alasan-alasan yang mendasarinya. Ketiga, guru harus mampu mengkondisikan dan mengkontrol siswa untuk mencari data dan fakta untuk menjawab permasalahan yang telah diberikan. Keempat, membahas dan menarik kesimpulan atau generalisasi. Kelima, mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi baru. Dalam pendekatan ini, metode yang banyak digunakan adalah
metode
diskusi,
artinya
siswa
dituntut
mampu
mengembangkan pemikiran dan analisisnya sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dan nara sumber bagi peserta didik. Diharapkan melalui metode itu, dapat tercapai
30
sebuah kesimpulan yang komprehensif dan dapat diaplikasikan. 2) Pendekatan tingkah laku Sesuai
dengan
namanya,
maka
metode
ini
lebih
menekankan pada teori tingkah laku atau behaviorisme. Dalam teori belajar semacam ini dinyatakan bahwa perilaku manusia itu dikendalikan oleh respon dan stimulus yang diterimanya. Dalam mempraktikkan metode ini, seorang guru harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut, pertama, guru memberikan stimulus belajar pada siswa. Kedua, mengamati respon siswa dalam menanggapi stimulus yang dilakukan oleh guru. Ketiga, memberikan latihan pada siswa dalam hal menanggapi stimulus yang diberikan. Keempat, memperkuat respon siswa yang dianggap paling tepat terhadap stimulus. Metode ini efektif digunakan mengingat materi muatan lokal agama kebanyakan memakai bahasa Arab dan kitab kuning. Maka respon siswa terhadap gramatikal bahasa tersebut sangat perlu untuk selalu dilatih dan dioptimalkan. b. Metode mengajar Metode dapat dikatakan sebagai cara yang digunakan untuk menjalankan rencana yang telah disusun dalam kegiatan yang nyata agar tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai secara optimal. Dapat diketahui, bahwa metode sangat berpengaruh besar dalam menentukan keberhasilan belajar mengajar seorang guru.
31
Berikut
adalah
metode
yang sering digunakan dalam
pembelajaran muatan lokal agama: 1) Metode sorogan Praktik dari metode ini adalah sebagai berikut: Seorang murid menghadap pada guru satu persatu dengan membawa kitab yang dikaji. Selanjutnya ia membaca dan atau
memaparkan
selanjutnya dan gurunya menyimak. Aspek gramatikal adalah hal yang biasanya paling diperhatikan dalam metode ini. 2) Metode bandongan Dalam metode ini, siswa duduk disekeliling atau di depan guru yang menerangkan pelajaran secara terjadwal. Kegiatan ini biasanya dimulai dengan pembacaan terjemah, syarah dengan analisis gramatikal serta tinjauan sorof dan nahwu.13 3) Metode diskusi Metode diskusi merupakan percakapan ilmiah yang responsive berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematik serta pemunculan ide-ide sedang ide tersebut dikemukakan oleh kelompok yang diarahkan untuk pemecahan dan mencari solusi yang tepat untuk suatu permasalahan. Metode diskusi sebaiknya dilaksanakan setelah peserta didik diberi sedikit pengantar oleh guru. Hal tersebut dimaksudkan untuk memancing pikiran mereka agar terarah pada 13
101.
Ismail, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, hlm.
32
materi. c. Teknik mengajar Teknik mengajar bisa diartikan sebagai keterampilan guru untuk mengelola kelas, dimana guru menciptakan kondisi yang optimal. Tetapi, suatu saat jika dikehendaki maka guru dapat mengembalikannya. Selain itu, teknik mengajar juga bisa disebut sebagai penjabaran dari metode pembelajaran, teknik disini dimaknai sebagai cara dalam mengimplementasikan metode mengajar. Dalam mengimplementasikan
teori
tersebut,
tentu
saja
guru
harus
memperhatikan kondisi-kondisi ataupun hal yang berkakitan dengan proses pembelajaran itu. Untuk menunjang keberhasilan teknik dalam mengajar, maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Menciptakan kondisi belajar yang optimal. 2) Menunjukkan sikap tanggap Sikap tanggap ini dimaksudkan agar guru dianggap benarbenar ada di antara peserta didik. Tanggap yang dimaksud disitu bukan hanya pada sikap yang sesuai dengan iklim belajar yang diharapkan tetapi pada sikap yang tidak sesuai pula. Untuk menunjukkan kesan tanggap ini, guru bisa melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Selalu memberikan komentar yang positif pada setiap yang dilakukan peserta didik. Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan sikap optimis pada peserta didik. Jika komentar yang diberikan
33
selalu negatif dan bernada larangan, niscaya peserta didik tidak akan merasa nyaman, tetapi merasa tidak nyaman dan pesimistis dengan kemampuannya. 2) Guru dapat menjaga kontak mata dengan peserta didik. Oleh sebab itulah kadang-kadang peserta didik merasa diperhatikan. Namun yang perlu diingat terkait praktik ini adalah bahwa pandangan mata guru tidak terlihat menyeramkan atau bernada emosi sehingga murid merasa takut dan tidak nyaman. 3) Melakukan gerak mendekat pada siswa. Dengan kata lain, guru harus mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap perilaku peserta didik. Yang tidak kalah penting dari apa yang telah dijelaskan di atas adalah bahwa seorang guru harus mampu mengelola kelas dengan baik. Seorang guru yang tidak mampu mengelola kelas dengan baik akan sangat sulit untuk membawa peserta didik pada sebuah pemahaman yang komprehensif dan sistematis.
C. Realisasi Pembelajaran Muatan Agama Dalam tahap ini, akan dibicarakan langkah-langkah riil yang perlu dilakukan dalam pembelajaran muatan lokal agama. Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah : 1. Tahap perencanaan Perencanaan dapat diartikan sebagai aktivitas dalam menentukan
34
apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa.14 Maka perencananan yang baik harus memperhatikan kondisi waktu yang akan datang dan siapa yang bertanggung jawab atas perencanaan tersebut. Selanjutnya,
perencanaan
mengajar
merupakan
serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam mempersiapkan diri sebelum melaksanakan pengajaran. Dan perencanaan mengajar sebagai langkah memproyeksikan tindakan apa saja yang akan dilaksanakan pada waktu proses belajar mengajar.15 Perencanaan dianggap sangat penting sebelum proses belajar mengajar berlangsung karena perencanaan memberikan arah yang jelas dalam proses belajar mengajar sehingga tujuan dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien. Dalam melakukan perencanaan, guru setidaknya melakukan hal-hal sebagai berikut :16 a. Identifikasi kebutuhan Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan peserta didik dan memotivasinya agar pembelajaran dapat dirasakan oleh mereka sebagai bagian dari kehidupannya. b. Perumusan kompetensi dasar Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan petunjuk yang jelas terhadap materi yang harus dipelajari, penetapan metode dan media 14
T. Hani Handoko, Managemen, Yogyakarta : BPFF, 2003, Cet. 8, hlm. 78. http//Perencanaan Dalam Proses Belajar Mengajar.html.com. Diakses Pada Hari : Sabtu, Tanggal Rabu, Tanggal 22 Juli 2015, Jam : 10.00 WIB-Sampai Selesai. 16 http//Perencanaan Dalam Proses Belajar Mengajar.html.com. Diakses Pada Hari : Sabtu, Tanggal Rabu, Tanggal 22 Juli 2015, Jam : 10.00 WIB-Sampai Selesai. 15
35
pembelajaran serta memberi petunjuk terhadap penilaian. Lebih lanjut, dalam merumuskan kompetensi dasar harus diperhatikan aspek kognitif, afektif serta psikomotorik. c. Penyusunan program pembelajaran Dalam menyusun program pembelajaran sedikitnya mencakup komponen program
kegiatan belajar dan
proses
pelaksanaan
pembelajaran. Komponen program mencakup kompetensi dasar, materi standar, metode dan teknik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya. 2. Tahap mengajar Setelah guru melakukan perencananan pengajaran, kini waktunya untuk mengaplikasikan rencana tersebut dalam bentuk riil. Dalam tahapan mengajar, setidaknya guru memperhatikan beberapa hal, yaitu : a. Tahap persiapan Tahap persiapan adalah tahapan yang ditempuh guru saat ia memulai proses belajar mengajar. Dalam tahap persiapan ini terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan peserta didik, antara lain : 1) Guru memeriksa kehadiran peserta didik dan mencatat jika ada yang tidak hadir. 2) Review materi pelajaran. Hal ini dilakukan guna mengecek sejauh mana peserta didik memahami materi yang telah lalu. 3) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menanyakan
36
materi yang belum dipahami dari pelajaran sebelumnya. 4) Mengulang kembali secara singkat materi yang telah lalu secara menyeluruh. Hal ini dimaksudkan agar pelajaran yang lalu dan yang akan diajarkan tersambung menjadi satu urutan materi yang sistematis. Dapat dikatakan, tahap persiapan merupakan tahap dimana guru mengarahkan pikiran siswa agar tertuju pada pelajaran yang akan diberikan. Kegiatan ini dalam olah raga biasa disebut dengan pemanasan. b. Tahap pelaksanaan Dalam tahap ini, strategi pembelajaran dianggap sangat penting diantara hal-hal yang lain. Sebab strategi inilah yang akan dipraktikkan dalam proses belajar mengajar atau tahap instruksional. Secara umum dapat diidentifikasi beberapa kegiatan yang setidaknya dilalui dalam tahap ini, yaitu : 1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. 2) Menulis atau memberi tahu peserta didik tentang materi-materi yang akan dikaji sesuai dengan silabus. 3) Membahas materi-materi yang sudah dituliskan tadi. Dalam pembahasan ini bisa digunakan berbagai macam metode. 4) Guru perlu menguasai alat bantu pengajaran untuk memperjelas pengajaran pada setiap materi. 5) Pada materi yang diajarkan sebaiknya disertai dengan contoh-
37
contoh konkret kemudian guru melanjutkan dengan memberikan pertanyaan. Dapat dikatakan, dalam tahap ini lebih dititik beratkan pada siswa untuk aktif. Dalam pembelajaran muatan lokal agama dalam hal ini kitab kuning, tahap ini biasanya diidentikkan dengan pembacaan terjemah, penjelasan syarah kemudian diikuti dengan analisis gramatikal nahwu dan shorof. Selanjutnya, siswa diberi penjelasan secara lebih mendalam. 3. Tahap Evaluasi Evalusi merupakan tahap final yang digunakan untuk menentukan apakah proses pembelajaran itu berhasil atau tidak. Suharsimi Arikunto membagi proses evaluasi menjadi dua langkah, yaitu mengukur dan menilai. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif. Sedangkan penilaian dapat diartikan sebagai pengambilan suatu keputusan terhadap sesuatu atas dasar nilai atau baik dan buruk. Sedangkan nilai disini bersifat kuantitatif.17 Dalam tahap ini, guru setidaknya melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang materi yang telah dibahas. Adapun bentuk pertanyaan bisa berbentuk lisan, tertulis, maupun tindakan. Pertanyaan yang diberikan di akhir pelajaran ini biasa disebut post tes. Tahap inilah yang nantinya menjadi ukuran 17
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2002, Cet. 3, hlm. 3.
38
penentu keberhasilan proses belajar mengajar. Pembelajaran bisa dikatakan berhasil jika 70% dari peserta didik dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan jawaban yang diharapkan guru. Ababila kurang dari itu, maka pembelajaran dapat dikatakan kurang berhasil. b. Apabila ternyata belum tercapai 70%, maka setidaknya guru dapat menanyakan atau mengulangi penjelasan mengenai materi yang telah disampaiakan. Adapun metode yang digunakan bisa disesuaikan menurut
situasi
dan
kondisi
peserta
didik serta lingkungan
pembelajaran. c. Untuk memperkaya pemahaman peserta didik tentang materi pelajaran yang telah disampaikan. Maka sebaiknya guru memberikan tugas rumah bagi peserta didik. d. Guru dapat mengakhiri pelajaran dengan menyampaikan materi yang akan dibahas besok, kemudian dilanjutkan dengan berdo’a bersama. e. Setelah melakukan berbagai tahap yang telah diuraikan di atas, maka setidaknya guru mempunyai arah yang jelas atas materi yang disampaikan. Kemudian untuk menuju arah atau tujuan pendidikan tersebut, guru dan siswa harus saling mendukung demi tercapainya tujuan pembelajaran.
D. Komponen Pendukung Dalam Pembelajaran Muatan Lokal Agama Ada dua komponen pendukung dalam keberhasilan pembelajaran muatan lokal. Kedua komponen tersebut adalah:
39
1. Sumber daya manusia Sumber
daya
manusia
menjadi
faktor
penting
dalam
penyelenggaraan pembelajaran muatan lokal, baik dari guru maupun peserta didik itu sendiri. Guru sebagai ujung tombak dalam keberhasilan pembelajaran muatan
lokal
terutama
dalam
pengembangan,
perencanaan
dan
pelaksanaan kurikulum harus memiliki sejumlah kompetensi. Dimulai dari kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial masyarakat. bahwa kualitas sumber daya guru dapat dilihat dari dua segi, yaitu :18 a. Segi proses Dilihat dari segi ini, guru dinyatakan berhasil jika mampu melibatkan siswa dalam proses pembelajaran baik secara fisik, mental maupun sosial. b. Segi hasil Dari
segi
ini,
guru
dikatakan
berhasil
jika
setelah
menyampaikan pelajaran peserta didik dapat berubah ke arah kompetensi dasar yang lebih baik.
2. Media Pembelajaran Dalam dunia pendidikan media pembelajaran digunakan untuk mempermudah dan mengefektifkan proses pembelajaran atau menjadikan
18
E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional, Bandung : PT. Rosda Karya, 2005, hlm. 13.
40
pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Berikut adalah kegunaan media pendidikan dalam proses belajar mengajar :19 a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak nampak terlalu verbalitas (hanya berbentuk kata-kata). b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan indra, misalnya: 1) Objek yang terlalu besar, dapat dimunculkan melalui gambar. 2) Objek yang terlalu kecil dapat dibantu dengan proyektor 3) Kejadian yang terjadi di masa lalu dapat ditunjukkan melalui film ataupun foto. 4) Objek yang terlalu kompleks dapat disajikan dalam bentuk desain atau diagram. 5) Konsep yang terlalu luas dapat ditampakkan melalui film. c. Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat, dapat mengurangi kepasifan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Dari berbagai macam uraian tersebut dapat dikatakan bahwa guru dan peserta didik dapat menjadi subjek proses belajar mengajar. Sehingga untuk mencapai hasil yang diinginkan, maka memerlukan planing dari guru. Dalam pembelajaran, guru, siswa dan lingkungan pendidikan sangat berpengaruh dalam keberhasilan belajar mengajar mata pelajaran muatan lokal agama.
19
http//Manfaat Media Pembelajaran.html.com. Diakses Pada Hari : Rabu, Tanggal 22 Juli 2015, Jam : 10.00 WIB-Sampai Selesai.
41
BAB III KAJIAN OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum MA Walisongo Pecangaan Jepara 1. Tinjauan Historis MA Walisongo Pecangaan Jepara Sejarah dan perkembangan MA Walisongo Pecangaan Jepara tidak bisa lepas dari berdirinya sebuah lembaga pendidikan Nahdlatul Ulama yang berdiri pada tanggal 5 Agustus 1965 yaitu Muallimin NU. Lembaga inilah yang menjadi cikal bakal bagi seluruh lembaga pendidikan yang sekarang dikelola oleh Yayasan Walisongo, yakni: Madrasah Diniyah Awwaliyah, Wustho, Ulya, MTs, MA, SMP, SMA, MA dan SMK. Keberadaan MA Walisongo Pecangaan semakin kuat secara yuridis setelah dikelola oleh sebuah yayasan yang berbadan hukum melalui Akta Notaris J. Moelyani SH Nomor 100 pada tanggal 15 Februari 1980 yang bernama Yayasan Walisongo yang berkedudukan di Pecangaan. Sejak nama Madrasah berubah menjadi MA Walisongo Pecangaan sampai dengan tahun ke-15 keberadaannya berjalan dengan apa adanya dan tetap berstatus terdaftar. Hal ini tidak terlepas dari tidak adanya political will dari pemerintah. Pada usianya yang ke-16 status MA Walisongo Pecangaan menjadi diakui setelah lulus akreditasi yang dikuatkan dengan Surat
Keputusan
Dirjen
Binbaga
Agama
Islam
No.
SK/Sc/28/PgmMA/1979 tertanggal 31 Oktober 1979. Tahun 1998, setelah
41
42
akreditasi diakui, berdasarkan SK Dirjen Binbaga Agama Islam Nomor E.IV/PP.03.2/KEP/13/1998, MA Walisongo Pecangaan memiliki status Disamakan. Pada 28 April 2005 MA Walisongo Pecangaan melaksanakan reakreditasi yang dilaksanakan Dewan Akreditasi Madrasah yang dibentuk oleh Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah dengan standar kualitas A berdasarkan SK 36 Departemen Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah Nomor : KW.11.4/4/PP.03.2/625.20.19/2005.1
2. Visi, Misi dan Tujuan MA Walisongo Pecangaan Jepara a. Visi MA Walisongo Pecangaan Jepara Terwujudnya lulusan MA Walisongo Pecangaan yang Unggul dalam Ber IPA (Beribadah, Berprestasi, Berakhlakul Karimah). b. Misi MA Walisongo Pecangaan Jepara 1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap peserta didik berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki 2) Menumbuhkan
penghayatan
dan
pengamalan
ajaran
Islam
sehingga peserta didik menjadi tekun beribadah, jujur, disiplin, sportif, tanggung jawab, percaya diri hormat pada orang tua, dan guru serta menyayangi sesama.
1
Data Dokumentasi MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015-2016.
43
3) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama islam ala ahlussunah wal jama’ah dan budaya bangsa ssehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak. 4) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga madrasah dan Mendorong dan membantu setiap peserta didik untuk mengenali potensi dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal 5) Melaksanakan pembelajaran dan pendampingan secara efektif sehingga setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal dengan memiliki nilai UN/UAMBN di atas standar minimal, unggul dalam prestasi keagamaan, dan unggul dalam keterampilan sebagai bekal hidup di masyarakat 6) Melaksanakan pembelajaran ekstrakurikuler secara efektif sesuai dengan bakat dan minat sehingga setiap peserta didik memiliki keunggulan dalam belajar mandiri dan berbagai lomba akademik atau non akademik. 7) Menumbuhkan sikap gemar membaca dan selalu haus akan pengetahuan serta mandiri dalam belajar berbuat dan bertindak di rumah maupun di sekolah 8) Melaksanakan
tata
tertib
Madarsah
secara
konsisten
dan
konsekuen. 9) Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga madarsah dan stakeholder.
44
10) Melaksanakan pembinaan dan penelitian peserta didik 11) Mengadakan
komunikasi
dan
koordinasi
antar
madrasah,
masyarakat, orang tua dan instansi lain yang terkait secara periodik berkesinambungan. 12) Menerapkan manajemen partisipatif denga melibatkan seluruh warga madrasah dan kelompok kepentingan yang terkait dengan madrasah c. Tujuan MA Walisongo Pecangaan Jepara 1) Memperoleh nilai UN rata-rata 7,0. 2) Mengoptimalkan proses pembelajaran dengan pendekatan yang bervariasi, inovatif, dan bermakna, di antaranya CTL serta layanan bimbingan dan konseling. 3) Meningkatkan
jumlah
peserta
didik
yang
diterima
di
PT/PTAIfavorit/unggul sekurang-kurangnya 25% dari jumlah yang lulus. 4) Meningkatkan kedisiplinan seluruh komponen madrasah (stake holder) untuk membentuk kepribadian yang tangguh dan kokoh sebagai dasar dalam setiap aktivitas serta sebagai aset madrasah. 5) Meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik melalui pelaksanaan kegiatan intra dan ekstrakurikuler 6) Mampu
menempatkan
diri
sebagai
mengembangkan perdidikan berbasis ICT.
Madrasah
yang
45
7) Melestarikan budaya daerah melalui mulok bahasa daerah dengan indikator 85% peserta didik mampu berbahasa Jawa sesuai konteks yang ada. 8) Membekali sekurang-kurangnya 95% peserta didik mampu membaca dan menulis Al Qur’an serta kitab dasar pesantren 9) Membekali 100% peserta didik mampu mengakses informasi yang positif dari internet 10) Membiasakan sekurang-kurangnya 95% peserta didik terbiasa sholat berjamaah dan sholat dhuha.2 3. Personalia Pimpinan dan Karyawan MA Walisongo Pecangaan Jepara a. Kepala Madrasah
: Drs. Santoso
b. Wk. Kurikulum
: Mukhlisin, S.Pd, M.Sc
c. Wk. Kesiswaan
: Choifah
d. Wk. Sarpras
: A. Zaenudin, S.Kom
e. Wk. Humas
: Supriyanti, S.Pd
f. Kepala TU MA
: Aris Fahruddin, SE
g. Perpustakawan
: Nur Syahid
h. Staf TU Ur. Kurikulum
: Ajib Mujazat, SE
i. Staf Tu Ur. Perenc & Keuangan : Subkhan Ali Murtadlo, SE
2
j. Kord. Lab. Fisika
: Mukhlisin, S.Pd. M.Sc
k. Kord. Lab. Kimia
: Agustin Andriyanti, S.Pd
Data Dokumentasi MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015-2016.
46
l. Kord. Lab. Biologi
: Umi Maisaroh, S.Pd
m. Kord. Lab. Multimedia
: Drs. Eko Sunarto
n. Kord. Perpustakaan
: Supriyanti, S.Pd
o. Kord. Lab. Komputer
: A. Zainudin, S.Kom
p. Kord. Lab. Bahasa
: Drs. Rohmadi
q. Sanitasi I
: Chumaidi
r. Sanitasi II
: Sugiyono
s. Penjaga Malam
: Muharto 3
4. Keadaan Guru dan Siswa MA Walisongo Pecangaan Jepara a. Jumlah Guru : 1) Guru Tetap
:
8 laki-laki dan 6 perempuan
2) Guru Tidak Tetap
:
12 laki-laki dan 4 perempuan
b. Jumlah guru berdasarkan latar belakang pendidikan : 1) Magister / S2
:
2 orang
2) Sarjana S 1 Pendidikan
:
23 orang
3) Sarjana S 1 Non Pendidikan
:
5 orang
4) Sarmud / Diploma 3 Pendidikan
:
0 orang
5) Sarmud / Diploma 3 Non Pendidikan
:
0 orang 4
c. Jumlah Siswa :
3 4
Kelas
Siswa
Siswi
XA
12
24
Data Dokumentasi MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015-2016. Data Dokumentasi MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015-2016.
47
XB
6
28
XI IPA
7
28
XI IPS
13
15
XII IPA
5
27
XII IPS
12
19
Jumlah
55
141
5. Kurikulum MA Walisongo Pecangaan Jepara a. Kegiatan Intra
Disamping melaksanakan kurikulum Nasional sebagaimana
tercantum dalam PP Nomor : 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, Surat Edaran Departemen Agama RI, Dirjen Pendidikan
Islam
Direktorat
Pendidikan
Madrasah
Nomor
DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006 tentang pelaksanaan standart isi,
:
MA
“Walisongo” melaksanakan mata pelajaran tambahan, yaitu; Nahwu Shorof, Ushul Fiqh, Ilmu Falak, Ke NU an, dan Ketampilan Agama, yang didukung dengan model pengajaran ala pesantren (makna gandul). Al-Hamdulillah pada Tahun Pelajaran ini MAWalisongo Pecangaan telah mampu melaksanakan Kurikulum KTSP tersebut dengan baik meskipun dengan fasilitas yang cukupan. Kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan intra adalah tutorial/pengajian Kitab bagi siswa MAK yang pelaksanaannya pada sore dan malam hari. Dan untuk mendukung kegiatan tersebut diwajibkan tinggal di asrama atau ma'had lain di lingkungan Madrasah.
48
Karena belum memiliki asrama sendiri, maka siswa MAK dititipkan pada bebarapa Ponpes yang ada di sekitar Madarasah antara lain Nurul Hijrah yang dipimpin oleh Drs. H. Ahmad Asy’ari, Sajid sekaligus Kepala MA,MAK Walisongo, Ponpes Mathla’un Nasyi’in (KH. Muwasaun Ni’am, S.Ag), Ponpes Tsamrotul Hidayah (K. Musta’in). b. Kegiatan Ekstra
Untuk menciptakan wahana bagi para siswa yang memiliki
minat dan bakat dalam bidang seni dan olah raga, maka madrasah menyelenggarakan kegiatan ekstra yang dilaksanakan diluar jam dinas, yaitu : 1) Al Qur’an Bittaghonni 2) Rebana El Nida 3) Seni Lukis / Seni Rupa 4) Sepak Bola 5) Bola Voli 6) Bola Basket 7) Pencak Silat Pagar Nusa Sedang untuk membekali siswa dalam bidang ketrampilan dan bidang-bidang lain yang bermanfaat, madrasah menyelenggarakan kegiatan ekstra sebagai berikut : 1) Ketrampilan Tata Boga. 2) Ketrampilan Menjahit.
49
3) Palang Merah Remaja.(PMR). 4) Patroli Keamanan Sekolah (PKS). 5) Kursus Komputer. 6) Pramuka. 7) Latihan Khitobah dan al Barzanji 8) IPNU dan IPPNU 9) Jurnalistik 10) Sablon.5 6. Sarana Prasarana MA Walisongo Pecangaan Jepara Untuk memberikan dukungan terhadap pelaksanaan program baik intra maupun ekstra kurikuler madrasah menyediakan sarana dan media sebagai berikut :
5
a. Ruang kelas
:
6 buah
b. Ruang Kantor TU dan Pimpinan
:
1 buah
c. Ruang Guru
:
1 buah
d. Laboratorium IPA
:
1 paket
e. Laboratorium Komputer
:
1 paket
f. Laboratorium Multimedia
:
1 paket
g. Laboratorium IPS
:
1 paket
h. Laboratorium Bahasa
:
1 paket
Data Dokumentasi MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015-2016.
50
i. Note Book
:
3 buah
j. LCD Proyektor
:
3 buah
k. OHP dan VCD player
:
1 set
l. Perpustakaan
:
1 buah
m. Musholla MA
:
1 buah
n. Ruang Osis,PMR, Pramuka, PKS, IPNU,IPPNU :
1 buah
o. Dapur
:
1 buah
p. Tempat parkir
:
2 buah
q. Sound sistem kelas
:
Semua kelas
r. Peralatan Ketrampilan Tata Boga.
:
1 Paket
s. Peralatan Olah Raga.
:
8 Paket
t. Tempat olah raga (Basket, Volly)
:
memadai
u. Rebana/terbang judul
:
1 Set 6
B. Data Penelitian 1. Data Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di MA Walisongo Pecangaan Jepara, sebagai berikut: a. Shalat Dhuha b. Shalat Dhuhur Berjamaah c. Istighotsah Berjamaah d. Safari Maulid e. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) f. Pesantren Ramadhan g. Pembagian Zakat
6
Data Dokumentasi MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2015-2016.
51
Pelakksanaan Pembelajaran Takhasus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara. Sebagaimana Madrasah Aliyah pada umumnya,
MA
Walisongo
Pecangaan
Jepara
juga
berusaha
mengembangkan iklim religius di lingkungan sekolah. Hal tersebut dimanifestasikan dengan memasukkan materi Takhasus (Muatan Lokal Agama) dalam kurikulum sekolah dan memadukannya dengan berbagai macam kegiatan keagamaan yang dilaksanakan seperti, Shalat Dhuha, Shalat Dhuhur Berjamaah, Peringatan Hari Besar Agama Islam (PHBI), mengadakan istighotsah dan berdoa sebelum proses pembelajaran dimulai.7 Hal itu senada dengan pemaparan Bapak KH. Nur Rohmat, bahwasanya pembelajaran muatan lokal agama diterapkan di MA Walisongo Pecangan Jepara untuk menciptakan lingkungan madrasah yang
berbasis
Islami
dan
menciptakan
kader-kader
yang
bisa
mengaplikasikan ilmu-ilmu agama di masyarakat sekitar.8 Pelajaran Takhasus di MA Walisongo Pecangaan Jepara bertujuan untuk membekali peserta didik agar mampu menguasai dan menggali secara lebih dalam karya-karya ulama salaf dalam acuan pemahaman Islam. Diharapkan, siswa mampu membaca dan memahami kitab-kitab yang dikaji tersebut. Masuknya Muatan Lokal Agama dalam kurikulum pendidikan di MA Walisongo Pecangaan Jepara juga dilaksanakan dengan 7
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 8 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai
52
memperhatikan kebiasaan dan fenomena-fenomena yang muncul di masyarakat sekitar. Secara umum, masyarakat sekitar mempunyai karakteristik budaya pesantren. Hal itu ditandai dengan banyaknya pesantren dan tempat mengaji di sekitar MA Walisongo Pecangaan Jepara.9 Hal itu senada dengan pemaparan KH. Nur Rohmat, bahwasanya tujuan diterapkan kurikulum muatan lokal agama di madrasah ini adalah membekali para siswa tentang ilmu-ilmu agama dan diharapkan siswa mampu mengamalkan ilmu-ilmu tersebut di masyarakat mereka dan di samping itu, diterapkannya kurikulum muatan lokal agama di madrasah ini adalah menjaga tradisi kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah ada di masyarakat sekitar madrasah.10 Maka, langkah memasukkan Muatan Lokal Agama dalam kurikulum sekolah dirasa sangat tepat. Berkaitan dengan mata pelajaran Muatan Lokal Agama tersebut, bahwa ada empat mata pelajaran, yaitu KeNU-aN, Ilmu Falaq, Ketrampilan Agama, Ushul Fiqih yang masingmasing diberi alokasi waktu satu jam mata pelajaran (45 Menit) setiap minggunya.11
9
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 10 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai 11 Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai.
53
Menurut Bapak KH. Nur Rohmat, bahwasanya pembelajaran muatan lokal agama itu sangat penting bagi siswa, ketika siswa sudah terjun ke masyarakat. Tetapi kurikulum muatan lokal agama yang diterapkan di madrasah ini sangat minim alokasi waktu. Jadi, proses pembelajaran muatan lokal agama ini tidak bisa berjalan dengan maksimal. Adapun pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara sebagai berikut: Pada Tahap persiapan didominasi dengan tindakan guru untuk mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran. Tiap guru yang mengampu mata pelajaran Takhasus telah memiliki kitab pegangan masing-masing sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Dalam praktiknya, perencanaan dituangkan secara global dan dalam bentuk verbal. Guru dalam menyampaikan pelajaran berdasarkan daftar isi yang ada di kitabnya masing-masing. Adapun target, metode dan tujuan pembelajaran dalam bentuk abstrak dan dilakukan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing guru mata pelajaran takhassus (Muatan Lokal Agama).12
12
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai.
54
Menurut Bapak KH. Nur Rohmat, pada tahap persiapan ini guru mempersiapkan materi yang akan diajarkan dan membuat daftar pertanyaan untuk evaluasi pada proses pembelajaran tersebut.13 Dalam tahap pelaksanaan pembelajaran, tiap guru mata pelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara telah memiliki konsep perencanaan dan tujuan ataupun target yang akan dicapai. Dalam hal tujuan pembelajaran bahwa setelah mendapatkan materi pelajaran, siswa diharapkan mampu membaca dan memahami kitab yang berkaitan dengan pelajaran supaya dapat memperkaya pengetahuan tentang agama, baik semasa sekolah ataupun sesudah lulus. Dan tujuan mempelajari mata pelajaran takhasus yang lain adalah untuk memberikan bekal pengetahuan bagi siswa berkaitan dengan ilmu agama agar nanti dapat bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat.14 Sedangkan menurut Bapak KH. Nur Rohmat, pada proses pelaksanaan pembelajaran, guru masuk kelas kemudian mengkondisikan kelas dan memberi motivasi belajar dan guru menjelaskan materi yang akan dipelajari pada pertemuan itu, dan guru menyampaikan materi, kemudian tanya jawab dengan siswa, kalau pada waktu itu membutuhkan praktek, guru menunjuk beberapa siswa untuk melakukan praktek.15
13
Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai 14 Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 15 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai
55
Menurut hasil wawancara, para guru mengalami kesulitan dalam mengembangkan metode yang digunakan dikarenakan minimnya jam pelajaran dan sarana pembelajaran. Berkaitan dengan alokasi waktu, semua guru berpendapat sama, bahwa alokasi yang hanya satu jam mata pelajaran itu kurang maksimal untuk menyampaikan materi yang sama banyaknya dengan materi pelajaran-pelajaran umum.16 Hal itu sependapat dengan pemaparan Bapak KH. Nur Rohmat, bahwasanya guru muatan lokal agama belum bisa menggunakan metode pembelajaran yang terkini sebagaimana guru-guru mata lain yang lain dan belum bisa memanfaatkan media pembelajaran elektronik yang disediakan pihak madrasah, dan guru hanya bisa menggunakan cara pembelajaran sebagaimana halnya di pondok pesantren.17 Beberapa keterangan di atas menunjukkan bahwa sesungguhnya tujuan pembelajaran sudah ditentukan dalam bentuk yang abstrak dan verbal. Dalam hal metode pembelajaran yang digunakan, para guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab, bandongan, sorogan dan hafalan. 2. Data Tentang Problematika Pembelajaran Muatan Lokal Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara Peneliti menemukan beberapa problem dalam pelaksanaan pembelajaran Takhasus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo 16
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 17 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai
56
Pecangaan Jepara. Berbagai macam problem itu dapat berupa kurangnya waktu yang dialokasikan, kurangnya minat belajar siswa, tidak adanya rencana pelaksanaan pendidikan dan lain sebagainya. Mengenai penjelasan lebih rinci, peniliti akan mengelompokkannya sebagai berikut : a. Problem Tahapan Persiapan Tahap persiapan ini sangat penting untuk menentukan arah dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa. Sebelum melaksanakan proses belajar mengajar, sebaiknya guru mempersiapkan dan menentukan materi yang akan diajarkan, matode yang dicapai dalam penyampaian materi, alokasi waktu yang digunakan serta tujuan dan target pembelajaran. Hal tersebut sangat penting untuk dipersiapkan agar guru tidak mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran, sehingga siswapun tidak merasa bosan. Keseluruhan hal tersebut di atas, biasanya terdapat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ini diharapkan mampu menjadi pegangan bagi guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar guru tidak blank atau oleng di tengah-tengah penyampaian materi atau diawalnya. Selain itu, guru akan bebas menentukan target dan metode yang akan digunakan.18 Dalam penyusunan RPP, guru Takhasus (Muatan Lokal Agama) Di MA Walisongo Pecangaan Jepara belum dapat mempersiapkan secara rinci. Guru hanya menyusun secara abstrak 18
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai.
57
berdasarkan pengalaman yang dimiliki dan hanya mengacu pada pedoman kitab klasik pegangannya. Dalam hal materi yang akan disampaikan, guru hanya mengacu pada daftar isi dalam kitab tersebut. Sehingga target waktu dan tujuan pembelajaran benar-benar sedikit kurang jelas.19 Sedangkan menurut Bapak KH. Nur Rohmat, bahwasanya setiap guru harus mempunyai rencana pelaksanaan pembelajaran agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan efesien menurut skenario yang telah dibuat, tetapi untuk guru muatan lokal agama hanya membuat secara sederhana rencana pembelajaran, dan isi dari rencana pembelajaran tersebut adalah materi yang akan disampaikan dan bentuk evaluasi yang digunakan pada akhir pelajaran.20 Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan terhadap salah satu siswa MA Walisongo Pecangaan Jepara, ia mengatakan bahwa kebanyakan pada akhir-akhir masa semesteran atau akhir-akhir tahun ajaran,
kebanyakan
guru
Takhasus
(Muatan
Lokal
Agama)
menggunakan metode kebutan dalam penyampaian materi pelajaran.21 b. Problem Pelaksanaan Pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran Takhasus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara, kebanyakan guru masih 19
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 20 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai 21 Wawancara dengan siswa MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 12.30 WIB-Sampai Selesai.
58
mempunyai problematika dalam tahap pra-instruksional dan tahap instruksional. Berikut akan peneliti urai berbagai problem yang berkaitan dengan hal tersebut: 1) Tahap persiapan Pada tahap ini, kesiapan siswa dan guru dalam proses belajar mengajar sangat penting. Ketidaksiapan di antara keduanya atau salah satu dari keduanya dapat menyebabkan tidak tercapainya target atau tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaan pembelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara, tahap persiapan ini seringkali kurang diperhatikan oleh siswa maupun guru. Dapat dicontohkan siswa maupun guru masih sering telat dalam memulai proses belajar mengajar. Hal itu dapat mempengaruhi konsentrasi dan pikiran siswa dalam hal kesiapan menerima pelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama). Keterangan serupa juga dikemukakan oleh Drs. H. Afifuddin sebagai pengampu mata pelajaran Keterampilan Agama. Beliau menyebutkan bahwa kedisiplinan guru mata pelajaran sebelum Takhassus (Muatan Lokal Agama) sangat mempengaruhi. Seringkali dijumpai siswa yang masih mencatat atau mengerjakan
59
soal dan tugas pelajaran sebelumnya saat proses belajar mengajar Takhassus (Muatan Lokal Agama) dilaksanakan.22 Yang menjadi problem pada persiapan pembelajaran adalah ketika masuk kelas, guru masih mendapatkan beberapa siswa yang izin ke kamar mandi dan di samping itu, ada beberapa siswa yang sibuk mengerjakan tugas-tugas mata pelajaran yang lainnya. Dan pada proses persiapan ini, guru menyita banyak waktu untuk mengkondisikan kelas.23 2) Tahap pelaksanaan Setelah mempersiapkan dan melakukan tahap persiapan, maka untuk terwujudnya tujuan pembelajaran harus dilewatilah tahapan yang berikutnya, yaitu tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Adapun problem yang muncul dalam tahapan ini adalah sebagai berikut : a) Problem minat siswa. Minat siswa dianggap sebagai salah satu problem dalam tahap pelaksanaan karena kemampuan siswa yang sangat heterogen. Latar belakang yang berbeda-beda mengakibatkan kemampuan siswa untuk memahami mata pelajaran Takhassus (Muatan
Lokal
Agama)
yang
kebanyakan
bahasanya
menggunakan bahasa Arab. Kenyataan tersebutlah yang 22
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 23 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai
60
menjadi sebab menurunnya minat siswa untuk bisa memahami mata pelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama).24 Selain dari sebab itu, angggapan siswa bahwa mata pelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) itu tidak terlalu penting untuk dipelajari karena tidak dimasukkan dalam Ujian Nasional (UN) disinyalir menjadi salah satu sebab menurunnya minat siswa untuk memahami mata pelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama).25 Sedangkan kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran Takhasus (Muatan Lokal Agama) itu ditunjukkan dengan jarangnya siswa yang mempunyai catatan lengkap. Selain jarang mempunyai catatan lengkap, tidak sedikit pula siswa yang tidak mempunyai kitab panduan, bahkan ada juga siswa yang saat berlangsung pelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama), mereka malah ngobrol sendiri ataupun tidur sampai guru mata pelajaran itu menegurnya.26 b) Problem metode pembelajaran muatan lokal agama Dalam situasi yang seperti tergambar pada poin pertama di atas, metode guru diharapkan dapat menjadi penyeimbang
24
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 25 Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 26 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai
61
dalam proses belajar mengajar. Dalam praktiknya, hal tersebut belum berlangsung di MA Walisongo Pecangaan Jepara. Proses pembelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo
Pecangaan
Jepara,
problem
lain
selain
pengembangan materi oleh guru, yakni masalah penggunaan metode pengajaran yang monoton dan konvensional (ceramah dan tanya jawab) tanpa diselingi dengan metode yang berfariasi, sehingga siswa cenderung merasakan bosan, ngantuk bahkan ngobrol sendiri di saat guru menjelaskan materi.27 Hal ini sebagaimana yang dipaparkan Bapak KH. Nur Rohmat, yang menjadi problem pembelajaran muatan lokal agama adalah guru belum bisa menggunakan metode pembelajaran terkini atau metode pembelajaran active learning dan guru masih menggunakan metode pembelajaran ceramah, tanya jawab dan praktek.28 Adapun keterangan yang diberikan oleh Siti Nur Lailiyatul Khasanah siswa kelas XI IPA MA Walisongo Pecangaan Jepara, kenyataan yang terjadi adalah guru kurang menggunakan metode yang variatif saat melaksanakan proses
27
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 28 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai
62
belajar
mengajar.
Metode
yang
monoton
itulah
yang
mengakibatkan siswa menjadi bosan.29 Mengingat mata pelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) kebanyakan menggunakan bahasa Arab, maka kreatifitas guru dalam menyajikan dan mengendalikan kelas sangat penting demi tercapainya tujuan belajar mengajar. c) Problem alokasi waktu Takhassus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara Dalam satu minggu mata pelajaran muatan lokal agama hanya mendapatkan jatah satu jam mata pelajaran atau empat puluh lima menit. Berdasarkan keterangan dari Drs. H. Afifuddin sebagai guru mata pelajaran keterampilan agama, waktu satu jam mata pelajaran itu dianggap sangat kurang mengingat banyaknya materi yang harus diselesaikan sehingga guru sangat sulit untuk mengembangkan metode-metode yang mereka miliki. Untuk mengatasi minimnya alokasi waktu, guru dapat menekankan pembelajaran
Takhassus
(Muatan
Lokal
Agama)
pada
pembiasaan dan praktik yang mengacu pada materi yang berkaitan. Problem kurangnya alokasi waktu jam pelajaran
29
Wawancara dengan siswa MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 12.30 WIB-Sampai Selesai.
63
sebenarnya terjadi pada kebanyakan mata pelajaran di sekolah.30 Selain
problem
dalam
penggunaan
metode
pembelajaran, proses pembelajaran muatan lokal agama juga mempunyai masalah pada alokasi waktu yang diberikan. Materi yang disampaikan tidak cukup kalau diberi waktu satu kali pertemuan pada setiap minggunya.31 Namun hal itu dapat dinetralisisir dengan daya kreatif guru untuk mengatasi hal itu dengan penyajian metode-metode pembelajaran yang tepat. c. Problem evaluasi pembelajaran Evalusi dalam pembelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara sangat jarang dilakukan. Evaluasi kebanyakan hanya dilaksanakan saat berlangsung ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan semester. Sangat jarang guru melakukan pre-test dan pos-test, sehingga hal tersebut megakibatkan kurangnya kontrol guru terhadap kemampuan siswa. Evaluasi yang sering dilakukan pada siswa adalah penilaian hasil belajar, biasanya dilakukan di setiap akhir pembahasan satu pokok bahasan atau materi. Selain itu test mid semester dan semesteran. Sedangkan yang menjadi problem yakni, evaluasi dari 30
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 31 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai
64
ranah
afektif (perilaku) dan psikomotorik (keterampilan) jarang
dilakukan
disebabkan keterbatasan waktu dan fasillitas yang ada.
Evalusai ini seringkali hanya berdasarkan apa yang tergantung dalam buku paket yang milik siswa, sehingga aspek life skill (keterampilan hidup) kurang tersentuh sehingga terjadi verbalisme dan akibatnya guru tidak mengetahui kemampuan siswa yang sesungguhnya.32 Sedangkan problem evaluasi pembelajaran muatan lokal agama ini adalah guru tidak bisa menjalankan praktek ibadah secara keseluruhan kepada siswa dikarenakan keterbatasan waktu dan jam pelajaran yang diberikan sangat minim.33 Menurut keterangan hasil wawancara dengan Rhusda Laili selaku siswa kelas XI IPA, selain evaluasi pada ujian tengah semester dan ujian semester, perlu juga diadakan evaluasi proses yang mengutamakan praktik atau aspek psikomotorik. Hal tersebut diberikan dengan tujuan agar siswa dapat selalu berkembang daya juang serta pengetahuannya.34 Sederet problem serta solusi tentang pelaksanaan pembelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara yang penulis kemukakan di atas, tidak akan berhasil tanpa
32
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 33 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai 34 Wawancara dengan siswa MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 12.30 WIB-Sampai Selesai.
65
keuletan, kesabaran, serta keistiqomahan dari guru dan siswa serta dukungan kepala sekolah.
3. Data Tentang Pemecahan Problematika Pembelajaran Muatan Lokal Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara a. Pemecahan Problem Tahap Persiapan Pembelajaran Muatan Lokal Agama Dari berbagai problem tahap persiapan pembelajan muatan lokal di atas, sebenarnya dapat diselesaikan dengan pembuatan silabus bagi masing-masing guru. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap guru mengetahui
dan
dapat
selalu ingat
akan
diarahkan kemana
pembelajaran Takhasus (Muatan Lokal Agama) yang diajarkan itu. Akan lebih baik lagi jika silabus dengan ketentuan Materi, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan waktu yang telah ditentukan itu diperinci lagi dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang tertulis dan tersusun secara rapi. Silabus dan RPP itu diharapkan mampu menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran selama proses belajar mengajar berlangsung. Dan hal tersebut harus dilakukan secara konsisten oleh tiap guru mata pelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama).35 b. Pemecahan Problem Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Agama 1) Tahap persiapan 35
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai.
66
Upaya
pemecahan
terhadap
problematika
berhubungan dengan pengelolaan kelas. Dalam hal ini
yang yang
dilakukan guru adalah membuat rencana pembelajaran untuk setiap pengajaran serta menentukan strategi pengajaran yang berbeda untuk setiap pokok bahasan apa yang dirancangkan tersebut akan dilaksanakan secara benar.36 Untuk mengatasi permasalahan ini, guru harus bisa melakukan manajemen kelas dengan baik dan bisa memberi motivasi sebelum proses pembelajaran dimulai.37 Dan di samping itu, keteladanan dari para guru dan warga masyarakat madrasah dalam pemberian pendidikan akhlak, yang dapat dilakukan siswa yaitu mereka (siswa) mengharapkan dari sikap guru seharusnya dapat
dijadikan panutan bagi siswa-
siswinya. Mereka selama ini belum berani mengambil sikap untuk mengutarakan isi hatinya kepada guru yang belum menunjukkan sikap teladan sebagai guru.38 2) Tahap pelaksanaan Untuk metode, guru mengadakan kombinasi metode misalnya metode caramah, tanya jawab, diskusi, di samping itu,
36
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 37 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai 38 Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai.
67
pengajaran dengan tutor sebaya atau belajar melalui tukar delegasi antar kelompok (Jigsaw learning) dilaksanakan. Maksudnya untuk setiap jam
pertemuan guru meminta
seorang
siswa
untuk
mengantarkan pokok bahasan dan menjelaskan sesuai dengan kemampuan mereka (yang sebelumnya sudah diberi tahu materi yang akan dipelajari sekarang, di waktu akhir pertemuan yang lalu). Setelah itu dilanjutkan dengan mengembangkan bahasan tersebut.
penjelasan guru untuk
Berkaitan
dengan metode
pengajaran akhlak yang kurang menyenangkan, selama ini siswa masih bersikap pasif yaitu siswa hanya mendengarkan saja tanpa ada reaksi timbal balik antara siswa dan guru. Dari sikap siswa yang demikian ini menunjukkan bahwa siswa belum berusaha untuk mencari solusi atas permasalahannya.39 Untuk membangkitkan motivasi siswa, sebenarnya ada beberapa cara yang setidaknya dapat dilakukan, yaitu: a) Guru menjelaskan arti pentingnya ilmu Takhassus (Muatan Lokal Agama) dalam kehidupan. b) Guru memberikan motivasi kepada siswanya. c) Kepala sekolah memberikan pembinaan pada guru melalui pelatihan-pelatihan untuk memperkaya pengetahuan guru tentang berbagai metode mengajar yang variatif. Selain itu, guru juga
diberi
pelatihan
dalam
bidang
keterampilan
untuk
memanfaatkan media belajar yang efektif. d) Untuk mengatasi 39
Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai.
68
minimnya alokasi waktu, guru dapat menekankan pembelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) pada pembiasaan dan praktik.40 c. Pemecahan Problem Evaluasi Pembelajaran Muatan Lokal Agama Upaya pemecahan terhadap problematika yang berhubungan dengan evaluasi. Pemecahan problematika yang berhubungan dengan evaluasi yaitu dengan mengadakan pre-test dan apersepsi serta materi pengantar sebelum mengajar atau sebelum menjelaskan
pokok
bahasan tertentu dan mengadakan post test setiap selesai mengajar. Alat evaluasi disesuaikan dengan kemampuan peserta didik
di
samping test secara tertulis juga test secara lisan dan ketrampilan ibadah.41 Untuk mengatasi problem evaluasi pembelajaran, guru melakukan evaluasi praktik pada waktu istirahat atau pada jam pelajaran kosong.42
40
Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai 41 Wawancara dengan Bapak. Drs. Afifuddin Selaku Guru Ketrampilan Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara, Hari : Selasa, Tanggal : 25 Agustus 2015, Jam : 10.15 WIB-Sampai Selesai. 42 Wawancara dengan Bapak KH. Nur Rohmat Selaku Guru Ke-Nu-aN di MA Walisongo Pecanggan Jepara, Hari : Rabu, Tanggal 26 Agustus 2015, Jam : 09.00 WIB-Sampai Selesai
BAB IV ANALISIS PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Tentang Proses Pembelajaran Muatan Lokal Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (Transfer) yang intern dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapakan sebelumnya. Sedangkan suatu pembelajaran bisa dikatakan efektif apabila prestasi belajar yang diinginkan dapat dicapai secara maksimal. Hasil pembelajaran yang baik haruslah bersifat menyeluruh, artinya bukan hanya sekedar penguasaan pengetahuan semata, akan tetapi harus tampak dalam perubahan sikap dan tingkah laku secara terpadu. Perubahan ini sudah barang tentu harus dapat dilihat dan diamati, dalam arti mudah diatur. Dalam proses pembelajaran, diharapakan adanya feedback antara guru dan siswa. Akivitas pengajaran berlangsung secara aktif, kondusif, menyenangkan tidak hanya menekankan pada sisi guru saja dalam memberikan pengajaran muatan lokal agama, tetapi menekankan juga pada siswa dan guru itu sendiri, sehingga proses pengajaran secara interaktif dan dialogis. Selain harus kondusif dan komunikatif proses pengajaran harus memperhatikan pengelolaan kelas, seperti pengalokasian waktu yang tersusun
69
70
rapi, penataan ruang kelas dan pemanfaatan media dalam kelas. Menurut Made Pidarta, Dalam buku Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, dijelaskan bahwa pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki dan memelihara sistem atau organisasi kelas. Sehingga siswa dapat memanfaatkan kemampuannya. Akan tetapi dari hasil analisis peneliti, peneliti menemukan kurangnya kesesuaian antara teori pembelajaran yang edukatif seperti dijelaskan di atas dengan
prakteknya
di
lapangan
(pembelajaran
MA Walisongo
Pecangaan Jepara). Perencanaan pembelajaran mata pelajaran muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara cukup baik, dikarenakan guru telah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran. Walaupun pembuataan RPPnya masih sangat sederhana. Sistem pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran muatan lokala agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara masih didominasi oleh metode yang monoton seperti memberikan materi melalui ceramah, tanya jawab dan praktik. Sehingga guru tidak bisa mengembangkan pembelajaran yang menarik. Jika hal ini saja yang diberikan pada siswanya maka akan ada kecenderungan siswa merasa bosan dan jenuh pada mata pelajaran yang diajarkan. Akibatnya ialah tidak ada minat dan motivasi siswa untuk belajar. Oleh karena itu, untuk menghindari kecenderungan siswa merasa bosan dan jenuh serta untuk memberi motivasi siswa untuk belajar khususnya pada mata
71
pelajaran muatan lokal agama, guru hendaknya lebih cermat dalam memilih dan menggunakan metode mengajar terutama yang melibatkan siswa secara aktif. Karena dalam pembelajaran siswa dapat terlibat secara langsung, bekerjasama dan saling berinteraksi dengan yang lainnya. Jadi bukan hanya guru yang aktif akan tetapi siswa juga berperan aktif dalam pembelajaran mata pelajaran muatan lokal agama. Sedangkan untuk evaluasi pembelajaran sudah berjalan dengan baik walaupun guru hanya mampu mengevaluasi dari segi kognitif siswa dan masih kurang dalam evaluasi ranah afektif dan ranah psikomotorik siswa.
B. Analisis Tentang Problematika Proses Pembelajaran Muatan Lokal Agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara 1. Analisis
problematika
yang
berhubungan
dengan
guru
dan
pemecahannya a. Analisis problematika yang berhubungan dengan pengelolaan kelas dan metode mengajar.
Proses
pembelajaran
yang
inovatif bisa
mengadaptasi model pembelajaran yang menyenangkan. Learning in fun merupakankunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini dipikirannya, maka tidak akan ada lagi siswa yang pasif dikelas, perasaan tertekan dengan tanggung jawab tugas, dan rasa bosan. Membuat atau membangun metode pembelajaran yang inovatif sendiri ini bisa dilakukan dengan berbagai cara di antaranya
72
mengakomodir setiap karakteristik setiap diri siswa. Artinya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing siswa. Contohnya sebagian siswa ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal tersebut harus di sesuaikan pula dengan upaya penyeimbang fungsi otak kiri dan otak kanan yang mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa percaya diri siswa. Proses kreatif dimaksudkan agar menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga menemuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Sedangkan untuk menjadi menyenangkan adalah menciptakan suasana belajar-mengajar yang tidak membosankan, sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu tercurah secara komprehensif. Sedangkan dalam pemilihan metode pembelajaran ada yang harus dipertimbangkan, yakni keadaan siswa yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, tujuan yang hendak dicapai, alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang akan digunakan kemudian kemampuan pengajaran tentu menentukan, mencakup kemampuan fisik keahlian. Berdasarkan landasaan teori di atas, pengelolaan kelas dan pemilihan metode dalam proses pembelajaran di MA Walisongo Pecangaan Jepara kurang tepat atau sesuai (masih konvesional), karena
73
pemilihan metode kurang tepat pada fisik guru muatan lokal agama di kelas. Ceramah misalnya, harus memerlukan kekuatan guru secara fisik. Guru yang mudah payah, kurang kuat berceramah dalam waktu yang lama. Dalam hal seperti ini sebaiknya menggunakan metode lain yang tidak memerlukan tenaga yang banyak. Sedangkan menurut penilaian peneliti, upaya atau usaha oleh guru dalam mengatasi problem tentang pengelolaan kelas dan metode mengajar (Membuat atau membangun metode pembelajaran yang inovatif dan membuat pembelajaran yang menyenangkan Learning in fun) tersebut sudah dapat membawa perubahan. Terlihat dari sikap siswa yang mulai ada perhatian, mulai ada yang bertanya dan rasa ingin tahu terhadap apa yang disampaikan guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. 2. Analisis
problematika
yang
berhubungan
dengan
siswa
dan
pemecahannya Dalam kaitannya problem tentang tingkat pengetahuan siswa yang berbeda, latar belakang keluarga mempunyai dampak dan pengaruh yang besar terhadap semangat dan motivasi mereka. Profesi orang tua juga membawa pengaruh yang sangat menentukan sebuah motivasi pola belajar dan kegiatan siswa. Bagi yang mempunyai orang tua seperti guru mereka senantiasa mengawasi kegiatan belajar anak-anaknya. Belajar bagi mereka tidaklah menjadi beban, namun bagi profesi lain mereka sedikit mempunyai peluang untuk memantau anaknya dalam belajar bahkan tidak
74
sedikit yang tidak sempat memantau kegiatan belajarnya dan tidak bisa menjadi sumber atau tempat bertanya. Adapun pola pengetahuan yang berbeda, merupakan suatu hal yang lumrah apabila siswa dalam satu kelas mempunyai tingkat pengetahuan yang berbeda, sebagian siswa ada yang mudah dan cepat menerima maupun memahami materi pelajaran dan sebaliknya, ada pula yang kesulitan dan lambat menerima serta memahami pelajaran. Hal ini sangatlah berpengaruh terhadap semangat belajar dan pola belajar siswa tidak berimbang. Berdasarkan hasil penelitian dari lapangan, upaya pemecahan problematika tidak sesuai dengan teori yang dijelaskan di atas, karena proses pembelajaran yang dilaksanakan guru muatan lokal agama di MA Walisongo Pecangaan Jepara belum maksimal. Karena melihat dari observasi dan wawancara peneliti, sebelum mengadakan penelitian di MA Walisongo Pecangaan Jepara belum adanya upaya atau tindakan telah dilakukan dari guru. Sedangkan upaya atau tindakan yang digunakan untuk mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan metode mengajar tepat dan disesuaikan dengan gaya belajar (learning style) masing-masing siswa, cara lain yakni dengan membentuk kelompok, bisa kelompok belajar atau kelompok diskusi. Sedangkan menurut hemat peneliti
upaya
tersebut
akan
membawa perubahan yang lebih komunikatif. Akan terlihat dari sikap
75
siswa yang mulai ada perhatian, mulai aktif, partisipatif dan timbal balik anatara guru dengan siswa, serta rasa ingin tahu siswa terhadap apa yang disampaikan guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. 3. Analisis problematika yang berhubungan dengan evaluasi dan pemecahannya Evaluasi pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi. Selain istilah evaluasi, sering juga digunakan istilah-istilah lain seperti test, penilain dan lain-lain. Sedangkan penilaian yang digunakan dalam lesson plan, biasanya menggunakan istilah test, misalnya dalam istilah pretest dan posttest. Dalam
kaitannya
dengan
evaluasi
pembelajaran,
Moekijat
mengemukakan tekhnik evaluasi yakni ada tiga yaitu; evaluasi belajar pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai berikut: (a) Evaluasi belajar pengetahuan atau kognitif, dapat dilakukan dengan ujian tertulis, lisan dan daftar isian pertanyaan, (b)
Evaluasi
belajar keterampilan
atau
psikomotorik, dapat dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dengan analisis tugas serta evaluasi siswa itu sendiri, (c). evaluasi belajar sikap atau afektif, dapat dilakukan dengan daftar isian sikap dari diri sendiri. Berdasarkan landasan di atas berarti, evaluasi yang dilakukan guru atau madrasah kurang sesuai. Karena kurang memenuhi aspek evaluasi yang harus dilaksanakan setiap pembelajaran. Problem pembelajaran
76
muatan lokal agaa yang terkait dengan evaluasi adalah kurangnya evaluasi proses ataupun skala sikap. Aspek life skill sebagaimana tuntunan kurikulum
sekarang
kurang tersentuh. Akhirnya yang terjadi adalah
verbalisme, untuk mengetahui keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar, guru melakukan evaluasi dengan dua bentuk yaitu evaluasi formatif dan submatif. Evaluasi formatif dilakukan dengan melalui test tertulis dan test tidak tertulis. Test tertulis tidak dilakukan setiap hari, akan tetapi dilakukan setelah satu pokok bahasan atau sebelum test semesteran. Sedangkan test tidak tertulis berupa test lisan atau tanya jawab yang dilakukan setiap hari sebagai wujud konsekuensinya dari pretest dan post test. Evaluasi yang dilakukan oleh guru aqidah akhlak, baru mencakup aspek kognitif belum mencapai aspek afektif dan psikomotorik. Sehingga penilaian yang dilakukan oleh guru bidang studi tersebut baik penilaian belajar maupun penilaian hasil belajar belum dilaksanakan dengan baik. Selain problem dari siswa, waktu evaluasi pun sangat terbatas, jam pertemuan yang hanya terbatas dan tidak cukup melaksanakan evaluasi yang ideal. Waktu ini hanya cukup untuk memberikan atau menyampaikan materi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan mengadakan pre-test, post-test setelah selesai pembelajaran dan pemberian tugas-tugas terstruktur. Evaluasi dilakukan secara lisan maupun tertulis. Pemberian evaluasi di setiap pembelajaran meskipun sedikit membuat siswa akan selalu belajar. Upaya ini dipandang efektif baik dilihat
77
dari evaluasi hasil maupun evaluasi proses. Dengan hal ini diharapkan akan terjalin komunikasi dan hubungan yang erat untuk mengatasi kegiatan belajar siswa.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah peneliti lakukan di MA Walisongo Pecangaan Jepara, dapat diperoleh kesimpulan, sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pembelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara sudah berjalan cukup baik. Dalam tahap persiapan, guru sudah menentukan tujuan pembelajaran secara abstrak. Sedang dalam tahap pelaksanaan, guru sudah menggunakan berbagai macam metode pembelajaran (ceramah, tanyajawab, hafalan, sorogan dan bandongan). Untuk tahap evaluasi, sudah terselenggara ulangan tengah semester dan ulangan semester. 2. Problem dalam pelaksanaan pembelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Problem tahapan persiapan, dalam tahapan ini, guru menyusun persiapan secara abstrak tanpa data tertulis. b. Problem pelaksanaan pembelajaran meliputi: kurangnya minat belajar siswa, kurangnya daya kreatif guru untuk mengembangkan metode pembelajaran, dan alokasi waktu yang minim. c. Problem evaluasi pembelajaran. Dalam tahap ini, guru hanya terpaku pada ulangan semester dan tengah semester, sehingga kemampuan siswa tidak terkontrol secara baik.
79
80
3. Solusi yang dapat dilakukan meliputi: a. Dibudayakan guru membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara tertulis dan dilaksanakan dengan konsisten. b. Untuk menanggulangi kurangnnya motivasi belajar siswa dan kreativitas guru , dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1). Guru menjelaskan kepada siswa tentang arti pentingnya ilmu Takhasus (Muatan Lokal Agama) dalam kehidupan. 2). Guru memberikan motivasi kepada siswanya. 3). Kepala sekolah memberikan pembinaan pada guru melalui pelatihan-pelatihan untuk memperkaya pengetahuan guru tentang berbagai metode mengajar yang variatif. Selain itu, guru juga diberi pelatihan dalam bidang keterampilan untuk memanfaatkan media belajar yang efektif. 4). Untuk mengatasi minimnya alokasi waktu, guru dapat menekankan pembelajaran Takhasus (Muatan Lokal Agama) pada pembiasaan dan praktik. c. Selain evaluasi pada ujian tengah semester dan ujian semester, perlu juga diadakan evaluasi proses yang mengutamakan praktik atau aspek psikomotorik. Sederet problem serta solusi tentang pelaksanaan pembelajaran Takhasus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara yang penulis kemukakan di atas, tidak akan berhasil tanpa keuletan, kesabaran, serta keistiqomahan dari guru dan siswa serta dukungan kepala sekolah.
B. Saran Pada bagian ini, kepada berbagai pihak kiranya layak disampaikan beberapa saran sebagai berikut :
81
1. Bagi komite sekolah Komite sekolah sudah selayaknya memberikan saran dan dukungan yang positif terhadap pelaksanaan pembelajaran di MA Walisongo Pecangaan Jepara khususnya Takhasus (Muatan Lokal Agama). Sebab tanpa saran dan dukungan dari komite sekolah, usaha yang dilakukan pihak sekolah tidak bisa maksimal. 2. Bagi guru Sebagai pendidik yang notabenenya mempunyai tugas mengajar dan mendidik, sudah seharusnya untuk mengembangkan daya kreatif dalam pelaksanaan pembelajaran Takhasus (Muatan Lokal Agama) di MA Walisongo Pecangaan Jepara. Sebab tanpa adanya kreasi dan variasi, siapapun akan merasa bosan dan berakhir pada hasil yang tidak maksimal. 3. Bagi orang tua keberhasilan pembelajaran tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan daya kreatif guru dalam mentransfer pengetahuan, melainkan faktor orangtua juga sangat berpengaruh mengingat lebih dari setengah kehidupan siswa masih didampingi oleh orangtua. Dalam hal ini, motivasi, saran, dan arahan orangtua sangat diharapkan. 4. Bagi siswa. Siswa dipandang sebagai tokoh sentral dalam keberhasilan proses belajar mengajar Takhasus (Muatan Lokal Agama), karena itu, mereka harus terus menjaga semangat dan jangan pernah menyepelekan atau menganggap tidak penting suatu pelajaran.
C. Penutup Peneliti dengan mengucapkan syukur alhamdulillah, sangat berharap karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pikiran, mudah-mudahan
82
bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi peneliti sendiri. Peneliti sadar bahwa tiada pekerjaan yang diselesaikan dengan hasil sempurna. Maka untuk kesempurnaan kajian ini, harus terus dilakukan kajian-kajian oleh para ilmuwan. Hal ini merupakan tantangan dan sekaligus merupakan harapan. Dan akhirnya, hanya kepada Allah yang Maha Tahu, peneliti berdo’a mudahmudahan Allah mengampuni kesalahan hamba yang ingin beramal shalih. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2002. …………. Prosedur penelitian suatu pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 1998. Chaniago, Mukhtar dan Tuti Tarwiyah Adi, Analisis SWOT Kebijakan Era Otonomi Daerah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Handoko, Hadi, Managemen, Yogyakarta : BPFF, 2003. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM, 1997. Ismail, Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002. Nasution, Teknologi Pendidikan, PT. Bumi Aksara : Jakarta, Cet. 6, 2011. Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta : Ghilmi Indonesia, 1988. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2004. Mustaqim dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007. ………………Menjadi Guru Professional, Bandung : PT. Rosda Karya, 2005. Singaribuan, Masri dan Sofyan Effendi, Metodologi Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1896. Subadjah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1993.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung : Alvabeta, 2008. Supriadi, Dedi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, Bandung : Rosyda Karya, 2004. Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 1988. Syaodih, Nana Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, PT. Rineka Cipta : Jakarta, 1997. Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Surabaya : Prestasi Pustaka, 2009. Usman, Moh.Uzer, Menjadi Guru Professional, Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2006. Http//Perencanaan Dalam Proses Belajar Mengajar.html.com. Diakses Pada Hari : Sabtu, Tanggal Rabu, Tanggal 22 Juli 2015. Http//Perencanaan Dalam Proses Belajar Mengajar.html.com. Diakses Pada Hari : Sabtu, Tanggal Rabu, 22 Juli 2015. Http//Manfaat Media Pembelajaran.html.com. Diakses Pada Hari : Rabu, Tanggal 22 Juli 2015. Http//PERMENDIKNAS, Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar.wikipedia.com. Diakses Pada Hari : Sabtu, Tanggal 01 Nopember 2014.
Http//Pengertian Muatan Lokal.com Diakses Pada Hari : Sabtu, Tanggal 01 Nopember 2014.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Lailatur Riskiyah
Nim
: 211069
Tempat, Tgl Lahir
: Jepara, 08 Mei 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Pecangaan Kulon Rt. 01/05 Pecangaan Jepara
Email
:
[email protected]
Pendidikan Formal
:
1. SDN 02 Pecangaan Lulus Tahun 2005. 2. SMPN 1 Pecangaan Lulus Tahun 2008. 3. MA. Walisongo Pecangaan Lulus Tahun 2011.
Jepara,
September 2015 Peneliti
LAILATUR RISKIYAH
PANDUAN WAWANCARA GURU MUATAN LOKAL AGAMA DI MA WALISONGO PECANGAAN
1. Sebagai pendidik / guru menurut anda apa yang dimaksud dengan muatan lokal agama dan tujuan pembelajaran muatan lokal agama bagi siswa? 2. Menurut andaTujuan diterapkannya kurikulum muatan lokal agama? 3. Menurut anda seberapa pentingkah pembelajaran muatan lokal agama? 4. Apakah anda sebelum mengajar muatan lokal di haruskan membuat RPP terlebih dahulu? Dan seperti apa penyusunan RPP muatan lokal agama? 5. Bagaima na anda mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran sebelum mengajar dan apa problem yang dihadapi para guru? 6. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama ketika anda mengajar? 7. Metode apa saja yang anda gunakan dalam mengajar? 8. Problem apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama?
PANDUAN WAWANCARA SISWA MA WALISONGO PECANGAAN JEPARA
1. Apakah adik menyukai pelajaran muatan lokal agama? 2. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama? 3. Dan babgaimana problem yang di hadapi saat pelaksanaan pembelajaran muatan llokaldi kelas dik?
TRANSKIP WAWANCARA Nama
: Drs. Afifuddin
Jabatan
: Guru Muatan Lokal agama (keterampilan agama)
Hari
: Selasa
Tanggal : 25 agustus 2015 Waktu
T
: 10.15– Sampai selesai
: Sebagai pendidik / guru menurut anda apa yang dimaksud dengan muatan lokal agama dan tujuan pembelajaran muatan lokal agama bagi siswa?
J
: tujuan pembelajaran muatan lokal agama yaitu agar siswa bisa memperdalam ilmu agama islam.
T
: Menurut andaTujuan diterapkannya kurikulum muatan lokal agama?
J
: mengembangkan iklim religius di lingkungan sekolah. Hal tersebut dimanifestasikan dengan memasukkan materi Takhasus (Muatan Lokal Agama) dalam kurikulum sekolah dan memadukannya dengan berbagai macam kegiatan keagamaan yang dilaksanakan seperti, Shalat Dhuha, Shalat Dhuhur Berjamaah, Peringatan Hari Besar Agama Islam (PHBI), mengadakan istighotsah dan berdoa sebelum proses pembelajaran dimulai.
T
: Menurut anda seberapa pentingkah pembelajaran muatan lokal agama?
J
: Sangat penting karena agar siswa lebih mengerti tentang pelajaran agam lebih mendetail.
T
: Apakah anda sebelum mengajar muatan lokal di haruskan membuat RPP terlebih dahulu? Dan seperti apa penyusunan RPP muatan lokal agama?
J
: Dalam penyusunan RPP, guru Takhasus (Muatan Lokal Agama) Di MA Walisongo Pecangaan Jepara belum dapat mempersiapkan secara rinci. Guru hanya menyusun secara abstrak berdasarkan pengalaman yang dimiliki dan hanya mengacu pada pedoman kitab klasik pegangannya. Dalam hal materi yang akan disampaikan, guru hanya mengacu pada daftar isi dalam kitab
tersebut. Sehingga target waktu dan tujuan pembelajaran benar-benar sedikit kurang jelas. T
: Bagaimana anda mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran sebelum mengajar?
J
: Pada Tahap persiapan didominasi dengan tindakan guru untuk mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran. Tiap guru yang mengampu mata pelajaran Takhasus telah memiliki kitab pegangan masing-masing sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Dalam praktiknya, perencanaan dituangkan secara global dan dalam bentuk verbal. Guru dalam menyampaikan pelajaran berdasarkan daftar isi yang ada di kitabnya masing-masing. Adapun target, metode dan tujuan pembelajaran dalam bentuk abstrak dan dilakukan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing guru mata pelajaran takhassus (Muatan Lokal Agama)
T
: Bagaimana pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama ketika anda mengajar?
J
: Pada Tahap persiapan didominasi dengan tindakan guru untuk mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran. Tiap guru yang mengampu mata pelajaran Takhasus telah memiliki kitab pegangan masing-masing sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Dalam praktiknya, perencanaan dituangkan secara global dan dalam bentuk verbal. Guru dalam menyampaikan pelajaran berdasarkan daftar isi yang ada di kitabnya masing-masing. Adapun target, metode dan tujuan pembelajaran dalam bentuk abstrak dan dilakukan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing guru mata pelajaran takhassus (Muatan Lokal Agama
T
: Metode apa saja yang anda gunakan dalam mengajar?
J
: Metode ceramah dan praktek
T
: Problem apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama?
J
: Alokasi waktunya kurang mb, waktu satu jam mata pelajaran itu dianggap sangat kurang mengingat banyaknya materi yang harus diselesaikan sehingga guru sangat sulit untuk mengembangkan metode-metode yang mereka miliki.
Untuk mengatasi minimnya alokasi waktu, guru dapat menekankan pembelajaran Takhassus (Muatan Lokal Agama) pada pembiasaan dan praktik yang mengacu pada materi yang berkaitan. Problem kurangnya alokasi waktu jam pelajaran sebenarnya terjadi pada kebanyakan mata pelajaran di sekolah.
TRANSKIP WAWANCARA Nama
: Bapak KH. Nur Rohmat
Jabatan
: Guru Muatan Lokal agama (NU)
Hari
: Rabu
Tanggal : 26 agustus 2015 Waktu
: 09.00 – Sampai selesai
T : Saya mau interview dengan Bapak terkait dengan penelitian saya tentang Problematika pembelajaranmuatan lokal agam di MA Walisongo pecangaan. J : Ya… boleh silahkan ! T : Sebagai pendidik / guru menurut anda apa yang dimaksud dengan muatan lokal agama dan tujuan pembelajaran muatan lokal agama bagi siswa? J : Tujuan pembelajaran muatan lokal agama diterapkan di MA Walisongo pecangaan jepara untuk menciptakan lingkungan madrasah yang berbasis islami dan menciptakan kader-kader yang bisa mengaplikasikan ilmu-ilmu agama di masyarakat sekitar T : Menurut anda Tujuan diterapkannya kurikulum muatan lokal agama? J : tujuan diterapkan kurikulum muatan lokal agama di madrasah ini adalah membekali para siswa tentang ilmu-ilmu agama dan diharapkan siswa mampu mengamalkan ilmu-ilmu tersebut di masyarakat mereka dan di samping itu, diterapkannya kurikulum muatan lokal agama di madrasah ini adalah menjaga tradisi kegiatan-kegiatan keagamaan yang sudah ada di masyarakat sekitar madrasah. Tetapi kurikulum muatan lokal agama yang diterapkan di madrasah ini sangat minim alokasi waktu. Jadi, proses pembelajaran muatan lokal agama ini tidak bisa berjalan dengan maksimal. T : Menurut anda seberapa pentingkah pembelajaran muatan lokal agama? J : pembelajaran muatan lokal agama itu sangat penting bagi siswa, ketika siswa sudah terjun ke masyarakat. T : Apakah anda sebelum mengajar muatan lokal di haruskan membuat RPP terlebih dahulu? dan seperti apa penyusunan RPP muatan lokal agama?
J : setiap guru harus mempunyai rencana pelaksanaan pembelajaran agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan efesien menurut skenario yang telah dibuat, tetapi untuk guru muatan lokal agama hanya membuat secara sederhana rencana pembelajaran, dan isi dari rencana pembelajaran tersebut adalah materi yang akan disampaikan dan bentuk evaluasi yang digunakan pada akhir pelajaran. T : Bagaima na anda mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran sebelum mengajar dan apa problem yang dihadapi para guru? J : pada tahap persiapan ini guru mempersiapkan materi yang akan diajarkan dan membuat daftar pertanyaan untuk evaluasi pada proses pembelajaran tersebut T : Bagaimana pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama ketika anda mengajar? J : Sedangkan menurut Bapak KH. Nur Rohmat, pada proses pelaksanaan pembelajaran, guru masuk kelas kemudian mengkondisikan kelas dan memberi motivasi belajar dan guru menjelaskan materi yang akan dipelajari pada pertemuan itu, dan guru menyampaikan materi, kemudian tanya jawab dengan siswa, kalau pada waktu itu membutuhkan praktek, guru menunjuk beberapa siswa untuk melakukan praktek T : Metode apa saja yang anda gunakan dalam mengajar? J : ceramah, Tanya jawab, dan praktek T : Problem apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama? J
: yang menjadi problem pembelajaran muatan lokal agama adalah guru belum bisa menggunakan metode pembelajaran terkini atau metode pembelajaran active learning dan guru masih menggunakan metode pembelajaran ceramah, tanya jawab dan praktek guru muatan lokal agama belum bisa menggunakan metode pembelajaran yang terkini sebagaimana guru-guru mata lain yang lain dan belum bisa memanfaatkan media pembelajaran elektronik yang disediakan pihak madrasah, dan guru hanya bisa menggunakan cara pembelajaran sebagaimana halnya di pondok pesantren dan itu menjadi masalah yang di hadapi oleh guru.
TRANSKIP WAWANCARA Nama
: Rhusda Laila
Kelas
: XI IPA
Hari
: Selasa
Tanggal : 25 agustus 2015 Waktu
: 12.30– Sampai selesai
T
: Apakah adik menyukai pelajaran muatan lokal agama?
J
: Suka mbak
T
: Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama?
J
: ya begitu mbk, guru menerangkan dan siswa mendengarkan, sesekali di adakan Tanya jawab dan prktek.
T
: Dan babgaimana problem yang di hadapi saat pelaksanaan pembelajaran muatan lokaldi kelas dik?
J
: Masalah evaluasinya mbak, selain evaluasi pada ujian tengah semester dan ujian semester, perlu juga diadakan evaluasi proses yang mengutamakan praktik atau aspek psikomotorik. Hal tersebut diberikan dengan tujuan agar siswa dapat selalu berkembang daya juang serta pengetahuannya
Nama
: Lailiyatul Khasanah
Kelas
: XI IPA
Hari
: Selasa
Tanggal : 25 agustus 2015 Waktu
: 12.30– Sampai selesai
T : Apakah adik menyukai pelajaran muatan lokal agama? J
: Suka mbak
T : Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran muatan lokal agama? T : ya begitu mbk, guru menerangkan dan siswa mendengarkan, sesekali di adakan Tanya jawab dan prktek. T : babgaimana problem yang di hadapi saat pelaksanaan pembelajaran muatan lokaldi kelas dik? J
: guru kurang menggunakan metode yang variatif saat melaksanakan proses belajar mengajar. Metode yang monoton itulah yang mengakibatkan siswa menjadi bosan.