PROGRAM KEPALA SEKOLAH UNTUK MENCIPTAKAN SUASANA RELIGIUS DI SMP N 1 KEDUNGJATI KECAMATAN KEDUNGJATI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh: MIFTAKHUN NURUL JANNAH NIM 111 11 011
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2016
i
ii
MOTTO
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. ( AL AHZAB : 21 )
iii
iv
v
PERSEMBAHAN Atas rahmat dan ridho Allah SWT, skripsi ini aku persembahkan untuk: 1.
Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai Bapak Bambang Wiryanto dan Ibu Trismiyati, karena dengan bimbingan, pengorbanan, kasih sayang, dan doa keduanya lah aku bisa bangkit dari rasa malas demi meraih masa depan dan citacita.
2.
Adikku Syifa Fitri Choirullah yang selalu mendukungku dan selalu memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
3.
Simbah kakung H. Samsi yang sudah menanti-nanti cucunya untuk bisa menyelesaikan tugas akhir kuliyahnya demi meraih masa depan yang sukses.
4. Bapak Drs. Juz’an, M.Hum yang telah sabar membimbing dan mendo’akan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Sahabatku Siti Nina Nur Anisa, Nurus Sa’adah, Arifah Wulandari, Dewi Uswatun Khasanah, Setya Ayu Arizka, Nafiatul Khasanah, Luluil Hidayah dan Khairus sa’adah , yang selalu memberikan semangat dan motivasi. 6. Seseorang yang selalu menemani dan memotivasi dalam setiap langkahku 7. Pengasuh PP. Al-Hasan (KH. Ichsanuddin) serta para Ustadz-Ustadz yang senantiasa mendo’akan dan membimbing dalam menuntut ilmu.
8. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Kampus yaitu kelas PAI A angkatan tahun 2011, kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya di IAIN Salatiga yang selalu memberikanku semangat berjuang dalam hal apapun serta memberikan banyak pelajaran yang berharga dan ilmu yang bermanfaat.
vi
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2.
Bapak Suwardi, M.Pd., selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK).
3.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4.
Bapak Drs. Juz’an, M.Hum., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak M. Farid Abdullah, S.PdI., M. Hum., selaku pembimbing akademik.
6.
Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
vii
viii
ABSTRAK Jannah, Miftakhun Nurul. 2016. Program Kepala Sekola Untuk Menciptakan Suasana Religius di SMP Negeri 1 Kedungjati Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Juz’an, M.Hum. Kata kunci: Kepala Sekolah Menciptakan Suasana Religius Kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius itu perlu dukungan dari berbagai pihak baik dari guru ,karyawan maupun para peserta didik demi terciptanya suasana religius di sekolah. Dalam tataran nilai, budaya religius berupa: semangat berkorban, semangat persaudaraan, semangat saling menolong dan tradisi mulia lainnya. Sedangkan dalam tataran perilaku, budaya religius berupa: tradisi sholat berjamaah, gemar bersedekah, rajin belajar dan perilaku yang mulia lainnya. Adapun fokus penelitian ini adalah: (1) Apa upaya kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati ? (2) Apa faktor-faktor yang menghambat dan menunjang keberhasilan menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati ?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Maksudnya dalam penelitian deskriftif kualitatif data yang dikumpulkan bukan berupa angka melainkan data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya sehingga yang menjadi tujuan dalam penelitian deskriftif kualitatif ini adalah ingin menggambarkan dan menginteraksikan objek sesuai apa adanya. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu: wawancara, observasi, dan dokumentasi. Studi kasus ini melibatkan berbagai pihak, yaitu: kepala sekolah, waka kurikulum, guru. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius perlu dukungan dari semua warga sekolah, untuk menciptakan suasana religius sekolah mengadakan pembiasaan kegiatan yang berbau keagamaan (2) a) Faktor pendukungnya antara lain: kepemimpinan kepala sekolah, guru, karyawan, dan peserta didik b) Sedangkan faktor penghambatnya adalah: Kurangnya kesadaran baik dari guru maupun murid untuk ikut serta dalam kegiatan yang menunjang terciptanya suasana religius sekolah, Tempat fasilitas mushalla yang belum memadai untuk melakukan ibadah secara berjamaah, air tidak cukup saat musim kemarau, Kurang ketegasan dari pimpinan
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i LEMBAR BERLOGO ................................................................................... ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ iii PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... v MOTTO .......................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................... viii ABSTRAK ...................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv Daftar Lampiran …………………………………………………………… xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian......................................................................................... 9 E. Penegasan Istilah ........................................................................................... 9 F. Metode Penelitian ......................................................................................... 13 G. Metode Analisis Data………………………………………………… 16 H. Sistematika Penulisan .................................................................................... 18
x
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Upaya Kepala Sekolah .................................................................................... 20 B. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas ............................................................................ 22 2. Dimensi-dimensi Religius ......................................................................... 25 3. Fungsi Religiusitas .................................................................................... 28 4. Wujud Budaya Religius di Sekolah........................................................... 30 5. Bentuk-bentuk Religiusitas………………………………………. 37 6. Menerapkan Strategi Suasana Religius…………………………... 49
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1. Lokasi Penelitian…………........................................................... 54 2. Identitas Sekolah........................................................................... 54 3. Visi dan Misi................................................................................ 55 4. Tujuan Sekolah....................................................................... ….. 58 5. Data Guru dan Karyawan………………………………………… 64 6. Data Siswa……………………………………………………….. 68 7. Sarana dan Prasarana.................................................................... 70 8. Ekstrakurikuler.............................................................................. 71 B. Upaya Menciptakan Suasana Religius ……………………………… 72 C. Faktor Pendorong dan Penghambat…………………………………. 75
xi
BAB IV PEMBAHASAN A. Upaya Kepala Sekolah Menciptakan Suasana Religius .................................. 80 B. Upaya Penciptaan Suasana Religius ............................................................... 83 C. Faktor Pendorong dan Penghambat .............................................................. 84 D. Proses Menciptakan Suasana Religius……………………………… 86 E. Hasil Menciptakan Suasana Religius…………………………………. 89
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..................................................................................................... 87 B. Saran .............................................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I Data Guru ………………………………………………………….. 64 Tabel II Data Karyawan ……………………………………………………. 64 Tabel III Data Siswa ………………………………………………………… 68 Tabel IV Sarana dan Prasarana………………………………………………. 70 Tabel V Daftar Kegiatan Ekstra Kurikuler…………………………………. 71
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK 2. Riwayat Hidup Penulis 3. Lembar Konsultasi
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mencetak generasi muda yang berprestasi. Pendidikan itu sangat berperan penting dalam kehidupan, dengan adanya pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan. Pendidikan akan samakin berkembang pesat apabila orangorang disekitar peduli akan pendidikan, terutama peran orang tua dan keluarga dalam mendidik anaknya itu sangatlah berpengaruh dan masyarakat sebagai motivasi untuk meraih cita-cita dalam mewujudkan perubahan terhadap kemajuan zaman yang semakin canggih dan modern, terutama peran tenaga pendidik yang selalu sabar dan ikhlas dalam membimbing peserta didiknya untuk memperoleh pendidikan. Menurut Zamroni dalam Mulyasa (2007: 5-6) menyebutkan bahwa pendidikan adalah suatu proses menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan tentang hidup dan sikap dalam hidup, agar kelak ia dapat membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, sehingga kehadirannya di tengah-tenagh masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal. Pendidikan dapat diartikan segala proses, usaha dan tekat yang dilakukan seseorang untuk mencapai perkembangan yang sangat pesat bagi dirinya maupun bagi lingkungan sekitar, karena pendidikan itu perlu
1
diterapkan kepada anak mulai sejak dini. Salah satu keberhasilan pendidikan itu pasti ada campur tangannya dengan para tenaga pendidik contohnya di lembaga pendidikan sekolah merupakan sarana yang paling penting untuk menunjang proses belajar mengajar bagi peserta didik untuk mendapatkan pendidikan. Upaya sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan pasti ada peran kepala sekolah demi mewujudkan pendidikan. Usaha sekolah dalam mewujudkan budaya religius sekolah tidak akan tercapai secara optimal bila tidak didukung oleh semua komponen sekolah seperti guru, karyawan, siswa bahkan para orangtua siswa. Mereka dalam bahasa manajemen disebut sebagai pelanggan internal pendidikan. Secara lebih rinci, Salis membagi dua kelompok, yaitu: internal customer (pelanggan internal) meliputi : pegawai, pelajar, dan orangtua pelajar; dan external customer (pelanggan eksternal) meliputi : perguruan tinggi, dunia bisnis, militer dan masyarakat luas. Semua jenis pelanggan tersebut adalah hal penting yang harus dikenali oleh lembaga pendidikan atau kepala sekolah untuk kerjasama antara supervisor (penyelia) dan pelanggan pendidikan agar menghasilkan lulusan yang dapat memuaskan para pelanggan pendidikan. Kepala sekolah yang dalam hal ini berperan sebagai seorang manajer harus menarapkan perilaku yang berbeda dalam melibatkan mereka dalam aktivitas pendidikan, yaitu kepala sekolah harus mampu menggerakkan para guru, karyawan dan semua siswa untuk berperan secara maksimal sesuai tugas dan tanggung jawabnya.
2
Strategi
dapat
dilakukan
untuk
menggerakkan
beberapa
komponen tersebut antara lain: 1. Motivating (memberi motivasi) Motivasi adalah daya dorong yang dimiliki seseorang pegawai baik yang bersifat intrisik maupun ekstrinsik yang membuatnya mau dan rela bekerja sekuat tenaga dengan mengarahkan segala kemampuan yang ada demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Untuk membangkitkan motivasi guru dan karyawan, maka kepala sekolah harus jeli dalam melihat setiap harapan, keinginan dan kebutuhan mereka. Seseorang yang terpenuhi kebutuhannya, maka dia akan menunjukkan komitmen kerja yang tinggi, sebaliknya seseorang yang tidak terpenuhi kebutuhannya maka akan cenderung menunjukkan resistance (perlawanan) yang akan menghambat tercapainya tujuan lembaga. 2. Developing (mengembangkan) Dalam mengembangkan (developing), salah satu perilaku yang sering dilakukan adalah memberi latihan (coaching) dan bimbingan (montoring). 3. Supporting (memberi dukungan) Memberi dukungan adalah perilaku kepemimpinan yang diwujudkan
dalam
3
bentuk
memberi
pertimbangan
(consideration) dan perhatian (attention) terhadap kebutuhan dan keinginan para bawahan. 4. Recognizing (memberi pengakuan) Memberi
pengakuan
(Recognizing)
adalah
perilaku
memberi pujian dan memperlihatkan apresiasi kepada pegawai untuk mencapai kinerja yang efektif. Tujuan pemberian pengakuan ini adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan serta
terciptanya komitmen yang kuat terhadap
keberhasilan tugas. Adapun beberapa strategi dalam memberi pengakuan yaitu: a. Mengakui setiap keberhasilan b. Mengakui perbaikan-perbaikan dalam kinerja c. Mengakui usaha pegawai meskipun gagal d. Berilah pengakuan tepat pada waktunya e. Gunakan bentuk pengakuan yang cocok 5. Rewarding (memberi imbalan) Memberi imbalan (Rewarding) adalah kategori perilaku kepemimpinan menyangkut pemberian manfaat yang berwujud (tangible benefits) kepada pegawai. Imbalan-imbalan tersebut dapat berupa kenaikan gaji, promosi jabatan, beasiswa studi lanjut serta pendelegasian-pendelegaian yang mendidik. Beberapa strategi dalam memberi imbalan yaitu:
4
a. Menetapkan prosedur pemberian b. Mencari tahu imbalan apa yang menarik c. Sesuaikan dengan standar kerja yang telah dicapai d. Berilah imbalan pada waktu yang tepat (Sahlan, 2009 : 5660). Kepala sekolah merupakan posisi yang sangat penting dalam suatu sekolah. Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi, di dalamnya terdapat berbagai dimensi, yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, tempat terjadinya proses belajar mengajar, dan tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Oleh karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. ‘Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.’ Secara sederhana, kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah, tempat diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa. ‘Kepala sekolah adalah mereka yang banyak menentukan irama bagi sekolah mereka.’ Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan
5
kepala sekolah visioner dalam menggerakkan kehidupan sekolah guna mencapai tujuan. Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah (Deni dan Halimah, 2008 : 24-25). Kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius itu perlu dukungan dari berbagai pihak baik dari guru ,karyawan maupun para peserta didik demi terciptanya suasana religius di sekolah. Dalam tataran nilai, budaya religius berupa: semangat berkorban, semangat persaudaraan, semangat saling menolong dan tradisi mulia lainnya. Sedangkan dalam tataran perilaku, budaya religius berupa: tradisi shalat berjamaah, gemar bersodaqoh, rajin belajar dan perilaku yang mulia lainnya. Dengan demikian, budaya religius sekolah pada hakikatnya adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagi tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh seluruh warga sekolah. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti tradisi yang tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran agama. Oleh karena itu, untuk membudayakan nilai-nilai keberagamaan (religius) dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ekstrakurikuler di luar kelas serta tradisi dan perilaku
6
warga sekolah secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta religious culture tersebut dalam lingkungan sekolah. Saat ini, usaha penanaman nilai-nilai religius dalam rangka mewujudkan budaya religius sekolah dihadapkan pada berbagai tantangan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, pendidikan dihadapkan pada keberagamaan siswa, baik dari sisi keyakinan beragama maupun keyakinan dalam satu agama. Lebih dari itu, setiap siswa memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pembelajaran
agama
diharapkan
menerapkan
prinsip-prinsip
keberagamaan sebagai berikut: 1. Belajar Hidup dalam Perbedaaan 2. Membangun Saling Percaya (Multual Trust) 3. Memelihara Saling Pengertian (Multual Undestanding) 4. Menjunjung Sikap Saling Menghargai (Mutual Respect) 5. Terbuka dalam Berfikir 6. Apresiasi dan Interdependensi 7. Resolusi Konflik (Asmaun, 2010 : 76-77). Berawal dari latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji hal tersebut dalam sebuah penelitian dengan judul skripsi ‘‘Program Kepala Sekolah Untuk Menciptakan Suasana Religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2015”.
7
B. Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang muncul untuk mendapatkan jawaban pada peneliti ini adalah: 1. Apa upaya kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2015 ? 2. Apa faktor-faktor yang menghambat dan menunjang keberhasilan menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2015 ? 3. Bagaimana hasil upaya Kepala Sekolah dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2015 ? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apa saja upaya kepala sekolah dalam meningkatkan keberhasilan dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2015. 2. Untuk mengetahui faktor apa yang menghambat dan menunjang keberhasilan dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2015. 3. Untuk mengetahui hasil apa saja dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Grobogan Tahun 2015.
8
D. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat diadakannya penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan sebagai hasil pengamatan langsung serta dapat memahami penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selain studi di perguruan tinggi. b. Sebagai
sumbangan
pemikiran
bagi
perkembangan
ilmu
pendidikan, khususnya dalam aspek program kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius di sekolah. 2. Secara Praktis a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai input bagi pimpinan dalam menciptakan suasana religius di sekolah b. Sebagai
bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran guna
menciptakan suasana religius di sekolah. E. Penegasan Istilah 1. Upaya Kepala Sekolah a. Pengertian Kepala Sekolah Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinannya sangat berpengaruh, bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah. Pada saat menjadi guru, tugas pokoknya adalah mengajar dan membimbing siswa untuk mempelajari mata pelajaran tertentu. Adapun kepala sekolah tugas pokoknya adalah
9
‘memimpin’ dan
‘mengelola’ guru beserta stafnya untuk bekerja
sebaik-baiknya demi mencapai tujuan sekolah (Deni dan Halimah, 2008 : 67). 2. Religiusitas. b. Pengertian Religiusitas Apa itu religius? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 198) dinyatakan bahwa religius berarti: bersifat religi atau keagamaan, atau yang bersangkut paut dengan religi (keagamaan) (Muhaimin, 2005 : 61-62). Agama sebagai salah satu nilai yang dianut oleh sekelompok masyarakat dapat membentuk corak dan dinamika kehidupan bermasyarakat, karena agama dapat menjadi sumber inspirasi, pengerak dan juga berperan sebagai pengontrol bagi kelangsungan dan ketentraman hidup suatu kelompok masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya membentuk kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan dilingkungan kehidupan yang masing-masing kelompok memiliki corak dan ciri tersendiri yang membedakan dengan kelompok masyarakat lainnya. Demikian pula di sekolah sebagai lembaga sosial yang di dalamnya terjadi upaya pembiasaan atau pembudayaan terhadap nilai-nilai tertentu, termasuk di dalam nilai-nilai agama sebagai acuan moral bagi masyarakat umum. Pembudayaan itu dilakukan melalui proses
10
pembelajaran atau pembimbingan baik yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Sekolah merupakan satuan organisasi sosial yang bergerak di bidang pendidikan formal yang di dalamnya berlangsung penanaman nilai-nilai budaya yang diupayakan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dari sekolah inilah berlangsungnya pembudayaan berbagai macam nilai yang diharapkan dapat membentuk warga masyarakat yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan sebagai bekal hidup peserta didik di masa yang akan datang. Budaya sekolah berarti memberi pengertian bahwa sekolah perlu didudukan sebagai suatu organisasi yang di dalamnya terdapat individu-individu yang memiliki hubungan dan tujuan bersama. Tujuan itu diarahkan untuk memenuhi kebutuhan individu-individu atau memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Muhaimin (2009: 112-113), budaya sekolah merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan asumsi, pemahaman, dan harapanharapan yang diyakini oleh warga sekolah serta dijadikan pedoman bagi perilaku dan pemecahan masalah (internal dan eksternal) yang mereka hadapi . Dengan kata lain, bahwa budaya sekolah merupakan semangat, sikap, dan perilaku pihak-pihak yang terkait dengan sekolah atau kebiasaan-kebiasaan warga sekolah secara konsisten dalam menyelesaikan masalah.
11
Walupun kebudayaan sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat namun memiliki ciri-ciri khas sebagai suatu sub-culture. Sekolah bertugas untuk menyampaikan kebudayaan kepada generasi baru dan karena itu harus selalu memperhatikan masyarakat dan kebudayaan umum. Suatu sekolah harus dapat menciptakan budaya sekolahnya sendiri sebagai identitas diri, dan juga sebagai rasa kebanggaan akan sekolahnya. Kegiatan tidak hanya terfokus pada intrakurikuler, tetapi juga ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan kreativitas, bakat dan minat siswa. Selain itu, dalam menciptakan budaya sekolah yang kokoh, kita hendaknya juga berpedoman pada misi dan visi sekolah yang tidak hanya mencerdaskan otak saja, tetapi juga pengembangan watak dan karakter siswa, serta mengacu pada 4 tingkatan kecerdasan yaitu : kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan rohani (SQ) dan keserdasan sosial (Muhaimin, 2001 : 112113). Melatih diri untuk senantiasa hidup bersih lahir batin adalah suatu tuntutan yang harus dijalani. Namun, langkah itu sangat bergantung pada keseriusan dan tekad diri kita sendiri. Pola hidup bersih harus berawal dari diri sendiri. Mulailah berlatih hidup bersih dari hati, lisan, sikap, dan tindakan (Abdullah, 2002 : 47). upaya untuk mewujudkan suasana religius di sekolah bisa diterapkan dengan melatih pola hidup bersih kepada peserta didik mulai sejak dini, karena kebersihan itu
12
ibadah yang paling ringan dikerjakan apabila mengerjakannya dengan ikhlas, agar meningkatkan moral religiusitas peserta didik di sekolah dapat diwujudkan dengan cara ibadah dan muamalah. c. Pengertian Ibadah Kata ibadah terambil dari akar dari abada yang biasa diartikan antara lain dengan mengabdi, tunduk, taat, merendahkan diri dan sebagainya. Sehingga tidak heran bila beberapa kamus-kamus bahasa mengemukakan definisi ibadah berdasarkan arti-arti tersebut. Sebagaimana perkataan Ibadah ini mempunyai ma’na yang jami’, maka perkataan Ibadah ini mempunyai ma’na yang jami’ pula. Yakni, dapat dimasukkan ke dalam perkataan mu’amalah segala rupa hukum. Mu’amalah ditinjau dari jurusan tasawwuf, terbagi dua : 1. Mu’amalah dengan Tuhan yang diciptakan 2. Mu’amalah dengan makhluk (para hamba dan lain-lain) (Hasbi, 1987 : 1-7). Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah ketaatan dan keyakinan seseorang di dalam menjalankan
ajaran-ajaran
agamanya
yang
diwujudkan
dalam
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan ibadah. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Oleh sebab itu pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif.
13
Maksudnya
dalam
penelitian
deskriftif
kualitatif
data
yang
dikumpulkan bukan berupa angka melainkan data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya sehingga yang menjadi tujuan
dalam
penelitian
deskriftif
kualitatif
ini
adalah
ingin
menggambarkan dan menginteraksikan objek sesuai apa adanya. 2. Kehadiran peneliti Sesuai pendekatan kualitatif, maka semua fakta berupa kata-kata maupun tulisan dari sumber data manusia yang telah diamati dan dokumen yang terkait disajikan dan digambarkan apa adanya untuk selanjutnya ditelaah guna memperoleh makna. Oleh karena itu, kehadiran peneliti sangat penting yaitu peneliti bertindak langsung sebagai instrument dan sebagai pengumpulan data hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian . 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2015/2016. 4.
Sumber Data Sumber data adalah subjek dari mana asal data penelitian ini diperoleh. Apabila peneliti misalnya menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan, baik tertulis maupun lisan.
14
Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi: a. Data Primer: data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan nara sumber. Data yang diperoleh dari data primer ini harus diolah lagi. Sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. b. Data Sekunder: Data yang didapat dari catatan, buku, majalah berupa laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan pemerintah, artikel, buku-buku sebagai teori, majalah, dan lain sebagainya. Data yang diperoleh dari data sekunder ini tidak perlu diolah lagi. Sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpulan data (Wiratna, 2014 : 73-74). 5. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang cukup dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu; a. Wawancara Wawancara adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menggali data secara lisan. Hal ini haruslah dilakukan secara mendalam agar kita mendapatkan data yang valid dan detail (Wiratna, 2014 : 74). Atau secara sederhana wawancara diartikan sebagai alat pengumpulan data dengan mempergunakan Tanya jawab antara pencari informasi dan kepala sekolah.
15
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang : 1) Peran kepala sekolah dalam menciptakan suasana relegius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan. 2) Apa faktor-faktor yang menghambat dan menunjang kepemimpinan kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan. b. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek peneliti (Wiratna, 2014 : 75). Observasi ini digunakan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan situasi dan kondisi SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2015 yang meliputi: wawancara, letak geografis, keadaan siswa. c. Dokumentasi Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berupa dokumen atau catatan-catatan yang ada di SMP N 1 Kedungjati. G. Metode Analisis Data Menurut Miles dan Faisal dalam Wiratna (2014: 34-35) analisis data dilakukan selama pengumpulan data di lapangan dan setelah semua data terkumpul dengan teknik analisis model interaktif: Analisis data
16
berlangsung secara bersama-sama dengan proses pengumpulan data dengan alur tahapan sebagai berikut: 1. Reduksi Data Data yang diperoleh ditulis dalam laporan atau data yang terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkuman, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting. Data hasil mengihtiarkan dan memilih-milih berdasarkan satuan konsep, tema, dan kategori tertentu akan memberikan gambaran yang lebih tajam tetang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai tambahan atas sebelumnya yang diperoleh jika diperlukan. 2. Penyajian Data Data
yang
diperoleh
dikategorisasikan
menurut
pokok
permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lainnya. 3. Penyimpulan dan Verivikasi Kegiatan penyimpulan merupakan langkah lebih lanjut dari kegiatan reduksi dan penyajian data. Data yang sudah direduksi dan disajikan secara sistematis akan disimpulkan sementara. Kesimpulan yang diperoleh pada tahap awal biasanya kurang jelas, tetapi pada tahaptahap selanjutnya akan semakin tegas daan memiliki dasar yang kuat. Kesimpulan sementara perlu diverivikasi.
17
H. Sistematika Penulisan Pembahasan skripsi ini diuraikan dalam bentuk bab-bab yang berdiri sendiri-sendiri namun saling berhubungan antara satu bab dengan yang lainnya karena keseluruhan bab merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dari masing-masing bab tersebut terbagi menjadi beberapa sub bab yang saling berhubungan. Dengan diharapkan terbentuk sistem penulisan dan pembahasan yang sistematis. BAB 1
: PENDAHULUAN Berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, Metode Analisis Data, Sistematika Penulisan Skripsi.
BAB 11
: KAJIAN TEORI Berisi tentang kajian pustaka yang menjelaskan landasan teori tentang peran kepala sekolah dan suasana religius di sekolah.
BAB 111
: HASIL PENELITIAN Berisi paparan data dan gambaran umum SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan dan hasil wawancara.
BAB 1V
: PEMBAHASAN Berisi tentang pembahasan yang merupakan bagian yang menjelaskan temuan peneliti tentang program kepala
18
sekolah untuk menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2015/2016. BAB V
: PENUTUP Menjelaskan tentang kesimpulan hasil penelitian, saransaran dalam penelitian.
19
BAB II KAJIAN TEORI A. Upaya Kepala Sekolah Upaya kepala sekolah sangat besar karena kepala sekolah merupakan pengambil kebijakan yang tertinggi dalam suatu sekolah. a. Kepala Sekolah sebagai Educator (pendidik) Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah,
memberikan
dorongan
kepada
seluruh
tenaga
kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik. (Mulyasa, 2007 : 98-101). b. Kepala Sekolah sebagai Manajer Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya,
dan
mendorong
keterlibatan
seluruh
tenaga
kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah (Mulyasa, 2007 : 103).
20
c. Kepala Sekolah sebagai Administrator Kepala sekolah administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi
sarana
dan
prasarana,
mengelola
administrasi
kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan (Mulyasa, 2007:107). d. Kepala Sekolah sebagai Supervisor Kependidikan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan (Mulyasa, 2007 : 111). e. Kepala Sekolah sebagai Leader Kepala sekolah sebagai leader harus memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader
21
dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi (Mulyasa, 2007 : 115). f. Kepala Sekolah sebagai Innovator Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan
model-model
pembelajaran
yang
inovatif
(Mulyasa, 2007:118). B. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas. Religiusitas Menurut Kamus Pendidikan, Pengajaran dan Umum, (Religi : Agama, kepercayaan), ( Religius : Yang bersifat keagamaan) (Sulisman dan Sudarsono, 1994 : 198). Religi mencakup kehidupan keagamaan baik agama tradisional maupun agama yang datang kemudian yang mengatur hubungan dengan Yang Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya (Said, 2003 : 177). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “religius” adalah bersifat religi, yang bersangkut paut dengan religi, sedangkan “religi” merupakan patuh pada ajaran agama, saleh. Agama adalah hal yang
22
paling mendasar dijadikan sebagai landasan dalam pendidikan, karena agama memberikan dan mengarahkan fitrah manusia, memenuhi kebutuhan batin, menuntun kepada kebahagiaan dan menunjukan kebenaran. Keberagamaan atau religiusitas (kata sifat: religius) tidak selalu identik
dengan
agama.
Agama
lebih
menunjukkan
kepada
kelembagaan kebaktian kepada Tuhan, dalam aspek resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya. Sedangkan keberagamaan atau religiusitas lebih melihat kepada aspek yang “di dalam lubuk hati nurani” pribadi ( Muhaimin, 2008:288). Oleh karna itu, religiusitas atau sifat religius lebih dalam dari agama yang tampak formal. Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragam bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Menurut Glock & Stark dalam ( Ancok dan Suroso, 1994: 76) Agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlambangkan, yang semuanya itu berpusat pada
23
persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi. Jadi Agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Budaya religius sekolah merupakan cara berfikir dan cara bertindak warga sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan). Religius menurut Islam adalah menjalankan ajaran agama secara menyeluruh. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al Baqarah ayat 208
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (Sahlan, 2010: 75). Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah keagamaan bersifat religi meliputi berbagai macam dimensi, keyakinan seseorang di dalam menjalankan ajaran-ajaran agamanya, perilaku yang tercemin untuk diwujudkan untuk kehidupan manusia sehari-hari dengan simbol dan nilai sebagai adanya makna kepercayaan dalam berbagai agama.
24
2. Dimensi-dimensi Religiusitas. Religiusitas menurut Glock & Stark dalam Ancok dan Suroso (1994: 77-78) ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistic), dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengalaman (konsekuensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual). a.
dimensi keyakinan Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara agama-agama, tetapi seringkali juga di antara tradisi-tradisi dalam agama yang sama.
b.
dimensi praktik agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: 1) Ritual Ritual yaitu dimana seseorang yang religius akan melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang diperintah oleh
25
agama yang diyakini dengan melaksanakannya sesuai ajaran yang telah ditetapkan. Indikatornya antara lain: selalu melakukan sembahyang dengan
rutin,
melakukan
kegiatan
keagamaan
seperti
mendegarkan ceramah agama, melakukan dakwah agama, melakukan kegiatan amal, bersedekah, dan berperan serta dalam kegiatan keagamaan seperti ikut berpartisipasi dan bergabung dalam suatu perkumpulan keagamaan. 2) Ketaatan Ketaatan yaitu dimana seseorang yang secara batiniah mempunyai ketetapan untuk selalu menjalankan aturan yang telah
ditentukan
dalam
ajaran
agama
dengan
cara
meningkatkan frekuensi dan intensitas dalam beribadah. Indikatornya antara lain: khusuk ketika mengerjakan sembahyang atau kegiatan keagamaan, membaca doa ketika akan melakukan pekerjaan dan selalu mengucapkan syukur pada Tuhan. Individu yang menghayati dan mengerti serta selalu ingat pada Tuhan akan memperoleh manfaat, antara lain: ketenangan hati, perasaan yang tenang, aman dan merasa memperoleh bimbingan serta perlindungan-Nya. Kondisi seperti itu menyebabkan individu selalu melihat sisi positif dari setiap permasalahan yang dihadapi dan
26
berusaha mencari solusi yang tepat dalam memecahkan masalah yang membuat dirinya tertekan. c. Dimensi pengamalan Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkatan muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Dalam Islam, dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup. d. Dimensi pengetahuan agama. Dimensi
ini
menunjuk
pada
seberapa
tingkat
pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya, sebagaimana termuat dalam kitab sucinya dalam Islam, Dimensi ini menyangkut tentang isi Al-Qur’an, pokokpokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Islam dan rukun Iman), hukum-hukum Islam dan sejarah Islam. e. Dimensi pengalaman atau Penghayatan Dimensi ini menunjuk pada seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami pengalamanpengalaman religius. Dalam Islam, dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah, merasa bahwa doa-doanya dikabulkan, takut ketika melanggar aturan, dan merasakan tentang kehadiran Tuhan.
27
Berdasarkan pada teori-teori yang telah dikemukakan di atas maka peneliti mengacu pada teori Glock dan Stark sebagai dasar dalam pembuatan skala karena teori tersebut mencakup lima dimensi yang mendasari individu dalam religiusita. Dimensi
tersebut
pengalaman,
meliputi:
pengetahuan
keyakinan, agama,
praktik
pengamalan
agama, atau
konsekuensi. 3. Fungsi Religiusitas Fungsi religiusitas bagi manusia erat kaitannya dengan fungsi agama. Agama merupakan kebutuhan emosional manusia dan merupakan kebutuhan alamiah yang terjadi dalam batin manusia. Menurut Jalaluddin (1995 : 233-236) fungsi agama bagi manusia meliputi. a. Berfungsi Sebagai Edukatif Dalam agama terdapat ajaran-ajaran agama yang harus dipatuhi oleh penganutnya. Ajaran tersebut mengandung unsur suruhan dan larangan mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing. b. Berfungsi Sebagai penyelamat Keselamatan
yang
diberikan
oleh
agama
kepada
penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama
28
mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada Tuhan. c. Berfungsi Sebagai Pendamaian Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui tobat, pensucian ataupun penebus dosa. d. Berfungsi Sebagai Sosial kontrol Ajaran agama oleh penganutnya diangap sebagai norma sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok. e. Fungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan, yaitu iman dan kepercayaan. Rasa ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. f. Berfungsi transformatif Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan agama yang baru diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya itu kadang kala mampu
29
mengubah kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu. g. Berfungsi Kreatif Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru ( Jalluddin, 1996 : 233236). 4. Wujud Budaya Religius di Sekolah Budaya religius adalah sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik, dan masyarakat sekolah. Sebab itu budaya tidak hanya berbentuk simbolik semata sebagaimana yang tercermin di atas, tetapi di dalam penuh dengan nilai-nilai. Perwujudan budaya juga tidak hanya muncul begitu saja, tetapi melalui proses pembudayaan diantaranya yaitu: 1. Senyum, Salam, Sapa (3S) Dalam Islam sangat dianjurkan memberikan sapaan pada orang lain dengan mengucapkan salam. Ucapan salam di samping sebagai doa bagi orang lain juga sebagai bentuk persaudaraan antara sesama manusia. Secara sosiologis sapaan dan salam dapat meningkatkan interaksi antara sesama, dan berdampak pada rasa
30
penghormatan sehingga antara sesama saling dihargai dan dihormati. Senyum,
sapa
dan
salam
dalam
perspektif
budaya
menunjukkan bahwa komunitas masyarakat memiliki kedamaian, santun, saling tenggang rasa, toleran dan rasa hormat. Dulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun, damai dan bersahaja. Namun seiring dengan perkembangan dan berbagai kasus yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, sebutan tersebut berubah menjadi sebaliknya. Sebab itu, budaya senyum, salam dan sapa harus dibudayakan pada semua komunitas, baik di keluarga, sekolah atau masyarakat sehingga cerminan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang santun, damai, toleran dan hormat muncul kembali. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk membudayakan nilai-nilai tersebut perlu dilakukan keteladanan dari para pemimpin, guru dan komunitas sekolah. Di samping itu perlu simbol-simbol, slogan atau motto sehingga dapat memotivasi siswa dan komunitas lainnya dan akhirnya menjadi budaya sekolah. 2. Saling Hormat dan Toleran Budaya saling hormat dan toleran juga Nampak ada di sekolah. Saling menghormati antara yang muda dengan yang lebih tua, menghormati perbedaan pemahaman agama, bahkan saling menghormati antar agama yang berbeda.
31
Masyarakat yang toleran dan memiliki rasa hormat menjadi harapan bersama. Dalam perspektif apapun toleransi dan rasa hormat sangat dianjurkaan. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbinneka dengan ragam agama, suku dan bahasa sangat mendambakan persatuan dan kesatuan bangsa, sebab itu melalui Pancasila sebagai falsafah bangsa menjadi tema persatuan sebagai salah satu sila dari pancasila, untuk mewujudkan hormat sesama anak bangsa. Fenomena perpecahan dan konflik yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan karena tidak adanya toleransi dan rasa hormat diantara sesama agama atau masyarakat yang memiliki paham, ide, atau agama yang berbeda. Sebab itu melalui pendidikan dan dimulai sejak dini, sikap toleran dan rasa hormat harus dibiasakan dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan budaya hormat dan toleran, dalam Islam terdapat konsep ukhuwah dan tawadlu. Konsep tawadlu secara bahasa adalah dapat menempatkan diri, artinya seorang harus dapat bersikap dan berperilaku sebaik-baiknya (rendah hati, hormat, sopan dan tidak sombong). Konsep ini sangat terlihat dalam budaya pesantren, bagaimana seorang santri hormat atau tawadlu pada kyai. Dalam Islam guru sangat dihormati sebab itu ada konsep “berkah”, artinya seorang murid hanya akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat apabila memperoleh berkah dari sang guru.
32
3. Puasa Senin Kamis Puasa merupakan bentuk peribadatan yang memiliki nilai yang tinggi terutama dalam pemupukan spiritualitas dan jiwa sosial. Puasa hari senin dan kamis ditekankan di sekolah disamping sebagai bentuk peribadat sunnah muakkad yang sering dicontohkan Rasulullah SAW, juga sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran tazkiyah agar siswa dan warga sekolah memiliki jiwa yang bersih, berpikir dan bersikap positif, semangat dan jujur dalam belajar dan bekerja, dan memiliki rasa kepedulian terhadap sesama. Nilai-nilai yang ditumbuhkan melalui proses pembiasaan berpuasa tersebut merupakan nilai-nilai luhur yang sulit dicapai oleh siswa-siswi di era sekarang ini, disamping hantaman budaya negatif dan arus globalisasi juga karena piranti untuk penangkal arus budaya negatif
tersebut yang tidak maksimal baik dalam
bentuk pendidikan maupun keteladanan dari tokoh dan warga masyarakat. Sebab itu melalui pembiasaan puasa senin kamis diharapkan dapat menumbuhkan nilai-nilai luhur tersebut yang sangat dibutuhkan oleh generasi saat ini (Sahlan, 2010: 116-119). 4. Shalat. Secara etimologi kata shalat berarti doa. Sedangkan secara terminologi bahwa shalat adalah seperangkat perkataan dan perbuatan yang dilakukan dengan beberapa syarat tertentu dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam. Shalat menempati
33
kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh banyak ibadah lainnya. Karena shalat juga merupakan rukun Islam. Umat Islam diharapkan mengerjakan shalat pada waktunya dengan didorong rasa taat dan tunduk kepada perintah Allah. Rahasia waktu-waktu yang ditentukan itu tidak seorangpun tahu kecuali Allah dan Rosul. Sedemikian pula tentang cahaya dari berkah dan rahmat Allah yang turun pada waktu-waktu tersebut (An-nadwi, 1992 : 18). Dalam Islam dibagi dua macam, yaitu shalat fardhu dan shalat sunnah. Pelaksanaan shalat dan pengulangan shalat sehari semalam terdapat hikmah yang besar sebagai santapan sehat dan komplit untuk jiwa, sebagai penjagaan dari malaikat Allah, sebagai penyaring hati dan jiwa dari debu-debu materi (An-nadwi, 1992 : 19). Shalat wajib disyaratkan untuk berjamaah karena dengan berjamaah umat Islam akan mendapatkan faedah yang berharga diantaranya ada yang bersifat sosial dan kebersamaan, seperti persatuan, solidaritas dan persaudaraan (An-nadwi, 1992 : 49). Shalat dhuha sudah menjadi kebiasaan bagi siswa. Melakukan ibadah dengan mengambil wudlu dilanjutkan dengan shalat dhuha dilanjutkan dengan membaca al-Quran memiliki implikasi pada spiritualitas dan mentalitas bagi seorang yang akan dan sedang belajar. Dalam Islam seorang yang akan menuntut ilmu dianjurkan untuk melakukan pensucian diri baik secara fisik
34
maupun ruhani. Berdasarkan pengalaman para ilmuwan muslim seperti, al-Ghozali, Imam Syafi’I, Syaikh Waqi, menuturkan bahwa kunci sukses mencari ilmu adalah dengan mensucikan hati dan mendekatkan diri pada Allah SWT (Sahlan, 2010: 120). 5. Membaca Al-quran. Al-quran biasa didefinisikan sebagai firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai redaksinya kepada nabi Muhammad, dan diterima umat Islam secara mutawatir (Shihab, 1997 : 43). Fungsi Al-quran bukan hanya sebutan untuk dibaca, juga memperingatkan kepada seseorang untuk mengingatkan dari hari pembalasan, berdialog dengan orang-orang yang hidup bahwa hari pembalasan itu ada (Shihab, 1997 : 48). Oleh karena itu bacaan dan hafalan Al-quran harus dilakukan terus menerus, sebab kekalnya Al-quran merupakan salah satu keistimewaan tersendiri. Hal ini tercermin daripada penghafalnya yang tidak pernah putus dari generasi ke generasi. Termasuk masalah tulisan dan hafalan secara lisan dan tulisan. Terus menerus membacanya Al-quran harus tetap dilestarikan, karena merupakan salah satu bagian terpenting dari ajaran Islam dan penganutnya (Al-Ghazali, 1996 : 23). Tadarus al-Qur’an atau kegiatan membaca al-Qur’an merupakan bentuk peribadatan yang diyakini dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dapat meningkatkan keimanan dan
35
ketakwaan yang berimplikasi pada sikap dan perilaku positif, dapat mengontrol diri, dapat tenang, lisan terjaga, dan istiqamah dalam beribadah. Tadarrus al-Qur’an disamping sebagai wujud peribadatan, meningkatkan keimanan dan kecintaan pada al-Qur’an juga dapat menumbuhkan sikap positif di atas, sebab itu melalui tadarrus alQur’an siswa-siswi dapat tumbuh sikap-sikap luhur sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar dan juga dapat membentengi diri dari budaya negatif (Sahlan, 2010: 120-121). 6. Doa. Orang Islam percaya kepada kekuasaan Tuhan dalam mewujudkan kepentingan manusia. Dan manusia diperinah untuk memohon pertolongan Allah karena Allah berjanji akan mengabulkan doanya. Manusia selalu berdoa dan merasa dekat kepada Allah apabila sedang mengalami kesusahan ataupun kesedihan. Akan tetapi dalam keadaan senang seorang manusia menjadi lupa bersyukur akan apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Doa itu ada kalanya langsung dikabulkan dan ditunda Allah. Umat Islam diwajibkan selalu berdoa baik itu sesudah shalat atau sebelum melakukan sesuatu agar terhindar dari gangguan setan dan setiap saat dilindungi Allah.
36
Istighasah adalah do’a bersama yang bertujuan memohon pertolongan dari Allah SWT. Inti dari kegiatan ini sebenarnya dhikrullah dalam rangka taqarrub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah SWT). Jika manusia sebagai hamba selalu dekat dengan Sang Khaliq, maka segala keinginannya akan dikabulkan oleh-Nya. Istilah ini biasa digunakan dalam salah satu madzab atau tarikat yang berkembang dalam Islam. Kemudian dalam perkembanganya juga digunakan oleh semua aliran dengan tujuan meminta pertolongan dari Allh SWT. Dalam banyak kesempatan, untuk menghindarkan kesan eklusif maka sering digunakan istilah do’a bersama (Sahlan, 2010: 121). 5. Bentuk-bentuk religiusitas (Heri, 2008: 26-30). a. Kewajiban terhadap Allah SWT Terdapat sepuluh kewajiban terhadap Allah SWT, yang harus dilaksanakan oleh kita, 1. Beriman kepada Allah SWT “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu,
berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah . Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al-Hujaraat: 15). Pengertian beriman kepada Allah di sini adalah menyakini keberadaan
Allah
beserta
37
sifat-sifat
yang
dimiliki-Nya.
Maksudnya kita harus yakin bahwa Allah itu ada serta Dia memiliki sifat-sifat yang mulia (Asmaul Husna). Beriman kepada Allah merupakan dasar utama keimanan, dari sinilah melahirkan ketaatan terhadap yang lainnya. Hanya ketaatan yang berdasarkan keimanan kepada Allah sajalah yang benar dan akan diterima. Kebalikan dari beriman kepada Allah adalah musyrik, meyakini adanya tuhan atau kekuasaan selain Allah. Perbuatan musyrik adalah dosa besar yang tidak akan diampuni Allah kecuali bertaubat dengan sungguh-sungguh (taubatan nasuha). 2. Ta’at kepada Allah SWT “Sesungguhnya jawaban orang-orang beriman; bila mereka diseru kepada Allah dan Rasulnya di antara mereka ialah ucapan, “ Kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. An Nuur: 51). Buah dari beriman kepada Allah adalah ketaatan terhadapNya. Orang yang benar-benar beriman kepada Allah akan taat kepada semua perintah-Nya serta menjauhi semua laranganNya. Kebalikan dari taat kepada Allah adalah ingkar (kufur) terhadap-Nya. Orang yang melakukan perbuatan kufur disebut kafir. Orang kafir menolak keberadaan Allah serta menolak semua perintah-Nya.
38
3. Berzikir kepada Allah SWT “ Maka berzikirlah (ingatlah) kepada-ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu” QS. Ai-Baqarah: 152). Berzikir artinya mengingat Allah, Berzikir bisa dilakukan dengan mengingat Allah dalam hati; atau menyebutnya (berupa ucapan-ucapan zikrullah) dengan lisan; atau bisa juga dengan mentadaburi atau mentafakuri (memikirkan kekuasaan Allah) yang terdapat pada alam semesta. Dalam surat Al Ahzab ayat 41 kita diperintah untuk senantiasa berzikir kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya. Mengapa kita harus berzikir? Dengan berzikir kita akan senantiasa ingat kepada Allah, hati menjadi tentram dan akan menjauhkan kita dari perbuatan tercela. Kebalikan dari berzikir adalah menolak dari mengingat Allah. Orang seperti ini akan selalu gampang (gelisah tak menentu), mudah putus asa dalam hidup ini, serta mudah disesatkan oleh setan laknatullah. 4. Berdo’a kepada Allah SWT “Berdoalah kamu kepada-Ku, maka akan Ku-kabulkan do’amu itu” (QS. Al Mu’min: 60). Berdo’a artinya mengajukan permohonan kepada Allah. Berdo’a merupakan bukti pengakuan kita terhadap kekuasaan Allah, karena dengan kekuasaan dan kebutuhan kita bisa terpenuhi.
39
Apabila kita meminta kepada manusia; semakin banyak permintaan kita kepada orang itu semakin keberatanlah ia, bahkan bisa jadi ia akan marah dan menolak mentah-mentah permintaan kita. Tetapi meminta atau memohon kepada Allah berbeda. Semakin banyak dan semakin sering kita meminta kepada-Nya, maka Allah akan senang kepada kita. Kebalikan dari do’a adalah takabur kepada Allah. Takabur artinya merasa diri besar, merasa bisa memenuhi semua kebutuhan oleh sendiri, tidak merasa memerlukan Allah dan sombong terhadap-Nya. Orang seperti ini dimurkai Allah. “ Allah sangat murka terhadap orang yang tidak pernah berdo’a kepada-Nya”, demikian firman Allah dalam sebuah hadis qudsi. 5. Bertakwakal kepada Allah SWT “Karna itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu’min bertawakal” (QS. Ali Imran: 122 dan Al Maidah: 11). Bertawakal artinya menyerahkan keputusan kepada Allah, setelah kita berupaya semaksimalnya. Dengan bertawakal maka beban hidup kita akan terkurangi, dan tidak menjadikan kita stres. Kita menganggap apapun keputusan yang dikehendaki Allah, itulah yang terbaik bagi kita. Kebaikan dari tawakal adalah takabur, karena menganggap berkuasa atas segalanya, sedangkan Yang Maha Kuasa hanyalah Allah SWT. Allah
40
sangat tidak suka kepada orang yang tidak bertawakal kepadaNya. 6. Husnudhan kepada Allah SWT Dlam hadits qudsi, Allah berfirman: “Aku menurut dugaan hamba-hambaKu terhadap Aku” (diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Husnudhan artinya berbaik sangka kepada Allah SWT. Kita selalu berbaik sangka kepada Allah dan apapun yang ditetapkan oleh Allah untuk kita, itulah yang terbaik. Seperti dijelaskan dalam hadits qudsi di atas, bahwa Allah menurut dugaan hamba-hamba-Nya, contohnya apabila orang berperasangka baik kepada Allah, maka Allah-pun akan berbuat baik kepadanya; tapi apabila ada orang yang berprasangka buruk maka keburukanlah yang akan didapatkan oleh orang tersebut. Kebalikan
dari
husnudhan
adalah
su’udhan
atau
berperaasangka buruk kepada Allah. Akibat yang akan diperolehnya adalah keburukan sebagaimana anggapannya terhadap Allah. 7. Bersyukur kepada Allah SWT “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami ( Allah )akan menambah (nikmaat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih” (QS. Ibrahim: 7).
41
Bersyukur secara sederhana dapat diartikan sebagai ungkapan terima kasih kita kepada Allah. Dengan cara bagaimana kita bersyukur kepada Allah? Dengan cara melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya, serta memanfaatkan semua yang dianugrahkan Allah secara benar. Syukur merupakan ciri utama dari iman, dengan demikian orang yang tidak pernah bersyukur kepada Allah berarti ia tidak (kurang) beriman sekaligus kufur (ingkar) kepada Allah SWT. 8. Bersabar terhadap cobaan dari Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, karna sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqarah: 153). Bersabar adalah tabah menerima cobaan atau ujian dari Allah SWT. Tapi tentu saja sambil berusaha untuk mengubah atau memperbaikinya apabila kita mampu. Bersabar merupakan ciri utama orang beiman. Orang beriman akan bersyukur apabila ia mendapat nikmat; dan akan bersabar apabila ia mendapat musibah/cobaan. Orang beriman akan bersabar terhadap semua cobaan dari Allah. Hal itu apabila dilakukan dengan ikhlas maka akan berpahala dan menambah cinta kasih Allah kepada kita.
42
Kebalikan dari sabar adalah putus asa. Orang yang tidak beriman mudah putus asa dalam menjalani kehidupan ini, malah ada yang sampai bunuh diri karena putus asa. Apabila ini terjadi, maka ia telah melakukan dosa besar yang tiada terampuni. 9. Ikhlas dalam Beribadah kepada Allah SWT “Tiada mereka diperintah kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama yang lurus dan mendirikan shalat serta mengeluarkan zakat. Itulah agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah:5). Ikhlas artinya bersih dari mengharap selain Allah. Maksudnya aktivitas apa pun yang kita lakukan itu adalah semata-mata karena Allah. Kita melaksanakan ibadah, itu karna Allah memerintahkannya dan kita laksanakan dengan ikhlas. Kita menjauhi dosa dan maksiat; karena Allah melarangnya, dan kita pun ikhlas untuk menjauhinya. Ibadah yang dilaksanakan dengan ikhlas saja yang akan diterima dan diberkahi Allah. Oleh karna itu, kita harus berupaya untuk selalu ikhlas dalam beribadah dan menjalani hidup ini, supaya amalan kita diterima dan diberkahi Allah. Kebalikan dari ikhlas adalah riya, yaitu mengharap pujian atau balasan selain dari Allah. Riya merupakan syirik kecil maksudnya kita telah menyekutukan Allah karena ada yang
43
diharap selain Allah. Ini merupakan perbuatan tercela dan tanda orang munafik. 10. Mengharap Ridla Allah SWT “Allah ridla kepada mereka dan mereka pun ridla kepada-Nya” (QS. Al Bayyinah: 8). Mengharap ridla Allah disebut juga mardotillah. Apapun yang dilakukan, kita mengharap Allah meridlainya. Mengharap ridla Allah tentu saja harus sesuai dengan ketentuan dan ajaran Islam; karena tidak mungkin Allah ridla apabila yang kita lakukan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam atau tidak diperintah Allah maupun Rasulnya; apalagi bila sampai bertentangan dengan ajaran Islam. Orang yang senantiasa mengharap ridla Allah, maka ia akan bahagia dan diberkahi dalam hidupnya; baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya orang yang tidak mengharap ridha Allah berarti ia tidak akan bahagia dan tidak diberkahi hidupnya di dunia apalagi di akhirat. b. Kewajiban terhadap Sesama Manusia Pada umumnya kewajiban terhadap sesama manusia hampir sama dengan terhadap sesama muslim, hanya bedanya kalau terhadap sesama muslim kita terikat oleh kesamaan akidah dan agama sehingga bersifat khusus, sedangkan terhadap sesama manusia kita terikat oleh kesamaan iman sebagai makhluk Allah
44
SWT . Berdasarkan hal tersebut maka kewajibannya pun hampir sama, yakni: 1. Menghormati dan memenuhi hak-haknya Ada lima hak dasar manusia yang harus dihormati, yaitu: a. Hak untuk hidup b. Hak untu beragama c. Hak untuk mendapat pendidikan d. Hak untuk bekerja e. Hak untuk berpendapat/menentukan pilihan Dalam
pelaksanaan
hak
asasi
tersebut
tidak
berarti
diperbolehkan berbuat semaunya dengan dalil memiliki hak asasi karena pada dasarnya pelaksanaan hak asasi kita dibatasi oleh hak asasi orang lain, artinya kita tidak boleh sampai merugikan atau melanggar hak asasi orang lain. Agama islam sebenarnya sangat menjunjung hak-hak dan nilai nilai kemanusiaan. Jangankan sampai merampas hak-hak kemanusiaan, menyinggung perasaannya saja tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, salah apabila ada yang menganggap bahwa umat islam adalah kejam, sadis dan suka sehingga dicap sebagai teroris. Sehubungan dengan itu menjadi kewajiban umat Islam untuk menunjukkan kepada seluruh umat manusia. Bahwa Islam beserta umatnya adalah sesuai dengan namanya berarti selamat, damai, dan sejahtera; membawa keselamatan, kedamaian, dan
45
kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, bahkan bagi semesta alam. 2. Bersikap lemah-lembut dan sopan santun Dalam pergaulan hidup sehari-hari sangat diperlukan sikap lemah lembut dan sopan santun. Hal ini perlu dilakukan tanpa memandang (membedakan) suku bangsa, ras , keturunan, agama, golongan, kedudukan, tingkat sosial, maupun tingkat pendidikan. Pada dasarnya setiap orang senang diperlakukan dengan lemah lembut dan sopan santun. Hal itu sebenarnya mengajarkan sikap sopan-santun serta kasih-sayang kepada sesama manusia dan makhluk Tuhan. Dalam Islam ada anjuran menyayangi semua yang ada di muka bumi, karena dengan demikian akan disayang Tuhan dan para malaikat yang ada di langit. 3. Saling menolong dalam kebaikan Manusia memiliki tiga predikat kebaikan dalam hidupnya yaitu sebagai insan Tuhan, insan sosial, dan insan politik. Sebagai insan Tuhan harus melaksanakan tugas yakni beribadah. Sebagai insan sosial ia harus bermasyarakat atau hidup rukun dengan warga Negara yang baik. Dalam ajaran Islam penjabarannya bisa lebih luas lagi; yakni manusia (khusunya umat Islam) harus melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah (habluminallah), kemudian
46
terhadap sesama manusia (habluminannas) dan terhadap alam semesta (hablum minal alam). Saling menolong tanpa memandang (membedakan) ras, suku, bangsa, agama, keturunan, status sosial dan pendidikan merupakan kewajiban manusia dalam hidupnya. Berbahagialah mereka yang dalam hidupnya bisa hidup rukun, saling menolong, dan bermanfaat bagi sekitarnya. Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang memberi / membawa manfaat bagi orang-orang di sekitarnya”. 4. Mengajak kebaikan dan mencegah keburukan Kedua hal ini, yakni mengajak kebaikan dan mencegah keburukan, merupakan suatu rangkaian yang tak bisa dipisahkan dengan mengajak dalam kebaikan berarti kita mencegahnya dari berbuat buruk; dan dalam mencegah keburukan berarti kita telah menuju kearah kebaikan. Sebagai umat Islam atau beragama yang baik, tentu akan bersedia untuk mengingatkan dan diingatkan, menasehati dan dinasehati, menegur dan ditegur, mengajak dan diajak (dalam hal yang benar) serta mencegah dan dicegah dalam hal keburukan. c. Kewajiban terhadap Alam Sekitar Ada dua fungsi utama diciptakannya manusia, yakni untuk beribadah
(seperti
difirmankan
47
Allah
dalam
Surat
Adz
Dzariyat:56) dan sebagai khalifah di muka bumi (seperti tertera dalam surat Al Baqarah: 30). Fungsinya kedua dari manusia sebagai khalifah di muka bumi artinya manusia bertugas mengelola semua yang ada dan telah diciptakan Allah di muka bumi erat kaitannya dengan alam sekitar. Sehubungan dengan itu ada tiga kewajiban utama manusia terhadap alam sekitar, yaitu: 1) Mengelola sumber daya alam Di dalam semesta ini banyak terdapat sumber daya yang dapat diolah dan didayagunakan oleh manusia; baik yang terdapat di darat maupun di lautan. Di antara sumber daya itu ada yang sudah ditemukan, diolah, dan didayagunakan; namun ada juga yang belum secara optimal terutama yang berada di lautan. Sesungguhnya di lautan itu banyak terdapat sumber daya apabila dikelola dan didayagunakan dengan lebih baik, namun tentu saja memerlukan sarana, prasarana dan fasilitas yang lebih canggih. 2) Tidak merusak lingkungan Manusia sudah diserahi tugas oleh Allah untuk mengolah dan mengelola sumber daya yang terdapat di alam ini; bukan hanya yang terdapat di muka bumi ini tetapi juga yang berada di planet-planet lain apabila ternyata ada.
48
Dalam mengolah dan mengelola sumber daya yang terdapat di alam ini manusia dipersilakan untuk mengarahkan semua potensi serta peralatan yang dimilikinya secara maksimal. Namun ada satu syarat harus dipenuhi, yakni tidak boleh membuat kerusakan di muka bumi. 3) Memanfaatkan sumber daya alam Manusia diberi kebebasan untuk mengolah, mengelola dan mendayagunakan semua potensi serta sumber daya yang terdapat
di
alam ini
secara
maksimal;
namun
harus
diperuntukkan bagi kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian
tidak
bolehkan
kita
berbuat
tamak
dalam
memanfaatkan sumber daya itu hanya untuk kebutuhan sendiri atau kelompok-nya saja, tapi juga harus untuk kesejahteraan semua manusia. Tidak hanya untuk manusia yang hidup sekarang, tapi juga yang akan hidup di masa datang (Heri, 2008 : 41-42). 6. Menerapkan Strategi Suasana Religius a. Keteladanan Keteladanan merupakan perilaku yang memberikan contoh kepada orang lain dalam hal kebaikan. Rasulullah saw sendiri di utus ke dunia tidak lain adalah untuk menyempurnakan Akhlak dengan memberikan contoh pribadi beliau sendiri.
49
Dalam
mewujudkan
budaya
religius
sekolah
menurut
Muhaimin, dapat dilakukan melalui pendekatan keteladanan dan pendekatan persuasif atau mengajak kepada warga sekolah dengan cara yang halus, dengan memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakinkan mereka. Sikap kegiatannya berupa proaksi, yakni membuat aksi atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar dapat ikut memberi warna dan arah pada perkembangan nilai-nilai religius di sekolah (Sahlan, 2009: 131). b. Aturan Norma adalah aturan yang berlaku di masyarakat. Norma bermasyarakat lewat pendidikan. Normative digandengkan reeducative (pendidikan ulang) untuk menanamkan dan mengganti paradigma berpikir warga sekolah yang lama dengan yang baru. Pada
strategi
pertama
tersebut
dikembangkan
melalui
pendekatan perintah dan larangan atau reward dan punishment. Allah swt memberikan contoh dalam hal Shalat agar manusia melaksanakan setiap waktu dan setiap hari, maka diperlukan hukuman yang sifatnya mendidik (Muhaimin, 2008: 188). c. Membangun Kesadaran Diri Upaya untuk membangun kesadaran diri dapat dilakukan oleh guru bidang studi yang lain, misalnya guru biologi dan guru bahasa. Dalam pembelajaran bahasa guru juga memberikan pemahaman
50
kepada siswa bahwa ketika berbicara dengan kepada orang lain utamanya yang lebih tua, sebaliknya menggunakan bahasa yang sopan. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan pandangan Malik Fadjar, yang menyatakan bahwa Fungsi utama pendidikan agama di sekolah adalah memberikan landasan yang mampu menggugah kesadaran dan
mendorong
peserta
didik
melakukan
perbuatan
yang
mendukung pembentukan pribadi beragama yang kuat (Sahlan, 2010: 133). d. Manajemen Sarana dan Prasarana Menurut Mulyasa, sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar-mengajar (Mulyasa, 2005:49). Sarana pendidikan yang dimaksud meliputi gedung, ruang kelas, meja kursi serta alat-alat dan media pengajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya suatu proses pendidikan atau pengajaran di suatu lembaga pendidikan, seperti halaman, kebun sekolah/madrasah, jalan menuju sekolah/madrasah, tempat ibadah dan sebagainya. Manajemen sarana prasarana adalah suatu kegiatan bagaimana mengatur dan mengelola sarana dan prasarana pendidikan secara efisien dan efektif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
51
ditetapkan. Menurut Tim Pakar Manajemen Universitas Negeri Malang, manajemen sarana prasarana pendidikan adalah proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien (pakar, 2003: 86). Yang dimaksud dengan sarana prasarana pendidikan di sini adalah sarana dan prasarana pendidikan
yang
menambahkan,
dimiliki
manajemen
sekolah/madrasah. sarana
prasarana
Mulyasa pendidikan
mempunyai tugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan (Mulyasa, 2005:49-50). Manajemen sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya bertujuan: 1) mencitakan sekolah/madrasah yang bersih, rapi, indah sehingga menyenangkan bagi masyarakat sekolah/madrasah, 2) tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai baik, dengan kepentingan kependidikan. Secara lebih rinci Tim pakar Manajemen Universitas Negeri Malang (2003) mengidentifikasi beberapa
hal
tentang
tujuan
manajemen
sarana
prasarana
pendidikan, yang antara lain sebagai berikut: 1) Untuk
mengupayakan
pengadaan
sarana
dan
prasarana
sekolah/madrasah melalui sistem perencanaan dan pengadaaan yang hati-hati dan seksama, sehingga sekolah/madrasah memiliki sarana yang baik sesuai dengan kebutuhan dengan dana yang efisien.
52
2) Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah secara tepat dan efisien. 3) Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan sehingga keberadaan sarana dan prasarana selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap waktu diperlukan oleh semua personalia sekolah. (Pakar, 2003:87). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan mengatur dan mengelola sarana dan prasarana pendidikan, yang bertujuan agar dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap proses pendidikan dalam mencapai tujuannya. Proses manajemen sarana prasarana pendidikan ini, terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pertama perencanaan
pengadaan
sarana
prasarana
pendidikan.
Dua,
pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan. Tiga, penghapusan sarana dan prasarana pendidikan. Empat, penataan sarana dan prasarana pendidikan (Baharuddin dkk, 2010:84-86).
53
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. GAMBARAN UMUM SMP N 1 KEDUNGJATI Gambaran umum yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian meliputi: 1. Lokasi penelitian SMP N 1 Kedungjati terletak di jalan perintis kemerdekaan No. Desa Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Jawa Tengah dengan kode pos . Memiliki luas tanah Luas Lahan Sekolah : 10.000 m2 Luas Bangunan Sekolah : 4.055 m2. . Secara Geografis SMP N 1 Kedungjati terletak di dataran rendah didaerah pedesaan dengan potensi wilayah. 2. Identitas Nama Sekolah
: SMP N 1 Kedungjati
Alamat
: Jl. Perintis Kemerdekaan No 82, RT 4 RW 2
Kedungjati,
Kecamatan
Kabupaten Grobogan Kode Pos
: 58167
No. Telepon
: 081326516328
Akreditasi
:A
Tahun didirikan
: 1979
54
Kedungjati,
3. Visi, Misi dan Tujuan a. VISI SEKOLAH “BERPRESTASI
TINGGI,
BERAKHLAK
MULIA
DAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN.” Indikator : 1) Meningkat dalam prestasi akademik. 2) Meningkat dalam prestasi non akademik. 3) Meningkat kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan. 4) Terwujudnya perilaku berakhlak mulia. 5) Memiliki lingkungan sekolah yang sehat, nyaman dan kondusif. 6) Memiliki konservasi alam. b. MISI SEKOLAH 1. Peningkatan Prestasi Akademik a) Menyelenggarakan proses pembelajaran dan bimbingan secara efektif untuk mengoptimalkan potensi siswa. b) Menyelenggarakan pembimbingan (jam tambahan) di luar jam
intrakurikuler
untuk
bidang
studi
yang
diuji
nasionalkan. c) Mengikuti berbagai lomba akademik baik di tingkat kecamatan, kabupaten maupun provinsi. d) Meningkatkan hasil kelulusan untuk menuju Sekolah Standar Nasional (SSN).
55
2. Peningkatan prestasi non akademik. a) Menyelenggarakan
kegiatan
ekstrakurikuler
untuk
mengembangkan minat dan bakat siswa. b) Menyelenggarakan dan mengikuti berbagai event olah raga dan kesenian baik di tingkat kecamatan, kabupaten, maupun tingkat propinsi. c) Mengikuti berbagai event jambore pramuka tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan Nasional. d) Mengikuti berbagai event Jambore PMR tingkat Kabupaten dan Provinsi. e) Mengikuti lomba MAPSI tingkat Sub Rayon dan Rayon. 3. Peningkatan
kompetensi
tenaga
pendidik
dan
kependidikan a) Mengutamakan kerja sama ( Team Work ) dalam menyelenggarakan tugas-tugas kependidikan. b) Meningkatkan kompetensi guru melalui diklat-diklat baik di tingkat kabupaten, provinsi maupun tingkat nasional. c) Memberdayakan MGMP di sekolah. d) Mengikuti lomba guru berprestasi tingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
56
4. Peningkatan Perilaku Aklak Mulia a) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut. b) Membudayakan siswa untuk bersikap dan berprilaku sesuai norma susila, hukum, agama, sosial dan memiliki budi pekerti luhur. c) Menyelenggarakan
kegiatan
kemanusiaan
meningkatkan kerukunan, kebersamaan,
untuk
dan kepedulian
siswa terhadap sesama. d) Membentuk karakter siswa untuk bersikap dan berprilaku sesuai normasusila, hukum, agama, sosial dan memiliki budi pekerti luhur. 5. Memiliki lingkungan sekolah yang sehat, nyaman dan kondusif. a) Menciptakan lingkungan sekolah yang aman ,tertib, bersih, indah dan sehat b) Mengikuti Lomba Sekolah Sehat ( LSS ) tingkat Kabupaten dan Provinsi
6. Memiliki konservasi alam a) Memiliki sarana daur ulang sampah anorganik untuk mencegah pencemaran b) Memiliki sarana daur ulang sampah anorganik untuk mencegah kerusakan lingkungan
57
c) Memiliki titik-titik bio-pori ( peresapan air ) untuk melestarikan fungsi ` lingkungan d) Memiliki green house untuk melestarikan fungsi lingkungan e) Penghijauan
lingkungan
sekolah
untuk
mencegah
pencemaran f) Menanam pohon untuk mencegah kerusakan lingkungan c. Tujuan Sekolah Sejalan dengan tujuan pendidikan dasar sebagaimana yang dirumuskan dan Sistem Pendidikan Nasional yaitu : meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut, maka SMP Negeri 1 Kedungjati diarahkan selama 4 tahun pada akhir tahun pelajaran adalah : 1) Peningkatan skor ( GSA ) nilai Ujian Nasional ( UN ) sebesar + 1,0 2) Menjadi juara 1 lomba mata pelajaran tingkat Kabupaten 3) Memliki Laboratorium IPA dan ruang keterampilan yang representative dan memanfaatkannya secara optimal 4) Memiliki
Laboratorium
Bahasa
yang
representative
dan
memanfaatkannya secara optimal 5) Memiliki Perpustakaan yang representative dan memanfaatkannya secara optimal 6) Memiliki tim olah raga yang siap berkompetisi dan menjadi juara pada event antar sekolah di tingkat Kabupaten.
58
7) Memiliki tim kesenian yang siap berkompetisi dan mampu menjadi juara 1 pada event antar sekolah ditingkat Kabupaten 8) Memiliki tim seni baca Alqur’an yang siap berkompetisi dan mampu menjadi juara 1 pada event antar sekolah di tingkat Kabupaten 9) Terwujudnya
lingkungan
sekolah
yang
kondusif
dalam
melaksanakan tugas-tugas di sekolah 10) Memiliki lingkungan yang sehat, indah dan nyaman 11) Memiliki tempat pemisahan sampah di setiap ruang 12) Tersedianya MCK yang proporsional 13) Terjaganya kelestarian lingkungan sekolah 14) Memiliki tim KKR dan PMR yang handal 15) Memiliki tim inti Pramuka yang solid 16) Terbentuknya Team Work yang solid dalam menyelesaikan program sekolah 17) 100 % siswa memiliki sikap perilaku yang baik dan menjalankan ibadah sesuai dengan kaidah yang dianut 18) Tim Bola Volly yang siap berkompetisi dan mampu menjadi juara 1 di event antar pelajar di tingkat Kabupaten 19) 100 % pemerintah dan masyarakat percaya atas pelayanan sekolah Untuk mencapai Visi tersebut sekolah menetapkan indikator sbb : 1) Mengembangkan
pembelajaran
dan
suasana
mengedepankan pendidikan berbasis karakter.
59
sekolah
yang
2) Melaksanakan perencanaan kurikulum satuan pendidikan yang mampu
mengakomodasikan
kebutuhan
peserta
didik
dan
masyarakat. 3) Melaksanakan pembelajaran dan penilaian yang efektif dan efisien 4) Melaksanakan
kegiatan
ekstrakurikuler
yang
mencakup
pengembangan kompetensi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pelestarian budaya 5) Meningkatkan komptensi dan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan. 6) Menyediakan sarana dan prasarana yang cukup memadai bagi pelaksanaan pembelajaran 7) Melaksanakan pengelolaan management yang berbasis sekolah 8) Pemanfaatan IT dalam pembelajaran 9) Menyediakan sumber pembiayaan yang melibatkan partisipasi masyarakat 10) Pembenahan drainase dan pembuatan biopori serta penghijauan Adapun secara operasional tujuan yang akan dicapai oleh SMP Negeri 1 Kedungjati Kab. Grobogan meliputi : 1) Terwujudnya kehidupan sekolah yang agamis, dan berbudaya 2) Mempertahankan
Peningkatan
Mutu
dengan rata – rata nilai 70 untuk kelas IX
60
Akademik
ditunjukkan
3) Peningkatan Kemampuan Berbahasa Inggris bagi guru dan siswa ditunjukkan dengan kenaikan persentase penguasaan Bahasa Inggris a. Bagi guru dari 10 % menjadi 20 % b. Bagi siswa dapat meraih juara I tingkat kabupaten 4) Peningkatan Mutu Akademik dengan menaikkan SKBM sebesar 0,50 dan peningkatan rata – rata nilai raport 5) Peningkatan Kemampuan Siswa dalam KIR ( Karya Ilmiah Remaja) yang berjalan efektif dan dapat meraih juara I tingkat Kabupaten 6) Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Olimpiade MIPA yang berjalan efektif dan dapat meraih juara I tingkat Kabupaten 7) Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Keagamaan yang berjalan efektif dan dapat meraih juara I tingkat Kabupaten 8) Peningkatan Kemampuan Siswa dalam bidang prestasi Olah Raga yang berjalan efektif dan dapat meraih juara I tingkat Kabupaten 9) Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Seni yang berjalan efektif dan dapat meraih juara I tingkat Kabupaten serta mampu mempertahankan prestasinya di tingkat propinsi ( Ansambel Juara I, Parade Band juara I, Menyanyi tunggal putra juara I ) 10) Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Kegiatan Pramuka, KKR dan PMR
61
11) Terwujudnya lingkungan sekolah yang bersih, nyaman dan kondusif untuk belajar 12) Peningkatan kelengkapan sarana dan prasana menuju keadaan yang ideal 13) Peningkatan kegiatan ekstra kurikuler yang efektif, efisien, berdaya guna untuk menumbuhkembangkan potensi bagi siswa Terwujudnya hubungan yang harmonis dan dinamis antar warga sekolah dan masyarakat Adapun Tujuan Sekolah yang lain antara lain adalah : 1. Mampu menyusun 1 Buku KTSP secara sempurna 2. Mampu menyusun silabus semua mapel (11 mapel ) dan telah dilengkapi dengan bahan ajar 3. Mampu menyusun RPP : 100% dari semua mapel 4. Memiliki silabus yang didusun oleh guru: 100% 5. Memiliki Sumber belajar / bahan ajar 100 % 6. 100 % guru menggunakan inovasi CTL dan/atau PAIKEM (Pembelajaran
Aktif,
Inovatif,
Kreatif,
Efektif,
dan
Menyenangkan). 7. 100 % guru mengembangkan inovasi bahan pembelajaran 8. 100 % guru mengembangkan inovasi sumber pembelajaran 9. 100 % guru mengembangkan inovasi model pengelolaan managemen kelas.
62
10. 100 % guru melaksanakan program pengembangan perbaikan dan pengayaan. 11. Menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif : 80% 12. Memperoleh rata – rata pencapaian NUN 8,25 13. 80 % lulusan diterima Sekolah Negeri. 14. Memperoleh Jumlah kelulusan 100% 15. Memperoleh peringkat 5 besar bola voli tingkat Kabupaten. 16. Siswa memiliki sikap dan perilaku yang terpuji dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianut. 17. Menjadi juara lomba siswa berprestasi 18. Menjadi juara III LCC tingkat Kabupaten 19. Menjadi juara III lomba Story telling tingkat Kabupaten 20. Menjadi juara III lomba bercerita bahasa jawa tingkat Kabupaten 21. Memperoleh peringkat 5 besar menulis cerpen pelajar tingkat Kabupaten. 22. Memperoleh juara I lomba MAPSI tingkat Kabupaten. 23. Menjadi finalis lomba sain MIPA di tingkat Kabupaten 24. 85 % siswa – siswi terampil dalam mengoperasikan computer 25. Memiliki tenaga pendidik yang masuk peringkat 10 besar guru berprestasi. 26. Memiliki tenaga pendidik yang lulus tes Kepala Sekolah 27. Memiliki tenaga Pendidik dan Kependidikan yang diterima PNS. 28. Memiliki lingkungan yang tertata, nyaman dan kondusif
63
29. Adanya kepercayaan dan dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat atas bentuk-bentuk pelayanan sekolah. 4.
Keadaan Guru, karyawan dan Siswa SMP N 1 KEDUNGJATI TABEL I DATA GURU dan KARYAWAN
Mata No
Nama
NIP Pelajaran
1
Markain, S.Pd
19631212 198710 1 002
B. Inggris B. Inggris
2
M. Kasuri, S.Pd
19690513 199802 1 005 P.Ling Hidup Matematika
3
Kasmu, S.Pd
19620315 198403 1 009 P.Ling Hidup IPS
4
Ruti W, S.Pd, M.Pd
19700325 199802 2 003 P.Ling Hidup IPS
5
Wahjoe Widijanto,S.Pd
19700918 200212 1 007 P.Ling Hidup
6
Agus Triyono, S.Pd
19740817 200501 1 011
IPS P. Ling Hidup
7
Titik Sugiharti, SS
19701028 200212 2 004 A. Jawa B. Inggris
8
Neti Soelistyani, S.Pd
19721215 200501 2 011
64
P.Ling Hidup
PAI 9
Dra.Trismiyati
19650101 201409 2 001
B. Jawa P.Ling Hidup Matematika
10
Hj. Dwi Sudarti, S.Pd, MM
19610405 198111 2 005 P.Ling Hidup Matematika
11
Hendro Bayu, S.Pd
19570406 197903 1 006 P.Ling Hidup Penjasorkes
12
Sunhaji, S.IP
19581206 198103 1 011 P.Ling Hidup
13
Sodikin, S.Pd
IPA 19580828 198301 1 004 PAI & Budi P
14
M. Yusuf, S.Pd.I
19600203 198603 1 010 PAI B. Indonesia
15
Triyanto, S.Pd
19600315 198501 1 001 S. Budaya
16
Supriyadi, S.Pd
19610114 198503 1 014
B. Indonesia
17
Wiji Purwati, S. Pd
19630920 198403 2 015
B. Indonesia
18
Yuli Prihati, S.Pd
19630705 198503 2 008
B. Indonesia S. Budaya
19
Harno, S.IP, S.Pd
19640105 198703 1 013
65
P.Ling Hidup
PKn 20
Drs. AB Aribowo
19600521 198710 1 001
PKn P. Ling Hidup
21
Arena Sundari, S.Pd
19670412 199003 2 008
Matematika IPS
22
Hadi Utomo, S.Pd
19680525 199802 1 004 P.Ling Hidup
23
Muhtar Arifin, S.Pd
19690923 199802 1 001
IPA PPKn
24
Dwi Sulistyowati Y, S.Pd
19710719 200701 2 007
PKn P.Ling Hidup Matematika
25
Anik Kartika, S.Pd
19740421 200604 2 010
TIK P.Ling Hidup Matematika
26
Subari, S.Pd
19720425 200012 1 003
TIK P.Ling Hidup IPA
27
Endri Uji Arnani, S.Pd
19821005 201409 2 004
TIK P.Ling Hidup
TIK 28
Imam Teguh S, S.Pd
19780713 201409 1 001 P.Ling Hidup
66
IPA P. Ling Hidup 29
Suwaji
19610821 198301 1 002 Penjasorkes B. Jawa
30
Siswoyo, S.Pd P.Ling Hidup B. Inggris B. Jawa
31
Purwanto, S. Theo. P.Ling Hidup P. A. Kristen B. Inggris
32
Novem AK, S. Pd.
TIK P.Ling Hidup
33
Nurhadi, S. Pd.
19610305 199403 1 006
B. Indonesia S. Budaya
34
Andi Rushadi, S. Pd.
19630319 198703 1 009 P.Ling Hidup
35
Wanito Subronto
P. A. Budha
67
TABEL II DATA KARYAWAN NO
NAMA
NIP
Jabatan
1
Wimbo Puji Paryani, S.Pd.
19630712 198602 2 005
Penata Tk. 1
2
Sudadi
19600425 198901 1 001
Pengatur
muda
Tk.1 3
Sulistyawati
-
Staf TU
4
Andy Rachmad Karyadi
-
Staf TU
5
Dyah Ismawati
-
Staf TU
6
Muhlasin
-
Staf TU
TABEL III DATA SISWA JUMLAH SISWA NO
KELAS LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
VII A
12
16
28
2
VII B
12
14
26
3
VII C
12
14
26
4
VII D
14
12
26
5
VII E
14
12
26
68
6
VII F
12
14
26
7
VII G
13
14
27
8
VII H
16
10
26
9
VIII A
10
18
28
10
VIIIB
16
14
30
11
VIII C
14
14
28
12
VIII D
16
14
30
13
VIIIE
18
10
28
14
VIII F
16
13
29
15
VIII G
17
12
29
16
VIII H
16
12
27
17
IX A
14
14
28
18
IX B
12
14
27
19
IX C
14
14
28
20
IX D
14
14
28
21
IX E
12
14
26
22
IX F
14
12
25
23
IX G
13
14
27
24
IX H
12
15
27
69
5. Sarana Prasarana Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran, sarana prasarana sebagai penunjang keberhasilan pengajaran tidak dapat dipisahkan, karena keberadaan sarana dan prasarana yang lengkap akan menjadi proses pengajaran berjalan lancar. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMP N 1 Kedungjati adalah sebagai berikut: TABEL IV DATA SARANA DAN PRASARANA
No.
Uraian
Jumlah
1. Jumlah Ruang Kelas
23
2. Jumlah Ruang TU
1
3. Jumlah Ruang Guru
1
4. Jumlah Ruang Kepala Sekolah
1
5. Jumlah ruang BP/BK
1
6. Jumlah Ruang Ketrampilan/ Adiwiyata
1
7. Jumlah Dapur
1
8. Jumlah Gudang
1
9. Jumlah Lab. IPA
1
10. Jumlah Lab. Komputer
1
11. Jumlah WC Siswa
17
70
12. Jumlah Ruang Ganti
3
13. Jumlah Ruang OSIS
1
14. Jumlah Mushola
1
15. Jumlah Ruang Perpustakaan
1
16. Jumlah Lab. Bahasa
1
17. Jumlah Ruang Koperasi Siswa
2
18. Jumlah Ruang Pramuka
1
19. Ruang UKS
1
20. Ruang Seni/Peralatan Olah Raga
1
21. Kamar Mandi Kepala Sekolah
1
22. WC Guru
2
23. WC TU
1
6. Daftar kegiatan Ekstra Kurikuler TABEL V DATA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER No
Kegiatan Ekstrakurikuler
Pengampu
1.
Kegiatan Ilmiah Remaja
Novem Ariya Kusuma, S.Pd
2.
Ketrampilan bermain musik
Andi Rushadi, S. Pd.
3.
Ketrampilan drum band
Sodikin, S.Pd
4.
Paduan Suara
Triyanto, S.Pd
71
5.
PMR
Endri Uji Arnani, S.Pd
6.
KKR
Muhtar Arifin, S.Pd
7.
ECC ( English Coversation Club )
Neti Soelistyani, S.Pd
8.
BTA ( Baca Tulis Al-Quran )
M. Yusuf, S.Pd.I
9.
Olympiade Sain Nasional ( OSN )
Agus Triyono, S.Pd
10. Karawiwtan
Triyanto, S.Pd
11. Futsal
Siswoyo, S.Pd
12
Seni Lukis
Harno, S.IP, S.Pd
13. Tata Boga
Titik Sugiharti, SS
14. Bola Volly
Siswoyo, S.Pd
15. Tenis Meja
Agus Triyono, S.Pd
B. Upaya Kepala Sekolah dalam Menciptakan Suasana Religius di SMP N 1 Kedungjati Sebelum memaparkan faktor pendukung dan penghambat pada sekolah ini perlu diketahui tentang upaya kepala sekolah dalam menciptakan
suasana
religius.
Terdapat
beberapa
upaya
untuk
menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati. Hasil wawancara dengan Bapak Markain selaku Kepala Sekolah SMP N 1 Kedungjati yang ditemui pada tanggal 28 Oktober 2015 pada jam 08.00 WIB diruang kepala sekolah bahwa
72
“Untuk
menjadikan
sekolah
menjadi
religius
sekolah
memperdengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran dari para hafidz ternama dan setiap pagi para guru di SMP N 1 Kedungjati mengajak para siswa berjabat tangan di pintu gerbang sambil menyapa, Sebelum memulai kegiatan belajar mengajar para siswa diajak membaca Asmaul Husna di lanjutkan membaca doa pembuka pelajaran, sekitar jam 9 diadakan sholat dhuha bergiliran setiap kelas, pada saat waktu dzuhur sekolah mengadakan sholat berjamaah bergiliran setiap kelas dikarenakan mushola yang kecil sehingga menghambat kegiatan ibadah yang tidak bisa dilakukan secara berjamaah dan yang diimami oleh kepala sekolah dan para bapak guru, BTA ( Baca Tulis Al-Quran ) Bertujuan untuk melatih peserta didik membaca Al-quran dengan lancar dan benar Kegiatan dilaksanakan hari Kamis jam 12.30 – 14.50”. Hasil wawancara lainya dengan Ibu Trismiyati yang ditemui pada 28 Oktober 2015 pada jam 08.45 di mushola) menyatakan bahwa “ Di SMP N 1 Kedungjati untuk menciptakan suasana religius menyambut kedatangan para murid setiap pagi dikumandangkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an mulai jam 07.15 membaca Asmaul Husna dilanjutkan dengan membaca doa pembuka pelajaran, sebelum pergantian jam pertama diadakan sholat dhuha bergantian setiap kelas, di waktu dzuhur diadakan sholat dzuhur berjamaah sesuai jadwal yang sudah ada”.
73
Hasil wawancara dengan Bapak Purwanto yang ditemui pada tanggal 28 Oktober 2015 pada jam11.30 di depan ruang kelas mengenai upaya menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati “Dalam menciptakan suasana religiusitas di sekolah itu menurut saya sangat bagus, aplikasi , pesan moral, pencitraan harus dibarengi dengan tindakan aplikasi”. Kemudian hasil wawancara dengan Bapak Supriyadi yang ditemui pada tanggal 28 Oktober 2015 pada jam12.00 WIB di ruang guru tentang pendapat yang diungkapkan seperti “Menurut saya upaya untuk menciptakan suasana religius di sekolah ada pembiasaan khusus bagi yang beragama muslim setiap bertemu dengan kepala sekolah maupun bapak/ibu guru dan para murid dibiasakan untuk berjabat tangan putra dengan putra dan putri dengan putri sambil mengucapkan salam, sopan santun terhadap semua bapak/ibu guru maupun para murid, kegiatan pembiasaan ibadah sholat dhuha maupun sholat dzuhur secara bergiliran setiap kelas dikarenakan fasilitas mushola yang tidak mendukung untuk melakukan ibadah secara berjamaah, ada juga pembiasaan sebelum jam awal pelajaran para murid diajak untuk membaca Asmaul Husna bersama yang sudah dipandu oleh para murid secara bergantian di kantor mengunakan pengeras suara yang sudah terhubung ke speker setiap ruang kelas, dan dilanjutkan dengan membaca doa serta artinya sebelum memulai kegiatan aktivitas belajar mengajar, setiap dzuhur ada anak yang adzan dan dijadwal secara bergiliran, sholat
74
berjamaah masih digilir, upaya sekolah dalam meningkatkan kegiatan ibadah dengan membuat sumur bur 4 agar kegiatan beribadah di sekolah tetap terlaksana”. C. Faktor Pendorong dan Penghambat untuk Menciptakan Suasana Religius di SMP N 1 Kedungjati 1) Faktor Pendorong Faktor pendorong di SMP Negeri 1 Kedungjati dalam menciptakan suasana religius di sekolah yaitu peran kepala sekolah yang langsung terjun untuk menciptakan suasana religius di sekolah negeri yang islami serta dukungan dari bapak/ibu guru dan karyawan yang selalu ikut dalam menciptakan suasana religius, keseriusan para siswa-siswi untuk menjalani kegiatan demi terciptanya lingkungan sekolah yang islami Dalam menciptakan suasana religius di SMP Negeri 1 Kedungjati ada beberapa faktor pendorong yang menjadikan terciptanya suasana religius di sekolah. Upaya kepala sekolah untuk menciptakan suasana religius tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya faktor pendorong untuk menciptakan suasana religius. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Markain selaku Kepala Sekolah SMP N 1 Kedungjati: “Karana di wilayah sekitar sekolah sangat minim tentang ilmu keagamaan maka dari itu pihak sekolah mengadakan kegiatan yang bersifat religius agar tercipta suasana sekolah negri yang islami, untuk melatih para siswa menjalankan syariat islam”. Lain halnya yang dikatakan oleh Ibu Trismiyati selaku guru agama:
75
“Faktor pendorong dalam menciptakan suasana religius di sekolah yaitu 1. Kepala sekolah. 2. Bapak/ ibu guru. 3. Semua siswa dan 4. Tenaga kepedidikan di SMP N 1 Kedungjati ”. Kemudian berbeda dengan yang diungkapkan oleh Bapak Purwanto selaku guru agama kristen, tentang pendapat yang diungkapkan seperti:
“Faktor pendorong untuk menciptakan suasana religius di sekolah yaitu tempat fasilitas yang sudah tersedia, keseriusan para siswa-siswi untuk menjalani kegiatan, peran kepala sekolah serta bapak/ ibu guru dan para siswa yang ikut serta dalam menciptakan suasana religius di sekolah”. Ditambah lagi oleh Bapak Supriyadi, faktor pendorong dalam menciptakan suasana religius yaitu:
“Faktor pendorong tergantung Leader kepala sekolah menentukan orang yang religius, untuk melakukan upaya yang akan ditempuh selalu melakukan pendekatan , program baru pembacaan Asmaul Husna guru agama baik pak yusuf maupun bu tris ikut serta berpartisipasi sedangkan untuk para murid yang non islam sesuai dengan program guru Kristen”. Dari petikan wawancara di atas, penulis menyimpulkan bahwa di SMP N 1 Kedungjati faktor pendorong untuk menciptakan suasana
76
religius, tempat fasilitas yang sudah tersedia, peran kepala sekolah sangat berpengaruh demi terciptanya sekolah negeri yang islami, bapak/ ibu guru dan karyawan yang ikut serta untuk menjadi suri tauladan bagi para siswa-siswi demi terciptanya lingkungan yang religius, dan tak lupa para murid yang ikut serta menjalankan kegiatan dan bagi para murid yang beragama non islam ada program khusus dari guru Kristen. 2) Faktor Penghambat Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, serta proses penelitian secara menyeluruh, selain faktor pendorong ada juga faktor yang menghambat demi terciptanya lingkungan sekolah yang religius. Faktor yang menghambat di SMP Negeri 1 Kedungjati ini salah satunya adalah peserta didik. Karena setiap peserta didik yang memiliki sikap dan karakter yang berbeda-beda jadi sebagai seorang guru harus bisa mengarahkan dan menjadi contoh bagi peserta didik agar mereka mengerti kesadaran untuk beribadah. Sebagaimana yang diungkapkan Bapak Markain: “Pada musim kemarau air tidak mencukupi, masih banyak guru yang kurang mengamalkan ajaran agama islam dengan sempurna, banyak guru yang tidak bisa ikut berpartisipasi untuk ikut sholat berjamaah karena tetap mengajar dikarenakan waktu dzuhur tidak bersamaan dengan jam istirahat, banyak siswa yang belum mengerti tentang syariat islam”.
77
Ibu Trismiyati berpendapat bahwa faktor penghambat atau kendala yang dihadapi dalam menciptakan suasana religius yaitu: 1. Belum semua siswa menyadari pentingnya kebiasaan yang baik seperti sholat tepat waktu. 2. Masuk kelas tepat pada waktunya dan 3. Ikut membaca Asmaul Husna belum dilakukan dengan semaksimal mungkin. Bukan hanya itu ada faktor lain yang menghambat dalam menciptakan suasana religius di sekolah seperti yang dijelaskan Bapak Purwanto sebagai berikut: 1. Kurang meluangkan waktu untuk melakukan ibadah bersama. 2. Untuk agama budha belum tersentuh sama sekali. Berbeda dengan Bapak Supriyadi, faktor penghambat dalam menciptakan suasana religius di sekolah adalah: 1. Program yang baru tidak semua bisa menerima. 2. Belum ada himbauan sholat berjamaah. 3. Belum ada ketegasan dari pimpinan. Dari hasil wawancara di atas, faktor penghambat dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati adalah peserta didik yang belum paham akan pentingnya beribadah, saat kemarau kendalanya air kurang untuk melaksanakan ibadah,fasilitas mushola yang kurang luas untuk melakukan ibadah secara berjama’ah, masih
78
kurangnya kesadaran dari bapak / ibu guru untuk ikut berpartisipasi menciptakan suasana religius, sikap pemimpin kepada guru yang kurang tegas itu menjadi kendala untuk menciptakan suasana religius di sekolah.
79
BAB IV PEMBAHASAN A. Upaya Kepala Sekolah Untuk Menciptakan Suasana Religius di SMP N 1 Kedungjati Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan di lapangan, penulis dapat menyimpulkan tentang upaya kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati. Pada dasarnya SMP N 1 Kedungjati itu para muridnya dan sebagian guru masih banyak yang belum bisa menerapkan ilmu agama islam dikarenakan SMP N 1 Kedungjati berlokasi berdekatan dengan gereja dan lingkungan sekitar yang masih kurang mengerti tentang pentingnya pendidikan agama islam sehingga budaya seperti itu bisa berpengaruh terhadap peserta didik, maka pihak kepala sekolah berinisiatif untuk menerapkan nilai-nilai agama agar tercipta suasana religius di sekolah negeri yang agamis. Upaya kepala sekolah untuk menciptakan suasana religius di lingkungan sekolah sangat didukung dari bapak/ ibu guru karyawan maupun peserta didik dan lingkungan sekitar untuk ikut serta dalam kegiatan yang diadakan di sekolah tersebut. Selain itu, walaupun di SMP guru dan siswa ada yang beragama lain tapi itu tidak berpengaruh terhadap kerukunan antar umat beragama. SMP Negeri 1 Kedungjati telah menciptakan suasana religius dengan cukup baik, meskipun SMP ini merupakan sekolah negeri, namun dalam
80
pelaksanaanya pendidikan agama penting untuk dikembangkan dalam penerapan aktivitas sehari-hari yang sudah berjalan di lingkungan sekolah. Seperti yang di sampaikan oleh Pak Markain bahwa: “Dalam menciptakan suasana religius di sekolah sampai dengan penerapan kehidupan sehari-hari…” ( MR, 28-10-2015 Muhaimin dalam bukunya Sahlan (Sahlan, 2010:47), menyatakan bahwa penciptaan suasana religius sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi tempat model itu akan diterapkan beserta penerapan nilai yang mendasarinya. Pertama, penciptaan budaya religius yang bersifat vertical dapat diwujudkan dalam bentuk meningkatkan hubungan dengan Allah swt melalui peningkatan secara kuantitas maupun kualitas kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah yang bersifat Ubudiyah, seperti: shalat berjama’ah, puasa Senin Kamis, Khatam al-Qur’an, do’a bersama dan lain-lain. Kedua, penciptaan budaya religius yang bersifat horizontal yaitu lebih mendudukkan sekolah sebagai institusi sosial religius, yang jika dilihat dari struktur hubungan antara manusianya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga hubungan yaitu: (1) hubungan atasan-bawahan, (2) hubungan profesional, (3) hubungan sederajat atau sukarela yang didasarkan pada nilai-nilai religius,
seperti:
persaudaraan,
kedermawanan,
kejujuran,
saling
menghormati dan sebagainya. Kepala sekolah menjadi suri tauladan dalam menciptakan suasana religius di sekolah, seperti memberikan contoh nyata dalam aktivitas sehari-
81
hari di sekolah misalnya kepala sekolah datang lebih awal dari pada bapak ibu guru, kepala sekolah menyambut kedatangan para siswa-siswinya di pintu gerbang dengan semboyan 5S yang artinya (Salam, Senyum, Sapa, Sopan, Santun), ketika jam pertama dimulai kepala sekolah berkeliling di setiap kelas untuk mengawasi murid-murid, kepala sekolah meluangkan waktu untuk melakukan shalat dhuha apabila kepala sekolah melakukan ibadah shalat dhuha bersamaan dengan peserta didik maka pak kepala sekolah yang menjadi imam shalat dhuha dan masih banyak lagi hal yang pantas untuk ditiru dari seorang pemimpin karena peran pemimpin itu sangat berpengaruh terhadap usaha yang dilakukan dalam mewujudkan budaya religius sekolah. Seperti yang terdapat dalam wawancara dengan Ibu TR selaku guru Agama di SMP N 1 Kedungjati berikut ini : “ …………..Kepala sekolah SMP N 1 Kedungjati memberi contoh nyata, beliau pagi sebelum aktivitas sholat dhuha terlebih dahulu, apabila beliau di waktu dhuha masih di sekolah beliau menjadi imam sholat dhuha, sebelum sholat wajib sholat sunah qobliyah dan sesudahnya sholat ba’diyah……………..”(TR, 28-10-2015). Berikut adalah sejumlah sikap mental maju yang didorong oleh pola pikir yang Islami sebagai karakter pemimpin yang perlu diteladani: 1. Sigap dan memberi contoh 2. Tanggap dan aktif 3. Disiplin dan sabar 4. Kerja lebih dan tanpa pamrih
82
5. Jujur dan bertanggung jawab 6. Teliti 7. Berjiwa besar dan bersikap wira (Sahlan, 2011:122-124). Upaya mewujudkan budaya religius sekolah tidak akan tercapai secara optimal bila tidak didukung oleh semua komponen sekolah seperti guru, karyawan,siswa bahkan para orangtua siswa. Mereka dalam bahasa manajemen disebut sebagai pelanggan internal pendidikan. Semua jenis pelanggan ini adalah hal penting yang harus dikenali oleh lembaga pendidikan atau kepala sekolah untuk kerjasama antara supervisor (penyelia) dan pelanggan pendidikan agar menghasilkan lulusan yang dapat memuaskan para pelanggan pendidikan. Agar kualitas pendidikan dapat ditingkatkan, maka diperlukan perlibatan secara optimal semua komponen tersebut (Sahlan, 2010:141-142). B. UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN SUASANA RELIGIUS DI SEKOLAH Adanya pembiasaan untuk mengawali kegiatan yang ada di sekolah seperti 1. Ketika bertemu dengan kepala sekolah maupun guru serta siswa-siswi saling berjabat tangan baik putra dengan putra dan putri dengan putri tak lupa dengan mengucapkan salam dan tegur sapa 2. Sopan santun 3. Membaca Asmaul Husna 4. Doa awal pelajaran dan akhir pelajaran 5. Ibadah shalat dhuha maupun shalat wajib secara bergantian
83
6. Untuk meningkatkan ibadah yang dilakukan di sekolah kepala sekolah membuat sumur bur sejumlah 4 sumur agar ibadah tetap berjalan 7.
Aplikasi
8.
Pesan moral
9.
Pencitraan
10. Ekstrakulikuler BTA ( Baca Tulis Al-Quran ) Bertujuan untuk melatih peserta didik membaca Al-quran dengan lancar dan benar selanjutnya untuk kegiatan yang dilaksanakan setiap tahunan berupa: 1.
Pesantren kilat pada bulan ramadhan
2.
Shalat idul adha yang dilakukan di sekolah dilanjutkan dengan penyembelihan hewan qurban
3.
Mujahadah
4.
Pengajian untuk memperingati hari-hari besar Islam
5.
Santunan anak yatim.
C. Faktor Pendorong dan Penghambat untuk Menciptakan Suasana Religius di SMP N 1 Kedungjati 1. Faktor Pendorong Faktor pendorong di SMP Negeri 1 Kedungjati dalam menciptakan suasana religius di sekolah yaitu peran kepala sekolah yang langsung terjun untuk menciptakan suasana religius di sekolah negeri yang islami serta dukungan dari bapak/ibu guru dan karyawan yang selalu ikut dalam menciptakan suasana religius, keseriusan para siswa-siswi untuk menjalani kegiatan demi terciptanya lingkungan sekolah yang islami
84
Dalam menciptakan suasana religius di SMP Negeri 1 Kedungjati ada beberapa faktor pendorong yang menjadikan terciptanya suasana religius di sekolah. Upaya kepala sekolah untuk menciptakan suasana religius tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya faktor pendorong untuk menciptakan suasana religius diantaranya yaitu 1. Lingkungan sekitar sekolah yang minim pengetahuan agama 2. Semua komponen sekolah seperti: Kepala sekolah, Bapak/ ibu guru, Semua siswa dan Tenaga kepedidikan di SMP N 1 Kedungjati 3. Tempat fasilitas yang sudah ada 4. Peran pemimpin sekolah 5. Para siswa- siswi yang serius untuk mewujudkan terciptanya suasana religi 6. Menentukan orang yang dapat dipercaya agar tercipta sekolah negeri yang agamis 7. Adanya pendekatan 8. Bagi yang non Islam ada program tersendiri dari guru masingmasing Terciptanya suasana religius di sekolah itu butuh dukungan dan keikut sertaan dari semua komponen sekolah baik dari kepala sekolah, guru ,karyawan serta peserta didik dalam menjalankan kegiatan yang ada di sekolah. Dengan dukungan yang demikian, diharapkan terciptanya
85
suasana religius di sekolah yang sedemikian rupa dan diharapkan dengan tujuan tersebut dapat tercapai suasana religius di sekolah negeri. 2. Faktor Penghambat Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, serta proses penelitian secara menyeluruh, selain faktor pendorong ada juga faktor yang menghambat demi terciptanya lingkungan sekolah yang religius. Faktor yang menghambat di SMP Negeri 1 Kedungjati adalah 1. Peserta didik Karena setiap peserta didik yang memiliki sikap dan karakter yang berbeda-beda 2. Kendala saat musim kemarau kekurangan air 3. Tidak bisa meluangkan waktu untuk melakukan ibadah bersama 4. Bagi agama budha belum ada tanggapan dari guru budha untuk melakukan program ibadah sesuai dengan agamanya 5. Kalao ada program baru tidak semua guru bisa menerima 6. Belum ada kesepakatan untuk melakukan shalat berjamaah, kurangnya ketegasan dari pemimpin D. Proses Terbentuknya Budaya Religius Sekolah Secara umum budaya dapat terbentuk secara prescriptive dan juga secara terprogram sebagai learning process atau solusi terhadap suatu masalah. Yang pertama adalah pembentukan atau terbentuknya budaya religius sekolah melalui penuturan, peniruan, penganutan dan penataan
86
suatu scenario (tradisi, perintah) dari atas atau dari luar pelaku budaya yang bersangkutan. Yang kedua adalah pembentukan budaya secara terprogram melalui learning process. Pola ini bermula dari dalam diri pelaku budaya, dan suara kebenaran, keyakinan, anggapan dasar atau dasar yang dipegang teguh sebagai pendirian, dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap dan perilaku. Berkaitan dengan hal di atas, menurut Tafsir, strategi yang dapat dilakukan oleh para praktisipendidikan untuk membentuk budaya religius sekolah, diantaranya melalui: (1) memberikan contoh (teladan); (2) membiasakan hal-hal yang baik; (3) menegakkan disiplin; (4) memberikan motivasi dan dorongan; (5) memberikan hadiah terutama psikologis; (6) menghukum (mungkin dalam rangka kedisiplinan); (7) penciptaan suasana religius yang berpengaruh bagi pertumbuhan anak. Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkn dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu pertama ,sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah. Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut.
Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi
87
warga sekolah usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati. Dalam tataran simbol-simbol budaya pengembangan yang perlu dilakukan adalah mengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dan simbol-simbol budaya yang agamis. Perubahan simbol dapat dilakukan dengan mengubah berpakaian dengan prinsip menutup aurat, pemasangan hasil karya pesrta didik, fotofoto dan motto yang mengandung pesan-pesan dan nilai-nilai keagamaan dan lainnya. Adapun strategi untuk membudayakan nilai-nilai agama di sekolah dapat dilakukan melalui: (1) power strateing, strategi pembudayaan agama di sekolah dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui people’s power, Dalam hal ini peran kepala sekolah dengan segala kekuasaannya sangat dominan dalam melakukan perubahan; (2) persuasive strategy, yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan masyarakat atau warga sekolah; dan (3) normative re-educative. Norma adalah aturan yang belaku di masyarakat. Norma termasyarakatkan lewat
education
(pendidikan). Normative digandengkan dengan re-educative (pendidikan ulang) untuk menanamkan dan mengganti paradigm berpikir warga sekolah yang lama dengan yang baru. Pada strategi pertamatersebut dikembangkan melalui pendekatan perintah dan larangan atau
reward dan punishment. Allah swt
88
memberikan contoh dalam hal Shalat agar manusia melaksanakaan setiap waktu dan setiap hari, maka diperlukan hukuman yang bersifat mendidik. Sedangkan pada strategi kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui pembiasaan, keteladanan dan pendekatan persuasive atau mengajak kepada warganya dengan cara yang halus dengan memberikaan alasan dan prospek baik yang bisa menyakinkan mereka. Sifat kegiatannya bisa berupa aksi positif dan reaksi positif. Bisa pula berupa proaksi, yakni membuat aksi atau inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar dapat ikut memberi warna dan arah perkembangan (Sahlan, 2009 : 82-87). E. Hasil dalam Menciptakan Suasana Religius di SMP N 1 Kedungjati Keberhasilan upaya dalam menciptakan suasana religius tidak terlepas dari komitmen semua warga sekolah. Dalam mewujudkan budaya religius perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya membangun komitmen dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai yang telah disepakati. Ada 3 langkah dalam menciptakan budaya religius di sekolah, yaitu: commitment, competence dan consistency. Sedangkan nilai-nilai yang disepakati tersebut bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah, dan yang horizontal berwujud hubungan manusia dengan warga sekolah dengan sesamanya, dan hubungan mereka dengan alam sekitar (Sahlan, 2009 : 127-128).
89
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang “Upaya Kepala Sekolah dalam Menciptakan Suasana Religius Di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan
Kedungjati
Kabupaten
Grobogan
Tahun
Ajaran
2015/2016”. maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Upaya Menciptakan Suasana Religius Temuan tentang penciptaan suasana religius itu mencakup beberapa hal seperti di bawah ini: a. Keteladanan diantaranya yaitu: Berakhlak yang baik, Menghormati yang lebih tua, Mengucapkan kata-kata yang baik b. Aturan diantaranya yaitu: Berdoa bersama sebelum dan sesudah pembelajaran, Membaca Al-Qur’an, Shalat dhuha maupun shalat dzuhur berjamaah dilakukan bergiliran setiap kelas, Istighasah / Mujahadah, Peringatan Hari Besar Islam(PHBI), Kegiatan Pesantren Kilat c. Membangun
Kesadaran
Diri
diantaranya
yaitu:
Menyapa
dan
Mengucapkan salam, Berjabat tangan, Senyum, Sopan santun, Shalat berjamaah, Memakai Busana Muslimah, Memperdengarkan Lantunan Ayat-ayat Suci Al-Qur’an d. Sarana Prasarana diantaranya yaitu: Tempat Ibadah, Tempat Wudhu, Ruang Kelas, Kitab Suci Al-Qur’an, Asmaul Husna, Sumur Bur
90
2. Faktor Pendorong dan Penghambat dalam Menciptakan Suasana Religius di SMP N 1 Kedungjati Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Adapun faktor pendorong dalam menciptakan suasana religius adalah Kepemimpinan Kepala Sekolah, Peran guru, Karyawan dan Peserta didik. Faktor
penghambat
dalam
menciptakan
suasana
religius
diantaranya adalah: Kurangnya kesadaran baik dari guru maupun murid untuk ikut serta dalam kegiatan yang menunjang terciptanya suasana religius sekolah, Tempat fasilitas mushola yang belum memadai untuk melakukan ibadah secara berjamaah, air tidak cukup saat musim kemarau, Kurang ketegasan dari pimpinan. B. Hasil dalam Menciptakan Suasana Religius di SMP N 1 Kedungjati Keberhasilan upaya dalam menciptakan suasana religius tidak terlepas dari komitmen semua warga sekolah. Dalam mewujudkan budaya religius perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah. Ada 3 langkah dalam menciptakan budaya religius di sekolah, yaitu: commitment, competence dan consistency.
91
C. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan diatas, maka penulis memberikan masukan kepada SMP N 1 Kedungjati diantaranya: 1. Pemanfaatan sumber daya yang ada di SMP N 1 Kedungjati lebih dioptimalkan baik dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa, masyarakat sekitar, agar dapat mewujudkan sekolah negeri yang religius. 2. Sarana dan prasarana di SMP N 1 Kedungjati sebagai penunjang kegiatan keagamaan agar lebih dilengkapi dan dikembangkan, sehingga dapat melakukan ibadah secara berjamaah. 3. Seorang kepala sekolah harus bersikap tegas kepada guru maupun siswa untuk dapat menghimbau agar melaksanakan sholat berjamaah demi terciptanya suasana religius di sekolah maupun di sekitar lingkungan.
92
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, wahid. 2004. Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern. Solo: Era Intermedia. Al-Ghazali, Syaikh Muhammad. 1996. Berdialog Dengan Al-Quran. Bandung: Mizan. An-Nadwi, Abdul Hasul Ali Abdul Hayyi Al-Hasan. 1992. Empat Sendi Agama Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ancok Djamaluddin dan Suroso, Fuat Nasori. 1994. Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baharuddin, Makin Moh. 2010. Manajemen Pendidikan Islam. Malang: UINMaliki Press. Gymnastiar, Abdullah. 2002. Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qolbu. Jakarta: Gema Insani. Halimah, Deni Koswara. 2008. 9 Kebiasaan Kepala Sekolah Efektif. Bandung: PT. Pribumi Mekar. Haryanta, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesustraan. Surakarta: PT. Aksarra Sinergi Media. Mahjuddin. 1991. Dirasah Islamiyah Bagian Ilmu Fiqih. Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah. Muhammad Syah, Ismail. 1992. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Muhammad Azzam, Abdul Aziz. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Muchtar, Heri Jauhari. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa. 2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sahlan, Asmaun. 2011. Religiusitas Perguruan Tinggi. Malang: Uin Maliki Press. __________, 2011. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah. Malang: Uin Maliki Pres. Saliman, Sudarsono. 1994. Kamus Pendidikan, Pengajaran dan Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Pustakabarupress.
PEDOMAN WAWANCARA A. Kepala Sekolah
1. Bagaimana upaya bapak dalam menciptakan suasana religius di sekolah ? 2. Apa saja faktor pendorong dalam upaya menciptakan suasana religius di sekolah SMP N1 Kedungjati ? 3. Apa saja faktor penghambat dalam upaya menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? 4. Kegiatan apa saja yang mendukung keberhasilan dalam menciptakan suasana religius di sekolah ? 5. Sarana dan prasarana apa saja yang difasilitasi untuk menciptakan suasana religius di sekolah? 6. Menurut bapak pentingkah menciptakan suasana religius di sekolah ? 7. Sejauh mana sekolah ini menerapkan suasana religius di sekolah ? 8. Apa langkah-langkah yang ditempuh bapak dalam menciptakan suasana religius di sekolah ? 9. Apakah guru-guru dan karyawan sering diikutkan untuk dapat menciptakan suasana religius di sekolah ? 10. Adakah pengaruhnya dalam menciptakan suasana religius di sekolah bagi para siswa,guru dan karyawan?
B. Guru SMP N 1 Kedungjati 1. Bagaimana upaya bapak/ibu dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N1 Kedungjati ? 2. Adakah usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati ? 3. Apa saja contoh kegiatan religius yang dilakukan di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? 4. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? 5. Adakah pengaruhnya bagi bapak/ibu dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ?
C. Guru non muslim 1. Bagaimana tanggapan bapak terhadap upaya menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? 2. Menurut pandangan bapak adakah pengaruhnya dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? 3. Apa contoh kegiatan bagi siswa non muslim terhadap upaya menciptakan suasana religius di sekolah ? 4. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ?
5. Bagaimana langkah-langkah menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ?
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Responden : Markain S.Pd Jabatan
: Kepala Sekolah
Ruang
: Kepala Sekolah
Hari / Tanggal
: Rabu, 28 Oktober 2015
Waktu
: 08.00 WIB
1. Bagaimana upaya bapak dalam menciptakan suasana religius di sekolah ? Untuk menjadikan sekolah menjadi religius setiap pagi berjabat tangan di pintu gerbang, lantunan ayat al-qur’an, doa awal dan akhir pelajaran baca Asmaul Husna, sebelum memulai kegiatan shalat dhuha, shalat berjamaah 2. Apa saja faktor pendorong dalam upaya menciptakan suasana religius di sekolah SMP N1 Kedungjati ? Lingkungan sekitar minim pengetahuan agama, masih ada anak yang tidak bisa wudhu, berlatih menjalankan syariat Islam 3. Apa saja faktor penghambat dalam upaya menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Shalat jamaah air kurang, banyak guru yang kurang dalam agama, tidak bisa ikut berpartisipasi, banyak anak tidak tau agama
4. Kegiatan apa saja yang mendukung keberhasilan dalam menciptakan suasana religius di sekolah ? Peringatan keagamaan. 5. Sarana dan prasarana apa saja yang difasilitasi untuk menciptakan suasana religius di sekolah? Mushola, tempat wudhu, air, kitab suci, rum speker setiap kelas, Asmaul Husna, memakai pakaian panjang, berjilbab 6. Menurut bapak pentingkah menciptakan suasana religius di sekolah ? Menurut saya, sangat penting karena dalam kemajuan zaman modern anak banyak yang menyimpang, imannya kurang kuat 7. Sejauh mana sekolah ini menerapkan suasana religius di sekolah ? Sampai dengan penerapan kehidupan sehari-hari 8. Apa langkah-langkah yang ditempuh bapak dalam menciptakan suasana religius di sekolah ? Memberikan pencerahan, memberi contoh, mengajak ,menerapkan dalam kehidupan sehari-hari 9. Apakah guru-guru dan karyawan sering diikutkan untuk dapat menciptakan suasana religius di sekolah ? Semua bapak dan ibu diikutkan dalam suasana religius 10. Adakah pengaruhnya dalam menciptakan suasana religius di sekolah bagi para siswa,guru dan karyawan?
Tentu banyak pengaruh suasana yang kondusif, damai, sopan santun, tawadhuk
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Responden : Dra.Trismiyati Jabatan
: Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
Ruang
: Mushola sekolah
Hari / Tanggal
: Rabu, 28 Oktober 2015
Waktu
: 08.30 WIB
1. Bagaimana upaya bapak/ibu dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N1 Kedungjati ? Di SMPN 1 Kedungjati untuk menciptakan suasana religius setiap pagi dikumandangkan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an ,mulai jam 07.15 mulai membaca Asmaul Husna, dilanjutkan dengan do’a pembuka pelajaran, di waktu dzuhur diadakan shalat dzuhur berjamaah secara bergiliran setiap kelas. 2. Adakah usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati ? Kepala sekolah SMP N 1 Kedungjati memberi contoh nyata, beliau pagi sebelum aktivitas shalat dhuha terlebih dahulu, apabila beliau di waktu dhuha masih di sekolah beliau menjadi imam shalat dhuha, sebelum shalat wajib shalat sunah qobliyah dan sesudahnya shalat bakdiyah.
3. Apa saja contoh kegiatan religius yang dilakukan di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Contoh kegiatan religius di SMP N 1 Kedungjati Bagi siswa muslim di fasilitasi sarana untuk beribadah, Al-Qur’an, Asmaul Husna Shalat dhuha, Shalat dzuhur, bagi siswa yang beragama lain di fasilitasi untuk beribadah ke luar dengan agama dan kepercayaan, misalnya ada kebaktian, ada pelajaran khusus bagi pemeluk agama lain. 4. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Faktor pendorong yaitu adalah Kepala sekolah, Bapak/ Ibu guru , semua siswa dan tenaga kependidikan di SMP N 1 Kedungjati Faktor penghambat yaitu adalah Belum semua siswa menyadari pentingnya kebiasaan yang baik seperti Shalat tepat waktu, masuk kelas tepat waktu dan ikut membaca Asmaul Husna belum di lakukan semaksimalnya 5. Adakah pengaruhnya bagi bapak/ibu dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Pengarunya bagi bapak ibu guru adalah dapat menambah kedisiplinan masuk kelas karena ikut membaca Asmaul Husna, saat shalat dhuha
dapat berjamaah dan tepat waktu, sekaligus dapat menjadi contoh bagi para siswa.
PEDOMAN WAWANCARA Nama Responden : Purwanto Jabatan
: Guru Agama Kristen
Ruang
: Di depan kelas
Hari / Tanggal
: Rabu, 28 Oktober 2015
Waktu
: 11.30 WIB
1. Bagaimana tanggapan bapak terhadap upaya menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Bagus aplikasi, pesan moral, pencitraan, harus dibarengi dengan tindakan aplikasi 2. Menurut pandangan bapak adakah pengaruhnya dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Tergantung akar hati manusia tidak hanya kebiasaan moral, tindakan nyata, harus sadar tau arti religius 3. Apa contoh kegiatan bagi siswa non muslim terhadap upaya menciptakan suasana religius di sekolah ? Ibadah bersama, menyanyi, berdoa, menghafal Kitab 4. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Pendorong kegiatan
: Tempat fasilitas ,siswa keseriusan untuk menjalani
Penghambat : Menyediakan waktu , Agama Budha belum tersentuh 5. Bagaimana langkah-langkah menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Memfasilitasi sarana prasarana.
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Responden : Supriyadi, S.Pd Jabatan
: Guru Bahasa Indonesia
Ruang
: Kantor Guru
Hari / Tanggal
: Rabu, 28 Oktober 2015
Waktu
: 12.00 WIB
1. Bagaimana upaya bapak/ibu dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N1 Kedungjati ? Ada pembiasan khusus bagi yang muslim salam dibiasakan, kesantunan, salam-salaman putra dengan putra, putri dengan putri, dibiasakan awal pelajaran baca Asmaul Husna dipandu dari kantor mengunakan speker, diteruskan dengan membaca doa, doa mau belajar diartikan, setiap shalat dzuhur adzan, shalat berjamaah masih giliran 2. Adakah usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam menciptakan suasana religius di SMP N 1 Kedungjati ? Tahun kemaren kendala masalah air upaya kepala sekolah membuat sumur bur sejumlah 4 ,upaya selalu pendekatan 3. Apa saja contoh kegiatan religius yang dilakukan di sekolah SMP N 1 Kedungjati ?
Idul adha, pesantren kilat setiap mos dan puasa, perayaan masih belum berjalan lancar 4. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Pendorong tergantung Leader kepala sekolah menentukan orang yang religius, memasukkan visi misi, guru agama baik bu tris maupun pak yusuf memandu siswa untuk membaca Asmaul Husna, untuk non muslim sesuai program guru masing-masing. Penghambat Program yang baru tidak semua bisa menerima, belum ada himbauan shalat berjamaah, belum ada ketegasan dari pemimpin. 5.
Adakah pengaruhnya bagi bapak/ibu dalam menciptakan suasana religius di sekolah SMP N 1 Kedungjati ? Tentu ada pengarunya jelas dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan dinas maupun di rumah dilatih untuk berqurban, halalbihalal rutin keagamaan, kerukunan.
LAMPIRAN GAMBAR
Pembacaa Asmaul Husna di pandu dari kantor menggunakan speker
Interview dengan Bapak Markain, S. Pd.
Interview dengan Ibu Dra Trismiyati.
Interview dengan Bapak Purwanto (Guru Agama Kristen)
Interview dengan Bapak Supriyadi S. Pd. (Guru Bahasa Indonesia)
Mushola Sekolah
Siswa melaksanakan kegiatan Shalat Dhuha
Siswa yang beragama Kristen nunggu di samping pintu
Kepala Sekolah Shalat Dhuha
Kegiatan Shalat Dzhur berjamaah
Kegiatan Kesenian
Kegiatan Wawasan Wiyata Mandala
Kegiatan Pembiasaan
Kegiatan Pramuka
Kegiatan Osis
Kegiatan Keagamaan
Kegiatan Osis