ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON PERFORMING FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP FINANCING TO DEPOSIT RATIO (FDR) BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA PERIODE 2010-2013
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Naeli Kamilia Fikriati 1110084000040
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISINIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M 1
2
3
4
5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Naeli Kamilia Fikriati
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Kedungwuluh Lor, 19 September 1991
3. Agama
: Islam
4. Jenis Kelamin
: Perempuan
5. Alamat
: Komp Reni Jaya, Jl Bali Blok Q-8/18, Pondok Benda, Pamulang, Tangerang Selatan
6. No. Telepon
: 08999873540
7. Email
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. TK Nurul Hasanah Pondok Benda
(1997-1998)
2. SD Negeri Pondok Benda II
(1998-2001)
3. SD Negeri Lebak Bulus 03 Pagi
(2001-2004)
4. Mts Negeri Tangerang II Pamulang (2004-2007) 5. SMA Muhammadiyah 25 Pamulang (2007-2010) 6. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2010-2015)
i
ABSTRACT This study aimed to analyze the influence of third party financing (DPK), non performing financing (NPF), and inflation to financing to deposit ratio (FDR) Islamic rural bank in Indonesia. The analysis was using monthly time series data published by Bank Indonesia from 2010 to 2013 period. The method which used in this study is Ordinary Least Square (OLS). The results showed that third party financing (DPK) had significant influence to financing to deposit ratio (FDR) in Islamic rural bank in Indonesia from 2010 to 2013 period. Whereas non performing financing (NPF) and inflation did not have significant influence to financing to deposit ratio (FDR) in Islamic rural bank in Indonesia from 2010 to 2013 period. Key words : financing to deposit ratio (FDR), third party financing (DPK), non performing financing (NPF), inflation, Ordinary Least Square (OLS)
ii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) pada bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia periode 2010 hingga 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode 2010 hingga 2013. Sedangkan Non Performing Financing (NPF) dan Inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia periode 2010 hingga 2013 Kata kunci : financing to deposit ratio (FDR), dana pihak ketiga (DPK), non performing financing (NPF), inflasi, Ordinary Least Square (OLS)
iii
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT dengan segala kesempurnaan-Nya yang telah menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya dan kita sebagai manusia yang menjadi salah satu ciptaan-Nya yang telah sangat sempurna dan mulia dilahirkan di dunia ini, Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan karunia-Nya kepada penulis serta menganugerahkan kecerdasan dan kemampuan berpikir khususnya kepada penulis, sehingga sampai saat ini penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan ikhlas dengan harapan dapat memberikan manfaat yang luas bagi banyak pihak. Shalawat serta salam tidak lupa untuk selalu diserukan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa ajaran agama Islam hingga sampai kepada kita semua. Penulisan skripsi ini penulis lakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jika tanpa bimbingan dan bantuan berbagai pihak dari mulai periode perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada pihak-pihak terkait yang berjasa bagi penulis dalam hidup penulis dan dalam penyusunan skripsi ini, yang terdiri dari:
iv
1. Kedua orang tua ku tercinta, Bapak Mulkan Nasir dan Ibu Suprapti, terimakasih yang tak terhingga atas segala do’a, bimbingan, semangat, dan dukungannya, sehingga aku bisa sampai pada jenjang strata 1 ini. Mungkin ucapan terimakasih tidak cukup untuk menggantikan kasih sayang dan pengorbanan Bapak dan Ibu selama ini. Hanya do’a yang bisa kupanjatkan kepada Allah SWT, agar Bapak dan Ibu senantiasa diberi kesehatan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. 2. Kepada kakakku, mas Amin, mba Resa, mas Esal, mba Dilla, mas Apip, ka Upie, dan semua kakak-kakak sepupuku. Banyak sekali pengalamanpengalaman yang telah kalian berikan kepadaku sehingga aku dapat memiliki banyak pengetahuan tentang hidup. Karena hidup ini bukan hanya tentang diri sendiri melainkan apa yang telah orang lain dapatkan juga dapat memberikan kita pelajaran. 3. Kepada keluarga besarku yang telah memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini sehingga aku dapat menyelesaikannya dengan baik. 4. Bapak Dr. M. Arif Mufraini, Lc., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Zuhairan Y. Yunan, M.Sc, Selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Zaenal Mutaqqin, MPP, Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. v
7. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochammad Aziz, MM, Selaku dosen pembimbing satu yang telah memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini serta yang telah menemukan rumus hahslm, tujuh Qur’an, sinlammim, 472319, 7114 dan 319913616. Semoga menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT dengan balasan yang lebih baik. 8. Bapak Ali Rama, SE., M.Ec selaku dosen pembimbing dua yang telah memberikan arahan, saran, wawasan, maupun kritik yang sangat membangun untuk membuat penulisan skripsi ini menjadi lebih baik dan dapat terselesaikan. Semoga menjadi amal baik dan mendapat balasan dari Allah SWT dengan balasan yang lebih baik. 9. Segenap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis, mulai dari masa perkuliahan hingga pada penulisan skripsi ini. 10. Kepada Kemal Fauzi kekasihku yang terus menemani dan memberikan bantuan dan terus memotivasi disaat penulis mengalami masa-masa sulit. Dia juga telah memberikan banyak pengalaman yang baru dalam hidup ini. 11. Teman-teman seperjuanganku Hadelina Hafni, Kesuma Dewi, Bella Septiana yang sama-sama sedang menjalani tugas skripsi, yang saling memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih juga karena kalian telah memberikan banyak pengalaman sehingga aku bisa belajar dan mengoreksi kesalahan yang lalu.
vi
12. Segenap teman-teman IESP 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk selalu bisa sharing tentang mata kuliah dan juga skripsi. Terimakasih banyak untuk semua. 13. Dan kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kelemahan. Oleh karena itu, penulis tak lupa mengharapkan kritik dan saran atas skripsi ini. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 18 Mei 2015 Penulis
Naeli Kamilia Fikriati
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... i ABSTRACT ..................................................................................................... ii ABSTRAK ...................................................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. B. C. D.
Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 Rumusan Masalah .......................................................................... 12 Tujuan Penelitian ........................................................................... 12 Manfaat Penelitian ......................................................................... 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 15 A. Landasan Teori ............................................................................... 15 1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ........................................... 15 a. Definisi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ....................... 15 b. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah ........... 16 2. Financing to Deposit Ratio (FDR) ........................................... 17 3. Dana Pihak Ketiga (DPK) ........................................................ 18 a. Definisi Dana Pihak Ketiga ................................................ 18 b. Macam-macam Dana Pihak Ketiga .................................... 19 c. Sumber Dana Pihak Ketiga ................................................ 21 viii
d. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) .......................................................... 23 4. Non Performing Financing (NPF) ........................................... 24 a. Definisi Non Performing Financing (NPF) ....................... 24 b. Hubungan Non Performing Financing (NPF) dengan Financing to Deposit Ratio (FDR)..................................... 25 5. Inflasi........................................................................................ 26 a. Definisi Inflasi .................................................................... 26 b. Macam-Macam Inflasi ....................................................... 26 c. Teori Inflasi Islam .............................................................. 29 d. Hubungan Inflasi dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) ............................................................................................ 32 B. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 33 C. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 38 D. Hipotesis Penelitian........................................................................ 40 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 42 A. Tujuan Penelitian ........................................................................... 42 B. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 42 1. Jenis Data ................................................................................. 42 2. Sumber Data ............................................................................. 43 C. Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 43 1. Variabel Terikat (Dependent Variable) ................................... 43 2. Variabel Bebas (Independent Variable) ................................... 45 D. Metode Analisis Data ..................................................................... 48 1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 51 a. Uji Normalitas .................................................................... 51 b. Uji Multikolinearitas .......................................................... 53 c. Uji Heteroskedastisitas ....................................................... 55 d. Uji Autokorelasi ................................................................. 57 2. Uji Statistik .............................................................................. 59 a. Uji parsial (Uji-t) ................................................................ 59 b. Uji Fisher (Uji-F) ............................................................... 60 3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................ 61 BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................ 63 A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................... 63 1. Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) .................. 63 2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) ............................... 65 3. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) .................. 66 ix
4. Perkembangan Inflasi ............................................................... 68 B. Hasil Analisis dan Pembahasan ..................................................... 69 1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 70 a. Uji Normalitas .................................................................... 70 b. Uji Multikolinearitas .......................................................... 72 c. Uji Heteroskedastisitas ....................................................... 73 d. Uji Autokorelasi ................................................................. 74 2. Uji Statistik .............................................................................. 76 a. Interpretasi.......................................................................... 77 b. Uji parsial (Uji-t) ................................................................ 77 c. Uji Fisher (Uji-F) ............................................................... 79 3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................ 79 C. Analisis Ekonomi ........................................................................... 80 1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) ................................................................ 80 2. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) ............................................................ 81 3. Pengaruh Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). 83 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 85 A. Kesimpulan .................................................................................... 85 B. Saran ............................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 89 LAMPIRAN .................................................................................................... 91
x
DAFTAR TABEL
No
Keterangan
Halaman
1.1
Perkembangan Bank Syariah Berdasarkan Jumlah Bank
2
1.2
Perkembangan Total Aset BPRS di Indonesia
3
2.1
Penelitian Terdahulu
36
3.1
Uji Durbin-Watson (DW)
58
4.1
Hasil Uji Multikolinearitas
72
4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
73
4.3
Hasil Uji Autokorelasi
75
4.4
Hasil Estimasi Metode Ordinary least Square (OLS)
76
xi
DAFTAR GAMBAR
No
Keterangan
Halaman
1.1
Perkembangan Asset Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
3
1.2
Perkembangan FDR Periode 2010-2013
8
1.3
Perkembangan DPK, NPF, dan Inflasi Periode 2010-2013
8
2.1
Kerangka Pemikiran
40
4.1
Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) BPRS Periode 2010 2013
4.2
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) BPRS Periode 2010-2013
4.3
64
66
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) BPRS Periode 2010-2013
67
4.4
Perkembangan Inflasi Periode 2010 – 2013
69
4.5
Hasil Uji Normalitas Jarque Berra
71
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Keterangan
Halaman
1
Data Penelitian
91
2
Data Penelitian (Ln)
92
3
Uji Normalitas
94
4
Uji Multikolinearitas
94
5
Uji Heteroskedastisitas
95
6
Uji Autokorelasi
96
7
Uji Ordinary Least Square
97
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan bank berdasarkan prinsip syariah yang memiliki fungsi utama yaitu sebagai lembaga intermediasi antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana. Adanya perbankan syariah ini menjadi solusi alternatif bagi masyarakat muslim yang ingin berinvestasi atau menitipkan uangnya melalui lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah sebagai landasan hukum untuk menjalankan kegiatan usahanya. Menurut Kasmir (dalam Hasanudin dan Prihatiningsih, 2010:25) bank merupakan lembaga keuangan yang sangat diperlukan dalam perekonomian modern sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang kelebihan dana (rumah tangga) dan kelompok masyarakat yang membutuhkan dana (pengusaha). Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara
perbankan
yang
menerapkan
sistem
syariah
dapat
tetap 1
bertahan.Berikut ini adalah data perkembangan perbankan syariah berdasarkan jumlah bank: Tabel 1.1 Perkembangan Bank Syariah Berdasarkan Jumlah Bank Indikasi 1998
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
BUS
1
2
3
3
3
3
5
6
UUS
-
8
15
19
20
25
27
25
BPRS
76
84
88
92
105
114
131
139
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI Berasarkan tabel 1.1 terlihat bahwa perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) pasca terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 cenderung lebih cepat dibandingkan dengan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).
Dari pertumbuhan BPRS yang cukup pesat tersebut
membuat persaingan antar BPRS semakin ketat sehingga BPRS longgar dalam memberikan pembiayaan. Di Indonesia perbankan Syariah muncul sejak dikeluarkannya UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Perbankan Syariah di Indonesia, pertama kali beroperasi pada 1 Mei 1992, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Hal ini menandai dimulainya era system perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia, yaitu beroperasinya system perbankan konvensional dan system perbankan dengan prinsip bagi hasil. Dalam sistem perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan, serta 2
mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional (Karim, 2008:1). Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 28% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.Perkembangan aset perbankan syariah dapat dilihat pada tabel 1.2 dan gambar 1.1 di bawah ini. Tabel 1.2 Perkembangan Total Aset BPRS di Indonesia. Tahun
2009
2010
2011
2012
Total asset (Juta 2.125.779 2.738.744 3.520.415 4.698.953 Rupiah) Sumber : BI, statistik perbankan syariah (diolah).
2013 5.833.485
Gambar 1.1 Perkembangan Asset Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 7,000,000
Juta Rupiah
6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000
Aset
2,000,000 1,000,000 0 2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Sumber : BI, statistik perbankan syariah (di olah) 3
Berdirinya Bank Syariah merupakan kebutuhan masyarakat muslim Indonesia. Perbankan yang beroperasi sesuai dengan ajaran islam yang bebas dari sistem bunga, terutama setelah dikeluarkannya fatwa mengenai bunga bank haram oleh MUI pada tanggal 16 desember 2003 yang dihadiri oleh ketua MUI K.H. Sahal Mahfuz. Mekanisme kerja komisi fatwa dalam menetapkan bunga bank dilihat dari larangan riba itu sendiri sudah jelas dalam Al-Quran dan sunnah yaitu surat Al-baqarah ayat 278, An-nisa ayat 160, Ali-Imran ayat 130, dan Ar-Rum ayat 39. Menurut Siamat (2001: 88) bank umum memiliki beberapa fungsi pokok, yakni menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi, menciptakan uang, menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat, menawarkan jasa-jasa keuangan lain, menyediakan fasilitas untuk perdagangan internasional, menyediakan pelayanan penyimpanan untuk barangbarang berharga, dan menyediakan jasa-jasa pengelolaan dana. Semakin banyak dana yang dimiliki suatu bank, semakin besar peluang bagi bank tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatannya dalam mencapai tujuannya. Sebagaimana fungsi utama bank, BPRS juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi yang menerima dan menyalurkan dana dari masyarakat. Fungsi intermediasi BPRS sendiri tercermin dalam rasio Financing to Deposit Ratio (FDR). Rasio tersebut akan menunjukan tingkat kemampuan bank syraiah dalam menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat. Rata-rata rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) pada BPRS melebihi 110%. Pada satu sisi hal ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi BPRS berjalan dengan baik karena 4
dengan rasio yang melebihi 100% ini berarti seluruh dana yang dihimpun oleh BPRS dapat disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan, namun pada sisi lain ini sangat beresiko, karena salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah adalah kebijakan perkreditan yang ekspansif (Siamat, 2005:360). Para praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar 85%-100%. Namun oleh Bank Indonesia, suatu bank masih dianggap sehat jika Loan to Deposit Ratio (LDR) nya masih dibawah 110% (Suryani, 2011). Sejak tahun 2010 hingga 2013, pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup baik dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,9% per tahun. Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi 5 tahun sebelumnya dengan rata-rata 5,5% per tahun. Bahkan pada tahun 2012 hingga tahun 2013, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah China di G20 (antaranews.com, diakses 7 Januari 2015). Tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode tersebut juga menggambarkan adanya peningkatan dari sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut, salah satunya adalah perubahan dari pendapatan dan konsumsi masyarakat, baik perseorangan maupun korporasi, sehingga selanjutnya akan mempengaruhi besaran investasi masyarakat termasuk deposito dan tabungan yang merupakan bagian utama dari Dana Pihak Ketiga (DPK) (Muttaqiena, 2013:22).
5
Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi dana yang terpenting bagi proses intermediasi perbankan karena proses penghimpunan dana berasal dari masyarakat, yaitu berupa giro, tabungan, dan simpanan berjangka atau deposito. Sehingga DPK menjadi sumber dana terbesar dan yang paling diandalkan oleh bank, baik itu bank syariah ataupun bank konvensional (Dendawijaya, 2009:49). Bank dapat memanfaatkan dana dari pihak ketiga ini untuk ditempatkan pada pos-pos yang menghasilkan pendapatan bagi bank, salah satunya yaitu dalam bentuk kredit. Pertumbuhan dana pihak ketiga akan mengakibatkan pertumbuhan kredit yang pada akhirnya FDR pada BPRS juga akan meningkat.
Selain
itu,
aktifitas
bank
syariah
dalam
melaksanakan
fungsi
intermediasinya tidak lepas dari yang namanya resiko kredit yang biasa disebut dengan Non Performing Loan (NPL) pada bank umum atau Non Performing Financing (NPF) pada BPRS (Dendawijaya, 2003). Kemacetan fasilitas kredit disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor dari pihak perbankan dan faktor dari pihak nasabah. Kredit bermasalah dapat diukur dari kolektibilitasnya, merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan bank. Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar, sehingga mengurangi jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank, dimana nantinya akan mempengaruhi rasio FDR itu sendiri.
6
Rasio Non Performing Financing (NPF) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit atau pembiayaan bermasalah yang diberikan bank syariah. Menurut Surat Edaran BI No.3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001, Non Performing Loan (NPL) diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan. Dunia perbankan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi perekonomian, karena kondisi perekonomian dapat mempengaruhi aktifitas perbankan, salah satu indikator perekonomian adalah inflasi. Menurut para ekonom islam, dampak dari inflasi diantaranya menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, meningkatkan kecenderungan untuk belanja, melemahkan semangat untuk menabung, pengerukan tabungan dan penumpukan uang, permainan harga diatas standar kemampuan, penumpukan kekayaan dan investasi non produktif, distribusi barang relatif tidak stabil dan terkonsentrasi (Karim, 2010: 139). Menurut Dornbus dan Fischer (dalam Kusuma, 2011:2), kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan cara menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga untuk mengurangi atau menambah laju inflasi akan sangat mempengaruhi peran intermediasi di dunia perbankan. Perkembangan dari Financing to Deposit Ratio (FDR), Dana Pihak Ketiga (DPK), Non performing Financing (NPF), dan tingkat inflasi dapat dilihat pada gambar berikut :
7
Gambar 1.2 Perkembangan FDR Periode 2010-2013 140 135 130 125
FDR (%)
120 115 110 2010
2011
2012
2013
Sumber : BI, statistik perbankan syariah (diolah)
Gambar 1.3 Perkembangan DPK, NPF, dan Inflasi Periode 2010-2013 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00
DPK (Rp Milyar)
4.00
NPF (%)
3.00
Inflasi (%)
2.00 1.00 0.00 2010
2011
2012
2013
Sumber : BI, statistik perbankan syariah (diolah) Dari gambar 1.2 terlihat bahwa tingkat FDR bergerak secara fluktuatif pada periode 2010-2013 dengan presentase terendah sebesar 119,67% dan tertinggi sebesar 136,20%. Peningkatan laju FDR tertinggi terjadi pada kuartal 2 tahun 2013 yaitu naik sebesar 9,96%.Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui 8
bahwa kebijakan dari BPRS untuk melakukan pembiayaan terbilang sangat ekspansif selama periode waktu penelitian. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan pada bank jika mengacu pada aturan Bank Indonesia yang mengkategorikan bank sehat dengan FDR antara 85% hingga 110%. Jika melihat gambar 1.3, perkembangan DPK BPRS tiap tahun terus mengalami peningkatan sepanjang periode 2010-2013. Ini menunjukkan bahwa masyarakat masih terus mempercayai uang yang dimilikinya untuk sekedar menabung atau berinvestasi di BPRS. Dengan begitu, BPRS juga akan semakin banyak mendapatkan dana dari pihak ketiga ini yang dimana merupakan sumber terbesar bagi kegiatan pembiayaannya. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi presentase tingkat FDR pada BPRS. Sejak kuartal 2 tahun 2011 NPF mulai mengalami trend penurunan meskipun tidak terlihat signifikan, tapi penurunan ini menunjukkan kemajuan bagi BPRS. Pada tahun 2012 NPF stabil yaitu pada tingkat rata-rata 6,60% yang menjadi rata-rata terkecil dari periode 2010-2013. Peningkatan NPF kembali terjadi pada tahun 2013 dimana pada saat yang sama terjadi krisis mata uang rupiah yang membuat turunnya daya beli masyarakat. Sedikit membaiknya NPF ini mengindikasikan bahwa BPRS semakin baik dalam mengelola pembiayaan bermasalahnya sehingga dapat lebih optimal lagi dalam menyalurkan dana yang telah dihimpun. Pada tahun 2010 hingga tahun 2013 dapat dilihat inflasi mengalami pergerakan yang sangat fluktuatif, dan mencapai tingkat tertinggi pada kuartal 3 tahun 2013. Hal ini terjadi karena adanya krisis mata uang yang melanda negara9
negara emerging markets termasuk Indonesia.Peristiwa tersebut menyebabkan FDR pada BPRS menurun yang dapat dilihat pada tabel 1.2 bahwa meningkatnya inflasi pada tahun 2013 diikuti oleh penurunan FDR pada waktu yang sama. Hal yang serupa juga dialami pada kuartal 4 tahun 2010.Kemudian, menurunnya inflasi pada kuartal 2 tahun 2011 diikuti oleh meningkatnya FDR pada waktu yang sama. Sebelum penelitian ini dilakukan terdapat beberapa penelitian yang meneliti tentang pengaruh DPK, NPF dan inflasi terhadap FDR. Penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2014), Prihatiningsih (2012), Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) dan Sri Haryati (2008) mengenai pengaruh DPK terhadap FDR. Dalam peneilitian Novitasari (2014) menunjukkan bahwa DPK berpengaruh negatif terhadap FDR secara signifikan. Peneitilian yang dilakukan oleh Prihatiningsih (2012) menyebutkan bahwa DPK berpengaruh terhadap FDR. Namun, hasil penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) yang menyatakan bahwa DPK tidak berpengaruh terhadap LDR perusahaan. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Sri Haryati (2008) yang menyatakan DPK berpengaruh terhadap kredit baik pada perbankan nasional maupun bank asing campuran. Selanjutnya penelitian mengenai pengaruh NPF terhadap FDR dilakukan oleh Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) dan Prayudi (2011). Pada penelitian Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) menunjukan bahwa NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR perusahaan sedangkan
10
pada penelitian Prayudi (2011) menunjukkan bahwa NPL tidak mempengaruhi LDR secara signifikan. Inflasi juga ditelaah sebelumnya oleh Novitasari (2014), Sri Haryati (2008), Abdul Mongid (2008) dan Haas & Lelyveld (2003). Pada penelitian Novitasari (2014) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR dan dalam penelitian Sri Haryati (2008) dengan sampel bank nasioanl dan bank asing menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan kredit pada bank nasional dan berpengaruh tidak signifikan terhadap bank asing. Kemudian, pada penelitian Abdul Mongid (2008) menunjukan hasil bahwa kebijakan moneter adalah hal penting untuk mengendalikan kegiatan ekonomi melalui jalur kredit. Sedangkan pada penelitian Haas & Lelyveld (2003) inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan kredit bank nasional di wilayah eropa tengah dan eropa timur. Dengan adanya perbedaan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan diatas, maka penulis tertarik untuk mencoba menguji kembali apa yang dapat diajadikan permasalahan dalam penelitian kali ini, yakni mengenai pengaruh DPK, NPF dan inflasi terhadap rasio FDR, permasalahan juga bisa diperkuat dengan melihat data empiris yang tertera pada gambar 1.2 dan 1.3. Dari penjelasn yang telah dikemukakan, muncul ketertarikan untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai rasio FDR di BPRS karena itu, penulis mengambil judul : “ANALISIS PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), NON PERFORMING FINANCING (NPF), DAN INFLASI TERHADAP FINANCING TO
11
DEPOSIT RATIO (FDR) BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI INDONESIA PERIODE 2010-2013”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, untuk menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia baik secara simultan maupun parsial, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh secara simultan variabel Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 20102013? 2. Bagaimana pengaruh seacara parsial variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) ), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 20102013 ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh secara simultan variabel Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap
12
Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 2010-2013 ? 2. Untuk menganalisis bagaimana pengaruh seacara parsial variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) ), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 2010-2013 ? D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi terhadap Financing To Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS): 1. Bagi mahasiswa : a. Dapat memberikan wawasan atau pengetahuan mengenai pola hubungan antara Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia periode 2010-2013. b. Memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang diperoleh di perkuliahan dalam berbagai kasus riil di dunia kerja. 2. Bagi praktisi lembaga-lembaga keuangan Memberikan informasi kepada praktisi lembaga-lembaga keuangan rakyat, khususnya Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang mempunyai komitmen sebagai lembaga pemberdayaan umat terutama para pelaku ekonomi mengenai peran serta lembaga keuangan dan kebijakan13
kebijakan yang tepat untuk mengembangkan dunia usaha dan memonitor tingkat risiko yang akan dihadapi. 3. Bagi pemerintah Dapat dijadikan sebagai salah satu acuan pemerintah dalam menentukan kebijakannya mengenai produk-produk pada setiap bank syariah. Dalam menumbuh kembangkan dunia usaha dan menggerakkan sektor riil yang ada di Indonesia sehingga dapat meningkatkan perekonomian nasional. 4. Bagi pihak lain Memberikan sumbangsih data dalam kaitannya dengan perkembangan dan pertumbuhan lembaga keuangan bank rakyat berbasis syariah dalam hal ini adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai lembaga pemberdaya umat. Selain itu penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kondisi yang terjadi pada BPRS.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah a. Definisi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal 1 angka 9 UU Perbankan Syariah). Yang perlu diperhatikan dari ketentuan diatas adalah kepanjangan dari BPRS yang berupa Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Ini berarti semua peraturan perundang-undangan yang menyebut BPRS dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah harus dibaca dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Hasan, 2009:7). Namun BPRS merupakan bagian dari bank syariah yang melakukan kegiatan usahanya dalam ruang lingkup yang lebih sempit. Berbeda dengan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), BPRS memiliki peran dalam memajukan masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah kebawah terutama pada wilayah kecamatan dan pedesaan melalui pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan dengan akad-akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
15
b. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Berkaitan dengan BPRS, sebagaimana terlihat dalam pasal 21 UU Perbankan Syariah, kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh lembaga ini adalah (Hasan, 2009:86): 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah; pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna; pembiayaan berdasarkan akad qardh; pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan pengambilalihan hutang berdasarkan akad hawalah. 3. Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan mudharabah dan atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 4. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening BPRS yang ada di BUS, Bank Umum Konvensional, dan UUS. 16
5. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank syariah lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. 2. Financing to Deposit Ratio (FDR) Perbankan syariah yang dalam aktivitasnya menggunakkan prinsipprinsip islami tidak mengenal kredit (loan) dalam fungsinya sebagai penyalur dana yang dihimpunya. Oleh karena itu, aktifitas penyaluran dana yang dilakukan bank syariah lebih mengarah kepada pembiyaan (financing). Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit atau pembiayaan yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993, dana yang dihimpun bank dalam penerapan rasio tersebut adalah dana masyarakat/dana pihak ketiga dan modal inti bank (Dendawijaya, 2009:59). Rasio FDR menunjukkan salah satu peniliaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan sebagai berikut: 𝐹𝐷𝑅 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑥100 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑃𝐾 + 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑡𝑖
Keterangan: FDR
: Financing to Deposit Ratio
Ketika angka rasio Financing To Deposit (FDR) suatu bank berada pada angka dibawah angka 80% (misalkan 60%), maka dapat dikatakan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan dana sebesar 60% dari seluruh dana 17
yang berhasil dihimpun. Karena fungsi utama bank adalah sebagai intermediasi antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, maka dengan rasio Financin To Deposit Ratio (FDR) 60% artinya 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Kemudian, ketika suatu bank memiliki ratio Financing To Deposit Ratio (FDR) melebihi angka 110%, maka hal itu berarti total pembiayaan yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat hanya sedikit. Dalam hal ini pula bisa dikatakan bank tersebut tidak menjalakan fungsinya sebagai pihak intermediasi dengan baik. Semakin tinggi nilai rasio Financing To Deposit Ratio (FDR) menunjukan bahwa semakin riskan kondisi likuiditas bank. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat nilai rasio Financing To Deposit Ratio (FDR) maka efektivitas bank dalam menyalurkan pembiayaan dana akan berkurang. 3. Dana Pihak Ketiga (DPK) a. Definisi Dana Pihak Ketiga Menurut Arifin (2006:98) Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, dalam arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi, yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Pada sebagian besar atau setiap bank, dana masyarakat ini merupakan dana terbesar yang 18
dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpunan dana dari masyarakat. Dana Pihak Ketiga adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, tabungan, simpanan berjangka dan sertifikat deposito atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dengan menggunakan prinsip syariah. Menurut Riyadi (2006:63) dana yang berasal dari masyarakat biasa disebut dengan sumber dana pihak ketiga (DPK), sedangkan yang berasal dari Pasar Uang disebut dana pihak kedua. b. Macam-macam Dana Pihak Ketiga Menurut Karim (2008:23), yang termasuk dalam dana pihak ketiga yaitu giro, tabungan, dan deposito. Ketiga macam dana pihak ketiga tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Giro. Bank syariah dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadi’ah dan giro mudharabah. Dalam bentuk wadi’ah bank syariah menggunakan prinsip wadi’ah yad dhamanah. dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan wadi’ah. Dana tersebut digunakan oleh bank untuk kegitan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut dalam kegiatan komersial. Pemilik simpanan dapt menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik sebagian maupun seluruhnya. Bank tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atas keuntungan apapun pada pemegang rekening wadi’ah, dan sebaliknya pemegang rekening juga 19
tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadi’ah. Sedangkan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah, baik mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqadayyah. Hal ini tergantung nasabah memilih dengan akad yang disepakati. b. Tabungan. Tabungan mudharabah adalah tabungan dimana pemilik dana (shohibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) dengan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal. Tabungan dapat diambil sewaktu-waktu sesuai dengan prinsip yang digunakan, tabungan mudharabah
ini merupakan
“investasi” yang diharapkan akan menghasilkan keuntungan oleh karena itu, modal yang diserahkan kepada pengelola dana (bank) tidak boleh ditarik sebelum akad berakhir. Hal ini disebabkan karena akan mengganggu kelancaran usaha yang dilakukan oleh mudharib sehubung dengan pengelolaan dengan pengelolaan dana tersebut. Selain produk tabungan mudharabah bank syariah juga memiliki produk tabungan wadi’ah. Tabungan wadi’ah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadi’ah yaitu titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemilikya. Berkaitan dengan produk tabungan wadi’ah, bank syariah menggunakan akad wadi’ah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini bank memperoleh hak untuk menggunakan
dana tersebut dengan
konsekuensi bank harus dapat menjaga keutuhan dana tersebut dan 20
membagi keuntungan dari penggunaan dana namun tidak dalam bentuk perjanjian namun bersifat sukarela dari pihak bank. c. Deposito. Deposito Mudharabah atau lebih tepatnya deposito investasi mudharabah
merupakan
investasi
nasabah
penyimpan
dana
(perorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu jatuh tempo, dengan mendapatkan imbalan bagi hasil. c. Sumber Dana Pihak Ketiga Dana yang bersumber dari masyarakat disebut Dana Pihak Ketiga (Muhammad, 2002:92), Sumber dana pihak ketiga, dari segi mata uang dibedakan menjadi : a. Sumber Dana Pihak Ketiga Segi Mata Uang 1) Sumber Dana Pihak Ketiga Rupiah yaitu kewajiban-kewajiban bank yang tercatat dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank baik kepada penduduk maupun bukan penduduk. Komponen DPK ini terdiri dari giro, simpanan berjangka, tabungan, dan kewajibankewajiban lain. Tidak termasuk dana yang berasal dari bank Sentral. 2) Sumber Dana Pihak Ketiga Valuta Asing yaitu kewajiban bank yang tercatat dalam valuta asing kepada pihak ketiga, baik penduduk maupun bukan penduduk termasuk pada bank Sentral, bank lain (pinjaman melalui pasar uang). DPK valuta asing terdiri atas giro, call money, deposit on call, deposito berjangka, margin 21
deposit, setoran pinjaman, pinjaman yang diterima, dan kewajibankewajiban lainnya dalam valuta asing. b. Sumber Dana Pihak Ketiga Segi Biaya Yang Harus Dibayar Bank 1) Sumber Dana Pihak Ketiga Berbiaya pada umumnya adalah dana dana yang berasal dari masyarakat, baik dana pihak kedua maupun dana pihak kedua (tidak termasuk penerbitan saham). Pada umumnya jenis-jenis simpanan pada sumber dana berbiaya adalah simpanan giro, tabungan, deposito, dan simpanan berjangka. 2) Sumber Dana Pihak Ketiga Tidak berbiaya, yaitu Hampir semua sebagian sumber dana bank memiliki beban biaya yang harus ditanggung oleh bank terutama dana yang berasal dari dana pihak ketiga (DPK) dan dana pihak kedua, sehingga dapat dikatakan tidak ada dana yang tanpa biaya bagi suatu bank. Namun jika ditelaah lebih mendalam terdapat jenis biaya yang tidak mengandung biaya, seperti modal yang disetor (modal saham), agio saham, laba tahun berjalan, laba ditahan, cadangan umum dengan tujuan lainnya, deposito berjangka yang telah jatuh tempo dan belum dicairkan oleh nasabah, transfer masuk yang belum dibayar, hasil inkaso keluar yang belum dibayar, dan utang pajak kepada pemerintah pusat asalkan tidak lewat waktu (terlambat) pada saat membayarnya. Dana-dana tersebut diatas pada umumnya tidak mengandung unsur biaya dalam arti bak harus membayar sejumlah uang tertentu sebagai biaya 22
bunga. Semakin besar jumlah dana ini maka akan semakin mempertinggi return on assets dan return on equity bagi suatu bank. Bagi bank-bank yang sudah go public seperti bank syariah mandiri untuk memperkuat posisi permodalannya dapat menerbitkan saham baru untuk ditawarkan melalui bursa, baik penawaran secara terbatas maupun pada masyarakat luas. d. Hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan Financing to Deposit Ratio (FDR) Dana Pihak Ketiga merupakan variabel terpenting yang paling berpengaruh karena dana pihak ketiga dapat dikendalikan oleh bank syariah yang merupakan sisi pendanaan, dimana dana yang semakin meningkat harus diimbangi dengan penyaluran pembiayaan yang dapat menggerakan sektor riil. semakin meningkatnya DPK yang dikumpulkan bank syariah maka kemungkinan semakin meningkat pula pembiayaan atau penyaluran dana yang diberikan bank syariah kepada masyarakat. Kemampuan bank dalam menghimpun dana memperlihatkan bank tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi dari masyarakat. Pada penelitian Makiyan (2001), juga menyatakan bahwa jika semakin besar sumber dana yang dihimpun bank akan semakin besar pembiayaan yang akan disalurkan oleh bank tersebut. Penelitian yang menyatakan bahwa Dana Pihak Ketiga berpengaruh positif dan signifikan juga dibuktikan oleh penelitian dari Asy’ari (2004), Roesmara dan Dumairy (2006), dan Adnan dan Pratin (2005). 23
4. Non Performing Financing (NPF) a. Definisi Non Performing Financing (NPF) Menurut Kamus Bank Indonesia, Non Performing loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Non
Performing
Loans
(NPLs)
menunjukkan
kemampuan
kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPL merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan bank. NPLs mempunyai hubungan negatif dengan penawaran kredit (Meydianawathi, 2007:138). Sedangkan menurut Dendawijaya (2005:82) NPF adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Dalam kegiatan sehari-hari, pembiayaan bermasalah
adalah
pembiayaan-pembiayaan
yang
kategori
kolektabilitasnya masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet. Tingkat pembiayaan bermasalah tercermin dalam rasio NPL atau NPF yang merupakan formulasi: 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑁𝑃𝐹 =
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑥 100 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
24
b. Hubungan Non Performing Financing (NPF) dengan Financing To Deposit Ratio ( FDR) Pada perbankan syariah apabila terjadi Non Performing Financing (NPF) maka akan berakibat terguncangnya kinerja pada perbankan itu sendiri. Namun ada dugaan NPF bank syariah relatif kecil dibandingkan konvensional, sehingga perbankan syariah dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Menurut Dendawijaya (2003: 86) Non Performing Loan apabila tidak dapat ditangani dengan tepat, akan mengakibatkan diantaranya hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan (income) dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi laba dan mengurangi kemampuan untuk memberikan kredit. Banyaknya kredit bermasalah membuat bank tidak berani meningkatkan penyaluran kreditnya apalagi bila dana pihak ketiga tidak dapat dicapai secara optimal maka dapat mengganggu likuiditas suatu bank, oleh karena itu kredit bermasalah berpengaruh negatif terhadap LDR. Jadi dapat disimpulkan antara Non Performing Financing (NPF) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) memiliki hubungan negatif, dimana jika NPF menurun maka variabel FDR akan meningkat atau naik. Ini logis apabila kesehatan NPF baik (menurun) maka perbankan syariah dapat menempatkan dana yang kembali untuk menyalurkan diperiode berikutnya ataupun secara psikologis perbankan memiliki tingkat
25
kepercayaan yang lebih tinggi untuk menyalurkan dananya ke masyarakat di periode berikutnya. 5. Inflasi a. Definisi Inflasi Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus (Murni, 2006:202). Inflasi terjadi ketika harga umum naik. Saat ini, kita menghitung inflasi dengan menggunakan indeks harga rata-rata tertimbang dari harga ribuan produk individual. Indeks harga konsumen (IHK) mengukur biaya sekeranjang pasar dari barang dan jasa konsumen yang dikaitkan dengan biaya dari sekeranjang pasar dari barang dan jasa tersebut pada tahun dasar tertentu (Samuelson dan Nordhaus, 2004:382). Menurut kaum klasik, inflasi di dalam perekonomian timbul sebagai akibat dari kegagalan dari pemerintah atau bank sentral untuk mengendalikan
laju
pertumbuhan
jumlah
uang
beredar.
Adanya
pertumbuhan jumlah mata uang yang beredar yang tidak terkendali menurut kaum klasik akan menyebabkan kurva permintaan agregat (AD) mengalami pergeseran, dan hal ini pada gilirannya akan mendorong kenaikan di dalam tingkat harga (Nanga, 2001:39). b. Macam-Macam Inflasi Menurut Paul A. Samuelson (dalam Karim, 2011:137), seperti sebuah penyakit, inflasi dapat digolongkan menurut tingkat keparahannya, yaitu sebagai berikut: 26
1. Moderate Inflation: karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga yang lambat. Umumnya disebut sebagai ‘inflasi satu digit’. Pada tingkat inflasi seperti ini, orang-orang masih mau untuk memegang uang dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil; 2. Galloping Inflation: inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkatan 20% sampai dengan 200% per tahun. Pada tingkatan inflasi seperti ini orang hanya mau memegang uang seperlunya saja, sedangkan kekayaan disimpan dalam bentuk aset-aset riil. 3. Hyper Inflation: inflasi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat tinggi yaitu jutaan sampai trilyunan persen per tahun. Walaupun sepertinya banyak pemerintahan yang perekonomiannya dapat bertahan menghadapi galloping inflation, akan tetapi tidak pernah ada pemerintahan yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ketiga yang amat ‘mematikan’ ini. Contohnya adalah Weimar Republic di Jerman pada tahun 1920-an. Selain itu, inflasi dapat digolongkan karena penyebab-penyebabnya yaitu sebagai berikut (Karim, 2011:138) : 1. Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan namanya Natural Inflation adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah
yang
manusia
tidak
mempunyai
kekuasaan
dalam
mencegahnya. Human Error Inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. 27
2. Actual/Anticipated/Expected Inflation dan Unanticipated/Unexpected Inflation. Pada Expected Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi atau secara notasi, ret = Rt – πet , sedangkan pada Unexpected Inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi (Krugman & Obstfeld, 1991:523) 3. Demand Pull dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi Permintaan Agregatif (AD) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Cost Push Inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi Penawaran Agregatif (AS) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. 4. Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya yang mana inflasi yang sebelumnya itu terjadi sebagai akibat dari inflasi yang sebelumnya lagi dan begitu seterusnya. 5. Imported Inflation dan Domestic Inflation.Imported Inflation bisa dikatakan adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus menjadi price taker dalam pasar perdagangan internasional. Domestic Inflation bisa dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak begitu mempengaruhi negara-negara lainnya. 28
c. Teori Inflasi Islam. Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena (Masri, 1996) : 1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai rupiah), fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit penghitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau dengan kata lain ‘self feeding inflation’; 2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat (turunnya Marginal Prospensity to Save); 3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk nonprimer dan barang-barang mewah (naiknya Marginal Prospensity to Consume); 4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non produktif yaitu penumpukan kekayaan (hoarding) seperti: tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah produktif seperti: pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya. Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (dalam Karim, 2011:140), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu natural inflation dan humman error inflation. 29
1. Natural Inflation Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregat (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD). Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan identitas (Karim, 2010:140) : MV = PT = Y Di mana: M = Jumlah Uang Beredar (JUB) V = kecepatan peredaran uang P = tingkat harga T = jumlah barang dan jasa (kadang dipakai notasi Q) Y = tingkat pendapatan nasional (GDP) Maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai: a. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). misalnya T↓ sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P↑. b. Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar dari pada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M↓ sehingga jika V dan T tetap maka P↑. Lebih jauh, jika di analisis dengan persamaan: 30
AD = AS Dan: AS = Y AD = C+I+G+ (X-M)
Di mana :
Y = pendapatan nasional C = konsumsi I = investasi G = pengeluaran pemerintah
(X-M) = net export Maka : Y = C+I+G+ (X-M) 2. Humman Error Inflation Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada Natural Inflation, maka inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat digolongkan sebagai Humman Error Inflation atau False Inflation. Humman Error Inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan dari manusia itu sendiri (sesuai dengan QS Al-Rum [30]: 41). Humman Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebabpenyebabnya sebagai berikut: 1. Korupsi dan administrasi yang buruk; 2. Pajak yang berlebihan (excessive tax); 31
3. Percetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive seignorage) d. Hubungan Inflasi dengan Financing To Deposit Ratio (FDR) Menurut Karim (2010: 139), dampak dari inflasi diantaranya adalah melemahkan semangat untuk menabung dan meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja. Meningkatnya inflasi maka nilai uang akan “menurun” dan hal tersebut menyebabkan masyarakat juga akan menarik uangnya dari bank untuk memenuhi kegiatan berbelanjanya dana diperbankan akan berkurang sehingga akan mempengaruhi tingkat FDR perbankan. Pada penelitian Novitasari (2014) menyatakan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR. Penelitian Sri Haryati (2008) menyatakan inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kredit. Pada penelitian Abdul Mongid (2008) menunjukan hasil kebijakan moneter adalah hal penting untuk mengendalikan kegiatan ekonomi melalui jalur kredit. Pada penelitian Haas dan Lelyveld (2006) inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan kredit bank nasional di wilayah Eropa Tengah dan Eropa Timur. Jadi, dapat dikatakan Inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap FDR, karena disaat inflasi tinggi orang menarik dananya dari bank sehingga dana di bank sedikit dan akibatnya bank memiliki tingkat FDR yang rendah.
32
B. Penelitian Terdahulu Sebelum penulis melakukan penelitian ini, telah ada penelitian terdahulu yang meneliti mengenai variabel Financing to Deposit Ratio (FDR) pada bank syariah atau Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk bank konvensional. Hal ini sebagai acuan bahwa variabel mikro dan makro yang berpengaruh bukan hanya berpengaruh terhadap rasio kredit pada bank konvensional tetapi juga rasio pembiayaan pada bank syariah. Variabel yang penulis teliti yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi. Diantaranya seperti yang akan penulis jabarkan pada pembahasan di bawah ini. Penelitian pertama dilakukan oleh Novitasari (2014) yang berjudul Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Financing To Deposit Ratio (FDR) Sebagai Indikator Likuiditas Pada Perbankan Syariah Di Indonesia (Periode Triwulan I 2003 – IV 2013). Variabel yang terkait yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) Return On Asset (ROA), Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi. Hasil penelitian secara simultan menunjukkan hasil yang positif dan signifikan. Secara parsial, DPK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FDR, PYD berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR, ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR, penempatan pada BI dan bank lain berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FDR, inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR, dan yang terakhir adalah pertumbuhan ekonomi yang tidak. Penelitian kedua dilakukan oleh Prihatiningsih (2012) dengan judul Dinamika Financing To Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah tahun 20062011. Variabel yang terkait yaitu DPK, CAR, SBIS. 33
Hasil penelitian menunjukan secara simultan variabel-variabel independen, DPK, CAR, dan SBIS secara bersama-sama berpengaruh terhadap FDR, secara parsial variabel DPK dan CAR berpengaruh terhadap FDR sedangkan variabel SBIS tidak berpengaruh terhadap FDR. Penelitian ketiga dilakukan oleh Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012) yang berjudul pengaruh CAR, NPL, DPK dan ROA Terhadap LDR Perbankan Indonesia. Variabel yang terkait adalah CAR, NPL, DPK dan ROA. Hasil penelitian ditemukan bahwa selama periode penelitian secara parsial, variabel CAR dan ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap LDR perusahaan, NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR perusahaan, sedangkan DPK tidak berpengaruh terhadap LDR perusahaan. Penelitian keempat dilakukan oleh Arditya Prayudi (2011) yang berjudul “Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR)”. Variabel yang terkait yaitu CAR, NPL, BOPO, ROA dan NIM. Teknis analisis data menggunakan metode Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel-variabel CAR, NPL, BOPO, ROA dan NIM berpengaruh terhadap LDR. Hasil secara parsial variabel CAR, NPL dan BOPO tidak berpengaruh terhadap LDR, sedangkan variable ROA dan NIM berpengaruh terhadap LDR. Penelitian kelima dilakukan oleh Sri Haryati (2008) dengan judul penelitian yaitu Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia: Intermediasi dan Pengaruh Variabel Makroekonomi. Variabel yang terkait dalam penelitian ini 34
adalah Pertumbuhan Ekses Likuiditas, DPK, Pertumbuhan Pinjaman/Simpanan Diterima, Bunga SBI, Inflasi, dan Nilai Tukar. Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit baik perbankan nasional maupun bank asing-campuran. Penelitian keenam dilakukan oleh Abdul Mongid (2008) yang berjudul The Impact of monetary Policy on Bank Credit During Economic Crisis: Indonesia’s Experience. Variabel yang terkait adalah
SBI, Index of Deposit
Change, Growth of Base Money, Exchange Rate, Crisis. Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
kebijakan
moneter
dapat
mempengaruhi pinjaman bank. Variabel moneter seperti kebijakan tingkat diskonto, uang primer dan kebijakan nilai tukar yang sangat penting dalam menentukan kredit perbankan. hasilnya memberikan bukti bahwa kebijakan moneter adalah bagian penting sebagai untuk mengendalikan kegiatan ekonomi melalui jalur kredit. Penelitian yang ketujuh atau yang terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Ralph de Haas dan Iman Lelyveld (2003) yang berjudul Foreign Bank and Credit Stability in Central and Eastern Europe : Friends or Foes?. Variabel yang terkait adalah GDP (PDB), Inflasi, Suku Bunga Pinjaman. Hasil penelitian menunjukan pada bank – bank nasional di Eropa Tengah dan Eropa Timur: PDB berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan kredit.
Suku
bunga
pinjaman
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
pertumbuhan kredit. Pada bank – bank asing di Eropa Tengah dan Eropa Timur: 35
GDP (PDB) berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Suku bunga pinjaman berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel No
Nama
Judul
Temuan Dependen
1
Novitasari (2014)
Analisis Financing Faktor – to Deposit Faktor Yang Ratio Mempengaru (FDR) hi Finance To Deposit Ratio (FDR) Sebagai Indikator Likuiditas Pada Perbankan Syariah Di Indonesia ( Periode Triwulan I 2003 – IV 2013 )
2
Prihatiningsih (2012)
Dinamika Financing To Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah tahun 2006-2011
Financin g to Deposit Ratio (FDR)
Perbedaan
Independen Secara simultan Perbedaannya DPK menunjukkan terletak pada ROA hasil yang positif periode yang Inflasi dan signifikan. digunakan Pertumbuha Secara parsial, yaitu 2003n Ekonomi DPK, dan 2013, lebih penempatan pada panjang dari bank lain penelitian ini berpengaruh dan negatif dan menggunakan signifikan variabel terhadap FDR. eksternal PYD, ROA, dan pertumbuhan inflasi ekonomi selain berpengaruh inflasi. positif dan signifikan terhadap FDR dan yang terakhir pertumbuhan ekonomi yang tidak berpengaruh signifikan terhadap FDR. Secara simultan Perbedaannya DPK DPK, CAR, dan terletak pada CAR SBIS periode yang SBIS berpengaruh digunakan terhadap FDR yaitu 2006 Secara parsial 2011 dan latar variabel DPK belakang dan CAR penelitiannya berpengaruh bertujuan terhadap FDR untuk sedangkan menganalisis variabel SBIS pengaruh tidak DPK, CAR berpengaruh dan SBIS terhadap FDR terhadap FDR
36
3
Hersugondo dan Handy Setyo Tamtomo (2012)
Pengaruh CAR, NPL, DPK dan ROA Terhadap LDR Perbankan Indonesia
Loan to Deposit Ratio (LDR)
CAR NPL DPK ROA
4
Arditya Prayudi (2011)
Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR)
CAR NPL BOPO ROA NIM
5
Sri Haryati (2008)
Pertumbuhan Pertumbuh Kredit an Kredit Perbankan di Indonesia: Intermediasi dan Pengaruh Variabel Makroekono mi
6
Abdul Mongid (2008)
The Impact of monetary Policy on
The Changes in Total
Berdasarkan Perbedaannya hasil penelitian terletak pada ditemukan bahwa variabel yang selama periode digunakan penelitian secara yang seluruh parsial, variabel variabel CAR dan ROA independennya berpengaruh merupakan positif dan faktor internal signifikan perbankan. terhadap LDR, NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR, sedangkan DPK tidak berpengaruh terhadap LDR. Secara simultan Perbedaannya variabel terletak pada independen periode yang CAR, NPL, digunakan yaitu BOPO, ROA dan 2006-2010 dan NIM latar belakang berpengaruh penelitiannya terhadap LDR yang bertujuan Secara parsial untuk menilai variabel; CAR, kinerja bank NPL, dan BOPO sebagai tidak lembaga berpengaruh intermediasi terhadap LDR sedangkan variabel ROA dan NIM berpengaruh terhadap LDR Seluruh variabel Perbedaannya independen terletak pada secara simultan variabel yang berpengaruh digunakan dan terhadap periode pertumbuhan penelitiannya kredit baik perbankan nasional maupun bank asingcampuran
Pertumbuh an Ekses Likuiditas DPK Pertumbuh an Pinjaman/ Simpanan Diterima Bunga SBI Inflasi Nilai Tukar Hasil penelitian Perbedaannya SBI menunjukan terletak pada Index of bahwa kebijakan varabel yang Deposit
37
Bank Credit During Economic Crisis: Indonesia’s Experience
7
Ralph de Haas dan Iman Lelyveld (2003)
Foreign Bank and Credit Stability in Central and Eastern Europe : Friends or Foes?
Banking System Credit
Change Growth of Base Money Exchange Rate Crisis
Pertumbu han Kredit
GDP (PDB) Inflasi Suku Bunga Pinjaman
moneter dapat diganakan mempengaruhi yaitu pinjaman bank. menggunakan Variabel moneter variabel seperti kebijakan ekonomi tingkat diskonto, moneter. uang primer dan kebijakan nilai tukar yang sangat penting dalam menentukan kredit perbankan. Pada bank – Perbedaan bank nasional di penelitian Eropa Tengah terletak pada dan Eropa latar belakang Timur: penelitian yang bertujuan PDB dan suku untuk bunga mengetahui pinjaman kinerja bank berpengaruh asing dan negatif domestik di signifikan Eropa Tengah terhadap dan Timur pertumbuhan selain itu, kredit. Pada bank – bank perbedaan juga terletak pada asing di Eropa periode Tengah dan penelitiannya Eropa Timur: yaitu 1993 GDP (PDB), 2000 inflasi dan suku bunga pinjaman berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan kredit.
C. Kerangka Pemikiran Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio untuk mengukur fungsi intermediasi suatu bank khususnya bank syariah. Semakin tinggi rasio ini atau mendekati 100% maka bank syariah semakin baik dalam menyalurkan dana yang dikelolanya karena seluruh dana dari pihak ketiga maupun modal sendiri berhasil disalurkan pada pihak selanjutnya yang membutuhkan dana. Namun jika 38
suatu bank terlalu berlebihan dalam memberikan pembiayaannya kepada sektor yang nonproduktif maka akan menimbulkan berbagai macam risiko termasuk risiko likuiditas. Dapat diketahui bahwa Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data yang penulis peroleh, Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) berada pada tingkat rata-rata diatas 120%. Bahkan pada suatu periode mencapai 136%. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh kestabilan variabel makroekonomi, yaitu inflasi. inflasi dapat mempengaruhi Financing to Deposit Ratio (FDR) melalui kondisi internal bank yaitu pembiayaan non lancar serta Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai sumber dana yang akan disalurkan sebagai pembiayaan oleh sebuah bank. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan variabel independen (bebas) yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi terhadap variabel dependen (terikat) yaitu Financing to Deposit Ratio (FDR). Dengan mengunakan metode Ordinary Least Square (OLS) harus lulus uji asumsi klasik, uji koefisien determinasi, uji F, uji t agar penelitian dapat diuji dengan baik dan benar sesuai metodologi penelitian. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini jika divisualisasikan dalam bentuk skema atau model sederhana adalah sebagai berikut :
39
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi Terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Non Performing Financing (NPF)
Inflasi
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Uji Asumsi Klasik: 1. Uji Normalitas 2. Uji Multikolinearitas 3. Uji heteroskedastisitas 4. Uji Autokorelasi
Uji Statistik: 1. Uji F 2. Uji t 3. Uji Derajat Kointegrasi
Interpretasi dan Kesimpulan
D. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan dan jawaban itu masih diuji secara empiris kebenarannya. Berdasarkan pada kerangka pemikiran sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho : Diduga Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi tidak berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Periode 2010-2013.
40
Ha : Diduga Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan Inflasi berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel terikat yaitu Financing To Deposit Ratio (FDR) sebagai proksi dari tingkat resiko likuiditas. Model dalam penelitian ini merupakan hasil penggabungan dari kerangka teoritis beberapa pakar perbankan yang melihat pengaruh ataupun hubungan dari variabel-variabel yang diuji dalam penelitian ini, yaitu: Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Perfoeming Financing (NPF) dan Inflasi terhadap Financing To Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) . Penelitian ini merupakan penelitian analisis pengaruh, karena tujuan penelitian ini adalah meneliti hubungan pengaruh antara dua variabel, yaitu variabel independen (Non Performing Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Inflasi), sedangkan variabel dependen (Financing To Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah). Data Operasional digunakan pada penelitian ini menggunakan data runut waktu (time series). Semua data dalam bulanan pada Periode Januari 2010 – Desember 2013 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia serta dari sumber-sumber lainnya yang terkait. B. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data Data yang digunakan ialah data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan secara tidak langsung dari sumbernya. Data sekunder 42
biasanya telah dikumpulan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Sugiyono,1999). Data yang digunakan yakni data Bank Indonesia, dan diperoleh dari publikasi laporan bulanan yakni Statistik Perbankan Syariah dan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, yang dirilis oleh Bank Indonesia setiap tahunnya. Statistik Perbankan Syariah ini memuat laporan keuangan beserta data rasio keuangan bank syariah secara utuh maupun data tiap kategori dari bank syariah itu sendiri. Dari data tersebut diambil khususnya data Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) secara keseluruhan untuk periode 2010 hingga 2013, yakni dari bulan Januari 2010 hingga Desember 2013. 2. Sumber Data Data yamg digunakan dalam penelitian ini bersumber pada Statistik Perbankan Syariah Indonesia yang dicantumkan pada situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id).
C. Operasional Variabel Penelitian Operasional variabel penelitian merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel. Spesifiakasi tersebut menunjukkan pada dimensidimensi dan indikator-indikator dari variabel penelitian yang diperoleh melalui pengamatan dan penelitian terdahulu. 1. Variabel Terikat (Dependent Variable) Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas suatu bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang
43
diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Namun pembiayaan yang tinggi juga dapat menjadi sebuah permasalahan tersendiri karena menurut Siamat (2005:360), salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah adalah kebijakan perkreditan yang ekspansif. Sedangkan, para praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar 85%-100%. Namun oleh Bank Indonesia, suatu bank masih dianggap sehat jika Loan to Deposit Ratio (LDR) nya masih dibawah 110% (Suryani, 2011). Pemilihan variabel FDR menjadi penting karena semakin tinggi FDR menunjukan semakin riskan kondisi likuiditas bank. Sebaliknya, semakin rendah LDR/FDR menunjukan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2001). Penelitian ini menguji tentang fungsi intermediasi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Fungsi intermediasi tersebut diproksikan dalam variabel FDR. Adapun cara menghitung dari FDR yaitu (Faisol, 2007):
𝐹𝐷𝑅 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑥100 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑃𝐾 + 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑡𝑖
Dalam penelitian ini digunakan data first difference yang sehingga penjelasan dari variabel FDR ini akan berubah menjadi laju perubahan FDR yang berarti kenaikan atau penurunan FDR dari periode ke periode dan dari tahun ke tahun yang terus berjalan sesuai urutan waktu yang bersifat objektif atau fakta. 44
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai proksi dari tingkat resiko likuiditas, diperoleh dari Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan dari tahun 2010-2013 dalam persen. 2. Variabel Bebas (Independent Variable) a. Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana Pihak Ketiga adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, serifikat depposito, tabungan atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Dengan dana yang berhasil dihimpun oleh bank, maka bank tersebut dapat menyalurkan kredit lebih banyak. Sehingga dapat dijelaskan bahwa semakin besar DPK maka semakin besar pula pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat. Pemilihan variabel DPK karena dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank). Pada penelitian Makiyan (2001), menyatakan bahwa jika semakin besar sumber dana yang dihimpun bank akan semakin besar pembiayaan yang akan disalurkan oleh bank tersebut. Penelitian yang menyatakan bahwa Dana Pihak Ketiga berpengaruh positif dan signifikan juga dibuktikan oleh penelitian dari Asy’ari (2004), Roesmara dan Dumairy (2006), dan Adnan dan Pratin (2005). Terdapat penjelasan yang berbeda dari variabel DPK karena dalam penelitian ini digunakan data first difference maka penjelasan variabel 45
DPK berubah menjadi laju perubahan DPK yang berarti kenaikan atau penurunan DPK dari periode ke periode dan dari tahun ke tahun yang terus berjalan sesuai urutan waktu yang bersifat objektif atau fakta. Data
ooperasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan dari tahun 2010-2013 dalam jutaan rupiah. b. Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) termasuk salah satu indikator dalam menilai kinerja suatu bank. Selain itu juga Non Performing Financing merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukan kerugian akibat resiko pembiayaan. Menurut Dendawijaya (2005:82) NPF adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Alasan pemilihan variabel NPF ini karena pada perbankan syariah apabila terjadi Non Performing Financing (NPF) maka akan berakibat terguncangnya kinerja pada perbankan itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Moch. Soedarto yang menyimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5% jumlah kredit non lancar berpengaruh negatif signifikan terhadap besar kecilnya pemberian kredit. Oleh karena itu semakin besar kredit non lancar maka jumlah kredit yang dapat disalurkan oleh Bank Syariah semakin kecil, begitu sebaliknya (Soedarto,2004:64). Dalam kegiatan sehari-hari, pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk dalam 46
kriteria
pembiayaan
kurang
lancar,
pembiayaan
diragukan,
dan
pembiayaan macet. Adapun cara menghitung dari NPF (Non Performing Financing) yaitu sebagai berikut:
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑁𝑃𝐹 = Tingkat
Non
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑥 100 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
Performing
Financing
(NPF)
yang
tinggi
mengharuskan bank membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar. Hal
ini
akan membuat
bank menurunkan
jumlah kredit
yang
disalurkannya, karena bank tidak akan mengambil resiko yang terlalu besar apabila terjadi gagal bayar. Dengan digunakannya data first difference dalam penelitian ini maka penjelasan variabel NPF akan berubah menjadi laju perubahan NPF yang berarti kenaikan atau penurunan NPF dari periode ke periode dan dari tahun ke tahun yang terus berjalan sesuai urutan waktu yang bersifat objektif atau fakta. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan dari tahun 2010-2013 dalam persen. c. Inflasi Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan secara terus menerus dalam jangka waktu yang relatif panjang. Inflasi melemahkan semangat untuk menabung. Penulis memilih variabel inflasi karena dunia perbankan memiliki hubungan yang sangat erat dengan 47
kondisi perekonomian, karena kondisi perekonomian dapat mempengaruhi aktifitas perbankan, salah satu indikator perekonomian adalah inflasi. Menurut Dornbus dan Fischer (dalam Kusuma, 2011:2), kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh bank Indonesia dengan cara menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga untuk mengurangi atau menambah laju inflasi akan sangat mempengaruhi peran intermediasi di dunia perbankan. Meningkatnya inflasi maka nilai mata uang akan menurun, dan hal tersebut menyebabkan masyarakat juga merasa tidak diuntungkan dengan menyimpan uang di bank. Dengan harapan bunga atau nisbah tinggi, sehingga dana yang dihimpun bank akan menjadi lebih kecil. Karena data dalam penelitian ini menggunakan data first difference maka definisi variabel inflasi akan berbeda yaitu menjadi laju perubahan inflasi yang berarti kenaikan atau penurunan inflasi dari periode ke periode dan dari tahun ke tahun yang terus berjalan sesuai urutan waktu yang bersifat objektif atau fakta. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan dari tahun 2010-2013 dalam persen. D. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif, yaitu dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dalam penelitian ini menggunakan jenis kuantitatif dengan format deduktif yang dimulai dari keadaan umum menuju ke hal-hal yang khusus. Pemilihan alat analisis dalam 48
penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS) yaitu suatu metode ekonometrik dimana terdapat variabel independen sebagai variabel penjelas dan variabel dependen sebagai variabel yang dijelaskan dalam suatu persamaan linier. Dalam OLS hanya terdapat satu variabel dependen, sedangkan untuk variabel independen jumlahnya bisa lebih dari satu. OLS merupakan metode regresi yang meminimalkan jumlah kesalahan (error). Karena model regresi yang baik adalah model regresi yang dapat menghasilkan error terkecil. Semakin kecil error yang dihasilkan, maka semakin baik model regresi tersebut. Menurut Nachrowi (2006:9), Ordinary Least Square (OLS) ini digunakan untuk mencapai penyimpangan atau error yang minimum dengan menggunakan regresi berganda (Multiple Regression) yaitu digunakan lebih dari sebuah variabel bebas. Nilai error terkecil menunjukkan nilai estimasi yang dihasilkan dari suatu analisis regresi akan mendekati nilai aktualnya. Error di sini maksudnya adalah selisih antara nilai duga (predicted value) dengan nilai pengamatan yang sebenarnya. Menurut Ajija (2011:23) Ordinary Least Square merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi sampel. Sedangkan menurut Winarno (2009:4.1), OLS bertujuan untuk mengetahui hubungan antara suatu variabel dependen dan variabel independen, apabila terdapat beberapa variabel independen. Untuk analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer yaitu program Excel 2007 dan Eviews 6. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data log natural (In) pada data variabel Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) karena untuk penyertaan data dari 49
variabel tersebut satuan datanya berbeda dan juga sebagai memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain (Nachrowi, 2006:67). Tujuan utama dari transformasi data ini adalah untuk mengubah skala pengukuran data asli menjadi bentuk lain sehingga data dapat memenuhi asumsiasumsi yang mendasari analisis ragam. Selain itu data yang digunakan adalah data dalam bentuk first difference agar data stasioner, karena kestasioneran data sangat diperlukan pada metode data time series. Peramalan dapat dilakukan apabila kondisi data sudah stasioner. Hubungan variabel Fnancing to Deposit Ratio (FDR) dengan variabel Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), Inflasi diformulasikan sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3) Sedangkan model Ordinary Least Square (OLS) ditulis: Y
= β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e .................................................................(3.1)
Sehingga model yang terbentuk dalam penelitian ini menjadi: D(LnFDR) = β0 + β1 D(LnDPK) + β2 D(NPF) + β3 D(INF) + e ..... (3.2) Keterangan: D(LnFDR) = Perubahan Log Natural Financing to Deposit Ratio β0
= Constanta
β1, β2, β3
= Koefisien regresi dari masing-masing variabel yang mempengaruhi FDR
D(LnDPK)= Perubahan Log Natural Dana Pihak Ketiga periode t 50
D(NPF)
= Perubahan Non Performing Financing periode t
D(INF)
= Perubahan Inflasi periode t
e
= eror term (Variabel di luar model tetapi tidak ikut berpengaruh terhadap varibael terikat)
1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linear Unbiasea Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu diperlukan pendektesian lebih lanjut diantaranya: a. Uji Normalitas Uji Normalitas adalah uji untuk mengukur apakah data kita memiliki distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik inferensial). Menurut Sugiyono (2011:241) Uji Normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak, data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian yaitu data yang memiliki distribusi normal yang pada langkah selanjutnya tidak menyimpang dari kebenaran dan dapat dipertanggung jawabkan (Sudjana, 1996:291). Pengamatan data yang normal akan memberikan nilai ekstrim rendah dan ekstrim tinggi yang sedikit dan kebanyakan mengumpul di tengah.
51
Salah satu asumsi dalam analisis statistik adalah data berdistribusi normal. Dalam analisis multivariate, para peneliti menggunakan pedoman jika tiap variabel terdiri dari 30 data, maka data sudah berdistribusi normal. Apabila melibatkan 3 variabel, maka diperlukan 3 x 30 = 90. Meskipun demikian, untuk menguji dengan lebih akurat, diperlukan alat analisis dan EViews menggunakan 2 (dua) cara, yaitu dengan Histogram dan Uji Jarque-Bera. Uji Jarque-Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila datanya bersifat normal. Rumus yang digunakan adalah: (Winarno, 2009:5.37) 𝐽𝑎𝑟𝑞𝑢𝑒 − 𝐵𝑒𝑟𝑎 =
𝑁−𝑘 6
(𝑆 2 +
(K − 3)2 4
)
Dimana: N = ukuran sampel S = Skewness/Kemencengan K = Kurtosis/Peruncingan K = banyaknya koefisien yang digunakan di dalam persamaan Berikut hipotesis langkah-langkah pengujian normalitas: Hipotesis : Ho : Model normal Ha : Model tidak normal Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → signifikan, Ho diterima Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → tidak signifikan, Ho ditolak.
52
Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula. Dengan kondisi ini maka data tersebut dapat dijadikan sampel yang baik dan dapat mewakili populasi. Dengan H0 pada data distribusi normal, uji jarque-bera didistribusikan dengan X2 dengan derajat bebas (degree of freedom) sebesar 2. Probability menunjukkan kemungkinan nilai Jarque-Bera melebihi nilai terobservasi di bawah hipotesis nol. (Winarno, 2009:5.37). b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dalam
model
regresi.
Sedangkan
menurut
Gujarati
(2006:
62)
multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan (independen) dari model regresi. Istilah multikolinearitas pertama kali ditemukan oleh Ragnar Frisch yang berarti adanya hubungan linier yang “sempurna” atau pasti di antara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi berganda. Terjadinya
multikolinearitas
biasanya
merupakan
akibat
dari
kecenderungan variabel ekonomi yang bergerak secara bersama-sama sepanjang waktu. Dalam penelitian ini penulis akan melihat multikolinearitas dengan menguji koefisien korelasi (r) berpasangan yang tinggi di antara variabelvariabel penjelas. Sebagai aturan main yang kasar (rule of thumb), jika 53
koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,8 ada kemungkinan terjadinya kolinearitas yang serius dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi
relatif
rendah
maka
diduga
model
tidak
mengandung
multikolinieritas (Gujarati, 2006: 62). Uji koefisien korelasinya yang mengandung unsur kolinearitas, misalnya variabel X1 dan X2. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut : Bila r < 0,8 (model tidak terdapat multikolinearitas) Bila r > 0,8 (model terdapat multikolinearitas) Jika terjadi multikolinearitas pada model maka akan menyebabkan koefisien regresi yang tinggi namun dengan sejumlah variabel yang tidak signifikan. Sebaliknya jika tidak terdapat multikolinearitas maka koefisien regresi yang tinggi akan diikuti oleh sejumlah variabel yang signifikan (Rosadi, 2012:80). Rumus korelasi, (Purwanto, 2002:193):
𝑟𝑥𝑦 =
𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑𝑋)(∑𝑌) √{𝑁∑𝑋 2 −(∑𝑋)2 }{𝑁∑𝑌 2 −(∑𝑌)2 }
Keterangan: rxy
= Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
N
= Jumlah responden
∑XY = Jumlah perkalian antara X dan Y ∑X
= Jumlah nilai X
∑Y
= Jumlah nilai Y
∑X 2
= Jumlah kuadrat dari X
54
∑Y 2
= Jumlah kuadrat dari Y
Sedangkan menurut Gujarati (2006:66) konsekuensi adanya multikolinieritas adalah: 1. Varians besar dan kesalahan standar estimator OLS. 2. Interval keyakinan yang lebih besar. 3. Rasio t tidak signifikan. 4. Nilai R2 yang tinggi tapi sedikit rasio t signifikan. 5. Estimator OLS dan kesalahan standarnya menjadi sangnat sensitif terhadap perubahan kecil dalam data; yakni, cenderung tak stabil. c. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas adalah uji yang digunakan karena terjadinya gangguan (error) yang muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (tapi masih tetap tidak bias dan konsisten). Menurut Ghozali (2005:105) uji heteroskedastisitas bertujuan
untuk
menguji
apakah
dalam
model
regresi
terjadi
ketidaksamaan variance residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedatisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi Heteroskedastisitas (Gujarati, 2007:82). Heterokedastisitas terjadi apabila varian Ut tidak konstan atau berubah-ubah seiring dengan berubahnya variabel. Akibat terjadinya 55
heteroskedastisitas maka setiap terjadi perubahan pada variabel terikat mengakibatkan errornya (residual) juga berubah sejalan atau kenaikan atau penurunannya. Dengan kata lain konskuensinya apabila variabel terikat bertambah maka kesalahan juga akan bertambah (Gujarati, 1988:401). Dalam penelitian ini digunakan metode White untuk mendeteksi heteroskedastisitas. Uji White dilakukan dengan meregresikan residual kuadrat sebagai variabel dependen ditambah dengan kuadrat variabel independen. Regresi awal : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 Regresi White : ei² = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β1X12 + β2X22 + β3X32 Langkah-langkah pengujian heteroskedastisitas sebagai berikut Hipotesis : Ho : Model tidak terdapat heteroskedastisitas. Ha : Model terdapat heteroskedastisitas. Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima. Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak. Jika model bebas dari heteroskedastisitas maka model tidak berubah untuk setiap amatan atau tidak dipengaruhi oleh waktu, karena varian atau keragaman error pada model tetap atau konstan. Sebaliknya, jika terjadi heteroskedastisitas model dapat berubah-ubah karena varian atau keragaman error pada model tidak tetap atau tidak konstan.
56
Sedangkan menurut Gujarati (2006:87) konsekuensi adanya heteroskedastisitas adalah: 1. Estimator OLS masih linear. 2. Masih tak bias. 3. Tapi tidak lagi memiliki varians; artinya, tidak lagi efisien. Ini berlaku juga dalm sampel yang besar. 4. Rumus-rumus biasa untuk menaksir varians estimator OLS umumnya bias. d. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi adalah untuk mengetahui adanya korelasi antara variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam model sampel kecil maupun dalam sampel besar. Autokorelasi bisa didefinisikan sebagai korelasi di antara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti deret berkala) atau ruang (seperti data lintas-sektoral) (Gujarati 2006:112). Untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Square dengan α = 0.05 (Gujarati 2006:112). Selain itu cara untuk mendeteksi autokorelasi dengan menggunakan statistik d dari Durbin-Watson. Statistik d dari Durbin-Watson memiliki rumus sebagai berikut:
d=
2 ∑𝑡−𝑁 𝑡−2 (𝑒𝑡 −𝑒𝑡−1 ) 2 ∑𝑡−𝑁 𝑡−1 𝑒𝑡
57
Keterangan: et
= residual tahun t
et-1
= residual satu tahun sebelumnya
N
= jumlah observasi
Langkah-langkah pengujian autokorelasi sebagai berikut : Hipotesis : Ho : Model tidak terdapat Autokorelasi Ha : Model Terdapat Autokorelasi. Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima. Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model tersebut tidak terdapat autokorelasi. Apabila probabilitas Obs*R2 lebih kecil dari 0.05 maka model tersebut terdapat autokorelasi. Selain itu, ada salah satu cara lagi yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin Watson (D-W). Berikut table 3.1 yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya autokorelasi dengan uji Durbin-Watson. (Gujarati , 2006:119) : Tabel 3.1 Uji Durbin-Watson (DW) Tolak Ho, berarti ada autokorelasi positif 0
Daerah Terima Ho, Daerah Tolak Ho, meragukan tidak ada meragukan berarti ada Autokorelasi autokorelasi negatif dl
du
2
4-du
4-dl
4
Menurut Gujarati (2006:115) konsekuensi adanya autokorelasi adalah: 58
1. Estimator kuadrat kecil masih linear dan tak bias. 2. Tapi estimator tersebut tidak efisien; artinya, tidak memiliki varians minimum
bila
dibandingkan
dengan
prosedur
yang
mempertimbangkan autokorelasi. 2. Uji Statistik Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabelvariabel yang akan diteliti. Pengolahan data menggunakan Excel 2007 dan Eviews 6. Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi uji-t dan uji-F. a. Uji Parsial (Uji-t) Uji t digunakan untuk menguji apakah setiap variabel bebas (Independen) secara masing-masing parsial atau individu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (dependent) pada tingkat signifikansi 0.05 (5%) dengan menganggap variabel bebas bernilai konstan. Langkah-langkah yang harus dilakukan dengan uji-t yaitu dengan pengujian, yaitu : (Nachrowi, 2006:17) Rumus uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh dari tiaptiap variabel independen terhadap variabel dependen (secara parsial) sebagai berikut (Sanusi, 2003): t
=
𝑏 𝑆𝑒𝑏
Keterangan : b
= koefisein regresi 59
Seb
= standar error b
Hipotesis : Ho : βi = 0 artinya masing-masing variabel bebas tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel terikat. H1 : βi ≠ 0 artinya masing-masing variabel bebas ada pengaruh yang signifikan dari variabel terikat. Bila probabilitas > α 5% → variabel bebas tidak signifikan atau tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Ho terima, Ha tolak). Bila probabilitas < α 5% → variabel bebas signifikan atau mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Ho tolak, Ha terima). b. Uji Fisher (Uji-F) Uji Fisher (Uji-F) digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikansi 0.05 (5%). Pengujian semua koefisien regresi secara bersama-sama dilakukan dengan uji-F dengan pengujian, yaitu (Nachrowi, 2006:16) Rumus yang digunakan dalam uji F yaitu uji untuk melihat pengaruh secara simultan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut (Sanusi, 2003):
F
𝑅 2⁄ 𝑘 = 2 (1−𝑅 (𝑛−𝑘−1)
Keterangan : R2
= koefisen regresi
n
= jumlah sampel 60
k
= jumlah variabel independen
Hipotesis : Ho : βi = 0 artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. H1 : βi ≠ 0 artinya secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Bila probabilitas > α 5% → variabel bebas tidak signifikan atau tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Bila probabilitas < α 5% → variabel bebas signifikan atau mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. 3. Uji Koefisien Determinasi (R2) Menurut Ajija (2011:34) Uji koefisien determinasi koefisien R2 atau (R2 adjusted). Koefisien determinasi ini menunjukkan kemampuan garis regresi menerangkan variasi variabel terikat Y yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas X. Nilai koefisien R2 atau (R2 adjusted) berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 1, semakin baik. Besarnya koefisien determinasi dapat diperoleh dengan menggunakan rumus : R2 =
𝑎 ∑ 𝑌+𝑏∑𝑋𝑌−𝑛𝑌̂ 2 ∑ 𝑌 2 −𝑛𝑌̂ 2
Keterangan : R2 = koefisien determinasi
61
Y = variabel terikat X = variabel bebas Y2 = rata-rata hitung dari nilai Y n
= jumlah data
62
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara total pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank terhadap jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993, dana yang dihimpun bank dalam penerapan rasio tersebut adalah dana masyarakat/dana pihak ketiga, kredit likuiditas Bank Indonesia atau KLBI (jika ada), dan modal inti bank (Dendawijaya, 2009:59). Tingkat FDR ini menggambarkan kebijakan bank syariah dan BPRS dalam menyalurkan dana yang dikelola dalam bentuk pembiayaan. Semakin tinggi rasio ini maka menunjukan bahwa bank syariah semakin ekspansif dalam kebijakan pembiayaannya. Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah periode 2010 – 2013 yang telah diolah menjadi data kuartalan dapat dilihat pada gambar berikut:
63
Gambar 4.1 Perkembangan Financing to Deposit Ratio (FDR) BPRS Periode 20102013 Financing to Deposit Ratio (FDR) 140.00 135.00
Persen
130.00 125.00
FDR
120.00 115.00 110.00 2010
2011
2012
2013
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI (diolah) Dapat dilihat gamabr tabel 4.1, pergerakan tingkat FDR yang fluktuatif pada periode 2010-2013 dengan presentase terendah sebesar 119,67% dan tertinggi sebesar 136,20%. Peningkatan FDR tertinggi terjadi pada kuartal 2 tahun 2013 yaitu naik sebesar 9,96%. Pergerakan FDR yang fluktuatif tersebut dikarenakan kodisi perekonomian sepanjang periode penelitian yang fluktuatif juga dan pada tahun 2013 kuartal 4 terjadi krisis mata uang yang menyababkan tingkat FDR menurun. Dengan adanya krisis mata uang tersebut, maka usaha-usaha juga akan menurun terutama usaha yang berhubungan dengan ekspor dan import sehinggga kepercayaan bank untuk menyalurkan dana di sektor riil akan menurun. Tingginya FDR pada BPRS ini yang melebihi batas toleransinya pada kisaran 85%-100% yang merujuk pada peraturan BI yaitu selalu di atas 110% menunjukkan bahwa BPRS berada pada kebijakan yang ekspansif. Semakin tinggi FDR maka semakin tinggi pembiayaannya daripada dana yang 64
dihimpun. Hal ini menjadi sangat riskan karena apabila terjadi kegagalan usaha pada debitur khususnya pada pembiayaan bagi hasil yang cicilannya tidak tetap, akan berdampak pada terjadinya kredit macet. Namun kebanyakan bank syariah termasuk BPRS, lebih banyak mengalokasikan dananya pada pembiayaan jangka pendek (jual beli: murabahah) untuk menghidari risiko kredit pada pembiayaan jangka panjang yang pada prakteknya hampir sama dengan bank konvensional, dimana pada pembiayaan jenis ini cicilannya tetap dan lebih cepat kembali. Berdasarkan data penelitian pada tahun 2010 – 2013, alokasi pembiayaan dengan akad jual beli paling mendominasi dari seluruh jenis pembiayaan pada BPRS sebesar 79,92% dibandingkan pembiayaan bagi hasil yang hanya sebesar 12,29%. Sehingga dapat disimpulkan dari data pada tabel 4.2 tingginya FDR pada BPRS didominasi oleh pembiayaan jangka pendek (jual beli). 2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana Pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat, baik perseorangan
maupun
badan
usaha,
yang
diperoleh
bank
dengan
menggunakan berbagai instrument produk simpanan yang dimiliki oleh bank. Pada sebagian bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki, hal ini seuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat. Dan peningkatan dana pihak ketiga yang dihimpun bank dari masyarakat biasanya akan diikuti pula peningkatan jumlah total pembiayaan yang diberikan kepada masyaarakat. Perkembangan jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank pembiayaan rakyat syariah pada periode januari 65
2010 sampai dengan desember 2013 yang telah diolah menjadi data kuartalandapat kita lihat dan amati pada gambar grafik berikut ini : Gambar 4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) BPRS Periode 2010-2013 Dana Pihak Ketiga (DPK) 4,000,000 3,500,000
Juta Rupiah
3,000,000 2,500,000 2,000,000
DPK
1,500,000 1,000,000 500,000 0 2010
2011
2012
2013
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI (diolah) Dana Pihak Ketiga adalah komponen dana yang paling penting, besarnya keuntungan (profit) yang akan dihasilkan sangat bergantung pada seberapa besar kemampuan bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkan pembiayaan atau melakukan investasi yang dapat meningkatkan value dan asset. Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa jumlah dana pihak ketiga pada bulan Januari 2010 – Desember 2013 terus mengalami peningkatan. Jumlah Dana Pihak Ketiga tertinggi berada pada bulan Desember 2013 sebesar 3,67 triliun rupiah dan terendah pada bulan Januari 2010 yaitu sebesar 1,28 triliun rupiah. 3. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) adalah jenis kredit yang bermasalah yang memiliki klasifikasi kurang lancar, diragukan, dan macet. Rasio NPF ini 66
menggambarkan tingkat kesehatan bank, oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan profesional agar tidak melampaui batas maksimal yang ditentukan Bank Indonesia sebesar 5%. Semakin tinggi rasio ini maka kondisi bank semakin memburuk karena dapat menyebabkan krisis likuiditas. Data untuk rasio Non Performing Financing (NPF) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah periode 2010 – 2013 yang telah diolah menjadi data kuartalan dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.3 Perkembangan Non Performing Financing (NPF) BPRS Periode 20102013
Persen
Non Performing Financing (NPF) 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
NPF
2010
2011
2012
2013
Sumber: Statistik Perbankan Syariah BI (diolah) Dari gambar 4.3 terlihat bahwa Non Performing Financing (NPF) sepanjang periode penelitian selalu berada di atas 5%. Rasio NPF yang selalu berada di atas 5% ini karena dalam menyalurkan dananya, BPRS terlalu percaya dan kurang selektif. NPF mulai mengalami trend penurunan sejak kuartal 2 tahun 2011 meskipun tidak terlihat signifikan, tapi penurunan ini menunjukkan kemajuan bagi BPRS. Pada tahun 2012 NPF stabil pada tingkat rata-rata 6,60% yang menjadi rata-rata terendah dari periode 2010-2013. 67
Peningkatan NPF kembali terjadi pada tahun 2013 dimana pada saat yang sama terjadi krisis mata uang rupiah yang membuat turunnya daya beli masyarakat. Hal yang sama juga dialami oleh pengusaha yang berutang, mereka akan kesulitan membayar cicilan karena meningkatnya biaya kebutuhan pokok dan operasional untuk kegiatan usahanya. 4. Perkembangan Inflasi Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 1987 : 32-34). Perkembangan Inflasi periode 2010 – 2013 dapat dilihat pada gambar berikut:
68
Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi Periode 2010 - 2013 Inflasi 9.00 8.00 7.00
Persen
6.00 5.00 Inflasi
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 2010
2011
2012
2013
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (diolah) Pergerakan tingkat inflasi pada tahun 2010 hingga tahun 2013 dapat dilihat bergerak sangat fluktuatif, dan mencapai tingkat tertinggi pada kuartal 3 tahun 2013. Hal ini terjadi karena adanya krisis mata uang yang yang melanda negara-negara emerging markets termasuk Indonesia. Melemahnya mata uang Rupiah terjadi karena keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar rupiah dengan mata uang negara lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas rupiah. B. Hasil Analisis Dan Pembahasan Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) mulai tahun 2010-2013. Penelitian mengenai Financing to Deposit Ratio(FDR) menggunakan data pada perbankan syariah di Indonesia sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel independen 69
terdiri dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF), dan inflasi. Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian diperoleh dari laporan bulanan Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yangdigunakan sebagai alat analisis regresi linier berganda adalah Ordinary Least Square (OLS). Model Ordinary Least Square (OLS) merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi sampel (Ajija, 2011:23). Pengolahan data dilakukan secara elektronik
dengan
menggunakan MicrosoftExcel 2007 dan Eviews 6 untuk mempercepat hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Pembahasan dilakukan dengan uji asumsi klasik, uji statistik dan uji determinasi. 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Menurut Wing Wahyu (2011:5.37-5.39) Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak pada variabel terikat dan variabel bebas. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji Normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunkan uji Jarque Berra dengan melihat nilai probability. Bila nilai Jarque-Bera tidak signifikan (lebih kecil dari 2) maka data tersebut terdistribusi normal. Kemudian, bila probabilitas lebih besar dari 0,05 (5%), maka data terdistribusi normal.
70
Gambar 4.5 Hasil Uji Normalitas Jarque Berra
14
Series: Residuals Sample 2010M02 2013M12 Observations 47
12 10 8 6 4 2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.48e-18 7.45e-05 0.036224 -0.032161 0.014845 -0.152508 2.968587
Jarque-Bera Probability
0.184127 0.912047
0 -0.02
0.00
0.02
0.04
Sumber: Lampiran 3 9
Series: Residuals 8
Berdasarkan
Gambar
4.5
Sample 2010M01bahwa 2013M12 data menggambarkan Observations 48
7
Meandari nilai -1.17e-15 6 dalampenelitian ini berdistribusi normal. Terlihat probability 5
sebesar 0,912047 yang lebih besar dari derajat 4 3
0,05 sehingga dapat disimpulkan terima Ho, 2
Median 0.001167 Maximum 0.075252 Minimum kesalahan -0.068581 α = 5% Std. Dev. 0.030402 Skewness 0.034447 Kurtosis 2.744711 sehingga dikatakan Jarque-Bera Probability
1 berdistribusi normal.
yaitu data
0.139838 0.932469
0 -0.06
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
Data yang mempunyai distribusi yang normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula, maksudnya adalah data tersebut menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan terpenuhinya asumsi normalitas ini maka uji validitas pengaruh variabel independen baik secara serempak (uji F) maupun sendiri-sendiri (uji t) dan estimasi nilai variabel dependen, berarti sangat valid untuk sampel kecil ataupun tertentu.
71
b. Uji Multikolinearitas Uji multikorelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih variabel independen dalam model regresi. Menurut Wing Wahyu (2011:5.1) Multikoliniearitas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen.
Deteksi
adanya
multikolinearitas
dilakukan
dengan
menggunakan uji korelasi parsial antar variabel independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinearitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dengan variabel dependen. Hasil pengujian multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinearitas D(LNDPK) D(LNDPK) 1.000000 D(NPF) -0.221496 D(INF) -0.174487 Sumber: Lampiran 4
D(NPF) -0.221496 1.000000 0.011384
D(INF) -0.174487 0.011384 1.000000
Dari tabel 4.1 hasil analisis uji multikolinearitas dengan correlation matrix di atas terlihat bahwa koefisien korelasi tidak ada yang berada di atas 0.8, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terdapat masalah multikolinearitas.
72
Dengan tidak adanya masalah multikolinearitas maka koefisien regresi pada model bernilai tinggi dan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat bersifat signifikan. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan Heterokedastisitas.
Model
regresi
Homoskedastisitas
atau
tidak
yang
baik
terjadi
adalah
yang
Heteroskedastisitas
(Nachrowi,2008:109). Untuk mendeteksi data memiliki masalah heteroskedastis atau tidak yaitu jika probabilitas OBS*R2 > 0,05 maka data tidak terdapat heteroskedastisitas. Begitu sebaliknya, jika probabilitas OBS*R2 < 0,05 maka data terdapat heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan aplikasi eviews 6 dengan menggunakan uji white, diperoleh hasil regresi sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.822782 7.837781 6.457419
Prob. F(9,37) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9)
0.5992 0.5506 0.6934
Sumber: lampiran 5 73
Dari tabel 4.2 di atas diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar 7,837781 dan probabilitas Chi-Square sebesar 0,5506 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas Chi-Square > dari α = 5% maka dalam hal ini Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut bersifat homokedastisitas setelah dilakukan uji White. Dengan lolosnya uji heteroskedastisitas maka dalam model regresi dapat dikatakan homokedastisitas yaitu varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pada periode waktu yang lain. Menurut Winarno (2011:5.26) autokorelasi adalah hubungan antar residual satu observasi dengan observasi lainnya. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multipllier (LM-Test). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Uji autokorelasi bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square. Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat singnifikansi 5% maka tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Square lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
74
Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.683436 3.566692
Prob. F(2,41) Prob. Chi-Square(2)
0.1983 0.1681
Sumber: Lampiran 6 Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar 3,566692 dan nilai probabilitas Chi-Square 0,1681 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0,05. Karena nilai probabilitas Chi-Square > α = 5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa data tidak terdapat masalah autokorelasi. 2. Uji Statistik Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi uji t, uji F, dan koefisien determinasi (R2). Menurut Ajija (2011:34) uji t merupakan pengujian terhadap koefisien dari variabel penduga atau variabel bebas. Koefisien penduga perlu berbeda dari nol secara signifikan atau p-value sangat kecil. Uji F atau uji model secara keseluruhan dilakukan untuk melihat apakah semua koefisien regresi berbeda dengan nol atau model diterima. Sementara itu uji koefisien determinasi R2 atau (R2 adjusted) menunjukan kemampuan seberapa besar menerangkan variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel bebas. Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dapat dilihat pada tabel berikut:
75
Tabel 4.4 Hasil Estimasi Metode Ordinary least Square (OLS) Dependent Variable: D(LNFDR) Method: Least Squares Date: 05/02/15 Time: 21:01 Sample (adjusted): 2010M02 2013M12 Included observations: 47 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNDPK) D(NPF) D(INF)
0.019657 -0.908030 -0.003476 0.001412
0.004128 0.152219 0.007364 0.004068
4.762173 -5.965273 -0.472093 0.347196
0.0000 0.0000 0.6392 0.7301
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.471799 0.434947 0.015354 0.010137 131.6902 12.80278 0.000004
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.000426 0.020426 -5.433624 -5.276164 -5.374371 1.474939
Sumber: Lampiran 7 Dari tabel 4.4 diatas, maka dapat disusun persamaa regresi linier berganda sebagai berikut: D(LNFDR) = 0,019657 – 0,908030 D(LNDPK) – 0,003476 D(NPF) + 0,001412 D(INF) Dimana : Y : LNFDR (Log Natural Financing to Deposit Ratio) X1 : LNDPK (Log Natural Dana Pihak Ketiga) X2 : NPF (Non Performing Financing) X3 : INF (Inflasi)
76
a. Interpretasi 1. Dari hasil olah data OLS, nilai konstanta sebesar 0,019657. artinya bahwa apabila variabel bebas (independen) dianggap konstan atau tidak mengalami perubahan maka akan menaikan atau menambah tingkat FDR sebesar 0,019657. Hal ini menunjukkan akan terjadi kenaikan tingkat FDR BPRS apabila variabel independen dianggap konstan. 2. Nilai koefisien regresi Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0,908030 persen yang berarti jika Dana Pihak Ketiga mengalami perubahan (positif) sebesar 1 persen maka akan menurunkan FDR sebesar 0,908030 persen. 3. Nilai koefisien regresi Non Performing Financing (NPF) sebesar 0,003476 persen yang berarti jika Non Performing Financing mengalami perubahan (positif) sebesar 1 persen maka akan menurunkan FDR sebesar 0,003476 persen. 4. Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0,001412 persen yang berarti jika Inflasi mengalami perubahan (positif) sebesar 1 persen maka akan meningkatkan FDR sebesar 0,001412 persen. b. Uji Parsial (Uji-t) Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu) variabel-variabel independen (D(LNDPK), D(NPF) dan D(INF) terhadap variabel dependen yaitu D(LNFDR). Salah satu cara untuk melakukan uji-t adalah dengan melihat nilai probabilitas pada tabel uji 77
statistik t. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikan α = 0.05 berarti variabel independen secara parsial (individu) mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Dari hasil tabel 4.4 bahwa didapatkan dari uji statistik t yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh t-statistik untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Berdasarkan pada tabel 4.4 diperoleh hasil t-hitung sebesar 5.965273 dengan tingkat signifikan 0,0000. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0,05 maka secara parsial perubahan DPK dapat mempengaruhi tingkat FDR secara negatif dan signifikan. 2. Pengaruh t-statistik untuk Non Performing Financing (NPF) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Berdasarkan pada tabel 4.4 diperoleh hasil t-hitung sebesar 0.472093 dengan tingkat signifikan 0,6392. Karena tingkat signifikan lebih besar dari 0,05 maka secara parsial perubahan NPF tidak dapat mempengaruhi tingkat FDR secara signifikan. 3. Pengaruh t-statistik untuk Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Berdasarkan pada tabel 4.4 diperoleh hasil t-hitung sebesar 0.347196 dengan tingkat signifikan 0,7301. Karena tingkat signifikan lebih besar dari 0,05 maka secara parsial perubahan inflasi tidak dapat mempengaruhi tingkat FDR secara signifikan. 78
c. Uji Fisher (Uji-F) Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen ( D(LNDPK), D(NPF) dan D(INF) ) secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen yaitu D(LNFDR). Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh hasil F-statistik sebesar 12,80278 dengan nilai probabilitas (F-stat) sebesar 0,000004. Karena probabilitas (F-stat) lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa perubahan DPK, NPF, dan Inflasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap FDR. d. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan lebih dari satu variabel independen. Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,434947. Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel dependen (FDR) secara bersama-sama mampu dijelaskan oleh variasi variabel independen (DPK, NPF, dan Inflasi) sebesar 43,5 persen. Sedangkan sisanya sebesar 56,5 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti.
79
C. Analisis Ekonomi 1. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Dari hasil estimasi OLS pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa perubahan-perubahan tingkat variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki hubungan yang negatif terhadap pergerakan tingkat Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan DPK maka akan menurunkan FDR. Begitu juga sebaliknya, jika terjadi penurunan tingkat DPK maka akan meningkatkan tingkat Finaning to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Novitasari (2014) dan Prihatiningsih (2012) yang menyatakan bahwa DPK berpengaruh negatif signifikan terhadap FDR. Secara teori, semakin besar DPK membuat rasio FDR menurun, hal itu terjadi karena likuiditas bank syariah meningkat setelah bertambahnya DPK. Pada hasil analisis secara parsial menunjukkan koefisien yang negatif sehingga sesuai dengan teori yaitu menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap FDR. Adanya hubungan yang negatif ini juga dapat mengindikasikan bahwa pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia pada periode penelitian cenderung lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaannya. Seperti yang telah dijelaskan bahwa pertumbuhan kredit
yang lebih tinggi
dibanding 80
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mendorong peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) maupun Finaning to Deposit Ratio (FDR). BPRS sebagai bank syariah yang lebih dominan dengan masyarakat menengah ke bawah, sudah seharusnya lebih meningkatkan alokasi DPK untuk berbagai pembiayaan sehingga tingkat FDR tidak melebihi batas yang telah ditentukan BI sebesar 85%-100%. Adapun jika melebihi batas tersebut maka kemampuan likuiditas bank dinilai kurang baik atau tidak sehat. 2. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Dari hasil estimasi OLS pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa perubahan-perubahan tingkat variabel Non Performing Financing (NPF) memiliki hubungan yang negatif terhadap pergerakan tingkat Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) namun tidak secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan NPF maka akan menurunkan FDR. Begitu juga sebaliknya, jika terjadi penurunan tingkat NPF maka akan meningkatkan tingkat FDR pada BPRS. Tidak signifikannya NPF terhadap FDR terjadi karena berdasarkan data, ada kecenderungan penurunan NPL terus terjadi karena industri perbankan bisa menekan angka kredit macet. Banyaknya kredit yang di salurkan oleh pihak bank yang selektif dengan menggunakan 5C semakin menurunkan resiko kredit macet, sehingga tidak akan menggangu likuiditas dari bank tersebut.
81
Hal yang sama juga disimpulkan oleh penelitian dari Hersugondo dan Tamtomo (2012) serta Prayudi (2011), dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa NPL berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap LDR. Hasil ini mendukung teori bahwa dimana dampak dari meningkatnya NPL maka akan menyebabkan hilangnya kesempatan memperoleh pendapatan (income) dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi laba dan mengurangi kemampuan untuk memberikan kredit (Dendawijaya, 2003:86). Banyaknya kredit bermasalah juga membuat bank tidak berani meningkatkan penyaluran kreditnya apalagi bila dana pihak ketiga tidak dapat dicapai secara optimal maka akan mengganggu likuiditas suatu bank, oleh karena itu kredit bermasalah (NPL dan NPF) berpengaruh negatif terhadap LDR dan FDR. Kredit macet merupakan bagian yang tak akan pernah lepas dari adanya pembiayaan. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan hubungan negatif antara NPF dan FDR maka akan berimplikasi pada kegiatan usaha yang dilakukan oleh nasabah bank syariah dalam hal ini BPRS. Para pengusaha di tuntut untuk terus meningkatkan produksinya sehingga akan mendapatkan keuntungan yang optimal yang juga harus dibawah pengawasan pihak bank. Dengan meningkatnya kegiatan usaha yang berarti pendapatan serta kemapuan nasabah untuk melunasi cicilan meningkat dan NPF menurun, maka bank akan semakin optimis terhadap dana yang disalurkan kepada nasabahnya tersebut dan berusaha menjaga fungsi intermediasinya agar tetap optimal.
82
Jika dilihat dari kondisi perekonomian sekarang ini, kredit macet sangat berpengaruh terhadap jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan. Seperti saat ini yang menjadi permasalahan di Indonesia yaitu presentase kredit macet yang tinggi menyebabkan pihak bank enggan menyalurkan kreditnya karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar. Jadi hubungan antara kredit macet dengan jumlah kredit yang disalurkan diduga negatif karena jika presentase kredit macet tinggi maka jumlah kredit yang disalurkan rendah. 3. Pengaruh Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Dari hasil estimasi OLS pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa perubahan-perubahan tingkat variabel inflasi memiliki hubungan yang positif terhadap pergerakan tingkat Financing to Deposit Ratio (FDR) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan inflasi maka akan meningkatkan FDR. Begitu juga sebaliknya, jika terjadi penurunan tingkat inflasi maka akan mnurunkan tingkat FDR pada BPRS. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian dari Sri Haryati (2009) dan Mongid (2008) yang menyimpulkan bahwa inflasi memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Perkembangan fungsi intermediasi BPRS pada periode penelitian memang menunjukkan tingkat yang cukup tinggi dengan rata-rata diatas 110 persen meskipun pada periode penelitian terjadi krisis yang menyebabkan peningkatan inflasi. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan fundamental 83
perbankan di Indonesia khususnya BPRS pada periode penelitian cukup kuat. Namun demikian, dalam menyalurkan pembiayaannya, BPRS harus tetap mempertimbangkan prediksi kondisi ekonomi makro di samping tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam menjalankan fungsi intermediasinya, sehingga tidak meningkatkan timbulnya kredit bermasalah yang dapat berakibat pada penurunan permodalan secara umum. Menurut Siamat (2005:278), sasaran manajemen bank salah satunya adalah pemenuhan likuiditas. Sumber utama kebutuhan likuiditas bank salah satunya untuk memenuhi permintaan kredit dari masyarakat. Oleh karena itu inflasi yang terjadi dalam penelitian ini tidak mempengaruhi kemampuan likuiditas bank (FDR).
84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Inflasi terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia (Periode Januari: 2010 – Desember: 2013)”, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara simultan laju Dana Pihak Ketiga (DPK), Non Performing Financing (NPF) dan Inflasi berpengaruh signifikan terhadap laju Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. 2. Secara Parsial a. Laju Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan negatif terhadap laju Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Nilai koefisien regresi Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar -0,908030 yang berarti setiap kenaikan laju Dana Pihak Ketiga sebesar 1 persen maka akan menurunkan laju Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 0,908030 persen. Hal ini dikarenakan bahwa pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) akan mendorong peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) maupun Finaning to Deposit Ratio (FDR). b. Laju Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap laju Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank 85
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Nilai koefisien regresi Non Performing Financing (NPF) sebesar -0,003476 yang berarti setiap kenaikan laju Non Performing Financing (NPF) sebesar 1 persen maka akan menurunkan laju Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 0,003476 persen. Hal ini karena banyaknya kredit bermasalah membuat bank tidak berani meningkatkan penyaluran kreditnya apalagi bila dana pihak ketiga tidak dapat dicapai secara optimal maka akan mengganggu likuiditas suatu bank, oleh karena itu kredit bermasalah (NPL dan NPF) berpengaruh negatif terhadap LDR dan FDR. c. Laju Inflasi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap laju Financing to Deposit Ratio (FDR) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0,001412 yang berarti setiap kenaikan laju Inflasi 1 persen maka akan menaikkan laju Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 0,001412 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan fundamental perbankan di Indonesia khususnya BPRS pada periode penelitian cukup kuat. Namun demikian, dalam menyalurkan pembiayaannya, BPRS harus tetap mempertimbangkan prediksi kondisi ekonomi makro di samping tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam menjalankan fungsi intermediasinya, sehingga tidak meningkatkan timbulnya kredit bermasalah yang dapat berakibat pada penurunan permodalan secara umum.
86
B. Saran Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini untuk pihak-pihak yang berkepentingan dimasa mendatang demi pencapaian manfaat yang optimal, dan pengembangan dari hasil penelitian berikut : 1. Bagi penelitian sebelumnya Diharapkan dapat meneliti dengan variabel-variabel lain diluar variabel ini agar memperoleh hasil yang lebih bervariatif yang dapat menggambarkan hal-hal apa saja yang dapat berpengaruh terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Pada penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menyesuaikan aturan umum bahwa pengambilan sampel dipersyaratkan adalah minimal 5 objek penelitian untuk tiap 5 variabel independen, serta mengamati dengan tahun amatan yang lebih panjang. 2. Bagi pihak perbankan Berdasarkan hasil uji t, Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh negatif terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Hubungan ini mengindikasikan pertumbuhan DPK lebih lambat darpiada pertumbuhan kreditnya. Hal ini perlu diperhatikan oleh pihak bank, karena pertumbuhan kredit yang terlalu tinggi dibandingkan DPKnya dapat membuat FDR/LDR meningkat signifikan. Dengan tingkat FDR yang tinggi dapat membuat risiko likuiditas yang cukup besar, sedangkan batas aman LDR/FDR adalah 85 persen hingga 110 persen. Berdasarkan hasil uji t, Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Menurut Dendawijaya (2003), NPL yang terlampau tinggi dapat mengurangi kemampuan sebuah 87
bank dalam meyalurkan kreditnya. Dunia perbankan tidak dapat dipisahkan dari yang namanya kredit macet, namun hal tersebut dapat diminimalisir. Bagi bank hendaknya lebih ketat dalam menjalankan prinsip 5Cnya sebelum memberikan kredit. Berdasarkan hasil uji t, inflasi berpengaruh positif terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR). Menurut Haryati (2009), meskipun kondisi perekonomian di Indonesia sedang terjadi krisis, penyaluran kredit akan tetap tinggi apabila kemampuan fundamental suatu bank cukup kuat. Namun harus diantisipasi adalah bank tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit pada saat perekonomian menurun akibat krisis, agar tidak berakibat pada pembiayaan bermasalah yang justru menyebabkan kerugian. 3. Bagi pemerintah Sekiranya pemerintah
ikut
serta dan lebih
mendukung lagi
perkembangan ekonomi syariah khususnya di dunia perbankan syariah di Indonesia. Pemerintah perlu menjaga kestabilan kondisi makro ekonomi khususnya inflasi untuk memberi dampak positif bagi para pelaku usaha terutama yang dibiayai oleh bank-bank syariah agar semakin meningkatkan produksinya. Dengan tingkat produksi yang tinggi, bank akan semakin optimis dalam
menyalurkan
dananya
bahkan
semakin
meningkatkan
fungsi
intermediasinya secara signifikan.
88
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul R, dkk. “Cara Cerdas menguasai Eviews”, Salemba Empat, Jakarta, 2011. Dahlan, Siamat. “Manajemen Lembaga keuangan”, Lembaga Penerbit FE Universitas Indonesia, Jakarta, 2008. Dendawijaya, Lukman. “Manajemen Perbankan”, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor, 2003. Gujarati, Damodar. “Dasar-Dasar Ekonometrika jilid 2”. Erlangga, Jakarta, 2006. Haryati, Sri. “Pertumbuhan Kredit Perbankan di Indonesia: Intermediasi dan Pengaruh Variabel Makroekonomi”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 13 No.2, 2008. Hasan, Zubairi. “Undang-Undang Perbankan Syariah”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009. Hasanudin, Mohamad dan Prihatiningsih. “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga Tingkat Suku Bunga kredit Non Performing Loan (NPL) dan Tingkat Inflasi terhadap penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa Tengah”, Fakultas Ekonomi Politeknik Negeri Semarang, Semarang, 2010. Hersugondo dan Tamtomo, Handy Setyo. “Pengaruh CAR, NPL, DPK dan ROA Terhadap LDR Perbankan Indonesia”, Jurnal Dharma Ekonomi, 2012. Karim, Adiwarman Azwar. “Ekonomi Makro Islami”. Edisi Kedua, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011. Karim, Adiwarman Azwar. “Ekonomi Makro Islami”. Edisi Kedua, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011. Karim, Adiwarman. “Ekonomi Mikro Islam”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. Meydianawathi, Luh Gede. “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006)”. Buletin Studi Ekonomi Edisi: Volume 12 No.2, 2007.
89
Mongid, Abdul. “The Impact of monetary Policy on Bank Credit During Economic Crisis: Indonesia’s Experience, Jurnal Keuangan dan Perbankan, 2008. Murni, Asfia. “Ekonomika Makro”, PT. Refika Aditama, Jakarta, 2006. Mutaqqiena, Abida. “Analisis Pengaruh Pdb, Inflasi, Tingkat Bunga, Dan Nilai Tukar Terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Di Indonesia 20082012”, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2013. Nachrowi, D. “Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”. Cetakan Pertama, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2006. Nanga, Muana. “Makroekonomi : Teori, Masalah, dan Kebijakan”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001. Novitasari. “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Financing To Deposit Ratio (FDR) Sebagai Indikator Likuiditas Pada Perbankan Syariah Di Indonesia (Periode Triwulan I 2003 – IV 2013)”, Paper, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, 2014. Prayudi, Aditya. “Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, Return On Asset (ROA) dan Net Interest Margin (NIM) terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR)”, 2011. Prihatiningsih. “Dinamika Financing To Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah tahun 2006-2011, Jurnal Orbith Vol. 8 No.3, 2012. Ralph de Haas dan Iman Lelyveld. “Foreign Bank and Credit Stability in Central and Eastern Europe : Friends or Foes?”, 2003. Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. “Economics”, New York, McGraw Hill, 1995. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) 2010-2013. Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia 2010-2013. Sugiyono. “Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)”, Alfabeta, Bandung, 2011. Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi Kedua”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2011. 90
LAMPIRAN
2012
2011
2010
Lampiran 1: Data Penelitian Periode January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July
FDR 123.61 126.23 129.05 130.51 131.17 135.20 135.74 139.96 135.82 133.36 134.50 128.47 127.04 128.27 129.40 130.38 133.22 136.20 137.29 139.58 134.75 133.53 132.26 127.71 124.41 125.03 125.53 124.98 126.04 129.73 129.76
DPK 1,283,495,000,000 1,310,184,000,000 1,309,987,000,000 1,346,422,000,000 1,385,541,000,000 1,385,733,000,000 1,418,726,000,000 1,396,035,000,000 1,457,768,000,000 1,531,242,000,000 1,517,715,000,000 1,603,778,000,000 1,640,651,000,000 1,668,330,000,000 1,672,303,000,000 1,700,135,000,000 1,765,586,000,000 1,785,628,000,000 1,829,152,000,000 1,846,202,000,000 1,902,369,000,000 1,962,353,000,000 2,035,207,000,000 2,095,333,000,000 2,191,946,000,000 2,254,563,000,000 2,318,437,000,000 2,397,989,000,000 2,464,205,000,000 2,480,775,000,000 2,553,710,000,000
NPF 7.36 7.48 7.37 7.19 7.13 6.92 7.16 7.18 7.43 7.48 7.53 6.50 6.79 7.04 7.15 7.02 6.82 7.09 7.00 7.05 7.05 7.05 7.05 7.05 6.68 6.61 6.42 6.50 6.47 6.39 6.68
INF 3.72 3.81 3.43 3.91 4.16 5.05 6.22 6.44 5.80 5.67 6.33 6.96 7.02 6.84 6.65 6.16 5.98 5.54 4.61 4.79 4.61 4.42 4.15 3.79 3.65 3.56 3.97 4.50 4.45 4.53 4.56 91
2013
August 127.74 2,611,314,000,000 6.91 4.58 September 126.71 2,686,937,000,000 6.87 4.31 October 124.82 2,776,159,000,000 6.83 4.61 November 124.21 2,841,475,000,000 6.80 4.32 December 120.96 2,937,802,000,000 6.15 4.30 January 119.48 2,984,272,000,000 6.91 4.57 February 119.46 3,061,863,000,000 7.33 5.31 March 119.67 3,132,989,000,000 7.21 5.90 April 122.50 3,176,886,000,000 7.32 5.57 May 125.40 3,215,790,000,000 7.69 5.47 June 129.63 3,209,453,000,000 7.25 5.90 July 131.51 3,240,056,000,000 7.35 8.61 August 126.96 3,340,032,000,000 7.89 8.79 September 126.52 3,411,188,000,000 7.58 8.40 October 125.92 3,457,890,000,000 7.48 8.32 November 124.76 3,538,801,000,000 7.34 8.37 December 120.93 3,666,174,000,000 6.50 8.38 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia dan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI)
2011
2010
Lampiran 2: Data Penelitian (Ln) Periode January February March April May June July August September October November December January February
LNFDR
LNDPK
4.82
27.88
4.84
27.90
4.86
27.90
4.87
27.93
4.88
27.96
4.91
27.96
4.91
27.98
4.94
27.96
4.91
28.01
4.89
28.06
4.90
28.05
4.86
28.10
4.84
28.13
4.85
28.14
NPF 7.36 7.48 7.37 7.19 7.13 6.92 7.16 7.18 7.43 7.48 7.53 6.50 6.79 7.04
INF 3.72 3.81 3.43 3.91 4.16 5.05 6.22 6.44 5.80 5.67 6.33 6.96 7.02 6.84 92
2012 2013
March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December January February March April May June July August September October November December
4.86
28.15
4.87
28.16
4.89
28.20
4.91
28.21
4.92
28.23
4.94
28.24
4.90
28.27
4.89
28.31
4.88
28.34
4.85
28.37
4.82
28.42
4.83
28.44
4.83
28.47
4.83
28.51
4.84
28.53
4.87
28.54
4.87
28.57
4.85
28.59
4.84
28.62
4.83
28.65
4.82
28.68
4.80
28.71
4.78
28.72
4.78
28.75
4.78
28.77
4.81
28.79
4.83
28.80
4.86
28.80
4.88
28.81
4.84
28.84
4.84
28.86
4.84
28.87
4.83
28.89
4.80
28.93
7.15 7.02 6.82 7.09 7.00 7.05 7.05 7.05 7.05 7.05 6.68 6.61 6.42 6.50 6.47 6.39 6.68 6.91 6.87 6.83 6.80 6.15 6.91 7.33 7.21 7.32 7.69 7.25 7.35 7.89 7.58 7.48 7.34 6.50
6.65 6.16 5.98 5.54 4.61 4.79 4.61 4.42 4.15 3.79 3.65 3.56 3.97 4.50 4.45 4.53 4.56 4.58 4.31 4.61 4.32 4.30 4.57 5.31 5.90 5.57 5.47 5.90 8.61 8.79 8.40 8.32 8.37 8.38
93
Lampiran 3: Uji Normalitas 14
Series: Residuals Sample 2010M02 2013M12 Observations 47
12 10 8 6 4 2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.48e-18 7.45e-05 0.036224 -0.032161 0.014845 -0.152508 2.968587
Jarque-Bera Probability
0.184127 0.912047
0 -0.02
0.00
0.02
0.04
Lampiran 4: Uji Multikolinearitas
D(LNDPK) D(NPF) D(INF)
D(LNDPK) 1.000000 -0.221496 -0.174487
D(NPF) -0.221496 1.000000 0.011384
D(INF) -0.174487 0.011384 1.000000
94
Lampiran 5: Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.822782 7.837781 6.457419
Prob. F(9,37) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9)
0.5992 0.5506 0.6934
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/26/15 Time: 13:58 Sample: 2010M02 2013M12 Included observations: 47 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNDPK) (D(LNDPK))^2 (D(LNDPK))*(D(NPF)) (D(LNDPK))*(D(INF)) D(NPF) (D(NPF))^2 (D(NPF))*(D(INF)) D(INF) (D(INF))^2
0.000109 0.008628 -0.155386 -0.012376 -0.011204 0.000526 0.000322 0.000105 0.000256 -9.18E-05
9.43E-05 0.007477 0.166918 0.014153 0.008977 0.000393 0.000369 0.000436 0.000233 7.73E-05
1.158463 1.153927 -0.930907 -0.874445 -1.248086 1.338882 0.872646 0.241422 1.097933 -1.188790
0.2541 0.2559 0.3579 0.3875 0.2198 0.1888 0.3885 0.8106 0.2793 0.2421
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.166761 -0.035918 0.000311 3.59E-06 318.4407 0.822782 0.599233
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.000216 0.000306 -13.12514 -12.73149 -12.97700 2.368734
95
Lampiran 6: Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.683436 3.566692
Prob. F(2,41) Prob. Chi-Square(2)
0.1983 0.1681
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/18/15 Time: 14:34 Sample: 2010M02 2013M12 Included observations: 47 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNDPK) D(NPF) D(INF) RESID(-1) RESID(-2)
-0.002524 0.106743 -0.000735 -0.000280 0.264343 0.103454
0.004297 0.161179 0.007338 0.004014 0.169859 0.158857
-0.587434 0.662267 -0.100222 -0.069734 1.556249 0.651235
0.5601 0.5115 0.9207 0.9447 0.1273 0.5185
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.075887 -0.036810 0.015116 0.009368 133.5448 0.673374 0.645930
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-1.48E-18 0.014845 -5.427438 -5.191249 -5.338559 1.945879
96
Lampiran 7: Uji Ordinary Least Square Dependent Variable: D(LNFDR) Method: Least Squares Date: 05/18/15 Time: 14:33 Sample (adjusted): 2010M02 2013M12 Included observations: 47 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNDPK) D(NPF) D(INF)
0.019657 -0.908030 -0.003476 0.001412
0.004128 0.152219 0.007364 0.004068
4.762173 -5.965273 -0.472093 0.347196
0.0000 0.0000 0.6392 0.7301
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.471799 0.434947 0.015354 0.010137 131.6902 12.80278 0.000004
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.000426 0.020426 -5.433624 -5.276164 -5.374371 1.474939
97