PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBERIAN LISENSI KARYA CIPTA LAGU Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh KURNIALIF TRIONO NIM: 1111048000030
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M
ABSTRAK
Kurnialif Triono. NIM 1111048000030. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBERIAN LISENSI KARYA CIPTA LAGU. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta dikaitkan dengan legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam memberikan lisensi kepada pihak lain dan memungut royalti pada putusan MA No. 36 K/N/HaKI/2006. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dan UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sedangkan Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor MA No. 36 K/N/HaKI/2006. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa legalitas Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam memungut royalti atas karya cipta lagu didasarkan pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Selain itu legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia didasarkan pada pemberian kuasa oleh pencipta kepada Yayasan Karya Cipta Indonesia.
Kata Kunci
: Perlindungan Hukum, Pemegang Hak Cipta, Lisensi, Royalti, Lembaga Manajemen Kolektif.
Pembimbing
: Dr. H. Nahrowi, S.H., M.H. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.
3.
Dr. Nahrowi, SH, MH., dan Fahmi Muhammad Ahamdi, M.Si., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat, kritik dan saran untuk membangun penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Dedy Nursamsi, SH., M.Hum, sebagai dosen penasihat akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan.
5.
Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.
6.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas pengorbanan kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Edy Sunarko dan Ibunda Jumainah, yang telah memberikan segala dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1.
7.
Kakak Arwan Subakti, dan Irna Dwi Wahyuni yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi S1.
8.
Seluruh keluarga besar Bentong Residence (BR), Ilyas Aghnini, Andrio, Idham Katiasan, Rudi Hartono, Dadan Gustiana, Rifki Alpiandi, Febyo Hartanto, Syawal Ritonga, Lisanul Fikri, Nevo Amaba, Ian Nurdiansyah, Bara Muhammad, Muhammad Iqbal, Angga Ariyana terima kasih atas dukungan dan pengalaman yang telah diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
9.
Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011, khususnya Ilyas, Nevo, Dadan, Andrio, Syawal, Iqbal, Waldan dan lain-lain, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karuniaNya serta membalas kebaikan mereka. Amin. Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihakpihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta,
Juli 2015
Penulis
Kurnialif Triono
vi
DAFTAR ISI
PESETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ABSTRAK .......................................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................ DAFTAR ISI ....................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
i ii iii iv v vii ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................. B. Identifikasi Masalah ........................................................................ C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................... D. Tujuan dan Manfaat Penulisan ....................................................... E. Metode Penelitian ........................................................................... F. Sistematika Penulisan ......................................................................
1 5 6 7 8 12
BAB II PERLINDUNGAN HAK CIPTA DALAM HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA A. Perlindungan Hukum Hak Cipta 1. Pengertian Hak Cipta ....................................................................... 2. Subjek Hak Cipta ............................................................................. 3. Hak Ekonomi dan Hak Moral .......................................................... 4. Pendaftaran Hak Cipta ..................................................................... 5. Jangka Waktu Hak Cipta ................................................................. 6. Penggunaan Wajar (Fair-Dealing) .................................................. 7. Penyelesaian Sengketa ..................................................................... B. Lisensi 1. Pengertian Lisensi............................................................................ 2. Jenis-Jenis Lisensi Hak Cipta .......................................................... C. Yayasan Karya Cipta Indonesia 1. Sejarah Pendirian Yayasan Karya Cipta Indonesia(YKCI) ............. 2. Tujuan Berdirinya Yayasan Karya Cipta Indonesia(YKCI) ............ 3. Tugas atau Usaha Yayasan Karya Cipta Indonesia(YKCI)............. D. Tinjauan Kajian Terdahulu .................................................................
14 15 16 18 20 24 26 27 29 31 32 33 35
BAB III PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA ANTARA YKCI DAN CV PANGRANGO A. Posisi Kasus ....................................................................................... B. Putusan Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Putusan Nomor: 22/HAK CIPTA/2006/PN.NIAGA.JKT.PST ......... C. Putusan Hakim Mahkamah Agung vii
36 37
Putusan Nomor 036/K/N/HaKI/2006.................................................
44
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS KARYA CIPTA LAGU A. Pertimbangan Hukum Dalam Perkara Antara CV. Pangrango dan Yayasan Karya Cipta Indonesia. ................................................................................... 49 B. Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia ................................. 54 C. Perlindungan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam Undang-Undang Hak Cipta Untuk Melindungi Karya Cipta Lagu Di Indonesia ............................. 61 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................... B. Saran .....................................................................................................
66 67
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................................
69 71
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 3. Putusan Mahkamah Agung No.036 K/N/HaKI/2006
ix
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perlindungan hak cipta lagu khususnya terhadap ciptaan musik atau lagu menjadi masalah serius di Indonesia. Bahkan Indonesia pernah dikecam dunia Internasional, karena lemahnya perlindungan terhadap hak cipta musik atau lagu.1 Perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta digital merupakan masalah yang wajib mendapat perhatian dari negara. Pengaturan masalah hak cipta di Indonesia sebenarnya bukanlah masalah atau hal yang baru, karena Indonesia mengenal hak cipta pertama kali dalam Auteurswet 1912(Undang-Undang Hak Cipta 1912), yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang telah empat kali mengalami perubahan. Perubahan pertama terjadi pada tahun 1987 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang hak cipta. Selanjutnya perubahan kedua terjadi pada tahun 1997 melalui UndangUndang Nomor 12 tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1987 tentang hak cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 yang disahkan Presiden RI pada 7 Mei 1997. Pada tahun 2002 dibuatlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1
Hendar Tanu Atmaja, Hak Cipta Musik Atau Lagu, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2003),
h. 1.
1
2
2002 tentang Hak Cipta. Kemudian pada tahun 2014 diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sebagai langkah penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan yang memberi perlindungan hukum terhadap berbagai karya cipta/ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dengan cara penyesuaian dengan persetujuan (Agreement on Trade Related Aspect Of Intellectual property rights) TRIPs2. Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta secara tegas mengatur tentang pengertian pencipta, ciptaan yang dilindungi, serta hakhak yang melekat kepada pencipta atau yang berkaitan dengan ciptaannya (misalnya hak untuk memperbanyak suatu karya cipta, hak untuk mengumumkan karya cipta, kepada publik, hak untuk mengalihwujudkan dan lain-lain). Pengaturan ini membawa konsesi hak-hak yang boleh dinikmati dan dilaksanakan oleh pencipta atau pemegang hak cipta.3 Pada hak eksklusif dari pencipta atau pemegang hak cipta terdapat hak untuk memberikan izin atau lisensi atas karya ciptanya kepada para pengguna(users) untuk kepentingan komersial. Pemberian izin atau lisensi dari pencipta atau pemegang hak cipta (pemberi kuasa) kepada para
2 TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights) merupakan perjanjian internasional di bidang HKI terkait perdagangan. Perjanjian ini merupakan salah satu kesepakatan di bawah organisasi perdagangan dunia atau WTO (World Trade Organization) yang bertujuan menyeragamkan sistem HKI di seluruh negara anggota WTO. Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), h. 47 3
OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) h. 52
3
penggunanya biasanya disertai imbalan atau pembayaran kompensasi yang harus dibayar oleh pengguna komersial yang dinamakan royalti. Banyaknya para pengguna atas karya cipta lagu dan tersebarnya tempat pengguna lagu tersebut seperti karaoke, hotel, diskotik, restoran, dan lain-lain, menyebabkan pencipta atau pemegang hak cipta sulit untuk memantau sendiri penggunaan ciptaannya. Begitu luasnya penggunaan lagu oleh masyarakat berkaitan dengan menyiarkan, memperuntukan, atau memperdengarkan lagu tersebut, tidak mungkin pencipta lagu atau pemegang hak terkait sendiri melaksanakan pemberian lisensi, memungut royalti dan memperkarakan bilamana ada orang secara tidak sah atau tanpa izin melakukan penyiaran, mempertunjukan, atau mendengar lagu.4 Di sebuah negara yang wilayahnya sangat luas seperti Indonesia, penggunaan ciptaan yang tidak berdasarkan izin dari pencipta bisa terjadi di mana saja dan kapan saja tanpa dapat dimonitor oleh si pencipta. Belum lagi penggunaan ciptaan di negara lain, maka diperlukan suatu wadah yang dapat memantau penggunaan ciptaan untuk mencegah penggunaan karya cipta lagu. Oleh karena itu, perlunya wadah pengadministrasian kolektif hak cipta adalah untuk memudahkan masyarakat meminta izin jika hendak memakai karya cipta lagu dan memungut royalti atas penggunaan karya cipta lagu tersebut. Tanpa wadah seperti itu, untuk pemakaian ciptaan, masyarakat akan menghadapi kesulitan jika harus menemui para pencipta
4
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, (Bandung: Alumni. 2014), h. 198
4
untuk meminta izin atas penggunaan lagu tersebut dan memungut royalti, begitu juga sebaliknya. Pada Putusan MA Nomor 036 K/N/HaKI/2006 antara CV Pangrango QQ HP2 diwakili oleh Aminah Ridziq dengan kuasa hukumnya Ezrin Rosep sebagai pemohon kasasi dahulu Tergugat; melawan Yayasan Karya Cipta Indonesia(YKCI) diwakili oleh Dahuri dengan kuasa hukumnya Efran Hemi Juni sebagai termohon kasasi dahulu Penggugat. CV Pangrango adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penginapan(perhotelan) yang bernama Hotel Pangrango, dalam kegiatan usahanya tersebut telah mempergunakan karya cipta musik dan lagu dari dalam maupun luar
negeri dengan
cara
memutar, menyiarkan,
memperdengarkan karya cipta musik tersebut melalui alat/sarana pesawat televisi, tape recorder serta dalam bentuk live music, sehingga karya cipta tersebut dapat di dengar orang lain yaitu para konsumennya. Akibat dari perbuatan CV Pangrango dalam menjalankan kegiatan mengumumkan lagu/musik di lingkungan usaha tanpa izin dari pemegang hak cipta, YKCI mengalami kerugian materil maupun kerugian immateril. Menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi CV Pangrango tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tertanggal
20
Juli
2006
Nomor
:
22/
HAK
CIPTA/
2006/
PN.NIAGA,JKT.PST.. Atas dasar persona standi in judicio, YKCI tidak berwenang untuk menagih suatu royalti atas hak cipta, karena dalam
5
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 hanya menyebut tentang hak dari pencipta, antara lain memberi lisensi kepada pihak lain(pasal 45), yang artinya mereka inilah yang dapat menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar. Oleh karena itu, penulis mencoba menganalisis kasus yang berkaitan dengan lembaga manajemen kolektif di Indonesia, yaitu kasus antara Yayasan Karya Cipta Indonesia dengan CV. Pangranggo. Kasus ini menimbulkan ketidakpastian hukum dikarenakan belum adanya aturan perundang-undangan yang mengatur tentang peran dan kewenangan lembaga manajemen kolektif dalam memungut royalti atas karya cipta lagu yang bersifat komersial. Selain itu, penggunaan karya cipta lagu dalam kegiatan usaha yang dilakukan oleh CV. Pangrango ini tidak memiliki izin lisensi dari pemegang hak cipta yakni Yayasan Karya Cipta Indonesia. Untuk menjawab persoalan-persoalan yang diuraikan di atas, maka dibutuhkannya suatu perangkat hukum yang dapat menjembatani antara pencipta dan para pengguna karyanya untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan yaitu dengan cara pemberian lisensi dari pemegang hak cipta kepada penggunanya.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan terkait lembaga manajemen kolektif, yaitu: a. Apakah tujuan didirikannya Lembaga Manajemen Kolektif?
6
b. Apa yang menjadi kendala Lembaga Manajemen Kolektif dalam melakukan pemungutan royalti dari para pengguna(users) komersial? c. Bagaimana legal standing Lembaga Manajemen Kolektif dalam hal mengajukan gugatan terhadap hak memberikan lisensi? d. Siapa yang berhak memberi lisensi dan mendapatkan royalti atas pemakaian lagu? e. Jenis pemakaian lagu yang bagaimana yang harus mendapat lisensi dari pemegang hak cipta? f. Bagaimana perlindungan lembaga manajemen kolektif dalam UndangUndang Hak Cipta untuk melindungi karya cipta lagu di Indonesia?
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan masalah. Penulis hanya membahas mengenai penggunaan karya cipta lagu tanpa seizin pemegang hak cipta oleh lembaga manajemen kolektif pada Putusan MA Nomor 036 K/N/HaKI/2006. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana pertimbangan hukum majelis hakim dalam memutuskan perkara antara CV. Pangrango dan YKCI dalam Putusan PN Nomor
7
22/HAK
CIPTA/2006/PN.NIAGA.JKT.PST
serta
bagaimana
pertimbangan Hakim Agung dalam Putusan MA Nomor 036 K/N/HaKI/2006? b. Bagaimana legal standing YKCI
dalam hal mengajukan gugatan
terhadap hak memberikan lisensi? c. Bagaimana perlindungan lembaga manajemen kolektif dalam UndangUndang Hak Cipta untuk melindungi karya cipta lagu di Indonesia?
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami tentang permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah. Secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui dasar hukum majelis hakim dalam memutuskan perkara antara CV. Pangrango dan YKCI dalam Putusan PN Nomor 22/HAK CIPTA/2006/PN.NIAGA.JKT.PST serta pertimbangan Hakim Agung dalam Putusan MA Nomor 036 K/N/HaKI/2006 b. Untuk mengetahui legal standing YKCI dalam mengajukan gugatan terhadap hak memberikan lisensi? c. Untuk mengetahui perlindungan lembaga manajemen kolektif dalam Undang-Undang Hak Cipta untuk melindungi karya cipta lagu di Indonesia.
8
2. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam hukum HKI, utamanya mengenai perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta terhadap pemberian lisensi karya cipta lagu. Selain itu adanya tulisan ini dapat menambah perbendaharaan koleksi karya ilmiah dengan memberikan kontribusi juga bagi perkembangan hukum HKI. b. Manfaat Praktis Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan bagi penulisan lanjutan, dan mudah-mudahan dapat menjadi bahan informasi dan masukan baik bagi pemerintah maupun semua pihak yang terkait dalam rangka penyiapan dan penyempurnaan perangkat hukum di bidang HKI.
E. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini dibutuhkan data yang akurat, yang berasal dari studi dokumentasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada pada skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
9
1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.5 Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum kekayaan intelektual khususnya di bidang Hak Cipta. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru.
2. Pendekatan Masalah Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, akan digunakan beberapa pendekatan, yaitu:6 a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta
5
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 14. 6
Johnny Ibrahim, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publising, 2007), h.300
10
terhadap pemberian lisensi karya cipta lagu, di antaranya : Undang Nomor 19 tahun 2002 yang diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. b. Pendekatan Kasus (case approach) Pendekatan Kasus (case approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini Putusan Mahkamah Agung Nomor 036 K/N/HaKI/2006. Dalam menggunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio deciendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada putusannya.7
3. Sumber Data Pada penelitian ini, penulis mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan pokok-pokok permasalahan pada penelitian ini. Data yang digunakan hanya data sekunder. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dalam penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah teknik untuk mencari bahan-bahan atau data-data kepustakaan yang tersaji dalam literatur untuk menyelesaikan permasalahan yang dibahas.
7
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), h.119.
11
Pada penelitian kepustakaan, data yang dipergunakan adalah bahanbahan pustaka yang terdiri dari tiga macam bahan hukum, yaitu sebagai berikut: a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat8, yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta 2) Konvensi Bern di bidang hak cipta, b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer9, yaitu: 1) Berbagai hasil penelitian mengenai Hak Cipta dan lisensi Hak Cipta; 2) Berbagai buku yang membahas mengenai Hak Cipta, lisensi Hak Cipta, dan buku tentang perundang-undangan. 3) Yurisprudensi MA
4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi yakni upaya untuk memperoleh data dari
8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press), h. 52
9
Ibid, h.53
12
penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Metode yang digunakan dalam menganalisis data-data yang terkumpul adalah analisis kualitatif. Maksud dari penggunaan metode tersebut adalah memberikan gambaran terhadap permasalahan yang ada dengan berdasarkan pendekatan yuridis normatif.
5. Teknik Penulisan Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk mempermudah penjabaran dan pemahaman tentang permasalahan yang dikaji serta untuk memberikan gambaran garis besar mengenai tiap-tiap bab sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan
13
manfaat penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas skripsi ini. BAB II PERLINDUNGAN HAK CIPTA DALAM HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA Pada bab ini akan dijelaskan tentang tinjauan umum tentang hak cipta, lisensi, Yayasan Karya Cipta Indonesia, dan tinjauan (review) kajian terdahulu BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan Niaga dan juga Mahkamah Agung BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBERIAN LISENSI KARYA CIPTA LAGU Pada bab ini akan dijelaskan tentang analisis putusan Mahkamah Agung, legal sanding YKCI, dan juga kewenangan YKCI dalam memungut royalti. BAB V Penutup Pada Bab ini berisikan kesimpulan dan saran
14
BAB II PERLINDUNGAN HAK CIPTA DALAM HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
A. Perlindungan Hukum Hak Cipta 1. Pengertian Hak Cipta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengenal dua jenis hak yang terkandung dalam suatu ciptaan, yaitu hak cipta (copyrights) dan hak terkait (neighboring rights). Kedua jenis hak ini merupakan hak eksklusif yang bersifat ekonomis bagi pemilik suatu ciptaan. Istilah yang berhubungan dengan hak cipta mempunyai pengertian dan pendapat yang berbeda antara para ahli yang satu dengan yang lain.1 Sedangkan pengertian baku dari hak cipta telah diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Sebagai hak eksklusif, hak cipta mengandung dua esensi hak, yaitu hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights).2 Hak ekonomi
1
Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), h. 61 2
Henry Soelistiyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta: Rajawal Pers, 2011), h. 47.
14
15
adalah hak eksklusif pencipta untuk memperoleh manfaat ekonomi dari karya ciptanya dan produk-produk terkait. Kandungan hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan (perfoming rights) dan hak untuk memperbanyak (mechanical rights) ciptaan tersebut. Hak moral terdiri dari paternity right (hak untuk diidentifikasi sebagai pengarang atau direktur suatu karya), integrity right (hak untuk menolak perubahan atas suatu karya), dan privacy right (hak pemanfaatan foto dan film).3 Sedangkan hak terkait sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, yaitu bentuk lain dari suatu ciptaan yang telah ada sebelumnya yang telah berwujud menjadi ciptaan yang baru. Misalnya syair lagu yang dinyanyikan, karya sinematografi dari sebuah novel, film dokumenter tentang suatu peristiwa atau fenomena alam, dan lain-lain.4 Adapun kandungan hak moral meliputi hak pencipta untuk dicantumkan namanya dalam ciptaan dan hak pencipta untuk melarang pihak lain untuk mengubah ciptaannya.
2. Subjek Hak Cipta Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, bahwa “pencipta adalah seorang atau beberapa orang
3
Chairul Anwar, Hak Cipta: Pelanggaran Hak Cipta dan PerUndang-Undangan Terbaru Hak Cipta Indonesia, (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 1999). h. 94 4
Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), h. 72
16
secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.” Dengan sendirinya pencipta juga menjadi pemegang hak cipta, tetapi tidak semua pemegang hak cipta adalah penciptanya. Sedangkan pengertian pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal 1 butir 4 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dengan demikian, pencipta hak cipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta, yang merupakan Pemilik Hak Cipta. Sedangkan hal yang menjadi pemegang hak cipta tidak harus penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.5
3. Hak Ekonomi dan Hak Moral Hak Moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta(termasuk pelaku) yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun. Dari segi moral seseorang atau badan hukum tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu hasil karya cipta, baik itu mengenai
5
114.
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: Alumni, 2003), h.
17
judul, isi, apalagi penciptanya. Hal demikian dapat dilakukan apabila mendapat izin dari pencipta atau ahli warisnya jika pencipta meninggal dunia.6 Pada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, hak moral yang dimaksud pada pasal ini yaitu: Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya; Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya; Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. Adapun hak moral yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu; hak untuk mencantumkan namanya pada karya tersebut; hak untuk menggunakan nama aliasnya atau nama samparan; hak untuk mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; hak untuk mengubah judul dan anak judul ciptaannya; dan mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.7
6
7
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, (Bandung: Alumni. 2014), h. 69
Distorsi Ciptaan adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas; Mutilasi Ciptaan adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian ciptaan; Modifikasi Ciptaan adalah pengubahan atas Ciptaan. Penjelasan atas Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
18
Hak Cipta juga memiliki hubungan dengan kepentingankepentingan yang bersifat hak ekonomi. Adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi di dalam hak cipta tersebut, merupakan suatu perwujudan dari hak cipta itu sendiri, yaitu bahwa ciptaan yang merupakan produk olah pikir manusia itu mempunyai nilai. Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya.8 Hak ekonomi ini selalu berbeda pada setiap Undang-Undang hak cipta, baik terminologinya, jenis hak yang diliputinya, ruang lingkup dari tiap jenis hak ekonomi tersebut. Sedangkan hal yang dimaksud dengan hak ekonomi adalah hak yang dimiliki seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya.
4. Pendaftaran Hak Cipta Menurut undang-undang hak cipta di Indonesia, sistem pendaftaran hak cipta atas karya cipta dilakukan secara pasif, artinya bahwa semua permohonan diterima dengan tidak terlalu mengadakan penelitian hak pemohon, kecuali sudah jelas ada pelanggaran hak cipta. Sikap pasif ini yang membuktikan bahwa Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia menganut sistem pendaftaran deklaratif. Fungsi pendaftaran hak cipta
8
Tomy Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global : Sebuah Kajian Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 88.
19
dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta.9 Dalam pencatatan hak cipta, permohonan dapat dilakukan oleh pencipta, pegang hak cipta, pemilik hak terkait, atau kuasanya kepada Menteri Hukum dan HAM secara tertulis dalam bahasa Indonesia. Permohonan tersebut dilakukan secara elektronik dan/atau non elektronik dengan melampirkan: a. Menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya; b. Melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan Hak terkait; dan c. Membayar biaya. Setelah itu kementrian akan melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang telah memenuhi persyaratan. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengetahui Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diajukan tersebut tidak sama dengan ciptaan yang tercatat dalam daftar umum ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya. Dalam memberikan keputusan, kementrian dapat menerima atau menolak permohonan dalam waktu paling lama 9 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan. Dalam hal menerima permohonan, menteri menerbitkan surat pencatatan Ciptaan dan mencatat dalam daftar umum Ciptaan. Dalam hal menolak Permohonan, menteri memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis kepada pemohon disertai alasan.
9
OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) h. 90
20
Pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, daftar umum ciptaan ini memuat: a. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, atau nama pemilik produk Hak Terkait ; b. tanggal penerimaan surat Permohonan; c. tanggal lengkapnya persyaratan; dan d. nomor pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait.
5. Jangka Waktu Hak Cipta Perlindungan hak cipta atas suatu ciptaan mulai berlaku secara otomatis sejak ciptaan ada atau diumumkan. Sedangkan lama masa perlindungan hukum yang diberikan bervariasi berdasarkan jenis ciptaan. Lamanya perlindungan hak cipta atas suatu ciptaan dapat ditinjau dari dua sumber yaitu menurut konvensi internasional yang mengatur tentang hak cipta dan dari Undang-Undang hak cipta. a. Menurut Konvensi Internasional Menurut ketentuan Konvensi Bern dan TRIPs, sebagian besar ciptaan dilindungi selama masa hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.10 Sedangkan di bidang sinematografi, lamanya perlindungan hak cipta adalah
10
Tim Lindsey, ed., Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Alumni, 2013), h.122
21
50 tahun sejak dipublikasikan kepada publik atau 50 tahun setelah pembuatan ciptaan sinematografi tersebut. Ciptaan di bidang fotografi atau potret diatur secara khusus dalam Pasal 7 ayat 4 Konvensi Bern, yaitu minimal 25 tahun sejak pembuatan potret dengan catatan negara anggota bebas menentukan sendiri lamanya perlindungan terhadap fotografi atau potret. Standar lamanya perlindungan yang ditetapkan oleh Konvensi Bern adalah standar perlindungan minimum. Berdasarkan Pasal 7 ayat 6 Konvensi Bern, negara-negara anggota Konvensi Bern diberi kebebasan untuk menambah jangka waktu perlindungan hak cipta dari standar minimum yang ditentukan oleh Konvensi Bern. Dalam Pasal 12 TRIPs Agreement, lamanya perlindungan hak Cipta yang diberikan sesuai dengan ketentuan Konvensi Bern, yaitu selama hidup pencipta dan tidak boleh lebih dari 50 tahun terhadap karya lainnya, kecuali terhadap ciptaan di bidang fotografi atau potret. b. Menurut Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia Pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 belum adanya pengaturan mengenai masa berlaku Hak Moral pencipta, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai hak moral ini. Namun, pada pasal 57 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta, hak moral pencipta untuk mencantumkan namanya pada ciptaannya, menggunakan nama aliasnya atau samarannya, mempertahankan haknya atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya berlaku
22
tanpa batas waktu. Sedangkan hak moral pencipta untuk mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat, mengubah judul dan anak judul ciptaan berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan. Pada dasarnya Undang-Undang Hak Cipta mengenal beberapa ketentuan jangka waktu perlindungan hak ekonomi. Hal ini diatur dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, sebagai berikut: Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta atas Ciptaan: a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; b. drama atau drama musikal, tari, koreografi; c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; d. seni batik; e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. arsitektur; g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain; h. alat peraga; i. peta; j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai, berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Sedangkan Hak Cipta atas Ciptaan:
23
a. Program Komputer; b. sinematografi; c. fotografi; d. database; dan e. karya hasil pengalihwujudkan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. Adapun berapa perubahan pada perlindungan hak ekonomi atas ciptaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 58 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta, berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Ciptaan yang dimaksud antara lain: a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; g. karya arsitektur; h. peta; dan i. karya seni batik atau seni motif lain,
24
Sedangkan untuk perlindungan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada Pasal 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman terhadap ciptaan: a. karya fotografi; b. Potret; c. karya sinematografi; d. permainan video; e. Program Komputer; f. perwajahan karya tulis; g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; i. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli,
6. Penggunaan Wajar (Fair-Dealing) Untuk menyeimbangkan hak-hak pemilik hak cipta dengan kepentingan masyarakat luas untuk memperoleh akses informasi, undang-undang
Hak
Cipta
di
berbagai
negara
mengizinkan
25
penggunaan-penggunaan ciptaan tertentu tanpa perlu izin pencipta atau pemegang hak cipta.11 Perbuatan-perbuatan di bawah ini tidak digolongkan sebagai pelanggaran hak cita dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan dan juga bukan untuk tujuan komersial: a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan; c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan: 1) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau 2) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
11
Tim Lindsey, ed., Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Alumni, 2013), h.123
26
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial; e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya; f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan; g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
7. Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta dan hak terkait selain dapat dituntut secara pidana juga secara perdata ke pengadilan niaga di wilayah domisili hukum pelaku pelanggaran. Di samping itu, pada Pasal 65 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memberi peluang kepada para pihak untuk menyelesaikan perselisihan hak cipta, yang ada di antar mereka melalu jalur nonlitigasi, seperti melalui alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase.
27
Penyelesaian sengketa tindak pidana pelanggaran hak cipta, hak terkait, dan hak moral diadili oleh pengadilan tempat tindak pidana itu dilakukan (locus delicti). Akan tetapi, gugatan keperdataan sehubungan dengan hak cipta harus diajukan ke pengadilan niaga sebagai pengadilan khusus yang berwenang untuk mengadili sengketa di bidang niaga.12 Penyelesaian sengketa alternatif, termasuk arbitrase di Indonesia saat ini telah diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri, yaitu Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tersebut, dapat kita temui sekurangnya ada enam macam tata cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu konsiliasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, pemberi pendapat hukum, dan arbitrase. Hal yang dinamakan arbitrase adalah pemutusan suatu sengketa oleh seorang atau berapa orang yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa sendiri, di luar hakim atau pengadilan. Agar alternatif penyelesaian sengketa ini dapat berfungsi dengan baik sesuai kehendak para pihak, perumusan klausul alternatif penyelesaian sengketa harus dibuat sebaik mungkin dengan menghilangkan celah-celah hukum sebanyak mungkin. Perumusan yang baik akan mencegah berlarutnya proses penyelesaian sengketa alternatif, serta memberi kepastian pelaksanaan kesepakatan maupun putusan yang dicapai, diperoleh
12
Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), h. 252.
28
atau diambil sehubungan dengan alternatif penyelesaian sengketa yang dipilih.
B. Lisensi 1. Pengertian Lisensi Pengertian lisensi dalam Law Dictionary karya PH Collin yang ditulis kembali oleh Gunawan Widjaja dalam bukunya yang berjudul lisensi, di mana lisensi di definisikan sebagai:13 “Official documents which allows someone to do something or to use something. Permission given by someone to do something which would otherwise be ilegal.” Rumusan tersebut lebih menekankan pada pemberian izin dalam bentuk dokumen (tertulis) untuk melakukan sesuatu atau untuk memanfaatkan sesuatu, yang tanpa izin tersebut merupakan suatu perbuatan yang tidak sah atau tidak diperkenankan oleh hukum. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
PH Collin, “Law Dictionary” dalam Gunawan Widjaja, ed., Lisensi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001), h. 8. 13
29
2. Jenis-Jenis Lisensi Hak Cipta Dari berbagai kepustakaan dapat diketahui bahwa ada dua macam lisensi yang dikenal dalam praktek pemberian lisensi, yaitu:14 a. Lisensi Umum; Lisensi umum adalah lisensi yang dikenal secara luas dalam praktek, yang melibatkan suatu bentuk negosiasi antara pemberi lisensi dan penerima lisensi. b. Lisensi Paksa, Lisensi Wajib Adapun lisensi wajib atau compulsory licenses yang diatur dalam 84 sampai 86 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah yang mengatur tentang lisensi wajib guna mendukung kemajuan ilmu pengetahuan, penelitian, dan pengembangan di Indonesia. Pada dasarnya, ada empat penggunaan karya cipta yang harus melalui Pemberian Lisensi, yaitu:15 a. Lisensi Mekanikal (Mechanical Licenses) Lisensi Mekanikal diberikan kepada Perusahaan Rekaman sebagai bentuk izin penggunaan karya cipta. Seseorang pencipta lagu dapat melakukan negosiasi langsung atau melalui penerbit musiknya dengan siapa saja yang menginginkan lagu ciptaannya untuk di eksploitir. Artinya, siapa saja yang ingin merekam, memperbanyak, serta mengedarkan sebuah karya
14
15
Gunawan Widjaja, Lisensi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001), h. 17
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, (Bandung: PT. Alumni, 2013), h. 87
30
cipta bagi kepentingan komersial, berkewajiban mendapatkan lisensi mekanikal. Bila sebuah lagu telah di liris secara komersial untuk pertama kalinya dan telah melewati batas waktu yang disepakati bersama, pencipta lagu dapat memberikan lisensi mekanikal untuk lagu ciptaannya tersebut kepada siapa saja yang memerlukannya untuk dieksploitasi kembali. Biasanya bentuk rilis album kedua dan selanjutnya ini diterbitkan dalam bentuk album seleksi atau kompilasi. b. Lisensi Pengumuman / Penyiaran (Peforming Licenses) Lisensi penyiaran adalah salah satu bentuk izin yang diberikan oleh pemilik hak cipta bagi lembaga-lembaga penyiaran seperti televisi, radio, konser dan lain-lain. Setiap kali lagu ditampilkan atau diperdengarkan kepada umum untuk kepentingan komersial, penyelenggara siaran tersebut berkewajiban membayar royalti kepada pencipta lagunya. Pemungutan royalti perforimng rights ini pada umumnya dikelola atau ditangani oleh sebuah lembaga administrasi kolektif hak cipta. c. Lisensi Sinkronisasi (Synchronization Licenses) Lisensi ini diberikan untuk kepentingan pengumuman sebuah lagu dalam bentuk cetakan, baik untuk partitur musik maupun kumpulan notasi dan lirik lagu-lagu yang diedarkan secara komersial. Hal ini banyak diproduksi dalam bentuk buku nyanyian atau dimuat pada majalah musik dan lain-lain. d. Lisensi Mengumumkan Lembar Hasil Cetakan (Print Licenses)
31
Melalui
sebuah
lisensi
sinkronisasi,
pengguna
dapat
mengeksploitasi ciptaan seseorang dalam bentuk visual image untuk kepentingan komersial. Visual image ini biasanya berbentuk video, DVD, VCD, MP3, program televisi atau audio visual lainnya. e. Lisensi Luar Negeri (Foreign Licenses) Lisensi Luar Negeri ini adalah sebuah lisensi yang diberikan pencipta lagu atau penerbit musik kepada sebuah Perusahaan Agency di sebuah negara untuk mewakili mereka dalam memungut royalti lagunya atas penggunaan yang dilakukan oleh penggunanya di negara bersangkutan bahkan di seluruh dunia.
C. Yayasan Karya Cipta Indonesia 1. Sejarah Pendirian Yayasan Karya Cipta Indonesia(YKCI) Yayasan Karya Cipta Indonesia(YKCI) adalah sebuah wadah kolektif manajemen yang didirikan pada tanggal 12 Juni 1990 di Jakarta. YKCI ini berperan sebagai pemegang hak cipta lagu yang di beri kuasa oleh pencipta untuk menarik royalti atas pemakaian karya cipta lagu oleh pelaku usaha sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. YKCI didirikan oleh para pencipta lagu dan para musisi Indonesia, khususnya yang tergabung dalam PAPPRI (Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia) dengan didukung oleh para sarjana hukum yang menaruh perhatian terhadap persoalan-persoalan hak cipta.
32
Para pencipta lagu terdiri dari mereka yang senior seperti H. Mutahar, Maladi hingga yang lebih muda seperti Tito Soemarsono, Ebiet G. Ade, Elfa Secioria.16 Selain pencipta dalam negeri, YKCI berafiliasi dengan 158 lembaga sejenis di 86 negara-negara di dunia. Hal ini dimungkinkan dengan adanya perjanjian kerja sama resiprokal yang dirintis sejak Januari 1991 dengan lembaga Pencipta di Belanda yang bernama BUMA STEMRA. Karya cipta lagu yang dapat didaftarkan meliputi semua jenis pop, jazz, hingga dangdut yang direkam dalam bentuk kaset, piringan hitam, CD, dan produk rekaman suara lainnya untuk keperluan single, album, dan lain-lain.
2. Tujuan Pendirian Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) Pada Pasal 4 Anggaran Dasarnya, tujuan didirikannya Yayasan Karya Cipta Indonesia yaitu: a. Mengurus kepentingan para Pencipta Indonesia yang hak ciptanya dikuasakan kepada Yayasan KCI, terutama dalam rangka pemungutan fee / royalti bagi pemakaian hak ciptanya oleh orang lain untuk kepentingan penggunaan yang bersifat komersial baik di dalam maupun di luar negeri; b. Mewakili kepentingan para Pencipta luar negeri, terutama dalam rangka pemungutan fee / royalti atas pemakaian hak cipta asing oleh
16
Tim Lindsey, ed., Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Alumni, 2013), h.122
33
orang lain untuk kepentingan penggunaan yang bersifat komersial di wilayah Indonesia; c. Mewakili, mempertahankan dan melindungi kepentingan para Pencipta atas pelanggaran hak cipta; dan d. Meningkatkan kreativitas para Pencipta melalui pendidikan, pembinaan, pengembangan dan kemampuan pengetahuan dalam bidang musik.17 3. Tugas atau Usaha Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam Pemberian Lisensi dan Pemungutan Royalti Tugas utama dari Yayasan Karya Cipta Indonesia adalah memberikan lisensi kepada pengguna dan melakukan pemungutan royalti atas karya cipta lagu tersebut. Hal ini didasarkan atas pemberian kuasa dari pencipta kepada YKCI. Pada Pasal 5 anggaran dasar YKCI dijelaskan bahwa tugas atau usaha YKCI dalam menjalankan tujuannya yaitu: a. Melaksanakan administrasi bersama (collecting administration) atas pemakaian hak cipta dari para Pencipta pada umumnya, Pencipta lagu pada khususnya, baik Ciptaan Indonesia maupun asing; b. Melakukan pemungutan fee / royalti atas pemakaian hak cipta untuk kepentingan komersial baik berupa pertunjukan maupun penyiaran dan penggandaan melalui media cetak maupun alat mekanik (mechanical right);
17
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, (Bandung: Alumni. 2014), h. 199
34
c. Mendistribusikan pemungutan fee / royalti tersebut dalam sub b kepada yang berhak setelah dipotong biaya administrasi; dan d. Berperan serta secara aktif dalam kegiatan pendidikan pembinaan dan
pengembangan
dalam
rangka
peningkatan
kreativitas,
pengetahuan, dan kemampuan para Pencipta lagu. Selain itu dasar hukum YKCI dalam memberikan lisensi karya cipta lagu dan pemungutan royalti terdapat pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, yaitu: 1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. 2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. 3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) disertai dengan kewajiban
pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi. 4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
35
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Sebagai bahan tinjauan atas literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan, atau bahkan yang memberi inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian ini, penulis akan menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut: “Penerapan Pembayaran Royalti bagi Pencipta Lagu dalam Hak Cipta atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI)”. Skripsi yang disusun oleh Iffah dari UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2013 menjelaskan penerapan pembayaran royalti bagi pencipta lagu atas usaha karaoke oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia Buku OK. Saidin yang berjudul “Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual” diterbitkan oleh Rajawali Pers, Jakarta, tahun 2013. Pada buku karangan Saidin hanya menjelaskan secara singkat tentang pembayaran royalti terhadap suatu karya cipta Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis menganalisis putusan mengenai pemungutan royalti karya cipta lagu oleh YKCI dan tentang perlindungan hukum terhadap karya cipta lagu dan pemberian lisensi Hak Cipta dalam karya cipta lagu ditinjau dari UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Sehingga terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan penelitian-penelitian yang sudah ada.
36
BAB III PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA ANTARA YKCI DAN CV PANGRANGO
A. Posisi Kasus Pada tahun 2006, terjadi sebuah kasus antara Yayasan Karya Cipta Indonesia dengan Hotel Pangrango. Gugatan yang diajukan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia terhadap Hotel Pangrango dikarenakan adanya kegiatan usaha yang mempergunakan karya cipta musik atau lagu dengan cara cara memutar, memperdengarkan, menyiarkan karya cipta lagu atau musik tanpa seizin pemegang hak cipta. Adapun lagu atau musik yang diumumkan atau diperdengarkan tergugat, sebagai berikut: -
Greased Ligtning, cipt. J. Travolta, Olivia N. Jhon, B. Palace Boy, Warren Casey & Jim;
-
It Must Have Been Love, cipt Piere H. Gessel;
-
I Don’t Want Miss A Thing, cipt Steven Taylor; Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam gugatannya menyatakan
bahwa Hotel Pangrango dalam kegiatan usahanya telah memutar atau memperdengarkan karya cipta lagu atau musik baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga dapat dikategorikan “mengumumkan” sesuai dengan Undang-Undang hak cipta. Oleh karena itu, tergugat (CV Pangrango) wajib terlebih dahulu meminta izin kepada pencipta atau pemegang hak cipta lagu 36
37
atau musik tersebut, yang dalam hal ini adalah Penggugat (YKCI). Namun, hal ini tidak dilakukan oleh Tergugat. Penggugat dalam permohonan provisinya meminta kepada Majelis Hakim Niaga Jakarta Pusat untuk menghentikan kegiatan pengumuman lagu atau musik sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerugian yang lebih besar bagi Penggugat (YKCI) selaku pemegang hak cipta sebagai akibat penggunaan karya cipta lagu atau musik yang dilakukan oleh Tergugat tanpa seizin Penggugat. Terhadap gugatan tersebut, Tergugat (CV. Pangrango) menyatakan bahwa antara Pimpinan Pusat PHRI dengan YKCI sedang melakukan negosiasi tentang masalah royalti lisensi musik. Tidak hanya itu tergugat juga mempertanyakan mengenai legalitas YKCI dalam memungut royalti karya cipta lagu.
B. Putusan Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat PN Nomor: 22/HAK CIPTA/2006/PN.NIAGA.JKT.PST Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dalam hal ini sebagai penggugat dalam persidangan di Pengadilan Niaga Jakarta Selatan, mengajukan gugatan kepada terhadap CV Pangrango dalam hal ini sebagai tergugat. Penggugat adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pengelolaan hak ekonomi para pencipta lagu. Selain itu penggugat adalah
38
pemegang hak cipta musik dan lagu yang berwenang untuk mengelola hak eksklusif khususnya hak ekonomi para pencipta dari dalam maupun luar negeri. Sedangkan tergugat adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penginapan (perhotelan) yang bernama Hotel Pangrango yang berkedudukan di Jalan Padjajaran Nomor 32 Kota Bogor. Dalam dalil-dalil gugatan yang diajukan, pada pokoknya mengajukan dalil-dalil gugatan sebagai berikut: Pertama, Tergugat dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut, tergugat telah mempergunakan karya cipta musik dan lagu dari dalam maupun
luar
negeri
dengan
cara
memutar,
menyiarkan,
dan
memperdengarkan karya cipta musik dan lagu. Sehingga karya cipta tersebut dapat didengar oleh orang lain yaitu para konsumennya Kedua, tergugat juga menyediakan menu tambahan berupa makanan dan minuman untuk para konsumennya, serta memutar lagu-lagu Indonesia atau lagu asing untuk diperdengarkan kepada para konsumen dengan tujuan menambah rasa nyaman bahkan memeriahkan dalam suasana di lingkungan hotel. Ketiga, Hotel Pangrango dalam menjalankan kegiatan usahanya dan operasionalnya telah melakukan kegiatan pengumuman lagu atau musik dengan tujuan menambah nyaman para tamu dengan cara memutar karya cipta musik atau lagu melalui pesawat televisi yang tersedia di setiap kamar dan melalui seperangkat elektronik di mana karya musik dan lagu tersebut dapat didengar oleh para konsumen.
39
Keempat, Hotel Pangrango dalam kegiatan usahanya telah bersifat komersial dengan adanya jasa sewa kamar serta menjual makanan dan minuman yang dipesan oleh konsumennya, sehingga memutar lagu atau musik di tempat usahanya dapat dikualifikasikan telah melakukan kegiatan pengumuman, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, maka secara hukum tergugat harus mendapat izin terlebih dahulu dari pencipta yang dalam hal ini Penggugat. Kelima, Hotel Pangrango telah menggunakan karya cipta musik dan lagu sebagaimana diuraikan di atas sejak 18 Mei 2004, hingga gugatan ini diajukan, tergugat tidak memperoleh izin dari penggugat sebagai pemegang hak cipta; Keenam, Yayasan Karya Cipta Indonesia telah mengingatkan tergugat untuk segera mengurus izin pengumuman musik atau lagu termasuk dengan pembayaran royaltinya melalui surat, yaitu: -
Surat Nomor : LD/BOTABEK044050081. Tanggal 18 Mei 2004, perihal lisensi pengumuman musik;
-
Surat Nomor : LD/BOTABEK04070105 Tanggal 2 Juli 2004, perihal Surat Peringatan I;
-
Surat Nomor : LD/BOGOR04070105 Tanggal 13 Juli 2004, perihal Surat Peringatan II; Akan tetapi sampai saat ini Tergugat tidak pernah ada tanggapan
sama sekali terhadap peringatan-peringatan dari penggugat bahkan tergugat
40
dengan saja terus melakukan kegiatan pengumuman musik atau lagu di tempat usahanya. Maka berdasarkan uraian di atas, apa yang telah dilakukan Tergugat dalam melakukan kegiatan usahanya mengumumkan karya cipta lagu-lagu Indonesia atau lagu asing tanpa izin penggugat adalah bertentangan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi: Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun dalam provisinya, Yayasan Karya Cipta mengajukan permohonan kepada hakim agar ada tindakan sementara sebagai berikut: Pertama, kegiatan pengumuman yang dilakukan oleh tergugat membawa kerugian bagi penggugat baik kerugian materiil maupun kerugian yang lebih besar di kemudian hari, berdasarkan pasal 56 ayat 3 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi : Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Sehingga Penggugat mohon kepada ketua Pengadilan Niaga Jakarta c.q majelis hakim
41
yang memeriksa perkara ini, untuk memerintahkan kepada tergugat untuk menghentikan kegiatan pengumuman lagu atau musik sampai dengan adanya kelautan hukum yang tetap. Kedua, penggugat mohon kepada majelis ketua Pengadilan Niaga Jakarta untuk segera melakukan sita jaminan (convesartoir beslag) terhadap harta kekayaan tergugat berupa: a. Sebidang tanah dan bangunan di atasnya yang terletak di Jalan Padjajaran Nomor 32 Kota Bogor milik tergugat; b. Seluruh alat-alat yang digunakan untuk mengumumkan lagu atau musik tergugat. Adapun dalam pokok perkara, Yayasan Karya mengajukan gugatan kepada Hotel Pangrango, sebagai berikut: Pertama, akibat dari perbuatan tergugat dalam menjalan kegiatan mengumumkan lagu atau musik di lingkungan usaha tanpa izin penggugat sejak 18 Mei 2004 sampai dengan gugatan ini diajukan, penggugat mengalami kerugian materil, di mana bahwa kerugian material berupa hak ekonomi pencipta atas ciptaannya telah Siangar oleh tergugat, maka Penggugat menggugat Tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp. 9.428.400.000,- (sembilan miliar empat ratus dua puluh delapan juta empat ratus ribu rupiah). Secara tunai dan seketika kepada Penggugat, dengan perincian sebagai berikut. Kedua, selain kerugian material yang diderita oleh penggugat juga mengalami kerugian immateril berupa hilangnya kepercayaan penggugat
42
terhadap perlindungan hukum dan penegakan undang-undang hak cipta khususnya karya cipta lagu atau musik. Sehingga mengakibatkan semangat berkreasi dalam industri musik atau lagu menjadi berkurang atau menjadi tidak sama sekali. Maka sudah sewajarnya jika penggugat menggugat tergugat untuk membayar ganti rugi immateril sebesar Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) secara tunai dan seketika kepada penggugat. Ketiga, adanya perbuatan tergugat, penggugat memohon kepada tergugat untuk meminta maaf di Harian Umum Pikiran Rakyat, Kompas, dan Media Indonesia selama 3 hari. Keempat, untuk menjamin kepastian hukum, penggugat kepada majelis ketua Pengadilan Niaga Jakarta untuk membayar uang paksa sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) Kelima, untuk menghindari tergugat tidak mematuhi perkara ini, penggugat mohon kepada majelis ketua Pengadilan Niaga Jakarta untuk menjatuhkan putusan yang dapat dijatuhkan terlebih dahulu (uitvoerbar bij voorad) Keenam, Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara Atas gugatan Penggugat, tergugat mengajukan eksepsi pada pokoknya: 1. Surat Kuasa tidak memenuhi ketentuan biaya materi 2. Antara Pimpinan Pusat PHRI(Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, sedang melakukan negosiasi
43
3. Mohon diputus terlebih dahulu (putusan sela) dengan dasar sebagai berikut -
Karena syarat formal dalam penggunaan bea materi tidak dipenuhi oleh penggugat, maka telah melanggar UndangUndang Nomor 13 Tahun 1985 yaitu Pasal 7 ayat 5 dan ayat 9 dan Pasal 11 ayat 1, maka cukup alasan untuk diputus terlebih dahulu.
-
Antara Pengurus Pusat PHRI dengan YKCI sedang mengadakan negosiasi mengenai royalti lisensi musik.
Terhadap gugatan yang diajukan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, maka hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan tanggal 20 Juli 2006 yaitu Putusan Nomor : 22/ HAKCIPTA/ 2006/ PN.NIAGA.KT.PST yang amar putusannya berbunyi: Dalam Provisi : -Menolak tuntutan Provisi Penggugat Dalam Eksepsi: -Menolak Eksepsi tergugat; Dalam Pokok Perkara: 1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagian 2. Menyatakan gugatan tergugat telah melakukan pengumuman karya cipta lagu atau musik tanpa izin penggugat 3. Menghukum tergugat membayar kerugian materil sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
44
4. Menghukum tergugat
membayar biaya perkara sebesar
Rp.5.000.000(lima juta rupiah) 5. Menolak gugatan tergugat selebihnya;
C. Putusan Hakim Mahkamah Agung Putusan Nomor 036/K/N/HaKI/2006 Setelah sudah dijatuhkannya putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 20 Juli 2006, kemudian Tergugat dengan perantara kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 9 Agustus 2006 diajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 16 Agustus 2006 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor: 25/ Kas/ HKI-Hak Cipta/ 2006/ PN.Niaga Jkt Pst. jo. Nomor 22/ HKI-Hak Cipta/ 2006/ PN.NIAGA/ JKT.PST yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat, permohonan mana disusul oleh memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 23 Agustus 2006 Setelah itu Termohon Kasasi/Penggugat yang pada tanggal 25 Agustus 2006 telah menerima salinan memori kasasi dari pemohon kasasi, pengajuan kontra memori kasasi yang diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 28 September 2006. Atas keberatan-keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi, dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya adalah:
45
Pertama, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam perkara a quo tidak menerapkan hukum serta melanggar hukum sehingga putusan a quo harus dibatalkan Kedua, pertimbangan hukum putusan yang dihubungkan dengan keterangan
saksi-saksi
diperoleh
fakta-fakta
yang
menyatakan
terbukti/tergugat melakukan kegiatan pengumuman lagu atau musik. Bahwa menurut Pemohon Kasasi, pertimbangan hukum tersebut adalah keliru dan tidak tepat serta tidak berdasarkan hukum, karena di dalam persidangan saksi dari Tergugat/Pemohon Kasasi/Brahim Arsyad telah menjelaskan: “Tidak ada live show dan tidak punya alat audio memutar lagu yang disalurkan ke kamar” Ketiga, pemohon kasasi keberatan dengan pertimbangan hukum yang menyimpulkan telah terbukti tergugat melakukan pengumuman karya cipta lagu atau musik tanpa izin dari Penggugat. Antara pemohon kasasi dengan termohon kasasi belum pernah mengadakan pertemuan, hanya dalam bentuk surat peringatan. Keempat, penggugat dalam memungut royalti pernah dapat somasi dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) dalam Harian Kompas 10 Juli 2006 dengan judul “Pemberitahuan dan Somasi terbuka terhadap YKCI”, menyatakan YKCI yang menagih dan memungut royalti tersebut tidak sah dan tidak berdasarkan hukum. Dengan adanya somasi dari ASIRI, maka legalitas dari YKCI dalam memungut royalti dan memberikan izin untuk mengumumkan/menyiarkan lagu-lagu tidak sah.
46
Terlepas dari alasan-alasan kasasi tersebut di atas dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi menurut pendapat Mahkamah Agung, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah salah menerapkan hukum yaitu kurang mempertimbangkan persona standi in judicio dari Penggugat. Bahwa persona standi in judicio dari Penggugat sangat penting dipertimbangkan lebih dahulu untuk menghindari terjadinya kekeliruan siapa yang sebenarnya berwenang untuk bertindak menagih suatu royalti atas suatu hak cipta. Menurut majelis hakim pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, hanya disebut tentang hak dari pencipta, yaitu antara lain memberikan lisensi kepada pihak lain (Pasal 45), yang artinya mereka inilah yang dapat menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar. Bahwa penggugat di dalam gugatannya menuntut Tergugat karena telah mengumumkan lagu: -
Greased Ligtning, cipt. J. Travolta, Olivia N. Jhon, B. Palace Boy, Warren Casey & Jim;
-
It Must Have Been Love, cipt Piere H. Gessel;
-
I Don’t Want Miss A Thing, cipt Steven Taylor; Penggugat dalam mengajukan gugatan ini atas nama Yayasan Karya
Cipta Indonesia, sehingga menentukan pertanyaan apakah YKCI ini berhak untuk mewakili ketiga pencipta lagu yang disebutkan di atas; apakah YKCI
47
mempunyai hubungan hukum dengan ketiga orang pencipta lagu tersebut di atas, maka hakim melihat dari beberapa bukti; 1. Dalam bukti P-7, berupa surat kuasa dengan Juliane Andanti, pekerjaan karyawati, memberi kuasa kepada YKCI. Di dalam surat ini tidak jelas pemberi kuasa mewakili siapa dan apakah seorang karyawati berhak untuk mewakili suau perusahaan 2. Di dalam bukti P-8, berupa surat kuasa dari Anton Sastra Wijaya, Direktur Suara Mobishindo, memberi kuasa kepada YKCI, surat kuasa ini berlaku sampai dengan tanggal 18 November 1999 dan dapat diperpanjang 3 tahun berikutnya. 3. Di dalam bukti P-9, berupa surat kuasa dari Johannes AK. Soerjoko, Direktur Utama Aquarius/EMI, memberi kuasa kepada YKCI yang berlaku sampai dengan tanggal 7 Febuari 1997 dan dapat dipernjang 3 tahun; Surat kuasa (bukti P-7) adalah tidak sah, karena pemberi kuasa tidak jelas mewakili siapa dan apakah seorang karyawati berhak untuk mewakili suatu perusahaan, sedangkan surat kuasa (Buki P.8 dan P.9) sudah tidak berlaku lagi. Bahwa dari pertimbangan tersebut diatas maka legal standing penggugat untuk mewakil ketiga pencipta lagu yang diklaim oleh penggugat telah diumumkan oleh Tergugat, tidak ada, sehingga gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;
48
Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi CV Pangrango tersebut, dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 20 Juli 2006 Nomor22/ HAK CIPTA/ 2006/ PN.NIAGA.JKT.PST Dalam Provisi: -
Menolak tuntutan provisi Penggugat Dalam Eksepsi:
-
Menolak Eksepsi Tergugat Dalam Pokok Perkara: -Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
49
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA ATAS KARYA CIPTA LAGU
A. Pertimbangan Hukum Dalam Perkara Antara CV. Pangrango dan Yayasan Karya Cipta Indonesia. Putusan MA Nomor 036 K/N/HaKI/2006 merupakan sebuah putusan yang menyelesaikan kasus hukum antara CV. Pangrango dan Yayasan Karya Cipta Indonesia, karena adanya penggunaan lagu yang bersifat komersial dalam kegiatan usahanya tanpa izin dari pemegang hak cipta. Yayasan Karya Cipta Indonesia merupakan sebuah lembaga manajemen kolektif di Indonesia berbentuk badan hukum nirlaba di Indonesia untuk memungut royalti atas karya cipta lagu oleh para pengguna yang bersifat komersial.1 Pada tingkat Pengadilan Niaga, Yayasan Karya Cipta Indonesia selaku Penggugat mengajukan gugatan terhadap CV. Pangrango yaitu sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penginapan
(perhotelan)
yang
bernama
Hotel
Pangrango
yang
berkedudukan di Jalan Padjajaran Nomor 32 Kota Bogor. CV. Pangrango dalam bidang jasa penginapan yang bernama Hotel Pangrango telah mempergunakan karya cipta musik atau lagu dari dalam
1
Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Penjelasan Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
49
50
maupun luar negeri kepada para konsumennya dengan cara memutar, memperdengarkan, menyiarkan karya cipta lagu atau musik melalui alat/sarana pesawat televisi, radio/tape recorder (background music), serta dalam bentuk live show. Oleh karena itu, Yayasan Karya Cipta Indonesia menggugat CV. Pangrango atas kegiatan usaha yang dilakukan oleh Tergugat (CV. Pangrango). Selain kegiatan usaha tersebut, CV. Pangrango juga menyediakan menu tambahan berupa makanan dan minuman untuk para konsumennya, serta memutar lagu-lagu Indonesia atau lagu asing untuk diperdengarkan kepada para konsumen dengan tujuan menambah rasa nyaman bahkan memeriahkan dalam suasana di lingkungan hotel. Kegiatan usaha Tergugat yang telah bersifat komersial dengan adanya jasa sewa kamar serta menjual makanan dan minuman yang dipesan oleh konsumennya, sehingga memutar lagu atau musik di tempat usahanya dapat
dikualifikasikan
telah
melakukan
kegiatan
pengumuman,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang berbunyi “Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.” Sehingga secara hukum tergugat dalam kegiatan usahanya yang mengumumkan musik atau lagu, harus mendapat izin terlebih dahulu dari pencipta atau pemegang hak cipta yang dalam hal ini penggugat (Yayasan Karya Cipta Indonesia). Di mana penggugat adalah sebuah yayasan yang mengurus perizinan pengumuman dan penggunaan lagu serta bertindak atas
51
nama pemberi kuasa dalam memberi izin kepada para pengguna, untuk mengumumkan atau menggunakan lagu-lagu dalam negeri maupun lagu asing termasuk dalam pengelolaan hak ekonomi para pencipta yang berupa royalti. Adapun musik atau lagu yang diperdengarkan atau diumumkan tergugat antara lain: 1. Greased Ligtning, cipt. J. Travolta, Olivia N. Jhon, B. Palace Boy, Warren Casey & Jim; 2. It Must Have Been Love, cipt Piere H. Gessel; 3. I Don’t Want Miss A Thing, cipt Steven Taylor; Berdasarkan kegiatan usaha yang telah dilakukan oleh Tergugat dalam mengumumkan karya cipta lagu-lagu Indonesia ataupun lagu asing tanpa izin penggugat. Maka hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi: “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan terhadap gugatan yang diajukan Yayasan Karya Cipta Indonesia pada tanggal 20 Juli 2006 yaitu Putusan Nomor : 22/ HAKCIPTA/ 2006/ PN.NIAGA.KT.PST dengan amar putusannya. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa tergugat telah melakukan pengumuman karya cipta lagu
52
atau musik tanpa izin penggugat dan menghukum tergugat membayar kerugian materil sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) beserta biaya perkara sebesar Rp.5.000.000(lima juta rupiah). Adanya putusan Pengadilan Niaga tersebut, pihak CV. Pangrango sangat keberatan atas pertimbangan hukum pada putusan tersebut. Akhirnya melalui kuasa hukumnya, Ezrin Rosep, SH mengajukan permohonan kasasi di Mahkamah Agung pada tanggal 16 Agustus 2006. Sebagaimana tertuang dari Akta Permohonan Kasasi Nomor: 25/ Kas/ HKI-Hak Cipta/ 2006/ PN.Niaga Jkt Pst. jo. Nomor 22/ HKI-Hak Cipta/ 2006/ PN.NIAGA/ JKT.PST yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat. Permohonan kasasi tersebut diajukan atas keberatan-keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi, antara lain mengenai judex facti2 dalam perkara bersangkutan (a quo) tidak menerapkan hukum serta melanggar hukum. Antara pemohon kasasi dengan termohon kasasi belum pernah mengadakan pertemuan, hanya dalam bentuk surat peringatan saja. Selain itu, termohon kasasi dahulu penggugat dalam memungut royalti pernah dapat somasi dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) dalam Harian Kompas 10 Juli 2006. Dengan adanya somasi dari ASIRI, maka legalitas dari YKCI dalam memungut royalti dan memberikan izin untuk mengumumkan/menyiarkan lagu-lagu tidak sah. Oleh karena itu, cukup
2
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi adalah judex facti, yang berwenang memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut
53
alasan dan dasar hukumnya bagi Pemohon Kasasi untuk mengajukan permohonan kasasi. Permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi kepada majelis hakim Mahkamah Agung dalam memori kasasinya tersebut. Menurut majelis hakim Mahkamah Agung, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah salah menerapkan hukum yaitu kurang mempertimbangkan persona standi in judicio3 dari Penggugat. Persona standi in judicio dari penggugat sangat penting dipertimbangkan lebih dahulu untuk menghindari terjadinya kekeliruan siapa yang sebenarnya berwenang untuk bertindak menagih suatu royalti atas suatu hak cipta. Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa di dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002, hanya disebut tentang hak dari pencipta, yaitu antara lain memberikan lisensi kepada pihak lain (Pasal 45 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002), yang artinya mereka inilah yang dapat menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar. Atas dasar pertimbangan tersebut maka legal standing4 Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam mewakili para pencipta tidak ada. Sehingga Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi CV Pangrango tersebut, dan membatalkan putusan
3
Persona standi in judicio adalah setiap person atau orang yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan gugatan/permohonan ke Pengadilan 4
Legal standing adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahmakah Konstitusi.
54
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tanggal 20 Juli 2006 Nomor 22/ HAK CIPTA/ 2006/ PN.NIAGA.JKT.PST
B. Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia Yayasan Karya Cipta Indonesia merupakan sebuah lembaga manajemen kolektif di Indonesia berbentuk badan hukum nirlaba di Indonesia untuk memungut royalti atas karya cipta lagu oleh para pengguna yang bersifat komersial. Tugas dari Yayasan Karya Cipta Indonesia ini adalah memungut royalti untuk para pemilik atau pencipta(pemberi kuasa) dari pengguna maupun pelaku usaha yang bersifat komersial dan mendistribusikannya kembali kepada para pemilik atau pencipta tersebut. Pada kasus antara Yayasan Karya Cipta Indonesia dan CV. Pangrango dalam hal kegiatan mengumumkan karya cipta lagu atau musik tanpa seizin pemegang hak cipta. Yayasan Karya Cipta Indonesia mengajukan
gugatan
terhadap
CV.
Pangrango,
karena
telah
mempergunakan karya cipta musik atau lagu dari dalam maupun luar negeri kepada para konsumennya dengan cara memutar, memperdengarkan, menyiarkan karya cipta lagu atau musik melalui alat/sarana pesawat televisi, radio/tape recorder(background music), serta dalam bentuk live show. Dalam pertimbangan Hakim Mahkamah Agung, Majelis Hakim berpendapat bahwa legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam mewakili para pencipta tidak ada. Selain itu, Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002,
55
hanya menyebut tentang hak dari pencipta, yaitu antara lain memberikan lisensi kepada pihak lain (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002), yang artinya mereka inilah yang dapat menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar. Berdasarkan yurisprudensi Putusan MA No. 038 K/N/HaKI/2005 terjadi kasus antara YKCI melawan Hotel Sahid Jaya Internasional serta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang dimenangkan oleh pihak YKCI. Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa Yayasan Karya Cipta Indonesia berhak memberikan izin lisensi dan memungut royalti atas penggunaan karya cipta lagu yang bersifat komersial. Kewenangan YKCI tersebut didasarkan pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta dan surat kuasa perjanjian kerja sama antara YKCI dengan para pencipta. Menurut penulis, jika dikaitkan dengan yurisprudensi Putusan MA No. 038 K/N/HaKI/2005, pertimbangan hakim mahkamah agung dalam memutuskan perkara antara YKCI dengan Hotel Pangrango tidak tepat karena tidak sesuai dengan yurisprudensi sebelumnya. Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam menyelesaikan perkara antara YKCI dengan Hotel Pangrango telah salah menafsirkan Pasal 45 yang terdapat di UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pasal 45 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 diatur tentang hak pemberian lisensi, bahwa: “Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain
56
berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.“ Pada pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 disebutkan bahwa pihak yang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain adalah pemegang hak cipta. Namun, hakim Mahkamah Agung malah menafsirkan pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dengan menyebutkan bahwa pihak yang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain adalah “pencipta”. Di sini terdapat perbedaan antara penafsiran hakim Mahkamah Agung mengenai siapa yang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain. Jika kita kaitkan dengan pengertian pemegang hak cipta pada Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang berbunyi: Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Pengertian pemegang hak cipta ini menurut penulis bisa pencipta itu sendiri atau bisa pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari pencipta. Dalam hal ini, pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari pencipta adalah Yayasan Karya Cipta itu sendiri sebagai pemegang hak cipta Menurut penulis, jika hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa pihak yang dapat menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar dalam hal ini mengajukan gugatan adalah pencipta. Berarti Hakim Mahkamah Agung telah salah menafsirkan pasal-pasal yang terdapat di Undang-Undang Hak cipta. Pemegang Hak Cipta dalam hal ini Yayasan Karya Cipta Indonesia,
57
juga berhak menuntut hak-haknya dan mengajukan gugatan kepada CV. Pangrango. Selama pencipta tersebut telah memberikan kuasanya kepada Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam mengurus royalti atas karya cipta lagu atau musik. Perihal surat kuasa yang diajukan, apakah surat tersebut dapat dijadikan legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia untuk mewakili para pencipta? Dari surat kuasa yang diajukan, yaitu surat kuasa dari Anton Sastra Wijaya, Direktur Suara Mobishindo memberikan kuasanya kepada YKCI. Surat kuasa ini berlaku sampai dengan tanggal 18 November 1999 dan dapat diperpanjang 3 tahun berikutnya. Begitu juga dengan surat kuasa dari Johannes AK. Soerjoko, Direktur Utama Aquarius/EMI, surat kuasa ini berlaku sampai dengan tanggal 7 Febuari 1997 dan dapat diperpanjang 3 tahun. Atas pertimbangan tersebut, surat kuasa sudah tidak berlaku lagi. Dalam hal surat kuasa yang diajukan, Hakim Mahkamah Agung berpendapat bahwa surat kuasa yang diajukan sudah tidak berlaku lagi. Atas pertimbangan tersebut, legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam mewakili para pencipta tidak ada. Sehingga gugatan yang diajukan Yayasan Karya Cipta Indonesia harus dinyatakan tidak dapat diterima. Namun penulis tidak sependapat dengan Hakim Mahkamah Agung, karena Hakim Mahkamah Agung kurang teliti dalam melihat surat kuasa yang diajukan. Pada surat kuasa tersebut sudah menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian kerja sama antara pencipta dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia. Berdasarkan surat kuasa yang tertuang dalam surat
58
“Perjanjian Pemberian Kuasa Mengelola Hak Cipta Antara Pencipta Lagu/Pubilsher dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia” juga menjelaskan perihal jangka waktu surat kuasa dan berakhirnya surat kuasa. “Surat kuasa berlaku selama jangka waktu 3 (tiga) tahun dan akan diperpanjang secara otomatis untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya. Setelah 3 (tiga) tahun pertama Pemberi Kuasa dapat membatalkan Surat Kuasa ini dengan menyatakan keinginannya secara tertulis kepada Penerima Kuasa, sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum habisnya masa berlaku surat Kuasa dan berlaku sejak akhir tahun kalender.”5 Sesuai dengan surat kuasa dan perjanjian kerja sama tersebut, pencipta lagu memberikan kuasa kepada YKCI untuk mengelola hak mengumumkan Ciptaan lagu tersebut.6 Pengaturan jangka waktu surat kuasa dan berakhirnya surat kuasa tertuang dalam surat “Perjanjian Pemberian Kuasa Mengelola Hak Cipta Antara Pencipta Lagu/Pubilsher dengan Yayasan Karya Cipta Indonesia”. Pada ketentuan Pasal 11 di surat perjanjian pemberian kuasa ini dijelaskan, bahwa: “Perjanjian ini berlaku terus-menerus secara otomatis setiap 3 (tiga) tahun dan berakhirnya karena; a) berakhirnya jangka waktu perlindungan hak cipta sebagaimana diatur dalam perundang-undangan Hak Cipta yang berlaku. b) Adanya permohonan tertulis dari PIHAK KESATU mengenai pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.7
Iffah, “Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013) h.38 5
6
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, (Bandung: Alumni. 2014), h. 203
Iffah, “Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI),” h.102 7
59
Dari ketentuan yang terdapat pada pasal-pasal dalam surat perjanjian pemberian kuasa antara pencipta dengan Yayasan Karya Cipta di Indonesia dan juga dikaitkan dengan pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Surat Kuasa berlaku sejak ditandatangani oleh Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa hingga berakhirnya kuasa.8 Menurut Penulis, Hakim Mahkamah Agung telah salah mempertimbangkan surat kuasa yang diajukan oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia. Dengan menganggap surat kuasa sudah tidak berlaku lagi karena jangka waktu surat kuasa sudah berakhir. Menurut penulis, surat kuasa yang diajukan Yayasan Karya Cipta Indonesia sebagai legal sanding YKCI untuk mewakili para pencipta masih berlaku. Jika penulis lihat pada Pasal 11 dalam surat perjanjian pemberian kuasa. Surat kuasa ini berlaku terus-menerus dan secara otomatis diperpanjang setiap 3 tahun. Adapun berakhirnya surat kuasa ini disebabkan berakhirnya jangka waktu perlindungan hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta, yaitu berlaku selama masa hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Dan juga, adanya permohonan tertulis dari pencipta untuk mengakhir perjanjian. Selain alasan-alasan yang telah disebutkan sebelumnya, seharusnya permohonan kasasi yang diajukan oleh CV. Pangrango harus dinyatakan
8
Djawahir Hejazziey dan Tim Penyusun, Litigasi(Pelatihan Kemahiran Hukum), (Ciputat: Prodi. Ilmu Hukum FSH UIN, 2014) h. 63.
60
tidak dapat diterima. Permohonan Kasasi tersebut diterima di kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 23 Agustus 2006. Sedangkan putusan yang dimohonkan kasasi yaitu putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor : 22/ HAKCIPTA/ 2006/ PN.NIAGA.KT.PST, dijatuhkan pada tanggal 20 Juli 2006. Dengan demikian pengajuan permohonan kasasi tersebut telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yakni permohonan kasasi diajukan paling lama 14 hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan.9 Oleh karena itu permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Atas pertimbangan-pertimbangan mengenai siapa yang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dan menuntut hak-haknya bila ada yang melanggar, bagaimana pertimbangan terhadap surat kuasa yang diajukan, dan juga mengenai jangka waktu permohonan kasasi. Menurut penulis Hakim Mahkamah Agung telah salah dalam menerapkan dan menafsirkan hukum. Oleh karena itu, permohonan kasasi yang diajukan oleh CV. Pangrango harus dinyatakan tidak dapat diterima.
9
Pasal 46 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
61
C. Perlindungan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam Undang-Undang Hak Cipta Untuk Melindungi Karya Cipta Lagu Di Indonesia Hukum Hak Cipta di Indonesia, sejak Auteurswet hingga UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sama sekali tidak menyinggung keberadaan lembaga pengadministrasian kolektif hak cipta.10 Oleh karena itu, hingga saat ini masih banyak pihak masih banyak pihak di Indonesia yang belum menerima eksistensi Yayasan Karya Cipta Indonesia sebagai lembaga yang berwenang dalam memberikan lisensi karya cipta lagu atau musik dan memungut royalti atas karya cipta lagu tersebut. Masyarakat sulit menerima adanya lembaga yang memiliki kewenangan publik, tapi tidak ada Undang-Undang yang mengaturnya secara jelas. Persoalan pertama mengenai dasar hukum collecting society dalam hal memberi lisensi penggunaan lagu dan memungut royalti dari pemakaian lagu. Masyarakat sering mempertanyakan legalitas lembaga manajemen kolektif, seperti Yayasan Karya Cipta Indonesia. Karena dalam UndangUndang Hak Cipta tidak diatur sama sekali mengenai collecting society. Persoalan selanjutnya mengenai jenis pemakaian lagu yang bagaimana, yang harus mendapat lisensi dari pemegang hak cipta. Apakah menyiarkan lagu, mempertunjukkan lagu, dan memperdengarkan lagu di muka umum harus mendapat izin dari pencipta lagu dan membayar royalti? Lagu yang bagaimanakah yang harus mendapat izin dan lagu yang bagaimana yang tidak perlu mendapatkan izin dari pencipta? Kepada
10
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2014), h. 218
62
siapakah kita harus meminta izin penggunaan lagu beserta pembayaran royaltinya? Untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut, perlunya suatu aturan secara tegas yang mengatur tentang kewenangan lembaga manajemen kolektif di Indonesia dalam memberikan lisensi dan memungut royalti. Sehingga eksistensi lembaga manajemen kolektif sepeti Yayasan Karya Cipta Indonesia dapat diakui oleh masyarakat. Begitu juga dengan perlindungan hukum terhadap pencipta atau pemegang hak cipta dapat lebih terjamin. Untuk memberikan perlindungan hukum dan mengakomodir kepentingan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, maka pemerintah Indonesia melakukan pengesahan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang yang baru. Langkah tersebut sebagai upaya pemerintah melindungi hak moral dan hak ekonomi pencipta dan hak terkait, sebagai unsur terpenting yang diperlukan untuk perlindungan hukum kepada pencipta atau pemegang hak cipta. Terdapat beberapa perbedaan mendasar antar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, salah satunya mengenai Lembaga Manajemen Kolektif. Adanya aturan ini diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sehingga dapat memberikan
63
perlindungan hukum kepada lembaga manajemen kolektif dalam memberikan lisensi dan memungut royalti atas karya cipta lagu atau musik. Tabel Perbedaan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam UndangUndang Nomor 19 tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Nomor
1.
Perbedaan
Undang-Undang
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun
Nomor 28 Tahun
2002
2014
Definisi
Belum
diatur
Lembaga
undang-undang
dalam Pasal
1
ayat
22
(institusi
yang
Manajemen
berbentuk
badan
Kolektif
hukum nirlaba yang diberi
kuasa
Pencipta,
oleh
Pemegang
Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya bentuk
dalam
menghimpun
dan mendistribusikan royalti.)
64
2.
Tata
Cara Belum
Pendaftaran
diatur
undang-undang
dalam Pasal 88 (LMK harus memiliki
izin
operasional
LMK
yang
diajukan
kepada
Menkum HAM dengan syarat-syarat
yang
telah ditentukan) 3.
Tugas wewenang
dan Belum
diatur
undang-undang
dalam Pasal
89
memiliki
(LMK wewenang
untuk
LMK
menarik,
menghimpun,
dan
mendistribusikan royalti dari pengguna yang bersifat komersial 4.
Perjanjian
Pasal
45-47
(pihak Pasal
80-86
(pihak
Lisensi
yang
berhak yang
berhak
memberikan
lisensi memberikan
lisensi
hanya pemegang hak ialah pemegang hak cipta.
Tidak
adanya cipta atau pemilik hak
aturan mengenai lisensi terkait. Adanya aturan wajib)
mengenai lisensi wajib
65
5.
Royalti
Pasal
45(tidak Pasal 1 ayat 21 dan
tercantum secara jelas Pasal 80 ayat 3, 4, 5 pengertian royalti, royalti
mengenai (diatur
namun
secara
jelas
kata pengertian royalti dan
disebutkan juga siapa yang berhak
dalam Pasal 45)
memungut tersebut
royalti dari
para
pengguna. Adanya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ini, diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan yang belum dapat terselesaikan pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Selain itu dengan adanya Undang-Undang Hak Cipta yang baru ini, perlindungan terhadap hak moral maupun hak ekonomi pemegang hak cipta atau hak terkait, dapat lebih terjamin. Selain itu, hukum Islam yang menjadi sumber hukum di Indonesia juga sangat melindungi hak-hak seseorang dalam suatu perjanjian. Sebagaimana yang terkandung dalam firman Allah SWT dalam surat Al Anfaal ayat 58 yang berbunyi:
“Dan jika engkau (Muhammad) khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian tersebut kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berkhianat”
66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan di antaranya sebagai berikut: 1. Hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara MA Putusan Nomor 036/K/N/HaKI/2006 dengan mengabulkan permohonan kasasi CV. Pangrango terhadap Yayasan Karya Cipta Indonesia karena menilai legal standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam memungut royalti atas karya cipta lagu atau musik tidak ada. Sehingga membatalkan putusan
Pengadilan
Niaga
Nomor:
22/HAK
CIPTA/2006/PN.NIAGA.JKT.PST mengenai hak mengumumkan karya cipta lagu atau musik. Sebab Hotel Pangrango dalam kegiatan usahanya telah memutar atau memperdengarkan karya cipta lagu atau musik tanpa seizin pemegang hak cipta. 2. Legal Standing Yayasan Karya Cipta Indonesia dalam memberikan lisensi kepada pihak lain dan memungut royalti atas karya cipta lagu didasarkan pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Selain itu, pemberian kuasa dari pencipta kepada Yayasan Karya Cipta Indonesia didasarkan melalui surat perjanjian kerja sama. Keberadaan lembaga manajemen kolektif di Indonesia merupakan suatu perwujudan untuk melindungi karya cipta lagu dan menjunjung tinggi hak para 66
67
pencipta lagu untuk mendapatkan royalti atas penggunaan lagu tersebut. Walaupun peranan lembaga manajemen koletif tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta, tetapi dalam menjalankan kegiatannya untuk memungut royalti lagu didasari pada perjanjian pemberian kuasa dari pencipta lagu atau ahli warisnya kepada lembaga manajemen kolektif. 3. Belum adanya landasan hukum mengenai lembaga manajemen kolektif pada Undang-Undang Hak Cipta yang lama, membuat banyak pihak atau masyarakat sulit menerima keberadaan lembaga yang tidak diatur dalam undang-undang. Namun setelah adanya pengaturan mengenai lembaga manajemen kolektif dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang baru, menegaskan bahwa lembaga manajemen kolektif dalam memungut royalti lagu sudah memiliki landasan hukumnya sehingga keberadaan lembaga manajemen kolektif dalam memberikan lisensi kepada para pengguna dan menarik royalti atas penggunaan karya cipta lagu dapat diakui oleh masyarakat.
B. Saran Adapun saran dari penulis khususnya terkait pelindungan bagi pemegang hak cipta atas karya cipta lagu, sebagai berikut: 1. Dalam putusan MA Nomor 036 K/N/HaKI/2006 terdapat permasalahan yang
muncul
yaitu
pertimbangan
majelis
hakim
MA
yang
memenangkan CV. Pangrango dikarenakan Yayasan Karya Cipta
68
Indonesia dalam memberikan lisensi maupun memungut royalti tidak mempunyai dasar hukum yang jelas dalam peraturan perundangundangan. Sehingga putusan MA tersebut dinilai kurang memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi Yayasan Karya Cipta Indonesia sebagai pemegang hak cipta, karena belum adanya pengaturan mengenai lembaga manajemen kolektif. Oleh karena itu, perlunya perubahan pada Undang-Undang Hak Cipta agar peran dan kewenangan lembaga manajemen kolektif di Indonesia tidak diragukan lagi oleh masyarakat. Sehingga keberadaan adanya pengaturan tersebut, dapat menjadi
acuan bagi
para pihak
yang berkepentingan untuk
menggunakan karya cipta tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku. 2. Belum adanya peraturan pemerintah (PP) sebagai pelaksana dari Undang-Undang Hak Cipta, sehingga beberapa pasal yang ada di Undang-Undang Hak Cipta tidak dapat berlaku sebelum adanya peraturan pelaksana yang mengatur lebih lanjut. Adanya peraturan pemerintah sebagai pelaksana Undang-Undang Hak Cipta diharapkan dapat memberikan perlindungan dan kepastian dalam penegakan hukum hak cipta di Indonesia.
69
DAFTAR PUSTAKA BUKU: Anwar, Chairul. Hak Cipta: Pelanggaran Hak Cipta dan PerUndangUndangan Terbaru Hak Cipta Indonesia. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri. 1999. Hasibuan, Otto. Hak Cipta di Indonesia. Bandung: Alumni. 2014. Hejazziey, Djawahir dan Tim Penyusun. Litigasi(Pelatihan Kemahiran Hukum). Ciputat: Prodi. Ilmu Hukum FSH UIN. 2014. Iffah. “Penerapan Pembayaran Royalti Bagi Pencipta Lagu Dalam Hak Cipta Atas Kegiatan Usaha Karaoke Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013 Ibrahim, Johnny. Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publising. 2007. Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta Kencana. 2011 Lindsey, Tim, ed. Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar. Bandung : PT. Alumni, 2013. Ginting, Elyta Ras. Hukum Hak Cipta Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012. Saidin, OK. Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: Rajawali Pers. 2013. Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers. 2001. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press Utomo, Tomy Suryo. Hak Kekayaan Intelektual di Era Global : Sebuah Kajian Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010. Syarifuddin. Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta. Bandung: PT. Alumni, 2013. Atmaja, Hendra Tanu. Hak Cipta-Musik atau Lagu Cetakan ke-1. Jakarta: UI-Press. 2003 Usman, Rachmadi. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. Bandung: Alumni. 2003 Widjaja, Gunawan. Lisensi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001
70
PERUNDANG-UNDANGAN: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut; b. bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya; c. bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas; d. bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undangundang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undangundang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang- undang Nomor 12 Tahun 1997; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang- undang tentang Hak Cipta. Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).
1
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang- undang ini yang dimaksud dengan: 1.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3.
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5.
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7.
Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8.
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi- fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi- instruksi tersebut.
9.
Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
10. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
2
11. Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya. 12. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik. 13. Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal. 14. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu. 15. Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini. 16. Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta. 17. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
BAB II LINGKUP HAK CIPTA
Bagian Pertama Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut unt uk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 3 (1) Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak. (2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat; d. Perjanjian tertulis; atau e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
3
Pasal 4 (1) Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. (2) Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. Bagian Kedua Pencipta Pasal 5 (1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah: a. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau b. orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan. (2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.
Pasal 6 Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencip ta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing- masing atas bagian Ciptaannya itu.
Pasal 7 Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.
Pasal 8 (1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas. (3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pasal 9 Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
4
Bagian Ketiga Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui Pasal 10 (1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. (3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11 (1) Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. (2) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penc iptanya, penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. (3) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
Bagian Keempat Ciptaan yang Dilindungi Pasal 12 (1) Dalam Undang- undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g. arsitektur; h. peta; i. seni batik; j. fotografi; k. sinematografi; l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. 5
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli. (3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu. Pasal 13 Tidak ada Hak Cipta atas: a. hasil rapat terbuka lembaga- lembaga Negara; b. peraturan perundang-undangan; c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah; d. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau e. keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Bagian Kelima Pembatasan Hak Cipta Pasal 14 Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: a. Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli; b. Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, kecua li apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagia n dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap. Pasal 15 Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan; c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan: (i) ceramah yang semata- mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau (ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta. d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial; e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang no nkomersial semata- mata untuk keperluan aktivitasnya; f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan; g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. 6
Pasal 16 (1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat: a. mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan; b. mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b. (2) Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (3) Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu: a. 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia; b. 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia; c. 7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia. (4) Penerjemahan atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor ke wilayah Negara lain. (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (6) Ketentuan tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 17 Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.
Pasal 18 (1) Pengumuman suatu Ciptaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio, televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada Pemegang Hak Cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta diberikan imbalan yang layak. (2) Lembaga Penyiaran yang mengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengabadikan Ciptaan itu semata- mata untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
7
Bagian Keenam Hak Cipta atas Potret Pasal 19 (1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia. (2) Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing- masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia. (3) Ketentuan dalam pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat: a. atas permintaan sendiri dari orang ya ng dipotret; b. atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau c. untuk kepentingan orang yang dipotret.
Pasal 20 Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat: a. tanpa persetujuan dari orang yang dipotret; b. tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau c. tidak untuk kepentingan yang dipotret, apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.
Pasal 21 Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan atas seorang Pelaku atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.
Pasal 22 Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.
Pasal 23 Kecuali terdapat persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik Ciptaan fotografi, seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau hasil seni lain, pemilik berhak tanpa persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk mempertunjukkan Ciptaan di dalam suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa Potret.
8
Bagian Ketujuh Hak Moral Pasal 24 (1) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya. (2) Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta. (4) Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.
Pasal 25 (1) Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak Pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah. (2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26 (1) Hak Cipta atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu. (2) Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama. (3) Dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu Ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh Hak Cipta itu.
Bagian Kedelapan Sarana Kontrol Teknologi Pasal 27 Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencip ta tidak diperbolehkan dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi.
Pasal 28 (1)
Ciptaan-ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
9
BAB III MASA BERLAKU HAK CIPTA Pasal 29 (1) Hak Cipta atas Ciptaan: a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; b. drama atau drama musikal, tari, koreografi; c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; d. seni batik; e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. arsitektur; g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain; h. alat peraga; i. peta; j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. (2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
Pasal 30 (1) Hak Cipta atas Ciptaan: a. Program Komputer; b. sinematografi; c. fotografi; d. database; dan e. karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. (2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan. (3) Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Pasal 31 (1) Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan: a. Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu; b. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum. (2) Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan.
Pasal 32 (1) Jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang diumumkan bagian demi bagian dihitung mulai tanggal Pengumuman bagian yang terakhir. (2) Dalam menentukan jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2 (dua) jilid atau lebih, demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan secara berkala dan tidak bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu masing- masing dianggap sebagai Ciptaan tersendiri. 10
Pasal 33 Jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam: a. Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu; b. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya.
Pasal 34 Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi: a. selama 50 (lima puluh) tahun; b. selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia.
BAB IV PENDAFTARAN CIPTAAN Pasal 35 (1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan. (2) Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. (3) Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya. (4) Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal 36 Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.
Pasal 37 (1) Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa. (2) Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya. (3) Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan secara lengkap. (4) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
11
(5) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. (6) Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 38 Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.
Pasal 39 Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain: a. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta; b. tanggal penerimaan surat Permohonan; c. tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan d. nomor pendaftaran Ciptaan.
Pasal 40 (1) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. (2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 41 (1) Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak. (2) Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya. (3) Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal. Pasal 42 Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga. Pasal 43 (1) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya. (2) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
12
Pasal 44 Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena: a. penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta; b. lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32; c. dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
BAB V LISENSI Pasal 45 (1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. (3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi. (4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
Pasal 46 Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 47 (1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku. (2) Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. (3) Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
13
BAB VI DEWAN HAK CIPTA Pasal 48 (1) Untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta, dibentuk Dewan Hak Cipta. (2) Keanggotaan Dewan Hak Cipta terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi, dan anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (4) Biaya untuk Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan kepada anggaran belanja departemen yang melakukan pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual.
BAB VII HAK TERKAIT Pasal 49 (1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. (2) Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi. (3) Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain.
Pasal 50 (1) Jangka waktu perlindungan bagi: a. Pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut pertama kali dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual; b. Produser Rekaman Suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam; c. Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan. (2) Penghitungan jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya setelah: a. karya pertunjukan selesai dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual; b. karya rekaman suara selesai direkam; c. karya siaran selesai disiarkan untuk pertama kali.
14
Pasal 51 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 14 huruf b dan huruf c, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77 berlaku mutatis mutandis terhadap Hak Terkait.
BAB VIII PENGELOLAAN HAK CIPTA Pasal 52 Penyelenggaraan administrasi Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Undang- undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 53 Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi Hak Cipta yang bersifat nasional, yang mampu menyediakan informasi tentang Hak Cipta seluas mungkin kepada masyarakat.
BAB IX BIAYA Pasal 54 (1) Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi wajib, serta lain- lain yang ditentukan dalam Undangundang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. (3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan perundang- undangan yang berlaku.
BAB X PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 55 Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya: a. meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu; b. mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya; c. mengganti atau mengubah judul Ciptaan; atau d. mengubah isi Ciptaan.
15
Pasal 56 (1) Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu. (2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. (3) Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Pasal 57 Hak dari Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak berlaku terhadap Ciptaan yang berada pada pihak yang dengan itikad baik memperoleh Ciptaan tersebut sematamata untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan komersial dan/atau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial.
Pasal 58 Pencipta atau ahli waris suatu Ciptaan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 59 Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58 wajib diputus dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Niaga yang bersangkutan.
Pasal 60 (1) Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga. (2) Panitera mendaftarkan gugatan tersebut pada ayat (1) pada tanggal gugatan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran. (3) Panitera menyampaikan gugatan kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lama 2 (dua) hari terhitung setelah gugatan didaftarkan. (4) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang. (5) Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.
Pasal 61 (1) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan. (2) Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
16
(3) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan apabila diminta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum. (4) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan diucapkan.
Pasal 62 (1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) hanya dapat diajukan kasasi. (2) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada Pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut. (3) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
Pasal 63 (1) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2). (2) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah memori kasasi diterima oleh panitera. (3) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal termohon kasasi mene rima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera. (4) Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 64 (1) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. (2) Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi mulai dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. (3) Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. (4) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
17
(5) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan atas permohonan kasasi diucapkan. (6) Juru sita wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan kasasi diterima oleh panitera.
Pasal 65 Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
Pasal 66 Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta.
BAB XI PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN Pasal 67 Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan dengan segera dan efektif untuk: a. mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak Cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta atau Hak Terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi; b. menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti; c. meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas Hak Cipta atau Hak Terkait, dan hak Pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Pasal 68 Dalam hal penetapan sementara pengadilan tersebut telah dilakukan, para pihak harus segera diberitahukan mengenai hal itu, termasuk hak untuk didengar bagi pihak yang dikenai penetapan sementara tersebut.
Pasal 69 (1) Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan penetapan sementara pengadilan, hakim Pengadilan Niaga harus memutuskan apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a dan huruf b dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara pengadilan tersebut. (2) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan sementara pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum.
18
Pasal 70 Dalam hal penetapan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara tersebut.
BAB XII PENYIDIKAN Pasal 71 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta; c. meminta keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain; f. melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta; dan g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 72 (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
19
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rup iah). (4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 73 (1) Ciptaan atau barang yang merupakan ha sil tindak pidana Hak Cipta atau Hak Terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan. (2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 74 Dengan berlakunya Undang- undang ini segala peraturan perundang- undangan di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang- undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 75 Terhadap Surat Pendaftaran Ciptaan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal berdasarkan Undang- undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang- undang No.7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1997 yang masih berlaku pada saat diundangkannya undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku untuk selama sisa jangka waktu perlindungannya.
20
BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 76 Undang-undang ini berlaku terhadap: a. semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia; b. semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia; c. semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan: (i) negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia; atau (ii) negaranya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta.
Pasal 77 Dengan berlakunya undang-undang ini, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang- undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 78 Undang-undang ini mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 85 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI. Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II, Ttd. EDY SUDIBYO 21
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
I.
UMUM Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para Penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para Penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujua n Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs, melalui Undang-undang Nomor 7 Ta hun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997. Saat ini Indonesia telah memiliki Undang- undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut Undangundang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan. Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas. Dengan memperhatikan hal-hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undang- undang Hak Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.
22
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemamp uan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai: 1. database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi; 2. penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi; 3. penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa; 4. penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak; 5. batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung; 6. pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi; 7. pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi; 8. ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait; 9. ancaman pidana dan denda minimal; 10. ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata- mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Beralih atau dialihkannya Hak Cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun tanpa akta notariil. Huruf a Cukup jelas.
23
Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Sebab-sebab lain ya ng dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pengalihan yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 4 Ayat (1) Karena manunggal dengan Penciptanya dan bersifat tidak berwujud, Hak Cipta pada prinsipnya tidak dapat disita, kecuali Hak Cipta tersebut diperoleh secara melawan hukum. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pada prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan mengenai Ciptaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1) huruf a dan huruf b serta apabila pihak-pihak yang berkepentingan dapat membuktikan kebenarannya, hakim dapat menentukan Pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut.
Pasal 6 Yang dimaksud dengan bagian tersendiri, misalnya suatu ciptaan berupa film serial, yang isi setiap seri dapat lepas dari isi seri yang lain, demikian juga dengan buku, yang untuk isi setiap bagian dapat dipisahkan dari isi bagian yang lain. Pasal 7 Rancangan yang dimaksud adalah gagasan berupa gambar atau kata atau gabungan keduanya, yang akan diwujudkan dalam bentuk yang dikehendaki pemilik rancangan. Oleh karena itu, perancang disebut Pencipta, apabila rancangannya itu dikerjakan secara detail menurut desain yang sudah ditentukannya dan tidak sekadar gagasan atau ide saja. Yang dimaksud dengan di bawah pimpinan dan pengawasan adalah yang dilakukan dengan bimbingan, pengarahan, ataupun koreksi dari orang yang memiliki rancangan tersebut. Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan hubungan dinas adalah hubungan kepegawaian antara pegawai negeri dengan instansinya. Ayat (2) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Hak Cipta yang dibuat oleh seseorang berdasarkan pesanan dari instansi Pemerintah tetap dipegang oleh instansi Pemerintah tersebut selaku pemesan, kecuali diperjanjikan lain.
24
Ayat (3) Yang dimaksud dengan hubungan kerja atau berdasarkan pesanan di sini adalah Ciptaan yang dibuat atas dasar hubungan kerja di lembaga swasta atau atas dasar pesanan pihak lain. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam rangka melindungi folklor dan hasil kebudayaan rakyat lain, Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia sebagai Pemegang Hak Cipta. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. Folklor dimaksudkan sebaga i sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, termasuk: a. cerita rakyat, puisi rakyat; b. lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional; c. tari-tarian rakyat, permainan tradisional; d. hasil seni antara lain berupa: lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan status Hak Cipta dalam hal suatu karya yang Penciptanya tidak diketahui dan tidak atau belum diterbitkan, sebagaimana layaknya Ciptaan itu diwujudkan. Misalnya, dalam hal karya tulis atau karya musik, Ciptaan tersebut belum diterbitkan dalam bentuk buku atau belum direkam. Dalam hal demikian, Hak Cipta atas karya tersebut dipegang oleh Negara untuk melindungi Hak Cipta bagi kepentingan Penciptanya, sedangkan apabila karya tersebut berupa karya tulis dan telah diterbitkan, Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan dipegang oleh Penerbit. Ayat (2) Penerbit dianggap Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang diterbitkan dengan menggunakan nama samaran Penciptanya. Dengan demikian, suatu Ciptaan yang diterbitkan tetapi tidak diketahui siapa Penciptanya atau terhadap Ciptaan yang hanya tertera nama samaran Penciptanya, penerbit yang namanya tertera di dalam Ciptaan dan dapat membuktikan sebagai Penerbit yang pertama kali menerbitkan Ciptaan tersebut dianggap sebagai Pemegang Hak Cipta. Hal ini tidak berlaku apabila Pencipta di kemudian hari menyatakan identitasnya dan ia dapat membuktikan bahwa Ciptaan tersebut adalah Ciptaannya.
25
Ayat (3) Penerbit dianggap Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, penerbit yang pertama kali menerbitkan Ciptaan tersebut dianggap mewakili Pencipta. Hal ini tidak berlaku apabila Pencipta dikemudian hari menyatakan identitasnya dan ia dapat membuktikan bahwa Ciptaan tersebut adalah Ciptaannya. Pasal 12 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal denga n "typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas. Huruf b Yang dimaksud dengan Ciptaan lain yang sejenis adalah Ciptaan-ciptaan yang belum disebutkan, tetapi dapat disamakan dengan Ciptaan-ciptaan seperti ceramah, kuliah, dan pidato. Huruf c Yang dimaksud dengan alat peraga adalah Ciptaan yang berbentuk dua ataupun tiga dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain. Huruf d Lagu atau musik dalam undang- undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan bentuk huruf indah, dan gambar tersebut dibuat bukan untuk tujuan desain industri. Yang dimaksud dengan kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, kayu) yang ditempelkan pada permukaan gambar. Seni terapan yang berupa kerajinan tangan sejauh tujuan pembuatannya bukan untuk diproduksi secara massal merupakan suatu Ciptaan. Huruf g Yang dimaksud dengan arsitektur antara lain meliputi: seni gambar bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maket bangunan. Huruf h Yang dimaksud dengan peta adalah suatu gambaran dari unsur- unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu. Huruf i Batik yang dibuat secara konvensional dilindungi dalam undang-undang ini sebagai bentuk Ciptaan tersendiri. Karya-karya seperti itu memperoleh perlindungan karena mempunyai nilai seni, baik pada Ciptaan motif atau 26
gambar maupun komposisi warnanya. Disamakan dengan pengertian seni batik adalah karya tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, ikat, dan lain- lain yang dewasa ini terus dikembangkan. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Karya sinematografi yang merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images) antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya. Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan. Huruf l Yang dimaksud dengan bunga rampai meliputi: Ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kumpulan karya tulis pilihan, himpunan lagu-lagu pilihan yang direkam dalam satu kaset, cakram optik atau media lain, serta komposisi berbagai karya tari pilihan. Yang dimaksud dengan database adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh mesin (komputer) atau dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual. Perlindungan terhadap database diberikan dengan tidak mengurangi hak Pencipta lain yang Ciptaannya dimasukkan dalam database tersebut. Yang dimaksud dengan pengalihwujudan adalah pengubahan bentuk, misalnya dari bentuk patung menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama, drama menjadi sandiwara radio dan novel menjadi film. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ciptaan yang belum diumumkan, sebagai contoh sketsa, manuskrip, cetak biru (blue print) dan yang sejenisnya dianggap Ciptaan yang sudah merupakan suatu kesatuan yang lengkap. Pasal 13 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas.
27
Huruf e Yang dimaksud dengan keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya keputusankeputusan yang memutuskan suatu sengketa, termasuk keputusan–keputusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Mahkamah Pelayaran. Pasal 14 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Contoh dari Pengumuman dan Perbanyakan atas nama Pemerintah adalah Pengumuman dan Perbanyakan mengenai suatu hasil riset yang dilakukan dengan biaya Negara. Huruf c Yang dimaksud dengan berita aktual adalah berita yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak pertama kali diumumkan. Pasal 15 Huruf a Pembatasan ini perlu dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran Hak Cipta sulit diterapkan. Dalam hal ini akan lebih tepat apabila penentuan pelanggaran Hak Cipta didasarkan pada ukuran kualitatif. Misalnya, pengambilan bagian yang paling substansial dan khas yang menjadi ciri dari Ciptaan, meskipun pemakaian itu kurang dari 10 %. Pemakaian seperti itu secara substantif merupakan pelanggaran Hak Cipta. Pemakaian Ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial. Misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Penciptanya. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan Ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber Ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama Pencipta, judul atau nama Ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Yang dimaksud dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
28
Huruf g Seorang pemilik (bukan Pemegang Hak Cipta) Program Komputer dibolehkan membuat salinan atas Program Komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri. Pembuatan salinan cadangan seperti di atas tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah beredarnya Ciptaan yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai- nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum. Misalnya, buku-buku atau karya-karya sastra atau karya-karya fotografi. Pasal 18 Ayat (1) Maksud ketentuan ini adalah Pengumuman suatu ciptaan melalui penyiaran radio, televisi dan sarana lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah haruslah diutamakan untuk kepentingan publik yang secara nyata dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Tidak selalu orang yang dipotret akan setuju bahwa potretnya diumumkan tanpa diminta persetujuannya. Oleh karena itu ditentukan bahwa harus dimintakan persetujuan yang bersangkutan atau ahli warisnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 20 Dalam suatu pemotretan dapat terjadi bahwa seseorang telah dipotret tanpa diketahuinya dalam keadaan yang dapat merugikan dirinya. Pasal 21 Misalnya, seorang penyanyi dalam suatu pertunjukan musik dapat berkeberatan jika diambil potretnya untuk diumumkan. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas.
29
Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dengan hak moral, Pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak untuk: a. dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam Ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum; b. mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk perubahan lainnya yang meliputi pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi Pencipta. Selain itu tidak satupun dari hak- hak tersebut di atas dapat dipindahkan selama Penciptanya masih hidup, kecuali atas wasiat Pencipta berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 25 Yang dimaksud dengan informasi manajemen hak Pencipta adalah informasi yang melekat secara elektronik pada suatu ciptaan atau muncul dalam hubungan dengan kegiatan Pengumuman yang menerangkan tentang suatu Ciptaan, Pencipta, dan kepemilikan hak maupun informasi persyaratan penggunaan, nomor atau kode informasi. Siapa pun dilarang mendistribusikan, mengimpor, menyiarkan, mengkomunikasikan kepada publik karya-karya pertunjukan, rekaman suara atau siaran yang diketahui bahwa perangkat informasi manajemen hak Pencipta telah ditiadakan, dirusak, atau diubah tanpa izin pemegang hak. Pasal 26 Ayat (1) Pembelian hasil Ciptaan tidak berarti bahwa status Hak Ciptanya berpindah kepada pembeli, akan tetapi Hak Cipta atas suatu Ciptaan tersebut tetap ada di tangan Penciptanya. Misalnya, pembelian buku, kaset, dan lukisan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 27 Yang dimaksud dengan sarana kontrol teknologi adalah instrumen teknologi dalam bentuk antara lain kode rahasia, password, bar code, serial number, teknologi dekripsi (decryption) dan enkripsi (encryption) yang digunakan untuk melindungi Ciptaan. Semua tindakan yang dia nggap pelanggaran hukum meliputi: memproduksi atau mengimpor atau menyewakan peralatan apa pun yang dirancang khusus untuk meniadakan sarana kontrol teknologi atau untuk mencegah, membatasi Perbanyakan dari suatu Ciptaan. Pasal 28 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ketentuan persyaratan sarana produksi berteknologi tinggi, misalnya, izin lokasi produksi, kewajiban membuat pembukuan produksi, membubuhkan tanda pengenal produsen pada produknya, pajak atau cukai serta memenuhi syarat inspeksi oleh pihak yang berwenang.
30
Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Ketentuan ini menegaskan bahwa tanggal 1 Januari sebagai dasar perhitungan jangka waktu perlindungan Hak Cipta, dimaksudkan semata-mata untuk memudahkan perhitungan berakhirnya jangka perlindungan. Titik tolaknya adalah tanggal 1 Januari tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan atau Penciptanya meninggal dunia. Cara perhitungan seperti itu tetap tidak mengurangi prinsip perhitungan jangka waktu perlindungan yang didasarkan pada saat dihasilkannya suatu Ciptaan apabila tanggal tersebut diketahui secara jelas. Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu Ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi. Pasal 36 Direktorat Jenderal yang menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang terdaftar.
31
Pasal 37 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yaitu orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa mengurus permohonan Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang Hak Kekayaan Intelektual lain dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pengganti Ciptaan adalah contoh Ciptaan yang dilampirkan karena Ciptaan itu sendiri secara teknis tidak mungkin untuk dilampirkan dalam Permohonan, misalnya, patung yang berukuran besar diganti dengan miniatur atau fotonya. Ayat (3) Jangka waktu proses permohonan dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada Pemohon. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas.
32
Pasal 49 Ayat (1) Yang dimaksud dengan menyiarkan termasuk menyewakan, melakukan pertunjukan umum (public performance), mengomunikasikan pertunjukan langsung (life performance), dan mengomunikasikan secara interaktif suatu karya rekaman Pelaku. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan menggunakan penerimaan adalah penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan sistem dan mekanisme yang berlaku. Dalam hal ini seluruh penerimaan disetorkan langsung ke kas negara sebagai PNBP. Kemudian, Direktorat Jenderal melalui Menteri mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk menggunakan sebagian PNBP sesuai dengan keperluan yang dibenarkan oleh Undang-undang, yang saat ini diatur dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687). Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas.
33
Pasal 60 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Ketua Pengadilan Niaga adalah Ketua Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan “panitera” pada ayat ini adalah panitera Pengadilan Negeri/Pengadilan Niaga. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Yang dimaksud dengan alternatif penyelesaian sengketa adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang- undang yang berlaku. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Huruf a Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, sehingga hakim Pengadilan Niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan penetapan sementara guna mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta dan Hak Terkait ke jalur perdagangan termasuk tindakan importasi. Huruf b Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penghilangan barang bukti oleh pihak pelanggar. Huruf c Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas.
34
Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu adalah pegawai yang diangkat sebagai penyidik berdasarkan Keputusan Menteri. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 72 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan memperbanyak penggunaan adalah menggandakan, atau menyalin program komputer dalam bentuk kode sumber (source code) atau program aplikasinya. Yang dimaksud dengan kode sumber adalah sebuah arsip (file) program yang berisi pernyataan-pernyataan (statements) pemrograman, kode-kode instruksi/perintah, fungsi, prosedur dan objek yang dibuat oleh seorang pemrogram (programmer). Misalnya: A membeli program komputer dengan hak Lisensi untuk digunakan pada satu unit komputer, atau B mengadakan perjanjian Lisensi untuk pengunaan aplikasi program komputer pada 10 (sepuluh) unit komputer. Apabila A atau B menggandakan atau menyalin aplikasi program komputer di atas untuk lebih dari yang telah ditentukan atau diperjanjikan, tindakan itu merupakan pelanggaran, kecuali untuk arsip. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 73 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain daripada yang lain, tidak ada persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus.
35
Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Diberlakukan 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan dimaksudkan agar undangundang ini dapat disosialisasikan terutama kepada pihak-pihak yang terkait dengan Hak Cipta, misalnya, perguruan tinggi, asosiasi-asosiasi di bidang Hak Cipta, dan lain- lain.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4220.
36
www.hukumonline.com
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a.
bahwa hak cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, sudah demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan pelindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait;
c.
bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai perjanjian internasional di bidang hak cipta dan hak terkait sehingga diperlukan implementasi lebih lanjut dalam sistem hukum nasional agar para pencipta dan kreator nasional mampu berkompetisi secara internasional;
d.
bahwa Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Hak Cipta.
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA. 1 / 63
www.hukumonline.com
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
3.
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
4.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.
5.
Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, producer fonogram, atau lembaga Penyiaran.
6.
Pelaku Pertunjukan adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampi]kan dan mempertunjukkan suatu Ciptaan.
7.
Produser Fonogram adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain.
8.
Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara Penyiaran, baik lembaga Penyiaran publik, lembaga Penyiaran swasta, lembaga Penyiaran komunitas maupun lembaga Penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
9.
Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu.
10.
Potret adalah karya fotografi dengan objek manusia.
11.
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
12.
Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.
13.
Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.
14.
Fonogram adalah Fiksasi suara pertunjukan atau suara lainnya, atau representasi suara, yang tidak termasuk bentuk Fiksasi yang tergabung dalam sinematografi atau Ciptaan audiovisual lainnya.
15.
Penyiaran adalah pentransmisian suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait tanpa kabel sehingga dapat 2 / 63
www.hukumonline.com
diterima oleh semua orang di lokasi yang jauh dari tempat transmisi berasal. 16.
Komunikasi kepada publik yang selanjutnya disebut Komunikasi adalah pentransmisian suatu Ciptaan, pertunjukan, atau Fonogram melalui kabel atau media lainnya selain Penyiaran sehingga dapat diterima oleh publik, termasuk penyediaan suatu Ciptaan, pertunjukan, atau Fonogram agar dapat diakses publik dari tempat dan waktu yang dipilihnya.
17.
Pendistribusian adalah penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait.
18.
Kuasa adalah konsultan kekayaan intelektual, atau orang yang mendapat kuasa dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait.
19.
Permohonan adalah permohonan pencatatan Ciptaan oleh pemohon kepada Menteri.
20.
Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.
21.
Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.
22.
Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.
23.
Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
24.
Penggunaan Secara Komersial adalah pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.
25.
Ganti rugi adalah pembayaran sejumlah uang yang dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait berdasarkan putusan pengadilan perkara perdata atau pidana yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang diderita Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait.
26.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
27.
Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
28.
Hari adalah Hari kerja.
Pasal 2 Undang-Undang ini berlaku terhadap: a.
semua Ciptaan dan produk Hak Terkait warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;
b.
semua Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk pertama kali dilakukan Pengumuman di Indonesia;
c.
semua Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia dengan ketentuan: 1.
negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Republik Indonesia mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau
2.
negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian 3 / 63
www.hukumonline.com
multilateral yang sama mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait.
Pasal 3 Undang-Undang ini mengatur: a.
Hak Cipta; dan
b.
Hak Terkait.
BAB II HAK CIPTA
Bagian Kesatu Umum
Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Bagian Kedua Hak Moral
Pasal 5 (1)
Hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk: a.
tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;
b.
menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
c.
mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
d.
mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan
e.
mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
(2)
Hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia.
(3)
Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penerima dapat melepaskan atau menolak pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan hak tersebut dinyatakan secara tertulis.
4 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 6 Untuk melindungi hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Pencipta dapat memiliki: a.
informasi manajemen Hak Cipta; dan/atau
b.
informasi elektronik Hak Cipta.
Pasal 7 (1)
(2)
(3)
Informasi manajemen Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi informasi tentang: a.
metode atau sistem yang dapat mengidentifikasi originalitas substansi Ciptaan dan Penciptanya; dan
b.
kode informasi dan kode akses.
Informasi elektronik Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi informasi tentang: a.
suatu Ciptaan, yang muncul dan melekat secara elektronik dalam hubungan dengan kegiatan Pengumuman Ciptaan;
b.
nama pencipta, aliasnya atau nama samarannya;
c.
Pencipta sebagai Pemegang Hak Cipta;
d.
masa dan kondisi penggunaan Ciptaan;
e.
nomor; dan
f.
kode informasi.
Informasi manajemen Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan informasi elektronik Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dimiliki Pencipta dilarang dihilangkan, diubah, atau dirusak.
Bagian Ketiga Hak Ekonomi
Paragraf 1 Hak Ekonomi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
Pasal 8 Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.
Pasal 9 (1)
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: a.
penerbitan Ciptaan;
b.
Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; 5 / 63
www.hukumonline.com
c.
penerjemahan Ciptaan;
d.
pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e.
Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f.
pertunjukan Ciptaan;
g.
Pengumuman Ciptaan;
h.
Komunikasi Ciptaan; dan
i.
penyewaan Ciptaan.
(2)
Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3)
Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Pasal 10 Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang basil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya.
Pasal 11 (1)
Hak ekonomi untuk melakukan Pendistribusian Ciptaan atau salinannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e tidak berlaku terhadap Ciptaan atau salinannya yang telah dijual atau yang telah dialihkan kepemilikan Ciptaan kepada siapapun.
(2)
Hak ekonomi untuk menyewakan Ciptaan atau salinannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i tidak berlaku terhadap Program Komputer dalam hal Program Komputer tersebut bukan merupakan objek esensial dari penyewaan.
Paragraf 2 Hak Ekonomi atas Potret
Pasal 12 (1)
Setiap Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya.
(2)
Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi Potret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memuat Potret 2 (dua) orang atau lebih, wajib meminta persetujuan dari orang yang ada dalam Potret atau ahli warisnya.
Pasal 13 Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Potret seorang atau beberapa orang Pelaku Pertunjukan dalam suatu pertunjukan umum tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, kecuali dinyatakan lain atau diberi persetujuan oleh Pelaku Pertunjukan atau pemegang hak atas pertunjukan tersebut sebelum atau pada
6 / 63
www.hukumonline.com
saat pertunjukan berlangsung.
Pasal 14 Untuk kepentingan keamanan, kepentingan umum, dan/atau keperluan proses peradilan pidana, instansi yang berwenang dapat melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Potret tanpa harus mendapatkan persetujuan dari seorang atau beberapa orang yang ada dalam Potret.
Pasal 15 (1)
Kecuali diperjanjikan lain, pemilik dan/atau pemegang Ciptaan fotografi, lukisan, gambar, karya arsitektur, patung, atau karya seni lain berhak melakukan Pengumuman Ciptaan dalam suatu pameran umum atau Penggandaan dalam suatu katalog yang diproduksi untuk keperluan pameran tanpa persetujuan Pencipta.
(2)
Ketentuan Pengumuman Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Potret sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Paragraf 3 Pengalihan Hak Ekonomi
Pasal 16 (1)
Hak Cipta merupakan Benda bergerak tidak berwujud.
(2)
Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena: a.
pewarisan;
b.
hibah;
c.
wakaf;
d.
wasiat;
e.
perjanjian tertulis; atau
f.
sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.
(4)
Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17 (1)
Hak ekonomi atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta selama Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tidak mengalihkan seluruh hak ekonomi dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta tersebut kepada penerima pengalihan hak atas Ciptaan.
(2)
Hak ekonomi yang dialihkan Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dialihkan untuk kedua kalinya oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang sama.
7 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 18 Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, Hak Ciptanya beralih kembali kepada Pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
Pasal 19 (1)
Hak Cipta yang dimiliki Pencipta yang belum, telah, atau tidak dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi setelah Penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli waris atau milik penerima wasiat.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika hak tersebut diperoleh secara melawan hukum.
BAB III HAK TERKAIT
Bagian Kesatu Umum
Pasal 20 Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan hak eksklusif yang meliputi: a.
hak moral Pelaku Pertunjukan;
b.
hak ekonomi Pelaku Pertunjukan;
c.
hak ekonomi Produser Fonogram; dan
d.
hak ekonomi Lembaga Penyiaran.
Bagian Kedua Hak Moral Pelaku Pertunjukan
Pasal 21 Hak moral Pelaku Pertunjukan merupakan hak yang melekat pada Pelaku Pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya telah dialihkan.
Pasal 22 Hak moral Pelaku Pertunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 meliputi hak untuk: a.
namanya dicantumkan sebagai Pelaku Pertunjukan, kecuali disetujui sebaliknya; dan
b.
tidak dilakukannya distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal-hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya.
8 / 63
www.hukumonline.com
Bagian Ketiga Hak Ekonomi
Paragraf 1 Hak Ekonomi Pelaku Pertunjukan
Pasal 23 (1)
Pelaku Pertunjukan memiliki hak ekonomi.
(2)
Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:
(3)
a.
Penyiaran atau Komunikasi atas pertunjukan Pelaku Pertunjukan;
b.
Fiksasi dari pertunjukannya yang belum difiksasi;
c.
Penggandaan atas Fiksasi pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun;
d.
Pendistribusian atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya;
e.
penyewaan atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik; dan
f.
penyediaan atas Fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik.
Penyiaran atau Komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak berlaku terhadap: a.
hasil Fiksasi pertunjukan yang telah diberi izin oleh Pelaku Pertunjukan; atau
b.
Penyiaran atau Komunikasi kembali yang telah diberi izin oleh Lembaga Penyiaran yang pertama kali mendapatkan izin pertunjukan.
(4)
Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tidak berlaku terhadap karya pertunjukan yang telah difiksasi, dijual atau dialihkan.
(5)
Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
Paragraf 2 Hak Ekonomi Produser Fonogram
Pasal 24 (1)
Produser Fonogram memiliki hak ekonomi.
(2)
Hak ekonomi Produser Fonogram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan: a.
penggandaan atas Fonogram dengan cara atau bentuk apapun;
b.
pendistribusian atas Fonogram asli atau salinannya;
c.
penyewaan kepada publik atas salinan Fonogram; dan 9 / 63
www.hukumonline.com
d.
penyediaan atas Fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik.
(3)
Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak berlaku terhadap salinan Fiksasi atas pertunjukan yang telah dijual atau yang telah dialihkan kepemilikannya oleh Produser Fonogram kepada pihak lain.
(4)
Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi Produser Fonogram sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapatkan izin dari Produser Fonogram.
Paragraf 3 Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran
Pasal 25 (1)
Lembaga Penyiaran mempunyai hak ekonomi.
(2)
Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:
(3)
a.
Penyiaran ulang siaran;
b.
Komunikasi siaran;
c.
Fiksasi siaran; dan/atau
d.
Penggandaan Fiksasi siaran.
Setiap Orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan komersial atas konten karya siaran Lembaga Penyiaran.
Paragraf 4 Pembatasan Pelindungan
Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: a.
penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
b.
Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan;
c.
Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
d.
penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Paragraf 5 Pemberian Imbalan yang Wajar atas Penggunaan Fonogram
10 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 27 (1)
Fonogram yang tersedia untuk diakses publik dengan atau tanpa kabel harus dianggap sebagai Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman untuk kepentingan komersial.
(2)
Pengguna harus membayar imbalan yang wajar kepada Pelaku Pertunjukan dan Produser Fonogram jika Fonogram telah dilakukan Pengumuman secara komersial atau Penggandaan Fonogram tersebut digunakan secara langsung untuk keperluan Penyiaran dan/atau Komunikasi.
(3)
Hak untuk menerima imbalan yang wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak tanggal Pengumuman.
Pasal 28 Kecuali diperjanjikan lain, Produser Fonogram harus membayar Pelaku Pertunjukan sebesar 1/2 (satu per dua) dari pendapatannya.
Paragraf 6 Pengalihan Hak Ekonomi
Pasal 29 Pengalihan hak ekonomi atas Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 19 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengalihan hak ekonomi atas produk Hak Terkait.
Pasal 30 Karya Pelaku Pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, kepemilikan hak ekonominya beralih kembali kepada Pelaku Pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.
BAB IV PENCIPTA
Pasal 31 Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu Orang yang namanya: a.
disebut dalam Ciptaan;
b.
dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;
c.
disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau
d.
tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta.
Pasal 32
11 / 63
www.hukumonline.com
Kecuali terbukti sebaliknya, Orang yang melakukan ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Pencipta ceramah tersebut dianggap sebagai Pencipta.
Pasal 33 (1)
Dalam hal Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh 2 (dua) Orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan.
(2)
Dalam hal Orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu Orang yang menghimpun Ciptaan dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya.
Pasal 34 Dalam hal Ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh Orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan Orang yang merancang, yang dianggap Pencipta yaitu Orang yang merancang Ciptaan.
Pasal 35 (1)
Kecuali diperjanjikan lain Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat oleh Pencipta dalam hubungan dinar, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu instansi pemerintah.
(2)
Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan secara komersial, Pencipta dan/atau Pemegang Hak Terkait mendapatkan imbalan dalam bentuk Royalti.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Royalti untuk penggunaan secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36 Kecuali diperjanjikan lain, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan yaitu pihak yang membuat Ciptaan.
Pasal 37 Kecuali terbukti sebaliknya, dalam hal badan hukum melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang sebagai Pencipta, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu badan hukum.
BAB V EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DAN CIPTAAN YANG DILINDUNGI
Bagian Kesatu Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui
12 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 38 (1)
Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara.
(2)
Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 39 (1)
Dalam hal Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta.
(2)
Dalam hal Ciptaan telah dilakukan Pengumuman tetapi tidak diketahui Penciptanya, atau hanya tertera nama aliasnya atau samaran Penciptanya, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan Pengumuman untuk kepentingan Pencipta.
(3)
Dalam hal Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Pencipta dan pihak yang melakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta.
(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak berlaku jika Pencipta dan/atau pihak yang melakukan Pengumuman dapat membuktikan kepemilikan atas Ciptaan tersebut.
(5)
Kepentingan Pencipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh Menteri.
Bagian Kedua Ciptaan yang Dilindungi
Pasal 40 (1)
Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: a.
buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b.
ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c.
alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d.
lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e.
drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.
karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g.
karya seni terapan;
h.
karya arsitektur;
i.
peta;
j.
karya seni batik atau seni motif lain;
k.
karya fotografi; 13 / 63
www.hukumonline.com
l.
Potret;
m.
karya sinematografi;
n.
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o.
terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
p.
kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;
q.
kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
r.
permainan video; dan
s.
Program Komputer.
(2)
Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3)
Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.
Bagian Ketiga Hasil Karya yang Tidak Dilindungi Hak Cipta
Pasal 41 Hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta meliputi: a.
hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
b.
setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah Ciptaan; dan
c.
alat, Benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.
Pasal 42 Tidak ada Hak Cipta atas hasil karya berupa: a.
hasil rapat terbuka lembaga negara;
b.
peraturan perundang-undangan;
c.
pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;
d.
putusan pengadilan atau penetapan hakim; dan
e.
kitab suci atau simbol keagamaan.
BAB VI PEMBATASAN HAK CIPTA
14 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 43 Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta meliputi: a.
Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b.
Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan;
c.
pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau
d.
pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.
e.
Penggandaan, Pengumuman, dan/atau Pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44 (1)
Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan: a.
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b.
keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
c.
ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
d.
pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
(2)
Fasilitasi akses atas suatu Ciptaan untuk penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, dan/atau pengguna huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial.
(3)
Dalam hal Ciptaan berupa karya arsitektur, pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi akses terhadap Ciptaan bagi penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan dan keterbatasan dalam membaca dan menggunakan huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 45 15 / 63
www.hukumonline.com
(1)
(2)
Penggandaan sebanyak 1 (satu) salinan atau adaptasi Program Komputer yang dilakukan oleh pengguna yang sah dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta jika salinan tersebut digunakan untuk: a.
penelitian dan pengembangan Program Komputer tersebut; dan
b.
arsip atau cadangan atas Program Komputer yang diperoleh secara sah untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau tidak dapat dioperasikan.
Apabila penggunaan Program Komputer telah berakhir, salinan atau adaptasi Program Komputer tersebut harus dimusnahkan.
Pasal 46 (1)
Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas Ciptaan yang telah dilakukan Pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(2)
Penggandaan untuk kepentingan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencakup: a.
karya arsitektur dalam bentuk bangunan atau konstruksi lain;
b.
seluruh atau bagian yang substansial dari suatu buku atau notasi musik;
c.
seluruh atau bagian substansial dari database dalam bentuk digital;
d.
Program Komputer, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1); dan
e.
Penggandaan untuk kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Pasal 47 Setiap perpustakaan atau lembaga arsip yang tidak bertujuan komersial dapat membuat 1 (satu) salinan Ciptaan atau bagian Ciptaan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan cara: a.
b.
c.
Penggandaan tulisan secara reprografi yang telah dilakukan Pengumuman, diringkas, atau dirangkum untuk memenuhi permintaan seseorang dengan syarat: 1.
perpustakaan atau lembaga arsip menjamin bahwa salinan tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian;
2.
Penggandaan tersebut dilakukan secara terpisah dan jika dilakukan secara berulang, Penggandaan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan; dan
3.
tidak ada Lisensi yang ditawarkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif kepada perpustakaan atau lembaga arsip sehubungan dengan bagian yang digandakan.
pembuatan salinan dilakukan untuk pemeliharaan, penggantian salinan yang diperlukan, atau penggantian salinan dalam hal salinan hilang, rusak, atau musnah dari koleksi permanen di perpustakaan atau lembaga arsip lain dengan syarat: 1.
perpustakan atau lembaga arsip tidak mungkin memperoleh salinan dalam kondisi wajar; atau
2.
pembuatan salinan tersebut dilakukan secara terpisah atau jika dilakukan secara berulang, pembuatan salinan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan.
pembuatan salinan dimaksudkan untuk Komunikasi atau pertukaran informasi antarperpustakaan, antarlembaga arsip, serta antara perpustakaan dan lembaga arsip.
16 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 48 Penggandaan, Penyiaran, atau Komunikasi atas Ciptaan untuk tujuan informasi yang menyebutkan sumber dan nama Pencipta secara lengkap tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta dengan ketentuan Ciptaan berupa: a.
artikel dalam berbagai bidang yang sudah dilakukan Pengumuman baik dalam media cetak maupun media elektronik kecuali yang salinannya disediakan oleh Pencipta, atau berhubungan dengan Penyiaran atau Komunikasi atas suatu Ciptaan;
b.
laporan peristiwa aktual atau kutipan singkat dari Ciptaan yang dilihat atau didengar dalam situasi tertentu; dan
c.
karya ilmiah, pidato, ceramah, atau Ciptaan sejenis yang disampaikan kepada publik.
Pasal 49 (1)
Penggandaan sementara atas Ciptaan tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta jika Penggandaan tersebut memenuhi ketentuan: a.
pada saat dilaksanakan transmisi digital atau pembuatan Ciptaan secara digital dalam media penyimpanan;
b.
dilaksanakan oleh setiap Orang atas izin Pencipta untuk mentransmisi Ciptaan; dan
c.
menggunakan alat yang dilengkapi mekanisme penghapusan salinan secara otomatis yang tidak memungkinkan Ciptaan tersebut ditampilkan kembali.
(2)
Setiap Lembaga Penyiaran dapat membuat rekaman sementara tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk tujuan aktivitasnya dengan alat dan fasilitasnya sendiri.
(3)
Lembaga Penyiaran wajib memusnahkan rekaman sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak pembuatan atau dalam waktu yang lebih lama dengan persetujuan Pencipta.
(4)
Lembaga Penyiaran dapat membuat 1 (satu) salinan rekaman sementara yang mempunyai karakteristik tertentu untuk kepentingan arsip resmi.
Pasal 50 Setiap Orang dilarang melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi Ciptaan yang bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, atau pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 51 (1)
Pemerintah dapat menyelenggarakan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas suatu Ciptaan melalui radio, televisi dan/atau sarana lain untuk kepentingan nasional tanpa izin dari Pemegang Hak Cipta, dengan ketentuan wajib memberikan imbalan kepada Pemegang Hak Cipta.
(2)
Lembaga Penyiaran yang melakukan Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendokumentasikan Ciptaan hanya untuk Lembaga Penyiaran tersebut dengan ketentuan untuk Penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus mendapatkan izin Pemegang Hak Cipta.
BAB VII SARANA KONTROL TEKNOLOGI 17 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 52 Setiap Orang dilarang merusak, memusnahkan, menghilangkan, atau membuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi yang digunakan sebagai pelindung Ciptaan atau produk Hak Terkait serta pengaman Hak Cipta atau Hak Terkait, kecuali untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, serta sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau diperjanjikan lain.
Pasal 53 (1)
Ciptaan atau produk Hak Terkait yang menggunakan sarana produksi dan/atau penyimpanan data berbasis teknologi informasi dan/atau teknologi tinggi, wajib memenuhi aturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi dan/atau penyimpanan data berbasis teknologi informasi dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII KONTEN HAK CIPTA DAN HAK TERKAIT DALAM TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Pasal 54 Untuk mencegah pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait melalui sarana berbasis teknologi informasi, Pemerintah berwenang melakukan: a.
pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait;
b.
kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri dalam pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait; dan
c.
pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap Ciptaan dan produk Hak Terkait di tempat pertunjukan.
Pasal 55 (1)
Setiap Orang yang mengetahui pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait melalui sistem elektronik untuk Penggunaan Secara Komersial dapat melaporkan kepada Menteri.
(2)
Menteri memverifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Dalam hal ditemukan bukti yang cukup berdasarkan basil verifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas permintaan pelapor Menteri merekomendasikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang telekomunikasi dan informatika untuk menutup sebagian atau seluruh konten yang melanggar Hak Cipta dalam sistem elektronik atau menjadikan layanan sistem elektronik tidak dapat diakses.
(4)
Dalam hal penutupan situs Internet sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara keseluruhan, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari setelah penutupan Menteri wajib meminta penetapan pengadilan.
Pasal 56
18 / 63
www.hukumonline.com
(1)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang telekomunikasi dan informatika berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dapat menutup konten, dan/atau hak akses pengguna yang melanggar Hak Cipta dan/atau Hak terkait dalam sistem elektronik dan menjadikan layanan sistem elektronik tidak dapat diakses.
(2)
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan penutupan konten dan/atau hak akses pengguna yang melanggar Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam sistem elektronik atau menjadikan layanan sistem elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh peraturan bersama Menteri dan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang komunikasi dan informatika.
BAB IX MASA BERLAKU HAK CIPTA DAN HAK TERKAIT
Bagian Kesatu Masa Berlaku Hak Cipta
Paragraf 1 Masa Berlaku Hak Moral
Pasal 57 (1)
Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf e berlaku tanpa batas waktu.
(2)
Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan.
Paragraf 2 Masa Berlaku Hak Ekonomi
Pasal 58 (1)
Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan: a.
buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b.
ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c.
alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d.
lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e.
drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.
karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g.
karya arsitektur;
h.
peta; dan 19 / 63
www.hukumonline.com
i.
karya seni batik atau seni motif lain,
berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. (2)
Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
(3)
Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
Pasal 59 (1)
Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan: a.
karya fotografi;
b.
Potret;
c.
karya sinematografi;
d.
permainan video;
e.
Program Komputer;
f.
perwajahan karya tulis;
g.
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
h.
terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
i.
kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer atau media lainnya; dan
j.
kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman. (2)
Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
Pasal 60 (1)
Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) berlaku tanpa Batas waktu.
(2)
Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya tidak diketahui yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman.
(3)
Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan Pengumuman.
20 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 61 (1)
Masa berlaku pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan yang dilakukan Pengumuman bagian per bagian dihitung sejak tanggal Pengumuman bagian yang terakhir.
(2)
Dalam menentukan masa berlaku pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2 (dua) jilid atau lebih yang dilakukan Pengumuman secara berkala dan tidak bersamaan waktunya, setiap jilid Ciptaan dianggap sebagai Ciptaan tersendiri.
Bagian Kedua Masa Berlaku Hak Terkait
Paragraf 1 Masa Berlaku Hak Moral Pelaku Pertunjukan
Pasal 62 Masa berlaku hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 berlaku secara mutatis mutandis terhadap hak moral Pelaku Pertunjukan.
Paragraf 2 Masa Berlaku Hak Ekonomi Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, dan Lembaga Penyiaran
Pasal 63 (1)
(2)
Pelindungan hak ekonomi bagi: a.
Pelaku Pertunjukan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertunjukannya difiksasi dalam Fonogram atau audiovisual;
b.
Produser Fonogram, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Fonogramnya difiksasi; dan
c.
Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siarannya pertama kali disiarkan.
Masa berlaku pelindungan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
BAB X PENCATATAN CIPTAAN DAN PRODUK HAK TERKAIT
Bagian Kesatu Umum
Pasal 64
21 / 63
www.hukumonline.com
(1)
Menteri menyelenggarakan pencatatan dan Penghapusan Ciptaan dan produk Hak Terkait.
(2)
Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait.
Pasal 65 Pencatatan Ciptaan tidak dapat dilakukan terhadap seni lukis yang berupa logo atau tanda pembeda yang digunakan sebagai merek dalam perdagangan barang/jasa atau digunakan sebagai lambang organisasi, badan usaha, atau badan hukum.
Bagian Kedua Tata Cara Pencatatan
Pasal 66 (1)
Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dan/atau non elektronik dengan: a.
menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya;
b.
melampirkan surat pernyataan kepemilikan Ciptaan dan Hak Terkait; dan
c.
membayar biaya.
Pasal 67 (1)
Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) diajukan oleh: a.
beberapa orang yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait, Permohonan dilampiri keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut; atau
b.
badan hukum, Permohonan dilampiri salinan resmi akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.
(2)
Dalam hal Permohonan diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih.
(3)
Dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Permohonan wajib dilakukan melalui konsultan kekayaan intelektual yang terdaftar sebagai Kuasa.
Pasal 68 (1)
Menteri melakukan pemeriksaan terhadap Permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.
(2)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dimohonkan tersebut secara esensial sama atau tidak sama dengan Ciptaan yang tercatat dalam daftar umum Ciptaan atau objek kekayaan intelektual lainnya.
22 / 63
www.hukumonline.com
(3)
Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan pertimbangan Menteri untuk menerima atau menolak Permohonan.
(4)
Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.
Pasal 69 (1)
Dalam hal Menteri menerima Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4), Menteri menerbitkan surat pencatatan Ciptaan dan mencatat dalam daftar umum Ciptaan.
(2)
Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a.
nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, atau nama pemilik produk Hak Terkait ;
b.
tanggal penerimaan surat Permohonan;
c.
tanggal lengkapnya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67; dan
d.
nomor pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait.
(3)
Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilihat oleh setiap Orang tanpa dikenai biaya.
(4)
Kecuali terbukti sebaliknya, surat pencatatan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti awal kepemilikan suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait.
Pasal 70 Dalam hal Menteri menolak Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (4), Menteri memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis kepada pemohon disertai alasan.
Pasal 71 (1)
Terhadap Ciptaan atau produk Hak Terkait yang tercatat dalam daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dapat diterbitkan petikan resmi.
(2)
Setiap Orang dapat memperoleh petikan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan dikenai biaya.
Pasal 72 Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam daftar umum Ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dicatat.
Pasal 73 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
23 / 63
www.hukumonline.com
Hapusnya Kekuatan Hukum Pencatatan Ciptaan dan Produk Hak Terkait
Pasal 74 (1)
(2)
Kekuatan hukum pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait hapus karena: a.
permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait;
b.
lampaunya waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 61;
c.
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembatalan pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait; atau
d.
melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, atau peraturan perundang-undangan yang penghapusannya dilakukan oleh Menteri.
Penghapusan pencatatan Ciptaan atas permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenai biaya.
Pasal 75 Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya kekuatan hukum pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pengalihan Hak atas pencatatan Ciptaan dan Produk Hak Terkait
Pasal 76 (1)
Pengalihan Hak atas pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dapat dilakukan jika seluruh Hak Cipta atas Ciptaan tercatat dialihkan haknya kepada penerima hak.
(2)
Pengalihan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak kepada Menteri.
(3)
Pengalihan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam daftar umum Ciptaan dengan dikenai biaya.
Pasal 77 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan hak atas pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima Perubahan Nama dan/atau Alamat
24 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 78 (1)
Perubahan nama dan/atau alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik produk Hak Terkait dilakukan dengan mengajukan Permohonan tertulis dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik produk Hak Terkait yang menjadi pemilik nama dan alamat tersebut kepada Menteri.
(2)
Perubahan nama dan/atau alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik produk Hak Terkait dicatat dalam daftar umum Ciptaan dengan dikenai biaya.
Pasal 79 Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan nama dan/atau alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI LISENSI DAN LISENSI WAJIB
Bagian Kesatu Lisensi
Pasal 80 (1)
Kecuali diperjanjikan lain, pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2).
(2)
Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama jangka waktu tertentu dan tidak melebihi masa berlaku Hak Cipta dan Hak Terkait.
(3)
Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai kewajiban penerima Lisensi untuk memberikan Royalti kepada Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait selama jangka waktu Lisensi.
(4)
Penentuan besaran Royalti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pemberian Royalti dilakukan berdasarkan perjanjian Lisensi antara Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dan penerima Lisensi.
(5)
Besaran Royalti dalam perjanjian Lisensi harus ditetapkan berdasarkan kelaziman praktik yang berlaku dan memenuhi unsur keadilan.
Pasal 81 Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2).
Pasal 82
25 / 63
www.hukumonline.com
(1)
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia.
(2)
Isi perjanjian Lisensi dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Perjanjian Lisensi dilarang menjadi sarana untuk menghilangkan atau mengambil alih seluruh hak Pencipta atas Ciptaannya.
Pasal 83 (1)
Perjanjian Lisensi harus dicatatkan oleh Menteri dalam daftar umum perjanjian Lisensi Hak Cipta dengan dikenai biaya.
(2)
Perjanjian Lisensi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 tidak dapat dicatat dalam daftar umum perjanjian Lisensi.
(3)
Jika perjanjian Lisensi tidak dicatat dalam daftar umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian Lisensi tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Lisensi Wajib
Pasal 84 Lisensi wajib merupakan Lisensi untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau Penggandaan Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra yang diberikan berdasarkan keputusan Menteri atas dasar permohonan untuk kepentingan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan pengembangan.
Pasal 85 Setiap Orang dapat mengajukan permohonan lisensi wajib terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan kepada Menteri.
Pasal 86 (1)
(2)
Terhadap permohonan lisensi wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, Menteri dapat: a.
mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Penggandaan Ciptaan di wilayah negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
b.
mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau Penggandaan Ciptaan di wilayah negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri; atau
c.
menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau Penggandaan Ciptaan dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
Kewajiban melaksanakan penerjemahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra dilakukan 26 / 63
www.hukumonline.com
Pengumuman selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. (3)
Kewajiban melakukan Penggandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah lewat jangka waktu: a.
3 (tiga) tahun sejak buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dilakukan Pengumuman dan buku tersebut belum pernah dilakukan Penggandaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.
3 (tiga) tahun sejak buku di bidang ilmu sosial dilakukan Pengumuman dan buku tersebut belum pernah dilakukan Penggandaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c.
3 (tiga) tahun sejak buku di bidang seni dan sastra dilakukan Pengumuman dan buku tersebut belum pernah dilakukan Penggandaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4)
Penerjemahan atau Penggandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(5)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai imbalan yang wajar.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai lisensi wajib diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF
Pasal 87 (1)
Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.
(2)
Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait, melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
(3)
Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar Royalti atas Hak Cipta dan Hak Terkait yang digunakan.
(4)
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif.
Pasal 88 (1)
Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) wajib mengajukan Permohonan izin operasional kepada Menteri.
(2)
Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a.
berbentuk badan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba;
b.
mendapat kuasa dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti;
c.
memiliki pemberi kuasa sebagai anggota paling sedikit 200 (dua ratus) orang Pencipta untuk Lembaga Manajemen Kolektif bidang lagu dan/atau musik yang mewakili kepentingan pencipta dan 27 / 63
www.hukumonline.com
paling sedikit 50 (lima puluh) orang untuk Lembaga Manajemen Kolektif yang mewakili pemilik Hak Terkait dan/atau objek Hak Cipta lainnya;
(3)
d.
bertujuan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti; dan
e.
mampu menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait.
Lembaga Manajemen Kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti.
Pasal 89 (1)
Untuk pengelolaan Royalti Hak Cipta bidang lagu dan/atau musik dibentuk 2 (dua) Lembaga Manajemen Kolektif nasional yang masing-masing merepresentasikan keterwakilan sebagai berikut: a.
kepentingan Pencipta; dan
b.
kepentingan pemilik Hak Terkait.
(2)
Kedua Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti dari Pengguna yang bersifat komersial.
(3)
Untuk melakukan penghimpunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedua Lembaga Manajemen Kolektif wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran Royalti yang menjadi hak masing-masing Lembaga Manajemen Kolektif dimaksud sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan.
(4)
Ketentuan mengenai pedoman penetapan besaran Royalti ditetapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan disahkan oleh Menteri.
Pasal 90 Dalam melaksanakan pengelolaan hak Pencipta dan pemilik Hak Terkait Lembaga Manajemen Kolektif wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan diumumkan hasilnya kepada masyarakat melalui 1 (satu) media cetak nasional dan 1 (satu) media elektronik.
Pasal 91 (1)
Lembaga Manajemen Kolektif hanya dapat menggunakan dana operasional paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan Royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya.
(2)
Pada 5 (lima) tahun pertama sejak berdirinya Lembaga Manajemen Kolektif berdasarkan Undang-Undang ini, Lembaga Manajemen Kolektif dapat menggunakan dana operasional paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari jumlah keseluruhan Royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya.
Pasal 92 (1)
Menteri melaksanakan evaluasi terhadap Lembaga Manajemen Kolektif, paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
(2)
Dalam hal basil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan Lembaga Manajemen Kolektif tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, Pasal 89 ayat (3), Pasal 90, atau Pasal 91, Menteri mencabut izin operasional Lembaga Manajemen Kolektif.
28 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 93 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan penerbitan izin operasional, serta evaluasi mengenai Lembaga Manajemen Kolektif diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XIII BIAYA
Pasal 94 Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf c, Pasal 71 ayat (2), Pasal 74 ayat (2), Pasal 76 ayat (3), Pasal 78 ayat (2), dan Pasal 83 ayat (1) merupakan penerimaan negara bukan pajak yang dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak.
BAB XIV PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu Umum
Pasal 95 (1)
Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase , atau pengadilan.
(2)
Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Pengadilan Niaga.
(3)
Pengadilan lainnya selain Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak berwenang menangani penyelesaian sengketa Hak Cipta.
(4)
Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.
Pasal 96 (1)
Pencipta, pemegang Hak Cipta dan/atau pemegang Hak Terkait atau ahli warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoleh Ganti Rugi.
(2)
Ganti Rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana Hak Cipta dan/atau Hak Terkait.
(3)
Pembayaran Ganti Rugi kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/atau pemilik Hak Terkait dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pasal 97
29 / 63
www.hukumonline.com
(1)
Dalam hal Ciptaan telah dicatat menurut ketentuan Pasal 69 ayat (1), pihak lain yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan pembatalan pencatatan Ciptaan dalam daftar umum Ciptaan melalui Pengadilan Niaga.
(2)
Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta terdaftar.
Pasal 98 (1)
Pengalihan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pencipta yang melanggar hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2)
Pengalihan hak ekonomi Pelaku Pertunjukan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pelaku Pertunjukan atau ahli warisnya untuk menggugat setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan Pelaku Pertunjukan yang melanggar hak moral Pelaku Pertunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Pasal 99 (1)
Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak Terkait.
(2)
Gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak Terkait
(3)
Selain gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait dapat memohon putusan provisi atau putusan sela kepada Pengadilan Niaga untuk: a.
meminta penyitaan Ciptaan yang dilakukan Pengumuman atau Penggandaan, dan/atau alat Penggandaan yang digunakan untuk menghasilkan Ciptaan hasil pelanggaran Hak Cipta dan produk Hak Terkait; dan/atau
b.
menghentikan kegiatan Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan Ciptaan yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta dan produk Hak Terkait.
Bagian Kedua Tata Cara Gugatan
Pasal 100 (1)
Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga.
(2)
Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh panitera Pengadilan Niaga dalam register perkara pengadilan pada tanggal gugatan tersebut didaftarkan.
(3)
Panitera Pengadilan Niaga memberikan tanda terima yang telah ditandatangani pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
(4)
Panitera Pengadilan Niaga menyampaikan permohonan gugatan kepada ketua Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak tanggal gugatan didaftarkan.
(5)
Dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari terhitung sejak gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga menetapkan 30 / 63
www.hukumonline.com
Hari sidang. (6)
Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
Pasal 101 (1)
Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) Hari sejak gugatan didaftarkan.
(2)
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung jangka waktu tersebut dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) Hari.
(3)
Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(4)
Putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak putusan diucapkan.
Bagian Ketiga Upaya Hukum
Pasal 102 (1)
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3) hanya dapat diajukan kasasi.
(2)
Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal putusan Pengadilan Niaga diucapkan dalam sidang terbuka atau diberitahukan kepada para pihak.
(3)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didaftarkan pada Pengadilan Niaga yang telah memutus gugatan tersebut dengan membayar biaya yang besarannya ditetapkan oleh pengadilan.
(4)
Panitera Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan kasasi pada tanggal permohonan diajukan dan memberikan tanda terima yang telah ditandatanganinya kepada pemohon kasasi pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
(5)
Panitera Pengadilan Niaga wajib menyampaikan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak permohonan kasasi didaftarkan.
Pasal 103 (1)
Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
(2)
Panitera Pengadilan Niaga wajib mengirimkan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada termohon kasasi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak panitera Pengadilan Niaga menerima memori kasasi.
(3)
Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak termohon kasasi menerima memori kasasi.
(4)
Panitera Pengadilan Niaga wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak panitera Pengadilan Niaga menerima kontra memori kasasi.
31 / 63
www.hukumonline.com
(5)
Panitera Pengadilan Niaga wajib mengirimkan berkas perkara kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 104 (1)
Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi, Mahkamah Agung menetapkan Hari sidang.
(2)
Putusan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) Hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(3)
Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak putusan kasasi diucapkan.
(4)
Juru sita Pengadilan Niaga wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak panitera Pengadilan Niaga menerima putusan kasasi.
Pasal 105 Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait tidak mengurangi Hak Pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait untuk menuntut secara pidana.
BAB XV PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Pasal 106 Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan karena pelaksanaan Hak Cipta atau Hak Terkait, Pengadilan Niaga dapat mengeluarkan penetapan sementara untuk: a.
mencegah masuknya barang yang diduga basil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait ke jalur perdagangan;
b.
menarik dari peredaran dan menyita serta menyimpan sebagai alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tersebut;
c.
mengamankan barang bukti dan mencegah penghilangannya oleh pelanggar; dan/atau
d.
menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar.
Pasal 107 (1)
Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Pengadilan Niaga dengan memenuhi persyaratan: a.
melampirkan bukti kepemilikan Hak Cipta atau Hak Terkait;
b.
melampirkan petunjuk awal terjadinya pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait;
c.
melampirkan keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan, atau diamankan untuk keperluan pembuktian;
32 / 63
www.hukumonline.com
(2)
d.
melampirkan pernyataan adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait akan menghilangkan barang bukti; dan
e.
membayar jaminan yang besaran jumlahnya sebanding dengan nilai barang yang akan dikenai penetapan sementara.
Permohonan penetapan sementara pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada ketua Pengadilan Niaga di wilayah hukum tempat ditemukannya barang yang diduga merupakan basil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait.
Pasal 108 (1)
Jika permohonan penetapan sementara telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107, panitera Pengadilan Niaga mencatat permohonan dan wajib menyerahkan permohonan penetapan sementara dalam waktu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam kepada ketua Pengadilan Niaga.
(2)
Dalam waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan penetapan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua Pengadilan Niaga menunjuk hakim Pengadilan Niaga untuk memeriksa permohonan penetapan sementara.
(3)
Dalam waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak tanggal penunjukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hakim Pengadilan Niaga memutuskan untuk mengabulkan atau menolak permohonan penetapan sementara.
(4)
Dalam hal permohonan penetapan sementara dikabulkan, hakim Pengadilan Niaga mengeluarkan penetapan sementara pengadilan.
(5)
Penetapan sementara pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberitahukan kepada pihak yang dikenai tindakan penetapan sementara pengadilan dalam waktu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam.
(6)
Dalam hal permohonan penetapan sementara ditolak, hakim Pengadilan Niaga memberitahukan penolakan tersebut kepada pemohon penetapan sementara dengan disertai alasan.
Pasal 109 (1)
Dalam hal Pengadilan Niaga mengeluarkan penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (4), Pengadilan Niaga memanggil pihak yang dikenai penetapan sementara dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya penetapan sementara untuk dimintai keterangan.
(2)
Pihak yang dikenai penetapan sementara dapat menyampaikan keterangan dan bukti mengenai Hak Cipta dalam waktu paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal diterimanya panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya penetapan sementara, hakim Pengadilan Niaga memutuskan untuk menguatkan atau membatalkan penetapan sementara pengadilan.
(4)
Dalam hal penetapan sementara pengadilan dikuatkan maka: a.
uang jaminan yang telah dibayarkan harus dikembalikan kepada pemohon penetapan;
b.
pemohon penetapan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran Hak Cipta; dan/atau
c.
pemohon dapat melaporkan pelanggaran Hak Cipta kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil. 33 / 63
www.hukumonline.com
(5)
Dalam hal penetapan sementara pengadilan dibatalkan, uang jaminan yang telah dibayarkan wajib diserahkan kepada pihak yang dikenai penetapan sementara sebagai ganti rugi akibat penetapan sementara tersebut.
BAB XVI PENYIDIKAN
Pasal 110 (1)
Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana Hak Cipta dan Hak Terkait.
(2)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang melakukan: a.
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait;
b.
pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait;
c.
permintaan keterangan dan barang bukti dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait;
d.
pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait;
e.
penggeledahan dan pemeriksaan di tempat yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait;
f.
penyitaan dan/atau penghentian peredaran atas izin pengadilan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
g.
permintaan keterangan ahli dalam melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait;
h.
permintaan bantuan kepada instansi terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penetapan daftar pencarian orang, pencegahan dan penangkalan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait; dan
i.
penghentian penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait.
(3)
Dalam melakukan penyidikan, penyidik pejabat pegawai negeri sipil dapat meminta bantuan penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4)
Penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dan penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(5)
Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pejabat pegawai negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(6)
Dalam hal melakukan tindakan sebagaimana diatur pada ayat 2 (dua) huruf e dan huruf f Penyidik Pegawai Negeri Sipil meminta bantuan penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. 34 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 111 (1)
Pembuktian yang dilakukan dalam proses pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diakui sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVII KETENTUAN PIDANA
Pasal 112 Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau Pasal 52 untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 113 (1)
Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)
Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114 Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 115 Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Potret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik 35 / 63
www.hukumonline.com
dalam media elektonik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 116 (1)
Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf e untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf f, untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)
Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 117 (1)
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) huruf a, huruf b, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan dalam bentuk Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 118 (1)
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d yang dilakukan dengan maksud Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 119 Setiap Lembaga Manajemen Kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri sebagaimana dimaksud 36 / 63
www.hukumonline.com
dalam Pasal 88 ayat (3) dan melakukan kegiatan penarikan Royalti dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 120 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik aduan.
BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 121 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a.
Permohonan pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait yang masih dalam proses, diselesaikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
b.
surat pendaftaran Ciptaan yang dengan Undang-Undang ini disebut surat pencatatan Ciptaan yang telah dikeluarkan sebelum Undang-Undang ini, masih tetap berlaku sampai dengan masa pelindungannya berakhir;
c.
perikatan jual beli terhadap hak ekonomi atas Ciptaan berupa lagu dan/atau musik yang dilakukan sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap berlaku sampai dengan jangka waktu perikatan berakhir;
d.
perkara Hak Cipta yang sedang dalam proses, tetap diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
e.
penghimpunan dan Pendistribusian Royalti yang dilakukan oleh organisasi profesi atau lembaga sejenis dengan sebutan apapun yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap dapat dilakukan sampai dengan terbentuknya Lembaga Manajemen Kolektif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
f.
organisasi profesi atau lembaga sejenis dengan sebutan apapun sebagaimana dimaksud dalam huruf e, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini;
g.
organisasi profesi atau lembaga sejenis dengan sebutan apapun yang telah ada yang tugas dan fungsinya menghimpun, mengelola, dan/atau mendistribusikan Royalti sebelum berlakunya UndangUndang ini wajib menyesuaikan dan berubah menjadi Lembaga Manajemen Kolektif dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 122 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, perjanjian atas Ciptaan buku dan/atau basil karya tulis lainnya serta lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu yang telah dibuat sebelum berlakunya Undang-Undang ini dikembalikan kepada Pencipta dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Perjanjian jual putus yang pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini telah mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dikembalikan Hak Ciptanya kepada Pencipta 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini;
b.
Perjanjian jual putus yang pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini belum mencapai jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun dikembalikan Hak Ciptanya kepada Pencipta setelah mencapai 25 (dua puluh lima) tahun sejak ditanda tanganinya perjanjian jual putus dimaksud ditambah 2 (dua) tahun. 37 / 63
www.hukumonline.com
BAB XIX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 123 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 124 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 125 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan.
Pasal 126 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 16 Oktober 2014 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 16 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 266
38 / 63
www.hukumonline.com
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA
I.
UMUM Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer. Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan berbagai negara dan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi mengharuskan adanya pembaruan Undang-Undang Hak Cipta, mengingat Hak Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional. Dengan Undang-Undang Hak Cipta yang memenuhi unsur pelindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini maka diharapkan kontribusi sektor Hak Cipta dan Hak Terkait bagi perekonomian negara dapat lebih optimal. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi salah satu variabel dalam UndangUndang tentang Hak Cipta ini, mengingat teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi memiliki peran strategic dalam pengembangan Hak Cipta, tetapi di sisi lain juga menjadi alat untuk pelanggaran hukum di bidang ini. Pengaturan yang proporsional sangat diperlukan, agar fungsi positif dapat dioptimalkan dan dampak negatifnya dapat diminimalkan. Langkah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang ini adalah upaya sungguh-sungguh dari negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral Pencipta dan pemilik Hak Terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional. Teringkarinya hak ekonomi dan hak moral dapat mengikis motivasi para Pencipta dan pemilik Hak Terkait untuk berkreasi. Hilangnya motivasi seperti ini akan berdampak luas pada runtuhnya kreativitas makro bangsa Indonesia. Bercermin kepada negaranegara maju tampak bahwa pelindungan yang memadai terhadap Hak Cipta telah berhasil membawa pertumbuhan ekonomi kreatif secara signifikan dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Dengan memperhatikan hal tersebut maka perlu mengganti Undang-Undang Hak Cipta dengan yang bare, yang secara garis besar mengatur tentang: a.
Pelindungan Hak Cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang sejalan dengan penerapan aturan di berbagai negara sehingga jangka waktu pelindungan Hak Cipta di bidang tertentu diberlakukan selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
b.
Pelindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para Pencipta dan/atau Pemilik Hak Terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat).
c.
Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.
d.
Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya.
e.
Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia.
f.
Menteri diberi kewenangan untuk menghapus Ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila Ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan. 39 / 63
www.hukumonline.com
g.
Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau Royalti.
h.
Pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait mendapat imbalan Royalti untuk Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial.
i.
Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi Pencipta dan pemilik Hak Terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri.
j.
Penggunaan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Di tingkat Internasional, Indonesia telah ikut serta menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual) yang selanjutnya disebut TRIPS, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Bern tentang Pelindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) yang selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997, serta World Intellectual Property Organization Performances and Phonograms Treaty (Perjanjian Karya-Karya Pertunjukan dan Karya-Karya Fonogram WIPO) yang selanjutnya disebut WPPT, melalui Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2004. Penggantian Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan Undang-Undang ini dilakukan dengan mengutamakan kepentingan nasional dan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait, dengan masyarakat serta memperhatikan ketentuan dalam perjanjian internasional di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4 Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.
Pasal 5 40 / 63
www.hukumonline.com
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "distorsi Ciptaan" adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas Ciptaan. Yang dimaksud dengan "mutilasi Ciptaan" adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian Ciptaan. Yang dimaksud dengan "modifikasi Ciptaan" adalah pengubahan atas Ciptaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 6 Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Termasuk perbuatan Penggandaan diantaranya perekaman menggunakan kamera video (camcorder) di dalam gedung bioskop dan tempat pertunjukan langsung (live performance). 41 / 63
www.hukumonline.com
Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 10 Cukup jelas.
Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "objek esensial" adalah perangkat lunak komputer yang menjadi objek utama perjanjian penyewaan.
Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kepentingan reklame atau periklanan" adalah pemuatan potret antara lain pada iklan, banner, billboard, kalender, dan pamflet yang digunakan secara komersial. Ayat (2) Cukup jelas.
42 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 13 Yang dimaksud dengan "kecuali dinyatakan lain atau diberi persetujuan oleh Pelaku Pertunjukan atau pemegang hak atas pertunjukan" misalnya, seorang penyanyi dalam suatu pertunjukan musik dapat berkeberatan jika dipotret untuk dipublikasikan, didistribusikan, atau dikomunikasikan kepada publik oleh orang lain untuk penggunaan secara komersial.
Pasal 14 Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang" dalam ketentuan ini antara lain kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau aparat penegak hukum lainnya.
Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pemilik" dalam ketentuan ini adalah orang yang menguasai secara sah Ciptaan, antara lain kolektor atau Pemegang Hak Cipta. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dapat beralih atau dialihkan" hanya hak ekonomi, sedangkan hak moral tetap melekat pada diri Pencipta. Pengalihan Hak Cipta harus dilakukan secara jelas dan tertulis baik dengan atau tanpa akta notaris. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f
43 / 63
www.hukumonline.com
Yang dimaksud dengan "sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" antara lain, pengalihan yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, merger, akuisisi, atau pembubaran perusahaan atau badan hukum dimana terjadi penggabungan atau pemisahan aset perusahaan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18 Yang dimaksud dengan "hasil karya tulis lainnya" antara lain naskah kumpulan puisi, kamus umum, dan Harian umum surat kabar. Yang dimaksud dengan "jual putus" adalah perjanjian yang mengharuskan Pencipta menyerahkan Ciptaannya melalui pembayaran lunas oleh pihak pembeli sehingga hak ekonomi atas Ciptaan tersebut beralih seluruhnya kepada pembeli tanpa batas waktu, atau dalam praktik dikenal dengan istilah sold flat.
Pasal 19 Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "distorsi Ciptaan" adalah tindakan pemutarbalikan suatu fakta atau identitas karya Pelaku Pertunjukan. Yang dimaksud dengan "mutilasi Ciptaan" adalah proses atau tindakan menghilangkan sebagian karya Pelaku Pertunjukan. Yang dimaksud dengan "modifikasi Ciptaan" adalah pengubahan atas karya Pelaku Pertunjukan.
44 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "imbalan kepada Pencipta" adalah Royalti yang nilainya ditetapkan secara standar oleh Lembaga Manajemen Kolektif.
Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a yang dimaksud dengan cara atau bentuk apapun antara lain meliputi: perubahan rekaman dari format fisik (compact disc/video compact disc/digital video disc) menjadi format digital (Mpeg-1 Layer 3 Audio (Mp3), Waveform Audio Format (WAV), Mpeg-1 Layer 4 Audio (Mp4), atau perubahan dari buku menjadi buku audio. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 25 Ayat (1) 45 / 63
www.hukumonline.com
Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "penyebarluasan" adalah pemanfaatan karya siaran yang dilakukan baik yang bersumber dari Lembaga Penyiaran publik, swasta, maupun berlangganan, untuk Penggunaan Secara Komersial.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "imbalan yang wajar" adalah imbalan yang ditentukan sesuai dengan norma umum yang ditetapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33 46 / 63
www.hukumonline.com
Cukup jelas.
Pasal 34 Yang dimaksud dengan "di bawah pimpinan dan pengawasan" adalah yang dilakukan dengan bimbingan, pengarahan, ataupun koreksi dari Orang yang memiliki rancangan tersebut.
Pasal 35 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "hubungan dinas" adalah hubungan kepegawaian antara aparatur negara dengan instansinya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 36 Yang dimaksud dengan "hubungan kerja atau berdasarkan pesanan" adalah Ciptaan yang dibuat atas dasar hubungan kerja di lembaga swasta atau atas dasar pesanan pihak lain.
Pasal 37 Cukup jelas.
Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "ekspresi budaya tradisional" mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut: a.
verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi informatif;
b.
musik, mencakup antara lain, vokal, instrumental, atau kombinasinya;
c.
gerak, mencakup antara lain, tarian;
d.
teater, mencakup antara lain, pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;
e.
seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-lain atau kombinasinya; dan
f.
upacara adat.
Ayat (2) Cukup jelas.
47 / 63
www.hukumonline.com
Ayat (3) Yang dimaksud dengan "nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya" adalah adat istiadat, norma hukum adat, norma kebiasaan, norma sosial, dan norma-norma luhur lain yang dijunjung tinggi oleh masyarakat tempat asal, yang memelihara, mengembangkan, dan melestarikan ekspresi budaya tradisional. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 39 Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan status Hak Cipta dalam hal suatu karya yang Penciptanya tidak diketahui dan belum diterbitkan, misalnya, dalam hal karya tulis yang belum diterbitkan dalam bentuk buku atau karya musik yang belum direkam. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 40 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "perwajahan karya tulis" adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan "typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "alat peraga" adalah Ciptaan yang berbentuk 2 (dua) ataupun 3 (tiga) dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi, atau ilmu pengetahuan lain. Huruf d Yang dimaksud dengan "lagu atau musik dengan atau tanpa teks" diartikan sebagai satu kesatuan karya cipta yang bersifat utuh. Huruf e
48 / 63
www.hukumonline.com
Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "gambar" antara lain, motif, diagram, sketsa, logo, unsur-unsur warna dan bentuk huruf indah. Yang dimaksud dengan "kolase" adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan, misalnya kain, kertas, atau kayu yang ditempelkan pada permukaan sketsa atau media karya. Huruf g Yang dimaksud dengan "karya seni terapan" adalah karya seni rupa yang dibuat dengan menerapkan seni pada suatu produk sehingga memiliki kesan estetis dalam memenuhi kebutuhan praktis, antara lain penggunaan gambar, motif, atau ornamen pada suatu produk. Huruf h Yang dimaksud dengan "karya arsitektur" antara lain, wujud fisik bangunan, penataan letak bangunan, gambar rancangan bangunan, gambar teknis bangunan, dan model atau maket bangunan. Huruf i Yang dimaksud dengan "peta" adalah suatu gambaran dari unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu, baik melalui media digital maupun non digital Huruf j Yang dimaksud dengan "karya seni batik" adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan bukan tradisional. Karya tersebut dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam kaitannya dengan gambar, corak, maupun komposisi warna. Yang dimaksud dengan "karya seni motif lain" adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan. Huruf k Yang dimaksud dengan "karya fotografi" meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan kamera. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Yang dimaksud dengan "karya sinematografi" adalah Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi, atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual. Huruf n Yang dimaksud dengan "bunga rampai" meliputi Ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kompilasi karya tulis pilihan, himpunan lagu pilihan, dan komposisi berbagai karya tari pilihan yang direkam dalam kaset, cakram optik, atau media lain. Yang dimaksud dengan "basis data" adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat 49 / 63
www.hukumonline.com
dibaca oleh komputer atau kompilasi dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual. Pelindungan terhadap basis data diberikan dengan tidak mengurangi hak para Pencipta atas Ciptaan yang dimasukan dalam basis data tersebut. Yang dimaksud dengan "adaptasi" adalah mengalihwujudkan suatu Ciptaan menjadi bentuk lain. Sebagai contoh dari buku menjadi film. Yang dimaksud dengan "karya lain dari hasil transformasi" adalah merubah format Ciptaan menjadi format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 41 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "kebutuhan fungsional" adalah kebutuhan manusia terhadap suatu alat, benda, atau produk tertentu yang berdasarkan bentuknya memiliki kegunaan dan fungsi tertentu.
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Huruf a 50 / 63
www.hukumonline.com
Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah" misalnya, Pengumuman, Pendistribusian, Komunikasi, dan/atau Penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah terhadap hasil riset yang dilakukan dengan biaya negara. Huruf c Yang dimaksud dengan "berita aktual" adalah berita yang diumumkan atau dikomunikasikan kepada publik dalam waktu 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak pertama kali dikomunikasikan kepada publik. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.
Pasal 44 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "sebagian yang substansial" adalah bagian yang paling penting dan khas yang menjadi ciri dari Ciptaan. Huruf a Yang dimaksud dengan "kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta" adalah kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu Ciptaan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "fasilitasi akses atas suatu Ciptaan" adalah pemberian fasilitas untuk melakukan penggunaan, pengambilan, Penggandaan, pengubahan format, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi suatu Ciptaan secara seluruh atau sebagian yang substansial. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis", misalnya, perubahan luas tanah yang tidak mencukupi, letak posisi tidak simetris, komposisi material bahan yang berbeda, dan perubahan bentuk arsitektur karena faktor alam. Ayat (4) Cukup jelas. 51 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 45 Ayat (1) Seorang pengguna (bukan Pemegang Hak Cipta) Program Komputer dapat membuat 1 (satu) salinan atau adaptasi atas Program Komputer yang dimilikinya secara sah, untuk penelitian dan pengembangan Program Komputer tersebut atau untuk dijadikan cadangan yang hanya digunakan sendiri. Pembuatan salinan cadangan tersebut tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta. Ayat (2) Pemusnahan salinan atau adaptasi Program Komputer dimaksudkan untuk menghindari pemanfaatan oleh pihak lain dengan tanpa hak.
Pasal 46 Cukup jelas.
Pasal 47 Cukup jelas.
Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Penggandaan sementara" adalah penambahan jumlah suatu Ciptaan secara tidak permanen yang dilakukan dengan media digital, misalnya perbanyakan lagu atau musik, buku, gambar, dan karya lain dengan media komputer baik melalui jaringan intranet maupun internet yang kemudian disimpan secara temporer dalam tempat penyimpanan digital. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "karakteristik tertentu" adalah rekaman yang berisi film dokumenter, sejarah, untuk kepentingan negara, atau telah lewat masa pelindungan hukumnya.
Pasal 50 Cukup jelas.
52 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 51 Cukup jelas.
Pasal 52 Yang dimaksud dengan "sarana kontrol teknologi" adalah setiap teknologi, perangkat, atau komponen yang dirancang untuk mencegah atau membatasi tindakan yang tidak diizinkan oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait, dan/atau yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 53 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "sarana produksi dan/atau penyimpanan data berbasis teknologi informasi dan/atau teknologi tinggi" antara lain cakram optik, server, komputasi awan (cloud), kode rahasia, password, barcode, serial number, teknologi deskripsi (descryption), dan enkripsi (encryption) yang digunakan untuk melindungi Ciptaan. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 54 Huruf a Yang dimaksud dengan "konten" adalah isi dari basil Ciptaan yang tersedia dalam media apapun. Bentuk penyebarluasan konten antara lain mengunggah (upload) konten melalui media internet. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.
Pasal 55 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Penggunaan Secara Komersial" dalam media teknologi informasi dan komunikasi mencakup penggunaan komersial secara langsung (berbayar) maupun penyediaan layanan konten gratis yang memperoleh keuntungan ekonomi dari pihak lain yang mengambil manfaat dari penggunaan Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dimaksud. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)
53 / 63
www.hukumonline.com
Cukup jelas.
Pasal 56 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "menutup konten dan/atau hak akses pengguna" adalah mencakup 2 (dua) hal yang meliputi pertama pemblokiran konten atau situs penyedia jasa layanan konten dan kedua berupa pemblokiran akses pengguna terhadap situs tertentu melalui pemblokiran internet protocol address atau sejenisnya. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 57 Cukup jelas.
Pasal 58 Cukup jelas.
Pasal 59 Cukup jelas.
Pasal 60 Cukup jelas.
Pasal 61 Cukup jelas.
Pasal 62 Cukup jelas.
Pasal 63 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "masa berlaku pelindungan hak ekonomi terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya" adalah ketetapan yang diatur di dalam persetujuan TRIPs (TRIPS Agreement) Pasal 14 ayat (5).
54 / 63
www.hukumonline.com
Contoh jika suatu karya difiksasi tanggal 30 Oktober 2014 sejak saat itu langsung mendapatkan pelindungan hukum dan jangka waktu 50 tahun dihitung sejak 1 Januari 2015.
Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait. Pelindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pencatatan. Hal ini berarti suatu Ciptaan baik yang tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi.
Pasal 65 Cukup jelas.
Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Pengganti Ciptaan atau pengganti produk Hak Terkait adalah contoh Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dilampirkan karena Ciptaan atau produk Hak Terkait tersebut secara teknis tidak mungkin untuk dilampirkan dalam Permohonan, misalnya, patung yang berukuran besar diganti dengan miniatur atau fotonya. Huruf b Yang dimaksud dengan "surat pernyataan kepemilikan" adalah pernyataan kepemilikan Hak Cipta atau produk Hak Terkait yang menyatakan bahwa Ciptaan atau produk Hak Terkait tersebut benar milik Pencipta, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait. Huruf c Cukup jelas.
Pasal 67 Cukup jelas.
Pasal 68 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) 55 / 63
www.hukumonline.com
Yang dimaksud dengan "objek kekayaan intelektual lainnya" adalah daftar umum yang terdapat pada daftar umum merek, daftar umum desain industri, dan daftar umum paten. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada pemohon.
Pasal 69 Cukup jelas.
Pasal 70 Cukup jelas.
Pasal 71 Cukup jelas.
Pasal 72 Menteri tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang terdaftar.
Pasal 73 Cukup jelas.
Pasal 74 Cukup jelas.
Pasal 75 Cukup jelas.
Pasal 76 Cukup jelas.
Pasal 77 Cukup jelas.
56 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 78 Cukup jelas.
Pasal 79 Cukup jelas.
Pasal 80 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Penghitungan dan pengenaan besaran Royalti perlu memperhatikan elemen yang merupakan dasar penghitungan besaran Royalti, misalnya jumlah kursi, jumlah kamar, luas ruangan, jumlah eksemplar yang disalin, sesuai dengan kebiasaan/praktik yang lazim dilakukan.
Pasal 81 Cukup jelas.
Pasal 82 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang yang mengatur mengenai larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 83 Cukup jelas.
57 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 84 Cukup jelas.
Pasal 85 Cukup jelas.
Pasal 86 Cukup jelas.
Pasal 87 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait" meliputi Penggandaan untuk kepentingan pengguna secara wajar dan Pengumuman. Contoh penggandaan lagu dan/atau musik secara digital untuk kepentingan karaoke/rumah bernyanyi, atau penyediaan lagu dan/atau musik pada alat-alat transportasi.
Pasal 88 Cukup jelas.
Pasal 89 Ayat (1) huruf a Cukup jelas. huruf b Yang dimaksud "pemilik Hak Terkait dibidang lagu dan/atau musik" adalah Pelaku Pertunjukan dan Produser Fonogram. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) 58 / 63
www.hukumonline.com
Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 90 Cukup jelas.
Pasal 91 Cukup jelas.
Pasal 92 Cukup jelas.
Pasal 93 Cukup jelas.
Pasal 94 Cukup jelas.
Pasal 95 Ayat (1) Bentuk sengketa terkait dengan Hak Cipta antara lain, sengketa berupa perbuatan melawan hukum, perjanjian Lisensi, sengketa mengenai tarif dalam penarikan imbalan atau Royalti. Yang dimaksud dengan "alternatif penyelesaian sengketa" adalah proses penyelesaian sengketa melalui mediasi, negosiasi, atau konsiliasi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 96 Cukup jelas.
59 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 97 Cukup jelas.
Pasal 98 Cukup jelas.
Pasal 99 Cukup jelas.
Pasal 100 Cukup jelas.
Pasal 101 Cukup jelas.
Pasal 102 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "hanya dapat diajukan kasasi" adalah tidak ada upaya hukum banding. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 103 Cukup jelas.
Pasal 104 Cukup jelas.
Pasal 105 Cukup jelas. 60 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 106 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, sehingga hakim Pengadilan Niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan penetapan sementara guna mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta dan Hak Terkait ke jalur perdagangan termasuk tindakan eksportasi dan importasi.
Pasal 107 Cukup jelas.
Pasal 108 Cukup jelas.
Pasal 109 Cukup jelas.
Pasal 110 Cukup jelas.
Pasal 111 Cukup jelas.
Pasal 112 Cukup jelas.
Pasal 113 Cukup jelas.
Pasal 114 61 / 63
www.hukumonline.com
Cukup jelas.
Pasal 115 Cukup jelas.
Pasal 116 Cukup jelas.
Pasal 117 Cukup jelas.
Pasal 118 Cukup jelas.
Pasal 119 Cukup jelas.
Pasal 120 Cukup jelas.
Pasal 121 Cukup jelas.
Pasal 122 Cukup jelas.
Pasal 123 Cukup jelas.
Pasal 124 Cukup jelas.
Pasal 125 Cukup jelas.
62 / 63
www.hukumonline.com
Pasal 126 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5599
63 / 63