RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan
I.
PEMOHON Supriyono.
II.
OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan terhadap UUD 1945.
III.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap
Undang-Undang
Dasar,
memutus
sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UndangUndang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) Menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.” 3. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: 1
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembubaran partai politik; d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan e. kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang”; 4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon a quo.
IV.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Kerugian konstitusional yang dimaksud adalah Pemohon merasa tidak dapat menghitung pajak penghasilan secara benar, adil dan berkeadilan. Sesuai dengan prinsip masyarakat dengan kemampuan ekonomis lebih besar, maka menanggung beban pajak yang lebih besar.
V.
NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu : − Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, 2
b. c. d.
e. f. g.
h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r.
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; laba usaha; keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; royalti atau imbalan atas penggunaan hak; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; premi asuransi; iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; penghasilan dari usaha berbasis syariah; imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 3
s. surplus Bank Indonesia. − Pasal 4 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: (e) Penghasilan tertentu lainnya − Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang 4
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m.sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. − Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Materi Muatan Peraturan Perandang-undangan mengandung asas a. pengayoman; b. kemanusian; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau. j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : − Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 5
− Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 Perekonomian
nasional
diselenggarakan
berdasar
atas
demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan,
kemandirian,
serta
dengan
menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. − Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.
VI.
ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Pemohon berpendapat pasal a quo memberikan kebebasan tanpa batas kepada pemerintah yang sangat berpotensi tidak memberikan kesempatan kepada pemohon untuk diperlakukan sama di hadapan hukum; 2. Pemohon berpendapat adanya ketidakjelasan aturan dalam menentukan DPP (Dasar Pengenaan Pajak) akan berpotensi menghilangkan hak Pemohon dalam menentukan penghasilan kena pajak dengan memperhitungkan modal dan biaya usaha yang dikeluarkan; 3. Pemohon berpendapat bahwa pasal a quo bersifat multitafsir karena Pemerintah tidak mengukur, menilai dan/atau melihat bahwa cara atau proses mendapatkan penghasilan. Adanya Pasal a quo yang telah dibuktikan dengan terbitnya PP No.46 Tahun 2013 telah menciptakan dua kasta yang berbeda yaitu sikecil yang beromset kurang dari 4,8 M penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto setiap bulan dan sebesar yang beromzet lebih dari 4,8 milyar penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto dikurangi biaya usaha, hal ini tentu menimbulkan ketidakadilan, ketidakpatian hukum dan sikap tidak netral.
VII. PETITUM 1.
Menerima dan Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2.
Menyatakan Pasal 4 ayat (2) huruf (e) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu lainnya bertentangan sekurang6
kurangnya dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 33 ayat (4), Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, Pasal 4 ayat (1), Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; dan 3.
Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya;
4.
Apabila mahkamah berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).
7