LAPORAN VERIFIKASI LAPANGAN
PEMBANGUNAN DESA PASKA DIBERLAKUKANNYA UU 6/2014 DESA Jum’at, 28 April 2017
ARAH PEMBANGUNAN DESA DILAKUKAN SESUAI PERBUP YANG MENGACU PADA PERMENDES, PERMENDAGRI, DAN PERMENKEU
APBN
APBD ALOKASI PUSAT PRIORITAS PEMANFAATAN DANA DESA (PERMENDES, PERMENDAGRI)
PUSAT
O
G
R A M
PEDOMAN / JUKNIS PEMBANGUNAN DESA (PERBUP)
LAPORAN / DATA
R
LAPORAN / DATA
P
BAGI HASIL PAJAK & RETRIBUSI
K/L ALOKASI DANA DESA
ANGGARAN
DANA DESA
PENDAMPING DESA MEMBANGUN
PEMDA
74.754 DESA DANA PROGRAM / KEBIJAKAN
PROGRAM
LSM / Warga
PROGRAM
LAPORAN/DATA 2
KONDISI PEMBANGUNAN DESA SAAT INI
PENINGKATAN DANA DESA KURANG BERDAMPAK PADA PENURUNAN KETIMPANGAN 70
Alokasi dana desa terus meningkat dari tahun 2015 ke 2017 (Rp, Trilyun)
60
40 T
50
PROGRAM 2015-2019 60 T BIDANG SUMBER DAYA AIR
3.00% 2.50%
40 30
3.50%
2.00% 1.50%
20 T
20
1.00%
10
0.50%
0
0.00% 2015
APBN
2016
Persentase Dana Desa dengan APBN
2017
NAMUN… LAJU KETIMPANGAN MENINGKAT PESAT • Tingkat ketimpangan tinggi dan naik lebih pesat dibanding banyak negara Asia Timur lain (Bank Dunia) • Sejak tahun 2010, 10 persen orang paling kaya secara konsisten menguasai seperempat total konsumsi, sementara 10 persen termiskin menguasai kurang dari sepersepuluh • pada 2014 konsumsi dari 10 persen penduduk terkaya setara dengan total konsumsi dari 54 persen penduduk termiskin(BPS) Akibatnya, koefisien Gini naik pesat dalam 15 tahun – dari 0,30 pada tahun 2000 menjadi 0,41 pada tahun 2013.
EMPAT PENYEBAB KETIMPANGAN DI INDONESIA 1. Ketimpangan peluang. Anak dari keluarga miskin tidak memiliki akses kepada pendidikan dan kesehatan berkualitas yang sama dengan anak dari keluarga yang tidak miskin. 2. Ketimpangan pasar kerja. Pekerja dengan keterampilan tinggi menerima gaji yang lebih besar sehingga tenaga kerja lainnya terperangkap dalam pekerjaan informal dengan produktivitas rendah dan pemasukan yang kecil, tanpa kepastian peluang naik tingkat. 3. Konsentrasi kekayaan. Kaum elit memiliki aset keuangan, seperti properti atau saham, yang ikut mendorong ketimpangan saat ini dan di masa depan. 4. Ketimpangan dalam ketahanan menghadapi gejolak ekonomi. Saat terjadi goncangan, masyarakat miskin dan rentan akan lebih terkena dampak, menurunkan kemampuan mereka untuk memperoleh pemasukan dan melakukan investasi kesehatan dan pendidikan. 3
PROGRES FISIK PEMBANGUNAN DESA CUKUP BAIK NAMUN DAMPAKNYA KURANG SIGNIFIKAN MENJAWAB KEBUTUHAN MASYARAKATNYA SECARA LANGSUNG Laporan capaian program dan kegiatan prioritas pantauan KSP menunjukkan persentase capaian yang cukup baik, namun ternyata dalam implementasi, dampak pembangunan tidak terlihat.
Jalan tanah di Desa Sungai Enau, Kubu Raya, Kalbar
Pos Dokter Pembantu Puskesmas di Desa Kenaman, Sanggau, Kalbar
4
TEMUAN UTAMA:
PEMBANGUNAN TERLALU FOKUS PADA INFRASTRUKTUR FISIK DESA Lokasi Verifikasi Lapangan Kondisi di lapangan: Pembangunan fisik di desa terlaksana, tetapi pembangunan manusia di desa (kesehatan, pendidikan dan peningkatan ketrampilan dasar) tidak terlaksana. Penyebab: •
Lemahnya kemampuan perencanaan di desa.
•
Tidak berfungsinya peran pendamping desa yang disediakan Pemerintah Pusat.
Kesimpulan MASALAH PEMBANGUNAN DI DESA: 1. Akuntabilitas penggunaan Dana Desa kurang maksimal 2. Pembangunan hanya fokus di bidang infrastruktur desa 3. Pendamping Desa tidak membantu kualitas perencanaan dan pelaporan. 4. Keberhasilan model pembangunan terpadu di desa beragam tingkatnya
Kalimantan Barat: 2 Desa di Kab. Kubu Raya dan Kab. Sanggau DIY dan Jateng: 4 Desa di Kab. Gunung Kidul, dan Kab. Banyumas Jambi: 4 Desa di Kab. Muaro Jambi dan Kab. Tanjung Jabung Timur Sulawesi Selatan: 3 Desa di Kab. Toraja Utara dan Kab. Pangkajene Kepulauan Bali: 2 Desa di Kab. Gianyar dan Kab. Badung NTB: 2 Desa di Kab. Lombok Tengah
5
TEMUAN I:
AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA DESA KURANG MAKSIMAL
PENYEBAB: 1 Tidak harmonisnya pendekatan pembangunan bottom up dan pendekatan top down
2 Tata cara alokasi Dana Desa yang tidak berbasis ekuitas (keadilan)
3 Pengawasan penggunaan dana desa yang tidak tepat
Konflik peran regulator perencanaan (Kemdagri, Bappenas, Kemendes, dan Pemda) yang membingungkan desa
Alokasi Dana Desa adalah: 90% alokasi prorata, 10% berikutnya berdasarkan variabel luas wilayah, populasi, tingkat kemiskinan, dan jarak ke ibukota kabupaten.
DAMPAK: Desa-desa menghindari resiko hukum dengan membelanjakan dana tunainya hanya untuk belanja yang mudah dipertanggungjawabkan seperti: mempercantik jembatan desa, memperbaiki estetika jalan, di saat kebutuhan lain yang lebih mendesak; DAMPAK: • Desa dengan penduduk yang besar akan menerima alokasi per kapita lebih rendah dibandingkan dengan desa dengan penduduk yang kecil. Perhitungan alokasi perkapita digunakan untuk memprediksi kualitas belanja desa dan jenis pelayanan yang dapat ditingkatkan di desa mengingat bahwa jumlah penduduk, angka kemiskinan, dan luas wilayah adalah penentu utama besarnya biaya perbaikan pelayanan; • Ketimpangan dalam pendanaan kebutuhan, di mana desa yang makmur akan menerima kelebihan alokasi dibandingkan dengan desa yang miskin; DAMPAK:
Pengawasan Dana Desa yang tidak tepat:
• BPKP memperlakukan desa seperti instansi pemerintah dalam audit dana desa, sehingga Desa mementingkan kerapihan LPJ dibandingkan perbaikan pembangunan • Keterlibatan masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa tidak dirancang dengan baik, sehingga masyarakat tidak bisa ikut mengawasi kendati LPJ rapi, • Pemda dan Pemerintah Pusat tidak mengetahui perkembangan di desa sehingga Pemerintah tidak mengetahui kebutuhan desa 6
FAKTA LAPANGAN (1/3):
AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA DESA KURANG MAKSIMAL
PENYEBAB: 1 Tidak harmonisnya pendekatan pembangunan bottom up dan pendekatan top down
Lokasi: Desa Kerta, Kab. Gianyar, Bali
Pembangunan pasar yang tidak operasional. Padahal Kabupaten Gianyar memiliki angka stunting 20-30%, buta huruf perempuan sekitar 10-20%, dan desa sendiri tidak mengenal stunting dan tidak memiliki data buta huruf perempuan.
2 Tata cara alokasi Dana Desa yang tidak berbasis ekuitas (keadilan)
3 Pengawasan penggunaan dana desa yang tidak tepat
Lokasi: Desa Darek, Kab. Lombok Tengah, NTB
Pembangunan fasilitas PAUD tidak terlaksana, padahal bersifat mendesak dan biaya pembangunan relatif lebih kecil daripada pembangunan lain di desa Darek. Sebagai kontradiksi, Kabupaten Lombok Tengah memiliki angka stunting diatas 40% (BPS), buta huruf perempuan sekitar 30-40% (termasuk tertinggi di Indonesia), dan desa sendiri tidak mengenal stunting dan tidak memiliki data buta huruf perempuan. 7
FAKTA LAPANGAN (2/3) :
AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA DESA RENDAH
PENYEBAB:
Contoh ketimpangan Alokasi yang terjadi pada tahun 2015 (berdasarkan alokasi per kapita)
1 Tidak harmonisnya pendekatan pembangunan bottom up dan pendekatan top down
2 Tata cara alokasi Dana Desa yang tidak berbasis ekuitas (keadilan)
3 Pengawasan penggunaan dana desa yang tidak tepat
Desa Birang, Kab. Berau, Kaltim o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 4.8 o Jumlah Penduduk: 286 o Alokasi DD TA 2015 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 266 juta o Alokasi per kapita: Rp. 932.000 Desa Senaru, Kab. Lombok Utara, NTB o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 35.9 o Jumlah Penduduk: 6,350 o Alokasi DD TA 2015 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 328 juta o Alokasi per kapita: Rp. 52,000
Contoh ketimpangan Alokasi yang terjadi pada tahun 2017 (berdasarkan alokasi per kapita dan luas wilayah) Desa Sungai Enau, Kab. Kubu Raya, Kalimantan Barat o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 13 o Jumlah Penduduk: 5,861 o Luas Wilayah : 7836Ha o Alokasi DD TA 2017 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 720 juta o Alokasi per Ha: Rp. 91,940 Desa Losari, Kab. Banyumas, Jawa Tengah o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 18 o Jumlah Penduduk: 8,646 o Luas Wilayah : 645 Ha o Alokasi DD TA 2017 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 720 juta o Alokasi per Ha: Rp. 1,116,480
Desa Darek, Kab. Lombok Tengan, NTB o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 13 o Jumlah Penduduk: 9,197 o Alokasi DD TA 2017 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 720 juta o Alokasi per kapita: Rp. 78,334 Desa Padang Lampe, Kab. Pangkajene & Kepulauan, Sulawesi Selatan o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 13 o Jumlah Penduduk: 2015 o Alokasi DD TA 2017 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 720 juta o Alokasi per kapita: Rp. 357,539 8
FAKTA LAPANGAN (3/3):
AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA DESA RENDAH
PENYEBAB: 1 Tidak harmonisnya pendekatan pembangunan bottom up dan pendekatan top down
2 Tata cara alokasi Dana Desa yang tidak berbasis ekuitas (keadilan)
3 Pengawasan penggunaan dana desa yang tidak tepat
Contoh LPJ di Desa Baleharjo, Kab. Gunungkidul, DIY, yang rapi
Contoh LPJ di Desa Kenaman, Kab. Sanggau, Kalbar yang rapi
NAMUN… • Keterlibatan pengawasan akuntabilitas keuangan oleh masyarakat tidak dirancang dengan baik. Panduan implementasi Dana Desa dan pembangunan di desa (APBDes) tidak mensyaratkan adanya papan pengumuman proyek di desa dan disertai informasi biaya satuan. Informasi biaya satuan adalah format informasi yang dapat dipahami warga dan dapat diawasi warga. • Kemajuan pembangunan di desa tidak tercatat dalam laporan apa pun, dan oleh karenanya tidak otomatis diketahui Pemda maupun Pemerintah Pusat. Laporan APBDes dan dana desa saat ini menyerupai laporan keuangan milik pemerintah, yang berisi akun-akun keuangan, namun tidak berisi informasi yang bermanfaat untuk
TEMUAN II:
PEMBANGUNAN HANYA FOKUS PADA BIDANG INFRASTRUKTUR FISIK DESA DAMPAK SISTEMIK: Pembangunan manusia (pendidikan, kesehatan, ketrampilan) tidak terlaksana, dan masalah nasional (stunting, AKI) tidak tertanggulangi PENYEBAB: 1. Tidak sinkronnya perencanaan di pusat, di daerah. Bappenas, Kemendagri, Kemendesa PDT&T masing-masing memiliki cara mengatur Pemda dan cara mengatur Desa dalam urusan membangun dan urusan penetapan prioritas. 2. Aturan di desa masih bersifat instruktif dan tidak fokus kepada pemberdayaan masyarakat desa agar mampu membangun
Lokasi: Desa Kampung, Kab. Gunungkidul, DIY.
Lokasi: Desa Aikbual, Kab. Lombok Tengah, NTB.
Lokasi: Desa Buntu Tagari, Kab. Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Pembangunan Drainase pada tahun 2017. Sejak tahun 2015, fokus pembangunan tetap pada pembangunan infrastruktur.
Pembangunan Posko Kamtibmas pada tahun 2017. Sejak tahun 2015, fokus pembangunan tetap pada pembangunan infrastruktur.
Padahal tingkat stunting di Kabupaten DIY adalah 30-40% (BPS), dan tingkat kemiskinan 20-30% (BPS)
Padahal tingkat stunting di Kabupaten Lombok Tengah diatas 40% (BPS), dan tingkat kemiskinan 15-20% (BPS)
Meskipun telah berfokus pada pembangunan infrastruktur, kebutuhan infrastruktur desa tetap tidak terpenuhi oleh dana desa, karena alokasi yang tidak tepat. Jumlah Dana Desa yang diterima tahun 2016 Rp. 800 juta padahal jarak ke ibu kota Kabupaten adalah 27km dengan kondisi jalan jelek.
10
TEMUAN III:
KEBERADAAN PENDAMPING DESA TIDAK BERDAMPAK PADA PERBAIKAN KUALITAS PERENCANAAN DAN PELAPORAN DESA
Dampak: Laporan tidak dapat digunakan untuk perencanaan oleh pemerintah daerah dan pusat.
‘Latar belakang saya guru dan petani. Saya kesulitan dalam membantu untuk membuat rincian anggaran untuk pembuatan jalan yang dibutuhkan desa.’ - Suryadi, pendamping lokal Desa Kenaman-
ALOKASI RATA-RATA UNTUK EMPAT KATEGORI BELANJA (APBDES) untuk 2015 dan 2016 (Bank Dunia) % belanja desa (ratarata)
Contoh Pelaporan di Desa Kampung, Kab. Gunung Kidul, DIY. Pelaporan tidak menjelaskan manfaat dan dampak pembangunan desa.
100% 50% 0%
Pemberdayaan Community Masyarakat empowerment Kegiatan Sosial Social AcOviOes Pembangunan Desa Village development Administrasi Desa
Contoh Pelaporan di Desa Cingebul, Kab. Banyumas, Jateng. Pembuatan laporan administratif menyita waktu Pendamping Desa. Akibat: Pendampingan untuk kebutuhan unik/ khusus desa tidak berjalan.
1. Pola rekrutmen tidak memperhatikan kebutuhan khusus desa. Pemda dan perangkat desa tidak terlibat dalam menentukan keterampilan yang diperlukan untuk kebutuhan khusus desa. 2. Distribusi pendamping belum sesuai dengan sasaran per desa. Saat ini, satu pendamping membantu rata-rata empat desa, padahal kebutuhan pendamping sangat intens mengingat bahwa pemahaman substansi seperti kesehatan, kewirausahaan, tidak dimiliki warga desa. 11
TEMUAN IV:
MODEL PEMBANGUNAN DESA TERPADU BERAGAM TINGKATANNYA Model pembangunan desa terpadu seharusnya membantu desa dalam memenuhi kebutuhan spesifik masyarakat desa-nya
✓
Koperasi di Desa Kerta, Kab. Gianyar, yang sudah beroperasi sejak tahun 2000, dan setiap tahun menerima bimbingan dari Pemda, mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 1M
✓
Program Desbumi, di Desa Darek, NTB. Desbumi adalah program LSM dan sangat membantu warga desa yang memiliki anggota keluarga sebagai TKI di LN.
✗
Program Kampung KB di Desa Darek, NTB. Belum ada implementasi, tapi dinyatakan berjalan berhasil.
?
PAUD berjalan di Desa Suka Maju, Kab. Tanjung Jabung Timur, Jambi, namun pelibatan mereka dalam musrenbangdes masih sangat terbatas.
FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN MODEL PEMBANGUNAN TERPADU: a. Keterlibatan Pemda dan perangkat desa dalam perencanaan: semakin Pemda terlibat dalam perencanaan program, maka peluang keberhasilan akan semakin baik dan sistematis. b. Relevansi program dengan masalah di desa: pada program yang relevan dengan masalah desa, terdapat penyediaan in-kind dan kontribusi tunai dari desa. Sedangkan program yang relevansinya tidak terlalu tinggi, tetap berjalan namun pemanfaatannya kecil. c. Koordinasi yang baik antara pihak pemerintah dan non-pemerintah: aktor program non-pemerintah memiliki tingkat kesungguhan yang lebih baik daripada aktor program pemerintah, seperti: proses pengawasan, proses identifikasi, proses evaluasi. 12
USULAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN DANA DESA (1/2):
UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN
1
Tata cara alokasi: o Kementerian Keuangan: memperbesar porsi Formula dan memperkecil porsi Alokasi Dasar, agar lebih berbasis ekuitas (keadilan) o Kementerian Keuangan dan BPS: memperbaiki transparansi penentuan alokasi dengan mempublikasikan basis data penentuan alokasi, agar Kabupaten/Kota dapat menggunakan basis data yang sama dalam menentukan alokasi ADD.
2
Pencairan Dana: o Pemerintah Daerah: memasukkan Dana Desa ke dalam laporan penyerapan anggaran APBD. o Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa PDTT: menyederhanakan bentuk pelaporan dan pengawasan Dana Desa agar menjadi lebih ringkas dan terpadu o Pemerintah Daerah: memastikan agar Sistem Informasi Keuangan Daerah merefleksikan laporan Dana Desa.
13
USULAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN DANA DESA (2/2):
UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN 3
Perencanaan dan Belanja • Kementerian Desa PDTT: memastikan tenaga pendamping memiliki keterampilan yang mumpuni sesuai dengan kebutuhan desa • Kementerian Desa PDTT dan Kemendagri: mengubah tata kelola tenaga pendamping agar Pemda dapat memberikan kontribusi atas penilaian kinerja tenaga pendamping • Kementerian Desa PDTT: memberikan pilihan menu tema penggunaan dana desa, disertai rincian masing-masing tema. CONTOH FOKUS: o Penyediaan air bersih: fasilitas umum, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, rumah tangga o Penyediaan listrik: penerangan rumah tangga, dsb o Penyediaan fasilitas pendidikan & kesehatan : infrastruktur posyandu regular, pemberian makanan tambahan bergizi dari pangan lokal, dan layanan PAUD yang menekankan pada peningkatan aspek kemampuan dasar yaitu kognitif, afeksi, dan psikomotor.
4
Akuntabilitas • BPKP: menyesuaikan metode audit dana desa agar menjadi lebih sederhana • Pemda, Kemenkeu, dan Kemendes PDTT: menggunakan laporan Dana Desa dalam perencanaan dan menunjukkan penggunaan tersebut. • Pemda dan Kemendes PDTT: memastikan transparansi dengan penggunaan papan informasi kegiatan/proyek yang didanai Dana Desa dengan melampirkan informasi harga unit terkecil pembelian • Kemendes PDTT: memastikan laporan dana desa mengedepankan laporan tentang hasil/ keluaran. 14
TERIMA KASIH