MAKALAH SEMINAR UMUM (PNB 4080) SEMESTER I TAHUN AKADEMIK 2012/2013 SISTEM PENGAIRAN INTERMITTERN PADA SYTEM RICE OF INTENSIFICATION (SRI) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza (Oryza Sativa L.)
Disusun oleh : Nama
: Risva Aprian Harjanti
NIM
: 09 / 281767/ PN / 11590
Program Studi
: Agronomi
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Didik Indradewa
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
DAFTAR ISI Halaman Judul .........................................................................................
i
Halaman Pengesahan …………………………………………………..
ii
Daftar Isi ...................................................................................................
iii
I. PENDAHULUAN ………………………………………………
1
II. AIR DAN SISTEM PENGAIRAN INTERMITTERN……….
3
III. PENUTUP…………………………………………………………
4
LAMPIRAN
Intisari Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Usahatani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta masyarakat Indonesia. Selain itu, beras juga merupakan komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam negeri menjadi tolok ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia. Kekurangan air pada tanaman padi akan dapat menimbulkan banyak masalah serius bagi peningkatan produksi dalam tahun-tahun mendatang sehingga diperlukan alternatif baru untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk mengatasi kelangkaan air pada fase tertentu, dikembangkan beberapa teknik pengelolaan lahan yang efisien dalam penggunaan air. Pengairan berselang (intermittern) merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah semakin terbatasnya kebutuhan air. Teknik Pengairan ini dapat menghemat pemakaian air 1550% tanpa menurunkan hasil panen. Sehingga, Sistem pengairan intermitternt di aplikasikan untuk mendukung dari program penanaman padi dengan menggunakan Sistem Rice of Intensification. Kata kunci: System Rice of Intensification, Intermittern
I. Pendahuluan Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Usahatani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta masyarakat Indonesia. Selain itu, beras juga merupakan komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam negeri menjadi tolok ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika campur tangan pemerintah Indonesia sangat besar dalam upaya peningkatan produksi dan stabilitas harga beras. Kecukupan pangan (terutama beras) dengan harga yang terjangkau telah menjadi tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian. Kekurangan pangan bisa menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas nasional. Di Indonesia S.R.I. telah diterapkan di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Kalimantan dan Papua . Di Indonesia uji coba budidaya S.R.I pertama kali dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi, Jawa Barat dengan hasil 6.2 ton/ha pada musim kemarau 1999, dan 8.2 ton/ha pada musim hujan 1999/2000. Tahun 2006, di Jawa Barat S.R.I. telah diterapkan di lahan seluas 749 ha oleh 3200 petani dengan hasil 7.85 ton/ha. Sementara itu pada tahun 2006 kegiatan validasi pengaruh S.R.I. telah di ujicoba di 20 negara lain dengan hasil positif. Keduapuluh negara itu adalah Bangladesh, Benin, Cambodia, Cuba, Gambia, Guinea, India, Laos, Mali, Mozambique, Myanmar, Nepal, Pakistan, Peru, Philippines, Senegal, Sierra Leone, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Yang sering dikhawatirkan petani dalam usaha tani padi diantaranya adalah kekurangan air terutama di musim kemarau padahal padi memerlukan air yang banyak untuk
pertumbuhannya. Kekurangan air pada tanaman padi akan dapat menimbulkan banyak masalah serius bagi peningkatan produksi dalam tahun-tahun mendatang sehingga diperlukan alternatif baru untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk mengatasi kelangkaan air pada fase tertentu, dikembangkan beberapa teknik pengelolaan lahan yang efisien dalam penggunaan air. Pengairan berselang (intermittern) merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan masalah semakin terbatasnya kebutuhan air. Teknik Pengairan ini dapat menghemat pemakaian air 1550% tanpa menurunkan hasil panen. Sehingga, Sistem pengairan intermitternt di aplikasikan untuk mendukung dari program penanaman padi dengan menggunakan Sistem Rice of Intensification. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah membahas tentang sistem pengairan intermittent (pengairan berselang) pada budidaya padi dengan System Rice of Intensification (SRI) terhadap pertumbuhan dan hasil padi.
II. Air dan Sistem pengairan intermittern Kekurangan maupun kelebihan air tidak baik untuk tanaman karena akan mengganggu proses metabolisme dari tanaman. Jumlahnya terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan cekaman aerasi. Pada kondisi jenuh air, pori makro pada tanah terisi oleh air, padahal idealnya pori makro tanah terisi oleh udara. Pori makro tanah berfungsi sebagai tempat berdifusinya CO2 dari akar tanaman ke dalam tanah yang nantinya akan dilepas ke udara. Jika pori makro terisi air, maka akar tanaman akan tergenang air dan CO2 tidak dapat berdifusi. Dampak genangan air adalah menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi). Genangan selain menimbulkan penurunan difusi O2 masuk ke pori juga akan menghambat difusi gas lainnya, misal keluarnya CO2 dari pori tanah. CO2 terakumulasi di pori, pada tanah yang baru saja tergenang 50% gas terlarut adalah CO2, sebagian tanaman tidak mampu menahan keadaan tersebut Genangan berpengaruh terhadap proses metabolisme pada tanaman yaitu akan terjadi gangguan pada proses fisiologis dan biokimiawi yaitu respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan. Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis. Kondisi jenuh air tadi akan menghambat perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Tanaman juga dapat mengalami kekeringan fisiologis yang efeknya lebih parah dari kekeringan fisik. Dengan tergenangnya tanah oleh air, maka pengguraian bahan organik menjadi anaerob. Penguraian anaerob akan menghasilkan persenyawaan organik yang dapat mereduksi ferri (Fe+++) menjadi ferro (Fe++) dan mengingat ferro membentuk lapisan kompleks yang stabil dan larut dalam air. Kelebihan Fe bervalensi dua dalam tanah menyebabkan akar tanaman terselubungi Fe dan tanaman tidak dapat menyerap hara yang dibutuhkan. Biasanya timbul bercak-bercak coklat kecil pada daun bagian bawah dari ujung. Pada keracunan Fe berat warna daun menjadi hijau kemerahan hingga coklat dan mati. Tanaman menjadi kerdil, anakan terbatas,dan daun menyempit. Pada kondisi ini proses fotosintesis tanaman terganggu (A. Kasno, 2009) Dalam keadaan tergenang dan kekurangan oksigen dalam tanah, ion sulfat akan direduksi hingga menjadi sulfida. Penguraian protein dalam keadaan anaerob menghasilkan sulfide. Sulfida yang terbentuk adalah H2S. Apabila dalam tanah tidak terdapat kation-kation
lain, maka H2S terserap oleh tanaman, ini akan berbahaya bagi tanaman. 0,1 ppm saja sudah merupakan racun bagi tanaman. Pengguraian bahan organik dalam tanah sawah yang tergenang air sangat lambat. Kebanyakan terjadi dekomposisi anaerobik. Umumnya hasil akhir adalah metana (CH4). C6H12O6
3CO2 +3CH4
Senyawa yang terbentuk umumnya racun bagi tanaman. Di samping juga mempunyai pengaruh buruk lainnya, misalnya mempercepat reduksi nitrat, mereduksi besi dan mempertinggi kadar karbon dioksida serta menghasilkan persenyawaan-persenyawaan yang dapat mengikat besi dan mangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan ferri-fosfat (Fe3PO4) yang larut dalam keadaan tergenang.. Apabila kondisi ini berjalan terus-menerus maka keadaan genangan ini akan merusak perakaran tanaman. Dampak kondisi jenuh air dapat diketahui dengan melihat akar tanaman yang lebih pendek dari tanaman yang tumbuh dengan kondisi kapasitas air lapang, batang tanaman yang tumbuh di kondisi jenuh juga lebih pendek daripada batang tanaman yang tumbuh dengan kondisi kapasitas air lapang. Hal ini terjadi karena akar tanaman awalnya tergenang air sehingga akarnya tidak dapat menancap ke dalam tanah dengan baik sehingga menghambat suplai unsur hara yang digunakan untuk proses pertumbuhan tanaman. Ketersediaan air yang cukup merupakan salah satu faktor utama dalam produksi padi sawah. Di sebagian besar daerah Asia, tanaman padi tumbuh kurang optimum akibat kelebihan air atau kekurangan air karena curah hujan yang tidak menentu dan pola lanskap yang tidak teratur. Pada umumnya, alasan utama penggenangan pada budidaya padi sawah yaitu karena sebagian besar varietas padi sawah tumbuh lebih baik dan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi ketika tumbuh pada tanah tergenang dibandingkan dengan tanah yang tidak tergenang. Air mempengaruhi karakter tanaman, unsur hara dan keadaan fisik tanah (De Datta, 1981). Kebutuhan air terbanyak untuk tanaman padi pada saat penyiapan lahan sampai tanam dan memasuki fase bunting sampai pengisian bulir (Juliardi dan Ruskandar, 2006). Penggenangan yang terus menerus disamping pemborosan dalam penggunaan air juga memberikan dampak kurang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan padi. Menurut Berkelaar (2001), air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan. Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga. Saat itu akar akan mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga senescence, yang merupakan proses alami, tapi menunjukan tanaman sulit bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.
Disamping itu pada sawah tergenang air, di akar akan terbentuk kantung udara
(aerenchyma) yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen, namun kantung udara ini dapat mengurangi penyaluran nutrisi dari akar ke bagian lain tanaman. Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap fase pertumbuhannya. Menurut Kalsim (2007) terdapat tiga fase pertumbuhan pada tanaman padi yaitu : •
Fase vegetatif Fase ini merupakan fase berikutnya setelah tanam, yang mencangkup tahap pemulihan, dan
pembentukan akar, tahap pertumbuhan anakan maksimum serta pertunasan efektif dan pertunasan tidak efektif. Kelembaban yang cukup diperlukan pada fase ini untuk perkembangan akar-akar baru. Kekeringan yang terjadi pada fase ini akan menyebabkan pertumbuhan yang tidak bagus dan hambatan pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil. •
Fase generatif Fase ini mencangkup tahap perkembangan awal malai, masa bunting dan pembentukan
bunga. Pada sebagian besar fase ini dikonsumsi banyak air. Kekeringan yang terjadi pada fase ini akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan malai, pembungaan dan fertilisasi yang berakibat kepada peningkatan sterilisasi sehingga mengurangi hasil. •
Fase pemasakan Fase ini merupakan fase terakhir, yang termasuk didalamnya adalah pembentukan susu,
pembentukan pasta, matang kuning dan matang penuh. Selama fase ini kebutuhan akan air sedikit dan secara berangsur-angsur berkurang sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah tahap matang kuning. Selama fase ini pengeringan perlu dilakukan, akan tetapi pengeringan yang terlalu awal dapat menyebabkan bertambahnya gabah hampa dan beras pecah, sedangkan pengeringan yang terlambat akan menyebabkan kondisi rebah. Pemberian air pada stadia vegetatif tidak tergenang, air hanya diberikan untuk menjaga agar tanah lembab. Penggenangan yang terus menerus disamping pemborosan dalam penggunaan air juga memberikan dampak kurang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan padi. Menurut Berkelaar (2001), air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan. Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga. Saat itu akar akan mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga senescence, yang merupakan proses alami, tapi menunjukan tanaman sulit bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.
Disamping itu pada sawah tergenang air, di akar akan terbentuk kantung udara
(aerenchyma) yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen, namun kantung udara ini dapat mengurangi penyaluran nutrisi dari akar ke bagian lain tanaman.
Definisi irigasi atau pengairan menurut Siregar (1981) adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian, pemberian dilakukan secara tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya, kemudian setelah dipergunakan, air dibuang ke saluran pembuangan air secara tertib dan teratur pula. Irigasi bertujuan untuk menambahkan air ke dalam tanah untuk menyediakan cairan
yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman,
mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan lingkungan yang
baik untuk
pertumbuhan tanaman, menghilangkan zat-zat yang ada dalam tanah yang tidak baik bagi tanaman, melunakkan tanah bagi pengerjaan lahan dan menghindarkan gangguan dalam tanah dan di atas tanah seperti serangan hama dan gulma, serta mengalirkan air yang mengandung zat-zat berguna bagi tanaman. Air irigasi diberikan menurut interval waktu tertentu agar kelembaban tanah dapat selalu terjaga dari titik kritisnya. Bila irigasi diberikan setelah kelembaban tanah mencapai titik kritisnya maka tanaman akan mengalami cekaman air (stress air) yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap hasil gabah isi padi sawah, tetapi penggunaan irigasi berkala tentunya lebih menguntungkan daripada irigasi secara terus-menerus atau tergenang (Borrell et al., 1998). Sistem irigasi penggenangan terus-menerus pada padi sawah menyebabkan banyaknya air yang terbuang, terutama ketika kanal rusak atau tidak terawat. Irigasi intermittent dengan menjaga air tetap macak-macak bahkan terkadang kering dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air (Shastry et al., 2000). Efisiensi penggunaan air pada budidaya padi sawah dengan kondisi tidak tergenang sebesar 19.581% sedangkan pada pengairan penggenangan terus-menerus efisiensinya sebesar 10.907% (Sumardi et al., 2007). Pengelolaan lingkungan tanam pada SRI ditampilkan pula dengan pengairan yang hemat, yakni dengan sistem pengairan yang intermittetn atau sistem pengairan berselang. Pengairan teknik berselang, yaitu air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu. Pada saat tanaman dalam fase berbunga, ketinggian air di areal pertanaman harus dipertahankan sekitar 3 – 5 cm sampai fase pengisian biji selesai. Suryanto (2010) menjelaskan, pengairan berselang pada sistem SRI, dilakukan terutama pada fase vegetatif. Pada saat itu, dilakukan pada masa kering yang agak panjang, yakni sekitar 1 minggu, hingga tanah sebagai media tanam, kering dan pecah. Dengan sistem pengairan berselang sistem SRI ini, pemakaian air dapat dihemat hingga 50 %. Pengairan secara efektif dan efisien, dengan metode pengairan berselang (intermittent) untuk menciptakan kondisi basah dan kering secara bergantian. Pengairan berselang akan meningkatlkan suplai oksigen ke dalam tanah ketika petakan dalam kondisi kering sehingga penyerapan oksigen oleh tanaman maksimal. Dalam kondisi kering pertumbuhan akar akan
semakin cepat menyebabkan radius perakaran lebih luas sehingga penyerapan hara lebih tinggi. Cara melakukan pengairan Intermittern atau pengairan berselang a) Tanam bibit dalam kondisi sawah macak-macak. b) Pergiliran air dilakukan selang 3-5 hari, tinggi genangan pada hari pertama 3 cm dan lahan sawah diairi lagi pada hari ke 5. Cara pengairan ini berlangsung sampai fase anakan maksimal. c) Petakan sawah digenangi terus mulai fase pembentukan malai sampai pengisian biji. d) Sekitar 10-15 hari sebelum panen, sawah dikeringkan. e) Pengecekan kondisi air dapat menggunakan alat sederhana yaitu pipa dari paralon yang sisi-sisinya dilubangi atau bahan lain yang ditanam ditanah. Bila permukaan air berada pada kedalaman 15-20 cm, maka dilakukan pengairan.
Gambar 1. Pengecekan permukaan air tanah dengan paralon berlubang Sumber: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp09041.pdf Pengairan berselang atau disebut juga intermittent adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas, memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam, mencegah timbulnya keracunan besi, mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar, mengurangi kerebahan, mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah), memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah), memudahkan pengendalian hama keong mas, dan mengurangi kerusakan tanaman padi karena
hama tikus. Pada musim penghujan, drainase dilakukan sehingga sawah tidak selalu tergenang. Pada musim kemarau di atur pengairan selang 3-5 hari sekali. Dalam melakukan pengairan berselang perlu dipertimbangkan bahwa cara ini dilakukan bergantung pada: • Jenis tanah; tanah yang tidak bias menahan air sebaiknya hati-hati dalam menerapkan cara pengairan berselang; demikian pula jenis tanah berat. • Pada lahan sawah yang sulit dikeringkan karena drainase jelek, pengairan berselang tidak perlu dipraktekkan. Tabel 1. cara pengairan berselang yang dipantau dengan tabung paralon berlubang
Sumber: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp09041.pdf Pada umur 3-10 hst, pada saat padi dalam keadaan memasuki anakan aktif, apabila air telah berada di bawah permukaan tanah 15 cm, dilakukan pengairan kembali sampai dengan 3 cm di atas permukaan tanah. Kelembaban yang cukup diperlukan untuk perkembangan akarakar padi yang baru. Kekeringan yang terjadi pada peiode ini akan menyebabkan pertumbuhan yang jelek dan hambatan pertumbuhan anakan padi. Pada tahap berikutnya merupakan tahap pembentukan akar. Pada tahap ini diperlukan drainase yang digunakan untuk membantu pertumbuhan anakan dan juga merangsang perkembangan sistim akar untuk berpenetrasi ke lapisan tanah bagian bawah. Setelah pada tahap ini, air dikeringkan dikeringkan kembali sampai padi memasuki fase anakan maksimum. Pada fase pembentukan anakan aktif hingga primordia, air yang ada telah mencapai 15 cm dibawah permukaan tanah, dilakukan pengairan kembali hingga mencapai 3 cm di atas permukaan tanah. Kemudian dikeringkan kembali. Pada umur tanaman padi 40-90 hst, yaitu pada saat tanaman padi memasuki fase primordial hingga pengisian gabah dilakukan pengairan kembali sampai 3 cm di atas permukaan tanah. Pada fase primordial, air sangat dibutuhkan oleh padi, dikarenakan pada fase ini merupakan periode reproduktif pada padi. Sehingga pada periode ini, padi memerlukan banyak air. Apabila terjadi kekeringan pada tanaman padi, mengakibatkan terhambatnya proses
pembentukan bunga pada padi dan terhambatnya proses fertilisasi sehingga berakibat pada pengurungan hasil padi. Pada umur 90-100 hst, yaitu 10 hari sebelum panen dilakukan pengeringan. Pada umur 90-100 hst,padi pada periode vegetatif dimana, pada fase ini terdapat pebentukan susu sampai dengan matang susu. Pada fase ini drainase perlu dilakukan. Pengeringan yang terlalu awal akan berdampak buruk pada padi yaitu akan mengakibatkan bertambahnya gabah hampa sedangkan pengeringan akhir akan menyebabkan pada rubuhnya tanaman padi.
Dari hasil penelitian Pieter Yuniati, yang berjudul Keragaan Padi Hibrida pada sistem Pengairan Intermittern dan tergenang. Penelitian Tanaman pangan, di dapatkan data sebagai berikut: Tabel 2. Pengaruh Interaksi Galur Padi dan Teknik Pengairan terhadap Panjang Malai (cm) Galur Digenangi Intermitternt G 23 24,4 24,4 G13 24,6 24,7 G03 24,7 25,3 G02 22,8 26,6 G25 23,3 22,8 G01 25,5 25,7 G16 22,8 23,1 G24 21,6 23,4 G04 24,4 27,3 G18 20,2 22,5 G09 25,5 26,3 G08 22,4 22,9 G05 24,9 25,4 G17 23,1 26,7 G15 22,0 24,3 Rerata 23,5 24,8 Sumber: (Pieter Yuniati, 2011). Secara
keseluruhan,
Rata-rata 24,4 abcde 24,7 abcd 25,0 ab 24,7 abcd 23,1 cdef 25,6 a 23,0 def 22,5 f 25,9 a 21,4 f 25,9 a 22,7 ef 25,2 a 24,9 abc 23,2 bcdef
pengairan
Selisih
intermitternt
0 -0.1 -0.6 -3.8 0.5 -0.2 -0.3 -1.8 -2.9 -2.3 -0.8 -0.5 -0.5 -3.6 2.3
berdampak
terhadap
terjadinya
pemanjangan malai padi hibrida, hal ini ditunjukkan dengan selisih negatif selisih panjang malai. Mekanisme pemanjangan malai seperti ini dapat disebabkan karena pengairan intermittern berpengaruh positif sehingga padi memberikan respon positif dengan mempercepat laju pertumbuhan termasuk dalam pemanjangan malai.
Tabel 3. Presentase gabah bernas (%) bebrapa genotipe Padi pada Pengairan yang Berbeda Galur Intermitternt Digenangi G 23 58,3 88,9 G13 69,2 48,2 G03 55,1 67,5 G02 45,0 36,9 G25 92,7 92,7 G01 61,5 56,0 G16 49,5 36,4 G24 56,2 42,1 G04 0,9 30,8 G18 25,5 25,4 G09 1,0 28,2 G08 7,6 11,4 G05 0,9 18,1 G17 4,6 2,6 G15 3,5 1,4 Rerata 35,4 39,1 Sumber: (Pieter Yuniati, 2011).
Rata-rata 73,6 ab 58,7 abc 61,3 bcd 41,0 a 92,7 abc 58,8 bcde 42,9 bcde 49,2 de 15,9 de 25,4 cde 14,6 de 9,5 de 9,5 de 3,6 e 2,5 e
Pada presentase gabah bernas, ternyata system pengairan penggenangan maupun system pengairan intermittern tidak berpengaruh terhadap presentase gabah bernas. Terlihat bahwa pada genotipe G25 mempunyai gabah bernas yang paling tinggi jika dibandingkan dengan yang lainnya namun tidak berbeda nyata dengan genotipe G23.
Tabel 4. Volume akar (m3)terhadap genotip padi pada pengairan yang berbeda Volume Akar (mm3) Intermittent Digenangi
Galur G 23 20,0 15,0 G13 31,7 21,7 G03 14,7 14,0 G02 9,0 10,0 G25 21,0 9,5 G01 17,5 15,5 G16 14,5 11,5 G24 15,0 15,2 G04 24,2 11,0 G18 22,0 14,0 G09 36,0 12,2 G08 9,5 13,0 G05 19,0 20,0 G17 13,2 16,5 G15 13,0 11,7 Rerata 18,7 A 14,1 B Sumber: (Pieter Yuniati, 2011).
Rata-rata 17,5 abc 26,7 a 14,4 bc 9,5 c 15,3 bc 16,5 abc 13,0 c 15,1 bc 17,6 abc 18,0 abc 24,1 ab 11,3 c 19,5 abc 14,8 bc 12,4 c
Di dapatkan hasil bahwa pada volume akar, padi hibrida pertumbuhannya dan sifat perakarannya memperlihatkan bahwa dengan pengairan intermittent menyebabkan pertumbuhan akar menjadi memanjang. Sebaliknya, padi hibrida dengan perlakuan penggenangan memperlihatkan pertumbuhan akar yang memendek dan bercabang banyak. Volume akar pada padi hibrida dengan perlakuan penggenangan memiliki volume yang lebih besar karena memiliki serabut akar yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan intermittent. Menurut Dubrovsky et al., (2003), tanaman yang tolerah kekeringan ditandai oleh pembentukan formasi akar yang dalam dengan percabangan yang banyak pada fase perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif. Perakaran seperti ini mempunyai pengaruh positif terhadap besarnya absobsi air oleh akar.
Dari hasil penelitian Ahmad Faishol Habibie, Agung Nugroho dan Agus Suryanto, tentang pengaturan jarak tanam dan irigasi berselang (Intermittent irigation) pada metode SRI terhadap produktivitas padi varietas Ciherang didapatkan data sebagai berikut: Tabel 5. Pengamatan Rata-Rata Hasil akibat interaksi Interval pengeringan dan Jarak tanam
Perlakuan Interval Pengeringan 0 hari 3 hari 5 hari 7 hari
Rata-rata pengamatan pada Komponen Hasil Padi Jarak Tanam Gabah Kering Giling (g/m2) Produksi Gabah (ton/ha) 25x25 35x35 25x25 35x35 424,17 d 340,33 d 5,77 d 2,36 d 487,50 b 425,00 b 6,63 b 2,95 b 576,83 a 446,33 a 7,85 a 3,10 a 471,33 c 379,50 c 6,41 c 2,63 c
Komponen hasil memperlihatkan perlakuan jarak tanam 25 x 25 cm dengan perlakuan periode pengeringan 5 hari menunjukkan hasil gabah kering giling tertinggi yaitu 576,83 g/m². Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 25x25 cm dengan perlakuan periode pengeringan 5 hari menunjukkan hasil produksi yang tertinggi yaitu 7,85 ton ha-1. Hal ini dikarenakan luas daun maksimal akan di bentuk, perlakuan periode pengeringan 5 hari memberikan hasil luas daun tanaman tertinggi dibandingkan dengan periode pengeringan 0, 3 dan 7 hari. Hal tersebut dipengaruhi oleh sirkulasi air dan hara yang seimbang. Daun tanaman akan menggulung apabila terjadi kekurangan air. Tanaman akan beradaptasi dengan lingkungan kekeringan dengan cara melakukan penutupan stomata untuk mengurangi traspirasi pada daunnya. Sehingga akan berdampak pada penurunan penyerapan CO2 sehingga pada akhirnya kan menyebabkan penurunan proses fotosintesis dan berdampak pada penurunan hasil.
III.
Penutup
1. Secara keseluruhan, pengairan intermitternt berdampak terhadap terjadinya pemanjangan malai padi hibrida, hal ini ditunjukkan dengan selisih negatif selisih panjang malai. 2. Pada presentase gabah bernas, ternyata system pengairan penggenangan maupun sistem pengairan intermittent tidak berpengaruh terhadap presentase gabah bernas. 3. Teknik pengairan intermittent. Ini adalah sistem pengairan di mana penggenangan air hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja. 4. Pada sistem pengairan intermittent yang perlu diperhatikan adalah jenis tanah dan keadaan lahan persawahan yang akan di pakai untuk pembudidayaan padi. 5. Pada pengairan intermittent menyebabkan pertumbuhan akar padi hibrida tumbuh memanjang. Sebaliknya pada perlakuan penggenangan, akar padi tumbuh memendek namun banyak percabangan.
DAFTAR PUSTAKA A. Kasno. Balai Pengetahuan Tanaman padi. 2009. Keracunan Besi Sawah Bukaan Baru dan Penanggulangannya.
. Diakses Pada Tanggal 5 Desember 2012. Berkelaar, D. 2001. Sistem intensifikasi padi (The System of Rice Intensification-SRI) : terjemahan. ECHO, Inc. 17391 Durrance Rd. North Ft. Myers FL. USA. Borrell, A.K., R.M. Kelly, and D.E. van Cooten. 1998. Improving management of rice in semiarid eastern Indonesia: Response to irrigation, plant type and nitrogen. Austr. J. of Exp. Agric. Vol 38: 261-271. De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons, Inc. Canada. DEPTAN. 2012.http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp09041.pdf . diakses pada
tanggal 20 Desember 2012. Faishol A. H., Agung Nugroho, Agus Suryanto. 2011. Kajian Pengaturan Jarfak Tanam dan Irigasi Berselang (intermittent irrigation) pada Metode SRI (System of Rice Intensification) terhadap Produktivitas Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang. Universitas Brawijaya. Juliardi, Iwan, dan A. Ruskandar. 2006. Teknik mengairi padi: kalau macak-macak cukup, mengapa harus digenang. . diakses 4 Desember 2012. Kasim, M. 2004. Manajemen penggunaan air: meminimalkan penggunaan air untuk meningkatkan produksi padi sawah melalui sistem intensifikasi padi (The System of rice intensification-SRI). Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Unand. Padang, Sumatra Barat. Pieter Yuniati, 2011. Keragaan Padi Hibrida pada system Pengairan Intermittern dan tergenang. Penelitian Tanaman pangan 30 (3). Shastry, S.V., D.V. Tran, V.N. Nguyen, and J.S. Nanda. 2000. Sustainable integrated rice production, p.53-72. In J. S. Nanda (Ed). Rice Breeding and Genetics, Research Priorities and Challenges. Science Publishers, Inc. New Hamisphere. Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Hudaya, Jakarta. Sumardi, Kasli, M. Kasim, A. Syarif, dan N. Akhir. 2007. Respon padi sawah pada teknik budidaya secara aerobik dan pemberian bahan organik. Jurnal Akta Agrosia 10 (1): 6571.
LAMPIRAN
Gambar1. Tanaman di pesemaian
Gambar 3. Sawah dikeringkan sampai retak-retak
Gambar 5. Padi yang berbulir digenangi
Gambar 2. Tanam padi muda digenangi 2-5 cm
Gambar 4. Setelah dikeringkan sawah digenangi kembali dan dikeringkan
Gambar 6. Padi yang berbulir kuning dikeringkan