7/23/2013
Sudaryatno Sudirham
Pengantar Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu karena tidak melibatkan persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa. Akan tetapi analisis tersebut terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan mantap.
Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s
Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan s, yang dapat kita terapkan pada rangkaian dengan sinyal sinus maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.
2
1
Isi 1. Transformasi Laplace 2. Analisis Menggunakan Transformasi Laplace
Transformasi Laplace
3. Fungsi Jaringan 4. Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1 5. Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
3
4
1
7/23/2013
Transformasi Laplace Pada langkah awal kita akan berusaha memahami transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya.
Dalam pelajaran Analisis Rangkaian di kawasan fasor, kita melakukan transformasi fungsi sinus (fungsi t) ke dalam bentuk fasor melalui relasi Euler.
Melalui transformasi Laplace ini, berbagai bentuk gelombang sinyal di kawasan waktu yang dinyatakan sebagai fungsi t, dapat ditransformasikan ke kawasan s menjadi fungsi s.
Dalam pelajaran Analisis di Kawasan s, kita akan melakukan transformasi pernyataan fungsi dari kawasan t ke kawasan s melalui Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai suatu integral
Jika sinyal diyatakan sebagai fungsi s, maka pernyataan elemen rangkaian pun harus disesuaikan dan penyesuaian ini membawa kita pada konsep impedansi di kawasan s.
F ( s) =
Perhitungan rangkaian akan memberikan kepada kita hasil yang juga merupakan fungsi s. Jika kita perlu mengetahui hasil perhitungan dalam fungsi t kita dapat mencari transformasi balik dari pernyataan bentuk gelombang sinyal dari kawasan s ke kawasan t.
∞
∫0
f (t )e − st dt
Fungsi waktu s adalah peubah kompleks: s = σ + jω Batas bawah integrasi adalah nol yang berarti bahwa kita hanya meninjau sinyal-sinyal kausal 5
6
F ( s) = Sebelum membahas Taransformasi Laplace lebih lanjut, kita akan mencoba memahami proses apa yang terjadi dalam transformasi ini.
f (t )e Fungsi waktu
= f (t )e
−( σ+ jω)t
Eksponensial kompleks
= f (t )e
Meredam f(t) jika σ > 0
f (t )e − st dt
Bentuk gelombang sinyal yang kita hadapi dalam rangkaian listrik tersusun dari tiga bentuk gelombang dasar yaitu:
Kita lihat bentuk yang ada di dalam tanda integral, yaitu
− st
∞
∫0
(1) anak tangga, (2) eksponensial, dan (3) sinusoidal
− σt − jωt
e
bentuk sinusoidal
e − jωt = cos ωt − sin ωt
(1) f (t ) = Au(t )
Ae − st = Ae −( σ+ jω)t = Ae −σt e − jωt = Ae −σt (cos ωt − sin ωt )
(2) f (t ) = e − at u (t )
Ae − at e − st = Ae − (σ+ a + jω)t = Ae − (σ+ a )t e − jωt = Ae −(σ+ at ) (cos ωt − sin ωt )
(3) f (t ) = A cos ωt u (t )
cosω0te−(σ+ jω)t =
Jadi perkalian f(t) dengan faktor eksponensial kompleks menjadikan f(t) berbentuk sinusoidal teredam.
=
Sehingga integral dari 0 sampai ∞ mempunyai nilai limit, dan bukan bernilai tak hingga.
e jω0t e− jωt + e− jω0t e− jωt −σt e 2 e j (ω0 −ω)t + e− j (ω0 −ω)t −σt e 2
sinus teredam
= cos(ω0 − ω)t e−σt
Kita lihat sekarang Transformasi Laplace
7
Jadi semua bentuk gelombang yang kita temui dalam rangkaian listrik, setelah dikalikan dengan e−st dan kemudian diintegrasi dari 0 sampai ∞ akan kita peroleh F(s) yang memiliki nilai limit.
8
2
7/23/2013
Contoh:
Contoh: Jika f(t) adalah fungsi exponensial f(t) = Ae−αtu(t)
Jika f(t) adalah fungsi tetapan f(t) = Au(t) ∞
∫0
F ( s) =
A e − st dt = −
A − st e s
∞ 0
A A = 0−− = s s
F ( s) =
Dalam contoh fungsi anak tangga ini, walaupun integrasi memiliki nilai limit, namun teramati bahwa ada nilai s yang memberikan nilai khusus pada F(s) yaitu s = 0. Pada nilai s ini F(s) menjadi tak menentu dan nilai s yang membuat F(s) tak menentu ini disebut pole.
∫0
A e -αt e − st dt =
∞
∫0
Ae −( s +α )t = −
f(t)
Ae-at u(t)
s adalah besaran kompleks. Posisi pole di bidang kompleks dalam contoh ini dapat kita gambarkan sebagai berikut.
F ( s) =
A s+α
A F ( s) = s
0
Ae −( s + α )t s+α
∞
= 0
A s+α
Untuk s = −α, nilai F(s) menjadi tak tentu. s = −α ini adalah pole
t Im
Im
Au(t)
f(t)
∞
X
s=0
Penggambaran pada bidang kompleks:
Re
X
s = −α
Re
t Posisi Pole diberi tanda X
Posisi pole diberi tanda X 9
Jika f(t) adalah fungsi cosinus f(t) = Acosωt u(t)
Contoh:
Salah satu sifat Transformasi Laplace yang sangat penting adalah
relasi Euler: cos ω = (e jωt + e − jωt ) / 2 F ( s) =
f(t)
∞
∫0
A
e
j ωt
+e 2
− jωt
e − st dt =
∞
∫0
Sifat Unik
∞A A ( jω− s)t As e dt + e ( − jω− s )t dt = 0 2 2 s 2 + ω2
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
∫
Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t). Sifat ini memudahkan kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari fungsi f(t) dari dari suatu fungsi F(s) dengan menggunakan tabel transformasi Laplace.
Acosωt u(t)
As
t
F (s) = 2 s + ω2
Penggambaran pada bidang kompleks Zero diberi tanda O
Im X
O
Untuk s = 0, nilai F(s) menjadi nol. Nilai s ini disebut zero
Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut mencari transformasi balik dari F(s).
Untuk s2 = −ω2, atau
s = ± jω Re
Tabel berikut ini memuat pasangan fungsi f(t) dan fungsi F(s). Walaupun hanya memuat beberapa pasangan, namun untuk keperluan kita, tabel ini sudah dianggap cukup.
nilai F(s) menjadi tak tentu. Nilai s ini merupakan pole
Pole diberi tanda X
10
X 11
12
3
7/23/2013
Tabel Transformasi Laplace Pernyataan Sinyal di Kawasan t f(t)
Pernyataan Sinyal di Kawasan s L[f(t)] = F(s)
impuls :
δ(t)
1
anak tangga :
u(t)
eksponensial :
[e−at]u(t)
cosinus :
[cos ωt] u(t)
1 s 1 s+a s
sinus :
[sin ωt] u(t)
Sifat Unik
s 2 + ω2
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
ω
Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t).
s 2 + ω2
s+a
cosinus teredam : [e−atcos ωt] u(t) sinus teredam :
Sifat-Sifat Transformasi Laplace
(s + a )2 + ω2
Dengan kata lain Jika pernyataan di kawasan s suatu bentuk gelombang v(t) adalah V(s), maka pernyataan di kawasan t suatu bentuk gelombang V(s) adalah v(t).
ω
[e−atsin ωt] u(t)
(s + a )2 + ω2
cosinus tergeser : [cos (ωt + θ)] u(t)
s cos θ − ω sin θ
sinus tergeser :
[sin (ωt + θ)] u(t)
s sin θ + ω cos θ
ramp :
[ t ] u(t)
ramp teredam :
[ t e−at ] u(t)
s 2 + ω2 s 2 + ω2
1 s2 1
(s + a )2
14
13
Sifat Linier
Fungsi yang merupakan integrasi suatu fungsi t
Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat linier.
t F (s) Jika f (t ) = ∫ f1( x)dx , maka transformasi Laplacenya adalah F ( s ) = 0 s
Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah jumlah dari transformasi masing-masing fungsi.
Bukti: t
Misalkan f (t ) = ∫ f1( x)dx 0
maka
∞
e − st t F (s ) = f1 ( x)dx e − st dt = 0 − s 0
Bukti:
∫∫
Jika f (t ) = A1 f1(t ) + A2 f 2 (t ) maka transformasi Laplace-nya adalah F ( s) =
∞
∫0 [A1 f1(t ) + A2 f 2 (t )]e
= A1
∞
∫0
f1 (t )dt + A2
− st
dt
∫
∫
bernilai nol untuk t = ∞ karena e−st = 0 pada t→∞ ,
∞
∫0
∞
∞ − st e t f1 ( x)dx − f1 (t ) dt 0 0 0 − s
f 2 (t )dt
bernilai nol untuk t = 0 karena integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).
= A1F1 ( s ) + A2 F2 ( s )
dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).
F (s) = − 15
∞ − st
∞
0
0
∫
e 1 f1 (t ) dt = −s s
∫ f1(t )e
− st
dt =
F1 ( s ) s 16
4
7/23/2013
Fungsi yang merupakan diferensiasi suatu fungsi Jika f (t ) =
Translasi di Kawasan t
df1 (t ) dt
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka transformasi Laplace dari f(t−a)u(t−a) untuk a > 0 adalah e−asF(s).
maka transformasi Laplacenya adalah
F ( s ) = sF1 ( s ) − f1 (0) Bukti: Misalkan f (t ) = F (s) =
∞
∫0
df1 (t ) dt
Translasi di Kawasan s
maka
[
df1 ( t ) − st e dt = f1 (t ) e − st dt
] −∫ ∞ 0
∞
0
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka transformasi Laplace dari e−αtf(t) adalah F(s + α).
f1 ( t )( − s ) e − st dt
bernilai nol untuk t = ∞ karena e−st = 0 untuk t→ ∞ bernilai −f(0) untuk t = 0.
L
df1 (t ) =s dt
∞
∫0
f (t )e − st dt − f (0) = sF1 ( s ) − f1 (0) Ini adalah nilai f1(t) pada t = 0 17
18
Tabel Sifat-Sifat Transformasi Laplace Pernyataan f(t)
Pen-skalaan (scaling)
linier :
d 2 f (t ) dt 2 d 3 f (t ) dt 3
Nilai Awal dan Nilai Akhir t → 0+
linier : A1 f1(t) + A2 f2(t)
e− at f (t )
translasi di s :
Nilai akhir : lim f (t ) = lim sF ( s ) t →∞
[ f (t − a)]u(t − a)
translasi di t:
s→∞
f (at )
penskalaan :
s →0
lim f (t )
nilai awal :
t →0+
lim f (t )
nilai akhir : konvolusi : 19
F (s) s
df (t ) dt
diferensiasi :
1 s F a a
Nilai awal : lim f (t ) = lim sF ( s )
A1F1(s) + A2 F2(s)
t
∫0 f ( x)dx
integrasi :
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a > 0 transformasi dari f(at) adalah
Pernyataan F(s) =L[f(t)]
A1 f1(t) + A2 f2(t)
t →∞ t
∫0 f1 ( x) f 2 (t − x)dx
sF ( s ) − f ( 0 − )
s F (s ) − sf (0− ) − f ′(0− ) 2
s 3 F ( s ) − s 2 f (0 − ) − sf (0 − ) − f ′′(0 − )
A1F1(s) + A2 F2(s) e − as F (s) F ( s + a)
1 s F a a
lim sF (s)
s →∞
lim sF ( s) s →0
F1 ( s) F2 ( s)
20
5
7/23/2013
Mencari Transformasi Laplace CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang berikut: a). v1 (t ) = 5 cos(10t )u (t ) ; b). v 2 (t ) = 5 sin(10t )u (t ) ; c). v3 (t ) = 3e − 2t u (t )
Transformasi Laplace Diagram pole – zero Transformasi Balik
Penyelesaian: a) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [cos ωt] u(t) v1 (t ) = 5 cos(10t )u (t ) → V1 ( s ) =
F ( s) =
5s 5s = s 2 + (10) 2 s 2 + 100 F ( s) =
b) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [sin ωt] u(t) v2 (t ) = 5 sin(10t )u (t ) → V2 ( s ) =
21
Mencari Diagram pole-zero 2 s +1
b). F ( s ) =
A( s + 2)
c). F ( s ) =
( s + 2) 2 + 3,24
a). Fungsi ini mempunyai pole di s = −1 tanpa zero tertentu.
5 s
3 s+2 22
Jika F(s) yang ingin dicari transformasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita punyai, pekerjaan kita cukup mudah.
× −1
Re
Akan tetapi pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam tabel, sehingga kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari transformasi balik setiap uraian.
Im +j1,8 Re
−2
−j1,8
( s + 2) = − 3,24 = j (±1,8) → pole di s = −2 ± j1,8 Im
c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 + j0.
1 s+a
Transformasi balik adalah mencari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui.
Im
b). Fungsi ini mempunyai zero di s = −2 Sedangkan pole dapat dicari dari ( s + 2) 2 + 3,24 = 0
→ V3 ( s ) =
F ( s) =
Mencari Transformasi Balik
CONTOH: Gambarkan diagram pole-zero dari a). F ( s ) =
ω s 2 + ω2
5 ×10 50 = s 2 + (10) 2 s 2 + 100
c) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [e−at]u(t)
v3 (t ) = 3e −2t u (t )
s s 2 + ω2
Hal ini dimungkinkan oleh sifat linier dari transformasi Laplace Re
23
24
6
7/23/2013
Fungsi Dengan Pole Sederhana
Bentuk Umum F(s)
Apabila F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia dapat diuraikan sebagai berikut
Bentuk umum fungsi s adalah
( s − z1 )(s − z2 ) L ( s − zm ) F ( s) = K ( s − p1 )(s − p2 ) L ( s − pn )
F (s) = K
Dalam bentuk umum ini jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, Jadi indeks n > m
( s − z1 )(s − z 2 ) L ( s − z m ) k1 k2 kn = + +L+ ( s − p1 )(s − p2 ) L ( s − pn ) ( s − p1 ) ( s − p2 ) ( s − pn )
F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana. k1, k2,…..kn di sebut residu.
Jika F(s) memiliki pole yang semuanya berbeda, pi ≠ pj untuk i ≠ j , dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana.
Jika semua residu sudah dapat ditentukan, maka
Jika ada pole yang berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole kompleks.
f (t ) = k1e p1t + k 2e p2t + L + k n e pn t
Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole ganda.
Bagaimana cara menentukan residu ?
25
26
Cara menentukan residu: F (s) = K
CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.
( s − z1 )(s − z 2 ) L ( s − z m ) k1 k2 kn = + +L+ ( s − p1 )(s − p2 ) L ( s − pn ) ( s − p1 ) ( s − p2 ) ( s − pn )
F( s ) =
Jika kita kalikan kedua ruas dengan (s − p1), faktor (s− p1) hilang dari ruas kiri, dan ruas kanan menjadi k1 ditambah suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (s− p1).
K
F( s ) =
4 k k = 1 + 2 ( s + 1)(s + 3) s + 1 s + 3
×( s + 1)
masukkan s = −1
( s − z1 )(s − z 2 ) L ( s − z m ) k1 ( s − p1 ) k 2 ( s − p1 ) k ( s − p1 ) = + +L+ n ( s − p 2 ) L ( s − pn ) ( s − p1 ) ( s − p2 ) ( s − pn ) Jika kemudian kita substitusikan s = p1 maka semua suku di ruas kanan bernilai nol kecuali k1 K
4 ( s + 1)( s + 3)
masukkan s = −3
Dengan demikian kita peroleh k1
F( s ) =
k2 diperoleh dengan mengakalikan kedua ruas dengan (s − p2) kemudian substitusikan s = p2 , dst. 27
2 −2 + s +1 s + 3
4 = k1 = 2 (−1 + 3) 4 k = 1 ( s + 3) + k 2 ( s + 1) s + 1
×( s + 3)
( p1 − z1 )( p1 − z 2 ) L ( p1 − z m ) = k1 ( p1 − p2 ) L ( p1 − pn )
4 k = k1 + 2 ( s + 1) ( s + 3) s+3
4 = k 2 = −2 (−3 + 1)
f (t ) = 2e −t − 2e −3t 28
7
7/23/2013
CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut. CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut. F( s ) = F( s ) =
4( s + 2) k k = 1 + 2 ( s + 1)( s + 3) s + 1 s + 3
×( s + 1)
masukkan s = −1
masukkan s = −3
2 2 + s +1 s + 3
F( s ) =
4( s + 2) k = k1 + 2 ( s + 1) ( s + 3) s+3
6( s + 2) s ( s + 1)( s + 4)
k 6( s + 2) k k = 1+ 2 + 3 s ( s + 1)( s + 4) s s + 1 s + 4
×s
k s k s 6( s + 2) = k1 + 2 + 3 ( s + 1)( s + 4) s +1 s + 4
6(0 + 2) = k1 = 3 (0 + 1)(0 + 4) k 6( s + 2) k1 = ( s + 1) + k 2 + 3 ( s + 1) s ( s + 4) s s+4
masukkan s = 0
4(−1 + 2) = k1 = 2 (−1 + 3)
×( s + 1)
4( s + 2) k = 1 ( s + 3) + k 2 ( s + 1) s +1
×( s + 3)
F( s ) =
F( s ) =
4( s + 2) ( s + 1)( s + 3)
masukkan s = −1
4(−3 + 2) = k2 = 2 (−3 + 1)
×( s + 4)
f (t ) = 2e −t + 2e −3t
F( s ) =
3 −2 −1 + + s s +1 s + 4
6 ( −1 + 2 ) = k 2 = −2 − 1( −1 + 4)
6( s + 2) k1 k = ( s + 4) + 2 ( s + 4) + k 3 s ( s + 1) s s +1 6( −4 + 2) masukkan s = −4 = k 3 = −1 − 4(−4 + 1)
f (t ) = 3 − 2e −t − 1e −4t
29
Fungsi Dengan Pole Kompleks
30
Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks
Dalam formulasi gejala fisika, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = −α + jβ, maka ia juga harus mempunyai pole lain yang berbentuk p* = −α − jβ; sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil.
F( s ) = L +
k k* + +L s + α − jβ s + α + jβ
adalah f k (t ) = ke −( α − jβ)t + k * e −( α + jβ)t
Jadi untuk sinyal yang secara fisik kita temui, pole kompleks dari F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat.
= k e j θ e − ( α − j β ) t + k e − j θ e − ( α + j β) t = k e −( α − j (β +θ))t + k e −( α + j (β+ θ))t
Oleh karena itu uraian F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk
= 2 k e − αt
k k* F ( s) = L + + +L s + α − jβ s + α + jβ
e j (β+ θ)t + e − j (β+ θ)t = 2 k e −αt cos(β + θ) 2
f (t ) = L + 2 k e −αt cos(β + θ) + L
Residu k dan k* juga merupakan residu konjugat sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini dapat kita cari dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian fungsi dengan pole sederhana. 31
32
8
7/23/2013
Fungsi Dengan Pole Ganda
CONTOH: Carilah transformasi balik dari
F ( s) =
Pada kondisi tertentu, F(s) dapat mempunyai pole ganda. Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan “memecah” faktor yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti contoh sebelumnya.
s ( s 2 + 4s + 8) memberi pole − 4 ± 16 − 32 s= = −2 ± j 2 kompleks 2
Memberikan pole sederhana di s = 0
F ( s) =
8
8 k k2 k 2∗ = 1+ + s( s 2 + 4 s + 8) s s + 2 − j 2 s + 2 + j 2
F (s ) =
8 8 → k1 = ×s = =1 8 s( s 2 + 4 s + 8) s =0 → k2 = =
8 s ( s 2 + 4 s + 8)
× ( s + 2 − j 2)
8 2 j (3π / 4) = e − 8 − j8 2
f(t) = u (t ) +
→ k 2∗ =
pole ganda
Uraikan menjadi:
= s = −2 + j 2
K ( s − z1 ) ( s − p1 )( s − p2 ) 2
8 s ( s + 2 + j 2)
F( s ) =
s = −2 + j 2
1 K ( s − z1 ) s − p2 ( s − p1 )( s − p2 ) pole sederhana
2 − j (3π / 4) e 2
2 j (3π / 4 ) −( 2− j 2 )t 2 − j (3π / 4) −( 2 + j 2 )t e e + e e 2 2
[
]
2 − 2t j (3π / 4+ 2t ) = u (t ) + e e + e − j (3π / 4 + 2t ) = u (t ) + 2e − 2t cos(2t + 3π / 4) 2
k1 k2 + ( s − p1 ) ( s − p2 ) 33
34
CONTOH: Tentukan transformasi balik dari fungsi: F ( s ) = Maka:
F( s ) =
k2 k1 k2 1 k1 + + = s − p2 s − p1 s − p2 ( s − p2 )( s − p21 ) ( s − p2 ) 2
F( s ) = =
sehingga:
F(s) =
k11 k k2 + 12 + s − p1 s − p2 ( s − p2 ) 2
s ( s + 1)( s + 2) 2
=
s ( s + 1)( s + 2) 2
s 1 ( s + 2) ( s + 1)( s + 2)
k s s 1 k1 + 2 → k1 = = −1 → k 2 = =2 ( s + 2) s + 1 s + 2 ( s + 2) s = −1 ( s + 1) s = −2
1 −1 2 −1 2 + = + ( s + 2) s + 1 s + 2 ( s + 1)( s + 2) ( s + 2) 2 k k 2 = 11 + 12 + s + 1 s + 2 ( s + 2) 2
⇒ F(s) =
f (t ) = k11e p1t + k12 e p2t + k 2 te p2t
→ k11 =
⇒ F( s ) =
35
−1 = −1 s + 2 s = −1
−1 1 2 + + s + 1 s + 2 ( s + 2) 2
→ k12 =
−1 =1 s + 1 s = −2
f (t ) = −e −t + e −2t + 2te −2t
36
9
7/23/2013
Hubungan Tegangan-Arus Elemen di Kawasan s Kita mengetahui hubungan tergangan-arus di kawasan waktu pada elemen-elemen R, L, dan C adalah
Analisis Rangkaian Listrik Menggunakan Transformasi Laplace
v R = RiR diL dt dvC 1 iC = C atau vC = ∫ ic dt dt C vL = L
Dengan melihat tabel sifat-sifat transformasi Laplace, kita akan memperoleh hubungan tegangan-arus elemen-elemen di kawasan s sebagai berikut: 38
37
Konsep Impedansi di Kawasan s Resistor:
VR ( s) = R I R ( s)
Induktor:
V L ( s) = sLI L ( s) − LiL (0)
Kapasitor:
I ( s ) vC (0) VC ( s ) = C + sC s
Impedansi di kawasan s adalah rasio tegangan terhadap arus di kawasan s dengan kondisi awal nol V ( s) V (s) V (s) 1 ZR = R = R ; ZL = L = sL ; Z C = C = I R ( s) IL( s) IC ( s ) sC
Dengan konsep impedansi ini maka hubungan tegangan-arus untuk resistor, induktor, dan kapasitor menjadi sederhana. Kondisi awal
VR ( s ) = RI R (s) ;
Kondisi awal adalah kondisi elemen sesaat sebelum peninjauan.
VL ( s ) = sLI L (s) ;
VC =
1 I C ( s) sC
Admitansi, adalah Y = 1/Z YR =
39
1 R
;
YL =
1 sL
;
YC = sC
40
10
7/23/2013
Representasi Elemen di Kawasan s Jika simpanan energi awal adalah nol, maka sumber tegangan tidak perlu digambarkan.
Elemen R, L, dan C di kawasan s, jika harus memperhitungkan adanya simpanan energi awal pada elemen, dapat dinyatakan dengan meggunakan sumber tegangan atau sumber arus.
Jika Kondisi awal = 0 Representasi dengan Menggunakan Sumber Tegangan VR ( s) = R I R ( s ) +
VL ( s ) = sLI L ( s ) − LiL (0) +
IR (s)
VC ( s ) =
I C ( s ) vC (0) + sC s VR(s)
IC (s)
+
IL (s)
+
IR (s)
+ VL (s)
R
+
IL (s) sL
IC (s)
VC (s)
sL VR(s)
VL (s)
R
− +
VC (s)
LiL(0)
−
−
− VR ( s ) = R I R ( s )
vC (0) s
+ −
−
VL ( s) = sLI L ( s )
−
−
VC ( s ) =
IC (s) sC
Kondisi awal 41
42
Representasi dengan Menggunakan Sumber Arus +
sL VR(s)
R
+ VL (s) −
Transformasi Rangkaian
IC (s)
IL (s)
IR (s)
iL (0) s
+ VC (s) −
1 sC
Representasi elemen dapat kita gunakan untuk mentransformasi rangkaian ke kawasan s.
CvC(0)
Dalam melakukan transformasi rangkaian perlu kita perhatikan juga apakah rangkaian yang kita transformasikan mengandung simpanan energi awal atau tidak.
−
VR ( s ) = R I R ( s)
i ( 0) VL ( s) = sL I L ( s ) − L s
VC ( s) =
1 (IC (s) + CvC (0)) sC
Jika tidak ada simpanan energi awal, maka sumber tegangan ataupun sumber arus pada representasi elemen tidak perlu kita gambarkan.
Kondisi awal Jika Kondisi awal = 0 + VR(s)
IR (s) R
− VR ( s ) = R I R ( s )
+ VL (s)
+
IL (s) sL
−
VL ( s ) = sLI L ( s )
IC (s)
VC (s) −
VC ( s ) =
IC (s) sC 43
44
11
7/23/2013
CONTOH: Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2 sehingga rangkaian RLC seri terhubung ke sumber tegangan 2e−3t V. Transformasikan rangkaian ke kawasan s untuk t > 0. 1
+ −
S
2
+ 8V −
+ −
2e−3t
1
3Ω V
3 1H 1/2 F
+ vC − Transformasi
+ −
s
2 s+3
2 s 8 s
+ −
2e−3t V
3
3Ω
1H 1/2 F
+ vC − Transformasi
+ VC(s) −
arus awal induktor = 0
Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan sumber 8 V membuat rangkaian memiliki kondisi awal, yaitu vC0 = 8 V dan iL0 = 0
S
2
tegangan kapasitor tegangan awal kapasitor = 8/s
Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan tak ada sumber tegangan, maka kondisi awal = 0 vC0 = 0 V dan iL0 = 0
+ −
s
+ 2 s
2 s+3
VC(s) −
arus awal induktor = 0 tegangan kapasitor tegangan awal kapasitor = 0
Kondisi awal akan nol jika rangkaiannnya adalah sepeti berikut
45
46
Kaidah-Kaidah Rangkaian
Hukum Kirchhoff Hukum arus Kirchhoff (HAK) dan hukum tegangan Kirchhoff (HTK) berlaku di kawasan s
Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus
n
HAK di Kawasan t :
Z ekiv seri =
∑ ik (t ) = 0 k =1
∞ n
n ik (t ) e − st dt = k =1 k =1
∫0 ∑
∞
∑ ∫0 ik (t )e
− st
I k ( s) =
n
dt = I k (s) = 0 k =1
∑
HAK di Kawasan s
Yk I total ( s ) ; Yekiv paralel
∑ v k (t ) = 0 k =1
∞ n
n
Vin (s) + − ∞
Yekiv paralel =
Vk ( s ) =
∑ Yk
Zk Vtotal ( s ) Z ekiv seri
CONTOH: Carilah VC(s) pada rangkaian impedansi seri RLC berikut ini
n
HTK di Kawasan t :
∑ Zk ;
s
3
n
vk (t ) e − st dt = ∑ ∫ vk (t )e −st dt = ∑Vk ( s) = 0 ∫0 ∑ 0 k =1 k =1 k =1
VR ( s ) =
HTK di Kawasan s 47
2/ s 3+ s +
2 s
Vin ( s) =
2 s 2 + 3s + 2
2 s
+ VC (s) −
Vin ( s ) =
2 Vin ( s) ( s + 1)(s + 2) 48
12
7/23/2013
Misalkan Vin(s) = 10/s
s
3
Vin (s) + −
2 s
Teorema Rangkaian
+ VC (s) −
Prinsip Proporsionalitas
20 k k k VC ( s ) = = 1+ 2 + 3 s ( s + 1)( s + 2) s s + 1 s + 2
→ k1 =
Y(s)
Ks
The image part with relationship ID rId4 was not found in the file.
20 = 10 ; ( s + 1)( s + 2) s =0
k2 =
20 = −20 ; s ( s + 2) s =−1
k3 =
20 = 10 s ( s + 1) s = −2
10 − 20 10 + + s s +1 s + 2 −t vC (t ) = 10 − 20e + 10e − 2t
⇒ VC ( s ) = ⇒
X(s)
Hubungan linier antara masukan dan keluaran CONTOH:
VR (s) =
Inilah tanggapan rangkaian RLC seri dengan R = 3Ω , L = 1H, C = 0,5 F dan sinyal masukan anak tangga dengan amplitudo 10 V.
sL 1/sC
R
Vin (s) + −
R RCs Vin ( s ) = Vin ( s ) R + sL + (1 / sC ) LCs 2 + RCs + 1
49
50
Teorema Thévenin dan Norton
Prinsip Superposisi
VT ( s ) = Vht ( s ) = I N ( s) ZT ;
Yo ( s ) = K s1 X 1 ( s ) + K s 2 X 2 ( s ) + K s 3 X 3 ( s ) + ⋅ ⋅ ⋅
Tegangan Thévenin
Keluaran rangkaian yang mempunyai beberapa masukan adalah jumlah keluaran dari setiap masukan sendainya masukan-masukan itu bekerja sendiri-sendiri
Ks
CONTOH: Carilah rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian impedansi berikut ini.
Yo(s)
s s 2 + ω2
X1(s) Ks1
Y1(s) = Ks1X1(s) X2(s)
1 VT ( s ) = YN I N ( s )
Impedansi Thévenin
X1(s) X2(s)
ZT =
VT ( s ) ZT Arus Norton
I N ( s) = I hs ( s) =
Ks2
Y2(s) = Ks2X2(s)
+ R 1 − sC
B E B A N
VT ( s ) = Vht (s ) =
ZT = R || (1 / RC ) =
VT
Yo ( s ) = K s1X1 ( s ) + K s 2 X 2 ( s ) 51
s s / RC 1 / sC = R + (1 / sC ) s 2 + ω2 ( s + 1 / RC )(s 2 + ω2 )
+ −
R / sC 1 = R + 1 / sC C ( s + 1 / RC )
ZT
B E B A N
52
13
7/23/2013
Metoda Metoda Analisis
Metoda Superposisi
Metoda Unit Output CONTOH: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini.
CONTOH: Dengan menggunakan metoda unit output, carilah V2(s) pada rangkaian impedansi di bawah ini IL (s) sL IR (s)
I1(s)
IC (s)
R
1/sC
1 = sC 1 / sC
Misalkan : V2 ( s ) = 1 → VC ( s ) = V2 ( s ) = 1
→
I C (s) =
→ I L ( s ) = I C ( s ) = sC
→
VL ( s ) = sL × sC = LCs 2
→ VR ( s ) = VL ( s ) + VC ( s ) = LCs 2 + 1 ⇒ I1* ( s ) = I R ( s ) + I L ( s ) = 1
⇒ Ks =
I1* (s )
=
→
I R ( s) =
A s
LCs 2 + 1 R
R
I1 (s ) 53
⇒ Vo1 ( s ) =
A/ 2 s + R / 2L
⇒ Vo ( s ) = Vo1 ( s ) + Vo2 ( s ) = → k1 = → k2 = → k3 =
s (s 2 + β 2 )
s ( s + R / 2 L)(s − jβ) 1 2
( R / L) + 4β
A ⇒ vo (t ) = e 2
−
2
RBβ s 2 ( s + R / 2 L)( s 2 + β 2 )
( R / 2 L)
=
A s
1 = R / L − j 2β
1 ( R / L) 2 + 4β 2
+ −
R
A sR
R − t ( R / 2 L) − e 2L 2 2 RBβ ( R / 2 L) + β + 2 1 + e − j ( β t − θ) + e j ( β t − θ) ( R / L) 2 + 4β 2
(
R − t e 2 L
A R 2 Bβ ⇒ vo ( t ) = − 2 2 2 R + 4 Lβ
+
RBβ ( R / L) 2 + 4β 2
+ Vo −
sL
+ 2β e jθ , θ = tan −1 R/L
e − jθ
R t 2L
+ Vo1 −
A s
R
+ −
R
R
+ Vo −
sL
sL
+ Vo2 −
R
R
Bβ s 2 + β2
Bβ s 2 + β2
1 / sL Bβ × 1 1 1 s2 + β2 + + R R sL sRL Bβ RBβ s = × = 2 sL + R s 2 + β 2 2 (s + R / 2 L)(s 2 + β 2 )
Vo2 ( s ) = sL × I L ( s ) = sL ×
54
CONTOH: Dengan menggunakan metoda reduksi rangkaian carilah tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini
( R / 2L) 2 + β 2
s = − jβ
sL
Bsinβt
Metoda Reduksi Rangkaian
k A/2 RBβ k1 k + + 2 + 3 s + R / 2L 2 s + R / 2 L s + jβ s − jβ
=− s=− R / 2 L
Vo2 ( s) =
R
+ −
R
RLs R + sL RLs A L ⇒ Vo1 ( s ) = R + sL = A RLs s R + 2 sL R+ R + sL A/ 2 = s + R / 2L
LCs 2 + RCs + 1 LCs 2 + RCs + 1
+ vo −
L
→ Z L // R =
LCs 2 + 1 LCs 2 + RCs + 1 + sC = R R
R
⇒ V2 (s ) = K s I1 (s ) =
R
+ −
Au(t)
+ V2(s) −
R
R/2
)
cos(βt − θ)
sL
55
+ Vo −
sL
sL
+ R/2 Vo −
Bβ
R
+ Vo −
s 2 + β2
Bβ
R
s 2 + β2
Bβ s 2 + β2
+ −
+
A sR
R Bβ A + 2 s 2 + β2 sR
Vo ( s ) =
sL R Bβ A × + sL + R / 2 2 s 2 + β2 sR
Vo ( s ) =
A/ 2 ( RBβ / 2) s + s + R / 2 L ( s + R / 2 L)( s 2 + β 2 ) 56
14
7/23/2013
Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin
Metoda Tegangan Simpul
CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin. A s
+ −
R sL
+ Vo −
Bβ
R
A s
s 2 + β2
CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan metoda tegangan simpul.
R
+ −
R
Bβ s 2 + β2
1 R A Bβ × + R× × 2 2 s + β2 R+R s RBβ / 2
VT ( s ) = Vht (s ) = = + −
Vo ( s ) =
ZT VT
+ Vo −
sL
ZT =
R sL
+ Vo −
R
Bβ s 2 + β2
1 1 A Bβ 1 1 Vo ( s ) + + − − =0 R R sL R s s 2 + β 2
A/2 + 2 s s + β2
R 2
Bβ 2 Ls + R A Vo ( s) + = RLs Rs s 2 + β 2
atau
RLs A Bβ Vo ( s) = + 2 Ls + R Rs s 2 + β2 A/ 2 ( RBβ / 2)s = + s + R / 2L ( s + R / 2 L)(s 2 + β 2 )
A / 2 RBβ / 2 sL sL VT ( s ) = + sL + ZT sL + R / 2 s s 2 + β 2 A/2 ( RBβ / 2) s + s + R / 2 L (s + R / 2 L )(s 2 + β 2 )
=
+ −
A s
57
58
Metoda Arus Mesh
10mH 10 u(t)
10 V1 ( s ) = s
+ −
+ −
0.01s IA
i(t) 10kΩ 10kΩ
1µF
104
I(s)
104
(
106 s
IB
⇒ I ( s) =
)
10 + I A ( s ) 0.01s + 104 − I B ( s ) × 104 = 0 s 106 I B (s )104 + 104 + − I A ( s ) × 104 = 0 s
−
(2s + 10 ) I (s ) =
(
)(
)
10 2 s + 10 2 I B (s ) − I B ( s) × 10 4 = 0 + 0.01s + 10 4 s s 10 ⇒ I(s) = I B ( s) = 0,02 s 2 + 2 ×10 4 s + s + 10 6 − 10 4 s 10 10 = = 0,02s 2 + 10 4 s + 10 6 ( s − α)(s − β)
⇒−
CONTOH: Pada rangkaian berikut ini tidak terdapat simpanan energi awal. Gunakan metoda arus mesh untuk menghitung i(t)
k1 =
α=
− 10 4 + 108 − 8 × 10 4 ≈ −100 ; 0,04
β=
− 10 4 − 108 − 8 ×10 4 ≈ −500000 0,04
10 k1 k2 = + ( s + 100)(s + 500000) s + 100 s + 50000
10 10 = 2 × 10−5 ; k 2 = s + 500000 s = −100 s + 100
[
]
s = −500000
= −2 × 10−5
⇒ i (t ) = 0,02 e −100t − e −500000t mA
2
IA
s
B (s)
59
60
15
7/23/2013
Bahasan kita berikut ini adalah mengenai Fungsi Jaringan Fungsi Jaringan merupakan fungsi s yang merupakan karakteristik rangkaian dalam menghadapi adanya suatu masukan ataupun memberikan relasi antara masukan dan keluaran.
Fungsi Jaringan
Bahasan akan mencakup Pengertian Dan Macam Fungsi Jaringan. Peran Fungsi Alih. Hubungan Bertingkat Kaidah Rantai
62
61
Pengertian dan Macam Fungsi Jaringan Fungsi Jaringan
Fungsi jaringan yang sering kita hadapi ada dua bentuk, yaitu
Prinsip proporsionalitas berlaku di kawasan s. Faktor proporsionalitas yang menghubungkan keluaran dan masukan berupa fungsi rasional dalam s dan disebut fungsi jaringan (network function).
Fungsi Jaringan =
fungsi masukan (driving-point function) dan fungsi alih (transfer function) Fungsi masukan adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang (port) dengan masukan di gerbang yang sama. Fungsi alih adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang dengan masukan pada gerbang yang berbeda.
Tanggapan Status Nol ( s) Sinyal Masukan ( s)
Definisi ini mengandung dua pembatasan, yaitu a) kondisi awal harus nol dan b) sistem hanya mempunyai satu masukan
63
64
16
7/23/2013
Fungsi Masukan
Z ( s) =
V (s) ; I (s)
impedansi masukan
Y (s) =
CONTOH:
I (s) V (s)
Carilah impedansi masukan yang dilihat oleh sumber pada rangkaian-rangkaian berikut ini a).
admitansi masukan
b). R Vs(s)
+ −
Fungsi Alih
Fungsi Alih Tegangan : TV ( s ) =
Vo ( s) ; Vin ( s )
Impedansi Alih :
1 Cs
1 RCs + 1 = ; Cs Cs 1 1 + RCs b). Yin = + Cs = R R R ⇒ Z in = 1 + RCs
I o (s) ; Vin ( s )
TZ ( s ) =
R Is(s)
a). Z in = R +
I (s) Fungsi Alih Arus : TI ( s) = o I in ( s) Admitansi Alih : TY ( s ) =
1 Cs
Vo ( s) I in ( s ) 65
CONTOH:
CONTOH:
Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut
+ Vin(s) −
R
a).
a). TV ( s ) =
+ Vo(s) −
Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di bawah ini
Io(s)
Iin(s)
66
R
+ vin −
b).
Vo ( s ) 1 / Cs 1 = = ; Vin ( s ) R + 1 / Cs RCs + 1
R1 C
L R2
+ vo −
Ls
+ Transformasi V (s) ke kawasan s in −
R1 1/Cs
R2
+ Vo (s) −
Z in = (R1 + 1 / Cs ) || (Ls + R2 ) =
I (s) 1/ R 1 b). TI ( s ) = o = = I in ( s) 1 / R + sC 1 + sRC
=
( R1 + 1 / Cs )( Ls + R2 ) R1 + 1 / Cs + R2 + Ls ( R1Cs + 1)( Ls + R2 ) LCs 2 + ( R1 + R2 )Cs + 1
TV ( s ) = 67
Vo (s) R2 = V in ( s ) Ls + R 2 68
17
7/23/2013
R1
CONTOH: Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di samping ini
+ vin −
Transformasi rangkaian ke kawasan s Zin = R1 || (1 / C1s ) =
TV ( s ) =
R1 / C1s R1 = R1 + 1 / C1s R1C1s + 1
C1
R2
CONTOH: C2
− +
R1 + Vin(s) 1/C1s −
+ vs −
1/C2s
+
+ Vo(s) −
1MΩ 1µF
+ vx −
+ −
+ vo µvx
106 / s VA 106 + 106 / s 1 = VA → VA = (s + 1)Vx s +1 ⇒ (s + 1)(2 + s)Vx − Vin − Vx − sµVx = 0 atau sedangkan : Vx =
Vo ( s ) Z R || (1 / C 2 s ) =− 2 =− 2 Z1 R1 || (1 / C1 s ) V in ( s )
=−
1MΩ
+ 106 A 106 Vs(s) 106/s −
(
+ Vx −
+ −
+ Vo(s) µVx
)
−6 −6 −6 Persamaan tegangan untuk simpul A: V A 10 + 10 + 10 s
R2
−
106/s
1µF A
+ vo −
− Vin 10 −6 − V x 10 −6 = 0 − 10 −6 sµV x
(2s + 2 + s 2 + s − 1 − µs)Vx = Vin
R2 R C s +1 × 1 1 R2 C 2 s + 1 R1
⇒
R R C s +1 =− 2 1 1 R1 R2 C 2 s + 1
Vx 1 = Vin s 2 + (3 − µ)s + 1
Fungsi alih : TV ( s) = 69
Vo ( s) µV x ( s) µ = = V s ( s) V s ( s) s 2 + (3 − µ ) s + 1
70
Peran Fungsi Alih Pole dan zero dapat mempunyai nilai riil ataupun kompleks konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah riil.
Dengan pengertian fungsi alih, keluaran dari suatu rangkaian di kawasan s dapat dituliskan sebagai Y ( s ) = T ( s ) X ( s ) ; dengan T ( s ) adalah fungsi alih X ( s ) : pernyataan sinyal masukan di kawasan s
Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin mengandung zero dan pole sendiri. Oleh karena itu sinyal keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat berasal dari T(s) ataupun X(s).
Y ( s ) : keluaran (tanggapan status nol) di kawasan s. T(s) pada umumnya berbentuk rasio polinom Rasio polinom ini dapat dituliskan:
T (s) =
b( s) bm s m + bm −1 s m−1 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ +b1 s + b0 = a( s ) a n s n + a n −1 s n −1 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ + a1 s + a 0
T (s) = K
Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh parameter rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan;
( s − z1 )(s − z 2 ) ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ( s − z m ) ( s − p1 )(s − p2 ) ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ ( s − pn )
Pole dan zero yang berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan).
Fungsi alih T(s) akan memberikan zero di z1 …. zm pole di p1 …. pn . 71
72
18
7/23/2013
106/s
CONTOH:
+ 106 A 106 Vs(s) 106/s −
Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Impuls + Vx −
+ −
Impuls dinyatakan dengan x(t) = δ(t). Pernyataan sinyal ini di kawasan s adalah X(s) = 1
+ Vo(s) µVx
Vo ( s) = T ( s) X ( s) = T ( s) × 1 = H ( s )
Jika vin = cos2t u(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran Vo(s) untuk µ = 0,5
Vo(s) yang diperoleh dengan X(s) = 1 ini disebut H(s) agar tidak rancu dengan T(s).
µ 0,5 = Fungsi alih : TV ( s ) = 2 s + (3 − µ ) s + 1 s 2 + 2,5s + 1 s Vin ( s ) = 2 s +4
Karena X(s) = 1 tidak memberikan pole paksa, maka H(s) hanya akan mengandung pole alami.
0,5 s s 2 + 2,5s + 1 s 2 + 4 0,5 s = ( s + 2)( s + 0,5) ( s + j 2)(s − j 2)
V o ( s) = TV ( s)Vin ( s ) =
Pole dan zero adalah : s = −2 : pole alami riil s = −0.5 : pole alami riil
s=0
Keluaran di kawasan t, vo(t) = h(t), diperoleh dengan transformasi balik H(s). Bentuk gelombang h(t) terkait dengan pole yang dikandung oleh H(s). Pole riil akan memberikan komponen eksponensial pada h(t); pole kompleks konjugat (dengan bagian riil negatif ) akan memberikan komponen sinus teredam pada h(t). Pole-pole yang lain akan memberikan bentuk-bentuk h(t) tertentu yang akan kita lihat melalui contoh berikut.
: satu zero paksa riil
s = − j 2 : pole paksa imaginer s = + j 2 : pole paksa imajiner 73
106/s
CONTOH: Jika sinyal masukan pada rangkaian dalam contoh-3.5 adalah vin = δ(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran untuk nilai µ = 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4, 5.
+ 106 A 106 Vs(s) 106/s −
+ Vx −
+ −
+ Vo(s) µVx
µ
Dengan masukan vin = δ(t) TV ( s) = 2 s + (3 − µ ) s + 1 berarti Vin(s) = 1, maka µ H ( s ) = keluaran rangkaian adalah : s 2 + (3 − µ) s + 1 µ = 0,5 ⇒ H ( s ) =
0 ,5 s 2 + 2 ,5s + 1
=
0 ,5 ⇒ dua pole riil di s = −2 dan s = −0,5 (s + 2 )(s + 0 ,5 )
1 0,5 = ⇒ dua pole riil di s = −1 s 2 + 2s + 1 ( s + 1) 2 2 2 µ = 2 ⇒ H( s) = = ⇒ dua pole kompleks di s = −0,5 ± j 3 / 2 s 2 + s + 1 (s + 0,5 − j 3 / 2)( s + 0,5 + j 3 / 2) 3 3 µ = 3 ⇒ H( s ) = = ⇒ dua pole imajiner di s = ± j1 s 2 + 1 ( s + j1)(s − j1) µ = 1 ⇒ H ( s) =
4 ⇒ dua pole kompleks di s = 0,5 ± j 3 / 2 ( s − 0,5 − j 3 / 2)(s − 0,5 + j 3 / 2) 5 µ = 5 ⇒ H ( s) = = ⇒ dua pole riil di s = 1 75 s 2 − 2s + 1 ( s − 1) 2
µ = 4 ⇒ H (s) =
74
4
s2 − s +1 5
Contoh ini memperlihatkan bagaimana fungsi alih menentukan bentuk gelombang sinyal keluaran melalui pole-pole yang dikandungnya. Berbagai macam pole tersebut akan memberikan h(t) dengan perilaku sebagai berikut. µ = 0,5
: dua pole riil negatif tidak sama besar; sinyal keluaran sangat teredam.
µ=1
: dua pole riil negatif sama besar ; sinyal keluaran teredam kritis.
µ=2
: dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil negatif ; sinyal keluaran kurang teredam, berbentuk sinus teredam.
µ=3
: dua pole imaginer; sinyal keluaran berupa sinus tidak teredam.
µ=4
: dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil positif ; sinyal keluaran tidak teredam, berbentuk sinus dengan amplitudo makin besar.
µ=5
: dua pole riil posistif sama besar; sinyal keluaran eksponensial dengan eksponen positif; sinyal makin besar dengan berjalannya t.
=
76
19
7/23/2013
Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Anak Tangga
Posisi pole dan bentuk gelombang keluaran
Transformasi sinyal masukan yang berbentuk gelombang anak tangga x(t) = u(t) adalah X(s) = 1/s. Jika fungsi alih adalah T(s) maka sinyal keluaran adalah
Y (s) = T (s) X (s) =
T (s) s
Tanggapan terhadap sinyal anak tangga ini dapat kita sebut
G ( s) =
T ( s) H (s) = s s
Karena H(s) hanya mengandung pole alami, maka dengan melihat bentuk G(s) kita segera mengetahui bahwa tanggapan terhadap sinyal anak tangga di kawasan s akan mengandung satu pole paksa disamping pole-pole alami. Pole paksa ini terletak di s = 0 + j0 (lihat gambar)
78
77
Hubungan Bertingkat CONTOH:
CONTOH:
Jika µ = 2 dan sinyal masukan berupa sinyal anak tangga, carilah pole dan zero sinyal keluaran dalam rangkaian contoh-3.7, Dengan µ = 2 fungsi alihnya adalah
TV 1( s ) =
2 TV ( s ) = 2 s + s +1
+ Vin −
dan
+ R1 Vin 1/Cs −
Ls
R2
TV 2 ( s ) =
Ls
R2
+ Vo −
R2 R2 + Ls
+ Vo −
2 1 2 = ( s 2 + s + 1) s ( s + 0,5 − j 3 / 2)(s + 0,5 + j 3 / 2)s TV (s ) =
Dari sini kita peroleh : s = −0,5 ± j 3 / 2 : dua pole kompleks konjugat : satu pole paksa di 0 + j 0 79
R2 1 / Cs || ( R2 + Ls ) R2 + Ls 1 / Cs || ( R2 + Ls ) + R1
=
R2 1 / Cs ( R2 + Ls ) R2 + Ls 1 / Cs + R2 + Ls
=
R2 R2 + Ls R2 + Ls LCs 2 + ( L + R2C ) s + ( R1 + R2 )
dengan bagian riil negatif s=0
+ Vo −
1 / Cs 1 = R1 + 1 / Cs R1Cs + 1
Dua Rangkaian dihubungkan
Dengan sinyal masukan X(s) = 1/s , tanggapan rangkaian adalah G (s ) =
+ R1 Vin 1/Cs −
1 / Cs ( R2 + Ls ) + R1 1 / Cs + R2 + Ls
80
20
7/23/2013
Kaidah Rantai
Fungsi alih dari rangkaian yang diperoleh dengan menghubungkan kedua rangkaian secara bertingkat tidak serta merta merupakan perkalian fungsi alih masing-masing.
Jika suatu tahap tidak membebani tahap sebelumnya berlaku kaidah rantai .
Hal ini disebabkan terjadinya pembebanan rangkaian pertama oleh rangkaian kedua pada waktu mereka dihubungkan. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menambahkan rangkaian penyangga di antara kedua rangkaian sehingga rangkaian menjadi seperti di bawah ini. + −
+ R1 Vin 1/Cs −
Ls
R2
X(s)
TV ( s) = TV 1 ( s)TV 1 ( s) ⋅ ⋅ ⋅ ⋅TVk ( s)
+ Vo −
Oleh karena itu agar kaidah rantai dapat digunakan, impedansi masukan harus diusahakan sebesar mungkin, yang dalam contoh diatas dicapai dengan menambahkan rangkaian penyangga.
Diagram blok rangkaian ini menjadi : Vin(s)
TV1
Vo1
1
Vo1
TV1
T1(s) Y1(s) T2(s) Y(s)
Vo(s)
Dengan cara demikian maka hubungan masukan-keluaran total dari seluruh rangkaian dapat dengan mudah diperoleh jika hubungan masukan-keluaran masing-masing bagian diketahui.
82
81
Persoalan tanggapan rangkaian terhadap perubahan nilai frekuensi atau
tanggapan rangkaian terhadap sinyal yang tersusun dari banyak frekuensi timbul karena impedansi satu macam rangkaian mempunyai nilai yang berbeda untuk frekuensi yang berbeda Kita akan membahas tanggapan frekuensi dari rangkaian orde-1 dan orde-2
83
84
21
7/23/2013
Tanggapan Rangkaian Terhadap Sinyal Sinus Keadaan Mantap
Y ( s ) = T ( s ) X( s ) = A
memberikan pole paksa
x(t ) = A cos(ωt + θ)
Tanggapan rangkaian ini dapat kita tuliskan
adalah
X (s) = A
s cos θ − ω sin θ
Y (s) =
s 2 + ω2
Jika T(s) adalah fungsi alih dari suatu rangkaian, maka tanggapan rangkaian tersebut adalah
Y ( s ) = T ( s) X( s ) = A
T (s) s 2 + ω2 s cos θ − ω sin θ =A T (s ) ( s − jω)( s + jω)
memberikan pole alami
Dalam analisis rangkaian di kawasan s kita lihat bahwa pernyataan di kawasan s dari sinyal di kawasan waktu
s cos θ − ω sin θ
k k2 kn k k* + + 1 + + ⋅⋅⋅ + s − jω s + jω s − p1 s − p 2 s − pn
komponen mantap yang kita manfaatkan
s cos θ − ω sin θ
T (s) s 2 + ω2 s cos θ − ω sin θ =A T (s ) ( s − jω)( s + jω)
Dengan menghilangkan komponen transien kita peroleh tanggapan mantap di kawasan s yaitu
komponen transien yang biasanya berlangsung hanya beberapa detik
Y′(s) =
k k* + s − jω s + jω
85
Y′(s) =
Tanggapan keadaan mantap rangkaian di kawasan s menjadi
k k* + s − jω s + jω
Y′( s ) =
Nilai k persamaan ini dapat kita cari dari
=
s cos θ − ω sin θ Y( s) = T ( s ) X( s ) = A T (s) ( s − jω)( s + jω) k = ( s − jω)Y ( s) s = jω = A
=
s cos θ − ω sin θ T (s) ( s + jω) s = jω
A T ( jω) j (θ+ ϕ) A T ( jω) − j ( θ+ϕ) + e e 2 s − jω 2 s + jω A T ( jω) 2
1 A T ( jω) − j (θ+ϕ) 1 e j (θ+ϕ) e + s + jω 2 s − jω
Jika f(t) =
e−at maka F (s ) =
1 s+a
Oleh karena itu tanggapan mantap di kawasan t menjadi
Ini adalah suatu pernyataan kompleks yang dapat ditulis
ytm (t ) =
T ( jω) = T ( jω) e jϕ
k=A
k k* + s − jω s + jω
Dari tabel transformasi Laplace kita lihat
cos θ + j sin θ =A T ( jω) 2
sehingga
86
e jθ A T ( jω) e jϕ = T ( jω) e j ( θ+ ϕ) 2 2
A T ( jω) 2
e jωt + θ+ ϕ +
A T ( jω) 2
e − jωt −θ−ϕ
e jωt +θ+ ϕ + e − jωt −θ−ϕ 2 = A T ( jω) cos(ωt + θ + ϕ) = A T ( jω) 87
88
22
7/23/2013
CONTOH: Carilah sinyal keluaran keadaan mantap dari rangkaian di samping ini jika masukannya adalah vs = 10√ √ 2cos(50t + 60o) V.
ytm (t ) == A T ( jω) cos(ωt + θ + ϕ) Persamaan tanggapan di kawasan waktu ini menunjukkan bahwa rangkaian yang mempunyai fungsi alih T(s) dan mendapat masukan sinyal sinus, akan memberikan tanggapan yang: • • •
Penyelesaian: Transformasi rangkaian ke kawasan s
berbentuk sinus juga, tanpa perubahan frekuensi amplitudo sinyal berubah dengan faktor |T(jω)| sudut fasa sinyal berubah sebesar sudut dari T(jω), yaitu ϕ.
Fungsi alih rangkaian ini TV ( s ) =
100 50 = 2 s + 100 s + 50
Karena ω = 50 , maka
Jadi, walaupun frekuensi sinyal keluaran sama dengan frekuensi sinyal masukan tetapi amplitudo maupun sudut fasanya berubah dan perubahan ini tergantung dari frekuensi
TV ( j 50) =
50 50 1 − j 45 o = = e −1 50 + j50 2 50 2 + 50 2 e j tan (50 / 50)
Jadi keluaran keadaan mantap:
vo (t ) =
10 2 2
cos(50t + 60o − 45o ) = 10 cos(50t + 15o )
89
90
CONTOH:
Pernyataan Tanggapan Frekuensi
Selidikilah perubahan gain dan sudut fasa terhadap perubahan frekuensi dari rangkaian orde pertama di samping ini
Fungsi Gain dan Fungsi Fasa
Penyelesaian:
Faktor pengubah amplitudo, yaitu |T(jω)| disebut fungsi gain
fungsi alih rangkaian : TV ( s ) =
Pengubah fasa ϕ disebut fungsi fasa dan kita tuliskan sebagai ϕ(ω)
⇒ TV ( jω) =
Baik fungsi gain maupun fungsi fasa merupakan fungsi frekuensi Jadi kedua fungsi tersebut menunjukkan bagaimana amplitudo dan sudut fasa sinyal sinus dari tanggapan rangkaian berubah terhadap perubahan frekuensi atau dengan singkat disebut sebagai
500 s + 1000
500 jω + 1000
⇒ fungsi gain : TV ( jω) =
500
10002 + ω2 ω ⇒ fungsi fasa : ϕ(ω) = − tan −1 1000
tanggapan frekuensi
Berikut ini kita gambarkan perubahan gain dan perubahan sudut fasa
91
92
23
7/23/2013
⇒ gain : TV ( jω) = Gain
Gain
500 1000 + ω 2
2
Gain
stopband
passband
0.5
Gain tinggi di daerah frekuensi rendah pada contoh ini menunjukkan bahwa sinyal yang berfrekuensi rendah mengalami perubahan amplitudo dengan faktor tinggi
0.5
ω
0 1
10
100
1000 10000 1E+05
⇒ fasa : ϕ(ω) = − tan −1
ω 1000
Pada frekuensi rendah terdapat gain tinggi yang relatif konstan; pada frekuensi tinggi, gain menurun dengan cepat
-45
ϕ [o]
10
100
ωC ω
0 1
Perhatikan bahwa sumbu frekuensi dibuat dalam skala logaritmik
10
100
1000 10000 1E+05
Nilai frekuensi yang menjadi batas antara passband dan stopband disebut frekuensi cutoff , ωC.
0 1
0.5/√2
1000 10000 1E+05
Pada frekuensi rendah sudut fasa tidak terlalu berubah tetapi kemudian cepat menurun mulai suatu frekuensi tertentu
Nilai frekuensi cutoff biasanya diambil nilai frekuensi dimana gain menurun dengan faktor 1/√2 dari gain maksimum pada passband.
-90
Gain rendah di frekuensi tinggi menunjukkan bahwa sinyal yang berfrekuensi tinggi mengalami perubahan amplitudo dengan faktor rendah Daerah frekuensi dimana terjadi gain tinggi disebut passband sedangkan daerah frekuensi dimana terjadi gain rendah disebut stopband
93
94
CONTOH: Selidikilah tanggapan frekuensi rangkaian di samping ini
Dalam contoh di atas, rangkaian mempunyai satu passband yaitu dari frekuensi ω = 1 sampai frekuensi cuttoff ωC , dan satu stopband yaitu mulai dari frekuensi cutoff ke atas
Penyelesaian: Fungsi alih rangkaian adalah 500 0,5s TV ( s ) = 5 = 10 / s + 1000 s + 10 2 0,5 × jω → TV ( jω) = jω + 10 2
Dengan kata lain rangkaian ini mempunyai passband di daerah frekuensi rendah saja sehingga disebut low-pass gain.
⇒ TV ( jω) =
Kebalikan dari low-pass gain adalah high-pass gain, yaitu jika passband berada hanya di daerah frekuensi tinggi saja seperti pada contoh berikut ini
0,5ω ω2 + 104
Gain
stopband passband
0.5
0.5/√2 ωC ω
0 1
10
100
1
10
100
1000 10000 1E+05
;
ω ⇒ ϕ(ω) = 90o − tan −1 2 10
90
ϕ
1000
10000
100000
45
[o]
0
95
96
24
7/23/2013
Decibel Frekuensi cutoff adalah frekuensi dimana gain telah turun 1/√2 = 0.707 kali nilai gain maksimum dalam passband. Jadi pada frekuensi cutoff, nilai gain adalah
Gain biasanya dinyatakan dalam decibel (disingkat dB) yang didefinisikan sebagai
Gain dalam dB = 20 log T ( jω)
1 20 log T ( jω) maks = 20 log T ( jω) maks − log 2 2 = T ( jω) maks dB − 3 dB
Pernyataan gain dalam dB dapat bernilai nol, positif, atau negatif Gain dalam dB akan nol jika |T(jω)| bernilai satu, yang berarti sinyal tidak diperkuat ataupun diperlemah; jadi gain 0 dB berarti amplitudo sinyal keluaran sama dengan sinyal masukan.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa frekuensi cutoff adalah frekuensi di mana gain telah turun sebanyak 3 dB
Gain dalam dB akan positif jika |T(jω)| >1, yang berarti sinyal diperkuat. Gain akan bernilai negatif jika |T(jω)| < 1, yang berarti sinyal diperlemah.
97
98
CONTOH:
Kurva Gain Dalam Decibel
Berapa dB-kah nilai gain sinyal yang diperkuat K kali , jika K = 1; √2 ; 2 ; 10; 30; 100; 1000 ? Dan berapa nilai gain jika terjadi pelemahan dimana K = 1/√2 ; 1/2 ; 1/10; 1/30; 1/100; 1/1000 ? Penyelesaian:
Kurva gain dibuat dengan absis (frekuensi) dalam skala logaritmik; jika gain dinyatakan dalam dB yang juga merupakan bilangan logaritmik sebagaimana didefinisikan, maka kurva gain akan berbentuk garis-garis lurus
Untuk sinyal yang diperkuat K kali,
gain = 20 log(K T ( jω) ) = 20 log( T ( jω) ) + 20 log(K ) Penguatan
Pelemahan
K =1
⇒ gain : 20 log 1
K= 2 K =2
⇒ gain : 20 log 2 ≈ 3 dB ⇒ gain : 20 log 2 ≈ 6 dB
K K K K
= 10 = 30 = 100 = 1000
⇒ ⇒ ⇒ ⇒
= 0 dB
gain : 20 log 10 = 20 dB gain : 20 log 30 ≈ 30 dB gain : 20 log 100 = 40 dB gain : 20 log 1000 = 60 dB
K = 1/ 2 K = 1/ 2
⇒ gain : − 3 dB ⇒ gain : − 6 dB
K = 1 / 10 ⇒ K = 1 / 30 ⇒ K = 1 / 100 ⇒
gain : − 20 dB gain : − 30 dB gain : − 40 dB
K = 1 / 1000 ⇒
gain : − 60 dB
99
Low-pass gain. Dengan menggunakan satuan dB, kurva low-pass gain pada contoh sebelumnya adalah seperti terlihat pada ganbar di samping ini. Gain hampir konstan −6 dB di daerah frekuensi rendah, sedangkan di daerah frekuensi tinggi gain menurun dengan kemiringan yang hampir konstan pula.
Gain 0 −6 [dB] −9 -20
ωC ω
-40 1
10
100
1000 10000 1E+05
100
25
7/23/2013
High-pass gain. Dalam skala dB, high-pass gain pada contoh sebelumnya adalah seperti terlihat pada ganbar di bawah ini. Gain hampir konstan −6 dB di daerah frekuensi tinggi sedangkan di daerah frekuensi rendah gain meningkat dengan kemiringan yang hampir konstan pula
Band-pass gain kita peroleh pada rangkaian orde-2 yang akan kita pelajari lebih lanjut. Walaupun demikian kita akan melihat rangkaian orde-2 berikut ini sebagai contoh
0 Gain −6 [dB] −9
CONTOH:
-20
ωC
-40 1
Band-pass gain. Apabila gain meningkat di daerah frekuensi rendah dengan kemiringan yang hampir konstan, dan menurun di daerah frekuensi tinggi dengan kemiringan yang hampir konstan pula, sedangkan gain tinggi berada di antara dua frekuensi cutoff kita memiliki karakteristik band-pass gain.
10
100
Selidikilah perubahan gain dari rangkaian orde-2 di samping ini. Gain belum dinyatakan dalam dB.
ω
1000 10000 1E+05
s + −
105/s Vin(s)
+ Vo(s) −
1100
Penyelesaian:
0 Gain −3 [dB] -20
TV ( s) =
ωC 10
100
=
1100 s s 2 + 1100 s + 105
=
1100 s ( s + 100)( s + 1000)
j1100ω ( jω + 100)( jω + 1000) 1000ω ⇒ TV ( jω) = ω2 + 100 2 × ω2 + 1000 2
ω
-40 1
1100 1100 + s + 105 / s
TV ( jω) =
1000 10000 1E+05
Frekuensi cutoff pada band-pass gain ada dua; selang antara kedua frekuensi cutoff disebut bandwidth (lebar pita) 101
1.4 Gain stopband
passband
102
CONTOH: Selidikilah perubahan gain dari rangkaian orde kedua di samping ini. Gain belum dinyatakan dalam dB.
stopband
1 1/√2 0.7
Penyelesaian: ω
0 1
10
100
1000
10
TV ( s) =
10000
10 +
Apabila kurva gain dibuat dalam dB, kurva yang akan diperoleh adalah
TV ( jω) =
0 Gain −3 [dB] -20
ωC 10
100
s 2 + 106 s 2 + 10 4 s + 106
0,1s + 105 / s
Gain 1.4
− ω + j10 ω + 10 2
4
6
− ω2 + 106 (10 − ω2 ) 2 + 108 ω2 6
passband stopband passband
1 1/√2 0.7 ω
0 1
100
10000
1000000
Kurva ini menunjukkan bahwa ada satu stopband pada ω antara 100 ÷ 10000 dan dua passband masingmasing di daerah frekuensi rendah dan tinggi
ω
1
=
− ω2 + 106
⇒ TV ( jω) =
-40
0,1s × 105 / s
1000 10000 1E+05
Karakteristik gain seperti ini disebut band-stop gain. 103
104
26
7/23/2013
Bode Plot
Pendekatan Garis Lurus dari Kurva Gain Jika fungsi alih rangkaian yang kita tinjau adalah:
Kita lihat Low-Pass Gain Bentuk fungsi alih rangkaian orde pertama dengan karakteristik low-pass gain adalah:
TV ( s ) =
K s+α
maka T ( jω) =
Tentang tetapan K kita memahaminya sebagai berikut: K yang bernilai positif kita fahami sebagai K dengan sudut θK = 0o K yang bernilai negatif kita fahami sebagai K dengan sudut θK = ±180o
K /α
TV ( jω) =
dan
1 + (ω / α) 2
ϕ(ω) = θ K − tan −1 (ω / α)
TV ( jω) dB = 20 log( K / α ) − 20 log 1 + (ω / α) 2 Komponen-kedua fungsi gain Ini tergantung dari frekuensi Komponen-kedua inilah yang menyebabkan gain berkurang dengan naiknya frekuensi
Komponen-pertama fungsi gain ini bernilai konstan untuk seluruh frekuensi
Komponen-kedua ini pula yang menentukan frekuensi cutoff, yaitu saat (ω/α) =1 dimana komponen ini mencapai nilai −20log√2 ≈ −3 dB 106
105
Pendekatan Garis Lurus Kurva Fungsi Fasa
Jadi frekuensi cutofff ditentukan oleh komponen yang berasal dari pole fungsi alih, yaitu
Tanggapan fasa kita peroleh dari fungsi fasa
ωC = α
ϕ(ω) = θ K − tan −1(ω / α)
Perubahan nilai komponen-kedua dari gain sebagai fungsi frekuensi, yang dibuat dengan α = 1000 adalah sebagai berikut 0
Komponen-kedua memberi pengurangan fasa yang juga menjadi penentu pola perubahan tanggapan fasa
Komponen-pertama fungsi ini bernilai konstan.
pendekatan garis lurus
dB
0
ϕ [o]
− 20 log (ω / α) 2 + 1 ≈ −20 log(ω / α )
-90
107
Pada (ω/α)=1 (frekuensi cutoff) → −tan−1(ω/α)=−45o.
−tan−1(ω/α)
Pada ω=0,1ωC → −tan−1(ω/α)≈0o.
1E+0 6
100
ωC 10 0 0 0
Jadi pendekatan garis lurus untuk komponen kedua ini adalah garis nol untuk 1<ω ω<α α dan garis lurus −20 dB per dekade untuk ω>α α. Titik belok terletak pada perpotongan kedua garis ini, yaitu pada (ω ω/α α) =1, yang berarti terletak di frekuensi cutoff.
pendekatan garis lurus
1000
ω [rad/s]
-45
1
1 E+06
1 0 0 00
1 E+05
1 00
1 0 00
1
10
ωC
Untuk frekuensi tinggi, (ω/α)>>1 atau ω>>α, komponen kedua tesebut didekati dengan
10
−log√((ω/α)2+1)
1E+0 5
-20
( )
K K = jω + α α (1 + jω / α )
Fungsi gain dalam satuan dB, menjadi
Jika rangkaian yang kita tinjau adalah rangkaian stabil maka ia harus memiliki pole dengan bagian riil negatif karena hanya pole yang demikian ini yang dapat membuat rangkaian stabil. Komponen transiennya menuju nol untuk t → ∞. Hanya rangkaian stabil saja yang kita tinjau dalam analisis tanggapan frekuensi.
− 20 log 1 + (ω / α) 2 ≈ −20 log 1 = 0
K s+α
Fungsi gain dan fungsi fasa-nya adalah
Tentang pole dari suatu fungsi alih, kita ingat diagram posisi pole seperti di samping ini:
Untuk frekuensi rendah, -40 (ω/α) << 1 atau ω << α , komponen kedua dapat -60 didekati dengan
TV ( s ) =
ω [rad/s]
Pada ω=10ωC → −tan−1(ω/α)≈−90o; Untuk ω>10ωC → −tan−1(ω/α)=−90o. Jadi dalam selang 0.1ωC<ω<10ωC perubahan fasa dapat dianggap linier −45o per dekade. 108
27
7/23/2013
Dengan pendekatan garis lurus, baik untuk fungsi gain maupun untuk fungsi fasa, maka tanggapan gain dan tanggapan fasa dapat digambarkan dengan nilai seperti tercantum dalam dua tabel di bawah ini. Frekuensi
Komponen 2
0
0
−20dB/dek
20log(|K|/α)
20log(|K|/α)
−20dB/dek
ω=1 θK 0 θK
Frekuensi ωC = α 0,1α<ω<10α θK −45o/dek θK −45o/dek
-20
-90
ωC = α 1E+06
100 00
1 00
ω>10α θK 0 θK
−45o/dek
0.1ωC
10ωC
-135
-40 1E+05
Komponen 1 Komponen 2 Total
-45
1 000
ϕ
−20dB/dek
0
1
Total
θK
0
ω [rad/s]
1E+06
20log(|K|/α)
10 000
20log(|K|/α)
45 20log(|K|/α)
1E+05
20log(|K|/α)
ϕ [ o]
20
100
Komponen 1
Gain [dB]
1 000
ω>α
1
1<ω<α
10
ωC = α ω=1
10
Gain
Kurva pendekatan garis lurus tanggapan gain dan tanggapan fasa ini, dengan mengambil α = 1000 adalah sebagai berikut
ω [rad/s]
Perhatikan bahwa penurunan gain dimulai dari ωC sedangkan penurunan sudut fasa terjadi antara 0,1ωC dan 10ωC
Perhatikanlah bahwa nilai komponen-pertama konstan untuk seluruh frekuensi sedangkan komponen-kedua mempunyai nilai hanya pada rentang frekuensi tertentu. 109
Gain
Fungsi gain dan fungsi fasa-nya adalah
T ( jω) =
Gain dalam dB:
( K / α )ω 1 + (ω / α ) 2
ω=1 20log(|K|/α) 0 0 20log(|K|/α)
Frekuensi ωC = α 1<ω<α 20log(|K|/α) +20dB/dek 0 20log(|K|/α)+20dB/dek
ω>α 20log(|K|/α) 20log(α/1)+20dB/dek −20dB/dek 20log(|K|/α)+20log(α/1)
Gain
Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Total
dan ϕ(ω) = θ K + 90 o − tan −1 (ω / α )
⇒ T ( jω) dB = 20 log( K / α ) + 20 log ω − 20 log 1 + (ω / α) 2
40
ϕ [o]
20
ωC = α
1E+0 6
1E+0 5
1 00 0
1 0 00 0
10
10 0
1
0
ω [rad/s]
-40
111
θK
20log(|K|/α)
-20
−45o/dek
45
+20dB/dek
0
Dengan menggunakan pendekatan garis lurus, nilai fungsi gain dan fungsi fasa adalah seperti dalam tabel berikut
θK+90o
90
Gain [dB]
10ωC
0.1ωC
ω [rad/s]
-45
1E+0 6
Fungsi alih ini mempunyai zero pada s = 0.
1E+0 5
Ks Ks = jω + α α(1 + jω / α )
1 00 0
T ( jω) =
1 0 00 0
sehingga
ω>α 20log(|K|/α) 20log(α/1)+20dB/dek −20dB/dek 20log(|K|/α)+20log(α/1)
10 0
Ks s+α
Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Total
Frekuensi ωC = α 1<ω<α 20log(|K|/α) +20dB/dek 0 20log(|K|/α)+20dB/dek
1
Fungsi alih rangkaian orde pertama dengan karakteristik high-pass gain adalah
ω=1 20log(|K|/α) 0 0 20log(|K|/α)
10
Kita lihat High-Pass Gain
T (s) =
110
112
28
7/23/2013
CONTOH: Gambarkan pendekatan garis lurus tanggapan gain dari rangkaian yang mempunyai fungsi alih:
CONTOH: Gambarkan pendekatan garis lurus tanggapan gain dari rangkaian yang mempunyai fungsi alih: 20 T1 ( s ) = s + 100 Penyelesaian:
Penyelesaian: T2 ( jω) =
20 0.2 0.2 = ⇒ T1 ( jω) = jω + 100 1 + jω / 100 1 + (ω / 100) 2
Gain
Gain [dB] 40
Komponen 1 Komponen 2 Komponen 3 Total
0
Gain ωC
-20
Komp-1 Komp-3
-40
ω [rad/s]
1 00 00
ω [rad/s]
10 00
1 00
1
Gain
0
-60
-60 10
Komp-2
20
113
1 000 0
-40
40
100 0
-20
Gain [dB]
10
ω=1 −14 dB 0 −14 dB
Komp-1 Komp-2
20
ω=1 −14 dB 0 0 −14 dB
Frekuensi ωC = 100 rad/s 1<ω<100 ω>100 −14 dB −14 dB 20 dB/dek 40+20 dB/dek 0 −20 dB/dek −14 dB +20 dB/dek 26 dB
1
Komponen 1 Komponen 2 Total
Frekuensi ωC = 100 rad/s 1<ω<100 ω>100 −14 dB −14 dB 0 −20dB/dek −14 dB −14 dB −20dB/dek
0.2ω j 20ω j 0,2ω = ⇒ T2 ( jω) = jω + 100 1 + jω / 100 1 + (ω / 100) 2
⇒ T2 ( jω) dB = 20 log( 0.2) + 20 log( ω) − 20 log 1 + (ω / 100) 2
⇒ T1 ( jω) dB = 20 log( T1 ( jω) ) = 20 log(0.2) − 20 log 1 + (ω / 100) 2
Gain
20s s + 100
10 0
T1 ( jω) =
T2(s) =
114
Kita lihat Band-Pass Gain Rangkaian dengan karakteristik band-pass gain dapat diperoleh dengan menghubungkan secara bertingkat dua rangkaian orde pertama dengan menjaga agar rangkaian yang di belakang (rangkaian kedua) tidak membebani rangkaian di depannya (rangkaian pertama). Rangkaian pertama mempunyai karakteristik high-pass gain sedangkan rangkaian kedua mempunyai karakteristik low-pass gain. Hubungan kaskade demikian ini akan mempunyai K s K T = T1 × T2 = 1 × 2 fungsi alih sesuai kaidah rantai dan akan berbentuk s +α s +β T ( jω) =
K 1 ( jω) K2 K1 ( jω) K2 × = × jω + α jω + β α(1 + jω / α ) β(1 + jω / β )
⇒ T ( jω) =
{K1 K 2
Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
/ αβ}ω
1 + (ω / α )2 × 1 + (ω / β )2
⇒ T ( jω) dB = 20 log ( K1 K 2 / αβ ) + 20 log ω − 20 log 1 + (ω / α) 2 − 20 log 1 + (ω / β) 2
Dengan membuat β >> α maka akan diperoleh karakteristik band-pass gain dengan frekuensi cutoff ωC1 = α dan ωC2 = β.
115
116
29
7/23/2013
Band-Pass Gain Fungsi alih rangkaian orde-2 dengan satu zero dan dua pole riil dapat ditulis sebagai
Rangkaian Orde-2 Dengan Pole Riil
T (s) =
Pole dari fungsi alih rangkaian orde-2 bisa riil ataupun kompleks konjugat
(K / αβ ) × jω Ks K × jω sehingga T ( jω) = = ( s + α )( s + β) ( jω + α)( jω + β) (1 + jω / α )(1 + jω / β) T ( jω) =
Fungsi gain
Kita akan mulai pembahasan tentang fungsi alih dengan pole riil
( K / αβ )ω 1 + (ω / α ) 2 × 1 + (ω / β ) 2
Dalam dB
T ( jω) dB = 20 log( K / αβ ) + 20 log ω − 20 log 1 + (ω / α) 2 − 20 log 1 + (ω / β) 2
117
T ( jω) dB = 20 log( K / αβ ) + 20 log ω − 20 log 1 + (ω / α) 2 − 20 log 1 + (ω / β) 2 Fungsi gain ini terdiri dari komponen-komponen yang bentuknya telah kita kenal pada pembahasan rangkaian orde-1
118
T ( jω) dB = 20 log( K / αβ ) + 20 log ω − 20 log 1 + (ω / α) 2 − 20 log 1 + (ω / β) 2 Nilai fungsi gain dengan pendekatan garis lurus untuk β > α adalah seperti dalam tabel di bawah ini Gain
Komponen-pertama bernilai konstan Komponen-kedua berbanding lurus dengan logω dengan perubahan gain +20 dB per dekade
Komp.1 Komp.2
ω=1 20log(|K|/αβ) 0
Komponen-ketiga memberi pengurangan gain −20 dB per dekade mulai dari ω = α = ωC1 = frekuensi cut-off
Komp.3
0
Komp.4 Total
0 20log(|K|/αβ)
Komponen-keempat juga memberi pengurangan gain −20 dB / dekade mulai dari ω = β = ωC2 = frekuensi cut-off
119
Frekuensi ωC1 = α rad/s ωC2 = β rad/s 1<ω<α α<ω<β ω>β 20log(|K|/αβ) 20log(|K|/αβ) 20log(|K|/αβ) +20 dB/dek +20log(α/1) +20log(β/1) +20 dB/dek +20 dB/dek 0 −20 dB/dek −20log(β/α)−20 dB/dek 0 20log(|K|/αβ) +20 dB/dek
0 20log(|K|/αβ) +20log(α/1)
−20 dB/dek 20log(|K|/αβ) +20log(α) −20 dB/dek
120
30
7/23/2013
CONTOH
Gain
Gambarkan Bode plots pendekatan garis lurus (tanggapan gain dan tanggapan fasa) rangkaian yang diketahui fungsi alihnya adalah :
⇒ T ( jω) dB = 20 log 0,5 + 20 log ω − 20 log 1 + (ω / 10) 2 − 20 log 1 + (ω / 10000) 2 Gain
T ( s) =
50000 s ( s + 10)(s + 10000)
Penyelesaian: T ( jω) =
Frekuensi ωC1 = 10 rad/s ωC2 = 10000 rad/s 1<ω<10 10<ω<104
ω=1
50000 × jω 0,5ω = ( jω + 10)( jω + 10000) (1 + jω / 10)(1 + jω / 10000) 0,5ω → T ( jω) = 1 + (ω / 10) 2 × 1 + (ω / 10000) 2
ω>104
Komponen 1
−6 dB
−6 dB
−6 dB
−6 dB
Komponen 2
0
+20 dB/dek
20+20 dB/dek
80+20 dB/dek
Komponen 3
0
0
−20 dB/dek
−60−20 dB/dek
Komponen 4
0
0
0
−20 dB/dek
−6 dB
−6 dB +20 dB/dek
14 dB
14 dB −20 dB/dek
Total
Gain 40 [dB] 20 14 0 −6
⇒ T ( jω) dB = 20 log 0,5 + 20 log ω − 20 log 1 + (ω / 10) 2 − 20 log 1 + (ω / 10000) 2
⇒ ϕ(ω) = 0 + 90o − tan −1 (ω / 10) − tan −1 (ω / 10000)
-20
ωC1
-40 1
10
100
1000
ωC2 ω [rad/s] 10000 100000
121
122
Fasa ⇒ ϕ(ω) = 0 + 90o − tan −1 (ω / 10) − tan −1 (ω / 10000) ϕ(ω)
High-Pass Gain Karakteristik high-pass gain dapat diperoleh dari rangkaian orde kedua yang fungsi alihnya mengandung dua zero di s = 0
Frekuensi ωC1 = 10 rad/s
Komponen Komponen Komponen Komponen Total
1 2 3 4
ϕ
[o]
ω=1 0o 90o 0o 0o 90o
ωC2 = 104 rad/s
1<ω<100 0o 90o −45o/dek 0o 90o−45o/dek
103<ω<105 0o 90o −90o 0o−45o/dek 0o−45o/dek
ω>105 0o 90o −90o −90o −90o
CONTOH: Gambarkan tanggapan gain dan tanggapan fasa jika diketahui fungsi alihnya adalah T ( s) =
10s 2 ( s + 40)(s + 200)
Penyelesaian: 90
T ( jω) =
45 0
10( jω) 2 1 − ω2 = × ( jω + 40)( jω + 200) 800 (1 + jω / 40 )(1 + jω / 200 )
T ( jω) =
-45
ωC2
ωC1
-90 1
10
100
0,1 ω1 ÷ 10ω1
ω [rad/s]
1 ω2 × 800 1 + (ω / 40) 2 × 1 + (ω / 200) 2
T ( jω) dB = 20 log(1 / 800) + 2 × 20 log ω − 20 log (ω / 40) 2 + 1
1000 10000 1E+05
− 20 log (ω / 200) 2 + 1
0,1 ω2 ÷ 10ω2 123
124
31
7/23/2013
Gain
T ( jω) dB = 20 log(1 / 800) + 2 × 20 log ω − 20 log (ω / 40) 2 + 1 − 20 log (ω / 200) 2 + 1
Fasa
ϕ(ω) = 0 + 2 × 90o − tan −1 (ω / 40) − tan −1 (ω / 200)
Mulai ω = 1, ϕ(ω) ≈ 0o + 2× 90o =180o
ω= 1, konstan 20log(1/800) = −58 dB
Pengurangan fasa −45o per dekade mulai dari 0,1ωC1 sampai 10ωc1 (seharusnya)
Kenaikan gain berbanding lurus dengan log(ω); kenaikan 2×20 dB per dekade Pengurangan gain −20 dB per dekade mulai pada ωC1 = 40 rad/s
Pengurangan fasa −45o per dekade mulai dari ω = 0.1ωC2 sampai 10ωC2
Pengurangan gain −20 dB per dekade mulai pada ωC2 = 200 rad/s
Karena 0,1ωC2 < 10ωC1 maka kurva menurun 90o per dekade pada 0,1ωC2 dan kembali menurun 45o per dekade pada 10ωC1
225
ϕ [o]
180 20
135
+20dB/dek
Gain [dB] 0
90
+40dB/dek
-20
45
-40
0
−58
1
-60 1
10
100
1000
ω [rad/s]
10 0,1ωC1
10000 100000
100 0,1ωC2
1000 10ωC1
10000 100000
ω [rad/s]
10ωC2
125
126
Gain: T ( jω) dB = 20 log 0,5 − 20 log 1 + (ω / 100) 2 − 20 log 1 + (ω / 1000) 2
Low-pass Gain Karakteristik low-pass gain dapat diperoleh dari rangkaian orde kedua yang fungsi alihnya tidak mengandung zero
gain 20log(0,5) ≈ −6 dB pengurangan gain −20 dB per dekade mulai ωC1 = 100
CONTOH: Gambarkan Bode plots pendekatan garis lurus rangkaian yang fungsi alihnya adalah :
pengurangan gain −20 dB per dekade mulai ωC2 = 1000, sehingga mulai ωC2 perubahan gain adalah −40 dB per dekade
5 × 10 4 T ( s) = ( s + 100)(s + 1000)
Penyelesaian: T ( jω) = T ( jω) =
0
5 ×104 0,5 = ( jω + 100)( jω + 1000) (1 + jω / 100)(1 + jω / 1000) 0,5 1 + (ω / 100) × 1 + (ω / 1000) 2
Gain [dB] -20
2
-40
T ( jω) dB = 20 log 0,5 − 20 log 1 + (ω / 100) 2 − 20 log 1 + (ω / 1000) 2 −1
ϕ(ω) = 0 − tan (ω / 100) − tan (ω / 1000)
1
127
ωC2
ωC1
-60
−1
10
100
1000
10000 100000
ω [rad/s]
128
32
7/23/2013
Fasa:
Fungsi Alih Dengan Zero Riil Negatif
ϕ(ω) = 0 − tan −1 (ω / 100) − tan −1 (ω / 1000)
Dalam contoh-contoh sebelumnya, fungsi alih mempunyai zero di s = 0. Fungsi alih dalam contoh berikut ini mempunyai zero di s ≠ 0
Pada ω = 1, ϕ(ω) ≈ 0 pengurangan fasa −45o per dekade mulai ω = 10 sampai ω = 1000
CONTOH:
pengurangan fasa −45o per dekade mulai ω = 100 sampai ω = 10000. Jadi pada selang 100<ω<1000 perubahan fasa adalah −90o per dekade
Gambarkan tanggapan gain dan tanggapan fasa jika diketahui fungsi alihnya adalah T ( s) =
Penyelesaian: 45
ϕ [o]
T ( jω) =
0
-45
4 × 10 4 ( jω + 20) 8(1 + jω / 20) = ( jω + 100)( jω + 1000) (1 + jω / 100)(1 + jω / 1000)
T ( jω) =
-90
4 × 10 4 ( s + 20) ( s + 100)(s + 1000)
8 (ω / 20) 2 + 1 1 + (ω / 100) 2 × 1 + (ω / 1000) 2
-135
T ( jω) dB = 20 log 8 + 20 log 1 + (ω / 20) 2 − 20 log 1 + (ω / 100) 2 − 20 log 1 + (ω / 1000) 2
-180 1
10
100
1000
10000 100000
ω [rad/s]
ϕ(ω) = 0 + tan −1 (ω / 20) − tan −1 (ω / 100) − tan −1 (ω / 1000) 129
130
Fasa:
Gain: T ( jω) dB = 20 log 8 + 20 log 1 + (ω / 20) 2 − 20 log 1 + (ω / 100) 2 − 20 log 1 + (ω / 1000) 2
ϕ(ω) = 0 + tan −1 (ω / 20) − tan −1 (ω / 100) − tan −1 (ω / 1000)
Pada ω = 1, ϕ(ω) ≈ 0
20log8 = 18 dB
perubahan fasa +45o per dekade mulai dari ω = 2 sampai ω = 200
perubahan gain +20 dB per dekade, mulai pada ω = 20
perubahan fasa −45o per dekade mulai dari ω = 10 sampai ω = 1000, membuat kurva jadi mendatar
perubahan −20 dB per dekade mulai pada ω = 100, menyebabkan kurva menjadi mendatar perubahan −20 dB per dekade mulai pada ω = 1000 40 Gain [dB] 30
perubahan fasa −45o per dekade mulai dari ω = 100 sampai ω = 10000 45
ϕ [ o] 0 +20dB/dek
Peran komponen-2 hilang; kurva menurun 90o per dekade
−20dB/dek
20
-45
10
-90
Peran komponen-3 hilang; kurva menurun 45o per dekade
18
0 1
10
100
1000
10000 100000 ω [rad/s]
Peran komponen-4 hilang; kurva kembali mendatar
-135 1 131
10
100
1000
10000
100000
ω [rad/s]
132
33
7/23/2013
jω
Rangkaian Orde-2 dengan Pole Kompleks Konjugat Rangkaian orde ke-dua yang memiliki pole kompleks konjugat dinyatakan oleh fungsi alih yang berbentuk
T ( s) =
K K = ( s − p) ( s − p ∗ ) ( s − α − jβ) ( s − α + jβ)
p = α + jβ
K ( jω− p) ( jω− p∗ )
A1 (ω)
p = α − jβ
=
K − α + j(ω−β) × − α + j(ω+ β)
β
0 σ
×
2
A1 (ω)
2
p
×
A1(ω) selalu bertambah.
p
×
T ( s) =
T ( jω) =
Gain: T ( jω) =
Ks s 2 + bs + c
2 dengan ω0 = c
2
frekuensi alami (tanpa redaman) ζ=0
dapat kita tuliskan
ω0
T ( jω) =
×
K ω0
2
dan
ζ=
K ω0
K ω0
2
2
σ
ω3
×
disebut rasio redaman
20 dB
(s / ω0 ) + (2ζ / ω0 )s + 1
σ 134
− (ω / ω0 ) + j (2ζω / ω0 ) + 1 2
ω
(1 − (ω / ω ) ) + (2ζω / ω ) 2 2
2
0
K ω0
2
0
+ 20 log
ω
(1 − (ω / ω ) ) + (2ζω / ω ) 2 2
0
ζ=0,1 ζ=0,5
2
0
Rasio redaman menentukan perubahan nilai gain T ( jω)
ζ=0,05
0
s
0
jω
×
b 2c
ζ=1
2
×
0
×
×
T ( jω) dB = 20 log
Ks
2
ω2
jω
A2(ω)
A1(ω)
yang dapat kita tuliskan
K
A2(ω)
×
A1 (ω)
Untuk mempelajari tanggapan frekuensi di sekitar frekuensi resonansi, kita tuliskan fungsi alih rangkaian orde-2 dalam bentuk
T ( s) =
jω
A1(ω)
Untuk ω3 > ω2
σ
A1(ω)
0 σ *
Keadaan di sekitar frekuensi resonansi
s + 2ζω0 s + ω0
0
×
A2(ω) pada awalnya menurun namun kemudian bertambah.
133
2
ω1
α
Untuk ω2 > ω1
Maka: gain |T(jω)| meningkat pada awal peningkatan ω sampai mencapai nilai maksimum dan kemudian menurun lagi. Puncak tanggapan gain disebut resonansi.
A2 (ω)
A2 (ω) Untuk ω = 0
T (s) =
A2(ω)
A2(ω) mencapai nilai minimum pada saat ω = ω2 = β.
jω
(ω− β) + α × (ω+ β) + α 2
Untuk ω1 > 0
A2 (ω)
Jadi jika ω bertambah:
K 2
× β
×
×
α *
=
(ω+ β)2 + α2 × (ω− β)2 + α2
jω
β
T ( jω) =
K
T ( jω) =
-20 pendekatan linier
jω
− (ω / ω0 ) + j (2ζω / ω0 ) + 1
ω0
-40
2
100
135
1000
ω[rad/s]
10000
136
34
7/23/2013
Fasa:
ϕ(ω) = θ K + 90 o − tan −1
(2ζω / ω0 )
Rasio redaman menentukan perubahan nilai sudut fasa
1 − (ω / ω0 )2
Analisis Rangkaian Listrik di Kawasan s
ϕ(ω) [o] 0
ζ=0,05
ζ=0,1 ζ=0,5 ζ=1
-45
Sudaryatno Sudirham
-90 pendekatan linier
-135
ω0
-180 10
100
1000
10000
100000
ω[rad/s]
137
138
35