BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH : Menurut peraturan perundang-undangan, UU NO 32/2004 dan PP No. 72/2005, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yuridiksi, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasar asal-usul, adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI. Dalam UU tersebut, perencanaan wilayah desa tidak dibahas secara kompleks dan menyeluruh, hanya diatur dengan adat istiadat dan asal-usul setempat. Dapat dikatakan bahwa wilayah desa merupakan suatu unit kecil dalam administrasi pemerintahan. Namun tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa unit kecil inilah yang menyusun Indonesia menjadi sebuah negara yang sangat luas. Jumlah desa di Indonesia tercatat lebih banyak daripada jumlah kota. Menurut Menkominfo M. Nuh usai penandatanganan MoU Sosialisasi Sensus Penduduk 2010 antara Depkominfo dan Biro Pusat Statistik (BPS) di Gedung Depkominfo, Jakarta, Selasa (8/9), jumlah total desa di Indonesia adalah sebanyak 72.000 desa (depkominfo.go.id).
Mengingat banyaknya
jumlah desa di Indonesia, maka desa menjadi sesuatu yang tidak bisa dikesampingkan dalam perencanaan, pengembangan, dan pembangunan regional maupun nasional. Dalam berbagai macam pengertian, desa memiliki unsur-unsur kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Pada dasarnya, saat ini desa masih dianggap sebagai standar sosial kehidupan dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli. Hal tersebut dapat dilihat dari terpeliharanya nilai-nilai budaya di desa, seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam
1
berpakaian, adat istiadat, kesenian, kehidupan moral, susila, yang memiliki ciri khas masing-masing pada tiap wilayah tertentu. Dapat dikatakan bahwa desa merupakan bagian yang penting bagi keberadaan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan desa merupakan satuan terkecil dari bangsa yang dapat menunjukkan keragaman Indonesia. Keragaman tersebut bisa menjadi kekuatan bagi tegaknya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tidak bisa ditawar dan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh. Oleh karenanya, keberhasilan strategi pembangunan masyarakat desa merupakan hal yang sangat penting dalam menopang keberhasilan pembangunan nasional. Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat pedesaan adalah hal umum yang saat ini sering terdengar. Pemberdayaan masyarakat tersebut merupakan proses pengembangan kemandirian dari tiap warga masyarakat. Kemandirian tersebut dapat dicontohkan dari kemandirian ekonomi, misalnya saja berkembangnya UMKM atau munculnya lapangan pekerjaan melalui upaya warga masyarakat secara swadaya maupun dengan pembinaan pemerintah atau swasta. Dari berkembangnya kemandirian tersebut, idealnya akan dapat meningkatkan jumlah angkatan kerja, sehingga peningkatan pendapatan masyarakat dapat terpenuhi. Peningkatan pendapatan tersebut akan dapat menciptakan kesejahteraan keluarga yang kemudian mendorong kemajuan dalam upaya pengentasan kemiskinan dan pencapaian masyarakat yang sejahtera. Senada dengan hal di atas, pada hakekatnya pembangunan pedesaan merupakan sebuah upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Deputi Khusus Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Tatag Wiranto di Bandung, Minggu (9/1/2011) mengungkapkan kepada Kompas bahwa
Jumlah desa
miskin yang berada di kabupaten tertinggal di Indonesia mencapai sekitar 20.000 desa.
2
Biaya untuk mengangkat setiap desa itu dari kemiskinan sekitar Rp. 30 miliar, sehingga total dana yang dibutuhkan di Indonesia mencapai Rp. 600 triliun. (www.kompas.id). Jika penanganan desa miskin hanya bergantung kepada pemerintah, masalah itu akan sulit diatasi karena anggaran yang ada terbatas. Karena itu, diperlukan partisipasi pihak lain seperti perbankan. Di Indonesia, terdapat 183 kabupaten tertinggal, kata Tatag. Desa-desa miskin tersebar seperti di Papua, Bengkulu, Jambi, Aceh, Lampung, dan Kalimantan Tengah. (http://www.jogodayuh-mdn.web.id). Selama ini pembangunan pedesaan di Indonesia kurang memberikan hasil yang diharapkan. Dana yang dimiliki oleh negara ini tidak berhasil diberikan kepada seluruh desa yang ada di nusantara secara merata, sehingga menyebabkan banyaknya proyek pembangunan yang tidak merata pula di Indonesia. Hal ini dirasakan oleh masyarakat pedesaan itu sendiri, terutama pada masa orde baru. Pada masa orde baru, masyarakat desa hanya dijadikan sebagai alasan dari langkah dan kebijakan pembangunan pedesaan yang tujuannya hanya untuk memberikan keuntungan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, ataupun pihak-pihak lain yang berkepentingan di dalamnya. Hal tersebut mengakibatkan tidak terselesaikannya proyek-proyek pembangunan dan tingginya angka korupsi di Indonesia Bertolak dari fenomena kegagalan strategi pembangunan orde baru maka sebagai upaya perbaikan strategi pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan disusunlah reformasi pembangunan. Pada masa reformasi, perencanaan pembangunan pedesaan mengalami perubahan. Masyarakat diikutsertakan dalam penentuan kebijakan, yakni dengan mempertimbangkan aspirasi rakyat, atau bisa dikatakan menjadi model bottom- up. Pada pembangunan pedesaan ini, masyarakat pedesaan dijadikan subjek dalam pembangunan, dimana mereka tidak hanya sebagai
3
penerima keputusan melainkan juga sebagai pelaku dalam proses pembangunan; artinya masyarakat diberdayakan untuk dapat bersama-sama mensukseskan upaya pembangunan di dalam masyarakat tersebut. Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang masih belum mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Bertolak dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses pemberdayaan masyarakat adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk memampukan dan memandirikan masyarakat, agar muncul perubahan yang lebih efektif dan efisien dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat tersebut, pemerintah merupakan pranata masyarakat yang sangat berperan dalam pembangunan sekaligus dalam mendorong upaya pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Dalam Instruksi Presiden NO.3 Tahun 2010, diinstruksikan bahwa pemerintah diharuskan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan sebagaimana termuat dalam lampiran Instruksi Presiden No.3 Tahun 2010, program tersebut meliputi : 1. Pro rakyat. 2. Keadilan untuk semua (justice for all). 3. Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development GoalsMDGs).
4
Sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat, maka pembangunan yang pro rakyat merupakan pembangunan yang ditujukan guna kepentingan rakyat. Dalam Instruksi Presiden, pembangunan pro rakyat memiliki 3 pilar yang terbagi dalam unsur berikut : 1. Penanggulangan kemiskinan yang berbasis keluarga. 2. Pemberdayaan masyarakat. 3. Pengembangan ekonomi mikro dan kecil. Dalam sebuah wacana, diungkapkan bahwa selain pro rakyat, tolok ukur dari pembangunan berkeadilan adalah keterlibatan keseluruhan masyarakat dalam proses pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan merupakan unsur penting dalam memenuhi prinsip pembangunan pro rakyat. Hal itu sesuai dengan prinsip demokrasi kerakyatan yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Pembangunan harus dilakukan secara menyeluruh dan dilakukan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Terkait dengan hal tersebut, maka pembangunan yang dilakukan dengan upaya pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu alternatif yang sangat sesuai dengan prinsip Pembangunan Nasional Indonesia. Indonesia menempatkan ideologi keadilan sosial sebagai tujuan akhir dari proses pembangunan. Seluruh strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi yang dipilih, ditujukan untuk kemaslahatan bersama. Diharapkan tidak ada satu kelompok masyarakat yang lebih sejahtera secara mencolok dibanding dengan kelompok masyarakat yang lain. Pijakan ini bukan saja hanya karena keadilan sosial merupakan prasyarat untuk sebuah keutuhan tetapi juga realitas bahwa bumi Indonesia didiami oleh bermacam kultur, adat, agama, ras dan etnis yang beragam, sehingga tanpa tali keadilan niscaya keberagaman tersebut berpotensi menyulut konflik. Oleh karenanya, pembangunan juga harus
5
disesuaikan dengan ekonomi, sosial, dan budaya, serta tradisi atau local wisdom yang dijunjung oleh masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pilihan yang harus dilakukan dalam memenuhi prinsip keadilan, partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta pembangunan yang tepat sasaran dan berkelanjutan bagi sebuah masyarakat. Dalam berbagai bidang, pembangunan dilakukan dengan melibatkan seluruh masyarakat dan stakeholder dengan dilaksanakan oleh negara (pemerintah), swasta, masyarakat, dan lembaga-lembaga sosial yang menaruh perhatian terhadap kesejahteraan dan kemajuan masyarakat dengan upaya memberdayakan masyarakat. Salah satu yayasan yang konsisten dalam kontribusi pembentukan masyarakat yang berdaya adalah Yayasan Damandiri. Yayasan tersebut memproklamirkan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) sebagai program yang dititik beratkan di lingkungan dusun agar secara partisipatif agar tiap-tiap masyarakat di dusun tersebut berupaya memajukan kesejahteraannya dengan mengembangkan setiap potensi ekonomi, sosial, budaya, maupun kegotongroyongan yang terdapat pada masyarakat tersebut. Posdaya merupakan sebuah program yang dicanangkan oleh Yayasan Damandiri. Yayasan Damandiri adalah yayasan yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Dengan wadah Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) maka program akan ditujukan untuk menghidupkan kembali social capital (gotong royong), disini masyarakat dapat berpartisipasi penuh karena program Posdaya dirancang secara bottom up planning; yaitu oleh masyarakat (by people), dari masyarakat (from people) dan untuk masyarakat (for people).
6
Dengan adanya program pembangunan pedesaan sebagai salah satu sosialisasi program Posdaya, maka hal tersebut merupakan cara pemecahan permasalahan secara praktis dan bijaksana untuk masalah perpindahan orang yang tidak pernah henti-hentinya mengalir dari desa-desa ke kota untuk melakukan migrasi. Pos Pemberdayaan Keluarga yang disosialisasikan oleh Yayasan Damandiri ini merupakan program pemberdayaan masyarakat yang dapat diikuti oleh berbagai desa di Indonesia. Program yang disusun dalam wadah Posdaya itu terutama bertujuan untuk menghidupkan kembali tradisi kehidupan pedesaan dengan kekayaan sosialnya, yaitu gotong royong. Dalam era pembangunan dewasa ini, pembangunan selayaknya difokuskan ke arah pedesaan. Dalam kasus pedesaan, tercatat berjuta-juta jiwa (82%) yang hidup setiap harinya terhimpit oleh kemiskinan dan setiap hari pula bergulat untuk mencari sesuap nasi demi kelangsungan hidupnya. (GEMARI Edisi 96/Tahun IX/Januari 2009) Ketua Yayasan Damandiri, Prof Haryono Suyono mengungkapkan pembangunan tersebut harus melibatkan keikutsertaan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju upaya pengentasan masyarakat miskin, pemerintah memiliki tugas untuk memberdayakan pos pemberdayaan keluarga (posdaya) (http://bataviase.co.id/node/560644. Pemerintah Punya Tugas Memberdayakan Posdaya, diakses tanggal 13 Maret ) Pemerintah Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari sekian banyak pemerintahan di Indonesia yang turut berpartisipasi dalam mengikuti Program Pos Pemberdayaan Masyarakat yang diselenggarakan oleh Yayasan Damandiri. Tercatat bahwa sebanyak 933 pedukuhan di Bantul telah membentuk Posdaya. Desa Wukirsari merupakan salah satu desa yang terdapat di wilayah Kabupaten Bantul, yang turut
7
berpartisipasi dalam pembentukan Posdaya. Desa Wukirsari berada di dalam wilayah Kecamatan Imogiri. Peluncuran program Posdaya Tingkat Pedukuhan se-Kecamatan Imogiri dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul pada tanggal 10 Februari 2009. Selanjutnya Pemerintah Desa Wukirsari mulai melakukan sosialisasi di dusun-dusun pada tanggal 2 April 2009. Surat Keputusan di tingkat Desa mengenai Posdaya ditetapkan pada tahun 2009 melalui Keputusan Lurah Desa Wukirsari Nomor 03/KD/Thn.2009 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) Pedukuhan dan Kepengurusan
se-Kelurahan
Wukirsari
Kecamatan
Imogiri
Kabupaten
Bantul.
(http://bataviase.co.id/node/270202) Desa Wukirsari merupakan salah satu desa di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terletak di sebelah selatan Kota Yogyakarta, dengan luas wilayah lebih kurang 15 km persegi. Desa Wukirsari terbagi menjadi 16 Dusun dan 91 RT. Jumlah penduduk Wukirsari berdasarkan hasil registrasi penduduk akhir tahun 2007 mencapai 14.000 jiwa dengan kepadatan lebih dari 1.500 jiwa per km persegi. Kondisi ini termasuk sangat padat seperti desa-desa di Bantul pada umumnya, dan lebih padat bila dibandingkan dengan desa-desa di wilayah kabupaten lain, yaitu Kulon Progo dan Gunungkidul. Berdasarkan data tahun 2007, jumlah angkatan kerja di Desa Wukirsari mencapai sekitar 77.762 jiwa, dan sebagian besar bekerja di sektor sekunder seperti kerajinan, disusul sektor sekunder lain seperti perdagangan dan jasa pekerjaan di swasta (www.intersat.net.id/forum/?showtopic=1086). Dengan surat keputusan Lurah Desa NO.03/KD/Thn.2009, maka dibentuklah 16 Posdaya yang dipusatkan pada tiap-tiap dusun yang ada di wilayah Desa Wukirsari.
8
Pembentukan 16 Posdaya tersebut memberikan hasil yang menggembirakan. Terbukti adanya klaim keberhasilan pada 2 Posdaya yang ada di Desa Wukirsari, yakni Posdaya Kaswari dan Posdaya Woro Sembodro. Posdaya Kaswari yang ada di Dusun Pundung bahkan menjadi laboratorium Posdaya di Indonesia yang menjadi Posdaya percontohan. Klaim keberhasilan Posdaya Kaswari diberikan oleh Yayasan Damandiri sebagai pencetus program Posdaya beserta Pemerintah Kabupaten Bantul. Adapun klaim keberhasilan Posdaya Woro Sembodro dilakukan di akhir tahun 2009 sebagai salah satu dari tiga Posdaya terbaik se-Kabupaten Bantul. Klaim keberhasilan tersebut menuai penghargaan di tingkat kabupaten. Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh mahasiswa JIAN 2006, Yuliana Setyana Ningsih dalam skripsinya yang berjudul Keberhasilan Program Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) studi kasus Partisipasi Masyarakat dan Kelembagaan Posdaya di Dusun Pundung dan Dusun Singosaren, Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul; dapat diperoleh gambaran bahwa terdapat banyak kegiatan dan usahausaha mandiri masyarakat yang mampu mengentaskan kemiskinan. Kegiatan yang ada dan aktif dilakukan antara lain dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kewirausahaan. Program dalam bidang pendidikan yakni BKB, PAUD, BKR, BKL, TPA. Program dalam bidang kesehatan yaitu Posyandu, Bina Lingkungan Keluarga, PHBS, IHPP (Integrated Health Program) dan Bahtera (kelompok obat tradisional). Sedangkan program dalam bidang kewirausahaan adalah kelompok pengusaha konveksi, pedagang makanan, pedagang keliling, pengusaha tanaman hias, kelompok peternak, dan sebagainya. Keberhasilan Posdaya di Dusun Singosaren serta di Dusun Pundung membawa dampak yang sangat baik bagi Pemerintah Desa Wukirsari. Keberadaan Posdaya tersebut dianggap sebagai sebuah lembaga sosial kemasyarakatan yang mampu difungsikan
9
sebagai piranti dalam menumbuhkan semangat kegotongroyongan dan keguyuban di dalam masyarakat sosial. Keberhasilan program Posdaya Yayasan Damandiri tersebut mengindikasikan peningkatan pertisipasi masyarakat lokal dalam program pemberdayaan di wilayahnya, sehingga tercipta masyarakat yang berdaya dan mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. Tidak terlepas dari hal di atas, pada dasarnya semangat kegotongroyongan dan keguyuban masyarakat Indonesia sangat kental cita rasanya semenjak jaman nenek moyang. Hingga pada era sekarang, masih dikenal acara gotong royong, pengajian, TPA, Posyandu dan kegiatan lainnya. Kemudian, kemunculan Posdaya Yayasan Damandiri menjadi fungsi yang mendorong tumbuh kembangnya aktivitas lembaga sosial kemasyarakatan tersebut. Dengan kata lain, Posdaya merupakan lembaga sosial yang bertumbuh dan dikembangkan dari lembaga-lembaga masyarakat yang sudah ada sebelumnya ataupun sebagai bentukan awal dari aktivitas kemasyarakatan; sehingga menjadi sebuah lembaga yang efektif dalam pemberdayaan masyarakat oleh masyarakat itu sendiri. Model Posdaya dimunculkan oleh Yayasan Damandiri dalam menjalankan fungsi pemberdayaan masyarakat oleh masyarakat itu sendiri. Terlepas dari hal di atas, peneliti telah melakukan pra penelitian di wilayah tersebut, dan ditemukan hasil yang memperlihatkan bahwa mayoritas masyarakat di wilayah tersebut tidak mengetahui dan merasakan secara nyata dampak yang diperoleh dari adanya Posdaya di wilayah itu. Bertolak dari hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan Posdaya di wilayah tersebut dari sisi kelembagaan dan interaksi stakeholder yang terlibat di dalamnya. Hal tersebut berfungsi guna menemukan
gambaran riil mengenai proses pemberdayaan masyarakat yang
mengatasnamakan Posdaya; khususnya di wilayah Desa Wukirsari.
10
1.2 RUMUSAN PENELITIAN Dari latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan untuk mengetahui : Bagaimanakah proses kelembagaan dan stakeholder yang ada di dalam pelaksanaan Posdaya di wilayah Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dinamika pelaksanaan Posdaya di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten bantul dalam upaya pemberdayaan masyarakat. 2. Mengetahui perkembangan kegiatan masyarakat secara sosial maupun ekonomi di Desa Wukirsari secara historikal dan struktural. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai masukan dan evaluasi bagi pemerintah Desa Wukirsari dalam melakukan pemberdayaan dan pengelolaan program-program pemberdayaan masyarakat. 2. Sebagai masukan bagi pemerintah desa lainnya dalam merumuskan strategi pemberdayaan masyarakat guna mengentaskan kemiskinan. 3. Sebagai dukungan bagi pemerintah dan Yayasan Damandiri maupun LSM lain dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa. 4. Sebagai rujukan bagi peneliti lain yang memusatkan studi penelitian pada bidang yang sama di masa yang akan datang.
11