Nomor : 019/PUU-III/2005 020/PUU-III/2005
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PLENO MENDENGAR KETERANGAN DARI PEMERINTAH (MENKUMHAM DAN MENAKERTRANS) DAN DPR PERKARA NO. 019/PUU-III/2005 DAN PERKARA 020/PUU-III/2005 MENGENAI UU NO. 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI TERHADAP UUD 1945 KAMIS, 2 FEBRUARI 2006
JAKARTA
2006
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PLENO MENDENGAR KETERANGAN DARI PEMERINTAH (MENKUMHAM DAN MENAKERTRANS) DAN DPR PERKARA NO. 019/PUU-III/2005 DAN PERKARA 020/PUU-III/2005 MENGENAI UU NO. 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI TERHADAP UUD 1945 I. KETERANGAN 1. 2. 3. 4.
Hari Tanggal Waktu Tempat
: : : :
Kamis 2 Februari 2006 10.00 – 12.00 WIB Gedung Mahkamah Konstitusi Jl. Medan Merdeka Barat Nomor 7 Jakarta 5. Acara : Mendengar Keterangan (Menkumham dan Menaker) dan DPR 6. Susunan Pleno Persidangan : 1. KETUA : Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. . ) 2. Prof. Dr. H.M. LAICA MARZUKI, S.H. ) 3. H. ACHMAD ROESTANDI, S.H. ) 4. Prof. H.A. SYARIFUDDIN NATABAYA, S.H., LLM ( Anggota) 5. Dr. HARJONO, S.H., MCL. (Anggota) 6. I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., MH. (Anggota)
Pemerintah (K e t u a (Anggota (Anggota
2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
7. Prof. H.ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S (Anggota) 8. MARUARAR SIAHAAN, S.H. (Anggota) 9. SOEDARSONO, S.H. (Anggota) 7. Panitera Pengganti : Ina Zuchriyah, S.H. Cholidin Nasir, S.H. 8. Pemohon : Yayasan Indonesia Manpower Watch II.
Para Pihak Terkait Yang Hadir/Berbicara dalam Persidangan 1. Pemohon: a. Soekitjo, J.G. (Ketua Umum Indonesia Man Power Watch) b. Kevin Giovani Abay (Sekretaris Indonesia Man Power Watch) c. Hery S. Tondok (Indonesia Man Power Watch) d. Efendi e. Nova Maruf ( APJATI) f. Dedi Rizaldi (APJATI) 2. Kuasa Pemohon : a. Sangap Sidauruk, S.H. b. Horison Malau, S.H. 3. Pemerintah : a. Dr. Hamid Awaludin, S.H. ( Menteri Hukum dan HAM) b. Ir. Erman Suparno, MBA., M.si. (Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI) c. I Gusti Made Arke (Dirjen Penempatan TKI di Luar Negeri – Menakertrans) d. (Kepala Biro Hukum- Menakertrans) e. Mualimin, S.H., M.H (Ka.bag Litigasi Dept Hukum dan HAM) f. Hafid Abas
3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
III. JALANNYA SIDANG SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB
1. KETUA: Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik Saudara-saudara, sidang Mahkamah Konstitusi dalam rangka pemeriksaan 2 perkara sekaligus; Perkara Nomor 019/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 020/PUU-III/2005, dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 1 X Assalamu’alaikum wr.wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Sebelum kita mulai, seperti biasa saya persilakan terlebih dahulu Saudara Pemohon dan yang hadir untuk memperkenalkan diri. Silakan perkenalan saja dulu siapa saja yang hadir, PEMOHON , silakan. 2. PEMOHON : SOEKITJO.J.G Assalamu’alaikum wr.wb. Saya Soekitjo J. G. dari Indonesian Manpowers Watch. Terima kasih. 3. PEMOHON : EFENDI Assalamu’alaikum wr. wb. Saya Efendi dari Indonesian Manpowers Watch. Terima kasih. 4. PEMOHON : KEVIN GIOVANNI ABAY 4 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Assalamu’alaikum wr.wb. Nama saya Kevin Giovanni Abay dari Indonesian Manpowers Watch. 5. KETUA : Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ini Pemohon Perkara Nomor 019, ya? Betul, ya? Lanjutkan silakan. 6. PEMOHON : NOVA MA’RUF Assalamu’alaikum wr. wb Saya Nova Ma’ruf dari APJATI. 7. PEMOHON : DEDI RIZALDI Assalamu’alaikum wr. wb. Saya Dedi Rizaldi dari APJATI. 8. KETUA: Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Yang di belakang? Tidak apa-apa, duduk juga tidak apa-apa, berdiri boleh. Dari mana? APJATI juga? Baik sudah lengkap, ya? PEMOHON 019 dan 020 sudah hadir semua, ya? Nanti kalau ada yang datang lagi, tolong diberi tahu biar dipersilakan masuk. Selanjutnya, saya persilakan dari pihak Pemerintah. 9. PEMERINTAH : Dr. HAMID AWALUDIN, S.H. (MENTERI HUKUM DAN HAM) Yang Mulia, saya Hamid Awaludin Menteri Hukum dan HAM mewakili Pemerintah. 10. PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA., M.Si.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Assalamu’alaikum wr. wb. Saya Erman Suparno dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mewakili Pemerintah. 11. PEMERINTAH : I GUSTI MADE ARKE TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI)
(DIRJEN DEPARTEMEN
5 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Selamat pagi, kami I Gusti Made Arke mewakili Pemerintah dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 12. PEMERINTAH : HAFID ABBAS (DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM) Saya Hafid Abbas dari Departemen Hukum dan HAM mewakili Pemerintah. 13. PEMERINTAH : MARDJONO Saya Mardjono mewakili Pemerintah. 14. KETUA: Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Dari DPR ada? Ada suratnya karena ada sidang belum bisa hadir pada kesempatan ini dan biasanya ada staf. Namun tidak ada, ya? Baiklah Saudara-saudara, saya ucapkan selamat datang di Mahkamah Konstitusi dalam rangka pemeriksaan dua (2) perkara sekaligus dan perkara ini sudah disidangkan terdahulu dalam sidang panel sebagaimana mestinya. Sekarang adalah sidang lanjutan, yaitu sidang pleno. Saya sekali lagi mengucapkan selamat datang. Apalagi ada menteri baru, ini. Atau baru menteri, ya? Menteri baru, ya? Baik, selamat datang dan juga Saudara Pemohon, hari ini saya persilakan baik Pemohon I maupun Pemohon II, meskipun di sidang terdahulu sudah diterangkan dan pokok permohonan tentu sudah dimengerti, sudah dipahami benar oleh Pemerintah, ya? Akan tetapi, sekali lagi saya beri kesempatan untuk pokok-pokok menerangkan permohonannya dalam sidang ini. Kita mulai dulu, perkara yang 019. Apa inti permasalahan yang Saudara mohonkan? Argumennya apa yang saudara anggap bertentangan dari undang-undang ini dan apa yang diminta? Silakan. 15. PEMOHON : NOVA MA’RUF Assalamu’alaikum wr. wb. Pertama, kami mohon maaf kepada Majelis sehubungan dengan kuasa hukum kami belum hadir. Jadi, mohon dengan seizin Majelis untuk ke Pemohon selanjutnya dulu, sambil menunggu kuasa hukum daripada kami. Terima kasih. 16. KETUA: Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
6 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Bagaimana bisa kuasa hukum, kok, datang belakangan dari Pemohon Prinsipal? Saudara ganti saja itu. Ya. Itu pelajaran. Bagaimana? Ini perkara serius, bukan? Ini masa kuasa hukumnya datang terlambat? 17. PEMOHON : NOVA MA’RUF Kami sedang mencoba menghubungi, Pak. Kami mohon maaf sekali lagi, dengan seizin Majelis untuk bisa kepada Pemohon yang berikutnya terlebih dahulu. Terima kasih. 18. KETUA: Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, tapi ini perlu dicatat, ya. Semua persidangan di Mahkamah Konstitusi ini serius karena yang dipersoalkan undang-undang. Undangundang ini buatan wakil-wakil rakyat hasil Pemilu. Jadi, kita bersyukur bahwa sistem konstitusi kita memungkinkan adanya warga negara yang datang mempersoalkan hasil kerja wakil-wakil rakyat yang sudah sepakat dengan executive. Jadi, tolong serius dan yang hadir di sini pun tidak main-main, menteri ini, sibuk-sibuk mereka ini. Jadi, kalau Saudara tidak serius, kuasanya juga tidak serius, Saudara sebagai Pemohon Principal, ya ambil tindakan. Diganti kuasanya. Bisa begitu, bukan ya? Baik, saya persilakan dulu Pemohon yang satu lagi. 19. PEMOHON : SOEKITJO.J.G Assalamu’alaikum wr. wb. Sebaiknya, saya baca pokok-pokok itu Pak. 20. KETUA: Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Tetapi jangan semua, ya. Pokok-pokoknya saja. 21. PEMOHON : SOEKITJO.J.G Ya, Pak. Meskipun harus diakui telah banyak pasal-pasal undang-undang ini yang merespon ketentuan perlindungan bagi calon TKI dan TKI. Namun karena pasal perlindungan itu sangat berlebihan, maka yang dirugikan secara materiil adalah PJTKI dan PT. PJTKIS. Artinya, pasal-pasal ini rawan dengan tindakan hukum pidana maupun tindakan pelanggaran sehingga sulit bagi PJTKI untuk berusaha dengan aman di bidang penempatan TKI di luar negeri. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 memberi peluang besar bagi pihak petugas hukum maupun Depnakertrans untuk melakukan tindakan pengusutan, penyidikan terhadap PJTKI dan PJTKIS, melakukan pemerasan mencari-cari kesalahan terhadap pengusaha, dan tindakan-tindakan lain yang 7 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
merugikan PJTKI yang akhirnya PJTKI bisa gulung tikar atau menghentikan kegiatan usahanya. Akibatnya, kalau PJTKI dan PJTKIS harus mengulang tikar dan atau menghentikan kegiatannya. Maka nasib TKI akan telantar dan terhenti usaha mereka untuk mencari pekerjaan di luar negeri yang berakibat terjadinya, antara lain: pengangguran Indonesia semakin membludak, terjadinya pengiriman TKI luar negeri dengan cara-cara ilegal secara besarbesaran sehingga menjadi persoalan nasional, terhentilah semua kegiatan usaha di bidang recruitment, misalnya usaha penerbangan, wisata, pelayaran hotel, restauran, pemasok devisa bagi negara, dan sebagainya. Calon TKI dan TKI yang menganggur lebih ke pekerjaan maksiat, bisnis pelacur berkembang pesat, anak-anak telantar tanpa terjangkau pendidikan, kemiskinan dan kemelaratan, dan ancaman keamanan, serta problem sosial yang sangat dahsyat dan membahayakan bangsa dan negara. Kehidupan di desa makin terpuruk, terjadi eksodus rakyat kecil ke kota-kota besar, sehingga mengancam keamanan di mana-mana, serta dekadensi moral semakin menyeruak. Penerapan Pasal 35 undang-undang ini tentang persyaratan umur dan pendidikan berakibat: a. Terjadi diskriminasi terhadap jutaan orang pencari kerja yang berumur 15 tahun yang tidak bisa dan dilarang bekerja di luar negeri. Juga calon TKI yang tidak lulus SLTP, ijazah hanya SD bahkan hanya dalam tingkat pendidikan tidak lulus SD yang mencapai jutaan orang kurang lebih 80% dari angkatan kerja, juga mengalami diskriminasi dan tidak bisa berangkat memperbaiki nasibnya ke luar negeri. b. Terjadi pemalsuan umur dan ijazah sehingga memberi peluang KKN dan tindak pidana. Tindakan hukum berupa pidana penjara, denda, maupun hukum pelanggaran yang terlalu tinggi sesuai Pasal 102, 103 merupakan tindakan hukum yang sangat berat. Sebab ancaman hukuman itu tidak sesuai dengan kadar kesalahan pelapor PJTKI hal mana melanggar hak asasi manusia secara serius. Demikian pula, pencabutan SIUP merupakan momok PJTKI dan saat ini praktek pencabutan SIUP di dunia usaha sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip demokratisasi berusaha sebagaimana dicanangkan oleh WTO dunia. Di dunia usaha pers, pencabutan SIUP tidak diperkenalkan lagi. Kalau ada pelanggaran bagi perusahaan tersebut, maka pelakunya saja yang dihukum, bukan institusi yang dilibatkan, yang dibubarkan atau dicabut SIUPnya. Maka dengan demikian, pasal-pasal dan undang-undang ini harus ditinjau kembali dan diperbaiki menurut rasa keadilan dan kebenaran. Kalau undang-undang ini belum dapat dilaksanakan dan atau diboikot oleh pelaku usaha masyarakat, maka sebaiknya ditunda pelaksanaannya dan atau diganti dengan undang-undang baru dirugikan Perpu (peraturan pengganti undangundang) yang melindungi dan menyejahterakan TKI, juga melindungi usaha PJTKI agar perusahaannya tetap berjalan dengan baik dan menguntungkan semua pihak bangsa dan negara. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. 8 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
22. KETUA: Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, materinya sama, bukan dua permohonan ini. Hanya Pemohonya yang berbeda, ya? Apa ada yang mau ditambahkan? Kalau tidak, dianggap sudah cukup. Pemohon yang satu tadi, tidak usah? Cukup, ya? Ya, sebetulnya tidak usah pakai kuasapun Saudara bisa bicara juga. Sampaikan unek-unek. Nah, ini pengadilan itu, tempat untuk mempersoalkan apa yang Saudara keluhkan. Mungkin di tempat lain, Saudara tidak setara dengan menteri. Nah sekarang, mumpung menterinya ada, Saudara sampaikan saja. Silakan. Ada? Pokok-pokoknya saja, apa yang dikeluhkan. 23. PEMOHON : NOVA MA’RUF Terima kasih, Majelis yang terhormat. Mungkin agak sedikit berbeda dengan apa, hanya beberapa substansi yang kami ajukan di mana ada satu substansi yang menurut kami, substansi tersebut cukup mengikat kepada kami. Artinya, di samping itupun, berdampak negatif di mana kami menerima akibat dari perbuatan melawan hukum pihak lain. Sebagai contoh di dalam Pasal 103 bahwa PPTKIS akan menerima sanksi denda dan pidana kurungan 1 sampai 5 tahun dan seterusnya, akibat dari perbuatan kesalahan yang dilakukan oleh pihak lain. Di mana secara teknis akan saya beri gambaran sedikit bahwa seorang TKI ketika setelah melamar kepada PPTKIS, kemudian PPTKIS akan menyerahkan kepada lembaga pemeriksa kesehatan. Lembaga inilah yang akan memeriksa kesehatan dan kemudian memberikan rekomendasi keterangan sehat kepada PPTKIS kembali. Selanjutnya, PPTKIS menempatkan ke luar negeri. Namun ketika tiba di negara penempatan, maka PPTKIS akan---maksud kami---mitra kerja kami di sana akan melakukan cek kesehatan. Begitu juga pengguna jasanya. Apabila dinyatakan di sana tidak fit atau unfit, tidak sesuai dengan pemeriksaan di Indonesia, maka yang diancam dengan kurungan pidana tersebut adalah kami, PPTKIS. Sedangkan yang melakukan wan prestasi atau kekeliruan itu, adalah lembaga pemeriksaan kesehatan yang telah memperoleh izin untuk itu dari Pemerintah. Saya rasa ini, hanya di sini yang agak berbeda dengan Pemohon terdahulu. Jadi, kami prinsipnya akan menanggung akibat perbuatan melawan hukum pihak lain. Terima kasih, Majelis. 24. KETUA: Prof. Dr.JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ada yang mau ditanyakan? Pemerintah dulu atau Hakim ada yang mau bertanya? 9 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Langsung saja. Baik, saya persilakan. Menteri sudah mendengar dan sudah membaca apa yang dipersoalkan. Saya persilakan memberi keterangan menyangkut kebijakan Pemerintah dalam soal ini dan termasuk pasal-pasal, undang-undang yang tadi dipersoalkan dalam permohonan Pemohon. Saya persilakan.
25. PEMERINTAH : Dr. HAMID AWALUDIN, S.H. (MENTERI HUKUM DAN HAM) Yang Mulia, Majelis Mahkamah kosntitusi, Saudara Pemohon, perkenankan saya memberi latar belakang mengapa undang-undang ini harus hadir. Setiap tahun, bangsa Indonesia banyak bekerja di luar negeri. Sebuah ikhtiar yang bagus, selain mencari rezeki Tuhan, juga mengurangi beban unemployment dalam negeri. Namun dalam faktanya, banyak Saudara-saudara kita yang bekerja di luar negeri tersebut, tatkala sebelum berangkat, pada saat mereka tiba di sana, dan pada saat pulang, bukannya kebahagian yang didapat, tetapi justru sebaliknya. Fakta menunjukkan bahwa banyak di antara Saudarasaudara kita tersebut, menjadi obyek eksploitasi. Misalnya ketika tiba di tempat tujuan, dia ditelantarkan oleh asosiasi yang mengirimnya, putus hubungan dengan keluarga yang ditinggalkan, asosiasi tidak bertangungjawab. Pemutusan hubungan secara sepihak dengan majikan, asosiasi tidak bertangungjawab. Asosiasi selalu berpikir, tugasnya telah selesai mengantar yang bersangkutan tiba di tempat tujuan. Masih panjang daftar derita yang dialami secara faktual oleh Saudara-saudara kita. Berangkat dari pemikiran dan kenyataan itulah, maka Pemerintah bersama dewan melakukan ikhtiar untuk melindungi bangsa Indonesia yang bekerja di luar. Dari prospektif legal, kita tahu bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia…”. Melindungi, melindungi artinya memberi kepastian, memberi jaminan kepada setiap bangsa Indonesia. Apakah dia berada di dalam atau berada di luar. Kemudian, saya ingin secara eksplisit membagi pikiran kepada Saudara Pemohon, karena Saudara Pemohon berangkat dari Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Saudara Pemohon mendalilkan bahwa hak-hak asasi Pemohon yang diatur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, itu terabaikan dengan undangundang. Tolong dibaca Pasal 28J ayat (2), “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
dengan undang-undang”, dengan maksud dan seterusnya. Tunduk dengan pembatasan. Apa yang dilakukan oleh wakil rakyat dan Pemerintah dalam membuat undang-undang ini adalah implementasi leasing. Harus ada instrumen hukum yang mengatur supaya kebebasan yang Anda klaim itu, tidak kebebasan secara sepihak. Undang-undang tentang pengaturan ini adalah instrumen untuk mengatur itu semua. Majelis yang mulia. Anda juga mendalilkan Pasal 28I ayat (4), tapi justru saya ingin menggunakan instrumen hukum ini mengatakan, “Perlindungan kemajuan penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab Negara, terutama Pemerintah”. Justru, pasal ini kami pakai untuk menunjukkan bahwa Pemerintah punya tanggungjawab untuk melindungi, memajukan, dan menegakkan pemenuhan hak asasi individu di warga negara ini. Termasuk para tenaga kerja kita yang mencari nafkah di luar negeri. Kesimpulan, Yang Mulia. Pemerintah berpendapat bahwa undang-undang ini adalah justru instrumen untuk melindungi hak-hak dari bangsa kita yang sedang bekerja di luar dan oleh karena itu, Pemerintah memandang apa yang didalilkan Pemohon, sama sekali tidak benar. Oleh karena itu, kami mengusulkan dan memohon kepada Majelis agar permohonan Pemohon tidak diterima. Terima kasih, Majelis yang terhormat. 26. PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA., M.Si.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Assalamu’alaikum wr. wb. Yang kami hormati, Bapak Ketua Majelis Hakim, para anggota Majelis Hakim yang saya muliakan, Saudara-saudara sekalian. Terkait dengan permasalahan yang sekarang disidangkan, Departemen Tenaga kerja dan Transmigrasi selaku mewakili Pemerintah berpendapat bahwa yang pertama; konteksnya adalah apa yang diuraikan oleh kuasa dari penggugat, itu jelas bahwa memang pengangguran di republik ini cukup besar. Satu sisi Pemerintah masih dalam berupaya dan dalam proses sebagaimana penyiapan lapangan kerja di dalam negeri. Namun demikian juga, di era global tidak menutup kemungkinan bahwa tenaga kerja ini bisa berangkat ke luar negeri yang namanya adalah tenaga kerja Indonesia di dalam negeri. Persoalan yang sangat mendasar adalah bagaimana si TKI ini mendapat perlindungan hukum. Bukan menjadi obyek penderita. Oleh karena itu, justru yang diharapkan dengan adanya undang-undang ini yang telah menjadi produk politik antara Dewan Perwakilan Rakyat RI dengan Pemerintah adalah untuk perlindungan hukum Si TKI itu sendiri. Persoalan-persoalan TKI di Departemen Tenaga Kerja memberikan data bukan main; sudah pelanggaran sipil, pelanggaran hak asasi, dan lain 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
sebagainya. Itu kenyataan. Sekarang, persoalannya adalah bagaimana pelaku pengirim TKI ini, apakah itu PJTKI, apakah itu organisasi yang namanya asosiasi, ikut bertanggungjawab terhadap pelaksanaan itu. Karena yang akan dikirim ini adalah anak bangsa. Kalau tadi disebutkan bahwa adanya istilah diskriminasi di dalam undang-undang ini, tidak ada kaitan dengan masalah itu. Karena pada dasarnya adalah anak bangsa kita, pengangguran kita, data menunjukkan 33% ini adalah tamatan SD dan tidak tamat SD. Tapi sebagai hak asasinya dan dilindungi oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 27, mereka punya hak untuk bekerja. Akan tetapi, bekerja yang bagaimana, ini harus kita atur, harus kita lindungi, dan kita bina. Oleh karena itu, bukan berarti kita itu melarang untuk yang sekolah SD itu tidak boleh berangkat sebagai tenaga kerja. Akan tetapi bagaimana perbekalannya. Nah, itu tanggung jawab para pelaksana penyalur tenaga kerja, yang termasuk asosiasi. Filosofinya adalah asosiasi adalah patner dari pada Pemerintah. Bagaimana membuat sistem agar penyaluran tenaga kerja ini bisa terlindungi baik secara hukum, secara kemanusiaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Bapak Ketua Majelis Hakim yang kami muliakan. Dari pasal per pasal sudah jelas, sudah sangat komprehensif, bahwa konteksnya adalah perlindungan terhadap Sang TKI. Disadari juga, bahwa TKI juga memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara yang merupakan remittance (remitansi), hal ini disadari. Akan tetapi sekarang, yang paling utama adalah bahwa gugatan dari penggugat itu, Pemerintah menganggap kurang relevan. Kalau itu dianggap sebagai arah diskriminatif dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Bapak Ketua Majelis Hakim, dengan demikian maka menurut pendapat Pemerintah, pasalpasal yang dimohonkan untuk dibatalkan oleh kedua kelompok Pemohon tersebut, tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ini kami berpendapat demikian dan selanjutnya Bapak Ketua Majelis Hakim, saya akan menyerahkan kepada tim yang saya beri kuasa untuk hadir dan mewakili Pemerintah dalam sidang-sidang berikutnya. Terima kasih. Assalamu’alaikum wr. wb. 27. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Baik, demikian keterangan dari Pemerintah. Barangkali masih ada yang perlu disampaikan lagi oleh Saudara Pemohon. Ada? 28. PEMOHON : NOVA MA’RUF Terima kasih, Majelis. 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Kebetulan saat ini kuasa hukum kami sudah ada di tempat. Namun sebelum itu, izinkan kami untuk membacakan lebih lengkap masalah yang kami maksudkan tadi agar supaya lebih bisa dimengerti oleh kita semua bahwa apa yang dimaksud dengan pasal yang kami kaitkan dengan teknis tadi. Dengan seizin Majelis Hakim, kami mohon. 29. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Silakan. 30. PEMOHON : NOVA MA’RUF Yang kami maksud di Pasal 103 ayat (i) huruf e Undang-undang No. 39 Tahun 2004, itu berkaitan dengan Pasal 50. Di dalam Pasal 50, dikatakan bahwa “PJTKI dalam hal menempatkan TKI harus sesuai dengan pemeriksaan persyaratan kesehatan”. Nah, di dalam Pasal 103, di dalam sanksi pidananya dikatakan dalam Pasal 103 ayat (i) huruf e Undang-undang No. 39 “Dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan atau denda sedikitnya 100 juta rupiah dan paling banyak 5 miliar rupiah terhadap orang yang menempatkan TKI yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan atau psikologis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50”. Jadi Majelis, seperti yang kami sampaikan tadi bahwa kami selaku PJTKIS akan menanggung akibat perbuatan yang melanggar hukum pihak lain, yaitu lembaga pemeriksa kesehatan tadi. Seyogianya, apabila memang terjadi one prestasi atau kesalahan pemeriksa kesehatan, maka seyogianya yang diancam hukuman pidana itu adalah institusi atau lembaga yang melakukan pemeriksa kesehatan. Itu yang saya ingin sampaikan, satu. Hal yang keduanya, mungkin hanya ingin koreksi bahwa asosiasi adalah merupakan kelompok dari PPTKIS. Jadi asosiasi sama sekali tidak menempatkan TKI. Kami ini adalah asosiasi yang mengkoordinir, mengawasi secara organisatoris di dalam kelompok-kelompok penempatan tersebut. Terima kasih, Majelis. 31. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Itu tadi kasus pidana sudah ada atau baru teori ini yang dipersoalkan Pasal 103 tadi? 32. PEMOHON : NOVA MA’RUF Sudah sampai kepada tingkat kasus awal. Artinya, pihak-pihak penegak hukum itu sudah memegang teguh dengan Undang-undang No. 39 ini. Jadi, sudah mulai dioperasionalkan di lapangan sehingga memang kadangkadang kami memberikan alasan-alasan bahwa ini masih dalam proses peradilan, pertama. Yang kedua juga ada pasal yang mengatakan bahwa ada 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
peralihan selama dua tahun. Namun, secara pelaksanaan di lapangan, ini sudah mulai digunakan oleh penegak hukum bahwa Undang-undang No. 39 dianggap sudah dapat dijadikan dasar untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terima kasih. 33. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Ya, artinya sudah ada kasusnya? 34. PEMOHON : NOVA MA’RUF Ya. 35. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Sudah ada? 36. PEMOHON : NOVA MA’RUF Sudah ada dalam proses, tapi belum sampai ke peradilan. 37. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Bagaimana ini? Proses itu maksudnya bagaimana? 38. PEMOHON : NOVA MA’RUF Di pihak penyidik. 39. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Polisi? 40. PEMOHON : NOVA MA’RUF Kepolisian. 41. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Sudah ditangkap orangnya? 42. PEMOHON : NOVA MA’RUF Sampai saat ini, belum tapi sudah dipanggil. Sudah di Kejaksaan malah. Terima kasih. 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
43. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Oh, sudah sampai di Kejaksaan? 44. PEMOHON : NOVA MA’RUF Terima kasih. 45. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Ada yang mau ditambahkan? 46. PEMOHON : SOEKITJO.J.G Sebenarnya, kami kan hanya dari pihak TKI, Pak. Tapi kalau---ini ada hubungannya, Pak, antara PJTKI dengan TKI. Ada PJTKI ada TKI. Ada TKI ada PJTKI. Jadi urusan ini tidak bisa dipisahkan, Pak. Oleh sebab itu, tindakan-tindakan sekarang yang kami lihat di lapangan bahwa adanya penerapan Undang-undang No. 39, sekali sudah pernah di berlakukan. Itu menurut kami belum pantas, Pak. Karena sesuai dengan Pasal 107, di situ ada masa transisi. Tetapi sudah dijalankan oleh polisi yang melakukan penangkapan penyidikan di mana-mana, termasuk di Airborne sudah banyak yang ditahan, yang ada kaitan dengan ini, Pak. Oleh sebab itu, menurut kami, kami mohon supaya undang-undang jangan dulu dicanangkan sebelum ada persetujuan dari Mahkamah Konstitusi. Begitu, Pak. Hal-hal lainnya, seperti ada Bapak Menteri tadi menyinggung Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perasaan kami juga berkiprah di sana untuk menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi yang kami kritik adalah Pasal 35 mengenai masalah umur dan masalah pendidikan. Itu sukar untuk dilaksanakan. Jadi oleh sebab itu, kami mohon supaya ini diamandemen atau diganti bagaimana. Pasal itu supaya diperbaiki supaya bisa jalan dan tidak ada stagnasi. Sebab kami paksakan, antara lain pasal itu dilaksanakan, maka kami khawatir akan terjadi pemboikotan dan undang-undang lain tidak akan jalan. Begitu, Pak, kami punya sikap. Terima kasih. 47. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Baik, ada yang mau ditanyakan? Dari kiri? Bapak Hakim Natabaya? Boleh diajukan ke kiri boleh ke kanan. Perhatikan ya, Pak. 48. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Kepada Pemohon, ya. Pemohon, di dalam permohonannya ini mendalilkan bahwa Pasal 13 ayat (1) huruf b dan c, ini Pemohon dalam 19. Maupun Pemohon yang dalam 20 sama juga. Pasal 13 ayat (1) huruf b dan c dikatakan bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 33 ayat (2). Nah, saya mau bertanya. Itu Pasal 13 ayat (1) huruf b dan c yang seharusnya dibaca dengan a, b, c-nya juga dan tidak dapat dipisah itu. Di mana letaknya---apa itu---itu mengatur siapa itu? Sehingga mau dikatakan bertentangan dengan Pasal 28, “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan perlakuan khusus, memperoleh kesempatan dalam tempat yang sama guna dalam mencapai persamaan keadilan”. Itu, Pasal 13 itu kan mengenai masalah syarat harus membentuk badan hukum. Di mana ada kaitannya dengan Pasal 28 itu? 49. KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Terima kasih, Majelis. 50. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Terserah mau yang 019 atau 020, sama itu. 51. KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Terima kasih, Majelis. Bahwa berkenaan dengan permohonan kami untuk di-judicial review terhadap Pasal 13 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 2004 ini, karena menurut hemat kami, dengan syarat pendirian perusahaan sekurang-kurangnya sebesar 3 miliar rupiah dan c, “Menyetor kepada bank jaminan dalam bentuk deposito sebesar 500 juta rupiah”, memang kami akui pada saat ini, walaupun Undang-undang No. 39 ini sudah diberlakukan, tapi pada saat ini, pasal ini ketentuan ini belum diberlakukan. Masih ada pasal-pasal yang sudah diberlakukan dan masih ada yang belum. Memang masih belum jelas. Begitupun pada penerapan oleh para penegak hukum, dalam arti polisi maupun kejaksaan, mereka belum jelas. Mana pasal yang mau dilakukan, mana yang tidak? Khusus pasal ini memang kami akui belum dilaksanakan, artinya kami belum dikenakan sanksi apabila tidak melakukan pasal ini. Tapi mengenai pasal ini, maksud kami berkenaan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan”, yaitu dengan adanya ketentuan mempunyai modal tiga miliar dan modal setor bentuk deposito lima ratus juta, maka ketentuan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 ini, menurut hemat kami dielemenir. Sebab, menurut Pasal 28H ini “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus”. Tapi, dengan adanya ketentuan tiga miliar 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
dan deposito lima ratus juta, maka mendapat kemudahan perlakuan khusus ini jelas tidak ada pelaksanaannya dalam undang-undang ini. 52. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Kalau baca Pasal 13 itu, Pasal 13 itu mewajibkan SIPP TKI itu harus berbadan hukum, itu kan syarat harus dengan undang-undang, supaya dia dapat dipertanggungjawabkan, yaitu tidak boleh yayasan, tidak boleh berbadan hukum. Badan hukumnya itu harus ditentukan bahwa ada modal yang disetor harus setor capital dan harus ada modal yang ditempatkan. Awas, agak lain ini ya! Ini hukum dagang ini, agak berbeda antara modal yang disetor dengan modal yang ditempatkan, ada ditentukan. Jadi ini Saudara harus baca undang-undang mengenai PT, bagaimana cara badan hukum itu didirikan, bagaimana jumlah apa namanya itu? Ini, sedangkan Pasal 28 ini kan semua orang “setiap orang berhak mendapatkan kemudahan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan” ini bukan hanya untuk Saudara. Siapa saja, whoever, apakah saya kalau membuat ini kena, bukan saja Pemohon, tidak ada dibeda-bedakan, siapa saja ini. Nah, ini yang saya katakan. Jadi membacanya ini (b), (c) ini harus ada (a)-nya, karena ini ada kaitannya dengan badan hukum. Nah, badan hukum tentu tunduk kepada Undang-undang Nomor 5 tentang Perseroan Terbatas. Jadi itu harus dikaitkan itu. Sekarang Pasal 14 ayat (1) huruf (b) dan (d) “izin untuk melaksanakan penempatan TKI di luar negeri diberikan untuk jangka waktu lima tahun dan dapat diperpanjang setiap lima tahun sekali”. Perpanjangan izin yang dimaksud ini (bla..bla..bla…). Lantas dikatakan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) “setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Bagaimana ini jalan pikirannya ini, kenapa dikatakan bertentangan ini? Coba saya mau dengar ini, Pasal 14 ayat (1) dan (2) huruf (b), (d). Ini tentang masalah izin, ini tentang masalah administrasi negara. Jadi izin penempatan di suatu negara itu diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang lima tahun lagi. Itu biasa bukan? Tidak ada persoalan. Di mana letak kira-kiranya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Pasal 28D “setiap orang berhak atas pengakuan jaminan…..”, apakah dihilangkan ? 53. KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Kami tanggapi Majelis. 54. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Ya, boleh saja itu. 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
55. KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Terima kasih Majelis. Bahwa mengenai ayat (1) ini, perpanjangannya memang 5 (lima) tahun, tetapi perpanjangan 5 (lima) tahun ini maksudnya ayat (1) Pasal 14 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. Perpanjangan ini tergantung atau terkait juga kepada ayat (2). Sedangkan di ayat (2) ini Majelis, ada huruf (b)nya mengatakan demikia,\n “telah melaksanakan penempatan sekurangkurangnya 75 persen dari neraca penempatan pada waktu memperoleh SIPP TKI”. Lalu keduanya, “memiliki neraca keuangan selama dua tahun terakhir tidak mengalami kerugian yang diaudit akuntan publik”. Maksud kami Majelis, Bahwa, sebagaimana perusahaan atau pengusaha pada umumnya, dalam hal ini juga PJTKI, bahwa belum tentu pada dua tahun terakhir kami atau perusahaan itu harus mempunyai keuntungan atau tidak mengalami kerugian. Sedangkan syarat ini memperpanjang dua tahun terakhir tidak mengalami kerugian. Lalu, harus menempatkan sekurang-kurangnya 75 persen dari rencana. Padahal, sebagaimana diketahui Majelis dengan adanya perubahanperubahan baik peraturan, kadang suka berubah peraturan, suka tutup buka negara tujuan penempatan. Tutup, kadang dibuka. Tidak tertutup kemungkinan, bahkan sangat mungkin kami mengalami kerugian pada dua tahun pertama atau tidak melaksanakan 75 persen dari rencana. Nah, dengan adanya persyaratan ini, kami tidak lagi dapat melakukan perpanjangan, padahal investasi yang sudah dilakukan sedemikian besar, menurut hemat kami, ini bertentangan dengan hak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus memperoleh kesempatan, dan pengakuan jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. 56. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Kalau seandainya Anda rugi, kok jadi ke Pemerintah yang mau disalahkan? 57. KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Bukan Majelis, kami tidak menyalahkan. 58. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Bukan, ketentuan ini maksud saya, ketentuan ini kok mau disalahkan. Jadi, ketentuan ini menyatakan “Saudara boleh memperpanjang kalau ini, ini, ini. Nah, dalam telah melaksanakan penempatan sekurang-kurangnya 75 persen sesuai dengan rencana penempatan waktu yang memperoleh ini, pada waktu Saudara memajukan itu, Saudara memajukan rencana. Bla…bla… bla..dalam pada waktu ini. Nah, dalam waktu lima tahun itu, itu harus sudah 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
dilaksanakan setidak-tidaknya 75 persen daripada itu. Ini artinya, Saudara itu harusnya 100 persen, harusnya 100 persen dilaksanakan dalam lima tahun itu, tapi ternyata undang-undang ini memberikan suatu grass period jumlah yang hanya 75 persen. Dikaitkan dengan Undang-Undang Dasar, setiap orang berhak pengakuan, sudah diakui, jaminan, dijamin, dilindungi kepastian hukumnya, justru dengan ketentuan ini ada kepastian hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Apakah terhadap yang lain diperlakukan lain? Nah, ini lain soal. Apakah hanya kepada perusahaan Saudara saja yang diperlakukan 75 persen, perusahaan yang lain 50 persen umpamanya? Tidak? 59. KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Tidak. 60. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Nah, itu yang saya katakan. 61. KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Maaf Majelis, Menurut sepengetahuan kami, kalau ketentuan perpanjangan izin dikaitkan dengan harus ada keuntungan dua tahun terakhir dan melaksanakan 75 persen dari rencana, hanya kepada perusahaan PJTKI. Di perusahaan lain menurut sepengetahuan kami tidak ada, Majelis. 62. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Iyalah. Kalau perusahaan (….) 63. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Pemohon yang satu lagi barangkali mau menanggapi? Soal yang ditanyakan ya? 64. PEMOHON : SOEKITJO, J.G Kami menyinggung mengenai Pasal 13 ayat (1) itu, menurut kami persyaratan modal dengan jumlah tersebut amatlah berat bagi masyarakat yang memiliki usaha penempatan TKI swasta, karena seperti diketahui bahwa masyarakat yang berkecimpung dalam bidang usaha ini, kebanyakan merupakan unit usaha kecil dengan struktur permodalan yang lemah dan kecil, apalagi modal disetornya. Ketentuan ini menimbulkan beban finansial baru untuk mereka, karena dengan demikian mereka memiliki kewajiban untuk mengubah skim 1 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
permodalan mereka, yaitu dalam meningkatkan modal dasar dan modal disetor sesuai ayat tersebut. Apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka izin usaha berupa SIUP atau SIP PJTKI dapat dicabut oleh menteri. Adanya kewajiban modal disetor dan deposito tersebut dan ancaman sanksinya mencerminkan kebijakan yang hanya mendahulukan sebagian kecil masyarakat yang memiliki modal besar untuk berusaha di bidang ini. Kesempatan sebagian besar masyarakat lain, yaitu masyarakat dengan modal kecil telah ditutup. Pemohon menganggap, penjelasan dari disyaratkannya kewajiban penyetoran terhadap investor tersebut tidak tepat, karena dari sisi besarannya sangatlah jauh dari kemampuan keuangan sebagaian besar pelaku usaha. Itulah poin yang kami sampaikan. 65. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Ya, tapi tidak menjawab pertanyaan Pak Hakim tadi, tapi sudahlah. 66. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Jadi ini hanya keberatan mengenai besarnya jumlah rupiahnya ya? Tentu Pemerintah mempunyai (…) 67. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Apa betul begitu? 68. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Ya besarnya kan? 69. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Soal besarnya? 70. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Soal besarnya. 71. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Bukan soal substansinya, tapi soal besarnya ya? Betul ya? Okey. 72. HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M. Jadi soal besarnya, itu bukan masalah konstitusionalitas 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
73. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Baik, cukup. Ke kanan dulu ya, nanti baru ke kiri lagi. Siapa satu lagi? Pak Harjono.
74. HAKIM : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L. Terima kasih Bapak Ketua. Saya ingin tanya kepada Pemohon dua orang ini, dua pihak ini. Kalau dilihat dari ketentuan-ketentuan yang baru, itu memang ada banyak tanggung jawab yang diberikan kepada penempatan TKI. Saya baca, harus mempunyai P.T. di tempat penempatan itu. Kemudian juga harus mengatur pemulangan, harus juga melaporkan TKI ke kedutaan di mana TKI itu ditempatkan. Kemudian bentuknya pun juga P.T. ya? P.T. ini Perseroan Terbatas, itu adalah kumpulan modal yang cari untung. Pertanyaan saya, apakah dengan ketentuan baru itu, akan Anda bayangkan bahwa untuk menjadi seorang TKI dia harus membayar mahal kepada P.T. Anda, iya bukan? Karena Anda pasti menghitung overhead cost untuk mendirikan P.T. di sana, gajinya, untuk pelaporan di sana, ini semua cost money. Ini apa sudah terlihat seperti itu? Kalau tokh sudah dilakukan itu, apakah Anda punya pengalaman sebetulnya? Biaya-biaya itu pasti di-charge pada masing-masing TKI. Sekarang persoalannya, kira-kira dari penghasilan seorang TKI ratarata yang didapatkan dari upah luar negeri itu, itu berapa persen yang harus dikembalikan wujud cost untuk membiayai dia supaya bisa ke luar negeri itu. Kalau saya pergi ke luar negeri satu tahun, kira-kira dapat sekian dolar, dari sekian dolar itu berapa yang harus saya sisihkan untuk membayar kepada Anda sebagai tenaga penempatan ke luar negeri? Punya tidak perhitunganperhitungan itu? Itu yang pertama. Hal yang kedua, kepada Pemerintah ini. Apakah Pemerintah memang bertujuan semata-mata hanya untuk melindungi TKI ataukah juga punya tujuan lain, yaitu mengurangi jumlah TKI yang ke luar negeri? Karena dengan proses pembatasan umur, dengan proses perizinan penempatan TKI yang begitu berat, kemudian kemungkinannya itu hanya dimiliki oleh beberapa P.T. yang cukup punya duit ya? Kemudian akan menjadi lebih kecil, artinya tidak banyak TKI lagi yang bisa ke luar negeri. Apa ini yang termasuk sesuatu yang dipikirkan oleh Pemerintah di dalam membuat Undang-Undang ini? Tidak hanya untuk melindungi, itu terpikirkan juga atau tidak di dalam intent membuat undang-undang ini? Jadi, dua pertanyaan ini mohon dijawab terlebih dulu oleh Pemohon. Terima kasih. 75. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Ya, Pemohon dulu. Silakan. 76. PEMOHON : NOVA MA’RUF Baik. Terima kasih Majelis. Jadi berkaitan dengan pertanyaan pertama tadi, bahwa apakah TKI membiayai dirinya dalam rangka keberangkatan. Di dalam penempatan TKI ini ada dua kategori, adalah kategori perempuan dengan laki-laki. Apabila seorang perempuan yang menjadi TKI, maka dia seluruhnya akan dibiayai oleh pengguna jasa, dari mulai titik awal sampai titik akhir. 77. HAKIM : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L. Itu hanya perhitungan, tapi nanti akan di-charge bukan? Dipotong kepada gaji berapa yang diterima? 78. PEMOHON : NOVA MA’RUF Sama sekali tidak ada, kalau untuk perempuan tidak ada. Jadi seluruhnya ditanggung oleh pengguna jasa, bahkan termasuk di dalamnya apa yang kita namakan biaya rekrutmen yang selama ini di publik dibalik, bahwa seolah-olah kita memungut dari TKI. Padahal, seyogyanya kita yang memberikan jasa kepada orang yang membawa itu memberikan penggantian transport. Jadi termasuk itu sendiri yang kita keluarkan. Dan itu ditanggung sepenuhnya oleh pengguna jasa. Ada hal yang ditanggung oleh TKI yang sebetulnya pada awal dahulu kala, tahun 1980 itu sama-sama ditanggung oleh pengguna jasa, tapi kalau pertumbuhan adanya kompetitir negara lain, maka khusus untuk laki-laki dibiayai oleh dirinya sendiri. Untuk biaya penempatan dibiayai oleh dirinya sendiri itu, kami menghitung kurang lebih setara dengan empat bulan gaji dari kontrak selama dua tahun. Jadi pihak pengguna jasa hanya memberikan perizinan untuk masuk dan bekerja ke negara penempatan. Adapun transportasi yang diperlukan dari negara rekrut ke negara penempatan ditanggung oleh TKI itu sendiri, kecuali dalam hal mereka selesai melaksanakan kontrak kerja, maka biaya kepulangannya ke negara kita, ke negara asalnya ditanggung oleh pengguna jasa. Terima kasih. 79. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H. Ada tambahan? Sama? Baik, saya persilakan Pemerintah. 80. PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA, M.Si. (MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Ya, terima kasih. Pertama, terkait dari pertanyaan tadi mengenai dari anggota Hakim Majelis yang terhormat. Apakah memang ada maksud Pemerintah membatasi TKI ke luar negeri terkait dengan masalah pendidikan. Terus terang saja, Pemerintah konteksnya adalah dalam rangka memberi perlindungan kepada TKI, pertama itu. Kemudian yang kedua, terkait dengan masalah pendidikan. Ini memang faktanya adalah bahwa negara yang ditempati ini mempunyai suatu ketentuan, mempunyai spesifikasi. Jadi, bukan just quantity daripada sang TKI. Nah, di sinilah makanya kepada perusahaan-perusahaan PJTKI ini betul-betul memahami hubungan G to G (government to government) dan regulation masing-masing negara penempatan. Bisa dibayangkan kalau terkait masalah induction training, mereka juga harus memahami seluk-beluk aturan di negara itu dan yang kita kirim itu adalah orang-orang yang tidak tamat SD, maka ini menjadi masalah. Akhirnya, TKI ini ketika bersama-sama majikannya, komunikasi tidak bisa, pemahaman masalah hubungan kontraktual tidak bisa, dan lain sebagainya. 81. HAKIM : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L. Kalau itu masalahnya, kenapa itu dicantumkan dalam undang-undang kita? Bunyinya pendidikan, tidak saja disesuaikan dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh negara penerima, karena negara penerima tentu bervariasi syaratnya, jadi tidak ditentukan 18 tahun atau SLTP, tapi TKI yang ditempatkan pada satu negara disyaratkan memenuhi ketentuan tenaga kerja dimana dia akan dikirim, kalau memang persoalannya itu. 82. PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA, M.Si. (MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Ya, suatu kenyataan Bapak anggota Majelis Hakim. Bahwa, kita akan kesulitan di dalam proses education atau pemahaman daripada tenaga kita yang dikirim ke sana, karena persyaratannya cukup tinggi. Ini kenyataan, bagaimana kurikulum kita sendiri, di sistem pendidikan kita sendiri, tingkat SD itu memahami masalah-masalah yang terkait masalah peraturan, masalah kontraktual, dan kebanyakan malah faktanya, kontraknya saja itu tidak dipahami betul, kontraknya saja tidak dipahami. Jadi ketika ke sana, terus kemudian majikan itu melanggar kontrak dia juga tidak paham, dia sendiri melanggar kepada kontraknya itu tidak paham. Oleh karena itu, di dalam rangka perlindungan itulah sebetulnya, konteksnya sebetulnya masalah itu. Jadi tidak ada sama sekali masalah diskriminasi pada pendidikan, tetapi Pemerintah memberi fasilitas, yaitu yang masih SD ada paket pendidikan penyamaan, kejar paket B, itu ada. Proses begitu ada, sehingga dengan demikian agar pengiriman ini, satu sebagai warga 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
bangsa yang dikirim ke negara lain juga ada nilai-nilai education, ada nilainilai culture, nilai-nilai bangsa yang dibawa oleh mereka secara psikologis. Kemudian yang kedua adalah, kami akan menjelaskan terkait masalah Pasal 13 bahwa di sini kalau Pasal 13B, adalah persyaratan modal disetor sebagai Persero. Jadi memang benar ini adalah persyaratan administratif daripada sebuah P.T. Kemudian C, harus digabung lagi dengan C, harus menyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar lima ratus juta. Ini karena, bahwa TKI yang kita kirim ke luar negeri seperti yang kita ketahui bersama, bahwa permasalahannya memang resikonya itu cukup tinggi. Jadi, sebagai perusahaan tentunya sudah harus siap ketentuan ini, bukan di balik ya! Kalau saya akan membuat perusahaan, itu sebetulnya kita harus mempelajari peraturan atau ketentuan yang ada, baru saya mendirikan, bukan saya membuat perusahaan, maunya saya peraturan harus ikut saya, itu tidak bisa. Tidak ada itu di mana saja, kemudian kalau dikaitkan lagi Pasal 50 dari Penggugat, pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi, ini syarat. Kalau sekarang dikaitkan oleh Penggugat ke Pasal 103 ayat E yang merupakan sanksi, ini harus dipisahkan. Ini syarat kok, tetapi ketika Saudara melanggar, ya kena sanksi. Sanksi di Pasal 103 ayat sub E, ini tidak bisa dipisahkan sebagai institusi lain, tidak bisa ini, karena kalau ini saya cabut maka ketika ada PJTKI, maaf ya tidak semua baik, kalau semua baik, saya rasa undang-undang tidak perlu. Kalau ada PJTKI yang nakal bahwa ternyata uji kesehatan, uji psikologi ini tidak memenuhi syarat, tetapi tetap dipakai, ya kena sanksi. Jadi yang terhormat Bapak Majelis, Ini harus ada kaitannya kalau ini dicabut, maka pasal ini tidak ada artinya, padahal ini sangat penting. Bagaimana kita mengirim tenaga kerja yang tidak di tes kesehatannya dan psikologinya? 83. HAKIM : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L. Tetapi mengenai ini, sejauh yang saya tangkap. Kalau penempatan tenaga TKI ini mengirimkan orang yang akan ke luar negeri kemudian ada lembaga tes, dan dia bukan yang mengetes, atas hasil lembaga tes itu lolos. Setelah lolos dikirim ke luar negeri, pada saat dikirim ke luar negeri, di tes di mana negara dikirim, maka dia tidak lolos. Ketidaklolosan dites di sana ini, menurut ketentuan ini, tanggung jawab dari pengirim. Persoalannya di situ, bukan keseluruhannya. Kalau yang seperti disampaikan contoh itu jelas dia tidak lolos dikirim itu, jelas pasti ada pelanggarannya, kalau yang lolos pun dikirim, itu tidak ada jaminan bahwa di sana lolos. Pada saat di sana tidak lolos, itu dibebankan kepada pengirim di sini, ini yang jadi persoalan. 84. PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA, M.Si. (MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Majelis hakim, Logikanya yang punya hak mengirim TKI itu siapa? Lembaga psikologi atau lembaga pengetes kesehatan? Hal yang punya hak dalam undang-undang ini adalah PJTKI, syaratnya itu untuk Pasal 50. Jadi, artinya mereka itu harus bertanggungjawab karena lembaga psikologi dan lembaga tes kesehatan ini tidak mengirim, yang mengirim adalah perusahaan, karena ini antara perusahaan yang diberi kewenangan oleh Pemerintah untuk yang mengirim yang namanya TKI dengan persyaratan-persyaratan itu. Seandainya lembaga psikologi maupun lembaga kesehatan itu yang mengirim kemudian tidak lolos, sanksi ini kena kepada company, ini perusahaan, bukan institusi. Jadi, saya rasa jelas sekali Bapak Hakim, bahwa pasal ini sangat related, sangat relevan dengan pasal yang terkait itu. Jadi harus kita baca secara utuh. 85. HAKIM : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L. Ini begini Pak, maaf ini saya, supaya jelas ya Pak. 86. KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, tapi sudah cukup jelas kan? 87. HAKIM : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L. Tidak, ini persoalannya adalah ketentuan pidana. Pasal 103 adalah ketentuan pidana, ini masalahnya. 88. KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, nanti pertanyaan ini boleh nanti ditambah kalau di samping keterangan lisan, Bapak Menteri nanti bisa ditambahkan juga dalam keterangan tertulis, karena kalau ada hal-hal yang misalnya dianggap kurang memberi keterangan tadi, ditambahkan saja aspek-aspek yang belum muncul. Nah, sekarang saya lanjutkan, masih ada banyak ini. Ke kiri dulu, nanti ke kanan dua lagi, bagaimana kalau sekaligus saja, dicatat dulu begitu, silakan Bapak Hakim Roestandi dulu, nanti baru Bapak Maruarar. 89. HAKIM : H. ACHMAD ROESTANDI, S.H. Terima kasih Ketua, Melanjutkan pertanyaan berkaitan dengan Pasal 50 dan 103, saya ingin menyampaikan pertanyaan kepada Pemerintah, mohon perhatian. Bapak Menteri, mohon perhatian? Melanjutkan pertanyaan antara kaitan Pasal 50 dengan Pasal 103 itu, kalau menurut pendapat saya, pelaksana swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi. Jadi kalau memang 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
ini syaratnya sudah dipenuhi, ini tidak akan kena Pasal 103 barangkali begitu barangkali ya. Adapun nanti yang salah itu tim psikologi dan kesehatan, itu barangkali masalah intern, tetapi kalau seandainya dia sama sekali tidak mempunyai persyaratan tersebut, tentu dia harus dikenakan Pasal 103. Nah, di sini di dalam Pasal 49 disebutkan bahwa ketentuan penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan dan psikologi bagi calon TKI yang penunjukkan sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Nah, yang ingin saya tanyakan, apakah Peraturan Presiden ini sudah ada atau belum? Kalau seandainya belum ada, tolonglah apa yang hidup tadi dan unek-unek di sini ini, tolong benar-benar dijelaskan nanti dirinci di dalam Peraturan Presiden. Demikian Pak Menteri. 90. KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan atau Pak Hakim Maruarar, silakan. 91. HAKIM : MARUARAR SIAHAAN, S.H. Terima kasih Bapak Ketua. Saya sudah mendengar tadi filosofi perlindungan yang dikutip oleh Bapak Menteri Kehakiman dan juga dari Bapak Menteri Hukum dan HAM, tetapi di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 39 juga saya kutip sedikit di sini, dikatakan di sini bahwa pada hakikatnya ketentuan hukum yang dibutuhkan dalam masalah ini adalah ketentuan yang mampu mengatur pemberian pelayanan penempatan bagi tenaga kerja secara baik, pemberian pelayanan penempatan secara baik di dalamnya mengandung prinsip murah, cepat, tidak berbelit-belit, dan aman. Pengaturan yang bertentangan dengan prinsip tersebut memicu terjadinya penempatan tenaga kerja ilegal yang tentunya berdampak kepada minimnya perlindungan bagi tenaga kerja yang bersangkutan. Pertanyaan saya kalau saya mengikuti tadi juga pasal-pasal yang ingin diuji oleh PEMOHON tu, ada dua yang agaknya maksud Pemerintah melindungi, tetapi secara kenyataan mungkin meragukan bagi kita apakah dia memberikan perlindungan secara benar. Pertama Pasal 20 itu, dimana dikatakan PJTKI harus ada wakilnya di sana, berbadan hukum di luar negeri. Hal yang menjadi pertimbangan saya, apakah itu menjadi murah? Apakah misalnya tidak dicarikan satu jalan bahwa ada di sana yang bisa menjadi mitra, karena saya ingat, Mongolia sendiri karena miskin, tidak punya perwakilan di Indonesia. Untuk Asia Tenggara barangkali hanya ada di Thailand misalnya, jadi PJTKI untuk menempatkan suatu wakil di luar negeri berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara tujuan, tampaknya juga ini belum disinkronkan dengan negara tujuan masing-masing, apakah memang untuk pengerahan tenaga kerja seperti ini di 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
negara tujuan itu harus berbadan hukum? Ini kelihatannya menjadi sesuatu yang seandainya “ya” menjadi tidak murah, seandainya “tidak” menjadi tidak relevan aturan itu. Hal yang kedua, mengenai modal tadi, tampaknya juga dengan modal atau dengan market-nya PJTKI adalah TKI-TKI yang relatif ekonomi lemah dan mereka memperoleh revenue, tentu dari hasil itu. Tampaknya memang, modal yang diharuskan itu bisa jadi agak besar, oleh karena itu menjadi persoalan, apakah Pemerintah mengharapkan suatu kompetisi yang besarbesaran, kompetisi yang bebas bagi pemodal besar di bidang pengerahan tenaga kerja ini atau justru di dalam memberikan perlindungan seperti Undang-Undang Dasar 1945 itu, bukan hanya melindungi pengusaha besar saja tetapi pengusaha kecil, bukan hanya melindungi supaya orang tidak mengalami kesulitan di luar negeri tetapi juga melindungi supaya memiliki pekerjaan secara bermartabat. Apakah terlihat tidak, bahwa ini sebenarnya membuka satu keharusan untuk melakukan suatu kompetisi dan tidak mempermudah sebagaimana juga di dalam filosofi pembukaan maupun penjelasan Undang-undang Nomor 39? Demikian pertanyaan saya, Bapak Ketua. 92. KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ok, satu lagi Bapak Mukhtie. 93. HAKIM : Prof. MUKHTIE FADJAR, S.H., M.S. Terima kasih, saya akan bertanya, ini pertanyaan untuk Pemerintah ini berkaitan dengan persyaratan pendidikan bagi TKI di luar negeri yang tadi keterangan Bapak Menteri bahwa lulusan Sekolah Dasar pun sebetulnya tidak dilarang untuk bekerja, tapi persyaratan di Pasal 35 huruf d ini memang mensyaratkan SLTP, lulusan SLTP atau yang sederajat. Tadi ada tambahan keterangan dari Bapak Menteri Tenaga Kerja, bahwa itu agar mereka bisa memahami isi kontrak-kontrak. Pertanyaannya adalah dikaitkan dengan realitas masyarakat kita yang memilih tenaga kerja yang ke luar negeri ini mayoritas itu adalah pembantu rumah tangga, yang mayoritas itu berpendidikan Sekolah Dasar, nah ini bagaimana ini jalan keluarnya untuk mengatasi tenaga kerja yang mayoritas Sekolah Dasar, sementara persyaratan undang-undang adalah SLTP dan sederajat. Apakah kursus-kursus seperti kejar paket yang diselenggarakan oleh pendidikan luar sekolah itu bisa mengakomodasi seluruh jumlah tenaga kerja yang kita miliki dengan kenyataan yang ada ini? Dan lulusan SLTP pun juga tidak mudah memahami kontrak-kontrak, nah ini tanggung jawab siapa sebetulnya, apakah ini pengirim tenaga kerja atau si calon tenaga kerja untuk bisa memahami kontrak-kontrak? Dan sebetulnya yang paling penting, sebetulnya adalah bagaimana proteksi Pemerintah terhadap tenaga kerja yang di luar negeri yang selama ini telah banyak kritik tentang kurangnya perhatian terhadap tenaga kerja di luar negeri. 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Terima kasih. 94. KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, karena banyak jurusan kiri, saya persilakan Pemerintah dulu yang menjawab, silakan. 95. PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA, M.Si. (MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Mohon izin, karena ini Dirjen Teknis. 96. KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Oh, iya silakan-silakan. 97. PEMERINTAH : I GUSTI MADE ARKE TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI)
(DIRJEN DEPARTEMEN
Atas seizin Bapak Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ketua Majelis dan anggota, perkenankan kami menyampaikan penjelasan, terutama masalah pembatasan Sekolah Dasar. Data inpres menunjukkan bahwa 75% TKI yang bekerja di luar negeri sektor rumah tangga dan hampir seluruh mereka itu berpendidikan Sekolah Dasar, oleh karena bekerja di sektor rumah tangga ini sangat sulit dilakukan pemantauan dan pengawasan oleh setiap perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, jarak perjauhan dan jumlahnya cukup banyak, itu pertama. Yang kedua, TKI yang berpendidikan SD dan bahkan tidak SD sekarang ditempatkan di berbagai negara, itu amat rentan terhadap eksploitasi terutama menyangkut tiga hak, pertama hak perburuhan, di dalam hak perburuhan itu diatur tentang kepastian jam kerja, kepastian upah yang diterima, kepastian majikan dan kepastian apa yang mereka pekerjakan. Ini mereka tidak pahami, sehingga banyak mereka yang tidak digaji juga tidak berani meminta, disuruh bekerja di beberapa rumah juga mereka tidak bisa menolak, tidak mampu memahami. Belum lagi yang menyangkut hak-hak asasi manusia, apa mereka diberikan tempat tinggal yang layak, diberikan makan yang layak dan sebaginya-sebagainya, termasuk juga hak sipil. Manakala Pemerintahan Indonesia menyelenggarakan hajat politik, penyelenggaraan pemilihan umum, mereka tidak mampu menyampaikan bahwa saya ini harus diberi hak untuk keluar rumah menggunakan hak pilih mereka, ini amat luar biasa, sehingga ada pemikiran dengan dibatasinya pendidikan minimal SLTP dan sederajat, tidak berarti Pemerintah mau membatasi penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri bahkan mendorong, tetapi dilihat dari aspek kualitasnya. Kuantitas yang kurang baik kita kurangi, kualitas kita dorong. 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Dengan melihat kenyataan di lapangan, bahwa angkatan kerja yang ada di Indonesia sekitar 50% berpendidikan SD ke bawah dan amat menyadari mereka juga sangat sulit memasuki akses kerja di dalam negeri. Pemerintah mengambilkan, mencari jalan keluar bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Nasional, bagi warga negara yang tidak lulus SMP dan berkeinginan bekerja ke luar negeri dipersilahkan mengikuti Kejar Paket B agar mereka setara SLTP, di dalam Kejar Paket B inilah mereka diberikan pemahaman bagaimana caranya membela diri secara dini, apabila diberi pekerjaan-pekerjaan berlebihan di luar kontrak kerja, bagaimana caranya mereka meminta gaji, karena sebagai hak perburuhan mereka setiap bulan harus minta gaji. Di Kejar Paket B ini kita akan berikan, ini pun masih kita uji kalau mereka, lulus silakan. Ini Ketua Majelis dan para anggota Majelis. Jadi, sama sekali tidak ada niat Pemerintah untuk membatasi bahkan kita mendorong, karena apa, angka-angka menyatakan bahwa tingkat remitansi TKI kita yang bekerja di luar negeri cukup dan sangat bermanfaat bagi kami, untuk kesejahteraan keluarga dan diri mereka sendiri. Tadi dipermasalahkan juga masalah perwakilan, hampir 80% PJTKI di Indonesia itu menempatkan TKI ke luar negeri dengan berbagai cara, kalau di kawasan Asia Pasifik mereka namanya dijual lepas, mereka kasih TKI ke agen terserah agen dicarikan majikan ke mana saja. Sehingga kajadian-kejadian TKI tidak langsung diketahui oleh PJTKI, Pemerintah dibuatnya kaget-kaget, tahu-tahu sudah mengalami permasalahan penyiksaan fisik, tahu-tahu sudah meninggal. PJTKI-nya kita tanya tidak tahu, karena dijual lepas. Untuk Timur Tengah namanya tanpa ba’dilah jadi ada agen, ini TKI saya seratus, silakan, dibawalah ke Timur Tengah di-taruh di mana-mana itu, di majikan-majikan. PJTKI jarang tahu, tidak dimonitor, menimbulkan hal yang sangat mengenaskan, sehingga Pemerintah mewajibkan agar para PJTKI mendirikan perwakilan di luar negeri, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama, agar dimanapun TKI yang di agen itu ditempatkan, bisa dipantau setiap saat. Ibaratnya satu helai pun rambut rontok TKI itu harus diketahui, karena ini menyangkut harkat martabat bangsa, nama baik bangsa. Jangan sampai ada istilah enaknya di PJTKI, susahnya di Pemerintah ini jadi tidak fair, tidak imbang. 98. HAKIM : MARUARAR SIAHAAN, S.H. Tapi saya potong, apakah pernah misalnya Pemerintah memiliki satu kontak yang continue dengan tenaga kerja yang ditempatkan yang menurut Bapak Dirjen tadi ditelantarkan itu? Sehingga tidak satu helai pun rambutnya rontok dan menurut Undang-Undang Dasar Anda melindunginya. 99. PEMERINTAH : I GUSTI MADE ARKE TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI)
(DIRJEN DEPARTEMEN
Memang salah satu kewajiban Pemerintah Indonesia melalui perwakilan di setiap negara penempatan TKI, wajib memberikan pelayanan 2 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
dan perlindungan. Tetapi ada culture negara-negara tertentu yang kita tidak bisa masuk ke rumah tangga orang untuk menanya “ini orang Indonesia atau tidak bekerja di dalamnya”, kalau di Timur Tengah, Bapak dan Ibu sekalian, tidak mungkin kita datang ke rumah tangga-ke rumah tangga menanyakan adakah Warga Negara Indonesia bekerja di sini, tidak. Kalau di kawasan Asia Pasifik tertentu masih terbuka, masih kita bisa masuk, tetapi untuk di Korea Selatan tidak bisa, untuk di Jepang tidak bisa, untuk Malaysia masih bisa, di Singapura masih bisa, di Hongkong terbatas kita bisa masuk ke flat-flat di mana TKI bekerja. Untuk itulah harapan Pemerintah hanya datang dari PJTKI, karena mereka menempatkan, bekerja sama dengan agen mereka. Tetapi oleh karena sifat agen hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri dan kepentingan majikan, dan kepentingan bisnis semata dilalaikanlah sifat-sifat ini, sehingga sering terjadi sengketa antara PJTKI dengan agen. Kami sering menyelesaikan sengketa antara PJTKI dengan agen, karena berbeda kepentingan di sana, jadi agen yang ditunjuk oleh PJTKI untuk mengageni TKI di luar negeri semata-mata mereka mementingkan bisnis mereka, apalagi kepentingan PJTKI, kepentingan TKI pun jarang dan bahkan kalau kita ungkap berbagai masalah akan panjang ceritanya Bapak Hakim dan Bapak Ketua yang kami hormati. 100.HAKIM : MARUARAR SIAHAAN, S.H. Tapi dalam policy kalau memang melanggar HAM itu kenapa tidak dilarang saja ke negara-negara tertentu sama dengan investasi bisa dibidang tertentu tertutup, kita juga menutup kalau itu memang tidak memenuhi standar HAM Universal, Pemerintah menyatakan tutup untuk daerah itu. Itu bentuk perlindungan, bukan? 101.PEMERINTAH : I GUSTI MADE ARKE TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI)
(DIRJEN DEPARTEMEN
Ya, Bapak, sehingga di dalam ketentuan sekarang bahwa Pemerintah Indonesia hanya menempatkan TKI ke negara-negara; 1. Yang telah menyepakati perjanjian bilateral antara Indonesia. 2. Negara bersangkutan memiliki ketentuan perburuhan ataupun perburuhan yang menjamin perlindungan hukum dan pembelaan hak tenaga kerja asing yang bekerja dinegaranya. Tetapi, ada negara kedua-duanya tidak dimiliki oleh karena faktor-faktor tertentu. 102.HAKIM : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L Ketentuan itu ada di undang-undang ini?
3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
103.PEMERINTAH : I GUSTI MADE ARKE TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI)
(DIRJEN DEPARTEMEN
Ada. 104.HAKIM : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L Pasal berapa itu? 105.PEMERINTAH : I GUSTI MADE ARKE TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI)
(DIRJEN DEPARTEMEN
Pasal 27, jadi untuk kasus-kasus sekarang ini sebagai ilustrasi Bapak dan Ibu sekalian, terhormat Ketua Majelis yang kami hormati. Negara-negara yang belum memiliki ketentuan hukum perburuhan yang menjamin perlindungan hukum dan pembelaan hak tenaga asing yang bekerja di negaranya, negara belum juga yang bersangkutan belum memiliki perjanjian bilateral, tapi kita juga tempatkan ada pertimbangan-pertimbangan khusus yang untuk menutup atau membuka memerlukan pendapat publik. Mohon maaf seribu maaf kepada Bapak Ketua Hakim dan para anggota. Arab Saudi, Kerajaan Arab Saudi Bapak Ibu sekalian, tidak memiliki ketentuan tata negara yang menjamin perlindungan hukum dan hak-hak pembelaan hak TKI, terutama di sektor rumah tangga. Tetapi belum juga memiliki perjanjian bilateral tentang penempatan TKI di sektor rumah tangga terhadap Indonesia, tapi manakala kita menutup sementara dari bulan Januari sampai bulan Juni untuk memaksa Pemerintahan Arab Saudi mengakui perjanjian kerja dan mau mengakui, bahwa seluruh TKI itu tercatat di setiap perwakilan Republik Indonesia di Jeddah dan Riyadh. Reaksi dari masyarakat tertentu Pemerintah dikatakan macam-macam. Padahal sebelumnya penempatan terhadap tenaga kerja Indonesia, khusus di sektor rumah tangga ke Arab Saudi tidak terdaftar di KBRI, tidak menggunakan perjanjian kerja. Sehingga ibaratnya itu menempatkan Manusia di Samudra Pasifik Bapak Hakim dan Ketua, tahu-tahu muncul ke permukaan masalah meninggal, segala macam-segala macam dan persentasenya semakin meningkat, karena di luar kontrol kita. 106.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Sampai sekarang meningkat? 107.PEMERINTAH : I GUSTI MADE ARKE TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI)
(DIRJEN DEPARTEMEN
Sekarang sudah, setelah Pemerintah Arab Saudi mau mengikuti ketentuan Republik Indonesia bahwa tenaga kerja yang bekerja di sektor rumah tangga di Arab Saudi menggunakan perjanjian kerja yang mengatur tiga 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
hak, hak perburuhan, jelas upah, jelas majikan dan nama serta alamatnya, diberikan waktu istirahat, jam kerjanya jelas dan diberikan hak cuti, ada hak asasi manusia di sana mengatur tentang tempat tidur dan sebagainya ada hak sipil dan harus terdaftar diperwakilan KBRI kita, barulah kita buka mulai tanggal 1 Juli 2005, setelah Pemerintahan Arab Saudi ok, saya setuju tentang ini. Sehingga sejak bulan Juni permasalahan demi permasalahan TKI di Arab Saudi relatif bisa kita kendalikan dan terdata sekarang. Mudah-mudahan mulai bulan Juni nanti tidak ada lagi ada isu “punya istri bekerja di Arab Saudi hilang”, setelah 10 tahun, 20 tahun bekerja tidak pernah kirim surat, PJTKI tidak tahu karena ketentuan yang seperti dulu itu berlaku, tidak harus terdaftar di KBRI. Pemerintah banyak diprotes oleh seorang Ibu-ibu, Bapak-bapak menanyakan anaknya yang bekerja di Arab Saudi 8 tahun, 10 tahun tidak ada kabar, seorang suami datang ke kantor tidak hanya puluhan, ratusan. Atas dasar itulah Pemerintah menata negara per negara tujuan penempatan, karena setiap negara penempatan tujuan penempatan TKI memiliki ketentuanketentuan hukum perburuhan berbeda. Memiliki konsekuensi law enforcement juga berbeda, juga memiliki culture kemampuan ekonomi dan sifat-sifat yang berbeda, termasuk karakteristiknya di dalam. Ini makanya penempatan tenaga kerja ke luar negeri harus diatur secara sungguh-sungguh dan hanya diberikan kepercayaan oleh Pemerintah kepada perusahaan penempatan tenaga kerja yang benar-benar bonafid, jangan berspekulasi, jangan bertindak sebagai calo, hanya mengumpulkan orang, dapat orang diberikan agen di Arab Saudi di luar negeri, setelah itu, terserah agen nanti ditempatkan di mana-mana terserahlah. Begitu ada masalah, oh bukan saya yang menempatkan katanya. Itu dipalsu cap saya, dipalsu tanda tangan saya, berkali-kali kejadian. Terakhir, Bapak Ketua dan Hakim yang kami hormati, kejadian Irak, bagaimana kasus Casingkem dan Istiqomah ditempatkan oleh salah satu PJTKI dengan tujuan Yordania, mereka ke Irak tanpa diketahui oleh PJTKI-nya. Padahal Irak karena negara yang bergejolak, kemudian melarang penempatan TKI ke Irak. Setelah diketahui, barulah diketahui PJTKI yang mengirim. Kenapa bisa seperti itu? Karena memang begitu, ditempatkan tanpa Ba’dila, diberi agen, terserah agen. Sebagai ilustrasi, Bapak Ketua yang kami muliakan beserta anggota yang kami muliakan, untuk negara-negara tertentu, permainannya sekarang seperti ini; sudah merembet di kawasan Negara Timur Tengah. Potongan dengan alasan biaya pendidikan TKI, biaya pendidikan bahasa TKI, maka TKI membayar sejumlah tertentu. Setelah TKI bekerja di luar negeri, mereka dipotong gajinya bervariasi, ada yang sampai 7 bulan. Logikanya setelah 7 bulan, mereka tidak lagi dipotong gajinya. Akan tetapi, atas rekayasa agen, di luar negeri dan ada satu atau dua PJTKI, TKI ini dipaksa keluar. Dicarikan majikan baru sehingga mereka bisa memotong gaji lagi. Setelah 7 bulan, dicarikan majikan baru lagi, dipotong lagi. Bagaimana ini, Bapak Ketua Majelis yang kami muliakan beserta anggota yang kami muliakan? 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Inilah penjelasan yang bisa kami sampaikan. Terima kasih atas kesempatannya, terhormat kepada Bapak Menteri. Sekian, terima kasih. 108.PEMERINTAH : IR. ERMAN SUPARNO, MBA.,M.SI.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Boleh kami tambahkan, Bapak Ketua? 109.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Boleh. 110.PEMERINTAH : IR. ERMAN SUPARNO, MBA., M.SI.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Terima kasih. 111.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Nanti, setelah ini giliran Saudara, ya? Sabar, ya? 112.PEMERINTAH : IR. ERMAN SUPARNO, MBA., M.SI.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Terima kasih. Saya menjadi menteri belum dua bulan, kena flu TKI, ini berat badan saya turun 10 kg. Jadi begini, Bapak Hakim yang kami muliakan. Sungguh memang, permasalahan TKI kita ini bukan main. Apa yang disampaikan oleh Saudara Dirjen ini, bukan mengarang, fakta. Saya jam dua dilantik, jam empat serah terima, jam lima saya rapat kerja dengan eselon I, besok pagi saya habis Sholat Subuh, langsung Sidak dan melakukan deportasi 498 TKI kita dari Malaysia dideportasi. Masuk Tanjung Priuk saya Sidak ke sana. Setelah kita antar ke penampungan, kita tempatkan secara manusiawi, itu satu PJTKI pun tidak ada yang datang. Padahal dia tidak mungkin berangkat tanpa institusi, itu yang pertama. Kemudian yang kedua, setelah saya bertanya, “Adik-adik, ini ternyata setelah didata, adik-adik ini dideportasi karena adik-adik dinyatakan illegal. Tahu artinya illegal? “Tidak tahu, Pak”. Pada kenyataannya, yang legal itu kelihatannya hanya ada 4 (empat) dari 498 orang. “Mengapa tidak tahu?” 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Karena mereka itu, kebanyakan tidak lulus SD. Bahasa Indonesia saja tidak tahu. TKI yang dari NTB, bahasa Indonesia tidak tahu. Bagaimana saya mau menanyakan. Harus memakai bahasa Sasak. Tidak usah NTB-lah, ada yang dari Jawa Tengah, itu ada juga yang tidak bisa bahasa Indonesia. Untung saya orang Jawa Tengah, jadi saya pakai bahasa Jawa. 113.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ada yang dari Palembang, kan Pak? 114.PEMERINTAH : IR. ERMAN SUPARNO, MBA., M.SI.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Ya. Itu karena saya tidak bisa bahasa Palembang, saya tidak bertanya, itu. Bapak Hakim yang kami muliakan, itulah kenyataan. Kemudian setelah itu, tiga hari berikutnya saya Sidak ke Malaysia, ke Kedutaan Besar. Di sana ada 112 TKI kita, wanita. Semua dari kampung lalu di bawah umur. Akan tetapi, datanya adalah ya dipalsu umurnya. Dia juga tidak tahu. Saya Tanya, “Adik-adik tahu atau tidak? Kalau umurnya dipalsu?”. Jawabnya, “Tidak tahu, Pak, yang penting, saya sudah bayar ongkos. Saya ke sini tetapi ternyata di sini kerjaannya begini, begini, begini.” Yaitu 112 orang, bukan main. Itu kenyataan. Oleh sebab itu, Bapak Hakim yang kami muliakan dan Saudarasaudara Penggugat. Sebetulnya adalah semangat daripada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat itu, bagaimana kita sama-sama menyadari bahwa lapangan kerja di negara kita, memang belum bisa memenuhi, kenyataan pengangguran memang banyak. Marilah kita berikan peluang ke luar negeri. Akan tetapi yang profesional. Kemudian, yang PJTKI ini juga yang profesional. Jadi jangan diartikan bahwa Pemerintah ini seolah-olah kejam atau membatasi perusahaan-perusahaan PJTKI. Oh, tidak. Akan tetapi, di dalam rangka pembenahan maka marilah aturanauturan ini kita penuhi. Ini harus kita artikan begitu. Mohon maaf tadi, ada pertanyaan dari salah satu anggota Majelis yang terhormat mengenai Pasal 21. Pelaksanaan penempatan TKI swasta, di situ dikatakan adalah “Dapat membentuk kantor cabang di daerah, di luar wilayah domisili kantor pusat” Jadi, maksudnya adalah karena ini masih kata “dapat” itu di dalam proses itu tidak harus dan karena ini waktunya juga adalah 5 tahun, maka sebetulnya masih ada fleksibitas masalah waktu. Tetapi ketika perusahaan itu perform, survive, maka itu menjadi sebuah ketentuan yang harus dipenuhilah. Karena ini bagian daripada minimum kualitas manajemen sebuah perusahaan. Kalau perusahaan tidak memenuhi kriteria dua saja, yaitu minimum kualitas manajemen perusahaan itu, kedua, minimum kualitas services, ya ini kacau. 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Kemudian, terhadap Pasal 13 yang terkait dengan modal, Yang Terhormat Bapak tadi. Yang B, “Memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian” Ini memang sudah ketentuan di dalam Undang-Undang Perseroan Nomor 1 Tahun 1995, kalau tidak salah. Saya waktu itu juga terlibat, tapi sudah agak lama jadi lupa. Nah, besaran ini, karena ini juga terkait pada ketentuan 5 tahun. Jadi sebetulnya, modal di disetor ini hierarkinya di dalam Undang-Undang Persero, saya rasa rekan-rekan PJTKI tahu lah ini. Beda dengan yang poin C, semangat yang C adalah “Menyetor uang kepada Bank sebagai jaminan sebesar lima ratus juta”. Jaminan ini sebetulnya karena terkait resiko TKI yang dikirim itu cukup tinggi karena lintas negara. Jadi, ada semangat perlu ada jaminan sehingga karena tanggung jawab masalah TKI yang ditempatkan itu juga masih menjadi tanggung jawab perusahaan itu, maka kalau ada hal-hal ada di luar---karena---maksud kami, kalau ada hal-hal yang mengakibatkan resiko, maka bisa ter-cover. Sehingga apa yang dikhawatirkan oleh, yang tadi dijelaskan Saudara Dirjen bahwa permasalahan-permasalahan di sana, yang akhirnya yang meng-cover, Pemerintah lagi. Contoh-contoh tadi, TKI yang dideportasi, itu akhirnya memulangkan ke asalnya masing-masing juga Pemerintah lagi, jadi begitu. Kemudian pada saat masih ditampung, makan, tidur, dan sebagainya masih Pemerintah lagi. Kita harapkan justru, dengan undang-undang inilah mari kita sama-sama membangun PJ TKI kita yang perform ke depan, sehingga anak bangsa kita yang ditempatkan di luar negeri adalah bagian daripada culture bangsa kita. Saya rasa itu, Bapak Ketua. Terima kasih. 115.HAKIM : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Bagaimana dengan Pasal 40 dan 49 mengenai Perpres? 116.PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA., M.SI.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Jadi, Peraturan Presiden masih dalam proses. Jadi kami catat tadi. Terima kasih. 117.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, sekarang giliran Saudara. Sudah dengar semua? Belum pernah dengar ini kira-kira yang dijelaskan ini selama ini? Sudah ya? Silakan kalau mau memberikan keterangan dengan perspektif yang berbeda itu mungkin atau ada yang dianggap perlu ditambahkan. Silakan. 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
118.KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Terima kasih, Majelis. Bahwa pada dasarnya, kami juga sependapat. Bahwa perlu adanya suatu perlindungan terhadap penempatan atau proses penempatan TKI ke luar negeri dalam hal ini Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. Tetapi yang kami maksudkan bukan bertentangan dengan undang-undang-nya, melainkan pasal-pasalnya ada yang tidak berkenan dengan Undang-Undang Dasar. Lalu ada tanggapan dari Wakil Pemerintah yang tentunya kami tidak berkompeten untuk menanggapi, misalnya soal penempatan ke Negara Irak. Oleh sebab itu, bukan oleh PJTKI, melainkan penempatan oleh illegal. Dalam hal ini, PJTKI tidak mendapat sanksi yang berarti bukan oleh PJTKI. Jadi kami tidak bisa memberikan tanggapan. Akan tetapi, justru karena ditambahkan ada beberapa penempatan atau keberangkatan TKI secara ilegal, ilegal dalam arti tidak memenuhi prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia, tetapi memenuhi prosedur negara yang menampung. Justru yang menjadi pertanyaan adalah kena apa bisa berangkat? Kenaapa mereka bisa berangkat? Ini tentunya merupakan justru Pemerintah cq. Depkumham cq. Kantor Emigrasi yang memberikan jawaban. Kenapa mereka bisa berangkat di titiktitik perbatasan? Bukan jawaban kami untuk, bukan kompetensi kami untuk menjelaskan itu. 119.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Bagus juga, ini. 120.KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Maaf, kami hanya untuk meluruskan bahwa dalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas, tidak ada ketentuan modal setor yang ditentukan besarnya. Tadi beliau menyampaikan bahwa ketentuan modal setor dan deposito tadi adalah mengikuti Undang-Undang Perseroan Terbatas. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak ditentukan besarnya, demikian. Lalu mengenai SLTP, Majelis, bahwa kalau tidak salah, kami menanggapi wakil Pemerintah tadi menyatakan bahwa lulusan SD. Tetapi, kalau melihat dan membaca bunyi pasal ini, “Berpendidikan sekurangkurangnya lulus sekolah lanjutan tingkat pertama”. Jadi dalam pelaksanaan, lulus SD tidak diterima dan lulus SMP pun atau sedang mengikuti pendidikan SMP tetap tidak diterima. Harus lulusan SLTP, dengan kata lain harus berpendidikan SMA. Kami tunjukkan lulusan SD, tidak bisa. Kami tunjukkan sedang melakukan pendidikan SLTP kelas 1, kelas 2, juga tidak diterima. Dikatakan tetap melanggar. Dengan demikian 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
dikenakan sanksi pidana maupun denda yang demikian tinggi dan diancam. Demikian yang banyak digerebek-gerebek selama ini. Lalu mengenai SLTP tadi Majelis, perlu kami menyampaikan program penyetaraan yang dimaksud itu tentunya dan memang demikian kenyataannya, memerlukan biaya tambahan, kedua merupakan kebijakan baru yang dengan kata lain berjalan sebagaimana mestinya dan banyak juga kami tidak tahu harus bagaimana?, melaksanakannya di penampungan kami maksudnya PJ TKI atau di kampung halaman?, sebab pada saat ditempat kami lalu datang aparat, kami katakan sedang melakukan pendidikan tidak bisa, pokoknya tunjukkan sudah lulus SLTP. Jadi pelaksanaan penyetaraan ini di lapangan rancu selain menimbulkan tambah biaya juga berjalan tidak sebagaimana mestinya, mengenai perlindungan yang tadi Pemerintah mengatakan kesulitan dengan adanya undang-undang dan kebudayaan maka dengan demikian Pemerintah saja yang punya hubungan dan kewenangan Diplomatik dengan segala fasilitas yang ada mengakui mempunyai kesulitan. Untuk melakukan perlindungan tadi diakui Majelis, kami kesulitan karena ada undang-undang yang berbeda setempat dan kebudayaan, dengan mempunyai hubungan diplomatik dan fasilitas yang sedemikian Pemerintah mengakui kesulitan apalagi kami Majelis yang hanya warga negara, semua perlindungan harus PJTKI padahal Pasal 77 perlindungan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan mulai dari penempatan sampai dengan perwakilan RI memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri. Sesuai peraturan perundang-undangan serta hukum kebiasaan internasional, tetapi pelaksanaannya 100% harus PJ TKI. Begitupun pada saat pemulangan, dari Bandara. Peraturannya memang PJTKI bertanggungjawab Pasal 75 Majelis. PJTKI bertanggung jawab untuk memulangkan TKI ke kampung halaman, tapi pelaksanaannya, kami sentuh pun tidak bisa, menyentuh pun kami tidak bisa. Maaf Pak, mungkin ini sebagai informasi Pak Menteri, bahkan kalau keluarga saja mau mengambil harus bayar Rp. 400.000, harus bayar, itu di pemulangan. Kami PJTKI tidak bisa menyentuh, tahu-tahu saja di koran misalnya, ada TKI yang di tipu, di peras, pelecehan oleh supir, itu PJTKI-nya yang ditekankan, pemberitaannya. Padahal kenyataannya, di pemulangan, di Bandara III, kami tidak boleh menyentuh, padahal Pasal 75 jelas, kepulangan TKI dari negara tujuan sampai ke daerah asal menjadi tanggung jawab PPTKIS. Tapi pelaksanaannya Pak Menteri tidak, kami tidak boleh menyentuh. 121.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Bayarnya ke mana itu? Tadi yang Saudara katakan, bayar itu, bayar kemana? 122.KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Bayar ke tim yang dibentuk, ditunjuk, dibentuk dan diangkat oleh Pemerintah Majelis, dalam hal ini Depnakertrans. Kami tidak ikut campur, tidak boleh ikut campur, dan mengenai banyaknya penempatan TKI secara ilegal oleh oknum-oknum tertentu justru mungkin, tapi ini suatu hal yang paling diinikan lagi, tapi mungkin karena beratnya syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk membentuk suatu institusi penempatan TKI, sangat berat, sehingga banyaklah yang melakukan penempatan TKI secara ilegal. Sedangkan untuk yang lain-lainnya Majelis, kami tetap kepada yang telah kami uraikan dalam surat permohonan, untuk yang lain-lainnya kami tetap seperti apa yang kami telah uraikan dalam permohonan dan ada ditambahkan oleh Pak Nova. 123.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan. 124.PEMOHON : NOVA MA’RUF Terima kasih, Majelis. Jadi, sebetulnya pada dasarnya kami ini sependapat dengan pemerintah, bahwa TKI itu adalah Saudara kita yang harus kita lindungi dan sama sekali kami tidak mempunyai perasaan bahwa kami menyampingkan faktor perlindungan, karena mereka adalah Saudara-saudara kita. Sebagai mungkin informasi tambahan kepada Majelis, bahwa keberadaan PJTKI sejak tahun 1983, ketika Pemerintah menyampaikan apa pun yang dilakukan oleh PJTKI, kami selalu mengatakan, “baik, yes”. Sebagai contoh, Pemerintah mengatakan bahwa PJTKI harus menyetor kepada Pemerintah 15 dollar untuk dana pembinaan, ok kami lakukan. Pemerintah mengatakan bahwa TKI harus diasuransikan senilai premi 40 dollar, kami laksanakan. Pemerintah mengatakan, Pemerintah kesulitan untuk mengembalikan TKI yang kembali dari luar negeri, yang terlantar, yang diberangkatkan secara ilegal, maka swasta harus memberikan konstribusinya, kami lakukan. Ini adalah suatu wujud komitmen dari kami, bahwa kami sebetulnya sama sekali tidak ada maksud berseberangan dengan Pemerintah dalam hal perlindungan, sama sekali tidak ada, itu adalah Saudara-saudara kami yang harus kita lindungi. Kalau kita sebagai bangsa tidak mau melindungi Saudara kita, mana mungkin kita mengharapkan bangsa lain untuk melindungi bangsa kita. Jadi, itu hanya ingin kami wujudkan bahwa komitmen sejalan dengan Bapak-bapak, bahwa perlindungan adalah merupakan bagian dari kita dan kami mempunyai satu moto yang berulang kali kami sampaikan, komitmen kami kepada Pemerintah bahwa perlindungan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penempatan, sehingga dengan demikian apa pun yang kita wujudkan dalam perlindungan, kami akan lakukan. Bukti lain lagi, kami sekarang sedang merancang satu sistem smart card, di mana kita akan mendeteksi dari mulai TKI, mendaftar, sampai kembali ke daerahnya. 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Dengan sistem yang demikian mahal, kami sedang mempersiapkan, kami tidak pernah minta biaya Pemerintah, kami akan lakukan itu semua untuk kepentingan TKI, karena kita tahu bahwa mereka adalah Saudara-saudara kita wajib kita lindungi. Jadi, sekali lagi saya sampaikan kepada Majelis dan kepada Bapakbapak Eksekutif, sama sekali tidak ada persoalan di antara, perbedaan pendapat mengenai perlindungan TKI antara Pemerintah dengan kami. Kami committed itulah bagian dari pada kami, tapi kami sebagai warga negara tentu mempunyai hak konstitusi, kami berkewajiban untuk menyampaikan kesulitan-kesulitan yang menurut kami, tapi sementara masyarakat tingkat rendah adalah merupakan kesulitan. Bapak bisa bayangkan bagaimana PJTKI bekerja dari tahun 1980, masuk ke daerah-daerah yang tidak pernah tersentuh oleh program Pemerintah apa pun, kami angkat mereka, kami didik mereka, kami tempatkan mereka, hanya PJTKI yang melakukan itu, Pemerintah tidak menyentuh itu. Kami bisa mengerti Pemerintah tidak melalukan karena keterbatasan dana dan lain sebagainya, tapi mari kita hargai walaupun dengan kata lain, tentu ada oknum PJTKI yang tidak baik. Kami setuju tindak PJTKI itu, kalau perlu cabut SIUP-nya dan pelakupelaku ilegal yang lakukan tindakan. Kami sependapat bahwa pelaku ilegal diancam hukuman demikian berat dalam undang-undang ini, kami tidak mengkutip itu, silakan dan kami dukung. Jadi sekali lagi, Majelis, kami tidak ingin bermaksud melihatkan kebaikan kami dan kami-kami hanya ingin gunakan komitmen-komitmen kami terhadap perlindungan. Jadi, sama sekali kalau tadi dikatakan oleh Pemerintah adanya PJTKI yang mengatakan jual-lepas, saya merinding, malu, saya sebagai bangsa dan itu cukup jelas aturannya. Kalau ada PJTKI seperti itu cabut saja SIUP-nya, kenapa harus dibiarkan, kami akan dukung PJTKI, asosiasi akan mendukung, kami siap Pak Dirjen, Pak Menteri, ketika Bapak menemukan PJTKI seperti itu, tapi sudah barang tentu setelah dibuktikan dengan kepastian hukum, tidak hanya berdasarkan suka. Kita tahu di negara kita ini, ketika orang berani berbicara ada satu resiko di belakangnya, itu sudah normatif dalam bangsa kita dan kita tidak bisa pungkiri, tapi saya siap untuk menghadapi itu kalau terjadi sesuatu nanti. Tapi demi Allah, saya tidak akan pertanggungjawabkan hanya kepada Majelis, saya berani pertanggungjawabkan kepada Allah SWT, bahwa saya, kami mewakili PJTKI dengan Apjati, kami sependapat, ketika di temukan PJTKI yang tidak baik, tindak. Bukti konkrit lagi Pak, kemarin kami mengucapkan ucapan terima kasih kepada kepolisian, bagaimana Kepolisian membongkar pengiriman ilegal di Bandung, Riau dan negara lainnya, kami demikian gembira, kami dukung kepolisian. Mari kita bergerak bersama-sama, kita bendung penempatan ilegal, karena itu tidak bisa dipertanggung jawabkan dan rawan untuk keselamatan bangsa kita. Demikian Majelis, mohon maaf apabila kata-kata yang kurang baik kepada Bapak-bapak sekalian, tapi yang jelas kami hanya memberikan komitmen kami sama, dalam perlindungan tidak bisa ditawar. 3 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Terima kasih, Majelis. 125.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ok, pokoknya kan tidak boleh dipukul rata, tapi yang kita persoalkan karena ini undang-undang, mana yang inskonstitusional, kan itu. Jadi, kita nanti kembali ke situ persoalannya. Yang tadi informasi itu bunga-bunga, fakta-fakta untuk menunjang saja. Sekarang saya persilakan satu lagi Saudara Pemohon kedua ini, apa masih ada tambahan atau sama saja? 126.PEMOHON : SOEKITJO. J.G. Ada sedikit tambahan. 127.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan. 128.PEMOHON : SOEKITJO. J.G. Bapak Majelis Hakim yang kami muliakan dan Bapak Pemerintah. Tadi kami mengamati jawaban-jawaban Pemerintah terhadap pertanyaan-pertanyaan Majelis Hakim. Itu di dalamnya pada garis besarnya kami tidak mendapatkan informasi yang lebih jelas dan benar. Jadi oleh sebab itu kami masih dalam tanda tanya, jawaban-jawaban Pemerintah itu sebagian besar kami kurang dan kami bahkan mungkin menolak. Kedua, mengenai masalah perlindungan, ini perlindungan ini benar dikatakan bahwa Pemerintah ini hanya melindung saja, tetapi bagaimana aspek politik daripada penempatan tenaga kerja yang di luar negeri yang telah memberikan devisa yang begitu besar kepada negara, kepada bangsa dan kepada rakyat Indonesia, bahkan kalau Bapak menyaksikan sendiri bagaimana Pak keadaan orang-orang perekonomian rakyat di desa perbandingannya dengan rakyat biasa Pak. Kalau orang belum pernah dikirim ke luar negeri, itu ekonominya lebih mapan Pak daripada rakyat biasa yang bekerja di sektor, di dalam negeri Pak. Dan yang ketiga, mengenai masalah pendidikan, ini katanya mereka yang dikirim itu tidak memenuhi syarat. Lalu siapa yang memberikan akreditasi Pak, itu Pemerintah, Depnaker dan itu bayar Rp. 200.000 Pak untuk akreditasi. Mengapa tidak, gagal? Akhirnya mereka disesalkan, bahwa mereka dikirim ke sana tidak benar begitu. Jadi saya menolak itu, Pak. Kemudian mengenai fasilitas Paket B, ini pelanggaran undang-undang Pak. Sebab yang dimaksudkan dengan SLTP, ya harus SLTP, mengapa harus dikatrol? SD menjadi SLTP, ini menjadi satu blunder yang di mana preseden, menjadi preseden bahwa sekali waktu ijazah mereka itu bisa dikatrol seenak begitu saja, sehingga menimbulkan persoalan dalam kualitas 4 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
pendidikan di Indonesia Pak. Jadi kami tidak setuju mengenai itu, alasan untuk ada Paket B, yang ini kerjasama oleh P&K, itu suatu perbuatan yang mubazir Pak, tidak benar itu. Mengenai katanya selama ini tidak ada perjanjian dengan luar negeri, memang yang disetujui itu adalah, perjanjian yang disetujui itu adalah urusan Pemerintah, bukan urusan TKI ataun PJTKI. Sebab selama ini Pak, zaman Pak Domo, itu sudah ada PK (Perjanjian Kerja) yang dilegalisir oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah luar negeri, jadi tidak benar punya kualitas, yang sudah dijamin oleh Pemerintah sendiri, ada perjanjian kerja Pak, hanya dulu yang modelnya lain dengan perjanjian sekarang dibuat Bapak Menteri sekarang, memang agak beda, tapi saya kira sama saja Pak. Jadi untuk itu saya kira alasan-alasan itu tidak benar. Terima kasih, sampai di sini dulu Pak, nanti kemudian akan kami sampaikan secara tertulis. Assalammu'alaikum, wr.wb. 129.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, saya kira karena sudah hampir jam 12.00, kecuali kalau Pemerintah mau menambahkan secara lisan sebelum nanti mendapat tertulis, misalnya tadi ada yang disebut-sebut soal imigrasi atau apa begitu, kalau mau ditambahkan informasi saya persilakan. 130.PEMERINTAH : Dr. HAMID AWALUDIN, S.H. (MENTERI HUKUM DAN HAM) Saya tidak masuki substansi yang mulia, saya hanya ingin mengatakan kepada Saudara Pemohon, tidak berada dalam posisi memberi judgment kepada jawaban Pemerintah atas pertanyaan Hakim. Yang memberi judgment adalah Yang Mulia Hakim atas jawaban, Saudara tidak punya kewenangan memberi judgment. 131.PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA., M.SI.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Sedikit, mohon izin Pak. 132.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, silakan. 133.PEMERINTAH : Ir. ERMAN SUPARNO, MBA., M.SI.(MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI) Dan saya juga, kalau tadi penjelasan Pemerintah dinyatakan bingung, saya juga malah bingung juga, karena Man Power Watch, itu yang saya tahu 4 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
misinya juga justru bagaimana TKI-TKI itu sebagai tenaga itu, tenaga kerja itu dilindungi. Tetapi Pemohon di sini malah justru saya melihat permasalahanpermasalahan itu bukan kepada substansi obyek yang dilindungi, jadi saya juga bingung. Tapi ok-lah karena ini masalah sidang di dalam sebagian pasalpasal undang-undang, jadi kita pada rule itu saja. Terima kasih. 134.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, jadi nanti kami persilakan ditambahkan saja di keterangan tertulis Pemerintah, tapi untuk seterusnya ini ada dari kami, yang dilihat adalah soal konstitusionalitas, apa yang tidak konstitusional yang dituduhkan oleh Pemohon tu apa, buktinya apa? Dalam rangka pembuktian, Saudara Pemohon ni mengajukan permohonan untuk didengarkan keterangann 21 orang sebagai Calon Ahli dan calon Saksi, jadi ini banyak benar ini, apa tidak bisa ini? Sebab dari kami menganggap ini sudah cukup, tapi sekiranya Saudara Pemohon memang sungguh-sungguh masih memerlukan keteranganketerangan tambahan dari Ahli atau dari Saksi untuk meyakinkan sembilan hakim, ya itu boleh saja, hanya jangan 21, bagaimana? 135.PEMOHON : NOVA MA’RUF Terima kasih Majelis, tanpa maksud untuk, begini saja kami tanggapi bahwa kami sebenarnya mengajukan 2 Majelis, 21 kami kurang, 136.KETUA: Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ini yang satu lagi, barangkali. 137.PEMOHON : NOVA MA’RUF Tapi, kalau mungkin salah ya (...) 138.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ini 21 ini, 20 Saksi, 1 orang Ahli, Prof. Uyono, Saudara yang dua, siapa yang diajukan? 139.PEMOHON : NOVA MA’RUF Prof. Dr. Sumarlan dan Prof. Dr. Wiyono. 140.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.
4 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Begitu sama ya? Dua itu sama-sama kita terima, satu, Prof. Sumarlan dari mana? 141.PEMOHON : NOVA MA’RUF Kedua-duanya, beliau dari UI, Majelis.
142.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Sumarlan? 143.PEMOHON : NOVA MA’RUF Sumarlan, staf pengajar katanya, kalau Prof. Wiyono dari UI, Majelis. 144.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ya, tapi yang Sumarlan itu dari mana itu, UI mana itu? 145.PEMOHON : NOVA MA’RUF Ya, lulusannya kami belum tahu, Majelis. 146.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Coba datanya dikirim ya. Kemudian untuk Saksi ini ada 20, Saudara mau mengajukan Saksi juga? Tidak. Saksi? Nah dari 20 Saksi yang Saudara ajukan, mana yang sangat penting. Misalnya dua saja. 147.PEMOHON : SOEKITJO. J.G. Lima. 148.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Banyak benar lima, dua saja cukup. Makanya saya tanya yang mana paling penting. Dua saja, dua Ahli, dua Saksi, ya! Tolong dicari dari dua puluh itu, dikoordinasikan. Bila perlu Saudara buat rapat, harus serius ini. Jadi seperti DPR kalau ada persiapan mau sidang, dia rapat dulu. Pemerintah juga ada Rakor antar departemen. Saudara juga Rakor, rapat koordinasi, tentukan dua saja Saksi. Saksi dua, Ahli dua, jadi empat. Sementara itu, kepada Pemerintah pun sekiranya mau mengajukan Ahli juga, kita buka satu kali sidang nanti biar berimbang, ada juga Ahli yang diajukan Pemerintah, boleh. Supaya nanti dua-duanya didengar, kalau mau. 4 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Kalau tidak, ya tidak usah. Terserah ya! Jadi nanti dipertimbangkan saja, seandainya mau, itu Ahli saja saya rasa, mungkin satu atau dua juga, dengan begitu nanti dua-dua Ahli itu kita persilakan untuk menyampaikan pendapatnya. Mungkin ada perdebatan, tidak apa-apa, tetapi dibatasi persoalan konstitusionalitas undang-undang. Jadi data-data yang tadi, tidak usah lagi karena sudah kita dengar, ya bukan? Perbandingan seluruh dunia tidak usah lagi itu. Misalnya kasus-kasus di pelabuhan, itu tidak usah lagi. Itu sudah kita dengar semuanya. Nanti kalau ada keterangan-keterangan seperti itu, Saudara tambahkan tertulis. Misalnya sekian kasus, sekian kebaikan Saudara, dan sebagainya. Tetapi nanti fokus keahlian adalah melihat konstitusionalitas pasal yang dipersoalkan, okey? Baik Bapak Menteri, silakan. 149.PEMERINTAH : Dr. HAMID AWALUDIN, S.H. (MENTERI HUKUM DAN HAM) Yang Mulia, ada pertanyaan saya Saksi Ahli yang mau diajukan PEMOHON tu kalau bisa dispesifikkan, itu Ahli apa? Supaya Pemerintah dapat menyiapkan juga counter Ahli tentang itu. 150.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Jadi Profesor Uyiono itu guru besar, Alloysius Sudiono, itu guru besar hukum perburuhan. Hal yang satu lagi tadi? 151.KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Majelis karena ini pengganti, kami barusan juga dapat, rencananya bukan itu dari kami Kuasa Hukum, tetapi karena pengganti. Jadi kami belum tahu spesifikasi latar belakang Profesor Sumarlan ini, karena pengganti, yang tadinya mau sakit sekarang Pak. Jadi spesifikasi atau CV-nya kalau boleh, mohon izin belakangan. 152.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik. Nanti tertulis saja sambil nanti kami menentukan jadwal sidang, jadwal sidang nanti kita tentukan ada pemanggilan khusus saja dan itu diharapkan sidang terakhir sebelum sidang pembacaan putusan. Jadi tolong, baik Pemerintah maupun Saudara Pemohon persiapkan dengan sebaik-baiknya, karena itu sidang yang terakhir dan ada mau perdebatan, silakan berdebat di situ dan tentu dalam sidang seperti itu Pak Menteri tidak hadir juga tidak apa-apa, cukup Dirjen juga tidak apa-apa, supaya nanti fokus keterangan yang akan kami perlukan dari Ahli dan dari Saksi itu, bukan lagi dari Pemerintah. 4 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
Sedangkan Pemerintah sudah secara resmi dan untuk DPR kami akan minta secara tertulis saja karena persoalan ini lebih banyak kaitan kepentingan keterangannya itu dari Pemerintah, begitu ya? 153.KUASA PEMOHON : SANGAP SIDAURUK, S.H. Mohon petunjuk Majelis, tanggapan dari Pemerintah dalam arti mungkin tertulis. Apakah kami bisa mendapat (…) 154.KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Oh, bisa-bisa. Nanti pada saatnya Saudara bisa diminta. Nanti, Saudara Panitera, begitu keterangan Pemerintah tertulis ada ataupun tambahan keterangan dari Pemohon disampaikan ke Kepaniteraan, ini harus di-cross informasinya yang dari Pemohon harus disampaikan kepada Pemerintah, yang dari Pemerintah juga disampaikan ke Pemohon. Begitu juga kepada DPR, juga harus diberi juga, begitu ya? Fair ya? Cukup? Baik, dengan demikian sidang ini saya nyatakan ditutup dan kita akan lanjutkan sidang berikutnya yang akan ditentukan jadwalnya tersendiri, dengan ini Sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk perkara ini saya nyatakan ditutup. Assalamu’alaikum wr.wb. KETUK 3 X
SIDANG DITUTUP PUKUL 12.00 WIB
4 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006
4 Risalah Sidang Pleno Mendengar Keterangan Pemerintah (Menkumham dan Menakertrans) dan DPR Perkara No. 019 /PUU-III/2005 dan Perkara 020/PUU-III/2005 mengenai Pengujian Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri terhadap UUD 1945 Kamis, 2 Februari 2006