r
ISSN : 0854-0276 AKREDITASI: 39/DIKTI/Kep/2004
KATA PENGANTAR Eugenia Edisi Oktober 2007 memuat 12 artikel yang membahas tentang pengelolaan tanaman dan lingkungan tumbuhnya, prosesing l1asil tanaman, serta aspek sosial petani. Pembahasan tentang pengeioiaan tanaman dan lingkungan tumbuhnya, termasuk pengaturan waktu dan jarak tanam, serta pemberian air pada tanaman jagung; kerusakan lahan, perbaikan lahan bekas tambang. kesesuaian lahan dan keragaman hayati. Prosesing hasil membahas tentang karakterisasi produk sagu dan perbaikan kemasan dodo! · ketan. Aspek sosial menyangkut model kornunikast petani di lokasi transmigrasi. Pada kesempatan ini dewan redaksi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan membantu dalam penerbitan edisi keempat tahun 2007. Akhirnya segala saran, masukan dan kritik demi penyempurnaan Media Pub!ikasi l!miah Eugenia Fakultas Pertanian Unsrat di waktu yang akan datang, kami terima dengan senang hati. Selamat membaca, terima kasih.
MEDIA PUBLIKASIILMU PERTANJAN
E
Volume 1 Penanggung Jawab : Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Penyunting Ahli: J. Paruntu (UNSRAT) J. Warouw (UNSRAT) J. Mandagi (UNSRAT) DT Sembel (UNSRAT) 0. Rondonuwu {UNSRAT) F. Rungkat-Zakaria (!PB) T. Mandang (IPB) D.R. Monintja {lPB) H. Novarianto (BALITKA) Sakidja (UNIMA)
Ketua Redaksi :
L. Pangemanan-Djajawinata
KARAKTER
(Chan
PENGGUNJ COATING l (Utilize. forPac
PEMBERIAI PADAMUSi (Suppl_ SwamJ
Sekretaris Redaksi :
J Manueke Anggota Redaksi : D.S. Runtunuwu M.Y.M.A. Surnakud J.N. Luntungan B. Assa E. Laoh E. Ruauw D.Rawung E.J.N. Nuraly
SABUT KEL Dl PUI.AU (Cocot
Bangk•
PENGEMBJl BERDASAR NOONGAN (Develc Ciasse Areas I
Alamat Redaksi dan Penerbit : Fakultas Pertanian Universitas Sam Rat.ulangi Alamat : Kampus UNSRAT Manado 95115 Telp: (0431) 862786 Fax: (0431)862786
REMEDIASI POMAI.AA l (Ex Sit Sulawe
: 0854-0276 REDITASI: iKTIIKep/2004
LMU PERTANIAN
~ Volume 13 Nomor 4
Jawab: s Pertanian m Ratulangi
J
g Ahfi: JNSRAT) JNSRAT) JNSRAT) :uNSRAT) I (UNSRAT) 1karia (!PB) 19 {!PB) tja {!PB) {BALITKA) JNIMA)
daksi: 1-Djajawinata
Oktober 2007
AKREDITASI : No. 39/DIKTI/Kep/2004 lSI/CONTENT KARAKTERISASI PATI SAGU HIDROKSIPROPIL (Characterization of Hidroxypropylated Sago Starch) Febby J. Polnaya dan J. Talahatu
335-345
PENGGUNMN ANTIOKSIDAN DAN ANTIMIKROBA PADA EDIBLE COATING SEBAGAI KEMASAN DODOL KETAN (Utilization Of Antioxidant and Antimicroorganism to Edible Coating for Packaging Special dodo/ Ketan) Jan R Assa, Jane Tuju dan J. Moningka
346-354
PEMBERIAN AIR IRIGASI PERMUKAAN UNTUK TANAMAN JAGUNG PADA MUSIM KEMARAU Dl LAHAN LEBAK (Supply of Surface Water Irrigation For Maize on Dry Season in Swampy Land) Sudinnan Umar dan Nurtirtayani
355-365
~edaksi:
Jeke edaksi: unuwu umakud
SABUT KELAPA SEBAGAI MULSA PADA REVEGETASI TAILING TIMAH Dl PULAU BANGKA (Coconut Fiber As Mulch In Revegetation On Tin-Mined Land In Bangka Island) Eddy Nurtjahya, Dede Setiadi, Edi Guhardja, Muhadiono, dan Yadi Setiadi
366-382
Jngan
sa )h uw Jng uraly
PENGEMBANGAN LAHAN POTENSIAL UNTUK TANAMAN CENGKEH BERDASARKAN SUB KELAS KESESUAIAN LAHAN PADA SUB DAS NOONGAN DAN PANASEN KABUPATEN MINAHASA (Development Of Potential Land For Clove Cultivation Based On Sub Classes Of Land Suitability In Noongan And Panasen Catchment Areas In The Regency Of Minahasa) Grace F.E. Suoth dan Renny Tumober
383-392
REMEDIASI EX SITU PADA LAHAN EKSKAVASI TAMBANG NIKEL Dl POMALAA SULAWESI TENGGARA (Ex Situ Remediation of Nickel Excavation In Pomalaa Southeast Sulawest) Darwis
393-399
lan Penerbit : ·sitas Sam Ratulangi AT Manado 95115
862786 862786
r PERLADANGAN BERPINDAH PADA BEBERAPA DESA ENCLAVE Dl MALUKU (Shifting Cultivation of Several Enclave Villages in Maluku) Johan M. Matinahoru dan J.Ch. Hitipeuw
400-407
HUBUNGAN PROSES KOMUNIKASI DENGAN ADOPSI SAPTA USAHATANI (KASUS PETANI PADI SAWAH Dl LOKASI TRANSMIGRASI SARI PUTIH KECAMATAN SERAM UTARA KABUPATEN MALUKU TENGAH) (The Correlation Between Communication Process And Adoption Of The Seven Recommendation Basic Farming (Case Study At Wet Field Rice Farmer Of Sari Putih Transmigration Location Of North Seram District On Middle Moluccas)) Junianita F. Sopamena dan Pattiselanno August E.
408-416
KOMUNITAS HUTAN MANGROVE Dl DAERAH BAGAN TENGAH HALMAHERA SELATAN (The Community Of Mangrove Forest In Central Bacan Area South Halma hera) M.lrfan dan Dewi Pennatasari
KOMUNITAS MANGROVE Dl PESISIR PANTAI ANDAI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (Mangrove Community at the Coastal Area of Andai Manokwari Regency, West Irian Jaya Province) Rene Ch. Kepel, Selfanle Talakua dan L.J.L. Lumingas
Polna
to 15.( power, maxim
417-421
increa~
but ha increru differe1
422-433
STRUKTUR DAN KOMPOSISI POHON PADA BERBAGAI TINGKAT GANGGUAN HUTAN Dl GUNUNG SALAK, JAWA BARAT (Structure and Composition of Tree in Different Distrubance Level on the Salak Mountain Forest, West Java) Roni Koneri, Dedy Duryadi Solihin, Damayanti Buchori, 434-446 dan Rudi Tarumingkeng KAJIAN WAKTU TANAM DAN JARAK TANAM JAGUNG MANIS TERHADAP HASIL DALAM SISTEM TUMPANGSARI DENGAN BAWANG MERAH (The study Of Planting Date And Spacing Sweet Com On Yield In Cropping System Wdh Shallot) Made Suwena dan Roni Koneri
Poln•
447-456
v'
sial s1 bahar satu ~ lum d dasarl nesia saat i1 atau I dari p Daera ra lah Selata Papua lndom Miftah
sagu c pang a ~in. : pati Si
Koner
Eugenia 13 (4) Oktober 2007
STRUKTUR DAN KOMPOSISI POHON PADA BERBAGAI TINGKAT GANGGUAN HUTAN 01 GUNUNG SALAK, JAWA BARAT Roni Koneri1>*, Dedy Duryadi Solihin2>, Damayanti Buchori3>, dan Rudi Tarumingkeng4> 11Jurusan
Biologi, FMIPA, Universitas Sam Ratulangi, Jalan Kampus Bahu, Manado 95115 *Penulis untuk korespondensi, Tel. +62..0431- 863786, Fax. +62-0431- 822568, E-mail:
[email protected] 21Departemen Biologi, FMIPA, lnstitut Pertanian Bogor, Jalan Raya Pajajaran, Bogor 16144 31Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, lnstilut Pertanian Bogor, Kampus Dannaga, Bogor16680 • 1Fakultas Kehutanan, lnstitut Pertanian Bogor, Kampus Dannaga, Bogor 16680
ABSTRACT Koneri, R. et at. 2007. Structure and Composition of Tree in Different Distrubance Level on the Salak Mountain Forest, West Java. Eugenia 13 (4) : 434-446. Structure and composition of tree play a very important role in maintaining forest ecology function. Disturbed to forest will cause change to the structure and composition of vegetation. This research aimed to study structure and composition of tree in different distrubances level on the Salak Mountain Forest, West Java. It was conducted from May to August 2005. Vegetation analyses were approached by using sistematic plot method. The results showed totally the number of tree 758 recorded from thirty six plots consisting of 70 spesies belong to 59 genera, 27 families. Species richness, species diversity, species eve ness of tree vegetation were found to be lower in highly disturbed forest than forests with lower degree of disturbance. In contrast canopy cover, plant density and bassal area were found to be higher in forests experienced with lower disturbance.
Keywords: Structure and composition tree, Salak Mountain
PENDAHULUAN Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan meningkatnya sumberdaya yang dikonsumsi. Akibatnya te~adi perambahan hutan dan penjarahan kawasan-kawasan konservasi untuk dijadikan lahan pertanian dan pemukiman. laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar pertahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Data kerusakan hutan beberapa pulau menunjukkan bahwa laju pengurangan luas hutan Pulau Sumatera mencapai 2 % per tahun, Pulau Jawa
mencapai 0,42 % per tahun, Pulau Kalimantan mencapai 0,94 % per tahun, Pulau Sulawesi mencapai 1 % per tahun, dan Irian Jaya mencapai 0,7% per tahun (Sudarmadji 2002). Taman Nasional Gunung Salak sebagai kawasan konservasi juga tidak luput dari gangguan manusia yang berupa penebangan liar, perambahan hutan dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Hal ini akan menyebabkan berk.urang atau hilangnya vegetasi hutan yang diketahui memiliki peran ekologis yang sangat penting, seperti sebagai reservoar air,
.................................................................. 434
parunis fc:
galka bentL beluk menj; akan keam sebu1
1996;
baha1 hutan lapor1 a/. ( Parth
(2002 (2004
had a! (Smie
kan I GunU! Padal meng pertal ungkc: getas Halim
mengl pad a nung:
2005
kan c yang: yah K< gor. P tiga til tergan
3KAT
5115
6144 ga,
bance 446.
function. timed to s~ West
•Y using six plots species rdegree n forests
1u KaliJn, Putahun, rtahun
llak sedak luberupa an dan tanian. 1mrang 1g dikesangat 1ar air,
Koneri, R. dkk. : Struktur dan Komposisi Pohon .
paru-paru dunia, dan habitat berbagai jenis fauna serta fungsi lainnya. Hutan yang terganggu dan ditinggalkan dibiarkan akan mengakibatkan terbentuknya padang alang-alang, semak belukar dan lama-kelamaan berkembang menjadi hutan sekunder. Gangguan ini akan menyebabkan te~adinya perubahan keanekaragaman hayati pada hutan tersebut (Whitmore & Sayer 1992; Turner 1996). Beberapa penelitian tentang perubahan keanekaragaman tumbuhan pada hutan tropis setelah te~adi gangguan dilaporkan Kappelle eta/. (1995); Turner et a/. (1997); Fujisaka et a/. (1998); Parthasarathy (1999); Ke~ler et a/. (2002); Kessler et al. (2005); Yusuf (2004) dan dampak kegiatan manusia terhadap hutan pegunungan di pulau Jawa (Smiet 1992). Penelitian tentang dampak kerusakan hutan terhadap vegetasi di hutan Gunung Salak belum banyak dilakukan. Padahal informasi ini sangat panting, mengingat peran vegetasi dalam mempertahankan fungsi ekologi hutan. Pengungkapan data ekologi dan penelitian vegetasi kebanyakan dipusatkan di Gunung Halimun. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur dan komposisi pohon pada tiga tingkat gangguan hutan di Gunung Salak, Jawa Barat.
METODE PENELITIAN Penelitian dimulai dari bulan Mei 2005 sampai Agustus 2005 dan dilakukan di kawasan hutan Gunung Salak yang secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Sukabumi Kabupaten Bogar. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga tingkat gangguan hutan (hutan tidak terganggu, hutan kurang terganggu dan
hutan sangat terganggu) adapun perbedaaanya sebagai berikut: 1. Hutan tidak terganggu: akses masyarakat terhadap hutan relatif jarang, jika ada hanya pengambilan makanan temak, tidak ditemukan tunggul pohon hasil penebangan kalau ada hanya pohon roboh, tidak ditemukan bekas tempat pengergajian kayu dalam hutan. Alih fungsi hutan menjadi ladang belum ada. 2. Hutan kurang terganggu: adanya akses masyarakat terhadap hutan dan masyarakat melakukan penebangan dan pengambilan kayu, ditemukan tunggul kayu hasil penebangan dan bekas tempat pengergajian kayu dalam hutan. Alih fungsi hutan menjadi ladang belum ada. 3. Hutan sangat terganggu: masyarakat sering memasuki kawasan hutan dan melakukan penebangan serta pengambilan kayu, ditemukan tunggul kayu hasil penebangan dan bekas ternpat pengergajian kayu dalam hutan. Lahan hutan dijadikan ladang yang ditanami berbagai macam tanaman seperti pisang, sayuran dan lain-lain. Pada masing-masing tingkat gangguan hutan dilakukan analisis vegetasi untuk mengetahui informasi mengenai komposisi dan struktur vegetasi pohon. Pohon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tumbuhan berkayu dengan diameter batang > 20 em (Ma~okorpi 2003). Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode plot yang ditempatkan secara sistematis. Pada hutan tidak terganggu, hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu dibuat 6 jalur transek dengan panjang masing masing 220 m. Jarak satu jalur transek dengan yang lain berkisar antara 500-1000 meter. Pada setiap jalur transek ditempatkan 6 plot
.................................................................. 435
Eugenia 13 (4) Oktober2007
Koner
yang berukuran 20 m x 20 m dengan jarak antar plot 20 m. Tiap jenis tumbuhan yang terdapat dalam plot dihitung jenis dan jumlah individunya. ldentifikasi spesies di lapangan mengacu pada buku Backer & Bakhuizen (1963, 1965, 1968), Soerjani (1987) dan Heyne (1987). Nama jenis yang belum teridentifikasi dari buku rujukan, dibuat spesirnen herbarium untuk diidentifikasi lebih lanjut di Herbarium Bogoriense Bogar. Persentase penutupan tajuk pohon pada setiap plot diperoleh dengan cara rnemproyeksikan secara vertikal penutupan tajuk pohon terhadap plot. Proyeksi vertikal terhadap bidang datar tanah ini, kemudian akan dipresentasikan lagi terhadap luasan plot, sehingga akan didapat nilai penutupan tajuk pada masing-masing plot (Ma 2005).
Program EstimateS versi 6. Obi (Colwell 2000) digunakan untuk membuat kurva akumulasi spesies pada setiap tipe habitat. Selanjutnya dengan rnenggunakan kurva akumulasi spesies, keseluruhan spesies tumbuhan yang terdapat pada setiap tipe habitat dapat diduga. Penduga yang digunakan adalah Jack I (Jack 1 Estimatot} (Colwell &Coddington 1994). Variabel vegetasi yang diamati meliputi jumlah famili, spesies, individu, nilai kerapatan mutlak (KM), frekuensi mutlak (FM) dan dominasi mutlak (DM). lndek nilai penting INP setiap spesies digunakan rumus menurut Cox (1978) dan Shukla & Chandell (1982) sebagai berikut: lndeks Nilai Penting (INPi) = KRi + Fri + Dri
Kerapatan Relatif jenis i (KRi): KRi = Kerapatan mutlak jenis i x
Kerapatan total seluruh jenis
100%
Kerapatan Mutlak jenis i (KMi):
KMi = Jumlah individu suatu jenis Jumlah totalluas plot Frekuensi Relatif jenis i (FRi):
Fri =
Frekuensi mutlak jenis i x % 100 Frekuensi total seluruh janis Frekuensi mutlak jenls i (FMi):
FMi = Jumlah satuan petak yang diduduki oleh jenis i Jumlah seluruh plot yang digunakan Dominasi relatif jenis i (DRi)
DRi =
Dominasi mutlak jenis i x 1OO% Jumlah dominasi mutlak seluruh jenis Dominansi Mutlak spesies i (Dmi) =Jumlah .luas bidang dasar spesies i
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
(H') I
kan I rut Sl bagai
lnde~
i=l
Keter Pi= ni =
N=
In =
taan. nakar (1987 lndek e=H H'= lr S =ju
2001) va) de an 95 daan anekc sies, penut di hut
melih; vegat; but dil 97 Yi macrc Shah< maan untuk semw dimen
Fiedle
• ••
I.Obl ~uat
tipe Jnaruhtada lug a :k 1 4). mati ridu, ensi >M). ) didan t>eri-
Koneri, R. dkk. : Struktur dan Komposisi Pohon .
lnde~s keanekaragaman spesies (H') pada suatu tipe habitat menggunakan lndeks keanekaragaman (H') menurut Shannon & Weaner (Krebs 1999), sebagaiberikut: lndeks keanekaragaman spesies (H') =s
~)Pi)(lnPi) i=l
Keterangan : Pi = ni/N ni = Jumlah nilai panting suatu spesies N = Jumlah nilai penting seluruh spesies In = Logaritme natural (bilangan alami) Untuk mengetahui indeks kemerataan spesies (e) setiap tipe habitat digunakan rumus menurut Barbour et al. (1987) sebagai berikut: lndeks kemerataan spesies (e): e = H'/ln(S); H'= lndeks keanekaragaman spesies; S = jumlah spesies Program Statistik versi 6 (StatSoft 2001) ANOVA satu arah (one-way Anova) dan uji Scheffe pada taraf kepercayaan 95 % dipakai untuk mengetahui perbedaan jumlah famili, jumlah spesies, keanekaragaman spesies, kemerataan spesies, kerapatan, luas bidang dasar dan penutupan tajuk pada setiap tipe habitat di hutan Gunung Salak. lndeks Sorensen digunakan untuk melihat kesamaan struktur dan komposisi vegatasi antar tipe habitat. lndeks tersebut dihitung dengan menggunakan Biodiv 97 yang merupakan perangkap lunak macro pada Excel (Messnerr 1997 dan Shahabuddin eta/. 2005). Nilai ketidaksamaan (1- indeks Sorensen) digunakan untuk membuat ordinasi dua dimensi dari semua sampel yang menggunakan multidimensional scaling (MDS) (Schulze dan Fiedler 2003).
Multidimensional Scaling (MDS) digunakan untuk mengetahui persamaan atau perbedaan Oarak) dari beberapa objek yang diobservasi. Hasil dari analisis MDS adalah pemetaan dua dimensi dari objek hasil observasi tersebut yang dianalisis menggunakan perangkat lunak Statistica for Windows 6. (StatSoft 2001). Selain menggunkan MDS, kesamaan spesies tumbuhan antar tipe habitat juga diuji dengan analisis kelompok (cluster analysis) (Krebs 1999, Ludwig & Reynold 1988), dalam analisis kelompok setiap vegetasi tumbuhan disusun secara hirarki dalam bentuk dendogram. Dendogram dibuat menggunakan program Statistica for Windows 6 (StatSoft 2001). Pengelompokkan mengunakan unweighted pair group method with arithmetic mean (UPGMA) dan jarak Euclidean (Lewis 2001).
HASIL DAN PEMBAHASAN Total jumlah spesies pohon yang tercatat dari hasil analisis vegetasi di hutan Gunung Salak sebanyak 70 spesies, sedangkan famili, genus dan individu masing-masing sebanyak 27 famili, 59 genus dan 758 individu. Jumlah spesies yang ditemukan pada hutan tidak terganggu, hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu masing-masing 21, 43 dan 38 spesies. Berdasarkan pendugaan Jack I (Colwell &Coddington 1994) diperoleh jumlah spesies untuk hutan tidak terganggu, hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu masing-masing sebanyak 26,83; 56,61 dan 60,34. Dengan demikian jumlah spesies pohon yang sudah terkoleksi pada hutan tidak terganggu sekitar 78,27 %, hutan kurang terganggu 75,96 % dan hutan sangat terganggu 62,98 %.
.................................................................. 437
Kone1
Eugenia 13 (4) Oktober 2007
Pada kurva akumulasi jumlah spesies terlihat masih te~adi peningkatan jumlah spesies pada masing-masing tipe habitat, walaupun kenaikannya tidak ter-
lalu tajam. Hal ini berarti bahwa belum seluruh spesies pohon yang ada di !apang terkoleksi (Gambar 1).
Tabe
50~--------------------------------------~
45 40 35
"' ·~
30 5t 25 Q)
J
20 15 10 5
--.- Jack I: Htt 78,27 % -a--- Jack I: Hkt 75,96% _._ Jack 1: Hst 62,98 %
0+-~-.-.-.--.-.-~-.-.----.-~~----~--~
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 Jumlahplot
Gambar 1. Kurva Akumulasi Jumlah Spesies Berdasarkan Jack I Estimator Pada Tiga Tipe Habitat. Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu, Hst: hutan sangat terganggu (The acumulation curve of total species based on Jack I Estimator in three habitat tipe. Htt : no distrubance forest, Hkt : lower distrubance forest, Hst: highly distrubance fores~
ka fa1 pad a Salak ting F gu, h sang< sar 11
Tabel
ganggu spesies pohon yang dominan adalah Schima wallichii (INP = 49,17 %) dan berikutnya Quercus turbinata ( INP = 43,25 %). Pada hutan sangat terganggu spesies pohon yang mendominasi adalah Quercus induta (INP = 69,63 %), spesies berikutnya Schima wallichii (INP = 43,03 %) (Tabel1).
Struktur dan Komposisi Spesies Komposisi spesies pohon yang dominan ditemukan pada tiga tipe habitat di hutan Gunung Salak bervariasi. Pada hutan tidak terganggu didominasi oleh Castanopsis argentea dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 60,98 %, kemudian diikuti oleh uthocarpus sundaicus (INP = 51,70 %). Pada hutan kurang ter-
satu ~ adaar kup b nyak pad a
.................................................................. 438
Koneri, R. dkk. : Struktur dan Komposisi Pohon . . .
llum i Ia-
Tabel 1. Lima lndeks Nilai Panting (INP) Tertinggi Dari Spesies Pohon Pada Tingkat Gangguan di Gunung Salak (Five Highly Importance Index Value of the Tree Species in Distrubance Level in Salak Mountain) Hutan tidak terganggu (Htt) Spesies INP Castanopsis 60,98 argentea Bl. Lithocarpus sundaicus Bl. 51,70 Quercus induta Bl Castanea acuminnatassima L Schima wallichii I(DC.) Korth.
36
Tiga Hst: don 1kt:
Hutan kurang terganggu (Hkt) INP Spesies Schima wallichii 49,17 I(DC.) Korth. Quercus turbinata 43,25 Bl Castanopsis 47,13 argentea Bl. 20,84 Eugenia cymosa
26,76 Lamk
17,96
Cactanopsis 25,07 [javanica Bl.
15,31
Berdasarkan komposisi famili, maka famili pohon yang dominan ditemukan pada ketiga tipe habitat di hutan Gunug Salak adalah Fagaceae. lndeks nilai panting Fagaceae pada hutan tidak terganggu, hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu masing-masing sebesar 167,81 %, 111,18 o/o dan 109,24 %.
Hutan sang at terganggu (Hstt) INP Spesies Quercus induta Bl Schima wallichii !(DC.) Korth. Lithocarpus sundaicus Bl. Altingia excelsa Norona Hoersfieldia glabra I(BI.) Warb.
69,63 43,04 34,02 23,96 23,18
Famili yang kodominan pada ketiga tipe habitat adalah Theaceae, dengan nilai penting untuk hutan tidak terganggu, hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu masing-masing sebesar 29,83 %; 51,27 %; dan 53,81 % (Tabel 2).
Tabel 2. Lima lndeks Nilai Panting (INP) Tertinggi Dari Famili Pohon Tiga Tingkat Gangguan Hutan di Gunung Salak (Five Highly Importance Index Value of Tree Family in Three Level of Forest Distrubance in Salak Mountain)
inan r %)
JP = lggU
alah 1sies =
Hutan tidak terganggu (Htt) Famili INP Fagaceae 167,81 Theaceae 29,83 Moraceae 29,12 Lauraceae 20,34 Euphorbiaceae 11,65
Hutan kurang terganggu (Hkt) INP Famili Fagaceae 111,18 Theaceae 51,27 Euphorbiaceae 23,58 Myrtaceae 19,59 Lauraceae 18,05
Hutan sangat terganggu {Hst) Famili INP Fagaceae 109,24 Theaceae 53,81 25,27 M_yristicaceae 25,25 Hamamelidaceae 20,88 Meliaceae
kurar~g terganggu. Spesies Fagaceae yang banyak ditemukan adalah Castanopsis argentea, Castanopsis javanica, Lithocarpus sundaicus, Quercus lineata dan Quercus induta.
Fagaceae tercatat sebagai salah satu penyusun hutan primer yang keberadaannya di lokasi penelitian masih cukup banyak. Famili lni ditemukan sebanyak 9 spesies dan dominan ditemukan pada hutan tidak terganggu dan hutan
.................................................................. 439
EugeniQ 13 (4) Oktober2007
Koner
Jumlah spesies pohon yang ditemukan pada hutan tidak terganggu, hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu masing-masing sebanyak 21; 43 dan 38 spesies. Uji statistik menunjukkan bahwa kekayaan spesies tidak berbeda nyata antar tingkat gangguan hutan (F2.1s = 1,79; p > 0,05) (Gambar 2a). Nilai keanekaragaman dan kemerataan spesies pohon cenderung lebih tinggi pada hutan terganggu dibandingkan dengan hutan tidak terganggu. Uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata keanekaragaman dan kemeratan spesies pohon antar tingkat gangguan hutan (F2.1s =13,017; p < 0,05 dan F2,1s =3,91; p < 0,05) (Gambar 2b dan c). Nilai kerapatan, luas bidang dasar dan penutupan tajuk pohon cenderung lebih tinggi pada hutan tidak terganggu dibanding dengan hutan sangat terganggu. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai ketiga variabel tersebut berbeda nyata antar tingkat gangguan hutan (F2,1s =8, 124; p< 0,05, F2,1s =17,263; p < 0,05 dan F2.1s = 7,51; p < 0,05) (Gambar 2d, e, dan f). Hasil penelitian vegetasi di Pulau Jawa melaporkan bahwa hutan yang mendapat gangguan (rendah, sedang dan tinggi) memiliki jumlah spesies lebih tinggi dibandingkan dengan hutan yang tidak mendapat gangguan. Sedangkan untuk kerapatan per hektar dan luas bidang dasar (m2Jha) terjadi sebaliknya. Pada hutan tidak terganggu keanekaragamannya lebih rendah dibanding dengan hutan terganggu. Hasil penelitian ini sesuai yang dilaporkan oleh Parthasarathy (1999) bahwa pada hutan tidak terganggu keanekaragamannya lebih rendah dibandingkan dengan hutan yang mendapat gangguan dari manusia.
Menurut Simbolon et a/. (1997) spesies Fagaceae sering ditemukan pada hutan sub montana dan montana di Pulau Jawa. Jumlah spesies Fagace yang pemah ditemukan di pulau Jawa sebanyak 23 spesies (Baker dan Brink 1968). Pada hutan primer Taman Nasional Gunung Halimun famili Fagaceae ditemukan sebanyak 11 spesies, diantaranya Quercus lineata, Gastanopsis javanica dan Castanopsis acuminatissima (Simbolon et a/. 1997). Mirmanto dan Simbolon (1998) melaporkan bahwa di hutan Citorek Gunung Halimun ditemukan 11 spesies Fagaceae yang didominasi oleh Castanopsis acuminatissima, sedangkan pada hutan terganggu di daerah koridor Taman Nasional Gunung Halimun ditemukan sebanyak 6 spesies, diantaranya adalah Lithocarpus speciatus, Quercus sp dan Castanopsis argentea (Yusuf 2004). Theaceae merupakan famili terbesar kedua (kodominan) setelah Fagace. Famili ini tersebar pada ketiga tipe habitat di hutan Gunung Salak. Jumlah spesies famili Theaceae yang ditemukan .sebanyak 2 spesies yaitu Urya acuminata dan Schima wallichii, sebagian besar nilai luas bidang dasar famili ini disumbangkan oleh Schima wallichii. Kehadiran famili Euphorbiaceace merupakan salah satu ciri dari hutan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan famili Euphorbiaceace ditemukan sebanyak 7 spesies dan paling banyak terdapat pada hutan kurang terganggu (6 spesies), sedangkan pada hutan tidak terganggu hanya ditemukan 12 spesies. Yusuf (2004) melaporkan bahwa jumlah spesies Euphorbiaceae yang ditemukan pada hutan terganggu di koridor Taman Nasional Gunung Halimun sebanyak 12 spesies.
440
20 18 c..I6 "'14
!12
.f1o
::..:: 8 6 4
60 55 ( 50
.a~: 35
1:1.30
::225
20 15 10
Ket: (
(
k
tl
n
";
Gar
spesi1 pad a sangc gang~
yang meng Terbu batka1 kungc kelem hari (lndra terliha pohor
Koneri, R. dkk. : Struktur dan Komposisi Pohon . . .
diteutan ter1; 43
led a
utan Nitaan i palgan menyaspeutan
I.
~.91;
:asar rung ~ggu
angthwa :>eel a 1utan >; p< nbar Uiau (ang jang lebih (ang Jkan s bi:nya. (arademini 1asal ter-
20 18 (a) c:lo16
"' 14 ~ ~12
~ 10 :::.:: 8 6 4 60
so
]~ c:lo3 ~25
a
a
·® ~
2,8 (b) 6t2,6 &I 2,4 '2,2
] 2,0 u
&I
1,8 ~ 1,6 u
1,4
Htt Hkt Hst
a
~@,
@
9' l (e) 8) ,-.. 7' ) OS
oEI6 )
~50
o4'
b
ab
.@@
~
0,96 0,94 0,92 fE' 0,90 ~ 0,88 0,86 Cl:l 0,84 b 0,82 0,80 0,78 ::.:: 0,76 0,74
5
o.n
Htt
0,70
Hkt Hst
a
@.
::s 30 2'
@~
)
100 (f) ,-..9()
eso
~ 70 '.§' 60
i6
p.,
50
40 30 20
b
(c)
a
b
@~
@ Htt Hkt Hst
Tf, a
f
Htt Hkt Hst Htt Hkt Hst Htt Hkt Hst Ket: ( •) :rata-rata, (o) : ± galat baku (±SE), ( I ) : ± simpangan baku (±SD), (a): kekayaan spesies, (b): keanekara-gaman spesies, (c): kemeratan spesies, (d): kerapatan pohon, (e): luas bidang dasar pohon (m%a), (f): penutupan tajuk pohon!ha, Htt: hutan tidak terganggu, Hkt: hutan kurang terganggu dan Hst: hutan sangat terganggu. Uji beda nyata (one-way Anova dan Scheffe test) pada tarafkepercayaan 95 %
Gambar 2. Pengaruh Tingkat Gangguan Hutan Terhadap Struktur Vegetasi Pohon Di Hutan Gunung Salak (The Affect of Forest Distrubance to the Tree Vegetation Structure in Salak Mountain
1
renvang
Tingginya jumlah famili, jumlah spesies dan keanekaragaman spesies pada hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu disebakan adanya gangguan. Gangguan terhadap hutan yang berupa penebangan pohon akan mengakibatkan terbukanya tajuk pohon. Terbukanya tajuk pohon akan mengakibatkan te~adinya perubahan faktor lingkungan seperti suhu udara, penguapan, kelembaban dan intensitas cahaya matahari pada ekosistem hutan tersebut (lndrawan 2000). Berdasarkan kelas diameter pohon terlihat bahwa sebagian besar individu pohon berada pada kisaran kelas diame-
ter kecil dan sangat sedikit berdiameter batang besar (Gambar 3). lndividu yang mempunyai diameter pohon besar banyak terdapat pada hutan tidak terganggu, kemudian disusul oleh hutan kurang terganggu. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil perhitungan luas bidang dasar pohon. Pada hutan tidak terganggu nilai luas bidang dasamya lebih tinggi dibanding dengan hutan kurang terganggu dan hutan sangat terganggu. Pada hutan sangat terganggu pohon yang berdiameter > 50 em jumlahnya lebih kecil dibanding hutan tidak terganggu dan hutan kurang terganggu. Kondisi seperti ini mencenninkan bahwa tingkat
.................................................................. 441
Eugenia 13 (4) Oktober 2007
Konet
kerusakan hutan relatif cukup tinggi sehingga pohon-pohon yang ditemukan sebagian besar merupakan pohon hasil proses regenerasi. Kelas diameter pohon merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam memberi gambaran tentang struktur hutan (Yusuf 2004). Berdasarkan hasil penelitian telihat bahwa sebagian besar kisaran kelas diameter pohon berada pada kelas diameter kecil dan sedikit pada kelas diameter besar. Ciri demikian me-
rupakan khas gambaran hutan tropis yang terdiri dari barbagai tingkat umur dan jenis penyusunnya serta selalu mengalami prosese dinamika. Heriyanto (2003) melaporkan bahwa pada hutan primer yang tidak mendapat ganguan menunjukkan jumlah pohon yang semakin berkurang dari kelas diameter kecil ke kelas diameter besar, sehingga bentuk kurva pada umumnya dicirikan oleh jumlah sebaran menyerupai •J• terbalik
1,2 1,0 (1 0,8
~
0,6 0,4 0,2 0,0
J~:~
-0,6 -0,8 -1,0 -1,2
-1,4
-1,6 -2,0
so 45 40
Ga1
35 ;
30
~
2S
J!
20 15
10
s 0 20,1-30
30,1-40
40,1- SO
50,1-60 60,1 -70 70,1-80 Kelas diamc1cr pohon (em)
80,1-90
90,1- 100
> 100
1. 1
~
r
c Gambar 3. Persentase Kelas Diameter Pohon Yang Ditemukan Pada Tiga Tingkat Gangguan Hutan di Gunung Salak (The Prosentage Tree Diameters Class that Found in Three Forest Distrubance Level in Salak Mountain) yang diamati dan tidak ada titik pengamatan yang saling tumpang tindih (overlap) (Gambar 4a). Hasil dendogram dengan menggunakan UPGMA menunjukkan bahwa hutan kurang terganggu termasuk satu kelompok dengan hutan sangat terganggu (4b).
lndeks Kesamaan Vegetasi Pohon Antar Tipe Habitat Analisis kesamaan vegetasi pohon dengan multidimensional scaling (MDS) berdasarkan data indeks Sorensen yang menunjukan bahwa te~adi pemisahan secara tegas kelompok antar tipe habitat
2.
F
c
g 3. F
r
g
s
d
t~
4.
~
li
I<
k
.................................................................. 442
Koneri, R. dkk. : Struktur dan Komposisi Pohon . . .
up is Jmur meanto utan ~uan ~ma
:il ke ntuk jum-
9kat :tass
engindih )ram nunllggu 1utan
1,2 ~ 1,0 (a) 0,8 0,6
.~
{j
j
1-l
~:~
0,0 -0,2 -04
1? "k1Hst3 Hktl
Stress: 0,129
llttl
~
/"'\
j
0,63
j
0,62
~
.g ~ ~
I
'
I
061 '
I
~0~
•
..o.a
I
§ 0,62
J¥i
~6
(b)
-
-. '
-1,0
j
~
-1,2f
0,60
-1,4
-1,6
~
~
~
~
~
~
~
u
u
Dima:Jsi 1
0 60
'
Htt
I Hst
l
Hkt
Gambar 4. Plot Skala Dua Dimensi (MDS) dan Dendogram Menggunakan UPGMA Untuk Melihat Kesamaan Komposisi Spesies Pohon Antar Tipe Habitat Di Hutan Gunung Salak (The Two Dimention Scale and Dendogram Using UPGMA to Look the Species Similarity Among the Habitat Type in Salak Mountain Forest)
KESIMPULAN
ngat terganggu lebih mirip dengan hutan kurang terganggu.
1. Total spesies pohon yang ditemukan pada tiga tipe habitat di hutan Gunung Salak 70 spesies yang terdiri dari 27 famili dan 59 genus. 2. Fagaceae merupakan famili yang dominan ditemukan pada tiga tingkat gangguan hutan. 3. Rata-rata kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan spesies cenderung lebih tinggi pada hutan terganggu daripada hutan tidak terganggu, sedangkan kerapatan, luas bidang dasar dan penutupan tajuk pohon te~adi sebaliknya. 4. Hasil analisis multidimensional scaling (MDS) dan dendogram pengelompokkan menunjukkan bahwa komposisi spesies pada hutan sa-
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Peduli Konservasi Alam Indonesia (Peka Indonesia) Bogar yang telah memberikan dana penelitian Kepala Taman Nasional Gunung Halimun, Kepala Kantor Perum Perhutani Bogor dan Sukabumi atas ijin penelitian yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA Backer, C.A. and van den Brink HCB. 1968. Flora of Java. Vol. 1-111. Nordhoff: Groningen.
.................................................................. 443
Koneri
Eugenia 13 (4) Oktober2007
Backer, C.A. and Bakhuizen van den Brink RC. 1963, 1965, 1968. Flora of Java (Spermatophyta only) I, II, Ill. The Nether1ands: Groningen.
lndrawan, A. 2000. Perkembangan Suksesi Tegakan Hutan Alam Setelah Penebangan Dalam Sistern Tebang Pilih Tanam Indonesia. Disertasi. Bogor.IPB.
Ma,
Barbour, G.M., Burk J.K., dan Pitts W.O. 1987. Terrestrial Plant Ecology. New York: The Benyamin/ Cummings Publishing Company.
Kappelle. M., Kennis P.A.F. and De Vries RAJ. 1995. Changes in Diversity along a Successional Gradient in a Costa Rican Upper Montane Quercus Forest Biodiversity and Conservation 4: 10-34.
Ma~ol
Ke~ler,
Messr
Colwell, R.K., Coddington J.A. 1994. Estimating terrestrial biodiversity through extrapolation. Philosophical Transactions: Biological Sciences 345: 101-118. Colwell, R.K. 2000. EstimateS-Statistical Estimation Species Richness & Shared Species from Samples. Version 6.0b1. http:Niceroy.ebb. uconn.edu/estimates. Cox, G.W. 1978. Laboratory Manual of General Ecology. USA: WM.C. Brown Company Publisher.
P.J.A., Bos M, Sierra Daza SEC, Kop A, Willemse LPM, Pitopang R, and Gradstein S.R. 2002. Checklist of Woody Plant of Sulawesi, Indonesia. Blumea, Supplement 14: 1-160.
Kessler. M., Paul J.A., Ke~ler, Gradstein SR., Bach K, Schmull M, and Pitopang R. 2005. Tree Diversity in Primary Forest and Different Land Use System in Central Sulawesi, Indonesia. Biodiversity and Conservation 14: 547-560.
Fujisaka, S., Escobar G. and Veneklaas G.E. 1998. Plant Community Diversity relative to Human and Use in an Amazon Forest Colony. Biodiversity and Conservation 7: 41-57.
Mirma
Parthc:
Krebs, C.J. 1999. Ecological Methodology. Second Edition. Menlo Park: Addison-Wesley. Lewis, O.T. 2001. Effect of experimental selective logging on tropical butterflies. Conservation Biology 15 (2): 389-400.
Heriyanto, N.M. 2003. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Bekas Terbakar di Berau, Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hutan 639:21-31.
Ludwig, J.A. Reynolds.1988. Statistical Ecology; a Primer on Methods and Computing. New York: John Wiley&Sons.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I, II, Ill, IV. Yayasan Sarana Wana Yaya: Jakarta.
.................................................................. 444
Schul~
Koneri, R. dkk. : Struktur dan Komposisi Pohon .
Suk-
Se-
SisIndo-
Ma, M. 2005. Species richness vs eveness: independent relationship and different responses to edaphic factors. Oikos 111 : 192-
198.
llries 1rsity dient 1tane rand
Ma~okorpi,
~EC,
Messner, S. 1997. Biodiversity calculator. Universitat Wiirzburg.
pang
A. and Ruokolainnen. 2003. The Role of Traditional Forest Gardens in the Conservation of Tree Species in West Kalimantan, Indonesia. Biodiversity and Conservation 12: 799-822.
~002.
1t of mea, stein and ~rsity
arent mtral ~rsity
)60.
lodolenlo
ental 1pical )logy
stical hods John
Mirrnanto, E. and Simbolon H. 1998. Vegetation Analysis of Citorek Forest, Gunung Halimun National Park. Research and Conservation of Biodiversity in Indonesia. Vol IV. The Last Submontane Tropical Forest in West Java, 41-54. Parthasarathy, N. 1999. Tree Diversity and Distribution in Undistrurbed and Human-Impacted Sites of Tropical Wet Evergreen Forest in the Southern Wastem Ghats, India. Biodiversity and Conservation 8: 1365-1381. Schulze, C.H. and Fiedler K. 2003. Vertical and Temporal Diversity of Species-Rich Moth Taxon in Borneo. In: Basset Y. et at. (eds) Arthropods of Tropical Forest Spatio-Temporal Dynamics and Resource Use in the Canopy. Cambridge University Press, Cambridge, UK.
Shahabuddin, Schulze C.H. Tschamke T. 2005. Changes of Dung Beetle Communities from Rainforests Towards Agroforestry Systems an Annual Cultures in Sulawesi (Indonesia). Biodiversity and Conservation 14: 863-8n. Shukla, R.S. & Chandel, P.S. 1982. Plant Ecology. New Delhi: S. Chand & Company, Ltd. Ram Nagar. Simbolon, H. Suzuki E, and Yoneda M. 1997. Plant Diversity in Gunung Halimun National Park, West Java, Indonesia: Inventorying Activities. Paper Presented on the Second DIWPA Symposium/ Workshop on Monitoring and Inventorying of in Western Pacific and Asia. Taipei, Taiwan: 14-16 November 1997. Smiet, A.C. 1992. Forest Ecology on Java: Human Impact and Vegetation of Montane Forest, Journal of Tropical Ecology 8:
129-152. Soe~ani,
M., Kosterrnan, A.J.G.H, dan Tjitrosoepomo, G. 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
StatSoft. 2001. Stastistica for Windows, 6.0 StatSoft Inc. Tulsa: Oklahoma. Sudarrnadji. 2002. Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Konservasi Sumber Daya Alam Hayati di Era Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jumal llmu Dasar 3: 50-55 .
.................................................................. 445
Suwe
Eugenia 13 (4) Oktober 2007
Turner, I.M. 1996. Species Loss in Fragments of Tropical Rain Forest: A Review of the Evidence. Journal of Applied Ecology 33: 200-209. Turner, I.M., Wong YK, Chew PT and Ibrahim A. 1996. Tree Species Richness in Primary and Old Secondary Tropical Forest in Singapore. Biodiversity and Conservation 6: 237-543.
Whitmore, T.C. dan Sayer, J.A. 1992. Tropical Deforestation and Spesies Extinction. Chapman & Hall: London.
IU T
Yusuf, R. 2004. keanekaragaman Jenis Pohon Pada Hutan Terganggu di Daerah Koridor Taman Nasional Gunung Halimun. Edisi Khusus • Biodiversitas Taman Nasional Gunung alimun Vol. Ill", Berita Biologi Volume 7, Nomor 1 dan Nomor 2:41-50.
Suw4
on cro1 ofswe in5% highes weight higher could!
lah p~ masy tahua gizi b jagun kin n perta1 hakar
seb~
lahan koan, untuk
tempt kaligu
.................................................................. 446