6
2 TINJAUAN PUSTAKA Getaran Mekanik Yang dimaksud dengan getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak–balik dari kedudukan keseimbangan. Getaran mekanis disebabkan oleh mesin atau alat-alat mekanis lainnya. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor, sehingga pengaruhnya bersifat mekanis. Getaran merupakan suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai dari tangan sampai ke seluruh tubuh. Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Ada dua kelompok getaran mekanik yaitu : 1. Getaran Bebas. Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri (inherent). Sistem yang bergetar bebas akan bergerak pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekuatannya. Semua sistem yang memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan dari luar. 2. Getaran Paksa. Getaran paksa adalah getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar, jika rangsangan tersebut berosilasi maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan resonansi dan osilasi besar yang berbahaya mungkin terjadi. Getaran mekanis dapat dibedakan berdasarkan pajanannya. Terdapat dua bentuk yaitu getaran seluruh badan (Whole Body Vibration / WBV) dan getaran pada lengan dan tangan (Tool Hand Vibration).
1.
Whole Body Vibration (WBV) Getaran pada seluruh tubuh atau umum Whole Body Vibration yaitu terjadinya getaran pada tubuh pekerja yang bekerja sambil duduk atau sedang berdiri dimana landasannya menimbulkan getaran. Getaran seperti ini biasanya dialami oleh pengemudi kendaraan seperti: traktor, bus, helikopter, kereta api, atau bahkan kapal. 2. Tool Hand Vibration Merupakan getaran setempat yaitu getaran yang merambat melalui tangan akibat pemakaian peralatan yang bergetar. Paparan getaran WBV terhadap manusia bisa dalam bentuk gerakan berputar (rotational) atau gerakan searah sumbu koordinat (translational). Gerakan translational pada arah lateral searah sumbu y, arah fore-aft searah
7 sumbu x, dan arah vertikal searah sumbu z dari tubuh operator, sistem koordinat untuk arah gerakan seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Arah getaran Whole Body Vibration pada getaran translational (x,y,z) dan rotasional (Rx, Ry, Rz) Sumber : ISO 2631-1 (2004) Arah positif pada masing-masing arah berdasarkan arah yang dikeluarkan oleh NASA 1989. Di dalam pesawat luar angkasa arah akselarasi ditentukan relative terhadap mata atau organ tubuh lain yang bergeser akibat akselarasi. Sistem akan mempunyai akselarasi positif dalam arah x dari belakang ke arah dada (bola mata tertarik ke dalam), akselarasi positif dalam arah y dari kiri ke kanan (bola mata ke kiri), dan akselarasi positif dalam arah z dari kepala ke arah kaki ((bola mata ke atas) (Kroemer, 2001). Sistem arah diperlihatkan pada Gambar 2 dan Tabel 2.
8
Gambar 2 Kesepakatan arah positif akselarasi getaran berdasarkan NASA Sumber : NASA (1989) Tabel 2 Arah positif dan negatif akselarasi berdasarkan NASA Gerakan linier Aksi ke depan +ax ke belakang - ax ke kanan +ay ke kiri - ay ke atas - az ke bawah +az Sumber : Kroemer (2000)
Arah Aksi Arah akselarasi ke depan ke belakang ke kanan lateral ke kiri lateral ke arah kepala ke arah kaki
Reaksi pada tubuh manusia Reaksi Keterangan +gx bola mata ke dalam - gx bola mata ke luar +gy bola mata ke kiri - gy bola mata ke kanan +gz bola mata ke bawah - gz bola mata ke atas
Ukuran Getaran Gerak osilasi dapat berulang secara teratur atau dapat juga tidak teratur, jika gerak itu berulang dalam selang waktu yang sama maka gerak itu disebut gerak periodik. Waktu pengulangan tersebut disebut perioda osilasi dan kebalikannya disebut frekuensi. Jika gerak dinyatakan dalam fungsi waktu x (t), maka setiap gerak periodik harus memenuhi hubungan (t) = x (t +τ). Bentuk gerak periodik yang paling sederhana adalah gerak harmonik. Hal ini dapat diperagakan dengan sebuah massa yang digantung pada sebuah pegas ringan. Jika massa tersebut dipindahkan dari posisi diamnya dan dilepaskan, maka massa tersebut akan berosilasi naik turun sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan : x = A sin 2πft dimana : A = Amplitudo t = Waktu
9 Getaran diukur dengan menentukan besarnya energi mekanik yang di hantarkan selama periode waktu tertentu, Energi mekanis ini adalah fungsi dari frekuensi dan intensitas gerakan osilasi yang menghasilkan getaran. Besar energi yang diserap adalah fungsi dari frekuensi, intensitas dan lamanya getaran. Besarnya getaran didefinisikan dalam dua parameter yaitu kecepatan dan intensitas. Kecepatan adalah getaran yang diekspresikan sebagai frekuensi gerakan, dinyatakan dalam satuan Hertz (Hz), dimana 1 Hz = 1 cycle getaran perdetik. Sering juga digunakan frekuensi angular yang dinyatakan dalam radian per-detik. Karena satu gelombang (360o) sama dengan 2 radian, maka = 2f (dalam rad/s2). Intensitas getaran dinyatakan sebagai maksimum getaran dari titik tetapnya atau diistilahkan dengan amplitudo. Tetapi intensitas getaran lebih sering menggunakan unit akselarasi, secara konvensional dinyatakan dengan g (1 g adalah jumlah akselarasi yang dibutuhkan untuk mengangkat tubuh orang dari permukaan bumi). Satuan metrik untuk akselarasi adalah meter per-second2 (1g = 9.81 m/s2). Akselarasi getaran dinotasikan dengan a dapat diukur dalam satuan g (gafitasi) atau m/s2 jika menggunakan sistem metrik. Sementara level akselarasi dinotasikan dengan L diukur dengan satuan dB (decibels) yang berpatokan pada skala akselarasi 10-6m/s2 = 0 dB. Sehingga akselarasi a m/s2 dapat dinyatakan sebagai level L(dB) : L (dB) = 20 log10 [a/aref] dimana : L = level getaran dalam decibels a = akselarasi terukur dalam m/s2 aref = patokan level = 10-6m/s2 Pada jarak gelombang getaran maksimum dari titik tengah kecepatan menjadi nol dan akselarasi pada nilai minimumnya. Ketika jarak nol kecepatan maksimal dan akselarasi juga nol. Pada saat t, maka perpindahan x dinyatakan sebagai : x(t) = Xsin(2ft + ), dan kecepatan merupakan turunan pertama jarak v(t) = 2fXcos2ft = Vcos2ft, dan akselarasi merupakan turunan kedua jarak a(t) = -(2f)2Xsin 2ft = -A sin 2ft dimana . X = Jarak maksimum gelombang dari titik tengah V = 2fX adalah puncak kecepatan A = (2f)2X atau 2fV adalah puncak akselarasi = sudut fasa
Penjelasan tentang amplitudo, kecepatan dan akselarasi getaran dijelaskan pada Gambar 3.
10
Gambar 3 Getaran sinusoidal untuk jarak perpindahan, kecepatan dan akselarasi Sumber : Kroemer (2001) Pada tubuh yang kaku, gaya dan akselarasi selalu dalam satu fasa, sehingga pada berbagai rasio frekuensi terhadap rms menunjukkan masa benda. Pada frekuensi tertentu tubuh manusia tidak bersifat sebagai benda kaku, dan gaya dan akselarasi tidak satu fasa tergantung pada kekakuan dan peredaman pada masingmasing frekuensi sehingga sulit untuk menghitung masa benda. Invers rasio juga memiliki nama sendiri, akselarasi dibagi gaya adalah accelerance, kecepatan dibagi gaya disebut mobility dan perpindahan x dibagi gaya disebut dynamic compliance (Griffin, 1990). Setiap struktur sederhana seperti meja, buku, bangunan, memiliki resonansi frekuensi sendiri. Jika suatu getaran diterapkan pada struktur dan kemudian struktur tersebut bergetar dengan getaran yang lebih besar daripada yang diterapkan padanya, maka itu disebut beresonansi. Jika struktur menyerap intensitas getaran maka proses tersebut disebut peredaman (damping).
Pengukuran Getaran pada Manusia Tubuh yang terpapar getaran diukur pada interface tertentu dari tubuh dan sumber getaran. Pada operator yang bekerja duduk biasanya pengukuran dilakukan pada permukaan tempat duduk atau sandaran punggung. Pada operator berdiri pengukuran pada lantai di posisi kaki. Pada operator yang bersandar diukur pada permukaan penyangga tubuh di daerah torso, pelvis dan kepala.
11 Ketika getaran ditransmisikan ke tubuh melalui material yang tidak kaku penempatan transducer pengukur harus pada permukaan tubuh untuk meminimasi perubahan tekanan permukaan pada material tersebut. Waktu pengukuran juga harus cukup untuk mewakili data getaran dan mendapatkan sinyal random. Jika pengukuran getaran dilakukan pada satu titik ditubuh untuk arah translational (x, y, dan z) maka dapat dihitung nilai getaran total dalam bentuk Root Mean Square Acceleration (aRMS) dengan komponen akselarasi pada setiap arah ax, ay, dan az.
Ketika getaran mengenai tubuh pada beberapa titik (seperti kaki, tempat duduk, sandaran punggung ), maka nilai total akselarasi av merupakan kombinasi nilai dari setiap titik.
Efek getaran yang diterima tubuh dipengaruhi oleh frekuensi getaran, sehingga penghitungan nilai total getaran yang dipengaruhi oleh frekuensi menggunakan faktor frequency weighted. Nilai rata-rata getaran dalam bentuk rms frequency weighted acceleration dengan rumus sebagai berikut dalam domain frekuensi :
Pada tubuh yang terpapar getaran dengan kejadian sementara dan mempunyai nilai crestfactor lebih dari 9, maka perlu dihitung nilai vibration dose value (VDV) atau maximum transient vibration value (MTVV(T)), keduanya digunakan untuk menjamin efek dari getaran sementara tidak underestimed. Cresfactor adalah rasio antara nilai awmax terhadap awRMS Hubungan antara respon manusia terhadap getaran sementara bisa diketahui dengan menghitung maximum transient vibration value (MTVV(T)) selama pengukuran. MTVV(T) |aw(t0)|max Pangkat 4 Vibration Dose Value (VDV) didefinisikan sebagai : VDV = Dengan r = 4, memberikan sebuah pengukuran terpapar getaran yang lebih sensitif untuk amplitudo besar dengan membentuk frequency-weighted
12 acceleration time history pangkat empat aw4(t). Jika total getaran terdiri atas beberapa elemen getaran maka total VDV adalah : VDV total = Penggunaan maximum transien vibration value atau total vibration dose value untuk ditambahkan pada nilai rms frequency weighted acceleration dianjurkan jika : MTVV(T) >1.5aw atau VDVtotal >1.75awT1/4 Perhitungan VDV total tidak dipengaruhi oleh waktu dan besarnya akselarasi, hanya merupakan penjumlahan dari elemen getaran. Tetapi perhitungan MTVV memperhatikan pengaruh akselarasi yang terjadi dalam waktu satu detik dan sangat sedikit dipengaruhi oleh kejadian yang terjadi lebih dari 1 detik. Total vibration dose value (VDV) akan mengintegrasikan semua pengaruh kejadian sementara terlepas dari kekuatan dan lama kejadian. Berbeda dengan total VDV maka maximum transient vibration value akan menghasilkan pengukuran yang didominasi oleh kekuatan getaran yang besar yang hanya terjadi pada saat yang pendek (1 detik), tetapi sangat sedikit dipengaruhi oleh getaran yang terjadi dalam waktu yang lebih lama. Aplikasi kedua pengukuran ini terhadap WBV tergantung kepada kondisi kejadian getaran sementara dan antisipasi berdasarkan respon manusia. Efek WBV terhadap kesehatan berdasarkan ISO 2631-1 pada getaran yang dirambatkan melalui kursi duduk pada frekuensi 0,5 – 10 Hz, pengukuran getaran berdasarkan frequency-weighted acceleration. Jika paparan getaran berisi kejadian sementara (transient event) yang memenuhi persyaratan diatas maka penilaian dilakukan berdasarkan vibration dose value (VDV). Frequency weighted yang digunakan adalah Wd dan Wk. Dikalikan dengan factor 1 untuk getaran dalam arah z dan 1,4 untuk getaran dalam arah x dan y sesuai koordinat pada gambar.
Frequency Weighted Sensitifitas tubuh manusia terhadap getaran mekanis tergantung kepada frekuensi dan arah getaran. Kedua faktor ini perlu dipertimbangkan dalam perhitungan untuk memperkirakan efek bahaya. ISO (International Standards Organization) sudah menghasilkan tiga kurva weighting factor, yang dapat digunakan ketika menaksir tingkat bahaya suatu kondisi getaran. Ketika getaran diukur dalam arah yang berbeda-beda, level getaran diukur pada semua frekuensi dalam daerah sensitif terhadap manusia. Frekuensi saat tubuh manusia lebih sensitif akan memberikan weighting faktor yang lebih besar dari pada saat frekuensi dimana tubuh kurang sensitif. Weighting factor memberikan korelasi yang lebih bagus antara level getaran yang diukur dan
13 penilaian subjek atau dampak yang dihasilkan getaran (Bruej 2013). Level kebisingan juga diukur dengan cara yang sama, weighting filter digunakan untuk mensimulasikan respon pendengaran manusia terhadap kebisingan. Tiga weighting faktor utama ISO diperlihatkan pada Gambar 4. Tambahan weighting factor kadang-kadang digunakan ketika memperkirakan level getaran yang berhubungan dengan motion sickness, getaran bangunan, dan transportasi dengan ambulan. Pengukuran getaran pada tubuh manusia yang terjadi dalam selang frekuensi 0.1 Hz sampai 1500 Hz menarik untuk diamati. Sementara jika getaran terpapar dalam bentuk WBV maka frekuensi antara 1 Hz sampai 80 Hz lebih menarik, dan kalau pengukuran getaran dalam bentuk THV (Tool-hand vibration) selang frekuensi 5 Hz sampai 1500 Hz lebih menarik. Dalam selang frekuensi ini tubuh manusia lebih sensitif sesuai bentuk paparan getaran yang terjadi.
Gambar 4 Weighting factor berdasarkan ISO Sumber : Bruej and Kjaer (2013)
WBV harus diukur dalam arah sesuai sistem koordinat. Arah longitudinal (dari kepala ke arah kaki) disebut arah z. Pada arah ini tubuh lebih sensitif pada frekuensi getaran antara 4 Hz sampai 8 Hz. Respon manusia terhadap getaran dalam arah x (depan ke belakang) dan arah y (kiri ke kanan) tidak berbeda, dan pada bidang lateral ini respon manusia lebih besar pada interval frekuensi 1 Hz sampai 2 Hz. Getaran pada range frekuensi 0.1 sampai 0.63 Hz diperkirakan bertanggung jawab terhadap terjadinya rasa pusing (motion sickness). Reaksi individual terhadap getaran dalam interval frekuensi ini sangat beragam dan tergantung tidak
14 hanya pada getaran saja, tetapi juga faktor lain seperti penglihatan, penciuman, dan umur, yang membuat penelitian untuk pengaruh getaran terhadap manusia menjadi kompleks.
Efek Getaran terhadap Manusia Efek getaran translational terhadap nilai total getaran lebih dominan dibanding getaran rotational, efek getaran rotational kurang dari 6% (Marjanen 2010). Proporsi pengaruh setiap arah getaran dipengaruhi oleh kurva frequency weighting dan faktor pengali. Frequency weighting memodelkan respon tubuh dalam domain frekuensi. Faktor pengali menggambarkan pengaruh relatif diantara arah getaran. Menurut Marjanen (2010) efek getaran terhadap ketidaknyamanan dominan dipengaruhi oleh rambatan getaran melalui tempat duduk, rambatan getaran dari sandaran hanya berpengaruh 1.4% terhadap ketidaknyaman. Tubuh manusia adalah struktur yang kompleks yang tersusun atas organorgan, tulang, persendian, dan otot. Pada beberapa frekuensi, tubuh bisa bergetar dengan intensitas yang lebih tinggi dari getaran yang mengenai bagian tubuh tersebut, sementara pada kasus lain getaran mungkin diserap. Resonansi tubuh akibat getaran mulai terjadi pada frekuensi 4 sampai 5 Hz (Kromer 2001). Getaran dibawah frekuensi 20 Hz menjadi sebab kelelahan pada manusia karena getaran menyebabkan bertambahnya tonus otot-otot. Kontraksi statis ini menyebabkan penimbunan asamlaktat dengan bertambah panjangnya waktu terpapar. Rasa tidak enak akibat getaran menjadi sebab kurangnya konsentrasi. Rangsangan-rangsangan pada system retikuler di otak menjadi sebab mabuk. Sebaliknya frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot, mempercepat pemulihan kelelahan otot, sehingga banyak dimanfaatkan untuk relaksasi dan pemijatan dengan getaran, sedangkan pada frekuensi lebih rendah dari 20 Hz tidak bisa untuk pemulihan kelelahan (Carassco 2011). Getaran vertikal sekitar 2 sampai 20 Hz meningkatkan respon cardiovascular seperti denyut jantung dan konsumsi oksigen (Guignard dikutip oleh Griffin 1990). Respon cardiovascular tersebut bisa disebabkan oleh tekanan psikologi atau naiknya aktifitas metabolisme, nilai respon akan naik dengan naiknya akselarasi getaran. Pada awal terpapar getaran denyut jantung akan tinggi dan menurun dengan bertambahnya waktu (Raylands dikutip oleh Griffin 1990). Berdasarkan penelitian Maikala (2007), subjek yang terpapar WBV akan berpengaruh pada respon metabolik yang lebih besar dibanding duduk tanpa getaran. Bagian tubuh berbeda memiliki karakteristik resonansi yang berbeda. Tabel 3 memperlihatkan karakteristik resonansi tubuh saat terpapar getaran vertikal :
15 Tabel 3 Karakteristik segmen tubuh dibawah getaran vertikal WBV Bagian tubuh Resonansi (Hz) Seluruh tubuh 4-5, 10-14 Tubuh bagian atas 6 – 10 Kepala 5 – 20 Bola mata 20 -70 lebih kuat Rahang 100-200 Tenggorokan 5 – 20 Bahu 2 – 10 Lengan bawah 16 – 30 Tangan 4–5 Dada 5–7 Lambung 3-6 Perut 4–8 Cardiovascular dan 2 -20 sistem pernafasan Mual 1–2 Sumber : Kroemer (2001)
Gejala Tidak nyaman
Susah melihat Perubahan pitch suara
Sakit dada Sakit perut Seperti respon pada moderate work Mengantuk
Efek kesehatan akibat getaran dapat berupa kerusakan pada organ tubuh dan kerusakan pada jaringan tubuh. Penyebab kerusakan bisa disebabkan oleh intensitas getaran tinggi pada frekuensi relatif rendah, terjadinya resonansi bagian tubuh, atau penyerapan energi getaran dalam level tinggi. Burstrom (1993) dikutip oleh Kihlberg (1995) menemukan energi yang diserap karena adanya getaran akan semakin kecil jika frekuensi getaran membesar dan sebaliknya. Getaran dengan tipe tiba-tiba (shock type) memberikan dampak yang berbeda dengan getaran tanpa shock type, karena berdampak pada meningkatnya energi getaran yang diserap pada penelitian menggunakan Hand Tools Vibration (Burstorm, 1999). Pada tiga titik sentuh antara tubuh manusia dengan getaran mesin yaitu tempat duduk, kaki dan punggung, penyerapan energi naik dengan naiknya kuadrat magnitudo getaran (Nawaseh 2010). Penyerapan energi tidak hanya dipengaruhi oleh intensitas getaran tetapi juga oleh arah getaran, posisi pergelangan tangan, siku, dan bahu, gaya genggam dan gaya dorong, temperatur dan faktor individual (Besa 2007). Reynolds dan Angevine dalam Oborne (1987) meneliti rambatan getaran pada lengan menyatakan akselarasi getaran yang merambat dari handel yang bergetar akan semakin berkurang dari tangan yang menggenggam handel ke arah bahu, artinya terjadi penyerapan energi getaran oleh tangan manusia. Menurut Hacaambwa (2006), ketidaknyaman akibat getaran dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu arah getaran, frekuensi, magnitudo dan lama terpapar getaran. Frekuensi getaran diperkirakan mempunyai pengaruh terbesar. Respon dinamis pada tangan yang terpapar getaran tergantung kepada frekuensi getaran, beban lebih besar diterima oleh siku dan bahu jika frekuensi getaran kecil (< 50Hz) dibandingkan jika terpapar getaran dengan frekuensi tinggi (Kihlberg 1995). Sensitifitas tactile pada tangan akan menurun akibat
16 terpapar getaran (Radwin 2003). Getaran kejut berpengaruh menaikan gaya genggam sehingga meningkatkan penyerapan energi getaran oleh tangan (Burstrom 1999). Reaksi fisik akibat getaran dapat diestimasi melalui persamaan multiple regression terhadap reaksi fisiologi dan psikologi manusia (Kubo 2001). Hubungan antara kenyamanan berkendaraan dengan WBV dapat dimodelkan dengan frekuensi dan rata-rata rms (root mean square) dari akselarasi getaran, sehingga jika dua lingkungan mempunyai frekuensi dan akselarasi sama maka derajat ketidaknyamanannya akan sama (Maeda 2008). Disamping getaran, kebisingan akibat mesin bergetar juga berpengaruh terhadap kenyamanan (Giacomin 2005). Newell (2008) meneliti efek getaran sekitar 1.4 m/s2 terhadap kecepatan reaksi manusia pada berbagai posisi responden. Tian (1996) menemukan penurunan kecepatan reaksi manusia dan kenaikkan jumlah kesalahan akibat terpapar WBV. Ini menunjukkan bahwa kelelahan terjadi selama pekerjaan. Mc Dowell (2007) juga menemukan kesalahan reaksi lebih besar pada magnitude getaran yang lebih besar. Notbohm dan Gross dalam Pulat 1992 dalam penelitiannya untuk pekerjaan memberikan reaksi (dalam lima pilihan) pada frekuensi getaran 4 sampai 8 Hz (akselarasi 3 m/s2) dan kebisingan antara 75 sampai 100dB(A), reaksi manusia lebih cepat terjadi pada getaran 8 Hz dan kebisingan 100dB(A). Sedangkan akurasi tertinggi terjadi jika tidak ada getaran dan hanya ada kebisingan. Paparan WBV dapat menyebabkan kerusakan fisik permanen atau gangguan system syaraf. Paparan WBV selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gangguan pada tulang belakang bagian bawah dan mempengaruhi sistem urologi. Di dalam Pulat (1992) diuraikan pada supir truk ditemukan peningkatan gangguan jaringan pada otot tulang belakang 4 kali manusia normal dan pada pengemudi mobil 2 kali orang normal. Paparan getaran WBV akan mengganggu sistem syaraf pusat, gejala gangguan ini biasanya muncul selama atau sesudah terpapar getaran dalam bentuk kelelahan, insomnia, sakit kepala. Banyak orang mengalami gejala gangguan syaraf ini sesudah bepergian menggunakan mobil atau boat. Gejala ini akan hilang setelah istirahat. Jika akselarasi getaran cukup tinggi (1.5 g atau lebih) dapat terjadi pendarahan internal dan kerusakan pada organ internal.
Getaran Akselarasi Tinggi Paparan getaran dengan akselarasi tinggi terjadi pada pilot pesawat tempur, kru pesawat luar angkasa, getaran biasanya dalam bentuk akselarasi linier atau rotasional. Penerbangan dalam kondisi tidak stabil, turbulensi udara, crash landing dapat berakibat pada akselerasi tinggi dengan tiba-tiba. Akselarasi getaran sering diukur dengan g (gravitasi). Pada permukaan bumi akselarasi sebesar 1 g ( 9.8 m/s2) mengarah ke pusat bumi. Berikut adalah kondisi yang memiliki nilai akselarasi tinggi (Kroemer 2001). 1. Manuver cepat, akselarasi mencapai 6g 2. Kejutan saat pembukaan parasut, sekitar 10g 3. Pendaratan keras, lebih dari 10g
17 4. Penerbangan dengan pesawat ruang angkasa, akselarasi mencapai 2g 5. Saat peluncuran pesawat luar angkasa, akselarasi mencapai 6g 6. Roller coaster, akselarasi tertinggi mencapai 2.7 g Tergantung pada magnitudo dan arah akselarasi, getaran yang dihasilkan dapat menimbulkan ketidaknyamanan, kondisi berbahaya, bahkan fatal. Selama akselarasi sebesar +g terjadi peningkatan berat badan sesuai dengan hukum Newton kedua F = mg. Kulit dan jaringan permukaan tubuh menjadi jatuh atau layu terjadi pada akselarasi +2g (Kroemer 2001). Orang tidak mampu mengangkat bagian tubuh seperti tangan dan pandangan menjadi kabur terjadi pada +3g. Pandangan gelap dan kehilangan kesadaran terjadi pada akselarasi 5g sampai 6g. Terbang dengan pesawat bermanuver dengan kecepatan tinggi seperti pesawat tempur dapat mengakibatkan kehilangan kesadaran yang diistilahkan dengan g-LOC selama sebentar. Ini terjadi pada satu dari tiga pilot pesawat tempur. Hal ini disebabkan kekurangan asupan oksigen ke otak, yang disebabkan karena ketidakmampuan jantung mengasilkan tekanan darah yang cukup untuk mencapai kepala. Pandangan gelap terjadi karena dibutuhkan tekanan darah sekurang-kurangnya 22 mm Hg di otak tidak dapat dijaga karena terbang dengan maneuver menghasilkan g besar dengan arah berlawanan pada aliran darah dan komponen tubuh. Sedikit oksigen disimpan di otak, sehingga pilot dapat bermanuver dengan kecepatan tinggi selama tidak lebih dari 5 detik tanpa terjadi g-LOC. Tanda-tanda g-LOC penglihatan seperti dalam terowongan, kemudian kehilangan kesadaran selama 15 detik, diikuti dengan amnesia selama 10 detik. Tentu saja selama g-LOC pilot tidak dapat melaksanakan tugasnya. Setelah gLOC pilot akan kembali sadar, fisiologi membaik, tetapi performansi menurun.
Standar Keamanan Paparan Getaran terhadap Manusia Getaran dirasakan oleh tubuh berbeda-beda pada level frekuensi yang berbeda. Jika seseorang duduk pada permukaan yang diletakkan di atas permukaan yang bergetar secara vertikal, frekuensinya akan berubah secara sekuensial dari 1 – 100 Hz. Orang tersebut akan merasa berayun pada frekuensi rendah 1-2 Hz, sementara organ dalamnya akan mendeteksi getaran pada range 4-8 Hz. Dengan meningkatnya frekuensi, getaran akan dirasakan pada setengah bagian bawah tubuh terutama pada kaki. Terdapat perbedaan yang dirasakan antara getaran vertikal dan horizontal. Secara umum orang akan merasakan lebih lelah dan lebih tidak nyaman pada frekuensi 4 sampai 8 Hz untuk getaran pada arah vertikal. Sedangkan pada arah horizontal reaksi tubuh lebih tinggi terjadi pada frekuensi antara 1 sampai 2 Hz. Terdapat empat faktor fisik penting yang dipertimbangkan ketika melihat efek getaran mekanis terhadap tubuh manusia yaitu nilai akselarasi, frekuensi getaran, arah getaran, lama waktu terpapar getaran. Standar ISO 2631 untuk Whole Body Vibration membedakan tiga kriteria utama yang dapat digunakan untuk menilai pengaruh getaran dalam situasi berbeda : a. Batasan untuk efisiensi kerja (fatigue decreased proficiency boundary); b. Batasan untuk kesehatan dan keamanan (exposure limit)
18 c.
Batasan untuk kenyamanan (reduced comfort boundary). Batasan yang direkomendasikan untuk paparan getaran untuk ketiga kriteria digambarkan secara grafik untuk nilai akselarasi lateral (ax dan ay) dan nilai akselarasi longitudinal (az). Ketiga kriteria menghubungkan nilai RMS akselarasi dengan frekuensi getaran yang diukur, dan lama waktu terpapar yang diizinkan. Batasan untuk efisiensi kerja fatigue-decreased proficiency boundary criterion digunakan untuk menaksir batasan waktu terpapar getaran untuk jenis pekerjaan dimana efek waktu (seperti kelelahan) diketahui dapat mempengaruhi performansi, misalnya pekerjaan mengemudi, menjalankan kendaraan / alat berat. Batasan exposure limit criterion digunakan untuk menaksir paparan getaran maksimum yang diizinkan untuk whole-body vibration (WBV). Jika batasan limit yang didefinisikan sudah dilewati, kesehatan subjek akan terganggu. Sehingga terpapar getaran melebihi batas exposure limit, tidak direkomendasikan. Batasan reduced comfort boundary criterion digunakan untuk mengakses kenyamanan orang dalam bepergian dengan pesawat, kapal atau kereta api. Melebihi batas ini akan membuat penumpang kesulitan melakukan kegiatan makan, membaca, atau menulis selama perjalanan. Batas aman akibat terpapar getaran berdasarkan standar ISO terdapat pada Gambar 5.
Gambar 5 Batas aman untuk kenyamanan kerja karena paparan WBV berdasarkan ISO 2631 Sumber : ISO 2631-1 (2004)
19 Jika RMS akselarasi yang diperlihatkan dalam standar ISO adalah frequency-weighted dan plot waktu terpapar getaran mengikuti ketiga kriteria, hubungan keempatnya dipresentasikan dalam gambar 6. Sebagai contoh waktu terpapar yang diizinkan untuk getaran dengan weighted RMS adalah 0.5 m/s2 hanya 30 menit per hari jika kenyamanan menjadi kriteria, dan menjadi 4 jam/hari jika kesehatan menjadi kriteria. Tiga kriteria utama untuk menilai pengaruh WBV dijelaskan dalam Gambar 6. Dalam menggunakan getaran yang bergetar lebih dari satu arah maka ISO 2631-1 menggunakan rumus arms, agar efek ketiga arah dapat dipertimbangkan. Faktor pengali untuk masing-masing arah ditentukan 1.4 pada arah x dan y dan 1 pada arah z. a RMS [(1.4ax )2 (1.4a y )2 a z ] 2
Waktu terpapar aktual dinyatakan sebagai persentase dari total waktu terpapar yang diizinkan dikenal dengan istilah equivalent exposure percentage. Pada contoh di atas nilai equivalent exposure percentage adalah 25% jika efisiensi kerja merupakan kriteria dan waktu terpapar aktual hanya 1 jam.
Gambar 6 Tiga kriteria utama yang digunakan untuk menilai pengaruh WBV Sumber : ISO 2631-1 (2004)
20 Energi Kerja Terdapat beberapa cara pengukuran energi kerja (Kroemer, 2001), diantaranya : 1. Konsumsi oksigen. Perubahan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi memerlukan oksigen (O2), dengan demikian konsumsi oksigen dapat dijadikan parameter pengukuran energi kerja. Adapun reaksi kimia yang terjadi adalah :
→
C6H12C6 + 6O2 6 H2O + 6 CO2 + E Dengan mengekuivalenkan kebutuhan energi dengan kebutuhan oksigen diperoleh hubungan nyata antara keduanya. Konsumsi energi bersih perkegiatan diperoleh dengan mengurangkan enegi yang dibutuhkan untuk metabolisme basal. Konsumsi oksigen juga bisa dihitung dengan menghitung jumlah udara yang dihirup pada waktu bernafas, jumlah oksigen 21% dari total volume udara yang dihirup. 1 liter oksigen yang dikonsumsi oleh tubuh akan menghasilkan energi 4.8 kkal. 2. Laju paru-paru dan frekuensi pernafasan seimbang dengan konsumsi energi. Sehingga dengan mengetahui laju paru-paru dan frekuensi pernafasan dapat dihitung besarnya konsumsi oksigen dan akhirnya dapat dihitung besarnya beban kerja. 3. Suhu tubuh Efisiensi penggunaan tenaga manusia untuk pengerjaan tenaga mekanis sekitar 20% dan selebihnya dikeluarkan dalam bentuk panas. Peningkatan beban kerja akan meningkatkan suhu tubuh, oleh karena itu suhu tubuh dapat dijadikan parameter pengukuran beban kerja fisik. Pada pekerja yang bekerja pada suhu udara tinggi, peningkatan suhu tubuh tidak proporsional dengan laju konsumsi oksigen. Sifat ini dapat dijadikan indikasi untuk mengukur heat stress. 4. Denyut jatung Kebutuhan bahan bakar bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh bagian-bagian tubuh dengan jantung sebagai penggeraknya. Setiap peningkatan penggunaan tenaga mekanis akan meningkatkan kerja jantung. Laju denyut yang tinggi akan diikuti oleh konsumsi oksigen yang tinggi. Metode denyut jantung mempunyai kelemahan, yaitu sering ditemukannya hubungan yang tidak sesuai antara hasil pengukuran dengan pengeluaran energi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja fisik manusia dalam setiap aktifitasnya, yaitu factor personal dan factor lingkungan. Faktor personal antara lain : umur, berat badan, jenis kelamin, kebiasaan merokok, gaya hidup, olah raga, status nutrisi, dan motivasi. Faktor lingkungan antara lain : polusi udara, kualitas udara ruangan, ventilasi, ketinggian tempat, kebisingan, dan factor temperatur udara yang ekstrim. Metoda pengukuran beban kerja yang banyak digunakan adalah pengukuran denyut jantung dengan metode step test. Metode ini relatif lebih mudah dan lebih murah untuk dilaksanakan dibanding metode lainnya. Walaupun dalam pelaksanaannya murah dan mudah, namun metode ini memerlukan sistem kalibrasi data yang akurat, hal ini disebabkan beberapa faktor : 1. Denyut jantung berbeda-beda menurut waktu dan individunya.
21 2.
Denyut jantung tidak hanya dipengarui oleh kerja fisik akan tetapi juga beban mental. Metode step test digunakan untuk mengukur karakteristik denyut jantung individual dari operator.
Metode step test Salah satu metode yang digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung adalah dengan menggunakan metoda step test. Dengan metoda ini dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah karena dapat dilakukan dimana-mana. Denyut jantung sebanding dengan konsumsi oksigen (Sander 1993). Beban kerja yang pasti dapat diketahui dengan mengkalibrasikan antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan denyut jantung saat step test. Dengan metode ini beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai factor yang penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur. Tenaga yang dibutuhkan pada saat step test dapat dicari dengan menggunakan rumus :
di mana : P = energi step test (kkal/menit) m = massa operator (kg) g = akselarasi grafitasi (m/s2) t = waktu (menit) S = jarak yang ditempuh selama step test (m) = n(siklus/menit) x 2(langkah/siklus) x tinggi bangku step test (meter) x waktu (menit) Rata–rata denyut jantung pada saat melakukan step test dihubungkan dengan besarnya energi yang digunakan saat step test tersebut dan dicari persamaan liniernya. Persamaan linier yang didapat, digunakan dalam mencari besarnya energi kerja pada saat bekerja dengan memasukkan nilai rata-rata denyut jantung kedalam persamaan linier energi tadi. Tingkat beban kerja mental sebagai bagian dari beban kerja akan terlihat pada perbedaan pola denyut jantung saat bekerja yang diulang pada saat yang berbeda untuk operator yang sama.
Kecepatan Reaksi Manusia Dalam berbagai situasi orang harus membuat respon fisik berdasarkan stimulus yang diterima dari lingkungan. Pada keadaan tertentu respon diharapkan dapat diberikan secepat mungkin, misalnya dalam kondisi darurat. Waktu respon ditentukan oleh beberapa komponen. Setiap komponen dipengaruhi oleh beberapa variabel. Dengan mendesain tugas dan display dimana waktu respon menjadi
22 penting, variabel yang mempengaruhi masing-masing komponen dapat ditentukan. Dua komponen waktu respon adalah waktu reaksi dan waktu pergerakan. Waktu reaksi dimulai dari munculnya sinyal sampai waktu dimulainya gerakan. Waktu gerakan adalah waktu mulainya respon sampai respon selesai. Terkadang kedua komponen ini sulit dipisahkan. Proses penerimaan stimulus oleh tubuh membutuhkan waktu mulai dari munculnya sinyal pada bagian input sampai munculnya reaksi pada sisi output. Waktu tunda terjadi pada sensor, transmisi sinyal pada afferent path, proses syaraf pusat, transmisi sinyal di efferent path, dan terakhir aktifitas otot. Waktu gerakan merupakan waktu yang dibutuhkan secara fisik membuat respon dari stimulus. Waktu yang dibutuhkan untuk menyalesaikan gerakan dipengaruhi oleh kealamian gerakan, jarak, dan derajat keakuratan gerakan. Karena struktur fisik dari tubuh kita maka gerakan menjadi lebih cepat pada arah tertentu. Waktu gerakan lebih pendek terjadi jika gerakan tangan berpusat pada siku dibandingkan dengan pusat pada bahu.
Menilai Kondisi Tubuh dengan Angka Critical Frequency of Flicker (Wellnes number) Fusion frequency atau Critical Frequency of Flicker, disingkat CFF, adalah rata-rata otak manusia menangkap frekuensi kedipan cahaya lampu berulangulang (NuTesla, 2012). CFF berhubungan dengan ketekunan penglihatan. Fenomena ketekunan ini memungkinkan kita melihat transisi secara halus kilatan atau kedipan di dalam gambar bergerak. Studi tentang CFF dalam fisiologi penglihatan sudah dimulai lebih seratus tahun lalu. Hanya belakangan CFF diterapkan pada kajian tekanan fisiologi dan kesehatan. CFF tidak sama untuk semua pengamatan. Frekuensi penglihatan akan rendah pada kondisi lelah dan cemas. Penurunan pada nilai CFF sudah digunakan sebagai indeks untuk kelelahan sentral. Penggunaan obat-obatan seperti alkohol dan minuman keras juga akan menurunkan CFF atau wellness number. Sehingga dengan mengetahui nilai CFF perorangan dapat mengetahui optimal tidaknya kondisi seseorang. Dengan mengetahui nilai dasar CFF pada kondisi sehat, dapat dibandingkan dengan kondisi CFF pada kondisi tertentu. Bertambah tinggi nilai CFF berarti bertambah baik kondisi seseorang, bertambah rendah nilai CFF berarti kondisi seseorang seseorang bertambah tertekan atau tidak nyaman. Nilai CFF diperoleh berdasarkan frekuensi cahaya lampu yang mampu dideteksi oleh mata manusia. Penilaian pertama subjek mengamati cahaya lampu dari frekuensi tinggi yaitu pada 50 Hz, pada frekuensi ini mata manusia belum dapat mendeteksi perulangan kilatan lampu. Subjek tetap menekan terus menerus tombol flicker sehingga frekuensi lampu akan semakin menurun sampai subjek dapat mendeteksi adanya kilatan cahaya berulang-ulang. Saat mata mulai mendeteksi adalanya kilatan berulang ini maka ketukan pada tombol flicker juga dilepas, dan frekuensi saat kilatan cahaya mulai kelihatan ini tertera pada layar flicker yang merupakan titik CFF pertama. Pengamatan terhadap frekuensi cahaya lampu diulang kembali, dengan pengamatan kilatan cahaya lampu dimulai dari frekuensi rendah pada 20 Hz. Pada frekuensi ini mata manusia dapat
23 mendeteksi perulangan kilatan lampu, subjek menekan terus menerus tombol flicker sehingga frekuensi lampu akan semakin naik sampai subjek tidak dapat lagi mendeteksi adanya kilatan cahaya berulang-ulang. Saat mata tidak dapat lagi mendeteksi adanya kilatan berulang ini maka ketukan pada tombol flicker juga dilepas, dan frekuensi saat kilatan cahaya tidak terdeteksi lagi merupakan titik CFF kedua. Nilai CFF subjek yang diamati adalah nilai rata-rata dari nilai CFF pertama dan kedua.
Penerimaan Stimulus oleh Sensor Tactile Sama dengan pola penerimaan stimulus suara dan visual menggunakan sensor pendengaran dan penglihatan manusia, batas penerimaan stimulus getaran absolut proporsional terhadap jumlah energi getaran yang merambat melalui kulit manusia (Verrillo dalam Myles 2007). Sinyal getaran didefinisikan berdasarkan frekuensinya atau intensitasnya. Ketika salah satu atau kedua parameter ini berubah maka perbedaan rasa atau sensasi akan dirasakan oleh manusia. Parameter sinyal getaran juga mempengaruhi sensitifitas penerimaan sinyal oleh tubuh dan penilaian oleh sensor tactile. Sebagai contoh sensitifitas sensor tactile pada panggul adalah 4 mikron pada 200 Hz, tetapi batas penerimaan ini akan naik atau turun tergantung kepada interval antar stimulus, amplitudo, frekuensi, dan lokasi rambatan getaran. (Erp and Werkhoven dalam Myles 2007). Getaran lebih baik dideteksi melalui jenis kulit yang hairy dan bony, dan lebih sulit dideteksi melalui permukaan kulit yang halus dan berlemak. (Gemperle dalam Myles 2007). Penyerapan stimulus getaran juga berbeda pada area yang berbeda pada tubuh. Adaptasi terjadi ketika stimulus terjadi dalam waktu lama, ditandai oleh penurunan penerimaan intensitas sinyal dan hal yang sama juga terjadi pada stimulus lingkungan yang lain selain getaran. Kondisi ini bisa dihindari jika stimulasi diberikan dalam waktu singkat. Adaptasi terhadap stimulus akan menaikkan ambang batas penerimaan stimulus oleh manusia.