2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kablang (Neritia albicilla) Kablang merupakan nama lokal untuk siput laut Nerita albicilla di daerah Kei
Besar
Kabupaten
Maluku
Tenggara.
Selanjutnya
Wilson
(1993)
mengklasifikasikan Kablang (Nerita albicilla) sebagai berikut : Kingdom
:
Animal
Filum
:
Molusca
Klas
:
Gastropoda
Subklas
:
Prosobranchia
Ordo
:
Neritimorpha
Superfamili
:
Neritoidea
Famili
:
Neritidae
Genus
:
Nerita
Spesies
:
Nerita albicilla
Nerita mempunyai cangkang kecil sampai sangat kecil, membulat sampai bentuk mangkuk memipih. Pada siput dewasa dinding bagian dalam membentuk ruangan membulat yang tidak melingkar di dalam cangkang. Operkulum mengapur, sedikit terpilin, agak bulat dengan tempat gantungan lateral pada sisi bagian dalam. Habitat berkisar dari laut, payau dan air tawar. Kebanyakan marga dari famili ini hidup di atas dasar yang keras, kecuali Smaragdia yang hidup di atas tanaman laut (Matsuura et al. 2000). Gambar 1 menunjukkan siput laut Kablang (Nerita albicilla).
Gambar 1 Kablang (Nerita albicilla).
6
2.2 Bahan Aktif Siput Laut Kablang (Nerita albicilla) Selain dikonsumsi sebagai sumber makanan di daerah Kei Besar, Kablang (Nerita albicilla) dapat dimanfaatkan sebagai sumber senyawa bioaktif. Goad (1978) menyatakan bahwa Nerita peloronta mengandung sterol yang umumnya dari jenis kolesterol. Senyawa sterol dari jenis moluska telah banyak dianalisis kandungan dan komposisi kimianya, bahkan lebih banyak daripada sterol dari filum yang lain. Lebih lanjut Sanduja et al. (1985) melaporkan bahwa Nerita albicilla mengandung pigmen antibakteri fulvoplumierin (Gambar 2).
Gambar 2 Struktur fulvoplumierin (Sanduja et al. 1985). Martin et al. (1986) telah berhasil mengisolasi suatu senyawa oksiindol alkaloid
yang disebut isopteropodin dari moluska laut Nerita albicilla.
Selanjutnya Laus dan Keplinger (1994) melaporkan bahwa isopteropodin pada tanaman Uncaria tomentosa menunjukkan efek sitotoksik pada fibroblast tikus dan manusia (nonmikroseluler karsinoma paru-paru, karsinoma serviks dan karsinoma prostat). Kandungan isopteropodin pada tanaman Uncaria tomentosa terutama pada akar, dan dalam jumlah yang kecil pada batang dan kulit. Isopteropodin juga dapat ditemukan pada beberapa spesies yang lain dari famili Rubiaceae. Isopteropodin dari Uncaria tomentosa juga diketahui mempunyai aktivitas inhibitor topoisomerase I (Lee et al. 1999) . Sakai (1995) menjelaskan bahwa umumnya isopteropodin dicirikan oleh beberapa aktivitas biologi yang khas dan banyak digunakan di dalam pengobatan atau diharapkan memecahkan masalah pengobatan. Garcia et al. (2004) melaporkan bahwa isopteropodin dari Uncaria tomentosa diketahui mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif. Olivera (1995) melaporkan siput laut dari jenis Conus geographus memiliki aktivitas sebagai obat antinyeri dan diduga 1000 kali lebih mujarab
7
dibanding morfin dan telah dipatenkan pada Desember 2004 dan diberi nama Prialt (ziconotide intratechal infusion). Facompre et al. (2003) melaporkan telah mengidentifikasi dan mengkarakterisasi potensi inhibitor topoisomerase I yang baru yang diberi nama lamellarin D (Gambar 3). Lamellarin D (LAM-D) diisolasi dari moluska laut subklas Prosobranchia yaitu Lamellaria sp dan merupakan senyawa alkaloid. Alkaloid ini diketahui memiliki aktivitas terhadap sel lestari tumor yang resisten terhadap berbagai obat dan sitotoksik yang sangat tinggi terhadap sel kanker prostat.
Gambar 3 Struktur lamellarin D (Facompre et al. 2003).
2.3 Asam Amino Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein dan dibagi dalam dua kelompok utama yaitu asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus disuplai lewat makanan, sedangkan asam amino nonesensial dapat diproduksi dalam tubuh. Menurut Belitz dan Grosch (1999) asam amino dibedakan menjadi tiga grup, yaitu (1) asam amino netral tidak bermuatan (glisin, serin, treonin, aspargin, glutamin) dan asam amino yang mengandung sulfur (sistin,sistein dan metionin); (2) asam amino dengan rantai samping asam (asam aspartat dan asam glutamat) dan asam amino dengan rantai samping gugus alifatik (alanin, valin, leusin, isoleusin dan prolin); (3) asam amino dengan rantai samping gugus aromatik (fenilalanin, tirosin dan triptofan) dan asam amino dengan rantai samping basa (lisin, arginin dan histidin). Asam amino umumnya berbentuk serbuk dan mudah
8
larut dalam air, namun tidak larut dalam pelarut organik. Menurut Lehninger (1997), berdasarkan polaritasnya asam amino dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu asam amino hidrofilik (asam aspartat, asam glutamat, asparagin, glutamin, lisin, arginin dan histidin), asam amino hidrofobik (fenilalanin, leusin, isoleusin, metionin, valin dan triptofan), dan asam amino antara (prolin, treonin, serin, sistin, alanin, glisin dan tirosin). Asam amino hidrofilik adalah asam amino yang pada struktur protein globular terdapat di permukaan luar. Asam amino yang disebut hidrofobik adalah asam amino yang terdapat di bagian dalam struktur pada struktur globular, sedangkan yang disebut asam amino dengan polaritas antara adalah asam amino yang dapat ditemukan baik pada bagian luar maupun dalam pada struktur protein globular (Lehninger 1997). Dari sekitar 20 jenis asam amino yang dibutuhkan tubuh, sembilan diantaranya disebut sebagai asam amino esensial atau penting karena tubuh tidak bisa membentuknya dan harus didapat dari makanan. Histidin penting untuk pertumbuhan
fisik
dan
mental
yang
sempurna
dan
dilaporkan
dapat
menanggulangi penyakit rematik. Isoleusin penting bagi pertumbuhan bayi dan keseimbangan nitrogen bagi orang dewasa. Leusin, penting untuk pertumbuhan. Lisin dapat menolong menyembuhkan penyakit herpes kelamin. Metionin diperlukan bagi produksi sulfur, menjaga kenormalan metabolisme, dan merangsang serotonin sehingga dapat menghilangkan kantuk. Metionin juga berperan sebagai antioksidan, membantu menguraikan lemak dan mengurangi kemorosotan otot serta baik untuk kesehatan kulit dan kuku. Fenilalanin dibutuhkan untuk produksi tirosin yang penting bagi pertumbuhan. Treonin dan valin, menyeimbangkan nitrogen, triptofan untuk produksi serotonin pada otak (Anonim 2004). Asam amino yang berperan sebagai antioksidan adalah asam amino metionin, triptofan, histidin, sistein, sistin dan arginin. Asam amino yang lain disebut sebagai nonesensial karena tubuh dapat membentuknya. Fungsinya antara lain untuk menjaga fungsi ginjal dan fungsi seksual pria seperti arginin, berguna menjaga fungsi hati seperti alanin, pengaturan tekanan darah dan fungsi seksual pria. Asam glutamat dan kolin menjaga fungsi kesehatan otak. Prolin untuk pembentukan kolagen dan penyerapan zat-zat gizi bagi tubuh (Anonim 2004).
9
2.4
Ekstraksi Bahan Aktif Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen
dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Komponen yang dipisahkan dengan ekstraksi dapat berupa padatan atau cairan. Metode ekstraksi yang digunakan tergantung pada beberapa faktor antara lain (1) tujuan dilakukan ekstraksi, (2) skala ekstraksi, (3) sifat-sifat komponen yang akan diekstrak, dan (4) sifat-sifat pelarut yang akan digunakan. Ada beberapa metode umum ekstraksi yang dapat dilakukan yaitu ekstraksi dengan pelarut, distilasi, supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan mekanik dan sublimasi. Diantara metode-metode yang telah diaplikasikan, metode yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi menggunakan pelarut (Hougton dan Raman 1998). Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pemisahan dari bahan yang telah diekstrak (Hougton dan Raman 1998). Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hasil ekstraksi yang diperoleh akan tergantung pada kandungan komponen yang terdapat pada sampel dan jenis pelarut yang dipakai. Prinsip kelarutan yang dipakai dalam metode ekstraksi ini adalah like dissolve like artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, sedangkan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar (Khopkar 1990). Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga pelarut. Ketaren (1986) menyatakan bahwa jenis dan mutu pelarut yang digunakan sangat menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : harus dapat melarutkan zat yang diinginkan, mempunyai titik didih yang cukup rendah, titik didihnya seragam, murah, tidak toksik dan tidak mudah terbakar. Menurut Suryandri (1981), semakin besar volume pelarut maka jumlah bahan yang akan terekstrak akan semakin besar sampai larutan menjadi jenuh kemudian penambahan pelarut tidak akan menambah hasil ekstraksi.
Dalam
10
pemisahan pelarut harus diperhatikan titik didihnya. Pelarut bertitik didih rendah biasanya banyak hilang karena penguapan, sedangkan pelarut bertitik didih tinggi baru dapat dipisahkan pada suhu tinggi (Sabel dan Warren 1973). Secara umum ekstraksi bertingkat dilakukan berturut-turut dimulai dengan pelarut nonpolar (kloroform atau heksana), lalu dengan pelarut yang kepolarannya menengah (etil asetat), kemudian dengan pelarut polar (metanol atau etanol). Dengan demikian akan diperoleh ekstrak awal (crude extract) yang mengandung berturut-turut senyawa nonpolar, kepolaran menengah dan polar (Hostettmann et al. 1997). 2.5 Kanker, Antikanker dan Uji Antikanker Kanker adalah pertumbuhan jaringan yang baru sebagai akibat dari proliferasi (pertumbuhan berlebihan) sel abnormal secara terus menerus yang memiliki kemampuan untuk menyerang dan merusak jaringan lainnya. Kanker digolongkan berdasarkan jaringan dan jenis sel asal : (1) Sarkoma, yang tumbuh dari jaringan penyambung dan penyokong, seperti tulang, tulang rawan, saraf, pembuluh darah, otot dan lemak; (2) Karsinoma, bentuk kanker yang paling umum menyerang manusia, tumbuh dari jaringan epitelial (jaringan bersel yang menutupi permukaan), seperti kulit dan lapisan rongga dan organ tubuh, dan jaringan kelenjar, seperti jaringan payudara dan prostat. Karsinoma dengan struktur berlapis-lapis yang menyerupai kulit disebut sebagai karsinoma sel skuamosa (sel tanduk), sedangkan yang menyerupai jaringan kelenjar disebut sebagai adenokarsinoma; (3) Leukemia dan limfoma, merupakan bentuk kanker yang menyerang jaringan pembentuk darah dan dicirikan oleh pembesaran kelenjar getah bening, penyerangan terhadap limpa dan sumsum tulang, dan produksi sel darah putih yang belum matang secara berlebihan (Anonim 2006). Menurut Mulyadi (1997) sel kanker mempunyai sistem enzim yang berbeda yaitu jumlah dan macam enzim pada sel kanker lebih sedikit jika dibandingkan dengan sel normal, dan enzim – enzim untuk pertumbuhan pada sel kanker aktivitasnya lebih besar dibandingkan dengan sel normal. Dalam keadaan normal, sel hanya akan membelah diri bila tubuh membutuhkannya seperti mengganti sel yang rusak atau mati. Sebaliknya sel kanker akan membelah diri meskipun tidak dibutuhkan sehingga terjadi kelebihan sel-sel baru.
11
Faktor-faktor penyebab kanker belum diketahui secara pasti. Pola makan dan gaya hidup yang salah dapat memicu pertumbuhan sel kanker yang meningkat. Selain itu, faktor seperti radiasi serta adanya virus disinyalir dapat turut berkontribusi terhadap pertumbuhan sel kanker (Dalimartha 1999). Antikanker adalah zat yang dapat menghambat atau membunuh sel kanker. Penelitian untuk pengobatan penyakit kanker telah banyak dilakukan. Hasil penelitian yang telah digunakan pada terapi kanker antara lain terapi radiasi, pembedahan dan terapi dengan bahan kimia (kemoterapi). Terapi kanker dapat dilakukan dengan satu macam terapi atau dikombinasikan.
Kesulitan pada
kemoterapi terutama untuk menghasilkan dosis letal yang bersifat sitotoksik pada sel tumor tapi tidak merusak sel normal (Mycek et al. 2000). Akhir-akhir
ini
kemoterapi
menjadi
salah
satu
terobosan
dalam
pengendalian kanker. Meskipun penemuan dan pemakaian kemoterapi menunjang hasil yang bagus tetapi toksisitas dan efek sampingnya sangat besar (Siswandono 1993). Terapi kanker seperti kemoterapi maupun radiasi kerap membuat sel yang sehat ikut terbunuh, sehingga daya tahan tubuh bisa melemah. Upaya pendukung yang banyak dilakukan oleh penderita kanker adalah menggunakan obat-obatan alami. Obat-obatan tersebut mempunyai kemampuan meningkatkan sistem imun. Rivory (2002) menyatakan bahwa kerja obat anti antikanker dibagi dalam beberapa mekanisme yaitu : a) Merusak DNA secara langsung (agen pengkelat), melalui protein (misalkan topoisomerase poison) dan kehilangan siklus basa (nukleusida analog). b) Mengganggu sintesis kofaktor penting dan prekusor protein/DNA/RNA (antimetabolit, asparginase). c) Mengganggu struktur seluler dan proses (obat antimikrotubul seperti docetaxel, paclitaxel dan vinca alkaloid) d) Penghambatan pertumbuhan/penanda antikematian (inhibitor tirosin kinase seperti imatinib mestylate, trastuzumab). Mekanisme ini menyebabkan kematian sel-sel akut (nekrosis), kematian sel terprogram (apoptosis), penghentian pertumbuhan atau diferensiasi. Ada empat jenis uji daya antikanker suatu senyawa, yaitu prescreen test, screen test, monitor test,
dan secondary test (Sufness dan Pezzuto 1991).
12
Prescreen
digunakan untuk mengetahui apakah suatu senyawa merupakan
senyawa bioaktif. Uji ini harus memiliki kapasitas yang tinggi dengan biaya yang rendah dan waktu yang cepat. Dalam screen test dipilih ekstrak untuk digunakan pada secondary test, sedangkan monitor test berguna sebagai panduan pada pemisahan ekstrak pekat melalui isolasi ekstrak murni sebagai senyawa bioaktif. Uji ini harus cepat, murah, berkapasitas tinggi, dan mudah diperoleh. Secondary test dilakukan untuk menguji ekstrak murni yang diperoleh pada beberapa model dan kondisi untuk memilih ekstrak yang akan dikembangkan sebagai obat pada terapi antikanker. Uji ini berkapasitas rendah, lambat dan mahal. Prescreen test dilakukan untuk mendapatkan nilai LC50, yaitu konsentrasi yang dapat mematikan 50% hewan uji dalam waktu 24 jam. Uji yang paling sering dilakukan adalah uji kematian larva udang (BSLT= brine shrimp lethality test). Uji antikanker dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Uji in-vivo secara spesifik dapat dilakukan secara mekanik maupun seluler, untuk mencari kemampuan sitotoksik, antimitotik dan antimetastatik. Uji ini juga dapat dilakukan dengan melihat interaksinya dengan DNA (Suffnes dan Pezzuto 1991). Salah satu uji yang didasarkan pada interaksi dengan DNA adalah dengan cara melihat kemampuan senyawa uji untuk menghambat topoisomerase I dan II yang digunakan pada replikasi DNA.
2.6 Topoisomerase dan Inhibitor Topoisomerase I Topoisomerase adalah enzim yang mengatur perubahan topologi DNA yang dilakukan dengan cara meningkatkan atau menurunkan jumlah pilinan pada heliks ganda. Terdapat dua jenis topoisomerase yaitu topoisomerase I yang membuat pilinan positif atau meningkatkan jumlah pilinan heliks, dan topoisomerase II yang membuat pilinan negatif atau menurunkan pilinan heliks ganda (Jusuf 2001). Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan atau penurunan jumlah pilinan tersebut dilakukan topoisomerase dengan cara memotong rantai fosfodiester antara dua nukleutida dari salah satu heliks ganda. Hengstler et al. (2002) mengelompokkan enzim topoisomerase ke dalam dua klas utama yaitu topoisomerase I yang berperan pada pemotongan DNA utas tunggal dan topoisomerase II yang memotong DNA utas ganda.
13
Enzim DNA topoisomerase (topo) I dan II adalah target molekuler dari beberapa zat antikanker yang potensial, dengan demikian inhibitor dari enzim ini potensial untuk obat antikanker. Pertumbuhan tumor dapat dihambat dan dijinakkan ke tahap dorman melalui pemblokiran proses angiogenesisnya. Angiogenesis adalah proses terbentuknya pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang telah ada.
Komponen antiangiogenesis mampu menurunkan laju
pertumbuhan tumor/kanker. Dengan dihambatnya aktivitas enzim DNA topoisomerase oleh senyawa inhibitor, maka proses terjadinya ikatan antara enzim dengan DNA sel kanker semakin lama. Hal ini menyebabkan terbentuknya Protein Linked DNA Breaks (PLDB), akibatnya terjadi kerusakan DNA sel kanker dan selanjutnya berpengaruh terhadap proses dalam sel khususnya proses replikasi, yang diakhiri dengan kematian sel kanker (Hsiang 1989, Joseph 1989 diacu dalam Sukardiman et al. 2002). Enzim topoisomerase adalah enzim yang berperan dalam proses replikasi, transkripsi dan rekombinasi DNA dan juga proses proliferasi dan diferensiasi sel normal dan sel kanker. Enzim ini merupakan target bahan bioaktif yang memiliki aktivitas antikanker, karena dengan dihambatnya enzim DNA topoisomerase maka proses dalam sel akan terhenti dan akhirnya akan terjadi kematian sel tersebut (Andreas et al. 1995). Aplikasi untuk pencarian bahan-bahan aktif antikanker dari alam dapat menggunakan molekul target enzim DNA Topoisomerase. Enzim tersebut digunakan sebagai molekul target, karena mempunyai fungsi cukup penting dalam proses intraseluler dari sel kanker yang berperan dalam proses replikasi, transkripsi, rekombinasi DNA dan proses proliferasi dari sel kanker (Pommier 1993). Dewasa ini telah banyak senyawa dari bahan alam yang telah diisolasi yang bersifat antikanker dan memiliki molekul target enzim DNA topoisomerase antara lain camptothecin dari tanaman Camptotheca acuminata (Famili Nyssaceae), andriamycin, doxorubicin, mitoxantron dan etoposide VP-16), teniposide (V-26) (Gambar 4).
14
INHIBITOR TOPOISOMERASE I
INHIBITOR TOPOISOMERASE II
Gambar 4 Struktur beberapa topoisomerase poison (Ammon dan Osheroff 1995). Aktivitas inhibisi terhadap kerja dari enzim DNA topoisomerase sebagai target obat antikanker melalui dua mekanisme yaitu penghambatan katalitik (catalytic inhibitor) dan poison (cleavable complex). Perbedaan mekanisme keduanya ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Perbedaan antara inhibitor katalitik dan poison (Topogen 2006).
15
Pada Gambar 5 reaksi normal sekuen (diagram tengah) melibatkan pengikatan DNA diikuti oleh pembelahan DNA (untai tunggal maupun ganda), pelekatan kembali dan pelepasan enzim. Inhibitor (diagram kiri) memblokir tahap pengikatan awal atau dengan kata lain mengganggu kemampuan enzim untuk menggunakan DNA dalam pembelahan. Dalam hal ini, tidak ada relaksasi DNA atau dekantanasi DNA (hanya topo 2) ketika aktivitas katalitik diblok oleh obat. Topo poison (diagram kanan) bekerja pada tahap pembelahan yang menstabilkan kompleks pembelahan dan menghambat tahap pelekatan kembali. Dengan kata lain agen ini bertujuan “meracuni” reaksi melalui penstabilan pembelahan intermediet dan pemanjangan umur dari kompleks pembelahan (normalnya sangat pendek). Inhibisi dari kerja topoisomerase mungkin melibatkan penghambatan “konvensional” dimana aktivitas enzim dihambat atau diperlambat. Sebagai contoh pengikatan inhibitor pada sisi aktif atau perubahan sifat pengikatan dari enzim dengan substrat. Tipe penghambatan ini umumnya ditunjukkan sebagai aktivitas penghambatan katalitik (relaksasi) (Webb dan Ebeler 2004).
2.7 Elektroforesis Elektroforesis dengan gel agarosa merupakan metode yang sederhana dan sangat efektif untuk memisahkan, mengidentifikasi dan memurnikan fragmen DNA dengan panjang 0,5 hingga 25 kilo pasang basa (pb). Metode elektroforesis ini meliputi tiga langkah : persiapan gel agarosa dengan konsentrasi agarosa yang disesuaikan dengan ukuran DNA fragmen yang akan dipisahkan; DNA sampel dimasukkan ke dalam sumur gel dan gel ditaruh di bak elektroforesis yang dialiri listrik dengan tegangan dan waktu tertentu sehingga menghasilkan pemisahan yang baik; gel direndam dalam etidium bromida atau etidium bromida yang telah digunakan pada gel dan penyangga elektroforesis. Hasil elektroforesis ini dapat dilihat langsung pada penyinaran dengan UV (Ausubel et al. 1990) Menurut Muladno (2002) pada prinsipnya DNA dapat berintegrasi di dalam gel dalam bentuk padat yang diletakkan dalam penyangga yang dialiri arus listrik. Salah satu gel yang biasa digunakan adalah gel agarosa. Gel agarosa dapat dicetak dengan memanaskan agarosa yang dilarutkan dalam larutan
16
penyangga sampai jernih. Larutan yang masih cair (dengan temperatur sekitar 60 oC) dituangkan ke dalam pencetak gel. Segera setelah itu, sisir ditempatkan didekat tepian gel dan gel dibiarkan mengeras. Apabila telah mengeras, sisir diangkat sehingga akan membentuk lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan larutan DNA. Jika gel ditempatkan ke dalam bak elektroforesis yang mengandung larutan penyangga dan bak tersebut dialiri listrik, molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak (bermigrasi) ke arah positif (anoda). Kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ukuran molekulnya. Migrasi molekul DNA berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil.
2.8
Alkaloid dan Steroid
2.8.1 Alkaloid Alkaloid adalah senyawa organik berbasis nitrogen yang banyak ditemui pada tumbuhan tetapi juga dapat ditemui dalam jumlah yang sedikit pada mikroorganisme dan hewan. Nama alkaloid berarti menyerupai alkali, tingkat kebasaannya bergantung pada struktur molekul serta keberadaan dan lokasi gugus fungsinya (Dewick 2001 diacu dalam Putri 2004). Menurut Suradikusumah (1989) alkaloid umumnya dinyatakan sebagai senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang merupakan bagian dari sistem siklik. Atom nitrogennya hampir selalu dalam bentuk nitro atau diazo. Subtituen oksigen umumnya dalam bentuk gugus fenol, metoksil atau metilendioksida. Klasifikasi alkaloid atas dasar struktur molekul sulit dilakukan, hal ini dikarenakan terlalu banyak struktur yang ada. Penggolongan lain berdasarkan jumlah cincin nitrogen dan biosintesis yang terjadi dibagi atas tiga golongan yaitu (1) alkaloid sejati, (2) protoalkaloid dan (3) pseudoalkaloid (Pelletier 1983; Bruneton 1993). Alkaloid sejati merupakan senyawa nitrogen yang memiliki struktur yang kompleks dan bersifat basa. Atom nitrogen yang terdapat di dalam struktur merupakan
bagian dari sistem heterosiklik yang menentukan aktivitas
farmakologis. Untuk alkaloid jenis ini terbentuk secara biosintesis dari asam amino dan pada tumbuhan ditemukan dalam bentuk garam.
17
Protoalkaloid merupakan senyawa amina sederhana yang memiliki atom nitrogen bukan merupakan bagian dari sistem heterosiklik. Senyawa ini juga bersifat basa dan dapat terbentuk secara in vivo dari asam amino. Senyawa yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah senyawa amina sederhana seperti serotonin dan betain. Pseudoalkaloid memiliki atom nitrogen yang merupakan bagian dari sistem heterosiklik tetapi bukan merupakan turunan dari asam amino. Senyawasenyawa yang termasuk dalam golongan ini antara lain senyawa isoprenoid, senyawa alkaloid terpenoid dan senyawa nitrogen heterosiklik yang muncul dari metabolisme asetat. Alkaloid memiliki bobot molekul antara 100-900. Umumnya alkaloid tidak mengandung atom oksigen, berbentuk cair pada suhu kamar, sedangkan alkaloid yang memiliki atom oksigen berbentuk kristal padat (Harborne 1987). Hampir seluruh senyawa yang berbentuk kristal memiliki titik leleh dibawah 200 o
C.
Alkaloid umumnya tidak berwarna, tetapi alkaloid yang lebih kompleks
terutama yang mengandung gugus aromatis akan berwarna (Robinson 1995). Alkaloid lebih mudah diekstrak oleh pelarut polar seperti air yang diasamkan, atau pada kondisi basa menggunakan natrium karbonat dan basa bebas. Filtrat yang diperoleh selanjutnya diekstrak dengan pelarut organik seperti eter dan pelarut yang bersifat polar (Maldoni 1991 diacu dalam Robinson 1995). Umumnya alkaloid dapat diendapkan dengan pereaksi Meyer (kalium raksa II iodida). Pereaksi Wagner (iodium dalam kalium iodida), asam silikotungstat 5%, asam tanat 5%, pereaksi Dragendorff (kalium tetraiodobismutat), iodopainat dan larutan asam pikrat jenuh juga dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan senyawa alkaloid. 2.8.2
Steroid Steroid adalah salah satu jenis asam lemak yang merupakan turunan
perihidroksiklopentanofenantrena, yang terdiri atas 3 cincin sikloheksana terpadu seperti bentuk fenantrena (cincin A, B dan C) dan sebuah cincin siklopentana yang tergabung pada ujung sikloheksana (cincin D) (Gambar 6).
18
C A
D
B
Gambar 6 Kerangka inti steroid (Litwack dan Schmidt 2002). Menurut Fahi et al. (2005) sterol atau steroid alkohol merupakan bagian dari steroid dengan group hidroksil pada posisi 3 dari cincin A. Sterol dari tumbuhan disebut fitosterol dan sterol dari hewan disebut zoosterol. Zoosterol yang utama adalah kolesterol dan beberapa hormon steroid. Sedangkan Poejiadi dan Supriyanti (2006) menggolongkan senyawa steroid ke dalam kolesterol, 7 dehidrokolesterol, ergosterol, asam-asam empedu dan hormon steroid. Menurut Linder (2006) kolesterol adalah senyawa golongan steroid dan hanya terdapat dalam lemak hewan, mempunyai peranan penting sebagai penyusun plasma sel, lipoprotein plasma dan merupakan prekusor pembentukan asam empedu, hormon-hormon dan vitamin D. Selanjutnya Poejiadi dan Suryanti (2006) menyatakan bahwa senyawa 7-dehidrokolesterol terdapat di bawah kulit dan hanya berbeda sedikit dari kolesterol. Sedangkan ergosterol mempunyai struktur inti sama dengan 7-dehidrokolesterol, tetapi berbeda pada rantai samping (Gambar 7). Senyawa 7-dehidrokolesterol dan ergosterol dapat membentuk vitamin D bila dikenai sinar ultra violet sehingga kedua steroid ini disebut juga provitamin D.
Gambar 7 Struktur dari 7-dehidrokolesterol dan ergosterol. (http://www.cyberlipid.org/accueil.htm)
19
Evans (2002) menyatakan bahwa asam empedu dibuat dalam hati dan dikumpulkan dalam empedu yang merupakan hasil degradasi kolesterol menjadi C24-karboksil. Asam empedu utama yang dihasilkan hati yaitu asam kholat dan asam khenodeoksikholat. Sedangkan asam empedu yang tidak dihasilkan hati, namun dalam usus dengan bantuan mikroba yaitu asam deoksikholat (dari asam kholat) dan asam lithokholat (dari asam khenodeoksikholat). Davlin (1993) menyatakan bahwa hormon steroid dibentuk dari jaringan tertentu di dalam tubuh dan dibagi ke dalam dua klas yaitu hormon adrenal dan hormon seks (testosteron, estrogen dan progesteron). Antara ketiga hormon seks ini saling berhubungan, testosteron berperan dalam pengaturan perilaku seksual jantan, sedangkan estrogen dan progesteron berperan dalam pengaturan perilaku seksual betina. Sterol dari organisma laut terdiri atas campuran yang sangat kompleks. Lebih dari 200 monohidroksi sterol telah dilaporkan dan lebih dari 70 sterol berasal dari satu spesies organisme laut (Riccio et al. 1993). Sedangkan Menurut Kanazawa (2001) komposisi sterol dari hewan invertebrata laut telah menunjukkan campuran kompleks
yang mencakup banyak jenis sterol baru
dengan inti steroid yang tidak biasa atau rantai samping yang tidak konvensional. Sterol dapat ditemukan baik sebagai sterol bebas (lanosterol, vitamin D3/ cholecalciferol, desmosterol/24-dehydrocholesterol, stigmasterol, fukosterol), sterol ester (cholesterol glucuronide), teralkilasi (steryl alkil ethers), sterol sulfat (squalamine, annosterol) atau separuh glikosida (steryl glycosides) yang dapat terasilasi sendiri (acylated sterol glycosides) (www.cyberlipid.org/accueil.htm).