2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran listrik dengan reaksi kimia, yaitu menentukan satuan-satuan listrik seperti arus, potensial, atau tegangan, dan hubungannya dengan parameter-parameter kimia11. Teknik voltametri yang pertama kali diperkenalkan adalah polarografi yang dikembangkan oleh Jaroslav Heyrovsky di awal tahun 1920-an, yang kemudian mendapatkan nobel kimia pada tahun 1959 atas penelitiannya menggunakan elektroda tetes raksa untuk analisis logam5. Dalam teknik voltametri, potensial yang diberikan dapat diatur sesuai keperluan. Kelebihan dari teknik ini adalah sensitifitasnya yang tinggi, limit deteksi yang rendah dan memiliki daerah linier yang lebar. Selama proses pengukuran, konsentrasi analit praktis tidak berubah karena hanya sebagian kecil analit yang dielektrolisis. Potensial elektroda kerja diubah selama pengukuran, dan arus yang dihasilkan dialurkan terhadap potensial yang diberikan pada elekroda kerja. Arus yang diukur pada analisis voltametri terjadi akibat adanya reaksi redoks pada permukaan elektroda. Kurva arus terhadap potensial yang dihasilkan disebut dengan voltamogram. Berbagai jenis teknik voltametri telah dikembangkan seperti voltametri siklik, amperometri, voltametri pulsa diferensial12, dan lain sebagainya. Perbedaan dari berbagai jenis teknik tersebut adalah terletak pada profil pemberian sinyal listriknya saja. Perbedaan pemberian sinyal listrik pada setiap pengembangan teknik voltametri menyebabkan setiap metode memiliki keunggulan tersendiri. Elektroda yang digunakan dalam analisis voltametri ini terdiri dari tiga jenis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
4
1. Elektroda kerja (working electrode) yaitu elektroda yang potensialnya bergantung pada konsentrasi analit yang diukur. 2. Elektroda pembanding (reference electrode) yaitu elektroda yang potensialnya tidak bergantung pada konsentrasi analit yang diukur. 3. Elektroda pembantu (auxiliary electrode)
Elektroda pembantu Aliran gas N2
Elektroda kerja Elektroda pembanding
Pengaduk magnet Gambar 2.1 Sel dalam analisis voltametri Pada penelitian ini, elektroda kerja yang digunakan adalah elektroda pasta karbon yang dimodifikasi dengan zeolit atau serbuk kayu dan mediator tertentu. Elektroda pembanding yang digunakan adalah elektroda Ag/AgCl. Jika ada arus yang mengalir pada elektroda Ag/AgCl, maka konsentrasi Cl- akan berubah dan potensial pun akan berubah. Hal ini menyebabkan pengertian elektroda pembanding tidak terpenuhi. Agar potensial elektroda pembanding tetap, digunakan elektroda pembantu yang memiliki hambatan lebih kecil daripada elektroda Ag/AgCl. Akibatnya, arus yang mengalir ke elektroda pembanding sangat kecil atau dianggap nol dan arus yang diukur adalah arus pada rangkaian antara elektroda kerja dan elektroda pembantu. Elektroda pembantu yang digunakan adalah platina (Pt). Elektroda padat Pt ini memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan pada daerah potensial yang lebih luas. Pt dapat digunakan pada +1,2 V – (-0,2) V (vs EKJ) dalam suasana asam dan +0,7 V – 0,1 V dalam suasana basa. Arus dalam analisis voltametri terdiri dari tiga jenis. Yang pertama adalah arus difusi. Arus difusi adalah arus yang ingin diukur pada analisis voltametri karena besarnya bergantung 5
pada konsentrasi ion-ion analit yang terdapat dalam larutan. Arus difusi ini terjadi akibat adanya reaksi redoks pada permukaan elektroda. Karena elektroda kerja dihubungkan dengan sumber potensial listrik, maka permukaan elektroda dapat memiliki muatan listrik yang besar dan jenisnya bergantung pada potensial listrik yang diberikan. Untuk mengimbangi muatan yang terdapat pada permukaan elektroda tersebut, maka ion-ion dalam larutan yang memiliki muatan berlawanan dengan muatan elektroda, akan tertarik ke permukaan elektroda membentuk permukaan Helmholtz. Jika potensial elektroda diukur ke nilai potensial yang lebih negatif sehingga mencapai potensial dekomposisi dari ion analit, maka ion-ion analit yang terdapat pada permukaan Helmholtz akan tereduksi. Akibatnya konsentrasi ion analit pada permukaan Helmholtz akan berkurang. Untuk mengimbangi kekurangan ion analit pada permukaan Helmholtz itu, maka ion-ion yang terdapat pada tubuh larutan akan berdifusi menuju elektroda. Aliran ion-ion analit inilah yang menghasilkan arus difusi. Jenis arus yang kedua yaitu arus konveksi. Arus konveksi ini terjadi jika larutan mengalami pengadukan atau akibat adanya gradien temperatur di dalam larutan. Jenis arus yang ketiga adalah arus migrasi. Arus migrasi ini timbul akibat adanya tarik menarik elektrostatik antara muatan elektroda dengan muatan ion-ion analit. Kedua jenis arus yang terakhir tersebut tidak bergantung pada konsentrasi sehingga tidak diinginkan pada analisis voltametri. Arus migrasi dapat diminimumkan dengan menambahkan elektrolit pendukung ke dalam larutan analit11, 13. Elektrolit pendukung yang biasa digunakan adalah garam anorganik, asam mineral, dan buffer. Larutan analit pendukung harus bersifat inert (tidak mengalami reaksi redoks pada daerah potensial kerja). Konsentrasi elektrolit pendukung minimal 100 kali konsentrasi analit sehingga karena senyawa elektrolit ini jauh lebih besar konsentrasinya dibandingkan dengan analit, maka ion-ion elektrolit akan melindungi ion analit dari interaksi elektrostatik dengan muatan elektroda . Arus konveksi dapat dihilangkan dengan menjaga temperatur larutan dan dengan tidak mengaduknya. Namun, kadang-kadang pengadukan sengaja dilakukan untuk mengendalikan transport massa di dalam larutan. Yang tidak diinginkan adalah terjadinya konveksi pada lapis difusi. Jika larutan analit diaduk, maka tebal lapis difusi akan konstan karena ada pergerakan ion-ion akibat pengadukan yang dapat mencegah lapis difusi bertambah. Oksigen yang terlarut di dalam sebuah larutan dapat mengalami reaksi redoks pada permukaan elektroda. Akibatnya, akan ditemukan puncak oksigen yang dapat menggangu pengukuran. Untuk mengatasinya, ke dalam sel voltametri dialirkan gas nitrogen yang dapat menghilangkan oksigen terlarut dengan cara mendesak oksigen, karena nitrogen lebih berat daripada oksigen sehingga nitrogen cenderung berada di bagian bawah. 6
2.2 Voltametri Siklik Voltametri siklik merupakan teknik voltametri yang biasa digunakan pada awal eksperimen untuk mempelajari sifat elektrokimia dari spesi yang diamati. Dari voltametri siklik tersebut dapat diperoleh informasi mengenai mekanisme reaksi dari proses reduksi-oksidasi11. Adanya kemungkinan reaksi lain saat reduksi-oksidasi berlangsung dapat dilihat dari voltamogramnya. Proses yang terjadi pada voltametri siklik adalah pembacaan potensial pada elektroda kerja yang statis dalam larutan yang tidak diaduk, dengan hubungan potensial terhadap waktu berbentuk triangular seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Potensial
1 siklus
Eakhir
Eawal Waktu
Gambar 2.2 Sinyal eksitasi potensial terhadap waktu pada voltametri siklik Teknik voltametri siklik dapat memberikan nilai potensial reduksi/oksidasi dari spesi-spesi elektroaktif. Selama pengukuran dengan voltametri siklik, akan diperoleh kurva antara arus terhadap potensial yang dikenal sebagai voltamogram siklik. Untuk proses yang reversibel, bentuk kurva antara arus terhadap potensial terlihat seperti pada Gambar 2.3 .
Puncak reduksi arus katodik I(mA)
akhir awal Puncak arusoksidasi anodik
E(V) vs Ag│AgCl Gambar 2.3 Voltamogram siklik untuk proses redoks reversibel 7
2.3 Amperometri Amperometri merupakan teknik voltametri hidrodinamik yang digunakan untuk analisis kuantitatif14. Pengukuran arus dilakukan pada potensial tetap selama waktu tertentu pada larutan yang diaduk. Kenaikan arus hanya diakibatkan oleh bertambahnya analit untuk dioksidasi atau direduksi pada potensial yang diberikan. Amperogram yang dihasilkan pada teknik amperometri ditunjukkan pada Gambar 2.4.
penambahan analit arus
arus background penambahan analit
waktu Gambar 2.4 Amperogram yang menunjukkan pengukuran arus pada rentang waktu tertentu
2.4 Zeolit Zeolit merupakan mineral alam, tetapi kebanyakan zeolit yang digunakan secara komersial merupakan zeolit hasil sintesis. Zeolit merupakan padatan kristalin tiga dimensi yang tersusun dari tetrahedral AlO4 dan SiO4. Kerangka zeolit terbentuk oleh atom Al, Si, dan O. Atom Al dan Si masing-masing membentuk kerangka tetrahedral dan saling berhubungan melalui atom O. Akibat dari struktur tersebut, maka zeolit memilki rongga yang biasanya ditempati oleh molekul air dan kation-kation tertentu yang ukurannya sesuai dengan ukuran rongga15. Struktur zeolit ditunjukkan pada Gambar 2.5
8
Gambar 2.5 Contoh struktur zeolit
2.5 Elektroda Pasta Karbon Elektroda pasta karbon (EPK) yang dibuat pada penelitian ini merupakan campuran dari grafit, parafin, serta zeolit atau serbuk kayu yang mengandung mediator dengan komposisi tertentu. Dalam elektroda tersebut, zeolit atau serbuk kayu berperan sebagai zat yang mengadsorpsi larutan mediator. Grafit merupakan salah satu alotrop dari karbon. Fungsinya dalam elektroda pasta karbon adalah untuk menghantarkan arus listrik. Akibat delokalisasi elektron antar permukaannya, grafit dapat berfungsi sebagai konduktor listrik. Struktur grafit ditunjukkan pada Gambar 2.6.
atom karbon
Gambar 2.6 Struktur grafit 9
Parafin berfungsi sebagai pengikat antara zeolit dan grafit Pada suhu kamar, parafin berwujud padat dan mempunyai titik leleh berkisar 49 ºC – 65 ºC, bergantung pada panjang rantainya. Struktur parafin terdiri atas campuran rantai lurus hidrokarbon jenuh, seperti yang terlihat pada Gambar 2.7.
H C H
n
Gambar 2.7 Struktur kimia parafin
2.6 Asam Askorbat Asam askorbat (AA) merupakan asam organik yang dikenal sebagai vitamin C. Bentuknya kristal atau serbuk berwarna putih hingga kuning muda dengan rumus molekul C6H8O6 dan memiliki massa molekul relatif 176,13 g/mol. Vitamin C larut dengan baik dalam medium air dan memiliki nilai pK1 = 4,04 serta pK2 = 11,4 pada suhu 25 ºC9, 16. Struktur asam askorbat ditunjukkan pada Gambar 2.8.
HO
HO
O
O
HO
OH
Gambar 2.8 Struktur asam askorbat Asam askorbat merupakan zat pereduksi dengan potensial reduksi sebesar 0,008 V, sehingga membuatnya mampu untuk mereduksi senyawa-senyawa seperti nitrat, sitokrom a, dan sitokrom c. Asam askorbat dapat mengalami oksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Molekul asam dehidroaskorbat
dalam medium air dapat mengalami hidrasi menjadi
hemiketal seperti ditunjukkan pada Gambar 2.9.
10
HO
HO
O
O
HO
O
O
HO
oks red
HO
O
OH
2H+ + 2e-
+
H
H
O
Asam dehidroksi askorbat
Asam Askorbat
H2O
HO
O
HO
O
O
O
HO H
OH
OH O OH
O
OH
HO
Hemiketal askorbat
Gambar 2.9 Reaksi reduksi-oksidasi asam askorbat
2.7 Metilen Biru Metilen biru (MB) merupakan senyawa kimia aromatik heterosiklik dengan rumus molekul C16H18ClN3S. Metilen biru memiliki massa molekul relatif 319,85 g/mol dan titik leleh 100ºC. Pada suhu ruang, MB berbentuk serbuk berwarna hijau tua, tidak berbau, dan menjadi berwarna biru ketika dilarutkan di dalam air. Struktur metilen biru ditunjukkan pada Gambar 2.10.
N
H3C N
+
S
CH3
N Cl-
CH3
CH3 Gambar 2.10 Struktur molekul metilen biru
Metilen biru dapat mengalami reaksi redoks dengan midpoint potential sebesar 0,154 V17. Reaksi redoks metilen biru ditunjukkan pada Gambar 2.11 11
Gambar 2.11 Reaksi redoks MB
2.8 Besi (III) fenantrolin Kompleks besi (III) dari senyawa organik 1,10 fenantrolin disebut dengan indikator feriin. Indikator feriin dapat dibuat dengan mencampurkan FeCl3.6H2O dan 1,10-fenantrolin dalam kuantitas yang ekivalen. Ion besi (III) dalam indikator tersebut dapat direduksi menjadi besi (II), dan ion ini juga membentuk kompleks dengan tiga molekul 1,10-fenantrolin18. [Fe(phen)3]3+ + e → [Fe(phen)3]2+
E0 = 1,06 V
12