4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sumberdaya Perikanan Pelagis Sumberdaya ikan laut Indonesia pada dasarnya dikelompokkan berdasarkan
taksonomi, yaitu ikan (pisces) dan non-ikan (mollusca, crustaceae, holoturaedae, reptilian, mammalian).
Kelompok ikan kemudian dibedakan berdasarkan
habitatnya menjadi ikan pelagis, ikan demersal dan ikan karang. Ikan pelagis adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada di kolom air terutama dekat permukaan, ikan demarsal adalah ikan yang sebagian besar masa hidupnya berada pada atau di dekat perairan dan ikan karang adalah ikan yang kehidupannya terikat dengan perairan karang. Ikan pelagis dibagi lagi menjadi dua berdasarkan ukuran, yaitu ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Ikan pelagis besar seperti madidihang, cakalang, tongkol, tenggiri dan cucut, sedangkan ikan pelagis kecil seperti layang, selar, lemuru, teri dan kembung. Ikan karang dibagi lagi menjadi ikan karang konsumsi dan ikan hias. Kelompok nonikan dibagi menjadi udang dan krustasea lainnya, moluska dan teripang, cumicumi, penyu,mamalia, karang dan rumput laut (Aziz, 1998). Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil adalah sifat mengelompok.
Karena adanya sifat
mengelompok ini, ikan dapat ditangkap dalam jumlah besar. Pola tingkah laku berkelompok pada ikan pelagis juga dipengaruhi oleh jenis dan ukurannya. Ikan pelagis pada umumnya berkelompok dan akan naik ke permukaan pada sore hari. Ikan-ikan tersebut akan menyebar di lapisan pertengahan perairan setelah matahari terbenam dan akan turun ke lapisan yang lebih dalam saat matahari terbit (Laevastu dan Hela, 1970).
Hal-hal
yang
menyebabkan
ikan
membentuk
gerombolan antara lain adalah (1) sebagai perlindungan diri dari pemangsa/ predator; (2) mencari dan menangkap mangsa; (3) pemijahan; (4) musim dingin; (5) ruaya dan pergerakan; (6) pengaruh faktor dari lingkungan (Mantiefel dan Radakov vide Gunarso, 1985). Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan perairan.
Faktor-faktor tersebut meliputi faktor fisik, kimia, dan
biologi lingkungan. Faktor-faktor ini penting untuk mengetahui penyebaran atau
5
distribusi ikan yang berguna untuk pencarian ikan dan pemilihan teknik penangkapannya. Faktor oseanografi fisika yang paling berpengaruh terhadap keberadaan sumberdaya ikan adalah faktor salinitas dan suhu perairan. Kedua faktor ini menarik untuk diamati karena berperan dalam keberlangsungan ikan (Gunarso,1985). Gunarso (1985) mengatakan bahwa penyebaran ikan pelagis dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang sesuai dengan kondisi tubuhnya. Daerah yang banyak diminati ikan pelagis adalah daerah yang banyak mendapatkan cahaya matahari yang dikenal sebagai daerah fotik.
Daerah ini memiliki suhu yang
optimal bagi ikan pelagis yaitu berkisar 28 0C - 30 0C. Pada siang hari suhu lapisan permukaan akan lebih tinggi sehingga ikan pelagis beruaya ke lapisan bawah. Konsentrasi
plankton
mempengaruhi
pengelompokan
ikan
pelagis.
Plankton mengadakan migrasi harian secara vertikal dengan berbagai mekanisme. Pola pergerakan plankton akan diikuti oleh pola migrasi ikan-ikan pelagis (Nybakken, 1992). Jenis-jenis ikan yang tertangkap di perairan Selat Malaka selama penelitian ini adalah mata besar (Priacanthus tayenus), biji nangka (Upeneus molluccensis), kuniran (Upeneus tragula), tetengkek (Megalaspis cordyla), banyar (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma), gulamah (Pennahia argentata), pepetek (Gazza sp), layur (Trichiurus lepturus), temenong (Selar crumenophtalmus),
kakap
merah
(Lutjanus
argentimaculatus),
kerapu
(Epinephelus sp), pari (Dasyatis sp), gerot-gerot (Pomadasys argenteus), perak (Pentaprion longimanus), sotong (Sephia sp), tenggiri (Scomberomorus commersoni), peperek topang (Leiognathus equulus), selar kuning (Selaroides leptolepis), layang (Decapterus russelli), kurau (Eleutheronema tetradactylum), madidihang (Thunnus albacares), beloso (Saurida undosquamis), selanget (Anodontostoma chacunda), japuh (Dussumieria acuta), selar hijau (Atule mate) dan cumi-cumi (Loligo spp). Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa ikan yang tertangkap tersebut.
6
1) Mata besar/swanggi (Priacanthus tayenus; Richardson, 1846) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama angbak (Gambar 1). Ikan ini badannya memanjang, pipih dan matanya sangat besar.
Mulutnya lebar dan
serong serta dapat ditonjolkan ke depan. Terdapat deretan gigi kecil pada rahang dan langit-langit. Pada bagian bawah penutup insangnya terdapat satu duri lancip yang sangat panjang pada jenis ikan yang masih muda. Sirip punggung memiliki 10 jari-jari keras dan 11-12 jari-jari lemah. Sirip dubur memiliki 3 jari-jari keras dan 13 jari-jari lemah. Sirip ekornya rata dengan ujung atas dan ujung bawahnya tumbuh memanjang. Sirip perut dan bagian bawah perutnya dihubungkan oleh selaput kulit (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979). Sa-a (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan, ikan ini hidup di daerah tropis dan berasosiasi dengan karang atau daerah berbatu pada kedalaman 20 hingga 200 m dan sering membentuk gerombolan serta memakan organisme bentik. Jenis ikan yang kecil biasanya ditemukan di daerah pantai. Ikan ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimum 35 cm, tetapi panjang umumnya adalah 25 cm. Menurut Krajangdara dan Anchalee (2000), ikan ini akan mencapai kematangan gonad setelah mencapai ukuran 14,19 cm.
Sumber : www.fishbase.org Gambar 1 Priacanthus tayenus.
Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa ikan ini seluruh badannya berwarna merah; merah cerah pada bagian atas dan merah keputihan di bagian bawah. Sirip-siripnya berwarna merah dan sedikit gelap. Terdapat totoltotol gelap pada sirip perut. Matanya besar dan berwarna merah. Ikan ini tersebar
7
terutama di Laut Jawa, kemudian sepanjang pantai Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Arafuru dan pantai utara Australia.
2) Biji nangka (Upeneus molluccensis; Bleeker, 1855) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama angkoli (Gambar 2). Ikan ini badannya memanjang dan langsing serta terdapat sepasang sungut pada dagunya. Biji nangka memiliki dua sirip punggung. Pada sirip punggung pertama terdapat 8 jari-jari keras sedangkan pada sirip punggung kedua terdapat 1 jari-jari keras dan 7 jari-jari lemah.
Sirip dubur berjari-jari keras 1 dan 6 jari-jari lemah
(Direktorat Jenderal Perikanan, 1979). Capuli (2010) dalam situs www.fishbase.org mengatakan bahwa ikan ini hidup di perairan laut maupun payau pada kedalaman 10 hingga 120 m dengan dasar perairan berlumpur dan berasosiasi dengan karang di daerah subtropis, biasanya membentuk gerombolan besar dan merupakan ikan perenang cepat. Biji nangka dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimum 20 cm, tetapi umumnya panjangnya adalah 18 cm dan mencapai kematangan gonad pertama kali pada ukuran 14 cm.
Sumber : www.fishbase.org Gambar 2 Upeneus molluccensis.
Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa bagian atas tubuh ikan ini berwarna merah cerah dan keputihan pada sisi perutnya serta kekuningan pada bagian bawah. Terdapat satu garis kuning yang memanjang mulai dari mulutnya sampai ke pangkal jari-jari sirip ekor. Sirip punggungnya berwarna kuning dengan totol-totol kuning tua. Lembaran atas sirip ekornya berwarna kuning dan terdapat garis-garis berwarna kuning kunyit yang menyerong secara
8
melintang. Ikan ini tersebar di perairan pantai seluruh Indonesia hingga ke Teluk Benggala (pantai India), Teluk Siam, sepanjang Laut Cina Selatan, Philipina, pantai utara Australia dan Afrika Timur.
3) Kuniran (Upeneus tragula; Richardson, 1846) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama biji nangka (Gambar 3). Ikan ini memiliki badan yang memanjang dan langsing. Memiliki dua sungut pendek pada dagunya.
Sisik pada garis rusuk berjumlah 30-32 dan terdapat 2 sisik
transversal di atas garis rusuknya dan 6 sisik di bawahnya dan ukuran sisiknya besar. Kuniran memiliki dua sirip punggung dimana sirip punggung pertama memiliki 7-8 jari-jari keras dan sirip punggung kedua memiliki 1 jari-jari keras dan 6-7 jari-jari lemah.
Jari-jari keras sirip duburnya 1 buah dan jari-jari
lemahnya berjumlah 6-7 buah (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979). Menurut Capuli (2010) dalam situs www.fishbase.org, ikan ini hidup di daerah tropis dan terdapat di perairan laut maupun payau yang dasar perairannya berpasir maupun berlumpur dengan kisaran kedalaman 10-50 m serta berasosiasi dengan karang. Umumnya soliter, tetapi sering membentuk gerombolan kecil hingga gerombolan besar pada semua ukuran. Ikan ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 33 cm, tetapi umumnya panjangnya adalah 25 cm. Menurut Sabrah M. dan Azza A. (2009), ikan ini akan mencapai kematangan gonad pada ukuran 11-12 cm.
Sumber :www.fishbase.org
Gambar 3 Upeneus tragula.
9
Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa ikan ini memiliki kepala dan punggung yang berwarna merah sawo matang serta bagian bawah yang berwarna keputihan sedikit ungu. Terdapat satu garis coklat atau gelap yang membujur di sepanjang badannya, mulai dari mulut hingga ke pangkal ekor. Pada sirip punggung nya terdapat garis-garis serong berwarna merah darah. Pada sirip perut dan sirip duburnya terdapat totol-totol berwarna merah kunyit yang membentuk garis-garis.
Pada sirip ekor terdapat garis-garis merah, merah
kehitaman pada lembaran sirip ekor bawah secara melintang, berjumlah 4-6 garis pada lembaran atas dan 5-8 pada lembaran bawah. Jumlah garis-garis ini berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Ikan ini menyebar di perairan pantai dan perairan karang di seluruh Indonesia serta perairan Indo-Pasifik lainnya.
4) Tetengkek (Megalaspis cordyla; Linnaeus, 1758) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama cencaru (Gambar 4). Ikan ini memiliki tubuh yang memanjang dan agak pipih seperti cerutu. Sirip punggung pertamanya memiliki 8-9 jari-jari keras, sedangkan sirip punggung yang kedua memiliki 1 jari-jari keras dan 10 jari-jari lemah, diikuti 8-9 jari-jari sirip tambahan. Sirip duburnya terdiri dari 2 jari-jari keras yang saling lepas satu sama lain, 1 jari-jari keras yang menyatu dengan 10 jari-jari lemah diikuti 6-8 jari-jari sirip tambahan (finlet). Sirip dadanya berbentuk sabit, memanjang dan ujungnya meruncing.
Bagian depan garis rusuk melengkung dan lurus dibelakangnya.
Terdapat 53-58 sisik duri, berukuran besar dan kuat serta berbentuk lancip. Batang ekornya kuat dan kaku (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979). Menurut Torres (2010) dalam situs www.fishbase.org, ikan ini hidup di daerah tropis pada perairan laut maupun payau dengan kisaran kedalaman 20-100 m dan berasosiasi dengan karang dan biasanya membentuk gerombolan. Makanan utama ikan ini adalah ikan. Tetengkek dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimum 80 cm tetapi panjang umumnya adalah 45 cm. Tetengkek mencapai kematangan gonad pada ukuran 22 cm. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1979), warna tubuh ikan ini hijau keabuan pada bagian atas dan putih perak pada bagian bawah. Sirip punggung, dada dan ekornya berwarna keabuan sedikit kekuningan. Ikan ini menyebar di
10
daerah pantai dan perairan karang seluruh Indonesia dan terdapat juga di daerah Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Philipina dan perairan tropis Australia.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 4 Megalaspis cordyla.
5) Banyar (Rastrelliger kanagurta; Cuvier, 1816) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama kembung kedah (Gambar 5). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa ikan ini badannya sedikit langsing dan pipih dan terdapat selaput lemak pada kelopak matanya. Panjang ususnya 1,3-3,7 kali panjang badannya.
Tapis insangnya panjang,
kelihatan jelas bila mulutnya dibuka. Jumlah tapis insangnya 30-46 pada bagian bawah busur insang pertama.
Sisik garis rusuk berjumlah 120-150.
Sirip
punggung pertama berjari-jari keras 10, sedangkan sirip punggung kedua berjarijari lemah 11-12. Sirip duburnya berjari-jari lemah 11-12. Di belakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat 5-6 jari-jari sirip lepas (finlet). Bailly (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan banyar hidup di perairan laut daerah tropis dengan kisaran kedalaman 20-90 m. Ikan dewasa biasanya terdapat pada perairan teluk, pelabuhan dan di beberapa perairan yang kaya dengan plankton.
Biasanya membentuk gerombolan dan
memakan fitoplankton (khususnya diatom) maupun zooplankton kecil.
Ikan
dewasanya memakan makroplankton seperti larva udang dan ikan. Banyar dapat tumbuh mencapai panjang maksimal 35 cm, tetapi panjang umumnya adalah 25 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 19,6 cm.
11
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1979), warna ikan ini adalah biru kehijauan pada bagian atas dan putih kekuningan pada bagian bawah. Terdapat dua baris totol-totol hitam pada bagian punggung dan satu totol hitam dekat sirip dada. Satu garis berwarna gelap memanjang di bagian atas garis rusuk dan 2 garis warna keemasan di bawah garis rusuk. Sirip punggungnya berwarna abu-abu kekuningan sedangkan sirip ekor dan sirip dadanya agak kekuningan, sementara siri-sirip lainnya bening kekuningan. Banyar tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia dengan konsentrasi terbesarnya terdapat di Kalimantan Barat (Tanjung Satai), Kalimantan Selatan (Pegatan), Laut Jawa, Selat Malaka, Sulawesi Selatan, Arafuru, Teluk Siam dan Philipina.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 5 Rastrelliger kanagurta.
6) Kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma; Bleeker, 1851) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama kembung kuring (Gambar 6). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan badannya tidak begitu langsing, pendek dan pipih. Tapis insangnya halus berjumlah 29-34 helai pada bagian bawah busur insang pertama. Sisik pada garis rusuk berjumlah 120-131. Ususnya sangat panjang, 3-3,4 kali panjang badan.
Sirip punggung pertama
berjari-jari keras 10-11, sedangkan sirip punggung kedua berjari-jari lemah berjumlah 12-13. Sirip duburnya berjari-jari lemah sebanyak 12. Di belakang sirip punggung dan sirip duburnya terdapat 5 jari-jari lepas (finlet). Menurut Bailly (2010) dalam situs www.fishbase.org, ikan kembung perempuan hidup di habitat estuari dengan penurunan salinitas yang rendah dan perairan permukaan yang memiliki suhu antara 20oC dan 30oC pada daerah tropis
12
dengan kisaran kedalaman 15-200 m. ikan ini membentuk gerombolan dengan ukuran tubuh yang homogen dan memakan mikrozooplankton dengan komponen tertingginya adalah fitoplankton. Kembung perempuan dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 34,5 cm, tetapi panjang umumnya adalah 20 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran tubuh 17 cm.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 6 Rastrelliger brachysoma.
Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa tubuhnya berwarna biru kehijauan pada bagian atas dan putih perak pada bagian bawah. Terdapat totol-totol hitam pada bagian punggung (di atas garis rusuk). Sirip punggung pertama berwarna kuning keabuan dengan pinggiran gelap. Sirip dada dan sirip perut berwarna kuning maya dan sedikit gelap, sedangkan sirip-sirip lainnya berwarna kekuningan. Ikan kembung perempuan terdapat di perairan pantai Indonesia dengan konsentrasi terbesarnya berada di Kalimantan, Sumatera Barat, Laut Jawa, Selat Malaka, Muna-Buton, Arafuru, Teluk Siam dan Philipina.
7) Gulamah (Pennahia argentata; Houttuyn, 1782) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama gulamah (Gambar 7). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa badannya agak melebar, mulutnya lebar dan sedikit serong terletak di bagian bawah.
Tapis
insang pada busur insang pertama bagian bawah berjumlah 8-9. Sirip punggung berjari-jari keras 9-10, diikuti 1 jari-jari keras dan 25-28 jari-jari lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 dan 7-8 jari-jari lemah. Ujung sirip ekor tumpul, kurang lebih seperti belah ketupat. Garis rusuknya memanjang sampai ke ujung sirip ekor.
13
Luna (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan gulamah hidup di perairan pesisir dengan dasar perairan yang berpasir atau berlumpur dengan kisaran kedalaman 20-140 m. Ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan hewan-hewan invertebrata. Gulamah dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 40 cm, tetapi panjang umumnya adalah 20 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 14 cm.
Sumber : portal.nfrdi.re.kr
Gambar 7 Pennahia argentata.
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1979), ikan gulamah kurang memperlihatkan tata warna yang jelas, kecuali putih keabuan pada bagian atas dan putih pudar pada bagian bawah. Terdapat satu totol agak gelap pada pangkal sirip dadanya dan sirip-siripnya berwarna kuning keabuan. Ikan gulamah tersebar di perairan pantai, terutama Laut Jawa, bagian timur Sumatera, Sulawesi Selatan, sepanjang pantai Kalimantan dan Arafuru.
8) Peperek topang (Leiognathus equulus; Forskal, 1775) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama kekek (Gambar 8). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa badannya melebar seperti belah ketupat. Sisik-sisiknya kecil dan kepalanya tanpa sisik. Mulutnya seperti corong, serong ke bawah bila sedang ditarik ke depan.
Sisik garis
rusuknya berjumlah 60. Jari-jari keras sirip punggungnya berjumlah 8 dan 15-16 jari-jari lemah. Sirip duburnya berjari-jari keras 3 dan berjari-jari lemah 14. Gigigiginya halus dan tersusun dalam satu deretan.
14
Menurut Luna (2010) dalam situs www.fishbase.org, ikan ini ditemukan pada muara sungai dan perairan yang dasarnya berlumpur, tetapi sering juga ditemukan di wilayah mangrove. Ikan dewasanya merupakan penghuni pesisir dengan kedalaman sekitar 10-70 m.
Juvenil-nya biasanya menempati daerah
mangrove dan anak sungai, terkadang memasuki perairan tawar. Ikan dewasa bergerak dalam gerombolan dan memakan polychaeta, krustasea kecil, ikan-ikan kecil dan cacing. Ikan ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 28 cm, tetapi panjang umumnya adalah 20 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 10,7 cm.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 8 Leiognathus equulus.
Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa tubuhnya berwarna putih perak, kadang-kadang seperti warna pelangi. Terdapat garis-garis kecil melintang pada punggungnya tetapi tidak nyata. Satu totol merah-sawo kadang-kadang terdapat pada bagian atas batang ekor. Sirip punggungnya tembus cahaya, ketiak sirip dadanya gelap dan sirip ekor sedikit kekuningan. Ikan ini terdapat di seluruh perairan pantai Indonesia terutama Laut Jawa, Sumatera bagian timur, sepanjang pantai Kalimantan, Sulawesi Selatan, Selat Tiworo, Arafuru, Teluk Benggala, sepanjang pantai India, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Philipina, pantai utara Australia dan pantai Afrika Timur.
15
9) Selar kuning (Selaroides leptolepis; Cuvier, 1833) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama selar kuning (Gambar 9). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa ikan ini memiliki bentuk tubuh yang lonjong dan pipih serta memiliki mata yang besar. Tapis insang pada busur insang pertama bagian bawahnya berjumlah 26.
Sirip
punggung pertama berjari-jari keras 8, sedangkan sirip punggung kedua berjarijari keras 1 dan 15 jari-jari lemah. Sirip dubur terdiri dari 2 jari-jari keras yang saling lepas satu sama lain, 1 jari-jari keras dan 20 jari-jari lemah. Garis rusuknya membusur dan terdapat 25-34 sisik duri (skut). Reyes (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan selar kuning biasanya terdapat di perairan pantai landasan kontinental pada perairan tropis.
Ikan ini membentuk gerombolan besar di dasar perairan yang lebih
dangkal dari 50 m.
Kadang-kadang memasuki perairan tawar dan memakan
ostracods, gastropods dan euphausiids dan juga ikan-ikan kecil. Selar kuning dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 22 cm, tetapi panjang umumnya adalah 15 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 10,1 cm.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 9 Selaroides leptolepis.
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1979), ikan selar kuning berwarna hijau kebiruan pada bagian atasnya dan putih perak pada bagian bawahnya. Terdapat garis berwarna kuning keemasan yang membujur mulai dari mata sampai ke sirip ekornya dan terdapat satu totol warna gelap pada bagian atas penutup insangnya.
Daerah penyebarannya meliputi daerah pantai seluruh
16
perairan Indonesia, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, dan perairan tropis Australia.
10) Layang (Decapterus russelli; Ruppell, 1828) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama selayang (Gambar 10). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa ikan ini badannya memanjang dan agak pipih. Memiliki dua sirip punggung dengan sirip punggung pertama memiliki 9 jari-jari keras (1 meniarap dan 8 biasa), sedangkan sirip punggung kedua memiliki 1 jari-jari keras dan 30-32 jari-jari lemah.
Sirip
duburnya memiliki 2 jari-jari keras (lepas) dan 1 bergabung dengan 22-27 jari-jari sirip lemah. Terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung kedua dan sirip duburnya. Menurut Bailly (2010) dalam situs www.fishbase.org, ikan layang hidup di perairan laut dengan kisaran kedalam 40-275 m, membentuk gerombolan besar di perairan yang dalam dan terkadang membentuk kelompok kecil di perairan pantai untuk berlindung. Makanan utamanya adalah plankton invertebrata kecil. Ikan ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 45 cm, tetapi panjang umumnya adalah 30 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 14,7 cm.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 10 Decapterus russelli.
Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa warna tubuh ikan ini adalah biru kehijauan, hijau pupus pada bagian atas dan putih perak pada bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat dan terdapat satu totol hitam pada tepi atas penutup insang. Ikan ini banyak tersebar di Laut
17
Jawa, Selat Makasar, Selat Karimata, Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru dan Selat Bali.
11) Kurau (Eleutheronema tetradactylum; Shaw, 1804) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama kuro (Gambar 11). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa ikan ini badannya memanjang dan pipih. Mulutnya menonjol ke depan dan tumpul, terletak di bagian bawah dan ditumbuhi gigi-gigi kecil. Sirip punggung pertama berjari-jari keras 8, sedangkan sirip punggung kedua berjari-jari keras 1-2 dan 15-17 jari-jari lemah. Sisik garis rusuknya berjumlah 78-80. Di bawah sirip dada terdapat 4 jari-jari sirip berupa serabut yang terpisah satu sama lain dan dapat mencapai pangkal sirip perut.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 11 Eleutheronema tetradactylum.
Bailly (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan kurau biasanya terdapat pada perairan pesisir dengan dasar perairan berlumpur dan kadang memasuki perairan sungai. Ikan kecilnya ditemukan di perairan estuari. Saat musim dingin, ikan dewasa memasuki sungai.
Biasanya membentuk
gerombolan, walaupun ikan yang lebih besar lebih sering ditemukan berpasangan maupun sendiri. Ikan ini memakan udang-udangan dan ikan serta dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 200 cm, tetapi panjang umumnya adalah 50 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 29 cm. Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa warna tubuh ikan kurau pada bagian atasnya adalah putih perak kehijauan (perak keabu-abuan) dan putih kekuningan di bagian bawah. Sirip punggung dan ekor berwarna abu-abu
18
sedikit kekuningan dengan pinggiran gelap. Sirip dubur dan sirip perut berwarna kuning jeruk.
Ikan kurau tersebar di perairan pantai terutama Laut Jawa,
Sumatera bagian timur, sepanjang Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan sampai Queenland (Australia).
12) Madidihang (Thunnus albacares; Bonnaterre, 1788) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama tongkol sisik (Gambar 12). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa ikan madidihang badannya memanjang dan bulat seperti cerutu. Tapis insangnya berjumlah 26-34 pada busur insang pertama. Memiliki dua cuping diantara kedua sirip perutnya. Terdapat 13-14 jari-jari keras pada sirip punggung pertama dan 14 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, diikuti 8-10 jari-jari sirip tambahan. Sirip dubur berjari-jari lemah 14-15, diikuti 7-10 jari-jari sirip tambahan. Terdapat satu lunas kuat pada batang sirip ekor yang diapit dua lunas kecil pada ujungnya. Pada ikan dewasa, sirip punggung kedua dan sirip dubur tumbuh sangat panjang. Sirip dadanya cukup panjang. Badannya bersisik kecil-kecil, korselet bersisik agak besar tetapi tidak nyata. Kesner-Reyes (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan madidihang adalah spesies yang biasa hidup di atas dan di bawah daerah termoklin. Bersifat pelagis di perairan terbuka, tetapi kadang terlihat di perairan karang. Ikan ini biasanya membentuk gerombolan sesuai ukuran. Ikan dewasa sering bergerombol dengan lumba-lumba, juga berasosiasi dengan reruntuhan yang mengapung dan benda-benda lain. udangan dan cumi-cumi.
Madidihang memakan ikan, udang-
Sensitif terhadap konsentrasi oksigen yang rendah
sehingga biasanya tertangkap pada kedalaman di atas 250 m di perairan tropis. Ikan ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 239 cm, tetapi panjang umumnya adalah 150 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 107,5 cm. Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa madidihang memiliki tubuh yang berwarna gelap keabuan pada bagian atas dan kuning perak pada bagian bawah. Sirip-sirip punggung, perut dan sirip tambahan berwarna kuning cerah berpinggiran gelap. Pada perut terdapat kurang lebih 20 garis putus-
19
putus berwarna putih pucat melintang. Ikan ini tersebar di bagian barat Samudera Pasifik Tengah, Laut Banda, Laut Sulawesi, Samudera Indonesia, Selat Sunda, Laut Maluku dan Barat Sumatera.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 12 Thunnus albacares.
13) Beloso (Saurida undosquamis; Richardson, 1848) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama kabu-kabu (Gambar 13). Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa beloso memiliki tubuh yang memanjang dan silindris. Kepalanya seperti kepala kadal dan mulutnya lebar. Gigi-gigi pada langit-langit bagian depan terluar terdiri dari dua baris. Jumlah sisik pada garis rusuknya adalah 45-52 dan sisik-sisiknya berukuran besar. Sirip punggungnya berjari-jari lemah 11-12 dan di belakangnya terdapat sirip lemak. Sirip duburnya berjari-jari lemah 10-12. Capuli (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan ini ditemukan di zona sublitoral diatas 100 m dengan dasar perairan berpasir atau berlumpur di perairan pantai. Ikan beloso memakan ikan, udang-udangan dan hewan invertebrata lainnya dan dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 50 cm, tetapi panjang umumnya adalah 30 cm serta mencapai kematangan gonad pada ukuran 19,8 cm. Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan tubuh ikan beloso berwarna merah sawo pada bagian atas dan kepala, putih pada bagian bawah. Pada lembaran atas sirip ekor terdapat 4-7 totol-totol hitam. Terdapat sebaris totol-totol hitam di sepanjang garis rusuknya. Lembaran bawah sirip ekornya berwarna kehitaman.
Ikan ini tersebar terutama di Laut Jawa, bagian timur
20
Sumatera, sepanjang Kalimantan, Sulawesi Selatan, Selat Tiworo, Laut Arafuru, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Queenland (Australia) dan Afrika Timur.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 13 Saurida undosquamis.
14) Selanget (Anodontostoma chacunda; Hamilton, 1822) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama ekor merah (Gambar 14). Bentuk badan ikan selanget agak pendek, melebar, hampir lonjong dan pipih. Profil bagian bawahnya agak bulat. Sirip punggungnya berjari-jari lemah 17-19, sedangkan sirip duburnya 19-20.
Tapis insangnya halus berjumlah 100.
Mulutnya di bagian bawah moncong (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979). Kesner-Reyes (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan selanget biasanya hidup di perairan pantai tetapi kadang menaiki badan sungai hingga ke zona pasang surut. Biasanya ikan ini terdapat di pesisir dan juga daerah estuari dan memakan diatom, radiolarian, moluska, copepoda serta udangudangan. Ikan selanget memijah pada bulan November hingga Februari dan dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 22 cm, tetapi panjang umumnya adalah 14 cm serta mencapai kematangan gonad pada ukuran 11,3 cm. Tubuhnya berwarna biru keunguan pada bagian atas, terutama pada deretan sisik kasarnya, dan putih perak pada bagian bawahnya, kadang-kadang putih dengan merah maya. Terdapat satu totol hitam pada bagian atas di belakang penutup insangnya. Ikan ini tersebar di daerah pantai seluruh perairan Indonesia, kecuali selatan Jawa dan barat Sumatera, Taiwan, ujung utara Australia dan Teluk Persia (Direktorat Jenderal Perikanan, 1979).
21
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 14 Anodontostoma chacunda.
15) Japuh (Dussumieria acuta; Valenciennes, 1847) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama cincang rebung (Gambar 15). Bentuk badannya silindris, perut bulat dan tanpa sisik duri. Sirip punggung dan sirip duburnya berjari-jari lemah 18-20 dan 15-18. terletak tepat di belakang pertengahan badan.
Sirip punggungnya
Pangkal sirip duburnya sangat
kecil, terletak di bagian bawah bagian belakang sirip punggung. Tulang tambahan tutup insangnya berjumlah 14-19 buah(Direktorat Jenderal Perikanan, 1979). Kesner-Reyes (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan japuh adalah spesies dekat pantai. Hidup di daerah pelagis neritik dengan kisaran kedalaman 10-20 m pada daerah subtropis. Ikan japuh dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimal 20 cm, tetapi panjang umumnya adalah 15 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 14,2 cm.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 15 Dussumieria acuta.
Direktorat Jenderal Perikanan (1979) menyebutkan bahwa ikan ini warna tubuhnya adalah biru kehijauan di bagian atas dan putih perak mengkilat di bagian bawahnya. Sirip-siripnya bening, tembus cahaya atau kadang-kadang abu-abu
22
sedikit kekuningan.
Ikan ini tersebar di seluruh perairan Indonesia, meluas
sampai ke pantai Afrika Timur, Madagaskar dan pantai utara Australia.
16) Selar hijau (Atule mate; Cuvier, 1833) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama selar gelek (Gambar 16). Ortanez (2010) dalam situs www.fishbase.org menyebutkan bahwa ikan ini bentuk tubuhnya lonjong dan pipih serta memiliki mata yang besar.
Sirip
punggung pertamanya berjari-jari keras 8 dan sirip punggung keduanya berjarijari keras 1 dan berjari-jari lemah 22-25. Jari-jari keras sirip duburnya ada 3 sedangkan jari-jari lunaknya 18-21.
Matanya dilindungi oleh kelenjar lemak
kelopak mata kecuali pada celah vertikal di pusat pupil. Ikan ini hidup di daerah mangrove dan perairan pantai serta membentuk gerombolan atau sendirian. Selar hijau merupakan hewan pelagis dan diurnal serta memakan udang-udangan dan kerang-kerangan. Ikan ini berasosiasi dengan karang dan terdapat pada kisaran kedalaman 1-80 m. Selar hijau dapat tumbuh hingga mencapai panjang maksimum 30 cm, tetapi panjang umumnya adalah 26 cm dan mencapai kematangan gonad pada ukuran 17 cm.
Sumber : www.fishbase.org
Gambar 16 Atule mate.
Selar hijau memiliki punggung yang berwarna zaitun, gelap ke putih di bagian perutnya. Terdapat totol hitam pada penutup insangnya dan berwarna kuning gelap kehijauan pada sirip punggung dan sirip ekornya. Ikan ini tersebar di daerah Indo-Pasifik, Laut Merah dan pantai timur Afrika, Kepulauan Hawai dan Samoa, Jepang, Laut Arafuru dan Australia.
23
17) Cumi-cumi (Loligo spp) Masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama cumi-cumi (Gambar 17). Ruppert dan Barnes (1994) mengatakan bahwa cumi-cumi tubuhnya memanjang dan meruncing ke bagian belakang (posterior) dan mempunyai sepasang sirip samping pada bagian belakang yang berfungsi untuk keseimbangan, kemudi dan juga tenaga pendorong untuk bergerak cepat. Cangkangnya tereduksi menjadi memanjang, lurus, berupa piringan kitin yang disebut pen atau gladius. Cumicumi memiliki sepuluh rumbai yang tersusun menjadi lima pasang di bagian kepala. Delapan buah rumbainya berukuran pendek yang disebut dengan lengan dan pasangan kelima berukuran lebih besar yang disebut dengan tentakel. Lengan-lengan ini berfungsi untuk menangkap mangsanya. Menurut Roper, Sweeney dan Nauen (1984) vide Yudha (1994), cumi-cumi termasuk organisme demersal atau semi pelagis yang mendiami pantai dan paparan benua sampai kedalaman sekitar 400 m. Pada waktu siang hari, cumicumi akan bergerombol di dasar perairan dan pada waktu malam hari menyebar di dalam kolom perairan. Amin et al (2000) menyatakan bahwa cumi-cumi memijah pertama kali pada ukuran panjang mantel 13,5-14,74 cm.
Sumber : bumipertiwiextrem.blogspot.com
Gambar 17 Loligo spp.
Cumi-cumi merupakan hewan karnivora yang memangsa ikan, udangudangan dan cumi-cumi lain.
Cumi-cumi masuk ke dalam gerombolan ikan
makarel muda, menangkap seekor ikan dengan tentakelnya kemudian menggigit bagian belakang kepala mangsanya atau langsung menggigit kepala mangsanya.
24
Ikan ini kemudian dilahap dengan gigitan-gigitan kecil hingga menyisakan usus dan ekornya. Sisa ini kemudian dibuang (Ruppert dan Barnes, 1994). Cumi-cumi memiliki kemampuan untuk mengubah-ubah warna kulitnya yang disebabkan oleh adanya chromatophore pada integumennya.
Ketika
kulitnya berkontraksi, chromatophore-nya keluar membentuk piringan datar, ketika kulitnya berelaksasi, pigmennya terkonsentrasi dan tidak kelihatan. Chromatophore ini menghasilkan warna kuning, orange, merah, biru dan hitam yang dikendalikan oleh sistem saraf dan mungkin juga oleh hormon yang didahului dengan adanya rangsangan (Ruppert dan Barnes, 1994). Roper, Sweeney dan Nauen (1984) vide Yudha (1994) menyatakan bahwa cumi-cumi tersebar di perairan Pasifik Barat, Australia Utara, Kepulauan Philipina, sebelah utara Laut Cina Selatan hingga ke perairan Jepang. Daerah penyebarannya di Indonesia adalah perairan sebelah barat Sumatera (perairan Meulaboh), perairan sebelah barat Sumatera Utara (perairan Sibolga), perairan sebelah selatan Jawa Barat, sebelah selatan Jawa Tengah (perairan Cilacap), sebelah selatan Jawa Timur (perairan Puger), Selat Alas, Teluk Saleh, Laut Sawu, perairan Arafuru, Selat Malaka, di sepanjang pantai Kalimantan, perairan Sulawesi, Maluku dan selatan Irian Jaya (Anonimous, 1992 vide Yudha, 1994).
2.2
Tingkat Kematangan Gonad Ukuran ikan pertama kali matang gonad ada hubungannya dengan
pertumbuhan ikan dan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhannya.
Tiap
spesies ikan tidak sama ukuran dan umurnya saat pertama kali matang gonad. Ikan-ikan yang sama spesiesnya juga berbeda matang gonadnya jika letak geografis perairannya berbeda (Sjafei et al, 1992). Faktor utama yang mempengaruhi kematangan gonad ikan di daerah sub tropis antara lain suhu dan makanan.
Di daerah tropis, ikan relatif tidak
mengalami perubahan suhu yang mencolok sehingga gonadnya akan lebih cepat matang (Sjafei et al, 1992). Setelah pertama kali matang gonad, pada umumnya ikan akan terus menerus memijah, tergantung daur pemijahannya. Ada yang setahun sekali, beberapa kali
25
dalam satu tahun dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dan
menentukan daur reproduksi antara lain suhu, oksigen terlarut dalam perairan dan faktor-faktor lingkungan lain, juga hormon-hormon yang berperan dalam reproduksi yang pada gilirannya akan memacu organ-organ reproduksi untuk berfungsi (Sjafei et al, 1992). Romimohtarto dan Sri Juwana (2007) mengatakan bahwa analisis tingkat kematangan gonad (TKG) untuk ikan didasarkan pada lima tingkatan dengan kriteria-kriteria yang tercantum pada Tabel 1 di bawah ini.
Suwarso (2010)
mengatakan bahwa secara umum, ikan akan mencapai ukuran panjang matang gonad pertama kali (length of maturity) pada saat memasuki tingkat kematangan gonad (TKG) III.
Tabel 1 Klasifikasi tingkat kematangan gonad ikan TINGKAT KEADAAN GONAD I Tidak matang (immature) II
III
IV
V
DESKRIPSI Gonad memanjang, kecil dan hampir transparan. Sedang matang Gonad membesar, berwarna jingga (maturing) kekuning-kuningan, butiran telur belum dapat terlihat dengan mata telanjang. Matang (mature) Gonad berwarna putih kekuningan, butiran telur sudah dapat terlihat dengan mata telanjang. Siap pijah (ripe) Butiran telur membesar dan berwarna kuning jernih, dapat keluar dengan sedikit penekanan pada bagian perut. Pijah (spent) Gonad mengecil, berwarna merah dan banyak terdapat pembuluh darah.
Sumber : Romimohtarto dan Sri Juwana, 2007
2.3
Perikanan Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan Sumberdaya perikanan merupakan modal dasar pembangunan perikanan
dan pemanfaatannya diperlukan bagi kesejahteraan masyarakat sebesar-besarnya. Perlu diketahui bahwa sifat sumberdaya perikanan adalah terbatas sehingga pemanfaatannya harus lebih berhati-hati agar tidak terjadi kepunahan. Pengembangan penangkapan ikan pada hakekatnya mengarah pada pemanfaatan
26
sumberdaya ikan secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan nelayan khususnya, tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya ikan itu sendiri maupun lingkungannya (Baskoro, 2006). Mustaruddin (2006) mengatakan pemanfaatan sumberdaya ikan harus sepadan dengan status stok sumberdaya ikan yang dimanfaatkan tersebut. Sebagai langkah awal, perlu ditetapkan acuan bagi : 1) jenis dan ukuran ikan yang boleh dimanfaatkan; 2) alat tangkap dan armada penangkapan yang diperbolehkan; 3) syarat-syarat teknis penangkapan yang harus dipenuhi oleh nelayan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 4) sifat ramah lingkungan dari kegiatan penangkapan; dan 5) daerah, jalur dan waktu penangkapan. Berkaitan dengan alat tangkap yang diperbolehkan di atas, Mustaruddin (2006) juga mengatakan bahwa alat tangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria, yakni : 1) mempunyai selektivitas yang tinggi; 2) tidak merusak habitat; 3) menghasilkan ikan berkualitas tinggi; 4) tidak membahayakann nelayan; 5) produksi tidak membahayakan konsumen; 6) by catch rendah; 7) dampak ke biodiversity rendah; 8) tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi; dan 9) dapat diterima secara sosial. Pemanfaatan sumberdaya dapat pulih seperti ikan atau udang, laju (tingkat) pemanfaatannya tidak boleh melebihi kemampuan pulih (potensi lestari) sumberdaya tersebut dalam periode tertentu.
Selain itu, dalam kegiatan
pemanfaatan sumberdaya laut, prinsip pendekatan berhati-hati (precautionary approach) perlu dipertimbangkan, mengingat sifat-sifat sumberdaya laut yang sangat dinamis dan rentan terhadap kerusakan lingkungan (Dahuri, 2003).
27
Pemanfaatan sumberdaya kelautan secara berkelanjutan juga dapat dilakukan terhadap jasa-jasa lingkungan terutama untuk pengembangan pariwisata. Melalui pembangunan kepariwisataan, semua objek dan daya tarik wisata bahari, seperti keindahan pantai, keragaman flora dan fauna yang terdapat di terumbu karang dan hutan mangrove dapat dikomersialkan untuk menghasilkan devisa negara serta pendapatan masyarakat lokal di kawasan pesisir secara berkelanjutan (Dahuri, 2003).