9
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Sumberdaya ikan dan lingkungannya merupakan anugerah Tuhan yang harus ditransformasikan menjadi berkah. Oleh karena itu, pembangunan perikanan tidak saja diarahkan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang optimal, tetapi juga bagaimana agar manfaat ekonomi tersebut benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya, serta bagaimana agar sumberdaya ikan dan lingkungannya dapat terjaga kelestariannya sehingga tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang (Kamaluddin 2002). Pembangunan perikanan ke depan dinilai cerah karena potensi dan prospek yang dimiliki bangsa Indonesia, antara lain besarnya luas perairan yang dimiliki dengan sumber daya yang ada di dalamnya, baik berupa laut maupun perairan umum (danau, waduk, sungai, rawa dan genangan air lainnya) (Barani 2006). Di samping itu, potensi SDM nelayan yang melimpah masih dapat dioptimalkan. Prospek pasar dalam dan luar negeri pun menunjukkan kecenderungan yang semakin menggembirakan untuk produk-produk perikanan. Permintaan ikan untuk konsumsi dalam dan luar negeri sangat tinggi seiring meningkatnya jumlah penduduk.
Permintaan tersebut dipengaruhi pula oleh
peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya ikan sebagai bahan pangan yang aman, sehat dan bebas kolesterol sehingga masyarakat beralih dari mengkonsumsi red-meat menjadi white meat (DKP 2006). Potensi sumberdaya ikan, sumberdaya manusia serta permintaan pasar yang terus meningkat, memungkinkan bagi kita untuk mewujudkan industri perikanan yang kokoh, mandiri dan berkelanjutan serta memperluas penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan nelayan, meningkatkan konsumsi dalam negeri, dan meningkatkan penerimaan devisa negara yang pada gilirannnya akan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan perumusan kebijakan pembangunan perikanan tangkap nasional yang tepat, terarah dan terpadu yang dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan (Nikijuluw 2002).
10
Pengelolaan
sumberdaya
kelautan
dan
perikanan
juga
memiliki
keunggulan komparatif dan peluang pemanfaatan yang besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Setidaknya ada 7 alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi untuk dibangun. Pertama, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas. Kedua, Indonesia memiliki daya saing (competitive advantage) yang tinggi di sektor kelautan dan perikanan sebagaimana dicerminkan dari bahan baku yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya. Ketiga, industri di sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnya.
Keempat, sumberdaya di sektor
kelautan dan perikanan merupakan sumberdaya yang selalu dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga bertahan dalam jangka panjang asal diikuti dengan pengelolaan yang arif. Kelima, investasi di sektor kelautan dan perikanan memiliki efisiensi yang relatif tinggi sebagaimana dicerminkan dalam Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang rendah dan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi. Keenam, daya serap tenaga kerja industri kelautan dan perikanan cukup tinggi dan Ketujuh, pada umumnya industri perikanan berbasis sumberdaya lokal dengan input rupiah namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar (DKP 2008). Upaya pengelolaan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu pula ditanamkan falsafah dalam mengelola sumberdaya tersebut, yaitu ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga tercapai suatu keseimbangan antara eksploitasi dan konservasi.
Untuk itu
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyusun rencana strategis pembangunan dengan visi: Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang lestari dan bertanggungjawab bagi kesatuan serta kesejahteraan anak bangsa. Sedangkan misi Departemen Kelautan dan Perikanan yang diemban adalah: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya, (2) meningkatkan peran sektor kelautan dan perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, (3) memelihara daya dukung dan meningkatkan kualitas lingkungan perairan tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan
11
lautan, (4) meningkatkan kecerdasan dan kesehatan bangsa melalui peningkatan konsumsi ikan dan (5) meningkatkan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan memperkuat budaya bahari bangsa (DKP 2008). 2.2 Pelabuhan Perikanan Sebagai Pusat Pengembangan Industri Guckian and Van Den Hazel (1970) yang diacu dalam Danial (2003) mendefinisikan bahwa pelabuhan perikanan adalah suatu areal perairan tertentu yang tertutup dan terlindung dari gangguan badai dan merupakan tempat yang aman untuk akomodasi kapal-kapal yang sedang mengisi bahan bakar, perbekalan, perbaikan dan bongkar muat barang. Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (Kepmen KP No. Per. 16/MEN/2006). Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja, namun demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan kerja adalah cukup luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan untuk dapat berfungsi secara optimal.
Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut
tentunya atas adanya kerjasama yang terkoordinasi atau terintegrasi antara berbagai instansi maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat perikanan (Danial 2007). Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara disiapkan untuk menampung industri perikanan dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut di atas.
Berkaitan
dengan hal tersebut, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang bersangkutan. Mengingat Pelabuhan Perikanan Nusantara merupakan lingkungan kerja untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas dan majemuk. Oleh karena itu di dalam pengelolaannya memerlukan berbagai
12
tatanan yang kondusif, pengelola dalam menjalankan kewajiban harus dapat memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal dalam melayani industri perikanan (Elfandi 2000). Menurut Murdiyanto (2004) pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola pelabuhan perikanan paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1) Kesederhanaan; yaitu prosedur atau tatacara pemberian pelayanan mudah dipahami sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar serta tidak berbelit-belit 2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara rinci memuat ketentuan berikut: (1) Tatacara pelayanan mudah diikuti (2) Jenis persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna baik teknis maupun administratif (3) Unit kerja dan pejabat yang memberikan pelayanan (4) Jenis dan rincian biaya serta tatacara pembayaran (5) Jangka waktu penyelesaian pelayanan (6) Hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima pelayanan sesuai bukti pemrosesan (7) Pejabat yang menerima keluhan pelanggan (8) Keamanan, setiap pelanggan akan mendapatkan rasa aman dan kepastian hukum selama proses pelayanan diberikan (9) Keterbukaan; yaitu prosedur, persyaratan pejabat/unit kerja penanggung jawab pelayanan, jangka waktu pelayanan, rincian biaya, tarif yang berlaku berkaitan dengan pelayanan wajib diinformasikan ke pelanggan serta terbuka, sehingga dapat diketahui oleh masyarakat umum baik diminta ataupun tidak (10) Ketepatan waktu, seluruh prosedur yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan (11) Efektif, maksudnya persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan kesesuaian antara persyaratan dengan produk
13
pelayanan. Dihindari timbulnya pengulangan pemenuhan kelengkapan persyaratan terutama antara unit kerja atau antara instansi (12) Ekonomis, yaitu penetapan biaya pelayanan umum harus wajar dan sesuai ketentuan yang berlaku (13) Keadilan, maksudnya jangkauan pelayanan umum harus luas dan merata serta dapat dinikmati oleh semua pihak. Konsep pembangunan ekonomi, pada sektor minabisnis (padanan agribisnis di sektor pertanian) mencakup 4 sub sektor yaitu: pertama; sub sektor minabisnis hulu (up-stream fishery businness) yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan primer (pembibitan, alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang dan lain-lain), kedua; sub sektor usaha penangkapan (on-farm fishery businness) yakni kegiatan ekonomi
yang
menggunakan
sarana
produksi
perikanan
primer
untuk
menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan budidaya dan usaha penangkapan ikan), ketiga; sub sektor minabisnis hilir (down-stream fishery businness) yakni kegiatan industri yang mengolah komoditas primer menjadi produk olahan (pengalengan ikan, pengemasan ikan segar, industri pengolahan ikan, dll) serta perdagangan dan distribusinya (pasar tradisional, supermarket, distributor, dll), dan keempat; sub sektor jasa penunjang (fishery supporting institutions) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi minabisnis (perbankan, litbang dan kebijakan pemerintah).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dinyatakan bahwa banyak penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor minabisnis (yang berbasis perikanan), sehingga jika kita membicarakan kegiatan usaha pada umumnya, usaha kecil, menengah dan koperasi khususnya, maka sebagian besar akan berada di sektor minabisnis (Ditjen Perikanan Tangkap 2005). Kegiatan minabisnis akan berkembang dengan baik di pelabuhan perikanan bila ditunjang dengan fasilitas yang memadai dan pelayanan yang prima (Mustaruddin 2010).
Keempat sub sektor minabisnis merupakan satu
kesatuan yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, untuk itu perlu ditumbuhkembangkan pada pelabuhan perikanan sebagai stimulan bagi kegiatan usaha perikanan.
14
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor:
PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu: 1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)/tipe A, 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)/tipe B, 3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)/tipe C dan 4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)/tipe D (Tabel 1). Tabel 1 Karakteristik pelabuhan perikanan No.
Kriteria Pelabuhan Perikanan
1.
Daerah operasional kapal yang dilayani
2.
Ukuran kapal penangkap ikan (GT)
PPS
PPN
PPP
PPI
Wilayah laut teritorial, ZEEI dan perairan internasional
Perairan ZEEI dan laut teritorial
Perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, ZEEI
Perairan pedalaman dan perairan kepulauan
50-100
30-50
< 30
> 100
3.
Panjang dermaga (m) dan Kedalaman kolam (m)
>300 >3
150-300 >3
100-150 >2
50-100 >2
4.
Kapasitas menampung kapal
>6000 GT (equivalen dgn 100 buah kapal berukuran 60GT)
6000-2250 GT (equivalen dgn 75 buah kapal berukuran 30 GT)
300-2250 GT (equivalen dgn 30 buah kapal berukuran 10 GT)
60-300 GT (equivalen dgn 20 buah kapal berukuran 3 GT)
5.
Volume ikan yang didaratkan (ton/hari)
>100
80-100
25-80
10-25
6.
Ekspor ikan
Ya
Ya
Tidak
Tidak
7.
Luas lahan (ha)
>50
30-50
10-30
<10
8.
Fasilitas pembinaan mutu hasil perikanan Tata ruang pengolahan/ pengembangan industri perikanan
Tersedia
Tersedia
Tersedia
Tidak
Ada
Ada
Ada
Tidak
9.
Sumber: Permen Nomor: PER.16/MEN/2006
15
Pelabuhan perikanan dapat berfungsi dengan baik yaitu dapat melindungi kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi fungsinya pelabuhan perikanan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yaitu:
1. Fasilitas pokok, yaitu fasilitas dasar yang dimaksudkan untuk melindungi kegiatan di pelabuhan terhadap gangguan alam seperti gelombang, arus, angin, pengendapan lumpur atau pasir. Termasuk ke dalam fasilitas pokok adalah: dermaga, alur pelayaran, pemecah gelombang/penahan gelombang, tembok penahan tanah, kolam pelabuhan jetty dan dolpin.
2. Fasilitas fungsional, yaitu fasilitas yang langsung menunjang fungsi pelabuhan dalam memberikan pelayanan yang menjadi kewajiban pelabuhan seperti: gedung tempat pelelangan ikan, pabrik es, tempat penyimpanan ikan (cold storage, cool room), bengkel dok (slipway), instalasi air bersih, instalasi bahan bakar, telekomunikasi, balai pertemuan nelayan dan perkantoran. 3. Fasilitas Tambahan, yaitu fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan pelaksanaan fungsi pelabuhan dalam memberikan pelayanan kepada kegiatan perikanan.
Yang termasuk dalam fasilitas tambahan yaitu: penginapan
nelayan, kios bahan alat perikanan, poliklinik, tempat ibadah, satuan pemadam kebakaran yang dilengkapi dengan kapal, dan mess operator. Fungsi pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya dapat berupa: 1) pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan, 2) pelayanan bongkar muat, 3) pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, 4) pemasaran dan distribusi ikan, 5) pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, 6) tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, 7) pelaksanaan kegiatan operasional
kapal
perikanan,
8)
tempat
pelaksanaan
pengawasan
dan
pengendalian sumberdaya ikan, 9) pelaksanaan kesyahbandaran, 10) tempat
16
pelaksanaan fungsi karantina ikan, 11) publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, 12) tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, 13) pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari dan 14) pengendalian lingkungan (Undang-undang RI No. 45 Tahun 2009). 2.3 Lingkungan Industri Perikanan (LIP) Kotler (1997) menjelaskan bahwa industri adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lainnya.
Pengertian subtitusi dekat disini adalah produk dengan
elastisitas silang permintaan yang tinggi, jika permintaan akan suatu produk meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu produk lain, kedua produk tersebut merupakan subtitusi dekat.
Bagi produk olahan perikanan yang
dihasilkan oleh suatu industri perikanan jika harga ikan tuna meningkat atau sulit didapat di pasaran orang akan beralih ke produk jenis ikan lainnya (seperti cakalang, kakap, udang dan lain-lain) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang atau ikan kakap merupakan barang subtitusi dekat. Lingkungan industri adalah salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan industri dalam persaingan. Untuk membuat atau menentukan tujuan, sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis yang mendalam serta menyeluruh
mengenai
lingkungan
dimana
suatu
industri berada.
Lingkungan industri dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua lingkungan didasarkan pada besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-lingkungan tersebut, yaitu lingkungan internal (lingkungan dalam industri) dan lingkungan eksternal (lingkungan luar industri) (Suherman et al. 2006). Lingkungan industri maupun lingkungan pemasaran akan selalu mengalami perubahan dan selalu menimbulkan peluang baru, tantangan baru maupun ancaman baru. Setiap industri harus memiliki manajer yang tugasnya selalu mengamati setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap perubahan apakah perubahan merupakan peluang, ancaman bahkan tantangan. Kegagalan dalam mengidentifikasi perubahan lingkungan industri atau pemasaran dapat berakibat kegagalan industri (Eriyatno dan Winarno 1999).
17
Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri yang dapat dibagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu: (1) Lingkungan internal industri yakni menggali informasi tentang LII (Life Internal Industry) yaitu mengenai potensi SDM yang dimiliki, (2) teknologi yang digunakan industri dan (3) keuangan serta asset yang dimiliki industri. Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan (bank) dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan ekonomi industri yang diduga memiliki hubungan dan pengaruh yang kuat bersama
faktor
eksternal
industri
terhadap
lingkungan
industri
dalam
perkembangan teknologi perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi perdagangan dunia serta ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan serta energi pendukung (Gambar 2).
KONDISI EKONOMI
INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU)
FAKTOR-FAKTOR
BAHAN BAKU
BAHAN PROCESSING
MESIN DAN PERLENGKAPAN
TEKNOLOGI R&D INFORMASI GLOBAL LINGKUNGAN INDUSTRI INDUSTRI INDUSTRI ENERGI PENDUKUNG LOKAL HILIR SDM NILAI TAMBAH HULU MODAL PERTENAGA PEMBIAYAAN KERJA R&D MARKET R&D MARKET R&D MARKET SUMBER AIR DLL VALUE ADDED PRODUKTV PER UNIT PRODUKSI BAHAN PROCESSING PROCESSING BAKU PRIMER SEKUNDER
PASAR
EKSPOR
DOMESTIK
INDUSTRI JASA, INDUSTRI TERKAIT, MODAL PELAYANAN BANK
PELAYANAN R&D
PELAYANAN TRAINING
PELAYANAN PELAYANAN PEMELIHARAAN TRANSPOR
PELAYANAN DISTRIBUSI
PELAYANAN EKSPOR
Gambar 2 Modifikasi agrobased industri cluster (ABIC) Porter (1990) dan Kotler (1997)
18
Justifikasi variabel yang mempengaruhi faktor lingkungan industri perikanan adalah Internal Industri (II), Eksternal Industri (EI) dan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SAL). Ketiga hal tersebut merupakan indikator penelitian yang akan dijelaskan oleh beberapa variabel bebas dengan justifikasi sebagai berikut: 1) Internal industri (II) akan dijelaskan dengan indikator; SDM yang terlibat di dalam kegiatan industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman), teknologi industri yang digunakan, keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan 2) Kondisi
eksternal
perkembangan
industri
teknologi,
(EI) jasa
akan pelatihan
dijelaskan pegawai
dengan dan
indikator
ketersediaan
infrastruktur dari pemerintah 3) Sumberdaya alam dan lingkungan (SAL) akan dijelaskan dengan indikator sumberdaya ikan, daerah penangkapan ikan (fishing ground), lingkungan dan kondisi perairan serta energi pendukung. 2.3.1 Internal industri (II) Faktor internal industri memegang peranan penting dan merupakan faktor dominan terhadap keberhasilan kinerja industri seperti: 1) Sumberdaya manusia (SDM) yang dimiliki industri (jumlah, tingkat pendidikan, usia, pengetahuan, pengalaman) dan secara faktual kondisi tersebut masih memiliki pendidikan relatif rendah. Disamping itu, teknologi yang digunakan oleh industri perikanan masih disesuaikan dengan tingkat kemampuan SDM, dan masih menggunakan teknologi yang sederhana terutama dalam penanganan pasca panen, akibatnya mutu bahan baku rendah. Rendahnya mutu bahan baku ini sangat berpengaruh terhadap mutu hasil produksi, dampak yang dirasakan adalah produk hasil industri tidak dapat bersaing di pasaran (Wahyuni 2002). 2) Teknologi yang digunakan oleh perusahaan disamping mempertimbangkan faktor efisiensi juga ketersediaan SDM yang akan mengelola teknologi yang akan digunakan.
Apabila pemilihan teknologi sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan SDM, maka pemilihan teknologi tinggi merupakan salah satu jawaban dari peningkatan efisiensi (Putro 2002).
19
3) Keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan dalam kaitannya dengan rencana pengembangan dimasa datang. Keterbatasan modal usaha sangat mempengaruhi kepemilikan asset perusahaan, hal ini dapat menghambat pengembangan industri dimasa mendatang terutama menghadapi pesaing yang memiliki modal yang cukup tinggi (Supanto 2001). 2.3.2 Eksternal industri (EI) Faktor eksternal industri juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: 1) Perkembangan teknologi industri, mesin dan kelengkapan teknologi yang sangat diperlukan dalam proses produksi. Kapasitas dan kualitas infrastruktur yang tersedia sangat mempengaruhi proses produksi, pada gilirannya akan berdampak pada tingkat efisiensi (Murdjito 1997). Kebijakan pemerintah membangun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan diatur melalui UU nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan, Undang-undang nomor 31 Tahun 2004 dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan yang dimaksudkan untuk memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan serta mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak dibidang usaha perikanan, serta ekonomi masyarakat pesisir bisa lebih ditingkatkan (Anggaini 2006). 2) Ketersediaan
jasa
pelatihan
sangat
mendukung
meningkatkan kemampuan SDM yang dimiliki.
perusahaan
dalam
Jasa pelatihan yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan sangat menolong
upaya
perusahaan
untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
keterampilan SDM yang terlibat di dalam perusahaan baik manajerial maupun operator (Madecor Group 2001). 3) Ketersediaan infrastruktur berupa sarana dan prasarana (pelabuhan perikanan, transportasi, pemasaran) yang dapat mendukung dan memberikan kemudahan serta efisiensi produksi.
Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung
industri tidak tertutup kemungkinan timbulnya biaya untuk mendapatkan halhal tersebut. Faktor eksternal industri ini harus disediakan oleh pemerintah untuk memberikanan pelayanan kepada industri agar benar-benar dapat mendukung kinerja industri perikanan (Wahyuni 2002).
20
2.3.3 Sumberdaya alam dan lingkungan (SAL) Faktor sumberdaya alam dan lingkungan akan dapat mempengaruhi lingkungan industri perikanan antara lain: 1) Sumberdaya ikan, ketersediaan sumberdaya ikan dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri merupakan faktor yang sangat berpengaruh. Keunggulan ketersediaan sumberdaya ikan yang banyak dan beragam yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi tingkat kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri, jika mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah (Gardjito 1996).
Hal ini sangat didukung oleh kondisi perairan Selat Makassar dan
Laut Flores masih banyak tersedia ikan, ditandai dengan tingkat produksi perikanan di Sulawesi Selatan masih mengalami peningkatan setiap tahunnya, ketersediaan sumberdaya ikan sangat menentukan tingkat keberhasilan industri perikanan. 2) Daerah penangkapan ikan (fishing ground), keberadaan daerah penangkapan ikan sangat menentukan tingkat keberhasilan industri perikanan, terutama pada faktor jarak dari pelabuhan perikanan memungkinkan nelayan bisa mendaratkan hasil tangkapannya. Ada kecendrungan nelayan mencari daerah penangkapan ikan yang dekat dengan pelabuhan perikanan agar dalam memasarkan hasil tangkapannya membutuhkan waktu yang singkat dan biaya yang sedikit.
Daerah penangkapan adalah meliputi wilayah pengelolaan
perikanan (WPP) IV yang meliputi selat Makassar dan laut Flores, dimana ikan pelagis kecil masih terbuka peluang untuk dikembangkan, pelagis besar pengelolaannya harus hati-hati dengan monitoring ketat dan udang penaeid sudah tidak ada peluang untuk dikembangkan. 3) Lingkungan dan kondisi perairan, ketersediaan sumberdaya hayati perairan yang cukup besar di perairan laut, tidak menjamin bahwa sumberdaya tersebut bisa dimanfaatkan kecuali jika wilayah itu dapat dijangkau oleh nelayan serta dapat melakukan operasi penangkapan ikan dengan aman. Hal ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca perairan yang seringkali nelayan tidak bisa melaut, keadaan tersebut sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan industri perikanan.
21
4) Energi pendukung yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri perikanan merupakan faktor yang juga berpengaruh. Keunggulan ketersediaan energi pendukung yang ada sangat menentukan tingkat keberhasilan industri perikanan (Handoko 2001). 2.4 Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah dalam pembangunan industri perikanan meliputi beberapa hal, yaitu: 1) Pembangunan pelabuhan perikanan, telah dilaksanakan sejak pelita II antara lain
bertujuan
mendukung
pembangunan
perikanan
dan
rencana
pembangunan lima tahun berikutnya. Pada Pelita V pembangunan prasarana perikanan perlu disesuaikan dan ditata kembali terutama manajemen pelabuhan perikanan. 2) Membentuk badan usaha milik negara, (perusahaan umum prasarana perikanan melalui peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1990).
Tujuan
pembentukan badan usaha tersebut adalah agar fungsi pelabuhan perikanan seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan dapat terpenuhi, yakni disamping sebagai penunjang utama kegiatan produksi juga mencakup penunjang pengelolaan, penyaluran hasil, pemasaran dan pelestarian sumber yakni dalam bentuk: prasarana penangkapan ikan, prasarana penanganan dan pengolahan hasil, prasarana penyaluran hasil/pemasaran dan prasarana pelestarian sumber. Tindak lanjut dari kebijakan tersebut adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan petani nelayan melalui upaya optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan serta peningkatan nilai tambah hasil-hasil perikanan. 3) Pengaturan pemanfaatan tanah industri, di dalam kawasan industri perikanan berupa kemudahan mendapatkan modal usaha dan investasi bagi industri perikanan dikeluarkan melalui keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32 tahun 2000 dan nomor 12 tahun 2001. Langkah-langkah yang ditempuh dalam mewujudkan penerapan kebijakan dibidang perikanan tersebut, adalah meningkatkan keterkaitan
22
fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Selain itu pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan kemitraan usaha antar usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu skala ekonomi yang efisien (Saksono 2008). Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan perlu dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas dan ketentuan investasi.
Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan
konsumen, industri perikanan perlu mendapat dukungan infrastruktur, sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan faktor permodalan. Dilain pihak faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan faktor pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang efektif, sehingga hasil yang diperoleh bisa optimal dengan biaya minimal atau dengan resiko yang kecil. 2.5 Kinerja Industri Perikanan Kinerja industri perikanan antara lain diukur dari keberhasilan tingkat kinerja keuangan, sebagai variabel keberhasilan kinerja keuangan diukur oleh: 1) tingkat laba (rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (return of investment/ROI), dan 3) tingkat pengembalian yang wajar (return on equity/ ROE) serta perkembangan dari industri perikanan (Kotler 1997). Selanjutnya
variabel
kinerja
industri
perikanan
adalah
dibidang
pemasaran, hal ini penting dan harus ditangani dengan serius yaitu; 4) informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama tentang 5) mutu produk, dan 6) harga produk.
Ketersediaan informasi pasar merupakan salah satu komponen yang
strategis agar mampu mengembangkan pemasaran lebih luas baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor.
Untuk menghasilkan informasi yang akurat
diperlukan kerjasama antar instansi terkait, pihak swasta dan asosiasi perikanan. Dilain pihak penetapan harga produk disamping untuk kepentingan industri juga harus memperhatikan harga yang ditawarkan oleh para pesaingnya. Pemasaran
23
hasil produksi pada agribisnis dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: 7) volume penjualan, 8) pertumbuhan penjualan, 9) pertumbuhan pelanggan. Berdasarkan kondisi di atas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting.
Memasuki era
globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik di dalam maupun di luar negeri.
Untuk mengantisipasi persaingan bebas tersebut dan
meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi usaha dan 10) diversivikasi produk, manajemen mutu serta pengembangan pamasaran.
Namun demikian kinerja industri juga harus diukur dengan 11)
tingkat penyerapan tenaga kerja pada industri perikanan, 12) serta produktivitas kerja (Wahyuni 2002). Model kinerja industri perikanan sebagai variabel kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: -
Peningkatan kinerja keuangan (laba/rugi)
-
Pemasaran (informasi pasar, diversifikasi produk, mutu produk, harga produk, peningkatan volume penjualan, pertumbuhan pelanggan)
-
Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja, kesejahteraan tenaga kerja).
2.6 Daya Saing Industri Perikanan Memasuki era pasar bebas akan terjadi pertumbuhan perdagangan secara umum dan persaingan internasional. Di sini tidak ada negara yang tetap dapat terisolasi dari ekonomi dunia, jika negara itu menutup pasarnya dari persaingan asing, penduduknya akan membayar lebih mahal untuk barang berkualitas lebih rendah. Tetapi jika negara itu membuka pasarnya, akan menghadapi persaingan ketat dan banyak usaha domestik akan menderita (Kotler 1997). Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah perubahan teknologi. Seperti saat ini, perkembangan teknologi informasi dan kecepatan komunikasi, perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa seperti merek makanan, bentuk perubahan baru, meningkatnya kepekaan konsumen akan
24
merek dan mutu serta harga barang, sehingga perusahaan ataupun industri harus mampu merubah keunggulan komperatif menjadi keunggulan kompetitif (Kotler 1997). Upaya peningkatan daya saing industri, termasuk industri perikanan dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi, komposisi bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup bahkan aspek hak azasi manusia (pengeksploitasian buruh). Konsep daya saing diekspresikan oleh beberapa orang dan lembaga dengan cara yang berbeda, perbedaan tersebut tidak terlepas dari pandangan atau konteks yang mereka telaah dan dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah produktivitas yang didefinisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja (Daryanto dan Hafizrianda 2010).
Selain mengamati
perusahaan yang menghasilkan produk dan pasar yang sama, penghematan variabel yang mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya manusia yang terlibat di dalam industri perikanan (Purnomo et al. 2003). 2.7 Model Pengelolaan Sumberdaya 2.7.1 Pemodelan secara umum Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Definisi tersebut mengandung dua unsur yaitu adanya perwakilan atau representasi dan abstraksi atau penggambaran. Perwakilan atau representasi mengandung pengertian bahwa di dalam model terdapat suatu pemetaan dari karakteristik sistem kongkrit.
Model dapat digunakan secara
berarti, jika antara model dan sistem terdapat suatu persamaan atau korespondensi.
Jenis korespondensi antara model dan sistem dapat secara
isomorphi, yaitu satu elemen sistem berkorespondensi dengan satu elemen model atau dapat pula secara homomorphi yaitu satu elemen model berkorespondensi dengan beberapa elemen sistem (Nurani 2002). Suatu model berfungsi untuk dapat menyederhanakan kompleksitas dalam upaya menemukan variabel-variabel yang penting dan tepat. Penemuan variabel-
25
variabel tersebut sangat berkaitan dengan analisis sistem, yaitu sebagai wahana untuk dapat memperbesar pengertian seseorang tentang bagaimana hal-hal tertentu bekerja dan sebagai alat untuk membantu pemikiran secara rasional (Nurani 2010). Tujuan umum dari model dapat dibagi berdasarkan tujuan akademik dan tujuan manajerial.
Tujuan akademik dari model adalah sebagai alat untuk
menjelaskan suatu fakta karena belum ada teori, jika teori sudah ada maka model digunakan sebagai alat untuk mencari konfirmasi. Sedangkan model untuk tujuan manajerial adalah sebagai alat pengambilan keputusan, sebagai proses belajar dan alat komunikasi (Nurani 2002). Penggunaan model menguntungkan dalam analisis kuantitatif, hal ini dikarenakan: 1) Dengan model dapat dilakukan analisis dan percobaan dengan situasi yang kompleks dengan mengubah-ubah nilai atau bentuk relasi antar variabel yang mungkin sulit dilakukan pada sistem nyata 2) Model
memberikan
penghematan
dalam
mendeskripsikan
dan
penyelidikan sesuatu keadaan nyata 3) Menghemat waktu dan biaya dalam melakukan analisis masalah 4) Dapat memfokuskan perhatian lebih banyak pada karakteristik yang penting dari masalah. Secara umum model dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi, struktur, dan cara aspek waktu serta faktor peluang dimasukkan ke dalam model. Berdasarkan fungsi, model dapat diklasifikasikan ke dalam model deskriptif, prediktif dan normatif.
Model deskriptif yaitu model yang menggambarkan
situasi tertentu, model prediktif adalah model yang dapat digunakan untuk meramalkan sesuatu, sedangkan model normatif mengharuskan dilakukannya suatu tindakan (Nurani 2002). Berdasarkan struktur, model diklasifikasikan ke dalam model ikonik, analog dan simbolik. Model ikonik yaitu model yang memiliki beberapa sifat fisik dari hal yang digambarkan, pada model analog terdapat subtitusi dan relasi antara model dengan hal nyata, sedangkan model simbolik adalah model yang menggambarkan kenyataan dengan bantuan simbol-simbol.
26
2.7.2 Model persamaan struktural (SEM) Menurut Santoso (2007), yang dimaksudkan dengan SEM adalah teknik statistik multivariat yang merupakan kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi), yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antar indikator dengan konstruknya ataupun hubungan antar konstruk. Teknik analisis SEM merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural dan analisis path. Di sisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep. Dalam penggunaan SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan secara serentak yaitu: pemeriksaan, validitas dan reliabilitas instrumen (setara dengan faktor analisis confirmatory), pengujian model hubungan antara variabel latent (setara dengan analisis path), dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (setara dengan model struktural atau analisis regresi) (Solimun 2002). Keunggulan SEM dijelaskan oleh Fornell dan Lacker (1981) yang diacu dalam Mustaruddin (2010) mengatakan bahwa model persamaan struktural adalah generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun nonrecursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama yaitu: 1) model struktural; hubungan antara konstruk (yaitu variabel laten/unobserved/variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator untuk mengukurnya) independen dan dependen, 2) model measurement; hubungan antara variabel dengan konstruk (faktor). Kline et al. (2001) yang diacu dalam Wijanto (2008) lebih mendorong penggunaan SEM dibandingkan regresi berganda karena 5 alasan sebagai berikut: (1) SEM memeriksa hubungan diantara variabel-variabel sebagai sebuah unit, tidak seperti pada regresi berganda yang pendekatannya sedikit demi sedikit, (2) asumsi pengukuran yang andal dan sempurna pada regresi berganda tidak dapat dipertahankan, dan pengukuran dengan kesalahan dapat ditangani dengan mudah oleh SEM, (3) Modification Index yang dihasilkan oleh SEM menyediakan lebih
27
banyak isyarat tentang arah penelitian dan pemodelan yang perlu ditindaklanjuti dibandingkan pada regresi, (4) interaksi juga dapat ditangani dalam SEM dan (5) kemampuan SEM dalam menangani non recursive parth. Sebagai metode statistik multivariat yang kompleks, terlebih dahulu diperlukan
pemahaman
berbagai
konsep
dasar
tentang
SEM
sebelum
menggunakan sebuah software, yaitu: 1) Variabel laten dan variabel manifes Isi sebuah model SEM pastilah variabel-variabel, apakah itu variabel laten atau variabel manifes. Menurut Ferdinan (2002) jika ada sebuah variabel laten pastilah akan ada 2 atau lebih variabel manifes, ada pendapat menyarankan sebuah variabel laten sebaiknya dijelaskan oleh paling tidak 3 variabel manifes, hal ini akan lebih jelas saat pembahasan perhitungan degree of freedom. Variabel laten (unobserved variable, konstruk/konstruk laten) adalah variabel yang tidak dapat diukur secara langsung kecuali diukur dengan satu atau lebih variabel manifes.
Dalam AMOS, sebuah variabel laten diberi simbol
lingkaran (tepatnya elips) dan harus selalu disertai dengan beberapa variabel manifes. Sedangkan variabel manifes (observed variable, atau indikator) adalah variabel yang digunakan untuk menjelaskan atau mengukur sebuah variabel laten. Dalam AMOS, sebuah variabel manifes diberi simbol kotak (Santoso 2007). 2) Variabel laten eksogen dan variabel laten endogen Variabel eksogen adalah variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen. Pada model SEM, variabel eksogen ditunjukkan dengan adanya anak panah yang berasal dari variabel tersebut menuju variabel endogen. Sedangkan variabel endogen adalah variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen. Pada model SEM, variabel eksogen ditunjukkan dengan adanya anak panah yang menuju variabel tersebut (Santoso 2007). 3) Measurement model dan structural model Secara umum, sebuah model SEM dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu: measurement model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya. Stuctural model adalah bagian dari model SEM yang menggambarkan hubungan antar variabel laten atau variabel eksogen dengan variabel laten (Solimun 2005).
28
Software yang tersedia untuk menganalisis SEM seperti LISREL, AMOS, EQS dan sebagainya. Sejak diakuisisi (dibeli) oleh SPSS-software statistik paling populer di dunia, AMOS sudah mulai populer digunakan baik oleh kalangan peneliti, akademisi maupun para praktisi. Kelebihan software AMOS terutama ada pada sifat software yang user friendly dan juga powerful, sehingga dapat digunakan bagi para pemula di bidang SEM (Wijaya 2009). Saat ini versi AMOS sudah mencapai AMOS 7 bahkan AMOS 16. Namun demikian semua data dan output dapat diakses dengan program AMOS 4, AMOS 5 maupun AMOS 6.
Program AMOS 16 telah diperkenalkan lewat
internet dan akan dirilis secara bersamaan dengan rilis versi terbaru dari SPSS, yakni SPSS 16. Dengan demikian ada lompatan versi AMOS dari 7 ke 16, yang disebabkan adanya keinginan untuk menyamakan versi AMOS dengan versi SPSS terbaru. Namun dari sisi kontent dan feature hampir tidak ada perubahan, kecuali adanya kemampuan mixed modelling yang ada pada versi 16 (Santoso 2007).