2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera Sebagai Pusat Pengembangan Industri Pelabuhan perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan serta merupakan tempat berlabuh bagi kapal-kapal perikanan yang akan datang dan pergi dari operasi penangkapan ikan, juga sebagai tempat perbaikan kapal dan melindungi kapal dari badai dan topan. Pengertian tentang pelabuhan perikanan sebagai pusat pelayanan umum, sebenarnya banyak macam rumusannya. Sebagai suatu lingkungan kerja, pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi perikanan. Fungsi tersebut meliputi berbagai macam aspek yakni sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil tangkapan, serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan). Sebagai suatu lingkungan kerja maka pelabuhan perikanan terdiri atas berbagai fasilitas atau sarana yang dapat mendukung kelancaran kerja; namun demikian fungsi yang harus diemban sebagai suatu lingkungan kerja adalah cukup luas dan majemuk sehingga memerlukan berbagai tatanan yang diperlukan sehingga lingkungan kerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal. Terselenggaranya berbagai fungsi tersebut tentunya atas adanya kerjasama yang terkoordinasi/terintegrasi antara berbagai instansi maupun institusi yang berkaitan dengan pengembangan usaha dan masyarakat perikanan. Pelabuhan perikanan berdasarkan skala pelayanan yang diberikan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelas dan yang terbesar adalah pelabuhan perikanan samudera, untuk selanjutnya disebut PPS. Pelabuhan ini adalah pelabuhan perikanan kelas A, yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan diwilayah laut teritorial, zona ekonomi eksekutif Indonesia dan wilayah perairan internasional (keputusan Menteri Kelautan
dan
Perikanan
nomor
KEP.10/MEN/2004
tentang
pelabuhan
perikanan). Walaupun tidak dirumuskan secara eksplisit akan tetapi menurut uraian pengertian tersebut di atas, pelabuhan perikanan antara lain juga berfungsi
13
14
sebagai pusat pengolahan dan pembinaan mutu hasil perikanan; suatu mata rantai dari sistem produksi yang banyak memberikan nilai tambah dalam seluruh rantai perjalanan distribusi hasil perikanan mulai dari ditangkap dari laut sampai berada di konsumen. Pembangunan pelabuhan perikanan yang direncanakan untuk menjadi pelabuhan perikanan samudera disiapkan untuk menampung industri perikanan dan harus mampu melaksanakan segenap fungsi tersebut diatas. Berkaitan dengan hal diatas, maka jenis dan kapasitas fasilitas yang dibangun disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kebutuhan industri perikanan pada wilayah yang bersangkutan. Sebagai landasan operasional dari penyediaan pelabuhan perikanan maka adanya kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Intruksi Presiden nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan kebijakan yang diharapkan dapat mendukung pengembangan usaha masyarakat termasuk industri perikanan. Mengingat pelabuhan perikanan samudera merupakan lingkungan kerja untuk melayani kegiatan perikanan berarti fungsi yang diemban cukup luas dan majemuk. Oleh karena itu didalam pengelolaannya memerlukan berbagai tatanan yang
kondusif.
Pengelola
dalam
menjalankan
kewajiban
harus
dapat
memberikan pelayanan terbaik agar kinerja pelabuhan perikanan tetap dapat berfungsi secara optimal untuk melayani industri perikanan (Elfandi. 2000). Pengertian pelayanan terbaik bagi pengelola pelabuhan perikanan paling tidak mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Murdiyanto. 2004): 1) Kesederhanaan; yaitu prosedur atau tatacara pemberian pelayanan mudah dipahami sehingga dapat dilaksanakan dengan cepat dan lancar serta tidak berbelit-belit. 2) Mengandung kejelasan dan kepastian pelayanan umum, secara rinci memuat ketentuan berikut : (1)
Tatacara pelayanan mudah diikuti
(2)
Jenis persyaratan yang harus dipatuhi oleh pengguna baik teknis maupun administratif
(3)
Unit kerja dan pejabat yang memberikanan pelayanan
(4)
Jenis dan rincian biaya serta tatacara pembayaran
(5)
Jangka waktu penyelesaian pelayanan
15
(6)
Hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima pelayanan sesuai bukti pemrosesan
(7)
Pejabat yang menerima keluhan pelanggan
(8)
Keamanan, setiap pelanggan akan mendapatkan rasa aman dan kepastian hukum selama proses
(9)
pelayanan diberikan
Keterbukaan yaitu seluruh prosedur, persyaratan pejabat/unit kerja penanggung biaya,tarif
jawab yang
pelayanan,
berlaku
jangka
berkaitan
waktu
dengan
pelayanan,rincian pelayanan
wajib
diinformasikan ke pelangganserta terbuka sehingga dapat diketahui oleh masyarakat umm baik diminta atau tidak. (10) Ketepatan waktu, seluruh prosedur yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan dalam kurun waktu yang ditentukan (11) Efektif, maksudnya persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan kesesuaian antara persyaratan dengan produk pelayanan. Dihindari timbulnya pengulangan pemenuhan kelengkapan persyaratan terutama antara unit kerja atau antar instansi (12) Ekonomis; yaitu penetapan biaya pelayanan umum harus wajar dan sesuai ketentuan yang berlaku (13) Keadilan maksudnya jangkauan pelayanan umum harus luas dan merata serta dapat dinikmati oleh semua pihak. Pada saat ini menurut data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap tahun 2004 terdapat 5 pelabuhan perikanan samudera (PPS) ; 11 pelabuhan perikanan nusantara (PPN), 40 pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang terdiri dari 3 (tiga) PPP yang dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan; serta 37 PPP yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Khusus untuk mendukung pengembangan industri perikanan setiap pelabuhan perikanan disediakan fasilitas berupa tanah kawasan Industri yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas sesuai kebutuhan industri perikanan. Untuk mendukung kinerja industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera Nizam Zachman maka pelayanan pelabuhan perikananan sebagai wujud pelaksanaan kebijakan pemerintah harus dapat melaksanakan tugasnya sesuai kebijakan yang telah ditetapkan yaitu memberikan pelayanan optimal kepada industri perikanan.
16
Dalam konsep pembangunan ekonomi, sektor minabisnis (padanan agribisnis di sektor Pertanian) mencakup 4 (empat) sub sektor yaitu : Pertama, subsektor minabisnis hulu (up-stream fisherybusiness) yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan primer (pembibitan, alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang, dan lain-lain) :Kedua, subsektor usaha penangkapan (on-farm fisherybusiness) yakni kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi perikanan primer untuk menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan budidaya dan usaha penangkapan
ikan);
Ketiga,
sub-sektor
minabisnis
hilir
(down-stream
fisherybusiness) yakni kegitan industri yang mengolah komoditas primer menjadi produk olahan (pengalengan ikan, pengemasan ikan segar, industri pengolahan ikan, dll); beserta perdagangan dan distribusinya (pasar tradisional, supermarket, distributor, dan sebagainya); dan Keempat, sub-sektor jasa penunjang (fisherysupporting institutions) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi minabisnis (perbankan, Litbang,
kebijakan
pemerintah,
dan
lain-lain). Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa banyak penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor minibisnis (yang berbasis perikanan), sehingga jika kita membicarakan kegiatan usaha pada umumnya, usaha kecil, menengah dan koperasi khususnya, maka sebagian besar akan berada di sektor minabisnis (Dirjen Perikanan Tangkap 2005). Kegiatan minibisnis, akan berkembang dengan baik di pelabuhan perikanan bila ditujang dengan fasilitas yang memadai dan pelayanan yang prima.
Keempat subsektor minabisnis merupakan satu-kesatuan yang saling
membutuhkan dan saling melengkapi, untuk itu perlu ditumbuhkembangkan di pelabuhan perikanan sebagai stimulan bagi kegiatan usaha perikanan lainnya. 2.2 Lingkungan Industri Perikanan (LIP) Pengertian industri menurut Kotler (1997) adalah sekelompok perusahaan yang menawarkan suatu produk atau kelas produk yang merupakan subtitusi dekat satu sama lainnya. Pengertian substitusi dekat disini adalah produk dengan elastisitas silang permintaan yang tinggi; Jika permintaan akan suatu produk meningkat sebagai akibat kenaikan harga suatu produk lain, kedua produk tersebut merupakan substitusi dekat. Bagi produk processing perikanan yang dihasilkan oleh suatu industri perikanan jika harga ikan tuna meningkat atau sulit didapat dipasaran orang akan beralih ke produk jenis ikan lainnya (seperti
17
cakalang, kakap, udang,dan sebagainya) sehingga ikan tuna dan ikan cakalang atau ikan kakap merupakan barang substitusi dekat. Lingkungan industri adalah salah satu faktor terpenting untuk menunjang keberhasilan industri dalam persaingan. Untuk membuat atau menentukan tujuan, sasaran dan strategi yang akan diambil, diperlukan suatu analisis mendalam serta menyeluruh mengenai lingkungan dimana suatu industri berada. Lingkungan industri dapat dibagi dua, dimana pembagian kedua lingkungan di dasarkan pada
besarnya pengaruh industri terhadap lingkungan-lingkungan
tersebut, yaitu lingkungan Internal (lingkungan dalam industri) dan lingkungan eksternal (lingkungan luar industri) Lingkungan industri maupun lingkungan pemasaran akan selalu mengalami perubahan dan selalu menimbulkan peluang baru, tantangan baru maupun ancaman baru. Setiap industri harus memiliki manajer yang tugasnya selalu mengamati setiap perubahan dan sekaligus mengidentifikasi setiap perubahan apakah perubahan merupakan peluang ancaman bahkan tantangan. Kegagalan
dalam
mengidentifikasi
perubahan
lingkungan
industri
atau
pemasaran dapat berakibat kegagalan industri. Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri dapat terbagi menjadi 3 penentu keberhasilan industri yaitu ; Lingkungan Internal Industri, untuk menggali informasi tentang LII (Life Internal Industri) adalah mengenai potensi SDM yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan iindustri dan keuangan serta asset yang dimiliki industri (kepemilikan asset). Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi industri dapat didekati dengan melihat kondisi ketersediaan pemasok infrastruktur berupa mesin dan teknologi, ketersediaan jasa-jasa antara lain jasa pelatihan pegawai, keuangan (bank), dan pelayanan pemerintah. Disamping itu, terdapat faktor lingkungan ekonomi industri yang diduga ada hubungan kuat pengaruhnya bersama faktor eksternal industri terhadap lingkungan industri adalah perkembangan teknologi perikanan yaitu informasi dan transportasi, situasi perdagangan dunia, serta ketersediaan sumberdaya alam dan energi (Gambar 1)
18
INDUSTRI PEMASOK (MESIN TEKNOLOGI, BAHAN BAKU)
KONDISI EKONOMI FAKTOR-FAKTOR
BAHAN BAKU
BAHAN PROCESSING
MESIN & PERLENGKAPAN
- TEKNOLOGI -R & D INDUSTRI
- INFORMASI GLOBAL
INDUSTRI
INDUSTRI
FOKAL
HILIR
PENDUKUNG
- LINGKUNGAN
HULU
- ENERGI NILAI TAMBAH PERTENAGA KERJA
- SDM - MODAL
R&D
PASAR
EKSPOR
MARKET
R&D
MARKET
R&D
- PEMBIAYAN
MARKET VALUE ADDED
- SUMBER AIR PRODUKTIVITAS
- DLL
PRODUKSI BAHAN
PER UNIT
PROCESSING
PROCESSING
SEKUNDER/
PRIMAIR
BAKU
DOMESTIK
TERTIER
INDUSTRI JASA , INDUSTRI TERKAIT, MODAL PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
PELAYANAN
BANK
R&D
TRAINING
PEMELIHARAAN
TRANSPORT
DISTRIBUSI
EKSPOR
Gambar 1 Modifikasi agrobased industry cluster (ABIC) Porter (1990) dan Kotler (1997) Dengan
demikian
justifikasi
variabel
yang
mempengaruhi
faktor
lingkungan industri perikanan adalah : -
Internal industri (II)
-
Eksternal industri (EI)
-
Lingkungan ekonomi (LE) Tiga diatas adalah indikator penelitian yang akan dijelaskan oleh
beberapa variabel bebas dengan justifikasi sebagai berikut : -
Internal industri (II) akan dijelaskan dengan indikator : SDM yang terlibat didalam kegiatan Industri (jumlah, tingkat pendidikan, pengalaman); teknologi industri yang digunakan; keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan
-
Kondisi
eksternal
industri
(EI)
akan
dijelaskan
dengan
perkembangan teknologi, jasa pelatihan pegawai; dan
indikator
ketersediaan
infrastruktur dari pemerintah -
Lingkungan ekonomi (LE) akan dijelaskan dengan indikator perkembangan teknologi, situasi perdagangan dunia, dan daya beli masyarakat .
2.2.1 Internal industri (II) Faktor internal industri memegang peranan penting dan merupakan faktor dominan terhadap keberhasilan kinerja industri seperti ; 1) sumberdaya manusia yang dimiliki industri (jumlah, tingkat pendidikan, usia, pengetahuan,
19
pengalaman) dan secara faktual kondisi sumber daya manusia yang bergerak dibidang perikanan masih memiliki pendidikan relatif rendah. Disamping itu, teknologi yang digunakan oleh industri perikanan masih disesuaikan dengan tingkat kemampuan sumberdaya manusia menggunakan teknologi yang sederhana terutama dalam penanganan pasca panen ; akibatnya mutu bahan baku yang disuplai untuk keperluan industri perikanan rendah. Rendahnya mutu bahan baku ini sangat berpengaruh terhadap mutu hasil produksi, dampak yang dirasakan adalah produk hasil industri tidak dapat bersaing dipasaran terutama pasar global (Wahyuni. 2002). Faktor berikut yang termasuk dalam internal industri adalah 2) teknologi yang digunakan oleh perusahaan; disamping mempertimbangkan
faktor
efisiensi
dan
menghadapi
pesaing
harus
mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya manusia yang akan mengelola teknologi yang akan digunakan. Apabila pemilihan teknologi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya manusia, maka pemilihan teknologi tinggi merupakan salah satu jawaban dari peningkatan efisiensi (Putro.2002} Di sisi lain pemilihan teknologi disamping untuk kemajuan industri harus dapat menyerap tenaga kerja, dengan demikian di samping itu harus mempertimbangkan keserasian kapasitas mesin yang digunakan, berarti harus dipertimbangkan pula bahwa mesin tidak banyak menimbulkan kerusakan (efisiensi), hemat energi dan tersedia suku cadang, praktis serta mudah dioperasionalkan. Dengan demikian pemilihan teknologi merupakan salah satu pertimbangan dalam menentukan keberhasilan pengembangan industri perikanan. Disamping hal diatas maka faktor 3) keuangan dan asset yang dimiliki perusahaan dalam kaitannya dengan rencana pengembangan dimasa datang. Keterbatasan modal usaha sangat mempengaruhi kepemilikan asset perusahaan hal ini dapat menghambat pengembangan industri dimasa mendatang terutama menghadapi pesaing yang memiliki modal cukup kuat. Kemudian sulitnya mendapatkan modal usaha dari perbankkan serta besarnya bunga pinjaman mengakibatkan sulitnya perusahaan untuk mengembangkan usahanya. 2.2.2 Eksternal industri (EI) Faktor eksternal industri seperti 1) perkembangan teknologi industri, mesin dan kelengkapan teknologi yang sangat diperlukan dalam proses produksi. Kapasitas dan kualitas infrastruktur yang tersedia sangat mempengaruhi proses produksi, pada gilirannya akan berdampak pada tingkat efisiensi.
Kebijakan
pemerintah membangun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan diatur melalui
20
undang-undang nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan jo. undang-undang nomor 31 tahun 2004 dalam rangka menunjang peningkatan produksi perikanan dimaksudkan juga untuk memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong
pertumbuhan
perekonomian
masyarakat
perikanan
serta
mempercepat pelayanan terhadap seluruh kegiatan yang bergerak dibidang usaha perikanan. Disamping itu faktor 2) ketersediaan jasa pelatihan sangat mendukung dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki. Jasa pelatihan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi maupun lembaga pendidikan dan pelatihan swasta sangat menolong upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan maupun keterampilan sumberdaya manusia yang terlibat didalam perusahaan baik manajerial maupun operator.(Madecor group. 2002) Demikian pula dengan 3) ketersediaan infrastruktur berupa sarana dan prasarana
(pelabuhan
perikanan,
transportasi,
pemasaran)
yang
dapat
mendukung dan memberikan kemudahan serta efisiensi produksi Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung industri tidak tertutup kemungkinan timbulnya biaya untuk mendapatkan sarana dan prasarana. Faktor eksternal industri ini harus disediakan oleh pemerintah untuyk memberikanan pelayanan kepada industri agar benar-benar dapat mendukung kinerja industri perikanan. (Putro S. 2002 ; Wayuni. 2002) 2.2.3 Lingkungan ekonomi (LE) Faktor kondisi lingkungan ekonomi diduga juga akan dapat mempengauhi lingkungan industri perikanan antara lain: 1) lingkungan teknologi kemajuan teknologi baik informasi maupun transportasi akan mendorong kearah efisiensi dan ini sangat strategis dalam era persaingan, karena dengan munculnya teknologi baru kemungkinan akan mengancam teknologi yang sudah ada. Hasil riset dan pengembangan (research & development / R & D) merupakan salah satu sub system yang akan selalu mendorong tumbuh dan berkembangnya teknologi, karena hal ini akan mendorong (motivasi) dalam mengambil langkah perbaikan secara terus menerus dan upaya pengembangan proses produksi sehingga akan diperoleh hasil optimal sesuai tujuan perusahaan. Faktor penting lainnya adalah 2) situasi perdagangan dunia dengan munculnya informasi global; dengan semakin majunya teknologi komunikasi informasi global memegang peranan penting dalam pemasaran terutama untuk
21
mengetahui dan mempelajari kebutuhan pelanggan. Informasi ini digunakan untuk mempersiapkan strategi kebijakan dalam memasuki dan menghadapi persaingan pasar. Perubahan budaya makan dari daging ke ikan dapat mempengaruhi persaingan produk makanan yang berasal dari bahan baku ikan. Faktor yang ikut berpengaruh adalah 3) sumberdaya alam dan energi yang tersedia dalam mensuplai kebutuhan bahan baku industri. Keunggulan ketersediaan sumberdaya alam dan energi khususnya sumberdaya perikanan yang dimiliki sebagai penyedia bahan baku industri ini dapat mempengaruhi tingkat kemampuan komperatif dan memperkuat keunggulan bersaing industri jika mampu memanfaatkan sumberdaya yang mempunyai nilai tambah (Gardjito 1996). 2.3 Kebijakan Pemerintah Kebijakan
1)
pembangunan
pelabuhan
perikanan
yang
telah
dikeluarkan dan dilaksanakan mulai pelita ke II antara lain bertujuan mendukung pembangunan perikanan dan rencana pembangunan lima tahun berikutnya. Pada Pelita ke V pembangunan prasarana perikanan berupa pelabuhan perikanan perlu disesuaikan dan ditata kembali terutama manajemen pelabuhan perikanan. Untuk mendukung hal diatas maka dikeluarkan kebijakan 2) membentuk badan usaha milik negara (Perusahaan umum prasarana perikanan samudera melalui peraturan pemerintah nomor 2 tahun 1990). Tujuan pembentukan badan usaha tersebut adalah agar fungsinya pelabuhan perikanan seperti yang diamanatkan dalam Undang undang nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan dapat terpenuhi, yakni disamping sebagai penunjang utama kegiatan dibidang produksi, juga mencakup penunjang pengelolaan, penyaluran hasil, pemasaran dan pelestarian sumber yakni dalam bentuk; (a) prasarana penangkapan ikan; (b) prasarana penanganan dan pengolahan hasil; (c) prasarana penyaluran hasil/pemasaran; dan (d) prasarana pelestarian sumber. Tindak lanjut dari kebijakan tersebut pada Pelita ke 6 (REPELITA VI: 1994-1998) adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendapatan petani nelayan melalui upaya optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan serta peningkatan nilai tambah hasil-hasil perikanan. Kemudian pada tahap berikutnya perlu peningkatan penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas perikanan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan konsumsi gizi masyarakat. Dilain pihak perlu mendorong dan
22
meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif. Tujuan berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah mendorong peningkatan pertumbuhan industri didalam negeri melalui penyediaan bahan baku dan meningkatkan penerimaan devisa (Murdjijo 1997). Untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan tersebut sasaran pembangunan perikanan dalam REPELITA VI antara lain adalah peningkatan ekspor sebesar 9,7% pertahun, baik akhir Repelita VI ekspor hasil perikanan diperkirakan akan mencapai 800 ribu ton dengan nilai US $ 2.134 juta. Berdasarkan kondisi diatas maka strategi kebijakan yang dilaksanakan adalah melalui pendekatan agribisnis dan agroindustri, untuk mendukung rencana diatas maka kebijakan 3) pengaturan pemanfaatan prasarana didalam kawasan industri perikanan berupa kemudahan mendapatkan modal usaha dan investasi bagi industri perikanan dikeluarkan melalui keputusan menteri Kelautan dan Perikanan nomor 32 tahun 2000 dan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12 tahun 2001. Dalam mewujudkan penerapan kebijakan dibidang perikanan diatas, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan keterkaitan fungsional antar subsistem sehingga setiap kegiatan pada masing-masing subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Selain itu pengembangan agribisnis juga harus mampu meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan kemitraan usaha antara usaha skala besar dan skala kecil secara serasi dan dilakukan melalui pengembangan sentra produksi perikanan dalam suatu skala ekonomi yang efisien. PELUANG -KEJADIAN TIDAK DAPAT DIPREDIKSI -HAMBATAN EKSTERNAL -TEKNOLOGI
STRATEGI PERUSAHAAN / STRUKTUR PERSAINGAN - STRUKTUR, LOKASI - PERSAINGAN, RESIKO
PENENTUAN PERMINTAAN
FAKTOR KONDISI - SUMBER DAYA ALAM -
- BESAR PERMINTAAN - SEGMEN USAHA - PERMINTAAN GLOBAL - SALING KETERGANTUNGAN
SDM PENGETAHUAN MODAL INFRA STRUKTUR
- TEKNOLOGI
INDUSTRI PERIKANAN & TERKAIT - PERSAINGAN INDUSTRI PENDUKUNG - PERSAINGAN INDUSTRI TERKAIT
PEMERINTAH -FASILITAS & KENDALA KEBIJAKAN -INVESTASI UNTUK UMUM
Gambar 2 Strategi kebijakan pemerintah dalam mendukung industri perikanan (Porter.1990)
23
Keterkaitan antar faktor dalam pengembangan industri perikanan perlu dukungan dan peranan pemerintah terutama dalam penyediaan fasilitas dan ketentuan investasi. Sebagai upaya untuk memenuhi permintaan konsumen, industri
perikanan
perlu
mendapat
suplai
dari
dukungan
infrastruktur,
sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan faktor permodalan. Dilain pihak faktor internal perusahaan yaitu strategi perusahaan dalam memanfaatkan faktor pendukung, cara menghadapi pesaing, pemanfaatan infrastruktur yang efektif, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar optimal dengan biaya minimal atau dengan resiko yang paling kecil. 2.4 Kinerja Industri Perikanan Kinerja industri perikanan antara lain diukur dari keberhasilan tingkat kinerja keuangan. Sebagai variablel keberhasilan kinerja keuangan diukur oleh 1) tingkat laba (rugi) perusahaan, 2) tingkat pengembalian investasi (Return of investment/ ROI), dan 3) tingkat return on equity (ROE) serta perkembangan dari industri perikanan (Kotler 1997) Kemudian variabel kinerja industri perikanan berikutnya adalah dibidang pemasaran, dalam hal ini penting yang harus ditangani dengan serius diantaranya adalah tersedianya 4) informasi pasar yang cepat, tepat dan akurat terutama tentang 5) mutu produk, dan 6) harga produk. Ketersediaan Informasi pasar merupakan salah satu komponen yang strategis agar mampu mengembangkan pemasaran lebih luas baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Untuk menghasilkan informasi yang akurat diperlukan kerjasama yang erat antar instansi terkait, pihak swasta dan assosiasi perikanan untuk menciptakan transparansi pasar. Dilain pihak penetapan harga produk disamping untuk kepentingan industri juga harus memperhatikan harga yang ditawarkan oleh para pesaingnya. Untuk mengukur indikator pemasaran berikutnya 7) volume penjualan, 8) Pertumbuhan penjualan; 9) pertumbuhan pelanggan. Berdasarkan kondisi diatas berarti sistem pendukung agribisnis yaitu pembinaan mutu, pengolahan (agroindustri) sangat penting. Memasuki era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, membawa konsekuensi bagi produk perikanan Indonesia mampu bersaing dipasaran, baik didalam maupun diluar negeri. Untuk mengantisipasikan persaingan bebas tersebut dan guna meraih keunggulan kompetitif diperlukan upaya antara lain peningkatan efisiensi
usaha
dan
10)
diversifikasi
produk,
manajemen
mutu
serta
pengembangan pemasaran. Namun demikian kinerja industri juga harus diukur
24
dengan 11) tingkat penyerapan tenaga kerja; 12) produktivitas kerja (Wahyuni. 2002) Menurut Murdjijo (1997) peningkatan keunggulan kompetitif produk perikanan dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan dan pengelolaan faktor produksi, distribusi dan pemasaran hasil serta manajemen mutu produk. Disamping itu harus tanggap terhadap kecenderungan adanya perubahan permintaan pasar sebagai titik tolak dalam memperoleh pangsa yang maksimal dan berkelanjutan. Produk yang dikembangkan harus memenuhi spesifikasi dan segmen pasar tertentu, agar penetapan harga produk yang kompetitif dapat ditetapkan untuk memperoleh peningkatan volume penjualan. Dalam upaya diversifikasi produk peranan sumberdaya manusia perlu dipertimbangkan terutama untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi, dapat menyerap tenaga kerja maupun peningkatan kesejahteraan tenaga kerja secara wajar. Memasuki pasar bebas berarti akan terjadi persaingan produk yang sejenis dari berbagai negara, sehingga diperlukan produktivitas tenaga kerja. Sedangkan pelanggan akan semakin maju dan canggih karena permintaan produk lebih bervariasi, kualitas dan pelayanan lebih baik terutama kehandalan (reliability) dan tepat waktu (response time) Dengan demikian model kinerja industri perikanan sebagai variabel kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : -
Peningkatan kinerja keuangan (laba (rugi) ; ROI dan ROE)
-
Pemasaran ( informasi pasar ,diversifikasi produk, mutu produk, harga produk,
peningkatan
volume
penjualan,
pertumbuhan
penjualan,
pertumbuhan pelanggan) -
Sumberdaya manusia (penyerapan tenaga kerja, produktivitas kerja, kesejahteraan tenaga kerja)
2.5 Daya saing global Industri perikanan Memasuki era globalisasi akan terjadi pertumbuhan perdagangan global dan persaingan internasional yang eksplosif. Di sini tidak ada negara yang tetap dapat terisolasi dari ekonomi dunia. Jika negara itu menutup pasarnya dari persaingan asing, penduduknya akan membayar lebih mahal untuk barang berkualitas lebih rendah. Tetapi jika negara itu membuka pasarnya, akan menghadapi persaingan ketat dan banyak usaha domestiknya akan menderita (Kotler. 1997).
25
Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan baru yang akan dihadapi adalah perubahan teknologi. Diramalkan akan terjadi perkembangan teknologi informasi dan kecepatan komunikasi, bahan-bahan baru kemampuan biogenetika dan obat-obatan, keajaiban elektronik dan sebagainya. Perubahan terjadi dengan kecepatan luar biasa seperti merek makanan, bentuk perubahan baru, meningkatnya kepekaan konsumen akan merek dan mutu serta harga barang sehinga perusahaan ataupun industri harus mampu merubah keunggulan komperatif
menjadi
keunggulan
kompetitif
diperlukan
upaya
efisiensi.
Peningkatan efisiensi suatu industri dapat dilakukan dengan pemilihan teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya manusia. Upaya perusahaan yang berhasil dalam merubah teknologi dan efisiensi ternyata ada yang gagal dalam meningkatkan pendapatan jika tidak memiliki visi pemasaran dan keahlian pemasaran. Berbagai tuntutan aturan globalisasi lainnya yang memaksa industri harus mampu bertahan dan menyesuaikan seperti lingkungan hidup, hak azasi manusia , ketersediaan sumberdaya. Untuk meningkatkan daya saing industri, termasuk industri perikanan dimasa datang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi, komposisi
bahan baku, keamanan mengkonsumsi, aspek lingkungan hidup
bahkan aspek hak asasi manusia (pengeksploitasian buruh). Dalam penelitian menganalisis industri perikanan memasuki era globalisasi akan dikaji mengenai kemampuan produk bersaing global karena itu harus berbasis global. Berbagai strategi untuk mengembangkan industri perikanan
memasuki
pasar
global
serta
faktor
pendukung
yang
mempengaruhinya. Selain mengamati perusahaan yang menghasilkan produk dan pasar yang sama , pengamatan variabel yang mempengaruhi kinerja industri perikanan seperti kemampuan kondisi keuangan, pemasaran serta sumberdaya manusia yang terlibat didalam industri perikanan. 2.6 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian mengenai restrukturisasi pertanian berbasis industri yang mengkaji masalah industri processing dan ikan kaleng di Indonesia bagian timur (Madecor Group. 2001)
memberikan rekomendasi agar pemerintah
Indonesia pertama, mengarahkan para investor bersedia membangun dibidang industri
pemasok
seperti
mesin
dan
perlengkapan,
kapal,
peralatan
penangkapan, fasilitas pembuatan dan perawatan kapal ikan; penelitian ini perlu
26
dikaji lebih lanjut sampai sejauh mana pengaruh dari penyediaan segenap fasilitas yang disarankan dibangun dapat mendukung kinerja industri memasuki era globalisasi. Kedua, meningkatkan kemampuan manajemen pelabuhan perikanan dan melengkapi fasilitas seperti cold storage dan pabrik es serta sarana transportasi yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin, artinya dengan perbaikan manajemen pelabuhan perikanan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
pelabuhan
sehingga
mampu
mempengaruhi
kinerja
industri
perikanan, daya saing global industri. Ketiga, mengembangkan pelabuhan perikanan di kawasan Indonesia bagian timur seperti pelabuhan Bitung untuk mendukung
industri processing perikanan agar dapat lebih efisien artinya
kebijakan pemerintah membangun dan menyediakan infrastruktur diperlukan agar dapat mempengaruhi kinerja industri dan mampu meningkatkan efisiensi sehingga industri memiliki daya saing global. Keempat, mengembangkan pemasaran ikan melalui penetapan zona ekonomi strategis , artinya segenap kebijakan dan pelayanan pelabuhan perikanan akan dapat mempengaruhi dan mendukung kemampuan daya saing pemasaran produk secara global. Penelitian Eriyatno dan Winarno (1996) mengenai pemodelan sistem pengendalian mutu produk kualitas ekspor agroindustri perikanan rakyat menyimpulkan bahwa model AGUAFISH (statistic quality control dan quality cost concept) merupakan model SPK (sistem penunjang keputusan) untuk membantu pengguna pengambil keputusan yang berkaitan dengan masalah mutu produk kualitas ekspor. Agroindustri perikanan rakyat model sampling berguna untuk menentukan pilihan rancangan pengambilan contoh, sedangkan modul inspeksi berguna untuk membantu dala pemeriksaan mutu produk. Modul biaya berguna untuk melakukan prakiraan biaya mutu. Penelitian memberikan suatu dorongan untuk menganalisis suatu model industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan samudera Penelitian Sunarya (1996) mengenai prospek pengembangan pasca panen perikanan di Indonesia memberikan informasi bahwa hasil produksi ikan di jawa dan sumatera yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan dalam keadaan segar hanya 60% dan sisanya 40% diproses pindang, peda, terasi, asap, beku, kaleng dan tepung ikan. Dominasi utama ikan olahan adalah ikan asin dan peda. Pemanfaatan hasil produksi sebagian besar masih digunakan untuk mencukupi kebutuhan makanan diwilayahnya dan sebagian kecil dipasarkan antar pulau dan diekspor. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan pelayanan
27
pelabuhan perikanan dalam menyediakan infrastruktur dan pelayanan akan mempengaruhi kinerja industri dan mendorong kemampuan daya saing industri. Penelitian Clucas dan Basmal (1995) yang dikutip oleh Sunarya (1996) mengenai masalah perikanan pelagis kecil dipantai utara Jawa dan upaya pemecahannya menunjukkan bahwa kerugian akibat kerusakan mutu hasil tangkapan disebabkan oleh berbagai faktor seperti desain palka ikan di kapal kurang baik, kurangnya penggunaan es akibat es relatif mahal, kesalahan penanganan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) kurangnya sarana pendukung (cold storage, pabrik es, pasokan air) di pelabuhan perikanan. Dampak yang dirasakan adalah sulitnya mendapatkan bahan baku industri. Demikian pula dengan penelitian ini bahwa tanpa dukungan kebijakan pemerintah dalam penyediaan
infrastruktur
mempengaruhi
kinerja
dan industri
pelayanan
pelabuhan
perikanan
terlebih
perikanan
untuk
akan
meningkatkan
kemampuan daya saing. Hasil pengamatan Putro (2001) selaku atase pertanian dan sebagai perutusan Republik Indonesia untuk Uni Eropa, Brussel, produk pengolahan hasil perikanan dipasar global akan menghadapi
peluang dan tantangan
perdagangan. Dalam hal ini Indonesia harus menangkap peluang sebelum sektor perikanan dimasukkan dalam perjanjian GATT/ WTO yaitu mengupayakan agar tarif bea masuk dapat dikurangi dan diberlakukan secara fair dan non diskriminatif. Disamping itu harus meningkatkan kualitas (mutu) produk karena akan menghadapi program rapid alert system Uni Eropa dan automatic detention yang diberlakukan oleh Amerika serikat . Hal ini mengisyaratkan bahwa perlu segera diambil campur tangan pemerintah dengan berbagai kebijakan untuk mendukung globalisasi.
industri
perikanan
memasarkan
produknya
memasuki
era