3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Padina australis Padina australis dikenal sebagai “kuping gajah” oleh masyarakat yang tinggal di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Geraldino et al. (2005) menyatakan bahwa P. australis hidup menempel di pasir, batu karang, ataupun berasosiasi dengan tumbuhan laut lainnya pada perairan dengan kedalaman 5 - 10 m. Rumput laut tersebut tersebar luas di perairan Pasifik selatan, Samudera Hindia, Afrika Barat, Afrika Timur, Asia timur, Australia, dan New Zealand. Rumput laut P. australis yang tumbuh di perairan Pulau Molokai, Amerika Serikat dapat dilihat pada Gambar 1. Klasifikasi P. australis menurut Hauck (1887) adalah sebagai berikut: Genom
: Eukariot
Kingdom
: Chromista
Filum
: Heterokontophyta
Kelas
: Phaeophyceae
Suku
: Dictyotales
Famili
: Dictyotaceae
Genus
: Padina
Spesies
: Padina australis
Gambar 1. Padina australis (Smith et al. 2007)
Menurut Fitrya et al. (1999), P. australis mempunyai thalus berbentuk lembaran bulat pipih seperti kipas yang berbarna coklat dan terdiri dari epidermis dan sel parenkim. Ekstraksi P. australis menggunakan air dapat menghasilkan
4
natrium alginat sebanyak 42%. Ekstrak n-heksana P. australis telah diisolasi mengandung senyawa asam lemak dan triterpenoid. Hasil ekstraksi P. australis menggunakan etil asetat mengandung senyawa asam lemak dengan ikatan rangkap dua terkonjugasi dan satu senyawa steroid, sedangkan hasil ekstraksi menggunakan metanol mengandung fukosterol dan dua senyawa steroid. Rumput laut P. australis yang terdapat di perairan Pulau Seribu, Jakarta telah diidentifikasi mengandung komponen polifenol berupa katekin. Rumput laut tersebut mengandung zat gizi mineral makro magnesium (Mg), kalsium (Ca), kalium (K), dan Natrium (Na) dengan jumlah kalsium yang lebih banyak daripada mineral lainnya. Mineral mikro juga terdapat dalam P. australis yaitu tembaga (Cu), seng (Zn), dan besi (Fe). Mineral tersebut terdapat dengan jumlah yang sangat sedikit (Santoso 2003). 2.2 Serat Pangan Serat makanan umumnya berasal dari buah, sayuran, dan biji-bijian serealia. Serat makanan terdiri dari serat kasar (crude fiber) dan serat pangan (dietary fiber). Serat kasar adalah serat yang secara laboratorium dapat menahan asam kuat atau basa kuat, sedangkan serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Kadar serat kasar selalu lebih rendah dibanding serat makanan, karena asam kuat dan basa kuat mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponenkomponen makanan dibandingkan dengan enzim pencernaan (Ardiansyah 2008).
Serat pangan didefinisikan sebagai bagian dari komponen bahan pangan nabati. Serat terbagi dalam dua kelompok yaitu serat larut dan serat tidak larut. Serat tidak larut contohnya lignin, selulosa, dan hemiselulosa, sedangkan serat yang larut contohnya gum, pektin, dan musilase (Tensiska 2008). Sifat kelarutan serat sangat menentukan pengaruh fisiologis serat dalam proses pencernaan dan metabolisme zat gizi. Karakteristik serat tersebut menurut Sulistijani (2002), yaitu: 1) Selulosa Selulosa merupakan serat-serat panjang yang terbentuk dari homopolimer glukosa rantai linier. Rantai molekul pembentuk selulosa akan semakin panjang seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Fungsi selulosa dalam tanaman adalah
5
untuk memperkuat dinding sel tanaman sedangkan di dalam pencernaan, selulosa berperan sebagai pengikat air dan mempengaruhi masa feses. 2) Hemiselulosa Hemiselulosa memiliki rantai molekul lebih pendek dibanding selulosa. Unit monomer pembentuk hemiselulosa terdiri dari heksosa dan pentosa. Hemiselulosa berfungsi memperkuat dinding sel tanaman dan sebagai cadangan pangan bagi tanaman. 3) Lignin Lignin termasuk senyawa aromatik yang tersusun dari polimer fenil propan. Lignin bersama holoselulosa berfungsi membentuk jaringan tanaman dan memperkuat sel kayu. Holoselulosa merupakan gabungan antara selulosa dan hemiselulosa. Serealia dan kacang-kacangan merupakan bahan pangan sumber serat lignin. 4) Pektin Pektin merupakan polimer dari glukosa dan asam galakturonat dengan jumlah asam galakturonat yang lebih banyak. Pektin terdapat dalam sel primer tanaman dan berfungsi sebagai perekat antara dinding sel tanaman. Sifatnya yang membentuk gel dapat mempengaruhi metabolisme zat gizi. 5) Musilase Musilase ditemukan dalam lapisan endosperm biji tanaman. Strukturnya menyerupai hemiselulosa tetapi tidak termasuk dalam golongan tersebut karena letak dan fungsinya berbeda. Musilase mampu mengikat air sehingga kadar air dalam biji tanaman tetap bertahan dan mampu membentuk gel yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuh. 6) Gum Gum terdapat pada bagian lamella tengah atau di antara dinding sel tanaman. Gum berguna sebagai penutup dan pelindung bagian tanaman yang terbuka. Gum mampu membentuk gel karena memiliki molekul hidrofilik yang berkombinasi dengan air. Serat pangan mempengaruhi mikroflora usus dan mengurangi waktu transit makanan dalam usus. Mikroflora usus dapat bereaksi pada residu makanan yang sampai ke usus dan mengubahnya menjadi senyawa karsinogenik. Senyawa
6
ini apabila kontak dengan sel-sel mukosa usus besar selama periode waktu tertentu, akan menimbulkan tumbuhnya sel-sel kanker (Muchtadi 2001). Serat menyerap cairan dan tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan sehingga menyebabkan volume tinja besar dan mudah dikeluarkan. Volume tinja yang besar mempermudah gerakan peristaltik usus besar yang mempercepat pengeluaran kotoran. Kecepatan kotoran keluar ikut membawa zat-zat yang bersifat karsinogen. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa serat makanan secara umum memacu pertumbuhan bakteri asam laktat (Lactobacillus) yang mempunyai sifat metabolik seperti bifidobakteria yang menghasilkan asam lemak rantai pendek dan memperbaiki sistem imun (Astawan dan Kasih 2008). 2.3 Metode Ekstraksi Ekstraksi merupakan proses pemisahan komponen aktif dari jaringan tumbuhan atau hewan menggunakan pelarut (Longo 2008). Ragam ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan kandungan air suatu bahan, serta jenis senyawa yang akan diisolasi. Prosedur untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan yaitu dengan mengekstraksi sinambung serbuk bahan dengan menggunakan sederetan pelarut secara bergantian dari pelarut nonpolar, semipolar, dan polar (Harborne 1987). Metode yang umum mendasari proses ekstraksi adalah maserasi. Kata maserasi berasal dari bahasa Latin maceratus yang berarti melunakkan. Maserasi merupakan proses perendaman bahan yang dilakukan dengan atau tanpa pengadukan. Bahan yang akan dimaserasi bersama pelarut ditempatkan dalam wadah tertutup bertujuan untuk mencegah terjadinya penguapan. Larutan alkohol dalam jumlah yang cukup dapat ditambahkan dalam wadah apabila pelarut yang digunakan adalah air. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroba (Longo 2008). 2.4 Senyawa Fenol Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Umumnya mudah larut dalam air karena sering berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel.
7
Senyawa polifenol contohnya fenil propanoid, tanin, flavonoid, dan beberapa terpenoid (Harborne 1987). Senyawa fenol merupakan kelas utama antioksidan yang berada dalam tumbuh-tumbuhan (Marinova et al. 2005). Radikal peroksi (ROO∙) dan radikal hidroksi (HO∙) mencabut atom hidrogen fenolik menghasilkan radikal fenoksi yang lebih stabil. Pembentukan radikal fenoksi dapat dilihat pada Gambar 2 (Hart et al. 2003). O
O●
H
+ HO ● radikal hidroksi
+ HO
H
radikal fenoksi
Gambar 2. Reaksi Fenol (Hart et al. 2003) 2.5 Fitokimia Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi. Pelarut nonpolar efektif mengekstrak alkaloid dan terpenoid dari suatu bahan. Pelarut semi polar mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid, dan alkaloid. Pelarut yang bersifat polar, mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, dan tanin (Harborne 1987). 2.5.1 Alkaloid Alkaloid merupakan senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid terbagi menjadi tiga bagian, yaitu elemen yang mengandung N terlibat pada pembentukan alkaloid, elemen tanpa N yang ditemukan dalam molekul alkaloid dan reaksi yang terjadi untuk pengikatan khas elemen-elemen pada alkaloid (Sirait 2007). Alkaloid merupakan golongan zat sekunder pada tumbuhan. Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Senyawa ini banyak terdapat pada bagian tunas, bunga, dan buah tanaman. Alkaloid dapat rusak akibat proses pengeringan (Harborne 1987).
8
2.5.2 Flavonoid Flavonoid adalah sekelompok senyawa polifenol yang terdapat dalam tanaman. Konsumsi flavonoida dalam makanan berkisar antara 50-80 mg/hari. Flavonoida dalam makanan diantaranya yaitu quercetin, kaemferol, luteolin, morin, dan katekin. Senyawa tersebut memiliki kemampuan mencegah kanker yang diduga melalui sifat sebagai antioksidan, penangkap radikal bebas, dan kemampuannya menonaktifkan kation polivalen (Silalahi 2006). Flavonoid memiliki kemampuan antioksidan yang mampu mentransfer sebuah elektron ke senyawa radikal bebas dan membentuk kompleks dengan logam. Kedua mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat beberapa enzim (Harborne 1987). 2.5.3 Fenol Hidrokuinon Senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan pada umumnya adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus –OH dan –OR (Andayani et a.l 2008). Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umunya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara (Harborne 1987). 2.5.4 Triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Triterpenoid digolongkan menjadi empat golongan, yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne 1987). 2.5.5 Saponin Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat. Adanya saponin
9
dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak. Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidannya (Harborne 1987). 2.6 Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Beberapa macam radikal bebas antara lain superoksida (O 2 ), hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), radikal hidroksil (OH), radikal hipoklorit (OCl), dan ozon (O 3 ). Antioksidan berdasarkan fungsinya dikelompokan menjadi antioksidan primer, antioksidan sekunder, antioksidan tersier, oxygen scavenger, dan chelators (Kumalaningsih 2006). Antioksidan pada umunya mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugusan amino. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai radikal bebas menurut Ketaren (2008) terdiri atas empat tahap, yaitu : 1) pelepasan hidrogen dari antioksidan, 2) pelepasan elektron dari antioksidan, 3) adisi lemak (molekul teroksidasi) ke dalam cincin aromatik antioksidan, 4) pembentukan senyawa kompleks antara lemak (molekul teroksidasi) dan cincin aromatik antioksidan. Antioksidan yang sangat umum digunakan adalah senyawa fenol atau amina aromatis. Antioksidan dapat berperan sebagai inhibitor atau pemecah peroksida. Efektivitas antioksidan p-amino-fenol dan fenolat tergantung adanya gugus hidroksil bebas. Efisiensi fenolat dapat ditingkatkan dengan alkilasi pada posisi 2, 4, dan 6 (Cahyadi 2008). Dua antioksidan fenolik komersial ialah BHA (butylated hydroxyanisole) dan BHT (butylated hydroxytoluene). Antioksidan tersebut digunakan dalam makanan, pakan, dan juga dalam berbagai plastik (Hart et al. 2003). Antioksidan akan kehilangan potensi jika tidak mempunyai kemampuan untuk mengikat hidrogen atau elektron. Beberapa jenis antioksidan, terutama golongan fenolat bersifat dapat menguap pada suhu kamar. Kemampuan
10
antioksidan berkurang akibat degradasi molekul, terutama pada suhu yang semakin meningkat. Antioksidan berdasarkan penggabungan sifat sinergis dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu antioksidan dengan jumlah fenol yang sangat banyak dan antioksidan dengan jumlah asam yang sangat banyak (Ketaren 2008). 2.7 Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang sangat reaktif dengan elektron yang tidak memiliki pasangan. Setiap molekul yang berkontak langsung dengan radikal bebas mengalami penarikan elektron dan membentuk radikal bebas yang baru dalam reaksi berantai oksidatif sitotoksik. Oksigen reaktif yang sangat berpotensi dan mungkin menjadi inisiator pembentuk radikal organik adalah radikal hidroksil (Marks et al. 2000) Reaksi rantai radikal bebas meliputi tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi. Inisiasi merupakan tahap pemutusan molekul halogen menjadi dua atom halogen. Tahap propagasi terjadi saat suatu radikal bereaksi dengan molekul lainnya membentuk radikal yang selanjutnya dapat bereaksi seperti reaksi sebelumnya. Proses tersebut berhenti saat dua radikal berantai bergabung, sehingga rantai terterminasi atau putus karena tidak ada radikal baru yang terbentuk (Hart et al. 2003). Tahap propagasi melibatkan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Hidroperoksida dapat mengalami dekomposisi lebih lanjut dan menghasilkan aldehid dan keton yang memiliki berat molekul kecil. Pada tahap terminasi, radikal bebas reaktif bergabung bersama membentuk ikatan kovalen, dan secara efektif mengakhiri proses reaksi rantai dan menghasilkan senyawa yang stabil (Underwood 1999). Ikatan lain yang mudah teroksidasi adalah ikatan antara oksigen dan hidrogen yang ditemukan di dalam fenol dan ikatan antara nitrogen dan hidrogen yang ditemukan di dalam amin aromatik. Pada oksidasi fenol, reaksinya dapat dengan cepat menghasilkan campuran produk yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan radikal fenoksi yang terbentuk pada abstraksi radikal hidrogen. H dapat menyebabkan terjadinya reaksi kopling karbon-karbon, karbon-oksigen, dan oksigen-oksigen (Cairns 2008).