5
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cacing Tanah Menurut Gaddie (1975), cacing tanah merupakan kelompok hewan invertebrata yang banyak dijumpai pada tempat-tempat yang lembab di seluruh dunia. Ukuran cacing bervariasi, namun sifat-sifat fisik dan biologinya hampir sama. Cacing tanah memiliki ciri-ciri tubuh yang halus dibandingkan dengan hewan lain. Tubuhnya terdiri dari segmen-segmen teratur seperti cincin (annulus), sehingga cacing tanah dimasukkan ke dalam kelompok annelida. Berbeda dengan anthropoda, segmensegmen antropoda hanya bersifat segmen-segmen luar, sedangkan pada annelida di dalam (internal), sehingga disebut somit. Beberapa somit anterior cacing tanah membentuk suatu organ yang disebut klitelum (Waluyo, 1993). Minnich (1977) menyatakan bahwa cacing tanah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: bersegmen, tidak mempunyai kerangka luar, berlendir yang dihasilkan oleh kelenjar dalam epidermis dan bersifat hemaprodit. Menurut Catalan (1981), ada sekitar 1800 spesies cacing tanah di dunia yang telah diidentifikasi dan diklasifikasikan. Ada dua tipe spesies cacing tanah berdasarkan perilaku hidupnya, yaitu earthmovers dan composters (pembuat kompos). 1. Earthmovers adalah spesies soliter (penyendiri) yang hidup di dalam tanah dengan membuat terowongan berongga di dalam tanah (rongga-rongga ini akan terisi udara fungi, dan algae pada tanah dan memberikan nutrisi melalui kotoran mereka ke tanah pada level akar yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan. 2. Composters adalah spesies yang hidup secara massal dalam tumpukan organik di permukaan tanah. Mereka mengkonsumsi bakteri, fungi, dan algae yang ada pada dedaunan mati dan bahan organik lainnya dan mengubahnya menjadi humus. Spesies cacing tanah yang biasa dikomersilkan antara lain Eisenia foetida, Lumbricus rubellus, Lumbricus hortensis, Lumbricus terristris, Eudrilus engeniae, Eisenia andrei, dan Perionyx excavatus. Cacing harimau (Eisenia foetida) dan cacing merah (Rubellus lumbricus) merupakan cacing tanah jenis Composters. Cacing harimau (Eisenia foetida) memiliki garis-garis merah dan kuning pada tubuhnya dan lebih sering menggeliat (meronta) keras ketika berada di tangan manusia. Sedangkan cacing merah (Lumbricus rubellus) lebih memilih tinggal di atas permukaan tanah, dibawah kayu lapuk, dedaunan kering dan sampah organik lainnya.
2.2 Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan Berdasarkan jenis makanannya, secara fungsional cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu litter feeder (pemakan bahan organik sampah, kompos, pupuk hijau), limifagus (pemakan tanah subur/mud atau tanah basah), dan geofagus (pemakan tanah). Berdasarkan tempat hidupnya, cacing tanah
6
dikelompokkan menjadi epigaesis (hidup dipermukaan tanah), anasaesis (hidup dengan liang permanen di dalam tanah), dan endogaesis (hidup di dalam tanah dengan membuat liang terus-menerus). Spesies cacing tanah epigaesis dan anasaesis banyak ditemukan di daerah subtropis, dan di daerah tropis yang dominan adalah endogaesis (meso dan oligohumik) (Lavelle, 1988). Dalam upaya meningkatkan efisiensi pengolahan tanah lahan kering, cacing tanah kelompok endogaesis penting untuk dimanfaatkan. Selain memperbaiki sifat fisik tanah dan mengkonservasi bahan organik tanah, cacing tanah juga meningkatkan kesuburan tanah secara alami dan berlangsung secara terus-menerus. Jenis cacing tanah memiliki karakteristik berbeda sesuai dengan sifat habitat. Jenis Pheretima hupiens bersifat geofagus, artinya dominan sebagai pemakan tanah yang banyak terdapat pada tanah ultisol dengan tekanan lingkungan relatif berat, pH tanah rendah, sangat masam dan bahan organik rendah. Jenis Eudrellus sp. bersifat limifagus, yaitu pemakan tanah subur atau tanah basah yang banyak ditemukan pada tanah latosol atau inceptisol dengan pH sedang, mendekati netral dan bahan organik cukup. Sementara jenis Lumbricus sp. bersifat litter feeder, yaitu pemakan serasah yang pada awalnya berasal dari Eropa, namun sekarang telah banyak dibudidayakan sebagai pemakan sampah kota (Anwar, 2009).
2.3 Peranan Cacing Tanah terhadap Kesuburan Tanah Peranan cacing tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologis tanah adalah sebagai berikut (Tian, 1992): 1. Menguraikan bahan organik dan meningkatkan laju siklus nutrisi. 2. Memindahkan bahan organik dan mikroorganisme ke dalam tanah. 3. Membentuk struktur tanah dan mengurangi kepadatan tanah. 4. Meningkatkan porositas tanah sehingga dapat meningkatkan infiltrasi dan mengurangi laju peluncuran air (run off) dan meningkatkan aerasi sehingga meningkatkan respirasi tanah. 5. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme. 6. Membuka lapisan subsoil sehingga memudahkan pertumbuhan akar tumbuhan.
2.4 Perbaikan Sifat Fisik oleh Aktivitas Cacing Tanah Cacing tanah dapat memperbaiki beberapa sifat fisik tanah. Peranan cacing tanah dalam perbaikan sifat fisik tanah adalah melalui pembuatan lubang yang bersinambung dan pembentukkan pori-pori pada kotorannya (kasting). Kedua hal tersebut mengakibatkan cacing tanah dapat meningkatkan aerasi tanah, meningkatkan kapasitas tanah menahan air, mempertahankan tanah dalam kondisi gembur, memperbaiki struktur tanah, menghancurkan lapisan keras (hardpan), dan membuat saluran-saluran subur untuk akar tanaman (Minich,1977).
7
Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap tanah terhadap air di permukaan tanah. Pada lubang-lubang yang dibuat cacing di dalam tanah banyak terdapat kasting yang menyebabkan akar tanaman dapat menembus tanah lebih dalam. Lubang-lubang, kasting, dan akar tanaman, secara bersamaan akan melipatgandakan kemampuan tanah dalam menyerap air pada waktu hujan. Akibat selanjutnya persediaan air di dalam tanah akan lebih teratur, sehingga mampu menjamin pertumbuhan tanaman lebih baik. Pertumbuhan tanaman yang baik yang baik akan menyediakan daun-daun tumbuh lebik baik. Daun-daun yang jatuh menjadi humus yang mampu menahan air dalam jumlah yang banyak dan memperbaiki sifatsifat fisik tanah yang lain (Budiarti, 1992). Dua jenis cacing tanah Aporectodea tuberculata dan L. rubellus yang digunakan oleh Zachman, dalam penelitiannya di lapang pada tanah Typic Hapludoll nyata meningkatkan laju infiltrasi. Pada perlakuan tanah diolah, sisa tanaman dicampur, dan diberi cacing Aporectodea tuberculata ataupun L. rubellus dengan populasi 212 ind/m2, mampu meningkatkan laju infiltrasi hingga lebih dari empat kali lipat dibandingkan dengan perlakuan yang sama tetapi tanpa cacing. Joschko (1989) menjelaskan bahwa lubang cacing tanah meningkatkan laju infiltrasi melalui dua sebab yaitu dengan peningkatan absolute laju infiltrasi dan dengan bertambah lamanya waktu infiltrasi dengan laju tinggi pada saat awal. Sudharto (1986) telah meneliti pengaruh populasi cacing tanah jenis Pherionyx sp. terhadap fisik tanah Haplorthox Citayam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Pherionyx sp. menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan total pori, pori aerasi dan permeabilitas, akan tetapi menurunkan proporsi pori air tersedia. Lubang yang dibuat cacing tanah berorientasi vertikal. Hasil penelitian Joschko (1989) menunjukkan bahwa sudut lubang cacing Lumbricus terrestris berkisar dari 600 hingga 900 terhadap permukaan tanah. Akan tetapi lubang tidak lurus, melainkan berbelok-belok dengan sudut belokan sebesar 1300. Panjang lubang cacing Lumbricus terrestris hasil pengukuran 34 lubang yang dilakukan oleh Joschko (1989) rata-rata 30,3 cm dengan diameter 9,4 mm. Hasil pengukuran lain yang dilakukan oleh Lamparski (1987), terhadap lubang cacing Lumbricus badensis dan Lumbricus polyphemus, menunjukkan bahwa masing-masing mencapai kedalaman 2,5 dan 1,3 m. Diameter lubang cacing Lumbricus badensis seragam, antara 14-16 mm. Di dekat permukaan tanah, lubang bercabang-cabang menjadi 5-7 lubang di permukaan tanah. Diameter lubang cacing Lumbricus polyphemus bervariasi. Pada kedalaman 15-20 cm diameter lubang berkurang setengah dari diameter lubang di permukaan tanah. Menurut Joschko (1989) panjang lubang cacing tanah dipengaruhi oleh kepadatan tanah. Pada tanah gembur (volume pori 58-60 %) lubang yang dibuat cacing tanah lebih panjang dibandingkan dengan pada tanah padat (volume pori 4047 %). Dalam penelitian yang dilakukannya, panjang lubang Lumbricus terrestris pada tanah dengan volume pori 40 % tidak lebih pendek dibandingkan dengan pada tanah dengan volume pori 47 %. (Wendi, 1988 dalam Joschko, 1989) menyatakan bahwa tidak ada pengurangan panjang lubang cacing. Lumbricus terrestris pada tanah dengan bobot isi tinggi (lebih dari 1,73 g/cm3 atau volume pori 35 %). Di pihak lain,
8
(Kemper, 1988 dalam Joschko, 1989) menyatakan bawah tanah dengan bobot isi di atas 1,6 g/cm3 tidak akan tertembus oleh cacing tanah.
2.5 Perbaikan Sifat Kimia dan Biologi oleh Aktivitas Cacing Tanah Dalam aktivitasnya, cacing tanah bukan hanya memperbaiki sifat fisik tanah, melainkan juga sifat kimia dan biologi tanah. Menurut Minnich (1977), aktivitas cacing tanah akan mengangkat unsur hara dari tanah lapisan bawah, menanggulangi pencucian, meratakan unsur hara, membebaskan unsur hara tanaman ke dalam larutan, menetralkan tanah yang terlalu masam atau terlalu alkalin bagi tanaman, dan pada umumnya memperbaiki lingkungan tanah untuk pertumbuhan tanaman dari segala keadaan. Hasil penelitian Tiwari (1989) yang membandingkan sifat-sifat kasting di permukaan tanah dengan tanah Laterit di bawahnya yang diambil pada kedalaman 025 cm, menunjukkan bahwa kandungan N, P, K dan C-organik serta populasi mikroba dan aktivitas enzyme pada kasting lebih tinggi dari tanah Laterit asalnya. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa cacing tanah memegang peranan spesifik dalam pengayaan kandungan N, P, K dan C-organik dalam kasting dan laju mineralisasi dengan peningkatan biomassa mikroba dan aktivitas enzyme. Hasil penelitian di Indonesia yang dilakukan Suwardjo (1981), menunjukkan bahwa kasting memiliki pH, kandungan C, N, P, K serta KPK dan KB lebih tinggi dan kandungan unsur yang berbahaya seperti Mn dan Al jauh lebih rendah dari pada tanah lapisan atas (0-15 cm). Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan aktifitas cacing tanah akan sangat membantu perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Di areal padang rumput, penambahan cacing tanah sebanyak 10.000 ekor/ha mengakibatkan kandungan C dan N pada lapisan 0-20 cm serta mengakibatkan hilangnya serasah pada permukaan tanah. Pada areal tanpa pemberian cacing, kandungan C dan N pada lapisan 0-20 cm lebih rendah dan terdapat serasah di permukaan tanah setebal 2,5 cm. Produksi rumput dengan perlakuan pemberian cacing selalu lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian cacing (Hoogerkamp, 1987). Perombakan biologis bahan organik oleh cacing tanah berkaitan dengan ketersediaan hara dan pembentukkan bahan humik (Anderson, 1983 dalam Nardi, 1987). Cacing tanah meningkatkan pelepasan N, pelarutan P (Mackay, 1983 dalam Nardi, 1987) dan kesuburan tanah melalui pelapukan batuan secara kimiawi. Oleh karena itu pengaruh cacing tanah tidak terbatas pada mineralisasi bahan organik, tetapi hal-hal tersebut semuanya berkaitan dengan pembentukkan bahan humik yang memobilisasi hara dan meningkatkan metabolisme tumbuhan.
2.6 Tumbuhan Tumbuhan merupakan sumber utama bahan organik tanah. Sedangkan bahan organik merupakan sumber hara tanah dan salah satu faktor pembentuk struktur
9
tanah. Dalam usaha pertanian yang berkelanjutan, usaha mempertahankan bahan organik tanah merupakan salah satu kunci keberhasilan (Handayanto, 1995). Tidak hanya kuantitas, kualitas bahan organik juga mempengaruhi laju pertumbuhan cacing tanah (Martin, 1992). Meningkatnya laju pertumbuhan cacing tanah diduga berhubungan dengan N yang dapat diasimilasi dari bahan tanaman. Dalam hal ini leguminosa memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput (Abbott, 1981 dan Martin, 1992). Serasah daun-daunan juga diangggap sebagai sumber bahan organik yang paling baik bagi cacing tanah karena relatif tinggi kandungan karbohidrat yang dapat diasimilasi dan rendah lignoselulosanya. Serasah tua lebih cepat didekomposisi namun kualitas nutrisinya lebih rendah daripada serasah segar. Selain itu, tumbuhan berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi berlanjut lebih cepat untuk menyediakan unsur hara bagi tumbuhan dan tanaman. Di sini, siklus hara berlangsung sempurna, guguran yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang seperti diketahui telah diuraikan bakteri (Miranto, 2000). Kondisi demikian menjadikan ekosistem menjadi lebih tertutup, sehingga membuat keadaan menjadi lebih baik dalam pemeliharaan hara tanah dan kesuburan untuk dapat meningkatkan sistem produktivitas bagi tanaman pokok pada waktu dan rotasi dalam giliran berikutnya.
2.7 Tanah Tanah adalah bagian dari permukaan bumi yang terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami proses pelapukan akibat pengaruh iklim terutama faktor curah hujan, suhu dan pengaruh aktivitas organisme hidup termasuk vegetasi, organisme (manusia) pada suatu topografi atau relief tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Sebagai benda alam, tanah merupakan sistem tiga fase yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Ketiga fase tersebut adalah fase padat, fase cair dan fase gas, merupakan sistem yang selalu berubah tetapi selalu berada dalam keadaan seimbang. Pada keadaan kering, misalnya rongga yang ditempati udara tanah lebih banyak dibandingkan rongga yang ditempati cairan. Jika tanah tersebut basah baik terjadi akibat pengairan atau hujan, maka rongga yang berisi udara berkurang dan rongga yang berisi cairan bertambah. Jika tanah digemburkan, misalnya dengan pengolahan tanah, maka bagian relatif yang terisi oleh udara bertambah, dan bagian relatif padatan berkurang. Sebaliknya, jika tanah dipadatkan, bagian relatif padatan bertambah, dan bagian relatif udara berkurang. Menurut Soepardi (1983), tanah tersusun dari empat bahan utama yaitu : bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing-masing berbeda untuk setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering
10
(bukan sawah) umumnya mengandung 45% (volume) bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30 % udara, 20-30% air. Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan. Oleh karena itu susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan susunan mineral batu-batuan yang dilapuk. Bahan mineral di dalam taah terdapat dalam berbagai ukuran yaitu : pasir (2mm – 50 µ), debu (50 µ – 2 µ) dan liat < 2 µ. Bahan mineral yang lebih besar dari 2 mm terdiri dari kerikil, kerakal atau batu. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah: sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi), sumber energi bagi mikroorganisme. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Udara dan air mengisi pori-pori tanah. Banyaknya pori-pori di dalam tanah kurang lebih 50% dari volume tanah, sedangkan jumlah air dan udara di dalam tanah berubah-ubah. Kelebihan dan kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Adapun kegunaan air bagi pertumbuhan tanaman adalah : 1. Sebagai unsur hara tanaman. Tanaman memerlukan air dari tanah dan CO 2 dari udara untuk membentuk gula dan karbohidrat dalam proses fotosintesis. 2. Sebagai pelarut unsur hara. Unsur-unsur hara yang terlarut dalam air diserap oleh akar-akar tanaman dari larutan tersebut. 3. Sebagai bagian dari sel-sel tanaman. Air merupakan bagian dari protoplasma. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi,kohesi, dan gravitasi. Istilah tanah memang mempunyai pengertian yang luas dan arti yang sesuai dengan peruntukkannya. Dalam bidang pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dari organism (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau didalamnya. Air dalam tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Dalam pengertian ini ada dua variabel yang membedakan pengertian tanah di bidang pertanian dengan bidang lainnya, yaitu kedalaman tanah dan ukuran partikelnya. Kedalaman tanah dalam pengertian pertanian dibatasi pada bagian atas kulit bumi yang telah mengalami pelapukan atau adanya aktivitas biologi. Jika bagian yang telah mengalami pelapukan adalah dangkal, maka bagian tersebutlah dipakai sebagai batas kedalaman tanah. Sebaliknya, jika bagian yang telah mengalami pelapukan sangat dalam (4-6 m), maka tidak semua bahan lapuk tersebut disebut tanah, melainkan sampai kedalaman tempat terdapat aktivitas biologi. Pada umumnya, pembahasan tanah dalam bidang pertanian dibatasi pada kedalaman sekitar 2 m. Kedalaman ini jauh berbeda dengan kedalaman tanah di bidang keteknikan yang dapat mencapai puluhan meter. Berkaitan dengan ukuran partikelnya, para pakar pertanian membatasi tanah pada partikel berukuran (0,02 – 2 mm), dibandingkan dengan pakar keteknikan yang juga tertarik pada ukuran yang lebih besar dari 2 mm seperti kerikil bahkan batu (Foth, 1990).
11
Lapisan tanah bagian atas pada umumnya mengandung bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan lapisan tanah dibawahnya. Karena akumulasi bahan organik inilah maka lapisan tanah tersebut berwarna gelap dan merupakan lapisan tanah yang subur sehingga merupakan bagian tanah yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Lapisan tanah ini disebut lapisan tanah atas (top soil) atau disebut pula sebagai lapisan olah, dan mempunyai kedalaman sekitar 20 cm. Lapisan tanah dibawahnya, yang disebut lapisan tanah bawah (sub soil) berwarna lebih terang dan bersifat relatif kurang subur. Hal ini bukan berarti bahwa lapisan tanah bawah tidak penting perannya bagi produktivitas tanah, karena walaupun mungkin akar tanaman tidak dapat mencapai lapisan tanah bawah, permeabilitas dan sifat-sifat kimia lapisan tanah bawah akan sangat berpengaruh terhadap lapisan tanah atas dalam peranannya sebagai media tumbuh tanaman.
2.8 Tanah sebagai Media Tumbuh Tanaman Dalam pertumbuhannya, tanaman memerlukan unsur hara, air, udara, dan cahaya. Unsur hara dan air diperlukan untuk bahan pembentuk tubuh tanaman. Udara dalam hal ini CO 2 dan air dengan bantuan cahaya menghasilkan karbohidrat yang merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman. Disamping faktor-faktor tersebut, tanaman juga memerlukan tunjangan mekanik sebagai tempat bertumpu dan tegaknya tanaman. Dalam hubungannya dengan kebutuhan hidup tanaman tersebut tanah berfungsi sebagai : tunjangan mekanik sebagai tempat tanaman tegak dan tumbuh, penyedia unsur hara dan air, lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah melakukan aktivitas fisiknya.
2.9 Fungsi Lahan/Tanah Deskripsi tanah (soil) dan lahan (land) sebagai dua hal yang sama jika akan dibuat definisinya. Namun, pada dasarnya kedua hal tersebut sangatlah berbeda. Jika membicarakan tentang tanah, maka akan membahas bahan penyusun tanah, sifat-sifat tanah baik fisik, kimia dan biologi. Pembahasan tentang tanah akan mengarahkan pada pengertian suatu bagianpermukaan bumi yang sifatnya beragam dari satu tempat ke tempat lain. Lain halnya dengan pengertian lahan yang sifatnya lebih luas karena menyangkut berbagai faktor termasuk tanah. Jika membicarakan tentang lahan akan lebih mengarahkan pada sesuatu yang menyangkut tempat (place) yang berarti akan membicarakan tentang iklim, vegetasi, organisme termasuk manusia serta aspek manajemen yang diterapkan. Tanah berperan sebagai tempat tumbuh tanaman. Akar tanaman berjangkar pada tanah sehingga dapat berdiri dan tumbuh dengan baik. Tanah mampu menyediakan air dan berbagai unsur hara baik makro maupun mikro. Disamping itu, tanah juga mampu menyediakan oksigen (O 2 ) bagi pertumbuhan tanaman yang dikenal melalui sistem aerasi tanah. Tanah menopang berdirinya tanaman. Akar tanaman perlu berkembang baik dalam tanah agar dapat menjamin berdirinya
12
tanaman. Kalau drainase tanah terhambat, akar hanya berkembang pada lapisan atas yang aerasinya baik. Dengan perakaran yang dangkal, tanaman akan mudah rebah. Tanah juga berperan sebagai tempat hidup organisme hidup termasuk mikroorganisme dan makroorganisme tanah. Selain itu, juga berperan sebagai tempat hidup berbagai vegetasi yang hidup diatasnya. Tanah dapat menjadi penyangga atau buffer system, sehingga jika terdapat senyawa-senyawa yang sifatnya meracun atau jumlahnya berlebihan, maka tanah berperan sebagai penyaring racun atau menetralisir bahan atau senyawa tersebut. Atau dengan kata lain tanah berperan dalam menanggulangi kasus polusi tanah dan tentunya air yang menjadi bagian penyusun utama tanah selain udara. Mengingat begitu banyaknya peran tanah atau lahan dalam kehidupan manusia dan organisme lainnya, maka perlu diperhatikan perencanaan tata guna lahan dengan tepat. Prinsip/konsep keseimbangan biotik harus menjadi pertimbangan dalam pengelolaan lahan agar tujuan keberlanjutan (sustainable) lahan tetap terjaga.