KARAKTERISTIK ENZIM SERUPA TRIPSIN DARI CACING TANAH
RUDY WIJAYA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
1
ABSTRAK Rudy Wijaya. F251030071. Karakteristik Enzim Serupa Tripsin dari Cacing Tanah. Dibawah Bimbingan : Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawijaya Suhartono dan Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Kasiat cacing tanah dalam pengobatan telah lama diketahui, dimana salah satu komponen aktifnya adalah enzim protease serin serupa tripsin. Enzim ini diketahui mampu untuk mendegradasi fibrin/fibrinogen dalam trombus secara langsung sehingga diharapkan dapat digunakan dalam pengobatan penyakit-penyakit penyumbatan pembuluh darah. Cacing tanah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Serpong, Tangerang, Indonesia. Produksi tepung cacing dilakukan dengan menggunakan oven vakum pada tekanan 300 psi, dengan suhu 50oC selama 48 jam. Rendemen tepung cacing tanah yang diperoleh setelah disaring dengan saringan 900 mesh adalah 9,61% (berat basah) untuk bagian halus sedangkan bagian yang kasar sebesar 1,55% (berat basah). Enzim protease cacing tanah dimurnikan dengan menggunakan teknik kromatografi filtrasi gel dan kromatografi afinitas. Enzim kasar cacing tanah memiliki aktivitas optimum pada pH 8,0 di dalam 0,05 M bufer fosfat dengan suhu 60oC. Adanya ion-ion Na, Co, Cu, Ba, K, Li, Mn, Mg, Ca, Zn dan Fe yaitu dalam bentuk garam dengan ion klorida pada konsentrasi masing-masing sebesar 5 dan 1 mM, deterjen (Tween 20, SDS dan Triton X-100 pada konsentrasi 5% dan 1% b/v), urea (5% dan 1% b/v) dan 2-merkaptoetanol (1% dan 0,5% b/v) serta EDTA (5 dan 1 mM) tidak menunjukkan pengaruh terhadap aktivitas enzim, sebaliknya senyawa PMSF dengan konsentrasi 5 mM sudah mampu menghambat 78% aktivitas enzimatik dari enzim kasar cacing tanah. Enzim kasar cacing tanah dengan aktivitas spesifik 0,28 U/mg juga mampu untuk mendigesti fibrinogen, kasein, fibrin dan gelatin dengan konsentrasi masing-masing substrat sebesar 2% b/v. Pemurnian enzim dengan matriks Sephadex G-100 dan dilanjutkan dengan kolom Hitrap Benzamidine FF berhasil memurnikan dua fraksi enzim, yaitu fraksi nomor delapan menunjukkan adanya lima fraksi enzim dan fraksi nomor 24 dengan satu fraksi aktif enzim. Eluat Sephadex G-100 mempunyai aktivitas spesifik sebesar 1,37 U/mg pada substrat kasein, sedangkan fraksi nomor delapan dan nomor 24 dari kolom Hitrap Benzamidine FF masing-masing mempunyai aktivitas spesifik sebesar 1,92 U/mg dan 111,36 U/mg. Hasil analisis zimogram menunjukkan bahwa berat molekul dari fraksi enzim murni nomor delapan adalah 20, 22, 27, 40 dan 44 kD. Sedangkan fraksi enzim murni nomor 24 menunjukkan berat molekul 20 kD yang menyerupai berat molekul enzim tripsin. Pengujian stabilitas pH enzim murni pada substrat fibrin dan fibrinogen menunjukkan bahwa enzim ini stabil pada kisaran pH 2 hingga 12. Kata Kunci : enzim serupa tripsin, cacing tanah, pemurnian, kromatografi afinitas
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “Karakteristik Enzim Serupa Tripsin Dari Cacing Tanah”, adalah benar-benar merupakan karya saya sendiri dengan bimbingan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber informasi dan data yang berasal atau yang dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2005
Rudy Wijaya F 251 030071/IPN
3
KARAKTERISTIK ENZIM SERUPA TRIPSIN DARI CACING TANAH
RUDY WIJAYA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
4
Judul Tesis
: Karakteristik Enzim Serupa Tripsin dari Cacing Tanah
Nama Mahasiswa
: Rudy Wijaya
Nomor Pokok
: F 251 03 0071/ILMU PANGAN
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Ketua
2. Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS
Tanggal Ujian : 28 November 2005
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Anggota
3. Dekan Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, MSc
Tanggal Lulus :
5
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Oktober 1975, sebagai anak kesembilan dari sepuluh bersaudara dari pasangan Pohandi Wijaya dan Meimunah. Penulis menyelesaikan pendidikan Strata 1 dari Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB pada tahun 1998. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studi Strata 2 pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB. Selama menempuh pendidikan S2, penulis berkesempatan untuk menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Biokimia Pangan dan Mikrobiologi Pangan untuk mahasiswa Pascasarjana IPB.
6
Hak cipta milik Rudy Wijaya, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
7
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Bapa atas segala anugrah dan kasih setia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana IPB. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Penelitian Bioteknologi IPB. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawijaya Suhartono selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan dan fasilitas yang sangat membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian. 2. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan atas kepercayaannya sehingga penulis dapat melanjutkan studi S2. 3. Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, MSc. selaku penguji luar Komisi Pembimbing atas saran dan bantuannya dalam penulisan tesis. 4. Ibu Tami Idiyanti, MSc. atas bantuan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis selama pembuatan tepung cacing. 5. Siti, Darta, Bobi, Agnes, Ibu Eni, Ibu Yuyun, Ibu Tati dan teman-teman seperjuangan di Lab. MB. 6. Ir. Ika Malikha atas segala bantuan, kepercayaan dan keceriaan selama penulis melakukan penelitian. 7. Ir. Yanti, MSi. atas segala bantuan, diskusi dan saran-sarannya selama penulis melakukan penelitian 8. Tino, sumber motivasi, inspirasi dan pendorong penulis ketika menghadapi berbagai masalah selama menempuh studi S2. 9. Rekan-rekan seperjuangan di Lab. Biorin, Mashuda dan Firdaus, terima kasih atas dorongan yang diberikan. 10. Damay, Herpandi, Nori, Ibu Efi serta rekan-rekan di IPN yang telah memberikan keceriaan selama penulis menempuh studi. 11. Kedua orang tua penulis atas bantuan dan dorongannya selama ini.
8
12. Serta kepada segenap teman dan kerabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas perhatian dan bantuannya selama ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan yang memerlukan penyempurnaan di masa datang. Penulis sangat menghargai atas kritik dan saran terhadap tesis ini, yang tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Desember 2005
Penulis
9
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
x
DAFTAR TABEL ................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xiii
PENDAHULUAN ................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................
1
Tujuan Penelitian .............................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) .................................................
3
Protease Cacing Tanah ......................................................................
5
Potensi Lumbrokinase sebagai Enzim Trombolitik ..........................
10
Pemurnian Enzim ...............................................................................
13
Ekstraksi Enzim ...........................................................................
13
Pemekatan Enzim .........................................................................
14
Fraksinasi Enzim ...........................................................................
14
Elektroforesis Gel ................................................................................ 16 SDS PAGE ..................................................................................... 16 Zimografi ....................................................................................... 16 BAHAN DAN METODE .......................................................................... 18 Bahan dan Alat ..................................................................................... 18 Metode Penelitian ................................................................................. 18 Pembuatan Tepung Cacing ............................................................. 18 Pemurnian Enzim Serupa Tripsin dari CacingTanah ..................... 18 Pemurnian Enzim Serupa Tripsin Menggunakan Matriks Sephadex G-100 .............................................................................................. 19 Pemurnian Enzim Serupa Tripsin Menggunakan Kolom Hitrap Benzamidine FF ............................................................................... 19 Analisis Aktivitas Protease ............................................................. 19 Analisis Kadar Protein .................................................................... 20
10
Analisis SDS PAGE dan Zimografi ..............................................
22
Penentuan Suhu Optimum ............................................................
22
Penentuan pH Optimum dan Kestabilan pH ................................... 22 Pengaruh Deterjen, Inhibitor dan Protein Denaturan ....................
22
Pengaruh Ion Logam .....................................................................
22
Spesifitas Substrat .........................................................................
23
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
24
Penentuan Rendemen dan Total Protein Cacing Tanah ....................... 24 Karakterisasi Protease Kasar Cacing Tanah ......................................... 24 Pemurnian Enzim .................................................................................. 34 Spesifitas Substrat ................................................................................. 39 Stabilitas pH .......................................................................................... 40 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 42 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 43 LAMPIRAN ................................................................................................ 49
11
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Perbandingan mekanisme reaksi enzimatis protease (Creighton 1997) ................................................................
7
Gambar 2. Mekanisme kerja lumbrokinase sebagai obat trombolitik (Yanti 2003) .........................................................................
12
Gambar 3. Ilustrasi beberapa metode fraksinasi enzim .........................
15
Gambar 4. Pengaruh SDS terhadap protein ...........................................
16
Gambar 5. Suhu optimum aktivitas enzim kasar cacing tanah ..............
25
Gambar 6. Struktur tiga dimensi enzim fibrinolitik komponen A dari E. fetida (Tang et al. 2002) ..................................................
26
Gambar 7. Pengaruh pH dan larutan bufer terhadap enzim kasar cacing tanah ..........................................................................
27
Gambar 8. Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim kasar .............
28
Gambar 9. Struktur dua dimensi PMSF ..................................................
29
Gambar 10. Ikatan disulfida pada komponen A enzim fibrinolitik E. fetida ..................................................................................
30
Gambar 11. Spesifitas substrat dari enzim kasar cacing tanah ..................
32
Gambar 12. Metode skrining awal aktivitas fibrinolitik dari ekstrak enzim
32
Gambar 13. Analisis zimogram kasein (A) (10%) dan SDS PAGE (B) (10%) dari ekstrak kasar cacing tanah ............................
33
Gambar 14. Pemurnian enzim protease cacing tanah dengan teknik kromatografi filtrasi gel ........................................................
35
Gambar 15. Matriks kolom Hitrap Benzamidin FF .................................
36
Gambar 16. Interaksi enzim protease serin dengan inhibitor (Creighton 1997) .....................................................................................
36
Gambar 17.Pemurnian enzim protease cacing tanah dengan teknik kromatografi afinitas ...........................................................
37
Gambar 18. Analisis SDS PAGE (10%) (A) dan zimogram fibrin (10%) (B) dari enzim murni cacing tanah ...........................
38
12
Gambar 19. Analisis zimogram spesifitas enzim terhadap substrat kasein (A), gelatin (B), fibrin (C) dan fibrinogen (D) ........
40
Gambar 20. Analisis zimogram stabilitas pH dari enzim murni cacing tanah .......................................................................
40
13
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kandungan zat gizi pada cacing tanah .....................................
4
Tabel 2. Kebutuhan asam amino esensial (Boutrif 1991) ......................
5
Tabel 3. Sekuen N-terminal asam amino dari fraksi-fraksi Lumbrokinase murni (Cho et al. 2004) ....................................
8
Tabel 4. Karakteristik protease dari cacing tanah ...................................
9
Tabel 5. Metode kromatografi untuk fraksinasi protein enzim (Ersson et al. 1998).....................................................................
15
Tabel 6. Prosedur analisis aktivitas protease dengan metode Bergmeyer dan Grassl (1983) ....................................................
20
Tabel 7. Pengaruh inhibitor, deterjen dan urea ........................................
29
Tabel 8. Ringkasan tahap pemurnian protease cacing tanah ...................
38
Tabel 9. Karakteristik protease cacing tanah ...........................................
41
14
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram alir pemurnian enzim serupa tripsin dari cacing tanah ......................................................................
49
Lampiran 2. Komposisi gel pemisah dan penahan untuk SDS PAGE ...
50
Lampiran 3. Komposisi gel pemisah dan penahan untuk zimografi.... ...
50
Lampiran 4. Karakteristik kolom Hitrap Benzamidine FF .....................
51
Lampiran 5. Prosedur pembuatan pereaksi kimia ...................................
52
Lampiran 6. Teknik pengembangan dan pengemasan matriks Sephadex G-100 .................................................................
55
Lampiran 7. Kurva standar Bradford ......................................................
56
Lampiran 8. Kurva standar zimogram 10% ............................................
57
Lampiran 9. Kristal struktur komponen A enzim fibrinolitik dari E. fetida ...............................................................................
58
Lampiran 10. Metode seleksi awal enzim fibrinolitik pada media agar fibrin .............................................................................
61
15
PENDAHULUAN Latar Belakang Reaksi-reaksi enzimatis dalam makhluk hidup merupakan suatu hal yang sangat penting untuk kelangsungan hidupnya, yaitu dengan berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler. Salah satu enzim tersebut adalah protease. Protease tidak hanya diperlukan untuk degradasi protein yaitu sebagai sumber nutrien makhluk hidup tetapi juga berperan dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, proses koagulasi darah, proses sporulasi, diferensiasi, proses pasca translasi protein dan mekanisme ekspresi protein ekstra seluler (Rao et al. 1998).
Sedangkan
penggunaannya dalam industri meliputi industri pangan maupun non pangan. Dalam industri pangan protease telah lama digunakan sebagai pengempuk daging, penjernih bir, pembuatan keju, kecap ikan, protein hidrolisat dan komponen aroma serta untuk memperbaiki tekstur roti dan kue. Untuk industri non pangan protease digunakan dalam pembuatan deterjen, untuk pengolahan kulit, penelitian-penelitian dalam bidang bioteknologi modern misalnya dalam teknik ekstraksi DNA serta dalam aplikasi medis yaitu sebagai agen terapeutik (Rao et al. 1998; Suhartono 1992). Enzim protease merupakan enzim yang memegang 60% dari total penjualan enzim dunia yang mencapai dua miliar US $ dengan peningkatan nilai jual mencapai enam hingga tujuh persen per tahun, sedangkan dari kuantitasnya meningkat sebesar 10 hingga 15% per tahun (Suhartono 2000). Impor enzim Indonesia juga terus meningkat yaitu dari senilai 124,1 juta US $ pada tahun 2000 (BPS 2000) menjadi 127,4 juta US $ (BPS 2001). Kasiat cacing tanah dalam pengobatan telah lama diketahui, terutama oleh masyarakat Cina, Jepang, Korea dan Taiwan. Spesies cacing tanah yang digunakan antara lain Lumbricus kwangtungensis, L. natives, L. rubellus, Eisenia foetida dan E. rosea. Walaupun berbeda spesiesnya, tepung cacing biasanya dijual dengan nama dagang tepung Lumbrikus. Komponen aktif dari cacing tanah terdiri dari enam fraksi enzim fibrinolitik yang diberi nama lumbrokinase (Mihara et al. 1991). Enzim ini mampu untuk melarutkan gumpalan fibrin sehingga menumbuhkan harapan untuk digunakan dalam pengobatan penyakit-penyakit penyumbatan pembuluh darah.
16
Pada saat ini enzim fibrinolitik yang telah digunakan sebagai agen terapeutik pengobatan penyakit penyumbatan pembuluh darah adalah urokinase dan tissue plasminogen activator (t-PA). Tetapi dalam aplikasinya, enzim-enzim ini segera didegradasi dalam sirkulasi darah sebelum mencapai efek terapeutiknya, selain itu beberapa efek samping seperti anaphylaxis dan reaksi imunologi juga telah dilaporkan (Yokoigawa et al. 1991; Nakajima et al. 1993). Kelebihan lumbrokinase antara lain dapat dikonsumsi secara oral, aman, non toksik dan tidak menimbulkan efek samping terhadap fungsi hati, jantung, ginjal, sistem respirasi dan sistem saraf. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teknik kromatografi afinitas dalam pemurnian enzim serupa tripsin dari cacing tanah (lumbrokinase)
serta
mengkarakterisasi isolat enzim yang diperoleh.
17
TINJAUAN PUSTAKA Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Cacing tanah L. rubellus berasal dari Eropa, sehingga dikenal juga dengan sebutan cacing Eropa, cacing introduksi atau cacing Jayagiri (Rukmana 1999). Jenis cacing ini mampu hidup pada media rendah nutrisi, daya reproduksinya tinggi (106 kokon/tahun) serta mampu menghasilkan kompos dari bahan organik dalam jumlah besar. Pengklasifikasian cacing tanah L. rubellus (Hegner dan Engemann 1968) adalah sebagai berikut : Dunia
: Animalia
Divisi
: Vermes
Filum
: Annelida
Kelas
: Oligochaeta
Ordo
: Opisthopora
Famili
: Lumbricidae
Genus
: Lumbricus
Spesies
: rubellus
Ciri-ciri fisik cacing tanah L. rubellus adalah tubuh gilig dengan bagian ventral pipih, panjang tubuh 7,5-10 cm, warna tubuh bagian punggung (dorsal) coklat cerah sampai ungu kemerah-merahan, warna tubuh bagian ventral krem dan bagian ekor kekuning-kuningan, jumlah segmen 95-100, klitelum berbentuk sadel dan menonjol, jumlah segmen pada klitelum antara 6-7 segmen yang berada pada segmen ke-27 hingga 32, lubang kelamin jantan terletak pada segmen ke-14 dan lubang kelamin betina pada segmen ke-13, penyebaran seta Lumbricine, bergerak kurang aktif dengan kadar air berkisar 70-78% (Edward dan Lofty 1977; Minnich 1977; Rukmana 1999).
Secara umum cacing tanah memiliki sifat hermaprodit
biparental, nokturnal, peka terhadap cahaya, sentuhan dan getaran, memilki klitelum, tidak memiliki gigi dan rentan terhadap berbagai minyak dan deterjen (Palungkun 1999).
18
Cacing L. rubellus telah dimanfaatkan secara luas antara lain untuk penghasil pupuk organik, bahan pakan ternak dan ikan, umpan pancing, bahan baku obat dan kosmetik serta bahan baku makanan-minuman. Palungkun (1999) menyatakan bahwa kandungan protein cacing tanah jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan lemaknya, dan tersusun atas sembilan asam amino esensial dan empat asam amino non esensial. Cacing tanah juga mengandung fosfor, kalsium dan serat kasar. Kandungan berbagai zat gizi dalam cacing tanah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan zat gizi pada cacing tanah Zat Gizi Protein Asam amino esensial - arginin - histidin - isoleusin - leusin - lisin - metionin - fenilalanin - treonin - valin Asam amino non esensial - sistein - glisin - serin - tirosin Lemak Serat kasar Fosfor (P) Kalsium (Ca) Sumber : Palungkun (1999)
Komposisi (%) 64 - 76 4,13 1,56 2,58 4,84 4,33 2,18 2,25 2,95 3,01 2,29 2,92 2,88 1,36 7 - 10 1,08 1,00 0,55
Sebagai pembanding disajikan data kebutuhan asam amino esensial pada Tabel 2 yang disusun oleh FAO (Boutrif 1991). Komposisi asam amino dan daya cerna merupakan dua faktor yang menentukan untuk memperkirakan kualitas protein pangan bagi kebutuhan diet manusia.
19
Tabel 2 Kebutuhan asam amino esensial (Boutrif 1991) Asam amino Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin dan sistin Fenilalanin dan tirosin Treonin Triptofan Valin
Anak-anak (2-5 tahun) 19 28 66 58 25 63 34 11 35
Tikus percobaan (mg/g protein) 50 25 42 62 58 50 66 42 12,5 50
Cacing tanah diketahui mampu untuk mengakumulasi logam-logam berat dalam jaringannya, yaitu dalam bentuk tidak larut sehingga tidak mengganggu reaksi-reaksi biokimia dalam sitoplasma.
Mekanisme toleransi ini diduga
disebabkan oleh adanya gen yang menyandikan protein berbobot molekul rendah yang kaya akan sistein (metalotionein) (Sturzenbaum et al. 1998). Selain kemampuannya untuk bertahan terhadap adanya kontaminasi logam berat, cacing tanah diketahui juga menghasilkan peptida dengan sifat antimikroba. Cho et al. (1998) telah berhasil mengisolasi dan mengkarakterisasi peptida tersebut dari L. rubellus serta diberi nama lumbrisin I. Peptida ini kaya akan prolin dari total 62 asam amino (15% prolin dalam rasio molar dengan berat molekul 7.231 Da). Peptida tersebut menunjukkan aktivitas antimikroba in vitro pada sejumlah besar mikroorganisme tanpa aktivitas hemolitik. Sedangkan dari E. foetida juga telah berhasil diisolasi peptida dengan aktivitas antimikroba yaitu fetidin (Milochau et al. 1997; Lassegues et al. 1997) dan OEP3121 dengan berat molekul 510,8 Da serta komposisi asam aminonya adalah ACSAG (Yan et al. 2004). Fetidin menunjukkan aktivitas
antimikroba
menunjukkan
aktivitas
terhadap
Bacillus
antimikroba
megaterium
terhadap
bakteri
sedangkan uji
OEP3121
Eschericia
coli,
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Protease Cacing Tanah Protease merupakan jenis enzim yang mampu mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan-ikatan peptida protein menjadi molekul-molekul penyusunnya yang lebih
20
sederhana.
Protease dapat dihasilkan secara ekstraseluler dan intraseluler dari
tanaman, hewan dan mikroba (Ward 1983). Creighton (1997) membagi protease menjadi empat kelas utama berdasarkan gugus fungsional pada sisi aktifnya, yaitu serin (E.C. 3.4.21), tiol atau sulfidril (E.C. 3.4.22), karboksil atau asam (E.C. 3.4.24) dan metal (logam) (E.C. 3.4.23). Protease tiol atau sulfidril dihambat oleh adanya senyawa oksidator, alkilator dan logam berat yaitu dengan mengikat gugus tiolnya.
Enzim-enzim yang termasuk ke dalam
golongan protease tiol adalah papain, fisin dan bromelin. Protease metal (logam) merupakan jenis enzim protease yang dapat diaktifkan oleh adanya ion-ion logam seperti Mg, Zn, Co, Fe, Cd dan Cu. Golongan enzim ini dihambat oleh adanya senyawa pengkelat logam seperti EDTA. Contoh protease yang termasuk ke dalam golongan protease metal antara lain karboksi peptidase A, beberapa amino peptidase dan beberapa protease bakteri. Protease asam merupakan golongan enzim protease yang keaktifannya disebabkan oleh adanya gugus karboksil pada sisi aktifnya. Golongan enzim protease ini dihambat oleh adanya bromofenolsil bromida atau pelarut diazo. Enzim-enzim yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain pepsin, renin dan protease lain yang aktif pada kisaran pH rendah (antara 2 hingga 4). Protease serin merupakan suatu endopeptidase misalnya tripsin, kimotripsin, elastase dan subtilisin. Golongan enzim ini umumnya aktif pada kondisi pH netral dan alkali (7-11). Protease serin dihambat oleh senyawa diisopropilflorofosfat (DFP), fenilmetilsulfonilflorida (PMSF), N-p-torsil-L-lisin-klorometilketon (TLCK), soy bean trypsin inhibitor (SBTI) dan lima bean trypsin inhibitor atau aprotinin (LBTI). Perbandingan mekanisme reaksi enzimatis dari beberapa golongan protease disajikan pada Gambar 1. Protease cacing tanah dihasilkan secara intraseluler, dan pada tahun 1991 Mihara et al. berhasil mengekstrak dan memurnikan enam fraksi protease dari cacing L. rubellus dan diberi nama Lumbrokinase.
Penelitian yang dilakukan oleh
Nakajima et al. (2000) menunjukkan bahwa enzim tersebut memiliki aktivitas proteolitik dan fibrinolitik yang potensial dan tahan terhadap pelarut organik seperti toluena dan n-heksana. Sedangkan substrat yang mampu didigesti oleh enzim ini meliputi kasein, elastin, hemoglobin, kolagen, albumin dan keratin serta mampu
21
mengkatalisis hidrolisis ester terutama etil asetat dan bioplastik poli (R)3hidroksibutirat.
A. Protease serin
Asilasi
substrat
ImH+
Im H
Im X
X O + C
R
+ HX
O-
O Produk
R
C
O
R
C
O
O
enzim asil
tetrahedral intermediat Deasilasi
B. Protease tiol
Asilasi
substrat
ImH+
ImH+
Im X
X
H
S- + C
R
C
S
+ HX S
R
O-
O Produk
R
C O
enzim asil
tetrahedral intermediat Deasilasi
C. Protease karboksil
O H O C
C
O
C
H
O C
O
H
O
NHR'
C
O
OH
O
H
R
O
C
R
NHR'
-
C
R
NHR' O
O
H O C
C -
OH R
NH2R' O
Asp 215
Asp 215
Asp 215
Asp 215
OH OH
O
O
O
-
H
C
O
C
O
C
O
O
Asp 32
Asp 32
Asp 32
Asp 32
D. Protease Metal O C
R'
C
-
O H
Zn2+ O
H
NH
+C R O
H Zn2+
O
O
O
C
R'
OH
C
O-
O-
NH
O
C OH
R
2+
Zn
O
C R
H2O
H
H
Zn2+ O
-
O
Gambar 1 Perbandingan mekanisme reaksi enzimatis protease (Creighton 1997)
22
Berdasarkan pemecahan ikatan peptida substrat, lumbrokinase termasuk ke dalam endopeptidase karena menguraikan ikatan peptida pada rantai dalam protein secara acak sehingga didapatkan produk peptida dan polipeptida (Nakajima et al. 1996).
Sedangkan dari segi sisi aktif enzim, lumbrokinase termasuk ke dalam
protease serin (E.C. 3.4.21.99). Penelitan Mihara et al. (1991) menunjukkan bahwa lumbrokinase dari L. rubellus dihambat secara spesifik oleh DFP, LBTI dan SBTI. Hasil ini didukung oleh Cho et al. (2004) dan Yanti (2003) dengan menggunakan inhibitor PMSF. Penelitian lebih lanjut menggunakan aprotinin, TLCK, N torsil-Lfenilalanin klorometil keton (TPCK), SBTI, LBTI dan leupeptin menunjukkan penghambatan yang signifikan sedangkan EDTA tidak menunjukkan adanya penghambatan sehingga disimpulkan bahwa fraksi-fraksi enzim lumbrokinase termasuk ke dalam protease serin serupa tripsin (Cho et al. 2004; Park et al. 1998). Dari uji sekuen N-teminal asam amino pada protease cacing menunjukkan bahwa enzim memiliki similaritas lokal dengan protease serin lainnya seperti plasmin, tripsin, kimotripsin, elastase dan faktor koagulan IX (Nakajima et al. 1993; 1996). Pada Tabel 3 disajikan sekuen N-terminal asam amino dari fraksi-fraksi enzim Lumbrokinase murni. Tabel 3 Sekuen N-terminal asam amino dari fraksi-fraksi Lumbrokinase murni (Cho et al. 2004) Fraksi Sekuen N-terminal asam amino No 1 5 10 15 20 F1 V-V-G-G-S-D-T-T-I-G-Q-Y-P-H-Q-L-S-L-R-V-T-G F2 I-I-G-G-S-N-A-S-P-G-E-F-P-W-Q-L-S-Q-T-R-G F3 V-I-G-G-T-N-A-S-P-G-E-F-P-W-Q-L-S-Q-Q-R-Q F4 V-I-G-G-T-D-A-A-P-G-E-F-P-W-Q-L-S-Q-T-R F5 I-V-G-G-I-E-A-R-P-Y-E-F-P-W-Q-V-S-V-R-R-K-S F6 I-V-G-G-I-E-A-R-P-Y-E-F-P-W-Q-V-S-V-R-R-K-S
23
Tabel 4 Karakteristik protease dari cacing tanah Mihara et al. (1991) Nakajima et al. Park et al. Yanti (2003) (1993) (1998) Fraksi 6 6 2 6 Bobot 23,5 – 34,2 24,0 – 43,0 34,0 dan 20 – 41 molekul 34,2 (kD) pI 3,52 - 4,12 3,40 – 4,85 pH optimum 7,4 – 9,0 9 – 11 8,0 Suhu 37 60 60 optimum (oC) Stabilitas 3 – 10 1 – 11 2 – 11 2 – 12 o o o (pH, suhu) 37 – 60 C 60 C 65 C 55oC Inhibitor DFP,SBTI, LBTI DFP, SBTI, TLCK PMSF aprotinin Jenis enzim Spesifitas substrat
Protease serin
Protease tripsin
-
Kasein, elastin, kolagen, albumin, keratin, hemoglobin
Protease tripsin -
Protease serin Kasein, albumin, protein susu, gelatin, fibrinogen, fibrin Streamline DEAE dan Superdex 75
Cho et al. (2004)
Wang et al. (2003)
6 24,6 – 33,0
7 23,028 – 29,690
4 – 12 50
3,46 – 3,94 -
4 – 12 50 – 55oC PMSF, aprotinin, TLCK,TPCK, SBTI, LBTI, leupeptin Protease tripsin
Protease serin
-
S4760, M4765, S7388, I6886, B7632, T6140, V6258, Chromozyme t-PA Teknik Sephadex G-100 dan DEAE toyopearl 650, Hiprep DEAE, Pemurnian fenil toyopearl, Resource Q, Nα-(ε-aminokaproil)benzamidine sepharose Resource ISO, Mono DL-homoarginin 6B, Sephacryl S-200 Q, Resource PHE heksilester Sepharose Keterangan : S4760 (substrat elastase), M4765 (substrat untuk leukosit elastase manusia), S3788 (substrat kimotripsin), I6886 (substrat plasmin manusia), B7632 ( substrat untuk tripsin, trombin, reptilase), T6140 (substrat plasmin), V 6258 (DVal-Leu-Arg-pNa), chromozyme t-PA (substrat t-PA)
24
Struktur protease cacing L. rubellus berupa satu rantai polipeptida tunggal yang tersusun atas 282 asam amino dengan ukuran molekul 30 kD (Choi et al. 1996). Hasil analisis SDS-PAGE menunjukkan protease murni L. rubellus terdiri dari enam fraksi enzim dengan ukuran 23,5; 27,4; 27; 28,5; 34 dan 34,2 kD (Mihara et al. 1991), 24; 27; 36; 38; 40 dan 43 kD (Nakajima et al. 1993), 34 dan 34,2 kD (Park et al. 1998), 24,6; 26,8; 28,2; 25,4; 33,1; 33,0 kD (Cho et al. 2004), 20; 23; 26; 31; 36; 41 kD (Yanti 2003). Sedangkan spesies cacing tanah lain yaitu E. foetida menunjukkan adanya tujuh fraksi enzim dengan berat molekul 24,663; 29,515; 29,690; 29,595; 24,201; 24,170; 23,028 kD (Wang et al. 2003). Lumbrokinase kaya asam amino asparagin dan asam aspartat tetapi miskin akan lisin dan prolin (Mihara et al. 1991; Nakajima et al. 1993). Selain itu lumbrokinase tidak mengandung gula (Nakajima et al. 1993).
Pada Tabel 4 disajikan perbandingan karakteristik protease hasil
pemurnian dari cacing tanah. Potensi Lumbrokinase Sebagai Enzim Trombolitik Obat trombolitik berperan untuk melarutkan trombus dengan cara mengubah plasminogen menjadi plasmin, suatu protease serin yang menghidrolisis fibrin dan melarutkan bekuan darah (Mycek et al. 2001). Fibrin merupakan zat pengikat dari gumpalan darah (trombin). Obat-obat trombolitik dapat dibedakan menjadi dua yaitu fibrinolisin (elase) dan Zat Aktivator Plasminogen/ZAP (Tjay dan Rahardja 2002). Elase merupakan enzim fibrinolitik yang langsung merombak jaringan fibrin dari trombus dan protein plasma lainnya, seperti fibrinogen, faktor beku V dan VIII. Sedangkan ZAP bekerja secara tidak langsung dengan menstimulasi perubahan plasminogen menjadi plasmin yang selanjutnya melarutkan fibrin dalam trombus melalui sistem fibrinolisis. Umumnya ZAP merupakan enzim berdaya fibrinolitik seperti streptokinase, urokinase, stafilokinase, anistreplase, aktivator plasminogen jaringan (t-PA), alteplase dan reteplase. Streptokinase merupakan isolat protein ekstraseluler dari filtrat kultur Streptococcus β-hemoliticus. Protein ini mampu mengkatalisis plasminogen bebas menjadi plasmin aktif (Mycek et al. 2001). Streptokinase tersedia dalam jumlah
25
banyak dengan harga lebih murah, tetapi selama proses pemurnian mudah terkontaminasi oleh protein lain sehingga dapat menimbulkan efek antigenik. Urokinase adalah enzim yang disintesis oleh ginjal dan bekerja secara langsung mengubah plasminogen menjadi plasmin aktif serta menguraikan fibrin dan fibrinogen (Mycek et al. 2001, Katzung 2002). Awalnya urokinase diisolasi dari urin manusia, tetapi sekarang dapat diproduksi dari kultur sel jaringan ginjal manusia sehingga harganya mahal dan jumlahnya terbatas. Keunggulan urokinase antara lain toksisitasnya rendah, tidak menyebabkan reaksi alergi, tidak menginduksi pembentukan antibodi, tidak menimbulkan efek samping dan afinitasnya lebih selektif pada fase pembentukan trombus (Suhartono 1992). Anistreplase (anisoylated plasminogen streptokinase activator complex; ASPAC) merupakan kompleks plasminogen murni manusia dengan streptokinase yang telah diasilasi untuk melindungi situs aktif enzim (Katzung 2002). Kelompok asil akan dihidrolisis pada saat digunakan sehingga kompleks streptokinaseplasminogen aktif akan terbebaskan.
Plasmin yang tebentuk akan menguraikan
jaringan fibrin. Kelebihan dari anistreplase adalah selektivitasnya lebih tinggi dan aktivitas trombolitiknya lebih kuat dan lama. Secara endogenus plasminogen dapat diaktifkan oleh aktivator plasminogen jaringan (t-PA), yaitu suatu protease serin yang berasal dari sel melanoma manusia. Enzim ini akan mengaktifkan plasminogen yang terikat pada fibrin sehingga fibrinolisis yang terjadi hanya terbatas pada trombus yang terbentuk saja (Mycek et al. 2001).
Contoh t-PA yang diperoleh dari teknik DNA rekombinan adalah
alteplase dan reteplase. Alteplase merupakan t-PA manusia yang belum dimodifikasi sedangkan reteplase adalah t-PA manusia yang telah dihilangkan beberapa sekuen asam aminonya (Katzung 2002). Potensi lumbrokinase sebagai alternatif obat trombolitik yang aman, non toksik, tidak menimbulkan efek samping terhadap fungsi hati, ginjal, jantung, sistem saraf dan sistem respirasi telah dikemukakan oleh Mihara et al. (1991). Kelebihan lumbrokinase adalah dapat diberikan secara oral sedangkan enzim trombolitik lainnya (streptokinase, urokinase, anistreplase, alteplase dan lainnya) harus diberikan secara intravena.
26
Mekanisme kerja lumbrokinase sebagai obat trombolitik secara umum dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu menstimulasi plasminogen menjadi plasmin, menghidrolisis fibrin hingga larut dan mendegradasi fibrinogen (Gambar 2). Lumbrokinase memiliki aktivitas fibrinolitik dengan aktivitas serupa tripsin, yaitu dengan pemotongan rantai β-fibrinogen. Sedangkan terhadap rantai γ-fibrinogen laju pemotongannya lebih lambat (Hwang et al. 2002).
Plasminogen
ZAP: streptokinase, stapilokinase, urokinase, anistreplase, alteplase, reteplase, lumbrokinase
Plasmin
Produk degradasi
Fibrinogen
lumbrokinase, urokinase, streptokinase
Trombin
lumbrokinase
Fibrin
Produk degradasi lumbrokinase, urokinase, streptokinase
Gambar 2 Mekanisme kerja lumbrokinase sebagai obat trombolitik (Yanti 2003) Pengujian in vitro aktivitas fibrinolitik lumbrokinase cair dan amobil menunjukkan bahwa enzim tersebut mampu untuk mendigesti fibrin dengan atau tanpa plasminogen sehingga dapat berpotensi sebagai ZAP maupun digesti langsung (Mihara et al. 1991; Ryu et al. 1994, 1995; Park et al. 1995). Sedangkan dari pengujian in vivo pada hewan tikus dan kelinci menunjukkan bahwa enzim lumbrokinase menghambat pembekuan darah dengan cara memacu plasminogen dalam sel-sel darah sehingga aktivitas penguraian darah meningkat (Kim et al. 1993, 1998; Fan et al. 2001). Pengujian in vivo dari tepung cacing tanah (L. rubellus) dan pengendapan protein enzim menggunakan garam amonium sulfat terhadap monyet Macaca fascicularis menunjukkan bahwa tidak ada efek negatif terhadap kesehatan, walaupun parameter-parameter uji seperti kadar D-Dimer, trombosit, glukosa, trigliserida, waktu protrombin dan Whole Blood Clot Lysis Time (WBCLT) juga tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (Subandrio 2004; Ovianto, 2004).
27
Penelitian Jin et al. (2000) menunjukkan bahwa dari uji in vivo lumbrokinase ternyata efektif untuk penderita aterosklerosis yang pembuluh darahnya mengalami pengapuran. Parameter yang diamati adalah kadar trombosit pasien aterosklerosis yang meningkat sehingga menyulitkan kerja plasminogen dalam menguraikan bekuan darah. Selain aterosklerosis terapi enzim lumbrokinase juga telah diterapkan pada penderita penyakit infark jantung, serebrovaskular dan emboli paru. Pemurnian Enzim Tujuan utama pemurnian enzim adalah mengisolasi enzim dengan kemurnian maksimal pada tingkat rendemen yang maksimal dengan biaya yang efektif (Harris dan Angal 1989). Secara umum pemurnian enzim dapat dibagi menjadi ekstraksi, pemekatan dan fraksinasi. Ekstraksi enzim Proses ekstraksi bergantung pada sumber dan lokasi enzim. Protease cacing tanah merupakan enzim intraseluler sehingga memerlukan suatu perlakuan khusus untuk memecah dinding sel jaringan untuk mengeluarkan enzim. Proses ekstraksi pada sel hewan dilakukan setelah hewan mati dan dibersihkan, lalu dibekukan untuk meminimalkan reaksi autolisis. Selanjutnya bahan non protein (deposit lemak dan jaringan koneksi) dihilangkan dengan cara memecah membran sel sesuai dengan lokasi enzim. Ekstraksi protease cacing dilakukan dengan cara pengeringan vakum agar diperoleh produk berupa tepung cacing. Kelebihan tepung cacing adalah lebih tahan lama, karakteristik sifat tetap dan seimbang, tidak mempengaruhi penampakan fisik (warna dan bau), kandungan bakteri kontaminan minim, dan tidak mengalami degradasi selama proses. Jika disimpan pada suhu ruang, protease tepung cacing L. rubellus dapat bertahan hingga lima tahun (Nakajima et al. 2000). Beberapa temuan internasional seperti US Patent 5,186,944 (Ishii et al. 1993); US Patent 5,576,026 (Charter et al. 1996); US Patent 5,024,844 (Ishii et al. 1991); US Patent 5,128,148 (Ishii et al. 1992) dan Cina Patent 1349766 (Junyu et al. 2002) untuk pembuatan tepung Lumbrikus telah dipatenkan yang antara lain meliputi proses pembersihan cacing dengan cara perendaman dalam larutan garam, mastikasi dengan cara penggerusan cacing, hidrolisis dengan penambahan aditif, asam dan
28
lisozim, pembekuan cacing pada suhu -60 hingga -10oC dan pengeringan dengan liofilisasi, oven vakum dan pengeringan semprot. Pemekatan enzim Pemekatan enzim dilakukan untuk memisahkan konsentrat protein dari komponen biomolekul lainnya (karbohidrat, lipida dan asam nukleat). Beberapa metode pemekatan yang lazim digunakan dalam pemurnian enzim adalah presipitasi dengan garam, pelarut organik, polimer, dialisis, ultrafiltrasi dan liofilisasi. Presipitasi dengan garam (amonium sulfat, natrium sulfat) lebih disukai daripada presipitasi dengan pelarut organik (etanol, aseton) dengan alasan pelarut organik cenderung mendenaturasi protein pada suhu agak tinggi, harga mahal dan mudah terbakar. Selain itu presipitasi menggunakan pelarut organik dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut organik, konsentrasi protein, kekuatan ionik, pH dan suhu. Garam amonium sulfat dipilih karena kelarutannya tinggi, harganya murah, tidak beracun dan tidak mempengaruhi struktur protein. menggunakan
polimer
(polietilen
menggunakan pelarut organik.
glikol) sama
Sementara presipitasi
halnya
dengan
presipitasi
Hanya polietilen glikol lebih mudah ditangani
daripada pelarut organik karena tidak mudah terbakar, tidak beracun, tidak bermuatan dan murah (Suhartono 1989). Sisa garam dari proses presipitasi enzim dihilangkan dengan cara dialisis menggunakan kantong selofan dan ultrafiltrasi. Sehingga diperoleh konsentrat enzim bebas garam untuk dimurnikan lebih lanjut melalui teknik fraksinasi enzim. Fraksinasi enzim Tahap akhir dari pemurnian enzim adalah teknik fraksinasi, yang dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan protein enzim dari protein non enzim lainnya. Metode fraksinasi yang umum dilakukan adalah kromatografi kolom dan elektroforesis. Pemilihan metode kromatografi kolom bergantung pada sifat protein enzim yang ingin dimurnikan (Tabel 4). Tabel 5 Metode kromatografi untuk fraksinasi protein enzim (Ersson et al. 1998) Sifat protein Jenis Kromatografi Ukuran dan bentuk Filtrasi gel Muatan neto dan distribusi gugus bermuatan Penukar ion Titik isolistrik kromatofokusing Hidrofobisitas Interaksi hidrofobik dan fasa balik
29
Pengikatan logam Afinitas biospesifik terhadap ligan, inhibitor, reseptor dan antibodi
Afinitas ion teramobilisasi Afinitas
logam
Sehingga perlu dilakukan pengumpulan informasi tentang karakteristik enzim yang akan dimurnikan seperti perkiraan bobot molekul, pI, derajat hidrofobisitas dan adanya gugus sulfidril. Beberapa ilustrasi dari teknik kromatografi kolom dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Ilustrasi beberapa metode fraksinasi enzim Elektroforesis Gel Beberapa teknik elekroforesis untuk memisahkan protein dapat dilakukan dengan mengeksploitasi beberapa sifat utama protein yaitu ukuran, muatan bersih dan hidrofobisitas relatif (Dunn 1989). Beberapa matriks yang dapat digunakan adalah pati, agarosa, selulosa asetat, walaupun kapasitas resolusi yang tinggi dari poliakrilamida menyebabkan metode menggunakan matriks ini yang paling sering digunakan. SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) Metode ini menggunakan matriks dari gel yang disusun oleh akrilamida dan N, N’-metilen-bis-akrilamida yang berpolimerisasi melalui mekanisme radikal bebas dengan bantuan katalisator N, N, N’, N’-tetrametilen diamina (TEMED) dan inisiator
30
amonium persulfat (Dunn 1989). Prinsip analisis SDS-PAGE adalah pemisahan protein berdasarkan berat molekul.
Penambahan deterjen anionik (SDS), β-
merkaptoetanol dan pemanasan akan merusak struktur tiga dimensi protein. Betamerkaptoetanol akan memecah ikatan disulfida dan mereduksinya menjadi gugus sulfidril, sedangkan SDS akan bereaksi dengan protein membentuk kompleks bermuatan negatif sehingga protein bergerak dalam medan listrik hanya berdasarkan pada ukuran molekul.
Protein berukuran kecil akan bergerak lebih cepat
dibandingkan protein berukuran lebih besar (Copeland 1994).
Gambar 4 Pengaruh SDS terhadap protein Zimografi Zimografi merupakan suatu teknik untuk menganalisis aktivitas proteolitik (Liota dan Stetler-Stevenson 1990). Mekanisme kerjanya menyerupai SDS-PAGE hanya pada gel pemisah dikopolimerasi substrat protein enzim yang akan diuji. Setelah pemisahan elektroforesis, substrat tersebut akan didegradasi oleh protein enzim yang telah direnaturasi, pada kondisi reaksi (suhu dan bufer optimum enzim) selama waktu tertentu (Kim et al. 1998). Berbagai substrat yang umum digunakan dalam analisis zimografi adalah kasein, fibrin dan gelatin. Zimogram kasein dan gelatin diaplikasikan terutama untuk kuantifikasi metaloproteinase (Klener dan Stetler-Stevenson 1994). Pada masa kini teknik zimografi sangat bermanfaat dalam memberikan informasi awal tentang karakteristik enzim sebelum melanjutkan ke tahap pemurnian enzim.
31
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah cacing tanah (L. rubellus) yang diperoleh dari budidaya lokal di Serpong, Tangerang. Bahan kimia penting yang digunakan adalah standar pereaksi Bradford; Folin Ciocalteau (Merck), Bovine Serum Albumine/BSA Fraction V (Merck); kolagen (Sigma), fibrin (Sigma), fibrinogen (Sigma), amonium sulfat teknis; kolom Hitrap Benzamidine FF (Amersham Biosciences); porcine dan bovine tripsin (EC 3.4.21.4) dari Sigma, dan pereaksi elektroforesis SDS-PAGE serta zimogram (Bio-Rad). Alat-alat utama yang digunakan dalam penelitian adalah spektrofotometer UV/Vis double beam (Hitachi), High Speed Centrifuge CR21G (Hitachi), sentrifugasi mikro (Beckman), inkubator, pH meter, pengering vakum, deep-freezer, kantong dialisis cut-off 12 kD (Sigma), fraction collector dan perangkat elektroforesis Mini-PROTEAN III (Bio-Rad). Metode Penelitian Pembuatan Tepung Cacing (Modifikasi Yanti 2003) Satu kilogram cacing L. rubellus dibersihkan dan dicuci dengan air mengalir. Lalu cacing tersebut direndam dalam 2,5 L akuades pH 5,8 (dengan penambahan asam sitrat dan 1,5 g KH2PO4) selama 2,5 jam untuk menghilangkan kotorannya. Selanjutnya cacing dibekukan menggunakan freezer, suhu -17oC lalu diblender dan dibekukan kembali. Pengeringan cacing dilakukan dengan menggunakan pengering vakum, suhu 50oC dan tekanan 300 psi selama 48 jam. Cacing kering diblender dan disaring (± 900 mesh) sehingga diperoleh tepung cacing. Pemurnian Enzim Serupa Tripsin Dari Cacing Tanah (Modifikasi Mihara 1991; Yanti 2003) Tepung cacing L. rubellus (10% b/v) dilarutkan dalam 50 mM bufer fosfat pH 8,0 dan diaduk selama 24 jam. Kemudian larutan tersebut disentrifugasi pada kecepatan 12.000 g, suhu 4oC selama 30 menit.
Ekstrak enzim (supernatan)
dipresipitasi dengan amonium sulfat teknis, kejenuhan 65% (Subandrio 2004), lalu disentrifugasi pada kecepatan 12.000 g, suhu 4oC selama 30 menit. Pelet disuspensi
32
dalam 50 mM bufer fosfat pH 8,0 lalu disentrifugasi pada kecepatan 2.000 g, 4oC selama 5 menit. Supernatan didialisis dalam 20 mM bufer fosfat pH 8,0 dengan menggunakan kantung dialisis (cut-off 12 kD). Dialisat disaring dengan kertas saring 0,45 µm lalu dipekatkan dengan menggunakan teknik liofilisasi. Hasil pemekatan dimurnikan dengan menggunakan filtrasi gel (matriks Sephadex G-100). Pemurnian Enzim Serupa Tripsin Menggunakan Matriks Sephadex G-100 Dialisat yang telah dipekatkan dimurnikan lebih lanjut menggunakan kolom Sephadex G100, dengan bufer elusi 50 mM bufer fosfat pH 8,0. Setiap fraksi diatur agar diperoleh 100 tetes (sekitar 3 ml). Pemurnian Enzim Serupa Tripsin Menggunakan Kromatografi Afinitas Sebelum dimurnikan dengan menggunakan kolom Hitrap Benzamidine FF sampel enzim dengan aktivitas tertinggi pada pemurnian dengan teknik filtrasi gel dipekatkan lalu disaring dengan kertas saring 0,45 µm.
Hasil pemekatan ini
diencerkan dengan bufer 50 mM Tris HCl, 0,5 M NaCl, pH 7,4. Bufer pengikat dan pencuci yang digunakan adalah 0,05 M Tris-HCl, 0,5 M NaCl pH 7,4. Bufer elusi adalah 0,05 M glisin pH 3,0. Setiap tabung pengumpul fraksi diisi dengan 0,4 ml bufer 1 M Tris-HCl pH 9,0 dan digunakan menampung 2 ml eluat. Analisis Aktivitas Protease Aktivitas enzim protease diukur dengan menggunakan modifikasi metode Bergmeyer (1983), dengan menggunakan substrat kasein Hammarsten (2% b/v). Prosedur analisis yang dilakukan disajikan dalam tabel berikut ini.
33
Tabel 6 Prosedur analisis aktivitas protease dengan metode Bergmeyer dan Grassl (1983) Blanko ( l) 250 250 50
Bufer fosfat 0,05M pH 8,0 Kasein 2%(b/v) pH 8,0 Enzim protease Tirosin standar (5 mmol/l) Akuades
Standar ( l) 250 250 50 -
Sampel ( l) 250 250 50 -
o
Inkubasi pada suhu 60 C selama 10 menit 500 50
TCA (0,1M) Akuades Enzim protease
500 50
500 50 -
o
Inkubasi pada suhu 37 C selama 10 menit, lalu disentrifus 6000 rpm selama 8 menit, suhu ruang 375 1250 250
Filtrat Na2CO3 Folin Ciocalteau (1:2)
375 1250 250
Inkubasi 20 menit pada suhu 37 o C, absorbansi dibaca pada
Aktivitas protease (U/ml)
A sa mp el
A b lan k o
A s tan d a r
A b lan k o
x
375 1250 250
=578 nm
FP Ti
Analisis Kadar Protein Kadar protein ditentukan dengan metode Bradford (1976). Sebanyak 100 µl larutan enzim ditambahkan kedalam tabung berisi 2,5 ml akuades dan 2,5 ml pereaksi kerja Bradford. Perlakuan pada blangko, larutan enzim diganti dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut divorteks dan didiamkan selama 5 menit pada suhu ruang. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 595 nm. Standar protein yang digunakan adalah BSA Fraction V. Pada kurva standar protein, larutan enzim digantikan dengan BSA Fraction V dengan kisaran konsentrasi 0 – 1000 µg/ml.
Konsentrasi protein larutan enzim ditentukan berdasarkan
persamaan garis linear hubungan antara konsentrasi standar protein dengan absorbansi. Analisis SDS-PAGE Dan Zimografi Penentuan berat molekul enzim dilakukan dengan analisis SDS-PAGE (modifikasi metode Laemmli 1970), sedangkan aktivitas enzim dideteksi dengan zimografi (modifikasi metode Granelli-Piperno dan Reich 1978; Choi et al. 2001). Tahapan kerja yang dilakukan adalah preparasi gel pemisah dan penahan, preparasi sampel dan loading, kondisi running, pewarnaan gel dan pelunturan warna.
34
Preparasi gel pemisah dan gel penahan Pembuatan gel pemisah akrilamida 10% dan gel penahan 4% untuk SDSPAGE dan zimografi dilakukan dengan komposisi yang tercantum pada Lampiran 2 Preparasi sampel dan loading Untuk SDS-PAGE, 20 µl sampel ditambahkan dengan 5 µl bufer sampel. Tiap sampel diloading ke dalam sumur gel dengan kisaran volume 10-20 ml, dengan penggunaan marker Low Molecular Weight/LMW (Pharmacia) sekitar 5 µl. Kondisi running, pewarnaan dan pelunturan warna Gel dilarikan pada tegangan 100 V selama 1,5 jam dalam bufer elektroforesis. Untuk SDS-PAGE, setelah elektroforesis gel langsung diwarnai dengan larutan pewarna Coomasie Brilliant Blue R-250 selama 15 menit.
Pelunturan warna
dilakukan dengan larutan peluntur sehingga didapatkan pita protein biru dengan latar gel bening. Teknik pewarnaan lain yang dilakukan adalah pewarnaan dengan perak nitrat. Setelah elektroforesis gel digoyang dalam larutan fiksasi selama satu jam, dilanjutkan dalam larutan etanol 50% (v/v) selama 20 menit. Kemudian dalam larutan etanol 30% (v/v) selama 20 menit ( dua kali). Setelah itu digoyang dalam larutan enhancer selama satu menit lalu dicuci dengan akuabidestilata selama 20 detik (tiga kali). Gel lalu digoyang dalam larutan perak nitrat selama 30 menit dan dibilas dengan akuabidestilata selama 20 detik (dua kali). Gel lalu direndam dalam larutan Na2CO3-formaldehid sehingga pita protein terlihat dan reaksi segera dihentikan dengan penambahan larutan fiksasi. Untuk zimografi, setelah elektroforesis gel direnaturasi dalam larutan Triton X-100 2,5% v/v sambil digoyang selama satu jam. Kemudian gel didigesti dalam 50 mM bufer fosfat pH 8, suhu 60oC selama 20 menit. Gel diwarnai dengan larutan pewarna Coomasie Brilliant Blue R-250 selama 15 menit. Pelunturan warna gel dilakukan dengan larutan peluntur berulangkali sehingga didapatkan pita enzim proteolitik putih dengan latar gel biru. Penentuan Suhu Optimum (Yanti 2003) Suhu optimum dari enzim protease cacing tanah ditentukan dengan menguji aktivitas enzim pada berbagai suhu (37-80oC) dalam 0,05 M bufer fosfat pH 7,0.
35
Penentuan pH Optimum dan Kestabilan pH(Yanti 2003) Penentuan pH optimum untuk aktivitas enzim serupa tripsin dari L. rubellus dilakukan pada beberapa sistem bufer yaitu bufer glisin-HCl (pH 2,0-3,5), bufer asetat 0,05 M (pH 3,5-5,5), bufer fosfat 0,05 M (pH 5,5-8,5), dan bufer glisin-NaOH 0,05 M (pH 8,5 hingga 12,0). Aktivitas enzim pada pH optimum ditentukan dengan mengukur aktivitasnya pada suhu optimum menggunakan metode Bergmeyer (1983). Penentuan stabilitas pH enzim dilakukan dengan cara menginkubasikan 50 µl enzim dengan 200 µl larutan bufer 0,05 M glisin HCl pH 2,0; 0,05 M bufer fosfat pH 7,0 dan 0,05 M bufer glisin NaOH pH 12,0 selama satu jam.
Kestabilan pH
ditentukan secara kualitatif dengan cara zimogram. Pengaruh Deterjen, Inhibitor dan Urea (Yanti 2003) Pengaruh inhibitor (EDTA 5 dan 1 mM serta PMSF dengan konsentrasi 1 dan 5 mM), deterjen (SDS 5% dan 1% b/v; Triton X-100 5% dan 1% b/v; Tween 20 5% dan 1% b/v) serta urea (5% dan 1% b/v) terhadap aktivitas enzim dilakukan dengan cara menginkubasikan 100 µl enzim dan 100 µl larutan senyawa selama satu jam pada suhu ruang, lalu dianalisis aktivitasnya. Pengaruh Ion Logam (Yanti 2003) Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim serupa tripsin dari cacing tanah dilakukan dengan cara menginkubasikan 100 µl enzim dengan 100 µl larutan ion logam sehingga diperoleh konsentrasi akhir ion logam sebesar 1 dan 5 mM selama satu jam pada suhu ruang. Aktivitas enzim diukur secara kuantitatif dengan metode Bergmeyer (1983). Logam yang digunakan adalah KCl, NaCl, LiCl, CaCl2, CuCl2, CoCl2, MgCl2, MnCl2, ZnCl2 dan FeCl3.
36
Spesifitas substrat (Yanti 2003) Uji aktivitas protease pada suhu dan pH optimum dilakukan pada berbagai substrat protein dengan konsentrasi 2% b/v. Substrat yang digunakan adalah kasein, fibrin, fibrinogen, BSA dan kolagen. Substrat tersebut dilarutkan dalam 50 mM bufer fosfat pH 8,0.
37
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Rendemen dan Total Protein Cacing Tanah Tepung cacing yang diperoleh dari pengeringan vakum cacing tanah segar dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian kasar dan halus. Untuk bagian halus diperoleh rendemen sebesar 9,61% (berat basah), sedangkan untuk bagian kasar diperoleh rendemen sebesar 1,55%. Dari penentuan protein terlarut (diasumsikan sebagai protein enzim) diperoleh kandungan protein sebesar 6,71 mg/ml dengan aktivitas spesifik sebesar 0,28 U/mg menggunakan substrat kasein. Karakterisasi Protease Kasar Cacing Tanah Enzim protease yang akan dimurnikan dari cacing tanah terdapat bersamasama dengan berbagai macam protein lainnya sehingga untuk menentukan teknik pemurnian yang sesuai perlu dilakukan karakterisasi enzim kasar terlebih dahulu. Informasi awal tentang karakteristik enzim seperti perkiraan berat molekul, pH dan suhu optimum enzim, inhibitor spesifik untuk menentukan golongan enzim, pengaruh kation, deterjen dan senyawa denaturan, akan sangat menentukan dalam penentuan metode pemurnian yang tepat sehingga kondisi yang dilakukan dapat memurnikan enzim sasaran yang diinginkan. Penentuan Suhu Optimum Dengan menggunakan 0,05 M bufer fosfat pH 7,0 diperoleh aktivitas optimum protease kasar cacing tanah pada suhu 60oC, dengan aktivitas sebesar 3,20 U/ml (Gambar 5).
Peningkatan suhu inkubasi menjadi 70oC menyebabkan
penurunan aktivitas relatif menjadi 52,1% dan jika suhu inkubasi ditingkatkan menjadi 80oC aktivitas relatif yang terukur menjadi 26,4%. Suhu optimum aktivitas enzim kasar dari cacing tanah yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian Yanti (2003) dan Nakajima et al. (1993) walaupun beberapa penelitian lain mendapatkan suhu optimum pada suhu 37 oC (Mihara et al. 1991) dan suhu 50 oC (Cho et al. 2004).
38
Aktivitas relatif (%)
PENENTUAN SUHU OPTIMUM ENZIM PROTEASE SERIN DARI CACING TANAH 120 100 80 60 40 20 0 30
40
50
60
70
80
90 o
suhu ( C)
Gambar 5 Suhu optimum aktivitas enzim kasar cacing tanah Dalam reaksi enzimatis, suhu berperan dalam meningkatkan interaksi antara substrat dengan enzim sehingga dari Gambar 5 terlihat bahwa peningkatan suhu dari 37 oC hingga 60 oC menyebabkan aktivitas enzim meningkat. Tetapi enzim juga merupakan protein globular sehingga pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan enzim terdenaturasi dan menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas bahkan dapat menyebabkan hilangnya akvitas enzim. Denaturasi enzim disebabkan oleh rusaknya interaksi-interaksi non kovalen (ikatan hidrogen, interaksi Van der Waals, interaksi hidrofobik dan interaksi elektrostatik) yang berperan dalam menjaga keutuhan struktur tiga dimensi dari enzim (Hames dan Hooper 2000). Pada Gambar 6 ditampilkan struktur tiga dimensi enzim fibrinolitik komponen A dari salah satu spesies cacing tanah yaitu E. fetida.
Dari gambar tersebut diperlihatkan bahwa
enzim fibrinolitik cacing tanah tersusun atas tiga rantai polipeptida, sedangkan sekuen asam amino dari enzim fibrinolitik tersebut disajikan pada Lampiran 9. Hasil penelitian Yanti (2003) menunjukkan bahwa enzim protease L. rubellus relatif stabil pada suhu 55oC hingga inkubasi selama satu jam, sedangkan pada suhu 60oC dengan waktu inkubasi 60 menit menyebabkan hilangnya aktivitas hingga 60%. Selain interaksi non kovalen, kestabilan enzim terhadap suhu juga dipengaruhi oleh pH, kekuatan ion medium dan molekul efektor (ion logam).
39
Gambar 6 Struktur tiga dimensi enzim fibrinolitik komponen A dari E. fetida (Tang et al. 2002) Penentuan pH optimum Hasil pengujian aktivitas enzim pada berbagai pH (2 hingga 12) dengan menggunakan bufer glisin HCl, bufer asetat, bufer fosfat dan bufer glisin NaOH pada suhu optimumnya menunjukkan bahwa bufer fosfat pH 8,0 memberikan hasil terbaik bagi aktivitas enzim dari cacing tanah. Dari Gambar 7 terlihat bahwa aktivitas relatif enzim cacing tanah pada kisaran pH basa relatif stabil sehingga enzim ini dapat dikelompokkan ke dalam protease alkali. Penelitian Yanti (2003) juga menunjukkan bahwa pada kondisi suhu optimum, aktivitas maksimal protease L. rubellus diperoleh pada pH 8,0 (0,05 M bufer fosfat) dan enzim bekerja relatif aktif pada kisaran pH netral dan alkali. Hasil yang menyerupai juga diperoleh oleh Nakajima et al. (1993) yaitu pada kisaran pH 9 – 11 dan Mihara et al. (1991) pada kisaran pH 7,4 – 9,0.
40
Penentuan pH optimum pada berbagai pH dan jenis bufer
Aktivitas relatif (%)
120 100 80
bufer glisin HCl
60
bufer asetat bufer fosfat
40
bufer glisin NaOH
20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
pH
Gambar 7 Pengaruh pH dan larutan bufer terhadap enzim kasar cacing tanah Derajat keasaman dari lingkungan protein enzim akan mempengaruhi kondisi ionisasi gugus-gugus fungsionalnya yang berperan dalam keaktifan enzim. Gugus ionik berperan penting dalam menjaga konformasi sisi aktif enzim untuk mengikat dan mengubah substrat menjadi produk. Pemilihan pH bufer yang tidak tepat dapat menyebabkan terganggunya interaksi substrat dengan enzim.
Sebagai contoh
protease serin, misalnya tripsin mempunyai tiga gugus asam amino yang berperan penting dalam reaksi enzimatis yaitu Asp 102, Ser 195 dan His 57. Pada kondisi asam, Asp 102 dan His 57 akan terprotonasi sehingga Ser 195 tidak mampu untuk memutus ikatan peptida pada substrat.
Perubahan pH yang ekstrim akan
menyebabkan enzim mengalami denaturasi karena terganggunya interaksi-interaksi non kovalen yang menjaga kestabilan struktur tiga dimensi enzim (Hames dan Hooper 2000). Pengaruh Ion Logam Enzim-enzim yang termasuk ke dalam golongan protease logam memerlukan ion logam sebagai efektor untuk mendukung aktivitas katalitiknya. Hasil pengujian adanya ion logam dengan konsentrasi 5 dan 1 mM terhadap enzim kasar cacing tanah tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap aktivitas katalitik enzim (Gambar 8).
41
Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim kasar cacing tanah 140
Aktivitas relatif (%)
120 100 80
5 mM 1 mM
60 40 20 0
Kontrol
Na
Co
Cu
Ba
K
Li
Mn
Mg
Ca
Zn
Fe
Ion logam
Gambar 8 Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim kasar Pengaruh Inhibitor, deterjen dan urea Pengujian enzim kasar cacing tanah terhadap adanya EDTA, suatu senyawa pengkelat logam menunjukkan bahwa senyawa ini tidak berpengaruh terhadap aktivitas enzim sehingga dapat disimpulkan bahwa enzim protease cacing tanah tidak termasuk ke dalam golongan protease logam (Tabel 6). Protease logam memiliki atom logam pada sisi aktifnya sehingga bila atom logam ini dikelat oleh EDTA akan menyebabkan turunnya aktivitas enzim (Suhartono 1992). Senyawa PMSF merupakan inhibitor spesifik bagi protease serin. Golongan protease serin memiliki sisi katalitik yang terdiri dari serin, aspartat dan histidin. PMSF akan bereaksi dengan gugus OH dari asam amino serin dan menyebabkan reaksi penghambatan yang tidak dapat balik (Palmer 1991).
Beberapa inhibitor
spesifik lain untuk protease serin adalah SBTI, LBTI, DFP dan TLCK. Pada Tabel 6 terlihat bahwa aktivitas residu enzim cacing tanah setelah direaksikan dengan 5 mM PMSF adalah 22% dan 66% (konsentrasi PMSF 1 mM). Hal ini menunjukkan bahwa enzim cacing tanah tergolong kedalam protease serin.
42
F O
O
S CH2
Gambar 9 Struktur dua dimensi PMSF Hasil ini didukung oleh beberapa publikasi yang juga menyatakan bahwa ekstrak enzim cacing tanah (L. rubellus) dihambat secara spesifik oleh inhibitor spesifik protease serin (Cho et al. 2004, Park et al. 1998, Nakajima et al. 1993, Mihara et al. 1991). Hasil serupa diperoleh Wang et al. (2003) pada cacing tanah E. foetida. Tabel 7 Pengaruh inhibitor, deterjen dan urea Bahan kontrol Tween 20 Triton X100 SDS Urea 2-merkaptoetanol EDTA DMSO PMSF
Konsentrasi 5% 1% 5% 1% 5% 1% 5% 1% 1% 0,5% 5 mM 1 mM 50% 5 mM 1 mM
Aktivitas relatif (%) 100 109 97 111 105 102 99 119 96 139 133 83 109 104 22 66
Deterjen mempengaruhi kelarutan enzim dalam larutan bufer yang digunakan. Pada penelitian ini diuji pengaruh deterjen anionik (5% dan 1% SDS) serta deterjen non ionik (5% dan 1% Tween 20 serta Triton X-100). Dari aktivitas residu yang diukur ternyata ketiga jenis deterjen pada konsentrasi 5% dan 1% tidak berpengaruh terhadap aktivitas enzim cacing tanah.
Pada konsentrasi tinggi deterjen dapat
43
menyebabkan denaturasi protein dan bila dihilangkan mungkin dapat menyebabkan renaturasi protein enzim (Bolag dan Edestein 1991, Choi et al. 2001). Protein denaturan (urea) dan 2-merkaptoetanol (senyawa pereduksi) juga tidak mempengaruhi aktivitas enzim cacing tanah.
Senyawa 2-merkaptoetanol
merupakan senyawa pereduksi ikatan disulfida pada protein.
Ikatan disulfida
merupakan ikatan kovalen yang terbentuk dari dua residu sistein yang berperan penting dalam menjaga konformasi tiga dimensi protein.
Hasil yang diperoleh
berbeda dengan penelitian Yanti (2003) yang menyatakan bahwa ekstrak kasar enzim dihambat aktivitasnya, dan bahkan setelah dimurnikan akan dihambat total aktivitas proteolitiknya oleh 2-merkaptoetanol.
Gambar 10 Ikatan disulfida pada komponen A enzim fibrinolitik E. fetida Tidak dihambatnya aktivitas enzim cacing tanah diduga disebabkan oleh adanya berbagai protein non enzim dalam ekstrak cacing tanah sehingga senyawa 2merkaptoetanol yang merusak ikatan disulfida enzim berkurang kereaktivannya karena sudah merusak protein non enzim terlebih dulu atau mungkin disebabkan oleh letak dari ikatan disulfida yang sedemikian rupa sehingga sulit untuk berinteraksi dengan molekul 2-merkaptoetanol. Sebagai ilustrasi pada Gambar 10 ditampilkan struktur tiga dimensi komponen A enzim fibrinolitik dari E. fetida, pada gambar ini ditampilkan sistein (bentuk bola dan tongkat) yang membentuk ikatan disulfida (garis putus merah).
44
Sedangkan urea merupakan senyawa yang digunakan terhadap protein yang kelarutannya terbatas atau cenderung mengendap. Urea akan terurai dan membentuk ion-ion sianat yang bereaksi dengan gugus amino protein membentuk turunanturunan karbamil yang stabil melalui ikatan ionik (Dunn 1989). Spesifitas substrat Enzim protease cacing tanah mampu mendigesti berbagai macam substrat seperti kasein, gelatin, albumin, keratin, fibrin, fibrinogen, keratin, elastin dan hemoglobin (Yanti 2003, Nakajima 1993). Kasein merupakan fosfoprotein yang terdiri atas unit struktur α-kasein (122 kD), β-kasein (24,1 kD) dan χ- kasein. Kasein merupakan protein utama pada susu, yaitu sekitar 80% dari total protein susu. Gelatin merupakan hasil hidrolisis parsial dari kolagen dalam air mendidih. Polipeptida ini kaya akan residu prolin dan hidroksiprolin serta bersifat larut dalam air. Sedangkan kolagen bersifat tidak larut dan termasuk ke dalam protein serat. Fibrin merupakan protein tidak larut yang berasal dari degradasi fibrinogen oleh trombin selama proses pembekuan darah. Degradasi fibrin dalam trombus dikatalisis oleh enzim plasmin atau fibrinolisin sehingga diperoleh peptida-peptida berukuran lebih kecil dan larut (Sadikin 2001). Albumin merupakan protein larut air dan termasuk ke dalam protein globular. Albumin kaya akan asam amino hidrofobik, akan tetapi keberadaannya terletak sedemikian rupa sehingga berada pada bagian dalam. Sedangkan gugus hidrofilik berada di bagian luar sehingga protein ini larut air. Hasil pengujian secara kuantitatif (metode Bergmeyer) menunjukkan aktivitas relatif yang rendah pada substrat fibrin, kolagen dan gelatin (Gambar 11). Fibrin dan kolagen termasuk ke dalam protein serat yang tidak larut, hal ini diduga menjadi penyebab rendahnya aktivitas enzimatis yang terukur. Sedangkan gelatin mudah larut tetapi komposisi asam aminonya yang banyak tersusun dari prolin dan hidroksi prolin mungkin menyebabkan rendahnya aktivitas enzimatis yang terukur, yaitu karena metode pengukuran yang dilakukan menggunakan tirosin sebagai standar.
45
Aktivitas relatif (%)
SPESIFITAS SUBSTRAT DARI PROTEASE CACING TANAH KASAR 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 kasein
fibrinogen
fibrin
BSA
kolagen
gelatin
substrat
Gambar 11 Spesifitas substrat dari enzim kasar cacing tanah Sebagai metode cepat untuk seleksi awal enzim fibrinolitik mungkin dapat dilakukan dengan cara mengkopolimerisasi substrat fibrin pada media agar, lalu dibuat lubang sumur sebagai tempat untuk ekstrak enzim yang akan diuji (Lampiran 10).
Aktivitas fibrinolitik enzim ditunjukkan setelah pewarnaan menggunakan
larutan staining, dimana terbentuknya halo disekeliling sumur menunjukkan adanya aktivitas fibrinolitik (Gambar 12).
Gambar 12 Metode skrining awal aktivitas fibrinolitik dari ekstrak enzim Penentuan Berat Molekul Berdasarkan profil hasil SDS PAGE 10% dan digesti substrat kasein oleh enzim kasar cacing tanah terlihat bahwa enzim ini mempunyai tujuh fraksi kaseinolitik yaitu dengan perkiraan berat molekul sebesar 20, 22, 27, 34, 40, 43 dan
46
51 kD (Gambar 13). Mihara et al. (1991) dengan teknik SDS PAGE melaporkan bahwa protease fibrinolitik dari cacing tanah L. rubellus terdiri dari enam fraksi dengan berat molekul 23,5; 27; 27,4; 28,5; 34 dan 34,2 kD. Publikasi Nakajima et al. (1993) juga melaporkan bahwa terdapat enam fraksi enzim dari cacing tanah, dengan berat molekul 24, 27, 36, 38, 40 dan 43 kD. Cho et al. (2004) dengan teknik pengendapan menggunakan amonium sulfat dan kromatografi kolom berhasil mengisolasi enam fraksi fibrinolitik dengan ukuran 24,6; 26,8; 28,2; 25,4; 33,1 dan 33 kD. Spesies cacing tanah lain juga dilaporkan memiliki aktivitas fibrinolitik, dari cacing Eisenia foetida berhasil diisolasi tujuh fraksi enzim dengan berat molekul 24,66; 29,52; 29,69; 24,20; 24,17; 23, 03 dan 29,60 kD (Wang et al. 2003). A
B
97
51
66 45
43 40 34
30 20,1
27 22
14,4 M
S
20
M
S
Gambar 13 Analisis zimogram kasein (A) (10%) dan SDS PAGE (B) (10%) dari ekstrak kasar cacing tanah. Baris M : marker LMW (α-laktalbumin 14,4 kD; soybean trypsin inhibitor 20,1 kD; karbonik anhidrase 30 kD; ovalbumin 45 kD; bovine serum albumin 66 kD dan fosforilase b 97 kD) Selain dari cacing tanah, ternyata enzim fibrinolitik juga dapat dihasilkan oleh bakteri Bacillus amyloliquefaciens DJ-4 yang diisolasi dari makanan tradisional Korea, natto. Enzim fibrinolitik ini memilki berat molekul 38, 53 dan 80 kD (Choi dan Kim 2001). Publikasi Seo dan Lee (2004) dengan menggunakan Bacillus firmus
47
NA-1 yang diisolasi dari natto juga berhasil menunjukkan bahwa strain bakteri tersebut mampu menghasilkan enzim fibrinolitik. Pemurnian enzim Protein enzim yang diinginkan dari suatu organisme terdapat dalam bentuk campuran dengan berbagai senyawa lain seperti lipida, protein/peptida maupun debris sel sehingga perlu dilakukan tahap pemurnian. Tahapan pemurnian enzim yang umum dilakukan meliputi pembuatan ekstrak, pengendapan baik dengan garam ataupun pelarut organik, dialisis dan kromatografi. Pada penelitian ini setelah tepung cacing diekstraksi dalam 0,05 M bufer fosfat pH 8,0 selama 24 jam dan disentrifus dilakukan penambahan garam amonium sulfat teknis sebanyak 65% b/v (Subandrio 2004). Prinsip pengendapan protein enzim dengan garam amonium sulfat didasarkan pada efek salting in dan salting out. Pada konsentrasi rendah adanya garam akan meningkatkan kelarutan protein enzim, tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi keberadaan garam akan menyebabkan terjadinya pengendapan protein enzim. Jika dibandingkan dengan ekstrak kasar pengendapan amonium sulfat berhasil meningkatkan kemurnian enzim menjadi 1,13 kali dengan aktivitas spesifik sebesar 0,31 U/mg. Garam amonium sulfat pada presipitat protein enzim dihilangkan dengan menggunakan kantung dialisis nitroselulosa asetat (cut off 12 kD). Penggunaan kantung dialisis dengan cut off 12 kD selain menghilangkan garam amonium sulfat juga akan menyebabkan molekul-molekul kecil berukuran kurang dari 12 kD keluar dari kantung dialisis ke dalam bufer perendam. Proses dialisis selain menghilangkan garam amonium sulfat dan molekul-molekul kecil lainnya juga menyebabkan terjadinya pengenceran terhadap presipitat protein enzim.
Sehingga sebelum
dimurnikan lebih lanjut dengan teknik filtrasi gel, dialisat dipekatkan terlebih dulu dengan teknik pengeringan beku. Kemurnian enzim berhasil ditingkatkan menjadi 1,33 kali dari ekstrak kasar dengan aktivitas spesifik sebesar 0,37 U/mg. Berdasarkan hasil zimografi terhadap ekstrak kasar cacing tanah yang menunjukkan terdapat tujuh fraksi enzim dengan kisaran berat molekul 20 hingga 51 kD dan hasil SDS PAGE yang menunjukkan bahwa di dalam ekstrak kasar cacing tanah masih banyak terdapat protein kontaminan lain maka sebelum dialisat cacing
48
tanah dimurnikan dengan teknik kromatografi afinitas terlebih dulu dimurnikan dengan teknik filtrasi gel.
Prinsip dari teknik kromatografi filtrasi gel adalah
pemisahan molekul berdasarkan perbedaan ukurannya.
Matriks yang digunakan
adalah Sephadex G-100 dengan kisaran pemisahan 4 hingga 150 kD (Scopes 1986). Dari Gambar 14 terlihat bahwa pemurnian menggunakan Sephadex G-100 berhasil mendapatkan dua puncak protein, sedangkan berdasarkan aktivitasnya diperoleh satu puncak dengan aktivitas sebesar 1,62 U/ml. Matriks Sephadex G-100 tersusun atas ikatan silang dekstran dengan epiklorhidrin. Porositas dari matriks merupakan penentu batasan dari molekul yang dapat dipisahkan (Pingoud et al. 2002). Fraksi dengan aktivitas tertinggi dipekatkan terlebih dulu dengan teknik pengeringan beku sebelum dilakukan pemurnian lebih lanjut menggunakan kolom kromatografi afinitas Hitrap Benzamidine FF.
P E M U R N IAN D IAL IS AT C AC IN G T AN AH D E N G AN T E K N IK K R O M AT O GR AG I F IL T R AS I GE L 9
2.00
8.25
1.80
7.5
1.60
absorbansi
1.40
6 5.25
1.20
4.5
1.00
3.75
0.80
3
U/m l
UV (280 n m )
6.75
aktivitas (U/ml)
0.60
2.25
0.40
1.5
0.20
0.75 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Fra ksi
Gambar 14 Pemurnian enzim protease cacing tanah dengan teknik kromatografi filtrasi gel Prinsip pemurnian dengan teknik kromatografi afinitas terletak pada interaksi dapat balik antara molekul protein (kelompok protein) dengan ligan spesifik yang menempel pada matriks. Kolom Hitrap Benzamidine FF tersusun atas agarosa (4%) yang dihubungkan melalui beberapa atom karbon (spacer arms) dengan ligan spesifik bagi golongan enzim protease serin yaitu p-aminobenzamidin melalui ikatan amida (Gambar 15).
Ligan p-aminobenzamidin merupakan inhibitor kompetitif
49
sehingga diduga pengikatan antara enzim dengan ligan terjadi pada sisi aktif serin, yaitu pada gugus OH dari asam amino serin dengan gugus NH dari paminobenzamidin (Gambar 16).
Gambar 15 Matriks kolom Hitrap Benzamidin FF Setelah enzim target berikatan dengan ligan maka terdapat beberapa cara untuk melepaskan enzim dari ligan yaitu elusi menggunakan bufer dengan pH rendah, elusi menggunakan bufer yang ditambahkan ligan kompetitor dan menggunakan denaturan seperti urea 8 M atau guanidin hidroklorida 6 M. Pada penelitian ini digunakan elusi menggunakan bufer dengan pH rendah yaitu 0,05 M bufer glisin pH 3,0.
N H O-
O R
C
+
E
OH
NHR' Inhib ito r
N H
E nzim
R
C HN
O
E
H+
R'
Gambar 16 Interaksi enzim protease serin dengan inhibitor (Creighton 1997) Dari Gambar 17 terlihat adanya satu puncak pada akhir proses pencucian (washing) menggunakan 0,05 M bufer Tris HCl pH 7,4 dengan aktivitas enzimatik sebesar 0,04 U/ml. Hal ini menandakan adanya interaksi lemah antara enzim target dengan ligan p-aminobenzamidin. Sedangkan pada elusi menggunakan 0,05 M bufer glisin pH 3,0 tidak diperoleh lagi adanya fraksi dengan aktivitas enzimatik.
50
PEMURNIAN MENGGUNAKAN KOLOM HITRAP BENZAMIDINE FF 0.75
120.00
0.70
110.00
0.65
100.00
0.60
90.00
0.55 0.50
80.00
0.45
70.00
0.40
60.00
0.35 0.30
50.00
0.25
40.00
0.20
[protein](mg/ml) aktivitas (U/ml) aktivitas spesifik (U/mg)
30.00
0.15
20.00
0.10
10.00
0.05 -
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Fraksi
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31 32
33
34
35
36
Gambar 17 Pemurnian enzim protease cacing tanah dengan teknik kromatografi afinitas Eluat fraksi nomor 8 dan 24 diuji lebih lanjut dengan menggunakan teknik SDS PAGE dan zimografi untuk mengetahui estimasi berat molekul dan kemampuan digesti fibrin dan fibrinogen serta kestabilannya terhadap pH.
Ringkasan tahap
pemurnian protease dari cacing tanah disajikan pada Tabel 8. Hasil pemurnian menggunakan kolom Hitrap Benzamidin FF memperoleh isolat enzim murni dengan nilai aktivitas spesik yang tinggi 1,92 U/mg (fraksi 8) dan 111,36 U/mg (fraksi 24) atau dapat diperoleh tingkat kemurnian sebesar 6,97 dan 404,20 kali dari ekstrak awal enzim cacing tanah.
Sedangkan hasil pemurnian
menggunakan kolom Streamline-DEAE dan Superdex 75 prep grade berhasil memperoleh tiga fraksi dengan aktivitas spesifik 6,136; 6,945 dan 1,527 U/mg atau kemurnian isolat enzim yang diperoleh adalah 12,73; 14,41 dan 3,17 kali dari ekstrak awal cacing tanah (Yanti 2003).
Tabel 8 Ringkasan tahap pemurnian protease cacing tanah Tahap Ekstak kasar
Vol AE Total [protein] Total Akt Hasil Tk (ml) (U/ml) AE (mg/ml) protein Spesifik (%) Kemurnian (mg) (U/mg) 127,6 1,85 235,86 6,71 856 0,28 100 1,00
51
Presipitat 65%
50
2,91 145,35
9,35
467
0,31
61,63
1,13
Dialisat
57
2,27 129,29
6,18
352
0,37
54,82
1,33
Eluat Sephadex
22
1,62 35,73
1,19
26
1,37
15,15
4,96
2,4 2,4
0,54 0,04
0,55 0,06
6,97 404,20
Eluat Hitrap H8 H24
1,31 0,09
0,28 0,68 1,92 0,0003 0,0008 111,36
Profil pita protein hasil pemurnian menggunakan kolom kromatografi afinitas disajikan pada Gambar 18.
Konsentrasi protein sampel fraksi delapan yang
digunakan adalah 0,224 mg/ml sedangkan dari fraksi nomor 24 adalah 0,00024 mg/ml.
Konsentrasi protein sampel ini yang digunakan dalam analisis-analisis
selanjutnya menggunakan teknik SDS PAGE dan zimografi. A
M 1 2
B
3
4
M
1
2
3
4
Gambar 18 Analisis SDS PAGE (10%) (A) dan zimogram fibrin (10%) (B) dari enzim murni cacing tanah. Baris M : marker LMW (α-laktalbumin 14,4 kD; soybean trypsin inhibitor 20,1 kD; karbonik anhidrase 30 kD; ovalbumin 45 kD; bovine serum albumin 66 kD dan fosforilase b 97 kD. Baris 1 : tripsin sapi. Baris 2 : tripsin babi. Baris 3 : Eluat Fraksi 8. Baris 4 : Eluat Fraksi 24) Analisis SDS PAGE terhadap fraksi nomor delapan menunjukkan adanya enam pita protein dengan perkiraan berat molekul sebesar 20, 22, 27, 33, 40 dan 44 kD.
Sedangkan fraksi nomor 24 menunjukkan adanya dua pita protein dengan
perkiraan berat molekul 20 dan 22 kD.
Analisis zimografi dengan gel yang
52
dikopolimerisasi dengan fibrin dan fibrinogen menunjukkan adanya lima fraksi yang aktif pada fraksi nomor delapan dengan perkiraan berat molekul 20, 22, 27, 40 dan 44 kD.
Pada fraksi nomor 24 diperoleh satu pita aktif dengan perkiraan berat
molekul 20 kD. Fraksi enzim cacing tanah hasil pemurnian jika dibandingkan dengan tripsin pankreas babi dan sapi menunjukkan berat molekul sekitar 20 kD sehingga diduga fraksi enzim yang diperoleh merupakan enzim protease serin serupa tripsin. Hal ini didukung oleh penelitian Cho et al. (2004), Park et al. (1998) dan Nakajima et al. (1993). Tripsin merupakan endopeptidase yang memotong rantai polipeptida pada residu asam amino arginin dan lisin. Spesifitas Substrat Hasil analisis zimografi protease murni cacing tanah pada berbagai substrat menunjukkan kemampuannya untuk mendigesti substrat kasein, gelatin, fibrin dan fibrinogen (Gambar 19). Profil digesti substrat kasein oleh fraksi enzim nomor delapan menunjukkan adanya tambahan satu pita proteolitik, sedangkan fraksi nomor 24 menunjukkan adanya tambahan dua pita proteolitik. Umumnya setiap protease memiliki spesifitas aktivitas proteolitik yang berbeda terhadap berbagai substrat. Publikasi Choi et al. (2001) menyatakan bahwa ekstrak enzim dari isolat Bacillus sp. DJ-1, DJ-2 dan DJ-3 yang diperoleh dari makanan tradisional Korea, Doen Jang memiliki aktivitas proteolitik yang potensial terhadap substrat kasein, gelatin dan fibrin. Sedangkan Kim dan Choi (2000) dengan menggunakan isolat Bacillus amyloliquefaciens DJ-4 dari Doen Jang, dan memurnikan enzimnya yang ternyata juga mampu untuk mendigesti substrat fibrin.
53
1
2
1
2
A
1
2
B
1
C
2 D
Gambar 19 Analisis zimogram spesifitas enzim terhadap substrat kasein (A), gelatin (B), fibrin (C) dan fibrinogen (D).
Baris 1 : Fraksi nomor 8, Baris 2 :
Fraksi nomor 24 Stabilitas pH Penentuan stabilitas pH fraksi enzim murni cacing tanah dilakukan pada kondisi pH ekstrim yaitu pH 2, 7 dan 12. Hasil pengukuran derajat keasaman riil dari pencampuran bufer pH 2, 7 dan 12 dengan fraksi enzim murni adalah 2,1; 7,1 dan 11,7. A
1
B
2
1
2
Gambar 20 Analisis zimogram stabilitas pH dari enzim murni cacing tanah (A : substrat fibrin, B : substrat fibrinogen. nomor 1 : fraksi nomor 8, nomor 2 : fraksi nomor 24 dengan urutan masing-masing adalah pH 2, 7 dan 12) Dari analisis zimografi menggunakan substrat fibrin dan fibrinogen ternyata fraksi enzim murni yang telah diinkubasikan selama satu jam dalam kondisi tersebut tetap mampu menunjukkan aktivitas enzimatik yang ditandai dengan adanya pita
54
putih hasil digesti substrat oleh enzim (Gambar 20). Hal ini menunjukkan keunikan protease cacing tanah yang mempunyai aktivitas enzimatik pada kisaran pH yang luas (2 hingga 12). Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Yanti (2003), yang menyatakan bahwa enzim murni cacing tanah mempunyai kemampuan katalitik pada kisaran pH 2 hingga 12, sedangkan pada pH 1 akan mengalami inaktivasi. Penelitian Mihara et al. (1991) menunjukkan bahwa enzim fibrinolitik yang diperoleh stabil pada pH 3 hingga 10, sedangkan Nakajima et al. (1993) pada pH 1 – 11 dan Park et al. (1998) pada pH 2 hingga 11. Enzim yang stabil pada kisaran pH yang luas umumnya kaya akan asam amino hidrofobik seperti alanin, valin leusin, isoleusin, metionin, fenilalanin, prolin dan triptofan. Pada Lampiran 9 disajikan sekuen asam amino dari enzim fibrinolitik E. fetida, yang menunjukkan terdapat cukup banyak asam amino hidrofobik yang dapat mempengaruhi kestabilan pH dari isolat enzim murni. Mekanisme serupa diduga terjadi pada isolat enzim murni yang diperoleh dari kolom Hitrap Benzamidin FF. Secara keseluruhan karakteristik biokimiawi protease serin serupa tripsin dari cacing tanah ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik protease cacing tanah Parameter Fraksi enzim aktif BM (kD) Suhu optimum pH optimum Stabilitas pH Deterjen Ion logam
Ekstrak Kasar 7 fraksi 20,22,27,34,40,43,51 60oC 8,0 Tahan Tween 20, SDS, Triton X100 Tahan Na, Co, Cu, Ba, K, Li, Mn, Mg, Ca, Zn, Fe Tahan urea Tahan 2-merkaptoetanol
Fraksi 8 Fraksi 24 5 fraksi 1 fraksi 20,22,27,40,44 20 2 - 12
2-12
Protein denaturan Senyawa pereduksi Inhibitor Tahan EDTA, dihambat PMSF Spesifitas substrat Kasein, fibrin, fibrinogen, gelatin Jenis enzim Protease serin serupa tripsin
55
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Uji karakteristik enzim cacing tanah menunjukkan bahwa enzim termasuk ke dalam golongan protease serin alkali dengan suhu dan pH optimum 60oC dan 8,0, tahan terhadap deterjen, EDTA, urea dan 2-merkaptoetanol tetapi dihambat kuat oleh senyawa PMSF. Dengan menggunakan kolom Hitrap Benzamidine FF, berhasil diisolasi enzim murni yang menunjukkan kemampuan untuk mendigesti substrat kasein, gelatin, fibrin dan fibrinogen. Dua fraksi yang diperoleh mempunyai aktivitas spesifik sebesar 1,92 U/mg dan 111,36 U/mg. Fraksi nomor delapan mempunyai lima pita proteolitik dengan perkiraan berat molekul 20, 22, 27, 40 dan 44 kD. Sedangkan fraksi nomor 24 mempunyai satu pita proteolitik dengan perkiraan berat molekul 20 kD. Isolat enzim murni juga mampu bekerja pada kisaran pH 2 hingga 12, yang menunjukkan keunikannya dibandingkan dengan enzim serupa dari organisme lain. Saran Berdasarkan keunikan sifat enzim yang mampu bekerja pada kisaran pH yang luas dan kemampuannya untuk mendigesti fibrin dan fibrinogen, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang efektivitasnya dalam sistem pangan dan pengaruhnya setelah dikonsumsi.
56
DAFTAR PUSTAKA Bergmeyer HU, M Grassl. 1983. Methods of Enzymatic Analysis, Vol 2. Weinheim: Verlag Chemie. Hal 1007-1009. Bolag DM dan SJ Edestein. 1991. Protein Methods. Wiley-Liss. John Wiley and Sons, Inc, Publ. New York. Boutrif
E. 1991. Recent developments in protein quality evaluation. Htttp://www.fao.org//docrep/u5900t/u5900t07.htm#recent developments in protein quality evaluation. 5 Desember 2005.
Biro Pusat Statistik. 2001. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Impor 2001. Jakarta. Biro Pusat Statistik. 2000. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Impor 2000. Jakarta. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for quantification of microgram quantities of protein utilizing the principles of protein dye-binding. Anal Biochem 72:234-254. Charter EA, SH Lee. 1996. Lumbricus product and method of making same. US Patent 5,576,026. Cho IH, ES Choi, HG Lim, HH Lee. 2004. Purification and characterization of six fibrinolytic serine-proteases from earthworm Lumbricus rubellus. J Biochem Mol Biol 37:199-205. Cho JH, CB Park, YG Yoon, SC Kim. 1998. Lumbricin I, a novel proline-rich antimicrobial peptide from the earthworm: purification, cDNA cloning and molecular characterization. Biochem Biophys Acta 1408(1):67-76. Choi NS, SH Kim. 2001. The effect of sodium chloride on the serine-type fibrinolytic enzymes and the thermostability of extracellular protease from Bacillus amyloliquefaciens DJ-4. J Biochem Mol Biol 34(2):134-138. Choi NS, KS Yoon, JY Lee, KY Han, SH Kim. 2001. Comparison of three substrates (casein, fibrin and gelatin) in zymographic gel. J Biochem Mol Biol 34:531-536. Choi E, S Kwon, Y Choi, S Rhee. 1996. Lumbrokinase -3(1) precursor Lumbricus rubellus. (Accession No Q25395)[TREMBL][1 Nov 1996]. Copeland R.A. 1994. Methods of Protein Analysis : A Practical Guide to Laboratory Protocols. London: Chapman & Hall. Hal 59-62.
57
Creighton T. 1997. Proteins: Structures and Molecular Properties 2nd Ed. WH Freeman and Co. New York. Dametto M, AP David, SS Azzolini, ITN Campos, AM Tanaka, A Gomes, R Andreotti, AS Tanaka. 2000. Purification and characterization of a trypsinlike enzyme with fibrinolytic activity present in the abdoment of horn fly, Haematobia irritans irritans (diptera : Muscidae). J Pro Chem 6:515-521. Dunn MJ. 1989. Electrophoretic analysis methods. Di dalam Harris ELV dan S Angal. (eds). Protein Purification Methods. IRL Oxford University Press, New York. Edward CA, JR Lofty. 1977. Biology of Earthworms. Ed. Ke-2. London: Chapman & Hall. Hal 57-70. Ersson B, L Ryden, JC Janson. 1998. Introduction to Protein Purification. Di dalam : Ryden, L., J.C. Janson., editor. Protein Purification: Principles, High Resolution Methods and Applications. Ed. Ke-2. New York: J. Wiley. Hal 444. Fan Q, C Wu, L Li, R Fan, C Wu, Q Hou, R He. 2001. Some features of intestinal absorption of intact fibrinolytic enzyme III-1 from Lumbricus rubellus. Biochem Biophys Acta 1526:286-292. Freshney RI. 1992. Animal Cell Culture A Practical Approach Second Edition. IRL Press. Oxford. Hal 10-11. Granelli-Piperno A, E Reich. 1978. A study of protease and protease inhibitor complexes in biological fluids. J Exp Med 148:223-234. Hames BD, NM Hooper. 2000. Biochemistry: The Instant Notes. 2nd Ed. Hongkong : Springer-Verlag. Hal. 83-84. Harris ELV, S Angal. 1989. Protein Purification Methods: A Practical Approach. IRL Press. Oxford. Hal 245-246. Hegner RW, JG Engemann. 1968. Inverterate Zoology. New York: Macmillan. Homma M. 1971. Trypsin action on the growth of Sendai virus in tissue culture cells, restoration of the infectivity for L cells by direct action of trypsin on L cell-borne Sendai virus. J Viro 8:619-629. Hosokawa M, A Klegeris, PL McGeer. 2004. Human oligodendroglial cell express low levels of C1 inhibitor and membrane cofactor protein mRNAs. J Neuro 1:17. Hwang CM, DI Kim, JE Kim, SH Huh, BG Min, JH Park, JS Han, BB Lee, YI Kim, ES Ryu, JW Kim. 2002. In vivo evaluation of lumbrokinase, a fibrinolytic
58
enzyme extracted from Lumbricus rubellus, in a prosthetic vascular graft. J Cardiovas Surg 43:891-894. Ishii Y, H Mihara. 1991. Process for the production of dried earthworm powder and antihyperlipemic, antidiabetic, antihypertensive and antihypotensive preparations containing dried earthworm powder as active ingredient. US Patent 5,024,844. Ishii Y, H Mihara. 1992. Process for the production of dried earthworm powder and antihyperlipemic, antidiabetic, antihypertensive and antihypotensive preparations containing dried earthworm powder as active ingredient. US Patent 5,128,148. Ishii Y, H Mihara, LM Ho, G Kimura. 1993. thrombosis. US Patent 5,186,944.
Therapeutic medicament for
Jin L, H Jin, G Zhang, G Xu. 2000. Changes in coagulation and tissue plasminogen activator after the treatment of cerebral infarction with lumbrokinase. Clin Hemorheol Microcir 23:213-218. Junyu C, S Deyi, G Qingzhu. 2002. Production process of edible earthworm powder and hydrolysate. China Patent 1349766. Katzung BG. 2002. Farmakologi: Dasar dan Klinik. Ed. Ke-8. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penerjemah. Jakarta: Salemba Medika. Terjemahan dari : Basic and Clinical Pharmacology. Hlm 389-405. Kim YS, KM Pyo, BS Hahn, KY Yang, HS Yun-Choi. 1998. Dose dependency of earthworm powder on antithrombotic and fibrinolytic effects. Arch Pharm Res 21:374-377. Kim SH, NS Choi. 1999. Electrophoretic analysis of protease inhibitors in fibrin zymography. Anal Biochem 270:179-181. Kim JS, JK Kang, HC Chang, M Lee, GS Kim, DK Lee, ST Kim, M Kim, S Park. 1993. The trombolytic effect of lumbrokinase is not as potent as urokinase in a rabbit cerebral embolism model. J Kor Med Sci 8:117-120. Kleiner DE, WG Stetler-Stevenson. 1994. Quantitative zymography : detection of picogram quatities of gelatinases. Anal Biochem 218:325-329. Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of the heat of bacteriophage T4. Nature 227:680-685. Lassegues M, P Roch, P Valembois. 1989. Antibacterial activity of Eisenia fetida andrei coelomic fluid: evidence, induction and animal protection. J Invertebr Pathol 53:1-6. Liota L, WG Stetler-Stevenson. 1990. Cancer Biology. Chemicon Intl Inc.
59
Mihara H, H Sumi, T Yoneta, H Mizumoto, R Ikeda, M Seiki, M Maruyama. 1991. A novel fibrinolytic enzyme extracted from the earthworm Lumbricus rubellus. Japan J Physiol 41:461-472 Milochau A, M Lassegues, P Valembois. 1997. Purification, characterization and activities of two hemolytic and antibacterial proteins from coelomic fluid of the annelid Eisenia. Acta Biochim Biophys 1337:123-132. Minnich J 1977. The Earthworm Book: How to Raise and Use Earthworms for Your Farm and Garden. London: Rodale Pr. Emmaus. Hal 23. Mycek MJ, RA Harvey, PC Champe, BD Fisher. 2001. Farmakologi: Ulasan Bergambar.Ed. ke-2. Agoes A, penerjemah; Hartanto H, editor. Jakarta: Widya Medika. Terjemahan : Lippincott’s Reviews: Pharmacology. Hal. 203 205. Nakajima N, H Mihara, H Sumi. 1993. Characterization of potent fibrinolytic enzymes in earthworm, Lumbricus rubellus. Biosci Biotechnol Biochem 57:1726-1730 Nakajima N, K Ishihara, M Sugimoto, H Sumi, K Mikuni, H Hamada. 1996. Chemical modification of earthworm fibrinolytic enzyme with human serum albumin fragment and characterization of the protease as a therapeutic enzyme. Biosci Biotechnol Biochem 60:293-300. Nakajima N, M Sugimoto, K Ishihara. 2000. Stable earthworm serine proteases: application of the protease function and usefulness of the earthworm autolysate. J Biosci Bioeng 90:174-179. Nakajima N, K Ishihara, M Sugimoto, T Nakahara, H Tsuji. 2002. Further stabilization of earthworm serine protease by chemical modification and immobilization. J Biosci Biotechnol Biochem 66:2739-2742. Ovianto E. 2004. Uji aktivitas tepung cacing tanah Lumbricus rubellus secara in vitro dan evaluasi pengaruhnya terhadap beberapa parameter aterosklerosis pada monyet ekor panjang Macaca fascicularis sehat. Skripsi. Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Palmer T. 1991. Understanding Enzymes 3rd Ed. New York: Ellis Horwood. Hlm 301-306. Palungkun R. 1999. Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal 5-20. Park YD, JW Kim, BG Min, JW Seo, JM Jeong. 1998. Rapid purification and biochemical characteristics of lumbrokinase III from earthworm for use as a fibrinolytic agent. Biotechnol Lett 20:169-172.
60
Pingoud A, C Urbanke, J Hogget, A Jeltsch. 2002. Biochemical Methods: A Concise Guide for Students and Researchers. Wiley-VCH Verlag GmbH. Weinheim. Rao MB, AM Tanksale, MS Ghatge, VV Deshpande. 1998. Molecular and biotechnological aspects of microbial proteases. Microb Mol Biol Rev 62:1092-2172. Ryu GH, DK Han, S Park, M Kim, YH Kim, B Min. 1995. Surface characteristics and properties of lumbrokinase-immobilized polyurethane. J Biomed Mater Res 29:403-409. Ryu GH, S Park, M Kim, DK Han, YH Kim, B Min. 1994. Antithrombogenicity of lumbrokinase-immobized polyurethane. J Biomed Mater Res 28:1069-1077. Rukmana R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Yogyakarta: Kanisius. Hal 14-20. Sadikin M. 2001. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika. Hlm 77-83. Scopes RK. 1986. Protein Purification Principles and Practice. 2nd ed. SpringerVerlag. New York. Seo JH, SP Lee. 2004. Production of fibrinolytic enzyme from soybean grits fermented by Bacillus firmus NA-1. J Med Food 7(4):442-449. Sturzenbaum SR, P Kille, AJ Morgan. 1998. The identification, cloning and characterization earthworm metallothionein. FEBS Lett 431:437-442. Subandrio ERK. 2004. Uji Aktivitas Fibrinolitik Ekstrak Protein Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) Secara In Vitro dan In Vivo Terhadap Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Skripsi. Fateta. IPB. Suhartono MT. 2000. Protease. Orasi Ilmiah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. IPB. Suhartono MT. 1992. Protease. IPB PAU Bioteknologi. Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor. IPB PAU Bioteknologi. Syam AF. 2002. Gangguan Penyakit di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Akibat Kekurangan Serat. Seminar Ilmiah Pro dan Kontra Manfaat Serat Bagi Kesehatan. 20 April 2002. Hotel Borobudur, Jakarta. Tjay TH, K Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Ed. Ke-5. Elex Media Komputindo. Jakarta. Hal. 572-582. Wang F, C Wang, M Li, L Gui, J Zhang, W Chang. 2003. Purification, characterization and crystallization of a group of earthworm
61
fibrinolytic enzymes from Eisenia fetida. Biotechnol Lett 25:1105-1109. Ward OP. 1983. Proteinases. Di dalam Fogarty WM. Microbial Enzyme and Biotechnology. Appl Biosci Publ. New York. Yan QL, ZJ Sun, C Wang, SJ Lie, Yz Liu. 2004. Purification of a novel antibacterial short peptide in earthworm Eisenia foetida. Acta Biochim Biophys Sinica 36(4):297-302. Yanti. 2003. Pemurnian dan Karakterisasi Protease Cacing Tanah Lumbricus rubellus Yang Bersifat Fibrinolitik. Tesis. Ilmu Pangan. Program Pascasarjana, IPB. Yokoigawa K, K Tanizawa, K Soda. 1991. Chemical modification of urokinase with human serum albumin fragments. Agric Biol Chem 53:2887-2893.
62
Lampiran 1. Diagram alir pemurnian enzim serupa tripsin dari L. rubellus Tepung cacing (10% b/v) diekstraksi dalam 0,05 M bufer fosfat pH 8,0 (24 jam, 0oC)
disentrifus 12000 g, 30 menit, 4oC
ekstrak enzim presipitasi dengan amonium sulfat (65%) disentrifus 12000 g, 30 menit, 4oC pelet diresuspensi dalam 0,05 M bufer fosfat pH 8,0 disentrifus 2000 g, 10 menit, 4oC
dialisis (cut-off 12 kD) disaring (0,45 µm) dan diliofilisasi Kolom Gel Filtrasi dengan Matriks Sephadex G100, eluen 50 mM bufer fosfat pH 8,0; 0,15 M NaCl disaring (0,45 µm) dan diliofilisasi Kolom Hitrap Benzamidine FF Eluen 0,05 M Tris HCl, 0,5 M NaCl, pH 7,4 Liofilisasi
63
Lampiran 2. Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk SDS-PAGE Pereaksi
Gel Pemisah 10% (µ µl)
Gel penahan 4% (µ µl)
Larutan A
1670
670
Larutan B
1580
-
Larutan C
-
1250
Akuabides
1750
3000
Amonium persulfat
100
50
TEMED*
10
5
5000
5000
*TEMED = N, N, N’, N’ -tetramethylenediamine Lampiran 3. Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk zimografi Pereaksi
Gel Pemisah (10%) (µl)
Gel Penahan (4%) (µl)
Fibrin
Kasein
Larutan A
1670
1670
670
Larutan B
1580
1580
-
Bovine fibrinogen 0,1% b/v
1000
-
-
Bovine Thrombin 10 NIH/ml
100
-
-
Kasein 1%
-
1500
-
Larutan C
-
-
1250
Akuabides
650
250
3000
Amonium persulfat 10% b/v
100
100
50
TEMED
10
10
5
5000
5000
5000
Total
64
Lampiran 4. Karakteristik kolom Hitrap Benzamidine FF Dimensi kolom (i.d x h)
0,7 x 2,5 cm
Volume
1 ml
Ligan
p-aminobenzamidin (pABA)
Spacer
14 atom
Konsentrasi ligan
>= 12 mmol pABA/ml gel
Kapasitas pengikatan
>= 35 mg tripsin/ml gel
Rata-rata ukuran partikel
90 mm
Struktur butiran
Ikatan silang agarosa, 4%
Tekanan balik maksimum
0,3 MPa, 3 bar
Laju alir (disarankan)
1 ml/menit
Laju alir maksimum
4 ml/menit
Stabilitas kimia
Semua larutan bufer yang umum digunakan
Stabilitas pH jangka pendek
1 –9
jangka panjang
2-8
Suhu penyimpanan
+4 hingga +8oC
Bufer penyimpanan
0,05 M bufer asetat, pH 4 (mengandung 20% etanol)
65
Lampiran 5. Prosedur pembuatan pereaksi kimia Pereaksi untuk analisis aktivitas enzim dan kadar protein
••
Kasein Hammarsten 2% b/v Sebanyak 1 g kasein ditimbang dan dilarutkan dalam 40 ml bufer fosfat 50 mM pH 8,0. Kekeruhan larutan dihilangkan dengan penambahan NaOH 1 M lalu diatur hingga pH 8,0 dengan penambahan HCl 1 M. Kemudian ditera dengan akuades hingga total volume 50 ml.
••
Tirosin 5 mM Tirosin sejumlah 0,0453 g dilarutkan dalam 40 ml akuades dan ditambahkan NaOH 1 M hingga larut, pH diatur hingga pH 8,0 dengan penambahan HCl 1 M. Kemudian ditera dengan akuades hingga volume total 50 ml.
••
TCA 0,1 M Larutan stok TCA 1 M dibuat dengan melarutkan 16,339 g TCA dalam 100 ml akuades. Larutan kerja TCA 0,1 M dibuat dengan mengencerkan 10 ml larutan stok TCA 1 M dengan akuades hingga total volume 100 ml.
••
Na2CO3 0,4 M Sebanyak 4,2397 g Na2CO3 dilarutkan dalam 100 ml akuades.
••
Pereaksi Folin-Ciocalteau (1:2) Pereaksi Folin-Ciocalteau sebanyak 10 ml diencerkan dengan akuades hingga total volume 30 ml.
••
Pereaksi Bradford Larutan stok Bradford dibuat dengan melarutkan 0,1 g Coomasie Brilliant Blue G-250 dalam 50 ml etanol 95% v/v dan 100 ml asam fosfat 85% v/v, lalu ditera dengan akuades hingga volume 200 ml. Larutan kerja Bradford dibuat dengan mengencerkan 5 ml larutan stok Bradford dengan akuades hingga total volume 100 ml.
Pereaksi untuk analisis SDS-PAGE dan zimografi
••
Larutan A (30% b/v akrilamida; 0,8% b/v bis-akrilamida) Akrilamida sebanyak 14,6 g dan 0,4 g bis-akrilamida dilarutkan dalam 50 ml akuades dan diaduk hingga larut homogen.
66
••
Larutan B (bufer gel pemisah, Tris-HCl 2 M pH 8,8) Sebanyak 75 ml larutan Tris-HCl pH 8,8 dan 4 ml larutan SDS 10% b/v ditera dengan akuades hingga total volume 100 ml.
••
Larutan C (bufer gel penahan Tris-HCl 1 M pH 6,8) Larutan Tris-HCl pH 6,8 sebanyak 50 ml dan 4 ml larutan SDS 10% b/v ditera dengan akuades hingga total volume 100 ml.
••
Amonium persulfat 10% b/v Amonium persulfat sebanyak 0,1 g dilarutkan dalam satu ml akuades.
••
Bufer elektroforesis Sebanyak 1,803 g Tris; 8,648 g glisin dan 0,6 g SDS dilarutkan dalam 600 ml akuades lalu ditera dengan HCl 1 M hingga pH 8,3.
••
Bufer sampel Bufer sampel untuk SDS-PAGE tersusun atas 0,3 ml Tris-HCl 1 M pH 6,8; 2,5 ml gliserol 50% v/v; 1,0 ml SDS 10% b/v; 0,25 ml 2-merkaptoetanol; 0,5 ml bromfenol blue 1% b/v; dan 0,45 ml akuabides dengan total volume 5,0 ml. Sedangkan bufer sampel untuk zimografi tersusun atas 0,5 g SDS; 1 ml gliserol 50% v/v; 1 ml bromfenol blue; 0,625 ml Tris-HCl 1 M pH 6,8 dan 2,375 akuabides dengan total volume 5,0 ml.
••
Larutan fiksasi Sebanyak 25 ml metanol dan 12 ml asam asetat dilarutkan akuabidestilata sehingga volume 100 ml.
••
Larutan enhancer Sebanyak 0,1 g Na2S2O3.5 H2O dilarutkan dalam 500 ml akuabidestilata.
••
Larutan perak nitrat Sebanyak 0,4 g AgNO3 dan 70 µl formaldehid dilarutkan dalam 200 ml akuabidestilata.
••
Larutan Na2CO3-formaldehid Sebanyak 15 g Na2CO3 dan 120 µl formaldehid dilarutkan dalam 250 ml akuabidestilata.
67
••
Larutan pewarna Sebanyak 0,5 g Coomasie Brilliant Blue R-250 dilarutkan dalam campuran 225 ml metanol, 50 ml asam asetat glasial dan 225 ml akuades dengan total volume 500 ml.
••
Larutan peluntur Larutan peluntur tersusun atas 50 ml metanol, 50 ml asam asetat glasial dan 400 ml akuades dengan total volume 500 ml.
••
Triton X-100 2,5% v/v Larutan Triton X-100 sebanyak 2,5 ml dilarutkan dengan akuades hingga total volume 100 ml.
••
Tween 20 2,5% v/v Sebanyak 2,5 ml Tween 20 diencerkan dengan akuades hingga total volume 100 ml.
••
Fibrinogen 0,1% b/v Bovine fibrinogen sejumlah 0,01 g dilarutkan dalam 10 ml bufer Tris-HCl 50 mM pH 8,0.
••
Fibrinogen 0,5% b/v Sebanyak 0,25 g bovine fibrinogen dilarutkan dalam 50 ml bufer Tris-HCl 50 mM pH 8,0.
••
Trombin 50 NIH Sebanyak 25 ml bovine thrombin 2000 NIH diencerkan dengan 975 µl bufer Tris-HCl 50 mM pH 8,0.
••
2 M Tris-HCl (pH 8,8), 100 ml Timbang 24,2 g Tris, ditambahkan 50 ml air destilata. HCl pekat ditambahkan hingga pH 8,8 (± 4 ml). Volume ditepatkan hingga 100 ml.
••
1 M Tris-HCl (pH 6,8), 100 ml Timbang 12,1 g Tris, ditambahkan 50 ml air destilata. HCl pekat ditambahkan hingga pH 6,8 (± 8 ml). Volume ditepatkan hingga 100 ml.
68
Lampiran 6 Teknik pengembangan dan pengemasan matriks Sephadex G100
•• •• ••
Waktu pengembangan 72 jam suhu 20oC atau 5 jam pada suhu 90oC. Pengembangan matriks Sephadex G100 (Amersham) adalah 15-20 ml/g Tinggi kolom 40 cm dengan diameter 1 cm maka volume kolom adalah = (22/7)(0,5)2(40) = 32 ml. Sehingga matriks yang harus ditimbang adalah 32/15 = 2,14 g.
Untuk mengantisipasi hilangnya matriks setelah pencucian, dalam
perhitungan ditambahkan sebanyak ±10% dari perhitungan awal.
••
Matriks Sephadex G100 dikembangkan dalam air bebas ion dan setelah mengembang sempurna, dicuci dengan penggantian air perendam sehingga tidak ada partikel-partikel kecil yang dapat menyebabkan penyumbatan kolom.
••
Matriks dihilangkan udaranya dengan pompa vakum
Pengemasan matriks Sephadex G100
••
Tutup bawah kolom dipasang dan selang pengeluaran ditutup, kemudian kolom diisi dengan air hingga sedikit merendam batas bawah kolom.
••
Matriks yang telah divakum dan diaduk perlahan sehingga berupa suspensi kental dimasukkan ke dalam kolom dengan cara melalukannya melalui batang pengaduk yang ditempelkan pada dinding kolom.
•• ••
Pengemasan sebaiknya dilakukan dalam satu kali penuangan matriks. Setelah semua matriks masuk ke dalam kolom, selang dibuka dan matriks dibiarkan memadat. Selama itu matriks harus dijaga agar tidak kering dengan penambahan bufer yang akan digunakan dalam separasi.
••
Setelah matriks memadat, kolom dicuci dengan bufer yang digunakan sebanyak 2-3 kali volume kolom.
••
Kolom siap digunakan untuk separasi protein enzim.
69
Lampiran 7 Kurva standar Bradford 0.350 0.300 y = 0.0003x + 0.0159
absorbansi
0.250
2
R = 0.9935
0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 1000 1100
[protein]( g/ml)
70
Lampiran 8 Kurva standar zimogram 10%
Kurva standar zimogram 10% 1.2
Log BM
1 0.8 0.6
y = -1.0193x + 5.1961 2 R = 0.9964
0.4 0.2 0 4
4.2
4.4
4.6
4.8
5
Rf
71
Lampiran 9 Kristal struktur komponen A enzim fibrinolitik dari E. fetida HEADER HYDROLASE 29-JUL-02 XXXX TITLE CRYSTAL STRUCTURE OF EARTHWORM FIBRINOLYTIC ENZYME TITLE 2 COMPONENT A FROM EISENIA FETIDA COMPND EARTHWORM FIBRINOLYTIC ENZYME(E.C.3.4.21.-) KEYWDS HYDROLASE, SERINE PROTEASE (ELASTASE-LIKE), FIBRINOLYTIC KEYWDS 2 ENZYME EXPDTA X-RAY DIFFRACTION AUTHOR W.CHANG, D.LIANG, Y.TANG JRNL AUTH Y.TANG, D.LIANG, T.JIANG, J.ZHANG, L.GUI, W.CHANG JRNL TITL CRYSTAL STRUCTURE OF EARTHWORM FIBRINOLYTIC ENZYME JRNL TITL 2 COMPONENT A: REVEALING THE STRUCTURAL DETERMINANTS JRNL TITL 3 OF ITS DUAL FIBRINOLYTIC ACTIVITY. JRNL REF J.MOL.BIOL. V. 321 57 2002 JRNL REFN ASTM JMOBAK UK ISSN 0022-2836 REMARK 1 REMARK 1 REFERENCE 1 REMARK 1 AUTH Y.TANG, J.ZHANG, L.GUI, C.WU, R.FAN, W.CHANG, REMARK 1 AUTH 2 D.LIANG REMARK 1 TITL CRYSTALLIZATION AND PRELIMINARY X-RAY ANALYSIS OF REMARK 1 TITL 2 EARTHWORM FIBRINOLYTIC ENZYME COMPONENT A FROM REMARK 1 TITL 3 EISENIA FETIDA REMARK 1 REF ACTA CRYSTALLOGR., SECT.D V. 56 1659 2000 REMARK 1 REFN ASTM ABCRE6 DK ISSN 0907-4449 REMARK 1 REFERENCE 2 REMARK 1 AUTH B.S.HARTLEY, D.M.SHOTTON REMARK 1 TITL PANCREATIC ELASTASE REMARK 1 REF THE ENZYMES,VOLUME III 323 1971 REMARK 1 REFN ISSN 0-12-122711-1 SEQRES 1 A 241 VAL ILE GLY GLY THR ASN ALA SER PRO GLY GLU PHE PRO SEQRES 2 A 241 TRP GLN LEU SER GLN GLN ARG GLN SER GLY SER TRP SER SEQRES 3 A 241 HIS SER CYS GLY ALA SER LEU LEU SER SER THR SER ALA SEQRES 4 A 241 LEU SER ALA SER HIS CYS VAL ASP GLY VAL LEU PRO ASN SEQRES 5 A 241 ASN ILE ARG VAL ILE ALA GLY LEU TRP GLN GLN SER ASP SEQRES 6 A 241 THR SER GLY THR GLN THR ALA ASN VAL ASP SER TYR THR SEQRES 7 A 241 MET HIS GLU ASN TYR GLY ALA GLY THR ALA SER TYR SER SEQRES 8 A 241 ASN ASP ILE ALA ILE LEU HIS LEU ALA THR SER ILE SER SEQRES 9 A 241 LEU GLY GLY ASN ILE GLN ALA ALA VAL LEU PRO ALA ASN SEQRES 10 A 241 ASN ASN ASN ASP TYR ALA GLY THR THR CYS VAL ILE SER SEQRES 11 A 241 GLY TRP GLY ARG THR ASP GLY THR ASN ASN LEU PRO ASP SEQRES 12 A 241 ILE LEU GLN LYS SER SER ILE PRO VAL ILE THR THR ALA SEQRES 13 A 241 GLN CYS THR ALA ALA MET VAL GLY VAL GLY GLY ALA ASN SEQRES 14 A 241 ILE TRP ASP ASN HIS ILE CYS VAL GLN ASP PRO ALA GLY SEQRES 15 A 241 ASN THR GLY ALA CYS ASN GLY ASP SER GLY GLY PRO LEU SEQRES 16 A 241 ASN CYS PRO ASP GLY GLY THR ARG VAL VAL GLY VAL THR SEQRES 17 A 241 SER TRP VAL VAL SER SER GLY LEU GLY ALA CYS LEU PRO SEQRES 18 A 241 ASP TYR PRO SER VAL TYR THR ARG VAL SER ALA TYR LEU SEQRES 19 A 241 GLY TRP ILE GLY ASP ASN SER SEQRES 1 B 241 VAL ILE GLY GLY THR ASN ALA SER PRO GLY GLU PHE PRO SEQRES 2 B 241 TRP GLN LEU SER GLN GLN ARG GLN SER GLY SER TRP SER SEQRES 3 B 241 HIS SER CYS GLY ALA SER LEU LEU SER SER THR SER ALA SEQRES 4 B 241 LEU SER ALA SER HIS CYS VAL ASP GLY VAL LEU PRO ASN SEQRES 5 B 241 ASN ILE ARG VAL ILE ALA GLY LEU TRP GLN GLN SER ASP SEQRES 6 B 241 THR SER GLY THR GLN THR ALA ASN VAL ASP SER TYR THR SEQRES 7 B 241 MET HIS GLU ASN TYR GLY ALA GLY THR ALA SER TYR SER SEQRES 8 B 241 ASN ASP ILE ALA ILE LEU HIS LEU ALA THR SER ILE SER
72
SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES SEQRES FORMUL HELIX HELIX HELIX HELIX HELIX HELIX HELIX HELIX HELIX HELIX HELIX HELIX SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2
B B B B B B B B B B B C C C C C C C C C C C C C C C C C C C
241 LEU GLY GLY ASN ILE GLN ALA ALA 241 ASN ASN ASN ASP TYR ALA GLY THR 241 GLY TRP GLY ARG THR ASP GLY THR 241 ILE LEU GLN LYS SER SER ILE PRO 241 GLN CYS THR ALA ALA MET VAL GLY 241 ILE TRP ASP ASN HIS ILE CYS VAL 241 ASN THR GLY ALA CYS ASN GLY ASP 241 ASN CYS PRO ASP GLY GLY THR ARG 241 SER TRP VAL VAL SER SER GLY LEU 241 ASP TYR PRO SER VAL TYR THR ARG 241 GLY TRP ILE GLY ASP ASN SER 241 VAL ILE GLY GLY THR ASN ALA SER 241 TRP GLN LEU SER GLN GLN ARG GLN 241 HIS SER CYS GLY ALA SER LEU LEU 241 LEU SER ALA SER HIS CYS VAL ASP 241 ASN ILE ARG VAL ILE ALA GLY LEU 241 THR SER GLY THR GLN THR ALA ASN 241 MET HIS GLU ASN TYR GLY ALA GLY 241 ASN ASP ILE ALA ILE LEU HIS LEU 241 LEU GLY GLY ASN ILE GLN ALA ALA 241 ASN ASN ASN ASP TYR ALA GLY THR 241 GLY TRP GLY ARG THR ASP GLY THR 241 ILE LEU GLN LYS SER SER ILE PRO 241 GLN CYS THR ALA ALA MET VAL GLY 241 ILE TRP ASP ASN HIS ILE CYS VAL 241 ASN THR GLY ALA CYS ASN GLY ASP 241 ASN CYS PRO ASP GLY GLY THR ARG 241 SER TRP VAL VAL SER SER GLY LEU 241 ASP TYR PRO SER VAL TYR THR ARG 241 GLY TRP ILE GLY ASP ASN SER HOH *278(H2 O1) 1 ALA A 55 ASP A 60 1 2 LEU A 60C ASN A 62 5 3 THR A 164 VAL A 173 1 4 TYR A 234 SER A 242 1 5 ALA B 55 ASP B 60 1 6 LEU B 60C ASN B 62 5 7 THR B 164 VAL B 173 1 8 TYR B 234 SER B 242 1 9 ALA C 55 ASP C 60 1 10 LEU C 60C ASN C 62 5 11 THR C 164 MET C 172 1 12 TYR C 234 SER C 242 1 A 7 THR A 20 ASN A 21 0 A 7 GLN A 156 PRO A 161 -1 O LYS A A 7 THR A 135 GLY A 140 -1 O CYS A A 7 PRO A 198 PRO A 202 -1 O PRO A A 7 THR A 207 TRP A 215 -1 O ARG A A 7 SER A 226 ARG A 230 -1 N VAL A A 7 HIS A 180 VAL A 183 -1 N ILE A B 7 GLN A 30 GLN A 36 0 B 7 TRP A 38B LEU A 46 -1 O SER A B 7 SER A 51 SER A 54 -1 N LEU A B 7 ALA A 104 LEU A 108 -1 O ALA A B 7 GLN A 81 MET A 90 -1 N ASP A B 7 ILE A 64 ALA A 68 -1 O ILE A B 7 GLN A 30 GLN A 36 -1 O SER A C 8 THR B 20 ASN B 21 0 C 8 GLN B 156 ILE B 163 -1 O LYS B
VAL THR ASN VAL VAL GLN SER VAL GLY VAL
LEU CYS ASN ILE GLY ASP GLY VAL ALA SER
PRO VAL LEU THR GLY PRO GLY GLY CYS ALA
ALA ILE PRO THR ALA ALA PRO VAL LEU TYR
ASN SER ASP ALA ASN GLY LEU THR PRO LEU
PRO SER SER GLY TRP VAL THR ALA VAL THR ASN VAL VAL GLN SER VAL GLY VAL
GLY GLY SER VAL GLN ASP ALA THR LEU CYS ASN ILE GLY ASP GLY VAL ALA SER
GLU SER THR LEU GLN SER SER SER PRO VAL LEU THR GLY PRO GLY GLY CYS ALA
PHE TRP SER PRO SER TYR TYR ILE ALA ILE PRO THR ALA ALA PRO VAL LEU TYR
PRO SER ALA ASN ASP THR SER SER ASN SER ASP ALA ASN GLY LEU THR PRO LEU
6 3 10 9 6 3 10 9 6 3 9 9 157 136 198 208 227 181
N N N N O O
THR ILE SER CYS TRP TYR
A A A A A A
20 160 139 201 215 228
39 53 104 86 64 32
N O N O N N
ARG SER SER HIS VAL ILE
A 35 A 45 A 54 A 107 A 85 A 67
157
N
THR B
20
73
SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SHEET SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND SSBOND
3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
C C C C C C D D D D D D D E E E E E E E F F F F F F F CYS CYS CYS CYS CYS CYS CYS CYS CYS CYS CYS CYS
8 8 8 8 8 8 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 A A A A B B B B C C C C
THR B PRO B THR B SER B HIS B GLN B GLN B TRP B SER B ALA B GLN B ILE B GLN B THR C GLN C THR C PRO C THR C SER C HIS C GLN C TRP C SER C ALA C GLN C ILE C GLN C 42 136 168 191 42 136 168 191 42 136 168 191
135 GLY 198 PRO 207 TRP 226 ARG 180 VAL 156 ILE 30 GLN 38B LEU 51 SER 104 LEU 81 MET 64 ALA 30 GLN 20 ASN 156 PRO 135 GLY 198 PRO 207 TRP 226 ARG 180 VAL 30 GLN 38B LEU 51 SER 104 LEU 81 MET 64 ALA 30 GLN CYS A CYS A CYS A CYS A CYS B CYS B CYS B CYS B CYS C CYS C CYS C CYS C
B B B B B B B B B B B B B C C C C C C C C C C C C C C
140 202 215 230 183 163 36 46 54 108 90 68 36 21 161 140 202 215 230 183 36 46 54 108 90 68 36 58 201 182 220 58 201 182 220 58 201 182 220
-1 -1 -1 -1 -1 -1 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1
O O N N N N
CYS PRO ARG VAL ILE ILE
B B B B B B
136 198 208 227 181 163
N N O O O O
ILE SER CYS TRP TYR CYS
B B B B B B
160 139 201 215 228 182
O N O N O O
SER LEU ALA ASP ILE SER
B 39 B 53 B 104 B 86 B 64 B 32
N O N O N N
ARG SER SER HIS VAL ILE
B 35 B 45 B 54 B 107 B 85 B 67
O O O N N N
LYS CYS PRO ARG VAL ILE
C C C C C C
157 136 198 208 227 181
N N N O O O
THR ILE SER CYS TRP TYR
C C C C C C
O N O N O N
SER LEU ALA ASP ILE SER
C 39 C 53 C 104 C 86 C 64 C 32
N O N O N O
ARG SER SER HIS VAL ILE
C 35 C 45 C 54 C 107 C 85 C 67
20 160 139 201 215 228
74
Lampiran 10 Metode seleksi awal enzim fibrinolitik pada media agar fibrin • Dibuat larutan agar 1,6% dengan cara melarutkan agar dalam air sambil dipanaskan • Substrat fibrin dilarutkan dalam 0,05 M bufer fosfat pH 8,0 hingga konsentrasi 4% • Larutan agar 1,6% dan substrat fibrin 4% dicampurkan dengan perbandingan 1 : 1 dan segera dituang ke cawan petri • Setelah agar memadat, dibuat lubang sumur dengan diameter 4 – 5 mm. • Setiap lubang sumur diisi dengan 10 – 15 µl ekstrak enzim yang akan diuji lalu diinkubasi pada suhu optimumnya selama 3 jam • Setelah inkubasi, media agar-fibrin tersebut diwarnai dengan larutan staining selama 15 menit lalu dibilas dengan larutan destaining hingga terlihat halo disekeliling sumur.
75