KARAKTERISASI AKTIVITAS DIALISAT ENZIM PROTEASE FIBRINOLITIK DARI CACING TANAH (Eisenia foetida) GALUR LOKAL
ALFONSUS ANGKY
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK
ALFONSUS ANGKY. Karakterisasi Aktivitas Dialisat Enzim Protease Fibrinolitik dari Cacing Tanah (Eisenia foetida) Galur Lokal. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan DONDIN SAJUTHI. Obat trombolitik yang beredar di pasaran saat ini umumnya diberikan secara intravena dan harganya sangat mahal. Cacing tanah, di beberapa negara Asia Timur, digunakan untuk memperlancar peredaran darah dan mengobati pecahnya pembuluh darah. Eisenia foetida galur lokal belum pernah diteliti aktivitas enzim lumbrokinasenya sebagai obat trombolitik. Penelitian bertujuan mengarakterisasi aktivitas enzim dan spesifisitas enzim tersebut terhadap fibrin. Enzim dimurnikan melalui tahap-tahap presipitasi, dialisis, dan fraksinasi kromatografi kolom. Pengukuran aktivitas dialisat enzim menghasilkan nilai aktivitas enzim tertinggi pada inkubasi selama 10 menit pada suhu 60°C dan pH 8 dengan aktivitas protease sebesar 0.239 U/mL. Pengukuran menggunakan spektrofotometer menunjukkan dialisat enzim dapat melarutkan fibrin hingga 30.9% dibandingkan terhadap blanko. Kondisi saat pengukuran aktivitas fibrinolitik adalah inkubasi 10 menit pada suhu 60°C dan pH 8. Bobot molekul masing-masing sampel pada tiap tahap purifikasi berkisar antara 25.200-29.318 kD. Konsentrasi protein tertinggi diperoleh pada dialisat, yaitu sebesar 1.74 mg/mL. Dialisat yang dihasilkan memiliki kemurnian protein 72.28 % lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar.
ABSTRACT
ALFONSUS ANGKY. Activity Characterization of Local Strain Earthworm (Eisenia foetida) Fibrinolytic Protease Enzyme. Under the direction of SULISTIYANI and DONDIN SAJUTHI. Commercially available thrombolytic drugs were usually administered intraveously and priced above consumer resources. Earthworm, in several Eastern Asia countries, was known for its thrombolytic properties. Its herbal drug had been used to increase blood flow and to treat leakage in blood vessel. Thrombolytical properties of fibrinolytic protease (lumbrokinase) enzyme from local strain Eisenia foetida had never been reported. This research was purposed to characterize its enzyme activity and its specificity to fibrin as substrate. Enzyme was purified through precipitation, dialysis, and column chromatography fractionation. The highest protease activity was obtained when the dialysate sample was incubated for 10 minutes in pH 8 at 60°C which activity was 0.239 U m . Spectrophotometry based analysis showed that lumbrokinase was able to degrade fibrin up to 30.9% compared to sample without enzyme addition. Working condition to obtain fibrinolytic activity was 10 minutes incubation in pH 8 at 60°C. Lumbrokinase samples electrophoresis at each step have molecular weight between 25.200 and 29.318 kD. The highest protein concentration was found in dialysate with 1.74 m m . Obtained dialysate has protein purity up to 72.28% higher than crude extract.
KARAKTERISASI AKTIVITAS DIALISAT ENZIM PROTEASE FIBRINOLITIK DARI CACING TANAH (Eisenia foetida) GALUR LOKAL
ALFONSUS ANGKY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul skripsi : Karakterisasi Aktivitas Dialisat Enzim Protease Fibrinolitik dari Cacing Tanah (Eisenia foetida) Galur Lokal Nama : Alfonsus Angky NRP : G84051632
Disetujui Komisi Pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D. Ketua
Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.Sc, Ph.D. Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc. Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Mahakuasa atas rahmatNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Karakterisasi Aktivitas Dialisat Enzim Protease Fibrinolitik dari Cacing Tanah (Eisenia foetida) Galur Lokal yang penelitiannya dilakukan di laboratorium Biokimia, Pusat Studi Satwa Primata-LPPM, Bogor. Penulis berterima kasih kepada drh. Sulistiyani, M.Sc, Ph.D sebagai pembimbing utama dan Prof. drh. Dondin Sajuthi, M.Sc, Ph.D sebagai pemberi usul dan pembimbing anggota. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua staf Pusat Studi Satwa Primata IPB, ibu Irma H. Suparto, bapak Hendra Adijuwana, M.Sc, ibu Nena, dan sdr Willy Praira yang telah banyak membantu selama penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada kedua orang tua penulis dan sdri Nurani Pertiwi yang telah memberi semangat, kepada temanteman Biokimia 42, dan teman-teman di Perwira 45. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini. Penulis juga mohon bantuan serta kritik yang membangun di masa mendatang. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk pengembangan obat trombolitik yang lebih ekonomis.
Bogor, Juni 2011
Alfonsus Angky
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 1986 dari ayah Fransicus Xaverius Isdhianto Hermawanputra dan ibu Jeannette Yulianita. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Don Bosco II Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Pemilihan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih mayor Biokimia dari departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan minor Pengolahan Pangan dari departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di PT Indolakto, Cicurug, Sukabumi selama bulan Juli sampai dengan Agustus 2008 dan menulis laporan ilmiah berjudul Penentuan Titik Kritis pada Proses Produksi Susu Kental Manis. Disamping itu penulis aktif menjadi asisten laboratorium Fisika TPB tahun ajaran 2006/2007. Organisasi nonpendidikan yang pernah diikuti oleh penulis, antara lain sebagai Bendahara Keluarga Mahasiswa Katolik IPB tahun 2006/2007 dan Ketua Keluarga Mahasiswa Katolik IPB tahun 2007/2008. Pengalaman kepanitiaan lain, antara lain Panitia Natal Bersama tahun 2006, Komisi Disiplin Masa Perkenalan Departemen Biokimia (2007), Ketua Reuni Akbar Mahasiswa Katolik IPB angkatan 1-40 (2009).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 TINJAUAN PUSTAKA Cacing Eisenia foetida ............................................................................. Protease Cacing ....................................................................................... Mekanisme Koagulasi Darah ................................................................... Enzim Protease Fibrinolisis dan Obat Trombolitik ................................... Pemurnian Enzim .................................................................................... Elektroforesis ........................................................................................... Pengukuran Aktivitas dan Spesifisitas Enzim ...........................................
1 2 2 4 5 6 7
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ........................................................................................ 7 Metode .................................................................................................... 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Purifikasi Ekstrak Enzim.............................................................. 9 Karakterisasi Enzim ................................................................................. 11 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................. 15 Saran ....................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15 LAMPIRAN ..................................................................................................... 18
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Cacing tanah E. foetida ............................................................................... 2
2
Struktur 3 dimensi lumbrokinase ................................................................. 2
3
Pembentukan bekuan darah ......................................................................... 4
4
Fibrinolisis .................................................................................................. 6
5
Skema dialisis sampel (a) dan pengujian bebas sulfat (b) ............................. 11
6
Tabung-tabung hasil fraksinasi protein ........................................................ 11
7
Struktur karmoisin....................................................................................... 12
8
Struktur karmin ........................................................................................... 12
9
Hasil deteksi protein .................................................................................... 13
10 Hasil elektroforesis SDS-PAGE .................................................................. 14 11 Pengukuran bobot molekul .......................................................................... 14
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Rancangan penelitian .................................................................................. 19
2
Daftar faktor pembekuan darah ................................................................... 20
3
Pembuatan bufer-bufer ................................................................................ 21
4
Prosedur regenerasi kolom DEAE-Selulosa Sigma D6418 .......................... 22
5
Data aktivitas protease ................................................................................ 23
6
Penentuan panjang gelombang maksimum aktivitas enzim .......................... 26
7
Contoh hasil pengukuran aktivitas enzim .................................................... 29
8
Penentuan panjang gelombang maksimum aktivitas fibrinolitik................... 29
9
Kurva standar pewarna karmoisin ............................................................... 30
10 Hasil pengukuran aktivitas fibrinolitik ......................................................... 30 11 Pengukuran bobot molekul dengan PhotoCaptMW ...................................... 31 12 Prosedur pembuatan reagen Bradford .......................................................... 31 13 Penentuan kurva standar protein metode Bradford ....................................... 32 14 Penentuan konsentrasi protein ..................................................................... 35
1
PENDAHULUAN Cacing tanah dikenal sebagai hewan avertebrata yang banyak dijumpai di tanahtanah gembur. Jenis cacing tanah yang umum ditemukan, antara lain Lumbricus rubellus, Lumbricus terrestris, Eisenia foetida, dan Eisenia andrei. Cacing ini umum dipergunakan sebagai salah satu indikator kesuburan tanah, namun pemanfaatan cacing ini untuk kesehatan dan kosmetika baru dimulai akhir-akhir ini. Hewan ini secara tradisional hanya dimanfaatkan untuk makanan ternak dan umpan ikan. Beberapa negara di Asia Timur diketahui telah menggunakan ekstrak cacing tanah untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah dan pengobatan pada pecahnya pembuluh darah (Zhao et al. 2007). Penelitian dan pemahaman mengenai enzim mengalami kemajuan pesat sejak abad ke-20. Enzim merupakan protein yang disintesis di dalam sel dan dapat mempercepat reaksi termodinamika sedemikian rupa sehingga kecepatan reaksi dapat berjalan sesuai dengan proses biokimia yang dibutuhkan untuk mengatur kehidupan (Nelson & Cox 2005). Enzim digunakan pada beberapa industri, antara lain keju, sirup, bir, sari buah, gula pasir, asam amino, kertas, dan deterjen. Salah satu enzim yang banyak dimanfaatkan industri adalah protease. Protease pada cacing tanah, seperti dikemukakan oleh Charles Darwin pada tahun 1883, dapat melarutkan fibrin (Zhao et al. 2007). Ekstraksi enzim protease fibrinolitik cacing tanah diprakarsai oleh ilmuwan Jepang, Hisashi Mihara (1991). Mihara berhasil mengisolasi 6 fraksi protease tersebut dan diberi nama komersial lumbrokinase. Yanti (2003) menemukan bahwa ekstraksi menggunakan kromatografi kolom penukar anion Streamline-DEAE menghasilkan 3 fraksi protease fibrinolitik dari L. rubellus. Para peneliti dari Korea dan Cina meneliti kemungkinan penggunaan ekstrak cacing tanah sebagai suplemen pencegah penyumbatan darah dan penstabil tekanan darah. Titik berat penelitian mereka adalah penemuan senyawa aktif pada ekstrak cacing tanah. Pengembangan penelitian protease cacing tanah di Indonesia belum banyak dilakukan, terutama yang menggunakan E.foetida galur lokal. Perbedaan lokasi dan kondisi dapat mempengaruhi karakter enzim yang didapat (Liu et al. 2004). Produsen obat di Indonesia umumnya menggunakan ekstrak
kasar L. rubellus yang kemudian dikemas dan digunakan sebagai obat trombolitik dan fibrinolitik komersial. Berdasarkan data yang ada saat ini, harga obat trombolitik yang ada di pasaran relatif mahal dan pemberiannya disuntikkan secara intravena. Sebagai contoh, anistreplase dijual dengan harga £495 tiap dosisnya (Gray, et al. 2009). Lumbrokinase dari E. foetida galur lokal belum pernah ditentukan aktivitas trombolitiknya secara in vitro. Maka, tujuan penelitian ini adalah mengisolasi ekstrak enzim, memurnikan, serta menentukan untuk mengetahui aktivitas enzim secara in vitro. Aktivitas enzim digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan obat trombolitik baru. Cacing E. foetida juga diharapkan dapat menjadi substitusi L. rubellus yang telah banyak dimanfaatkan. Hipotesis penelitian ini adalah cacing E. foetida dapat menghasilkan enzim protease fibrinolitik yang dapat dikarakterisasi dan diuji secara in vitro dengan fibrin sebagai substrat. Manfaat penelitian ini adalah berdasarkan enzim yang sudah dikarakterisasi dapat menghasilkan obat trombolitik baru yang dapat diberikan per oral dan lebih ekonomis.
TINJAUAN PUSTAKA Cacing Eisenia foetida E. foetida adalah kelompok cacing tanah yang memiliki 75-165 segmen tubuh. Klitelium, atau penebalan kulit yang berfungsi sebagai organ reproduksi cacing, terletak pada segmen ke-13 dan segmen ke-17. Cacing ini berwarna merah coklat hingga ungu tua dan berbentuk gilig. E. foetida termasuk dalam dunia Eukariota, filum Coelomata, kelas Annelida, ordo Oligochaeta, famili Lumbricideae, genus Eisenia, spesies Eisenia foetida sesuai data Uniprot dengan nomor akses 6396. Motilitas cacing ini sangat tinggi seperti spesies Pheretima lainnya. Pergerakan cacing dibantu oleh seta yang berfungsi sebagai jangkar dan lendir yang dapat melicinkan lubang di dalam tanah. Lendir dihasilkan oleh kelenjar pada epidermis cacing sekaligus berfungsi sebagai alat pertahanan diri. E. foetida memiliki semacam mulut di bagian depan tubuh yang disebut prostomium. Prostomium membantu pergerakan dan sebagai jalan masuk makanan. Jika tanah yang akan ditembus terlalu keras, maka cacing akan memakan tanah sekaligus dengan unsur nutrisi dan dikeluarkan kembali sebagai humus (Agustinus 2009).
2
Lingkungan cacing dipenuhi berbagai mikrob lain seperti kapang, parasit, dan bakteri baik patogen maupun nonpatogen, tetapi cacing E. foetida tidak memiliki antibodi dalam tubuhnya. Tidak adanya antibodi menyebabkan cacing tidak dapat membuat respon imun dapatan untuk melawan mikrob. Sistem kekebalan bawaan yang dimiliki oleh spesies ini adalah berbagai jenis peptida untuk melawan bakteri (Liu et al. 2004). Ampela Kantung Klitelium Kerongkongan
Usus
serina, rantai samping karboksil aspartat dan glutamat, gugus sulfhidril sisteina, rantai samping amino lisina, dan gugus fenol tirosina (Campbell & Farrell 2006). Lumbrokinase, seperti protease serina lainnya, memiliki inhibitor yang spesifik. Contoh inhibitor yang spesifik terhadap protease serina, antara lain diisopropilfosfoflouridat (DIPF) (Campbell & Farrell 2006), aprotinin (Katzung 2006; Cho et al. 2003), fenilmetilsulfonil fluorida, N-ptorsil-L-lisina klorometil keton (TLCK), N-ptorsil-L-fenilalanina klorometil keton (TPCK), inhibitor tripsin dari kacang kedelai (SBTI), inhibitor tripsin dari kacang lima, dan leupeptin (Cho et al. 2003). Asam aminokaproat dapat berperan sebagai inhibitor fibrinolisis dengan menghambat aktivasi plasmin. Asam aminokaproat diinjeksikan secara intravena untuk mengobati perdarahan (Katzung 2006).
Gambar 1 Cacing tanah E. foetida Sumber: www.carigold.com Protease Cacing Enzim fibrinolitik cacing tanah termasuk kelompok protease serina, yang memiliki aktivitas fibrinolitik dan trombolitik kuat (Cong et al. 2001). Isolasi beberapa jenis protease E. foetida yang dilakukan sekitar tahun 1980 berhasil memurnikan dan mengemasnya dalam bentuk obat. Protease ini dapat digunakan dalam pengobatan penggumpalan darah (Wang et al. 2003; Parcell 2011). Enzim ini, seperti halnya protease serina menyerupai tripsin lain, mempunyai dua rantai. N-pyroglutamated sebagai rantai pendek dan N-glycosylated sebagai rantai panjangnya. Rantai panjang enzim ini mempunyai struktur cincin yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Struktur tersebut berupa delapan cincin yang terbentuk akibat ikatan disulfida pada dua residu sistein yang berdekatan. Kedua residu sisteina ini juga dihubungkan oleh ikatan cis-peptida (Zhao et al. 2007). Struktur lumbrokinase pada Gambar 2 diperoleh dari Protein Data Bank dengan nomor akses 1m9u. Enzim protease adalah jenis enzim yang dapat menghidrolisis protein menjadi peptida atau asam amino yang lebih sederhana (Jain et al. 2005). Jenis-jenis protease dibedakan berdasarkan residu asam amino pada masingmasing enzim. Contoh residu asam amino yang terdapat pada enzim protease, antara lain gugus imidazol histidina, gugus hidroksil
Gambar 2 Struktur 3 dimensi lumbrokinase Sumber: www.pdb.org Mekanisme Koagulasi Darah Darah adalah cairan tubuh yang mengalir di dalam pembuluh darah. Darah terbagi atas fase cair dan fase padat. Fase cair darah disebut plasma dan mengandung air, protein, dan zat-zat terlarut lain. Sementara fase padatan darah terdiri atas sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah (Bell 2002). Pembentukan sel-sel darah manusia, atau dikenal dengan hematopoiesis, terjadi di sumsum tulang belakang (Hoffbrand, et al. 2006; Smith, et al. 2004). Darah memiliki fungsi yang penting dalam metabolisme dan pertahanan sistem imun. Sel darah merah memegang peranan penting dalam metabolisme karena sel-sel darah merah mentranspor oksigen menuju sel-sel tubuh dan karbon dioksida menuju paru-paru (Hoffbrand, et al. 2006). Tubuh yang kekurangan pasokan oksigen tidak dapat
3
menjalankan fungsi respirasinya dengan baik dan akan mengalami respirasi anaerobik. Respirasi anaerobik yang berkelanjutan dapat menyebabkan tubuh mengalami asidosis dan ketosis (Nelson & Cox 2005). Sementara, sel darah putih berperan dalam pertahanan tubuh terhadap antigen (Smith, et al. 2004). Peran sel darah putih ini menyebabkan sel-sel ini harus mampu bergerak dengan cepat menuju tempat terjadinya infeksi (Bell 2002). Laju alir darah dalam pembuluh senantiasa harus dijaga dengan serangkaian mekanisme yang memastikan darah tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat. Mekanisme ini lazim disebut hemostasis. Hemostasis terdiri atas dua proses yang saling setimbang, yaitu prokoagulasi dan fibrinolisis (Escobar et al. 2002). Penggumpalan darah atau prokoagulasi terjadi ketika sel darah bertemu dengan sel-sel endotelial atau jika terjadi kerusakan pada jaringan kulit. Mekanisme pembekuan ini dapat dilihat pada Gambar 3. Sel-sel endotelial sebenarnya bersifat antikoagulan dan inert terhadap faktor-faktor pembekuan darah (Escobar et al. 2002). Namun adanya luka dapat mengubah sifat sel endotelial menjadi sangat prokoagulan. Perubahan sifat sel dipengaruhi, antara lain oleh adanya kolagen, faktor von Willebrand, dan glikoprotein Ib (GPIb) yang ada pada membran keping darah (Katzung 2006; Olson 2004; Escobar et al. 2002). Sifat prokoagulan sel endotelial menyebabkan penempelan trombosit atau keping darah pada dinding pembuluh darah (Katzung 2006). Penempelan keping darah diikuti oleh perubahan bentuk trombosit dan pelepasan adenosin difosfat (ADP). Pelepasan ADP menyebabkan pecahnya keping-keping darah lain dan mulai menyumbat lubang pada pembuluh. Keping darah yang telah aktif akan menyediakan permukaan fosfolipida yang bertindak sebagai perantara kedua yang akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan darah, baik pada sistem intrinsik maupun ekstrinsik. Seiring dengan terjadinya kerusakan pembuluh darah, sistem hemostasis juga akan mengalirkan darah melalui pembuluh darah lain di sekitar pembuluh yang rusak untuk mempercepat proses pembekuan darah (Escobar et al. 2002). Bekuan darah merupakan trombosittrombosit yang saling terangkai melalui sejumlah reaksi biokimia dan membentuk agregat trombosit (Escobar et al. 2002). Asam arakidonat dalam trombosit akan diubah menjadi tromboksan A2 (TXA2) yang
berfungsi sebagai pengaktif trombosit dan vasokonstriktor bersama ADP dan serotonin (5-HT) (Olson 2004; Escobar et al. 2002). Pengaktifan trombosit mengubah konformasi pada reseptor αIIbβIII integrin (glikoprotein IIb/IIIa) sehingga mudah mengikat fibrinogen dan membentuk ikatan silang antarmolekul trombosit sehingga terbentuk agregat trombosit. Agregat trombosit terdiri dari fibrin, trombosit, dan sisa-sisa eritrosit yang tidak larut. Agregat yang pembentukannya tidak terkendali dapat menyumbat pembuluh darah, serta menyebabkan iskemia jaringan (Olson 2004; Katzung 2006). Akhir pembekuan darah adalah pembentukan fibrin melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik yang keduanya akan mengaktifkan jalur normal (Escobar et al. 2002). Inisiasi reaksi berantai pembentukan agregat trombosit dipengaruhi oleh pengaktifan faktor-faktor pembekuan darah yang prosesnya berbentuk reaksi berantai atau efek domino (Katzung 2006; Escobar et al. 2002). Faktor-faktor pembekuan darah yang terlibat dalam proses ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap reaksi merupakan akibat dari reaksi sebelumnya. Jika satu di antara faktor-faktor tersebut tidak dapat diaktifkan, maka akan mengakibatkan koagulasi terhambat, inisiasi tahap selanjutnya terhambat, waktu pembentukan bekuan darah semakin lama, atau terjadi perdarahan secara terus-menerus (cenderung disalahartikan dengan kekurangan faktor XII) (Escobar et al. 2002). Jalur pembentukan bekuan yang paling singkat dimulai dengan pengaktifan jalur ekstrinsik. Jalur ekstrinsik adalah aktivasi faktor pembekuan darah yang dipicu oleh kerusakan dinding endotelial pembuluh darah. Jalur ini disebut ekstrinsik karena masuknya faktor jaringan, senyawa yang tidak ditemukan di dalam darah, ke dalam pembuluh. Faktor jaringan ini, atau dikenal juga sebagai tromboplastin atau faktor III, dilepaskan oleh jaringan pembuluh yang terluka. Bersamasama dengan ion kalsium, faktor III ini akan mengaktifkan faktor VII menjadi faktor VIIa. Faktor VIIa, bersama dengan faktor III dan ion kalsium dapat memproduksi trombin dalam jumlah kecil dengan sangat cepat. Tujuannya, mempercepat pembentukan fibrin melalui pelepasan keping darah dari eritrosit. Selain itu, faktor VIIa juga akan mengaktifkan faktor IX pada jalur intrinsik (Escobar et al. 2002). Jalur intrinsik diinisiasi adanya paparan senyawa asing bermuatan negatif seperti kolagen, dinding subendotelial, atau
4
fosfolipida sehingga mengaktifkan faktor XII menjadi XIIa. Faktor XIIa bersama dengan faktor Fitzgerald (high-molecular-weight kininogen (HMWK)) dan faktor Fletcher (prekallikrein) akan mengaktifkan faktor XI menjadi XIa. Peran HMWK adalah mempercepat aktivasi faktor XI. Selanjutnya, faktor XIa dengan ion kalsium akan mengaktifkan faktor IX menjadi IXa. Ion kalsium juga akan berperan dalam tahap selanjutnya pada jalur intrinsik ini, yaitu ketika bersama faktor IXa, VIIa, dan fosfolipida faktor keping darah 3 (platelet factor 3 (PF3)) mengaktifkan jalur normal (faktor X menjadi faktor Xa) (Escobar et al. 2002). Pertemuan jalur intrinsik dan ekstrinsik adalah pembentukan faktor Xa. Faktor koagulasi ini mengkatalis perubahan protrombin menjadi trombin (faktor IIa) pada jalur akhir dengan bantuan faktor Va, PF3, dan ion kalsium (Escobar et al. 2002). Trombin memotong fibrinopeptida dari fibrinogen yang larut air menjadi monomer fibrin lalu akhirnya menjadi polimer fibrin yang tidak larut. Perubahan bentuk peptida tersebut meningkatkan densitas darah (Jackson 1988). Trombin memiliki beberapa peranan. Peranan pertama adalah kembali ke siklus sebelumnya untuk mempercepat aktivasi faktor V dan VIII. Peranan kedua adalah mengubah fibrinogen menjadi monomer fibrin yang masih larut air. Peranan ketiga adalah membuat ikatan silang polimer fibrin dengan mengaktifkan faktor XIII
menjadi XIIIa. Peranan trombin yang terakhir adalah sebagai bioregulator hemostasis darah dalam keadaan normal dan patologis (Escobar et al. 2002). Enzim Protease Fibrinolisis dan Obat Trombolitik Fibrinolisis adalah proses degradasi fibrin secara enzimatis. Proses ini secara otomatis diaktifkan bersamaan dengan pembekuan darah, yaitu ketika terjadi luka pada dinding endotelial. Proses fisiologis ini akan menghilangkan deposit polimer fibrin secara bertahap hingga menjadi produk degradasi yang larut air. Produk degradasi yang dihasilkan kemudian akan dibuang dari peredaran darah oleh makrofag-makrofag yang ada pada sistem retikuloendotelial. Fungsi penting proses ini adalah untuk membebaskan pembuluh dari bekuan darah dan memulai proses penyembuhan dinding pembuluh (Escobar et al. 2002). Enzim yang mampu mendegradasi fibrin secara spesifik adalah plasmin. Plasmin termasuk dalam kelompok protease serin dan bersirkulasi dalam bentuk inaktifnya, yaitu plasminogen. Plasminogen akan diaktifkan oleh aktivator (tissue plasminogen activator/ t-PA) jika terjadi luka pada dinding endotelial. Plasmin dapat mempengaruhi bentuk koagulasi darah dan mengurangi kecepatan pembentukan bekuan trombosit karena kemampuan spesifiknya mendegradasi fibrin (Katzung 2006).
Gambar 3 Pembentukan bekuan darah Sumber: Katzung 2006
5
Obat trombolitik adalah obat yang bekerja menghancurkan bekuan darah yang telah terbentuk dengan mengaktifkan plasminogen. Agregat fibrin yang terbentuk dan menyumbat pembuluh darah akan dihancurkan oleh plasmin dan menghasilkan produk degradasi berupa cuplikan-cuplikan protein yang larut air. Obat trombolitik digunakan pada pencegahan penyakit trombosis seperti infark jantung, serebrovaskular, dan emboli paru (Olson 2004). Obat trombolitik efektif melisiskan trombin jika diberikan secara intravena (Katzung 2006). Contoh golongan obat trombolitik yang umum digunakan, antara lain streptokinase, urokinase, anistreplase, dan aktivator plasminogen jaringan. Streptokinase adalah protein ekstraseluler yang disintesis oleh Streptococcus β-hemoliticus yang bergabung dengan plasminogen proaktivator. Urokinase adalah enzim yang disintesis di ginjal manusia dan memiliki kemampuan melisiskan plasmin. Kedua jenis obat ini mengaktifkan plasminogen, terutama plasminogen yang terperangkap di dalam bekuan darah sehingga bekuan darah dapat dihancurkan dari dalam (Katzung 2006). Anistreplase (streptokinase yang diberi gugus anisol) merupakan obat trombolitik yang terdiri atas plasminogen yang dimurnikan dan streptokinase yang telah diasilasi untuk melindungi sisi aktif enzim. Gugus asil streptokinase segera terhidrolisis, ketika obat disuntikkan secara intravena, dan mengaktifkan streptokinase. Keuntungan obat ini adalah kemampuannya berikatan dengan plasminogen terikat trombin daripada plasminogen bebas dan aktivitas trombolitiknya lebih tinggi (Katzung 2006). Aktivator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activators/ tPA) adalah obat yang menyebabkan fibrinolisis hanya pada plasminogen yang terikat pada bekuan darah. Beberapa contoh aktivator plasminogen jaringan, antara lain alteplase, reteplase, dan tenecteplase. Ketiganya merupakan DNA rekombinan dari t-PA manusia (Katzung 2006). Titik kerja obat-obatan secara umum terbagi dalam empat titik utama, yaitu mengaktivasi plasmin, mendegradasi fibrin, mendegradasi fibrinogen, dan mencegah aktivasi fibrinogen menjadi fibrin (Gambar 4). Sebagai contoh, anistreplase dan streptokinase bekerja mengaktifkan plasmin. Menurut Yanti (2003), lumbrokinase memiliki kelebihan dapat bekerja pada keempat titik kerja utama obat-obatan trombolitik tersebut sehingga peluruhan bekuan darah berlangsung lebih cepat.
Pemurnian Enzim Enzim bekerja sebagai katalis yang mengaktifkan atau mempercepat berbagai reaksi di dalam tubuh dengan menurunkan energi aktivasi. Reaksi-reaksi enzimatis dalam sistem biologis sangat rumit dan sulit untuk mempelajari reaksi suatu jenis enzim secara in vivo, maka perlu dilakukan pemurnian enzim dari protein dan metabolit lainnya sehingga dihasilkan produk murni yang hanya mengandung enzim yang akan dipelajari. Enzim yang telah dimurnikan tersebut dapat diamati aktivitasnya dengan jelas secara in vitro (Farrell & Ranallo 2000). Fraksi yang akan didapatkan dari pemurnian enzim, antara lain ekstrak kasar, presipitat, dialisat, dan eluat. Fraksi tersebut diukur konsentrasi protein, aktivitas enzim, dan spesifisitas terhadap substrat untuk memastikan bahwa enzim yang didapat adalah enzim yang sedang diteliti dan mendapatkan karakter enzim tersebut. Ekstrak kasar enzim diperoleh dengan resuspensi dengan menggunakan bufer. Resuspensi harus dilakukan pada suhu rendah untuk mencegah kerusakan enzim. Campuran kemudian disentrifugasi pada kecepatan 6000 g (Campbell & Farrell 2006). Perlakuan dengan sentrifugasi mungkin masih meninggalkan protein lain yang tidak dikehendaki, yang dapat mengurangi efektifitas enzim sehingga harus dilakukan presipitasi atau pengendapan protein dengan menggunakan garam amonium sulfat dengan konsentrasi tertentu. Garam ini akan mengikat air bebas sehingga protein yang sebelumnya berikatan dengan air pada gugus hidrofiliknya akan mengendap karena air yang dapat menstabilkan protein tersebut sekarang terikat pada garam (Farrell & Ranallo 2000). Selanjutnya, dilakukan dialisis untuk menghilangkan garam-garam yang terikat pada endapan protein. Dialisis dilakukan dengan memasukkan larutan ke kantong dialisis dengan pori-pori 10 kD dalam larutan bufer. Perlakuan dilakukan beberapa kali hingga amonium sulfat tidak terdeteksi. Langkah pemurnian terakhir adalah penentuan spesifisitas enzim menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom untuk purifikasi enzim dibedakan menjadi kromatografi penukar ion, kromatografi afinitas, dan kromatografi filtrasi gel. Jenis kromatografi kolom yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi penukar anion yang memisahkan enzim menggunakan perbedaan titik isolistrik protease dengan pengaturan pH di dalam kolom (Farrell & Ranallo 2000; Campbell & Farrell 2006).
6
Anistreplase, Urokinase, Streptokinase, t-PA
Plasminogen
Asam aminokaproat
Lumbrokinase Plasmin
Fibrinogen
Produk Degradasi
Fibrin
Protrombin
Trombin
Keterangan: meningkatkan jumlah mengaktifkan mendegradasi menghambat
Gambar 4 Fibrinolisis Sumber: Zhao et al. 2007; Katzung 2006 Elektroforesis Elektroforesis adalah pemisahan molekul berdasarkan bobot molekul dan muatan elektronnya. Molekul yang bermuatan negatif cenderung bergerak ke kutub positif. Kecepatan perpindahan molekul tergantung muatan elektronnya, tegangan yang digunakan, dan koefisien gesek. Molekul yang secara umum dipisahkan menggunakan teknik ini adalah protein dan asam nukleat. Media penahan yang dapat digunakan dalam elektroforesis, antara lain cairan, kertas, gel. Akan tetapi, media yang sering digunakan adalah media berbasis gel. Agarosa dan poliakrilamida termasuk golongan media berbasis gel. Agarosa mampu memisahkan asam nukleat sementara poliakrilamida mampu memisahkan molekul protein (Farrell & Ranallo 2000). Gel poliakrilamida adalah gabungan polimer akrilamida den an N,N’metilenbisakrilamida. Semakin tinggi konsentrasi akrilamida yang digunakan, semakin lambat pergerakan protein di dalam gel. Konsentrasi bisakrilamida yang optimum berkisar antara 3-5%. Komponen lain yang diperlukan adalah N,N,N’,N’-
tetrametiletilendiamin (TEMED), amonium persulfat, deterjen natrium dodesil sulfat (SDS), dan merkaptoetanol. TEMED adalah katalis yang menyebabkan pembentukan radikal bebas selama reaksi ikatan silang antarmolekul akrilamida. Jumlah TEMED menentukan kecepatan pengerasan gel. Amonium persulfat berfungsi menginisiasi pembentukan radikal bebas yang mengikat semua molekul akrilamida (Farrell & Ranallo 2000). Deterjen SDS terikat pada protein dengan perbandingan 1.4 g SDS untuk setiap gram protein dan menyelubunginya dengan muatan negatif. Merkaptoetanol menyebabkan kerusakan struktur 3 dimensi protein yang dipanaskan. Kerusakan ini disebabkan pecahnya ikatan disulfida menjadi gugusgugus sulfhidrin sehingga protein menjadi berbentuk spiral yang sama dan memiliki rasio muatan:massa yang sama pula. Akibatnya, keterpisahan protein di dalam gel hanya ditentukan oleh massa protein tersebut. Bufer Tris digunakan untuk mengarahkan dan mengatur arus pada gel penahan (Girindra 1990; Farrell & Ranallo 2000). Pembuatan media elektroforesis saat ini menggunakan dua macam gel yang disusun
7
menjadi satu. Sejumlah besar gel di lapisan bawah memiliki konsentrasi akrilamida tinggi dan pH sekitar 8.5 (gel pemisah) sementara lapisan tipis gel di atas, gel penahan, memiliki pH sekitar 6.5 dan konsentrasi akrilamida yang lebih rendah, yaitu sekitar 3%. Protein yang memasuki gel penahan cenderung bergerak lebih cepat karena ukuran pori gel lebih besar. Protein yang telah memasuki gel pemisah pergerakannya melambat karena konsentrasi akrilamida pada gel pemisah yang lebih tinggi sehingga menimbulkan efek akordeon dan pita protein yang terbentuk lebih tipis. Perbedaan pH pada kedua lapisan gel juga mempengaruhi perpindahan protein. Protein yang memasuki gel penahan akan dikelilingi oleh ion klorida yang sangat elektronegatif dan glisin yang kurang elektronegatif. Protein tersebut kemudian didorong memasuki gel penahan dengan adanya perbedaan tegangan. Kenaikan pH menjadi 8.5 menyebabkan efek ikatan glisinprotein menjadi hilang dan protein terpisahkan akibat perbedaan bobot molekulnya (Farrell & Ranallo 2000). Pengukuran Aktivitas dan Spesifisitas Enzim Penelitian ini mengukur aktivitas enzim dengan menggunakan beberapa faktor, antara lain pH, suhu inkubasi, dan waktu inkubasi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi aktivitas enzim namun tidak diteliti, antara lain kekuatan ionik ikatan dan keberadaan inhibitor atau aktivator (Farrell & Ranallo 2000). Aktivitas enzim umumnya diukur berdasarkan jumlah µmol produk yang terbentuk tiap satuan waktu (menit). Namun, untuk mengukur jumlah aktivitas pada volume tertentu, digunakan aktivitas relatif yaitu pengukuran jumlah unit aktivitas tiap satuan volume (Farrell & Ranallo 2000). Produk yang akan diukur pada penelitian ini adalah jumlah tirosina yang terbentuk pada pemecahan molekul kasein oleh enzim protease. Reagen Folin-Ciocalteau digunakan dalam pengukuran molekul tirosina dengan menghasilkan warna biru (Folin & Ciocalteu 1972 di dalam Acharya & Katyare 2004) dan diukur serapannya pada panjang gelombang 578 nm (Jackson 1988; Walter 1988). Warna biru tersebut diakibatkan reduksi fosfomolibdat oleh tirosina dengan adanya ion tembaga dalam suasana basa (Spies 1957 dalam Acharya & Katyare 2004). Pengujian spesifisitas enzim dilakukan dengan metode spektrofotometri dengan
menggunakan modifikasi metode Harris (1991). Substrat yang digunakan untuk menguji spesifisitas enzim adalah fibrin. Fibrin yang berwarna putih dan tidak larut air diwarnai menggunakan karmoisin. Campuran tersebut kemudian diresuspensi dalam bufer dan diamati intensitas warnanya pada 515 nm. Campuran kemudian dibagi ke dalam 5 tabung. Dua tabung di antaranya ditambahkan akuades (blanko), sementara ketiga tabung lainnya ditambahkan enzim (sampel). Absorban kelima tabung diukur dan diratarata. Selisih absorban menunjukkan kemampuan enzim memotong molekul fibrin menjadi molekul yang larut air sehingga ikatan fibrin dan pewarna menjadi terpotong. Akibatnya, intensitas warna pada sampel meningkat. Inhibitor enzim adalah senyawa yang dapat menginaktivasi enzim dan menyebabkan penurunan laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim tersebut (Jain et al. 2005). Inhibitor dibagi menjadi dua kelas besar, yaitu inhibitor reversibel dan inhibitor nonreversibel. Inhibitor reversibel dapat memisah secara cepat dari enzim target karena ikatannya sangat lemah. Inhibitor reversibel dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu kompetitif, nonkompetitif, dan inkompetitif. Faktor-faktor utama yang membagi ketiga kelompok enzim tersebut, antara lain konsentrasi substrat, situs penempelan enzim, dan keadaan kompleks enzim ketika inhibitor menempel. Inhibitor nonreversibel terikat secara kuat dengan enzim targetnya dan tidak mudah lepas. Ikatan yang terjadi antara enzim dan inhibitor dapat berupa ikatan kovalen atau nonkovalen (Jain et al. 2005). Ion logam adalah kofaktor dalam aktivasi zimogen tertentu. Ion logam berperan sebagai donor asam Lewis. Beberapa ion logam yang terlibat dalam reaksi-reaksi di tubuh manusia, antara lain Mn 2+, Mg2+, dan Zn2+. Contoh peranan ion logam pada enzim adalah perikatan Zn2+ dengan rantai samping imidazol pada histidina atau rantai samping karboksilat pada asam glutamat (Campbell & Farrell 2006).
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah blender, spektrofotometer UV-Vis Spectronic Helios α, kuvet kuarsa, sentrifus Sorvall Super T21, inkubator, pH meter, oven vakum, kantung dialisis cut-off 10 kD, kromatografi kolom, corong vakum, alat-alat gelas, pengaduk
8
magnet, pemanas, dan perangkat elektroforesis Bio-Rad. Bahan-bahan yang digunakan adalah cacing E. foetida yang diperoleh dari pembiakan di rumah sakit hewan FKH IPB, kasein Hammerstein, standar L-tirosin, standar BSA fraksi V, etanol, bufer fosfat, amonium sulfat padat, BaCl2 padat, NaOH, HCl, NaCl, bufer Tris-HCl, fase diam DEAEselulosa, bufer glisina-NaOH 0.1 M, dan bufer Na2HPO4-NaOH 0.1 M, TCA 0.1 M, Na2CO3 0.4 M, pereaksi Folin-Ciocalteau, pewarna Coomasie Brilliant Blue R-250, akrilamida, bis-akrilamida, SDS, amonium persulfat, gliserol, merkaptoetanol, penanda bobot molekul rendah Bio-Rad, indikator bromfenol biru, Tris, glisina, asam asetat glasial, TEMED, fibrin, pewarna karmoisin, dan akuades. Metode Pembuatan Tepung Cacing Kering Cacing E. foetida sebanyak 2 kg berukuran relatif sama dicuci di bawah air mengalir selama 15 menit. Cacing direndam dalam larutan etanol 30% selama 1 menit untuk mengeluarkan kotoran sekaligus mematikan cacing. Cacing kembali direndam dalam air selama 5 menit untuk menghilangkan etanol. Cacing yang sudah bersih dimasukkan ke dalam oven vakum bersuhu 60°C, 0.73 bar (0.72 atm) hingga kering. Cacing yang sudah kering diblender untuk mendapatkan tepung cacing (Setiawan 2008). Cacing yang telah dikeringkan kemudian digiling hingga menjadi bubuk dan ditimbang 5 g tiap kantung. Cacing sebanyak 55 g kemudian dilarutkan di dalam 50 mM bufer fosfat pH 7 hingga menjadi 550 mL larutan ekstrak kasar 10% (Yanti 2003). Pemurnian Ekstrak Enzim Presipitasi. Protein dari ekstrak kasar protease diendapkan menggunakan amonium sulfat dengan modifikasi Jewel (2000) dan Watanabe et al. (2005). 500 mL ekstrak kasar ditambahkan amonium sulfat sambil diaduk perlahan-lahan. Tingkat kejenuhan amonium sulfat yang digunakan antara 60%. Campuran didiamkan selama 30 menit hingga setimbang kemudian disentrifugasi pada 10000 g, 4°C selama 15 menit. Pelet hasil presipitasi berupa endapan garam dan enzim. Dialisis. Endapan protein diresuspensi dengan 50 mM bufer fosfat pH 7.0 kemudian didialisis dengan akuades (modifikasi metode Anderson 2011). Dialisis menggunakan kantung dialisis dengan cut-off 10 kD. Akuades untuk dialisis diganti setiap dua jam.
Dialisis dilakukan sebanyak 2 kali hingga campuran bebas amonium sulfat yang diuji dengan penambahan BaCl2 2%. Fraksinasi Enzim. Fraksinasi menggunakan kromatografi kolom penukar ion dengan jenis kolom DEAE-selulosa Sigma D4618 menggunakan modifikasi metode Chen et al. (2007). Kolom ini diregenerasi terlebih dahulu sebelum digunakan (prosedur pada Lampiran 4). Kolom yang telah diregenerasi dimasukkan ke dalam tabung kromatografi disertai bufer 50 mM Tris-HCl pH 7.5. Sampel dialisat yang dikeringbekukan sebanyak 5 mL kemudian dimasukkan ke dalam kolom yang telah dikemas. Elusi dilakukan menggunakan eluen NaCl secara gradien bertingkat dengan kecepatan alir 2 m menit . Volume eluen yang digunakan adalah 50 mL bufer 50 mM Tris-HCl pH 7.5, 150 mL 0.25 M NaCl di dalam bufer 50 mM Tris-HCl pH 7.5, dan 0.5 M NaCl di dalam bufer 50 mM Tris-HCl pH 7.5. Eluat dipisahkan setiap 5 mL. Karakterisasi Dialisat Enzim Analisis Aktivitas Protease. Protease diukur dengan metode Jackson (1988). Substrat yang digunakan adalah kasein Hammerstein 2% v. Sebuah tabung reaksi diisi 4.5 mL kasein 2% v dan 4.5 mL bufer sebagai stok sampel. Tabung reaksi kedua dan ketiga diisi 1.5 mL kasein 2% v dan 1.5 mL bufer sebagai stok standar dan blanko. Bufer yang digunakan untuk stok sampel, standar, dan blanko adalah bufer fosfat 0.1 M (untuk pH 6 dan 7.4) dan bufer 0.1 M glisina-NaOH (untuk pH 8). Tabung pertama ditambahkan 450 µL larutan enzim, tabung kedua ditambahkan standar L-tirosin, dan tabung ketiga ditambahkan akuades. Ketiga tabung diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Suhu yang digunakan adalah 25, 37, dan 60°C. Waktu inkubasi yang digunakan adalah 0, 5, 10, 20, 40, dan 60 menit. Setiap selang waktu inkubasi, 500 µL larutan tiap tabung diambil dan dimasukkan ke dalam vial yang telah ditambahkan 500 µL TCA 0.1 M untuk menghentikan reaksi. Tabung sampel diambil triplo. Masing-masing tabung blanko dan standar kemudian ditambahkan 50 µL enzim, sementara ke dalam tabung sampel ditambahkan 50 µL akuades. Tabung diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 10 menit kemudian disentrifugasi 6000 g, 4°C selama 10 menit. Supernatan sebanyak 375 µL diambil dan ditambahkan 1.25 mL Na2CO3 0.4 M dan 250 µL pereaksi Folin-Ciocalteau. Tabung diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 20
9
menit. Absorban larutan diukur pada panjang gelombang 578 nm. Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan satu µmol produk tirosina per menit pada kondisi pengukuran, sedangkan aktivitas relatif merupakan jumlah aktivitas enzim tiap satuan volume. Aktivitas relatif enzim diukur berdasarkan persamaan berikut. sampel lanko U m t standar lanko Keterangan Ar = aktivitas relatif protease Fp = faktor pengenceran t = waktu inkubasi Penentuan Aktivitas Fibrinolitik. Aktivitas fibrinolitik dilakukan secara spektrofotometri menggunakan modifikasi metode Harris (1991). Protein fibrin yang didapat dari pemurnian serum darah diwarnai menggunakan pewarna merah tua lalu dikeringkan di dalam oven bersuhu 50°C. Fibrin kemudian dihaluskan dan ditimbang sebanyak 6.5 mg. Bubuk fibrin dilarutkan dalam bufer pH optimum dengan konsentrasi 650 ppm. Larutan dipisahkan dalam 5 tabung reaksi. Dua tabung ditambahkan 100 µL akuades (blanko) dan ketiga tabung lainnya ditambahkan enzim dengan jumlah yang sama (sampel). Tabung-tabung tersebut diinkubasi pada suhu dan waktu inkubasi optimum kemudian diukur absorbannya pada panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer. Absorban diplotkan pada kurva standar. Kurva standar enam titik dibuat dengan mengencerkan pewarna dengan akuades dengan konsentrasi antara 66.5 hingga 344.5 ppm ( v). Suhu, pH, dan waktu inkubasi optimum yang digunakan merupakan hasil dari tahap analisis aktivitas protease. Analisis Tambahan Deteksi Protein. Protein yang ada pada tiap tabung dideteksi secara spektrofotometri dengan pengukuran absorban tanpa pewarnaan pada panjang gelombang 280 nm (Harris 1991). Metode ini mengukur asam amino triptofan dan tirosina pada sampel. Triptofan dan tirosina memiliki absorban maksimum pada 280 nm (Analytik Jena 2007). Pengukuran Bobot Molekul. Sampel enzim dipisahkan berdasarkan bobot molekulnya menggunakan elektroforesis SDSPAGE modifikasi metode Laemmli (1970) yang umum digunakan dalam pengujian protein. Konsentrasi akrilamida yang digunakan pada gel pemisah adalah sebesar
15% dan dilarutkan dalam bufer 1.5 M Tris pH 8.8. Gel dicetak dan dibiarkan mendingin, kemudian ditambahkan gel penahan. Gel penahan mengandung 4% akrilamida yang dilarutkan menggunakan bufer 0.5 M Tris pH 6.8. Gel dibiarkan mendingin dan siap digunakan untuk elektroforesis. Sampel sebanyak 20 µL ditambahkan 20 µL bufer sampel yang mengandung 2merkaptoetanol kemudian dipanaskan pada suhu 100°C selama 4 menit. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur sebanyak 30 µL. Sebanyak 5 µL penanda dimasukkan ke dalam sumur. Gel kemudian dialiri listrik pada tegangan 200 V selama 150 menit. Gel yang telah selesai melalui elektroforesis kemudian diwarnai dengan larutan pewarna selama minimal 6 jam. Larutan pewarna yang digunakan adalah campuran 1.0 g Coomasie Brilliant Blue R-250, 450 mL etanol, dan 100 mL asam asetat glasial. Larutan diaduk dan ditera dengan akuades hingga volum 1000 mL. Warna biru yang berlebihan akibat pewarnaan kemudian dicuci beberapa kali hingga didapatkan pita protein berwarna biru dengan latar gel yang tidak berwarna. Larutan pencuci yang digunakan adalah campuran 100 mL metanol dan 100 mL asam asetat glasial. Larutan diaduk dan ditera menggunakan akuades hingga volum 1000 mL. Analisis Konsentrasi Protein. Konsentrasi protein ditentukan dengan metode Bradford (1976). Disiapkan dua buah tabung reaksi dan masing-masing diisi 1 mL akuades dan 1 mL pereaksi Bradford. Tabung pertama diisi 100 µL enzim dan tabung kedua diisi 100 µL air sebagai blanko. Disiapkan delapan buah tabung dan diisi 1 mL akuades dan 1 mL pereaksi Bradford lalu ditambahkan 100 µL standar BSA fraksi V dengan konsentrasi antara 0.025 hingga 0.2 m m . Setiap tabung diamati absorbannya pada 595 nm. Absorban larutan sampel diplotkan pada kurva standar yang diperoleh dari plot tabung-tabung berisi larutan standar sehingga didapatkan konsentrasi protein sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik Purifikasi Ekstrak Enzim Purifikasi enzim protease diawali dengan pengeringan 850 g cacing menggunakan oven vakum. Pengeringan dilanjutkan dengan penghancuran cacing yang telah dikeringkan tersebut hingga dihasilkan 127.26 g tepung cacing dengan rendemen 14.97%. Tepung tersebut diresuspensi menggunakan bufer dan didapatkan 550 mL 10% suspensi ekstrak
10
kasar. Suspensi ini masih berwarna coklat keruh dengan endapan-endapan yang terlihat kasat mata, maka perlu dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan larutan ekstrak kasar. Jumlah ekstrak kasar yang didapat adalah 350 mL. Enzim protease, yang termasuk dalam golongan protein, masih terlarut bersama dengan sisa-sisa nukleus dan membran sel yang berukuran kecil, maka perlu dilakukan pengendapan enzim menggunakan garam amonium sulfat, atau presipitasi. Hasil yang didapat dari presipitasi ini adalah 42.5 mL endapan protein. Endapan ini mengandung garam dalam konsentrasi tinggi yang akan mengganggu analisis selanjutnya, maka perlu dilakukan dialisis menggunakan kantung selofan di dalam akuades. Selanjutnya, langkah purifikasi yang terakhir adalah fraksinasi dan penjernihan dialisat menggunakan kromatografi kolom. Fraksi yang dikumpulkan dari penjernihan adalah sebanyak 52 tabung dengan volume masingmasing 5 mL. Pada penelitian ini, cacing dikeringkan pada suhu sekitar 60°C di dalam oven vakum. Oven jenis ini digunakan untuk mengeringkan cacing karena bekerja dalam kondisi vakum. Tekanan ruang pada kondisi vakum lebih rendah daripada lingkungannya. Pada tekanan rendah, air dapat menguap pada suhu di bawah 100°C (Stoker 2009). Secara biokimia, penggunaan panas minimal diharapkan dapat mempertahankan aktivitas enzim karena salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu. Pemanasan pada suhu di atas 70°C dapat menyebabkan denaturasi atau kerusakan struktur tersier dan kuartener protein sehingga kemudian enzim akan kehilangan aktivitasnya (Nelson & Cox 2005). Suspensi ekstrak kasar disentrifugasi untuk menghilangkan endapannya yang berwarna coklat. Menurut Farrell & Ranallo (2000), endapan ini merupakan sisa-sisa inti sel yang berbobot molekul besar. Namun ternyata supernatan coklat jernih itu diduga masih mengandung pengotor. Pengotor yang terdapat pada supernatan diperkirakan adalah hancuran mitokondria, peroksisom, lisosom, mikrosom, dan molekul-molekul yang terlarut dalam sitosol. Maka, perlu dilakukan langkah purifikasi selanjutnya untuk membebaskan protein dari pengotor tersebut. Presipitasi adalah salah satu langkah purifikasi yang bertujuan mengendapkan protein lumbrokinase yang terlarut dalam campuran ekstrak kasar menggunakan garam amonium sulfat. Garam ini digunakan karena memiliki daya larut yang tinggi di dalam air dan kepolarannya tinggi sehingga mudah
mengikat air pada protein (Nelson & Cox 2005). Penggunaan konsentrasi garam sebesar 60% mempercepat pelepasan molekul air dari protein, sehingga protein dapat mengendap dengan baik (Farrell & Ranallo 2000). Endapan coklat yang diduga merupakan protein kemudian disentrifugasi dan dikumpulkan untuk didialisis. Sampel yang memiliki kandungan garam tinggi harus didialisis, karena berpotensi mengganggu hasil analisis selanjutnya, menggunakan kantung dialisis yang memiliki pori-pori berukuran 10 kD yang dimasukkan ke dalam wadah berisi pelarut akuades yang digunakan untuk menciptakan lingkungan hipotonik di luar membran dialisis (Gambar 5a). Pori-pori ini menyebabkan molekul garam dan air yang kecil dapat bertukar dengan lingkungan, sementara protein yang berbobot molekul besar tidak dapat melewatinya (Nelson & Cox 2005). Proses ini dilakukan berulang kali hingga pelarut yang digunakan tidak lagi mengandung amonium sulfat—diuji menggunakan penambahan larutan barium klorida. Reaksi amonium sulfat dan barium klorida menghasilkan endapan barium sulfat yang berwarna putih (Gambar 5b). Setelah dialisis dilakukan sebanyak dua kali, akuades yang digunakan untuk dialisis tidak lagi menghasilkan endapan putih karena garam amonium sulfat sudah tidak ditemukan pada sampel, maka dialisis dapat dihentikan. Tahap pemurnian terakhir adalah fraksinasi sampel. Pemisahan protein menghasilkan serial tabung yang memiliki gradasi warna kuning berbeda pada fraksi yang berbeda. Gambar 6 menunjukkan perbedaan warna kelima puluh dua tabung yang dihasilkan pada berbagai eluen. Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam fraksinasi adalah jenis matriks dan bufer eluen yang digunakan. Pemilihan matriks bergantung pada jenis bahan yang akan dimurnikan. Jenis bahan ini akan menentukan jenis dan kekuatan penukar ion yang digunakan. Enzim protease memiliki ukuran yang tidak terlalu besar, yaitu antara 23.028 hingga 29.690 kD sehingga pori-pori matriks yang digunakan tidak boleh terlalu besar (Wang et al. 2003). Jenis matriks selulosa dan dekstran memiliki pori-pori yang tidak terlalu besar. Penukar anion lemah digunakan untuk pemisahan karena tidak menyebabkan denaturasi protein, sehingga digunakan penukar anion dengan gugus fungsi dietilaminoetil (Cho et al. 2003). Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka matriks yang digunakan adalah DEAE-selulosa D4618 dari Sigma.
11
Gambar 5 Skema dialisis sampel (a) dan pengujian bebas sulfat (b) Perbedaan warna yang terlihat pada Gambar 6 didapat dari penggunaan bufer dengan konsentrasi garam yang berbeda. Lumbrokinase yang berasal dari E. foetida memiliki gugus aktif serin dengan pI 5.68. Bufer yang digunakan untuk mengelusi, yaitu 50 mM bufer Tris-HCl pH 7.5, mengakibatkan protease serina dalam keadaan bermuatan negatif. Protease ini akan berikatan dengan gugus fungsi dietilaminoetil yang bermuatan positif. Penambahan garam NaCl akan melepaskan asam amino dari ikatannya dengan matriks secara bertahap. Perbedaan warna dapat juga terjadi akibat perbedaan jenis protein yang terelusi.
Gambar 6 Tabung-tabung hasil fraksinasi protein Karakterisasi Enzim Karakterisasi enzim bertujuan menentukan jenis enzim berdasarkan ciri-ciri fisik dan biokimianya. Penelitian ini menggunakan pengukuran aktivitas enzim pada suhu, pH, dan waktu inkubasi tertentu dan pengukuran spesifisitas substrat menggunakan fibrin menggunakan dialisat enzim, disertai pengukuran bobot molekul dan konsentrasi protein pada ekstrak kasar, presipitat, dialisat, dialisat yang dikeringbekukan, dan beberapa fraksi dari hasil kromatografi kolom.
Analisis Aktivitas Protease Tabel 1 menunjukkan pengaruh pH, suhu, dan waktu inkubasi terhadap kemampuan enzim protease mendegradasi kasein sebagai substrat. Kondisi laboratorium optimum yang diperoleh dalam penelitian ini adalah inkubasi selama 10 menit, pada suhu 60°C dan pH 8 dengan nilai aktivitas protease sebesar 0.239 U m . Kondisi ini menghasilkan nilai aktivitas yang lebih tinggi 13.81% dibanding nilai aktivitas yang diperoleh pada inkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C dan pH 8. Namun, untuk keperluan komersial, inkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C dan pH 8 sudah memberikan hasil yang cukup baik. Jika ditinjau berdasarkan waktu inkubasi, waktu inkubasi optimum untuk protease yang berasal dari E. foetida galur lokal adalah 5-10 menit. Secara umum, terjadi pola kenaikan aktivitas hingga menit ke-10, namun selanjutnya aktivitas menurun cenderung stabil hingga menit ke-60. Contoh pada perlakuan pH 8.0 suhu inkubasi 60°C, waktu inkubasi 5 menit memiliki aktivitas 0.041 U m . Ketika enzim diinkubasi selama 10 menit, aktivitasnya meningkat menjadi 0.239 U waktu inkubasi m . Namun, setelah ditingkatkan menjadi 20 menit, aktivitas menurun menjadi 0.105 U m . Ketika waktu inkubasi mencapai 40 menit, aktivitasnya hanya 0.049 U m dan cenderung stabil pada menit ke-60, yaitu 0.043 U m . Aktivitas protease pada tiga nilai pH yang berbeda menunjukkan bahwa semakin tinggi pH aktivitasnya semakin meningkat. Aktivitas optimum ditemukan pada pH 8. Pada inkubasi 37°C selama 5 menit, aktivitas yang diukur pada pH 6 adalah sebesar -0.040 U m . Ketika pH dinaikkan menjadi 7.4, aktivitas pun meningkat menjadi 0.099 U m . Nilai aktivitas tertinggi dicapai pada penggunaan bufer pH 8, yaitu sebesar 0.210 U m . Berdasarkan penelitian Leipner et al. (1993), pH optimum enzim protease E. foetida berkisar antara 8.010.0. Dapat disimpulkan, berdasarkan pH optimumnya, enzim yang diteliti termasuk protease dari E. foetida. Kenaikan suhu dalam penelitian juga berbanding lurus terhadap aktivitas enzim. Sebagai contoh, pada pH 8.0 dengan waktu inkubasi 10 menit, aktivitas meningkat seiring perubahan suhu–yaitu 25°C, 37°C, dan 60°C. Kenaikan aktivitas akibat suhu yang dinaikkan berturut-turut adalah 0.015 U m pada suhu 25°C, 0.146 U m pada suhu 37°C, dan 0.239 U m pada suhu 60°C.
12 Tabel 1 Pengujian aktivitas protease (U m ) Waktu 5 10 pH-Suhu 25°C - 0.425 - 0.060 6 37°C - 0.040 0.075 60°C 0.084 0.036 25°C 0.222 - 0.019 7.4 37°C 0.099 - 0.054 60°C 0.185 0.031 25°C 0.143 0.015 8 37°C 0.210 0.146 60°C 0.041 0.239 Analisis Aktivitas Fibrinolitik Aktivitas fibrinolitik diukur untuk menentukan kemampuan enzim protease yang didapat untuk mendegradasi fibrin. Analisis ini dilakukan berdasarkan serapan cahaya oleh molekul pewarna terikat fibrin pada sampel dibandingkan dengan serapan cahaya pada blanko. Absorban blanko (fibrin dan pewarna) diukur pada panjang gelombang 515 nm. Absorban tersebut kemudian dibandingkan dengan absorban fibrin yang telah ditambahkan sampel. Rerata absorban blanko adalah sebesar 0.367, sementara rerata absorban sampel adalah 0.474. Absorban tersebut kemudian diplotkan pada kurva standar 6 titik dengan konsentrasi antara 66.5 hingga 344.5 ppm ( v) (Lampiran 12). Diasumsikan setiap molekul fibrin berikatan dengan satu molekul pewarna, sehingga didapatkan konsentrasi fibrin terlarut pada blanko dan sampel berturut-turut sebesar 157.41 dan 206.05 ppm. Merck & Schenk (1914) menyatakan jika absorban sampel lebih besar daripada absorban blanko, maka enzim sampel yang ditambahkan mampu melarutkan fibrin yang terikat pada molekul pewarna. Artinya, enzim ini mampu mendegradasi fibrin dan mengaktifkan mekanisme patofisiologis untuk menyebabkan fibrinolisis (Fedan 2003). Fibrin diperoleh dari pengotor pada pemurnian plasma darah (Harris 1991). Fibrin tersebut diwarnai dengan pewarna yang mengandung karmoisin lalu dikeringkan hingga menjadi bubuk. Pewarna karmoisin (Gambar 7) dapat digunakan untuk menggantikan pewarna karmin yang umum digunakan untuk mewarnai fibrin. Karmin (Gambar 8) merupakan pewarna alami yang berasal dari ekstrak Dactiopius coccus, sejenis serangga pengisap kaktus endemik daerah Amerika Tengah, sedangkan karmoisin adalah pewarna sintetis yang memiliki gugus Azo dan bersifat tahan panas (Hanssen 1987). Menurut Walford (1977) dan Freund et al.
20
40
60
- 0.060 - 0.077 0.056 0.022 0.005 0.054 - 0.027 0.045 0.105
0.022 - 0.015 0.007 0.003 - 0.013 0.070 0.006 0.017 0.049
0.074 - 0.003 0.019 0.002 0.006 0.057 0.006 0.008 0.043
(1988) di dalam Hutchings (1999), karmoisin dapat digunakan sebagai pengganti karmin, sehingga dalam penelitian ini bahan pewarna yang digunakan adalah karmoisin yang relatif lebih mudah didapat. Spektrofotometri dipilih sebagai metode penelitian karena sifatnya yang cepat, mudah dilakukan, keterulangannya baik, dan bahan bakunya yang mudah didapatkan. Selain spektrofotometri, metode lain yang dapat digunakan, antara lain cawan fibrin dan zimografi. Metode cawan adalah menggunakan campuran fibrinogen dan trombin yang dilarutkan dalam media agar. Metode ini sangat spesifik terhadap fibrinolisis, namun membutuhkan waktu ekstra untuk pengerjaannya (Pan, et al. 2010). Zimografi menyerupai elektroforesis SDSPAGE, namun pada gel yang digunakan ditambahkan fibrinogen dan trombin (Yanti 2003). Metode ini spesifik terhadap fibrinolisis dan cepat dilakukan.
Gambar 7 Struktur karmoisin
Gambar 8 Struktur karmin Deteksi Protein Deteksi protein dilakukan untuk mengukur secara cepat konsentrasi protein pada lima puluh dua fraksi yang diperoleh sebelumnya. Gambar 9 menunjukkan hasil deteksi protein
13
pada panjang gelombang 280 nm. Terdapat tiga puncak, yaitu pada tabung bernomor 9, 17, dan 37. Ketinggian masing-masing puncak yang berbeda-beda menunjukkan perbedaan konsentrasi protein. Menurut Harris (1991), absorban yang diperoleh sebanding dengan m m konsentrasi protein yang terdapat pada sampel. Tabung bernomor 9 memiliki absorban 0.737, tabung nomor 17 memiliki absorban 1.980, dan tabung bernomor 37 memiliki absorban 2.403. Perbedaan konsentrasi protein ini diduga berdasarkan kandungan garam dalam bufer eluen. Puncak pertama didapat dari elusi menggunakan bufer tanpa penambahan garam. Puncak kedua, yang memiliki konsentrasi protein lebih tinggi, dielusi menggunakan bufer dengan penambahan NaCl 0.25 M. Konsentrasi protein tertinggi didapat menggunakan bufer dengan penambahan garam 0.5 M. Campbell & Farrell (2006) menyatakan bahwa konsentrasi garam berpengaruh pada kemampuan bufer mengelusi sampel dari matriks kolom. NaCl berfungsi sebagai ion senama, yang akan melepaskan protein dari ikatan dengan matriks, dan berikatan dengan matriks kolom menggantikan molekul protein (Farrell & Ranallo 2000). Pengukuran Bobot Molekul Tahapan ini bertujuan menentukan bobot molekul sampel menggunakan elektroforesis dan hasilnya dibandingkan dengan penanda berbobot molekul rendah Bio-Rad. Penanda ini menggunakan 6 jenis protein yang bobot molekulnya telah diketahui. Keenam protein tersebut, berturut-turut dari molekul terendah hingga tertinggi, adalah lisozim (19.4 kD), inhibitor tripsin dari kacang kedelai (28.6 kD), karbonat anhidrase (33.3 kD), ovalbumin (49.0 kD), BSA (82.0 kD), dan fosforilase (105.0 kD). Sampel yang dipilih untuk
elektroforesis merupakan puncak-puncak berdasarkan hasil tahapan deteksi protein. Gambar 10 menunjukkan pergerakan sampel di dalam gel. Jarak pergerakan sampel (rf) berbanding terbalik dengan bobot molekul sampel. Lajur 1 pada Gambar 10 menunjukkan pergerakan yang paling dekat dengan titik awal, yaitu bagian bawah gambar, sementara lajur 5 bergerak paling jauh dari titik awal. Lajur 2, yang merupakan presipitat, memiliki ekor yang menunjukkan adanya pengotor. Diduga, pengotor ini adalah garam yang digunakan untuk pengendapan protein. Ekstrak kolom pada lajur 5, 7, 8, 9, dan 10 memiliki pita yang tipis karena konsentrasi protein yang ada tidak setinggi sampel pada lajur 1 hingga 4. Namun sampel ekstrak kolom tidak memiliki ekor, yang artinya kromatografi kolom mampu menjernihkan protein. Data pada Gambar 11 diperoleh menggunakan perangkat lunak PhotoCaptMW yang dapat menghitung bobot molekul sampel berdasarkan perbandingan antara jarak pergerakan sampel dan jarak pergerakan standar. Data-data bobot molekul standar yang digunakan telah dimasukkan terlebih dahulu ke dalam basis data. Gambar tersebut menunjukkan bahwa bobot molekul terkecil ditemukan pada lajur 5, yaitu sampel ekstrak kolom 9, dengan bobot molekul 25.200 kD sementara bobot molekul terbesar ditemukan pada lajur pertama, yaitu sampel ekstrak kasar. Bobot molekul sampel ini adalah 29.318 kD. Wang, et al. (2003) mengungkapkan bahwa bobot molekul enzim lumbrokinase dari E. foetida berkisar antara 23.028 hingga 29.690 kD. Maka berdasarkan bobot molekul sampel, dapat disimpulkan sampel yang diperoleh merupakan lumbrokinase dari E. foetida.
3.000
37
Absorbansi
2.500
17
2.000 1.500 1.000
9
0.500 0.000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 Nomor Tabung Fraksi Gambar 9 Hasil deteksi protein
14
BM penanda (kD) 105.000 82.000 49.000 33.300 28.600 19.400
1
2 1. 2. 3. 4.
Jalur 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3
4
5
6
7
8
9
10
Ekstrak kasar 5. Ekstrak kolom 9 8. Ekstrak kolom 18 Presipitat 6. Penanda 9. Ekstrak kolom 37 Dialisat 7. Ekstrak kolom 17 10. Ekstrak kolom 38 Dialisat kering beku Gambar 10 Hasil elektroforesis SDS-PAGE
1 29.318 28.884 26.496 26.016 25.200 109.000 25.917 26.402 26.681 27.542
2
82.000
Bobot molekul pita ke- (kD) 3 4
49.000
33.300
5
6
26.600
19.400
Gambar 11 Pengukuran bobot molekul Analisis Konsentrasi Protein Purifikasi protein dilakukan untuk menghilangkan pengotor-pengotor protein. Salah satu cara untuk mengetahui kemurnian sampel adalah melalui pengukuran konsentrasi protein. Dapat dilihat pada Tabel 2, konsentrasi protein tertinggi didapat pada sampel dialisat dan dialisat yang dikeringbekukan, sementara konsentrasi protein terendah ditemukan pada sampel ekstrak kolom 9. Berdasarkan data tersebut, seperti dikemukakan Farrell & Ranallo (2006), setiap tahap purifikasi protein mampu memurnikan protein secara lebih baik –dilihat dari kenaikan konsentrasi protein pada tiap tahapan. Kenaikan konsentrasi protein setelah presipitasi dan dialisis meningkat masingmasing sebesar 24.75 dan 72.28% dibandingkan dengan ekstrak kasar. Tabel 2 juga menunjukkan sampel yang diperoleh pada tahapan setelah fraksinasi memiliki konsentrasi protein yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan sampel-sampel sebelum fraksinasi (konsentrasi protein
ekstrak dialisat mencapai 115 kali lipat pada ekstrak kolom 9). Hal ini mungkin disebabkan proses pemisahan protein yang menyebabkan protein sampel terbagi dalam beberapa kelompok tabung sesuai dengan waktu retensi dan kelarutannya dalam bufer eluen. Menurut Lucy & Hatsis (2004), hal-hal lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi protein adalah konsentrasi garam yang ditambahkan dalam eluen atau jenis bufer eluen yang digunakan. Konsentrasi garam yang semakin tinggi dapat memutuskan ikatan antara matriks kolom dengan gugus aktif dari enzim yang terjerap. Sampel bernomor 1-4 pada Tabel 2 diencerkan 10x agar hasil absorban yang diperoleh dapat dimasukkan ke dalam kurva standar. Jika hasil tersebut dikonversi ke keadaan sebelum pengenceran, didapatkan konsentrasi dialisat protein yang didapat dari 10% suspensi ekstrak adalah sebesar 1.74 m m . Hasil ini mendekati penelitian Ochiai & Enoki (1980) yang menyatakan bahwa konsentrasi protein dalam ekstrak E. foetida adalah antara 1.3-1.6 m m .
15
Tabel 2 Pengukuran konsentrasi protein No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sampel Ekstrak kasar Presipitat Dialisat Dialisat kering beku
Ekstrak kolom 9 Ekstrak kolom 17 Ekstrak kolom 18 Ekstrak kolom 37 Ekstrak kolom 38
Konsentrasi protein (mg/mL)
1.009 1.259 1.746 1.729 0.015 0.139 0.162 0.135 0.104
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Purifikasi enzim dengan teknik presipitasi, dialisis, dan fraksinasi menggunakan kromatografi pertukaran ion mampu memurnikan enzim dari pengotornya dan memisahkan menjadi tiga kelompok isozim. Bobot molekul enzim yang diperoleh berkisar antara 25.200 kD hingga 29.318 kD. Konsentrasi protein tertinggi ditemukan pada ekstrak dialisat dengan konsentrasi 1.74 m m . Konsentrasi protein dialisat lebih tinggi 72.28% dibandingkan dengan ekstrak kasar. Aktivitas enzim tertinggi didapatkan pada inkubasi selama 10 menit, pada suhu 60°C dan pH 8 dengan aktivitas protease sebesar 0.239 U m . Enzim protease yang diperoleh mampu melarutkan fibrin berdasarkan pengukuran menggunakan spektrofotometer. Rerata konsentrasi fibrin pada sampel 30.9% lebih tinggi dibandingkan blanko. Saran Perlu dilakukan penentuan titik isolistrik pada enzim protease dari E. foetida galur lokal sehingga penggunaan bufer untuk elusi dapat lebih optimal. Perlu dilakukan pengendapan protein pada berbagai konsentrasi garam. Perlu dilakukan uji penggunaan matriks yang paling efektif untuk fraksinasi enzim. Perlu dilakukan pengujian aktivitas fibrinolitik menggunakan metode yang lebih spesifik pada substrat fibrin.
DAFTAR PUSTAKA Acharya MM, Katyare SS. 2004. An Improved Micromethod for Tyrosine Estimation. J Naturforsch. 59 c: 897-900. Agustinus MD. 2009. Jurnal tingkah laku cacing tanah. [terhubung berkala]. http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/27
/tingkah-laku-cacing-tanah/. Diakses pada 21 Juni 2011. Analytik Jena. 2007. UV spectrophotometric protein detection at 280 nm. [komunikasi singkat]. Jena: Analytik Jena. Anderson KS. 2011. Multiplexed detection of antibodies using programmable bead arrays. Di dalam Wu CJ, editor. Protein Microarray for Disease Analysis: Methods and Protocols. New York: Humana Bell A. 2002. Morphology of human blood and marrow cells: hematopoiesis. Di dalam Harmening DM, editor. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. Ed ke-4. Philadelphia: FA Davis hlm 1-38. Bradford M. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. J Anal Biochem. 72: 248-254. Campbell MK, Farrell SO. 2006. Biochemistry. Ed ke-5. California: Thomson Learning. Chen H et al. 2007. Earthworm fibrinolytic enzyme: anti-tumor activity on human hepatoma cells in vitro and in vivo. Chin Med J. 120(10): 898-904. Cho IH et al. 2003. Purification and characterization of six fibrinolytic serineproteases from earthworm Lumbricus rubellus. J Biochem Mol Biol. 37: 199205. Cong Y, Liu Y, Chen J. 2001. The advance of lumbrokinase. Chin J Biochem Pharm. 21:159-162. Escobar CE et al. 2002. Introduction to hemostasis. Di dalam Harmening DM, editor. Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. Ed ke-4. Philadelphia: FA Davis hlm 441-470. Farrell SO, Ranallo RT. 2000. Experiments in Biochemistry: A Hands-on Approach. California: Thomson Learning. Fedan JS. 2003. Anticoagulant, antiplatelet, and fibrinolytic (thrombolytic) drugs. Di dalam: Craig CR, Stitzel RE, editor. Modern Pharmacology with Clinical Applications. Ed ke-6. Baltimore: Lippincott Williams-Wilkins hlm 256-267. Girindra A. 1990. Biokimia I. Jakarta: Gramedia.
16
Gray HH et al. 2009. Lecture Notes: Kardiologi. Terjemahan dari: Lecture Notes on Cardiology. Jakarta: Erlangga.
Nelson DL, Cox MM. 2005. Lehninger Principles of Biochemistry 4th Ed. New York: WH Freeman.
Hanssen M. 1987. E for Additives. London: Thorsons
Ochiai T, Enoki Y. 1980. The molecular architecture and the subunits of earthworm (Eisenia foetida) hemoglobin. Comparative Biochem Physiol Part B: Comparative Biochem 68: 275-279.
Harris JR. 1991. Blood Separation and Plasma Fractionation. London: WileyLiss. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. Boston: McGraw-Hill. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. 2006. Essential Haematology. Ed ke-5. Oxford: Blackwell.
Olson J. 2004. Belajar Mudah Farmakologi. Chandranata L, penerjemah; Mandera LI, editor. Terjemahan dari: Clinical Pharmacology: Made Ridiculously Simple. Jakarta: EGC.
Hutchings JB. 1999. Food Colour and Appearance. Maryland: Aspen.
Pan R, Zhang ZJ, He RQ. 2010. Review Article: Earthworm protease. App Environ Soil Sci.
Jackson CM. 1988. The mamalian blood coagulation system. Di dalam: Bergmeyer HU, Ber meyer J, Graβl M, editor. Methods of Enzymatic Analysis. Ed ke-3. Weinheim: VCH hlm 315-499.
Parcel SW. 2011. Dare to Live: A Naturopathic Doctor's Complete Guide to the Prevention and Treatment of Coronary Artery Disease. Indiana: iUniverse.
Jain JL, Jain S, Jain N. 2005. Fundamentals of Biochemistry. Ed ke-6. New Delhi: S Chand. Jewell, SN. 2000. Purification and characterization of a novel protease from Burkholderia strain 2.2 N [tesis]. Virginia: Program Pascasarjana, Virginia Polytechnic and State University. Katzung BG. 2006. Basic and Clinical Pharmacology. Ed ke-10. San Fransisco: McGraw-Hill. Leipner C, Tučková , Rejnek J, Langner J. 1993. Serine proteases in coelomic fluids of annelids Eisenia foetida and Lumbricus terrestris. Comparative Biochem Physiol Part B: Comparative Biochem 105: 637641. Liu YQ, et al. 2004. Purification of a novel antibacterial short peptide in earthworm Eisenia foetida. Acta Biochimica et Biophysica Sinica. 36(4): 297-302. Lucy CA, Hatsis P. chromatography. Di dalam: editor. Chromatography: and techniques. Ed ke-6. Elsevier.
2004. Ion Heftmann E, fundamentals Amsterdam:
Setiawan E. 2008. Pengaruh metode pengeringan terhadap aktivitas enzim fibrinolitik cacing Lumbricus rubellus [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Smith CM, Marks AD, Lieberman MA. 2004. Marks’ Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. Ed ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams-Wilkins. Stoker HS. 2009. General, Organic, and Biological Chemistry. Ed ke-5. California: Cengage Learning. Walter HE. 1988. Method with haemoglobin, casein, and azocoll as substrate. Di dalam: Ber meyer HU, Ber meyer J, Graβl M, editor. Methods of Enzymatic Analysis. Ed ke-3. Weinheim: VCH hlm 270-277. Wang F et al. 2003. Purification, characterization, and crystallization of a group of earthworm fibrinolytic enzymes from Eisenia fetida. Biotechnol Lett. 25(13): 1105-1109.
Merck E, Schenk H. 1914. Chemical Reagents: Their Purity and Tests. Ed ke-2. London: Merck.
Watanabe EO et al. 2006. Evaluation of the use of volatile electrolyte system produced by ammonia and carbon dioxide in water for the salting-out of proteins: Precipitation of porcine trypsin. J Biochem Eng. 30: 124-129.
Mihara H et al. 1991. A novel fibrinolytic enzyme extracted from the earthworm, L. rubellus. Japan J Physiol 41: 461-472.
Wu C, Fan R. 1986. A rapid and effective thrombolytic agent: e-PA. Acta Biophysica. 2: 87 .
17
Yanti. 2003. Pemurnian dan karakterisasi enzim protease fibrinolitik dari cacing Lumbricus rubellus [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Zhao J et al. 2007. Eisenia foetida proteaseIII-1 functions in both fibrinolysis and fibrogenesis. J Biomed Biotechnol. ID 97654.
18
LAMPIRAN
19
Lampiran 1 Rancangan penelitian
Cacing tanah E. foetida dewasa Kering oven vakum (Setiawan)
Tepung cacing kering Ekstraksi buffer dan sentrifugasi
Ekstrak kasar protease Salting-out dengan amonium sulfat
· Pengukuran bobot molekul (SDS-PAGE metode Laemmli 1970) · Konsentrasi protein (Bradford 1976)
Presipitat
Dialisis
Dialisat
Kromatografi kolom
Eluat
· Aktivitas enzim dengan pengaruh suhu, pH, waktu inkubasi (Jackson 1988) · Spesifisitas substrat secara spektrofotometri
20
Lampiran 2 Daftar faktor pembekuan darah Faktor Pembekuan Faktor I Faktor II Faktor III Faktor IV Faktor V Faktor VI Faktor VII
Keterangan
Fibrinogen Protrombin Tromoboplastin jaringan (faktor jaringan) Ion kalsium (Ca2+) Faktor labil (proaccelerin) Belum didefinisikan* Faktor stabil (serum prothrombin conversion accelerator (SPCA) proconvertin) Faktor VIII Faktor antipembekuan darah, faktor VIII:C (protein pembekuan darah) Faktor IX Faktor Christmas (plasma thromboplastin component (PTC), faktor B antihemofilia) Faktor X Faktor Stuart-Prower Faktor XI Plasma thromboplastin antecedent (PTA) Faktor XII Faktor Hageman (faktor kontak) Faktor XIII Fibrin-stabilizing factor (FSF) Faktor Fitzgerald High-molecular-weight kininogen (HMWK) Faktor Fletcher Prekallikrein * Penamaan faktor VI dibatalkan karena senyawa yang dahulu dianggap sebagai faktor pembekuan darah sebenarnya adalah prekursor dari faktor V, dan untuk menghindari kekeliruan, faktor VI belum didefinisikan hingga saat ini.
21
Lampiran 3 Pembuatan bufer-bufer 1. Bufer fosfat pH 7 Sebanyak 8.9 g NaH2PO4 ditambahkan dengan 2 g NaOH lalu dilarutkan dalam 525 mL akuades. 2. Bufer 50 mM Tris-HCl pH 7.5 Sebanyak 1.63 g Tris dilarutkan dalam 200 mL akuades, lalu pH diukur. Larutan kemudian dititrasi menggunakan HCl hingga pH menjadi 7.5. Volum ditera menggunakan akuades hingga 250 mL. 3. Bufer 1.5 M Tris-HCl pH 8.8 Sebanyak 18.15 g Tris dilarutkan dalam 60 mL akuabides, kemudian dititrasi menggunakan NaCl hingga pH mencapai 8.8. Bufer ditera menggunakan akuabides hingga volum 100 mL. Simpan bufer pada suhu 4°C. 4. Bufer 0.5 M Tris-HCl pH 6.8 Sebanyak 6 g Tris dilarutkan dalam 60 mL akuabides lalu dititrasi menggunakan NaCl hingga pH 6.8. Bufer ditera menggunakan akuabides hingga volum 100 mL. Simpan bufer pada suhu 4°C. 5. Bufer sampel elektroforesis Bufer 0.5 M Tris-HCl pH 6.8 sebanyak 0.3 mL ditambahkan 2.5 mL gliserol, 1 mL SDS 10% ( v), 0.25 mL 2-merkaptoetanol, 0.5 mL bromofenol biru 1% ( v), lalu dilarutkan dalam 0.45 mL akuades. Simpan dalam lemari pembeku 6. Bufer running Sebanyak 1.803 g Tris ditambahkan 8.648 g glisina, dan 0.6 g SDS, kemudian dilarutkan dalam 500 mL akuades. Larutan dititrasi menggunakan 1 M HCl hingga pH menjadi 8.3. Tera dengan akuades hingga volum 600 mL. Simpan pada suhu 4°C. 7. Bufer 0.1 M glisina-NaOH pH 8 Ditimbang 0.375 g glisina dilarutkan dalam 50 mL akuades, kemudian pH ditera menggunakan NaOH hingga mencapai pH 8.
22
Lampiran 4 Prosedur regenerasi kolom DEAE-Selulosa Sigma D6418 Langkah-langkah regenerasi berikut sebaiknya dilakukan di dalam corong Buchner. Regenerasi yang dilakukan di dalam kolom dapat mengakibatkan penyumbatan yang tak kasatmata. 1. Resin disuspensikan di dalam akuades sebanyak 5 kali volum resin dan didiamkan selama 30-45 menit. 2. Volum resin diukur. Volum yang didapat dicatat sebagai Volum Kolom (VK) yang akan digunakan untuk mengukur volum larutan pencuci kolom. Lanjutkan ke langkah 3. Untuk resin dalam keadaan tersuspensi (baru atau bekas) 3. Suspensi kolom disaring. 4. Resin yang telah disaring disuspensikan ke dalam 2 VK 0.1 M NaOH yang mengandung 0.5 M NaCl selama 10 menit, maksimum selama 30 menit, kemudian dituang ke dalam corong Buchner dan pompa cairan secara PERLAHAN (laju alir 1 VK bufer/ 5 menit). Resin dicuci kembali menggunakan larutan yang sama sebanyak 2 VK. 5. Langkah nomor 4 diulangi kembali menggunakan 0.5 M NaCl (tanpa 0.1 M NaOH). Jika resin dalam keadaan sangat kotor, ditambahkan 0.5 M NaCl sebanyak 3-5 VK setelah pencucian menggunakan asam dan/atau basa dan corong dibiarkan terbuka agar larutan dapat mengalir tanpa hambatan. 6. Langkah nomor 4 diulangi kembali menggunakan 0.1 M HCl yang mengandung 0.5 M NaCl. 7. Langkah nomor 4 diulangi kembali menggunakan akuades. 8. Pencucian dilanjutkan menggunakan akuades sebanyak 5-10 VK atau hingga pH efluen lebih besar dari 5. 9. Resin disuspensikan di dalam 2 VK 1 M NaCl dan dititrasi menggunakan NaOH hingga pH suspensi berkisar antara 7-8. Simpan (Langkah 10) atau gunakan (Langkah 11). 10. Menyimpan resin: kemasan diberi label dan disimpan pada 0-5°C (Lanjutkan pada langkah 11 untuk menggunakan resin. Jika diperkirakan terjadi kontaminasi bakteri, mulailah pada Langkah 4). 11. Menggunakan resin: resin disaring kemudian dicuci menggunakan 5 VK akuades. Resin diresuspensi menggunakan 10x bufer (sesuai yang akan digunakan) sebanyak 2 VK lalu disaring. Resuspensi resin di dalam 1x bufer yang sama sebanyak 2 VK lalu pH filtrat diukur. Jika pH filtrat berkisar 0.15 dari pH 1x bufer, resin siap digunakan. Jika tidak, ulangi Langkah 11. 12. Resin dikemas ke dalam kolom. Biarkan kolom terkemas secara alami. Pemompaan dapat menyebabkan penyumbatan. 13. Sampel dimasukkan ke dalam kolom, dicuci, lalu dielusi. 14. Regenerasi kolom seperti pada Langkah 3-8.
23
Lampiran 5 Data aktivitas protease Suhu 25°C, pH 6 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.220 0.303 0.238 0.265 0.239 0.307
Ul 2 0.227 0.298 0.238 0.266 0.255 0.310
Ul 3 0.228 0.266 0.238 0.270 0.247 0.311
Absorban Rerata 0.225±0.004 0.289±0.020 0.238±0.000 0.267±0.003 0.247±0.008 0.309±0.002
Ul 3 0.326 0.323 0.338 0.326 0.326 0.333
Absorban Rerata 0.329±0.003 0.330±0.012 0.353±0.014 0.311±0.015 0.324±0.003 0.335±0.002
Ul 3 0.283 0.313 0.334 0.345 0.327 0.346
Absorban Rerata 0.283±0.008 0.331±0.015 0.327±0.007 0.355±0.010 0.331±0.008 0.357±0.013
Ul 3 0.211 0.213 0.219 0.185 0.238 0.262
Absorban Rerata 0.221±0.009 0.217±0.004 0.214±0.007 0.208±0.020 0.217±0.019 0.257±0.010
Blanko 0.233 0.330 0.239 0.282 0.217 0.273
Standar 0.510 0.523 0.523 0.534 0.556 0.517
Aktivitas (U m ) 0.000 -0.425 -0.060 -0.060 0.022 0.074
Standar 0.495 0.484 0.538 0.534 0.536 0.540
Aktivitas (U m ) 0.000 -0.040 0.075 -0.077 -0.015 -0.003
Suhu 37°C, pH 6 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.329 0.344 0.356 0.309 0.326 0.337
Ul 2 0.332 0.324 0.365 0.297 0.320 0.335
Blanko 0.356 0.333 0.338 0.340 0.336 0.339
Suhu 60°C, pH 6 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.291 0.341 0.321 0.355 0.341 0.354
Ul 2 0.276 0.338 0.325 0.364 0.326 0.372
Blanko 0.311 0.323 0.320 0.328 0.323 0.326
Standar 0.507 0.514 0.517 0.569 0.594 0.596
Aktivitas (U m ) 0.000 0.084 0.036 0.056 0.007 0.019
Suhu 25°C, pH 7.4 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.224 0.219 0.206 0.221 0.210 0.264
Ul 2 0.227 0.220 0.217 0.218 0.202 0.246
Blanko 0.175 0.195 0.217 0.201 0.215 0.255
Standar 0.415 0.393 0.377 0.358 0.383 0.435
Aktivitas (U m ) 0.000 0.222 -0.019 0.022 0.003 0.002
24
Lanjutan lampiran 5 Suhu 37°C, pH 7.4 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.223 0.254 0.237 0.242 0.245 0.241
Ul 2 0.239 0.250 0.230 0.238 0.244 0.244
Ul 3 0.221 0.250 0.240 0.254 0.236 0.257
Absorban Rerata 0.228±0.010 0.251±0.002 0.236±0.005 0.245±0.008 0.242±0.005 0.247±0.009
Ul 3 0.259 0.288 0.273 0.297 0.358 0.372
Absorban Rerata 0.258±0.002 0.290±0.003 0.277±0.005 0.302±0.004 0.364±0.008 0.391±0.017
Ul 3 0.260 0.282 0.259 0.260 0.277 0.280
Absorban Rerata 0.267±0.008 0.282±0.001 0.264±0.004 0.261±0.006 0.273±0.004 0.269±0.009
Ul 3 0.222 0.224 0.238 0.252 0.230 0.238
Absorban Rerata 0.224±0.004 0.226±0.004 0.239±0.005 0.236±0.014 0.237±0.007 0.239±0.001
Blanko 0.228 0.242 0.245 0.243 0.252 0.240
Standar 0.393 0.423 0.417 0.454 0.438 0.429
Aktivitas (U m ) 0.000 0.099 -0.054 0.005 -0.013 0.006
Standar 0.493 0.555 0.560 0.581 0.609 0.629
Aktivitas (U m ) 0.000 0.185 0.031 0.054 0.070 0.057
Suhu 60°C, pH 7.4 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.256 0.289 0.283 0.303 0.373 0.402
Ul 2 0.259 0.294 0.276 0.305 0.362 0.400
Blanko 0.251 0.263 0.268 0.268 0.269 0.267
Suhu 25°C, pH 8 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.275 0.281 0.265 0.267 0.272 0.265
Ul 2 0.266 0.283 0.267 0.256 0.269 0.263
Blanko 0.267 0.269 0.261 0.272 0.268 0.276
Standar 0.457 0.451 0.467 0.474 0.465 0.474
Aktivitas (U m ) 0.000 0.143 0.015 -0.027 0.006 0.006
Suhu 37°C, pH 8 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.229 0.224 0.244 0.226 0.244 0.240
Ul 2 0.222 0.231 0.235 0.231 0.237 0.240
Blanko 0.191 0.203 0.203 0.214 0.220 0.224
Standar 0.371 0.422 0.450 0.458 0.470 0.519
Aktivitas (U m ) 0.000 0.210 0.146 0.045 0.017 0.008
25
Lanjutan lampiran 5 Suhu 60°C, pH 8 Waktu (menit) 0 5 10 20 40 60
Ul 1 0.246 0.265 0.324 0.324 0.325 0.358
Ul 2 0.238 0.270 0.319 0.319 0.321 0.354
Ul 3 0.248 0.264 0.314 0.323 0.365 0.361
Absorban Rerata 0.244±0.005 0.266±0.003 0.319±0.005 0.322±0.003 0.337±0.024 0.358±0.004
Contoh perhitungan: Misal, suhu 25°C, pH 6, menit ke-5 Rerata Rerata
Ulan an .
Ulan an
.
Ulan an
.
Rerata = 0.289 ktivitas U m
sampel -
lanko
standar -
lanko
ktivitas U m
.
- .
.
- .
ktivitas U m
- .
ktivitas
- .
.
U
m
aktor pen enceran Waktu inku asi
Blanko 0.250 0.261 0.262 0.275 0.291 0.296
Standar 0.473 0.507 0.500 0.498 0.525 0.535
Aktivitas (U m ) 0.000 0.041 0.239 0.105 0.049 0.043
26
Lampiran 6 Penentuan panjang gelombang maksimum aktivitas enzim metode Jackson Suhu 25°C, pH 6 Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.323 0.334 0.360 0.390 0.446 0.496 0.514 0.520 0.550 0.553
Panjang gelombang (nm) 462.0 471.0 478.0 494.0 513.0 533.0 544.0 550.0 567.0 575.0
0.6 Absorban
Puncak
0.5 0.4
0.3 0.2 400
450
500
550
600
550
600
550
600
λ (nm)
Puncak
Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.318 0.320 0.322 0.394 0.410 0.431 0.470 0.500 0.530 0.531
Panjang gelombang (nm) 458.0 465.0 472.0 490.0 502.0 511.0 536.0 552.0 570.0 578.0
Absorban
Suhu 37°C, pH 6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 400
450
500 λ (nm)
Puncak
Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.294 0.309 0.323 0.353 0.372 0.401 0.462 0.469 0.491 0.493
Panjang gelombang (nm) 450.0 469.0 477.0 489.0 499.0 516.0 553.0 562.0 572.0 578.0
Absorban
Suhu 60°C, pH 6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 400
450
500 λ (nm)
27
Lanjutan lampiran 6
Puncak
Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.308 0.324 0.369 0.374 0.386 0.399 0.419 0.419 0.433 0.460
Panjang gelombang (nm) 457.0 474.0 489.0 496.0 506.0 521.0 535.0 549.0 558.0 577.0
Absorban
Suhu 25°C, pH 7.4 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 400
450
500
550
600
λ (nm)
Suhu 37°C, pH 7.4 Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.194 0.209 0.215 0.227 0.257 0.278 0.305 0.335 0.358 0.369
Panjang gelombang (nm) 436.0 450.0 465.0 472.0 486.0 496.0 515.0 544.0 555.0 577.0
0.4 0.35
Absorban
Puncak
0.3 0.25 0.2
0.15 400
450
500
550
600
λ (nm)
Suhu 60°C, pH 7.4 Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.341 0.345 0.372 0.460 0.474 0.488 0.504 0.519 0.529 0.563
Panjang gelombang (nm) 462.0 471.0 487.0 522.0 527.0 534.0 540.0 549.0 561.0 578.0
0.6
Absorban
Puncak
0.5 0.4 0.3 0.2 400
450
500 λ (nm)
550
600
28
Lanjutan lampiran 6
Puncak
Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.276 0.274 0.296 0.323 0.352 0.363 0.390 0.497 0.507 0.518
Panjang gelombang (nm) 434.0 444.0 456.0 464.0 472.0 477.0 497.0 563.0 571.0 577.0
Absorban
Suhu 25°C, pH 8 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 400
450
500
550
600
λ (nm)
Puncak
Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.357 0.384 0.409 0.407 0.429 0.467 0.485 0.509 0.508 0.532
Panjang gelombang (nm) 424.0 484.0 495.0 504.0 512.0 532.0 542.0 556.0 561.0 577.0
Absorban
Suhu 37°C, pH 8 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 400
450
500
550
600
550
600
λ (nm)
Suhu 60°C, pH 8 Absorban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.276 0.290 0.306 0.331 0.418 0.472 0.491 0.500 0.542 0.557
Panjang gelombang (nm) 440.0 449.0 458.0 469.0 493.0 523.0 533.0 541.0 564.0 576.0
0.6 Absorban
Puncak
0.5 0.4 0.3 0.2 400
450
500 λ (nm)
29
Lampiran 7 Contoh hasil pengukuran aktivitas enzim
Lampiran 8 Penentuan panjang gelombang maksimum aktivitas fibrinolitik Puncak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Absorban 0.160 0.172 0.207 0.228 0.266 0.360 0.365 0.343 0.323 0.289
Panjang gelombang (nm) 423.0 433.0 446.0 457.0 468.0 505.0 515.0 526.0 533.0 541.0
Absorban
0.4 0.3 0.2 0.1 0 400
420
440
460
480 λ (nm)
500
520
540
560
30
Absorban
Lampiran 9 Kurva standar pewarna karmoisin y = 0.0022x + 0.0207 R² = 0.9948
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 0
50
100
150
200
250
Konsentrasi pewarna (ppm)
Lampiran 10 Hasil pengukuran aktivitas fibrinolitik
S
S
Keterangan: B= blanko S= sampel
S
B
300
350
400
31
Lampiran 11 Pengukuran bobot molekul dengan PhotoCaptMW
Lampiran 12 Prosedur pembuatan reagen Bradford Reagen Bradford (Bradford 1976): 1. 50 mg Coomassie Brilliant Blue G-250 dilarutkan dalam 25 ml etanol 95%. 2. Ditambahkan 50 ml asam fosfat 85% ( v). 3. Ditera menggunakan akuades hingga volum 0.5 liter ketika pewarna telah larut sempurna. 4. Larutan disaring menggunakan kertas Whatman no. 1 ketika akan digunakan. 5. Jika sampel tidak larut, tambahkan 1 M NaOH sebanyak 1x volume sampel. Jika sampel ditambahkan NaOH, standar juga harus diberi perlakuan yang sama.
32
Lampiran 13 Penentuan kurva standar protein metode Bradford Hari ke-1 Konsentrasi (mg/mL) 0.0000 0.0125 0.0250 0.0500 0.1000 0.2500 0.5000 0.7500 1.0000
Ulangan 1 0.000 0.108 0.133 0.202 0.315 0.386 0.812 0.965 0.944
1.2
Rerata 0.000 0.107 0.136 0.210 0.317 0.425 0.824 0.941 0.987
y = -1.0465x2 + 1.9578x + 0.0735 R² = 0.9852
1 Absorban
Absorban Ulangan 2 Ulangan 3 0.000 0.000 0.126 0.087 0.149 0.125 0.210 0.219 0.324 0.311 0.443 0.447 0.824 0.835 0.940 0.917 0.995 1.023
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Konsentrasi BSA (mg/mL)
Berdasarkan daerah linier kurva di atas, [BSA] yang dipilih setelah disesuaikan dengan [sampel] adalah antara 0.025-0.2 mg/mL.
Hari ke-2 Konsentrasi (mg/mL) 0.000 0.025 0.050 0.075 0.100 0.125 0.150 0.175 0.200
Ulangan 1 0.152 0.204 0.225 0.242 0.255 0.280 0.326 0.349
Absorban Ulangan 2 Ulangan 3 0.148 0.207 0.225 0.241 0.256 0.285 0.318 0.349
0.157 0.200 0.223 0.238 0.261 0.283 0.325 0.333
Rerata 0.065 0.152 0.204 0.224 0.240 0.257 0.283 0.323 0.344
Terkoreksi 0.000 0.087 0.139 0.159 0.175 0.192 0.218 0.258 0.279
33
Lanjutan lampiran 13 0.35 y = 1.2118x + 0.0463 R² = 0.9314
0.3
Absorban
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
0.05
0.1 0.15 Konsentrasi BSA (mg/mL)
0.2
0.25
Hari ke-3 Konsentrasi (mg/mL) 0.000 0.025 0.050 0.075 0.100 0.125 0.150 0.175 0.200
Ulangan 1
Ulangan 2
0.132 0.164 0.205 0.222 0.255 0.280 0.326 0.349
0.128 0.177 0.205 0.221 0.256 0.275 0.318 0.349
Absorban Ulangan 3 0.137 0.160 0.193 0.218 0.241 0.273 0.325 0.333
Rerata 0.065 0.132 0.167 0.201 0.220 0.251 0.276 0.323 0.344
Terkoreksi 0.000 0.067 0.102 0.136 0.155 0.186 0.211 0.258 0.279
34
Lanjutan lampiran 13 0.3 y = 1.3029x + 0.0246 R² = 0.9815
Absorban
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
Konsentrasi BSA (mg/mL)
Hari ke-4 Konsentrasi
Absorban
0.000 0.025 0.050 0.075 0.100 0.125 0.150 0.175 0.200
Ulangan 1 0.000 0.039 0.102 0.153 0.201 0.240 0.272 0.309 0.342
Absorban Ulangan 2 Ulangan 3 0.000 0.000 0.033 0.045 0.088 0.104 0.154 0.156 0.199 0.182 0.230 0.242 0.273 0.261 0.313 0.311 0.348 0.352
0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0.000
Rerata 0.000 0.039 0.098 0.154 0.194 0.237 0.269 0.311 0.347
y = 1.7647x + 0.0073 R² = 0.9938
0.050
0.100
0.150
Konsentrasi BSA (mg/mL)
0.200
0.250
35
Lampiran 14 Penentuan konsentrasi protein No . 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Absorban
Sampel Ekstrak kasar Presipitat Dialisat Dialisat kering beku
Ekstrak kolom 9 Ekstrak kolom 17 Ekstrak kolom 18 Ekstrak kolom 37 Ekstrak kolom 38
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
0.174 0.218 0.285 0.335 0.040 0.267 0.280 0.206 0.157
0.196 0.216 0.332 0.330 0.033 0.240 0.295 0.252 0.173
0.186 0.252 0.328 0.270 0.028 0.249 0.303 0.280 0.239
Rerata 0.185±0.011 0.229±0.020 0.315±0.026 0.312±0.036 0.034±0.006 0.252±0.014 0.293±0.012 0.246±0.037 0.190±0.043
Catatan: perhitungan konsentrasi protein menggunakan kurva standar hari ke-4
Contoh perhitungan: Rerata
Ulan an
kstrak kasar kstrak kasar
Ulan an .
Ulan an
.
.
. sor an . . . .
onsentrasi protein ekstrak kasar onsentrasi protein ekstrak kasar onsentrasi protein ekstrak kasar
.
onsentrasi protein ekstrak kasar
m
.
m m
.
m
Konsentrasi protein (mg/ mL)
1.009 1.259 1.746 1.729 0.015 0.139 0.162 0.135 0.104