eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (4) 1039-1052 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2015
PENOLAKAN SRI LANKA TERHADAP RESOLUSI UNHRC A/HRC/19/2 TAHUN 2012PASCA KONFLIK ETNIS 2009 Novita Sari Dewi1 Nim. 0802045134 Abstract The focus of this research is on the Rejection of Sri Lanka on UNHRC ResolutionA / HRC / 19/2 year 2012 After the Ethnic Conflict 2009 ". The purpose of this study is to describe the reason for the rejection of the government of Sri Lanka on the UNHRC resolution. This study uses qualitative data with descriptive method. Sources of secondary data derived from books, journals, newspapers, magazines, and the Internet.This study found that this long conflict caused a lot of civil society as the victims, then it took the attention of the United Nations and deciding to call on the government to investigate the recent violence in addition to human rights violations that occurred during the conflict. The result of investigation showed there was human rights violations by the government during the regaining of power by the government of Sri Lanka so the United Nations announced the resolution of A/ HRC/19/2, but the resolution was rejected by the Sri Lanka governance with sovereignty as the reason. Keywords : Rejection of Sri Lanka, UNHRC Resolution Pendahuluan Sri Lanka terlibat dalam perang saudara berkepanjangan selama 30 tahun sejak tahun 1976 hingga 2009, konflik berawal dariketegangan etnis antara mayoritas suku Sinhala dan suku Tamil (Hindu) minoritas. Konflik berakhir pada Mei 2009, ketikapasukan pemerintah merebut daerah terakhir yang dikuasai oleh pemberontak Macan Tamil khususnyaLTTE (The Liberation Tigers of Tamil Eelam) atau Pembebasan Macan Tamil Eelam. Pada awalnya para pemimpin Tamil dan Sinhala dapat saling bekerja sama untuk mewujudkan otonomi lebih besar dengan membentuk Kongres Nasional Ceylon. Namun kedua kelompok ini kemudian pecah karena para pemimpin Tamil menolak posisi mereka diminoritaskan dalam Kongres Nasional Ceylon. Ketika Partai Persatuan Nasional dikalahkan pada Pemilu 1956 dan Solomon Bandaranaike diangkat menjadi Perdana Menteri, Solomon Bandaranaike mengambil langkah drastis pada 1956, melalui apa yang disebut “Sinhala Only Act” yaitu menjadikan bahasa Sinhala sebagai bahasa resmi di Sri Lanka, dengan alasan untuk semakin “membedakan” pemerintahan Sri Lanka dari penjajah mereka dulu, Inggris.
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1039-1052
Keputusan tersebut langsung disambut aksi protes para anggota parlemen dari kelompok etnis Tamil, yang kemudian meluas menjadi aksi kerusuhan warga Tamil di Sri Lanka.Sebaliknya, warga Sinhala yang diuntungkan oleh kebijakan Bandaranaike itu juga bangkit membela pemerintahannya dengan melancarkan gerakan anti-Tamil. Lebih dari 100 warga Tamil tewas ketika itu. Aksi-aksi perlawanan terus dilakukan warga minoritas Tamil, tetapi kemudian dijawab dengan aksi yang lebih keras dari pemerintah Sinhala yang berkuasa. Kerusuhan berbau etnis pun pecah pada 1958, menewaskan sedikitnya 200 warga Tamil dan membuat ribuan warga Tamil lainnya terpaksa mengungsi.Hingga pada Juli 1983, konflik persinggungan antara Tamil dan Sinhala semakin tereskalasi ketika militant Tamil membunuh 13 tentara Sinhala dalam sebuah operasi penyergapan di wilayah utara. Kematian tentara tersebut membangkitkan kemarahan Sinhala dan memicu balas dendam terhadap Tamil, yang kemudian berbuntut menjadi konflik dalam skala besar. Pada 18 Mei 2009, pemerintah Sri Lanka mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran. Peryataan Kolombo tersebut menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan. Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas Macan Tamil justru menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia. Menurut PBB hampir 100.000 warga Tamil tewas selama konflik yang berlangsung lebih dari 25 tahun itu. Pemerintah pun dituntut untuk menyelidiki pelanggaran HAM serius yang terjadi dan tuduhan bahwa ribuan warga sipil tewas pada tahap-tahap akhir perang. Namun PBB menganggap bahwa Sri Lanka telah gagal memenuhi janji, karena menurut laporan para ahli HAM penyelidikan oleh pemerintah setempat tidak meyakinkan dan tidak independen serta bersifat memihak. Dan pada pertengahan 2010 Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon mengumumkan keputusan pembentukan tim khusus untuk melakukan penyelidikan dan investigasi terhadap kejahatan perang dan pelanggaran berat tehadap kemanusiaan dan hak asasi manusia di Sri Lanka. Pada April 2011, Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon merilis sebuah laporan dari panel yang dibentuknya, yang menyimpulkan bahwa baik pasukan pemerintah maupun LTTE melakukan operasi militer “dengan mengabaikan perlindungan, hak, kesejahteraan dan kehidupan warga sipil, dan gagal mematuhi norma-norma hukum internasional. Dikarenakan pemerintah Sri Lanka dianggap tidak transparan dalam menyebutkan jumlah korban perang, maka UNHRC (the United Nations Human Rights Council) melalui OHCHR (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights), memberikan resolusi yang disebut sebagai Resolusi A/HRC/19/2. Resolusi ini mendesak pemerintah Sri Lanka untuk mengimplementasikan rekomendasi yang lebih konstruktif yang dibuat dalam laporan LLRC (the Lessons Learnt and Reconciliation Commission ). Selain itu, pemerintah Sri Lanka juga didesak untuk mengambil langkah-langkah tambahan agar lebih strategis dalam memenuhi kewajiban hukum yang relevan serta komitmen untuk menginisiasikan tindakan kredible dan independen agar terjaminnya rasa keadilan, pemerataan, akuntabilitas
1040
Penolakan Sri Lanka Terhadap Resolusi UNHCR (Novita Sari Dewi)
serta perdamaian untuk rakyat Sri Lanka. Pemerintah Sri Lanka diharapkan untuk mengambil tindakan yang komprehensif secara detail dan mengimplementasikan langkah-langkah tersebut dengan relevan untuk menekankan adanya dugaan pelanggaran hukum internasional. Namun, resolusi ini ternyata ditolak oleh Sri Lanka. Di Colombo, sebanyak 1.000 orang turun kejalan melakukan aksi protes atas diusulkannya resolusi UNHCR tersebut. 1.000 orang tersebut termasuk menteri kabinet, anggota parlemen, dan pendukung pemerintah, berbaris di ibukota memblokir lalu lintas dijalan-jalan utama. Mereka meneriakkan slogan-slogan, melambaikan bendera nasional, dan plakat yang bertuliskan “Defeat Geneva conspiracy”, “Hands off Sri Lanka”, “Let’s not lose victory achieved by heroic forces” dan “Save Sri Lanka from UNHRC watchdog”. inilah yang menjadi alasan penulis memilih untuk menganalisis“Penolakan Sri Lanka atas Resolusi UNHRCA/HRC/19/2 Tahun 2012 Pasca Konflik Etnis 2009”. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Teori Konflik Konflik telah ada sejak kehadiran manusia di muka bumi. Adanya perbedaan keinginan dan kepentingan menyebabkan seringnya pecah perdebatan antar manusia. Banyaknya perbedaan yang dimiliki manusia menjadikan banyaknya perbedaan paham. Louise Krisberg dalam bukunya Constructive Conflicts From Escalation to Resolution mengemukakan bahwa konflik merupakan fenomena sosial yang eksis ketika dua atau lebih orang atau kelompok orang menunjukkan tujuan yang berbeda. Pihak-pihak yang terlibat dapat berupa individu, kelompok atau organisasi seperti pemerintah, kelas, komunitas, etnis, adanya ketidaksamaan keyakinan di satu pihak yang terlibat, dan berpendapat bahwa upaya mencapai tujuan mendapat hambatan dari pihak lain sehingga dibutuhkan upaya untuk menghilangkan hal yang menjadi penghambat. Terdapat dua jenis konflik yang sering dialami di beberapa negara. Pertama, konflik dengan dimensi vertikal, konflik ini adalah konflik antara negara (pemerintah) dan kelompok-kelompok masyarakat dalam negara.Negara disini bisa diartikan para pengambil kebijakan di tingkat pusat (pemerintah) atau aparat militer. Kedua, konflik horizontal yakni konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok masyarakat dalam negara itu sendiri. Beberapa konflik horizontal yang sering terjadi dalam suatu negara adalah konflik antar agama atau konflik antar etnis. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ada beberapa jenis konflik dalam negeri yang telah diidentifikasi: 1. Konflik separatis, antara pemerintah pusat dengan sekelompok orang yang memperjuangkan kemerdekaannya, yang disebut juga konflik vertikal. 2. Konflik komunal, konflik yang pecah antara dua atau tiga kelompok masyarakat karena perebutan atau perseteruan proimordial atau warisan sejarah. 3. Konflik memperebutkan sumber daya alam, biasanya menyangkut kontrol atas sumber daya hutan atau mineral. Pada konflik-konflik internal atau domestik terdapat dua elemen utama yang seringkali berkombinasi menjadi sumber konflik.
1041
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1039-1052
Pertama, elemen identitas atau potent identity-based factors adalah kelompokkelompok sosial dimobilisasi dengan membawa identitas komunal kelompok atas dasar ras, agama, kebudayaan, dan bahasa. Kedua, elemen persepsi terhadap persoalan distribusi sumber-sumber ekonomi, politik dan sosial di dalam masyarakat.Sehingga jika elemen identitas dan elemen persepsi mengenai adanya ketidakadilan ekonomi-sosial ini bercampur, maka potensi konflik menjadi semakin tinggi dan memunculkan konflik yang bersifat mengakar. Teori Pembuatan Keputusan (Decision Making Theory) Richard C. Snyder mendefinisikan decision making sebagai sebuah proses yang menyangkut pemilihan dari sejumlah masalah yang terbentuk secara sosial, pemikiran sarana-sarana alternatif yang ingin diterapkan dalam urusan negara, yang dipikirkan oleh pembuat keputusan. Decision making penting dalam hubungan internasional karena berkaitan dengan penerapan foreign policy suatu negara.Pembuatan keputusan dalam politik luar negeri suatu negara adalah untuk menjelaskan bagaimana sebuah keputusan dapat terjadi. Dalam teori ini pembuat keputusan (decision maker) dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau maksud. Pembuatan keputusan yang sering disebut dengan nama pembuatan keputusan adalah individual yang yang menduduki posisi sesuai jabatannya untuk membuat kebijaksanaan. Didalam penelitian ini, decision maker yang dimaksudkan penulis dalam hal ini adalah pemerintah. Pemerintah sebagai pembuat keputusan yang resmi didefinisikan secara metodologis yaitu mereka yang mempunyai otoritas, dan bertindak atas nama negara. Jadi, tindakan pemerintah adalah tindakan yang diambil oleh mereka yang mengatas namakan negara. Dengan demikian, analisis ini menyamakan tindakan negara sebagai tindakan yang dilakukan oleh segelintir orang yang bertindak atas nama negara dimana dalam menentukan prilaku, para pembuat keputusan dipengaruhi oleh berbagai situasi disekelilingnya. Analisis decision maker harus berdasarkan penelaahan kepentingan nasional, tujuan dari suatu bangsa, dan perhitungan untung rugi atas keputusan yang akan diambil. Decision maker dianggap sudah bisa menjelaskan suatu kebijakan jika ia bisa menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil merupakan pilihan yang layak mengingat tujuan dari bangsa tersebut. Ada tiga faktor yang mempengaruhi fleksibilitas pembuat keputusan, yaitu faktor internal, eksternal, dan struktur sosial dan prilaku. 1. Faktor internal Pembuat keputusan berdasarkan pada politik dalam negeri, opini publik dan posisi geografi sebuah negara dimana dalam pengambilan keputusan selalu berdasarkan pada organisasi masyarakat dan fungsi organisasi masyarakat itu sendiri yang dapat mempengaruhi karakter dan perilaku masyarakat, misalnya lingkungan bukan manusia yang tergambarkan dalam sistem politik atau sistem ekonomi, masyarakat yang tergambarkan dalam opini dan sistem sosial serta lingkungan manusia dalam hal kebudayaan dan populasi.
1042
Penolakan Sri Lanka Terhadap Resolusi UNHCR (Novita Sari Dewi)
2. Faktor eksternal Terlihat dari sisi dan aksi negara lain dalam hubungan internasional yang dapat mempengaruhi persepsi pembuat keputusan dalam membuat keputusan seperti geografi, kebudayaan bangsa lain yang dapat mempengaruhi serta masyarakat global. 3. Struktur Sosial dan perilaku Merupakan salah satu elemen penting dalam pengambilan keputusan, dimana terdapat hubungan antara hubungan sosial masyarakat dan elit politik, sehingga pengambil keputusan dapat membuat keputusan politik dengan dasar opini masyarakat yang akan membentuk perilaku pembuat keputusan. Contohnya, orientasi nilai (ideologi), pimpinan institusi (kepala negara), karakteristik pemimpin dalam sebuah organisasi sosial yang terdiri dari karakteristik pimpinan demokrasi dan non-demokrasi, spesialisasi yang dibutuhkan dalam pembuat keputusan serta lembaga pemerintah agar dapat menjalankan tugas sesuai fungsinya yang diselaraskan dengan partai politik untuk mengawasi jalannya pemerintah sebagai fungsi kelompok serta relevansi-relevansi sosial seperti formasi opini, sosial dan politik. Metode Penelitian Penelitian yang digunakan adalah tipe deskriptif yang berfungsi untuk menganalisis danmemberikan gambaran secara jelas mengenai alasan penolakan yang dilakukan pemerintah Sri Lanka atas resolusi UNHRC.Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif, yang menafsirkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dianalisis penulis yaitu penolakan Sri Lanka atas resolusi UNHCR A/HRC/19/2 tahun 2012 pasca konflik etnis 2009. Hasil Penelitian Sri Lanka adalah sebuah negara pulau yang terletak di sebelah utara Samudera Hindia di pesisir tenggara India Penduduk Sri Lanka terdiri dari etnis Sinhala yang merupakan mayoritas dari penduduk Sri Lanka, etnis Tamil, dan etnis Moor.Baik etnis Tamil maupun etnis Sinhala adalah etnis yang berasal dari India, keduanya telah terlibat persengketaan wilayah kerajaan di India.Hal ini kemudian menjalar ke Sri Lanka. Setelah Sri Langka mendapat kemerdekaan dari Inggris, kekuasaan diberikan kepada Sinhala sebagai etnis dominan. Namun penyerahan kekuasaan oleh Inggris, tidak diikuti dengan sistem yang dapat menjamin hak-hak etnis minoritas termasuk etnis Tamil.Pasca pengalihan kekuasaan, etnis Sinhala menguasai seluruh sistem politik ekonomi dan sosial di Sri Lankayang akhirnya menimbulkan diskriminasi terhadap etnis Tamil. Konflik Sri Lanka bermula ketika pemerintahan yang pada saat itu dipimpin oleh S.W.R.D Bandaranaike mengeluarkan peraturan yang disebut “Sinhala Act One”.Peraturan ini mengubah bahasa resmi Sri Lanka dari bahasa Inggris menjadi bahasa Sinhala.Hal ini menimbulkan aksi protes dari warga Tamil yang menentang peraturan tersebut karnaadanya ketidak percayaan warga Tamil perhadap pemerintah hingga muncul pemberontakan oleh LTTE, dan konflik ini berlangsung selama 53 tahun.Kekerasan antara pemerintah Sri Lanka dan LTTE terus berlanjut selama puluhan tahun, menyebabkan ratusan ribu korban meninggal, kerusakan di berbagai
1043
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1039-1052
infrastruktur, dan permasalahan sosial lainnya.Setiap kali pemerintah Sri Lanka mencoba menekan Tamil, pergolakan konflik menjadi lebih kuat. PBB juga telah mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk mengatasi akuntabilitas dan hak asasi manusia di Sri Lanka.Dalam laporan tersebut, menegaskan bahwa Pemerintah Sri Lanka telah mengabaikan penyelidikan yang kredibel dalam pelanggaran hukum internasional.Laporan ini juga merekomendasikan pembentukan penyelidikan internasional.Pada awal Maret 2011, AS mengajukan sebuah resolusi dalam persidangan Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) untuk Sri Lanka.Tindakan AS ini merupakan upaya untuk mengecam Kolombo terkait dengan kejahatan atas kemanusiaan saat akhir perang separatis dengan Macan Tamil. Penolakan Sri Lanka atas Usulan Resolusi A/HRC/19/2 Berdasarkan teori Konflik, Konflik yang terjadi antara pemerintah Srilangka dan kelompok Macan Tamil merupakan konflik sparatis yang disebut juga dengan konflik vertikal dimana pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Macan Tamil adalah untuk memperjuangkan kemerdekaan dan mendirikan negara terpisah bagi masyarakat Tamil di Sri Lanka khususnya di bagian wilayah Utara dan Timur.Salah satu penyebabnya adalah karena pemerintahan Sri Lanka yang di dominasi oleh etnis Sinhala menjalankan kebijakan yang cenderung memihak pada etnis Sinhala dan mendiskriminasi etnis Tamil.Kebijakan diskriminatif tersebut di mulai dari pemberlakuan bahasa Sinhala sebagai bahasa nasional Sri Langka kemudian disusul dengan kebijakan lainnya seperti pelarangan penggunaan Bahasa Tamil, dihilangkannya kewarganegaraan sebagian besar orang-orang Tamil, dan pelarangan buku dan film yang berbahasa Tamil.Hal tersebut mengakibatkan kemarahan orangorang Tamil yang berujung pada terbentuknya aksi-aksi solidaritas yang dilakukan warga Tamil guna melawan Pemerintah Sri Lanka. Selain itu, faktor identitas juga mempengaruhi dan menjadi salah satu sumber konflik yang terjadi di Sri Lanka, dimana ketika Sri Lanka di kuasai oleh Inggris, masyarakat Sri Lanka di paksa mengunakan bahasa Ingris sebagai bahasa resmi dan hanya dengan menguasai bahasa Inggris penduduk Srilanka akan memperoleh lapangan pekerjaan. Saat itu, etnis Tamil yang menguasai bahasa Inggris memperoleh pekerjaan dan gaji yang layak dari pemerintah colonial.Sementara kalangan etnis Sinhala hanya menjadi budak, buruh, dan pedagang di pedesaan.Inggris juga mengembangkan kebijakan yang menyokong pembedaan etnis dalam masyarakat dan Inggris lebih memberikan perhatian kepada etnis Tamil. Hal ini menimbulkan ketegangan antar etnis Tamil dan Sinhala serta menimbulkan dendam dan pemikiran negatif di kalangan etnis Sinhala karena etnis Tamil memperoleh keuntungan begitu banyak sejak masa colonial.Penyebab lain adalah bahwa etnis Tamil merupakan warga pendatang yang dibawa oleh pemerintah colonial Inggris dari kawasan India Selatan dan etnis Sinhala menganggap etnis Tamil sebagai orang asing. Setelah Sri Lanka merdeka dari penjajahan Inggris, kedua etnis Sinhala (mayoritas) dan Tamil (minoritas) saling mengklaim sebagai penduduk asli negara Sri Lanka. Etnis Sinhala mengambil alih dan merebut kursi pemerintahan dari etnis Tamil dan distribusi kekuasaan di Sri Lanka didasarkan oleh faktor identitas seperti etnis, selain itu adanya persepsi negatif terhadap etnis Tamil menumbuhkan sikap bermusuhandan
1044
Penolakan Sri Lanka Terhadap Resolusi UNHCR (Novita Sari Dewi)
membuat etnis Sinhalayang menguasai pemerintahan melakukantekanan terhadap etnis Tamil yang kemudian menimbulkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan baik dalam bidang sosial, budaya, danekonomi yang memicu timbulnya konflik serta menjadikan konflik di Sri Lanka bersifat mengakar. Konflik yang terjadi antara pemerintah Sri Lanka dan pemberontak Tamil yaitu LTEE atau disebut juga Macan Tamil menimbulkan banyak korban tewas dikalangan masyarakat sipil Sri Lanka maka dikeluarkan resolusi A/HRC/19/2 atas usulan Amerika Serikat untuk menindak lanjuti kecaman yang ditujukan kepada Sri Lanka atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berkonflik. Berbagai laporan diterima oleh PBB mengenai pelanggaran-pelanggaran ini, keprihatinan atas negara ini pun mulai disuarakan.Salah satunya adalah agar dilakukannya investigasi atas dugaan pelanggaran HAM dan kejahatan selama perang.Oleh karena itu, PBB melalui UNHRC mengeluarkan sebuah resolusi untuk permasalahan tersebut.Namun, hal itu tidak sepenuhnya diterima baik oleh Sri Lanka, mereka dengan keras menolak atas usulan tersebut. Diusulkannya sebuah resolusi oleh AS pada persidangan UNHRC di Jenewa pada 9 Maret 2012, terkait kecaman AS kepada Sri Lanka mengenai kejahatan atas kemanusiaan saat akhir perang separatis dengan Macan Tamil di tentang oleh Sri Lanka.Sri Lanka menolak rancangan resolusi yang diajukan ke UNHRC, melalui Tamara Kunanayakam perwakilan tetap Sri Lanka untuk PBB di Jenewa. Tamara Kunanayakam mengkritik AS atas langkah yang dilakukan. Tamara Kunanayakam mengatakan bahwa Sri Lanka tengah berusaha untuk meyakinkan Dewan HAM agar melakukan voting untuk resolusi itu. Sri Lanka menganggap bahwa AS hanya menilai berdasarkan kepentinaganya bukan realitas yang ada di tanah Sri lanka. Namun AS mengatakan bahwa tidak adanya perkembangan reskonsiliasi di Sri Lanka sejak perang berakhir. Amerika Serikat merupakan negara yang berupaya dengan keras untuk meloloskan resolusi internasional ini untuk menegur Sri Lanka atas kejahatan perang yang diduga dilakukan selama operasi militer terhadap etnis pemberontak. Langkah untuk meloloskan resolusi ini mengikuti temuan dari panel yang ditunjuk oleh PBB pada tahun lalu, yang mengatakan adanya “tuduhan kredibel” baik dari tentara Sri Lanka maupun LTTE yang bertanggung jawab atas kejahatan perang ditahap akhir perang saudara selama beberapa dekade. Panel PBB ini memperkirakan ada puluhan ribu warga sipil kehilangan nyawa mereka di hari-hari dan minggu terakhir, dimana tentara Sri Lanka mengebom sebuah daerah yang seharusnya merupakan “zona aman”.Pemerintah Kolombo menolak tuduhan-tuduhan tersebut dan percaya bahwa AS dengan motivasi-motivasi politik ingin meningkatkan tekanan tehadap Sri Lanka. Pemerintah Sri Lanka menolak sebuah panel Hak Asasi Manusia internasional untuk mengunjungi negara itu. Sebuah delegasi empat anggota dari International Bar Association’s Human Rights Institute dijadwalkan berada di Kolombo untuk mengevaluasi aturan hukum setelah pemecatan Hakim Agung Shirani sebagai Mahkamah Agung. Sebaliknya, Rajapaksa menunjuk sebuah panel lokal untuk menyelidiki tuduhan tersebut. Setelah berakhirnya perang internal di Sri Lanka pada tahun 2009.
1045
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1039-1052
Berbagai tuduhan ini menjadi alasan diusulkannya resolusi tersebut. Namun pemerintah Sri Lanka menolak resolusi tersebut meski resolusi ini tetap dikeluarkan. Pemerintah merasa PBB dan dunia tidak menghargai usaha dan upaya yang sudah dilakukan Sri Lanka untuk menyelesaikan permasalahan ini, karena itu Sri Lanka dengan keras menolak resolusi ini. Penolakan ini pun didasari dengan beberapa alasan, yaitu: 1. Kecurigaan Sri Lanka terhadap Kepentingan AS Insiden pemecatan ketua Mahkamah Agung Shirani Bandaranayake atas dugaan korupsi memicu protes keras baik dari dalam maupun luar negeri. AS dan Inggris menyatakan keprihatinan atas pelanggaran independensi yudikatif di Sri Lanka. Sebuah lembaga think-tank, The Centre for Policy Alternative, mengatakan bahwa langkah pemberhentian ketua MA oleh parlemen tidak perlu dan sangat disesalkan. Langkah tersebut akan sangat melemahkan pemerintahan konstitusional. Pemerintah AS melihat peristiwa ini sebagai persoalan tentang pemisahan kekuasaan di Sri Lanka dan dampak dari tiadanya lembaga-lembaga demokratis. AS tidak menyia-nyiakan kesempatan menyaksikan kekisruhan di Sri Lanka dan langsung berusaha meloloskan draft resolusi kepada PBB agar Sri Lanka memenuhi komitmen yang dibuat dalam resolusi tersebut. Tekanan terhadap pemerintah Sri Lanka semakin meningkat dengan tuduhan-tuduhan pelanggaran HAM dan kejahatan perang oleh AS dan negara Barat. Namun pemerintah menolak tuduhan tersebut dan percaya bahwa AS dengan motivasimotivasi politiknya ingin meningkatkan tekanan terhadap Sri Lanka. Tindakan AS tersebut merupakan upaya untuk menekan Sri Lanka agar bergabung dengan kebijakan AS dan Inggris. Yaitu kerjasama militer AS, karena AS ingin mendirikan pangkalan militer di Sri Lanka. Sebab, Sri Lanka memiliki posisi strategis di Samudera Pasifik dan baru-baru ini juga memperluas kerjasama militer dengan Cina. Sri Lanka bahkan mendukung peningkatan kekuatan dan kehadiran Angkatan Laut Cina di samudera Hindia dan menyatakan bahwa Cina bukanlah ancaman. Kerjasama militer antara Cina dan Sri Lanka mengundang kekhawatiran negara Barat, terutama mengeni perluasan kehadiran kekuatan Asia itu di Samudera Hindia. Hal ini lah yang menjadi salah satu alasan penolakan Sri Lanka, dikarenakan adanya kepentingan AS yang terselubung dalam intervensinya melalui pengajuan resolusi untuk Sri Lanka ke UNHRC. 2. Kecurigaan Sri Lanka atas Adanya “Standar Ganda” dalam Pengajuan Resolusi yang Dilakukan AS Standar ganda merupakan perilaku/tindakan yang mengakui memiliki keyakinan, moral atau nilai-nilai yang sebenarnya tidak dimiliki atau dipraktekkan, misalnya membenarkan tindakan/perilaku seseorang sementara menyalahkan orang lain yang memiliki hak dan kedudukan yang sama. Dalam hubungan internasional, standar ganda sering dilakukan oleh negara-negara adidaya ( dalam hal ini adalah AS) terhadap negara-negara yang dianggap lemah (Sri Lanka). Dalam sidang ke22 UNHRC, Delegasi Sri Lanka merasa pengajuan resolusi oleh AS ini seperti memiliki standar ganda dan berupaya untuk menarik “perhatian yang tidak proporsional” terhadap negara. Maksud daripada “standar ganda” disini adalah pengajuan resolusi yang dilakukan AS merupakan salah satu strategi/taktik untuk menjatuhkan Sri Lanka agar bergabung dengan kebijakannya. Sri Lanka dengan keras menolak ketidakadilan, prasangka yang berat sebelah, pendekatan yang
1046
Penolakan Sri Lanka Terhadap Resolusi UNHCR (Novita Sari Dewi)
tidak adil dan prinsip yang diadopsi oleh UNHRC terhadap perlindungan dan promosi Hak Asasi Manusia di Sri Lanka. Sri Lanka merasa dunia dan PBB tidak percaya akan kemampuan negara dalam menyelesaikan konflik yang terjadi, melihat Sri Lanka sudah menyiapkan panel guna menyelidiki konflik tersebut namun PBB tetap mengirim panel yang sudah ditunjuk untuk menyelidiki masalah pelanggaran tersebut, walaupun Sri Lanka sudah menyatakan dapat menyelesaikan masalah negaranya. Sri Lanka memberi pandangan yang tegas bahwa Amerika terkenal dengan kamp penyiksaan, membunuh orang yang tidak bersalah, wanita dan anak-anak dalam serangan pesawat tak berawak, untuk kehancuran negara-negara seperti Afganistan, Irak, Libya, melalui pemboman. Untuk itu, Amerika Serikat tidak memiliki hak untuk mengusulkan resolusi ke UNHRC untuk melawan Sri Lanka. 3. Pelanggaran terhadap Kedaulatan Negara oleh AS Kedaulatan suatu bangsa harus dihormati dalam berbagai keadaan. Tetapi Amerika dan sekutunya tidak menyadari kapan waktu prinsip demokrasi harus dihormati. Untuk Amerika Serikat, kedaulatan sebuah negara berkembang dapat berakhir ketika Amerika Serikat memutuskan untuk campur tangan dalam urusan internal negara. Keterlibatan AS dengan mengajukan resolusi ke PBB tersebut membuat Sri Lanka merasa kedaulatan negaranya mulai terganggu, AS dengan motivasi-motivasi politiknya mulai mengintervensi Sri Lanka demi kepentingan politik. Sri Lanka yang tidak ingin adanya campur tangan dan pengaruh dari pihak asing memilih menolak resolusi tersebut. Hal inilah yang membuat pemerintah Srilanka membuat keputusan penolakan terhadap Resolusi tersebut. Dikeluarkannya resolusi ini kemudian memicu berbagai bentuk tindakan yang dilakukan Sri Lanka sebagai bentuk dari penolakan resolusi tersebut.Ribuan orang bergabung dengan pemerintah turun kejalan melakukan aksi protes atas resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) yang diusulkan atas dugaan pelanggaran hak asasi selama perang sipil di negara itu.Termasuk politisi, para pemimpin agama maupun mantan tentara Sri Lanka. Sebelumnya, sekitar 3.000 orang pendukung pemerintah berbaris menuju Kedutaan Besar Amerika Serikat tapi dihentikan oleh polisi. Melalui penyelenggara pawai, Mahinda Kahandagamage, dikatakan bahwa mereka menyampaikan surat ke kedutaan dan mengutuk atas dukungan Amerika Serikat dan meminta agar resolusi tersebut ditarik. Namun perwakilan Amerika Serikat untuk UNHRC, Eileen Chamberlain Donahoe, mengatakan bahwa jika Sri Lanka terus menolak resolusi, semua pilihan akan tetap di atas meja, termasuk menyerukan penyelidikan luar. Laporan panel PBB, yang diterbitkan pada tahun 2010, mengatakan puluhan ribu warga sipil mungkin telah tewas selama perang sipil dan menyerukan penyelidikan independen internasional. Penolakan Sri Lanka ini juga didasari atas keputusan yang diambil pemerintah. Sesuai dengan teori pengambilan keputusan (decision making theory) yang mana dalam pengambilan keputusan, pembuat keputusan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor internal, eksternal dan struktur sosial dan perilaku.
1047
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1039-1052
1. Faktor internal, pembuat keputusan berdasarkan pada politik dalam negeri, opini publik dan posisi geografi. Penolakan Sri Lanka terhadap resolusi tersebut merupakan keputusan yang dibuat Sri Lanka atas dasar kedaulatan negaranya. Secara historis, Sri Lanka merupakan jajahan negara Inggris. Sistem pemerintahan Sri Lanka juga masih dipengaruhi dengan negara kolonial tersebut. Pasca kemerdekaannya, Sri Lanka mulai merubah sistem pemerintahannya setelah pemerintahan dikuasai etnis Sinhala. Dengan tujuan memperkuat identitasnya, Sri Lanka tidak ingin dipengaruhi oleh bayang-bayang dari negara Inggris yang masih dipegang oleh etnis Tamil. Sama halnya keputusan yang dibuat oleh Sri Lanka untuk menolak resolusi UNHRC tersebut, Sri Lanka tidak ingin adanya pengaruh dari luar yang dapat mengganggu kedaulatan negaranya. Ditambah dengan keterlibatan Inggris dalam proses diusulkannya resolusi ini, menjadikan salah satu hal yang mempengaruhi Sri Lanka dalam menolak resolusi UNHRC tersebut. 2. Faktor eksternal, terlihat dari sisi dan aksi negara lain dalam hubungan internasional yang dapat mempengaruhi persepsi pembuat keputusan dalam membuat keputusan seperti geografi, kebudayaan bangsa lain yang dapat mempengaruhi serta masyarakat global. AS dan negara Barat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam hal dikeluarkannya resolusi UNHRC ini. AS merupakan negara yang mengajukan resolusi ini ke PBB sebagai bukti kecaman atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Sri Lanka pasca konflik etnis. Keterlibatan AS sendiri merupakan bentuk dari pada intervensi yang dilakukan untuk menekan Sri Lanka agar bergabung dengan kebijakan yang dibuat oleh AS dan Inggris. Karena secara geografis, posisi Sri Lanka berada pada salah satu jalan terpenting yang menghubungkan antara barat dan timur Asia. Sri Lanka hanya berjarak 22 mil dari titik paling sempit di anak benua India yang disebut selat Palk. AS berkali kali berupaya mendominasi selat Palk dengan tujuan merubahnya menjadi pangkalan militer AS untuk membantunya dalam mendominasi lautan Hindia dan mendominasi jalur minyak Timur Tengah dan Afrika yang menuju China. Dengan begitu AS akan bisa membatasi ambisi China melakukan ekspansi via laut ke arah barat. 3. Struktur sosial dan perilaku, merupakan salah satu elemen penting dalam pengambilan keputusan, dimana terdapat hubungan antara hubungan sosial masyarakat dan elit politik, sehingga pengambil keputusan dapat membuat keputusan politik dengan dasar opini masyarakat yang akan membentuk perilaku pembuat keputusan. Misalnya, orientasi nilai (ideologi), pimpinan institusi (kepala negara), karakteristik pemimpin dalam sebuah organisasi sosial yang terdiri dari karakteristik pimpinan demokrasi dan non-demokrasi. Dalam penolakan Sri Lanka ini, struktur sosial yang mempengaruhi adalah posisi dari Pemerintah Sri Lanka yaitu Presiden sebagai pemimpin jabatan tertinggi dalam sebuah negara. Tindakan /keputusan yang diambil pembuat keputusan dalam hal ini adalah Presiden selalu berorientasi pada tujuan. Artinya, keputusan yang dibuat disesuaikan dengan kepentingan atau tujuan suatu negara. Karena itu segala tindakan yang dibuat pemerintah akan diasumsikan sebagai tindakan yang mengatas namakan negara dan didasari rasionalitas, sehingga pemerintah membuat keputusan dengan analisis yang memusatkan pada perhitungan untung rugi dalam pembuatan keputusan (decision making).
1048
Penolakan Sri Lanka Terhadap Resolusi UNHCR (Novita Sari Dewi)
Dalam pandangan Morgenthau, kemampuan minimun negara-bangsa adalah melindungi identitas fisik, politik dan kulturalnya dari gangguan bangsa-bangsa lain. Dari tujuan-tujuan umum ini para pemimpim suatu negara bisa menurunkan kebijaksanaan-kebijaksanaan spesifik terhadap negara lain, baik yang bersifat kerjasama maupun konflik. Dikeluarkannya resolusi ini membuat pemerintah Sri Lanka merasa kedaulatan negara-nya mulai terganggu, ditambah lagi dengan adanya campur tangan AS. Sebagai aktor rasional, presiden Mahinda Rajapeksa yang secara metodologis memiliki otoritas sebagai pembuat kebijakan memutuskan untuk menolak dikeluarkannya resolusi tersebut. Penolakan yang dilakukan Sri Lanka merupakan foreign policy yang dibuat atas dasar kedaulatan negara. Pemerintah juga melarang wartawan dari media asing dan penyelidik pelanggaran HAM mengunjungi Sri Lanka, salah satunya adalah tidak meloloskan visa kunjungan ke negara tersebut. Tindakan Sri Lanka dengan menutup informasi dari luar merupakan bentuk defensive dari hal-hal yang dapat menjadi ancaman untuk kedaulatan negaranya. Keputusan Penolakan yang di ambil oleh Presiden Sri Lanka ini di dasarkan pada kepentingan nasional dan perhitungan untung dan Rugi, jika Sri lanka terus menolak Resolusi A/HRC/19/2 maka negara-negara lain dapat menganggap bahwa Sri Lanka berusaha menutupi kejahatan kemanusiaan yang terjadi dan hal ini dapat berpengaruh pada hubungan diplomatik Sri Lanka dengan negara-negara lain dan terkucil dari dunia internasional. Seperti pada tahun 2010, Uni eropa mencabut Sri Lanka dari daftar rekan dagang utama karena keengganan untuk menangani masalah hak asasi tersebut. Jika hal seperti ini terus terjadi maka akan mempersulit Sri Lanka dalam hal kerjasama terutama ekonomi. Konflik internal yang berkepanjangan telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur, sehingga Sri Lanka membutuhkan bantuan dana dari negara lain untuk membangun kembali perekonomian mereka terutama pembangunan baik di wilayah ibu kota maupun pembangunan di wilayah lain seperti daerah yang mayoritas ditempati oleh etnis Tamil untuk menjaga kepercayaan dari etnis Tamil. Disisi lain, adanya penyelidikan terhadap kejahatan perang yang terjadi di Sri Lanka dapat berpengaruh pada politik dalam negeri Sri Lanka dengan memberikan peluang kepada negara luar untuk melakukan investigasi, hal ini dianggap sama dengan memberikan hak kepada negara lain untuk masuk ke wilayah kedaulatan Sri Lanka. Pihak pemerintah juga menganggap bahwa penyelidikan hanya melihat kesalahan pemerintah, sementara tidak ada penyelidikan terhadap Macan Tamil. Meskipun masih menolak Resolusi yang diajukan oleh UNHRC, namun Sri lanka telah menandatangani beberapa perjanjian hak asasi internasional, seperti Kovenan Internasional tentang hak Sipil dan Politik, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Hak Konvensi Anak, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Rasisme, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan Konvensi Internasional Menentang Penyiksaan. Demikian pula Sri lanka juga telah meratifikasi banyak perjanjian pada hukum perang. Sri Lanka adalah Negara yang memiliki keuntungan dari segi letak geografisnya.Sri Lanka berjarak 19 mil dari pantai Selatan India yang menghubungkan antara Barat dan Timur Asia.Selain itu, Sri Lanka hanya berjarak 22 mil dari titik paling sempit di anak benua India yang disebut selat Palk.Amerika Serikat adalah salah satu Negara yang memiliki kepentingan di jalur selat Palk, selain India, Inggris, Cina, dan Negara-
1049
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1039-1052
negara Eropa lainnya.Jalur Palk adalah jalur yang menghubungkan adalah jalur minyak Timur Tengah dan Afrika yang menuju Cina.Pada tahun 2002 melalui Access and Cross Servicing Agreement (ACSA) yang memungkinkan kapal perang dan pesawat Amerika menggunakan wilayah Sri Lanka.Salah satunya dengan mendirikan pangkalan militer diwilayah selat Palk. Namun, pasca berakhirnya konflik internal, Sri Lanka juga mulai melakukan kerjasama militer, isu-isu kelautan, dan pembangunan ekonomi dengan negara lain selain Amerika Serikat yaitu Cina dan Jepang. Dalam hal ini karena tidak ada suatu kekuatan dominan yang dapat mengatur negaranegara dalam sistem internasional, maka penting untuk negara lain menghormati kedaulatan Sri Lanka. Namun, dikarenakan Sri Lanka melihat kemungkinan adanya kepentingan dan semakin banyaknya tekanan yang didapat, maka Sri Lanka memilih untuk menolak resolusi A/HRC/19/2 yang dikeluarkan oleh PBB tersebut. Dengan mempertimbangkan kerugian yang harus dihindari demi pencapaian kepentingan nasional yang maksimal, sehingga negara dapat mengambil keputusan yang paling menguntungkan. Kesimpulan Keterlibatan AS dan sekutunya negara Barat, didalam pengajuan resolusi ke UNHRC atas dugaan pelanggaran HAM dianggap Sri Lanka karena AS memiliki kepentingan di dalam upayanya itu.AS berusaha menekan Sri Lanka agar mau bergabung dengan kebijakannya karena Sri Lanka terletak di posisi yang strategis di Samudera Pasifik. Selain itu menerima resolusi tersebut berarti mengijinkan negara lain untuk mencampuri masalah interen Sri Lanka hal tersebut sama dengan mengijinkan negara lain melanggar kedaulatan Sri Lanka. Daftar Pustaka Buku Dewi Fortuna Anwar. 2004.Konflik Kekerasan Internal: Tinjauan sejarah, ekonomi, politik, dan kebijakan di Asia Pasifik. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hara, A. Eby, 1991. Decision Making Theoris dalam Studi Hubungan Internasional : Suatu Upaya Teoritis, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia dengan LIPI, Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. K.J Holsti, 1983. Internasional Politic Terjemahan.M. Tahrir Azhary. Politik Internasional : Kerangka untuk analisis. Louis Kriesberg. 1998.Constructive Conflicts From Escalation to Resolution, Maryland: Rowman and Littlefield. Novri Susan. 2009. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Susan, Novri. 2009.Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-isu Konflik Kontemporer. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
1050
Penolakan Sri Lanka Terhadap Resolusi UNHCR (Novita Sari Dewi)
Richard Snyder, C. W. Bruck, dan Burton Sapin, 1996. The Decision Making Approach to the Study of International Politics, dalam James N. Rossenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader Research and Theory, New York, Free Press. Yoki Rakaryan Sukarjaputra, 2010,Auman Terakhir Macan Tamil: Perang Sipil Sri Lanka 1976-2009, Buku Kompas, Jakarta Internet Cara AS Memancing di Air Keruh, terdapat http://indonesian.irib.ir/ranah/telisik/item/59102Cara_As_Memancing_di_Air_Keruh, diakses pada 29 Mei 2015.
di
Fatrakhul Yusa, “Peran Diaspora Tamil dalam Konflik Sri Lanka Tahun 2002-2010”, Universitas Airlangga, 2014, hal 2, Published, tersedia dalam http://journal.unair.ac.id/filerPDF/jahie2fe2fe586full.pdf, diakses tanggal 18 November 2014. “Frequently Asked Questions on the UN Human Rights Council Resolution (2014) on Sri Lanka”, terdapat di http://www.colombotelegraph.com/index.php/the-uninvestigation-into-human-rights-in-sri-lanka-its-legal-basic-nature-and-scope/, diakses pada tanggal 25 Oktober 2015. Human Rights Watch World Report 2012: Sri Lanka, www.hrw.org/world-report2012/world-report-2012-sri-lanka, di akses 01 Juni 2014 “Has US National Interest Collaborated witn Indian Chanayak’s Arthashastra on Sri Lanka?”, terdapat di http://www.lankaweb.com/news/items/2015/02/11/hasus-national-interest-collaborated-with-indian-chanayaks-arthashastra-on-srilanka/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2015. Konflik identitas di Sri Lanka, http://www.kompasiana.com/isharyanto/konflik-identitas-di-srilanka_54f7b70aa33311bd208b4830 di akses pada 28 Mei 2015
dalam
PBB: Sri Lanka Gagal Penuhi Janji Selidiki Kejahatan Perang, tersedia dalam http://www.antaranews.com/berita/358289/pbb-sri-lanka-gagal-penuhi-janjiselidiki-kejahatan-perang.html, diakses 21 Mei 2015 Protest in Sri Lanka against proposed U.N. rights resolution, tersedia dalam http://www.thehindu.com/news/international/protest-in-sri-lanka-againstproposed-un-rights-resolution/article2938786.ece, diakses pada 21 Mei 2015 “Protect Sri Lanka’s National Interest From Big Power Rivalries”, terdapat di http://www.colombotelegraph.com/index.php/protect-sri-lanka-nationalinterest-from-big-power-rivalries/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2015.
1051
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1039-1052
Report of the Human Rights Council on its nineteenth session, tersedia dalam http://www.ohchr.org/Documents/HRBodies/HRCouncil/RegularSession/Sess ion19/A-HRC-19-2_en.pdf, diakses pada 01 Juni 2014. Resolusi PBB untuk Pelanggaran Hak Asasi di Sri Lanka, terdapat di http://hot.detik.com/read/2012/03/22/223930/1874942/934/resolusi-pbbuntuk-pelanggaran-hak-asasi-di-sri-lanka. Reject
US Resolution against Sri Lanka, terdapat di www.lankaweb.com/news/item/2014/03/23/reject-us-resolution-against-srilanka/, diakses pada 29 Mei 2015.
Sri Lanka Akui Kematian Sipil dalam Perang Separatis, tersedia dalam http://www.antarajatim.com/lihat3/berita/68255/sri-lanka-akui-kematian-sipildalam-perang-separatis.html, diakses 01 Juni 2014 Sri Lanka Menentang AS Loloskan Resolusi Kejahatan Perang, terdapat di www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/03/09/m0Ina0-sri-lankamenentang-as-lolskan-resolusi-kejahatan-perang, diakses pada 27 Mei 2015 Sri
Lanka will “resist resolution”, terdapat di http://tamilguardian.com.com/article.asp?articleid=444482, diakses pada 28 Mei 2015.
Sri Lanka Resist UN resolution against alleged war crimes, terdapat di www.independent.co.uk/news/world/asia/sri-lanka-resist-un-resolutionagainst-alleged-war-crimes-7440979.html, diakses pada 28 Mei 2015. Sri Lanka rejects US Resolution in Geneva, terdapat di www.ft.lk/2013/02/27/lankarejects-us-resolution-in-geneva/, diakses pada 29 Mei 2015.
1052