BAB IV KESIMPULAN
Dampak dari berkurangnya angka kelahiran di Jepang yang terjadi saat ini tidak hanya berdampak dalam satu aspek saja, namun seperti efek domino yang merembet kedalam masalah – masalah lainnya. Penyebab dari berkurangnya angka kelahiran di Jepang sendiri banyak diakibatkan dari beberapa faktor, seperti menurunnya keinginan masyarakat Jepang untuk menikah baik bagi kaum pria maupun bagi kaum wanita. Dengan menurunnya angka pernikahan, tentu saja hal itu akan berdampak dengan semakin menurunnya angka kelahiran. Selain permasalahan menurunnya keinginan untuk menikah, faktor tingginya tingkat aborsi juga menjadi penyebab utama menurunnya angka kelahiran. Adanya pemikiran mengenai memilki anak dan juga berkeluarga akan membebani hidup mereka, menjadi alasan utama banyaknya masyarakat Jepang yang melakukan aborsi. Walaupun pemerintah Jepang telah melakukan berbagai hal untuk mengurangi angka aborsi termasuk pembuatan UU yang meng-ilegalkan tindakan aborsi serta memberi tunjangan bagi keluarga yang menikah dan memilki anak termasuk membebaskan biaya pendidikan bagi anak mereka nantinya. Namun tindakan tersebut belum meberi dampak yang signifikan untuk menekan angka tindakan aborsi yang terjadi. Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya fenomena di Jepang ini adalah tingginya biaya hidup yang diperlukan untuk tinggal di Jepang. Hal itu diperparah dengan tidak seimbangnya gaji yang mereka dapatkan sehingga mereka lebih memilih untuk karir mereka dari pada berkeluraga dan memilki anak yang pada nantinya akan lebih membebani biaya hidup mereka. Dengan menurunnya angka kelahiran, maka secara tidak langsung ketersedian tenaga kerja produktif Jepang dari tahun ke tahun semakin menurun. Hal itu akan menyebabkan produktifitas mereka akan semakin menurun yang akan berpengaruh terhadap ekonomi mereka. Menurunya angka kelahiran di Jepang serta tinggi nya angka harapan hidup di sana menyebabkan angkatan usia tua semakin banyak
serta menyabkan tingginya angka
ketergantungan usia tua. Semakin meningginya angka kelahiran disana tentu akan membebani ekonomi dalam negerinya. Pada tahun ini saja pemerintah Jepang mengeluarkan 29% pendapatan
1
nasionalnya atau setara dengan $ 1.12 trilliun.1 Bahkan diperkirakan akan semakin meningkat setiap tahunnya. Jika kita melihat teori ekonomi pembangunan yang di kemukakan oleh Adam Smith, dalam teori tersebut dikatakan bahwa faktor jumlah penduduk merupakan faktor yang penting untuk dapat meningkatkan perkonomian negara selain faktor sumber daya alam dan juga stock barang modal. Dari teori tersebut dapat dilihat bagaimana salah satu faktor penting dalam peningkatan ekonomi tidak dimilki Jepang yaitu faktor penduduk. Dengan semakin tingginya jumlah penduduk terutama dalam usia produktif, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut dapat dioptimalkan. Begitu juga sebaliknya, dengan semakin berkurangnya penduduk maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut tidak dapat berjalan dengan optimal. Atau dengan kata lain dibutuhkan man power yang tinggi untuk dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebagai contoh kita dapat membandingkan dengan Cina dengan jumlah penduduk sedemikian besar maka Cina tidak perlu khawatir akan ketersedian tenaga kerja usia produktif. Sehingga mereka dapat meningkatkan produktifitas ekonomi mereka. Oleh karena itu, pemerintah Jepang harus segera melakukan tindakan yang lebih efisien untuk menghentikan penurunan angka kelahiran yang terjadi saat ini. Masalah ini tidak hanya berpengaruh terhadap ekonomi Jepang saja, namun hal ini juga akan berpengaruh terhadap bargaining position Jepang di dalam persaingan dengan negara – negara lainnya di dunia. Dalam menentukan kekuatan suatu negara dalam persaingan global, dapat dilihat dari berbagai aspek. Beberapa aspek yang menjadi tolak ukur kekuatan suatu negara dalam persaingan global saat ini, antara lain adalah kekuatan ekonomi. Dengan kata lain, semakin kuat ekonomi suatu negara tentu hal itu akan memberi kekuatan lebih bagi suatu negara agar dapat bersaing dan juga menguatkan bargaining position mereka dalam persaingan global. Di kawasan Asia, Jepang sering di anggap sebagai negara economic power yang besar. Namun permasalahan yang dihadapi Jepang saat ini akan mengancam predikat nya sebagai negara economic power. Saat ini sudah ada beberapa tanda – tanda yang menunjukan semakin melemahnya kekuatan Jepang di kawasan Asia. Dengan semakin berkurangnya tenaga kerja produktif, maka kegitan eksport Jepang tidak berjalan dengan optimal. Hal itu dapat dilihat dari jumlah eksport Jepang ke negara lain hanya naik sekitar 1,8%. Jumlah tersebut sangat jauh dari perkiraan sebelumnya yang ditargetkan mencapai 6,5%. Hal itu diperburuk dengan semakin 1
C. Harlan.
2
meningkatnya jumlah import Jepang yang mencapai angka 18,1% yang membuat terjadinya defisit dalam neraca perdagangan Jepang saat ini. Kepala ekonom Jepang di Royal Bank of Scotland group plc di Tokyo, Junko Nishioka, mengatakan bahwa kinerja eksportir Jepang masih cukup lemah dibandingkan dengan para pesaingnya seperti Korea atau Taiwan.2 Perkataan Junko Nishioka tersebut dapat diartikan bahwa produktifitas eksport Jepang saat ini sangat kurang jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia lainya, salah satu faktor penyebabnya adalah semakin berkurangnya tenaga kerja produktif Jepang untuk menunjang kegiatan eksport saat ini. Keadaan tersebut diperparah dengan semakin banyak pabrik Jepang yang mengalami kebangkrutan baik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 2011, jumlah perusahaan Jepang yang mengalami kebangkrutan sejumlah 11.400 perusahaan.3 Jumlah kebangkrutan tersebut sangatlah tinggi jika kita bandingkan dengan negara – negara lain dikawasan Asia. Akibat dari keadaan ekonomi Jepang yang semakin buruk tersebut perusahaan Sharp harus menutup produksi AC serta TV Aquos.4 Salah satu contoh perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan adalah perusahaan MT GOX, yaitu perusahaan yang berada di bidang bitcoin yang dimilki Jepang yang termasuk salah satu perusahaan bitcoin terbesar di dunia. Perusahaan tersebut dinyatakan pailit pada Maret 2014 ini. Perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan setelah mereka tidak dapat membayar hutang mereka yang mencapai USD 63,9 juta. Sementara total aset yang mereka milki hanya sekitar USD 37,7 juta, sehingga mereka mengajukan permohonan pailit atau bangkrut kepada pemerintah Jepang.5 Dalam kasus sengketa wilayah dengan Cina, kita dapat melihat bagaimana bargaining position Jepang kurang diuntungkan dibandingkan dengan China. Pernyataan itu didukung juga oleh Jim Baisong, wakil direktur unit penelitian kebijakan yang berafiliasi dengan Kementrian Perdagangan Cina, dia menngatakan bahwa “Cina memiliki kemampuan untuk menjatuhkan sanksi perdagangan terhadap negara-negara lain. Ia juga mengatakan bahwa posisi China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia, yang memiliki cadangan devisa terbesar, dengan peringkat pertama dan kedua secara global dalam hal ekspor dan impor”.6 Jadi bukan hal yang
2
PYA. A. Bambani. 4 Y. Antariksa. 5 SFN. 6 Web. 3
3
mustahil bagi Cina akan menggunakan predikat sebagai negara dengan ekonomi terkuat di dunia untuk memberi sanksi terhadap Jepang. Disamping hal tersebut, seperti yang kita ketahui saat ini Cina merupakan kreditor terbesar di Jepang dan dapat dikatakan bahwa pemerintah Jepang sangat bergantung dengan China. Sehingga akan mempersulit posisi tawar Jepang terhadap Cina dalam sengketa pulau Senkaku. Pemerintah Cina bahkan juga memberi ancaman akan membuang obligasi Jepang yang senilai US $ 230 juta jika Jepang tetap berambisi untuk menguasi pulau tersebut. 7 Jim Baisong juga mengatakan bahwa populasi Jepang yang menua, berkurangnya tabungan rumah tangga, serta menurunnya daya beli akan menambah utang negara dan menciptakan tren berkelanjutan untuk penurunan ekonomi jangka panjang.8 Sehingga akan membuat tingkat ketergantungan Jepang terhadap Cina semakin tinggi, yang akan memperlemah posisi tawar Jepang terhadap Cina. Bahkan Liu Li – Gang, mantan ekonom bank dunia, saat ini mengatakan ketergantungan ekomomi Jepang terhadap Cina jauh lebih besar jika dibandingkan dengan China membutuhkan Jepang.9 Dari berbagai fakta di atas dapat dikatakan bahwa saat ini Jepang masih sangat bergantung dengan Cina, sehingga akan mempersulit posisi mereka untuk memenangkan persengketaan dengan Cina dalam konflik di kepulauan Senkaku. Jika kita lihat dari konsep National power yang dikemukakan oleh David Jablonsky, yang mengatakan bahwa kekuatan nasional adalah kemampuan suatu aktor politik untuk mempengaruhi aktor lainnya dalam hal ini tentu saja adalah negara. Tujuan dari mempengaruhi aktor tersebut adalah untuk mencapai kepentingan mereka sendiri atau pun untuk mempertahankan dan mencapai tujuan lain mereka seperti pengakuan dari negara lain, wilayah ataupun aliansi.10 Dalam national power terdapat beberapa unsur dan unsur yang tepat untuk melihat kejadian yang terjadi di Jepang saat ini adalah unsur kekuatan ekonomi. Kekuatan ekonomi tidak hanya untuk mencapai tujuan nasional mereka saja, namun dapat digunakan untuk mempengaruhi negara lain atau dengan kata lain untuk memperkuat bargaining position mereka dalam persaingan global saat ini. Negara dapat juga menggunakan kekuatan ekonomi nya untuk melawan negara lain atau pun untuk membangun kerja sama dengan negara lain. 7
Web. Web. 9 Web. 10 D. Jablonsky. 8
4
Menurut pendapat penulis ada beberapa langkah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan demografi di Jepang, antara lain adalah memasukkan kurikulum dalam pelajaran SD dan juga SMP mengenai pentingnya keluarga atau memilki keluarga. Hal itu disebabkan lebih mudah nya merubah persepsi sejak dimulai dari kecil dibandingkan dengan merubah pandangan orang dewasa. Langkah yang kedua adalah mempromosikan Jepang ke negara lain agar tenaga kerja asing tertarik untuk bekerja di Jepang. Selama ini Jepang kurang dalam mempromosikan hal tersebut yang menyebabkan jumlah imigran yang masuk ke Jepang sangat sedikit walaupun sudah dibuat kebijakan oleh Shinzo Abe untuk menerima imigran asing untuk bekerja di Jepang, yang bertujuan untuk membantu meningkatkan produktifitas ekonomi Jepang.
5