2.
PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN PENGARUH PEMUNGUTAN S UARA DAN PERIODE TRANSISI ATAS PEREKONOMIAN
Penurunan Output Tahun 1999 2.1 Timor Lorosae dulu dan sekarang sebagian besar merupakan masyarakat agraris. Sekitar tiga per empat penduduknya memiliki mata pencarian utama dari pengolahan lahan. Sebelum tahun 1999, kira-kira sepertiga dari PDB berasal dari pertanian. Seperlima lagi dari PDB adalah jasa pelayanan pemerintah. Hal ini mencerminkan pentingnya aparat administratif provinsi di bawah sistem pemerintahan Indonesia. Konstruksi merupakan kategori terbesar berikutnya, meskipun sebagian besar dari kategori ini berhubungan dengan proyek-proyek modal sektor publik. Kurang dari 8 persen PDB non-minyak berasal dari kegiatan-kegiatan dalam sektor industri modern termasuk manufaktur, utilitas, perbankan dan keuangan. Tabel 2.1: PDB Tahun 2000 menurut Asal Mula Industri dengan Harga Pasar Saat ini Nilai Tambah Juta $
Bagian dalam PDB %
Pertanian, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Manufaktur Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Rumah Makan Transportasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Usaha Jasa (Pemerintah &Swasta) a. Pemerintah UNTAET Pemerintah lain b/ b. Swasta
83,3 74,5 8,7 2,6 45,9 25,1 23,2 21,1 108,2 106,3 83,4 22,9 1,9
21,2 19,0 2,2 0,7 11,7 6,4 5,9 5,4 27,6 27,1 21,3 5,8 0,5
TOTAL
392,6
100,0
2000 Bagian dalam PDB non minyak a/ %
Bagian dalam PDB di luar a / Minyak & UNTAET %
1993-98 PDB non minyak rata-rata %
25,9 1,0 2,7 0,8 14,3 7,8 7,2 6,6 33,7 33,1 26,0 7,1 0,6
35,0 1,3 3,7 1,1 19,3 10,6 9,8 8,9 10,4 9,6 9,6 0,8
32,2 0,9 3,0 0,7 18,5 9,3 9,7 3,9 21,7 20,7 1,1
100,0
100,0
100,0
a/ PDB non minyak diperkirakan sebesar $321.2 juta; PDB di luar minyak dan UNTAET diperkirakan sebesar $309.2 juta. b/ Termasuk ETTA, TFET, LSM-LSM bilateral dan internasional. Sumber: Kementerian Keuangan
2.2 Estimasi PDB yang belum lama ini disusun dan komponen-komponennya yang diukur dalam dollar AS untuk tahun 2000 menunjukkan peningkatan yang tajam menjadi 19 persen dari PDB dalam bagian kategori pertambangan dan penggalian yang disebabkan oleh meningkatnya produksi minyak di Laut Timor. Peningkatan menonjol lainnya yang berhubungan dengan tahun 1990an adalah jasa-jasa pemerintah dan hal ini
8
mencerminkan relatif tingginya gaji staf asing UNTAET. 4 Kenaikan dalam dua kategori ini cenderung menurunkan kontribusi persentase kepada PDB kebanyakan sektor lain yang berhubungan dengan periode sebelumnya. Kontribusi sektor-sektor lain ini secara progresif meningkat jika bagian nilai tambahnya diperhitungkan, pertama di luar minyak dan kemudian di luar minyak maupun UNTAET (Tabel 2.1). Akan tetapi, bagian-bagian nilai tambah yang diukur untuk berbagai sektor tersebut ditentukan untuk terus berubah, seraya kontribusi minyak meningkat dan staf asing UNTAET pergi. 2.3 Sehubungan dengan perekonomian Indonesia, perekonomian lokal di Timor Lorosae kurang dipengaruhi oleh krisis keuangan Asia: Realisasi PDB- nya meningkat sekitar 4 persen pada tahun 1997 dan penurunannya yang tertinggi pada tahun 1998 hanya sekitar 2 persen—dibandingkan dengan penurunan PDB Indonesia sebesar 13 persen pada tahun 1998. Kemunduran terus berlangsung pada pertengahan pertama tahun 1999, yang diperburuk oleh ketidakpastian masa depan wilayah ini, khususnya setelah kesepakatan awal Mei melalui PBB untuk mengadakan pemungutan suara yang akan memilih antara otonomi atau kemerdekaan pada akhir bulan Agustus. Banyak warga Indonesia (yang berpenghasilan lebih tinggi) meninggalkan Timor Lorosae sebelum dilaksanakan pemungutan suara tersebut. Setelah menilai konsekuensi ekonomi dari pemungutan suara dan perusakan yang mengikutinya, termasuk pengusiran paksa sekitar seperempat penduduk wilayah ini, Missi Penilaian Gabungan (JAM) pada bulan November menyimpulkan bahwa kegiatan yang produktif sebenarnya telah terhenti dalam empat bulan terakhir tahun 1999. Dengan menambahkan kemunduran yang signifikan sebelum pemungutan suara ini, maka penurunan PDB secara keseluruhan pada tahun 1999 diperkirakan sebesar 38 persen. Estimasi IMF berikutnya, berdasarkan perincian yang lebih lengkap mengenai komponen-komponen PDB, mencatat penurunan sebesar 38,5 persen pada tahun 1999, dengan penurunan hasil pertanian sebesar 48,4 persen. 5 2.4 Informasi yang lebih baru memperlihatkan bahwa estimasi-estimasi ini mungkin berlebihan dalam menyatakan penurunan kegiatan ekonomi tahun 1999. Estimasiestimasi oleh FAO/WFP bulan April 2000 mencatat penurunan tahun 1999 terjadi pada produksi tanaman pangan (khususnya beras dan jagung) sekitar 35 persen. Untuk tanaman non-pangan (khususnya kopi), estimasi-estimasi awal mengenai penurunan output tidak diteguhkan oleh suatu studi baru-baru ini mengenai contoh representatif dari sekitar 700 petani kopi, yang memperlihatkan penurunan volume produksi keseluruhan sebesar 18 persen pada tahun 1999. Estimasi-estimasi penurunan bidang utilitas dan jasa (masing- masing 50 persen dan 54 persen) tahun 1999 tampaknya juga estimasi yang berlebihan, bahkan sekalipun asumsi outputnya adalah nol selama empat bulan terakhir tersebut. Dengan mempertimbangkan semua indikator ini, dan seraya menantikan penelitian statistik yang lebih saksama, maka tampaknya wajar untuk menyimpulkan bahwa penurunan PDB sebenarnya pada tahun 1999, meskipun sangat besar, masih di bawah 38 persen. Bagian terparah dari kemunduran ini terletak pada tabungan domestik, 4
Estimasi dalam Tabel 2.1 mencakup tunjangan hidup/belanja harian yang dibayarkan kepada staf asing UNTAET, meskipun bukan gaji penuh. 5 Lihat Tabel A2 mengenai Timor Lorosae: Menetapkan Dasar-Dasar Manajemen Makroekonomi yang Sehat. IMF, 2000.
9
yang turun dari 26 persen PDB pada tahun 1998 menjadi 5 persen pada tahun 1999, dan pada investasi, yang turun hingga sedikit melebihi separuh dari tingkat tahun 1998. Pemulihan yang Kuat pada Tahun 2000 dan 2001 2.5 Dengan tidak adanya pembukuan nasional yang dapat diandalkan, PDB sebenarnya diperkirakan telah bertumbuh sekitar 15 persen pada tahun 2000 dan dipercepat menjadi 18 persen pada tahun (Tabel 2.2). 6 Laju pertumbuhan yang kuat pada tahun 2000 dan 2001 terutama didorong oleh lonjakan konsumsi hingga jauh di atas tingkat PDB, dicerminkan oleh kenaikan tabungan eksternal yang sebanding dengan penurunan tabungan pemerintah. Investasi sektor swasta juga meningkat pada tahun 2000-01 akibat meningkatnya pengeluaran dari proyek-proyek yang dibiayai oleh donor.
6
Estimasi IMF dipergunakan dalam pasal ini.
10
Tabel 2.2. Timor Lorosae: Indikator Ekonomi Pilihan 1998
1999
2000 2001 Estimasi
2002 Proy.
(Dalam juta dolar A.S.) PNB (harga saat ini) PDB Penghasilan dari Minyak
390 390 0
270 270 0
326 321 5
403 389 14
391 371 20
(Perubahan persentase tahunan) Pertumbuhan PNB (harga konstan) PDB Penghasilan dari minyak
1,3 1,3 …
-35,4 -35,4 …
17,3 15,4 …
21,5 18,3 224,0
2,0 -0,5 60,4
Inflasi (akhir periode) 1/
80
140
3
0
-2
(Dalam persen PDB) Neraca investasi-tabungan Investasi Bruto Non-pemerintah Pemerintah Tabungan domestik bruto Non pemerintah Pemerintah Tabungan eksternal Uang, kredit dan suku bunga Uang luas Mata Uang Deposito atas unjuk 2/ Tabungan & deposito berjangka2/ Aktiva domestik neto 2/ Suku bunga (persen per tahun) Onlending 3/ Pinjaman konsumen Pinjaman usaha
35 10 25 4 6 -2 31
21 5 16 -13 -12 -1 34
29 6 22 -50 -1 -49 79
25 6 19 -47 -3 -44 72
22 6 16 -37 -1 -36 58
39 5 6 28 36
48 9 11 28 47
… … 6 0 -4
… … 7 6 -4
… … 11 4 -6
… … …
… … …
10 … …
10 11-19 8-17
10 11-19 8-17
(Dalam juta dolar A.S.) Sektor Eksternal Rek. Koran di luar transfer resmi Rek. Koran termasuk transfer resmi
-121 -21
-92 6
-254 53
-290 -11
-235 -70
Neraca Perdag. Ekspor brg dagang Impor brg dagang Jasa (netto) Penghslan (net) Transfer lancar (netto) Akun modal dan keuangan (netto) Neraca keseluruha Aktiva asing bruto (akhir periode) O/w: Akun Laut Timor
-91 61 -152 -31 0 100 10 0 0 0
-67 52 -119 -25 0 98 -3 0 0 0
-200 5 -205 -58 3 307 -4 16 16 3
-233 4 -237 -61 4 280 36 8 24 7
-187 9 -197 -50 2 166 47 -23 13 10
Sumber: Data disediakan oleh UNTAET dan otoritas Indonesia; dan estimasi staf IMF. 1/ CPI berdasarkan Rupiah untuk Dili sampai th. 2000 dan kemudian, CPI berdasarkan dolar U.S. untuk Dili. 2/ Angka tahun 2002 mengacu kepada akhir Maret (estimasi sebagian). 3/ Mengacu kepada suku bunga pinjaman yang diberikan di bawah Proyek Badan Usaha Kecil yang didanai oleh TFET.
11
2.6 Ketika daerah di pedalaman menjadi stabil dan cuaca relatif menguntungkan, maka hasil pertanian pun dapat tetap bertahan. Produksi tanaman pangan (terutama jagung dan beras) tahun 2000 meningkat sekitar 15 persen, dan produksi sebagian besar hasil perkebunan yang penting mengalami pemulihan lebih lanjut pada tahun 2001. Produksi kopi tahun 2000 meningkat sekitar 40 persen, namun demikian dalam hal penghasilan, sebagian besar kenaikan itu hilang akibat turunnya harga kopi, yang terus berlanjut hingga tahun 2001. Pada bulan 2000, kegiatan rekonstruksi awalnya diarahkan kepada perbaikan jalan dan pembangunan kembali sekolah-sekolah. Banyaknya kehadiran pihak asing mendorong cepatnya pemulihan perdagangan dan penyelenggaraan jasa-jasa seperti restoran dan hotel. Pembangunan kembali gedung- gedung rumah tinggal dan komersial meningkatkan kegiatan dalam sektor konstruksi, khususnya pada tahun 2001. Jumlah perusahaan yang didaftarkan pun meningkat sebesar 13 persen pada tahun 2001. 2.7 Kekacauan pada tahun 1999 menimbulkan kelangkaan yang mengarah kepada lonjakan harga dengan inflasi yang dalam mata uang Indonesia rupiah diperkirakan mencapai 140 persen dalam tahun itu. Namun inflasi turun dengan cepat sejak pertengahan tahun 2000. Dan pada tahun 2001, harga-harga, yang sekarang diukur dalam dollar AS, bersifat tetap [flat] sepanjang tahun dan turun pada akhir tahun. Ini mencerminkan peningkatan ketersediaan pangan dan barangkali penyesuaian harga dan upah menurut kehadiran internasional yang mengalami penurunan. Tetapi, inflasi bersangkutan dapat meningkat apabila rupiah secara signifikan berapresiasi terhadap dollar AS, karena sebenarnya semua barang yang dikonsumsi bukan oleh orang asing diimpor dari Indonesia dan dijual dalam mata uang rupiah. 2.8 Neraca pembayaran sejak tahun 2000 sangat dipengaruhi oleh upaya rekonstruksi yang dibiayai oleh hibah, yang menyiratkan adanya selisih yang besar dalam rekening koran bersangkutan yang bergantung pada apakah transfer resmi dimasukkan atau tidak. Impor meningkat dengan tajam selama tahun 2000 dan 2001 karena meningkatnya permintaan dari proyek-proyek rekonstruksi dan konsumsi oleh masyarakat asing. Ekspor (yang telah direklasifikasi sejak tahun 2000 di luar perdagangan lintas batas yang tidak terdaftar) diperkirakan turun pada tahun 2001 karena anjloknya harga kopi yang mengurangi ekspor kopi senilai $1½ juta hingga $4 juta. 2.9 Walaupun demikian, pertumbuhan yang pesat selama dua tahun terakhir tersebut diperkirakan tidak akan bertahan pada tahun 2002 dan 2003; staf yang menyusun Rencana Pembangunan Nasional memperkirakan terjadinya pertumbuhan nol atau negatif selama periode ini yang diikuti oleh kecepatan yang lebih moderat dan berkelanjutan dari pada yang disaksikan belakangan ini. Beberapa faktor diperkirakan akan menyumbang kepada pertumbuhan yang lebih lambat (atau negatif) dalam dua tahun mendatang: penarikan diri dari sebagian masyarakat internasional dengan penurunan permintaan yang bersangkutan dan pengaruhnya bagi jasa-jasa yang terutama diselenggarakan untuk mereka; dan penurunan pengeluaran melalui anggaran kontribusi yang dinilai, yang dapat menyebabkan turunnya penghasilan sebesar 5 persen dari PDB non minyak pada tahun 12
fiskal 2002-03. Pertumbuhan pertanian yang pesat pada tahun 2002 juga tidak dapat diharapkan mengingat produksi hasil pertanian tampaknya pulih dengan meyakinkan pada tahun 2000-01 berkat keberhasilan panen-panen. Dengan mempertimbangkan faktor- faktor ini, daerah pedesaan diharapkan dapat mengambil manfaat dari tersedianya lapangan kerja yang lebih luas dalam proyek-proyek pembangunan dan rekonstruksi. Pengeluaran modal di bawah TFET diharapkan akan dapat bertahan hingga tahun depan, dan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan perayaan kemerdekaan juga diharapkan akan dapat meningkatkan permintaan. KARAKTERISTIK K EMISKINAN 2.10 Tindak kekerasan yang menghancurkan Timor Lorosae pada tahun 1999 telah menimbulkan perubahan-perubahan yang besar dalam kehidupan rakyat. Dampak dari kerusakan dan tindak kekerasan setelah referendum 30 Agustus 1999 hanya dapat dinilai secara tepat dengan sumber-sumber informasi yang baru. Sebagai tiang penopang untuk pengembangan strategi pengurangan kemiskinan, sebuah kemitraan gabungan yang terdiri dari ETTA, ADB, JICA, UNDP dan Bank Dunia melaksanakan penilaian kemiskinan 2001. Kegiatan-kegiatannya mencakup: (i)
Survei ke Suco. Suatu survei yang diadakan di seluruh 498 suco 7 di Timor Lorosae dan diselesaikan antara bulan Februari dan April 2001. Survei ini menginventarisasi infrastruktur sosial dan fisik yang ada dengan karakteristik ekonomi dari tiap-tiap suco, dan dengan cakupan pelayanan masyarakat. Telah dikumpulkan data mengenai penduduk dan jumlah keluarga; akses ke infrastruktur (listrik, air bersih, irigasi, jalan dan pasar); ketersediaan pelayanan pendidikan dan kesehatan; program-program kemanusiaan dan rekonstruksi yang berjalan di tiap-tiap suco; ciri-ciri perekonomian setempat dan harga dari komoditas utama.
(ii)
Survei ke Rumah Tangga. Suatu Survei Pengukuran Taraf Hidup Timor yang serba guna (TLSMS). Pengumpulan data diselesaikan pada bulan Desember 2001. Telah dilakukan penarikan contoh atas 1.800 rumah tangga dari 100 suco melalui suatu kuesioner komprehensif mengenai rumah tangga yang mencakup demografi rumah tangga, perumahan dan aset, pengeluaran rumah tangga, pertanian dan pasar tenaga kerja, kesehatan dan pendidikan dasar, persepsi subyektif mengenai kemiskinan dan penghasilan dan modal sosial.
(iii) Penilaian Partisipatif mengenai Kemiskinan. Suatu penilaian kualitatif yang mendalam untuk melengkapi data yang dikumpulkan dari survei kuantitatif. Penilaian ini dilaksanakan pada bulan November and Desember 2001 di 24 suco, yang diseleksi dari 100 suco yang dicakup dalam survei ke rumah tangga dan dilakukan dengan penarikan contoh atas dua aldeia di tiap-tiap distrik. Penilaian ini membantu masyarakat setempat untuk mengumpulkan keterangan mengenai sebab-
7
Jumlah keseluruhan suco didasarkan atas wawancara dengan para kepala suco di seluruh negeri. Menurut Administrasi Internal, di negeri ini terdapat 446 suco. Bagaimana 446 suco menjadi 498 suco merupakan masalah yang masih perlu diselesaikan.
13
sebab kemiskinan dan potensi masyarakat untuk mendukung diri sendiri dengan sedikit bantuan dari pihak luar. Hasil-hasil Utama dari Survei ke Suco dan Survei ke Rumah Tangga Profil Kemiskinan 2.11 Dari temuan-temuan awal TLSMS 2001, luas kemiskinan8 di Timor Lorosae, seperti yang diukur menurut indeks jumlah jiwa (atau persentase penduduk Timor Lorosae yang miskin), adalah sebesar 40 persen9 , yang berjumlah 330.000 individu (Tabel 2.3). Sulit untuk menilai kecenderungan kemiskinan sejak tahun 1999, mengingat survei dan metodologi untuk menghitung angka kemiskinan tidak dapat diperbandingkan sepenuhnya. Namun demikian, yang jelas kemiskinan di Timor Lorosae telah tersebar luas pada tahun 1999, dan estimasi-estimasi memperlihatkan bahwa angka kemiskinan Timor Lorosae dua kali lebih besar dari angka kemiskinan nasional Indonesia (Lampiran 1).10 Kemiskinan di daerah perkotaan lebih rendah (25 persen) daripada di daerah pedesaan (44 persen). Kemiskinan terendah terdapat di Dili/Baucau (14 persen), dan tertinggi di pedesaan pusat dan barat (49 persen). Mengingat lebih dari tiga per empat penduduk (76,5 persen) tinggal di daerah pedesaan, maka jelaslah kemiskinan terutama merupakan fenomena di pedesaan: 85 persen masyarakat miskin hidup di daerah pedesaan. Tidaklah mengherankan kalau pertanian menjadi pekerjaan utama penduduk, yang khususnya berada di antara masyarakat miskin. Temuan-temuan ini dapat dikonfirmasikan apabila kita menggunakan ukuranukuran kemiskinan lain yang lazim dipergunakan, seperti kesenjangan kemiskinan atau parahnya kemiskinan: kemiskinan di pedesaan lebih dalam dan lebih parah daripada kemiskinan di perkotaan. Demikian pula, peringkat di antara dimensi-dimensi geografis tidak terpengaruh dalam berbagai tingkat garis kemiskinan. 2.12 Kemiskinan bukan hanya terkait dengan tingkat konsumsi melainkan juga meliputi dimensi-dimensi seperti akses kepada pendidikan dan kesehatan. Dimensidimensi ini mencakup kemampuan yang penting bagi hak mereka sendiri dan dalam memberdayakan individu- individu untuk memanfaatkan peluang meningkatkan 8
Ukuran kemiskinan yang paling umum dipergunakan adalah golongan ukuran yang diusulkan oleh Foster, α
1 q z − yi Greer dan Thorbeck (FGT). Ukuran FGT ditentukan oleh: Pα = ∑ di mana, n=penduduk, n i=1 z q=jumlah orang miskin, z=garis kemiskinan, yi adalah penghasilan individu I. α =0 menentukan indeks jumlah jiwa yang merupakan bagian dari penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan sehingga menentukan bagian (atau persentase) penduduk yang miskin. α =1 menentukan indeks kesenjangan kemiskinan yang memberikan indikasi yang tepat mengenai dalamnya kemiskinan dan yang bergantung pada seberapa jauh konsumsi masyarakat miskin itu berada di bawah garis kemiskinan. α =2 menentukan parahnya kemiskinan dan kesenjangan kemiskinan dari masyarakat miskin tertimbang oleh kesenjangan kemiskinan untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. 9 Suatu rumah tangga dianggap miskin apabila rumah tangga itu tidak memiliki pengeluaran yang cukup untuk mampu membeli sejumlah makanan pokok yang memberikan 2.100 kilo -kalori per orang per hari, dan sejumlah barang non-pangan yang penting. 10 Angka kemiskinan tidak dapat diperbandingkan sepenuhnya dengan angka-angka SUSENAS 1999 karena sejumlah alasan, termasuk perbedaan-perbedaan dalam rancangan survei, konstruksi ukuran kemiskinan dan jangka waktu survei (Februari 1999 versus Agustus sampai Desember 2002).
14
kesejahteraan mereka. Di Timor Lorosae seperti juga di daerah lainnya, ada kaitan yang erat antara kemiskinan konsumsi dengan rendahnya tingkat pendidikan. Kemiskinan juga terkait erat dengan ukuran rumah tangga: keluarga yang lebih besar cenderung lebih miskin. Tetapi, hasil ini hendaknya dipandang dengan hati-hati mengingat analisa tersebut tidak memperhitungkan ekonomi skala. Kepemilikan aset, termasuk akses ke lahan, terkait dengan lebih rendahnya kemiskinan. Seperti di negera-negara Asia Timur lainnya, rumah tangga yang dikepalai seorang wanita lebih miskin daripada rumah tangga yang dikepalai seorang pria. Tidak ada hubungan yang jelas antara kemiskinan dengan usia seorang kepala keluarga. Tabel 2.3. Indikator Sosial Pilihan (%)
Penduduk Bagian penduduk perkotaan Bagian kelompok usia 0 – 14 Bagian kelompok usia 15 – 64 Bagian kelompok usia 65 ke atas Kemiskinan Jumlah jiwa Kesenjangan Kemiskinan Parahnya Kemiskinan Rasio Pendidikan-Pendaftaran Netto (2000/2001) Dasar (7 - 12 tahun) Menengah Pertama (13 - 15 tahun) Menengah Atas (16 - 18 tahun) Kesehatan Anak Imunisasi campak (1 sampai 2 tahun) Imunisasi DPT3 (1 sampai 2 tahun) Penggunaan kelambu (balita)
24 49 49 2 39.7 11.9 4.9 74 22 16 17 7 48
Sumber: 2001 Survei Pengukuran Taraf Hidup Timor.
Kepastian pangan 2.13 Dalam survei ke suco, diajukan pertanyaan: “Adakah bulan-bulan ketika keluarga-keluarga di suco mengalami kekurangan pangan?” Jawaban mereka memberi kesan bahwa ketidakpastian pangan cukup tinggi mulai dari November sampai Februari, dan lebih dari dua per tiga suko melaporkan telah mengalami kekurangan pangan. Puncaknya terjadi pada bulan Januari, ketika empat dari lima suco mengaku menghadapi kekurangan pangan. Kekuranga n pangan tampaknya terkait dengan siklus musim panen, yang memperlihatkan bahwa kekurangan pangan terparah terjadi pada akhir musim panen beras dan sebelum musim panen jagung. 11 2.14 Dalam survei ke rumah tangga juga diajukan pertanyaan yang serupa kepada seluruh rumah tangga. Jawaban mereka membenarkan temuan-temuan yang diperoleh 11
Panen jagung yang normal terkonsentrasi pada bulan Februari, Maret dan April. Beras biasanya dipanen dari bulan April sampai Oktober.
15
dalam survei ke suco. Sebagian besar penduduk melaporkan bahwa keluarga mereka mengalami kekurangan pangan selama bulan Desember dan Januari, yang dilanjutkan ke bulan November dan Februari. Pendidikan 2.15 Survei ke suco memperlihatkan bahwa partisipasi sekolah relatif tinggi. Hampir 80 persen suco melaporkan bahwa semua atau hampir semua anak yang berusia 6-10 tahun bersekolah. Saat ini kira-kira sudah ada 900 sekolah yang beroperasi dan 80 persen di antaranya dioperasikan oleh pemerintah, sedangkan mayoritas sisanya dioperasikan oleh gereja. Rasio murid- guru rata-rata adalah 52, tetapi dapat sangat bervariasi di distrikdistrik. 2.16 Hasil permulaan dari survei ke rumah tangga memperlihatkan bahwa angka pendaftaran pendidikan dasar bruto 12 selama tahun ajaran 2000-2001 dan 2001-2002 melebihi 100 persen, dibandingkan hanya 83 persen pada tahun ajaran 1998-99 dan 73 persen pada tahun ajaran 1999-2000. Demikian pula, angka pendaftaran pendidikan dasar netto 13 meningkat dari 65 persen pada tahun 1998-1999 menjadi sekitar 75 persen pada tahun 2000-01 dan 2001-02. Selanjutnya, penurunan angka pendaftaran netto sehubungan dengan angka pendaftaran bruto memperlihatkan bahwa ada sejumlah besar anak yang tidak termasuk dalam golongan usia yang sesuai untuk sekolah dasar. Angka pendaftaran pendidikan dasar (bruto dan netto) untuk anak perempuan lebih tinggi daripada anak lakilaki. Angka pendaftaran lebih tinggi di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan. Kenaikan angka pendaftaran untuk anak perempuan dan kaum miskin telah mempersempit kesenjangan angka partisipasi sekolah antara golongan yang terkaya dengan termiskin, anak laki- laki dengan anak perempuan dan daerah perkotaan dengan daerah pedesaan. Kesehatan 2.17 Ada lebih dari 200 fasilitas kesehatan yang beroperasi—ini mencakup lebih dari 100 pusat kesehatan masyarakat dan sekitar 60 pos kesehatan. Sebagian besar perawatan kesehatan disediakan oleh pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit. Akses ke fasilitas kesehatan masih merupakan masalah yang potensial. Misalnya, meskipun pusat kesehatan masyarakat beroperasi di kebanyakan kecamatan (sub-distrik), tak satupun dilaporkan ada di Cova Lima dan tidak ada fasilitas dengan tempat tidur dilaporkan ada di Manufahi. Sarana yang paling umum untuk mencapai suatu pusat kesehatan masyarakat adalah dengan berjalan kaki dan waktu rata-rata ke pusat kesehatan masyarakat adalah 70 menit. Rumah sakit terdekat berada di ibukota distrik untuk 48 persen suco dan di Dili untuk 33 persen suco. Jenis transportasi yang utama ke lokasilokasi ini adalah minibus—waktu dan uang yang dikeluarkan untuk mencapai rumah 12
Angka pendaftaran pendidikan dasar bruto dihitung sebagai rasio antara jumlah seluruh anak yang terdaftar di kelas sekolah dasar (1-6) dengan jumlah seluruh anak dalam kelompok usia sekolah dasar, yaitu berusia 7 sampai 12 tahun. Oleh karena itu jika terdapat anak yang usianya lebih tua atau lebih muda yang terdaftar di sekolah dasar, maka rasio ini dapat melebihi 100. 13 Angka pendaftaran pendidikan dasar netto dihitung sebagai rasio antara jumlah seluruh anak yang berusia 7-12 tahun yang terdaftar di sekolah dasar dengan jumlah seluruh anak dalam kelompok usia sekolah dasar (7-12 tahun).
16
sakit cukup banyak. Misalnya, waktu perjalanan rata-rata ke ibukota distrik adalah 2 jam dan biaya sekali jalan rata-rata adalah sebesar Rp 13.000. 2.18 Hasil permulaan dari survei ke rumah tangga memperlihatkan bahwa angka imunisasi anak sangat rendah. Hanya 17 persen anak yang berusia 1 sampai 2 tahun divaksinasi campak, dan hanya 7 persen menerima tiga kali suntikan DPT. Lebih dari seperlima penduduk melaporkan mengalami gangguan kesehatan bulan lalu, termasuk 2,5 persen yang melaporkan terjangkit malaria. Penyakit mengganggu kegiatan utama seharihari. 60 persen dari mereka yang jatuh sakit harus kehilangan rata-rata 7,5 hari. Sekitar 45 persen penderita mencari perawatan kesehatan, dengan jumlah yang lebih besar di daerah perkotaan (63 persen) daripada daerah pedesaan (48 persen). Hampir 40 persen mencari perawatan kesehatan di pusat kesehatan masyarakat, dan satu per empat pergi ke rumah sakit umum. Listrik dan Air Bersih 2.19 Hanya seperlima dari seluruh aldeia di Timor Lorosae menerima aliran listrik, dengan kontras 30 persen aldeia sebelum terjadinya tindak kekerasan. TLSMS memperlihatkan bahwa sekitar 630.000 orang Timor, atau tiga per empat penduduk, hidup tanpa listrik. Sepertiga aldeia melaporkan bahwa sumber utama air minum mereka adalah pipa atau pompa di tempat umum dan 7 persen melaporkan air langsung disalurkan ke rumah. Satu-satunya perbedaan signifikan sehubungan dengan yang sebelum terjadinya tindak kekerasan adalah bahwa sekitar 29 persen melaporkan pipapipa umum dengan kontras 25 persen sebelum terjadinya tindak kekerasan sebagai sumber air utama mereka. TLSMS memperlihatkan bahwa sekitar 430.000 orang Timor, atau lebih dari setengah penduduk, mengandalkan sumber-sumber yang tidak aman untuk air minum. Dampak Tindak Kekerasan Tahun 199914 2.20 Berdasarkan data dari survei ke suco, kita dapat mengetahui jumlah keluarga yang masih terlantar, jumlah rumah yang tak dapat dihuni karena tindak kekerasan, dan jumlah ternak yang hilang akibat tindak kekerasan. Banyak rumah tangga kehilangan aset ekonomi utama mereka—perumahan dan ternak. Bukti memperlihatkan adanya pola pengrusakan yang luas di negeri ini. Daerah-daerah yang terdekat dengan perbatasan Timor Barat terkena dampak yang lebih parah daripada daerah-daerah di bagian timur Timor Lorosae. Distrik-distrik dengan sebagian besar keluarga masih terlantar adalah juga distrik-distrik di mana sebagian besar rumah mengalami kerusakan (sebagaimana yang ditunjukkan oleh rasio rumah yang hancur dengan jumlah keluarga saat ini). Distrik-distrik ini adalah Bobonaro, Cova Lima, Manatuto, Oecussi dan Liquica (Gambar 2.1). Survei ke rumah tangga meneguhkan gambaran ini. Satu per lima suco melaporkan bahwa tidak ada rumah yang rusak. Kebanyakan di antaranya berasal dari distrik Baucau, Viqueque dan Manufahi. Dari rumah-rumah yang rusak ini, 53 persen dilaporkan telah direhabilitasi sebagian atau sepenuhnya. 2.21
14
Hasil survei ke suco dilaporkan dalam “Survei Suco di Timor Lorosae—Ikhtisar Hasil dan Implikasi Awal Guna Mengurangi Kemiskinan”, yang disusun oleh Craig Sugden, Konsultan, ADB.
17
Suco-suco tersebut juga melaporkan telah banyak kehilangan ternak 15 . Oecussi, Cova Lima dan Bobonaro melaporkan telah menderita kerugian terbesar sedangkan Baucau, Viqueque dan Manufahi melaporkan kerugian yang jauh lebih kecil. 2.22
Kesejahteraaan Subyektif Survei ke rumah tangga mencakup suatu bagian mengenai ukuran- ukuran kesejahteraan subyektif, yang melengkapi informasi mengenai perubahan taraf hidup sejak zaman Indonesia. Dalam survei ini diajukan pertanyaan kepada para anggota rumah tangga yang berusia di atas 15 tahun mengenai penilaian mereka atas kesejahteraan mereka saat ini dibandingkan dengan situasi mereka sebelum tindak kekerasan tahun 1999. Pertanyaan-pertanyaan ini memperjelas bagaimana persepsi penduduk mengenai perubahan yang mereka alami sejak tindak kekerasan tahun 1999. 2.23
Figure 2.l: Indikator-Indikator menurut Distrik yang Terkena Dampak Tindak Kekerasan tahun 1999
Viqueque Oecussi Manatuto Manufahi Lautem Liquica Ermera Dili Cova Lima Bobonaro Baucau Ainaro Aileu 0
5
10
15
20
25
30
Rasio keluarga yang masih terlantar dengan jumlah keluarga saat ini (persen)
Viqueque Oecussi Manatuto Manufahi Lautem Liquica Ermera Dili Cova Lima Bobonaro Baucau Ainaro Aileu 0
20
40
60
80
100
Bagian ternak yang hilang akibat tindak kekerasan (persen unit hewan)
15
Jenis -jenis ternak yang berbeda dikonversikan ke dalam unit-unit hewan berdasarkan definisi internasional standar tentang unit hewan. Yakni, ternak besar (kerbau, sapi dan kuda) diasumsikan sama dengan 1 unit hewan, sedangkan ternak yang lebih kecil (babi dan kambing) diasumsikan sama dengan separuh unit hewan. Ayam tidak termasuk.
18
2.24 Ketika ditanya mengenai perubahan taraf hidup ekonomi sejak sebelum tindak kekerasan tahun 1999 (Tabel 2.4), lebih banyak orang merasa situasi mereka telah membaik daripada memburuk (35 persen dengan 23 persen), tetapi sebagian besar merasa hanya terjadi sedikit perubahan (43 percent). Yang lebih mencolok lagi adalah pandangan orang-orang mengenai perubahan kekuasaan mereka. Sebelum tindak kekerasan tahun 1999, dua per tiga merasa bahwa mereka sama sekali tidak memiliki kekuasaan. Saat ini, hanya 5 persen yang merasakan demikian. Secara keseluruhan, 85 persen merasa bahwa mereka memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada sebelum tindak kekerasan tahun 1999.
Tabel 2.4: Perubahan Yang Dinilai Sendiri Sejak Sebelum Tindak Kekerasan Tahun 1999 (%)
Lebih baik Sama Lebih buruk
Posisi Ekonomi 34,7 42,6 22,7
Kekuasaan 84,5 9,9 5,6
Sumber: Survei Pengukuran Taraf Hidup Timor 2001
2.25 Dalam survei ke rumah tangga juga diajukan pertanyaan, bidang-bidang mana saja yang telah membaik atau memburuk sejak sebelum tindak kekerasan tahun 1999 (Tabel 2.5). Para responden merasa bahwa kemajuan telah dicapai dalam bidang keselamatan, partisipasi politik, pendidikan dan status dalam masyarakat, sedangkan perumahan, permintaan produk, lapangan kerja dan infrastruktur telah memburuk. Pola ini sesuai dengan bukti yang dilaporkan dalam paragraf di atas. Ketika Timor Lorosae mempersiapkan dirinya untuk kemerdekaan, penduduknya merasa lebih diberdayakan daripada ketika zaman Indonesia, tetapi kurang ada kepastian sehubungan dengan kemajuan yang dicapai dalam bidang kesejahteraan ekonomi.
19
Tabel 2.5: Perubahan yang Dirasakan menurut Sektor (%)
Keselamatan Partisipasi Politik Pendidikan Kesehatan Lapangan Kerja Status dalam masyarakat Permintaan Produk Perumahan Infrastruktur Lahan
Membaik 61 33 32 22 16 12 8 6 5 4
Memburuk 22 7 13 20 35 2 34 41 18 9
Catatan: Individu-individu diminta untuk menunjukkan hingga dua bidang. Angka-angka di atas sudah termasuk pilihan pertama dan kedua. Sumber: Survei Pengukuran Taraf Hidup Timor 2001.
PERSOALAN EKONOMI DALAM PERIODE TRANSISI 2.26 Perhatian utama pemerintahan baru Timor Lorosae adala h kebutuhan untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dapat dengan efektif mulai mengurangi meluasnya kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan dan produktivitas bangsa baru ini. Bab-bab berikutnya dari laporan ini akan membahas beberapa faktor yang perlu untuk dipertimbangkan. 2.27 Persoalan ekonomi utama berhubungan dengan mendesaknya pengurangan staf internasional yang diharapkan setelah periode transisi. Dampak ekonomi dari masuknya sekitar 15.000 staf asing yang erat kaitannya dengan perekonomian (khususnya mengingat daya beli mereka yang tinggi dibandingkan penduduk setempat), telah meningkatkan untuk sementara waktu penghasilan dan lapangan kerja, mengkonsentrasikan pengeluaran di Dili, menaikkan harga relatif dari barang dan jasa yang dapat dan tidak dapat diperdagangkan, dan oleh karena itu mendorong arus sumber daya kepada kegiatan-kegiatan yang mungkin akan terhenti setelah kepergian orangorang asing tersebut. Akibatnya dapat merugikan, misalnya, dalam hal tingkat upah nyata yang tidak kompetitif, tingkat konsentrasi dan migrasi ke daerah perkotaan yang berlebihan dan salah mengalokasikan investasi dalam industri jasa. 2.28 Masuknya badan-badan internasional, LSM dan pengusaha asing lainnya dalam jumlah yang besar—dan kurangnya staf lokal yang trampil—menyebabkan kenaikan upah sekitar empat kali lipat, yang diukur dalam dollar AS. Dalam industri kopi, misalnya, buruh tani tanpa ketrampilan berpenghasilan sama dengan $0,90 per hari pada pertengahan 1999 dan sekarang berpenghasilan $3,50. Upah pegawai negeri sipil ditetapkan secara bertingkat mulai dari sekitar $85 per bulan, yang berarti tiga kali lipat dari upah rata-rata di Indonesia. Akibatnya, jumlah seluruh pegawai negeri sipil harus tetap berada di bawah jumlah pra-pemungutan suara, sehingga dampak anggaran keseluruhan tidak berlebihan. Masalah yang lebih serius dengan upah sektor publik yang
20
relatif tinggi (pada tingkat golongan yang lebih rendah) adalah efek demonstrasi mereka terhadap sektor swasta. Telah terdapat bukti mengenai hilangnya pekerjaan akibat mekanisasi dan pekerja luar negeri (Kotak 2.1). Banyak kegiatan pengganti impor yang dapat bertahan dengan upah yang lebih rendah tidak dapat dilaksanakan sehingga kehilangan peluang kerja yang potensial. Kotak 2.1: Penurunan Daya Saing dalam Pengolahan Kopi Sektor kopi di Timor Lorosae secara tradisional telah menjadi lapangan kerja yang luas meskipun atas dasar musiman. Pekerjaan berlangsung dalam bidang produksi, untuk merubah cherries menjadi green beans, dan di Dili, mempersiapkan beans untuk diekspor. Seluruh pekerjaan musiman diperkirakan digarap oleh 11.000 orang, tidak termasuk pekerja angkutan16 . Menurut sebuah perusahaan pengolahan dan pengekspor yang besar, peristiwa-peristiwa sejak pemungutan suara tahun 1999 telah menjadikan Timor Lorosae sebagai produsen kopi termahal di dunia. Konstruksi infrastruktur dan transportasi sangat mahal; biaya keamanan tinggi dan buruh lebih mahal daripada di Brasil. Upah harian saat ini sebesar US$3.50, sedangkan pada tahun 1999 hanya 90 sen. Sebagai perbandingan, upah harian di Indonesia sekitar US$1.00 per hari dan bahkan lebih rendah lagi di Vietnam. Di Brasil di biaya relatif tinggi, pekerja kopi berpenghasilan US$60 per bulan. Akibatnya, para eksportir telah menempuh dua cara, keduanya menimbulkan pengurangan tenaga kerja di Timor Lorosae. Bila mungkin, mekanisasi ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan pada tenaga buruh. Salah satu perusahaan pengolahan telah menggunakan peralatan sortir dan tahun ini hanya mempekerjakan 150 pekerja penyortir, sedangkan biasanya 400 sampai 500 pekerja. Eksportir terbesar (dari segi volume) telah mulai mengekspor kopi kering ke Indonesia untuk diolah daripada melakukannya sendiri di Timor Lorosae. Sekali lagi, akibatnya adalah kurangnya tenaga kerja di Timor Lorosae.
2.29 Masalah penciptaan lapangan kerja perlu dipertimbangkan dari berbagai segi. Karena sektor publik tampaknya tidak akan berkembang semata- mata untuk menciptakan lapangan kerja bagi para pekerja jasa yang dibebastugaskan dengan kepergian orangorang asing yang akan datang, maka para pekerja ini perlu mencari pekerjaan alternatif di sektor swasta atau mengembangkan bidang pekerjaan secara mandiri. Sebelum pemungutan suara tahun 1999, kegiatan manufaktur sangat sedikit, sehingga kebanyakan pengangguran baru akan bekerja di bidang pertanian, pekerjaan sektor publik pada tingkat menengah dan lebih rendah yang bersifat sementara, atau dalam bidang perdagangan, yang kebanyakan masih belum diaktifkan kembali. Sampai pada taraf di mana sumber-sumber pekerjaan baru dapat tersedia, tingkat upah perlu disesuaikan dengan kondisi-kondisi permintaan dan penawaran yang baru. Rintangan-rintangan yang bersifat peraturan atau perundang-undangan terhadap penyesuaian tersebut—seperti menetapkan upah minimum berdasarkan kondisi pasar artifisial saat ini—tidak boleh terbentuk. 2.30 Biaya buruh jelaslah bukan persoalan terpenting satu-satunya atau yang pasti akan menghambat pertumbuhan badan usaha swasta. Bahkan sekalipun tingkat upah di daerah 16
Sumber: Pomeroy, J. “Kopi dan Perekonomian di Timor Lorosae” yang disajikan dalam Forum Kebijakan Ekonomi ADB-ETSG, Dili, 26-28 Maret 2001.
21
tersebut terendah, tidak akan ada banyak investasi swasta yang dapat menciptakan lapangan kerja sampai situasi politik dalam jangka waktu yang lebih panjang ditetapkan (yaitu waktu setelah kemerdekaan, ketika para investor dapat mengukur posisi pemerintahan yang baru atas hak-hak milik, kebijakan perpajakan, perlindungan investasi dan perundang-undangan buruh, misalnya—seperti yang dibahas dalam bab berikutnya). Walaupun begitu, seraya perekonomian menjadi stabil, biaya buruh dapat menjadi pengekang yang penting bagi investasi dan lapangan kerja swasta. Saat ini, hampir semua barang manufaktur yang dikonsumsi di Timor Lorosae merupakan barang impor; jika biaya buruh yang berlaku tidak disesuaikan dengan tingkat regional, maka bangsa baru ini berisiko mengabadikan situasi ini. 2.31 Masalah yang erat kaitannya dengan tingkat upah adalah masalah produktivitas buruh. Bagi beberapa pengusaha di Timor Lorosae, masalahnya bukan hanya upah nominal yang relatif tinggi tetapi juga kurangnya produktivitas pekerja. Tingkat ketrampilan rendah, demikian pula motivasi pekerja, yang tercermin pada tingkat ketidakhadiran yang tinggi, kurangnya disiplin dan hubungan pekerja/atasan yang bermasalah. Sebagian masalah ini umumnya disebabkan oleh kenaikan upah yang tibatiba dan perasaan bahagia atas kemerdekaan. Tetapi untuk jangka waktu yang lebih panjang, penting agar perundang-undangan buruh dan pemberlakuannya cukup fleksibel dalam hubungannya dengan hak-hak pekerja sehingga tidak memperberat pekerjaan. 2.32 Risiko mengabadikan biaya buruh non-kompetitif dipertinggi oleh fakta bahwa depresiasi nilai kurs sebagai reaksi terhadap kejutan permintaan akan kepergian staf asing masih belum dimungkinkan meskipun dollar AS tetap menjadi satuan hitung. Di sisi lain, pilihan untuk memperkenalkan mata uang sendiri tidak disarankan untuk Timor Lorosae, setidaknya sampai kemampuan manajemen ekonomi dan keuangan ditingkatkan (dan oleh karena itu tidak dapat disarankan bahkan dengan kemampuan manajemen yang memadai). Tetapi jika dollar tetap menjadi mata uang resmi Timor Lorosae, maka kebutuhan akan fleksibilitas upah dan harga yang sesuai dengan perubahan kondisikondisi permintaan menjadi semakin ditekankan. 2.33 Peristiwa-peristiwa sejak pertengahan 1999 telah mendorong terjadinya migrasi pedesaan-perkotaan yang signifikan, khus usnya ke Dili, di mana penduduk bertumbuh hampir dua kali lipat. Sebagian arus perpindahan ini mungkin disebabkan oleh kacaunya kehidupan di pedesaan dan tersedianya pekerjaan di Dili. Tetapi faktor- faktor lain turut menyumbang kepada migrasi bahkan meskip un prospek untuk mendapatkan pekerjaan rendah. Jasa-jasa seperti klinik dan sekolah menjadi lebih banyak tersedia di pusat-pusat kota seperti utilitas, yaitu listrik. Selain itu, masalah- masalah yang berkaitan dengan pencatatan meter telah membuat listrik digunakan secara gratis oleh para pemakai rumah tangga. Tindakan perlu cepat diambil untuk mencegah insentif seperti itu menjadi ciri-ciri yang permanen dari bias perkotaan. Tindakan tersebut hendaknya mencakup kepastian bahwa iuran pemakai ditarik untuk semua utilitas dan perluasan pemberian pelayanan dan utilitas ke daerah-daerah pedesaan. Akhirnya, insentif yang dapat bertahan di daerah pedesaan akan bergantung pada prospek penghasilan dalam bidang pertanian dan kualitas kehidupan pedesaan—pokok-pokok ya ng dibahas dalam Bab 4. Akhirnya, implementasi proyek-proyek padat karya guna memenuhi maksud tujuan yang telah diprioritaskan melalui proses anggaran, dan ketersediaan kredit awal usaha untuk kegiatan-kegiatan
22
badan usaha kecil dapat dijadwalkan sesuai dengan kepergian para staf asing guna mengurangi kejutan permintaan sebagaimana yang diperkirakan. 2.34 Masalah penciptaan lapangan kerja terkait dengan masalah antisipasi dominasi perekonomian oleh sektor minyak dalam beberapa tahun. Untuk beberapa tahun mendatang, Timor Lorosae akan terus bergantung pada pendanaan donor, tetapi pendapatan dari minyak dan gas bumi diharapkan dapat segera melampaui kebutuhan saat ini. Penciptaan lapangan kerja baru dalam sektor minyak diperkirakan kurang berarti karena aktivitasnya bersifat lepas pantai dan bukan padat karya. Tetapi, ketersediaan arus fiskal yang demikian besar melemahkan persepsi tentang perlunya sektor-sektor lain menjadi kompetitif. Risiko yang ditimbulkannya adalah bahwa tingkat upah akan tetap tinggi, dengan sedikit lapangan kerja di luar sektor publik, arus pendapatan dari minyak akan mendanai anggaran dan produksi domestik akan terbatas pada pertanian yang paspasan dan jasa-jasa yang tak dapat diperdagangkan. Sebagaimana yang terjadi di negaranegara kecil lain yang kaya akan minyak (Kotak 2.2), tekanan-tekanan akan meningkat untuk menaikkan pembayaran transfer dan, pada waktunya, bahkan sektor jasa pun akan menggunakan terutama staf imigran. Dalam kasus Timor Lorosae, prospek peningkatan pendapatan dari minyak saat ini diperkirakan bersifat sementara. Ini berarti bahwa, setelah peningkatan pendapatan itu terhenti, perekonomian mungkin akan memiliki sedikit saja fondasi yang kompetitif dalam bidang pertanian, manufaktur atau jasa, sehingga takkan mampu menduk ung prioritas yang terlalu mengandalkan sumber daya lepas pantai. Kotak 2.2: Brunei dan Pengaruh yang Menyisihkan Brunei adalah produsen minyak terbesar ketiga di Asia Tenggara dan produsen gas alam cair terbesar keempat di dunia. Pendapatan fiskal yang besar dari produksi minyak dan gas buminya telah menggerakkan pertumbuhan sektor publik yang besar, sehingga dapat ditetapkan remunerasi yang sangat besar, sistem kesejahteraan yang komprehensif dan tingginya tingkat investasi pada infrastruktur. Meskipun negara ini dapat mempertahankan taraf hidup yang tinggi berkat rezeki minyaknya, pembangunan sektor swasta terhambat oleh semakin beratnya struktur pemerintahan dan semakin tingginya remunerasi sektor publik. Meskipun ada upaya dari pemerintah untuk mendiversifikasikan perekonomian, kegiatankegiatan produktif yang terkait dengan non-minyak secara bertahap telah lenyap dan sektor swasta telah berkurang sampai pada sektor konstruksi dan sejumlah industri jasa, yang sangat bergantung pada proyek-proyek pembangunan pemerintah17 . Negara ini sekarang menghadapi meningkatnya masalah pengangguran meskipun 50 persen lebih dari tenaga kerjanya dipekerjakan oleh pemerintah. Hilangnya surplus fiskal pada tahun 1990an yang disertai dengan tersisihkannya kegiatan-kegiatan sektor swasta telah membuat perekonomian Brunei menjadi rentan terhadap fluktuasi harga minyak bumi.
2.35 Risiko-risiko ini menunjukkan perlunya meningkatkan daya saing secara berkelanjutan dengan: memelihara fleksibilitas upah; memperkuat kerangka hukum dan peraturan bagi badan usaha swasta dan menangani rintangan-rintangan utama bagi 17
Pertanian mewakili sekitar 5 persen dari PDB dan bahkan sayur-sayuran pokok pun sekarang diimpor.
23
investasi swasta; menghindari sistem pajak menjadi rintangan bagi investasi tersebut; dan melanjutkan program asistensi untuk petani berupa modal, ilmu pengetahuan dan keahlian pemasaran. Pada waktu yang sama, suatu strategi diperlukan untuk memastikan bahwa kekayaan minyak dan gas bumi Timor Lorosae dapat dengan efektif disalurkan guna mengurangi kemiskinan, khususnya untuk membangun basis modal manusia. Pada gilirannya, hal ini memerlukan: pengembangan tabungan yang sehat dan strategi investasi untuk memperluas manfaat kekayaan lepas pantai setelah masa pendapatan yang penuh rezeki; pengadopsian manajemen pengeluaran publik yang transparan dan instrumen anggaran untuk memanfaatkan bantuan dan pendapatan secara efektif; pengembangan jasa sipil yang berorientasi pada pelayanan; pemanfaatan partisipasi masyarakat untuk tujuan pembangunan; dan pemupukan budaya pertanggungjawaban yang meminimalkan ruang lingkup korupsi. Selebihnya dari laporan ini ditujukan untuk membahas masalahmasalah ini.
24