FRATER CMM 1/12
SIDANG UMUM | KARYA MISI FRATER LUDoLF BULKMANS | BERTUMBUH KE DALAM KONGREGASI | ‘BERJALAN BERSAMA ALLAH’ | INSPIRASI VINSENSIAN
DAFTAR ISI
KOLOM PEMIMPIN UMUM
4
MENGENAI FRATER ANDREAS
5
MAKLUMAT MISI
KOLOFON
Belaskasih berlaku di segala zaman dan di setiap tempat.
Frater CMM, ISSN 1574-9193, adalah majalah triwulan Kongregasi Frater CMM. Langganan gratis dapat diminta pada alamat Kontak di bawah ini.
Belaskasih merupakan inti setiap agama di dunia: agama Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam. Gerakan belaskasih meninggalkan jejaknya dalam sejarah. Pelbagai bentuk penampilan belaskasih merupakan ungkapan masyarakat dalam mana belaskasih telah lahir, dan tentang ungkapan spiritualitas yang mendukungnya. Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih, berakar dalam semangat belaskasih Kristiani.
Redaksi: Rien Vissers (ketua redaksi), Frater Edward Gresnigt, Frater Ad de Kok, Frater Lawrence Obiko, Frater Ronald Randang, Frater Jan Smits, Peter van Zoest (redaktur terakhir). Rencana tata:
Heldergroen www.heldergroen.nl
Dicetak:
Percetakan Kanisius, Yogyakarta
Kontak:
Frater CMM Jalan Ampel 6, Papringan Yogyakarta 55281
[email protected] www.cmmbrothers.org
E-mail: Webside:
Terjemahan: Frater Pieter-Jan van Lierop, Frater Jan Koppens
Foto sampul depan: Dua frater Kenya, Frater Richard Sure dan Frater Zaccheus Oonje (Lihat juga hal. 7; foto: Frater Lawrence Obiko). Anak yang hilang, Rembrandt
2
Foto sampul berlakang: Patung di Oberammergau, Jerman (foto: Frater Ad de Kok).
SIDANG UMUM
6
KARYA MISI FRATER LUDOLF BULKMANS
8
BERITA PENDEK
11
REDAKSI MENULIS Dalam menyusun majalah Frater CMM terdapat hal sampingan yang menarik, yaitu pengiriman bahannya, yang sering terjadi dalam kontak pribadi yang hangat dan menarik. Dari Kenya dikirim bahan dari tiga novis tahun pertama. Bahan itu dikumpulkan oleh Frater Daniel Nyakundi Nchoga, pemimpin novis di Sigona (lihat halaman 13-14). Ia menulis: “Kami merasa sungguh berterima kasih atas majalah kongregasi itu. Di dalamnya bisa ketemu wajah CMM yang otentik: kami siapa, kami berbuat apa untuk melayani sesama. Frater asal Kenya itu memandang kembali sidang umum kongregasi yang berlangsung dari 1 sampai 16 Oktober di Yogyakarta (lihat hal. 6-7). Ia menghadiri pertemuan itu sebagai pembina dalam pendidikan frater. “Pertemuan ini sangat menyentuh hati saya, dan menantang saya untuk membagi pengalaman kami dengan orang lain melalui majalah ini.” Pandangan ini mengenai peran Frater CMM dalam perihal komunikasi mengenai apa yang hidup dalam kongregasi bukan hanya pandangan Frater Daniel Nyakundi Nchoga. Semua peserta sidang umum memuji cara majalah itu berkembang dalam dua tahap menjadi profesional, dimulai dengan perubahan besar dalam perwajahan dan penyesuaian jumlah halaman pada tahun 2005. Pada tahun 2010 majalah dapat wajah baru lagi, menjadi lebih kompak, berwarna-warni, dengan lebih banyak ruang untuk foto-foto. Berkat bantuan antusias para frater dari segala penjuru mata angin, majalah ini hanya dapat menjadi lebih baik!.
BERTUMBUH KE DALAM KONGREGASI
INSPIRASI VINSENSIAN
SUMBER
18
13
BERJALAN BERSAMA ALLAH
15
BERITA PENDEK IN MEMORIAM
19
23 3
KOLOM PEMIMPIN UMUM
Pada bulan Desember tahun lalu, mantan politikus Wim Deetman, ketua ‘Komisi Deetman’, memaklumkan hasil penemuan penyelidikan yang diadakan oleh komisinya mengenai pelecehan seksual di dalam Gereja Katolik, dari tahun 1945 sampai sekarang. Ini berlangsung di kota Den Haag dalam konferensi media yang jitu. Bapak Deetman menjelaskan penuh nuansa bagaimana kesalahan dahulu. Walaupun jumlah pelecehan dalam gereja tidak melebihi yang terdapat di tempat-tempat lain dalam masyarakat, namum jumlah korban dan pelaku cukup besar. Membaca laporan tebal dari komisi itu bukan sesuatu yang menarik. Bagi saya tidak ada berita baru ketika saya membaca bahwa juga terdapat sejumlah frater CMM yang bersalah berat. Dua tahun terakhir ini saya sering dikonfrontasi dengan kenyataan itu. Walaupun demikian, saya terkejut kembali ketika menerima informasi itu. Laporan komisi yang besar dan berita mengenai pelecehan seksual yang berulang kali muncul di media - juga mengenai apa yang terjadi sekarang ini – dan kisah konkret korban-korban, lebih menyadarkan saya bahwa agak mudah manusia dapat menjadi korban. Korban-korban pelecehan, baik pelecehan seksual maupun pelecehan kekuasaan yang berbentuk lain, justru mengena orang lemah dan rapuh. Seorang anak dapat dikena dengan lebih gampang, karena ketergantungannya pada orang dewasa. Orang yang satu lebih muda dikorbankan daripada orang yang lain. Pelaku-pelaku pelecehan itu tahu dengan tepat mencari mereka yang paling rapuh. Kita semua harus menyadari kerapuhan itu, baik dari anak-anak maupun dari semua orang lain yang tergantung pada diri kita. Akan tetapi masih ada unsur lain: kita semua manusia yang mudah dilukai. Ada pertanyatan: apakah 4
saya berani mengakui pada diriku bahwa saya pun seseorang yang rapuh? Dengan memperhatikan diriku dan mengingat konfrontasi dengan pelecehan seksual sekian konfrater di masa lampau, membuat saya sadar akan kerapuhan dalam diri sendiri dan dalam posisi saya. Sebagai pemimpin, saya mempunyai tanggung jawab tertentu dan saya menyadari, lebih daripada pernah saya sadari, bahwa perbuatan saya sungguh menentukan sesuatu. Saya yakin bahwa hanya sikap yang memperhitungkan kerapuhan merupakan sikap yang sehat. Sebagai pemimpin saya mempunyai ‘posisi kekuasaan’ tertentu. Bagaimana saya menggunakan kekuasaan itu? Apakah saya berani bersikap rapuh? Penyadaran akan kerapuhan diri merupakan awalnya. Ada kemungkinan besar bahwa kalau kerapuhan itu tidak disadari, orang akan diantar pada ‘kompensasi’ dalam mana kekuasaan salah dijalankan.
Frater Broer Huitema
MENGENAI FRATER ANDREAS
SAMPAIKAN SALAM KEPADA AYAHKU Di musim panas tahun 1917, ketika Frater Andreas mendekati ajalnya, ia ramai dikunjungi. Banyak frater ingin berpamit. Banyak frater menulis kesan mereka mengenai kunjungan terakhir itu. Rupanya peristiwa itu merupakan pengalaman penting bagi mereka.
2 Februari 1968: kerangka jenazah Frater Andreas dipindahkan dari makam ke kapel Rumah Induk CMM di Tilburg. Frater Andreas sakit parah. Saat terakhir sangat berat baginya. Namun ia berterima kasih atas segala kunjungan itu, dan ia menerima konfrater-konfraternya dengan ramah dan penuh perhatian. Terkadang pembicaraan dengan frater yang tua dan sakit itu mendapat pokok yang aneh. Frater Leobertus bertanya kepadanya: “Frater Andreas, apakah bila frater masuk surga, jika Allah mengizinkan, menyampaikan salam kepada ayahku almarhum?” Pertanyaan ini disampaikan dengan ramah, namun maksudnya tidak terlalu serius. Barangkali Frater Leobertus ingin meringankan saat berat itu. Apakah tidak lebih mudah meninggal dunia dengan harapan akan suatu pertemuan pribadi? Akan tetapi Frater Andreas menanggapi pertanyaan itu dengan serius. Dengan suara yang agak rendah ia bertanya: “Siapa nama ayahmu dan bagaimana
potongannya?” Rupanya ia dengan serius ingin menyampaikan pesan ini. Tetapi ia menyadari bahwa juga agak sulit menemukan seseorang di dalam surga yang sangat luas. Ia membutuhkan petunjuk lanjut. Frater-frater di sekitar tempat tidurnya merasa heran atas reaksinya. Salah satu dari mereka menulis: “Frater Andreas membayangkan surga secara konkret.” Seorang frater lain mengatakan: “Bahkan sesudah wafat, ia ingin memenuhi janjinya.” Frater Leobertus menafsirkan hal itu lain lagi. “Barangkali Frater Andreas mendengar dalam pertanyaan saya kesedihan saya. Ia minta informasi mengenai ayah saya supaya ia bisa berpartisipasi dalam kesedihan saya.” Charles van Leeuwen
5
INTERNASIONAL
SIDANG UMUM DI YOGYAKARTA
PEMBENTUKAN SEORANG FRATER BERBELASKASIH Di Yogyakarta, dari tanggal 1 sampai dengan 16 Oktober, diadakan sidang umum Frater CMM yang kedua dalam masa bakti dewan umum yang dipilih pada tahun 2008. Sidang ini berlangsung di tempat pertemuan ‘Syantikara’, milik Suster CB. Peserta adalah: Semua anggota dewan umum, para pemimpin provinsi dan regio, ditambah dengan semua pembina dalam pendidikan frater. Kelompok terakhir diundang karena program pendidikan frater merupakan pokok khusus dalam agenda pertemuan ini. Dalam kata sambutannya, pemimpin umum, Frater Broer Huitema, mengajak para peserta asal delapan negara agar menstudikan dan membahas pengalamanpengalaman positief, contoh-contoh yang baik dan tantangan-tantangan dalam pendidikan CMM. Ia mengharapkan bahwa proses itu dilatarbelakangi usaha mencari kesatuan dalam persaudaraan CMM yang seluas dunia, serta upaya memberikan kesaksian tentang itu. Ia menguraikan bahwa para pemimpin di pendidikan frater harus menghadapi banyak tantangan, juga dalam upaya pemberikan kesaksian mengenai persaudaraan seluas dunia. Pendidikan para calon, agar menjadi frater berbelaskasih, mengandaikan gaya kepemimpinan yang baik. Frater Broer Huitema menekankan: “Harus diakui dengan terus-terang bahwa tugas itu tidak gampang.” Program, yang berlangsung selama dua minggu, disusun oleh pemimpin umum, yang serentak ketua pertemuan, oleh Frater Lawrence Obiko, anggota dewan umum, dan Frater Wim Verschuren serta bapak Charles van Leeuwen, sekretaris studi CMM. Ceramah-ceramah mereka merupakan titik-titik tolak pembicaraan para peserta. Pada pembukaan pertemuan, pemimpin umum menegaskan bahwa, walaupun akan diberikan ceramah-ceramah, namun sumber informasi terpenting adalah pandangan dan pengalaman para peserta sendiri.
6
Halaman dalam pusat pertemuan ‘Syantikara’, milik Suster CB, Yogyakarta, di mana sidang umum berlangsung.
Penerjemah Ancilla Loe dan Pater Peter Westerman, PM.
Foto kiri: Para peserta sidang umum. Foto kanan: Dua frater Kenya: Richard Sure (kiri; pemimpin di Mosocho) dan Zaccheaus Oonje (pemimpin di Nakuru), waktu mengunjungi tempat ziarah Buddha ‘Borobudur’, dekat Yogyakarta.
‘Gembala yang baik’ Seluruh hari pertama sidang umum itu digunakan untuk berdoa dan merenungkan tema ‘Gembala yang Baik’, didahului oleh power point ciptaan Charles van Leeuwen. Ia menekankan bahwa semua frater yang terlibat dalam pendidikan frater menjadi teladan bagi mereka yang mengikuti program itu. Bapak Charles menerangkan simbol ‘Gembala yang Baik’ antara lain berdasarkan tradisi Yahudi, yang membicarakan unsur-unsur penggembalaan: memimpin, mengoreksi, berbelaskasih. Sejak permulaan gereja, gambaran ‘Gembala yang Baik’ merupakan prototipe dari kepemimpinan yang baik, bukan hanya untuk para imam, melainkan juga untuk semua orang yang memimpin atau mengajar.
‘Mansuete et fortiter’ Pada hari-hari berikut ditekankan perihal tanggung jawab para pemimpin kongregasi dalam hal memberikan wajah pada pembentukan calon-calon kita menjadi frater berbelaskasih. Itu menurut semboyan pendiri kongregasi, Joannes Zwijsen, ‘Mansuete et fortiter’, kelemahlembutan dan ketegasan. Dalam ceramahceramahnya Frater Wim Verschuren menjelaskan tema ‘Bapa yang belaskasih’ dan ‘Belaskasih dalam perumpamaan’. Frater Lawrence Obiko, yang berpengalaman sebagai pemimpin postulan dan novis selama 12 tahun, membawa tema ‘Selibat dalam program pendidikan’ dan ‘Gaya hidup frater CMM yang layak’. Ia menggambarkan perkembangan-
perkembangan dalam gaya hidup para frater dan keterlibatan mereka dalam pendidikan kaum muda selama lima puluh tahun terakhir ini. Pemimpin umum membawa ceramah-ceramah bertema: ‘Belajar berbicara bersama’ dan ‘Belajar untuk taat’. Pertanyaan-pertyanyaan yang dibahas adalah: Masalah konkret manakah dialami frater yang memimpin berhubungan dengan ketaatan? Inspirasi manakah diberikan oleh Konstitusi di bidang ‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘mendengarkan’ dan ‘taat’?
Protokol Frater Broer Huitema menaruh perhatian khusus pada perkembangan yang berlangsung di Belanda dan di kongregasi berhubungan dengan pelecehan seksual. Banyak kasus sudah dimaklumkan. Para peserta sidang umum bertanya kepadanya bagaimana masalah pelecehan dapat dihindari di masa mendatang. Berhubungan dengan itu Frater Broer Huitema menekankan pentingnya seleksi yang baik terhadap calon dan pendidikan dasar yang kokoh. Calon-calon juga harus melewati masa perkembangan emosional yang seimbang. Dalam hal ini, mutlak perlu hidup bekomunitas yang ditandai oleh keramahan, saling mendukung dan kontak yang terbuka lagi transparan antara pemimpin dan si calon. Untuk itu sudah dikembangkan beberapa protokol, yang akan berlaku di masa dekat. Rien Vissers
7
INDONESIA
Frater Ludolf Bulkmans sebagai misionaris yang muda.
Manado: Frater dan murid sedang berjalan di pantai.
KARYA MISI FRATER
LUDOLF BULKMANS Banyak orang menggabungkan karya misi dengan ‘perebutan jiwa’. Hal ini tidak pernah merupakan tradisi dalam kongregasi CMM. Akan tetapi kalau seorang murid atau orang lain ingin mengenal agama Katolik, biasanya seorang frater bersedia untuk melakukan itu. Sering, tetapi tidak selalu, kontak semacam itu diakhiri dengan sakramen baptis. Salah satu frater, yang seumur hidupnya misionaris di Manado, terlibat dalam pembinaan calon-calon yang berminat pada agama. Namanya Frater Ludolf Bulkmans (1907-2000). Ketika Frater Ludolf tiba di Manado, ia berusia 22 tahun. Ia langsung diangkat sebagai guru kelas satu SD Frater, dengan 56 murid. Kebanyakan mereka beragama agama rakyat Cina, karena sekolah itu adalah sekolah anak-anak Cina. Dalam pelajaran digunakan bahasa Belanda. Dengan cepat frater itu menemukan bahwa murid-muridnya sungguh hidup-hidup, bersemangat dan hidup dengan sukaria. Mereka kurang terbeban oleh kekafiran. Ia mengamati keadaan itu dengan tajam dan menyimpulkan bahwa sebenarnya ia belum siap untuk bekerja di Manado. Frater Ludolf berkembang dalam keluarga yang sungguh Katolik, berstudi di Sekolah Pendidikan Guru milik Frater CMM dan dibentuk sebagai religius di tahun 20-an abad lalu dalam pendidikan awal CMM yang agak terasing dari masyarakat luas dan terlepas dari orang-orang yang beragama lain. Sebagai frater ia diharapkan berperan sebagai pendukung golongan Katolik. 8
Rasa hormat Pada permulaan Frater Ludolf berpikir bahwa ia tahu segala sesuatu dan murid-muridnya tak tahu apa-apa, dan bahwa para muridnya adalah kafir dan berada di jalan yang salah. Hanya agama Katolik bisa merupakan keselamatan satu-satunya. Akan tetapi lama-kelamahan, dalam komunikasi dengan mereka, ia belajar bahwa di bawah abu kekafiran mereka terdapat unsur-unsur yang bernilai, bahkan dapat ditemukan unsur kekristenan yang laten. Frater Ludolf yang seakan-akan tahu segala sesuatu menjadi murid, dan merasa hormat bagi agama dan budaya rakyat Cina. Dia tidak membelenggu murid-muridnya dengan dogma-dogma, perintah-perintah dan laranganlarangan kristiani. Ia tak pernah berbicara negatif mengenai agama rakyat Cina atau menghakimi agama itu. Ia tahu bahwa mereka tidak pernah akan melepaskan diri secara total dari masa rohani mereka yang lewat. Menurut Frater Ludolf hal ini tidak perlu.
Kalau mereka melepaskan diri secara total dari agama asal, mereka juga tersingkir dari masyarakat Cina. Hal ini sungguh tidak akan membahagiakan mereka.
Pawai Kadang-kadang terjadi bahwa seorang calon agama Katolik tidak mengikuti lagi pelajaran Frater Ludolf. Frater itu tidak memperlihatkan kekecewaannya. Ia senang bila murid yang bersangkutan sungguh merasa dirinya bebas. Kalau seorang murid memutuskan untuk masuk agama Katolik, ia menjadi seorang katekumen. Ia terutama pergi berdoa di gereja Katolik dan jarang ke klenteng. Mereka diizinkan mengikuti di rumah acara-acara menyangkut leluhur seperti biasa. Mereka boleh menikmati acara ‘Cap Go Meh’, namun tidah boleh terlibat secara rohani. ‘Cap Go Meh’ adalah suatu pawai yang diadakan dua minggu sesudah Imlek. Juga Frater Ludolf sangat menikmati pawai itu. Ia menulis tentang itu: “Seluruh masyarakat Cina datang menghadiri acara itu. Sungguh amat ramai: pakaian khas para peserta, semangat antusias yang semarak, si naga, genderang raksasa, laki-laki dalam keadaan trans yang memukul diri dengan pedang, kembang api yang berbunyi berjam-jam lamanya seakan-akan ada letusan kanon, pelawak-pelawak yang lucu. Semuanya itu mengubah sikap setiap orang yang kurang peduli menjadi pengikut pesta yang antisias.” Kepercayaan akan hantu, roh halus dan ramalan tetap berperan pada kebanyakan orang yang telah dibaptis.
Konfusius Agama rakyat Cina terkadang disebut ‘agama Konfusius’. Konfusius (551-479 sebelum Masehi) adalah seorang filsuf Cina yang paling terkenal. Frater Ludolf merasa simpati akan filsuf itu. Ia memandangnya, seperti kebanyakan orang Cina, bukan sebagai seorang pendiri agama, melainkan sebagai seorang filsuf dan pengubah masyarakat
yang memperjuangkan keselarasan yang benar di dalam masyarakat. Seakan-akan kita mendengar suara Frater Ludolf yang menyampaikan kepada para muridnya: “Untuk itu dibutuhkan: ketulusan hati, keadilan, kejujuran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.” Ia meringkaskan ajaran Konfusius sebagai berikut: “Kalau pedang-pedang sudah berkarat dan sekop-sekop berkilat; kalau tangga-tangga klenteng terkikis oleh kaki-kaki kaum beriman; kalau rumput berkembang di halaman pengadilan; kalau penjarapenjara kosong dan gudang-gudang penuh dengan gandum; kalau dokter-dokter berjalan kaki dan tukang roti naik kereta beroda ..... negara dipimpin dengan baik. Kalau begitu ‘tao’, artinya keselarasan yang sempurna, dihayati. Kata ‘tao’ pasti mengingatkan Frater Ludolf akan ‘Kerajaan Allah’ dan visi Yesaya, dalam mana ‘pedang-pedang akan ditempa menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas’ (Yes. 2-4).
Pemujaan leluhur Sambil mendalami agama rakyat Cina dan berbicara dengan teman-teman Cina, Frater Ludolf menemukan banyak kebersamaan dengan agama Kristiani. Begitu ia belajar bahwa kepercayaan kepada Allah yang Esa bukan masalah bagi orang-orang Cina, walaupun mereka kurang mampu membayangkan itu. Di klenteng sering terlihat patung-patung figura yang bukan dewa atau dewi, melainkan semacam orangorang kudus. Mereka itu lebih diperhatikan daripada dewa-dewi. Di kalangan orang Katolik hal semacam ini kadang-kadang juga terjadi kalau penghormatan terhadap Bunda Maria mempengaruhi liturgi. Agama rakyat Cina juga mengenal surga dan neraka, dosa dan hidup kekal. Pemujaan leluhur merupakan unsur penting. Kebanyakan rumah orang Cina mempunyai semacam altar-rumah untuk itu. Di situ dilakukan ritus-ritus untuk memuja leluhur. Pada permulaan
Anak-anak yang baru dibaptis dengan daun palma dari hari Minggu Palma di tangan.
9
INDONESIA
Pemimpin umum, Frater Tarcisio Horsten (duduk di depan), waktu ‘visitasi’ di Manado, tahun 1930.
bulan April ada pesta orang Cina, yang disebut ‘Cing Bing’, yang berarti ‘murni’. Pada hari itu keluarga-keluarga Cina sering mengunjungi makammakam leluhur. Mereka membersihkan kubur kaum tercinta mereka, dengan menggunakan dupa, lilin dan makanan. Orang yang sudah wafat diundang untuk ikut makan, dan keluarga berdoa dan mendupai kuburnya. Kemudian mereka makan bersama di atas kubur. Biasanya ada banyak sisa makanan yang diberikan kepada kaum miskin, yang menunggu-nunggu di belakan pagar dan pintu gerbang. Frater Ludolf mengajak murid-muridnya agak mengikuti ritus-ritus leluhur di rumah dan di makam. Ia menyebut itu melaksanakan perintah keempat: ‘Hormatilah ayahmu dan ibumu.’ Untuk orang-orang mati tanpa famili yang bisa melaksanakan ritus di makam, diadakan pesta ‘Cio Ko’ untuk memperingati jiwa-jiwa yang paling terlantar. Di klenteng sering dilihat patung ´Kwan Yin´, seorang dewi belaskasih. Hal ini menyangkut seorang dewi Buddha, yang dapat tempat dalam agama rakyat Cina. Dewi penuh cinta itu dipuja kalau tidak ada anak-anak, masalah di rumah tangga dan penyakit. Bagi Frater Ludolf tidak sulit melihat kebersamaan antara dewi ini dan Maria, Bunda Berbelaskasih dari agama Katolik kita.
Masa yang indah Maksud karya misi Frater Ludolf terungkap dalam kutipan-kutipan berikut. “Saya berusaha untuk menanamkan keyakinan pada murid-murid saya bahwa Allah adalah baik dan penuh belaskasih, yang memperhatikan penuh cinta setiap orang 10
secara pribadi. Semua orang dipanggil untuk kebahagiaan kekal, dan tidak boleh membiarkan diri berputus asa jika merasa lemah dan berdosa, karena Allah selalu bersedia untuk mengampuni.” Lagi: “Kami bukan perebut jiwa. Kami memperhatikan semua murid dari agama manapun secara sama saja, dan membantu mereka sama saja. Tak pernah seorang murid, baik Protestan, beragama Buddha, Cina atau Islam menunjukkan perasaannya yang tersinggung karena kami kurang menghormati agamanya. Karena itu mereka tetap sahabat-sahabat kami. Selama 43 tahun saya dapat kesempatan untuk melakukan itu. Masa yang indah!! Pada tahun-tahun pertama saya berjuang dengan argumen-argumen yang menekankan, akan tetapi saya semakin menyadari bahwa Yesus pernah mengatakan: “Kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan’ (Mt. 11: 30).“ Frater Pieter-Jan van Lierop Orang-orang yang baru dibaptis menikmati makanan pesta.
BERITA PENDEK
PESTA EMAS DI KENYA Pada tanggal 8 Oktober 2011, Cardinal Otunga Highschool merayakan hari jadi yang ke-50. Sekolah ini didirikan di tempat bersejarah di mana misi CMM dimulai sesudah frater-frater pertama tiba di Kenya (tahun 1958). Nama sekolah ini diambil dari Bapak Kardinal di Kenya, yaitu Maurice Michael Otunga (1923-2003). Beliau adalah uskup Kisii (1960-1969) dan kemudian uskup agung Nairobi (1971-1997). Untuk perayaan itu ribuan orang diundang: siswa, orang tua, umat paroki, frater dan wakil pemerintah. Perayaan berlangsung sepanjang hari dan terdiri atas perayaan Ekaristi, sekian pidato, sidang akademis dan beberapa pertandingan olahraga.
Uskup Kisii, Mgr. Joseph Mairura Okemwa, memberkati para siswa ‘Cardinal Otunga High School’.
ANGGOTA ASOSIASI
Berry van de Brink menandatangani surat perjanjian, disaksikan oleh pemimpin umum, Frater Broer Huitema (kanan) dan Frater Jan Koppens.
Pada tanggal 20 November 2011, di hadapan pemimpin umum Frater Broer Huitema, Berry van de Brink mengucapkan janjinya sebagai orang asosiasi seumur hidup pada kongregasi CMM. Hal ini berlangsung di kapel Wisma Lansia Joannes Zwijsen di Tilburg. Frater Jan Koppens, pemimpin provinsi Belanda dan Frater Harrie van Geene, pemimpin komunitas Joannes Zwijsen berperan sebagai saksi resmi. Sejak 1995 Berry van den Brink sudah berhubungan dengan komunitas Joannes Zwijsen sebagai tenaga sukarela.
BINTANG JASA DI BRASIL Pada tanggal 8 Desember 2011 diserahkan bintang jasa ‘Desembargador Hélio Costa’ kepada Frater Henrique Matos atas nama Pengadilan Negara bagian Minas Gerais di Brasil. Bintang jasa itu diserahkan kepada frater dan tim pastoral penjara. Frater Henrique adalah tenaga utama tim itu yang berjuang memanusiakan sistim penjara di daerah Belo Horizonte di São Joaquim de Bicas. Jasa frater itu dianggap luar biasa. Pada bulan November 2009, tim pastoral penjara itu mengambil inisiatif untuk mengunjungi lima ratus tahanan di kompleks penjara itu, dan mendampingi mereka setelah kembali di tengah masyarakat. Usaha ini dilakukan berdasarkan: “Ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku” (Mt. 25: 36).
Frater Henrique Matos.
11
BERITA PENDEK
BELASKASIH DI TANAH BATAK “Danau Toba dengan pulau Samosir dikenal oleh semua orang yang berlibur di Sumatera Utara. Alamnya sungguh indah dengan wilayah persawahan yang berwarna dalam segala variasi hijau dan dengan ‘tugu-tugu’ di tengah persawawahan. Pada lereng-lereng Danau Toba yang berbukit-bukit terdapat kampung-kampung yang berumah adat Batak; sana-sini kelihatan petanipetani di ladang. Selama sepuluh hari, saya dapat menikmati kunjungan saya di Tanah Batak. Namun saya tidak di situ untuk keindahan alam. Saya di situ untuk memperhatikan Gerakan Belaskasih di daerah Batak Toba.” Demikian ditulis Frater Wim Verschuren dalam Surat Edaran Gerakan Belaskasih di Belanda, jilid ke-57, yang diterbitkan bulan Februari yang lalu.
Ia mengunjungi Tanah Batak sebelum menghadiri sidang umum kongregasi CMM, yang berlangsung di Yogyakarta. Gerakan Belaskasih di Tanah Batak dimulai tahun 2008 dan sekarang terdiri atas tiga kelompok yang berkumpul secara teratur. Suatu dewan memperhatikan jalannya gerakan itu. Kira-kira lima puluh pria dan wanita berpartisipasi. Frater Wim Verschuren berbicara mengenai gerakan ini waktu pertemuan mereka di halaman biara SCMM. Ia menjelaskan makna ‘belaskasih’ dalam hidup sehari-hari berdasarkan cerita orang Samaria yang berbelaskasih. Ia menulis: “Ketika Frater Ad Hems berinisiatif untuk mendirikan Gerakan Belaskasih di Tanah Batak, saya mengatakan kepadanya: ‘jika saya sempat mengunjungi Indonesia, saya ingin mengunjungi gerakan itu. Kesempatan itu datang dengan tiba-tiba. Saya senang dan bersyukur bahwa gerakan, yang sebetulnya merupakan mata rantai dalam ‘rantai belaskasih’ di seluruh dunia, sekarang juga berakar di Tanah Batak yang elok itu.”
PENERBANGAN GA 208 Frater Yan Koppens, pemimpin provinsi CMM Belanda, berjalan ke sidang umum CMM di Indonesia (lihat: hal. 6-7). Waktu penerbangan dalam negeri pada tanggal 1 Oktober 2011 ia mengalami suatu pertemuan yang menarik. “Sesudah ucapan selamat datang oleh pramugari Garuda, saya mencari kursi 16-c di tengah pesawat. Di samping saya masih terdapat kursi kosong, barangkali akan tinggal kosong selama penerbangan dari Jakarta ke Yogyakarta. Lalu muncul seorang ibu berjilbab yang punyai tempat di samping saya. Kami berdua mulai bicara. Pada suatu ketika saya bertanya apakah ia pernah berziarah ke Mekka. “Memang, pada tahun 2000’, katanya. Apa yang ibu mengalami waktu itu? Penuh antusias ia menceritakan pengalaman rohaninya. Wajahnya bersinar. Saya bercerita mengenai ziarah terakhir saya ke tempat-tempat rohani yang khusus di Perancis. Ibu ini memahami itu dan menerima pengalaman saya. Pembicaraan berjalan terus. Kami berbicara mengenai Palestina dan Israel, suatu masalah relasi yang tak terhenti dan hanya mengenal korban-korban pada kedua belah pihak. Persaudaraan adalah kunci perdamaian. Juga di daerah-daerah lain di mana ada perselisihan berdarah, seperti barusan di Ambon, orang-orang meminta perwujudan persaudaraan. Kami berbicara tentang itu, sambil mengetahui bahwa kami 12
berdua tidak mampu mengubah dunia itu. Kami hanya merasa terpanggil untuk mewujudkan persaudaraan dalam lingkungan hidup kami masing-masing. Harapan kami berdua agar semua orang mampu hidup sebagai saudara dan saudari, penuh respek. Penerbangan GA 208 hanya berlangsung 45 menit. Pertemuan kami berdua, yang kebetulan duduk berdampingan, telah berlangsung polos dan terbuka. Sesudah mendarat dengan selamat sabuk pengaman dilepaskan, dan kami berpamit. Secara spontan saya katakan: “Semoga Ibu Sri diberkati Allah”, dan ia membalas dengan “Semoga Bapak Yan pun diberkati Allah.”
KENYA & NAMIBIA
BERTUMBUH KE DALAM KONGREGASI Frater Daniel Nyakundi, pemimpin komunitas dan novisiat di Sigona-Kenya, yang mencatat pengalaman dari beberapa novis tahun pertama. Dan dari Namibia, postulan John Kalalumpa bercerita mengenai pengalamannya mengenai pertumbuhannya masuk ke dalam kongregasi.
‘Murid dari Tuhan yang bangkit’ Dalam perjalanan hidup religius yang masih muda, saya mengalami bahwa saya adalah seorang murid dari Tuhan yang bangkit. Yesus Kristus minta dari saya agar saya merelakan diri pada pelayanan demi sesama di segala bidang. Satu aspek kerasulan sebagai novis adalah bahwa saya berpartisipasi dalam les agama di sekolah menengah. Memang luar biasa bahwa dengan cara demikian saya membagi iman kita dengan ‘domba-domba Tuhan’. Saya menyadari bahwa ‘kawanan’ ini membutuhkan dukungan kami pada perjalanan yang selaras dengan iman kita dan dengan tantangan iman kita. Hal ini sesuai dengan sabda Kitab Suci: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaanpekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa.” (Joh. 14: 12) Frater Ladislaus Livingi
‘Tantangan untuk melayani’ Sebagai frater CMM, kami diajak untuk merelakan diri secara total bagi orang miskin. Secara terbatas, karena masa novisiat, saya berpartisipasi dalam kerasulan di SD yang letaknya dekat. Melayani anak-anak merupakan tantangan besar bagi saya, baik dahulu maupun sekarang. Saya berupaya melayani semua murid, tanpa mengutamakan agama, suku, budaya atau umur tertentu. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”, begitulah Injil yang dikutip oleh Konstitusi CMM (I, 200). Kutipan itu selalu memotivasikan saya untuk melayani. Saya tertantang agar, apa yang saya lakukan untuk orang lain, bukan dilakukan untuk dia melainkan untuk Kristus sendiri. Dalam kerasulan saya diajak melayani orang penuh hormat, cinta dan dengan dedikasi. Sampai sekarang para guru sekolah itu membantu saya dengan baik dalam usaha agar saya melayani anak-anak sebagai frater berbelaskasih. Saya menemukan bahwa, kalau saya terlibat dalam karya kasih, saya harus berbakti
Frater Videlis Ong’ombe Minyega di tengah muridnya.
secara total. Hal ini gampang dikatakan, namun itu merupakan tantangan besar untuk dilakukan dengan nyata. Akhirnya, sebagai frater saya dipanggil untuk menjadi model dan teladan hidup mengenai cara Yesus menjalankan hidup-Nya. Frater Videlis Ong’ombe Minyega 13
KENYA & NAMIBIA
‘Bersatu dengan Allah dan sesama’ Kami mengikuti kursus yang khusus untuk kaum novis. Hal itu diorganisasi oleh beberapa kongregasi demi menunjang perkembangan spiritual dan hidup berkomunitas. Kursus itu berlangsung tiga kali setahun, pada bulan Februari, Mei dan Oktober. Tema-tema yang barusan saya ikuti adalah: bagaimana menghadapi seksualitas sebagai religius, liturgi dan ekaristi, menghayati Allah Tritunggal sebagai dasar hidup berkomunitas dan surat-surat rasul Paulus. Dalam kursus itu saya menemukan bahwa hidup sebagai religius berarti: hidup bersatu dengan Allah dan sesama. Untuk hidup berkomunitas secara sejati, kami kiranya saling membantu dan tidak seorangpun hanya mempedulikan kepentingan pribadi. Hal ini merupakan tantangan besar berhubungan dengan perkembangan kami dalam relasi dengan Allah dan sesama. Pada kursus itu juga ada kesempatan untuk berbicara dengan novis-novis lain, dan mengetahui kharisma-kharisma kongregasi lain. Setiap hari Yesus menantang kami, baik dalam kegiatan yang paling sederhana pun dan pada godaan yang harus diatasi, maupun dalam pelayanan yang kami lakukan bagi umat Allah. Novisiat di Sigona, Kenya. Frater Geoffrey Sinange
Pengalaman saya sebagai postulan di Windhoek, Namibia Panggilan hidup religius ditandai oleh kerinduan untuk melayani Allah dan juga umat-Nya, melayani kaum miskin dan mendampingi orang agar mereka mampu mengalami cintakasih Allah. Karena membantu sesama merupakan panggilan setiap orang, maka melayani sesama bukan ciri khas panggilan religius. Hal yang unik dalam panggilan religius adalah hidup dalam keselarasan dengan kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan serta hidup dalam komunitas religius. Tugas pokok seorang religius adalah memberikan kesaksian kepada kaum beriman, bahwa kita semua dipanggil untuk menghadapi dengan hormat semua orang, diri kita sendiri dan seluruh karya ciptaan Tuhan. Pada pokoknya kami dapat mengatakan bahwa kami bukan saja milik Allah, melainkan juga milik masyarakat. Cita-cita saya, yang sekaligus ciri khas hidup selibat religius, adalah agar berpadu dengan semua anak Allah, terutama mereka yang paling berkekurangan. Kongregasi CMM mewujudkan cita-cita itu di Namibia
14
Postulat CMM di Abtstreet, kota Windhoek, Namibia.
melalui pengajaran dan pendidikan, dan saya ingin menempuh jalan itu. Pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih banyak kepada dewan umum kongregasi, Frater Broer Huitema, Frater Edward Gresnigt, Frater Ronald Randang, Frater Lawrence Obiko, Frater Martinus Lumbanraja, dan Frater Hermenegildus Beris sebagai pemimpin Regio Namibia, dan Frater Paul Onyango Onyisi, pemimpin postulan, yang mendampingi saya di masa stage dan sebagai calon di Namibia, juga semua frater yang memperkuat iman saya. Semoga Allah tetap memberkati anda sekalian. John Kabalumpa
BELANDA
‘BERGEGASLAH PELAN-PELAN DAN BERJALANLAH BERSAMA ALLAH’ Ziarah Vinsensius di tahun 2011 berlangsung dari 26 Agustus - 7 September. Dikunjungi tempat-tempat di Perancis di mana Vinsensius a Paulo hidup dan bekerja. Santo Vinsensius telah mengilhami Joannes Zwijsen dalam mendirikan kedua kongregasinya. Terdapat banyak lembaga religius lain yang memandang Vinsensius sebagai sumber inspirasi yang penting. Sejak tahun 1998 ziarah Vinsensius berlangsung setiap tahun bagi kaum religius dan orang lain yang berminat. Suster Rosa Wigink, pemimpin umum Kongregasi PMY, telah mengikuti ziarah itu. Apa makna perjalanan ini baginya? Ia menyampaikan itu pada pertemuan ‘Keluarga Besar Vinsensian Belanda’. Di bawah ini terdapat ringkasan kisahnya. Selama 12 hari, saya menjalankan ziarah Vinsensius. Ada kesempatan untuk mengambil waktu bagi diri sendiri: doa, renungan tetapi juga menikmati alam, kesenian, budaya dan rekreasi. Saya dapat mengenal hidup dan karya Santo Vinsensius, Santa Louise de Marillac dan beato Frédérique Ozanam.
Lima keutamaan Di samping pelayanan kaum miskin dan pendidikan imam, Vinsensius menggunakan lima keutamaan: kesederhanaan: hidup polos dengan bertolak dari hatimu; kerendahan hati: menyesuaikan diri dengan mencari tempat dalam keseluruhan; kelembutan: bersikap tegas dalam upaya, namun penuh cinta dan sabar terhadap orang; matiraga: mengurangi sesuatu demi kepentingan orang lain; upaya demi jiwa-jiwa: semangat kepaduan. Louise de Marillac disingkirkan dalam masa mudanya. Ia mencari kesempatan unuk mendalami hidupnya. Kemudian ia bertemu dengan Vinsensius. Louise memperjuangkan pendirian kongregasi suster yang menjalankan hidup religius mereka secara aktif: Puteri Kasih (PK).
Banyak perempuan menjadi anggota kongregasi itu. Mereka bersama mengadakan banyak karya amal tanpa pamrih. Dua ratus tahun sesudah masa hidup Vinsensius a Paulo muncul Frédérique Ozanam, seorang mahasiswa yang muda, seorang beriman yang berapiapi, yang mempedulikan nasib banyak orang papa. Ia mendirikan ‘Serikat Santo Vinsensius’ (SSV). Serikat itu tersebar di seluruh dunia. Frédérique Ozanam bukan hanya membantu secara langsung orang-orang bersusah, melainkan ia juga beraksi melenyapkan penyebab-penyebab kesusahan mereka.
Melayani kaum miskin Hati saya tergerak oleh ziarah ini. Perjalanan ini sungguh mendekatkan Vinsensius pada hidup saya dan saya menemukan dia kembali: kesederhanaannya, kepercayaannya pada Penyelenggaraan Ilahi, daya juang dan cintakasihnya bagi kaum miskin. Semuanya itu dan masih banyak hal lain lagi menyentuh hati saya. Dalan ziarah ini saya diundang untuk mawas diri, jalan hidup saya dan iman saya. Seumur hidupnya Vinsensius berjuang demi kaum papa. Karya kasihnya
Foto kelompok ini diambil di Lussac dekat Paris. Suster Rosa berdiri tepat di tengah-tengah foto, pada barisan kedua, berbaju putih.
15
BELANDA
Lapangan di Perancis dengan nama Vinsensius a Paulo.
Kampung di Perancis ‘Saint-Vincent-de-Paul’ (d/h disebut ‘Le Pouy’), tempat kelahiran Vinsensius a Paulo.
yang pertama dimulai dengan kelompok-kelompok wanita (bukan religius). Setiap kali ia mengulangi: “Kaum miskin adalah majikanmu.” Saya tersentuh oleh ucapan itu. Saya harus melayani kaum miskin karena keadilan, bukan karena perasaan kasihan. Apa yang saya berbuat dengan semangat Vinsensius? Saya berusaha untuk mempedulikan orang-orang lain, walaupun hal ini kadang-kadang sulit. Dengan sikap supel, ramah dan penuh respek saya mau bergaul dengan mereka. Vinsensius juga mengatakan: “Kalau anda mengunjungi kaum miskin sepuluh kali sehari, sepuluh kali Anda mengunjungi Allah. … Kunjungilah seorang sakit, dan anda akan menemukan Allah ….. Pergilah kepada orang yang kesepian atau yang pikun, dan anda akan menemukan Allah.”
untuk berdoa dan menguduskan harinya. Berdoa dan kesederhanaan berjalan bersama. Apakah hal itu terjadi pada diri saya? Jalan yang ditempuh oleh Vinsensius menyangkut ‘melihat’ jalan. Hal ini berarti bagi saya: menggunakan mata saya dengan baik.
Keramahan Bagi Vinsensius, kaum miskin adalah citra Allah. Apakah demikian saya hayati? Vinsensius menggambarkan kelembutan sebagai kehangatan dan keramahan yang manusiawi, terutama di dalam komunitas. Kekerasan hati atau wajah yang suram merupakan halangan dalam usaha menemukan orang lain. Keramahan berasal langsung dari hati. Tak dapat dijelaskan apa itu cintakasih. Cinta harus dilakukan. Saya berbuat apa dengan itu? Saya berusaha memperhatikan dengan ramah setiap orang yang saya ketemu, baik yang miskin maupun yang kaya. Saya berusaha untuk hidup sebagai wanita religius yang tergerak hatinya. Vinsensius mengatakan: “Orang di dunia tak keluar rumah tanpa melihat ke dalam cermin.” Allah ingin dari saya agar saya juga melihat ke dalam cermin: cermin jiwaku. Hal ini terjadi bila saya berdoa dalam hidup sehari-hari, menjadi tenang dan kembali pada diriku untuk melihat dan mendengar apa yang Tuhan inginkan. Saya percaya bahwa Yesus tetap hadir di dalam hidup saya. Vinsensius suka berdoa. Setiap pagi ia bangun pada pagi-pagi buta 16
Penyelenggaraan Ilahi Inti hidup ini adalah hati yang tergerak, supaya hati saya turut berbicara dan kemudian bergerak, karena saya harus melakunan sesuatu. Setiap hari pengutusan saya berjalan terus juga sekarang ini, di mana usia saya bertambah. Dengan demikian hidup saya tetap berguna. Saya diundang untuk menampakkan cinta Allah yang belaskasih. Misalnya dengan melayani, mendengar, tetapi juga dengan mengungkapkan rasa terima kasih, dengan sadar memberi salam secara ramah, mengatakan kata yang baik, tidak membicarakan orang lain secara negatif kalau orangnya tidak hadir, dan hadir di dalam komunitas. Pernah seseorang mengatakan: “Semoga kita menjadi penenun dalam Kerajaan Allah, seperti Vinsensius, dan memperhatikan sesama, siapapun orangnya.” Vinsensius juga seorang berkharisma, yang terus-menerus membandingkan kenyataan dengan pesan Injili. Vinsensius adalah seorang yang besar. Semangatnya untuk memperjuangkan kepentingan kaum miskin menarik banyak perhatian. Ia bersikap lemah-lembut, sabar, sederhana dan ia percaya pada Penyelenggaraan Ilahi. Ia mampu berbicara dengan menarik perhatian orang. Ia juga sangat mampu mencari akal. Ia percaya pada Penyelenggaraan Ilahi secara aktif. Semua gambar Vinsensius menunjukkan seseorang yang memandang dengan tenang. Matanya telah melihat banyak penderitaan, tetapi juga kegembiraan dan tanda-tanda terima kasih. Ia telah mengalami suatu proses pertobatan yang besar, dan melanjutkan hidupnya dengan mengikuti jejak-jejak Yesus. Ia juga mampu menyemangati orang-orang lain.
Perayaan di gereja Folleville, di mana Vinsensius berkhotbah untuk pertama kalinya.
Teladan
Perayaan Ekaristi di rumah kelahiran Vinsensius.
Bagi saya, Vinsensius adalah seorang kudus yang semakin membuka mata saya bagi sesama yang lemah, dan ia merupakan teladan bagi saya. Hatinya tergerak dan dari situ ia mengembangkan karya-karya kasih, yang belum dikembangkan dalam masyarakat itu. Ia seserorang yang sangat aktif, sekaligus ia bersemangat religius secara mendalam, yang sangat setia pada acara meditasi. Juga sekarang masyarakat kurang dapat melenyapkan masalah kemiskinan. Vinsensius dapat disebut ‘Duta Perdamaian’. Dalam ziarah ini saya menyadari bahwa Vinsensius telah memberikan sangat banyak kepada kita semua dan kepada banyak kongregasi yang mengikuti spiritualitasnya.
Kesederhanaan
Perayaan di Chartres. Frater Jan Koppens membawa renungan.
Prasasti dalam kapel di Château-l’Evêque, di mana Vinsensius ditahbiskan menjadi imam.
Dalam ketenangan doaku saya dapat memperhatikan kebutuhan banyak orang di dunia ini dan membuka hati saya bagi mereka yang membutuhkan perhatian saya. Dengan hati bersykur saya dapat memandang kembali ziarah ini, dalam mana doa, refleksi, budaya dan rekreasi diberikan tempat. Waktu perjalanan ini saya dapat mencas baterai saya. Vinsensius pernah mengatakan: “Bergegaslah pelan-pelan”, yang berarti: “Lanjutkanlah usahamu dan bersabarlah selalu, namum bagaimapun juga lanjutkanlah usahamu.” Vinsensius tetap sungguh tenang bila ia mengalami halangan. Kesederhanaan merupakan inti spiritualitasnya. Kepada kaum religius, ia memberikan kesederhanaan sebagai keutamaan terpenting. Keutamaan ini saya ingin wujudkan dalam hidup saya: “Di mana ada kesederhanaan, di situ Allah dapat ditemukan”. “Bergegaslah pelan-pelan, tetapi bagaimanapun juga lanjutkanlah usahamu.” Hal ini saya juga harapkan agar terjadi dalam ziarah vinsensian: “Bergegaslah pelan-pelan dan berjalanlah bersama Allah.” Suster Rosa Wigink 17
INTERNASIONAL
INSPIRASI VINSENSIAN
DI PARIS
Vinsensius a Paulo, patungnya di generalat CMM, Tilburg.
Di tahun-tahun terakhir beberapa frater mengikuti kursus tiga bulan tentang spiritualitas vinsensian. Kursus itu diberikan di kota Paris, di pusat pembinaan internasional CM, kongregasi yang didirikan oleh Vinsensius a Paulo. Frater Benyamin Tunggu dari Indonesia melaporkan tentang itu dalam terbitan majalah ini yang lalu. Kali ini Frater John Karungai dari Kenya memberikan gambarannya mengenai kursus yang ia ikuti pada tahun 2011. Kursus yang diberikan di ‘Centre Internasional de Formation St. Vincent’ (CIF) membantu saya untuk mendapat pandangan lebih jelas mengenai diri saya sendiri, tentang Vinsensius, sejarah kongregasi, pedoman hidup CMM dan hidup berkomunitas. Keberadaan saya di kota Paris juga menjelaskan pilihan saya untuk hidup sebagai ‘saudara berbelaskasih’. Saya dikuatkan untuk menghadapi lagi tantangan-tantangan kerasulan saya. Seluruh program yang terisi dengan ceramah, pendalaman pribadi dan perayaan Ekaristi, menghantar saya kembali ke sumber spiritual kehidupan saya sebagai frater berbelaskasih.
‘Dibuang ke dalam air yang dalam’ Perjalanan ke tempat-tempat di Perancis di mana Vinsensius hidup dan bekerja memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai orang kudus itu. Bagi saya jauh lebih jelas bagaimana ia mencintai kaum miskin. Dalam diri kaum miskin ia melihat Kristus, yang ia ingin layani dengan cinta dan dedikasi.
18
Saya seakan-akan dibuang ke dalam ‘air yang dalam’, belajar untuk melihat dengan kritis masa saya yang lampau, dan menarik kesimpulan untuk memulai kembali hidup saya sesuai keinginan Vinsensius. Pendiri kongregasi kita, Joannes Zwijsen, mengatakan: “Kalau mau mencapai sasaran, mulai berlangkah saja.” Di Konstitusi CMM tertulis: “Ia menghendaki agar para pengikutnya meneladani Vinsensius a Paulo, mengabdi Allah dalam sesama manusia dan dengan demikian menghantarnya kepada Allah” (I, 208). Dengan kembali ke sumber, rasa dahaga saya dihilangkan, dan sekarang saya dapat giliran untuk menghilangkan dahaga orang lain, seperti dibuat oleh Yesus terhadap wanita Samaria (Joh. 4: 1-45). Saya percaya bahwa saya mampu hidup dalam semangat sang pendiri dengan bantuan Bunda Maria yang Berbelaskasih dan Vinsensius, yang menghayati keutamaan seperti kesederhanaan, kerendahan hati, kelembutan, matiraga dan berjuang demi keselamatan orang. Frater John Karungai
BERITA PENDEK
FILM MENGENAI CERITACERITA HIDUP MEMBIARA Pada tanggal 20 November 2011 dilangsung di desa Goirle pemutaran perdana film dokumenter yang berjudul ‘Keindahan dan penderitaan dalam hidup membiara’. Tempat pertunjukan adalah ‘Pusat Budaya Jan van Besouw’ di Goirle, dimana dahulu terdapat frateran CMM. Film dibuat oleh ‘Yayasan Verhalis’ dari Tilburg, yang mengumpulkan kenang-kenangan dan cerita-cerita yang mau disimpan bagi generasi berikut.
Yayasan itu sudah menfilmkan delapan ‘cerita hidup membiara’, dan dalam seri kedua menambahkan 17 cerita dalam film dokumenter yang baru. Dalam film itu religius-religius asal Propinsi Brabant bercerita mengenai hidup mereka. Dalam seri yang baru ini terdapat riwayat hidup mantan frater Marius van den Boom. Hal yang menonjol adalah bahwa ia difilmkan oleh anaknya Andries. Bersama dengan ayahnya ia melihat kembali pada masa kehidupan ayahnya sebagai frater. Film-film itu dibuat oleh delapan pembuat film yang muda. Kepada mereka masing-masing diberikan kesempatan membuat dua film di bawah bimbingan Carine van Vught dan Jeroen Neus.
Mantan frater Marius van den Boom (di tengah) dengan puteranya Andries dan Frater Broer Huitema pada waktu pemutaran perdana dokumenter ‘Keindahan dan penderitaan dalam hidup membiara’.
PROFESI SEUMUR HIDUP DI INDONESIA DAN TIMOR LESTE Di Medan, pada tanggal 29 Desember 2011, tujuh frater mengikrarkan profesi seumur hidup mereka di hadapan pemimpin umum, Frater Broer Huitema. Ketujuh frater itu adalah: Frater Leston Situmorang, Benad Simbolon, Yasintus Seran, Wilfridus Bria, Markus Rindi, Petrus Lain dan Fransiskus Nahak. Profesi itu berlangsung di kapel RS St. Elisabeth dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup Agung Mgr. Anicetus Sinaga OFMCap bersama lima imam. Dalam pidatonya, Frater Broer Huitema menekankan bahwa hidup sebagai frater merupakan suatu proses seumur hidup, dan bahwa dalam proses itu tidak selalu gampang untuk hidup dengan setia sesuai dengan ketiga kaul. “Oleh sebab itu sungguh penting bahwa kegembiraan dan penderitaan
Tujuh frater Indonesia seusai mengikrarkan profesi untuk seumur hidup.
dibicarakan secara terbuka dengan pimpinan dan pembimbing rohani”, kata pemimpin umum. “Hidup doa dan hidup berkomunitas mendukung Saudara untuk berkembang di jalan hidupmu sebagai saudara yang berbelaskasih.” Di kota Dili - Timor Leste, pada tanggal 7 Januari 2012, Frater Pedro Guterres dan Frater Cancio da Costa Gama mengikrarkan profesi seumur hidup mereka di hadapan pemimpin umum Perayaan Ekaristi, pada kesempatan profesi itu, dipimpin oleh Uskup Dili, Mgr. Alberto Ricardo da Silva. Dalam khotbahnya beliau menekankan betapa indah dan bermakna hidup religius. Ia mengharapkan agar frater-frater memberikan perhatian terutama pada orangorang di pedalaman. 19
BERITA PENDEK
KOLEKSI ‘SCRYPTION TILBURG’ AKAN DIJUAL
Bekas museum Scryption, Tilburg
Koleksi mantan museum ‘Scryption’ di Tilburg akan dijual. Museum itu harus menutup pintunya pada bulan Januari 2011, karena pemerintah kota Tilburg mengurangi subsidinya. Pernah ada harapan membuka kembali museum itu di kota Eindhoven, akan tetapi pemerintah kota itu tidak bersedia memberikan subsidi. Selama 22 tahun museum itu berdiri dan memamerkan sejarah tulisan dan alat tulis dan bagaimana segala itu dipakai di dunia perkantoran. Para pengunjung melihat sekian jenis mesin tik, pulpen, pensil, balpen, pena lepas, mesin kopi, mesin stensil, komputer dan perabot kantor. Seorang penulis terkenal di Belanda, Willem Frederik Hermans, yang
meninggal tahun 1995, mewariskan koleksinya pada museum itu. Koleksi itu terdiri atas kira-kira 200 mesin tik. Setiap tahun 20.000 orang mengunjungi museum itu. Pengetahuan dan pengalaman masih digunakan dalam suatu organisasi, bernama Npuntnul. Organisasi itu akan kembangkan kegiatan di bidang komunikasi dan media sosial. Npuntnul akan mengembangkan kegiatan-kegiatan seperti pameran, bahan untuk media, ceramah dan diskusi, proyekproyek media sosial dan dunia pendidikan. Koleksi museum itu pernah dimulai sebagai pengumpulan barang oleh frater-guru Ferrerius van den Berg. Tidak lama sesudah Perang Dunia II, ia mulai studinya di bidang tulisan indah. Waktu itu ia juga mulai mengumpulkan segala macam benda dan alat berkaitan dengan tulis-menulis itu. Inilah permulaan suatu koleksi yang unik, yang berkembang menjadi ‘Museum Penulisan dan Mesin Tik’, yang pada permulaan bertempat di loteng gedung generalat CMM di Tilburg. Koleksi yang berkembang terus akhirnya memperoleh tempat di bekas gedung STM di Tilburg. Tempat itu disiapkan oleh pemerintah kota Tilburg dan isi gedungnya ditata oleh perusahaanperusahaan swasta yang berhubungan dengan perihal tulis-menulis. Begitulah dikembangkan museum yang barangnya dikenal di seluruh dunia.
PARA PEMIMPIN KEVIN BERKUMPUL DI ROMA Dari tanggal 13 sampai dengan 15 Januari 2012, pemimpin umum Frater Broer Huitema dan wakil pemimpin umum Frater Edward Gresnigt menghadiri pertemuan para pemimpin Keluarga Vinsensian (KeVin), yang diadakan di kota Roma. Seperti peserta lain kedua frater menerangkan bagaimana kongregasi Frater CMM memberi bentuk pada kharisma vinsensian dalam beberapa proyek.
Para pemimpin KeVin berapat. Di barisan tengah, sebelah kanan: Frater Edward Gresnigt dan di sampingnya Frater Broer Huitema. 20
FRATER MARCEL SATU ABAD Pada tanggal 12 Desember 2011 yang lalu Frater Marcel Achten merayakan HUT ke-100 di komunitas CMM Zonhoven, Belgia. Pemimpin umum berbincang Konfraternya, dengan sang jubilaris. Frater Sibrand Koenen, menulis untuk majalah Frater CMM: “Frater Marcel sudah 83 tahun anggota kongregasi CMM. Sesudah menjadi guru, ia bekerja di Lembaga Putera Tuli di Maaseik dan kemudian di Lembaga Kerajaan bagi para tuna runggu dan tuna wicara di Hasselt, pertama-tama sebagai guru dan kemudian sebagai kepala sekolahnya. Selama 44 tahun sampai pensiunnya Frater Marcel bekerja purnawaktu di pendidikan tuna runggu dan demi mantan muridnya yang dewasa. Dalam masa itu ia mengembangkan keahlian besar di pendidikan itu, antara lain di bidang bahasa isyarat. Semuanya itu membuat dia sebagai penasehat jitu di bidang pendidikan khusus itu. Sesudah pensiunnya Frater Marcel buakn tinggal pasif. Dua kali ia pergi ke Kenya untuk menyumbangkan pengalamannya yang kaya kepada pendidikan para tuna runggu di negara itu. Frater Marcel bertalenta banyak dan ia menggunakan segala talentanya. Tak terhitung jumlah orang yang dapat menikmati itu. Ia ambil foto dan film tentan hidup sehari-hari di lembaga pendidikannya. Ia memainkan organ di kapel dan menulis teks-teks
kaligrafi yang indah. Ia juga seorang olahragawan yang membimbing orang di bidang sepakbola, senam, biljar dan sepatu es. Daftar yang belum lengkap itu menjelaskan bahwa Frater Marcel bekerja dengan sangat rajin. Akan tetapi ia terutama seorang religius yang selama 83 tahun menghayati sepenuhnya bahwa kehadiran seorang frater di dunia ini harus diwarnai oleh cinta berbelaskasih, seperti tertulis dalam pedoman Hidup kita (I, 50).” Dalam pidato pesta itu, Frater René Segers pemimpin regio Belgia mengucapkan terima kasih kepada jubilaris. Bukan hanya demikian karena apa ia lakukan demi para tuna runggu dan tuna wicara, melainkan terutama apa yang ia berarti bagi begitu banyak orang cacad itu. Frater René mengatakan: “Secara pribadi saya sangat senang bahwa saya dapat meneruskan karya hidup Frater Marcel dan terutama bahwa, bila saya mengalami kesulitan, saya dapat bersandar pada pengalamannya dan caranya, tanpa ada kecenderungannya untuk campur tangan. Saya bersyukur bahwa saya dapat hidup sebagai konfraternya selama banyak tahun. Ia selalu hadir di komunitas walaupun kegiatannya banyak dan sulit diatur. Untuk semuanya itu dan banyak hal lain saya mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, dan sekali lagi saya mengucapkan selamat dengan HUT ke-100. Marilah kita rayakan tanggal 12-12-12, seperti anda sendiri telah katakan.” Perayaan dihadiri oleh banyak konfrater dari Belanda. Pemimpin umum Frater Broer Huitema memuji Frater Marcel untuk semangatnya yang berapi-api demi para tuna runggu dan tuna wicara. Bukan kebetulan ia menyebut Frater Marcel “Frater yang paling manis di kongregasi”.
TILBURG: KOTA BERBELASKASIH !?
Patung Joannes Zwijsen pada dinding gereja St. Dionisius di Tilburg, di mana beliau pernah pastor paroki.
Pada tanggal 21 Januari 2012 diadakan pertemuan di generalat CMM di Tilburg dengan tema: “Tilburg, kota berbelaskasih !?”. Para peserta, yang berjumlah kurang-lebih 60 orang, mendengar ceramah mengenai ‘Toko Vinsen’, mengenai Lembaga Pangan, pendampingan orang dalam krisis dan para pengungsi, tentang kegiatan paroki dan lembaga religius, antara lain Frater CMM dan Suster SCMM.
Walikota Tilburg, Peter Noordanus, menekankan agar perhatian satu sama lain kiranya ditingkatkan. Dalam visi tentang kota Tilburg itu Suster Mariëtte Kinker SCMM bertanya dalam wawancara di koran ‘Brabants Dagblad’ bagaimana Tilburg mau berkembang. “Banyak orang berpikir tentang itu. Mengingat tradisi kami, ada banyak alasan untuk bersama-sama membuat Tilburg ini sebuah kota yang berbelaskasih. Kelompokkelompok dan orang pribadi mulai bergerak untuk menciptakan suatu masyarakat di mana terdapat tempat bagi semua orang, walaupun nampak banyak perbedaan, kelemahan dan ketidakadilan. Barangkali Tilburg boleh dan mau menjadi pelopor dan 21
IN MEMORIAM
memprioritaskan belaskasih.,Pada tahun 1998 ‘Gerakan Belaskasih Nasional’ didirikan di Tilburg. Gerakan itu sudah dapat ratusan anggota; banyak di antara mereka berasal Tilburg. Dua tahun lalu didirikan ‘Gerakan Belaskasih Regio Tilburg’. Bukan kebetulan bahwa gerakan regional didirikan di situ. Pada permulaan abad ke-19, pastor Zwijsen telah melihat penderitaan rakyat kota Tilburg. Ada kekurangan pendidikan, dan perawatan orang-orang sakit dibiarkan saja. Ia melihat bahwa terutama perawatan pada permulaan dan akhir hidup orang tidak cukup. Ia melihat bahwa kaum anak, remaja, orang sakit dan orang lansia menderita karena situasi itu. Hatinya tersentuh, dan ia mutlak berbuat sesuatu. Ia mendirikan kongregasi Suster SCMM dan Frater CMM. Lalu berkembang suatu gelombang belaskasih, yang cepat juga berpengaruh di luar Tilburg. Pada masa itu didirikab juga Serikat S. Vinsensius. Dan sekarang, pada tahun 2012 ini, belaskasih menjadi aktual kembali. Kenyataan hidup manusia adalah bahwa tak seorangpun dapat menghindari penderitaan dan kesedihan. Terkadang ketidakmampuan dan kemauan jahat mutlak dialami oleh kita, dan maut tak selalu dapat dihindari. Hidup kita rapuh dan tak bisa diatur seluruhnya. Hanya ada satu reaksi tepat saja: belaskasih. Ini menghantar kita pada kenyataan yang lama dilupakan: kita tergantung satu sama lain, dan bahwa kita mampu saling membahagiakan atau saling mematahkan. Setiap orang sangat tergantung pada iba hati orang lain.”
JUBILEA TAHUN 2012 75 tahun frater
60 tahun frater
19 Maret: Frater Gerebernus van der Zande
29 Agustus: Frater Guillaume Caubergh, Frater Louis de Visser, Frater Nico Nijst
70 tahun frater 5 April: Frater Joseph Tielemans 29 Agustus: Frater Jan Smits, Frater Pacianus Verhoeven
50 tahun frater
65 tahun frater
10 Mei: Frater Lawrence Obiko 1 Juni: Frater Johannes Sihombing, Frater Martinus Lumbanraja
29 Agustus: Frater Francesco Paijmans, Frater Gustavus Menheere, Frater Patricio Smolders
22
29 Agustus: Frater Jan Koppens, Frater Pieter-Jan van Lierop
25 tahun frater
Frater
Jan (J.A.) Seelen Frater Jan Seelen lahir di Gilze-Rijen, Belanda, pada tanggal 11 Januari 1923 dan masuk Kongregasi CMM di Tilburg pada tanggal 29 Agustus 1940. Ia mengikrarkan profesi seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1945 dan meninggal dunia di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg pada tanggal 29 Oktober 2011. Ia dikebumikan di kuburan CMM, kompleks ‘Huize Steenwijk’ di Vught. Sebagian besar hidupnya berlangsung di dunia pendidikan, di mana ia sungguh merasa ‘at home’, karena ia ingin menyumbangkan keahliannya demi kaum muda yang dipercayakan kepadanya. Ia merih ijazah bahasa Perancis dan Inggris. Ia bekerja sebagai guru di ’s-Hertogenbosch, Medemblik, Eindhoven dan Tilburg. Frater Jan menyatakan bahwa masa jayanya ada di ‘SMP Stefanus’ di Tilburg, di mana ia 18 tahun bertugas sebagai kepala sekolah. Semangatnya di dalam dan di luar dunia pendidikan diketahui pula oleh pemerintah kota Tilburg. Ketika ia meninggalkan sekolahnya (1984), ia dihormati dengan lencana penghargaan emas dari pemerintah kota Tilburg. Frater Jan memperhatikan komunitasnya. Ia mencintai para konfraternya dan bila perlu ia membantu mereka. Ia bersedia melayani para konfraternya sebagai pemimpin komunitas, wakil pemimpin komunitas dan anggota dewan komunitas. Juga di komunitas Joannes Zwijsen, di mana ia tinggal sejak 2006, ia tetap berlaku sebagai anggota komunitas. Frater Jan sungguh dicintai, karena ia mampu bergaul dengan siapapun. Semoga Frater Jan menikmati istirahat abadi dalam kehadiran Tuhan, yang kita kenal sebagai Allah penuh cinta.
SUMBER
‘MENGANTAR SESAMA KEPADA ALLAH’ Gambaran praktis dari Zwijsen tentang Yesus Dalam jejak Vinsensius a Paulo, Mgr. Zwijsen mengarahkan perhatiannya pada manusia seluruhnya. Sekarang dikatakan bahwa perhatiannya bersifat ‘’holistis’. Zwijsen mengatakan bahwa yang terpenting adalah kekurangan-kekurangan materiil, tetapi juga kebutuhan rohani pada sesama manusia. Vinsensius berbicara mengenai keselarasan antara cinta yang afektif dan efektif. Dalam kegiatan para suster dan frater kebutuhan fisik dan materiil seringkali dipedulikan. Dalam kehidupan ini kerapkali kurang diperhatikan hal pembentukan dan pendidikan demi kaum muda, dan begitu sering orang sakit keras atau yang sudah tua kurang memperoleh perawatan. Vinsensius telah mendirikan serikat kerasulan. Hal yang menonjol adalah bahwa Zwijsen, pada tahun 1834, sudah menyebut lembaganya ‘Congregatio spiritualis’. Bagi Vinsensius dan Zwijsen mutlak perlu unsur kemanusiaan dibawa ke dalam masyarakat. Hal itu merupakan ‘melayani Allah’, jadi suatu perwujudan spiritualitas Kristiani. Allah, awal dan tujuan hidup manusia, tak dapat dilupakan. Perhatian terhadap kekurangan rohani dan materi bisa berwarna-warni. Tidak jujur terhadap orang yang berada dalam keadaan darurat (ingatlah situasi ngeri di sekian negara Afrika), jikalau tak pedulikan soal makanan dan minuman, pemondokan dan kesehatan mereka. Dan sebaliknya, dalam keadaan kemakmuran tidak dapat dimengerti bila orang-orang yang berkekurangan secara rohani tidak diperhatikan (ingatlah situasi di dunia Barat). Secara konkret: kita melalai jikalau kita tidak mempedulikan orangorang yang menderita, karena hidup mereka kurang bermakna atau kurang beriman dan kesepian. Manusia seluruhnya harus kita perhatikan. Para frater dan suster Mgr. Zwijsen tidak terutama dipanggil untuk berkhotbah. Pengutusan mereka adalah melakukan karya belaskasih, baik yang fisik maupun yang rohani. Gaya hidup mereka ditandai oleh pelayanan dan keramahan. Menurut Vinsensius a Paulo dan Mgr. Zwijsen, semangat itu dapat mengarahkan sesama manusia kepada Allah, kepada ‘Yang Belaskasih’. Frater Harrie van Geene
23
KESEDIAAN KITA UNTUK MENGABDI KEPADA ORANG LAIN, MENDAPATKAN SURI TELADANNYA DALAM DIRI HAMBA TUHAN. DIALAH ORANG YANG MELAKSANAKAN RENCANA ALLAH SEPENUHNYA. KITA MAU MENGIKUTI DIA DARI DEKAT. (kutipan dari Konstitusi CMM)
Majalah Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih