ARTIKEL ILMIAH
IMAJINASI PERKAWINAN SEBAGAI SUMBER INSPIRASI DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS
Oleh I Ketut Agus Murdika NIM : 2008 04 008 Minat Seni Lukis Program Studi Seni Rupa Murni
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2012
ARTIKEL ILMIAH
IMAJINASI PERKAWINAN SEBAGAI SUMBER INSPIRASI DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS
Oleh I Ketut Agus Murdika NIM : 2008 04 008 Minat Seni Lukis Program Studi Seni Rupa Murni
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2012
ABSTRAK IMAJINASI PERKAWINAN SEBAGAI SUMBER INSPIRASI DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS Kegiatan seksualitas adalah penyatuan dari unsur dualistis yaitu kelamin pria dan wanita (lanang-wadon). Seksualitas adalah suatu proses reproduksi dimana manusia baru akan diciptakan demi kelangsungan populasi manusia. Disatu sisi seksualitas itu adalah sesuatu yang tidak dibenarkan jika itu dilakukan oleh pasangan yang belum menikah. Namun pada sisi lain, agama dan hukum membenarkan sebuah pasangan untuk melakukan kegiatan seksualitas setelah melewati proses perkawinan. Dalam perkawinan sebuah pasangan diwajibkan untuk melakukan kegiatan seksual atau senggama. Senggama sebagai sebuah penyatuan unsur dualistis demi kebahagiaan keluarga baik jasmani dan rohani. Dalam ajaran Agama Hindu juga mewajibkan pasangan suami-istri untuk melakukan senggama sebagai pengamalan ajaran kama dan sebagai tujuannya untuk memperoleh keturunan yang suputra (hormat kepada orang tua). Melalui imajinasi pencipta mengenai seksualitas dalam perkawinan, pencipta mencoba mencari simbolisasi dari hal tersebut. Seksualitas sebagai penyatuan dua unsur berbeda disimbolkan oleh pencipta dengan Lingga dan Yoni. Lingga-yoni adalah simbol alat kelamin pria dan wanita. Sebagai lambang kesuburan dan keseimbangan, lingga-yoni hadir sebagai simbolisasi kegiatan seksualitas. Lingga-yoni hadir dalam karya-karya abstrak figuratif yang diciptakan oleh pencipta sebagai pengungkapan konseptual tentang perkawinan. Dengan menyampaikan pesan-pesan moral, karya-karya pencipta ditampilkan dengan visual dan konsep yang diusung oleh pencipta. Seksualitas adalah hal yang suci dan benar, jika dilihat dari sudut pandang oleh siapa pelakunya, dimana, dan kapan hal tersebut dilakukan. Diharapkan oleh pencipta agar masyarakat umum tidak memandang seksualitas dengan sebelah mata sebagai sesuatu hal yang haram. Kata kunci : Seksualitas, Perkawinan, dan Lingga-Yoni
ABSTRACT IMAGINATION MARRIAGE AS A SOURCE OF INSPIRATION IN THE CREATION PAINTINGS Sexual activity is the union of the dualistic elements of male and female (lanang-wadon). Sexuality is a process of human reproduction which are created for the continuation of the human population. On one side of sexuality is something that is forbidden if it's done by unmarried couples. But on the other hand, religion and law to justify a couple to engage in sexuality after passing the mating process. In marriage, a couple is required to perform sexual activity or intercourse. Intercourse as an element of dualistic union for the happiness of the family both physically and spiritually. In the teachings of Hinduism also requires couples to engage in sexual intercourse as a practice and teaching of kama as its goal to obtain good descendant that suputra (respect for parents). Through the imagination of the creator of sexuality in marriage, the creator trying to find a symbol of it. Sexuality as a union of two distinct elements symbolized by the creator of the Linga and Yoni. Linga-yoni is the symbol of male and female genitalia. As a symbol of fertility and balance, linga-yoni is present as a symbol of sexual activity. Linga-Yoni present in abstract figurative works created by the creator as a conceptual expression of marriage. By delivering moral messages, the creator of the works displayed by visual and concept promoted by the creator. Sexuality is true and holy think if looked from the side by whom do it, and when them do it. Expected by the creator to the general public regardless of sexuality with one eye as something that is forbidden. Keywords: Sexuality, Marriage, and the Linga-Yoni
A
PENDAHULUAN
Latar Belakang Karya seni sebagai pemuasan hasrat manusia terhadap nilai keindahan yang dinikmati melalui pengamatan indera, ataupun terlibat langsung dalam perwujudannya. Pemuasa hasrat ini sangat dipengaruhi oleh pikiran, karena pikiran mengolah segala sesuatu yang dicerna oleh indera manusia. Pikiran sebagai pengendali utama dalam kita melakukan sesuatu hal dan juga menata perjalanan hidup sejak masa kita belajar, dewasa, memenuhi kebutuhan hidup, menikah, dan menyiapkan segala kebutuhan kita kedepannya. Pikiran itu pula akan mengantarkan kita untuk mencapai kepuasan hidup yang dilandasi oleh dharma dan agama. Hasrat kepuasan jasmani selalu dikejar manusia sebagi sebuah kebahagiaan yang bersifat ragawi menjadi pemikiran dalam perwujudan karya seni. Seksualitas adalah pemuasan nafsu manusia yang dilandasi oleh cinta kasih sebuah pasangan untuk mencapai kebahagiaan jasmani dan rohani. Seksualitas ini dikemas oleh pencipta dalam karya seni lukis sebagai penyampaian imajinasinya tentang perkawiman. Dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 pasal 1 menyebutkan : Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia
dan
kekal
berdasarkan
Ketuhanan
Yang
Maha
Esa,
(http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/ UU1-1974Perkawinan.pdf , 07 Maret 2012). Dalam ajaran Agama Hindu perkawinan disebut dengan Pawiwahan. Dari sudut pandang etimologi atau asal katanya, kata pawiwahan berasal dari kata dasar wiwaha. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata wiwaha berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pesta pernikahan/perkawinan. Pawiwahan adalah ikatan lahir batin (sekala dan niskala) antara seorang pria dan wanita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal yang diakui oleh hukum Negara, Agama dan Adat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997: 1130). Dalam imajinasi pencipta tentang perkawinan ini, hal yang ingin dibahas didalamnya adalah mengenai seksualitas yang dilakukan oleh pasangan suamiistri. Perkawinan dan seksualitas sangatlah erat kaitannya. Seksualitas pada masa
ini adalah suatu pembahasan yang sangat kontroversial, terbukti dari fakta yang terjadi dilapangan tentang pergaulan negatif dan seks bebas di kalangan anak muda yang berakibat buruk terhadap moral dan kesehatan generasi penerus tersebut. Akibat dari seks bebas banyak masyarakat yang dominannya generasi muda terjangkit penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). Penyakit tersebut dapat menular melalui hubungan seksual, yang penyebab utamanya karena melakukan hubungan badan dengan bergonta-ganti pasangan. Pergaulan seks bebas ini semakin melesat perkembangannya karena didukung oleh beberapa faktor yang ada seperti teknologi dan juga kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap anaknya. Teknologi menjadi faktor pendukung yang amat besar pengaruhnya. Melalui Hp, komputer, dan alat lain dengan berbagai aplikasinya yang dengan gampang dapat menampilkan film-film porno dan gambar-gambar telanjang. Dengan mengakses di media internet bahkan merekam langsung foto atau vidio tersebut dapat difasilitasi oleh teknologi yang berkembang pada masa ini. Pentingnya peranan orang tua untuk menjaga dan lebih mengawasi anakanaknya sangat perlu dilakukan untuk menekan perkembangan seks bebas. Jika hal tersebut diabaikan, maka banyak kejadian buruk yang akan terjadi seperti fenomena hamil di luar nikah, pernikahan usia dini, aborsi, bahkan hingga kasus bunuh diri remaja perempuan karena kehamilan yang tidak ada pertanggung jawaban dari pasangan lelakinya. Tidak dapat kita mencari pembenaran tentang siapa yang paling bersalah dalam hal ini. Sesungguhnya kesadaran pribadi dari masing-masing orang akan dapat menekan perkembangan seks bebas yang saat ini sedang menjadi fenomena rumit dalam segi pemecahan dan jalan keluarnya. Alangkah lebih baiknya lagi jika kegiatan seksual itu dilakukan setelah dilangsungkannya upacara perkawinan. Karena hal inilah yang benar, dan diajarkan oleh agama maupun yang tersurat sah oleh undang-undang. Seksualitas dalam ajaran Hindu didorong oleh keinginan pemuasan indera dan juga kama. Kama adalah rasa kenikmatan atau kebahagiaan yang dapat diwujudkan dalam berkeluarga (Sudirga, 2010: 126). Kama bukan hanya sekedar kasih sayang (cinta kasih), keinginan seksual atau nafsu, birahi, tetapi kama juga
merupakan prinsip filosofi, dari awal mula untuk pencapaian kebahagiaan. Kama sebagai salah satu tujuan kehidupan dan juga merupakan subyek filosofi. Simbol riil dari kama yaitu Lingga (kelamin laki-laki) dan Yoni (kelamin wanita). Purusa dan Pradana terkandung makna sebagai sumber kehidupan yang sangat sakral. Perkembangan kama sebagai prinsip kebahagiaan, bahwa melalui kama seseorang dapat meraih kesatuan lahir batin antara purusa dan pradana dalam melewati bahtera hidup berumah tangga untuk pencapaian kebahagiaan jasmani dan rohani. Imajinasi perkawinan ini dalam perwujudannya secara visual telah melalui pemikiran dan pertimbangan sehingga karya yang diciptakan dengan tema yang di angkat memiliki keterkaitan. Dan dalam perwujudan karya lukisan pencipta, simbol Lingga-Yoni dihadirkan sebagai penyampaian imajinasi pencipta tentang seksualitas yang terjadi dalam hubungan suami-istri. Karya-karya lukisan pencipta ditampilkan dengan gaya abstrak figuratif sebagai penyampaian jiwa seni di dalam bidang keahlian seni lukis. Dalam lukisan abstrak, kita diajak untuk menikmati karya lukisan melalui pengekspresian warna, keseimbangan, proporsi, atau penegasan-penegasan lainnya baik objek bentuk secara simbolis ataupun garis-garis yang akan mendukung keindahan karya tersebut, karena dalam lukisan abstrak kita tidak akan dapat melihat bentuk riil dari sebuah objek. Karya-karya lukisan ini tercipta sebagai pemuasan hasrat pencipta dalam menikmati sebuah nilai keindahan.
Rumusan Masalah 1. Tinjauan pustaka apa yang diperlukan untuk memperkuat struktur karya dalam mengangkat tema imajinasi perkawinan sebagai sumber inspirasi? 2. Bagaimanakah proses pengolahan alat dan bahan dalam menciptakan karya yang mengusung tema perkawinan? 3. Bagaimanakah cara pencipta dalam mengolah objek untuk dituangkan ke bidang kanvas agar maksud yang disampaikan dapat dipahami oleh apresian?
Tujuan 1. Memahami lebih jauh mengenai kegiatan seksual dalam perkawinan melalui tinjauan pustaka dan kajian agama. 2. Mematangkan keahlian pencipta dalam berimajinasi, mengamati suatu fenomena, kejadian, atau alam benda untuk diangkat sebagai ide dalam penciptaan karya seni lukis. 3. Ingin mengungkap kesucian dan nilai positif dari kegiatan seksual berdasarkan tujuannya dan dilakukan oleh pasangan yang terikat perkawinan.
Manfaat 1. Agar dapat mengembangkan kreativitas pencipta dalam menciptakan karya seni lukis yang indah secara visual dan dapat mempertanggung jawabkan secara konseptual. 2. Memberikan pembelajaran kepada generasi muda agar memahami kapan seharusnya seksualitas itu boleh dilakukan agar tidak semakin terjerumus pada pergaulan seks bebas. 3. Menyampaikan kepada masyarakat luas tentang pemahaman dan tujuan seksualitas yang dilakukan oleh pasangan suami-istri setelah terikat perkawinan yang sah menurut hukum dan agama.
B
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka terkait suatu pembahasan dalam hal-hal pendukung dan
yang melandasi proses penciptaan karya seni, mengangkat pengertian teoritis dan pertimbangan dalam mewujudkan karya seni. Untuk mematangkan konsep penciptaan, terutama membentuk struktur karya yang memiliki landasan kuat, maka diperlukan kajian terhadap sumber-sumber yang akan dijadikan pijakan untuk berolah rasa, sehingga dapat membangun pengalaman-pengalaman baru. Pengalaman-pengalaman baru tersebut diharapkan dapat memberikan getaran intuitif serta memprovokasi emosi dan menghadirkan imajinasi kreatif. Untuk membentuk itu semua diperlukan kajian teoritis berupa buku, majalah, katalog dan juga kajian tidak tertulis berupa hasil pengamatan pencipta tentang perkembangan yang terjadi di sekitarnya. Imajinasi perkawinan dalam hal ini pencipta jadikan sebagai sumber inspirasi dalam menciptakan karyanya yang menampilkan
simbolisasi
dari
kegiatan
seksual.
Pencipta
mengungkap
perkawinan tersebut dalam karya seni dengan menampilkan simbol lingga dan yoni sebagai penyampaian imajinasi pencipta tentang kegiatan seksual dalam perkawinan.
Perkawinan Perkawinan adalah sesuatu hal yang wajar untuk dijalani oleh manusia normal, perkawinan itu sendiri menyatukan dua insan manusia yang berlawanan jenis, biasanya perkawinan tersebut disahkan oleh hukum, adat dan agama. Dalam Undang-undang Perkawinan No 1 th 1974 pasal 1 menyebutkan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
(http://luk.staff.ugm.ac.id/
atur/UU1-1974Perkawinan.pdf , 07 Maret 2012). Pawiwahan atau perkawinan dalam masyarakat Hindu memiliki kedudukan dan arti yang sangat penting. Pawiwahan atau wiwaha dalam ajaran Hindu juga dipandang sebagai suatu yang maha mulia, seperti dijelaskan dalam Kitab Manawa Dharmasastra bahwa wiwaha tersebut bersikap sakral dan
hukumnya wajib dalam artian harus dilakukan oleh seseorang yang normal sebagai suatu kewajiban dalam hidupnya. Dalam Kitab perkawinan
itu
Manawa Dharmasastra menyatakan bahwa tujuan
meliputi
:
dharmasampatti
(bersama-sama,
suami-istri
mewujudkan pelaksanaan dharma), praja (melahirkan keturunan), dan rati (menikmati kehidupan seksual dan kepuasan indera lainnya) (Titib, 1996: 394). Suatu pasangan suami-istri harus melakukan kegiatan seksual secara biologis untuk memperoleh keturunan. Disamping itu semua, manusia didorong untuk melakukan dan memuaskan nafsu duniawinya yang dipengaruhi oleh kama. Kama berarti nafsu atau keinginan yang dapat memberikan kepuasan atau kesejahteraan hidup, kepuasan atau kenikmatan tersebut memang merupakan salah satu tujuan atau kebutuhan manusia, biasanya kama diartikan dengan kesenangan, cinta, dan juga diartikan sperma (Sudirga, 2010: 106). Upacara perkawinan dalam ajaran Hindu juga dipandang sebagai upacara pembersihan terhadap sukla (sperma) dan swanita (ovum) serta lahir batinnya. Hal ini dimaksudkan agar bibit (benih) dari kedua mempelai bebas dari pengaruhpengaruh buruk (gangguan buta kala) sehingga kalau keduanya bertemu (terjadi pembuahan) akan terbentuk sebuah manik (embrio) yang sudah bersih (Sudirga, 2010: 132).
Seksualitas dalam perkawinan adalah penyatuan dari Lingga dan Yoni, lingga-yoni itu sendiri adalah dilambangkan sebagai alat kelamin pria (penis) dan wanita (vagina). Manusia ada di dunia ini karena penyatuan lingga dan yoni, lingga-yoni bertemu sehingga menghasilkan kama atau sperma yang kemudian menjadi benih kehamilan wanita hingga manusia dilahirkan kedunia. Maka dari itu seksualitas sangat berperan penting dalam berlangsungnya bahtera perkawinan, karena tidak akan mungkin sebuah keidupan rumah tangga akan berjalan harmonis tanpa kegiatan seksual.
Lingga-Yoni dan Seksualitas Lingga-Yoni adalah dua unsur berlawanan yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Linga-yoni juga diibaratkan sebagai siklus keseimbangan
alam semesta. Dalam perkawinan, lingga-yoni disimbolkan sebagai alat kelamin pria dan wanita. Di Bali pada khususnya, lingga-yoni dipuja dan disakralkan oleh umat Hindu sebagai pemujaan terhadap Dewa Siwa. Terbukti dengan ditemukannya beberapa arca lingga-yoni yang terdapat di beberapa Pura di Bali. Arca lingga-yoni ini ditemukan di beberapa Pura di Bali seperti Pura Pusering Jagat yang terletak di Desa Pejeng, Pura Tirta Empul Tampak Siring, Pura Batu Madeg Karangasem, dan Arca Tri Lingga di Goa Gajah Bedulu-Blahbatuh. Penemuan arca-arca ini menjadi pembuktian bahwa lingga-yoni telah disakralkan sejak zaman dahulu oleh umat Hindu di Bali. Kata lingga berasal dari bahasa Sansekerta, yang di artikan “tanda padanan phallus kemaluan laki-laki”. Di dalam buku Iconography Dictionari of the India Religion Hinduism-Buddhism-Jainism diuraikan bahwa lingga (linggam) berarti simbol atau lambang jenis kelamin laki-laki. Di India Selatan dan Tengah (Madya Pradesh), pemujaan lingga sangat popular dan bahkan ada suatu sekte khusus memuja lingga yang menamakan dirinya Sekte Linggayat. Pada umumnya mereka memakai kalung dengan hiasan beberapa lingga, sama halnya orang Nasrani memakai kalung dengan salibnya (Ambarawati, 1997: 52). Biasanya lingga di tempatkan di atas sebuah vulva (yoni). Yoni di sini berarti simbol alat kelamin wanita, sebagai simbol dari unsur wanita. Yoni dalam bentuk cincin batu banyak ditemukan pada peradaban di lembah Indus. Yoni juga dipuja oleh sebuah sekte yang bernama Sekte Sakta. Yoni dianggap sebagai unsur sakti dan seringkali disatukan di dalam susunan lingga.
Arca Lingga-Yoni di Pura Tirta Empul, Tampak Siring-Gianyar (Sumber : Foto dokumentasi pencipta)
Lingga pada umumnya digambarkan dengan bentuk bongkahan batu persegi panjang yang di tumpulkan di bagian alatasnya. Lingga dilambangkan sebagai perwujudan penis laki-laki. Lingga yang diartikan kemaluan lak-laki, maka yoni jelas saja akan menjurus kepada alat kelamin perempuan (vagina). Dalam perwujudan arcanya pun lingga dan yoni selalu berdampingan dan saling membutuhkan. Sebagai simbol Dewa Siwa, lingga merupakan aspek sekunder dari lambang kelaki-lakian yang baru akan menimbulkan tenaga atau energi setelah bersatu dengan Parwati, Sakti Siwa dilambangkan dengan yoni, lambang kewanitaan. Konsep lingga-yoni menggambarkan keseimbangan hidup dalam dimensi dualistis, yaitu keyakinan adanya keharmonisan serba dualistis (Setem, 2009: 17). Lingga-yoni merupakan simbol seksualitas terselubung. Dari sudut kemiripan, hukum kebersamaan, perlawanan, dan ketergantungan sebab akibat, lingga disamakan dengan gunung, langit, keris sebagai lambang phallus. Sedangkan yoni disetarakan dengan danau, tanah, sungai sebagai perlambang
vagina. Lingga-yoni menjadi perlambang dua hal berbeda yang saling ketergantungan dan saling mebutuhkan satu sama lainnya. Tujuan penciptaan seks oleh Sang Pencipta itu sekurang-kurangnya ada dua, yakni : demi regenerasi dan demi unifikasi. Sang pencipta rupanya menciptakan seks pada manusia agar pria dan wanita dengan bekerja sama dapat menurunkan manusia-manusia baru dan dapat bersatu untuk saling mendukung dan melengkapi (Suwangsa, 2005: 12). Melalui seksualitas pula sebuah pasangan suami-istri mengamalkan ajaranajaran yang terdapat dalam Kitab Manawa Dharmasastra seperti praja (melahirkan keturunan yang suputra) dan rati (menikmati kepuasan jasmani yaitu nafsu kama dan artha). Pasangan suami-istri dabenarkan untuk mengamalkan ajaran artha dan kama, namun harus dilandasi oleh dharma. Paparan di atas secara konseptual nampak menekankan tentang pembersatuan antara dua elemen yang berdampingan yaitu pria dan wanita yang disimbolkan dalam lingga dan yoni yang sekaligus menjadi simbol keseimbangan alam semesta. Tujuan hidup manusia dalam ajaran Hindu adalah untuk mencapai moksa yang dalam pencapaiannya harus melalui dharma (kebenaran), artha (kemakmuran material) dan kama (kepuasan nafsu dan kesenangan). Dengan keseimbangan semua unsur tersebut maka manusia akan mencapai tujuannya yaitu moksa.
Seni Lukis Hidup manusia tidak bisa lepas dari kegiatan berkesenian, naluri estetik yang dimiliki manusia sejak lahir membuat manusia terus kreatif dalam berolah seni karena cabang-cabang rupa kesenian terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Seni lukis sebagai salah satu cabang kesenian memang dikenal manusia sejak zaman dahulu. Masalah seni lukis menjadi masalah sepanjang hidup manusia. Dalam perjalannya, seni lukis berkembang sesuai dengan perkembangan zamannya serta seirama pula dengan tingkat penalaran dan pandangan hidup manusia yang semakin maju (Yuliastuti, 1997: 5).
Seni lukis yaitu penggambaran pada bidang dua dimensi berupa hasil pencampuran warna yang mengandung maksud (Pringgodigdo, 1997: 38). Menurut Soedarso SP, pengertian seni lukis ialah pengungkapan atau pengucapan pengalaman artistik yang ditampilkan dalam bidang dua dimensional dengan menggunakan garis, warna (Soedarso, 1990: 102). Seni lukis adalah suatu lingkup seni rupa murni berwujud dua dimensi. Karya seni lukis yang sering juga disebut lukisan, umumnya dapat dibuat diatas bidang kanvas berfigura dengan menggunakan bahan cat air, cat minyak, cat acrylic ataupun bahan lainnya. Obyek dan gaya lukisan sangatlah beragam karya. Seni lukis bergaya naturalis (portrait) dilihat seperti obyek aslinya, seperti pemandangan alam, figur manusia, binatang, atau benda lainnya. Karya lukis ekspresionis (penuh perasaan) memiliki obyek benda atau figur yang dibuat dengan garis dan warna yang bernuansa emosi pelukisnya. Lukisan bergaya abstrak berasal dari khayalan kreatif senimannya, bentuk-bentuknya tidak nyata, sesamar, bahkan tidak dimengerti oleh orang awam. Tetapi mengandung berbagai alternatif rupa yang baru dalam dunia seni rupa murni. Dan dalam seni rupa dikenal
juga
masa
gaya
(isme)
seperti
romantisme,
exspresionisme,
impresionisme, kubisme, realisme, surealisme, pop art, dan sebagainya (Sachari, 2004: 11). Berdasarkan beberapa kajian sumber tersebut dapat pencipta simpulkan bahwa seni lukis tersebut adalah pengungkapan emosi seniman yang dituangkan di atas bidang dua dimensional. Pengungkapan tersebut berupa gambar, warna, garis dan elemen lainnya yang akan menimbulkan rasa puas bagi pencipta dan penikmatnya. Seperti halnya dalam karya-karya yang diciptakan oleh pencipta, perwujudan karya lukisan abstrak figuratif dengan pengkombinasian warna yang sedemikian rupa sehingga karya itu indah dipandang dan memberikan kepuasan bagi pencipta dan bagi penikmatnya.
C
PROSES PENCIPTAAN DAN WUJUD KARYA Proses perwujudan karya dimulai dari bagaimana pencipta mengamati dan
mengimajinasikan pikirannya tentang pengalaman estetis yang dialami melalui pengamatan yang kemudian dituangkan ke wujud rupa pada media dua dimensi. Dalam penciptaan karya-karya tersebut, pencipta mempertimbangkan barbagai unsur seni rupa baik unsur estetis maupun unsur visual, agar karya tersebut dapat dipertanggung jawabkan di hadapan publik. Proses yang dilalui pencipta dalam menciptakan karya seni terdiri dari beberapa tahapan yaitu : Tahap Penjajagan (eksplorasi), tahap percobaan (eksperimen), dan tahap pembentukan (forming). Penjajagan yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai langkah awal dari suatu penciptaan karya seni. Tahap ini termasuk berfikir, berimajinasi, mengamati, merasakan dan merespon objek yang dijadikan sumber penciptaan. Pada tahap percobaan akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi imajinasi, seleksi dan mencipta dari pada tahap penjajagan. Dalam tahap ini pula dilaksanakan percobaan melalui sketsa-sketsa yang nantinya akan dipindahkan ke karya yang akan diciptakan. Proses pembentukan (forming) merupakan proses perwujudan (eksekusi) dari berbagai percobaan yang telah dilakukan. Dalam kaitannya menurut Djelantik (1990: 57), terjadi dalam dua tahap, yakni : (a) penciptaan dimulai dengan dorongan yang dirasakan, kemuduan disusul munculnya ilham terkait cara-cara untuk perwujudannya, dan (b) pekerjaan pembuatan karya itu sampai selesai yang hasilnya disebut “kreasi” atau “ciptaan”.
Proses Perwujudan Karya Pada tahap pembentukan dibutuhkan sarana berupa bahan dan alat serta melalui beberapa tahap perwujudan visual yaitu : 1)
Menyiapkan alat dan bahan berupa : kuas berbagai ukuran yang bervariasi sesuai kebutuhan, pisau pallet berbagai jenis dan bentuk, roll berbagai ukuran, alas pencampur warna, kain kanvas, spanram, conte, pensil, cat acrylic berbagai merek dan warna, tinta yamura, cat dasar, lem fox, kertas
merang, staples tembak lengkap dengan isinya, sprey fixative dan alat lain yang mendukung dalam proses perwujudan karya. 2)
Langkah pertama adalah pementangan kanvas pada spanram yang telah disediakan dengan ukuran spanram sesuai keinginan pencipta. Kain di pasang pada spanram dengan menggunakan staples. Setelah kain kanvas selesai direntangkan, kemudian kain kanvas dilapisi cat dasar dengan cat ultraproof putih dengan menggunkan kuas. Pengecatan ini dilakukan sebanyak dua lapis secara berkala agar pori-pori kain tertutup dengan baik. Kemudian di jemur hingga permukaan cat dasar kering.
3)
Setelah cat dasar kering, kanvas dilapisi dengan kertas merang yang berfungsi sebagai tekstur nyata yang dalam pengaplikasiannya di atas kanvas di tempel menggunakan campuran cat ultraproof putih yang dicampur lem fox dengan perbandingan 1 : 1. Pengkomposisian kertas merang di atur sesuai kebutuhan pencipta sesuai dengan ide dan objek yang ditampilkan dalam kanvas tersebut. Pemasangan kertas merang mungkin saja diaplikasikan pada seluruh permukaan kanvas, hal tersebut sesuai dengan pertimbangan pencipta tergantung dari kebutuhan tekstur yang diperlukan. Tekstur juga diciptakan oleh pencipta dengan menggunakan cat ultraproof putih yang ditorehkan dengan pisau pallet dan kuas agar tercipta bentuk tekstur bervariasi sesuai kebutuhan pencipta.
4)
Setelah tekstur dianggap sukses dan kering, maka proses perwujudan lukisan dimulai dengan melapisi kanvas dengan tinta yamura secara spontan dengan tehnik basah, tehnik lelehan, jipratan dan tehnik lainnya, efek warna juga direspon dengan warna gelap baik basah maupun kering dengan sapuan kuas roll dan pallet sebagai tahap awal dari perwujudan karya.
5)
Setelah warna tahap pertama kering, proses dilanjutkan dengan merespon efek tersebut dengan menggunakan warna yang telah dipilih sesuai objek dan wujud simbolisasi yang di angkat dalam karya tersebut. Pengaplikasian warna didominasi dengan menggunakan tehnik sapuan roll (brayer) karena pencipta lebih merasa nyaman dengan tehnik ini dalam mewujudkan karyakarya ciptaannya. Namun dalam perwujudannya juga didukung dengan
sapuan kuas dan pisau pallet sesuai kebutuhan. Mengenai warna yang ditampilkan tidak selalu sama dan bisa saja tidak direncanakan, karena dalam penciptaannya, pencipta bekerja mengikuti irama jiwa dan mengikuti kata hatinya pada saat itu. Semua terjadi secara spontanitas, karena dalam perwujudan karya, eksplorasi objek dan konsep yang telah diimajinasikan oleh pencipta, dipadukan dengan inspirasi dan irama hati pada saat berkarya menjadi kunci penciptaan karya lukis yang memberikan kepuasan tersendiri kepada pencipta dalam menciptakan karya seni. 6)
Setelah melalui proses perwujudan, pencipta memulai untuk memadukan unsur visual dan bahasa konseptual agar menjadi sesuatu yang selaras dan saling
keterkaitan.
Karena
dalam
sebuah
karya
abstrak
figuratif
menampilkan simbol yang disampaikan oleh objek, warna atau garis-garis spontan. Seluruh hal tersebut menjadi pertimbangan pencipta dalam menciptakan karya-karyanya. 7)
Proses penumpukan warna bisa saja dilakukan lagi oleh pencipta secara bertahap bilamana pencipta belum mendapatkan kepuasan pada karya yang digarapnya.
8)
Karya yang digarap diaplikasikan dengan garis-garis spontan yang akan mendukung objek-objek yang dijadikan pusat perhatian dan kehadiran garisgaris ini dapat menjadikan karya tampil dinamis dari segi visualnya. Garisgaris spontan dihasilkan dengan berbagai bahan seperti conte, pensil warna, charcoal, plototan, ataupun torehan pisau pallet dengan berbagai arah hingga dihasilkan citra-citra yang dikehendaki.
9)
Setelah karya dianggap cukup bagus dalam segi visual, maka proses evaluasi dilakukan untuk memadukan unsur konseptual dan visual hingga tercipta karya yang harmoni dalam sebuah kekuatan estetik. Untuk hasil akhir dibutuhkan perenungan dan dialog pada karya. Disini karya diamati dari jarak jauh dan dekat secara bolak-balik, kemudian derenungkan perbagian atau secara keseluruhan dan mempertimbangkan apakah penataan elemenelemen dan prinsip-prinsip penyusunan karya seni sudah mewakili dari ide
dan gagasan pencipta. Jika keseluruhan sudah dianggap cukup maka karya dianggap selesai dan dibubuhi nama dan tahun pembuatan. 10) Setelah lukisan selesai, pelapisan dilakukan pada bagian conte, charcoal, dan pensil menggunakan fixative sprey yang bertujuan agar goresan dari bahan tersebut menjadi permanen dan tidak menyebar atau rusak andaikata karya tersebut terkena air. Fixative sprey berfungsi sebagai pelapis conte, charcoal, dan pensil. 11) Tahap akhir setelah lukisan dilapisi pada bagian tertentu, maka yang perlu dipertimbangkan adalah cara penyajian sebuah karya seni lukis. Perencanaan dalam penggunaan bingkai agar dipertimbangkan secara matang, karena ada kalanya sebuah karya seni lukis abstrak kurang cocok menggunakan bingkai. Dalam penciptaan ini ada karya pencipta yang menggunakan bingkai dengan pertimbangan estetis dan konstruksi penyatuan (panel). Setelah melewati seluruh tahapan tersebut, maka karya dianggap selesai. Mengenai penyelesaian sebuah karya, jangka waktu dan lama pengerjaannya tidak dapat diprediksikan. Sebuah karya bisa rampung kurang dari satu minggu atau lebih dari satu minggu, kadang kala sampai jangka waktu yang sangat lama dan bisa berujung pada kegagalan penyeselesaian karya karena itu semua adalah sebuah proses kreatif yang melibatkan perasaan dan kata hati.
Wujud Karya Wujud karya merupakan perwujudan ide dan gagasan yang dituangkan kebidang kanvas oleh pencipta. Ide yang ditampilkan berdasarkan pengamatan objek dan juga pemikiran tentang konseptual yang kemudian dipadukan dengan unsur visual. Penggabungan unsur visual dan konseptual tersebut kemudian dituangkan ke atas media dua dimensi dengan menampilkan simbolisasi wujud yang diabstrakkan. Perwujudan ide ini merupakan sebuah proses kreatif dalam menciptakan karya seni rupa. Wujud objek yang ditampilkan oleh pencipta adalah objek lingga-yoni yang distilirisasi dengan bahasa abstrak pencipta sebagai penyampaian konseptual yang diusung pencipta yaitu imajinasi perkawinan. Untuk menciptakan suatu
karya seni lukis diperlukan kemampuan mengolah dan menyusun aspek ideoplastis dan fisikoplastis secara utuh, sehingga dapat tercipta karya yang dinamis secara visual dan konseptual.
Aspek Ideoplastis Secara garis besar aspek ideoplastis merupakan gambaran mengenai gagasan ide sebelum dijadikan sebuah karya seni, gagasan ide ini didapat dari pengamatan dan imajinasi pencipta dalam perencanakan simbol yang akan dituangkan di atas bidang kanvasnya. Berdasarkan pengamatan dan pemikiran pencipta, perwujudan karya direalisasikan dengan mengusung simbol lingga-yoni sebagai subjek matternya. Pemilihan simbol tersebut karena lingga-yoni diibaratkan sebagai simbol seksualitas, lingga adalah alat kelamin pria dan yoni adalah alat kelamin wanita.
Aspek Fisikoplastis Aspek fisikoplastis dalam seni lukis adalah meliputi hal-hal yang menyangkut masalah tehnik, termasuk organisasi elemen-elemen visual seperti : garis, warna, bentuk, ruang dan tekstur dengan prinsip-prinsipnya. Aspek ini lebih bersifat fisik visual dari karya tersebut. Dalam perwujudannya pencipta menampilkan karya-karyanya dengan mengusung gaya abstrak figuratif, karena dalam karya yang ditampilkan, pencipta menyelipkan simbol-simbol tertentu untuk menyampaikan unsur konseptual yang diusung pencipta.
Judul
: Perkawinan
Bahan
: Acrylic pada Kanvas
Ukuran
: 140 x 140 cm
Tahun
: 2012
Lukisan karya pertama dari pencipta berjudul Perkawinan, dituangkan di atas bidang kanvas berukuran 140 x 140 cm. karya ini divisualisasikan dengan gaya abstrak figuratif dengan didominasi dengan warna gelap. Perkawinan dalam karya ini disampaikan oleh pencipta melalui penampilan simbolisasi dari lingga
yang menuju ke liang yoninya. Perkawinan adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh seseorang yang normal untuk mendapatkan keturunan. Perkawinan dan seksualitas sangatlah erat kaitannya. Karya ini tercipta berawal dari imajinasi pencipta tentang indahnya sebuah kegiatan seksualitas dipandang dari sudut oleh siapa pelakunya, dimana tempatnya, dan kapan hal tersebut dilakukan. Melalui karya ini pencipta ingin menyampaikan bahwa seksualitas itu bukanlah sesuatu yang haram dan seringkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat umum sebagai sesuatu yang kotor. Namun dibalik itu semua, sebenarnya seksualitas memiliki peranan yang penting dalam kehidupan rumah tangga sebagai proses reproduksi untuk memperoleh keturunan dan sebagai pemuasan nafsu duniawi dari pasangan suami-istri. Didominasi oleh warna hitam oleh pencipta dimaksudkan bahwa dibalik sisi gelap kegiatan seksualitas memiliki peranan penting dalam perkawinan. Namun kegiatan seksual itu bukanlah seutuhnya sebagai peranan terpenting dalam kehidupan, jangan sampai seksualitas tersebut menjadi penjerumus hancurnya sebuah hubungan rumah tangga. Seksualitas adalah suatu pengamalan dimana sebuah pasangan suami-istri dapat lebih saling mengisi dan memahami demi tujuan kebahagiaan lahir dan batin, duniawi dan rohani.
Judul
: Gairah Wanita
Bahan
: Acrylic pada Kanvas
Ukuran
: 145 x 150 cm
Tahun
: 2012
Seksualitas dalam perkawinan adalah sesuatu yang memiliki peranan yang penting. Dalam ajaran Hindu seksualitas itu adalah pengamalan dari ajaran kama yang membenarkan manusia untuk memuskan nafsu birahinya, dalam tujuannya seksualitas tersebut menjadi proses reproduksi agar manusia dapat memiliki keturunan yang utama ialah yang suputra (anak yang berbakti kepada orang tua). Seorang manusia memiliki nafsu seksualnya masing-masing sesuai hormon dalam
tubuhnya. Pada umumnya pria memiliki nafsu seksualitas yang tinggi, namun dibalik itu, seorang wanita juga dapat memiliki gairah dan nafsu yang lebih tinggi dari pasangan lelakinya. Hal tersebut adalah sah-sah saja, yang menjadi penyelaras sebuah hubungan adalah dimana pasangan tersebut dapat saling mengisi dan memahami. Seperti dalam karya pencipta yang berjudul Gairah Wanita, disini pencipta memvisualisasikan gairah wanita tersebut di bidang kanvas berukuran 145 x 150 cm dengan bahasa abstrak pencipta. Melalui lukisan ini pencipta ingin menampilkan imajinasi pencipta bahwa seorang wanita dapat memiliki gairah seksualitas yang melebihi lelaki. Ide lukisan ini muncul dari percakapan pencipta dari beberapa temannya yang telah menikah yang biasa membicarakan hubungan keluarganya tentang seksualitas. Berdasarkan perbincangan kecil tersebut pencipta mencoba mengolah rasa dan pikirannya yang kemudian dituangkan ke media rupa. Berdasarkan hal tersebut pencipta menuangkan inspirasinya ke atas bidang kanvas dengan mengkomposisikan warna yang melewati perhitungan matang. Karya ini didominasi oleh warna biru yang disimbolkan sebagai kesejukan dalam menikmati sebuah hubungan badan. Unsur yoni ditampilkan dengan membentuk sebuah lubang dengan warna yang gelap dan kuat sebagai simbol gairah seorang wanita yang menggebu-gebu dalam menikmati hubungan badan. Simbol lingga hadir dengan warna lebih muda dengan mengaplikasikan kesan garis yang dihasilkan dari alat roll. Lingga-yoni melaksanakan tugas pemuasan nafsu untuk hadirnya sebuah kebahagiaan dalam perkawinan.
Judul
: Memadu Kasih
Bahan
: Acrylic pada Kanvas
Ukuran
: 145 x 200 cm
Tahun
: 2012
Keharmonisan biru dan perpaduannya dengan warna lain dihadirkan oleh pencipta dalam memvisualisasikan karya yang berjudul Memadu Kasih ini. Memadu Kasih adalah dimana sebuah pasangan menyatukan cinta mereka satu sama lainnya. Biasanya sebuah pasangan yang sedang memadu kasih tidak akan menghiraukan hal lain disekitarnya, seakan dunia milik berdua dan cinta kasih mereka menjadi yang utama. Sebuah pasangan suami-istri yang sedang memadu kasih pastilah sangat menikmati kasih sayang, cinta dan kebahagiaan mereka berdua. Kebahagiaan secara jasmani dan rohani patut untuk diwujudkan dalam melewati bahtera kehidupan. Memadu kasih dapat diwakilkan dengan melakukan hubungan badan ataupun dengan saling mengisi dan mengasihi dalam menjalani bahtera perkawinan.
Warna biru menjadi pilihan pencipta dalam mewakili sebuah pasangan dalam memadu kasih ini karena warna biru dilambangkan sebagai warna kesejukan yang dalam hubungan suami-istri patut menjalani segala hal dengan hati tenang, sejuk, dan dingin. Dalam karya ini pencipta menghadirkan pula wujud phallus (lingga) yang melengkung seakan memeluk yoni sebagai simbolisasi dari konsep perkawinan yang di usung pencipta. Simbol lingga hadir memadu kasih dengan yoni, menikmati cinta mereka menuju sebuah kebahagiaan lahir dan batin. Aksen garis spontan hadir pada karya untuk mendukung keharmonisan karya. Kehadiran warna-warna lain tampil sebagai penyeimbang yang dalam penempatannya telah diperhitungkan dengan matang, dan objek hadir sebagai simbolisasi dari lingga-yoni dikemas sebagai pusat perhatian. Segala eksplorasi, imajinasi, dan pemikiran pencipta dituangkan dalam karya yang berjudul Memadu Kasih dengan ukuran kanvas 145 x 200 cm.
D
PENUTUP
Kesimpulan Karya divisualisasikan dengan melakukan penjelajahan terhadap konsep penciptaan dan juga melakukan pengamatan sejarah mengenai lingga-yoni. Pengamatan dan eksplorasi terhadap objek yang di angkat menjadi kunci dalam perwujudan karya, karena dalam lukisan abstrak figuratif pencipta melakukan sebuah proses abstraksi terhadap bentuk objek nyata. Maka pengaplikasian objek benar-benar diperhitungkan untuk menyelaraskannya dengan konsep yang di usung. Perwujudan karya disampaikan melalui tehnik campuran seperti tehnik ekspresi garis, sapuan kuas, plototan, pallet, dan didominasi oleh tehnik roll (brayer). Pencipta menyadari bahwa dalam menciptakan karya-karya abstraknya, pencipta lebih merasa nyaman dengan penggunaan tehnik brayer (roll). Karena melalui pertimbangan efek warna yang dirasa menarik oleh pencipta, hasil dari torehan roll di atas media kanvas. Bahan yang digunakan adalah cat Acrylic di atas bidang kanvas dan pengaplikasian tekstur pada beberapa lukisan dengan menggunakan kertas merang (kertas khusus tekstur). Dengan melakukan penjajagan, percobaan, dan kemudian melakukan pembentukan menjadi proses dalam penciptaan karya pencipta. Namun dalam proses ini pembentukan menjadi kunci utama dalam perwujudan karya pencipta. Warna, struktur karya, perwujudan simbol dan unsur visual lainnya sangat dipengaruhi oleh suasana hati pencipta pada saat berkarya. Karena bagi pencipta, suasana hati dan ekspresi jiwa saat berkarya merupakan puncak kepuasan tersendiri yang dirasakan dalam menciptakan karya-karya lukisannya. Berbagai tehnik yang dikawinkan, dan dengan perwujudan visual berbagai objek yang melalui proses abstraksi menjadi sebuah simbolisasi konseptual yang di usung pencipta. Pengkomposisian warna yang diperhitungkan, keseimbangan, goresan garis spontan, efek lelehan, sapuan kuas, dan berbagai tehnik lainnya dipadukan oleh peencipta dengan berbagai pertimbangan dan pemikiran yang matang. Dengan harapan terwujud karya yang dinamis dan harmonis secara visual dan konseptual.
Saran Berdasarkan proses yang dilalui oleh pencipta, berbagai permasalahan dan hambatan telah ditemui. Namun hal tersebut menjadi suatu tantangan dan pembelajaran dalam menempuh sebuah tanggung jawab dan kewajiban. Sebelum mengakhiri tulisan ini, pencipta ingin menyampaikan beberapa saran yang dirasa perlu dipertimbangkan dalam menciptakan sebuah karya seni. Dalam menciptakan sebuah karya seni lukis, pengalaman berdasarkan pengamatan, hayalan, ataupun pengembangan imajinasi dapat saja menjadi ide dalam mewujukan sebuah karya seni. Namun dalam proses perwujudannya berusahalah untuk menikmati proses penciptaan karya, karena dalam proses penciptaanlah kita dapat memuaskan dan mencurahkan segala gejolak hati tentang jiwa seni kita. Untuk para seniman muda, berusahalah terus menuju proses kreatif yang tinggi. Gali potensi yang ada pada diri masing-masing. Lakukan apa yang menurut anda itu baik, lukis apa yang menurut anda indah, dan ciptakan sesuatu yang dapat memberikan kepuasan kepada diri sebagai seorang pencipta karya seni (seniman).
DAFTAR PUSTAKA
Ambarawati, Ayu. 1997. Lingga-Yoni di Pura Puseh Babakan Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan, dalam Forum Arkeologi, No. II Oktober 2007. Balai Arkeologi. Denpasar. Pringgodigdo, A.G, 1977, Ensiklopedia Umum, Yogyakarta : Kanisius. Sachari, Agus. 2004. Membangun Kreatifitas dan Kopetensi Seni Rupa dan Desain untuk kelas X. Bandung : Erlangga. Setem, I Wayan. 2009. Manunggaling Kala Desa, Skripsi Program Pascasarjana. ISI Yogyakarta. Yogyakarta. Soedarso, SP.1990.Tinjauan Seni Rupa : Pengantar untuk Apresiasi Seni, Yogyakarta : Saku Dayar Sana. Sudirga, IB, dkk. 2010. Widya Dharma Agama Hindu untuk SMA kela III. Jakarta : Ganeca Exact. Suwangsa, Jalu. 2005. Jangkrik Jlitheng (ora kaya-kaya, jebul dulu apa-apa). Yogyakarta : Kepel Press Pendidikan dan Kebudayaan : Yogyakarta. Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya : Paramitha. Yuliastuti. 1997. Proses Kreatif Perupa Nyoman Erawan. Singaraja : UNDIKSHA. Wilkipedia Bahasa Indonesia- http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan, (dikutip pada : 07 – 03 - 12).