11
Pemberdayaan Sektor Agribisnis Sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
Pendahuluan Salam Reformasi. Pengertian pertanian yang digunakan pemerintah (baik penggolongan sektor ekonomi maupun penggolongan departemen) berbeda dengan pengertian pertanian yang digunakan akademisi ilmu-ilmu pertanian. Menurut pengertian pemerintah, pertanian identik dengan usahatani (pertanian primer), sehingga mandat yang diberikan kepada Departemen Pertanian hanyalah pada usahatani. Sedangkan kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi usahatani dan yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi bentuk olahan, menjadi mandat Departemen Perindustrian dan Perdagangan (tidak dianggap pemerintah bagian dari pertanian). Pada hal usahatani tidak mungkin berkembang tanpa pengembangan industri sarana produksi pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian secara konsisten, sehingga seharusnya ketiga hal tersebut berada dalam satu keputusan manajemen pembangunan. Pengertian pertanian yang sesungguhnya (juga digunakan dalam makalah ini) adalah seluruh kegiatan yang berbasis pada sumber daya hayati baik primer, sekunder maupun tersier, yang belakangan kita sebut sebagai sektor agribisnis (agribisnis berbasis: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan). Dalam konsep pembangunan ekonomi, sektor agribisnis mencakup 4 (empat) subsektor yaitu: pertama, subsektor agribisnis hulu yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi pertanian primer (bibit, agrokimia, agrootomotif, dll); kedua, subsektor agribisnis usahatani yakni kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi pertanian primer untuk menghasilkan komoditas primer (sebagaimana definisi pertanian yang digunakan pemerintah selama ini); ketiga/ subsektor agribisnis hilir yakni kegiatan industri yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan (industri pengolahan minyak sawit, industri pengolahan ikan, industri pengolahan kehutanan, industri pengolahan susu, dll) beserta perdagangannya; dan keempat, subsektor jasa penunjang yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis (perbankan, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, transportasi, dll).
R3_bab_11_Edited.indd 143
02/04/2010 17:31:13
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
Dengan cakupan sektor agribisnis tersebut di atas, maka pemberdayaan sektor agribisnis adalah memberdayakan keempat subsektor tersebut secara simultan dan harmonis. Krisis pangan tidak dapat dipecahkan hanya pada agribisnis hilir pangan saja, tapi harus menyeluruh mulai dari agribisnis hulu, usahatani, dan hilir pangan termasuk penyediaan jasa penunjang. Sebagai bagian dari perekonomian nasional, kinerja sektor agribisnis Indonesia dipengaruhi oleh strategi dan kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah. Pada makalah ini akan diuraikan strategi dan kebijakan ekonomi makro dimasa lalu telah memperdaya sektor agribisnis. Kemudian bagaimana upaya memberdayakan sektor agribisnis khususnya dalam upaya menanggulangi krisis pangan dan devisa.
Strategi Industrialisasi Regim Orde Baru: Memperdaya Agribisnis Kenyataan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor agribisnis telah menjadi pertimbangan utama untuk menjadikan pembangunan agribisnis (sebagai bentuk pembangunan pertanian yang didukung mendukung industri) sebagai strategi pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN setiap Pelita semasa rezim Orde Baru. Namun, pada kenyataannya (oleh pemerintah) strategi pembangunan ekonomi (industrialisasi) yang dilaksanakan adalah kombinasi strategi industrialisasi berspektrum luas dan industri canggih, dengan mengandalkan pengembangan industi-industri yang tidak berkaitan dengan pertanian dan sumber daya domestik, seperti industri elektronika, otomotif, tekstil, kimia, pesawat terbang, dll. Industri tersebut merupakan perluasan dari strategi the wild flying geese Negara-negara Asia Timur dan internasionalisasi dari strategi industri negara-negara barat. Dalam pengembangan kombinasi industrialisasi tersebut di Indonesia, dilakukan dengan cara mega proyek, termasuk infrastruktur (kawasan industri, jalan tol), dan sarana pendukung (perkantoran mercusuar, mega mal, dll) yang berpusat di perkotaan. Kemudian, selain bahan baku dan tenaga ahli impor, pembiayaannya juga mengandalkan pinjaman, luar negeri baik dari negaranegara the wild flying geese, maupun lembaga multinasional (bank Dunia, IMF, ADB, CGI, dll). Untuk mendukung strategi kombinasi industrialisasi tersebut berbagai kebijakan ekonomi makropun disesuaikan. Pertama, kebijakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (kurs rupiah) dibuat secara artifisial ternilai terlalu
144
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 144
02/04/2010 17:31:13
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
tinggi di atas nilai keseimbangana pasar (artificial overvalued exchange rate), agar impor bahan baku, bahan penolong dan tenaga ahli menjadi relatif murah dalam mata uang rupiah. Kedua, untuk menutupi budget defisit pemertntah (agar menjadi berimbang?) dan untuk menutupi defisit neraca berjalan akibat impor yang terus meningkat (sehingga neraca pembayaran seakan akan surplus), pemerintahpun menetapkan kebijakan suku bunga tinggi untuk menarik aliran pemasukan modal asing sebanyak mungkin (jadi dimasa lalu, cadangan devisa kita peroleh dari aliran pemasukan modal asing bukan dari net ekspor, ini bukan fundamental ekonomi). Ketiga, agar upah tenaga kerja murah di dalam negeri, pemerintah pun menempuh kebijakan pangan murah (khususnya beras), baik melalui kebijakan nilai tukar overvalued diatas (mendorong impor, menghambat ekspor pangan) maupun melalui intervensi harga pertanian domestik. Strategi dan kebijakan ekonomi tersebut diatas yang berlangsung selama regim Orde Baru, telah membuat sektor agribisnis domestik tidak berdaya. Kebijakan nilai tukar over valued berarti mensubsidi (nilai tukar) impor sekaligus memajak ekspor, Misalnya, nilai tukar yang kurs keseimbangan adalah Rp 5000 per US $, kemudian pemerintah menetapkan kurs resmi sebesar Rp 25000 per US$, maka untuk setiap dollar barang/jasa yang diimpor hanya memerlukan Rp 2500 yang lebih rendah dari seharusnya (Rp 5000), Sebaliknya untuk setiap barang/jasa yang dieskspor hanya di hargai Rp 2500/- yang lebih rendah dari yang seharusnya (Rp 5000), Dengan kata lain, dengan kurs seperti itu mengimpor diberi subsidi 100 persen, tapi pengekspor di pajak 100 persen. Akibatnya adalah, impor produk-produk agribisnis makin meningkat sementara ekspor produk agribisnis menjadi terhambat. Peningkatan impor sekaligus terhambatnya ekspor produk agribisnis, ditambah pula oleh intervensi harga produk agribisnis, mengakibatkan hargaharga produk agribisnis domestik menjadi relatif rendah. Harga produk agribisnis yang rendah di dalam negeri berarti juga tingkat keuntungan usaha (profitabilitas) sektor agribisnis domestik menjadi relatif rendah, sehingga insentif untuk investasi rendah, adopsi teknologi rendah sehingga produktivitas juga rendah dan pendapatan petani tetap rendah. Akibat selanjutnya adalah dengan kebijakan suku bunga yang relatif tinggi selama ini, maka sumber dayapun mengalir dari sektor agribisnis ke sektor non-agribisnis. Pendapatan petani yang rendah mendorong urbanisasi (braindrain), sementara profitabilitas yang rendah relatif terhadap suku bunga mendorong mengalirnya modal (capital-drain) keiuar sektor agribisnis baik melalui mekanisme perbankan maupun urbanisasi. Konversi lahan pertanian Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 145
145
02/04/2010 17:31:13
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
menjadi lahan non pertanian (perumahan, kawasan industri, lapangan golf ) menjadi sangat mudah karena biaya oportunitas yang rendah. Keseluruhan hal ini makin memperdaya sektor agribisnis. Hal tersebut diataslah yang menyebabkan mengapa impor produk-produk agribisnis Indonesia (sebelum krisis ekonomi) makin meningkat dari tahun ke tahun baik volume, maupun jenisnya. Sementara ekspor produk agribisnis tidak banyak berubah dan hanya itu-itu saja. Sejak masa kolonial Indonesia telah mengekspor CPO/CCO,
BOX. 3. KITA SUDAH TERBIASA IMPOR Stok bahan pangan nasional makin tipis, produksi dan distribusi macet. Kebijakan nilai tukar mata uang kita justru merugikan sektor pertanian. Rawan pangan sudah melanda berbagai provinsi. Banyak petani terutama yang menanam padi gagal panen sehingga harus mengonsumsi bahan pangan lain. Menpangan AM Saefuddin menyebutkan krisis itu sudah melanda setidaknya 18 Provinsi di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Keadaan diramalkan makin buruk karena pengadaan beras domestik tahun ini cuma 250.000 ton, jauh di bawah pengadaan tahun lalu yang mencapai 1.95 juta ton. Pada saat yang sama, masyarakat tidak lagi terbiasa mengggunakan bahan pangan lain seperti jagung, sagu, dan umbi-umbian. Harga beras yang murah menurut Guru Besar IPB Bungaran Saragih, menyebabkan masyarakat meninggalkan bahan pangan lain. Ketika beras langka, masyarakat langsung terpukul karena produksi bahan lain terabaikan. Berikut ini wawancara wartawan ADIL Sjech Assegaf dengan Bungaran Saragih mengenai krisis itu: KETAHANAN PANGAN KITA TAMPAKNYA MAKIN KRISTIS. BAGAIMANA ANDA MENJELASKAN PERSOALAN INI? Krisis pangan di Indonesia berpangkal pada nilai tukar rupiah yang dipatok rendah sehingga lebih mudah mengimpor daripada memproduksi sendiri. Ini menyebabkan konsumsi naik pesat Pada sisi penawaran, produksi justru terganggu karena ketergantungan impor. Padahal penduduk kita bertambah terus. (bersambung)
crumb rubber dan saat ini juga itu-itu saja. Bahkan komoditas ekspor kita dahulu (gula, daging sapi, cengkeh, jagung, dll), sekarang menjadi komoditas impor Indonesia.
146
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 146
02/04/2010 17:31:13
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
Namun demikian, dalam keadaan tertekanpun selama rezim Orde Baru, sektor agribisnis Indonesia masih mampu menyumbang devisa (net ekspor) pada perekonomian nasional. Diluar migas satu-satunya industri yang mampu menyumbang net ekspor hanyalah sektor agribisnis (lihat Tabel pada bab 21).
BOX. 3. LANJUTAN Nilai rupiah yang stabil dulu menyebabkan impor tidak mudah dihentikan. Maka, kita terkejut ketika kurs rupiah terdepresiasi sangat drastis. Akibatnya untuk menjaga impor, kita memerlukan dana besar, sampai lima kali lipat. Namun, kemampuan keuangan kita ternyata sangat terbatas sehingga kita tidak mampu menjaga impor pada tingkat yang semula. Celakanya, produksi dalam negeri belum juga bisa meningkat Insentif harga dasar gabah, misalnya, belum mampu merangsang petani untuk menaikan produksi. Ujungnya, sekarang kita kesulitan pangan. Kesulitan pangan ini mungkin akan berlangsung 1-2 tahun. Depresiasi rupiah yang cepat dan harga pangan yang tinggi, mestinya akan memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi. Tapi mereka masih belum bisa memanfaatkan itu, karena suku bunga yang terlatu tinggi. Jika suku bunga lebih lunak, dalam dua tahun ke depan sektor pertanian mungkin sudah bisa menyesuaikan diri dengan harga yang bagus.
ADAKAH KEKELIRUAN MENDASAR DALAM KEBIJAKAN PERTANIAN KITA? Kekeliruan itu terjadi pada tingkat makro; nilai tukar rupiah itu. Dan ini bukan urusan pertanian. Seiain itu, tampaknya kita tidak mungkin swasembada karena kebijakan nilai tukar itu tidak sinkron dengan strategi swasembada pangan. Akibatnya, kita harus rela untuk mengimpor. Kita baru bisa berharap swasembada kalau harga pangannya sudah benar. Bukannya menerapkan kebijakan harga pangan murah, melainkan kebijakan yang menghargai kekuatan pasar. Memang harus ada penyesuaian, adanya resscue untuk menolong orang tak mampu. Untuk membantu orang miskin tak bisa melalui mekanisme pasar. Itu harus ada bantuan terarah dan langsung. (bersambung)
Hal ini berarti beberapa komoditas agribisnis Indonesia memiliki keunggulan kompetitif yang luar biasa, sehingga kalaupun ditekan-tekan oleh kebijakan ekonomi makro masih mampu bersaing dipasar Internasional. Selain itu, seandainya sektor agribisnis tidak diperdaya selama rezim Orde Baru, devisa yang dihasilkannya pasti lebih besar lagi, sehingga Indonesia mungkin tidak harus mengalami krisis devisa yang memicu multikrisis yang kita hadapi saat ini. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 147
147
02/04/2010 17:31:13
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
BOX 3. LANJUTAN ANDA MENGATAKAN HARGA PANGAN YANG TINGGI AKAN MERANGSANG PETANI UNTUK MENAIKKAN PRODUKSI. SETINGGI APA TINGKAT HARGA ITU? Harga itu setidaknya setara dengan tingkat harga internasional. Pada tingkat itu, petani akan berlomba-lomba memproduksi pangan dengan teknologi sebaik mungkin. Intensitas tanam juga bisa naik dari 50 persen menjadi 100, atau sampai 150 persen bila itu masih menguntungkan. Harga pangan yang tinggi juga akan mengurangi konsumsi yang berlebihan. Saat ini, konsumsi beras per kapita kita 135 kg per tahun. Itu tinggi sekali. Tak perlu makan beras sebanyak itu untuk sehat.
PEMERINTAH TERKESAN ENGGAN MEMPROMOSIKAN BAHAN PANGAN LAIN. APAKAH INI MENYEBABKAN STRATEGI DIVERSIFIKASI GAGAL DAN MASYARAKAT TERGANTUNG BERAS? Tidak juga, melainkan terutama karena harga beras yang murah. Kalau harga beras tinggi, maka orang akan mengkonsumsi pangan selain beras seperti jagung, ubi jalar, atau sagu. Kalau kandungan gizinya kurang, bisa dilengkapi dengan kacang-kacangan.
BAGAIMANA DENGAN FUNGSI LEMBAGA PENYANGGA BULOG YANG DIBENTUK PEMERINTAH? Bulog sudah gagal, tidak bisa menjaga stok beras jangka pendek maupun jangka panjang, antarmusim maupun antartahun. Perannya sudah tidak efektif lagi. Tanpa lembaga itu, mekanisme pasar mungkin justru akan lebih membantu petani mempertahankan produksi dan stok beras. SUMBER : MINGGU ADIL No. 37 Tahun ke-66, 17 – 23 Juni 1998, hlm. 19
Jadi, strategi industrialisasi dan kebijakan ekohomi makro selama regim orde baru, bukan hanya memperdaya sektor agribisnis domestik, tapi juga menjerumuskan perekonomian Indonesia kedalam jurang multi krisis. (Saya tetap percaya bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat ini disebabkan oleh kesalahan strategi dan kebijakan ekonomi, bukan spekulator valas. Karena spekulator hanya menggoyang perekonomian yang sudah keropos).
148
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 148
02/04/2010 17:31:13
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
Sementara itu, industri-industri non agribisnis yang selama regim orde Baru memperoleh keberpihakan, ternyata hanya menguras devisa (net impor) dan menciptakan apa yang’disebut dengan bubble economy (mengelembung tapi kosong), sehingga pada saat pecah menimbulkan multi krisis di Indonesia.
Pemberdayaan Sektor agribisnis Sejak krisis ekonomi melanda ekonomi nasional, hanya sektor agribisnis domestik yang mampu bertahan dan bahkan mengalami booming. Industriindustri lain termasuk industri yang diunggulkan selama ini regim Orde Baru, secara de facto sudah banyak yang bangkrut. Kenyataan ini seharusnya menyadarkan kita semua (khususnya pemerintah) untuk melakukan penyesuaian diri pada lingkungan baru, yakni memberdayakan sektor ekonomi yang mampu survive khususnya pada masa krisis ini, mempunyai potensi untuk pemulihan ekonomi nasional serta mampu membawa perekonomian kepada kejayaannya dimasa depan, yakni sektor agribisnis domestik. Untuk memberdayakan sektor agribisnis nasional, baik dalam rangka penanggulangan krisis maupun dalam rangka pembangunan ekonomi nasional, diperlukan langkah-langkah reformasi sebagai berikut. Pertama, Reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi dari kombinasi industrialisasi berspektrum luas dan industri canggih kepada industri (sektor) agribisnis domestik, Melalui krisis ekonomi saat ini, strategi tersebut sebetulnya telah dikoreksi oleh mekanisme pasar. Namun demikian, pemerintah perlu mengakui koreksi yang sedang berlangsung. Penegasan pemerintah secara formal dan terbuka (bukan oleh menteri pertanian, tapi langsung presiden) bahwa strategi industrialisasi yang kita tempuh ke depan adalah pembangunan sektor agribisnis, sangat diperlukan untuk memberi kepastian dan panduan bagi masyarakat untuk mengalokasikan sumber daya termasuk mengalihkan atau restrukturisasi perusahaannya. Reformasi strategi industrialisasi tersebut harus diwujudkan dalam kebijakan makro ekonomi (moneter, fiskal). Di bidang moneter, kebijakan suku bunga tinggi selama regim Orde Baru (rata-rata 16 persen per tahun, sementara di negara maju hanya 5 persen) dan selama masa krisis ekonomi ini (rata-rata 40 persen sampai Juni 1998) harus ditinggalkan dan diturunkan di bawah 10 persen. Di masa lalu, kebijakan suku bunga tinggi ditempuh untuk menarik pemasukan modal asing guna menutup defisit neraca berjalan. Strategi industrialisasi yang dianut masa lalu, memang selalu menyebabkan defisit neraca berjalan. Dengan strategi industrialisasi agribisnis akan menghasilkan surplus, sehingga pemasukan modal asing tidak harus dibutuhkan untuk Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 149
149
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
membuat neraca pembayaran surplus. Demikian juga kebijakan kurs rupiah, biarkan mekanisme pasar menemukan keseimbangannya (yang perlu dilakukan adalah stabilitas kurs), jangan dibuat overvalued. Semakin terdepresiasi rupiah semakin menguntungkan bagi sektor agribisnis ekspor. Kemudian kebijakan fiskal juga perlu disesuaikan agar mendukung sektor agribisnis, Penggunaan anggaran pemerintah perlu diprioritaskan untuk mendukung sektor agribisnis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kebijakan pajak juga perlu direformasi untuk mendukung perkembangan sektor agribisnis domestik, seperti pembebasan pajak bagi perusahaan agribisnis pemula selama masa pembayaran balik, restitusi pajak bagi perusahaan agribisnis yang mampu menghasilkan devisa dan menjualnya ke Bank Indonesia (pengawasan devisa), pengenaan pajak yang tinggi pada konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian, dan kebijakan pajak yang lain. Kedua, kebijakan bahan pangan murah yang dipaksakan seperti yang populer selama ini harus ditinggatkan. Masyarakat konsumen perlu dibiasakan untuk menganekaragamkan pola konsumsi berdasarkan nilai kelangkaan bahaivbahan pangan. Bila beras mahal, kurangi konsumsi beras dan subsitusi sebagian dengan bahan pangan lain yang lebih murah. Sebaliknya bila beras kembali relatif murah (bukan dimurah-murahkan), konsumsi beras akan naik dan konsumsi bahan pangan lain akan berkurang, demikian seterusnya. Dengan demikian kita memiliki ketahanan pangan (food security) yang kuat yang dibangun di atas keanekaragaman produksi dan konsumsi berdasarkan mekanisme pasar. Kebijakan beras murah seperti selama ini akan menciptakan “bom waktu” yang pada gilirannya akan merugikan semua.
BOX. 4. SULIT MEMPERTAHANKAN SWASEMBADA BERAS Prof. Dr. Bungaran Saragih, M.Ec. (50 tahun), baru akhir tahun Lalu diangkat sebagai guru besar Ilmu Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Dia telah lama dikenal sebagai tempat bertanya, mulai dari mahasiswanya, DPR sampai instansi pemerintah, ihwal masalah pertanian. Ketika masyarakat ribut soal tingginya harga beras dan besarnya jumlah impor beras, mau tak mau orang menanyai pendapat profesor kelahiran Pematangsiantar ini. Beristri wanita Jepang dengan satu putri, Bungaran Saragih kini menjabat Kepala Pusat Studi Pembangunan IPB.
150
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 150
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
Dosen Program Magister Manajemen Agribisnis IPB ini mengaku cemas karena tak banyak orang yang tertarik pada agribisnis. Padahal, dia melihat, pembangunan kita seharusnya lebih ditekankan ke agroindustri. “Kita jangan memaksakan diri memproduksi barang yang kita tak mampu bersaing”, ujar Bungaran. Berikut petikan wawancara Khairil Muksim dan Leny Amril Nugraha dengan Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc.
BELAKANGAN INI PEMERINTAH MENGIMPOR BERAS. PADAHAL, KITA SEBENARNYA MASIH POTENSIAL MENJADI PENGHASIL BERAS. BAGAIMANA ANDA MELIHAT KRISIS PENGADAAN BERAS INI? Sebenarnya, saya tidak setuju kalau kondisi itu dikatakan krisis, Impor dua juta ton setahun itu hanya sekitar 5 persen dari kebutuhan kita. Itu tidak berbahaya. Jadi, bukan krisis. Malaysia saja yang mengimpor 15 persen dari kebutuhannya masih tetap tenang.
KENAPA KITA HARUS MENGIMPOR? Karena pengalaman kita selama dua tahun sebelumnya. Ketika itu kita mengalami musim kering berkepanjangan, sehingga produksi turun drastis. Akibatnya, harga beras naik, lalu semua orang panik. Bulog memutuskan untuk mengimpor beras. Lalu, datang Departemen Pertanian yang menyatakan sebetuinya kita tak perlu mengimpor tahun ini. Tetapi, Bulog tak mau mengambil risiko. Apalagi informasi pada awal tahun 1995 menunjukkan, produksi kita belum mencapai produksi seperti tahun sebelumnya. (bersambung)
Ketiga, reformasi pengelolaan sektor agribisnis yang integratif. Selama ini sektor agribisnis dikelola atau berada pada banyak Departemen dan nondepartemen yang berbeda mandat dan visi. Agribisnis usahatani berada di bawah Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Departemen Transmigrasi dan PPH, Departemen Koperasi dan PPK dan Kantor Menteri Pendayagunaan BUMN. Sementara agribisnis hulu dan hilir berada di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Pangan & Hortikultura, dan Bulog. Pengkaplingan sektor agribisnis yang demikian cenderung menghambat sektor agribisnis. Bila seorang pengusaha membuka usaha patungan dengan koperasi petani di bidang agribisnis kelapa sawit secara lengkap di wilayah transmigrasi, harus berurusan dengan banyak departemen dan non-departemen, seperti Departemen Transmigrasi dan PPH, BKPMD/PMA, Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 151
151
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
Departemen Perndustrian dan Perdagangan, Departemen Koperasi dan PPK. Ini baru contoh soal teknis yang membutuhkan biaya yang sedikit. Belum lagi perebutan anggaran antardepartemen padahal mengurusi agribisnis komoditas yang sama. Hal yang paling merugikan sektor agribisnis adalah visi dan mandat yang berbeda pada setiap departemen dan nondepartemen yang sering menyebabkan inkonsistensi kebijakan yang merugikan sektor agribisnis. Contoh adalah agribisnis jagung pada bulan April 1998 yang lalu. Sebelumnya Departemen Pertanian melaksanakan program intensifikasi usahatani jagung untuk memenuhi kebutuhan jagung industri pakan ternak. Namun, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (yang mengelola industri pakan) justru meminta Menteri Keuangan untuk memberikan subsidi kurs impor jagung. Akibatnya, industri pakan tidak bersedia membeli jagung petani, tapi memilih impor, sehingga harga jagung di Lampung jatuh, petani tidak bersedia lagi menanam jagung, dan krisis jagung bulan Juli 1998 ini tidak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu, departemen dan nondepartemen yang menangani sektor agribisnis perlu direstrukturisasi dan diintegrasikan menjadi satu Departemen saja yaitu Departemen Agribisnis, yang mengurus agribisnis hulu, usahatani, dan hilir. Tidak jamannya lagi membagi-bagi jatah jabatan kekuasaan yang justru merugikan pembangunan. Keempat, pengembangan agribisnis yang integrasi vertikal, melalui percepatan pembangunan koperasi agribisnis. Sampai saat ini agribisnis komoditas kita masih tersekat-sekat dimana agribisnis hulu, usahatani, dan hilir dikuasai oleh pelaku yang berbeda dan bertindak sendiri-sendiri, Agribisnis yang tersekat-sekat ini memunculkan masalah transmisi (pass through) seperti: transmisi harga asimetris, informasi pasar ditransmisikan lambat dan tidak
BOX 4. LANJUTAN AKIBAT IMPOR ITU? Kalau prediksi BPS benar, barangkali tahun ini dan tahun depan kita malah akan punya cadangan beras nasional yang besar. Jadi, menurut saya, tidak ada krisis beras dan jangan berpikir bahwa kita krisis.
ALASANNYA? Kita kan baru mengimpor dua tahun ini saja, Tahun-tahun sebelumnya kita tidak mengimpor. Lagi pula, yang kita perjuangkan bukan swasembada setiap tahun,
152
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 152
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
tetapi swasembada on trend. Katakanlah swasembada dalam lima tahun. Misalnya, dua tahun kita mengimpor, tiga tahun kita mengekspor. Sehingga rata-ratanya selama lima tahun impor sama dengan ekspor. Lagipula, pemerintah tidak berambisi menjadi net exporter beras.
KONDISI BAGAIMANA YANG DISEBUT KRISIS? Itu relatif. Krisis itu kan dalam benak orang. Jadi, sangat sulit mengatakannya. Selama masih ada pasokan, ada yang dibeli, dan kemudian ada alternatif yang lain untuk dibeli, itu bukan krisis.
CONTOHNYA? Yang krisis itu seperti Ethiopia, Banglades, Somalia. Kalau kita bukan krisis. Kebetulan saja kita unlucky, tidak beruntung. Karena iklim yang tidak bersahabat. Sedangkan tahun lalu dan tahun ini sudah bersahabat. Tetapi, karena trauma dua tahun lalu, kita tetap mengimpor beras. Kita akan bisa mempertahankan swasembada pangan. Tetapi, untuk mempertahankan swasembada beras tampaknya akan sulit kalau tidak terjadi perubahan-perubahan.
APA MASALAHNYA? Masalah kita adalah pendekatan yang melalui pendekatan suplai atau pendekatan produksi. Kurang memperhatikan pendekatan permintaan.
MAKSUDNYA? Kenapa harga beras naik dua tahun terakhir ini dan cenderung akan naik terus? Karena pertumbuhan permintaan lebih besar daripada pertumbuhan penawaran atau produksi. Jadi, produksi kita bukan tidak meningkat. Tetapi, peningkatan permintaan jauh lebih besar. (bersambung)
sempurna, inkonsistensi produk (jumlah, kualitas, kontinuitas); kemudian masalah margin ganda(double marginalization) yang mengakibatkan inefisiensi (over capacity, harga pokok penjualan relatif tinggi), dan masalah distribusi manfaat (petani pada usahatani menikmati pendapatan terkecil, pengusaha pada hulu dan hilir menikmati pendapatan tinggi). Masalah transmisi, margin ganda, distribusi manfaat antar pelaku telah menyebabkan inefisiensi dan kelambatan penyesuaian diri agribisnis kita selama ini. Oleh sebab itu, reformasi pengusahaan agribisnis yang tersekat-sekat kepada integrasi vertikal perlu dilakukan. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 153
153
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
BOX 4. LANJUTAN BAGAIMANA PERBANDINGANNYA? Konsumsi beras kita kira-kira 140 Kg beras per kapita per tahun. Ini adalah konsumsi paling tinggi di dunia untuk beras. Kemudian penduduk kita masih bertambah 1,8 persen per tahun atau 3,5 juta orang dan 190 juta penduduk. Ini sama dengan jumlah orang di Singapura. Bayangkan, berapa kita harus menambah peningkatan produksi per tahun.
AKIBATNYA? Kalau pendekatan kita melulu pada upaya peningkatan produksi, kita akan kedodoran. Kita akan terus mengimpor.
JADI, USAHA APA UNTUK MEMPERTAHANKAN SWASEMBADA? Sebetulnya semua daya upaya sudah kita lakukan. Semua tanah yang baik sudah kita gunakan untuk sawah. Semua teknologi yang bagus di bidang pertanian sudah kita kuasai. Kita jauh lebih maju dari Thailand, Malaysia, Filipina, India, Banglades, dalam meningkatkan produktivitas per hektare padi. Yang belum kita lampaui hanya Taiwan, Korea, dan Jepang.
LALU APA YANG HARUS KITA LAKUKAN? Pendekatannya harus diubah menjadi bagaimana supaya konsumsi per kapita kita turun. Karena pada permulaan Orde Baru konsumsi per kapita baru 110 Kg per tahun dengan sekitar 90 juga penduduk. Kini, penduduk bertambah, konsumsi per kapita juga ikut bertambah. Inilah yang membuat swasembada beras semakin sulit.
APA JALAN KELUARNYA? Pemerintah harus berani mendidik rakyat kita mengurangi konsumsi beras. Contohnya Jepang, 30 tahun yang lalu konsumsi beras per kapita 130 Kg per tahun, Sekarang tinggal 60 Kg per kapita per tahun. Bayangkan, kalau kita bisa mengurangi tidak perlu sampai 60 Kg, cukup seperti semula 110 Kg per kapita saja sudah suatu pengurangan yang luar biasa besarnya. (bersambung)
Untuk mengembangkan agribisnis integrasi vertikal, koperasi agribisnis (bukan KUD atau koperasi usahatani) harus dipercepat pengembangannya melalui percepatan pertumbuhan vertikal integratif (vertical integrative growth)
154
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 154
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
yakni integrasi ke depan dan ke belakang, baik secara individu maupun bentuk usaha patungan (bukan PIR, bapak angkat, kemitraan semu) dengan usaha kecil-menengah. Koperasi agribisnis ini dikelola oleh orang profesional bukan dari anggota koperasi seperti KUD selama ini. Dengan demikian, petani padi tidak hanya mengusahai usahatani padi tapi secara tidak langsung (melalui koperasi agribisnisnya) juga mengusahai industri pembenihan padi, bahkan pupuk, industri penggilingan padi dan perdagangan beras. Petani kebun sawit, akan mengusahai industri CPO, minyak goreng, dan lain-lain melalui koperasinya. Bila langkah-langkah pemberdayaan sektor agribisnis di atas dapat dilaksanakan maka sektor agribisnis domestik akan mampu memberikan solusi
BOX 4. LANJUTAN APA YANG DILAKUKAN ORANG JEPANG? Mereka beralih dari beras ke kentang dan gandum. Kemudian, meningkatkan konsumsi biji-bijian yang lain seperti kedelai, sayur-sayuran, ikan dan daging.
KONDISI KITA SEKARANG? Kita menunya hanya beras. Semacam budaya beras: kalau tidak beras, tidak makan.
BERARTI PEMERINTAH HARUS BERANI MENGUBAH POLA KONSUMSI MASYARAKAT? Ya. Bukan melulu beras, bisa jagung, ketela pohon, gandum dan sagu. Sebenarnya, orang Indonesia bagian Timur kebanyakan makan sagu, sekarang semua makan beras. Dulu, Madura dan Jawa Timur makan jagung, sekarang makan beras. Ini harus diubah.
BAGAIMANA CARANYA? Harus ada kebijakan. Kebijakan yang pertama adalah, biarkan harga beras lambat laun naik. Jangan drastis karena orang susah menyesuaikan diri.
KENAPA HARGA BERAS PERLU NAIK? Kalau harga beras naik, konsumsi per kapita berkurang. Petani mau berproduksi lebih tinggi, Maka, tekanan permintaan akan berkurang. (bersambung)
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 155
155
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
krisis. Reformasi strategi industrialisasi dan diikuti dengan kebijakan makro ekonomi, khususnya penurunan suku bunga dan penyaluran kredit program (KUT, KKPA, dll) akan mengarahkan swasta untuk masuk ke sektor agribisnis baik agribisnis pangan maupun nonpangan. Teknologi produksi agribisnis yang padat karya dengan toleransi kualitas tenaga kerja luas, akan menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengatasi pengangguran dan yang akan menganggur. Seluruh angkatan kerja nasional yang saat ini berjumlah 100
BOX 4. LANJUTAN DAMPAK LAINNYA? Kalau harga beras naik, orang tak mau mengkonversi sawah menjadi rumah, menjadi industri, menjadi lapangan golf, menjadi macam-macam. Kemudian, sawah-sawah yang ditanami satu tahun sekali akan diusahakan menjadi dua kali setahun.
BAGAIMANA KEBIJAKAN SELAMA INI? Kebijakan harga selama ini bukan membuat petani lebih bergairah berproduksi. Tetapi, lebih banyak untuk memuaskan konsumen kita dengan harga yang relatif murah, Karena itulah, konsumsi melonjak dan 110 Kg menjadi 140 Kg per kapita per tahun.
KALAU KONDISI BEGINI TERUS? Tidak akan habis-habis hanya mencetak sawah saja. Kita akan kewalahan. Apalagi penduduk terus bertambah.
LANGKAH SELANJUTNYA? Kebijakan teknologi. Bagaimana kita menciptakan teknologi pangan yang bisa mengubah bahan makanan yang ada di dalam negeri yang mutunya relatif masih rendah, artinya kurang diminati konsumen, menjadi bermutu yang lebih disukai konsumen.
MISALNYA…. Bagaimana kita menemukan teknologi yang bisa mengubah sagu menjadi bahan makanan yang enak, bergizi dan bergengsi. Kita mempunyai sagu yang luar biasa luasnya di Indonesia. Begitu pula singkong, jagung, kentang; ubi jalar dan sebagainya.
156
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 156
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
BOX 4. LANJUTAN APA KITA SUDAH PUNYA TEKNOLOGI SEPERTI ITU? Terus terang saja, kita masih belum punya teknoiogi semacam itu dalam level komersial. Tetapi, masih dalam level percobaan-percobaan universitas.
BEBERAPA PIHAK ADA YANG MENGKLAIM, KITA SUDAH MAMPU MENGUASAI TEKNOLOGI TINGGI? Tetapi, teknologi itu digunakan untuk apa? Cobalah orang-orang pintar, para insinyur menggunakan kepintarannya untuk menghasilkan teknologi yang bisa mengolah hasilhasil pertanian kita, dari kurang disukai konsumen menjadi lebih disukai.
SETELAH ITU? Barulah yang berikutnya kampanye nasional untuk mendiversifikasi pangan. Kan, orang butuh disadarkan. Setelah tersedia, baru orang mencoba.
KEPADA SIAPA DULU KAMPANYE ITU DITUJUKAN? Menurut pendapat saya, kampanye pertama harus kepada penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Karena mereka mudah disadarkan dan mereka punya penghasilan yang relatif tinggi. Mereka bisa berubah dari beras ke daging, dari beras ke ikan. Sebab, biasanya perubahan itu cenderung ke bahan-bahan yang lebih mahal.
KALAU KITA MENGIMPOR TERUS? Kalau kita mampu mengurangi konsumsi, sudah tidak masalah kita mengimpor, Jadi, swasembada caranya bukan hanya dengan mengingkatkan produksi, tetapi juga dengan mengurangi konsumsi.
KALAU KEBIJAKANNYA TIDAK BERUBAH? Kalau kebijakan beras kita masih seperti sekarang, akan sangat sulit kita cegah. Dan kalau lahan-lahan terus dikonversi, kita akan terpaksa mengimpor dan terus mengimpor. Sumber : Majalah SINAR, 17 Februari 1996, halaman 51-54
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 157
157
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
juta, akan dapat diserap oleh sektor agribisnis yang tersebar di seluruh wilayah nasional. Kemudian, pembangunan agribisnis akan menghasilkan produk bahan pangan yang sangat besar, beragam dan terdistribusi baik ruang dan waktu, sehingga akan mampu mengatasi krisis pangan yang sedang dihadapi Ketersediaan bahan pangan mi akan mampu menurunkan laju inflasi yang cukup tinggi saat ini. Selain itu, percepatan pembangunan agribisnis domestik juga menghasilkan produk ekspor (bahan pangan dan nonpangan) tanpa mengimpor bahan baku. Hal ini berarti akan menghasilkan devisa (net ekspor) yang cukup besar. Net ekspor agribisnis ini merupakan faktor fundamental cadangan devisa dan nilai tukar, sehingga peningkatan net ekspor agribisnis tidak hanya meningkatkan cadangan devisa untuk pembayaran hutang luar negeri, tapi juga mampu memperkuat rupiah secara fundamental bukan artifisial Kemudian agribisnis ini juga akan menghasilkan pajak bagi pemerintah, sehingga dapat membiayai anggaran pemerintah. Dengan perkataan lain, percepatan pembangunan sektor agribisnis domestik akan mampu memecahkan multikrisis yang dihadapi yakni krisis pangan, krisis lapangan kerja (pengangguran), krisis devisa, krisis anggaran pemerintah. Keseluruhan penyelesaian krisis ini akan menyumbang (kalau bukan menyelesaikan) krisis kepercayaan.
Catatan Penutup Rezim Orde Lama jatuh adalah akibat krisis pangan dan devisa. Demikian juga regim Orde Baru juga jatuh karena krisis pangan dan devisa. Mudahmudahan rezim Orde Reformasi tidak jatuh karena “lubang” yang sama. Saat ini segala upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian terbentur pada masalah ketidak percayaan terutama dari pihak luar negeri, Persoalannya adalah apakah kita harus mati konyol karena ketidak percayaan itu? Bisakah kita keluar dari krisis ekonomi tanpa harus menunggu ketidak percayaan pulih? Menurut saya bisa, yaitu memulihkan perekonomian tanpa terlalu menuntut kepercayaan dari luar negeri atau menunggu rupiah menguat. Percepatan pengembangan sektor agribisnis domestik, tidak perlu menuntut kepercayaan luar negeri pulih atau rupiah menguat sebagai prasyarat pemulihan ekonomi. Pemulihan kepercayaan luar negeri dan penguatan rupiah adalah target yang akan dicapai melalui pengembangan agribisnis domestik.
158
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 158
02/04/2010 17:31:14
Pemberdayaan Sektor Agribisnis sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan dan Devisa
Hal yang diperlukan adalah presiden harus secara tegas, formal dan terbuka, mengumumkan bahwa strategi pemulihan ekonoini yang akan ditempuh adalah percepatan pembangunan agribisnis domestik. Kemudian, penegasan tersebut secara konsisten dibuktikan dengan kebijakan makro ekonomi, dan program-program aksi Kabinet Reformasi yang mendukung sektor agribisnis domestik. Sebaliknya, bila pemerintah masih tetap ingin menghidupkan kembali industri-industri berbasis impor, sehingga penguatan kurs rupiah dan pemulihan kepercayaan menjadi prasyarat pemulihan ekonomi, akan memperpanjang dan memperdalam krisis. Seandarnya berhasilpun, maka kita harus siap untuk kembali jatuh pada krisis yang lebih parah dari krisis saat ini.
Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian
R3_bab_11_Edited.indd 159
159
02/04/2010 17:31:14
R3_bab_11_Edited.indd 160
02/04/2010 17:31:14