Perbedaan Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Oral Menggunakan Video Animasi Dengan Non-Animasi Pada Anak Tunagrahita Ringan (Studi Eksperimental di SDLB Ar Rahman Jakarta dan SDLB Mahardika Depok pada Agustus-Oktober 2014) Faridah Marzuqah Zhafirah1, Armasastra Bahar2, Risqa Rina Darwita2 1
2
Undergraduate Program, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia Department of Preventive and Public Health Dentistry, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Latar Belakang: Rendahnya pengetahuan anak tunagrahita ringan termasuk dalam pengetahuan kesehatan gigi dan mulut. Tujuan: Mengetahui perbedaan penggunaan video animasi dan video non-animasi sebagai media pendidikan dalam meningkatkan pengetahuan anak tunagrahita ringan mengenai kesehatan gigi dan mulutnya. Metode: Subjek penelitian adalah 20 siswa SDLB Ar-Rahman dengan edukasi menggunakan video animasi dan 14 siswa SDLB Mahardika dengan edukasi menggunakan video non-animasi. Penelitian ini menggunakan pre and post test design. Hasil: Ada perbedaan bermakna antara peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah edukasi (p=0.000). Namun, tidak ada perbedaan yang bermakna antara peningkatan pengetahuan menggunakan video animasi dengan menggunakan video non-animasi (p=0.457). Kesimpulan: Video animasi dan nonanimasi tidak memiliki perbedaan dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita ringan.
Differences of Oral Health’s Knowledge Improvement between Using Animated and Non-Animated Video in Mental Retardation Children (Eksperimental Study in SDLB Ar-Rahman Jakarta and SDLB Mahardika Depok on August-October 2014) Abstract Background: Lack of knowledge in children with mental retardation including oral health knowledge. Objectives: To determine the differences between animated and non-animated video as a medium of education in improving the knowledge of mild mental retardation children about their oral health. Methods: The subjects were 20 students of SLB Ar-Rahman, who were given education using animated video and 14 students of SLB Mahardika who were given education using non-animated video. This study used a pre and post test design. Results: There are significant differences in improvement of knowledge between before and after education (p=0.000). However, there are no significant difference between the increase in knowledge using animated viedo and using non-animated videos (p=0457). Conclusions: Animated and non-animated video does not have a difference in improving the oral health knowledge on mild mental retardation children. Keywords: Animated video, Non-animated video, Oral health knowledge, Children with Mental Retardation
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
Pendahuluan Anak tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata. American Association
On
Mental
Deliciency
(AAMD)
dalam
Mumpuniarti
(2007:13)
mengklasifikasikan tunagrahita menjadi tunagrahita ringan dengan IQ berkisar 50-70, tunagrahita sedang dengan IQ berkisar 30-50, dan tunagrahita berat dan sangat berat dengan IQ berkisar <30.1 Pada anak tunagrahita, salah satu karakterisitik yang dimiliki berupa keterbatasan pada fungsi motorik dan kognitif. Keterbatasan kognitif ini membuat tingkat pengetahuan anak tunagrahita berada di bawah rata-rata termasuk dalam pengetahuan kesehatan gigi dan mulutnya.2 Pencapaian level kognitif tertinggi pada anak tunagrahita ringan hanya mencapai level operasional konkret. Bila pada anak normal tahapan ini dicapai pada usia 11 tahun, pada anak tunagrahita ringan baru tercapai di usia 15-17 tahun. Keterbatasan ini membuat mereka kurang dapat mengurus kebutuhan diri sendiri, termasuk dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut. Akan tetapi, mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah khusus dan lancar dalam berbicara walaupun kurang perbendaharaan katanya. Dengan bimbingan dan pendekatan yang baik, anak tunagrahita ringan akan mampu menguasai keterampilan kerja sederhana yang mampu membuat dirinya menjadi individu yang mandiri.1,2 Salah satu cara untuk menanggulangi masalah kesehatan gigi adalah melalui pendidikan kesehatan gigi dan mulut (DHE), yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya dan bersifat preventif. Melalui pendidikan kesehatan gigi dan mulut pula, dapat terjadi perubahan perilaku dalam memelihara kebersihan gigi dan mulut menjadi lebih baik sehingga dapat mencegah terjadinya karies yang merupakan penyakit gigi dan mulut yang banyak di temukan di masyarakat. Keberhasilan pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita ringan dipengaruhi oleh pemilihan media yang tepat. Dengan mengetahui karakterisitik yang dimiliki oleh sasaran pendidikan, dapat ditentukan media apa yang akan digunakan agar materi yang disampaikan dapat diterima secara efektif. Media berperan penting pada proses pembelajaran anak tunagrahita ringan karena kurangnya kemampuan mereka dalam berfikir abstrak sehingga dibutuhkan hal-hal konkret dalam meningkatkan kualitas belajar.3 Video merupakan suatu media yang dapat digunakan dalam berbagai situasi pembelajaran seperti di kelas, kelompok kecil, ataupun individual. Video juga dapat ditujukan
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
kepada beragam tipe sasaran pendidikan, dimana salah satunya adalah anak tunagrahita ringan. Keunggulan video sebagai media pendidikan yaitu dapat mengilustrasikan sajian ide dalam bentuk gambar yang menarik minat dan perhatian anak serta dapat diulang-ulang untuk menambah kejelasan sehingga anak tidak cepat melupakan materi yang didapat.4 Menurut Simnet dan Ewless (1994) video banyak dipakai dalam praktik promosi kesehatan sebagai media pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Ade Mulyani (2009) mengenai “Pengaruh Media Animasi Komputer Terhadap Hasil Belajar Sains Anak Tunagrahita” memberikan hasil positif mengenai penggunaan animasi terhadap tunagrahita ringan. Namun penelitian lainnya mengenai video non animasi yang dilakukan oleh Gina Pebiyanti (2009) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Video Compact Disc Dalam Pembelajaran Kosa Kata Terhadap Peningkatan Kemampuan Kosakata Anak Tunagrahita Ringan” juga menunjukkan hasil yang nyata dalam meningkatnya kosakata yang dimiliki oleh anak tunagrahita ringan. Sampai saat ini, belum ada penelitian yang menunjukkan jenis video manakah yang paling berhasil dalam meningkatkan pengetahuan anak tunagrahita ringan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat perbedaan efektifitas antara video animasi dan video non animasi sebagai media pendidikan kesehatan gigi dan mulut bagi anak tunagrahita ringan. Tinjauan Teoritis Pendidikan Kesehatan Gigi dan Mulut Pendidikan kesehatan gigi dan mulut didefinisikan sebagai segala kegiatan belajar dan pemberian informasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan individu yang relevan dengan kesehatan mulut mereka.5 Pendidikan kesehatan ini merupakan bagian penting dari promosi kesehatan dalam upaya untuk mengubah, menumbuhkan dan mengembangkan perilaku yang positif.6 Dalam jangka pendek, pendidikan akan menghasilkan peningkatan pengetahuan dan dalam jangka panjang menyebabkan perubahan perilaku.7 Dalam aspek kesehatan gigi dan mulut, pengetahuan sangatlah penting, karena pengetahuan merupakan faktor domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, artinya perilaku atau praktik keseharian anak dalam menjaga kesehatan gigi sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuannya tentang kesehatan gigi8 Pengetahuan terjadi melalui proses pembelajaran setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman langsung ataupun tidak langsung, antara lain melalui pendidikan kesehatan.9 Pada dasarnya, pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami suatu keadaan dan memecahkan masalah yang dialami. Pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Didalam Pendidikan Kesehatan terdapat suatu konsep yang dinamakan dengan proses belajar dimana terdapat 3 persoalan utama, yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output). Masukan atau input yang dimaksud disini adalah sasaran belajar dengan berbagai latar belakangnya, baik itu individu, kelompok, maupun masyarakat. Proses yang dimaksud adalah mekanismee terjadinya perubahan kemampuan pada sasaran belajar yang dipengaruhi 4 faktor yaitu materi, lingkungan, instrumental, dan subjek belajar. Sedangkan untuk keluaran atau output adalah hasil pembelajaran berupa peningkatan kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek/sasaran belajar.9 Retensi Ingatan Hasil Belajar Ebbinghaus (1885) melakukan studi percobaan pada dirinya sendiri untuk mempelajari mengenai retensi ingatan manusia. Hermann Ebbinghaus menghapal 13 suku kata yang tidak bermakna, lalu mencatat ingatan tersebut dari waktu ke waktu. Dari hasil percobaan Ebbinghaus didapatkan bahwa tidak lama setelah menghafal, ingatannya turun secara tajam. Retensi ingatan baru cukup stabil ketika isi ingatan tinggal sedikit.10 Percobaan Ebbinghaus ini berkenaan dengan suku kata tak bermakna sehingga retensi ingatan berkaitan dengan kekuatan hafalan. Namun, percobaan lain yang dilakukan H.F. Spitzer (1939) terhadap 3.605 mahasiswa mempelajari buku pelajaran ternyata tidak menunjukkan perbedaan bermakna. Materi atau informasi yang diterima baik yang tidak bermakna maupun yang bermakna, retensi ingatannya tidak akan jauh berbeda.10 Media Pendidikan Kesehatan Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan yang disebut juga media pendidikan. Alat-alat tersebut merupakan alat yang berfungsi sebagai saluran (channel) dalam penyampaian materi kesehatan dimana alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
menentukan media hendaknya menyesuaikan dengan karakteristik sasaran pendidikan supaya apa yang disampaikan dapat diterima secara efektif11 Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Klasifikasi media dilihat dari jenisnya adalah:12 a. Media audio: media yang hanya mengandalkan indera pendengaran. b. Media visual: media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. c. Media audio-visual: media yang mempunyai unsur suara dan gambar. Anak Tunagrahita (Keterbelakangan Mental) Tunagrahita atau yang biasa disebut keterbelakangan mental merupakan suatu keadaan dimana fungsi intelektual atau kemampuan kognitif berada jauh dibawah rata-rata disertai adanya defisit dalam perilaku adaptif. Keadaan ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan ditandai dengan penurunan kecerdasan juga keterampilan adaptif serta merupakan gangguan perkembangan paling umum. Kondisi ini biasanya hadir dalam 2-3% populasi, baik sebagai temuan terisolasi ataupun sebagai bagian dari sindrom yang lebih luas. 13 The American Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD, 2002) mendefinisikan tunagrahita sebagai keterbatasan yang signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif, muncul sebelum anak berusia 18 tahun. Keterbatasan intelektual merujuk pada batasan IQ<70 dan keterbatasan fungsi adaptif mengacu pada gangguan dalam setidaknya 2 dari sepuluh area skills.15 Keterbelakangan mental bervariasi dalam tingkat keparahan, diklasifikasikan menjadi empat derajat yaitu ringan, sedang, berat, dan mendalam.14 Anak tunagrahita ringan ialah seseorang yang memiliki IQ antara 50-70, masih mempunyai potensi untuk berkembang dalam kemampuan akademik disekolah, dapat dididik ketrampilan hidup sehari-hari, serta memerlukan program khusus serta bimbingan khusus agar dapat
berkembang
potensinya
seoptimal
mungkin
untuk
hidup
kemandiriannya
dimasyarakat.1,2 Kemampuan Kognitif Pada Anak Tunagrahita Untuk tahapan perkembangan kognitif seorang anak, Jean Piaget mengelompokkannya menjadi 4 tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra-operasional, tahap operasional konkret dan tahap operasional formal. Tahapan perkembangan kognitif yang dapat dilalui anak tunagrahita hanya sampai pada tahapan operasional konkret. Akibatnya, mereka akan sangat sulit dalam berfikir abstrak.15 Oleh karena itu, dalam pembelajarannya bila anak normal
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
memiliki kaedah dan strategi dalam pemecahan masalah, maka anak tunagrahita bersifat trial and error.16 Perkembangan kognitif individu akan bergerak dari tahap dasar menuju tahap berikutnya secara berurutan dimana tahap sebelumnya akan menjadi dasar bagi perkembangan tahap selanjutnya yang lebih sulit. Oleh karena itu, bagi anak-anak dengan kemampuan kognitif rendah diperlukan strategi, metode, dan media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan belajar anak di kelas.17 Prinsip pembelajaran yang dilaksanakan terhadap anak tunagrahita ringan haruslah:1 1. Disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, kondisi siswa perindividu atau fungsional. 2. Pembelajaran harus perlahan-lahan atau tahap demi tahap, dari yang mudah ke yang sulit atau semakin meningkat taraf kesulitannya, tidak terlalu banyak atau dapat dipecah-pecah sesuai dengan kemampuan siswa. 3. Waktu bisa diperpanjang apabila masih diperlukan. 4. Pembelajaran selalu diulang. 5. Diberi variasi yang dapat menarik minat siswa, penting juga dalam pemberian penguat. 6. Pembelajaran bersifat konkret tidak abstrak. Video Video merupakan tayangan gambar bergerak yang disertai dengan suara. Media video merupakan salah satu jenis media audio visual. Media audio visual sendiri adalah media yang mengandalkan indera pendengaran dan indera penglihatan. Media ini dapat menambah minat siswa dalam belajar karena siswa dapat menyimak sekaligus melihat gambar.5 Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.5, 18 Animasi adalah gambar fiksi yang dibuat oleh kreator animasi baik dengan cara menggambar manual maupun dengan komputer yang menghasilkan ilusi pergerakan (Moriarty, 1991). Dapat disimpulkan bahwa video animasi adalah sebuah video yang terdiri dari serangkaian gambar statis yang dimainkan untuk mendapatkan sebuah ilusi pergerakan Secara umum, kelebihan animasi dibandingkan dengan non-animasi antara lain:19,20 1. Lebih menarik perhatian anak-anak 2. Lebih imajinatif
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
3. Animasi
dapat
mengilustrasikan
sesuatu
yang
sulit
serta
tidak
bisa
dijangkau dengan shooting biasa. 4. Video terlihat lebih atraktif dan menarik perhatian 5. Lebih ilustratif; maksudnya di sini adalah melalui animasi, seseorang dapat menyampaikan pesan yang sulit jika diperagakan tanpa animasi. Misalnya ilustrasi bagaimana lemak diserap di usus. 6. Karakter animasi tidak termakan usia Melalui video, penyampaian materi pembelajaran akan menjadi lebih mudah sehingga penggunaan video sebagai media edukasi kesehatan telah banyak digunakan di masyarakat. Plak Gigi Plak gigi memegang peranan penting dalam proses karies gigi dan inflamasi jaringan lunak sekitar gigi. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan21,22 Indeks plak dikeluarkan oleh Loe dan Silness pada tahun 1964. Indeks ini diindikasikan untuk mengukur skor plak berdasarkan lokasi dan kuantitas plak yang berada dekat margin gingiva.23 Indeks ini dapat dikeluarkan dengan menggunakan larutan pewarna yang dioleskan ke seluruh permukaan gigi dan kemudian diperiksa. Setiap gigi diperiksa empat permukaan yaitu permukaan yaitu permukaan mesial, distal, lingual dan palatinal. Kemudian skornya dihitung. Cara pemberian skor untuk indeks plak :23 0
= tidak ada plak pada gingiva
1
= dijumpai lapisan tipis plak yang melekat pada margin gingiva di daerah yang berbatasan dengan gigi tetangga
2
= dijumpai tumpukan sedang plak pada saku gingiva dan pada margin gingiva dan atau pada permukaan gigi tetangga yang dapat dilihat langsung
3
= terdapat deposit lunak yang banyak pada saku gingiva dan atau pada margin dan permukaan gigi tetangga.
Penilaian secara umum tentang indeks plak : Berkisar 0 – 1 dikategorikan baik Berkisar 1,1 – 2 dikategorikan sedang Berkisar 2,1 – 3 dikategorikan buruk
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
Karies Gigi Karies Gigi adalah suatu penyakit yang bersifat progresif serta akumulatif pada jaringan keras gigi ditandai dengan kerusakan jaringan mulai dari permukaan gigi atau email meluas ke arah dentin hingga pulpa. Karies gigi disebabkan oleh aktivitas metabolisme mikroorganisme pembuat asam yang menyebabkan demineralisasi jaringan keras gigi. Terjadinya infeksi pada pulpa dan jaringan periapikal dapat menimbulkan rasa nyeri yang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh empat faktor utama yang berperan dalam proses terjadinya karies yaitu, host, mikroorganisme, substrat, dan waktu.21,24,25 Menyikat Gigi Sampai saat ini, penjagaan Oral Hygiene dan plak kontrol merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah terjadinya karies. Plak kontrol sendiri didefinisikan sebagai suatu cara dalam mencegah dan menghilangkan akumulasi plak di gigi dan gusi.26 Plak yang merupakan penyebab utama karies pada gigi tidak dapat dibersihkan dengan hanya dengan kumur-kumur maupun semprotan air atau udara, tetapi perlu juga dibersihkan melalui cara mekanis. Sampai saat ini cara mekanis yang paling efektif untuk membersihkan plak adalah dengan menyikat gigi.27 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimental. Penelitian dilaksanakan di SDLB Ar-Rahman Jakarta dan SDLB Mahardika selama bulan Agustus-Oktober 2014. Penelitian ini melibatkan 34 siswa yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu 20 siswa SDLB Ar-Rahman sebagai kelompok intervensi menggunakan video animasi dan 14 siswa SDLB Mahardika sebagai kelompok intervensi dengan video non-animasi. Kriteria inklusi subjek penelitian yaitu siswa SD dengan tunagrahita ringan, bersedia mengikuti penelitian dan menjawab pertanyaan kuesioner serta hadir saat diberikan edukasi. Adapun kriteria eksklusi yaitu menyandang cacat fisik selain cacat mental, dan tidak bersedia menjawab pertanyaan kuesioner. Alur penelitian adalah dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner terlebih dahulu terhadap 10 anak dari SDLB Budi Asih Depok. Setelah didapatkan reliabilitas kuesioner yang cukup, diteruskan dengan memilih sampel sesuai dengan kriteria sampel melalui metode convenience sampling. Sampel kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
satu kelompok yang mendapatkan pendidikan kesehatan gigi dan mulut melalui video animasi dan satu kelompok lainnya dengan video non-animasi. Pada kedua kelompok intervensi dilakukan pengisian kuesioner dimana pertanyaan ditanyakan oleh peneliti sedangkan anak tunagrahita menjawab dengan melihat gambar pilihan jawaban. Tingkat pengetahuan anak tunagrahita ringan dibagi menjadi beberapa kategori yakni, skor<60 termasuk pengetahuan kurang, 60-80 termasuk pengetahuan cukup, dan skor>80 termasuk pengetahuan baik. Satu bulan setelah pre test, setelah kedua video terselesaikan dengan baik, dimulai edukasi pada kedua kelompok intervensi menggunakan media video masing-masing. Video mengandung materi makanan penyebab karies gigi, proses terjadinya karies, pencegahan karies, cara dan waktu menyikat gigi yang benar serta instruksi mengunjungi dokter gigi. Pada akhir pemutaran video, siswa diajak untuk menyikat gigi bersama sambil melihat instruksi yang ditampilkan di video. Satu minggu setelah pemutaran video pertama kali dilakukan pengisian kuesioner kembali sebagai tahapan evaluasi 1. Setelah evaluasi selesai, pada hari yang sama pemutaran video dilakukan kembali. Hal yang sama dilakukan pada satu minggu setelah evaluasi 1 (evaluasi 2) dan satu minggu kemudian setelah evaluasi 2 (evaluasi 3). Di akhir evaluasi 3, siswa diminta mengisi angket efektifitas video melalui proses tanya jawab dengan peneliti. Pada pengisian angket, pilihan jawaban adalah sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1). Efektifitas video nantinya dibagi menjadi 3 kategori yaitu efektifitas baik jika skor 39-48, efektifitas sedang jika skor 29-38 dan efektifitas video kurang jika skor<29. Analisis data pada penelitian ini menggunakan program pengolahan data statistik. Dilakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, dan karena didapatkan distribusi data tidak normal, uji statistik dilakukan dengan uji non parametric. Pertama dilakukan uji Friedmann untuk mengetahui perbedaan skor pengetahuan sebelum dan sesudah, dengan uji Wilcoxon sebagai uji Post Hoc pada masing-masing video. Uji Mann Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan peningkatan pengetahuan antara penggunaan video animasi dengan video non-animasi, serta perbedaan efektifitas dari kedua video. Terakhir, dilakukan uji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara skor kuesioner pengetahuan dengan skor efektifitas video.
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
Hasil Penelitian Subjek penelitian adalah siswa-siswi SDLB dengan tunagrahita ringan dari SDLB ArRahman dan SDLB Mahardika. Total subjek penelitian sebanyak 34 siswa, 20 anak dari SDLB Ar-Rahman masuk dalam kelompok yang diberi intervensi dengan video animasi, dan 14 anak dari SLB Mahardika masuk dalam kelompok yang diberi intervensi video nonanimasi. Homogenitas subjek penelitian didasarkan pada pemilihan sekolah dengan kepala sekolah yang sama sehingga murid-murid di kedua sekolah mendapatkan perlakuan yang sama dari segi pendidikan, fasilitas, dan tingkat ekonomi. Pada setiap kelompok, jumlah siswa laki-laki lebih banyak dari perempuan. Kedua kelompok memiliki rentang usia 8-24 tahun dimana usia kronologis tidak dipermasalahkan karena yang dilihat adalah usia mental yaitu siswa Sekolah Dasar. Tabel 1. Perbedaan Rata-rata Skor Kuesioner Pengetahuan Saat Pre Test Kelompok
N
Rata-Rata
Non Animasi
14
48
Animasi
20
55
Total
34
Pretest
Tabel 2. Perbedaan Rata-rata Skor Kuesioner Pengetahuan Saat Post Test Akhir
Evaluasi Akhir
Kelompok
N
Rata-Rata
Nilai p
Non Animasi
14
85
0.457
Animasi
20
81
Total
34
Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata skor pengetahuan kedua kelompok pada saat pre test berada dalam kategori kurang, dengan rata-rata kelompok animasi sedikit lebih tinggi dari kelompok non-animasi. Pada tabel 2, setelah diberikan intervensi terlihat bahwa terjadi peningkatan pada kedua kelompok sehingga rata-rata skor pengetahuan post test berada di kategori baik. Berdasarkan hasil pengolahan data statistik, perbedaan skor rata-rata kedua sekolah pada saat pre test dan post test tidak berbeda bermakna (p>0.05).
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
Tabel 3 Perbedaan Rata-Rata Skor Efektifitas Video
Efektifitas
Kelompok
N
Rata-Rata
Nilai p
Non Animasi
14
41.2
0.005
Animasi
20
41.9
Total
34
Video
Tabel 3 menunjukkan rata-rata skor efektifitas video yang didapat melalui pengisian angket efektifitas video pada saat evaluasi akhir. Kedua video memiliki efektifitas baik tanpa adanya perbedaan bermakna (p<0.05). Tabel 4 Korelasi skor kuesioner pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dengan keefektifan video Skor Efektifitas Video Skor Kuesioner Pengetahuan
r
0.774
p
0.005
n
34
Pada tabel 4, terlihat bahwa adanya korelasi yang kuat antara skor pengetahuan siswa dengan skor efektifitas video (r=0.774), dimana semakin tinggi skor efektifitas video maka semakin tinggi pula skor pengetahuan siswa. Pembahasan Pada kedua kelompok intervensi, terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi pendidikan kesehatan gigi dan mulut menggunakan media video (p=0.000). Pada SDLB Ar-Rahman (Kelompok Animasi), skor meningkat dari 55 ke 81, sedangkan pada SDLB Mahardika (Kelompok Non-Animasi) terjadi peningkatan dari skor 48 menjadi 85. Perbedaan nilai antara sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut menunjukkan bahwa penggunaan video sebagai media pendidikan bagi siswa tunagrahita ringan dapat meningkatkan pengetahuan. Hal ini dikarenakan bahwa video dapat menyampaikan pesan dan informasi pada siswa tunagrahita ringan dengan gambaran yang jelas. Seperti yang diungkapkan oleh Azhar (2007) bahwa video dapat melengkapi pengalaman dasar siswa, menggambarkan suatu proses secara tepat dan dapat
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
diulang-ulang, serta menanamkan sikap dan segi afektif lainnya.28 Selain itu, media video menyajikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut dalam bentuk cerita/drama dimana didalam cerita tersebut terdapat tokoh karakter yang berguna dalam membangun konsep persepsi pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap anak melalui inderanya, dimana semakin banyak indera yang digunakan dalam menangkap suatu materi maka semakin baik pemahaman anak mengenai materi tersebut.2 Dilakukan uji Mann Whitney untuk menganalisis perbedaan peningkatan pengetahuan antara penggunaan media video animasi dan video non animasi sebagai media pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunagrahita ringan. Hasil didapat nilai p=0.457. Nilai p>0.05 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara penggunaan media video animasi dengan video non-animasi untuk pendidikan kesehatan gigi dan mulut kepada siswa tunagrahita ringan. Berdasarkan kerucut Edgar Dale, kedua media video memenuhi kriteria yang sama. Kedua kelompok subjek menerima informasi melalui apa yang didengar, dilihat, dan didemonstrasikan. Jika dilihat dari pemenuhan unsur, adanya suara, adanya materi yang diperlihatkan, dan adanya demonstrasi, keduanya berada pada posisi yang sama pada kerucut Edgar Dale sehingga intensitas penerimaan informasinya juga sama. Akbatnya, tidak ada perbedaan yang menonjol antara peningkatan pengetahuan menggunakan video animasi dan video non animasi.29 Sebelum angket efektifitas video diberikan, dilakukan dulu uji reliabilitas dengan hasil didapatkan cronbach’s α sebesar 0.757. Nilai ini menunjukkan bahwa reliabilitas kuesioner adalah tinggi. Setelah semua angket diisi didapatkan skor efektifitas rata-rata sebesar 41.2 untuk video non-animasi dan 41.9 untuk video animasi. Skor tersebut menunjukkan bahwa kedua video baik animasi dan non-animasi sama-sama efektif sebagai media pendidikan. Selain itu dari nilai signifikansi didapat nilai p sebesar 0.005 yang menandakan tidak ada perbedaan bermakna antara efektifitas kedua video teresebut sebagai media pendidikan kesehatan gigi dan mulut. Hasil ini berjalan sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa penggunaan animasi dan non-animasi sama-sama efektif untuk anak tunagrahita ringan. Penelitian yang dilakukan oleh Ade Mulyani (2009) menggunakan media animasi komputer menunjukkan hasil yang signifikan dalam kenaikan hasil belajar sains anak tunagrahita ringan.30 Penelitian lainnya oleh Gina Pebiyanti (2009) mengenai video nonanimasi juga menunjukkan adanya peningkatan pembelajaran pada anak tunagrahita ringan.31 Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa efektifitas kedua video ternyata tidak terlalu berbeda.
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
Dari hasil uji statistik, didapatkan nilai korelasi sebesar 0.774 antara skor pengetahuan siswa dengan skor efektifitas video, yang menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara keduanya. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai efektifitas video maka semakin tinggi pula peningkatan pengetahuan yang terjadi pada anak tunagrahita ringan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, penyajian video menampilkan gambar yang bergerak yang menjadi daya tarik tersendiri bagi siswa tunagrahita ringan sehingga mereka akan memperhatikan materi yang disampaikan. Anak tunagrahita ringan dalam pembelajarannya terutama untuk hal-hal yang bersifat akademis harus didukung oleh penyajian objek yang konkret dan perlu adanya media pembelajaran yang dapat memperagakan pengalaman tersebut sehingga tidak hanya bersifat verbalistis.1,2 Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin baik tingkat efektifitas video dalam menerangkan atau menggambarkan materi yang ingin disampaikan kepada siswa tunagrahita ringan, maka akan semakin besar pula perubahan tingkat pengetahuan yang akan terjadi. Penelitian ini tidak terlepas dari adanya keterbatasan dalam penelitian, diantaranya adalah keterbatasan waktu penelitian sehingga belum dapat diketahui efek pendidikan kesehatan gigi dan mulut beserta retensi pengetahuannya dalam jangka panjang. Peneliti juga tidak dapat datang ke sekolah setiap harinya untuk mengontrol langsung kegiatan pemutaran video yang dilakukan oleh guru. Keterbatasan lain adalah subjek penelitian yang hanya berjumlah 34 orang karena sulitnya mencari sekolah dengan jumlah siswa SD tunagrahita ringan yang mencukupi. Selain itu, pemutaran video juga memerlukan setidaknya laptop dan speaker sehingga tidak dapat digunakan oleh semua sekolah. Kesimpulan Penggunaan video sebagai media pendidikan kesehatan gigi dan mulut terbukti dapat meningkatkan pengetahuan siswa SD tunagrahita ringan, baik dalam bentuk animasi maupun non-animasi. Namun, tidak ada perbedaan bermakna pada peningkatan pengetahuan antara penggunaan video animasi dan video non-animasi sebagai media pendidikan.kesehatan gigi dan mulut pada siswa tunagrahita ringan.
Saran Disarankan melakukan penelitian yang serupa dengan jumlah sampel diperbanyak, menggunakan kuesioner dengan reliabilitas yang lebih tinggi, video dengan kualitas yang lebih baik, serta dilakukan kontrol pemutaran video yang dilakukan oleh guru setiap harinya.
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
Daftar Referensi 1. Mumpuniarti. Pembelajaran Akademik Bagi Tunagrahita. Yogyakarta: FIP, UNY, 2007. 2. Putri Dhianita. Perbandingan Wayang BOGI (Boneka Gigi) dan Flipchart sebagai Media Promosi Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Tunagrahita Ringan. Dental Public Health Journal 4(2). 2013; 25-33. 3. Soekidjo Notoatmojo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005. 4. Smaldino dkk. Teknologi Pembelajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. 5. Stillman-Lowe, C. Oral Health Education: What Lessons Have We Learned?. BMC Oral Health, 2009. 6. Maulana, Heri. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2007. 7. Garbina, Clea Adas Saliba. Comaprison of Methods in Oral Health Education from the Perspective of Adolscent. Quintessence Publishing Company Inc, 2010. 8. Riyanti E, Chemiawan E, Rizalda RA. Hubungan pendidikan penyikatan gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar Islam terpadu (SDIT) Imam Bukhari. Bandung, 2005. 9. Soekidjo N. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 2007. 10. Dali S. Naga. Belajar dan Lupa: Tantangan Bagi Pembelajaran. Jurnal Provitae 2(1). 2005, 1-6 11. Oki Nurhidayat. Perbandingan Media Power Point Dengan Flip Chart dalam Meningkatakan Pengetahuan Kesehataan Gigi dan Mulut. Unnes Journal of Public Health 1(1), 2010. 12. Bambang Warsita. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. 13. Armatas V. Mental retardation: definitions, etiology, epidemiology and diagnosis. Journal of Sport and Health Research 1(2). 2009;112-122. 14. Dr. Bharati Roy. Adjustment Problems of Educable Mentally Retarded. International Journal of Scientific and Research Publications 2(6). 2012; 50-53. 15. Rochyadi E, Alimin Z. Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas, 2003 16. Soemantri S. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama, 2007 17. Abdurrahman M. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003 18. M. Schitek Janda, R. Attstorm. Computer-Mediated Instructional Video: A Randomised Controlled Trial Comparing a Sequential and a Segmented Instructional Video in Surgical Hand Wash. European Journal of Dental Education 9. 2005; 53-58. 19. Oky Dwi Nurhayati. Pembuatan Animasi Dasar. Diunduh dari: http://eprints.undip.ac.id/20122/1/Pembuatan_animasi_dasar_pert10.pdf. Diakses 20 November 2014. 20. Wahyu Anandhiyo Satriojati. Analisis Perbandingan Efektivitas Iklan Animasi dan NonAnimasi: Studi Produk Low-Involvement dan High-Involvement, 2007. 21. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan. USU Press. 2008; 5- 6, 2829, 74-81. 22. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit periodontal. Medan: USU Press. 2008; 32,14-21 23. Iona Feier, Dan Onisei. The Purivalence of The Interpretation of Correlation Between Plaque Score And Bleeding Score. Journal of Romanian Medical Dentistry 13(1). 2009; 45-48
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014
24. Kidd E.A.M, Fejerskov O. What Constitutes Dental Caries? Histopathology of Carious Enamel and Dentin Related to the Action of Cariogenic Biofilms. J Dent Res 83(Spess Is C). 2004; 35-38 25. Jeevarathan J, Deepti A, Muthu MS, Prabhu R, Chamundeeswari GS. Effect of fluoride varnish on Streptococcus mutans counts in plaque of caries-free children using dentocult SM strip mutans test: A randomized controlled triple blind study. Journal of Indian Soc Pedodontic Preventive Dentistry. 2007;157-163. 26. Neda Babaie. Comparison of the Efficacy of Oral B Cross Action, Panberes Cross Action and Panberes Classic for Bass Plaque Control Technique Using O’Leary Plaque Index. Journal Dental School 31(3). 2013; 161-168. 27. Farani W, Sudarso ISR. Pengaruh perbedaan menyikat gigi dengan metode horizontal dan vertikal terhadap pengurangan plak pada anak perempuan usia 12 tahun. Dentika Dent J 13(2). 2008;108-111 28. Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005 29. Tejo Nurseto. Membuat Media Pembelajaran yang Menarik. Jurnal Ekonomi & Pendidikan 8(1). 2011; 19-35. 30. Ade Mulyani. Pengaruh Media Animasi Komputer Terhadap Hasil Belajar Sains Anak Tunagrahita Ringan. Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UPI Bandung, 2009 31. Gina Pebiyanti. Pengaruh Penggunaan Media VCD Pembelajaran Kosa Kata Terhadap Peningkatan Kosa Kata Anak Tunagrahita Ringan. Skripsi. Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UPI Bandung, 2009
Perbedaan peningkatan pengetahuan..., Faridah Marzuqah Zhafirah, FKG UI, 2014