Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KERAWANAN SOSIAL TERHADAP BENCANA ALAM DI INDONESIA DENGAN METODE CLUSTERING DISJOINT PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1
Tiodora Siagian
1
Mahasiswa S3 pada Jurusan Statistika FMIPA-ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Telp : (031) 5943352 Fax : (031) 5922940 Email :
[email protected] ABSTRAK
Indonesia terletak di suatu lokasi yang dikenal sebagai “ring of fire” Pacific, yang rawan akan berbagai bencana seperti gempa bumi, tsunami, longsor dan lain-lain. Sebagian penduduk lebih rawan dan menderita daripada kelompok lainnya akan dampak bencana alam tersebut. Kerawanan Sosial didefinisikan sebagai kharakteristik seseorang atau suatu kelompok dan situasi mereka yang mempengaruhi kemampuannya dalam mengantisipasi, mengatasi, bertahan dan memulihkan dari dampak bencana alam. Penelitian untuk mengukur kerawanan sosial penting dilakukan karena dipandang sebagai solusi efektif kearah penurunan resiko terhadap bencana alam. Dalam paper ini, diusulkan langkah-langkah untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan sosial terhadap bencana alam dengan menggunakan metode Cluster Disjoint Principal Component Analysis. Kata Kunci:
1.
Kerawanan Sosial, Bencana Alam, Clustering Disjoint Principal Component Analysis
Pendahuluan Indonesia terletak di suatu lokasi yang dikenal sebagai “ring of fire” Pacific, yang
rawan akan berbagai bencana seperti gempa bumi, tsunami, longsor dan lain-lain. Tsunami besar telah menghantam Aceh and Nias dengan hebatnya pada bulan Desember 2004, gempa bumi juga terjadi di sepanjang Jawa bagian Selatan, di Yogyakarta dan baru-baru ini terjadi di Padang, Sumatra Barat. Untuk mengurangi kerugian akibat bencana alam pada manusia, ekonomi dan lingkungan perlu dilakukan identifikasi dan pengukuran resiko dan tingkat kerawanan akan bencana sebelum bencana alam terjadi. Karena umumnya kejadian bencana alam tidak dapat diperkirakan secara akurat kapan, dimana dan seberapa besar kekuatannya.
1
Dalam kenyataan, sebagian penduduk lebih rawan dan menderita daripada kelompok lainnya akan dampak bencana alam tersebut. Penelitian mengenai kerawanan sosial terhadap bencana alam adalah penting bagi perencanaan, evaluasi dan implementasi program penurunan resiko bencana di Indonesia, karena dapat menjadi masukan untuk memformulasikan strategi mencegah kerugian jiwa, sosial dan ekonomi akibat dampak bencana alam. Untuk itu, paper ini bertujuan mengusulkan langkah-langkah untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan sosial terhadap bencana alam dengan menggunakan metode Cluster Disjoint Principal Component Analysis. 2.
Kerawanan Sosial Kerawanan sosial pada umumnya tidak mudah dimengerti sepenuhnya oleh banyak
orang akibat hubungan yang kompleks diantara komponen penyebabnya. United National Development Programme (UNDP) mendefinisikan kerawanan sebagai “A human condition or process resulting from physical, social, economic and environmental factors, which determine the likelihood and scale of damage from the impact of a given hazard” (Birkmann 2006:12). Dengan kata lain kerawanan berkaitan dengan kondisi manusia atau proses dan tidak hanya terbatas pada kerawanan fisik misalnya hancurnya bangunan akibat bencana alam. Dari definisi tersebut para peneliti sepakat bahwa konsep kerawanan sosial tidak hanya terbatas pada estimasi dampak langsung kejadian bencana, namun dapat dipandang sebagai keterbatasan penduduk untuk bertahan dari dampak kejadian bencana alam. Cutter dan Emrich (2006) menyatakan bahwa kerawanan sosial adalah produk dari ketidakmerataan, yang didefinisikan sebagai kelemahan suatu kelompok sosial pada dampak bencana alam, termasuk ketahanan atau kemampuannya untuk pulih dari dampak tersebut. Sementara Wisner dkk. (2004:11) mendefinisikan kerawanan sosial sebagai kharakteristik seseorang, sebuah kelompok dan situasi mereka yang mempengaruhi kemampuannya dalam mengantisipasi, mengatasi, bertahan dan memulihkan dari dampak bencana alam. Studi pengukuran tingkat kerawanan semakin banyak dilakukan karena dipandang sebagai solusi efektif kearah penurunan resiko terhadap bencana alam (Birkmann 2006:9). Berbagai cara dan pendekatan untuk mengukur tingkat kerawanan sosial telah berkembang di dunia namun demikian indikator kerawanan yang dipilih pada satu konteks mungkin saja tidak tepat saat dipakai pada situasi atau kondisi lainnya (Rygel dkk. 2006:4). Kondisi ini 2
terjadi karena beberapa kelompok penduduk tertentu memiliki tingkat kerawanan yang lebih tinggi dan lebih menderita dibandingkan dengan kelompok lainnya tergantung dari lokasi tempat tinggal mereka dan jenis bencana yang dihadapi (Wisner dkk. 2004:11). Gambar 1. Kerangka Konseptual BBC
Natural phenomena Risk reduction
HAZARD e.g.
Land use changes
Event
VULNERABILITY
e.g. Emission control
Environmental sphere
e.g. Early warning e.g. Insurances
INTERVENTION SYSTEM
Social sphere
RISK Environmental risk
Exposed and vulnerable elements
Coping capacity
Economic sphere
Social risk
Economic risk
Vulnerability reduction (t=0)
FEEDBACK
Preparedness
Vulnerability reduction (t=1) Disaster/emergency management
Sumber: Birkmann, 2006:34
Langkah awal dalam proses identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan sosial terhadap bencana alam harus berdasar pada sebuah kerangka konseptual yang tepat. Berbeda dengan kerangka konseptual kerawanan lainnya, kerangka konseptual BBC (Bogardi, Birkmann dan Cardona) membedakan respon terhadap bencana menjadi dua; sebelum terjadi bencana dan saat terjadi bencana. Untuk itu kerangka konseptual BBC dipandang tepat sebagai dasar pemilihan variabel pada penelitian ini yang berfokus pada respon persiapan menghadapi bencana alam. Dari kajian literatur studi kerawanan sosial, ternyata variabel utama yang dapat menjelaskan variasi dampak bencana alam adalah status sosial (termasuk kekayaan), pekerjaan, suku bangsa, kasta, gender, kecacatan, status kesehatan, umur, status imigrasi (legal atau ilegal), sifat dan tingkat jaringan sosial yang dimiliki (Wisner dkk. 2004:11). Variabel kualitas rumah, struktur keluarga, pertumbuhan 3
penduduk, fasilitas kesehatan, jumlah penduduk yang memerlukan kebutuhan khusus juga dianggap berpengaruh terhadap dampak bencana alam (Cutter dkk. 2003). Namun demikian, variabel-variabel tersebut mungkin tidak semuanya relevan untuk wilayah Indonesia, contohnya kasta dan status imigrasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kerawanan sosial terhadap bencana alam di wilayah Indonesia. 3.
Metode Clustering Disjoint Principal Component Analysis
Principal Component Analysis Principal Component Analysis (PCA) adalah teknik analisis yang populer dipakai yang bertujuan untuk menginterpretasi dan mereduksi data. Umumnya PCA merupakan tahapan tengah dalam analisis statistik seperti Multiple Regression, Cluster Analysis dan Factor Analysis. Pada dasarnya, PCA bertujuan untuk menjelaskan struktur varian-kovarian sekumpulan variabel lewat kombinasi hubungan linier variabel-variabel tersebut. Vektor random
memiliki matriks kovarian
dengan eigen value
sehingga kombinasi liniernya adalah
(1)
Dan Var (Yi) =
dimana i=1,2,…, p dan k=1,2,…,p
dan Cov (Yi, Yk,) =
Principal Component (PC) adalah kombinasi linier dari
yang tidak
berkorelasi yang memiliki varian maksimum. Cluster Analysis Cluster Analysis (CA) merupakan teknik analisis data yang bertujuan untuk mengelompokkan individu atau obyek kedalam beberapa kelompok yang memiliki sifat berbeda antar kelompok, sehingga individu/obyek yang terletak dalam satu kelompok akan mempunyai sifat relatif homogen. Sebelum n obyek dengan p variabel dikelompokkan, terlebih dahulu ditentukan ukuran kedekatan sifat antar data. Banyak cara untuk mengukur
4
kemiripan, namun yang populer adalah jarak euclidius (euiclidean distance) antara dua obyek dari p dimensi pengamatan. (2)
Dimana
adalah kuadrat jarak antara obyek ke-i dan j,
obyek ke-i, dan
adalah nilai variabel ke-k pada
adalah nilai variabel ke-k pada obyek ke-j dan p adalah jumlah variabel.
Teknik pengelompokkan ada dua yaitu Hierarchical Clustering dan Non Hierarchical Clustering. Metode Hierarchical Clustering dipakai bila belum ada informasi jumlah kelompok, sedangkan metode Non Hierarchical Clustering bertujuan mengelompokkan n obyek kedalam k kelompok dimana k n. Beberapa metode dalam Hierarchical Clustering yaitu metode centroid, nearest-neighbor atau single-linkage, farthest-neighbor atau completelinkage, average-linkage dan Ward‟s. Sedangkan metode yang umumnya dipakai dalam teknik Non Hierarchical Clustering adalah metode K-means yang bertujuan mengelompokkan obyek sedemikian rupa sehingga jarak tiap-tiap obyek ke pusat kelompok didalam satu kelompok adalah minimum. Cluster Disjoint Principal Component Analysis Reduksi dan kombinasi obyek dan variabel umumnya dapat dilakukan dengan mengaplikasikan dua teknik secara berturut-turut, yaitu dengan PCA kemudian dengan algoritma cluster. Namun demikian DeSarbo dkk (1990), De Soete dan Carroll (1994) dan Vichi dan Kiers (2001) dalam Vichi dan Saporta (2009:3194)
menyarankan tidak
menggunakan cara yang disebut “Tandem Analysis” tersebut, karena PCA dikhawatirkan malah salah mengidentifikasi dimensi yang berkontribusi pada struktur cluster data, sebaliknya mungkin malah menyulitkan interpretasi data atau bahkan menyembunyikan informasi taxonomic-nya. Untuk itu Vichi dan Saporta (2009) mengusulkan metode Clustering Disjoint Principal Component Analysis (CDPCA) yang bertujuan mengelompokkan obyek secara simultan dengan partisi variabel. Dua keuntungan pada metode CDPCA yaitu, pertama, dapat mengidentifikasi klasifikasi variabel dan obyek, kedua, untuk menghasilkan reduksi dimensi matriks data melalui reduksi sekumpulan centroids pada obyek dan reduksi sekumpulan komponen (linier kombinasi) pada variabel. Selain itu metode CDPCA juga memberi kemudahan interpretasi komponen karena setiap komponen menggambarkan sekumpulan variabel yang disjoint. Model CDPCA dapat ditulis sebagai berikut:
5
(3) Dimana: = adalah matriks data berukuran IxJ yang menggambarkan profil J variabel dari I obyek
X=
dan jika
diukur dengan unit pengukuran yang
berbeda maka perlu dilakukan standarisasi sehingga akan punya mean = 0 dan variansi = 1. Jika
]T dan
=[
Σ=
( )
]T maka
=[
]T
[
, untuk i=1,2,…, I j=1,2,…,J
, j=1,2,…,J
adalah matriks error berukuran IxJ U adalah matriks biner dari obyek berukuran IxP yang membagi obyek menjadi P kelompok. Didefinisikan
= 1 jika obyek ke-i dikelompokkan pada kelompok ke-p dan
= 0 jika
obyek ke-i pada kelompok yang lain. = adalah matriks berukuran QxP dari centroid obyek [
dimana
mewakili
centroid pada space yang sudah tereduksi. A adalah matriks yang elemennya berisi koefisien dari kombinasi linier yang berukuran JxQ dan rank (A) = Q ≤ J dan A harus memenuhi: = 1, untuk q=1,2,…,Q
(4)
= 0 , untuk q=1,2,…,Q-1 dan r = q+1,…,Q
(5)
Sehingga didapat A adalah matriks orthonormal Model (3) memberikan partisi obyek melalui keanggotaan matriks U dan matriks centroid dan secara simultan reduksi dimensi terjadi melalui matriks loading komponen A, yang 6
mempartisi variabel kedalam kelas-kelas, dimana masing-masing partisi tersebut ditunjukkan dengan kombinasi linier orthonormal dengan batasan (5). Dari batasan (5) didapat variabel yang tidak berkontribusi pada komponen manapun sehingga variabel tersebut dapat dikeluarkan, namun jika peneliti masih ingin tetap mempertahankan seluruh variabel maka CDPCA perlu batasan tambahan yaitu: > 0, untuk q=1,2,…,Q 4.
(6)
Langkah-Langkah untuk Mendapatkan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kerawanan Sosial terhadap Bencana Alam
Sampel Penelitian Berdasarkan data dari Potensi Desa tahun 2008, diketahui dua daerah yang paling sering mengalami bencana alam dalam kurun waktu tiga tahun terakhir adalah daerah Provinsi DI Yogyakarta dan Sumatera Barat. Untuk itu kedua provinsi ini dipilih sebagai sampel penelitian. Sehingga sampel penelitian ada sebanyak 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Barat dan 5 kabupaten/kota di Provinsi DI Yogyakarta. Bencana alam yang dimaksud didalam PODES 2008 adalah tanah longsor, banjir, banjir bandang, gempa bumi, gempa disertai tsunami, gelombang pasang laut, angin puyuh/putting beliung, gunung meletus dan kebakaran hutan. Variabel Penelitian Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13
Deskripsi Variabel Jumlah fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas dan Pustu) Jumlah dokter per 100.000 penduduk Rata-rata income percapita Jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan Jumlah kelahiran per 1000 penduduk Persentase penduduk berusia 5 tahun Persentase penduduk berusia 65 tahun Dependency ratio: perbandingan antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun Sex ratio: proporsi laki-laki terhadap perempuan yang dihitung dengan cara jumlah laki-laki dibagi jumlah perempuan dikalikan 100 Median age: umur yang membagi jumlah penduduk menjadi dua kelompok yang sama banyaknya Tingkat kelahiran Laju pertumbuhan penduduk Persentase penduduk yang menganggur 7
Variabel X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22
Deskripsi Variabel Rata-rata jumlah anggota rumah tangga (ART) Persentase rumah tangga pertanian Persentase penduduk perempuan Jumlah rumah tangga yang KRT nya perempuan Jumlah penduduk cacat Jumlah penduduk buta aksara: jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak dapat membaca dan menulis Jumlah penduduk yang tidak dapat berbahasa Indonesia Jumlah rumah tangga industry (home industry) Persentase penduduk yang berpendidikan < SD
Langkah-Langkah dalam CDPCA 1)
Menghitung nilai setiap variabel (
untuk setiap obyek
2)
Karena unit pengukuran
3)
Bentuk matriks X, U dan
4)
Didapat matriks A yang orthonormal, artinya sudah terjadi reduksi dimensi
5)
Didapat koefisien kombinasi linier yang merupakan principal component dari
6)
Pengelompokkan obyek dilihat melalui keanggotaan matriks U dan matriks centroid
7)
Menginterpretasikan hasil reduksi variabel dan hasil pengelompokkan obyek menurut
berbeda-beda maka perlu dilakukan standarisasi
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan sosial 5.
Kesimpulan Dengan metode CDPCA, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan sosial
dapat diperoleh dan pengelompokkan obyek (kabupaten) menurut tingkat kerawanan sosial dapat dilakukan secara simultan. Daftar Pustaka: Birkmann, J. 2006, „Measuring Vulnerability to Promote Disaster-Resilient Societies: Conceptual Framework and Definitions, eds. Jorn Birkmann. United Nations University Press, New York. Cutter, S.L., Boruff, B.J. dan Shirley, W.L. 2003. „Social Vulnerability to Environmental Hazards‟. Social Science Quarterly, Vol. 84 No.2, hal. 242-261.
8
Cutter, S.L. dan Emrich, C.T. 2006. „Moral hazard, social catastrophe: the changing face of vulnerability along the hurricane coast‟. The ANNALS of the American Academy of Political and Social Science, 604, hal. 102-112. Johnson, R.A. dan Wichern, D.W. (2002), Applied Multivariate Statistical Analysis, Prentice Hall, USA Rygel, L., David O`Sullivan and Brent Yarnal,. 2006. “A method for Constructing a Social Vulnerability Index”. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change Volume 11, Number 3/May. Vichi, M. dan Saporta, G. 2009. „Clustering and Disjoint Principal Component Analysis‟. Computational Statistics and Data Analysis, 53, hal. 3194-3208. Wisner, B. P. Blaikie; T. Cannon; and I Davis. 2004. At Risk. Second Edition. London: Routledge [Part I].
9