Saat ini, Muhammadiyah memiliki sejumlah lembaga pendidikan sejak pendidikan dasar hingga universitas, disamping itu Muhammadiyah juga memiliki Baitul Qiradl yang siap membantu para pedagang kecil melalui kegiatan simpan pinjam yang membantu mereka dari para rentenir. Disisi lain, Muhammadiyah memiliki sejumlah panti asuhan yang memberikan pelayanan kepada anak-anak yatim dan kurang mampu sehingga mereka memiliki kesempatan hidup yang layak sebagaimana anak-anak yang lain.
Semua ini
merupakan perujudan nilai-nilai kemodrenan yang diaplikasikn Muhammadiyah dalam gerakannya.1 Dari perspektif ekonomi, memang terdapat beberapa Baitul Qiradl yang dapat dikatakan cukup baik di Aceh, namun jika diperhatikan secara umum, saat ini lembaga apa atau oraganisasi apa yang memiliki Baitul Qiradl yang dapat bertahan dan bersaing di tengah-tengah kompetisi Bank-Bank syari`ah dan konvensial. Meskipun masih dalam ruang lingkup yang terbatas, Baitul Qiradl Muhammadiyah masih mampu bertahan dan berkompetisi. Semua ini mengindikasikan bahwa nilai-nilai modernitas diaplikasikan dalam gerakan amal usaha Muhammadiyah. Harus diakui sesuai dengan modal yang ada baik modal pendanaan maupun modal sumber daya manusia yang relative terbatas, namun Muhammadiyah telah berbuat dan imasih terus berkelanjutan.2 Pada sisi lain, Muhammadiyah juga telah melakukan langkah-langkah besar dalam beberapa hal, terutama yang terkait dengan kebijakan-kebijakan pelestarian lingkungan hidup. Tidak bisa dipungkiri bahwa Muhammadiyahlah melalui Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah-nya telah berpartisipasi dalam melakukan Yudisial Review ke Mahkamah Konstitusi tentang terhadap pelestarian lingkungan hidup. Diantara putusan yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi adalah bahwa satu perusahaan tidak dibenarkan mengambil secara total sumber-sumber alam yang menjadi hajat ridup rakyat. Inilah salah satu tajdid yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah, yang mungkin dalam lingkup keacehan belum dilakukan oleh universitas-universitas yang ada di Aceh.3 Untuk konteks keacehan, Muhammadiyah melalui Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyahnya juga ikut berperan memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan
1
Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, Periode 2010-2015, tanggal 13 Agustus 2015. 2 Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015. 3 Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015.
syari`at islam di Aceh. Fakultas Hukum juga melibatkan diri dalam pelaksanaan Yudicial Review terhadap Qanun
Acara dan Qanun Jinayah.
Hal ini menandakan bahwa
Muhammadiyah secara kelembagaan ikut berperaan dalam beberapa hal, terutama memberikan masukan berarti kepada pemerintah dan masyarakat. Namun demikian, harus diakui pula bahwa tidak semua ruang dapat dimasuki oleh Muhammadiyah.
Sebagai
contoh, untuk beberapa qanun, Muhammadiyah tidak memberikan pendapat seperti qanun Wali Nanggroe. Satu sisi ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah memiliki logika berfikir Struktural Fungsional.4 Sebagai lembaga keagamaan modern, Muhammadiyah juga melakukan tajdid untuk dalam memahami agama agar lebih aplikatif. Muhammadiyah melalui pikiran-pikirannya berupaya menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi sebagai sarana untuk memahami al-Qur`an dan as-sunnah. Sebagai contoh, untuk memahami firman Allah:
Artinya : Taatilah Allah dan Taatilah rasul-Nya dan pemimpin diantara kamu. Kata uli al-amri pada ayat tersebut di atas, selama ini sering dipahami dalam makna individu, sebagai contoh, setelah rasulullah wafat, maka digantikan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, demikian seterusnya. Kalau dipahami seperti ini, maka bisa saja terbuka kemungkinan seseorang melakukan pelanggaran dalam kepemimpinannya. Mengingat hal tersebut, maka Muhammadiyah memahami kata uli al-amri tersebut dengan sistim yang dianut.
Sebagai contoh Indonesia yang memiliki Undang-Undang Dasar 1945, maka
Undang-Undang Dasar 1945 inilah yang disebut dengan uli al-amri, sebagai sistim yang mengatur, artinya tidak dimaknai dengan person yang memimpin tapi sistim yang dianut.5 Sesungguhnya menafsirkan al-Qur`an dan as-sunnah dengan menggunakan pemikiran dan ilmu pengetahuan inilah yang dinamakan ilmiah atau modern, dan inilah yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah.6 Contoh lain yang dapat ditampilkan disini adalah gagasan tentang penanggalan Islam internasional. Bahwa Muhammadiyah telah menggagas harus adanya kalender Islam internasional yang dapat diterima seluruh umat Islam di dunia. Kalender ini harus memenuhi dua dimensi dalam arti dapat dipertanggungjawabkan di dunia berdasarkan 4
Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015 Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015. 6 Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015. 5
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan yang terpenting dapat dipertanggungjawagkan secara agama. Untuk saat ini ide pembuatan penanggalan hijrah ini sedang digarap di Marokko dan Muhammadiyah merupakan salah satu dari tiga belas organisasi yang diberikan kepercayaan untuk terlibat di dalamnya.7 Untuk konteks keacehan, agaknya Muhammadiyah akan sulit berkembang dengan cepat karena harus dipahami bahwa Muhammadiyah secara organisasi hanya sendiri. Muhammadiyah tidak punya teman sehingga akan sulit mengembangkan ide-ide di tengahtengah masyarakat. Agaknya akan sulit mengembangkan paham-paham Muhammadiyah di Aceh dengan berbagai faktor yang dapat menghambat perkembangannya. Adanya factor politik dan faktor ekonomi menjadi penghambat majunya organisasi ini di Aceh.8 Dari
sektor
pendidikan,
kiranya
hanya
lembaga-lembaga
pendidikan
Muhammadiyahlah lembaga yang dapat masih bertahan. Eksistensi lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah, mulai dari PAUD, TK, MI/SD, M Ts/SMP, MA/SMA/SMK, Akademi bahkan sampai tingkat universitas yang dapat bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan negeri dan swasta yang memiliki sumber dana yang cukup kuat. Sekolahsekolah Muhammadiyah eksis sejak ibu kota provinsi hingga ke desa-desa dan ini memberikan peran luar biasa dalam memberikan kesempatan pendidikan kepada putra-putra Aceh yang tidak mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan pemerintah yang relative masih terbatas.9 Pada tataran Universitas, dalam keterbatasannya, Muhammadiyah berusaha untuk mengikuti kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengatus sistem kependidikan nasional. Sebagai contoh, Muahammadiyah berusaha untuk tidak membuka kelas-kelas pendidikan jarak jauh yang secara aturan dilarang dan secara kualitas perlu dipertanyakan. Disisi lain, eksistensi Universitas Muhammadiyah masih tteap ada, meski tidak membuka fakultasfakultas yang relative banyak menyerap mahasiswa seperti FKIP. Tanpa kehadiran fakultas yang mencetak para calon guru inipun, Universitas Muhammadiyah tetap dapat bertahan.10 Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa Muhammadiyah benar-benar menampakkan dirinya sebagai organisasi modern.
7
Salah satu indikasi yang dapat
Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015. Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015. 9 Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015. 10 Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015. 8
ditonjolkan adalah keberadaannya sebagai sebuah organisasi. Sebagai organisasi modern, Muhammadiyah menunjukkannya melalui sistim organisasi yan teratur. Organisasi ini mempertahankannya sampai ke tingkat-tingkat ranting. Bisa dikatakan bahwa salah satu sumbangan Muhammadiyah paling besar di Aceh adalah sumbangan dalam bidang oraganisasi.
Kiranya tidak ada organisasi lain di Aceh yang mampu mendidirikan
perwakilan mereka sampai ke desa-desa.11 Meskipun ditemui bahwa ada anggota Muhammadiyah yang bukan murni kader Muhammadiyah, tapi lembaga ini menerima mereka yang mau bergabung. Bagaimanapun, Muhammadiyah adalah lembaga yang menghimpun, buka sebaliknya, mengusir merekamereka yang ingin bergabung untuk memajukan umat. Muhammadiyah adalah organisasi moderat yang mampu bekerja sama dengan organisasi-organisasi lain meski terdapat perbedaan. Namun demikian, harus pula dipahami bahwa dalam bidang ibadah, masih ditemukan pemahaman yang salah sebagian masyarakat terhadapa Muhammadiyah. Dalam pandangan masyarakat Aceh, Muhammadiyah menolak qunut, tapi kenyataannya tidaklah demikian. Muhammadiyah melalui majlis tarjihnya hanya menolak tatacara pembacaan qunut dengan suara keras serta mengangkat tangan saat pembacaan qunut karena hal ini tidak terdapat dasar hukumnya. Terkait dengan pembinaan dan pendidikan para khathib atau penceramah, memang beluk dilakukan secara maksimal. Bagimanapun harus disadari bahwa Muhammadiyah masih memiliki keterbatas, baik keterbatasn dana maupun sumber daya manusia. Sisi internalisasi nilai-nilai modernitas lainnya adalah bahwa Muhammadiyah sangat mementingkan kerjasama dan gotong royong. Melatih orang lain untuk mau bekerja secara sukarela dan bersedia berkorban untuk orang lain. Sebagaimana diketahui bahwa sistim gotong royong dan pengorbanan ini masih hidup hingga saat ini. Sebagai contoh, dalam warga Muhammadiyah masih ditemukan adanya sistim sukarela yang baik. Warga Muhammadiyah secara bersama-sama melakukan arisan untuk mengikuti suatu kegiatan seperti Muktama atau kegiatan lainnya. Masimg-masing warga ikut berpartisipasid dengan mengumpulkan danannya dan tidak harus bahwa merekalah yang harus ikut kegiatannya. Untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya internal organisasi, masih ada anggota cabang11
Hasil wawancara dengan Prof. Dr. Alyasa Abu Bakar, MA, tanggal 13 Agustus 2015.
cabang Muhammadiyah Aceh yang bersedia menabung bersama-sama untuk satu kegiatan, meskipun ada kemungkinan kegiatan tersebut bukan dia yang mengikuti, artinya mencarikan dana untuk orang lain. Nilai-nilai modernitas lainnya dalam gerakan dakwah Muhammadiyah adalah penanaman nilai-nilai toleransi.
Muhammadiyah sangat menekankan mementingkan
toleransi dan menghargai orang lain. Mendengarkan pendapat orang lain yang berbeda pandangan dan tidak menganggap diri sendiri yang benar. Ada hal dilematis yang dialami Muhammadiyah Aceh, bahwa ada oknum yang tidak memahami Muhammadiyah secara komprehensif, namun mengklaim diri sebagai Muhammadiyah. Oknum-oknum seperti ini berpotensi menimbulkan hal-hal yang kurang diinginkan sehingga bisa menimbulkan citra kurang baik terhadap Muhammadiyah.