TUGAS AKHIR ANALISA LAJU KEAUSAN TRAVELLER TYPE MS/hf NO.3/0 MERK KANAI DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUSI NORMAL DI PT. DJONI TEXTINDO TANGERANG DIAJUKAN GUNA MELENGKAPI SEBAGIAN SYARAT DALAM MENCAPAI GELAR SARJANA STRATA SATU (S1)
Disusun Oleh : Nama NIM Jurusan Program Studi
: Bayu Eko Santoso : 4130411-052 : Teknik Mesin : Teknik Industri
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
i
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama N.I.M Jurusan Fakultas Judul Skripsi
: Bayu Eko Santoso : 4130411-052 : Teknik mesin : Teknik Industri : Analisa Laju Keausan Traveller Type MS/hf No. 3/0 Merk Kanai Dengan Menggunakan Distribusi Normal Di PT. Djoni Textindo Tangerang
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan
sekaligus
bersedia
menerima
sanksi
berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mercu Buana. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Penulis, Materai Rp.6000
(
ii
)
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISA LAJU KEAUSAN TRAVELLER TYPE MS/hf NO.3/0 MERK KANAI DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUSI NORMAL DI PT. DJONI TEXTINDO TANGERANG
Disusun Oleh : Nama NIM Jurusan Program Studi
: Bayu Eko Santoso : 4130411-052 : Teknik Mesin : Teknik Industri
Mengetahui Koordinator TA/Ka Prodi
Pembimbing
( Dr. Abdul Hamid, M.Eng )
(Ir. Rulli Nutranta, M.Eng)
iii
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Alloh SWT yang telah mencurahkan rahmat serta hidayahnya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Tugas akhir ini dibuat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Universitas Mercu Buana Jakarta. Penulis melakukan pengamatan dalam mengumpulkan data pendukung di PT Djoni Textindo Tangerang, yang memproduksi benang untuk konsumsi domestik maupun eksprt. Untuk membatasi masalah penulis mengambil traveller type MS/hf no.3/0 merk Kanai, untuk dijadikan obyek pengamatan. Traveller adalah salah satu bagian mesin pemintalan yang sangat mempengaruhi kualitas benang. Selain itu dalam satu mesin jumlah pemakaian traveller cukup besar dengan umur pemakaian yang relatif singkat, sehingga penggunaannya harus efisien untuk menghemat biaya produksi. Penulis mencoba memberikan salah satu pemecahan masalah tersebut, yaitu dengan melakukan analisa laju keausan yang terjadi pada traveller selama pemakaian tertentu. Dari hal tersebut di atas maka penulis melakukan kajian tugas akhir ini yang berjudul “ANALISA LAJU KEAUSAN TRAVELLER TYPE MS/hf NO.3/0 MERK KANAI DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUSI NORMAL DI PT. DJONI TEXTINDO TANGERANG”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselesainya tugas akhir ini. Untuk Bapak dan Ibu serta kedua adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doanya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
iv
1. Bapak Dr. Abdul Hamid, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingannya yang sangat berguna bagi penyusunan tugas akhir ini. 2. Bapak Syafrun Nasir, selaku Kepala Produksi PT Djoni Textindo yang telah memberikan ijin untuk melakukan pengamatan untuk tugas akhir ini. 3. Bapak Slamet Riyadi, selaku Kepala Bagian PT Djoni Textindo yang telah memberi dukungan dalam penyusunan tugas akhir ini. 4. Rekan kerja DKL dan rekan kerja PT Djoni Textindo yang telah membantu dalam pengumpulan data untuk tugas akhir ini. 5. Civitas Akademika Universitas Mercu Buana Jakarta. 6. Seluruh keluarga tercinta yang ada di Solo, Semarang, dan Cilacap. 7. Teman-teman
sekamar
Mess
701
PT
Djoni
Textindo
(Agus,
Januardi,Isnarto, Fredi) , yang selalu memberi dukungan. Semoga Alloh SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat dan hidayahnya bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, mengingat semua keterbatasan yang dimiliki penulis. Akhir kata penulis berharap semoga tuga akhir ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Tangerang, Februari 2007 Penulis
Bayu Eko Santoso
v
NIM. 4130411-052
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL……………………………………………………i LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………....ii LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………iii KATA PENGANTAR………………………………………………... iv DAFTAR ISI…………………………………………………………..vi DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. ix DAFTAR TABEL…………………………………………………….. x ABSTRAK……………………………………………………………. xi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….1 1.1. Latar Belakang Masalah…………………………………………....1 1.2. Obyek Pengamatan……………………………………………....... 2 1.3. Identifikasi dan Pembatasan Masalah…………………………….. 2 1.4. Maksud dan Tujuan………………………………………………. .3 1.5. Sistematika Penulisan……………………………………………....3
BAB IILANDASAN TEORI……………………………………….5 2.1. Teori Keausan (Wear)…………………………………………….. 5 2.1.1. Keausan Abrasi…………………………………………………..6
vi
2.1.2. Keausan Adhesi…………………………………………………..8 2.1.3. Keausan Oksidasi………………………………………………...8 2.1.4. Keausan pada Perkakas Pemotongan.............................................10 2.2. Teori Traveller……………………………………………………...11 2.2.1. Penomeran Traveller……………………………………………...12 2.2.2. Gaya-gaya yang Bekerja Pada Traveller………………………….14 2.3. Konsep Perawatan…………………………………………………..15 2.4. Konsep Keandalan…………………………………………………..18 2.4.1. Gambaran kerusakan (Failure Description)……………………....19 2.4.2. Fungsi Keandalan…………………………………………………20 2.4.3. Laju Kerusakan……………………………………………………23 2.5. Sebaran Frekuensi…………………………………………………...25 2.5.1. Tabel Frekuensi……………………………………………………25 2.6. Model Distribusi Untuk Analisa Keandalan………………………....28 2.6.1. Distribusi Normal………………………………………
BAB III
………..29
METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH………………32
3.1. Pengantar…………………………………………………………….32 3.2. Metoda Pengumpulan Data………………………………………….32 3.3. Metoda Pemecahan Masalah………………………….......................33 3.4. Penarikan Kesimpulan dan Saran…………………………………...34 3.5. Kerangka Pemecahan Masalah……………………………………...35
vii
BAB IV
PEMBAHASAN…………………………………………….36
4.1. Data Prosentase Keausan Traveller Merk Kanai Type MS/hf No. 3/0 pada PT Djoni Textindo…………………….........................36 4.2. Pengolahan Data……………………………………………………..37 4.2.1. Sebaran Frekuensi Data Prosentase Keausan Traveller…………..35 4.2.2. Pengujian Kecocokan Distribusi Data Prosentase Keausan Traveller…………………………………………………………..41 4.3. Analisa Hasil Pengolahan Data……………………………………..46
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan………………………………………………………....48 5.2. Saran………………………………………………………………..48
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...50 LAMPIRAN……………………………………………………………..51
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1. Diagram Hubungan antara Abrasi dan Kekerasan Vickers..........7 2.2. Diagram Perubahan abrasi dari Kombinasi Cincin besi dan Batang Uji berbagai logam...........................................................9 2.3. Keausan Kawah dan Keausan Sisi..............................................10 2.4. Traveller dan Ring……………………………………………...14 2.5. Gaya-gaya yang Bekerja pada Traveller………………………. 15 2.6. Kurva Laju Kegagalan Komponen……………………………..23 2.7. Kurva Normal…………………………………………………..29 3.1. Diagram Alir Metodologi Pemecahan Masalah………………...35 4.1. Grafik Sebaran Frekuensi Prosentase Keausan Traveller Type MS/hf no. 3/0……………………………………………..40 4.2. Kurva Normal Keausan Traveller……………………………….47
ix
DAFTAR TABEL Halaman 4.1. Data Prosentase Keausan Traveller Periode 1…………………36 4.2. Data Prosentase Keausan Traveller Periode 2…………………33 4.3. Data Prosentase Keausan Traveller Periode 3…………………34 4.4. Urutan Data Prosentase Keausan Traveller dari Terendah s/d Tertinggi……………………………………………………36 4.5. Sebaran Frekuensi Data Prosentase Keausan Traveller Type MS/hf no.3/0………………………………………………….. 38 4.6. Sebaran Frekuensi Data Prosentase Keausan Traveller Type MS/hf no.3/0 Untuk Mencari Simpangan Baku……...………..39 4.7. Luas Setiap Kelas Interval (Pi), Frekuensi yang Diharapkan (Ei)………………………………………………..44
x
ABSTRAK Industri textile adalah salah satu jenis industri yang sangat dituntut untuk menghasilkan produk yang dapat bersaing. Salah satu usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan efisiensi dan efektifitas dalam pemakaian suku cadang mesin. Salah satu part yang sangat penting dalam penentuan kualitas produk dalam jumlah pemakaian yang cukup besar, serta umur pemakaian yang relative pendek yaitu traveller pada mesin Ring Spinning. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah menentukan umur maksimal yang dapat dicapai oleh traveller, untuk memperpanjang life time, sehingga lebih efisien dalam penggunaan tetapi tidak mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Dalam Tugas Akhir ini penulis melakukan analisa pemakaian traveller yang paling efisien dengan mengidentifikasi permasalahan dengan melakukan pengamatan dan analisa di lapangan baik secara langsung maupun berdasarkan data-data dari sumber lain. Kemudian melakukan pengumpulan data berat traveller sebelum dan sesudah pemakaian, dilanjutkan pengolahan data dengan membuat tabel frekuensi dan analisa menggunakan uji chi kuadrat sehingga didapat hasil penyelesaian yang diharapkan. Hasil akhir dari pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan pada tugas akhir ini adalah dapat diketahui bahwa prosentase keausan traveller berdistribusi normal, dengan nilai rata-rata keausan 1,55% dan simpangan baku 0,49% pada pemakaian 480 jam. Batasan prosentase keausan yang terjadi adalah 0,55% s/d 2,56%, sehingga seyogyanya traveller diganti pada prosentase keausan 2,56%.
xi
DAFTAR PUSTAKA
1. Boediono, Wayan Koster, Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. 2. Gasper Vincent, Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri, Bandung, 1992. 3. Katalog AB Carter Inc 4. Pawitro, Soemarno, Hartono, Suparmas, Gakushi, Teknologi Pemintalan (Bagian Kedua), Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1975. 5. Sudjana, Metoda Statistika, Tarsito, Bandung, 2005. 6. Supranto, J, M.A, Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991. 7. Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan ketiga PT Pradnya Paramita, Jakarta.
xii
Lampiran 1. Distribusi Normal Kumulatif Z
xiii
PENDAHULUAN
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Dunia industri dewasa ini dituntut menghasilkan produk yang berkualitas,
sehingga mampu bersaing dengan produk sejenis di pasar dunia. Selain itu pelaku industri juga dituntut untuk menjalankan proses produksi yang efektif dan efisien, sehingga produk yang dihasilkan tidak hanya berkualitas tetapi juga bersaing dalam harga. Hal itu dilakukan dengan menekan biaya produksi dan optimalisasi semua bagian. Dalam industri textile, efisiensi yang dilakukan salah satunya dengan penghematan dalam penggantian spare part mesin. Salah satu part yang sangat penting dalam penentuan kualitas benang adalah traveler pada mesin Ring Spinning. Part mesin ini mempunyai umur pemakaian yang relative singkat dalam jumlah yang cukup besar. Dalam Tugas Akhir ini akan mengkaji besarnya keausan yang terjadi pada umur pemakaian traveller, sehingga diharapkan dapat menghasilkan batasan keausan yang diijinkan dari penggunaan traveller tersebut. Dari kajian tersebut dimaksudkan untuk merubah sistem penggantian traveller dari berdasarkan waktu penggantian menjadi besar prosentase keausan yang terjadi.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PENDAHULUAN
2
Untuk lebih mempersempit pembahasan, penulis mengambil sample traveler type MS/hf no. 3/0 merk Kanai, untuk dikaji lebih lanjut.
1.2.
Obyek Pengamatan Pengamatan akan di fokuskan pada masalah laju keausan yang dalam hal
ini berupa penyusutan berat traveller. Hal ini untuk lebih memperjelas besar prosentase keausan setelah beberapa waktu pemakaian, sehingga dapat menentukan batasan keausan traveller yang masih diijinkan. Penulis berharap dengan adanya pengamatan ini dapat membantu dalam effisiensi penggunaan traveller.
1.3.
Identifikasi dan Pembatasan Masalah Dengan latar belakang penulis merasa penting untuk melakukan analisa
laju keausan traveller untuk langkah effisiensi dalam penggunaan traveller. Pembatasan masalah yang dapat diambil dalam tugas akhir ini adalah : 1. Tidak melakukan pengkajian masalah dari aspek kualitas benang dan gaya-gaya yang terjadi pada traveller, tetapi ditinjau dari umur traveller yang digunakan. 2. Tidak melakukan pengkajian dari aspek bahan dari traveller yang digunakan, pengkajian difokuskan pada hubungan antara laju keausan dengan waktu pemakaian.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PENDAHULUAN
1.4.
3
Maksud dan Tujuan Sesuai dengan tujuan program pendidikan yang diikuti maka di akhir
program ini penulis mencoba mengintegrasikan ilmu-ilmu yang telah dipelajari dengan membuat analisa dan diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang ada dan dapat memberikan kontribusi di dunia pendidikan dan khususnya di dunia textile. Dengan mengambil topik pengkajian yang bersifat terapan (aplikatif) penulis berharap hasil pengkajian ini dapat secara nyata memberikan manfaat kepada penulis berupa peningkatan profesionalisme kerja dalam menekuni bidang perawatan, khususnya di dunia textile.
1.5.
Sistematika Penulisan Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyusun sedemikian rupa agar
mudah dalam pembahasan masalah, sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, obyek pengamatan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, maksud dan tujuan serta sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori Dalam bab ini penulis mencoba mengemukakan uraian singkat mengenai teori dan metoda yang akan digunakan dalam pembahasan kasus.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PENDAHULUAN
4
Bab III Metodologi Pembahasan Masalah Menjelaskan bagaimana dan dalam bentuk apa data dikumpulkan kemudian langkah-langkah pemecahan masalah dari awal sampai akhir. Bab IV Pembahasan Bab ini memuat data-data yang dibutuhkan serta langkah-langkah pengolahan data sesuai dengan metode pemecahan masalah, analisa pengolahan data. Bab VI Kesimpulan dan Saran Bab ini memuat kesimpulan , saran, serta rekomendasi sebagai hasil akhir dari penelitian, juga disampaikan saran-saran tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah .
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 TEORI KEAUSAN (WEAR) Bila permukaan dari dua komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu sama lainnya, maka akan terjadi keausan. Terdapat dua jenis keausan yang utama, yaitu keausan abrasi dan keausan adhesi. Keduanya itu mencakup deformasi elastis maupun plastis. Pada keausan adhesi akan dijumpai tahap tertentu dengan terjadinya ikatan antara kedua permukaan yang bersinggungan. Perlu diketahui bahwa pada saat kedua permukaan bersinggungan dengan tekanan normal terbatas, maka akan terjadi kontak pada beberapa titik. Bila besar tekanan meningkat, maka kontak akan bertambah juga. Salah satu permukaan yang lebih keras mungkin hanya mengalami deformasi elastis, sedangkan pada permukaan yang lebih lunak berdeformasi secara elastis maupun plastis. Pada pergerakan relatif antara kedua permukaan, permukaan yang lebih lunak mengalami deformasi dan terbentuk alur-alur. Inilah yang disebut dengan aus abrasi. Bila bahan lunak tadi mengalami pengerasan kerja, mungkin ada bagian tertentu yang terlepas. Partikel yang keras, pasir atau oksida yang terperangkap diantara dua permukaan tadi akan meningkatkan aus abrasi. Tingkat keausan bergantung pada kekerasan kedua permukaan tadi.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
6
Untuk mencegah aus abrasi dapat dilakukan beberapa tindakan, yaitu kekerasan permukaan kontak ditingkatkan dengan menggunakan pelumas atau diusahakan agar system bebas dari partikel abrasive. Pelumas atau selaput oksida mungkin akan merusak sehingga kedua permukaan dapat bersinggungan dan menyatu. Bila terjadi pergerakan lateral, permukaan yang lebih lunak akan mengalami deformasi sedemikian rupa sehingga ada bagian yang terlepas dan permukaan yang keras tertutup oleh serpih permukaan lunak, peristiwa ini disebut dengan aus adhesi. Kombinasi antara keausan abrasi, keausan adhesi dan fatik disebut fretting. Seperti halnya aus abrasi, aus adhesi dan fretting dapat ditekan dengan kombinasi pengerasan permukaan, pelumasan dan kebersihan. Pengujian keausan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan lebar jejak dari hasil gesekan antara indentor yang berupa piringan tahan aus yang berputar (Revolving disc) di atas permukaan benda uji (specimen). Bila semakin lebar jejak keausan pada benda uji, maka semakin lunak kekerasannya dan ini berarti benda uji tersebut memiliki nilai keausan yang tinggi, begitu jua sebaliknya apabila semakin kecil lebar jejak keausannya maka semakin keras permukaan benda uji tersebut, berarti benda uji tersebut memiliki nilai keausan yang rendah.
2.1.1. Keausan Abrasi Keausan abrasi terjadi apabila permukaan yang lebih keras dan kasar bergerak di atas permukaan yang lebih lunak, sehingga akan terjadi penetrasi ke permukaan yang lebih lunak oleh partikel yang keras. Apabila terjadi pergerakan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
7
relative maka akan timbul celah keausan pada permukaan logam yang lebih lunak. Volume abrasi dapat diperkirakan dengan menganggap partikel berbentuk kerucut dan mempunyai kekerasan yang tinggi serta ditekankan pada permukaan yang rata. Keausan relatif bagi logam murni dan baja yang dianil, ε, mempunyai korelasi baik dengan kekerasan Vickers seperti ditunjukkan dalam gb. 2.1. Bahan yang mengalami perlakuan panas dan kekerasannya lebih tinggi menyimpang dari hubungan proporsional, tetapi bahan yang lebih keras memiliki keausan relatif yang lebih besar 1.
Gb. 2.1. Hubungan antara abrasi relatif dan kekerasan Vickers dalam abrasi kekerasan. ________________________________ 1
Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan ketiga, PT Pradnya Paramita, Jakarta, Hal: 38 - 40
Keausan Adhesi
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
8
Keausan ini terjadi sebagai akibat adanya permukaan yang saling berinteraksi dan bergerak relative antara permukaan yang satu dengan permukaan lainnya. Keausan akan menyebabkan pada permukaan logam oleh karena adanya pelepasan atau pemindahan partikel logam akibat pergerakan relatif. Perpindahan partikel yang dimaksud adalah perekatan pada titik kontak yang disebabkan adanya penekanan, sehingga menghasilkan suatu hubungan antar logam. Dalam keausan ini tidak ada bahan yang memenuhi standar, karena itu setiap bahan perlu diuji. Perbedaan keausan atas kombinasi logam telah diteliti oleh Yamamoto. Gb. 2.2. menunjukan contoh metoda dimana benda uji bersentuhan dengan cincin Fe. Kombinasi itu adalah : Bahan yang susah membentuk paduan dan larutan padat. Bahan yang mudah membentuk paduan dan larutan padat. dari 2), dengan kisi kristal yang sama. dari 3), dengan konstanta kisinya yang sedikit perbedaannya. Bahan dengan keausan terbesar, dari bahan sama, berurutan dari mulai keausannya yang terkecil meningkat ke keausan terbesar.
Keausan Oksidasi Keausan ini terjadi akibat reaksi permukaan logam dengan lingkungannya selama pergeseran. Debris keausan yang terjadi pada umumnya terdiri dari oksida logam dan jejak logam terbentuk halus oleh adanya lapisan oksida yang bersifat sebagai pelumas selama berlangsungnya gesekan. Lapisan oksida yang terlalu tipis kurang berperan sebagai pelumas, sedangkan lapisan yang terlalu tebal akan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
9
bersifat rapuh dan mudah pecah. Jadi ada batas ketebalan tertentu dimana lapisan oksida dapat bersifat baik sebagai pelumas. Pembentukan lapisan oksida ini secara simultan, dimana ketika lapisan pecah akan terbentuk kembali. Mekanisme keausan ini dipengaruhi oleh beban dan kecepatan. Beban yang besar dapat menyebabkan lapisan oksida pecah, sedangkan kecepatan akan mempengaruhi kesempatan tumbuhnya kembali lapisan oksida.
Gb. 2.2. Perubahan abrasi dari kombinasi cincin besi dengan batang uji berbagai logam. Tekanan tetap: 2 kg/cm2, Putaran: 57 putar per menit, Abrasi negatif dari ring berarti menempelnya logam pada batang uji
Keausan pada Perkakas Pemotongan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
10
Ada dua jenis keausan yang terdapat pada perkakas pemotongan adalah 1: 1. Keausan sisi, yakni terbentuknya daerah keausan pada perkakas akibat gesekan kikis antara sisi perkakas dan permukaan yang baru terbentuk. 2. Keausan kawah , yakni pembentukan kawah lingkaran pada permukaan garuk perkakas Mode keausan yang lain adalah pembentukan serpih atau pematahan perkakas, penumpulan sisi pisau potong, atau deformasi plastik perkakas.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
5
0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0200 000000050000000c02fe02eb07040000002e0118001c000000fb021000070000000 000bc02000000000102022253797374656d0002eb0700007cc8110072edc63098c 422000c020000eb070000040000002d01000004000000020101001c000000fb02c 4ff0000000000009001000000000440001254696d6573204e657720526f6d616e00 00000000000000000000000000000000040000002d010100050000000902000000 020d000000320a360000000100040000000000e907fd0220811b00040000002d01 0000030000000000 Gb. 2.3. Keausan kawah dan keausan sisi.
____________________________________ 1
Dieter, George E, Metalurgi Mekanik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986, Hal :300
2.2. TEORI TRAVELLER Traveller adalah salah satu part dari mesin ring spinning pada pabrik pemintalan yang mempunyai fungsi dasar menghantarkan benang pada bobbin dengan tegangan yang sesuai, mengkontrol baloning pada benang, dengan putaran bobbin dan front roller penghantar membuat pilinan benang. Traveller mempunyai banyak jenis sesuai dengan fungsi yang dikehendaki. Traveller yang banyak digunakan adalah yang berbentuk C, dan dinyatakan dalam nomer yang didasarkan pada beratnya. Traveller umumnya dibuat dari baja yang dikeraskan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
6
tetapi tidak sekeras ringnya. Pemilihan dalam penggunaan traveller disesuaikan dengan : Nomer benang yang akan dibuat Putaran spindle per menit Diameter ring Perlengkapan spinning yang digunakan Berat ringannya traveller yang digunakan akan mempengaruhi besar kecilnya tegangan benang dan kepadatan dari hasil gulungan benang pada bobbin. Karena traveller dibuat dari bahan yang lebih lunak dari ringnya maka gesekan yang timbul antara traveller dan ring akan menyebabkan traveller mengalami keausan dalam waktu tertentu, sedang ringnya bertahan bertahun-tahun. Traveller berputar pada ring tanpa pelumasan, dan satu-satunya pelumasan yang didapat traveller ialah dari lilin yang berasal dari benang-kapasnya. Kecepatan traveller cukup besar sehingga setiap hari jarak yang ditempuh traveller juga besar sekali. Sebagai contoh jika kecepatan traveller (Ntr) rata-rata 9800 rpm, diameter ring 44 mm, maka jarak yang ditempuh traveller per jam : 60 x 9800 x 3,14 x 44 / 1000 = 81.238,08 meter = 81,2 km / jam
2.2.1 Penomeran Traveller Nomer taraveller menunjukkan beratnya dan cara penomerannya tergantung dari negara yang membuatnya. Berat traveller yang sesuai menghasilkan tegangan benang yang tepat, control baloning, meminimalkan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
7
kegagalan benang dan umur traveler yang lebih lama. Pengaruh yang diakibatkan bila traveller terlalu ringan : Putus benang yang sangat tinggi saat start setelah doffing, disebabkan karena baloning pada benang Benang berbulu Hasil benang lebih sedikit untuk cop yang sama Banyak putus benang akibat dari traveller yang loncat Pengaruh yang diakibatkan bila traveller terlalu berat : Putus benang yang tinggi sebelum doffing Panjang benang lebih pendek Lebih banyak terjadi kerusakan serat akibat dari panas tekanan tinggi dari ring Memperpendek umur traveller Untuk hasil operasi yang baik, perlakuan permukaan telah ditingkatkan untuk mengurangi panas gesekan dengan ring, mencegah korosi, tahan terhadap gesekan benang, hasilnya adalah umur ring yang lebih lama. Perusahaan Traveller Carter menawarkan perlakuan permukaan untuk traveler logam, antara lain : 1. Brilliant ( BRT) – perlakuan permukaan dengan proses polishing 2. Supreme (SUP) – metode plating dengan electrode nickel 3. Miracle (MIR) – dengan metoda deposit kimia nickel alloy 4. Royal (RL) – jenis ini memiliki sifat tahan keausan yang sangat baik dan cocok untuk semua jenis ring 5. Crown (CN) – karena mempunyai koefisien gesek yang sangat kecil , perlakuan ini untuk kecepatan tinggi, mengurangi bulu
UNIVERSITAS MERCU BUANA
pada benang,
LANDASAN TEORI
8
khususnya pada benang nomor besar. Untuk mendapatkan hasil yang optimum dari traveller yang telah dipilih, perlu diperhatikan : Settingan Traveller Clearer Jarak clearance = Diameter dalam traveller – lebar ring + tebal traveller Spindle, ring, dan lappet harus senter Rasio antara diameter ring (D) dan diameter bobbin (d), D : d = 2 : 1 Rasio diameter dalam ring (D) dan panjang bobbin (L), D : L = 1 : 5 Settingan ring balon control, dianjurkan 45 % dari total jarak antara lappet dan atas ring setelah doffing. Tinggi penghantar benang dari ujung bobbin setelah doffing. Rasio diameter dalam (D) dan gauge spindle (G), D : G = 0,65 : 1 Ukuran ring balon control, lebih 2-3 mm dari diameter dalam ring Dudukan ring yang sesuai Ukuran cop 3 mm lebih kecil dari diameter dalam ring.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
5
0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0 200000000050000000c02fe02eb07040000002e0118001c000000fb021000070 000000000bc02000000000102022253797374656d0002eb0700007cc8110072 edc63098c422000c020000eb070000040000002d01000004000000020101001 c000000fb02c4ff0000000000009001000000000440001254696d6573204e657 720526f6d616e0000000000000000000000000000000000040000002d010100 050000000902000000020d000000320a360000000100040000000000e907fd0 220811b00040000002d010000030000000000 Gb. 2.4. Traveller dan ring
2.2.2 Gaya – gaya yang bekerja pada traveller Pada waktu traveller berputar pada ring selam penggulungan benang pada bobbin, terjadi gaya-gaya yang bekerja pada traveller yaitu : Gaya tarik bumi atau berat travellernya sendiri (B) Gaya sentripetal dari traveller karena bergerak mengikuti keliling dari ring (C) Tegangan benang, sebagai akibat terjadinya ballooning pada benang traveller dan benang (Tb) Tegangan benang selama penggulungan, sebagai akibat perbedaan kecepatan putaran antara traveller dan bobbin (TG) Gaya gesekan antara traveller dengan ring (G)
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
6
Gb.2.5. Gaya-gaya yang bekerja pada traveller
2.3. KONSEP PERAWATAN (MAINTENANCE) Perawatan (maintenance) merupakan suatu kegiatan yang diarahkan pada tujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional suatu system produksi, sehingga dari sistem itu dapat diharapkan menghasilkan output sesuai dengan yang dikehendaki.1 Suatu sistem perawatan dapat dipandang sebagai bayangan dari sistem produksi, di mana apabila sistem produksi beroperasi dengan kapasitas yang tinggi, maka perawatan akan menjadi lebih intensif. ___________________________________ 1
Gasperz Vincent, Dr. Ir. Analisa Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri, Bandung 1992:156
Serupa dengan atribut dalam sistem produksi, atribut dalam sistem perawatan dapat berupa kualitas output (mutu), kuantitas output, harga atau
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
7
ongkos dan sebagainya. Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama dalam sistem perawatan yaitu : Menekan atau memperpendak periode kerusakan (breakdown periode) sampai batas minimum dengan mempertimbangkan aspek ekonomis. Menghindari kerusakan yang tidak terencana, kerusakan tiba-tiba. Dalam manajemen sistem perawatan terdapat dua kegiatan pokok yang berkaiatan dengan tindakan perawatan, yaitu : Perawatan yang bersifat preventif. Perawatan ini bersifat menjaga keadaan peralatan atau komponen sebelum peralatan (komponen) itu menjadi rusak. Perawatan yang bersifat kuratif. Perawatan ini bersifat memperbaiki peralatan atau komponen yang sudah rusak. Terdapat beberapa jenis kebijakan perawatan yang dapat dipilih dalam suatu sistem perawatan. Pemilihan tersebut berdasarkan pada kebutuhan kondisi mesin, karena jenis kebijakan perawatan harus dievaluasi terlebih dahulu sebelum dipilih. Kegiatan perawatan tersebut dapat diklarifikasikan sebagai berikut : Perawatan Berencana (Planned Maintenance) Adalah suatu perawatan yang dibuat berdasarkan perencanaan dan pengendalian. Dalam sistem perawatan ini penekanannya terletak pada kebutuhan komponen yang direkomendasikan oleh pabrik. Perawatan Prediktif (Predictive Maintenance) Adalah perawatan yang bertujuan untuk memprediksi sumber-sumber
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
8
kerusakan yang akan terjadi di masa yang datang. Karena itu persyaratan dari sistem ini adalah adanya kemampuan untuk memperkirakan perilaku komponen melalui pengawasan kondisi. Perawatan Kerusakan ( Breakdown Maintenace) Adalah perawatan yang dilaksanakan setelah terjadinya suatu kegagalan pada komponen ( komponen mengalami kerusakan). Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance) Adalah perawatan yang mengacu pada sistem yang kristis untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan sampai pada tingkat yang minimum. Untuk mencegah kerusakan, dilakukan perawatan pencegahan yang telah direncanakan dengan tujuan mendeteksi periode rawan kerusakan. Jika perlu penggantian suku cadang dapat dilakukan meskipun komponen belum rusak. Perawatan Rutin (Routine Maintenance) Pada sistem perawatan rutin, dilakukan pemeriksaan mesin atau komponen secara rutin dengan cara menentukan lama waktu untuk komponen tersebut
beroperasi
dan
berapa
banyak
frekuensinya.
Dengan
mengestimasikan waktu yang dibutuhkan untuk suatu pemeriksaan dan menentukan frekuensinya dalam suatu periode tertentu, periode waktu yang diperlukan dalam suatu siklus dapat diketahui.
2.4. KONSEP KEANDALAN Keandalan (Reliability) merupakan suatu peluang (probability) suatu unit
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
9
komponen atau sistem dapat berfungsi normal, jika digunakan menurut kondisi operasi tertentu untuk suatu periode waktu tertentu. Sedang menurut E.E. Lewis keandalan adalah probabilitas di mana ketika operasi berada pada lingkungan tertentu, sistem akan menunjukkan kemampuan sesuai dengan fungsi yang diharapkan dalam selang waktu tertentu. Konsep keandalan tumbuh karena perkembangan teknologi modern di mana merupakan bidang kajian ilmu yang relative baru yang menerapkan konsep peluang dalam pemecahan persoalan. Dewasa ini konsep keandalan telah banyak ditetapkan untuk memecahkan masalah-masalah keandalan
yang merupakan
faktor penting dalam perencanaan dan pengembangan suatu sistem industri secara umum. Pertimbangan-pertimabangan keandalan dewasa ini memainkan peranan penting dalam disiplin ilmu rekayasa dan perawatan. Dengan bertambahnya kebutuhan perbaikan sistem dan perencanaan penyediaan komponen yang meminimumkan biaya, maka timbul keperluan untuk menurunkan probabilitas kerusakan (failure), di mana kerusakan akan mengakibatkan bertambahnya biaya keandalan dapat juga diartikan dengan sistem yang dapat diandalkan berjalan dengan baik tanpa ada suatu kegagalan. Keandalan didefinisikan dalam hal kinerja suatu sistem atau komponen untuk memenuhi fungsi yang diharapkan dan tidak ada suatu kelainan atau kerusakan. Suatu sistem dikatakan rusak apabila ia berhenti memenuhi fungsi yang diinginkan. Apabila terjadi kegagalan suatu sitem atau komponen seperti mesin berhenti mendadak, komponen rusak secara tiba-tiba dan lain-lain. Selain
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
10
itu sangat penting untuk mendefinisikan bentuk lain dari kerusakan, seperti kemunduran kinerja atau fungsi yang tidak stabil. Sejalan dengan itu, pengertian kondisi operasi memerlukan pengertian tentang beban (load) suatu sistem atau komponen dan kondisi lingkungan operasi sistem. Akhirnya variable yang sangat penting berpengaruh terhadap keandalan adalah waktu (t), sehingga dapat juga dikatakan bahwa keandalan merupakan fungsi dari waktu. Teori keandalan dewasa ini sangat membantu memecahkan masalahmasalah yang berhubungan dengan manajemen perawatan, sebagai contoh dalam suatu sistem perawatan mesin, apabila manajemen dapat memperkirakan tingkat keandalan suatu sistem atau komponen, maka dapat ditentukan waktu perawatan dan penggantian komponen dari suatu sistem , sehingga penyiapan komponen pengganti dapat direncanakan dengan baik.
2.4.1. Gambaran Kerusakan (Failure Description) Dalam analisa keandalan, kondisi peralatan yang beroperasi dibedakan dalam dua kondisi yaitu keadaan baik dan keadaan rusak. Untuk menentukan keadaan tersebut diganbarkan sebagai berikut : Misalkan : X
: Keadaan dari sistem atau komponen yang merupakan variable random.
X=1
: Sistem atau komponen dalam keadaan baik.
X=0
: Sistem atau komponen dalam keadaan rusak. Keadaan dari keandalan merupakan proses stokastik, karena merupakan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
11
fungsi dari waktu, sehingg X(t) merupakan proses stokastik.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
5
0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0200 000000050000000c02fe02eb07040000002e0118001c000000fb021000070000000 000bc02000000000102022253797374656d0002eb0700007cc8110072edc63098c 422000c020000eb070000040000002d01000004000000020101001c000000fb02c 4ff0000000000009001000000000440001254696d6573204e657720526f6d616e00 00000000000000000000000000000000040000002d010100050000000902000000 020d000000320a360000000100040000000000e907fd0220811b00040000002d01 0000030000000000 t t (rusak) Dimana : T = Lamanya peralatan atau komponen beroperasi sampai mengalami kerusakan. Kerusakan dapat dinyatakan dengan variable random T atau dapat pula dinyatakan dengan stokastik X (t) sebagai berikut : T>t
ßà
x (t) = 1
T
ßà
x (t) = 0
Sehingga diperoleh : P { x (t) = 1}
=P{T>t}
P { x (t) = 0 }
=P{T
P ( x (t) = 1 }
: Peluang bahwa komponen tersebut masih
beroperasi pada waktu (t) atau menyatakan fungsi waktu.
2.4.2. Fungsi Keandalan Dari definisi sebelumnya, keandalan dari suatu sistem dapat pula
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
6
dikatakan sebagai peluang (probability) suatu sistem atau komponen dapat dengan baik untuk melakukan tugas tertentu selama periode waktu tertentu. Karena merupakan nilai probabilitas maka keandalan (R) bernilai lebih besar sama dengan nilai satu (0≤R ≤1) Dimana : R=1
: berarti sistem atau komponen melakukan fungsinya dengan baik.
R=0
: berarti sistem atau komponen tidak berfungsi dengan baik (rusak)
R = 0,7
: berarti probabilitas suatu sistem atau komponen dapat berfungsi dengan baik sebesar 0,7 atau sistem tidak dapat berfungsi dengan baik sebesar 0,3.
Karena keandalan juga ditentukan oleh waktu sebagai variabel random, maka diperlukan suatu fungsi keandalan yang dapat dinotasikan sebagai berikut : R(t)
: tingkat keandalan sistem atau komponen jika dipakai selama t satuan waktu.1
Probabilitas sistem atau komponen dapat berfungsi dengan baik selama pemakaian (0,t) sehingga : R (t)
= P {komponen beroperasi} = P {x (t) = 1} = P {T > t} =1–P{T
_____________________________________
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
1
7
Gasperz Vincent, Dr. Ir. Analisa Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri, Bandung 1992:522.
Dimana F (t) merupakan fungsi distribusi kumulatif umur (lifetime) dari suatu komponen atau fungsi distribusi kerusakan. Jika fungsi kerapatan merupakan turunan dari F (t) maka : F (t ) =
dF (t ) d {1 − R(t )} = dt dt
R (t ) = 1 −
∞
∫ F (t )dt 0
sehingga : R( x) = 1 −
∞
∫ F ( x)dx 0
Untuk persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa untuk R (0) = 1 dan R (∞) = 0. Dengan melihat uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara fungsi kegagalan dan fungsi keandalan sebagai berikut : R (t ) = 1 − F (t ) = 1 −
Dimana :
∞
∞
0
t
∫ F (t )dt = ∫ F (t )dt
R(t) adalah fungsi keandalan (reliability function) F(t) adalah fungsi kegagalan
Karena terdapat hubungan antara fungsi keandalan dan fungsi kegagalan maka peluang kegagalan sistem atau komponen dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi keandalan sebagai berikut :
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
t2
∫
t1
F (t ) dt =
∞
∫
t1
F (t )dt −
8
∞
∫ F (t )dt
t2
= R(t1) – R(t2)
2.4..3. Laju Kerusakan Pada dasarnya laju kerusakan (failure rate) akan berubah sepanjang umur dari suatu populasi sistem atau komponen. Dengan demikian laju kegagalan tergantung pada perubahan waktu. Dari suatu percobaan dan pengalaman, laju kegagalan suatu komponen akan mengikuti pola dasar seperti terlihat dalam kurva laju kegagalan yang dikenal dengan istilah “bath tube curve” sebagai berikut :
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Laju Kagagalan r (t)
LANDASAN TEORI
5
0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0 200000000050000000c02fe02eb07040000002e0118001c000000fb021000070 000000000bc02000000000102022253797374656d0002eb0700007cc8110072 edc63098c422000c020000eb070000040000002d01000004000000020101001 c000000fb02c4ff0000000000009001000000000440001254696d6573204e657 720526f6d616e0000000000000000000000000000000000040000002d010100 050000000902000000020d000000320a360000000100040000000000e907fd0 220811b00040000002d010000030000000000 Gb. 2.6. Kurva Laju Kegagalan Komponen Dari kurva laju kegagalan komponen (bath tube curve) dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Periode I Periode ini sering disebut “infant periode” yang mempunyai interval waktu dari sampai t1 (0
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
6
2. Periode II Periode ini disebut juga “useful life period” dan berada pada interval waktu antara t1 dan t2 (t1
3. Periode III Periode ini sering disebut “wear out periode” yang berada pada waktu setelah t2 (t>t2) dimana pada periode ini laju kegagalannya cenderung meningkat. Beberapa alasan yang mendorong timbulnya kerusakan pada periode ini, antara lain : a. Perawatan yang tidak tepat b. Pemakaian yang salah karena gesekan c. Pemakaian karena komponen telah disimpan lama (aging) d. Praktek overhaul yang salah Pada periode ini biasanya menggambarkan kondisi komponen atau mesin yang mengisyaratkan berakhirnya masa pakai dari komponen atau mesin tersebut.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
7
Secara teoritis laju kegagalan adalah peluang suatu komponen (alat) akan jatuh rusak dalam waktu sesaat kemudian atau suatu interval waktu kemudian. Penentuan laju kerusakan sangat tergantung dari bentuk distribusi kegagalan yang diasumsikan.
2.5. SEBARAN FREKUENSI Informasi tercatat dan dikumpulkan sesuai aslinya, baik dalam bentuk perhitungan maupun pengukuran disebut data mentah. Data mentah tersebut bervariasi sehingga sukar ditafsirkan, diinterprestasikan dan disimpulkan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka data mentah perlu dibuat dalam bentuk tabulasi diagram ataupun dengan sebaran frekuensi. Yang dimaksud sebaran frekuensi (distribusi) adalah susunan data menurut kelas-kelas interval tertentu atau menurut kategori atau peristiwa tertentu.
2.5.1 Tabel Frekuensi Tabel frekuensi menampilkan gambaran keragaman data, baik individu maupun kelompok. Frekuensi individu menyatakan banyaknya nilai satu individu tertentu muncul dalam data, sedangkan frekuensi kelompok atau kelas menyatakan banyaknya nilai kelompok muncul dalam data.
A. Cara menyusun table frekuensi data secara individu adalah : 1. Urutkan data mentah dari benilai terkecil sampai nilai tertinggi 2. Periksalah data dalam urutan, berapa kali muncul dengan penataan lurus (tally)
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
8
3. Sajikan table yang merawat urutan data dan frekuensi. B. Cara menyusun tabel frekuensi data berkelompok (kelas): 1 1. Tentukan banyaknya kelas yang diperlukan Paling sedikit 6 kelas paling banyak 16 kelas, salah satu rumusan yang dapat digunakan adalah kaidah “sturge” dengan rumusan sebagai berikut banyaknya kelas (C) 9 untuk banyak unsure data (n) kurang dari 250 data dan banyaknya kelas (C) 1 + 3,3 log banyaknya unsure data (n) untuk banyaknya unsure data (n) lebih dari 250 data. 2. Kelas diurutkan berdasarkan nilai data dengan panjang selang kelas yang satu dengan yang sama. Panjang kelas (r) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : r=
X n+ 1 − X1 C ……………………………………….( 2 )
Dimana : C
= banyaknya kelas
X1
= nilai data terendah
Xn+1
= Xn + (0,1)k
________________________________ 1 Boediono, 2
Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal:38-41
Boediono, Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal:39
Xn
= nilai data tertinggi
K
= banyaknya angka dibelakang koma yang terbanyak dari data
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
9
3. Menentukan batas-batas kelas Batas-batas ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Bai = Bbi + r − (0,1) k
…………………………………..( 1 )
Dimana : Bai
= batas atas kelas ke-i
Bbi
= batas bawah kelas ke-i
n
= banyaknya unsure data
4. Tentukan frekuensi kelas 5. Tabel memperlihatkan kelas (batas-batas kelas) dengan frekuensinya merupakan tabel frekuensi kelas Beberapa hal lain yang perlu disajikan agar informasi data yang dihadapi dapat tampil secara rinci. Hal tersebut antara lain : 1. Tepi Kelas (Class Boundaries) Untuk menyajikan data secara kontinyu secara visual agar gambar dari data tersebut tidak terputus-putus. Cara mendapatkan tepi kelas adalah menjumlahkan batas atas kelas dengan batas bawah kelas berikutnya kemudian dibagi dua, atau dengan rumus sebagai berikut :
_____________________________________ 1
Boediono, Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal:39
Tbi = Bbi – (0,5) (0,1)k..................................................................( 1 )
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
10
Tai = Bai + (0,5) (0,1)k...................................................................( 1 ) Dimana : Tbi = tepi bawah kelas ke-i Taii = tepi atas kelas ke-i
2. Nilai Tengah / Nilai Kelas (Class Mark) Merupakan satu nilai yang mewakili kelas yang bersangkutan. Cara mendapatkannya dengan menggunakan rumus : xi =
Bai + Bbi Tai + Tbi = 2 2 ………………………………...( 2 )
3. Frekuensi Relatif Digunakan untuk melihat sebaran data secara proporsional. Frekuensi relative ditentukan dengan rumus : Fri =
Fi Fi = x100% n n ……………………………………………( 3 )
Dimana : Fri
= frekuensi relative
Fi
= frekuensi kelas ke-i
n
= banyaknya unsure data
____________________________________________ 1
Boediono, Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal: 40
2
Boediono, Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal: 40
3
Boediono, Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal: 41
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
11
2.6. MODEL DISTRIBUSI UNTUK ANALISA KEANDALAN Model dari suatu probabilitas kerusakan suatu komponen dapat dicocokan dengan distribusi stastistik. Dalam analisa keandalan, ada beberapa distribusi statistic yang umum digunakan, yaitu distribusi eksponensial, distribusi normal dan distribusi weibull. Dalam tugas akhir ini yang kita bahas adalah distribusi normal. 2.6.1. Distribusi Normal Sebaran normal merupakan sebaran kontinyu yang paling penting dalam bidang statistic, di mana sebarannya membentuk kurva normal yang berbentuk seperti genta pada gambar 2.7 yaitu dapat digunakan dalam bentuk banyak sekali gugusan data yang terjadi di dalam, industri dan penelitian. Sebaran normal sering disebut “Gauss” untuk menghormati Gauss (1977-1855).1 Suatu perubah acak kontinyu X yang memiliki sebaran berbentuk genta disebut peubah acak normal. Persamaan matematik bagi sebaran peluang peubah acak normal ini bergantung pada dua parameter μ dan σ, yaitu nilai tengah dan simpangan bakunya. Oleh karena itu kita lambangkan nilai-nilai fungsi kepekatan bagi X ini dengan n(x: μ,σ).
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
5
0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0200000000050000000c02fe02eb07040000002e0118001c00000
0fb021000070000000000bc02000000000102022253797374656d0002eb0700007cc8110072edc63098c422000c020000eb070000040000002d
01000004000000020101001c000000fb02c4ff0000000000009001000000000440001254696d6573204e657720526f6d616e000000000000000
0000000000000000000040000002d010100050000000902000000020d000000320a360000000100040000000000e907fd0220811b000400000
02d010000030000000000
Gb. 2.7. Kurva Normal Bila X adalah suatu peubah acak normal dengan nilai tengah μ dan ragam σ2, maka persamaan kurva normalnya adalah :
n( x : µ , σ ) =
1 x− µ 2 ) σ
− ( 1 .e 2 2π σ
......................................( 1 )
untuk -∞ < X < ∞ Di mana : n(x; μ,σ) = ordinat kurva normal untuk setiap nilai x e
= konstanta
= 2,71828….
Π
= konstanta
= 3,14159….
μ
= nilai tengah (mean)
σ
= simpangan baku
Dengan persamaan tersebut kita dapat menghitung ordinat (tinggi) kurva normal pada setiap nilai x. Akan tetapi yang lebih penting adalah mengetahui luas area di bawah normal tersebut. ___________________________________ 1 (Boediono,
Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung : 199.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
LANDASAN TEORI
6
Ciri-ciri kurva normal adalah sebagai berikut : 1.Modusnya, yaitu titik pada sumbu mendatar yang membuat fungsi mencapai maksimum, terjadi pada x = μ. 2. Kurvanya setangkup terhadap suatu garis tegak yang nilai tengah μ. 3. Kurva ini mendekati sumbu mendatar secara asimtotik dalam kedua arah bila kita semakin menjauhi nilai tengahnya. 4. Luas daerah yang terletak di bawah kurva tetapi di atas sumbu mendatar = 1. Karena persamaan kurva normal bergantung pada nilai tengah μ dan simpangan baku σ sebaran yang diselidiki, maka kita akan mempunyai macammacam bentuk kurva normal standar (sebaran normal baku) Kurva normal standar adalah kurva normal yang sudah dirubah menjadi distribusi nilai Z, di mana distribusi tersebut akan mempunyai μ = 0 dan simpangan baku σ =1. Sehingga diperoleh peubah acak normal baku Z. Z=
µZ
x− µ , N (0,1) σ = 0,σ Z = 1 ………………………………………..( 1 )
___________________________________ 1
(Boediono, Statistika dan Probabilitas, PT Remaja Rosdakarya, Bandung : 200.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
32
BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
3.1. PENGANTAR Pada bagian ini akan dijelaskan tahap-tahap pemecahan masalah, yang mencakup
data-data prosentase keausan
traveller,
yang
diperoleh
dari
perbandingan berat traveller baru dengan traveller yang telah dipakai selama 480 jam.Waktu pemakaian traveller yang dipilih adalah 480 jam karena itu waktu standart pemakaian traveller yang digunakan di PT Djoni Textindo. Setelah itu ditentukan penyelesaian masalah dengan metoda peramalan untuk menentukan besarnya keausan yang terjadi pada traveller dalam waktu tersebut. Pemecahan masalah dibagi dalam beberapa tahap seperti terlihat pada gambar 3.1 3.2 Metoda Pengumpulan Data Untuk melakukan pemecahan masalah, diperlukan data-data yang digunakan sebagai masukan terhadap model suatu formula yang ada pada landasan teori. Metoda pengumpulan data yang penulis lakukan untuk menyelesaikan tugas akhir ini sebagai berikut : A. Studi kepustakaan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
33
Yaitu dengan cara mempelajari data-data yang ada kaitannya dengan traveller dan teori-teori tentang keausan. B. Studi Lapangan Yaitu pengumpulan data secara langsung dengan menimbang berat traveller sebelum dan sesudah dipakai, yang dilakukan dalam tiga tahap penggantian traveller. 3.3 Metoda Pemecahan Masalah Setelah pengumpulan data dilakukan, maka mulai dihitung besar range prosentase keausan traveller dengan cara : 1. Mengumpulkan data prosentase keausan traveller, dengan menimbang traveller sebelum dan sesudah dipasang 2. Analisa distribusi prosentase keausan traveller type MS/hf no. 3/0 dengan pendugaan distribusi data yang dibentuk. Maka data disajikan dalam bentuk sebaran frekuensi secara tabel dan grafik, sehingga di dalam mengasumsikan perilaku besar keausan dapat dilakukan dengan akurat. 3. Pengujian kecocokan distribusi data prosentase keausan traveller type MS/hf no.3/0. Setelah membuat sebaran frekuensi secara tabel dan grafik, dapat dilihat secara visual menampakkan ciri-ciri bentuk seperti apa. Bila bentuk genta, maka sebaran tersebut kita duga mengikuti distribusi normal, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Pendugaan parameter utama dengan memakai formula •
Prosentase rata-rata keausan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
•
34
Simpangan baku keausan
b. Frekuensi yang diharapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut: •
Menentukan batas kelas kegagalan
•
Menghitung nilai baku distribusi normal (Z) dari batas kelas data tersebut.
•
Menghitung luas kelas interval dengan menggunakan distribusi normal kumulatif.
•
Menentukan frekuensi yang diamati dalam kelas interval tersebut.
•
Menghitung frekuensi yang diharapkan dalam kelas interval tersebut
c. Pengujian hipotesis distribusi data keausan traveller •
Uji kecocokan dengan menggunakan uji khi-quadrat (chi square goodness of fit test).
4. Keputusan batasan prosentase keausan traveller Dengan melihat perilaku prosentase keausan traveller pada tabel distribusi normal, maka dapat ditentukan laju keausan traveller tersebut. 3.4. Penarikan kesimpulan dan saran Setelah melakukan pemecahan masalah dengan metoda tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan, dan saran untuk dijadikan masukan bagi perusahaan textile untuk effisiensi dalam penggunaan traveller dengan mengetahui laju keausannya.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
3.5.
35
Kerangka Pemecahan Masalah MULAI
IDENTIFIKASI MASALAH
STUDI LAPANGAN
STUDI PUSTAKA
PENGUMPULAN DATA * BERAT TRAVELLER
PENGOLAHAN DATA
PEMECAHAN MASALAH * PENENTUAN PERAMALAN * PERHITUNGAN PERAMALAN
TIDAK
PEMERIKSAAN MASALAH * DENGAN UJI KHI KUADRAT
APAKAH HASIL DALAM KENDALI YA PENERAPAN HASIL PERAMALAN
SELESAI
Gb. 3.1. Diagram Alir Metodologi Pemecahan Masalah
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
32
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Data Prosentase Keausan Traveller Merk Kanai Type MS/hf no.3/0 pada PT Djoni Textindo. Data diperoleh dari penggantian traveller yang dilakukan di PT Djoni Textindo pada mesin RY-5, yang dilakukan pada 3 periode penggantian. Periode penggantian adalah 20 hari atau 480 jam, sehingga untuk 3 periode dilakukan selama 60 hari atau 2 bulan. Pada tiap mesin menggunakan traveller sebanyak 480 pcs, dan diambil sample untuk dilakukan penimbangan sebanyak 300 pcs tiap mesin. Penimbangan traveller menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian hingga 1/1000 gram. Traveller ditimbang tiap 100 pcs untuk tiap data. Data berikut menyajikan berat standart traveller type MS/hf no. 3/0 sebelum digunakan dan berat traveller setelah digunakan selama 480 jam, sehingga didapat prosentase keausan traveller. Dimana untuk tiap periode diperoleh 12 data, sehingga dalam 3 periode diperoleh 36 data prosentase keausan traveller.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
33
Periode 1. Tabel 4.1. Data Prosentase Keausan Traveller Periode 1
No. 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
No. mc A-14
A-15
A-16
A-17
A-18
A-19
A-20
A-21
A-22
A-23
A-24
A-25
Ne 30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
Umur Trav (jam) 480
480
480
480
480
480
480
480
480
480
480
480
Awal (gr) 4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
Berat / 100 pcs Akhir Selisih (gr) (gr) 4,222 0,03 4,224 0,028 4,219 0,033 4,216 0,036 4,225 0,027 4,217 0,035 4,196 0,056 4,201 0,051 4,203 0,049 4,164 0,088 4,182 0,07 4,19 0,062 4,19 0,062 4,189 0,063 4,188 0,064 4,175 0,077 4,158 0,094 4,188 0,064 4,181` 0,071 4,192 0,06 4,185 0,067 4,223 0,029 4,218 0,034 4,211 0,041 4,194 0,058 4,186 0,066 4,197 0,055 4,222 0,03 4,221 0,031 4,221 0,031 4,216 0,036 4,208 0,044 4,189 0,063 4,205 0,047 4,181 0,071 4,186 0,066
Periode 2
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Ratarata
Prosentase Keausan
0,03
0,71
0,033
0,77
0,052
1,22
0,073
1,72
0,063
1,48
0,078
1,84
0,066
1,55
0,035
0,82
0,059
1,4
0,031
0,72
0,048
1,12
0,061
1,44
PEMBAHASAN
34
Tabel 4.2. Data Prosentase Keausan Traveller Periode 2
No. 1
No. mc A-14
Ne 30Z
Umur Trav (jam) 480
Awal (gr) 4,252
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
A-15
A-16
A-17
A-18
A-19
A-20
A-21
A-22
A-23
A-24
A-25
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
480
480
480
480
480
480
480
480
480
480
480
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
Berat / 100 pcs Akhir Selisih (gr) (gr) 4,201 0,051 4,198 0,054 4,215 0,037 4,194 0,058 4,186 0,066 4,191 0,061 4,19 0,062 4,185 0,067 4,178 0,074 4,147 0,105 4,171 0,081 4,147 0,105 4,163 0,089 4,136 0,116 4,132 0,12 4,155 0,097 4,176 0,076 4,167 0,085 4,123 0,129 4,118 0,134 4,17 0,082 4,148 0,104 4,193 0,059 4,188 0,064 4,196 0,056 4,191 0,061 4,171 0,081 4,206 0,046 4,208 0,044 4,209 0,043 4,193 0,059 4,191 0,061 4,194 0,058 4,197 0,055 4,214 0,038 4,201 0,051
Periode 3 Tabel 4.3.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Ratarata
Prosentase Keausan
0,047
1,11
0,062
1,45
0,068
1,59
0,097
2,28
0,108
2,54
0,086
2,02
0,115
2,7
0,076
1,79
0,066
1,55
0,044
1,04
0,059
1,39
0,048
1,13
PEMBAHASAN
35
Data Prosentase Keausan Traveller Periode 3
No. 1
No. mc A-14
Ne 30Z
Umur Trav (jam) 480
Awal (gr) 4,252
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
A-15
A-16
A-17
A-18
A-19
A-20
A-21
A-22
A-23
A-24
A-25
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
30Z
480
480
480
480
480
480
480
480
480
480
480
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
4,252
Berat / 100 pcs Akhir Selisih (gr) (gr) 4,234 0,018 4,236 0,016 4,238 0,014 4,214 0,038 4,205 0,047 4,204 0,048 4,157 0,095 4,168 0,084 4,167 0,085 4,146 0,106 4,151 0,101 4,156 0,096 4,186 0,066 4,153 0,099 4,183 0,069 4,18 0,072 4,172 0,08 4,168 0,084 4,163 0,089 4,158 0,094 4,14 0,112 4,186 0,066 4,185 0,067 4,173 0,079 4,181 0,071 4,173 0,079 4,172 0,08 4,189 0,063 4,211 0,041 4,208 0,044 4,202 0,05 4,21 0,042 4,212 0,04 4,19 0,062 4,188 0,064 4,191 0,061
4.1.1 Perhitungan % Tingkat Kepercayaan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
Ratarata
Prosentase Keausan
0,016
0,38
0,044
1,04
0,088
2,07
0,101
2,38
0,078
1,83
0,079
1,86
0,098
2,31
0,071
1,66
0,077
1,8
0,049
1,15
0,044
1,03
0,062
1,47
PEMBAHASAN
36
Dari pengumpulan data yang dilakukan pada 12 mesin Ring Spinning, maka diperoleh hasil 36 data prosentase keausan traveller. Data yang diperoleh tersebut mempunyai tingkat kepercayaan sebagai berikut : Untuk tiap 1 mesin Ring Spinning menggunakan 480 Pcs traveller. Sampel traveller yang diambil untuk ditimbang dari tiap mesin adalah 300 pcs, sehingga % tingkat kepercayaan = (jml sampel/ jml traveller per mesin) x 100% = (300 / 480 ) x 100% = 62,5 %
4.2 Pengolahan Data Setelah dilakukan pengumpulan data langkah selanjutnya adalah pengolahan data dari hasil pengumpulan data yang telah diperoleh, sehingga data yang terkumpul dapat dianalisa sesuai dengan pendekatan yang dipakai untuk memecahkan masalah yang diteliti pada penyusunan tugas akhir ini. Adapun perhitungan dari pengolahan data akan dibahas lebih jelas dan terperinci secara bertahap dengan langkah-langkah sebagai berikut
4.2.1. Sebaran frekuensi data prosentase keausan traveller type MS/hf no.3/0 Agar mendapat gambaran yang lebih baik mengenai populasi yang belum diketahui, maka data disajikan dalam tabel sebaran frekuensi secara tabel maupun grafik, sehingga dalam mengasumsikan perilaku (pola) prosentase keausan dapat diketahui atau ditentukan secara pasti.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
37
Untuk tabel sebaran frekuensi dibuat data berkelompok dari data yang sudah ada kemudian dapat ditentukan kelas interval, tepi kelas, titik tengah, dan frekuensi seperti yang telah diuraikan pada bab 2, sehingga diperoleh tabel dan kurva sebaran frekuensi sebagai berikut : Tabel 4.4 Urutan data prosentase keausan dari yang terendah sampai yang tertinggi 0,38
1,12
1,48
1,84
0,71
1,13
1,55
1,86
0,72
1,15
1,55
2,02
0,77
1,22
1,59
2,07
0,82
1,39
1,66
2,28
1,03
1,40
1,72
2,31
1,04
1,44
1,79
2,38
1,04
1,46
1,80
2,54
1,11
1,47
1,83
2,70
Dari 36 data yang ada, maka dapat dibuat suatu tabel sebaran frekuensi dengan cara sebagai berikut : 5. Menentukan selang kelas (kelas interval) Banyaknya kelas interval didefinisikan : K = 1 + 3,3log n = 1 + 3,3 log 36 = 6,136 ≈ 7
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
38
Dengan mengetahui data tertinggi dan terendah dapat ditentukan panjang
kelas (range) dengan rumus sebagai berikut: X n+ 1 − X 1 K
I=
=
2,7 − 0,38 = 0,33 7
Sehingga : Kelas pertama : batas bawah 0,35, batas atas 0,35 + 0,33 = 0,68 Kelas kedua
: batas bawah 0,69, batas atas 0,69 + 0,33 = 1,02
Dengan cara yang sama dapat dicari batas bawah dan batas atas kelas berikutnya.
6. Menentukan tepi kelas Tbi = Bbi – (0,5)(0,1)k = 0,35 – 0,005 = 0,345 Tai = Bai – (0,5)(0,1)k = 0,68 + 0,005 = 0,685 Sehingga tepi kelas untuk selang kelas berikutnya dapat dicari dengan cara
yang sama seperti pada selang kelas pertama.
7. Menentukan titik tengah kelas Xi =
Bai + Bbi 0,68 + 0,35 = = 0,515 2 2
Untuk titik tengah kelas pada selang kelas berikutnya dapat ditentukan sama seperti pada selang kelas pertama.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
39
8. Menentukan frekuensi dan frekuensi relative Frekuensi ditentukan dengan menghitung jumlah bilangan yang ada (muncul)
pada suatu selang kelas (kelas interval). Untuk frekuensi
relative ditentukan fr =
fi n
dengan rumus sebagai berikut :
100%
Selang kelas pertama :
1 100% = 0,028 36
Sehingga untuk selang kelas berikutnya dapat dicari. Maka untuk lebih lengkapnya dapat dibuat tabel sebaran frekuensinya sebagai berikut : Tabel 4.5 Sebaran frekuensi data prosentase keausan traveller type MS/hf no.3/0 Selang Kelas
Tepi Kelas
Titik
Frekuensi
Frekuensi Relatif
(Kelas Interval)
Tengah
(fi)
(fr)
0,35 – 0,68
0,345 - 0,685
(Xi) 0,515
1
0,028
0,69 – 1,02
0,685 - 1,025
0,855
4
0,111
1,03 - 1,36
1,025 – 1,365
1,195
8
0,222
1,37 - 1,70
1,365 – 1,705
1,535
10
0,278
1,71 – 2,04
1,705 – 2,045
1,875
7
0,194
2,05 – 2,38
2,045 – 2,385
2,215
4
0,111
2,39 – 2,71
2,385 – 2,715
2,550
2
0,056
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
40
Dari tabel di atas dapat dikembangkan menjadi bentuk tabel lain untuk mendapatkan nilai rata-rata serta simpangan bakunya sebagai berikut
Tabel 4.6 Sebaran frekuensi data prosentase keausan traveller type MS/hf no. 3/0 untuk mencari Simpangan Baku fi . xi
fi(xi)2
1
0,515
0,2652
0,855
4
3,42
2,9241
1,03 - 1,36
1,195
8
9,56
11,4242
1,37 - 1,70
1,535
10
15,35
23,5623
1,71 – 2,04
1,875
7
13,125
24,6094
2,05 – 2,38
2,215
4
8,86
19,6249
2,39 – 2,71
2,550
2
5,1
13,005
36
55,93
95,4151
Selang Kelas
Titik
Frekuensi
(Kelas Interval)
Tengah
(fi)
0,35 – 0,68
(Xi) 0,515
0,69 – 1,02
Dari tabel di atas maka nilai rata-rata atau mean (μ) dan simpangan baku (σ) dapat dicari sebagai berikut :
µ =
σ
2
∑ fi ( xi ) 55,93 = = 1,55 % ∑ fi 36 2 1 k 1 k 2 = ∑ fi ( xi ) − ∑ fiXi n − 1 i = 1 n i= 1
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
=
σ
2
41
1 1 (95,4151 − (55,93) 2 ) 36 − 1 36
= 0,2434
σ = 0,4934 = 0,49 % Frekuensi (fi) 12 10 8 6 4 2 0 0.515
0.855
1.195
1.535
1.875
2.215
2.55
Titik Tengah (Xi) Gb. 4.1 Grafik sebaran frekuensi prosentase keausan traveller type MS/hf no.3/0
Dari data prosentase keausan traveller serta pola sebaran frekuensi, selanjutnya dilakukan suatu pendugaan fungsi distribusi yang terbentuk
(pola prosentase keausannya). Pendugaan fungsi distribusi
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
42
normal,
merupakan distribusi yang paling mendekati bila dilihat dari
bentuk grafik frekuensi. 4.2.2. Pengujian kecocokan distribusi data prosentase keausan traveller type MS/hf no. 3/0 Dari kurva sebaran frekuensi data prosentase keausan traveller tersebut secara visual menampakan mendekati bentuk genta, maka sebaran data tersebut dapat diduga mengikuti distribusi normal. Untuk menguji kebenaran hipotesa tersebut penulis menggunakan uji kecocokan khi kuadrat (chi-square goodness
of fit test) dengan langkah-langkah sebagai berikut :
A. Pendugaan parameter utama Diketahui bahwa untuk distribusi normal terdapat dua parameter utama yaitu : rataan (mean) dan simpangan baku. Dari tabel sebaran frekuensi dapat ditentukan rataan dan simpangan bakunya seperti perhitungan di atas :
µ =
σ
2
∑ fi ( xi ) 55,93 = = 1,55 % ∑ fi 36 2 1 k 1 k 2 = ∑ fi ( xi ) − ∑ fiXi n − 1 i = 1 n i= 1
=
σ
2
1 1 (95,4151 − (55,93) 2 ) 36 − 1 36
= 0,2434
σ = 0,4934 = 0,49 % Prosentase rata-rata keausan traveller ms/hf no. 3/0 adalah 1,55%. Sedang
simpangan baku keausannya sebesar 0,49%
B. Menentukan nilai frekuensi yang diharapkan.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
43
Untuk menghitung frekuensi yang diharapkan (Ei) dalam interval ke-I dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menentukan batas atau tepi kelas data prosentase keausan traveller. b. Menghitung nilai Z dari batas data tersebut dengan menggunakan rumus: Z= Z=
x− µ σ
0,345 − 1,55 = -2,44 0,4931
c. Menghitung luas setiap interval (pi) dengan menggunakan tabel distribusi normal komulatif-komulatif. d. Menentukan frekuensi yang diamati dalam kelas interval ke-i (Oi) e. Menghitung frekuensi yang diharapkan dalam kelas interval ke-I dengan cara mengalikan luas setiap kelas interval dengan jumlah data yang diamati, sehingga dihitung sebagai berikut : •
Tepi kelas yang sudah didapat adalah : 0,345; 0,685; 1,025; 1,365; 1,705; 2,045; 2,385; 2,715
•
Nilai Z untuk tepi kelas
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
44
0,345 − 1,55 = − 2,44 0,4931 0,685 − 1,55 = − 1,75 0,4931 1,025 − 1,55 = − 1,06 0,4931 1,365 − 1,55 = − 0,38 0,4931 1,705 − 1,55 = 0,31 0,4931 2,045 − 1,55 = 1,00 0,4931 2,385 − 1,55 = 1,69 0,4931 2,715 − 1,55 = 2,33 0,4931 •
Luas setiap kelas interval (pi) merupakan luas di bawah kurva normal
P(-2,44
= 0,2697
P(0,31
= 0,8413 – 0,6217 = 0,2196
P(1,00
= 0,9545 – 0,8431 = 0,1132
P(1,69
= 0,9901 – 0,9545 = 0,0356
•
Frekuensi yang diharapkan (Ei) = n . (Pi)
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
45
P(-2,44
= Ei = 36(0,2196) = 7,9056
P(1,00
= Ei = 36(0,1132) = 4,0752
P(1,69
= 0,9901 – 0,9545 = 0,0356 Tabel 4.7
Luas setiap kelas interval (Pi), frekuensi yang diharapkan (Ei) Tepi
Nilai Z untuk
Luas setiap
Kelas
Tepi Kelas
Kelas Interval
yang
(Pi)
diharapkan
Frekuensi (Oi)
Frekuensi
(Ei) 0,345
-2,44
0,685
-1,75
1,025
-1,06
1,365
-0,38
1,705
0,31
2,045
1,00
2,385
1,69
2,715
2,33
0,0328
1
1,1808
0,1045
4
3,762
0,2074
8
7,4664
0,2697
10
9,7092
0,2196
7
7,9056
0,1132
4
4,0752
0,0356
2
1,2816
C. Pengujian hipotesa distribusi data prosentase keausan traveller dengan uji kecocokan
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
46
Dalam pengujian data prosentase keausan mengikuti
traveller di asumsikan
distribusi normal N ( 1,55%; 0,49% ). Dapat dilakukan uji
kecocokan apakah benar sebaran (distribusi) data prosentase keausan traveller berdistribusi normal,dengan menggunakan uji kecocokan dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Hipotesa nol Ho : x berdistribusi normal N (1,55%;0,49%) 2. Hipotesa tandingan Hi ; x tidak berdistribusi nomal. 3. Derajat kepercayaannya diasumsikan sebesar 0,05 (α = 0,05) 4. Perhitungan uji kecocokan dirumuskan sebagai berikut : 7
x2 =
∑ i= 1
χ
(oi
E i )2 Ei
(1 − 1,1808) 2 (4 − 3,762) 2 (8 − 7,4664) 2 (10 − 9,7092) 2 = + + + + 1,1808 3,762 7,4664 9,7092
2
(7 − 7,9056) 2 (4 − 4,0752) 2 (2 − 1,2816) 2 + + 7,9056 4,0752 1,2816
= 0,5973 Jadi khi kuadrat yang didapatkan dari perhitungan χ
2
= 0,5973
5. Derajat tingkat kebebasan pada pengujian ini diperoleh dari : V = banyaknya kelas interval (k) – 1. Jadi tingkat kebebasannya 7-1 =6
Sedangkan derajat kepercayaannya sudah di asumsikan sebesar 0,05, sehingga dari
tabel
diperoleh
besarnya
khi
kuadrat
χ
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2 0 , 05; 6
= 12,592
dengan
PEMBAHASAN
47
membandingkan khi kuadrat hasil perhitungan dengan tabel, diperoleh bahwa khi kuadrat hasil perhitungan lebih kecil dari khi kuadrat dari tabel (χ
2
< χ
2 0 , 05; 6
= 0,5973 < 12,592)
Maka sesuai dengan kaidah keputusan pengujian hipotesa, Ho diterima yang berarti asumsi distribusi prosentase keausan traveller ms/hf no.3/0 adalah berdistribusi normal N(1,55% ; 0,49%)
4.3. Analisa Hasil Pengolahan Data Dari hasil pengujian kecocokan distribusi terlihat bahwa prosentase keausan traveller type MS/hf no. 3/0, memenuhi distribusi normal N(1,55%;0,49%). Maka besarnya peluang keausan traveller sebesar 98% yang terjadi pada umur pemakaian traveller 480 jam, dapat dihitung sebagai berikut : P(X>k) = 0,02 Maka untuk menghitung peluang keausan sebesar 98% pada traveller, akan dilaksanakan penggantian dimana diperlukan nilai Z yang luas daerah di sebelah kanannya sebesar 0,98 atau yang berarti juga luas daerah sebelah kirinya sebesar 0,02. Dari tabel luas di bawah kurva normal di dapat P(Z<-2,05) = 0,02 pada kurva normal, sehingga nilai Z yang dicari adalah Z = -2,05 dan X dapat dihitung. X =σZ + μ - X = (0,49) (-2,05) + (1,55) = 0,55 %
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PEMBAHASAN
48
0,55
1,55
2,56
Gb. 4.2 Kurva Normal Keausan Traveller
Sehingga peluang keausan traveller pada umur 480 jam sebesar 2% dari berat total traveller yang ada akan terjadi setelah keausan mencapai 0,55% atau peluang keausan traveller sebesar 98% terjadi setelah keausan mencapai 2,56% dari berat awal. Maka dari analisa data di atas terlihat bahwa pada umur traveller 480 jam dapat terjadi prosentase keausan traveller antara 0,55% - 2,56%. Jadi penggantian traveller seyogyanya tidak dilakukan jika prosentase masih di bawah 0,55%. Pergantian traveller sebaiknya dilakukan pada keausan maksimal yang dijinkan pada traveller yaitu 2,56%.
UNIVERSITAS MERCU BUANA
48
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Dari hasil pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan pada bab IV, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Data keausan traveller type ms/hf no.3/0 yang terjadi setelah dilakukan perhitungan mengikuti distribusi normal. Maka sesuai kaidah keputusan pengujian hipotesis Ho diterima, yang berarti asumsi distribusi keausan traveller dapat diterima. 2. Prosentase keausan traveller rata-rata pada umur pemakaian 480 jam adalah 1,55%. Peluang keausan traveller pada 480 jam sebesar 2% akan terjadi setelah keausan mencapai 0,55%. Atau peluang keausan traveller sebesar 98% akan terjadi setelah keausan mencapai 2,56%. 3. Penggantian traveller sebaiknya dilakukan pada prosentase keausan 2,56%.
5.2. Saran 1. Dalam tugas akhir ini belum diperhitungkan dari segi inventori yang mendalam tentang pengadaan spare traveller. Pada penelitian ini juga
49
belum dilakukan penyebab terjadinya keausan secara mendalam. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya hal ini dapat dikembangkan. 2. Untuk meningkatkan effisiensi penggunaan traveller kepada pihak PT Djoni Textindo supaya
merubah sistem penggantian traveller dari
berdasarkan waktu pemakaian menjadi berdasar prosentase keausan yang terjadi pada traveller.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Boediono, Wayan Koster, Statistik dan Probabilitas, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. 2. Dieter, George E, Metalurgi Mekanik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986. 3. Gasper Vincent, Analisa Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri, Bandung, 1992. 4. Katalog AB Carter Inc 5. Pawitro, Soemarno, Hartono, Suparmas, Gakushi, Teknologi Pemintalan (Bagian Kedua), Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1975. 6. Sudjana, Metoda Statistika, Tarsito, Bandung, 2005. 7. Supranto, J, M.A, Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991. 8. Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan ketiga PT Pradnya Paramita, Jakarta.