i h g f emXW qpon mlk j } | { z y x wv u t s r « ª © ¨ § ¦¥ ¤ £ ¢¡ ~ ¸¶ µ ´ ³ ² ± ° ¯ ® ¬  ÁÀ ¿ ¾ ½ ¼ » º ¹ ٧٨ - ٧٧ :الحج
lÆÅÄ Ã
Bismillahirrahmanirrahim Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan, dan berjihadlah pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu, dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah Sebaikbaik pelindung dan sebaik-baik penolong.” [QS. Al-Hajj: 77-78]
KE EMODER RATAN ISLAM M DAN U UMATNYA DALAM BIN NGKAI FIKIIH PERADA ABAN Uma ar Bahauddin n Al-Amiri
Wasathiyatul-Islam wa Ummatuhu fi Dhau`il-Fiqhil-Hadhari Kemoderatan Islam dan Umatnya dalam Bingkai Fikih Peradaban Judul asli : Wasathiyatul-Islam wa Ummatuhu fi Dhau`ilFiqhil-Hadhari Penulis
: Umar Bahauddin Al-Amiri
Penerbit : International Moderation Center
Penerjemah: Rozin Murtaqi Penyunting: Syarifuddin Ridwan Desain Cover: Amien Art. Penata Letak: Rozin Murtaqi
Yayasan Islah Bina Umat
Tentang Penulis Umar Bahauddin Al-Amiri Penyair yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan •
Dilahirkan di Kota Aleppo tahun 1918 M/1337 H dalam lingkungan keluarga yang religius. Ayahnya adalah seorang tokoh besar kota itu.
•
Ketika masih kecil, jiwa sastranya sudah mulai hidup dan bergelora. Perasaan seperti itulah yang ia temukan dalam dirinya, lalu ia ekspresikan dalam bentuk puisi.
•
Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku SMA, ia lalu berangkat ke Perancis untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Sorbone. Di sana ia mempelajari sastra dan bahasa. Ketika kembali ke Suriah, ia langsung aktif dalam dunia pendidikan, dan aktif sebagai pengacara setelah meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Suriah.
•
Umar Bahauddin Al-Amiri selanjutnya diangkat sebagai Direktur di “Ma’had Al-‘Arabi Al-Islami” di Damaskus, dan turut mengajar Psikologi dan Ilmu Sosial di Universitas Suriah.
•
Menjabat sebagai Duta Besar negaranya di Pakistan pada tahun 1369 H/1950 M, lalu menjadi v
Duta Besar di Kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1373 H/1954 M. •
Masalah Palestina senantiasa mengganggu pikirannya, dan itu pula yang membangkitkan jiwa sastranya. Kita dapati emosi yang meluap-luap dalam bait-bait puisinya tentang Palestina. Sebab itu pula ia dapat merekam semua peristiwa dan situasi yang terjadi di Palestina dalam bentuk antologi puisi. Di antaranya: “Malhamatul Jihad”, “Min Wahyi Filisthin”, “Malhamatun Nashr”, “Az-Zahful Muqaddas”, “Hijaratun Min Sijjil”, “Al-Aqsha wa Fahtul Qimmah” dan “Al-Hazimah wal-Fajr.”
•
Mengajar mata kuliah “Peradaban Islam” di Fakultas Sastra Universitas Muhammad AlKhamis di Kota Fez. Ia juga menjadi Guru Besar untuk mata kuliah “Islam dan Trend Pemikiran Modern”, di Darul-Hadits Al-Hasaniyyah. Selain itu, ia mengajar di Fakultas Studi Islam, dan Program Pasca Sarjana di Universitas Rabat dan Qarawain pada tahun 1386 H/1966 M.
•
Menerbitkan puluhan antologi puisi. Di antaranya: “Alwan Thaif”, “Al-Hazimah wal-Fajr”, “Ma’allah”, “Asywaaq wa Isyraaq”, “Adzaanul Qur’an”, “Najaai Muhammadiyah”, “AlKhumasiyyat”, “Syumu’ wad-Dumu’” dan “Qalbun wa Rabbun”. vi
•
Menulis puisi yang penuh emosi dengan judul “Abbun”. Sebuah antologi yang dipuji oleh Al‘Aqqad dalam sebuah seminarnya, “Kalaulah seluruh puisi dikumpulkan dalam satu buku, pastilah puisi ini diletakkan di awal, lalu diikuti oleh puisi “Ummi”.
•
Mempunyai banyak karya tulis dalam bidang Peradaban Islam. Di antaranya “Al-Islam filMu’tarak Al-Hadhari”, “fil-Fiqhil-Hadhari”, “AlKhashaaish Al-Hadhariyyah fil-Islam”, “Al-Islam fi Dhau`il Fiqhil Hadhari”, dan juga buku ini.
•
Saat berada di Maroko, Umar Bahauddin Al-Amiri jatuh sakit. Ia lalu dibawa ke Riyadh untuk menjalani pengobatan. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya di Kota Riyadh, dan dikuburkan di pekuburan Baqi’ pada tahun 1413 H/1993 H.
•
Di antara yang menulis biografinya adalah Muhammad Ali Al-Hasyimi dalam buku “Umar Bahauddin Al-Amiri; Penyair Pengusung Nilainilai Ayah yang Penyayang, Anak yang Berbakti, dan Seni yang Otentik”. Zainab Biirah Jaikaly dalam buku “Perempuan dalam Puisi Umar Bahauddin Al-Amiri”. Abdurrahman Huthisy dalam buku “Studi Puisi Al-Amiry dari buku “Alwan At-Thaif”, dan lainnya.
vii
Pengantar Penulis Kalau kita dan seluruh umat manusia tidak melaksanakan kemoderatan Islam, maka kita akan masuk ke dalam lubang besar kehancuran. Demikian juga bila kita tidak menjadi seperti apa yang Allah Ta’ala inginkan; tidak melaksanakan apa yang Ia perintahkan; dan tidak mengusahakannya dengan benar dan sungguh-sungguh, maka kita sejatinya sedang menyianyiakan hak kita sebagai khalifah; sebagai umat yang moderat, dan sebagai umat teladan. Hal inilah yang sedang diupayakan oleh musuh Allah Ta`ala, musuh kita, dan musuh diri mereka sendiri, baik mereka sadari atau pun tidak.
J I H G F E D C B AmXW lPON ML K “Tapi Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya" [QS. At-Taubah: 32]
viii
Daftar Isi Tentang Penulis ......................................................... v Pengantar Penulis ...................................................... viii Daftar Isi .................................................................... ix Kata Pengantar .......................................................... xiii Pendahuluan .............................................................. 1 Kemoderatan Islam dan Umatnya dalam Bingkai Fikih Peradaban ........................... 9 Pengertian Peradaban ................................................ 10 Peradaban menurut Definisi Modern ........................ 14 Peradaban dalam Pandangan Modern ....................... 15 Peradaban Menurut Berbagai Aliran Pemikiran ....... 17 Manusia Islam Membangun Peradaban .................... 18 Pondasi Peradaban Menurut Pemahaman Islam ....... 19 Keistimewaan Peradaban Islam ................................ 22 Manhaj Kebangkitan ................................................. 23 Manhaj yang Mengantarkan kepada Pengetahuan .... 25 ix
Menentukan Jalur Luncur Peradaban ........................ 26 Merenungi Ayat Allah dalam Al-Qur`an dan Alam Semesta ............................................................ 28 Makna Variatif, Tapi Tidak Berbeda ........................ 32 Menguatkan Iman dengan Bukti Nyata Kekuasaan Allah swt. ................................................ 33 Fikih dalam Agama Adalah Fikih Peradaban ........... 42 Fikih Peradaban ...................................................... 45 Peradaban atau Permasalahan Umat Manusia ........... 45 Pilar-pilar Peradaban dalam Perspektif Islam ........... 45 Komponen Fikih Peradaban ...................................... 47 Islam dalam Bingkai Fikih Peradaban ...................... 51 Ajaran-ajaran Islam Sejak Diutusnya Nabi Muhammad saw. .............................................. 55 Kesaksian Individu dan Umat ................................... 57 Kemoderatan Islam ................................................... 59 Kemuliaan dengan Menjalankan Tugas dengan Sebaik-baiknya ............................................. 64 Istilah Umat dalam Al-Qur`an .................................. 64 x
Universalitas Islam sejak Diturunkan Pertama Kali dan Capaiannya ......................................................... 67 Ayat “Kehendak Ilahi” dalam Al-Qur`an ................. 69 Manfaat yang Mendatangkan Pujian ......................... 78 Moderasi Peradaban .................................................. 81 Moderat dalam Tempat ............................................. 82 Pengaruh Kemoderatan dalam Penyebaran Islam ..... 85 Moderat dalam Zaman .............................................. 88 Persaksian adalah Tanggung Jawab Nurani Kemanusiaan ............................................................. 91 Kemoderatan Sistem Perekonomian dalam Islam ..... 96 Kemoderatan Islam dalam Bingkai Fikih Peradaban ............................ 101 Keterkaitan Manusia dengan Alam Semesta ............. 105 Kemoderatan Islam Mewujudkan Khalifah dan Menyelamatkan Kemanusiaan ........................... 114 Hasil Akhirnya .......................................................... 116
xi
xii
Kata Pengantar Sesungguhnya menetapkan sebuah pengertian, lalu menjelaskan kandungannya, rambu-rambu dan segala yang terkait dengannya adalah perkara sangat penting pada zaman seperti ini, dimana nilai-nilai kebaikan sudah goyah, standar nilai terganggu, petunjuk jalan menuju keadilan, kebaikan dan toleransi kerap hilang. Tidak diragukan lagi, kemoderatan Islam adalah masalah yang sangat mendesak dan paling bersentuhan dengan realitas umat Islam saat ini. Sehingga masalah ini harus segera dicarikan bingkai syariat, logika, pemikiran, wawasan, dan kerangka implementasinya. Demikianlah seharusnya, karena kemoderatan agama dan umat Islam adalah manhaj agama ini; yang akan mengantarkan umat Islam menjadi umat terbaik; dan menjadi syarat dibangunnya peradaban percontohan. Ketika kita sedang terombang-ambing di antara dua kutub ekstrem, maka itu menuntut kita untuk berhenti sejenak memperbaiki kesalahan-kesalahan persepsi dan sikap kita. Oleh karena itu, Kementerian Wakaf dan Urusan Keislaman Kuwait sangat peduli terhadap masalah kemoderatan ini. Baik dalam skala pemahaman, maupun pada tataran implementasi. Hal ini menjadi prioritas utama dalam agenda, program dan kegiatannya. xiii
Di antara buah dari kepedulian itu adalah berdirinya “International Moderation Centre”, sebagai mercusuar yang menerangi jalan dalam membangun peradaban umat ini. Capaian ini akan berperan penting dalam mematangkan sistem kemoderatan yang meliputi definisi terminologi, konsep, kaidah, dan standarnya. Dan diusahakan pula melalui analisa pemikiran metodologis yang dilakukan oleh berbagai kalangan ulama dan aktivis dakwah. Selain itu, lembaga ini juga berperan menyebarkan visi akademik yang dibangun dengan tetap konsisten terhadap aturan-aturan syariat yang baku (tidak berubah), dan mempertimbangkan perubahan-perubahan zaman, serta mengacu pada referensi yang memperkuat kesatuan langkah, menghormati etika beda pendapat, memperluas wilayah kesamaan, dan mendorong berdirinya kerja sama antar manusia yang bersifat adil, benar, dan memenuhi tuntutan interaksi positif dengan tetap mempertahankan identitas masing-masing. Buku serial “Ummat Moderat” yang diterbitkan secara berkala ini adalah bentuk kontribusi para pemikir, ulama’ dan da’i dalam memperkuat manhaj kemoderatan yang “konsisten dengan syariat dan seiring sejalan dengan perkembangan modern”. Harapan kami, buku ini dapat menjadi pencerah yang mampu mengakurasi lurusnya langkah-langkah dalam membangun peradaban dan xiv
mengokohkan pondasinya. Dengan itu pula akan terkumpul ide-ide dan gagasan variatif, sehingga pemahaman kita kian matang dan langkah implementasinya semakin beragam. Buku ini juga mengajak para pembaca untuk turut serta memberikan sumbangan pemikiran melalui dialog berkualitas dan kontribusi berkesinambungan. Allah Azza wa Jalla adalah tujuan dari semua ini, dan Dia-lah yang memberikan petunjuk kepada kita semua.
Prof. Dr. ‘Ishom Basyir Sekretaris Jenderal International Moderation Centre
xv
xvi
Pendahuluan Salah satu realita yang harus diterima oleh setiap intelektual, yaitu bahwa terdapat interaksi dan hubungan yang sangat erat antara Islam dan peradaban yang dibangunnya di wilayah-wilayah umat Islam. Sementara hal yang sama tidak bisa ditemukan pada agama dan peradaban lain yang pernah ada sejak dulu hingga sekarang. Islam adalah agama yang dapat dianut oleh seluruh manusia, dan dapat diterapkan di setiap tempat di dunia ini. Karena itu, Islam memberi pengaruh sangat kuat terhadap peradaban Islam. Peradaban ini benar-benar mempunyai hubungan yang erat dan tulus dengan Islam sebagai agama. Hanya ada satu peradaban saja yang mempunyai hubungan erat dengan agama, yaitu peradaban Islam; agama yang dibawa oleh Rasulullah saw., sementara hal ini tidak ditemukan dalam peradaban Budha, Khonghucu, Kristen, Yahudi, atau lainnya. Tidak ada satupun dari agama dan keyakinan tersebut yang mempunyai hubungan menyerupai atau mendekati tingkat hubungan antara agama Islam dan peradabannya. Meskipun agama tersebut benar-benar ada, diikuti jutaan pemeluk, dan 1
bersanding dengan peradaban selama berabad-abad lamanya. Lalu apakah rahasia yang tersembunyi dalam Islam? Kekuatan apakah yang dimilikinya sehingga mampu melahirkan peradaban? Pertanyaan ini penting, karena kita benar-benar mendapati Islam menjadi ruh yang menghidupkan, memberikan daya sebar dan daya kembang peradaban Islam. Basis pertama Islam yang azali dan abadi, adalah keyakinan kuat kepada Allah Ta’ala, yang Maha Benar, Maha Pencipta, Maha Esa, dimana semua makhluk bergantung kepada-Nya. Allah Maha Hidup, Maha Kekal, tidak pernah berubah walau pun waktu dan tempat selalu berubah. Ditambah dengan mengikuti segala kaidah dan prinsip-prinsip syariat, yang menjadi konsekuensi keyakinan tersebut. Sebuah peradaban yang dibangun di atas prinsip yang kokoh, disempurnakan dengan nilai-nilainya, dan selalu diberi kebaikan-kebaikan, tentu akan mampu mengajak dan mendorong umat manusia untuk mengemban amanah, menjalankan risalah, dan memakmurkan bumi. Bila ragam peradaban produk manusia memiliki dua dimensi, berupa “usia panjang” dan 2
“keberlimpahan”, maka peradaban Islam melampaui semua itu. Ia mempunyai dimensi ketiga, yaitu “kedalaman” yang disertai keunggulan sangat mendasar, yaitu “keseimbangan” yang lahir dari akar rabbani yang tidak akan pernah sirna. Sehingga ketika terjadi badai dan bencana besar yang menahan geraksebarnya, dan menghentikan arus derasnya, akar-akar peradaban ini tetap menyimpan kekuatan untuk membangun kembali dirinya. Itulah “karya” Ilahi yang membuatnya demikian; memberikan kemampuan pada peradaban ini untuk kembali tumbuh dan berkembang untuk mempersembahkan kebaikan-kebaikannya. Kita dapat mengatakan bahwa umat Islam saat ini sedang menggeliat untuk segera bangkit. Itu terlihat dari tanda-tandanya. Bahwa kebangkitan Islam saat ini sedang dalam proses kelahirannya, dimana ada rasa sakit, cemas, harapan dan perjuangan. Umat Islam dan para ulama yang sadar meyakini bahwa umat Islam saat ini sedang mengarungi medan perang yang sangat krusial, karena hasilnya yang akan sangat menentukan; perang mengembalikan jati diri dan memulai hidup baru, diserta keyakinan penuh bahwa kemenangan akan diraih. Karena umat Islam adalah umat yang Allah Ta’ala siapkan untuk menyelamatkan manusia yang
3
sedang terseok-seok dalam peradaban materi, yang menggiring mereka menuju jurang kehancuran. Perjalanan hidup umat manusia yang Allah Ta`ala telah tentukan, penuh dengan hikmah. Ia mengakhiri diutusnya para rasul dengan mengutus Muhammad saw. Allah Ta`ala menentukan bahwa umat manusia akan kembali diuji di satu sisi, dan akan diberi pengalaman di sisi yang lain. Allah Ta’ala berfirman:
l k j i h g f e d c b a `m ٩ : الصفl n m “Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membenci.” [QS. Ash-Shaff: 9] Setiap kontribusi pemikiran, dakwah atau jihad yang dipersembahkan dalam rangka merealisasikan janji Allah ini, tentu berada di atas jalan agama yang lurus, dan niscaya akan bertemu dengan saudarasaudaranya yang sama-sama memperjuangkan janji Allah Ta’ala. Yaitu perjuangan agar kita kembali sebagaimana dahulu; umat yang moderat, umat teladan, umat yang bahagia dan memberikan kebahagiaan. 4
Semua itu dilakukan dalam rangka melaksanakan perintah Allah Ta’ala. Perintah yang merupakan kewajiban individu setiap muslim. Setelah itu, Allah Azza wa Jalla berfirman: ٨٨ : صl c b a ` _ m “Dan Sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Quran setelah beberapa waktu lagi.” [QS. Shaad: 88] Karena amanah, risalah dan tugas masing-masing umat Islam terhadap fikih peradaban ini, maka saya berusaha menyiapkan berbagai macam penelitian dan kajian tentang hal ini. Sebuah kajian singkat karena saya tidak mempunyai kesempatan untuk menjabarkannya secara luas, menguatkan setiap ide dengan dalil yang memadai, dan mengembalikan setiap pernyataan kepada sumber aslinya. Selain itu, saat ini saya dikepung oleh kesibukan yang sangat banyak, kondisi tubuh yang kurang sehat, dan harus menempuh perjalanan cukup panjang. Sebenarnya yang saya sajikan di hadapan anda ini adalah diktat dan materi kuliah yang saya sampaikan kepada para mahasiswa di “Dar El-Hadits ElHusniyah”, program Pasca Sarjana Fakultas Sastra dan Humaniora di Universitas Muhammad El-Khamis di 5
Maroko; sebuah penelitian dengan judul “Al-Khashaish Al-Hadhariyah Lil-Islam” (Karakteristik Peradaban Islam). Di dalamnya saya jelaskan aspek kelebihan peradaban Islam dalam menebarkan peradaban, sebagaimana telah saya sebutkan di atas. Karya tersebut sudah diterbitkan dan dibagikan kepada para mahasiswa. Setelah dikaji oleh para pakar dan akademisi, mereka mengusulkan agar saya mempublikasikannya dengan segera. Namun kondisi yang saya alami dan banyaknya kendala membuat saya tidak bisa mewujudkan keinginan mereka. Seperti telah saya kaji dan simpulkan, karakteristik Islam dalam membangun peradaban sangatlah banyak. Di antara yang paling penting adalah, bahwa Islam sangat berperan dalam mendesain ulang manusia dari awal lagi. Islam juga bersumber dari fitrah manusia dan selalu memenuhi kebutuhan fitrah tersebut. Selain itu, Islam adalah agama yang mengajak, menawarkan, dan memberikan berita gembira; agama yang mudah dan sederhana; agama yang bisa menampung peradaban yang luas, terbuka dan menerima kebaikan dari siapa saja; agama yang sempurna, seimbang dan tidak berlebihan, berdamai dan bekerja sama dengan siapa saja, dan mengakui nilai-nilai kebaikan universal. 6
Di antara karakteristiknya yang terbesar juga adalah “Kemoderatan Islam dan Umatnya”, yang merupakan hasil aplikasi manusia terhadap keinginan Allah Ta`ala. Saya melihat adanya kebutuhan untuk memperluas pembahasan ini karena urgensi dan pengaruhnya yang kuat dalam kehidupan umat Islam, baik di dunia maupun di akhirat. Saya mengupas kemoderatan tersebut dari sudut fikih peradaban. Ideide pemikirannya sudah saya sampaikan dalam berbagai seminar. Jika ada kesempatan, saya akan menerbitkan dan mempublikasikannya agar tema fikih peradaban bisa dijelaskan secara lebih luas. Allah Ta`ala adalah tujuan dari semua ini; Dialah sebaik-baik Tuan dan sebaik-baik Penolong.
Umar Bahauddin Al-Amiri Doha, Sya’ban 1406 H
7
8
Kemoderatan Islam dan Umatnya dalam Bingkai Fikih Peradaban Saya akan memulai buku ini dengan pembahasan tentang “Fikih Peradaban”, yang nantinya akan menjadi kerangka dalam menjelaskan kemoderatan agama dan umat Islam. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang bagaimana Islam secara umum memandang peradaban. Setelah itu, dilanjutkan dengan pandangan syariat Islam tentang hal tersebut. Selesai itu semua, kita akan masuk pada pembahasan inti, yaitu kemoderatan Islam yang bertolak dari firman Allah Azza wa Jalla:
b a ` _ ^ ] \ [ Zm ١٤٣ : البقرةl e d c “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan (moderat) agar kamu menjadi percontohan bagi manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi percontohan bagi kalian.” [QS. Al-Baqarah: 143].
9
Sebagai permulaan, kita renungkan sejenak dua buah kata dalam ayat di atas, yaitu kata “kami menjadikan” dan kata “umat”. Dengan harapan, kita bisa memahami apa yang dimaksud dengan “karya Ilahi” sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur`an, dan maksud dari kata “umat” yang disebutkan dalam ayat di atas. Dari penggabungan dua kata tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bagaimana sebenarnya posisi dan urgensi kemoderatan itu sendiri, urgensi perintah untuk moderat, dan kemuliaan apa yang dapat diperoleh melalui kemoderatan. Sehingga kita bisa memahami hubungan antara kemoderatan dan kepantasan (kelayakan) sebuah umat menjadi umat percontohan bagi seluruh manusia hingga hari kiamat. Mengapa kemoderatan menjadi syarat mutlak untuk menjadikan sebuah umat sebagai percontohan. Hasilnya akan kita dapatkan pemahaman dan pengetahuan yang obyektif, yang ternyata sesuai dengan realitas kehidupan kita saat ini dan harapan kita pada masa depan. Pengertian Peradaban Penting kiranya di awal pembahasan ini kita membicarakan secara singkat makna kata “peradaban”,
10
agar kita tahu definisi peradaban secara umum dan definisi peradaban Islam secara khusus. Arti peradaban secara etimologi (bahasa) sangat berbeda dengan makna peradaban secara terminologi (istilah), terutama dalam kamus-kamus modern. Secara etimologi Arab, peradaban disebut dengan kata “al-hadharah”. Sebelumnya, kata “al-hadhirah” bermakna kota, lawan kata “al-badiyah” (suku atau wilayah pedalaman). Kata “al-hadhirah” kadang juga digunakan untuk makna ibu kota sebuah negeri. Sedangkan kata “al-hadharah” (kata yang bermakna peradaban) bermakna tinggal atau hidup di kota. Sedangkan secara terminologi, beberapa orang mendefisinikan sebagai “Fenomena kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra dan sosial pada wilayah yang ditinggali secara permanen.” Definisi ini disebutkan dalam “Al-Mu`jam Al-Wasith”. Ada pula yang mendefisinikan peradaban sebagai “Capaian menyeluruh dalam tatanan kehidupan madani (sipil, perkotaan) dan kebudayaan. Dengan kata lain, peradaban merupakan paket seluruh aspek
11
kehidupan dengan bentuk dan corak material-spiritual tertentu.”1 Ibnu Khaldun, seorang pemikir Muslim, sejarawan dan filsuf sosial, adalah pelopor dalam penelitian peradaban dan definisinya, sesuai dengan situasi dan kondisi berkembang pada masanya. Ia menjelaskan, bahwa peradaban adalah “Corak kehidupan menetap yang berbeda dengan kehidupan kaum pedalaman (nomaden, berpindah-pindah). Dari corak kehidupan ini terbentuklah pedesaan dan perkotaan. Kian lama, terbentuklah model-model cara hidup, pekerjaan, hidup bermasyarakat, ilmu pengetahuan, industri, administrasi bidang-bidang kehidupan, dan sistem pemerintahan.” Ia juga memberikan definisi bahwa, “Peradaban adalah puncak pembangunan.” Dua kata singkat yang bisa dikatakan sebagai definisi peradaban yang paling singkat dan jelas.2 Masih menurut beliau, bahwa “Peradaban adalah proses alami, atau proses alih generasi yang terjadi secara alami dalam kehidupan komunitas 1
Sulaiman Hazin; Muqawwimaat Al-Hadharah Al-Islamiyah. Riset yang diajukan pada Akademi Riset Islam, Cairo. 2 Muqaddimah Ibnu Khaldun, Matba`ah Adabiyah, Birut 1900 Hal 38.
12
masyarakat yang beragam.”3 Demikian pula dengan masyarakat nomaden, namun jauh berada di awal. Kehidupan nomaden adalah awal mula peradaban,4 dan peradaban adalah puncak dari kehidupan nomaden.5 Pendapat Ibnu Khaldun dalam buku “AlMukaddimah” dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa peradaban yang tumbuh di berbagai daerah berasal dari peradaban negara-negara maju. Peradaban di daerah tersebut akan semakin kokoh seiring proses interaksi yang terjadi dan kekokohan Negara tersebut. Beliau juga menjelaskan bahwa peradaban adalah kondisi dimana pemenuhan kebutuhan lebih dari sekadar adanya bangunan sebagai tempat tinggal. Kelebihan itu berbeda antara satu peradaban dengan peradaban yang lain sesuai tingkat kemajuannya. Demikian pula pada perbedaan jumlah; banyak atau sedikitnya kebutuhan itu tidak dapat dibatasi. Perbedaan itu terkait erat dengan banyaknya kreasi dalam jenis dan bentuk dari pekerjaan mereka. Pemahaman dan penjelasan tentang peradaban pada masanya, menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah pelopor dalam bidang peradaban; sesuatu yang 3
Ibid; 120 Ibid; 122 5 Ibid; 371 4
13
kita sepakati tanpa perdebatan di dalamnya. Tapi pemahaman tentang peradaban pada masa kita sekarang terbentang jauh lebih luas dengan segala keragaman makna dan warnanya, lebih dari apa yang disaksikan Ibnu Khaldun pada masanya di tengah lingkungan dimana ia hidup. Demikian pula ketika peradaban mengalami migrasi sosial, politik dan masyarakat sipil, dan dari kehidupan di gurun menuju lingkungan perkotaan. Peradaban Menurut Definisi Modern Dalam pemahaman umum kontemporer, kata peradaban mempunyai makna lebih luas daripada makna peradaban secara bahasa dan tradisi.6 Sebagian besar peneliti terutama yang berkebangsaan Arab, mengkhususkan aspek budaya (kultur) sebagai fenomena kemajuan pada sisi kejiwaan dan etika, seperti agama, akhlak, falsafah, bahasa dan seni. Demikian pula pada aspek masyarakat sipil dengan fenomena kemajuan dari sisi materi, seperti penguasaan sains dan inovasi-inovasi yang terkait dengan sarana dan fasilitas kehidupan. Dari gabungan keduanya; budaya dan masyarakat sipil, terbentuklah peradaban. 6
Ibid; Sulaiman Hazin
14
Para peneliti menambahkan, bahwa meskipun ada pembatasan ini, sebagian besar peneliti menggunakan kata peradaban pada pengertian yang lebih luas, mencakup seluruh fenomena kemajuan dalam kehidupan manusia, baik spiritual maupun material pada seluruh rentang sejarahnya. Peradaban dalam Pandangan Modern Dr. Muhammad Khalfullah Ahmad berkata, bahwa,7 “Bila berbicara tentang kebudayaan Islam, maka maksud kita adalah peninggalan-peninggalan yang bersifat ruhiyah, sejarah, falsafat, bahasa, sastra dan seni. Sedangkan jika kita berbicara tentang peradaban, maka kita tidak memahaminya sebagai sekedar sejarah Islam, walau sejarah adalah kerangka dan wadah bagi peradaban. Kita juga tidak memahaminya hanya sebagai budaya semata, walau hal itu adalah instrument esensial dalam peradaban. Kita juga tidak memaknai peradaban hanya sekedar sistem kehidupan masyarakat, teori-teori ilmiah, atau penemuan-penemuan, walau semua itu adalah fenomena-fenomena penting dalam peradaban. Tapi yang kita maksud saat membicarakan peradaban 7
Dinyatakan dalam sebuah tema “Atsar Al-Hadharah Al-Islamiyah fi Raqyul-Basyariah” yang diajukan pada Majma` Al-Buhuts AlIslamiyah Cairo pada konferensi kedua.
15
adalah “Sebuah komunitas integral yang memiliki kepribadian unik dan istimewa di antara peradabanperadaban besar yang dibangun oleh manusia.” Jika kita ingin melewati batasan bahasa, maka kita bisa mengistilahkan masyarakat sipil (madani) pada aspek ilmu pengetahuan, penemuan ilmiah, dan pengaruh-pengaruhnya yang bersifat materi. Sedangkan peradaban kita perluas maksudnya hingga mencakup aspek spiritual dan materi secara bersamaan (berarti kebudayaan dan masyarakat sipil dengan makna yang sempit). Dengan pengertian “budaya” (Tsaqafah) seperti ini, menjadi tidak sesuai dan tidak dikenal dalam “AlMu’jam Al-Wasith” yang diterbitkan oleh Akademi Bahasa di Kairo, bahwa “Kebudayaan adalah setiap ilmu, pengetahuan, dan seni yang membutuhkan kecerdasan di dalamnya.” Para ahli lainnya memaknai peradaban dengan definisi yang beragam. Mereka melihatnya dari sudut pandang yang berbeda-beda. Misalnya Raglan dalam bukunya “Kaifa Jaa’atil-Hadharah?” (Bagaimana Peradaban itu Datang?) menyatakan, bahwa peradaban adalah kebudayaan yang tertulis. Tentu akan lebih tepat kalau dia menyebutnya sebagai kebudayaan yang mempunyai rupa konkrit. Ia terlihat mencampurkan 16
antara peradaban umat dan sejarahnya. Sebagaimana juga Arnold Toynbee menyatakan bahwa peradaban adalah unit inti dan logis dalam studi sejarah.8 Peradaban Menurut Berbagai Aliran Pemikiran Kita tidak sedang bermaksud menyebutkan definisi-definisi menurut para ahli humaniora dari berbagai aliran pemikiran dan kewarga-negaraan, tanpa menyikapinya. Kita pun hendaknya menyampaikan definisi yang disarikan dari persepsi Islam. Menurut pendapat saya, “Peradaban bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, dibentuk dengan aturannya sendiri dan terpisah dari manusia. Sebagaimana dikatakan oleh Heinz Paulo dalam “Fannus-Suluk As-Siyasi” (Seni Perilaku Politik).9 Yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu peradaban terbentuk karena perilaku manusia, dan bisa diubah oleh manusia. Dengan demikian peradaban bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya. Ia produk manusia dan setiap orang bebas untuk mengubahnya.”
8
Arnold Toynbee dalam bukunya yang dicetak di Oxford; A Study of History jilid 1 Hal: 22-44 9 Heinz Paulo: Fannus-Suluk As-Siyasi (Seni Perilaku Politik); Dar Al-Afaq Al-Jadidah, Birut 1963
17
Manusia Islam Membangun Peradaban Meskipun kita tidak setuju dengan pendapat Paulo, namun secara umum kita sepakat dengannya. Dengan begitu kita dapat menemukan perbedaan antara peradaban Islam dari peradaban lainnya. Karena manusia Islam yang membangun peradaban dan mengelolanya, bersatu-padu dengan Islam. Dia adalah bentukan Islam, dan berusaha menegakkan Islam dalam kehidupannya. Setiap manusia Muslim memiliki kebebasan dalam berbuat, tapi semua perbuatannya mengacu pada dasar-dasar Islam dan persepsi peradabannya yang berorientasi ketuhanan (rabbani). Berdasarkan hal tersebut, maka seorang Muslim pakar fikih peradaban tidak dapat membatasi istilah peradaban dengan hanya menunjukkan capaian-capaian manusia dalam bidang materi dan industri yang merupakan hasil riil dari keahlian dan penelitian, bahkan dari hasil kejeniusan. Karena manusia Islam berbeda dengan manusia yang berideologi lain. Dia mempunyai pandangan yang khusus terhadap alam semesta, memiliki ikatan tersendiri dengan seluruh manusia, mempunyai misi pribadi dalam berinteraksi dengan mereka, dan memiliki tujuan yang harus dicapai dalam hidupnya. Semua itu membuat ruang gerak manusia Muslim jauh lebih luas daripada manusia yang 18
memiliki keyakinan dan ideologi yang berbeda dengan mereka. Begitulah peradaban menurut pemahaman seorang Muslim; adalah entitas manusia yang memiliki kepribadian yang memiliki moral dan nurani. Pondasi Peradaban Menurut Pemahaman Islam Banyak yang menjadi instrumen pembentuk berdirinya peradaban Islam. Di antaranya adalah halhal yang diwariskan oleh syariat Islam yang datang silih-berganti melalui agama-agama samawi terdahulu. Selain itu, terbentuk juga oleh kehidupan yang sedang dijalani, yang selalu memimpikan masa depan yang penuh kejayaan. Dan yang tak kalah penting adalah, bahwa peradaban Islam terbentuk oleh harapan yang merambah jauh ke depan, dipenuhi oleh motivasimotivasi positif dan konstruktif (harapan untuk mendapatkan masa depan yang selalu lebih baik daripada masa sebelumnya). Harapan dan perjuangan itu bukan hanya untuk kebaikan golongan yang memperjuangkannya, tapi juga bagi seluruh manusia. Karena dengan hal tersebut umat Islam layak untuk menjadi khalifah di atas bumi ini. Semua itu dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla.
19
Berdasarkan semua itu, maka definisi peradaban yang menurut kami paling ideal adalah: “Merealisasikan tujuan diciptakannya manusia, yaitu untuk memakmurkan bumi seraya mengharap keridhaan Allah swt., sesuai dengan sunnatullah di alam semesta, dilakukan dengan penuh kesungguhan yang menjadi bukti kelayakan manusia sebagai khalifah.” Sedangkan menurut saya, definisi peradaban Islam adalah: “Entitas umum manusia yang dibangun oleh umat Islam, tetap berada dalam petunjuk agama Islam, mulai dari dasar kehadirannya hingga masa perkembangannya.” Definisi ini kandungannya sesuai dengan definisi-definisi yang diberikan oleh para peneliti lain, meski terdapat perbedaan dalam redaksinya. Misalnya, Dr. Sulaiman Hazin yang mendefinisikan peradaban Islam dengan mengatakan, bahwa10, “Peradaban Islam adalah hasil dari sejarah kehidupan kaum Muslimin di atas negeri-negeri mereka yang terletak pada bagian tengah bumi, diapit wilayah dingin yang dihuni sebagian besar pemeluk agama Kristen, dan wilayah khatulistiwa yang dihuni sebagian 10
Muqaddimah Ibnu Khaldun, Matba`ah Adabiyah, Birut 1900 Hal 38.
20
besar penganut lainnya.”
animisme
dan
pemeluk
agama
Terlihat jelas dalam definisi di atas, bahwa secara khusus beliau menitikberatkan definisi peradaban pada aspek sejarahnya, dan memandang lembaran-lembaran peradaban Islam dalam ruang lingkup historis dan geografis. Sedangkan Dr. Muhammad Khalfullah Ahmad mendefinisikan peradaban Islam11 dengan mengatakan, “Peradaban yang dibangun dengan dasar agama Islam, pokok ajarannya yang utama diambil dari AlQur’an dan Sunnah Rasulullah saw.” Beliau menjelaskan bahwa, karena Islam adalah agama yang mempunyai karakteristik dalam membangun peradaban, maka realitas peradaban Islam menunjukkan bahwa pilar-pilar dasar dan utamanya diambil dari Islam, bukan dari yang lain. Kemunculan Islam di semenanjung Arab dan sekitarnya sudah didahului peradaban yang lebih tua. Di negara-negara yang dicapai dakwah Islam pun sebelumnya sudah terdapat peradaban yang bersifat lokal. Walau pun demikian, Islam mampu memberikan corak dan warna 11
“Atsar Al-Hadharah Al-Islamiyah fi Raqyul-Basyariah” penelitian yang diajukan pada Majma` Al-Buhuts Al-Islamiyah Cairo pada konferensi kedua .
21
yang sama pada semua wilayah tersebut, baik dalam hal pemikiran agama, kehidupan, interaksi sosial, politik dan sebagainya. Sehingga terdapat sisi kesamaan di antara seluruh umat Islam di wilayah-wilayah yang berbeda diberbagai penjuru dunia. Keistimewaan Peradaban Islam Menjadi jelas bagi kita melalui keterangan di atas, bahwa peradaban Islam –sebagaimana kaum Muslimin telah memperlihatkan contoh riil tentang sebuah peradaban- memiliki perangkat dan komponen yang sama dengan peradaban lainnya. Namun komponen-komponen tersebut mendapatkan porsi dan prioritas yang berbeda, agar sesuai dengan identitas peradaban Islam. Selain itu, kita juga mengetahui bahwa peradaban Islam bisa melangsungkan kehidupannya sepanjang kehidupan manusia masih ada. Faktor-faktor yang membuat peradaban Islam bisa berumur panjang adalah karena sesuai dengan fitrah manusia; menyediakan semua hal yang dibutuhkan fitrah manusia; dan bisa terus berkembang sesuai perkembangan fitrah manusia yang selalu menginginkan idealisme. Dengan kata lain, di samping mempunyai kemampuan untuk berkembang, menyebar, dan memberikan kontribusi, peradaban Islam juga 22
selalu menjaga keremajaannya. Dengan sifat keremajaan inilah, peradaban Islam bisa terus bertahan dalam kehidupan yang selalu memunculkan hal-hal baru pada setiap zamannya. Adapun ketika mengalami stagnasi yang disebabkan kondisi dan faktor-faktor yang tidak bisa dikendalikan, peradaban ini tetap mempunyai kehidupan pada akarnya. Akar inilah yang selalu bergelora menanti, bahkan berusaha untuk menciptakan kesempatan untuk tumbuh kembali. Kebangkitan Islam yang sering kita sebut tidak lain adalah gejolak dan loncatan peradaban yang berusaha untuk mengembalikan umat Islam pada alur peradabannya sebagai Risalah Rabbani. Hanya saja, masa kebangkitan itu hanya akan menjadi harapan dan citacita belaka bila tidak ada upaya dan amal untuk merealisasikan serta menghadirkannya dalam kehidupan sesuai manhaj fikih peradaban. Manhaj Kebangkitan Sekarang kita sampai pada pembahasan fikih peradaban yang akan kita jadikan sebagai ruang lingkup pembahasan kita tentang kemoderatan Islam. Perlu diingat bahwa:
23
a. Istilah fikih peradaban adalah hal baru dalam metode penelitian, ilmu, pemahaman, dan perilaku. b. Fikih peradaban memberikan jaminan untuk mendapatkan kebenaran yang nyata, dan dalam menjalankan kehidupan dengan baik. Mengetahui kebenaran adalah hal yang bisa menunjukkan kepada kita rahasia kehidupan; bagaimana menjalankannya, apa yang ditargetkan, dan tujuan yang harus dicapai. Mengetahui kebenaran juga akan menunjukkan kepada kita kedudukan manusia dalam kehidupan dunia; bagaimana kemuliaan dan kelayakannya, seberapa besar kekuasaannya, apa kewajiban dan tanggung-jawabnya, bagaimana menjalankan kewajibannya, bagaimana memanfaatkan dan menikmati kekuasaannya. Karena itulah, mengetahui kebenaran adalah hal yang sangat urgen dan wajib adanya. Bahkan pengetahuan ini berhubungan dengan eksistensi kehidupan itu sendiri tanpa dapat dipisahkan; tak terpisah dari hakikat dan kemanfaatannya. Pengetahuan ini penting untuk menguak kehidupan yang eksistensinya dapat menunjukkan keberadaan Allah swt.; dan juga penting untuk 24
mengetahui kehidupan.
sunah-sunah
Allah
swt.
dalam
Manhaj yang Mengantarkan kepada Pengetahuan Manhaj yang paling ideal dan paling mampu mengantarkan manusia kepada pengetahuan ini sudah selayaknya kita gali dan dalami. Setelah itu, manhaj ini harus diikuti dengan penuh keseriusan. Karena manhaj ini tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan itu sendiri, baik dalam menemukan kaidah-kaidahnya maupun dalam membahas masalah-masalahnya. Setiap studi tentang suatu peradaban, baik yang membahasnya secara global atau pada satu masalah yang terdapat di dalamnya, tidak akan berhasil tanpa pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan yang memadai. Karena semua itu akan membantunya dalam memahami apa yang sedang dikaji, dan membandingkannya dengan yang lain. Pengetahuan, pemahaman dan penguasaan itu juga akan membantunya melihat dengan baik, dalam dan detail. Pengkaji akan bisa membedakan antara kaidah umum dan hukum pada masalah yang bersifat khusus, perkara yang sudah ada sebelumnya atau yang baru muncul. Dia akan dapat mengetahui dengan benar bagaimana peristiwa itu terjadi dan faktor-faktor penyebabnya 25
sesuai dengan konteks tempat, waktu, dan manusianya. Dia akan merenungkan hal-hal yang butuh perenungan, sehingga ia pun tahu kejadian tersebut serta efek yang ditimbulkannya, serta berbagai peristiwa dan faktor penyebabnya. Sehingga ketika menyimpulkan, hasilnya akan benar dan jelas. Sehingga dia pun akan mendapatkan orientasi yang benar. Seorang pakar peradaban yang bijak tidak akan menjadikan penelitiannya berhenti hanya sebagai penelitian belaka. Karena dalam kehidupan ini manusia adalah poros yang hidup, dinamis, pembangun dan kontributif. Demikian pula alam semesta yang Allah Azza wa Jalla tundukkan untuk kemashlahatan mereka. Semua itu digunakannya untuk menjalani kehidupan mereka sebagai manusia yang mendapatkan amanah, bertanggung jawab, inovatif, bertumbuh, dan memberi ke jalan yang lurus. Menentukan Jalur Luncur Peradaban Seorang pakar peradaban yang bijak harus menjadikan tujuan penelitiannya sebagai kontribusi bagi kehidupan manusia, yang mengajarkan pada mereka bagaimana berakhlak yang benar. Itu menjadi sumbangan baru yang bermanfaat. Begitulah seharusnya hasil dari sebuah penelitian, sekaligus 26
menjadi pelajaran yang diambil dari berbagai pengalaman peradaban-peradaban sebelumnya. Hal tersebut akan membantunya dalam menentukan jalur luncur paling ideal menuju peradaban gemilang di masa yang akan datang. Segala yang telah saya lalui dalam kehidupan ini kemudian melahirkan dalam diriku keinginan sangat kuat untuk terus menguak manhaj yang benar dan jelas, yang dapat kujadikan sebagai pegangan, baik dalam menjalankan studi, penelitian, mau pun dalam bersikap. Keinginan itu semakin besar ketika jalan hidupku beralih dari perjuangan di jalur politik ke dunia akademik di salah satu universitas di Maroko. Saat itu saya diundang kesana pada tahun 1386 H, lalu ditunjuk sebagai guru besar untuk mata kuliah “Islam dan Trend Pemikiran Modern” di Darul Hadits Al-Hasaniyah (program pasca sarjana di Universitas Al-Qarawain) di Rabat. Beberapa waktu kemudian, saya juga diminta untuk mengajar Peradaban Islam selama dua tahun di Fakultas Sastra dan Humaniora di Fez. Saya berusaha mengambil materi mata kuliah ini dari Al-Qur`an dan ilmu-ilmu Islam yang otentik. Itulah yang membuatku kian bersemangat mendalami hal ini.
27
Merenungi Ayat Allah dalam Al-Qur’an dan Alam Semesta Biasanya saya menuliskan penelitianku di pagi hari yang cerah kala udara masih sejuk. Pada saat-saat seperti itu saya banyak merenungi ayat-ayat Allah, baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun yang ada di alam semesta. Dan betapa jiwaku merasakan ketenangan dan kelapangan saat kusenandungkan firman Allah Ta’ala:
l ´ ³ ² ± ° ¯m “Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tandatanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)".12 Saya coba mengkaji dan merenungkan secara mendalam kata dalam Al-Qur’an yang terbentuk dari huruf (fa-qa-ha). Saya berusaha mencari hubungan antara ayat-ayat tersebut, lalu menarik kesimpulan:
l s r q pm “… tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka…”13 12 13
QS. Al-An`aam: 65 QS. Al-Isra`: 44
28
l j i h g f e dm “Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu …”14
l º ¹ ¸ ¶ µ ´ ³ ²m “Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.”15
l Õ Ô Ó Ò Ñ Ð Ïm “Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?”16
l d c b a `m “Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang 17 mengetahui.”
l M L K J Im
14
QS. Huud: 91 QS. Thaha: 27-28 16 QS. An-Nisa`: 78 17 QS. Al-An`aam: 98 15
29
“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) …”18.
l j i h g f e d c bm “Niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.”19
l y x w vu t s r q m X W “Katakanlah: "Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya) jika mereka mengetahui.”20.
l K J I H G Fm “Dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad.”21
l z y x w v u tm
18
QS. Al-A`raaf: 179 QS. Al-Anfaal: 65 20 QS. At-Taubah: 81 21 QS. At-Taubah: 87 19
30
“Allah telah memalingkan hati mereka disebabkan mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”22
l ³ ² ± ° ¯ ® ¬ «m “Dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.”23
l Û Ú Ù Ø × Ö ÕÔ Ó Ò m “Mereka akan mengatakan: "Sebenarnya kamu dengki kepada kami". bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.”24
l t s r q pm “Yang demikian itu karena mereka adalah kaum yang tidak mengerti.”25
l ® ¬ « ª © ¨ § ¦ ¥ ¤ £ ¢m “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.”26 22
QS. At-Taubah: 127 QS. Al-Kahfi: 93 24 QS. Al-Fath: 15 25 QS. Al-Hasyr: 13 26 QS. Al-Munaafiquun: 3 23
31
l x w v um “Tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.”27
l ¿ ¾ ½ ¼ » ºm “Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan (bacaan)mu, padahal Kami telah letakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan) sumbatan di telinganya. ….”28 Makna Variatif, Tapi Tidak Berbeda Kata “Al-Fiqhu” pada ayat-ayat di atas mengandung banyak makna. Ini adalah hal yang wajar dalam bahasa Arab; satu kata mempunyai banyak makna. Tetapi kata yang beragam itu menunjukkan arti yang masih berdekatan. Yang perlu kita perhatikan disini adalah kata “al-fiqhu” yang menunjukkan makna kesadaran yang dalam, sempurna, bersumber dari hati dan apa yang dilambangkan dengannya, yaitu hati. Inilah yang disebut mudhghah, jika ia baik maka seluruh tubuh akan baik; jika ia buruk maka seluruh tubuh pun akan jadi buruk. 27 28
QS. Al-Munafiquun: 7 QS. Al-An`aam: 25, Al-israa: 46 dan Al-Kahfi: 57
32
Menguatkan Iman dengan Bukti Nyata Kekuasaan Allah swt. Saya berhenti sejenak merenungkan firman Allah Azza wa Jalla dalam surat Al-An’am: 59-65, yang bertujuan menguatkan keimanan kepada Allah swt. berlandaskan pada bukti-bukti nyata, mata hati yang kuat, akal yang mampu melihat kekuasaan dan ilmu Allah swt. yang agung dan tidak terbatas, serta mengetahui bagaimana Allah swt. mengatur kehidupan, bijaksana dan penuh kasih sayang. Firman Allah Ta’ala:
Ë Ê É È Ç Æ ÅÄ Ã Â Á À ¿ ¾ ½ m ×ÖÕÔ ÓÒÑÐÏÎÍÌ DCBA ßÞ ÝÜÛÚ ÙØ P ON M L K J I H G F E [ ZYXW VUTS RQ g f e d c b a ` _ ^ ]\ v u t s rq p o n m l k j i h ba`_~ }|{zyxw onmlkjih gfedc 33
}|{zyxwvuts r qp « ª©¨§¦¥¤£¢¡ ~ l µ ´ ³ ² ± ° ¯ ®¬ “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz). Dan Dia-lah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkanmu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali. Lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. Dan Dia-lah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. Kemudian mereka (hamba 34
Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya, dan Dia-lah Pembuat perhitungan yang paling cepat. Katakanlah, "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan, "Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah Kami menjadi orangorang yang bersyukur." Katakanlah, "Allah menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya." Katakanlah, "Dia-lah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)."29 Saya terus menelusuri ayat-ayat ini yang berisi peringatan, ketetapan, ancaman, pelurusan, pengungkapan bukti, penjabaran peristiwa sejarah, penyimpulan kebenaran, memetik pelajaran dengan 29
QS. Al-An`aam: 59-65
35
menggunakan manhaj yang benar, dan pemikiran yang sehat. Kemudian saya berhenti cukup lama mengkaji kata dan maksud “ayat” (tanda-tanda kekuasaan) yang Allah swt. datangkan kepada hamba-hamba-Nya guna menggerakkan: • “Hati mereka”; tempat berkumpulnya perasaan dan emosi, yang mengendalikan perilaku mereka dalam kehidupan ini. • “Akal mereka” dan segala yang terkait dengannya berupa kemampuan-kemampuannya; yang dapat memilah dan memilih jalan kalau terdapat perbedaan perasaan, dan menentukan sikap kalau terdapat pertentangan emosi. • “Iman mereka” yang kuat dan lurus; bersumber dari fitrah yang jernih, emosi yang menggelora, dan bukti yang jelas. Surat Al-An’am ayat 95-99 membicarakan tentang makhluk (ciptaan) Allah swt., kehidupan dan kematian, tugas-tugas makhluk, karakteristik pribadi dan spontanitasnya, dan bagaimana manusia memanfaatkan potensi tersebut. Ayat ini juga berbicara tentang keajaiban luar biasa, dimana manusia berasal dari satu jiwa, tentang 36
makanan yang dikonsumsinya, dan tumbuhkembangnya yang dihasilkan dari kebaikan-kebaikan alam yang berasal dari langit dan bumi. Semua itu berlangsung dengan sistem yang akurat, tetap dan berkesinambungan. Semua makhluk tersebut ditundukkan Allah swt. untuk manusia –sang khalifah- yang diwajibkan atas mereka untuk mengetahui keagungan berbagai nikmat tersebut, mensyukuri dan memanfaatkannya dengan baik sebagai realisasi kehendak penciptanya; Allah Azza wa Jalla. Itu adalah bentuk pengakuan terhadap ke-Esaan-Nya, sebagai ibadah kepada-Nya dengan mentaati segala perintah-Nya dan mengikuti petunjukNya, memakmurkan bumi dan mengemban amanah Manusia –sang khalifah- melaksanakan semua itu dengan perasaan tulus dan hati yang rela karena mereka ingin menjadi seperti apa yang dikehendaki Allah swt.; sebagai orang-orang yang mengetahui, pandai dan beriman. Allah Azza wa Jalla berfirman:
N M L K J I H GF E D C B A m [ Z Y X W V U T SR Q PO f e d c b a ` _^ ] \ s r q po n m l k j i h g 37
_~ } | { z y x w v u t ji hgfedcba` vuts rqp onmlk ¡~}| {zyxw ¯® ¬ « ª © ¨ §¦ ¥ ¤ £ ¢ l¶µ´³ ²±° “Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka mengapa kamu masih berpaling? Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan Dia-lah yang menjadikan bintangbintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. Dan Dia-lah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat penyimpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda 38
kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui. Dan Dia-lah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuhtumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa, perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”30 Seluruh ayat ini mengajak kita untuk tafakkur, tadabur, mengkaji, memetik pelajaran dan menghubungkannya dengan keimanan kepada Allah Ta`ala, rasa takut kepada-Nya dan mengikuti petunjukNya sebagai hasil yang harus dicapai. Firman-Nya:
zy x w v u t s r q p o n m m ¥¤£ ¢¡~}|{
30
QS. Al-An`aam: 95-99
39
° ¯ ®¬ « ª © ¨ § ¦ l » º ¹ ¸ ¶ µ´ ³ ² ± “Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya, dan di antara gunung-gunung itu ada garisgaris putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanya ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”31 Ayat yang kami renungkan dengan sangat dalam adalah:
 Á À ¿ ¾½ ¼ » º ¹ m X W ÌËÊÉ ÈÇÆÅÄà l ÐÏ Î Í “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap 31
QS. Faathir: 27-28
40
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”32 dan kami hubungkan dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya, “Barang siapa yang Allah Ta`ala inginkan kebaikan padanya, maka Ia akan (memberinya) pemahaman pada agama.”33 Fokus kajian kami pada kata “Tafaqquh” (memperdalam pemahaman) pada ayat tersebut dan berusaha menghubungkannya dengan kata “hadzar” (peringatan) yang berada di akhir ayat sebagai hasil dari upaya pemerdalaman ilmu. “Al-Hadzar” (peringatan) secara bahasa berfungsi untuk menjauhkan, memperingatkan, menakut-nakuti, mengancam dan menyadarkan. Ia merupakan aktivitas akal yang bersumber dari manusia yang lurus dalam berbagai kondisi yang dihadapinya. Atau juga bisa berasal dari upaya kehati-hatian, upaya dalam menghadapi kejadian yang berlangsung atau persiapan dalam menghadapi sesuatu yang akan muncul.
32 33
QS. At-Taubah: 122. HR. Bukhari dalam Kitab Al-Ilm Bab: Man Yuridillah bihi Khairan Yufaqqihhu fid-Din
41
Kemudian berdasarkan pada pemahaman – bahkan keyakinanku, bahwa kata “Ad-Din” yang terdapat dalam kamus bahasa Arab dan pada ayat tersebut bukanlah sebagaimana yang diungkapkan dalam bahasa asing “Religion”. Tapi kata “ad-Diin” jauh lebih luas, lengkap dan sempurna dari semua itu. Ia merupakan undang-undang sebagaimana dalam istilah kontemporer. Firman Allah Azza Wa Jalla:
ll k j i h m “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam….”34 Ia adalah konstitusi bagi eksistensi kemanusiaan.35 Fikih dalam Agama Adalah Fikih Peradaban Yang dimaksud “Al-Fiqhu fid-Din” dalam ayat dan hadits di atas bukanlah fikih tentang akidah, hukum dan muamalah. Namun ia lebih besar dan lebih luas dari semua itu. Karena ia adalah fikih kehidupan; seluruh kehidupan. Itulah fikih peradaban. Hakikat besar itu merasuk kuat dalam akal dan sanubariku. Saya lalu membagi “fikih” dalam poin 34 35
QS. Al-Imraan: 19 Ad-Diin fil-Islam. Dustuur Laa Thaquus lil-Amiri. Kitab AlMusthahalahat Al-Arba`ah dan Risalatud-Din, Al-Maududi.
42
poin yang saling berhubungan, dan berupaya menerapkannya pada semua penelitian yang ingin saya selesaikan, sekaligus sebagai arahan dalam kehidupan dengan segala pernak-perniknya. Saya pun berkomitmen menjadikannya sebagai pencerah hingga menjadi budaya berfikir, dan menyatu secara spontanitas dalam kehidupanku. Sejak mengetahui kandungan akan hal itu dan melaksanakan tuntutannya, saya pun merasakan urgensinya. Hingga membuatku merasa bahwa saya harus berusaha mengajarkan dan menyebarkannya sebagai pemenuhan atas hak Allah Ta`ala, kebenaran dan makhluk ciptaan-Nya. Demikianlah akhirnya, bahwa fikih peradaban bagi saya –sebagaimana yang telah saya katakan sebelumnya-, adalah istilah baru untuk sebuah metode yang tepat dalam penelitian, ilmu, pemahaman dan perilaku; memberikan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengetahui hakikat yang terang benderang, dan dalam menjalani kehidupan yang lurus.
43
44
Fikih Peradaban Pemikiran manusia yang kian terbuka terhadap bidang kesadaran hidup memberi hasil akan pentingnya peradaban dan pengkajiannya yang juga harus dihubungkan dengan semua ilmu, khususnya ilmu-ilmu humaniora. Peradaban atau Permasalahan Umat Manusia Realitas menyatakan bahwa peradaban dengan berbagai definisi yang disebutkan melalui teori atau implementasi dalam kehidupan nyata, pada masa sekarang ini adalah pokok dari berbagai masalah manusia di muka bumi; menyatu pada seluruh aspek kehidupan mereka. Karena peradabanlah yang menunaikan tujuan keberadaan manusia dalam memakmurkan bumi, sehingga terwujudlah kemanusiaan mereka sebagai manusia sebagaimana unsur pembentukannya yang berasal dari tanah dan ruh. Pilar-pilar Peradaban dalam Perspektif Islam Peradaban dalam kerangka ini adalah sesuatu yang keinginannya bertolak dari tanah; ada kesadaran dan usaha untuk memakmurkan, mengatur dan 45
memperbaiki. Sementara hatinya –sesuai makna alQur’an- berseri-seri seraya naik ke atas langit; merenung, berfikir, dan mengkaji dengan ilmu dan amal. Sehingga pijakan menuju Allah Ta`ala sesuai dengan hukum-hukum-Nya, sebagai realisasi dari kehendak Allah Ta’ala, menjadi khalifah di muka bumi. Penelitian pada fikih peradaban membutuhkan buku khusus, dan saya sendiri telah mempersiapkan proyek ini, sembari menanti situasi dan kondisi yang tepat untuk menerbitkannya dengan tetap berharap pada pertolongan Allah Azza wa Jalla. Maksud dari penjelasan di atas yang telah saya sampaikan secara ringkas, adalah paparan tentang suasana yang kemudian melahirkan ide dalam pikiranku, mengilhamiku (secara istilah) dan menjadikannya sebagai metode dalam penelitian, pemahaman, ilmu dan perilaku. Lalu mengembangkannya dari apa yang telah saya sampaikan dalam ceramah saya “Al-Islam wa AzmatulHadharah Al-Insaniyah Al-Mu`ashirah.. fi Dhau’ alFiqh al-Hadhari” (Islam dan Krisis Peradaban Manusia Modern; dalam Bingkai Fikih Peradaban)36, sebagai 36
Diterbitkan oleh Mu`assasah Asy-Syarq lin-Nasyr wat-Tarjamah pada Muharram 1404/Oktober 1983
46
bahan diskusi bagi para pembaca, dan agar saya memiliki usaha lebih maksimal untuk mendalami dan memperjelas tema ini. Siapa yang menyangka, bahwa setelah itu akan terbentuk sebuah ilmu atau cabang ilmu tentang kajian tematis dan aplikatif. Dan pada sisi lain saya dapat mengupas tema Moderasi Islam setelah mengetahui setiap hakikat yang terkait dengannya. Komponen Fikih Peradaban Menurut saya, komponen fikih peradaban ada empat, yang akan saya jelaskan secara ringkas agar tidak menyimpang dari tema utamanya. Seraya memohon kepada Allah Azza wa Jalla semoga Ia limpahkan taufik-Nya agar dapat menerbitkan sebuah penelitian yang secara khusus terkait tema ini dalam waktu dekat ini. Pertama: Pemahaman Peradaban: Sifat dari pengkajian peradaban secara umum apakah deskriptif atau historis; kemudian permasalahan, nilai-nilai dan ide-ide yang dilontarkan dalam pembahasan dan pengkajian dari semua aspek dari sisi asal, ciri, cabang dan semua lini yang berhubungan dengannya dari dekat atau jauh. Semua ini 47
agar pengkajiannya utuh, dapat membuat perencanaan yang benar sesegera mungkin, dan mampu melakukan finishing dengan baik. Aspek ini sangat penting dan bersifat umum untuk memahami peradaban. Kedua: Teori Peradaban: Kita dapat menganggapnya lebih bersifat spesifik daripada pemahaman peradaban; karena sifatnya yang detail, rinci dan menyatukan antara universalitas dengan ketelitian yang bertujuan untuk memberikan jaminan kebenaran pada kajian teoritis. Dan agar dapat memberikan keputusan dalam melaksanakan sesuatu yang mungkin untuk dijalankan, dan memberikan penilaian yang lebih akurat terhadap berbagai tuntutan permasalahan yang implementatif. Ketiga: Kesadaran Peradaban: Ia merupakan hasil dari dua kompenen di atas; pemahaman dan teori; dengan jalan menempatkan suatu permasalahan pada tempatnya yang benar dan posisinya yang tepat; dalam hal urgensitas, kedudukan, kepentingan dan kemungkinannya untuk diaplikasikan. Dengan demikian kesadaran peradaban adalah untuk mengetahui kedudukan pertanyaan dan jawabannya, permasalahan dan solusinya, membedakan antara yang
48
pokok dan cabang, global dan parsial, dan kesesuaiannya dengan ruang, waktu dan pelakunya. Itulah kesadaran peradaban yang pada intinya dibutuhkan; sebagai keistimewaan, kelayakan dan kemampuan manusiawi. Sebagaimana juga untuk memahami problematika peradaban melalui penelitian yang benar dan memberi hasil yang bermanfaat. Keempat: Perilaku Peradaban: Ia merupakan buah fikih peradaban dari hasil olah penelitian teoritis serta pembentukan kemampuan dan pengalaman suatu individu menuju tahap manfaat aplikatif; sebagai individu dan kelompok, lalu mengimplementasikannya dalam kehidupan. Setelah itu menempatkan metodologi pergerakan peradaban bagi perilaku individu, kelompok dan bangsa yang bersumber dari data berbagai percobaan, pelajaran masa lalu, permasalan masa kini yang diadaptasikan ke dalam realitas kekinian, dan peristiwa yang sedang terjadi. Semua itu dilakukan demi membentuk masa depan yang lebih baik dan bertolak dengannya melalui landasan yang benar di atas jalan yang lurus. Dengan begitu, perilaku peradaban berada pada jalur dan pemikiran yang benar, serta amal yang tepat dan bermanfaat. 49
Dalam bidang pemikiran, perilaku manusia yang berperadaban dalam menjalankan kehidupan ini sesuai dengan fitrahnya yang lurus dan sesuai dengan nilainilai yang hakiki. Dalam hal pemikiran digunakan untuk membedakan antara asal yang tetap dan cabang yang senantiasa berubah, memilah-milah ide, kejadian dan nilai-nilai baru, lalu mengarahkannya pada yang benar dan memutuskannya apakah layak untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Pada tataran aplikasi, secara teori, perilaku peradaban adalah menciptakan metode aplikatif yang jauh dari pengaruh negatif dan kerancuan pemikiran, disertai perhatian terhadap percobaan masa lalu, kepentingan saat ini dan keinginan di masa depan tanpa lalai, tergesa-gesa, lamban, atau menyepelekan. Secara aplikatif, perilaku peradaban adalah menjadikan seluruh perilaku dan perbuatan manusia terpuji dan lurus, serta mempunyai reaksi yang tepat. Sehingga usaha individu dapat menyatu dalam usaha kelompok, keinginan rakyat berjalan seiring dengan keinginan pemimpin. Dengan demikian terbentuk umat berperadaban yang berasal dari sumber aslinya, dan mengambil manfaat dari kontribusi umat manusia berupa kebijakan dan pengetahuan, demi kebaikan dirinya dan seluruh manusia. 50
Islam dalam Bingkai Fikih Peradaban Setelah memiliki pengetahuan tentang fikih peradaban, kini kita beranjak menuju “Islam” sebagai agama haq yang diridhai Allah Ta`ala bagi seluruh makhluk, pedoman hidup bagi umat manusia semenjak mereka diciptakan; sebagai agama dan nilai-nilai luhur.
l l k j i hmXW “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam….”37
l f e d c b a ` _m X W “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya.”38
§ ¦ ¥ ¤ £ ¢ ¡ ~ }mXW l ©¨ “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”39 37
QS. Al-Imraan: 19 QS. Al-Imraan: 85 39 QS. Asy-Syuraa: 21 38
51
l l k j i h g f e d c bmXW “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang Dia diajak kepada Islam?”40 Allah Azza wa Jalla menyempurnakan nikmatNya bagi seluruh hamba-Nya dengan mengutus Nabi Muhammad saw. sebagai penutup para Nabi dan Rasul, dan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Allah Ta’ala berfirman:
r q p o n m l kmXW l uts “… pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam jadi agama bagimu….”41 Kami akan berusaha mempersingkat pembahasan tentang Islam; terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan tema bahasan kami; dalam bingkai fikih peradaban; pemahaman, teori dan kesadaran sebagai pedoman kehidupan manusia yang sadar dan terarah. 40 41
QS. As-Shaf: 7 QS. Al-Ma`idah: 3
52
Allah Azza wa Jalla berfirman:
l H G F E D C B Am “Siapa saja yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam….)42. Islam secara mutlak adalah agama Allah Ta`ala, syariat seluruh Nabi dan Rasul, serta hidayah bagi seluruh umat manusia. Dalam “Lisanul-Arab” dinyatakan, bahwa setiap Nabi diutus dengan Islam, meskipun terdapat perbedaan dalam syariat-syariatnya. Islam –secara khusus- adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. bagi seluruh umat manusia, sebagai penutup para Nabi dan Rasul dibekali kitab dan berpegang teguh padanya. Sir Thomas Arnold dalam bukunya “Ad-Da`wah ilal-Islam” (Dakwah menuju Islam) berkata, “Islam adalah agama samawi yang dipilihkan untuk seluruh umat manusia, kemudian diwahyukan dalam formasi baru kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana diwahyukan kepada para Nabi terdahulu.” 42
QS. Al-An`aam: 125
53
Perasaan butuh akan agama yang ada dalam diri manusia adalah sumber utama yang jadi petunjuk baginya, untuk gagasan-gagasan moralnya, persepsinya tentang manusia dan peradabannya. Agama bukanlah hasil dari capaian akal manusia yang demikian polos dan sederhana lalu berkembang dan mengalami kemajuan secara bertahap, seperti karakter manusia yang hidup pada masa awal –ini adalah klaim sejumlah aliran materialis kontemporer-, dimana manusia pada masa sekarang mampu mencabut agama itu dari nurani dan jiwanya, atau menjauhkannya dari gerak kehidupannya. Padahal agama adalah jawaban satusatunya bagi kebutuhan paling esensial dan mendasar dari kebutuhan manusia normal, yang akan selalu lekat bersamanya di sepanjang masa kehidupannya, dan dalam berbagai situasi dan kondisi. Itulah insting spiritual yang ditanamkan sebagai fitrah dalam diri manusia. Sesungguhnya kesempurnaan amalan manusia tidak akan terwujud kecuali dengan mengikuti petunjuk penciptanya; mengikuti perintah-Nya, senantiasa taat dan patuh kepada-Nya. Ketaatan adalah penyerahan tali kekang kepada orang lain dengan penuh kepasrahan dan kerelaan.
54
Dengan demikian, Islam adalah pengadaptasian perilaku manusia terhadap hukum-hukum dan aturan kehidupan, sebagaimana disyariatkan Allah Ta`ala dan dibawa oleh para Rasul. Mereka mengokohkan akidah tauhid secara berkesinambungan, menggambarkan rambu-rambu yang permanen untuk kebaikan dan keburukan secara stabil dan terpahami, menjawab kebutuhan manusia normal dengan jawaban yang bersih dari sangkaan palsu, nafsu, penyimpangan dan penyelewengan. Ajaran-ajaran Islam Muhammad saw.
Sejak
Diutusnya
Nabi
Rambu-rambu Islam semakin jelas sejak diutusnya Nabi Muhammad saw. bagi seluruh umat manusia. Sang Nabi yang mempunyai kepribadian unik sehingga dijadikan simbol bagi agamanya yang universal, pedoman umum yang integral, sistim rabbani yang sarat petunjuk dan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Itulah Islam: • Akidah dan semboyannya adalah ke-esaan. • Nabi, Rasul dan Imamnya adalah Muhammad saw. • Wahyu dan perkataannya berasal dari wahyu Allah Azza wa Jalla. • Kitab pedomannya adalah Al-Qur`an yang mulia. 55
• Generasi penyebar mukmin Arab.
pertamanya
adalah
para
• Bangsa dan pengikutnya adalah seluruh kaum mukminin. • Medan dakwahnya adalah seluruh alam. • Keyakinan akidahnya adalah kebenaran terhadap seluruh agama-agama samawi. • Tujuan utamanya adalah Allah Ta`ala. • Kiblatnya adalah Ka`bah Al-Musyarrofah di Masjid Al-Haram. • Ucapan selamatnya adalah salam. • Fitrah utamanya adalah kemuliaan manusia. • Timbangan kemuliaannya adalah ketakwaan. • Akhlaknya adalah keadilan terhadap seluruh makhluk.
dan
kemuliaan
• Slogannya adalah: Allahu Akbar, Alhamdulillah dan Al-`Izzatu lillah (kemualiaan hanya untuk Allah Ta’ala) Islam memiliki asas, titik tolak, persepsi dan metode dalam administrasi, ekonomi, filsafat dan seluruh bidang pemikiran, serta memiliki aturan sosial, politik dan kenegaraan serta pembanunan fisik sebagai sarana kehidupan. Agama ini juga memiliki peradaban yang unggul dengan segala kontribusi yang
56
dipersembahkannya, disertai keunikannya yang istimewa43.
karakterisitik
dan
Kesaksian Individu dan Umat Allah Azza wa Jalla berfirman:
b a ` _ ^ ] \ [ Zm l edc “dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”44 Bila kesaksian dalam suatu perkara sederhana saja dianggap tidak sah kecuali dilakukan oleh orang yang adil dan terpenuhinya syarat-syarat sah dalam hal akal, ilmu, kejujuran dan kemuliaan akhlak, lalu bagaimanakah jika saksi itu akan memberikan kesaksiannya kepada manusia seluruhnya? Seperti itulah umat Islam “Umat Moderat”; pertengahan dalam segala hal; kemuliaan, kebajikan, 43
Al-Islam wa Azmatul-Hadharah Al-Insaniyah Al-Mu`ashirah; Umar Baha`ud-Din Al-Amiri, Dar Asy-Syarq, 1404 Hal: 35-37 44 QS. Al-Baqarah: 143
57
keseimbangan, keadilan, tujuan, akidah, aturan, syariat, pedoman, iklim, sejarah dan letak geografis. Sayyid Quthub dalam tafsir “Fi Zilalil-Qur`an” berkata, “Ia adalah umat moderat yang akan menjadi saksi bagi seluruh umat manusia, sehingga terbangunlah keadilan dan keseimbangan, terlaksanalah keseimbangan dan nilai-nilai luhur, terungkaplah pendapatnya sebagai pendapat yang diakui, demikian pula nilai-nilai, persepsi, keyakinan dan syiar-syiarnya menjadi pembeda dengan yang lainnya.” Umat ini akan menjadi saksi bagi seluruh umat manusia, dan Rasul akan menjadi saksi bagi mereka; menetapkan timbangan mereka serta nilainya, memutuskan hukum atas amalan dan keyakinan mereka, menakar apa yang keluar dari mereka, lalu ia sampaikan kalimatnya yang terakhir. Dengan begitu maka terlihatlah hakikat dan tugas umat ini; agar Anda tahu dan dapat merasakan kebesarannya, menilai perannya dengan baik, menghormati hak-haknya dengan sebaik-baik penghormatan, dan agar Anda senantiasa siap untuk melaksanakan tugas secara layak.
58
Kemoderatan Islam Pilar-pilar setiap agama terdiri dari: akidah, syariat dan perilaku. Kemoderatan Islam terlihat pertama kali pada akidahnya; tidak terlantar akibat ruhiyah yang menenggelamkan, dan juga tidak terbebani oleh materialisme berlebihan yang membuatnya kehilangan makna. Manusia terdiri dari aspek fisik dan ruh. Adapun akidahnya (Islam) berasal dari fitrah yang mengajaknya dengan sebaik-baik ajakan, disertai komprehensifitas, keterpaduan dan keseimbangan. Akidah kemudian mewarnai syariat Islam, dan keduanya (akidah dan syariat) kemudian mewarnai perilaku pengikutnya, sehingga keseimbangan itu mencakup seluruh unsurunsur pembangun agama, yaitu perilaku yang diikuti seluruh pemeluk agama ini. Sehingga umat Islam menjadi umat yang moderat dalam segala hal; dalam tampilan, isi, materi dan makna. Umat Islam moderat dalam moral individunya tidak pernah keras terhadap manusia dalam kehidupan pribadinya; sehingga tidak mengharamkan dirinya dari hal-hal baik dan dihalalkan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
59
Ä Ã Â Á À¿ ¾ ½ ¼ » º m l Ë Ê É È Ç ÆÅ “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu.”45 Dan firman-Nya:
l ^] \ [ Z Y X W V U T S m “Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?"46. Kemoderatan Islam juga terlihat dalam moral sosial; tidak memberi kesempatan terbuka bebas untuk berinteraksi dengan umat manusia, tidak keras dan menutup diri dalam berinteraksi dengan umat lainnya. Ia jadikan keadilan sebagai tingkatan paling rendah dalam proses interaksi dengan sesama manusia. Adapun keutamaan, maka itu tidak memiliki batasan apapun. 45 46
QS. Al-Qashash: 77 QS. Al-A`raaf: 32
60
Orang bijak berkata, “Jadikanlah keadilan sebagai penengah antara dirimu dan musuhmu, dan jadikanlah keridhaan sebagai penengah antara dirimu dan temanmu.” Allah Ta`ala berfirman:
¬ « ª ©¨ § ¦ ¥ ¤ £ ¢ m l® “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”47 Ketakwaaan adalah standar kemuliaan di antara anak Adam, sebagaimana Allah Ta’ala muliakan mereka sejak mula penciptaannya, atau saat Ia tiupkan ruh-Nya ke dalam tubuh mereka. Firman-Nya:
po n m l k j i h g f e m l { z y x w vu t s r q “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku 47
QS. Al-Ma`idah: 8
61
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”48 Allah Ta`ala juga memerintahkan untuk berlaku tegas dalam membela kebenaran dan keras terhadap orang-orang yang menolak kebenaran. Allah Ta’ala berfirman:
l K J I H G F E DC B A m “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”49 Ada nuansa “keras” dalam ayat ini. Tapi itu untuk kebenaran dan kepada mereka yang menolak kebenaran. Namun pada intinya terkandung hikmah, dan pada tujuannya tersimpan kenikmatan. Jika kemulian itu milik Allah Azza wa Jalla, Rasulullah saw. dan kaum Mukminin, maka itu tidak disertai keangkuhan, ketidak-adilan, kepuasan pribadi, juga tidak karena kebablasan. Sebab seorang Muslim itu mengasihi dan dikasihi. Dan tidak ada kebaikan bagi 48 49
QS. Al-Hujuraat: 13 QS. Al-Fath: 29
62
seseorang yang tidak mengasihi dan dikasihi; sehingga manusia yang paling dekat kedudukannya dengan Rasulullah saw. pada hari kiamat adalah yang paling ramah dan penyayang. Sungguh besar kebijaksanaan Allah Ta`ala yang memerintahkan kaum Muslimin agar memberi maaf dan ampun, bahkan terhadap orang-orang yang tidak takut kepada hari-hari Allah, agar menyeru mereka untuk kembali ke jalan Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik. Dan Allah Ta’ala berfirman:
l i h g f e dc b a ` _ m “Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.”50 Jika kedengkian, kejahatan dan kezaliman semakin gencar, maka semua itu niscaya akan kembali kepada diri mereka sendiri. Karena seorang Muslim sesungguhnya tidak menganiaya, tidak berbuat jahat dan tidak menindas. Semuanya beramal sesuai petunjuk agamanya dengan peran mereka masing-masing.
50
QS. Al-Mu`minuun: 96
63
Kemuliaan Dengan Menjalankan Tugas dengan Sebaik-baiknya Islam menolak dengan keras adanya pengakuan terhadap bangsa terpilih. Tapi mengaitkan kemuliaan dengan baiknya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab. Maka setiap manusia sesungguhnya adalah keluarga Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi keluarganya. Seorang Muslim membiasakan dirinya dengan perilaku mulia terhadap semua makhluk Allah swt.; bahkan terhadap benda mati, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Menyingkirkan duri di jalan adalah bagian dari iman. Merawat tumbuh-tumbuhan, atau menanam benih walau kiamat di depan mata adalah pahala. Demikian pula kebaikan yang diberikan kepada setiap makhluk, ada pahalanya. Jikalau umat Islam adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi seluruh manusia, maka melaui amar ma`ruf, nahi mungkar dan beriman kepada Allah swt. menjadikan mereka umat moderat. Istilah Umat dalam Al-Qur`an Seruan Allah Azza wa Jalla yang ditujukan kepada umat Islam memiliki beberapa makna yang 64
sangat penting; bahwa umat Islam adalah sebuah entitas yang tetap ada dan hidup secara berkelanjutan. Setiap lembaga atau organisasi yang berdiri di bawah tanggung jawab umat ini, terdapat pribadi-pribadi dengan moral istimewa, seiring kehadiran materi yang senantiasa tumbuh dan berubah bagi pribadi tersebut. Maka karakter itu tidak hanya terbatas pada umat Islam di zaman tertentu atau pada wilayah tertentu. Tapi mencakup seluruh umat Islam di setiap masa dan tempat. Bila penggunaan kata “umat" dalam Al-Qur`an terdapat dalam berbagai momentum disertai kandungan makna yang beragam51; maka secara umum dan yang 51
) Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala yang artinya: ‐ “Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), Dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya.” (QS. Al-A`raaf: 38) ‐ “Dan Sesungguhnya jika Kami undurkan azab dari mereka sampai kepada suatu waktu yang ditentukan, niscaya mereka akan berkata: "Apakah yang menghalanginya?" (QS. Huud: 8) ‐ “Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: "Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menta'birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)." (QS. Yusuf: 45) ‐ “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif.” (QS. AnNahl: 120) ‐ “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya).” (QS. Al-Qashash: 23)
65
dimaksud pada ayat ini adalah umat Islam. Sebagaimana diwajibkan atasnya menganut akidahnya (akidah Islam) beramal sesuai syariatnya, menyelaraskan perilakunya sesuai petunjuknya, bangkit melaksanakan perintahnya, membangun seluruh kehidupan di atas jalan Islam, dan menyeru manusia untuk kembali kepadanya. Apa yang disampaikan Al-Qur`an menegaskan akan makna umat sebagai umat Islam, sehingga dalam strukturnya menjadi suatu istilah baku yang maknanya tidak akan keluar dari arti sebenarnya, sebagaimana yang biasa digunakan bangsa Arab. Istilah umat Islam dalam Al-Qur`an, secara ilmiah maksudnya berbeda dengan umat yang digunakan untuk mengungkapkan suatu kaum, bahkan dalam istilah yang digunakan oleh para pakar sosial. Karena istilah umat Islam sangat luas melampaui batasan ras tertentu yang sempit. Karena umat Islam sesungguhnya adalah istilah agama, bila kita dapat memahami maksud dari agama dalam firman Allah Ta`ala: ‐ “Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.” (QS. Al-An`aam: 38) Kalau kita melakukan kajian terhadap huruf (Alif, mim, mim) dalam Al-Mu`jam Al-Mufahras Li alfazhil-Qur`an Al-Karim akan terlihat penggunaan kata umat dalam berbagai makna.
66
l l k j i hm “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.”52 Yang berarti bahwa aturan umum bagi manusia menurut Allah Ta`ala adalah Islam secara mutlak, bukan hanya sifatnya sebagai agama yang dibawa Nabi Muhammad saw. saja. Benar, terdapat perbedaan syariat Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. dengan syariat-syariat samawi terdahulu; karena Islam diturunkan sebagai agama universal bagi seluruh umat manusia dan rahmat bagi semesta alam. Para Nabi terdahulu hanya diutus untuk kaumnya sendiri, pada zamannya sendiri dan pada wilayahnya sendiri. Sedangkan Nabi Muhammad saw. diutus Allah Ta`ala dengan membawa Islam yang sempurna untuk seluruh zaman, tempat dan umat. Universalitas Islam sejak Diturunkan Pertama Kali dan Capaiannya Sangat lazim kalau umat Islam adalah umat universal dan global, tidak hanya sebatas umat pada zaman diturunkannya Islam, atau pada umat dimana wahyu itu diturunkan. Tapi umat itu ada di sepanjang masa kehidupan; umat universal dan resmi dijadikan 52
QS. Al-Imraan: 19
67
sebagai penanggung jawab; sebagaimana firman-Nya “(kami jadikan kalian) dituntut untuk (menjadi saksi bagi umat manusia) dan dihisab dengan (kesaksian Rasulullah saw.” Jika Agama Islam sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. adalah agama universal, maka sudah seharusnya bila Rasul yang membawanya diutus untuk seluruh umat manusia. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta`ala:
T S R Q P O N M L Km lYXW VU “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya, serta untuk menjadi cahaya yang menerangi.”53 Dan umat yang mengikutinya adalah umat universal. Jelas sekali bahwa yang dimaksud adalah umat yang harus menjadi sebagaimana yang diharapkan Allah Ta`ala, bukan umat realita yang kondisinya senantiasa berubah-ubah.
53
QS. Al-Ahzab: 45-46
68
Ayat “Kehendak Ilahi” dalam Al-Qur`an Seorang pakar peradaban mengkaji kalimat (“Kami jadikan kalian”) dalam Al-Qur`an dan mencari kata yang tersusun dari huruf (jim, `ain dan lam), dan menemukan pada 349 ayat. Sebagian besar dari ayat tersebut turun dalam rangka mengungkapkan kaidahkaidah pokok, landasan yang kokoh, dan pilar-pilar permanen yang dengannya Allah swt. mengatur langit dan bumi dengan aturan yang seimbang, saling bersinergi dalam zat, memiliki keterkaitan, tugas dan tujuan. Sebagian lagi berhubungan dengan permulaan penciptaan manusia, akhlak, perilaku, aturan kehidupannya, aktivitasnya, akal dan sifat-sifatnya yang luar biasa, pertumbuhan ilmu dan amalannya, interaksi, ketundukan dan ketakwaannya, sehingga dapat menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang ditentukan sebelumnya. Kesemuanya itu berjalan sesuai dengan sunnatullah –sang Pencipta yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui- terhadap makhlukNya dengan aturan yang teratur dan seimbang, yang tidak terdapat perubahan dan pergantian yang dapat membuat penelitian yang kita lakukan jadi sempit. Pakar peradaban tersebut memaknai firman Allah Ta`ala, “Kami jadikan kalian umat pilihan dan 69
pertengahan”, sebagai kedudukan penting dan istimewa di antara ruang dan tempat. Itulah “Kehendak Ilahi” yang menciptakan alam semesta dan ditangan-Nya terdapat kendali segala sesuatu, dukungan dan penguatan bagi siapa saja yang dikehendaki bangkit melaksanakan urusan tersebut, dan menciptakan dalam dirinya keyakinan akan kemampuan dirinya dan kemenangan yang bakal diraih. Kehendak Ilahi itu adalah awal dari sebuah kepercayaan yang diembankan kepada umat ini, sebagai persiapan dan dorongan untuk membawa misi misi besar dan penting. Bila kita menyatukan seluruh yang telah kita pahami itu dari maksud ayat yang menyebutkan tentang “umat”, dengan apa yang telah kami jelaskan di atas, maka tampak jelas bagi kita nilai kemoderatan dalam hal hakikat, kewajiban, pemuliaan dan spesifikasi yang berhak bersamanya –sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya-; persaksian atas seluruh manusia, sehingga Allah Azza wa Jalla mewariskan bumi ini dan segala yang ada padanya. Fikih peradaban mengarahkan kami untuk memahami dan menguasai ayat-ayat yang kami kaji, kami kupas kandungan dan maksudnya. Kami juga harus melihat kedudukan ayat tersebut dalam AlQur`an dan hubungannya dengan zaman ini; yang 70
berarti kami juga harus mengkaji surat, sejarah dan sebab turunnya. Kalimat tersebut terdapat pada baris pertama dari ayat ke 143 dalam surat Al-Baqarah. Dari Sahl bin Sa`ad ra. berkata, “Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “sesungguhnya pada setiap hal terdapat puncaknya, dan puncak Al-Qur`an adalah surat AlBaqarah.” 54 Dahulu juga disebut dengan “Az-Zahra`” yang artinya bersinar; sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam Muslim dari Abu Umamah Al-Bahili ra., ia mendengar Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Bacalah surat Al-Baqarah, karena siapa saja yang melakukannya akan mendapatkan keberkahan dan yang meninggalkannya akan mendapatkan kerugian, dan penyihir tidak dapat menjangkaunya.”55 Yang menjadikan kedudukan surat Al-Baqarah sangat mulia adalah penjelasannya tentang akidah Islam dalam syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., hubungannya dengan agama Nabi Ibrahim as, keimanan terhadap semua Nabi dan Rasul Allah, perbedaannya dengan Nashrani dan Yahudi, khususnya 54 55
HR. Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibu Mardawaih Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Ash-Shabuni, cet. ke 7, Dar AlQur`an Al-Karim, Beirut: 1402 H, Hal: 26
71
dengan kedua agama tersebut yang telah mengalami penyimpangan. Adapun ayat yang disebutkan sebelumnya adalah:
N ML K J I H GF E D C B A m [ZYXW VUTSR QP O dcba` _^] \ qponmlkjih gfe ` _ ~ } | {z y x w v u t s r m lk j i h g f ed c ba l v u t s rq p o n “Dan mereka berkata, "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." Katakanlah, "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan dia (Ibrahim) bukanlah dari golongan orang musyrik." Katakanlah (hai orang-orang mukmin), "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan 72
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Celupan (Shibghah) Allah, dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya kami menyembah.”56 Kemudian ayat selanjutnya terkait dengan buktibukti umum bagi kaum Yahudi dan Nashrani, lalu dilanjutkan dengan tema perdebatan tentang pengalihan kiblat. Allah Ta’ala berfirman:
O N ML K J I H G F E D C B A m l Y X W V U T S RQ P “Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata, "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat;
56
QS. Al-Baqarah: 135-138
73
Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya ke jalan yang lurus.”57
b a ` _ ^ ] \ [ Zm o n m l k j i h g fe d c | { z y x w vu t s r q p j i h g f ed c b a ` _~ } lk “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu, dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”58 Kemudian ayat berikutnya menyatakan: 57 58
QS. Al-Baqarah: 142 QS. Al-Baqarah: 143
74
w v u t s rq p o n m l m ¤£ ¢ ¡ ~ } |{ z y x ³ ² ± ° ¯® ¬ « ª © ¨ § ¦ ¥ lµ´ “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya, dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”59 Para penafsir sudah memberikan penjelasan yang mamadai terkait ayat tersebut, baik penjelasan yang dinukil dari sabda Rasulullah saw. shahabat dan tabi`in, lalu diolah dengan seksama yang dengannya dapat menegaskan kelebihan umat Nabi Muhammad saw. dengan kemoderatannya; kebaikan, keunggulan, keadilan dan keutamaan atas apa yang dikhususkan bagi mereka tentang syariat yang paling sempurna, 59
QS. Al-Baqarah: 144
75
ajaran yang paling lurus dan mazhab yang paling jelas60 dan kelebihan-kelebihan lainnya. Allah Ta’ala berfirman:
} | { z y x wv u t s r m ¬ « ª © ¨ § ¦¥ ¤ £ ¢¡ ~ ¹ ¸¶ µ ´ ³ ² ± ° ¯ ® Ä Ã Â ÁÀ ¿ ¾ ½ ¼ » º lÆÅ “Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (AlQur`an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dia-lah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.”61
60 61
Mukhtashar Ibnu Katsir, Hal: 136 QS. Al-Hajj: 78
76
Di antara kemuliaan yang diberikan Allah Ta`ala kepada umat yang moderat ini adalah, kiblat yang dipilihkan-Nya setelah peristiwa hijrah; setelah kaum muslimin mendapatkan kemapanan di Madinah AlMunawwarah, setelah berdirinya negara Islam, terbentuknya pemerintahan dan dijadikannya kota tersebut sebagai batu pijakan penyebaran Islam. Dalam “Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir” dikatakan, bahwa dahulu Rasulullah saw. diperintahkan untuk menghadap Ash-Shakhrah di Baitul-Maqdis, dan waktu itu beliau sholat di Makkah di antara dua rukun di sekitar Ka`bah dengan tetap menghadap AshShakhrah di Baitul-Maqdis. Namun setelah hijrahnya kaum Muslimin ke Madinah, mereka tidak dapat lagi melakukan kedua hal tersebut, sehingga Rasulullah saw. memerintahkan mereka untuk menghadap ke Baitul-Maqdis (pendapat Ibnu Abbas dan Jumhur Ulama`). Kondisi seperti ini berlangsung selama belasan bulan sehingga beliau saw. memperbanyak doa dan permohonan agar diarahkan ke Ka`bah yang merupakan kiblatnya Nabi Ibrahim as. Doa beliau pun dikabulkan, dan diperintahkanlah ia untuk menghadap ke Ka`bah62.
62
Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Hal: 135
77
Manfaat yang mendatangkan Pujian Yang harus menjadi perhatian kita adalah, ujian yang diberikan Allah Ta`ala kepada umat Islam; umat yang moderat adalah suatu pemuliaan dan pemilihan dari Allah swt. dari satu sisi, dan pembangunan pribadi unggul yang menjadi ciri dan keistimewaan umat ini pada sisi lainnya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
l Ç Æ Å Ä Ãm “Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan. "63 Dan Firman-Nya:
V U T S R Q P O Nm l ZY X W “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. ....” 64 Maka Rahmat Allah Ta`ala yang mencakup segala sesuatu berdasar pada asas, ditujukan secara khusus kepada mereka yang memiliki kelayakan dan sifat-sifat istimewa. Mereka sungguh berhak 63 64
QS. Al-An`aam: 124 QS. Ali Imraan: 110
78
mendapatkan kemuliaan dan pujian. Allah Azza wa Jalla berfirman:
ML K J I H G F E D C B A m YX
W V U TS R Q P O N
a`_^ ]\ [Z jihgf edcb rqponm lk z yxwvuts d c ba ` _ ~ } | { o n ml k j i h g f e yxwvuts rqp ¨ §¦ ¥ ¤ £ ¢ ¡ ~ } | { z ²± °¯®¬«ª© l µ´³ “Dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman, "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki, dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku 79
tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami, (yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung. Katakanlah, "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” 65 65
QS. Al-A`raaf: 156-158
80
Kemoderatan serta kesaksian dan segala yang terkait dengannya mencakup seluruh kehidupan; dunia dan akhirat. Karena ia merupakan kemoderatan di dunia yang berlanjut sampai di kehidupan akhirat. Dari Nabi saw. bersabda, yang artinya “Aku dan umatku pada hari kiamat akan berada di atas puncak terlihat mulia atas semua makhluk; tidak ada satu orang pun dari golongan manusia yang akan merasa senang kalau ia bisa menjadi golongan kami, dan tidak ada satu pun Nabi yang didustai kaumnya kecuali kami akan bersaksi bahwa dia telah menyampaikan risalah Tuhannya azza wa jalla.” 66 Disamping itu, kesaksian tersebut harus dimulai di dunia sehingga tercipta untuk umat ini kualitas dan manfaat terbaik sebagaimana ia diciptakan. Demikian pula dengan akhlak mulia yang menjadi sifatnya merupakan sifat umat pilihan yang tidak dimiliki umat lainnya; dengan begitu maka tidaklah masuk akal kalau kedudukan saksi lebih rendah dari yang disaksikan. Moderasi Peradaban Demikianlah kemoderatan Islam yang diawali kemoderatan peradaban dan kesaksian umatnya 66
HR. Ibnu Mardawaih dan Ibnu Abi Hatim dari Jabir ra. secara Marfu`
81
terhadap seluruh manusia di dunia sebelum menginjak ke kehidupan akhirat. Hal ini karena keutamaan manhajnya dalam kehidupan; pengetahuan, pemahaman dan perilaku. Disertai kemoderatannya yang adil antara akal dan perasaan; kelayakannya yang seimbang antara rohani dan jasmani, individu dan kelompok, paksaan dan pilihan, kebebasan dan tekanan. Ia merupakan contoh yang patut ditiru oleh seluruh umat manusia, diseru padanya namun mereka tidak dipaksakan. Firman Allah Ta’ala:
l Ú Ù Ø × Ö ÕÔ Ó Ò Ñ m “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”67 Moderat dalam Tempat Di antara rekayasa Allah Ta`ala yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui terhadap umat ini adalah dengan menjadikan kemoderatannya pada berbagai macam aspek kehidupan; berada di tempat risalah tersebut diturunkan untuk pertama kalinya, dalam lingkungan yang peradabannya semakin maju dan berkembang dalam cuaca yang stabil dan suhu 67
QS. Al-Baqarah: 256
82
yang normal; tidak berada di daerah merapi yang sering terjadi gempa, tidak landai dan lurus, serta tidak stagnan yang menjadikan manusia malas untuk bergerak, beraktifitas dan memakmurkan peradaban. Umat ini berada pada posisi geografi yang pertengahan dan penting; tempat turunnya wahyu, tanah Islam dan tempat menetapnya umat Islam generasi pertama, tempat bertemunya semua tujuan dan pertemuan seluruh benua. Berada pada daerah kering yang mungkin untuk dilalui oleh berbagai sarana transportasi air menuju seluruh dunia. Ia berada di tengah-tengah antara utara dan selatan, timur dan barat. Ia merupakan titik pusat pertemuan antara Afrika dengan Asia dan bagian ujungnya memanjang sampai ke benua Eropa; yang merupakan jalur darat yang menghubungkan jalur laut. Tidak terhubungnya antara belahan bumi bagian utara dengan belahan bumi bagian selatan dalam jalur laut menjadi sebab terjadinya perubahan sarana transportasi di semenanjung Arab. Dalam perannya sebagai penghubung yang telah ditentukan kepada bangsa Arab untuk dijalankan. Bahkan perannya terhadap risalah abadi yang diwajibkan oleh Allah Ta`ala untuk disampaikan, karena turunnya Islam di
83
negara mereka melalui Sang Rasul yang berasal dari golongan mereka. Allah Ta’ala berfirman:
lÇ Æ Å Ä Ã m “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.”68 Dan realitanya, sebagaimana dikatakan Dr. Sulaiman Hazin, bahwa di antara hikmah dari turunnya Islam di bumi pertengahan tidak mungkin dapat disamai kecuali dengan hikmah amanah yang diembankan Allah swt. kepada umat yang moderat69. Jalur transportasi dimulai dari Laut Tengah yang menghubungkan Samudra Pasifik bagian Selatan, dari Laut Merah dan sekitar Teluk Arab jalur transportasi terhubung dengan Samudra Pasifik Bagian Selatan. Dengan demikian Semenanjung Arab berada di tengah secara geografis; wilayah yang disiapkan bagi umat Islam –tanah Arab yang merupakan pusat bumi dan mutiara hati bangsanya disepanjang masa kehidupan-, membangun dan memperkuat interaksi, transaksi dan menjalin hubungan dengan berbagai bangsa di seluruh penjuru dunia. Letaknya yang strategis itu adalah 68 69
QS. Al-An`aam: 124 Dicatat dalam Muktamar ke-2 Majma` Al-Buhuts Al-Islamiyah, Cairo Hal: 328
84
keistimewaan tanah Arab di jantung dunia Islam, dan bagi alam semesta di antara seluruh penjuru dunia. Pengaruh Kemoderatan dalam Penyebaran Islam Dari lingkungan yang pertengahan inilah Islam tersebar ke timur, barat, utara dan selatan melalui darat maupun laut. Mungkin kita dapat melihat faktor paling signifikan dari sejumlah faktor penyebaran Islam, karena letaknya di Semenanjung Arab yang memungkinkannya dengan mudah berhubungan dengan daerah sekitarnya melalui jalur darat maupun laut. Letak geografis yang sangat strategis ini tidak hanya menjadi pilar dan faktor utama dalam penyebaran Islam dalam kehidupan, namun ia juga merupakan aspek yang dapat menghubungkan seluruh penjuru dunia Islam; dimana seluruh komunitas Muslim hingga yang berada di daerah-daerah pelosok seperti di Asia Tenggara, tidak terpisahkan dari kehidupannya, budayanya dan sejarahnya dari daerah asal Islam; baik melalui perdagangan, haji, hijrah dan hubungan silaturahim. Dengan begitu maka kohesi (hubungan tarikmenarik) dinamis budaya masyarakat antara kaum muslimin di berbagai wilayah pada setiap masa senantiasa terjalin, meskipun sebelumnya tidak ada 85
hubungan politik atau ekonomi. Bahkan dengan begitu interaksi antar kaum muslimin sudah menjadi pilar pokok dalam bangunan peradaban Islam diberbagai masa.70 Kita perlu berhenti sejenak untuk memperhatikan apa saja yang telah berhasil diungkap oleh sejumlah ulama Islam masa kini, setelah melakukan pengkajian, penelitian dan pengamatan, bahwa Makkah AlMukarramah –yang ditengah-tengahnya terdapat Baitul-Haram- adalah pusat bola dunia. Temuan ini adalah isyarat, pelajaran sekaligus petunjuk bagi orangorang yang berakal.71 Sejak kemunculan umat Islam sebagai umat pertengahan dalam sejarah, berkembanglah kemanusiaan meskipun melalui masa yang panjang menuju kesempurnaan, meskipun dengan tertatih-tatih; setelah melalui pengalaman hidup kaumnya, silih bergantinya Nabi dan Rasul; dimana generasi-generasi terdahulu memberikan warisan kepada yang baru; warisan manusia yang sedang berkembang, dimana generasi baru mengambil dari generasi terdahulu, lalu 70 71
Ibid; 379 Dalam hal ini telah diterbitkan satu buku yang dibagikan pada Muktamar Islam dalam bidang Sains dan Tekhnologi oleh Universitas Malik Su`ud.
86
mengembangkannya untuk kemudian mewariskannya kepada generasi berikutnya. Adapun kenabian dan risalah yang ada pada masa itu sarat petunjuk, hidayah dan kebaikan, kebenaran dan kesempurnaan, hingga diutusnya Nabi Muhammad saw. dengan puncak Islam yang merupakan tujuan tertinggi. Namun jangan sampai tujuan akhir tersebut membuat kaum Muslimin stagnan, berhenti dan beristirahat. Tapi tujuan akhir itu seharusnya mendorong mereka untuk melakukan perjuangan panjang demi menggapai tujuan manusia yang berperadaban. Islam datang untuk meluruskan agama-agama samawi terdahulu yang telah diselewengkan, memperbaikinya dari kerusakan, menjauhkannya dari segala yang mengotori kecemerlangannya, mengembalikan keasliannya dan mensucikannya dari kezaliman pengikutnya yang menyimpang. Karena semua agama samawi tersebut adalah milik Allah yang hanya berlaku bagi kaum tertentu, dan pada masa dan tempat tertentu. Maka perlu diketahui hakikat agamaagama tersebut guna meluruskan setiap perkara yang terkait dengan agama Nabi Muhammad saw., dimana beliau diutus untuk membenarkan agama-agama terdahulu dan meluruskannya. 87
Seperti itulah umat Nabi Muhammad saw.; umat moderat yang bertanggung jawab untuk menampakkan risalah-risalah samawi terdahulu dalam bentuk yang sebenarnya, sebagai penolong bagi para Rasul, saksi dalam pengadilan sejarah yang dijadikan Allah Ta`ala sebagai aspek terpenting dari amanah terbesar yang dibebankan kepada Nabi saw. Moderat dalam Zaman Puncak Islam tidak hadir pada akhir usia bumi, atau di akhir zaman, sehingga titik tolak peradaban menjadi sangat pendek dan terbatas. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dr. Mushthafa Abdul Wahid, “Sesungguhnya masa yang tersisa dalam kehidupan manusia –sejak datangnya Islam- adalah adalah masa yang menunjukkan peran masyarakat dalam kehidupan manusia. Pada masa itu manusia mulai keluar dari lingkungan kabilah menuju lingkungan masyarakat dan negara. Masyarakat –dengan segenap aturan, metode dan hubungannya sebagai ruang yang menunggu hidayah dari langit, sebagai suatu komunitas yang membutuhkan kalimat haq yang memberikan cahaya
88
terang yang menjauhkan mereka dari kehancuran dan kerusakan.”72 Islam juga tidak mengabaikan akidah risalah terdahulu, bahkan menjelaskan hakikat yang sebenarnya, lalu menyandarkannya pada satu hakikat besar, yaitu keesaan. Agama ini juga kemudian mengokohkan hakikat tersebut di atas asas Ilahi yang permanen, serta menyandarkannya pada undangundang Sang Khalik yang berlaku bagi makhluk-Nya, yaitu Islam, yang kemudian mengikutinya setelah merangkul dan menguasai versi sebelumnya. Allah Azza wa Jalla kemudian menyempurnakannya bagi Penutup para Nabi-Nya; Rasul terakhir yang diutus bagi seluruh manusia, membawa akidah yang kokoh, syariat yang fleksibel, dan kehidupan yang moderen. Sedangkan dalam masalah cabang, Islam merupakan agama yang mampu beradaptasi dengan perkembangan manusia, bersumber dari mata air yang akan senantiasa memberi sekaligus membersihkan dan mensucikan. Zaman kian menua, namun tidak demikian dengan Islam. Berbagai aliran bisa keruh, pemahaman berubah-ubah, hari datang silih berganti bagi manusia; 72
Al-Mujtama` Al-Islami, Ahdafuhu wa Da`aimuhu wa Audha`uhu wa Khashaisuhu fi Dhau`il-Kitab was Sunnah, Maktabah AlAmal, Kuwait, Hal: 22-23
89
namun Al-Qur`an yang suci tetap terjaga di lauhul mahfudz, diturunkan oleh Zat yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, Dia-lah Allah Azza wa Jalla, Penjaga yang Kuat baginya. Adapun kemoderatan Islam yang tetap permanen pada tujuannya disertai keistimewaan peradabannya yang unik, adalah faktor terbesar yang memberinya kemampuan untuk itu, sekaligus mengusung tanggung jawab konfrontasi terhadap para pelaku penyimpangan agama-agama langit dan penganut ideologi dan aliran paganisme masa lalu, kini dan esok. Inilah yang menciptakan energi dan kekuatan yang senantiasa bergerak, dinamis, hidup, dan bertumbuh secara positif dalam pemikiran Islam yang senantiasa berkembang. Ini pula yang menjadi rahasia paling penting dibalik berbagai rahasia keistimewaan peradaban Islam pada realitas masa kini. Bahwa kemoderatan Islam adalah sebuah peradaban yang selalu berkembang maju dari hari ke hari, tetap kokoh dalam situasi yang sulit, sambil menanti saat yang tepat menuju kebangkitannya kembali.
90
Persaksian adalah Kemanusiaan
Tanggung
Jawab
Nurani
Kemoderatan Islam terlihat diberbagai aspek kehidupan; dalam konsepsi dan keyakinan, perasaan dan pemikiran, struktur dan konsolidasi, hubungan dan interaksi, tempat, waktu dan lain sebagainya. Beginilah Allah Ta`ala membangun tanggung jawab bagi seluruh umat Islam, risalah dan peradabannya yang bertolak dari seluruh makna moderasi. Allah Ta’ala berfirman:
l a ` _ ^m “Agar menjadi saksi bagi seluruh umat manusia.”73 Pada hakikatnya, persaksian adalah tanggung jawab seluruh umat manusia, karena persaksian adalah salah satu perwujudan dari amar ma`ruf nahi mungkar yang menjadi kewajiban bagi seluruh masyarakat yang berperadaban lurus, agar secara spontanitas bangkit melaksanakan kewajiban tersebut melalui dorongan dari hatinya yang sadar dan nuraninya yang hidup. Islam menjadikan persaksian ini sebagai tanggung jawab nurani yang di dalamnya terkandung makna pembebanan sekaligus penghormatan. Dimana upaya menghadirkan kebahagian bagi manusia menjadi 73
QS. Al-Baqarah: 143
91
awal dari titik tolak tersebut, yang selanjutnya menciptakan motivasi kemanusiaan untuk senantiasa mawas diri, menguasai berbagai kecenderungan positif dan negatif yang ada dalam dirinya, lalu menunjukkan padanya akibat dari setiap kecenderungan itu agar sisi kebaikan pada dirinya dapat mengalahkan sisi keburukan dengan segala konsekwensinya, yang selanjutnya memotivasi tekad dan kehendaknya menuju ketinggian dan kesuksesan pada setiap urusannya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
c b a ` _ ^ ] \ [ Z Y Xm lihgfed “Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”74 Allah Azza wa Jalla kemudian menjadikan umat manusia yang dikaruniai akal, hati dan perasaan sebagai hakim (pengambil keputusan) di “medan perang” ini. Firman-Nya:
74
Asy-Syams: 7-10
92
l É È Ç Æ Å Ä Ã Â Á Àm “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasanalasannya.”75 Namun Allah Ta’ala juga menegaskan bahwa pada akhirnya semua amalan yang dilakukannya akan dihitung dan semuanya tercatat dalam buku catatan amal. Firman-Nya:
_ ~ } | { z y x w vm l`
"Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya.”76 Sehingga pada hari pembalasan akan diberikan balasan atas kebaikan dan keburukan yang dilakukannya. Firman-Nya:
l ¥ ¤ £ ¢ ¡ ~ }m
75 76
QS. Al-Qiyamah: 14-15 QS. Al-Kahfi: 49
93
"Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.”77 Walau pada dasarnya persaksian bukan tanggung jawab yang diwajibkan, ditekankan atau dipaksakan, namun ia merupakan tanggung jawab, pembebanan yang lurus, sebuah pilihan positif sekaligus sebagai penghormatan. Persaksian juga bukan tanggung jawab yang diberikan secara serampangan, tapi itu akan dievaluasi dan kelak dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Azza wa Jalla. Firman-Nya:
l e d c b a ` _ ^m “Agar menjadi saksi bagi umat manusia dan Rasulullah saw. akan menjadi saksi bagi kalian.”78 Dan yang lebih tinggi dari semua itu adalah senantiasa berada dalam pengawasan Allah Ta’ala. Firman-Nya:
l Æ Å Ä Ã Â Á Àm “Sesungguhnya Allah swt. menjadi saksi atas segala sesuatu.”79 Begitulah persaksian berlangsung secara berkelanjutan; menuntut adanya junjungan tinggi 77
QS. Al-Israa`: 14 QS. Al-Baqarah: 143 79 QS. An-Nisaa`: 33 78
94
terhadap kebenaran. Dimulai dari hati nurani dan berlalu di tengah masyarakat, lalu diputuskan sendiri oleh Rasulullah saw. semasa hidupnya menjadi ketetapan yang membahagiakan atau menyedihkan bagi umat itu. Dan setelah beliau kembali ke sisi Tuhannya, persaksian itu bersandar pada Kitabullah dan sunnah Rasulullah saw., lalu berakhir dengan balasan berupa pahala atau dosa di alam barzah –pada kehidupan kedua di akhirat- setelah hukum-hukum Allah Ta’ala telah menjalankan takdirnya. Adapun hasil awal yang akan dirasakan adalah kesuksesan atau kegagalan, kebahagiaan atau penderitaan dalam kehidupan dunia. Adapun tuntutan dari kemoderatan dan persaksian ini adalah, bahwa Islam –dengan syariatnya- harus mampu menjadi perekat di antara umat manusia, antara umat terdahulu dengan umat yang akan datang pada satu sisi, dan sebagai penghubung di antara seluruh perbedaan yang terjadi di tengah umat pada masa yang sama; walau terdapat perbedaan yang sangat beragam keinginan dan tempat yang saling berjauhan pada sisi lain. Sistim ekonomi dalam Islam hendaknya juga lekat dengan kehidupan sehari-hari yang mengajarkan usaha mencari rizki sebagai tuntutan yang tidak dapat ditinggalkan, dan berdiri di atas landasan yang menyatu 95
dengan karakter dan tujuannya sebagai penghubung dan perekat antara sesama manusia, materi dan makna kehidupan. Kemoderatan Sistem Perekonomian dalam Islam Kemoderatan Islam juga masuk ke dalam sistem perekonomiannya, dan membangunnya di atas prinsip kemanusiaan yang ideal; antara ilmu dan amal, mencari dan berusaha, kompetisi dalam kebaikan dan saling tolong-menolong merealisasikannya, disertai kejujuran, toleransi, kasih sayang dalam berinteraksi dan bertransaksi. Sistem ekonomi Islam bertolak dari sumber yang membentuk dan membangun Islam. Yaitu rabbani; artinya bersumber dari sumber ketuhanan yang menghadirkan muraqabah dan pengawasan Allah Ta’ala atas segala sesuatu. Dalam kaca mata Islam, harta adalah materi untuk mendapatkan sesuatu yang lebih mulia lebih dari materi itu sendiri, dan sebagai sarana untuk menggapai tujuan yang lebih tinggi dari tujuan dunia belaka. Dalam sistem ekonomi Islam juga terdapat penghormatan atas kepemilikan pribadi dengan syarat didapatkan dengan cara yang baik dan disyariatkan; tidak merampas hak orang lain dan tidak bertentangan 96
dengan kemaslahatan bersama, serta dianjurkan pada setiap situasi dan kondisi untuk berbagi dengan sesama manusia dan dipersembahkan untuk Allah Ta’ala. Harta dalam Islam memiliki kedudukan yang normal dan alami, sehingga diposisikan sebagai sumber daya, dan menginfakkannya (untuk peran sosial) dianggap sebagai pembiasaan perilaku yang lurus untuk menyingkirkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan, serta pemanfaatan kebaikan. Dalam sistem ekonomi Islam juga terdapat celaan dan ancaman kepada orang yang menumpuk harta benda dan tidak mau menjalankan kewajibannya dengan benar dengan sebuah ungkapan: “Orang yang membagi hartanya diberi rizki, dan yang menumpuk terlaknat”, dan menjadikan pada harta tersebut hak baitul mal berupa zakat, dimana penguasa berhak untuk mengambil dan memanfaatkannya saat rakyat berada dalam kesulitan ekonomi, atau takkala ada bahaya yang mengancam umat atau dalam kondisi darurat, harta tersebut dapat dimanfaatkan tapi dengan syarat: adil, logis dan sesuai kebutuhan. Islam mengakui adanya perdagangan bebas asalkan tidak mengandung unsur madharat (bahaya) dan haram di dalamnya. Mendorong umatnya untuk berdagang dan menganggapnya sebagai pilar utama 97
perekonomian setelah meluruskan dan mewarnainya dengan celupan kemanusiaan yang berakhlak. Perdagangan pada dasarnya adalah usaha masyarakat peradaban –lebih dari sekedar sarana mencari rizki pribadi-. Di dalamnya terjadi proses interaksi dan transaksi, saling berhubungan dan berkomunikasi secara terus menerus antara individu dengan masyarakat, antara negara dengan suatu wilayah atau bangsa. Selain tukar menukar antara produk, potensi, hasil karya dan spesialisasi. Secara otomatis perdagangan mewujudkan peradaban yang mulia, karena ia merupakan sarana untuk saling mengenal, sarana untuk saling tukarmenukar ide dan informasi. Jika semua itu dilakukan dalam bingkai moral dan objektif demi kemoderatan Islam, maka –selain perannya secara ekonomi- itu akan berdampak sangat besar terhadap dakwah, tabligh dan pengenalan Islam melalui cara tidak langsung pada saat tertentu, dan dengan cara yang baik, bijaksana dan ucapan yang lembut pada saat yang lain. Dan dalam banyak kesempatan dilakukan dengan keteladanan dan uswah hasanah. Hati manusia sesungguhnya tertarik kepada Islam –secara sadar maupun tidak- agar terang benderang hakikatnya dan memutuskan atas dasar kelayakannya. 98
Maka perdagangan adalah sarana yang tepat untuk membuka jiwa dan mengembalikan fitrah mereka kepadanya. Apalagi bila mereka melihat agama Islam berusaha membersihkan perdagangan dari segala bentuk monopoli, penipuan, ketamakan, dan tindakan sewenang-wenang terhadap hajat hidup manusia di tengah kondisi mereka yang memprihatinkan. Islam menolak transaksi riba secara totalitas, dan mendorong adanya spirit tolong-menolong sesuai aturan main yang berlaku dalam perusahaan pertanian, perkebunan, industri dan lain sebagainya, serta mendorong pada pinjaman lunak. Maka perdagangan adalah sarana terbesar yang menghubungkan rasa cinta kasih antara kaum Muslimin; dalam satu wilayah atau antar Negara, atau antara kaum Muslimin dengan komunitas lain yang berinteraksi dengan mereka dimana saja. Perekonomian dalam Islam juga memberikan gambaran yang indah akan peradaban Islam sekaligus menyempurnakan karakter yang sama pada generasi dan bangsanya.
99
100
Kemoderatan Islam dalam Bingkai Fikih Peradaban Adapun intisari pembicaraan kita tentang kemoderatan Islam dalam bingkai fikih peradaban adalah, bahwa ketika kita memahami masalah ini dengan baik sesuai makna peradaban yang komprehnesif, lalu melihat setiap bagiannya dan mempelajarinya, maka kita akan menemukan bahwa kemoderatan Islam meliputi seluruh aspek kehidupan dan akan meninggalkan jejak kebaikan dalam diri setiap Muslim, hingga membuatnya senantiasa merasa mulia karena Allah Ta`ala pada satu sisi, lalu merendahkan diri kepada-Nya dan kepada hambahamba-Nya serta merasakan tanggung jawab dihadapan-Nya pada sisi yang lain. Dengan demikian kemoderatan Islam juga akan meninggalkan jejak kebaikan bagi seluruh umat Islam; meraih keluhuran dan kemuliaannya, serta kerelaan mengemban amanah hingga memungkinkan bagi peradabannya kian menyebar dan bersinar gemilang. Selain bahwa segala yang berhasil dibentuk oleh kemoderatan bagi umat Islam yang mencakup seluruh 101
tahapan kehidupan umat manusia, kemoderatan juga berhasil menyatukan berbagai potensi, bakat dan pengalaman, lalu membalasnya dengan balasan terbaik, serta mendistribusikannya sebagai manfaat bagi seluruh umat manusia. Beginilah kemoderatan Islam meraih keunggulan kelayakannya sebagai suatu kepastian baginya. Ia muncul sebagai pelopor dalam kehidupan manusia sekaligus bertanggung jawab memimpin kemanusiaan, memberi kontribusi berupa hidayah dan pengetahuan, serta nikmat dan rahmat bagi alam semesta. Semua ini berada pada ruang lingkup kehidupan dunia dan efektivitas manusia berperadaban di alam “persaksian” di muka bumi. Dimana manusia yang menjadi “Umat Pertengahan” harus mampu, bahkan wajib memahami sunnah-sunnah kauniyah (alam semesta), dan melihat pada aturan-aturan yang bersifat khusus dengan setiap sarana kehidupan yang menyertainya, dan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang menjadi kualifikasinya. Sehingga dengan itu semua dapat diketahui intisari hikmahnya, seberapa besar kekuatannya dan bagaimana memanfaatkannya dengan benar agar dapat berjalan di atas jalan yang lurus. Disertai harapan semoga diperoleh hasil dan manfaat terbaik yang mampu mengantarkan pada 102
keridhaan Allah swt. dan pada kedudukan yang mulia di hari ditunaikannya persaksian. Dalam dunia ghaib juga terdapat bukti adanya persaksian umat moderat bagi para Nabi dan Rasul; sebagaimana yang terdapat pada riwayat shahih dari Rasulullah saw. yang kita imani dan kita ridhai dengan penuh kepatuhan. Yang tersisa adalah kalimat-kalimat terakhir terkait kemoderatan Islam dan apa yang menjadi kewajiban kita, serta bekal yang mesti kita siapkan yang dapat membantu kita dalam memahami fikih peradaban sebagai tanggung jawab pada diri kita, pada umat dan keluarga kita. Dunia saat ini menghadapi krisis peradaban materialis kontemporer yang sangat berbahaya. Dan kita yang hidup pada era sekarang menjadi target sasaran itu; menyerang kita dari sisi kiri dan kanan hingga berusaha menyimpangkan kita dari kemoderatan yang lurus kepada kebinasaan, sebagaimana hilangnya peradaban Amazon. Dan kini, umat manusia dengan kemajuan peradaban industrinya yang saling bersaing sampai menyerang bintang-bintang dan planet bumi dengan misil-misilnya, berada diambang kehilangan peradaban kemanusiaan sebagaimana peradaban Amazon. Kondisi mereka yang semakin memburuk dan 103
lebih rendah daripada binatang; karena binatang dikuasai oleh ketentuan nalurinya, dimana ia tidak dapat melampaui batasan itu dan melepaskan diri dari ikatan yang mengekangnya; binatang juga hanya berkreasi sesuai akal dan perilakunya yang buruk dalam menggunakan berbagai macam sarana untuk menguasai, melakukan kekerasan, teror dan menciptakan kehancuran bagi umat manusia. Sehingga penderitaan kian bertambah dan kejahatan semakin merajalela. Manusia yang berada diambang kehilangan peradaban itu juga tenggelam dalam buaian syahwat, menuju kehancuran sebab tidak memfungsikan kesadarannya, dan menghilangkan nurani kemanusiaannya karena narkoba dan semacamnya, hingga membuatnya kehilangan hakikat kemanusiaan. Perilaku peradaban –bagi manusia secara mutlak dan dalam kondisi normal- merupakan tanggung jawab sosial, kelayakan bagi sosok berkepribadian positif yang selalui ingin mengembangkan dirinya. Adapun bagi manusia Muslim dan umat yang moderat, maka pembebanan itu merupakan tanggung jawab dan jihad yang harus ditunaikan. Tidak akan ada kemulian, kepeloporan, persaksian, bahkan tak ada keselamatan tanpa pelaksanaan tanggung jawab itu. 104
Adapun perilaku peradaban dalam kondisi krisis, kritis dan berat yang dapat mengancam kehidupan umat manusia secara umum –dimana umat Islam adalah bagian darinya, sehingga akan turut terpengaruh atas apa yang menimpanya-, maka tanggung jawab itu semakin besar, bahkan menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan demi keberlangsungan kehidupan manusia melalui perlindunan terhadap individu dan menguatkan pilar-pilar bangunan umat, menyelamatkan kehidupan dan arti kemanusiaan bagi seluruh manusia. Jika hal ini merupakan kewajiban bagi manusia secara umum –karena keberadaannya sebagai makhluk hidup- maka bagi manusia Muslim hal ini merupakan amanah dari Allah Ta’ala yang merupakan tugas suci yang dibebankan kepadanya. Keterkaitan Manusia dengan Alam Semesta Kemoderatan umat Islam sebagai “Kehendak Ilahi” sesuai dengan keseimbangan alam semesta dalam landasan asasinya, dan pilar-pilarnya yang kokoh sebagaimana Allah swt. bebankan kepada langit dan bumi. Bahkan secara keseluruhan itu merupakan komponen utama manusia; karena Allah Ta`ala menciptakan semua yang ada di alam semesta ini dan menundukkannya bagi manusia yang dijadikan Allah 105
Ta`ala sebagai khalifah. Jika ia tidak melaksanakan haknya sebagai khalifah dan tidak bangkit menunaikan perintah tersebut sesuai aturan yang digariskan Allah Ta`ala, maka yang akan terjadi adalah kekacauan. Firman-Nya:
ä ã â á àß Þ Ý Ü Û Ú Ù Ø × Ö m l çæå “Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”80 Berfikir dengan apa? Bukti-bukti nyata untuk menjawab pertanyaan ini sangatlah banyak. Namun cukuplah bagi kita untuk menyimak apa yang terdapat dalam surat Al-Jaatsiyah dari awal sampai akhir dari dalil yang kita ambil di atas. Dengan begitu kita pasti akan menjumpai keterkaitan manusia dengan alam semesta kemudian hubungan kemoderatan manusia yang akan menjadi saksi bagi seluruh umat manusia di dunia dan di akhirat dengan keseimbangan alam semesta. Dan apa yang menjadi tuntutan bagi kaum 80
QS. Al-Jaatsiyah: 13
106
yang mau berfikir atas hubungan itu; berupa interaksi aktif dalam memakmurkan bumi dan membangun peradaban yang ideal di dalamnya. Dan bila tidak, maka kecelakaan bagi kaum tersebut. Firman Allah Ta’ala:
l k j i h g f e d c b a ` _ ~m l r q p o nm “Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa. Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian Dia tetap menyombongkan diri seakan-akan Dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah Dia dengan azab yang pedih.”81 Sesungguhnya balasan baginya adalah siksa yang pedih dan menyakitkan; di belakangnya ada neraka jahannam; pengetahuan teknologi, berbagai penemuan baru yang dihasilkannya, dan kekuatan militer yang dimiliki tidak akan mampu menyelamatkannya, karena telah menyimpang dari manhaj Ilahi yang menyatukan antara hidayah keimanan dengan sunah-sunah keagamaan, kontribusi akal dengan kerja manusia. Ia menjual dunia dan akhiratnya dengan penderitaan tiada 81
QS. Al-Jaatsiyah: 7-8
107
tara, dan siksa pedih perih tak terbayang. Firman Allah Ta’ala:
N M L K J I G F E D C B Am [ZY X WVUTS RQPO jihgfedc ba`_^]\ x w vu t s r q p o n m l k fe dcb a`_~}|{z y u t s r q p o nm l k j i h g ¥ ¤£ ¢ ¡ ~ } | { zy x w v ¶ µ ´ ³² ± ° ¯ ® ¬ « ª © ¨ § ¦ Æ Å Ä Ã Â Á À ¿ ¾ ½ ¼ »º ¹ ¸ ÓÒ Ñ ÐÏ ÎÍÌËÊ ÉÈÇ ã â á àß Þ Ý Ü Û Ú Ù Ø × Ö Õ Ô l çæåä “Haa Miim. Kitab (ini) diturunkan dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tandatanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada 108
binatang-binatang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tandatanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal. Itulah ayat-ayat Allah yang Kami membacakannya kepadamu dengan sebenarnya; maka dengan perkataan manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-keterangan-Nya. kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan di hadapan mereka neraka Jahannam dan tidak akan berguna bagi mereka sedikit pun apa yang telah mereka kerjakan, dan tidak pula berguna apa yang mereka jadikan sebagai sembahansembahan (mereka) dari selain Allah, dan bagi mereka azab yang besar. Ini (Al Quran) adalah petunjuk. dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Tuhannya 109
bagi mereka azab yaitu siksaan yang sangat pedih. Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripadaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”82 Setelah Allah Ta’ala menyampaikan ayat yang mulia ini bagi orang-orang yang berakal, Ia yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana kemudian mengarahkan kita untuk mengembangkan kepribadian kita dalam rangka merekonstruksi kembali “Peradaban Moderat” yang lurus guna menyelamatkan manusia dari petaka bangsa-bangsa tiran yang melampaui batas, yang menguasai hamba-hamba Allah di muka bumi; padahal mereka bukanlah umat yang tiran dan pendendam. Tapi mereka adalah umat yang menjalankan peran mereka dengan adil dan kelak menjadi saksi di hadapan Allah Ta’ala. Firman-Nya:
l ¸ ¶ µ ´ ³m 82
QS. Al-Jaatsiyah: 1-13
110
“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing."83 Dan Allah Ta’ala membalas atas apa yang mereka perbuat melalui firman-Nya:
l ç æ å äã â á à m “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat.”84 Kemudian akhir dari tempat persinggahan kita adalah di sisi Allah Ta’ala di akhirat kelak. Maka medan pertama dan pilar mendasar sebagai saksi bagi seluruh umat manusia bersumber dari implementasi kemoderatan dalam kehidupan; menganut dan melaksanakannya sekaligus sebagai undang-undang Allah Ta’ala dalam dirinya dan di alam semesta. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Kalian adalah saksi Allah Ta’ala di muka bumi.” Hal ini terlihat semakin jelas dalam firman Allah Ta’ala:
83 84
QS. Al-Israa`: 84 QS. Fushillat: 46
111
Q P O N Mm ^]\[Z Y X W VU TSR k j i h g f e d c b a `_ w v u t s r q p o n ml c b a ` _ ~ } | {z y x ld “(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur. Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.)85. 85
QS. Ali Imraan: 17-19
112
Sesungguhnya kemanusiaan pada saat ini –setelah terjadinya perang dunia dan perang saudara yang dampaknya tidak pernah berakhir- menghadapi kondisi yang sangat sulit antara ketiadaan dan keabadian di bawah kekuasaan peradaban senjata nuklir yang membinasakan, dan diapit oleh paham kapitalis dan komunis; setiap korbannya akan jatuh berguguran, tersiksa dan kebinasaan. Sedangkan generasi yang tersisa hidup dalam derita, gelisah dan cerai-berai. Dampak dari semua itu membuat banyak orang yang menyimpang dari jati dirinya, menolak kehidupan dengan melakukan bunuh diri atau mengkonsumsi narkotika yang membinasakan. Betapa banyak manusia hidup dalam kemelaratan dan kehampaan, beralih kepada kehidupan barbarisme, kebiadaban, kekejian dan berbagai hal buruk lainnya. Dan betapa dosa, kejahatan dan kemungkaran terjadi setiap hari dan kian membesar. Setiap manusia –siapa pun dia- tidak dapat hidup dengan netral (tidak berpihak) dan statis menghadapi realitas kehidupan yang sangat pahit ini. Lalu bagaimana dengan manusia Muslim moderat yang dituntut untuk senantiasa mengingat tanggung jawab besarnya di hadapan Allah Ta`ala, dan agar ia tidak melupakan tanggung jawab itu pada dirinya, umatnya 113
dan kemanusiaan, dan hendaknya memiliki gelora jiwa yang senantiasa membara, memiliki kekuatan yang selalu terpancar untuk menghadapi berbagai marabahaya guna menyelamatkan manusia sebelum mereka di telan badai taufan peradaban jahiliyah yang membinasakan. Kemoderatan Islam Mewujudkan Khalifah dan Menyelamatkan Kemanusiaan Bila kita tidak berupaya mengimplementasikan kemoderatan ini, sementara kita dan kemanusiaan berada di tengah gelora api yang membakar, atau kita tidak dapat mengetahui apa yang diinginkan Allah Ta’ala kepada kita, atau bila kita tidak memiliki kesadaran yang dalam, kejujuran yang kokoh, lalu tidak bangkit untuk mewujudkan semua itu dengan usaha keras dan keteguhan, maka kita sesungguhnya telah telah menyia-nyiakan fungsi “Kekhalifahan” kita, menghancurkan “Kelayakan” kita, menghilangkan “Kemoderatan” kita, dan itu berarti bahwa telah diharamkan “Persaksian” kita. Dan inilah sesungguhnya yang diharapkan dan diusahakan oleh musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kita, bahkan musuh mereka sendiri secara sadar atau pun tidak. Namun Allah Ta’ala berfirman: 114
L K I H G F E D C B Am lPON M “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya."86 Dan firman-Nya:
Z Y X W V U T S R Qm l_^]\[ “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.”87 Dan Allah Ta`ala melalui firman-Nya juga telah menunjukkan jalan keselamatan;
¨ § ¦ ¥¤ £ ¢ ¡ ~ } | { m l ¬« ª ©
86 87
QS. At-Taubah: 32 QS. At-Taubah: 33
115
“(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”88 Hasil Akhirnya Allah Ta’ala berfirman:
l Í Ì Ë ÊÉ È Ç Æ Å ÄÃ Â m “Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.”89 Dan Firman-Nya:
Ú Ù Ø × Ö Õ Ô Ó Ò Ñ Ð Ï Îm é è ç æ å äã â á à ß Þ Ý Ü Û l ô ó ò ñ ð ï î í ìë ê “(Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa Ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, "Siapakah yang akan menjadi penolong 88 89
QS. Ash-Shaf: 11 QS. As-Shaf: 13
116
penolong-Ku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata, "Kami-lah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.”90 Serta firman Allah Ta’ala:
b a ` _ ^ ] \ [ Zm l fe d c “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”91
90 91
QS. Ash-Shaf: 14 QS. Al-Baqarah: 143
117