ABSTRACT " The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings " Puji Sulastri , Bambang Hariwiyanto , Sagung Rai Indrasari Departement of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Faculty of Medicine Gadjah Mada University Yogyakarta Nasopharyngeal carcinoma is a malignancy in otolaryngology that has had significant attention because of its relatively high mortality. Post therapy evaluation is done by otolaryngologists in the management of nasopharyngeal carcinoma. A nasopharyngeal biopsy is painful, invasive, time consuming and can not be done every time a patient visits for evaluation. With the disadvantages of the biopsy which is then examined by pathologists as a gold standard, another valid diagnostic procedure should be considered, but that is a valid CT scan. The objective of this study determine the sensitivity and specificity of CT scanning for evaluation of response to therapy of primary tumors of NPC . The study design is a diagnostic test . Statistical analysis using descriptive test and chi - square . Twenty- nine patients with NPC , 8-12 weeks post-treatment complete , do a CT scan nasofarings are then interpreted by a radiologist . The results showed that the sensitivity of 44% (IK95%: 34% to 54%), a specificity of 53% (IK95%: 43% to 63%), positive predictive value 15% (IK95%: 5% to 25%), the value 84% negative predictive (IK95%: 74% to 94%), likelihood ratio for a positive test result (LR +) of 0.95, likelihood ratio for a negative test result (LR-) of 1.05. From these studies it was concluded that the CT scan can be used as a measurement tool for evaluation of response to therapy of primary tumors in nasopharyngeal Carcinoma, but to obtain valid results in diagnosing residual nasopharyngeal carcinoma biopsy is needed . Keywords : Nasopharyngeal Carcinoma , CT scan , Biopsy
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan epitelial yang terletak di rongga nasofarings. KNF mempunyai perangai berbeda dibandingkan dengan keganasan pada kepala leher yang lain, karena sifatnya yang sangat invasif dan sangat mudah bermetastasis (Tang L.,2008)(Liu et al.,2003). Epidemiologi KNF sangat unik, yaitu sangat jarang ditemukan di populasi dunia, tetapi banyak ditemukan di beberapa negara Asia Tenggara. Kekerapan kasus baru KNF di bagian Selatan Cina sebanyak 40-50 kasus/100.000 penduduk per tahun, sedangkan di Indonesia 5,68 kasus/100.000 penduduk per tahun. Perbandingan antara pria dan wanita sebesar 2-3:1, 80% pasien terdiagnosis pada umur 3059 tahun dan sudah pada stadium lanjut (Jia et al.,2003). Stadium dini KNF gejalanya tidak khas, sehingga pasien datang berobat ke rumah sakit ketika sudah timbul benjolan di leher yang merupakan anak sebar dari tumor primernya (Jia et al.,2003). Di Bagian THT RS Dr. Sardjito, Yogyakarta (antara bulan Januari 2004 sampai dengan bulan April 2005, didapatkan 108 kasus baru KNF dengan stadium III (23,15%) dan stadium IV (66,85%), dan tidak didapatkan penderita KNF dengan stadium I atau II (Harowi et al.,2005). Diagnosis KNF ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, dilengkapi dengan pemeriksaan nasoendoskopi, CT scan nasofaring dan hasil pemeriksaan histopatologi yang merupakan baku emas. Untuk penegakan stadium KNF dilengkapi pemeriksaan USG abdomen dan bone survey. Pencitraan sangat penting untuk deteksi, staging, dan pengobatan. CT scan telah terbukti sebagai
1
2
alat pencitraan yang berharga untuk awal staging dan restaging diagnosis karsinoma nasofarings. CT scan mungkin sebagai modalitas pencitraan standar klinis dalam menentukan stadium karsinoma nasofaring dan dalam mendeteksi rekurensi setelah radioterapi. Ini bisa memberikan informasi yang berharga dalam lokasi tumor primer pada pasien dengan limfonodi leher dan metastasis dari tumor primer tidak diketahui (Chen et al,2007). Pengobatan utama karsinoma nasofarings saat ini adalah radioterapi, karena karsinoma nasofarings merupakan tumor yang sangat radiosensitif. Radioterapi sebagai tindakan kuratif, umumnya ditujukan pada tumor yang luas, tetapi eksistensinya masih terbatas (lokoregional), sedangkan untuk tumor yang sudah bermetastasis jauh diberikan sebagai tindakan paliatif (Sukardja, 2000; Wei et al., 2001). Pada penderita stadium awal keberhasilan penyembuhan dengan radioterapi sampai 80%, dan semakin menurun pada stadium yang lebih lanjut. Pemberian kemoterapi biasanya ditujukan untuk karsinoma nasofarings stadium lanjut atau keadaan kambuh. Dilaporkan oleh Lin dan Jan (1999) bahwa pada penderita karsinoma nasofarings yang telah mendapat terapi definitif dan menunjukkan hasil respon komplit (complete response), 5 year actuarial survival hanya sebesar 38,1%. Evaluasi pascaterapi untuk mengetahui keberhasilan terapi atau adanya kekambuhan adalah hal yang harus dilakukan oleh dokter spesialis THT-KL dalam manajemen karsinoma nasofarings sehingga konfirmasi mengenai remisi komplit maupun parsial secara klinik setelah terapi adalah sangat penting (Sham et al., 2003). Lee et al. (1993) mengatakan bahwa setelah 8-12 minggu
3
pascaterapi dapat ditentukan apakah hasil terapi berhasil atau tidak sehingga dapat ditentukan terapi lanjutan misalnya dengan brakiterapi ataupun dengan radioterapi/kemoterapi tambahan (booster). Secara radiologis, imaging terpilih untuk konfirmasi, menentukan stadium dan evaluasi karsinoma nasofarings adalah pemeriksaan CT Scan dan MRI, di samping PET atau PET-CT (Hoe J, 1998 ; Goh J, 2009). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan gambaran dalam diagnosis karsinoma nasofarings dengan berbagai modalitas radiologi. Comoretto et al pada tahun 2008 melaporkan bahwa akurasi pemeriksaan MRI dan PET-CT dalam mendeteksi karsinoma nasofarings adalah 92,1 % MRI dan 85,7 % PET-CT, dalam restaging 74,6% MRI dan 73,0% PET-CT. Bransetter et al pada tahun 2005 meneliti akurasi PET-CT, PET dan CT pada kanker kepala leher keseluruhan, dan mendapatkan angka berturut 94%, 90% dan 74%. Hoe pada tahun 1989 melaporkan bahwa 100% pasien karsinoma nasofarings menunjukkan blunting fossa Rosenmuller, dan biasanya akan ada penebalan m. levator velli palatini pada pemeriksaan CT Scan. Rahayu pada tahun 1998 menyimpulkan bahwa CT Scan kepala coronal dan aksial penting untuk melihat adanya destruksi basis cranii dalam penentuan stadium. Dari semua laporan tersebut, belum dilaporkan secara khusus akurasi CT Scan dalam menentukan evaluasi
respon terapi tumor primer karsinoma
nasofarings. B. Perumusan Masalah Masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
4
1.
Karsinoma nasofarings merupakan suatu keganasan epitelial dengan frekuensi kejadian yang cukup tinggi, berdasarkan data laboratorium Patologi Anatomi selalu berada dalam urutan empat besar kanker di Indonesia. Keberhasilan terapi karsinoma nasofarings dapat diketahui dengan evaluasi respon terapi tumor primer pada penderita yang telah menjalani terapi komplit.
2.
CT scan merupakan pemeriksaan radiologis pilihan yang digunakan di rumah sakit, termasuk di RSUP Sardjito yang memungkinkan untuk dilakukan pada setiap kali follow up penderita untuk evaluasi respon terapi tumor primer pada karsinoma nasofarings.
3.
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya massa di nasofaring, volume pada pascaterapi karsinoma nasofarings dengan metode yang tidak invasif, dapat menentukan luas dan sifat lesi serta penyebarannya ke jaringan atau organ sekitar.
4.
Hasil CT Scan untuk menilai evaluasi respon terapi tumor primer pada KNF dilakukan
dengan
ada
tidaknya
massa,
penebalan,
kecembungan,
ketidaksimetrisan fossa Rosenmuler, ketidaksimetrisan torus tubarius kanan dan kiri. Gold standart keberhasilan terapi pada KNF adalah biopsi. 5.
Pada saat ini validitas pemeriksaan ct scan pada evaluasi respon terapi tumor primer pada karsinoma nasofarings masih kontroversi dan belum ada yang melakukan penelitian mengenai hal tersebut.
6.
Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai validitas hasil pemeriksaan CT Scan dibandingkan hasil biopsi pada evaluasi respon terapi tumor primer pasien karsinoma nasofarings yang telah menjalani terapi.
5
C. Pertanyaan Penelitian Seberapa besar sensitifitas dan spesifisitas hasil pemeriksaan CT Scan dibandingkan hasil pemeriksaan biopsi dengan guiding nasoendoskopi sebagai baku emas pada evaluasi respon terapi tumor primer karsinoma nasofarings? D. Tujuan Penelitian Menentukan sensitifitas dan spesifisitas hasil pemeriksaan CT Scan dibandingkan hasil pemeriksaan biopsi dengan guiding nasoendoskopi sebagai baku emas pada evaluasi respon terapi tumor primer karsinoma nasofarings. E. Manfaat Penelitian Diharapkan dari penelitian ini akan diperoleh manfaat sebagai berikut: 1.
Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan
terhadap
evaluasi respon terapi tumor primer KNF. 2.
Dapat digunakan sebagai data untuk penelitian selanjutnya.
3.
Penapisan awal keberhasilan terapi. F. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan terutama yang
berbasis internet, tidak ditemukan laporan atau penelitian mengenai validitas hasil pemeriksaan CT Scan yang lengkap pada eveluasi respon terapi tumor primer karsinoma nasofarings baik di RSUP Sardjito, di Indonesia maupun di literatur internasional. Peneliti menemukan beberapa artikel atau jurnal penelitian yang berhubungan dengan pemeriksaan CT Scan dan imaging lainnya untuk diagnosis karsinoma nasofarings yang dapat digunakan sebagai acuan. Comoretto et al
6
tahun 2008 melakukan penelitian tentang perbandingan akurasi MRI dan PET-CT dalam mendeteksi dan restaging residu dan rekurensi karsinoma nasofarings post terapi. Dan didapatkan hasil bahwa akurasi dan sensitivitas MRI lebih baik dibandingkan PET-CT dalam mendeteksi residu dan rekurensi pada karsinoma nasofarings. Penelitian oleh Luo et al tahun 2008 tentang perubahan CT Scan post radiasi dan rekurensi karsinoma nasofarings dengan hasil kebanyakan kasus normal atau sedikit penebalan pada CT Scan post radiasi, tidak ada nilai sensitifitas, sensitifitas dan akurasi. Menurut Prisilia tahun 2006 tentang perbandingan validitas CT Scan kepala potongan koronal dengan aksial dalam mendeteksi karsinoma nasofarings dengan hasil dengan nilai sensitifitas sedikit lebih baik pada aksial dibanding koronal, nilai spesifitas sama yaitu koronal dan aksial. Penelitian oleh Supriyatna Y pada tahun 2012 tentang validitas pemeriksaan CT scan pada diagnosis karsinoma nasofarings dengan hasil validitas CT Scan dengan menggunakan MSCT lebih baik dibandingkan SSCT dan dalam diagnosis dan evaluasi post-terapi.