7
DIFFUSION MODEL APPROACH FOR THE EVALUATION OF THE EFFECT OF GRAIN SIZE ON SINTERING PROCESS OF TILE CERAMICS Hartono Notopuro*, Achmad Mu’it*, Dedy Hidayat*, M. Rachimoellah*, Ali Altway*, dan Sugeng Winardi* ABSTRAK Ukuran butiran tepung badan ubin keramik sangat mempengaruhi proses sintering yang merupakan tahap penting pada pembuatan ubin keramik. Tepung badan ubin keramik yang mampat diubah menjadi badan keramik yang kuat dengan pemanasan pada suhu sangat tinggi. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh ukuran butiran terhadap proses sintering dengan pendekatan eksperimen dan teoritis. Eksperimen dilakukan dengan melakukan pengukuran penyusutan badan ubin keramik setelah sintering. Penyusutan badan keramik diprediksi dengan suatu model yang dikembangkan berdasarkan difusi dalam fasa padat, yaitu sn = t. Dapat disimpulkan bahwa ukuran butiran yang besar akan mengalami penyusutan yang besar pula. Semakin besar ukuran butiran, waktu yang diperlukan untuk proses sintering akan lebih cepat. Pendekatan model difusi yang dipakai menunjukkan kesesuaian untuk kondisi initial stage sintering dan intermediate stage sintering. Kata kunci: ubin keramik, ukuran butiran, tepung badan, sintering, model difusi ABSTRACT The grain size of powder compact floor tiles strongly affect sintering process that is important stage in their production. Powder compact bodies can be process to make strong ceramics body in high temperature condition. Therefore, the objective of this work is to study effect of grain size on sintering process with experimental and theoretical approaches. The experimental works were carried out to measure shrinkage of powder compact body after sintering process. The shrinkage of the powder compact was predicted using a model developed based on solid state diffusion, that is sn = t. It can be concluded that the shrinkage of powder compact increased with increasing grain size. Increasing grain size reduced the sintering time. The developed diffusion model showed a good agreement with experimental data at initial and intermediate stages of sintering. Key words: floor tile, grain size, powder compact, sintering, diffusion model
1. PENDAHULUAN Ubin keramik merupakan bahan konstruksi bukan logam yang pada umumnya terdiri atas campuran bahan-bahan anorganik seperti oksida, nitrit, borides, silikat, dan karbida. Pembuatan ubin keramik pada umumnya diproses dengan mencampurkan material lempung dan bahan tambahan dengan air, kemudian dicetak, dikeringkan dan dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi (sintering). Proses sintering adalah tahap yang sangat penting pada produk keramik yang dihasilkan, karena bahan-bahan keramik dalam bentuk tepung padat diubah menjadi badan keramik yang kuat dengan pemanasan pada suhu yang sangat tinggi tersebut. Sebagian besar pengertian secara kualitatif mengenai sintering dan perkembangan mikrostruktur telah berkembang selama beberapa tahun terakhir ini. Tetapi, proses sintering dan perkembangan mikrostruktur secara terintegrasi dalam senyawa kristalin adalah sangat kompleks. Hal ini tidak mungkin untuk diprediksi secara kuantitatif kelakuan sintering pada keadaan padat (solid state sintering). *
Kebanyakan keramik adalah lebih kompleks, yang melibatkan lebih dari satu komponen, lebih dari satu fasa, morfologi partikel yang kompleks, komposisi kimia yang berbeda, suhu, stress dan densitas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa model berdasarkan pada prinsip-prinsip dasar akan menangkap kekompleksan sistem nyata. Oleh karena itu, model-model harus memasukkan parameter empiris dan fundamental. Berbagai model telah dikembangkan pada proses sintering. Kingery dan Berg (1955) menghitung laju pertumbuhan leher (neck) antar dua partikel dengan difusi volume dari grain boundary ke permukaan leher. Coble (1958) menghitung laju pertumbuhan leher dengan difusi grain boundary dari grain boundary ke permukaan leher. Model yang didasarkan pada properti geometri dari packing telah dikembangkan oleh de Bellis (2002), dengan memperlakukan packing sebagai kelompok susunan partikel bulat. Model yang dikembangkan memberikan densitas green compact lebih tinggi sekitar 65%. Sedangkan model
Lab. Mekanika Fluida dan Pencampuran, Jurusan Teknik Kimia, FTI ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111; E-mail:
[email protected].
Vol. 16, No. 1, Februari 2005 - Majalah IPTEK
8
Nandakumar dkk. (1999) memberikan densitas lebih rendah sekitar 40%. Namun hasil simulasi dari de Bellis (2002) kurang memuaskan karena model yang digunakan gagal menghitung distribusi ukuran pori yang mungkin memiliki peranan penting dalam perubahan mikrostruktur. Selain itu, model ini juga tidak memodifikasi distribusi ukuran partikel awal yang menentukan mekanisme proses sintering. Oleh karena itu diperlukan studi lebih dalam mengenai mekanisme dari proses sintering untuk mengetahui pengaruh dari variabel-variabel sintering seperti ukuran butiran, waktu dan suhu terhadap produk keramik yang dihasilkan berdasarkan model difusi. Diharapkan model difusi dapat memprediksi waktu sintering sehingga optimasi proses sintering bisa dilakukan. 2.
MODEL
DIFUSI
STATE SINTERING
DALAM
SOLID
Pada proses sintering, transfer massa pada tepung padat (compact powder) terjadi melalui mekanisme: evaporasi-kondensasi, difusi permukaan, difusi volume, difusi grain boundary dari grain boundary dan aliran viscous. Driving force yang bekerja selama proses sintering adalah mereduksi kelebihan energi yang berkaitan dengan permukaan melalui reduksi luas permukaan total (coarsening) dan eliminasi permukaan solid/vapor dan pembentukan grain boundary area yang diikuti pertumbuhan butiran (densifikasi). Secara makroskopis kuantitas terukur yang menunjukkan densifikasi selama proses sintering adalah penyusutan padatan (compact shrinkage) L/L0. Untuk model yang ideal, partikel padat dapat dianggap tersusun uniform sebagai partikel bulat/bola dengan jari-jari r, pusat relatif didekati dengan y/r (yang memiliki kesamaan dengan penyusutan keseluruhan padatan L/L0). Pada difusi permukaan dimana terjadi evaporasi-kondensasi perpindahan massa dapat bekerja pada fasa gas dengan jalan menurunkan tekanan uap. Tidak terjadi penyusutan pada proses difusi ini. Selanjutnya pada difusi volume dari permukaan juga tidak terjadi penyusutan yang dihasilkan dari mekanisme perpindahan massa dari permukan partikel ke leher antar dua partikel padat yang mulai meleleh dan sepanjang permukaan partikel ke leher. Penyusutan akan terjadi bila perpindahan massa dalam volume partikel atau pada grain boundary, dengan pusat partikel didekati dengan y>0 dan terjadi penyusutan. Untuk difusi volume dari grain boundary penyusutan (s = L/L0) dinyatakan, sn = t .......(1) Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 1, Februari 2005
dengan t adalah waktu sintering, n dan adalah konstanta parameter yang menentukan sintering. Harga n dan dapat dihitung dari hubungan log s atau log L/L0 terhadap waktu sintering t. 3. METODOLOGI PENELITIAN Eksperimen dilakukan di pabrik ubin keramik PT. Kuali Mas, Sidoarjo. Bahan yang digunakan adalah tepung keramik dari spray dryer pabrik ubin keramik PT. Kuali Mas Sidoarjo. Kemudian tepung badan keramik diklasifikasi dengan menggunakan sieve vibrator sehingga diperoleh beberapa fraksi yaitu antara yang tertahan oleh ayakan 0 m, 125 m, 180 m, 250 m, 300 m, 430 m, dan 600 m. Kemudian dibuat variabel untuk ukuran butiran kasar (A0), sedang (A3), dan halus (A6) dengan cara mencampur bahan tepung yang sudah dipisahkan dengan komposisi tertentu. Masing-masing contoh dianalisa komposisi kimia, kandungan mineral, dan distribusi ukuran. Kandungan mineral dan distribusi ukuran butiran dianalisa masing-masing dengan X-Ray Diffractometer dan Particle Size Distribution Analyser. Kemudian tepung badan keramik dicetak dengan menggunakan mesin pres hidraulik, dengan tekanan 300 kg/cm2 sehingga terbentuk ubin (bujur sangkar) dengan ukuran (85 x 85) mm2. Ubin mentah berukuran (85 x 85) mm2 dikeringkan dalam dryer sehingga kadar airnya menjadi 1 %. Ubin yang telah kering dibakar pada suhu 1200 C (dalam Kiln lab) untuk berbagai waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit. Ubin yang keluar dari tungku atau disebut ubin biskuit diukur panjangnya dengan jangka sorong kemudian dihitung susutnya. Sehingga diperoleh data antara susut (shrinkage) ∆L/Lo untuk berbagai waktu t. Data yang diperoleh kemudian dibuat grafik hubungan antara log s versus log t. Dari persamaan (1) dapat ditentukan harga n dan . Dengan n dapat dihitung dari slope grafik hubungan antara log s versus log t, sama dengan 1/slope. Sedangkan dapat dihitung dari intersepnya. Harga n yang diperoleh dibandingkan dengan harga karakteristik pada berbagai proses perpindahan massa dan untuk menentukan mekanisme sintering. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakterisasi tepung badan keramik Kandungan mineral dalam tepung badan dianalisa dengan menggunakan difraksi sinar-X. Hasilnya menunjukkan bahwa tepung badan mengandung mineral-mineral seperti alpha
9
quartz, feldspar, montmorilonite dan hallosite. Hasil analisa komposisi kimia tepung badan keramik ditunjukkan pada Tabel 1. Sedang distribusi ukuran butiran tepung badan ubin keramik ditunjukkan pada Gambar 1. Tabel 1. Komposisi kimia tepung badan ubin keramik. Komponen
% berat
= 10 menit penyusutan butiran mengalami peningkatan yang signifikan. Namun lama kelamaan menurun hingga akhirnya konstan pada selang waktu t = 30 menit. Dari gambar di atas terlihat bahwa sampel A0 mengalami penyusutan yang paling besar. Hal ini disebabkan karena distribusi ukuran partikel pada sampel A0 lebih banyak mengandung ukuran partikel yang besar sehingga pori-porinya lebih besar. Sedangkan untuk A3 dan A6 penyusutannya relatif lebih kecil karena distribusi ukuran partikelnya lebih merata sehingga pori-porinya lebih kecil. Sampel A0 mengalami penyusutan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan sampel yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran butiran waktu sintering yang diperlukan akan lebih cepat.
Kasar [Ao]
Sedang [A3]
Halus [A6]
SiO2
67,36
68,09
72,16
Al2O3
16,99
16,64
16,99
Fe2O3
0,75
0,50
1,02
TiO2
0,25
0,25
0,25
CaO
2,06
2,06
2,06
MgO
0,54
0,54
0,81
Na2O
3,71
3,63
0,78
0.1
K2O
4,00
4,05
1,67
0.08
Hilang Pijar
4,34
4,24
4,26
L/Lo ( - )
0.12
0.06 A6
0.04
A3
100
Kumulatif bawah (% berat)
90
A0
0.02
80 70
0
60
0
20
40
60
50
t (menit)
40 30
Gambar 2. Hubungan penyusutan terhadap waktu sintering.
A6 A3 A0
20 10 0 1
10 100 Diameter partikel (m)
1000
Gambar 1. Distribusi ukuran tepung badan ubin keramik. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa komposisi kimia tepung badan ubin keramik yang digunakan dalam penelitian berubah dengan perubahan ukuran partikel dari tepung badan ubin keramik. Kandungan senyawa SiO2 dan Al2O3 naik dengan turunnya ukuran partikel, tetapi kandungan senyawa oksida natrium dan kalium turun cukup signifikan dengan turunnya ukuran partikel. Hal ini akan mengakibatkan naiknya titik lebur powder badan ubin keramik. Distribusi ukuran tepung badan ubin keramik mendekati homogen seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Jadi dapat dinyatakan bahwa kinerja pencampuran butiran-butiran baik. 3.2 Penyusutan tepung badan ubin keramik Hubungan antara penyusutan tepung badan ubin keramik terhadap waktu sintering untuk masing-masing sampel disajikan dalam Gambar 2. Seperti ditunjukkan pada gambar tersebut, tampak bahwa pada selang waktu t = 0 sampai t
3.3 Perbandingan model difusi dan data eksperimen Selanjutnya akan dibandingkan data eksperimen seperti ditunjukkan pada Gambar 2 di atas dengan model difusi berdasarkan Pers. (1). Dalam hal ini akan ditentukan parameter n dan dengan membuat grafik hubungan log s atau L/L0 terhadap waktu sintering t untuk masing-masing sampel. Dari grafik tersebut besarnya harga n dan diperoleh dari slope dan interceptnya. Hasil perhitungan n dan disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Harga n menunjukkan harga karakteristik yang menentukan mekanisme sintering. Harga parameter-parameter ini menunjukkan karakteristik dari bahan, dengan harga n dan sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat dari bahan seperti ukuran butiran, suhu, difusivitas, volume molar, dan energi permukaan dari bahan yang bersangkutan. Harga n dan disubstitusikan ke dalam Pers. Tabel 2. Hasil perhitungan harga n dan untuk sampel A0, A3, dan A6. Sample slope intercept n A0
0.4158
-1.6219
2.405002 1,257x10-4
A3 0.2153- Majalah -1.412 IPTEK 4.644682 2.765x10-7 Vol. 16, No. 1, Februari 2005 A6
0.3054
-1.5286
3.274394 9.880x10-6
10
(1) dan hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3. 0,14 0,12
L/Lo
0,1 0,08 0,06 Eksp.
0,04
pers. (1) 0,02 0 0
10
20
30 t (menit)
40
50
60
(a) 0,1 0,08
L/Lo
0,06 Eksp.
0,04
Pers. (1)
0,02 0 0
10
20
30
40
50
60
t (menit)
(b)
4. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah didiskusikan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Ukuran butiran yang besar akan mengalami penyusutan yang besar pula. Pendekatan model difusi yang dipakai menunjukkan kesesuaian untuk kondisi initial stage sintering dan intermediate stage sintering. Model difusi yang diperoleh untuk: Sampel A0: ( L/Lo)2.4050 = (1,257.10-4) t Sampel A3: ( L/Lo)4.6447 = (2,765.10-7) t Sampel A6: ( L/Lo)3.2744 = (9,880.10-6) t Semakin besar ukuran butiran, waktu yang diperlukan untuk proses sintering akan lebih cepat. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada sdr. Agung Nugroho atas kontribusinya dalam persiapan penulisan artikel ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada PT. Kuali Mas Sidoarjo atas bantuan bahan, uji dan tempat untuk penelitian ini.
0,12
DAFTAR NOTASI
0,1
Lo L
L/Lo
0,08 0,06 0,04
Eksp.
n t y
pers. (1)
0,02 0 0
10
20
30
40
50
60
t (menit)
(c) Gambar 3. Perbandingan data percobaan dengan model difusi. (a) sample A0; (b) sample A3; (c) sample A6 Ketiga grafik di atas menunjukkan bahwa pendekatan model difusi yang digunakan memberikan hasil yang memuaskan. Data hasil percobaan memiliki kecenderungan yang sama dengan model yang dipakai. Dapat dilihat bahwa untuk selang waktu 0–30 menit (initial dan intermediate stage), hasil dari data eksperimen menunjukkan kesesuaian dengan model difusi pada Pers. (1). Namun terdapat penyimpangan mulai terjadi antara data eksperimen dengan perhitungan pada waktu sintering di atas 30 menit (final stage sintering). Penyimpangan yang terjadi disebabkan karena model yg dipakai tidak dapat mengidentifikasikan kapan berakhirnya proses sintering, sehingga perlu adanya suatu pembatasan tersendiri dengan melihat proses sintering secara eksperimen. Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 1, Februari 2005
Panjang ubin keramik awal Selisih panjang ubin sebelum dan sesudah dibakar Konstanta parametrik Waktu sintering Jarak relatif terhadap pusat butiran Konstanta parametrik
(mm) (mm) (-) (menit) (mm) (-)
DAFTAR ACUAN Barsoum, M. (1997), ”Fundamental of Ceramics”, International Edition, McGraw Hill, Singapura, pp 331-352. Chiang,Y-M. (1997), ”Physical Ceramics-Principle for Ceramic Sciene and Engineering”, John Wiley & Sons Inc., USA, pp 392-405. Coble, R.L. (1958), “Journal American Ceramics Society”, 41:55. de Bellis, A. C. (2002), “Computer Modelling of Sintering Ceramics”, Master Thesis, University of Pittsburg, USA. Kingery, W.D., Bowen, H.K., and Uhlman, D.R. (1976), “Introduction to Ceramics”, NewYork.
11
Kingery, W.D. dan M. Berg (1955),”Journal Applied Physical”, 26: 1205. Nandakumar, K., Y. Shu, and K.T. Chuang (1999), “Predicting Geometrical Properties of Random Packed Beds from Computer Simulation”, AIChE J., 45, 11, pp 2286-2297. Diterima: 03 Desember 2004 Disetujui untuk diterbitkan: 26 Januari 2005
Vol. 16, No. 1, Februari 2005 - Majalah IPTEK