The Influence of The pH Variation of The Synthetic of Nanocomposite HydroxyapaiteChitosan on The Form of Grain And The Hardness Moch. Wisnu Arif S.1, Hartatiek, Nasikhudin Departement of Physics faculty of Mathematics and Science State University of Malang 1 Email :
[email protected] Abstract Hydroxyapatite is one of materials whose characteristics is similar to the natural bone. However, knowing that the bone is a biocompocite, which is formed of organic and inorganic materials, hydroxyapatite needs to be composed of the polymer material in order to be able to substitute the bone. Therefore, one of polymer materials that can be composed to the making of hydroxyapatite is chitosan. This research aimed at synthesizing hydroxyapatite through the use of Ca(OH)2 of the mineral Calcite as the starting material, phosphate acid (H3PO4) and ammoniac. Afterwards, the pH variation was done with the value of 4, 7, and 13 when synthesizing the nanocomposite hydroxyapatite-chitosan in order to form the grain. Aside from that, each of the grain could tell the hardness of nanocomposite hydroxyapatite-chitosan through a test so-called Vickers Hardness Tester. Co-precipitation method was then used to prepare hydroxyapatite and nanocomposite hydroxyapatite-chitosan. Yet, the size of the grain was characterized using XRD, and the microstructure form was observed using SEM, while the ratio of Ca/P, the researcher used EDX. Using the co-precipitation method, hydroxyapatite obtained achieved the ratio value of Ca/P by 1.67, agreed the ratio value of the model, and achieved the crystal size by 25.40 nm. Using XRD, the information obtained was how the composite was formed and the size of composite by the value span of 35.09 nm. Besides, the characteristics of SEM showed that the value of pH influenced the form of grain shown by the form of grain rodapatite at the pH value of 4 and spherical-apatite at the pH value of 7 and 13 as well. Meanwhile, the highest value of Vicker Hardness was obtained from the sample that used the pH value of 4 by the value of 177.87 kg/mm2. Yet, the value of Vicker Hardness of the pH value of 7 and 13 were 43.63 kg/mm2 and 56.3 kg/mm2 respectively Keywords: hydroxyapatite, calcite, chitosan, the form of grain, Vickers Hardness.
PENDAHULUAN Permasalah osteoporosis menjadi ancaman yang serius dan terus meningkat setiap tahunnya di masyarakat Indonesia. Data terakhir tentang resiko Osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes RI pada tahun 2005 dengan jumlah sampel 65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) di 16 wilayah Indonesia secara selected people menunjukkan angka prevalensi pengidap osteopenia (osteoporosis dini) sebesar 41,7 % dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3 %. Hal ini menunjukkan 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki resiko yang tinggi untuk terkena osteoporosis, dimana 41,2 % terjadi pada umur < 55 tahun (Kemenkes RI, 2008). Untuk itu, teknologi rekayasa material berupaya memberi terobosan dalam perekayasaan keramik alam (bioceramic)
sebagai salah satu alternatif bahan rekontruksi jaringan tulang yang unggul. Hal ini dikarenakan keramik alam memiliki kesesuaian dengan jaringan asli (biocompatible materials). Bahan keramik yang sering digunakan dalam bidang rekontruksi jaringan tulang adalah hydroxyapatite sintetik [Ca10(PO4)6(OH)2]. Hydroxyapatite adalah salah satu material yang memiliki kesamaan dengan material tulang alami (Hui dkk, 2010). Untuk memenuhi syarat sebagai material substitusi tulang, hydroxyapatite yang dibuat perlu dikompositkan dengan material polimer (polymer), mengingat tulang sendiri merupakan komposit alami (biocompocite) yang terdiri dari bahan 1
organik dan inorganik. Selain itu, serbuk hydroxyapatite yang disubtitusikan secara langsung dengan mudah akan berpindah atau lepas dari jaringan tulang. Dan juga, jika dibandingkan dengan hydroxyapatite murni, nanocomposite hydroxyapatitepolymer memiliki sifat yang lebih baik, seperti modulus, kekuatan, dan kekakuan (Khanna dkk, 2010). Jenis material polimer yang dapat dikompositkan pada pembuatan hydroxyapatite adalah chitosan (Rohmawati, 2012). Chitosan adalah biopolimer yang terdiri dari glukosamin dan Nasetyloglukosamin yang diperoleh dari deasetilasi senyawa chitin (Ratajska, 2008). Alasan pemilihan chitosan sebagai bahan komposit karena diketahui chitosan sebagai biopolymer yang biocompatibel, bersifat tidak beracun, dan mudah diekstraksi dari bahan alam sehingga sangat cocok sebagai material implan tulang. Pembuatan composite Hydroxyapatite-chitosan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantara metode yang pernah dilakukan adalah metode sonokimia dan metode hydrothermal. Rohmawati (2012), pernah melakukan sintesis komposit Hydroxyapatite-chitosan dengan metode sonokimia hingga menghasilkan ukuran butir 25,40 nm. Yokogawa dan Nagata (2010) berhasil membuat komposit Hydroxyapatitebiopolymer dengan variasi polimer menggunakan metode hydrothermal, dan ukuran butir yang dihasilkan pada rentang 20-50 μm. Dari metode yang pernah dilakukan, pada riset ini mencoba untuk mensintesis composite Hydroxyapatite-chitosan dengan metode kopresipitasi. Selain mampu menghasilkan ukuran bahan dalam skala nano, metode ini memiliki keunggulan pada proses yang lebih sederhana dan memiliki tingkat homogenitas bahan yang baik. Metode kopresipitasi pada prinsipnya adalah proses sintesis menggunakan agen
pengendap untuk menghasilkan composite hydroxyapatite-chitosan. Penggaturan suasana sintesis dalam keadaan asam, netral, dan basa akan memberikan bentuk butir hydroxyapatite pada composite hydroxyapatite-chitosan. Pengaturan pH akan mempengaruhi laju reaksi yang menentukan kuantitas produk reaksi dalm hal ini adalah bentuk butir. Karakter bentuk butir akan memberi pengaruh pada sifat mekanik, khususnya pada sifat kekerasan. Sedangkan untuk penentuan ukuran dilakukan dengan mengatur lama pengadukan, suhu pengadukkan dan kecepatan pengadukan yang akan menghasilkan ukuran nano. Dalam penelitian ini, sumber hydroxyapatite disintesis dari bahan alami lokal sebagai alternatif dari ketergantungan material bone filler import untuk aplikasi biomedis. Bahan alami lokal yang digunakan adalah mineral Calcite dari daerah Druju Kab. Malang dengan ketersedian melimpah. Calcite menjadi mineral utama penyusun batuan kapur dengan kandungan kalsium yang tinggi (Carr dkk, 1994). Oleh karena itu, mineral calcite dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium untuk pembuatan hidroxyapatite.. METODE EKSPERIMAN Pada penelitian ini dilakukan tiga tahapan sintesis untuk memperoleh material nanocomposite hydroxyapatite-chitosan. Tahapan pertama adalah pembuatan Ca(OH)2 dari Mineral Calcite dengan proses kalsinasi. Lalu pada tahap kedua dilakukan proses sintesis hydroxyapatite dengan metode kopresipitasi. Dan tahap terakhir adalah proses penkompositan antara hydroxyapatite sebagai filler dengan chitosan sebagai matrik dengan step kopresipitai. Bahan yang digunakan sebagai sumber Ca(OH)2 berasal dari hasil milling dan kalsinasi batu calcite. Ca(OH)2 2
dilarutkan menggunakan aquabidest sampai diperoleh konsentrasi Ca(OH)2 1 M. Sedangkan sumber fosfat yang digunakan adalah asam fofat (H3PO4) 0.6 M. Untuk mengontrol pH larutan agar tetap berada pada rentang pH 9-10 maka larutan campuran (antara Ca(OH)2 dengan (H3PO4)) ini ditetesi dengan amoniak. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan dilanjutkan pencucian dengan aquadest. Setelah penyaringan, sampel difurnace pada suhu 100oC selama 24 jam. Setelah hydroxyapatite terbentuk, kemudian dilakukan sintesis nanocomposite hydroxyapatite-chitosan. Pada tahap ini dilakukan variasi pH larutan saat sintesis nanocomposite hydroxyapatite-chitosan dengan nilai 4, 7, dan 13. Hydroxyapatite dilarutkan dalam aquabides dan chitosan dilarutkan dalam asam asetat 3%. Keduanya dicampur pada gelas beker kemudian diaduk selama 24 jam dengan mengeset suhu alat 200oC. Sampel hydroxyapatite dan nanocomposite hydroxyapatite-chitosan hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, untuk melihat struktur kristal, SEM untuk menganalisis mikrostruktur serta EDX untuk mengetahui rasio Ca/P. dan dilakukan uji Vickers Hardness menggunakan alat Vickers Hardness Mecine untuk mengetahui nilai kekerasan nanocomposite hydroxyapatitechitosan. Perhitungan besar ukuran butir HA dilakukan dengan menggunakan persamaan Scherrer, seperti berikut.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Ca(OH)2 dari Mineral Calcite Pada penelitian sintesis hidroksiapatit ini sumber kalsium yang digunakan adalah batu calcite dari Daerah Druju, Kabupaten Malang. Untuk mengetahui presentase kalsium pada batu calcite, dilakukan uji XRF. Data hasil XRF yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil XRF Batu Calcite Compound S Ca Fe Co Cu Sr Er Lu
Conc.Unit (%) 0,013 99 0,17 0,094 0,045 0,038 0,1 0,19
Dari data XRF unsur yang dominan pada batu calcite dengan presentase 99% adalah unsur kalsium, sehingga batu calcite dapat digunakan sebagai bahan sisntes hidroksiapatit. Selanjutnya dilakukan uji XRD untuk mengetahui senyawa yang ada pada batu calcite. Pencocokan dilakukan menggunakan software PCW. Setelah data hasil analisis dicocokkan dengan data model dari AMCSD 00001117, terlihat semua puncak-puncaknya cocok. Hal ini berarti fase hidroksiapatit yang diinginkan telah terbentuk. Grafik pencocokan fase batu calcite dengan model Ca(OH)2. ditunjukkan pada Gambar 1.
Dimana D adalah ukuran kristal, B adalah pelebaran intensitas maksimum (FWHM) dalam radian, k adalah konstanta Scherrer bernilai 0,9, adalah panjang gelombang sinar dari radiasi CuK yakni 0.154056 nm, dan adalah sudut Bragg (Pudjiastuti, 2012). 3
Untuk mengetahui ukuran butir dilakukan perhitungan nilai FWHM dari data XRD yang dilakukan fitting grafik dengan menggunakan software Origin 8. Lalu fitting grafik memilih satu peak yang paling jelas dan tidak terdapat puncak yang bercabang. Nilai FWHM kemudian dimasukkan ke dalam persamaan Scherrer untuk menentukan ukuran butirnya. Dengan menggunakan persamaan Scherrer maka nilai ukuran butir ialah: Dari perhitungan didapatkan ukuran kristal hidroksiapatit sebesar 23,13 nm. Hasil ini menunjukkan besarnya ukuran kristal hidroxyapatite hasil sintesis sesuai dengan hidroxyapatite yang ada di dalam tulang manusia yaitu sebesar 20-80 nm.
Gambar 1. Pencocokan Pola Hasil XRD Serbuk Batu Calcite Dengan Pola Model Ca(OH)2 (AMCSD 00001117)
B. Karakterisasi Hasil Sintesis Hidroxyapatite a. Karakterisasi Struktur Hydroxyapatite dari Data XRD Hasil XRD dari sampel hidroksiapatit hasil sintesis yang diperoleh berupa kurva antara 2θ dengan intensitas ditampilkan pada Gambar Counts Sampel I HAP Hydroxylapatite, syn 200
100
c. Karakterisasi Morfologi Hydroxyapatite dari Data SEM.
0
20
30
40
50
60
70
80
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
Gambar 2 Hasil Fitting Antara Sampel Hydroxyapatite dengan Model Highscore
Gambar 2 menampilkan grafik fitting dimana grafik berwarna merah adalah model hydroxyapatite dari software Highscore Plus sedangkan untuk grafik berwarna biru merupakan pola dari bahan yang di uji. Dari data Gambar, bahan yang di uji memiliki fasa yang sama dengan dengan model model hydroxyapatite dari software Highscore Plus. Hal ini ditunjukkan oleh kesesuaian semua peak antara model hydroxyapatite dengan bahan uji. Selain itu, kesesuaian juga ditunjukkan dengan lingkaran biru penuh yang menunjukkan persentase 100%. Bentuk kristal yang terbentuk hydroxyapatite adalah sistem kristal heksagonal dimana parameter kisi dari hasil fitting didapatkan a = b = 9.4218 Å dan c = 6.8813 Å dengan sudut α = β = 90O dan sudut γ = 120O. b. Karakterisasi Ukuran Butir Hydroxyapatite dari Data XRD
Gambar 3 Hasil Karakterisasi SEM Hydroxyapatite
Pada Gambar 3 menampilkan morfologi dari sampel hydroxyapatite murni tanpa komposit dengan chitosan. Terlihat bahwa partikel mengalami aglomerasi sehingga ukuran sampel secara penampang sulit untuk diketahui. Sehingga untuk ukuran sampel hydroxyapatite hanya dapat dihitung dengan persamaan Scherrer dari data XRD 4
yang mana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ukuran yang diperoleh adalah 23,13 nm.
grafik memilih satu peak yang paling jelas dan tidak terdapat puncak yang bercabang. Sesudah itu, nilai FWHM dimasukkan ke dalam persamaan Scherrer untuk menentukan ukuran butirnya. Dari hasil perhitungan, nilai ukuran butir dalam sintesis composite hydroxyapatite-chitosan dengan variasi pH diperoleh sebagai berikut.
C. Karakterisasi Hasil Sintesis Nanocomposite HidroxyapatiteChitosan a. Karakterisasi Struktur Nanocomposite Hidroxyapatite-Chitosan dari Data XRD.
Tabel 2 Ukuran Grain Nanocomposite Hydroxyapatite-Chitosan dari Hasil Perhitungan Persamaan Scherrer. Sampel Ukuran Butir (nm) Hydroxyapatite 23,13 Hydroxyapatite-Chitosan 32,45 pH 4 Hydroxyapatite-Chitosan 23,63 pH 7 Hydroxyapatite-Chitosan 37,17 pH 13
Gambar 4 Pola XRD Hasil Sintesis Nanocomposite Hydroxyapatite-Chitosan
Berdasarkan table di atas, ukuran butir hydroxyapatite lebih kecil dibandingkan dengan ukuran butir composite hydroxyapatite-chitosan. Butir hydroxyapatite berperan sebagai filler mengisi rongga-rongga pada matrik chitosan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ramli dkk (2011) mensintesis dan mengkarakterisasi hydroxyapatite murni dengan menggunakan metode kopresipitasi diperoleh hasil kristal nano hydroxyapatite telah berhasil berpenetrasi dengan baik dan tumbuh di dalam matriks kitosan. Formasi scaffold dalam composite hydroxyapatitechitosan ini dipicu kuat oleh kemampuan chitosan sebagai matriks yang memili karakter bersambungan. c. Karakterisasi Bentuk Butir Nanocomposite HidroxyapatiteChitosan dari Data SEM. Hasil morfologi dari komposisi komposit HA-kitosan ditunjukkan oleh Gambar dibawah ini.
Berdasarkan grafik Gambar 4 dapat dilihat bahwa penambahan polimer Chitosan tidak merubah struktur kristal hidroxyapatite hanya mempengaruhi intensitas tiap peak dan sudut 2θ. Polimer chitosan terkompositkan dengan hydroxyapatite, hal ini ditunjukkan dengan penurunan intensitas peak dari bahan hydroxyapatite yang memiliki peak tajam dibanding dengan hydroxyapatite yang telah dikompositkan. Selain itu, sudut mengalami pelebaran dengan penambahan chitosan yang memilki karakter bahan polimer sebagai amorf dimana diberikan pada hydroxyapatite. b. Karakterisasi Ukuran Butir Nanocomposite HidroxyapatiteChitosan dari Data XRD. Hampir sama dengan menentukan ukuran butir pada hydroxyapatite, untuk menentukan ukuran butir composite hydroxyapatite-chitosan dilakukan perhitungan nilai FWHM dari data XRD yang dilakukan fitting grafik dengan menggunakan software Origin 8. Lalu fitting 5
mengalami aglomerasi. Hal ini terjadi dikarenakan kristal hydroxyapatite mengisi ruang matriks chitosan. Selain itu chitosan juga memiliki karakter perekat yang menjadikan hydroxyapatite menempel pada chitosan sehingga bentuk partikel composite memiliki struktut butir yang memanjang. Pada hasil karakterisasi SEM nanocomposite hydroxyapatite-chitosan dengan pH 13, bentuk butir hydroxyapatite terlihat berbentuk spherical-grain. Sedangkan pada hasil karakterisasi SEM nanocomposite hydroxyapatite-chitosan pH 4 terdapat butir hydroxyapatite yang merekat pada chitosan berbentuk rod-grain. Hal ini membuktikan bahwa pH sangat mempengaruhi bentuk butir (Yokogawa dan Nagata, 2010), dimana pH memiliki peranan untuk mengkontrol laju reaksi pembentukan produk. (Azizah, 2004).
Gambar 5 Hasil Karakterisasi SEM Nanocomposite Hydroxyapatite-Chitosan pH 4
Untuk menentukan ukuran butir selain dengan perhitungan menggunakan Persamaan Scherrer juga dapa dilakukan dengan pengamatan ukuran butir nanocomposite hydroxyapatite-chitosan menggunakan analisis SEM yang ditunjukkan pada Tabel 4.6 berikut.
Gambar 6 Hasil Karakterisasi SEM Nanocomposite Hydroxyapatite-Chitosan pH 7
Tabel 3 Ukuran Grain Nanocomposite Hydroxyapatite-Chitosan Hasil Pengamatan Morfologi SEM
Hasil Pengamatan SEM (nm)
Hydroxy apatiteChitosan pH 7
Hydroxy apaiteChitosan pH 13
35,39 nm
75,77 nm
64,11 nm
d. Karakterisasi Kekerasan Nanocomposite HidroxyapatiteChitosan dari Data Vickers Microhardness. Pada tahap selanjutnya adalah proses pengujian dengan menggunakan Vicker Hardness Mechine. Pada pengujian ini, diambil lima titik pada masing-masing
Gambar 7 Hasil Karakterisasi SEM Nanocomposite Hydroxyapatite-Chitosan pH 13
butir
Hydroxy apatiteChitosan pH 4
Dari hasil foto SEM, nampak butirhydroxyapatite bergerombol atau 6
sampel dan diperoleh hasil rerataan dari masing-masing titik. Hasil pengujian Vicker Hardness ditunjukkan pada Tabel 4.8 Berikut.
Vicker Hardness yang lebih besar dibanding dengan bentuk butir spherical-apatite saat sesudah dilakukan sintering. Kenaikan nilai Vicker Hardness dari sampel yang tidak dilakukan sintering dibandingkan dengan sampel yang dilakukan sintering karena distribusi partikel yang homogen memiliki struktur yang lebih rapat. Selain itu, jarak antar butir semakin mengecil akibat ukuran butir membesar sehingga nilai vicker hardness akan lebih besar.
Tabel 4 Hasil Variasi pH pada Nanocomposite Hydroxyapatite-Chitosan Terhadap Nilai Kekerasan Vickers.
Hasil Tidak Sintering Hasil Sintering
Hydroxy apatiteChitosan pH 4
Hydroxy apatiteChitosan pH 7
Hydroxy apaiteChitosan pH 13
14,28 Kg/mm2
16,73 Kg/mm2
13,88 Kg/mm2
177,87 Kg/mm2
43,63 Kg/mm2
56.3 Kg/mm2
KESIMPULAN Hydroxyapatite berhasil disintesis menggunakan bahan dasar mineral Calcite dengan metode kopresipitasi dimana diperoleh hydroxyapatite dengan persentase 100% Nanocomposite hydroxyapatitechitosan berhasil disintesis dengan metode kopresipitasi dan diperoleh ukuran butir 32,45 nm pada pH 4. Sedangkan untuk pH 13 diperoleh ukuran butir 37, 17 nm. Variasi pH mempengaruhi bentuk butir pada senyawa nanocomposite hydroxyapatitechitosan. Bentuk butir hydroxyapatite pada nanocomposite hydroxyapatite-chitosan yang dihasilkan untuk pH 4 adalah rodgrain. Sedangkan pada pH 7 dan 13 dihasilkan bentuk butir yang sama yaitu spherical-grain. Semakin kecil nilai pH maka akan terbentuk rod-grain, dan semakin besar niali pH maka akan terbentuk spherical-grain pada hydroxyapatite yang terkomposit. Untuk pH 4 yang menghasilkan bentuk butir rod-grain memiliki nilai Vickers Hardness 177,87 kg/mm2. Sedangkan untuk pH 7 dan 13 yang menghasilkan bentuk butir spherical-grain dengan nilai Vickers Hardness 43,63 kg/mm2 dan 56,3 kg/mm2. Bentuk butir rodgrain memiliki nilai Vickers Hardness yang lebih besar dibanding dengan sphericalgrain.
Pada Tabel 4.8 menampilkan nilai Vicker Hardness untuk masing-masing sampel variasi yang tidak dilakukan sintering dan dilakukan sintering. Pada sampel dengan variasi pH yang tidak dilakukan sintering terdapat nilai Vicker Hardness terbesar adalah sampel pH 7 dengan nilai 16,73 kg/mm2 lalu diikuti nilai Vicker Hardness untuk sampel pH 4 yaitu 14,28 kg/mm2. Sedangkan nilai Vicker Hardness pada sampel pH 13 memiliki nilai yaitu 13,88 kg/mm2. Dari data ini jika dianalogikan dengan morfologi bentuk butir menunjukkan bahwa bentuk butir rodapatite memiliki nilai Vicker Hardness yang lebih kecil dibanding dengan bentuk butir spherical-apatite. Untuk sampel dengan variasi pH yang dilakukan sintering terdapat nilai Vicker Hardness terbesar adalah sampel pH 4 dengan nilai 177,87 kg/mm2. Sedangkan nilai Vicker Hardness pada sampel pH 7 memiliki nilai 43,63 kg/mm2. Pada nilai Vicker Hardness variasi pH 13 yaitu 56,3 kg/mm2, dimana rentang nilainya hampir mendekati dengan nilai Vicker Hardness pada sampel pH 7. Jika dikaitkankan dengan morfologi bentuk butir menunjukkan bahwa bentuk butir rod-apatite memiliki nilai 7
Ratajska, M., K. Haberko, D. Ciechańska, A. Niekraszewicz, dan M. Kucharska. 2008. Hydroxyapatite-Chitosan Biocomposites. Polish Chitin Society. XIII 89-94
SARAN 1. Saat pencucian perlu digunakan larutan ethanol sesudah menggunakan aquades untuk menghindari aglomelerasi. 2. Untuk sintesis apatite dapat menggunakan jenis apatite lain seperti fluorapatite dan chlorapatite. Sedangkan jenis polimer dapat menggunakan aromatic polyamide, phenolic resin, polyvinyl alchohol, selulosa, kolagen, gelatin, jelly, high density polyethylene (HDPE), asam polylactic, polymethylmethacrylate (PMMA), dan poly(lactic acid) (PLA) selain chitosan. 3. Perlu dilakukan variasi suhu, komposisi, dan lama pengadukan untuk mengetahui keadaan yang ideal sebagai acuan sintesis nanocomposite apatite-biopolymer
Rohmawati, N. 2012. The Influence of Composition in Synthesis of Hydoxyapatite From Cuttlefish Bone-Chitosan Composite on Its Crystal Structure and Microstructure. Thesis. Malang: State University of Malang. Yokogawa, Y., dan F. Nagata . 2010. Hydrothermal Synthesis of Hydroxyapatite-Polymer Composite Materials. International Conference on the Properties of Water and Steam. 4. 373-376
DAFTAR RUJUKAN Carr, D. D., L. F. Rooney dan R. C. Freas. 1994. Limestone and dolomite; in Industrial Materials and Rock 6th Edition. Littleton. Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc Hui, P., S.L. Meena, G. Singh, R.D. Agarawal, S. Prakash. 2010. Synthesis of Hydroxyapatite BioCeramic Powder by Hydrothermal Method. Journal of Minerals & Materials Characterization & Engineering. 9(8). 683-692 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Khanna, R., Katti K. S., dan Katti D. R. 2010. In Situ Swelling Behavior of Chitosan A Polygalacturonic Acid/Hydroxyapatite Nanocomposites in Cell Culture Media. Int J Polym Sci. 10. 12
8