PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA SPOT MULTITEMPORAL DAN METODE ANALITIK DI DAERAH TANJUNG LAYANG KECAMATAN SUNGAILIAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Bidang Ilmu Kelautan pada Fakultas MIPA
Oleh : MISDA DEWI NOVALINA SAGALA 08111005007
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA 2016
PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA SPOT MULTITEMPORAL DAN METODE ANALITIK DI DAERAH TANJUNG LAYANG KECAMATAN SUNGAILIAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
SKRIPSI
Oleh : MISDA DEWI NOVALINA SAGALA 08111005007
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Bidang Ilmu Kelautan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA 2016
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Dengan ini saya Misda Dewi Novalina Sagala, NIM 08111005007 menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan Karya Ilmiah ini belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata (S1) dari Universitas Sriwijaya maupun Perguruan Tinggi lainnya. Semua informasi yang dimuat dalam Karya Ilmiah/Skripsi ini yang berasal dari penulis lain, baik yang dipublikasikan atau tidak telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari Karya Ilmiah/Skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya sebagai penulis.
Inderalaya, ………………...
Misda Dewi Novalina Sagala NIM. 08111005007
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sriwijaya, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NIM Program Studi Fakultas Jenis Karya
: Misda Dewi Novalina Sagala : 08111005007 : Ilmu Kelautan : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra SPOT Multitemporal dan Metode Analitik di Daerah Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sriwijaya berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Inderalaya, ………………… Yang Menyatakan
Misda Dewi Novalina Sagala NIM. 08111005007 vi
ABSTRAK
Misda Dewi Novalina Sagala. 08111005007. Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra SPOT Multitemporal dan Metode Analitik di Daerah Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pembimbing : Andi Agussalim, S.Pi., M.Sc dan Heron Surbakti, S.Pi., M.Si)
Daerah Tanjung Layang merupakan daerah pantai yang digunakan untuk kegiatan pariwisata dan terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Daerah ini berbatasan langsung dengan Selat Karimata di sebelah timurnya, sehingga mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin yang membangkitkan gelombang dan pasang surut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tinggi, periode dan arah datang gelombang yang dibangkitkan oleh angin di Tanjung Layang Kota Sungailiat, menganalisis jumlah angkutan sedimen yang disebabkan oleh gelombang di Tanjung Layang Kota Sungailiat dan menganalisis perubahan garis pantai melalui teknologi penginderaan jauh di Tanjung Layang Sungailiat dan jumlah angkutan sedimen berdasarkan tahun perekaman citra. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan November 2015 di Tanjung Layang Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penginderaan jauh menggunakan citra satelit SPOT 4 (2007, 2008, 2010) dan SPOT 6 (2014) serta metode analitik menggunakan data angin (2007-2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan garis pantai dari tahun 2007 sampai 2008 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1916 km2 dan 0,0161 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 174.882,7 m3, tahun 2008 hingga 2010 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,3263 km2 dan 0,0039 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 186.451,5 m3 dan dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1359 km2 dan 0,022 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 866.661,92 m3.
Kata kunci : Perubahan Garis Pantai, Citra SPOT, Abrasi, Akresi, Tanjung Layang
vii
ABSTRACT
Misda Dewi Novalina Sagala. 08111005007. Shoreline Changes Using Multitemporal SPOT Imagery and Analytical Methods at Layang Cape Regional District Sungailiat Bangka Belitung Islands (Supervisor: Andi Agussalim, S.Pi., M.Sc and Heron Surbakti, S.Pi., M.Si)
Tanjung Layang is a beach area mainly used for tourism activities in Bangka Belitung province. This area is near Karimata Strait in east, so it is influenced by the properties of the sea as winds generate waves and tides. The purpose of this research was to analyze the height, period and direction of waves generated by the wind in Layang Cape Sungailiat City; to analyze the amount of sediment transported by the waves at Layang Cape Sungailiat City. This research also focus on analyzing the changes at the Cape’s shoreline and the amount of sediment transported through remote sensing technology in Layang Cape. This research was conducted from August 2015 to November 2015 at Layang Cape. Aside from the remote sensing method {using satellite images SPOT 4(2007, 2008 and 2010) and SPOT 6 (2014)}, The analytic method (using wind data from 2007 to 2014) was also used in this study. This study’s findings showed that the shoreline changes from 2007 to 2008 resulted in an abrasion and accretion area of 0.1916 km2 and 0.0161 km2, respectively with sediment transport covering 174,882.7 m3. From 2008 to 2010, there was an abrasion and accretion area of 0.3263 km2 and 0.0039 km2, respectively with sediment transport covering 186,451.5 m3. Finally, from from 2010 to 2014, there was an abrasion and accretion area of 0.1359 km2 and 0.022 km2, respectively with sediment transport covering 866,661.92 m3.
Key words : Shoreline Changes, SPOT Multitemporal, Abrasion, accretion, Layang Cape
viii
RINGKASAN
Misda Dewi Novalina Sagala. 08111005007. Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra SPOT Multitemporal dan Metode Analitik di Daerah Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pembimbing : Andi Agussalim, S.Pi., M.Sc dan Heron Surbakti, S.Pi., M.Si)
Tanjung Layang merupakan wilayah pantai yang digunakan untuk kegiatan pariwisata dan terdapat di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Daerah ini berbatasan langsung dengan Selat Karimata di sebelah timurnya, sehingga mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin yang membangkitkan gelombang dan pasang surut. Tanjung Layang memerlukan adanya penanganan lebih lanjut untuk peningkatan sektor pariwisata dan juga keseimbangan pantai seperti pembangunan breakwater untuk penanganan daerah abrasi dan akresi. Pembangunan tersebut membutuhkan data yang bersifat ilmiah terkait perubahan garis pantai sehingga dibutuhkan penelitian pada daerah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tinggi, periode dan arah datang gelombang yang dibangkitkan oleh angin di Tanjung Layang Kota Sungailiat, menganalisis jumlah angkutan sedimen yang disebabkan oleh gelombang di Tanjung Layang Kota Sungailiat dan menganalisis perubahan garis pantai dari tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014 melalui teknologi penginderaan jauh di Tanjung Layang Sungailiat dan jumlah angkutan sedimen berdasarkan tahun perekaman citra. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian dengan topik yang sama selanjutnya dan menjadi masukan bagi pihak yang berkepentingan dalam menentukan wilayah yang mengalami perubahan garis pantai baik sedimentasi maupun abrasi serta menentukan cara yang efisien untuk melakukan pengelolaan dari dampak perubahan garis pantai Tanjung Layang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13-27 Oktober 2015 untuk pengambilan sampel sedimen menggunakan sediment trap di daerah Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Metode penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh pada pengolahan data citra SPOT 4 (2007, 2008, 2010) dan SPOT 6 (2014) yang diperoleh dan diolah di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional serta metode analitik yang dilakukan dengan mengolah data kecepatan dan arah angin yang diperoleh dari BMKG (20072014) sehingga diperoleh tinggi, periode dan arah datang gelombang; jumlah transpor sedimen dan laju perubahan garis pantai serta survei lapangan untuk mengetahui laju transpor sedimen pada tiap stasiun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan garis pantai dari tahun 2007 sampai 2008 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1916 km2 dan 0,0161 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 174.882,7 m3, tahun 2008 hingga 2010 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,3263 km2 dan 0,0039 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 186.451,5 m3 dan dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1359 km2 dan 0,022 dan km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 866.661,92 m3. ix
LEMBAR PERSEMBAHAN
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya yang penulis terima sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Gelar Sarjana Kelautan (S.Kel) yang penulis terima tidak terlepas dari peran orangtua, saudara, dosen dan jajarannya, sahabat, teman serta pihak-pihak di sekitar penulis.
Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1.
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kehidupan, kesehatan, serta berkat kasih karunia-Nya kepada penulis. Terimakasih Tuhan, cinta-Mu sungguh teramat baik
2.
Teristimewa kedua orangtua,
Bapak
Ir. M.
Sagala (+) dan
Mama
M.P br Sipayung. Terimakasih atas dukungan, pengorbanan, doa dan kasih sayang yang tidak pernah berkesudahan yang selalu penulis terima. 3.
Abang-abang terkasih dan eda yang selalu memberikan semangat, bantuan, kritikan dan saran tiada hentinya kepada penulis (Irfan Prabet Togu Sagala, S.T & Eda mama Riama, Sarman Pardamean Sagala, S.E & Eda mama Basvian, Darman Mangihut Sagala, S.IP dan Ade Hotman Lihardo Sagala, S.Kel & Eda Dewanti calon mama) Semoga berkat kasih-Nya selalu tercurah kepada kita.
4.
Bapak Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaff, MSCE selaku Rektor Universitas Sriwijaya.
5.
Bapak Drs. M. Irfan, M.T selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
6.
Bapak Heron Surbakti, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA Universitas Sriwijaya sekaligus sebagai pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bantuan, arahan, masukan, dukungan dan ilmunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan bimbingan bapak dalam penyelesaian skripsi ini.
7.
Bapak Andi Agussalim, S.Pi., M.Sc selaku dosen pembimbing akademik penulis sekaligus pembimbing utama skripsi yang telah banyak memberikan ide, masukan, arahan dan penyelesaian masalah baik selama perkuliahan, pelaksanaan skripsi di lapangan sampai pembuatan laporan skripsi. Terimakasih bapak atas bantuan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
x
8.
Bapak Dr. M. Hendri, M.Si dan Ibu Anna Ida Sunaryo, S.Kel., M.Si selaku penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
9.
Bapak Syarief Budhiman, S.Pi., M.Sc selaku kepala Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut (SDWPL) serta Ibu Nanin Anggraini selaku pembimbing lapangan bagi penulis di LAPAN yang telah banyak memberikan saran, membagikan ilmu dan pengalamannya bagi penulis.
10.
Seluruh dosen Ilmu kelautan dan jajarannya yang sangat mendidik sejak penulis baru menjadi mahasiswa hingga penulis menjadi alumni.
11.
Bapak tua, Maktua, Abang Warman dan eda di Palembang, terimakasih untuk setiap kebersamaan maupun cinta kasih yang penulis rasakan, semoga Tuhan menyertai dan memberikan kesehatan, panjang umur kepada paktua dan maktua.
12.
Keluarga besar POSEIDON, terhitung 5 September 2011 kita berkenalan, berbagi
cerita,
belajar+fieldtrip+jalan+tidur+makan+heboh+ngerjain_tugas+
lembur+pulang_malem+ngelab bareng, sedih dan sukanya ngejer ilmu dan ngejer dosen hingga akhirnya kelak masing-masing kita akan berpisah satu demi satu sampai tiba kembali saatnya bagi kita untuk bertemu:
Desi Melda Situmorang : jago futsal, care nya melebihi pacar, telaten kalo ngerawat yang sakit dll. Terimakasih ya say untuk perhatian, kebersamaan, tawa dan tangisnya semoga apa yang diharapkan senantiasa dilancarkan Elza Anggraini : ahli pemetaan dengan tema skripsi tentang SPL, semoga bisa nemuin rumus baru yah pir, siapa tau kan jadinya Menurut Anggraini, 2016* ciyeeeeehh. Sukses terus piri Harum Farahisah Siregar : asal padang berdarah batak, paling ga suka heboh namun terkadang heboh mendadak, bawaannya kalem tapi kalo tentang film/anime paling paham. sukses dan semoga skripsinya lancar yah bor xi
Hawa Fitari : lagi ngehits bareng scrap frame digitalnya di genscrapp (IG) semoga lancar diusahanya dan di skripsinya ya piri.. Sukses dan langgeng bareng abangnya.. :D Juaini Anggraini : hijaber manis asal Kayuagung, paling up to date perihal fashion dengan akun IG jujug_shop yang lagi nge_up banget (monggo difollow) :D Sukses dan semoga diperlancar terus yah sayang Lastari : jago silat dengan nim paling awal (01) jadi kalo maju atau ujian selalu kena duluan, hehehh semoga segalanya berkah yah pir, sukses terus piri Mutiara Ananda Dwi Permata : cantik, baik lagi penyayang, selalu sabar dan tabah di setiap kondisi, paling telaten kalo ngurusin barang fieldtrip. Terimakasih piri sayang sudah banyak berbagi manisnya hidup, ceilaahhh, love you piri Nilam Dio Tifani : manis, bijaksana, sopan dan patut jadi teladan.. Selalu ngomong teratur dan lantun layaknya putri keraton solo, berhubung emang asalnya dari Solo. Terimakasih untuk cerita-cerita kita ya mbak nilam.. Resty Paramitha : imut dengan pipinya yang tembem, suka senyum dalam kondisi apapun, sekretaris himpunan dan berjaya pada masanya dan semoga terus berjaya serta langgeng di masa depan yah pir. Reza Iklima : co ass. lab Osekim yang paling rapi kalo lagi nulis catetan, terus kalo lagi ujian paling mantep soal ringkasan, semoga ilmunya berkah buat dunia pekerjaan ya sayang, juga skripsinya senantiasa dilancarkan. Tiara Santeri : manis, cantik tapi sering dibuli, suka ngajak ribut padahal pengen diungkit.. hahahha, thankyou yah piri sudah menghebohkan kelautan. I Love you more 28 sahabat lelaki tangguh : Andreas Hasiholan Sitorus Andy Taruna Delvredo Barus Endang Saputra Fikri Jimmy Parapat Leonardo Gultom Michael Ehud Otniel Sirait Rama Adriyan Rico Febriansyah Stevan Ginting Syafrizal Riesky Tri Eka Maranatha Hutabarat Yohanes Hutapea
Andy Irawan Chaidir Ali Dwi Sapto Widodo Fadli Siregar Hans Ishack Fernando Purba Jufrensis Pranata Sembiring Martua Simangunsong Michael Araventa Ginting Recy Vetra Rinaldo Simbolon Sumantri Munthe Tonnie Sepwiratama Tumpal Sinaga Zumar Haamim
Terimakasih untuk Poseidon-man (Itok, Iban, Ces, Tulang, Abang) kebersamaan kita sungguh teramat istimewa, terimakasih sudah saling menjaga selama ini dan semoga pertarungan yang masih dijalani di bumi Inderalaya juga di tempat lain nantinya berjalan lancar sesuai harapan, Amin xii
13.
Kakak tingkat dari tahun 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010 serta adek tingkat 2012, 2013, 2014 dan 2015 terima kasih atas segala kebersamaan, motivasi, suka, duka dan keceriaan bersama penulis. Kita Satu dalam Kelautan.
14.
Hasian Martua Simangunsong, terima kasih atas kasih sayang, semangat, inspirasi, bantuan, perhatian, kebersamaan yang telah dibagikan kepada penulis. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat dan kesuksesan kepada kita
15.
Sahabat Paula Yuliani Sitanggang, S.P Terimakasih ya bor untuk setiap bantuan, perjalanan, kisah dan cerita kita selama ini. Semoga sukses dan kelak dapat dipertemukan kembali dalam kisah dan cerita yang berbeda.
16.
Keluarga bedeng Pinky & bedeng OKE Intan Anistya Sihombing, S.TP Ns. Anna Sihombing, S.Kep Eko Fernando Sitorus Nasib Sibuea, S.T Tommy Simarmata, S.T Simson Simatupang, S.T Atven Sanggam Sianipar Ranto Lubis Mia
Melpa Jesika Sitanggang, S.KM Citra Nainggolan Josia Sitinjak, S.Kel Frans Dominggus Lubis, S.H Santoso Simangunsong Aswin Nainggolan, S.T Tumpol Simarmata Herbet Munthe Ica
Terima kasih untuk kebersamaan maupun bantuan yang penulis terima, keluarga ini akan selalu penulis kenang dan semoga kelak kita dapat kembali berkumpul bersama. 17.
Sahabat ladies (Laura Situmorang, S.E, Susianty Natalia Dewi Sinaga, S.Sos, Fera Haloho, S.Pd, Intan Meitriyani Sidauruk, S.Sos) Sukses terus yah bebs
18.
Teman-teman selama kerja praktek dan skripsi di LAPAN Chandra Boangmanalu (UNSRI) Andreas Hasiholan Sitorus (UNSRI) Andy Irawan (UNSRI) Bagus Yuli Arianto, S.T (UNDIP) Dara Pricilia (UNSOED) Bayu Viyata (UHT) Kapten Dedy Suryanegara (STTAL) Serma Arya (STTAL)
Yoseph Simangunsong (UNSRI) Recy Vetra (UNSRI) Tifa Ramadany, S.T (UNDIP) Monica Apriliana, S.T (UNDIP) Zahria Aulia Nisa (UNSOED) Denysyah Dwi Angky (UHT) Lettu Faishal (STTAL)
Terimakasih untuk saling berbagi cerita dan pengalamannya, semoga kita semakin diperkaya lagi. 19.
Afry Sitohang dan Willy Simanungkalit
20.
Keluarga besar Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG, Batic’s, Naimarata, Silahisabungan, HKBP Efrata dan GKPS Palembang.
21.
Semua pihak yang telah banyak membantu selama ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, Tuhan memberkati kita semua. xiii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan oleh-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra SPOT Multitemporal dan Metode Analitik di Daerah Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung”. Skripsi ini menjelaskan tentang perubahan garis pantai yang terjadi di daerah Tanjung Layang selama 8 tahun (2007-2014). Tanjung Layang berbatasan langsung dengan Selat Karimata sehingga memiliki pengaruh tinggi dari gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Gelombang yang terjadi di daerah Tanjung akan mengakibatkan erosi dan mengurangi garis pantai ke arah daratan, sedangkan gelombang yang terjadi di daerah tenang seperti pada daerah teluk akan mengalami penambahan garis pantai ke arah lautan. Garis pantai yang mengalami perubahan tersebut dapat dilihat dari hasil olahan data citra satelit yakni satelit SPOT 4 tahun 2007, 2008 dan 2010 serta citra satelit SPOT 6 tahun 2014. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa membantu, mengarahkan dan membimbing penulis dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penyusunan hingga sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini. Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu juga dalam penyusunan skripsi ini yang tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi dimasa akan datang. Semoga Tuhan senantiasa menyertai dan memberkati setiap rencana dan kegiatan kita. Amin
Inderalaya, Maret 2016
Penulis xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................... v HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii ABSTRACK ...................................................................................................... viii RINGKASAN ................................................................................................... ix HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... x KATA PENGANTAR ..................................................................................... xiv DAFTAR ISI .................................................................................................... xv DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xx I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 1.5. Luaran Penelitian .................................................................................
1 1 4 5 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1. Definisi Pantai ...................................................................................... 2.2. Proses Pantai ......................................................................................... 2.2.1. Sedimen Dasar Laut .................................................................. 2.2.2. Gelombang Laut ........................................................................ 2.2.3. Mekanisme Transpor Sedimen oleh Gelombang....................... 2.2.4. Abrasi dan Akresi ...................................................................... 2.2.5. Pasang Surut ............................................................................. 2.3. Peramalan Gelombang .......................................................................... 2.4. Perubahan Garis Pantai ......................................................................... 2.5. Penginderaan Jauh ................................................................................. 2.5.1. SPOT 4 ..................................................................................... 2.5.2. SPOT 6 ..................................................................................... 2.6. Metode Analitik .................................................................................... 2.7. Penelitian Terkait dengan Penelitian yang dilakukan ............................
7 7 8 9 10 11 12 13 14 14 16 16 17 18 19
III. METODOLOGI ........................................................................................ 23 3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 23 3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 27 xv
3.3. Metode Penelitian .................................................................................. 3.3.1. Pengambilan Data ..................................................................... A. Data Penginderaan Jauh ....................................................... B. Data Angin ........................................................................... C. Data Pasang Surut ................................................................ D. Data Sedimen ....................................................................... 3.3.2. Desain Sediment Trap ............................................................... 3.4.Analisis Data ........................................................................................... 3.4.1. Pengolahan Citra Satelit ........................................................... 3.4.2. Analisis Sampel ........................................................................ A. Analisis Sampel untuk Penentuan Densitas Partikel ........... B. Analisis Ukuran Butiran ...................................................... 3.4.3. Pengolahan Data Angin ............................................................ 3.4.4. Kecepatan Akumulasi Endapan Sedimen .................................
28 28 28 28 28 29 29 31 31 34 34 34 35 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 42 4.1.Kondisi Umum Tanjung Layang ............................................................ 42 4.1.1. Gambaran Wilayah ................................................................... 42 4.1.2. Pasang Surut ............................................................................. 44 4.1.3. Distribusi Sedimen Tanjung Layang ........................................ 44 4.2.Angin ...................................................................................................... 45 4.3.Fetch ....................................................................................................... 51 4.4.Gelombang ............................................................................................. 52 4.4.1. Tinggi dan Periode Gelombang Per Musim Selama 2007-2014 ... 52 4.4.2. Tinggi dan Periode Gelombang Bulanan Selama 2007-2014 ....... 54 4.4.3. Arah Datang Gelombang .............................................................. 55 4.5.Angkutan Sedimen ................................................................................. 57 4.5.1. Kecepatan Akumulasi ................................................................... 58 4.6.Pemetaan Perubahan Garis Pantai Tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014 di Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat, Bangka Belitung ........ 60 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 69 5.1.Kesimpulan ............................................................................................ 69 5.2.Saran ....................................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70 LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan ...................................... 2 2. Klasifikasi Ukuran Butir dan Sedimen ........................................................... 9 3. Klasifikasi Gelombang Berdasarkan Perioda ................................................. 11 4. Spesifikasi Satelit SPOT 4 ............................................................................. 17 5. Spesifikasi Satelit SPOT 6.. ........................................................................... 17 6. Karakteristik dan kemampuan aplikasi setiap saluran (band) SPOT ............ 18 7. Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan ..................................... 19 8. Alat dan Bahan .............................................................................................. 27 9. Koordinat pengambilan sampel ..................................................................... 29 10. Persentase Berat Fraksi dan Tipe Sedimen di Tanjung Layang ................... 45 11. Frekuensi dan Persentase Angin Selama 8 Tahun (2007-2008) ................. 47 12. Panjang Fetch Efektif Perairan Tanjung Layang, Sungailiat Bangka ........ 52 13. Arah Datang Gelombang pada Tahun 2007-2008 ...................................... 56 14. Angkutan Sedimen pada Tahun 2007-2014 ................................................ 58 15. Kecepatan Akumulasi Sediment Trap pada Bulan Oktober ........................ 59 16. Perubahan Garis Pantai Berdasarkan Tahun Perekaman Citra ................... 60 17. Luasan Daerah Tanjung Layang yang mengalami Abrasi dan Akresi ....... 61 18. Perhitungan Kecepatan Akumulasi, Angkutan Sedimen, Luas Abrasi dan Akresi Berdasarkan Teknologi Penginderaan Jauh dan Metode Analitik Sesuai dengan Tahun Perekaman Citra ........................................ 66 19. Perhitungan Kedalaman Sedimen yang Terangkut dari Garis Pantai .......... 67
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Diagram Alir Perumusan Masalah ............................................................... 5 2. Terminologi Pantai untuk Keperluan Rekayasa Pantai ................................. 7 3. Akresi Pantai ................................................................................................. 13 4. Tanjung Layang Kota Sungailiat ................................................................... 15 5. Peta Lokasi Penentuan Perubahan Garis Pantai di Daerah Tanjung Layang Sungailiat ......................................................................................... 23 6. Peta Penentuan Titik Sampling .................................................................... 24 7. Citra SPOT 4 tahun 2007 ............................................................................. 25 8. Citra SPOT 4 tahun 2008 ............................................................................. 25 9. Citra SPOT 4 tahun 2010 ............................................................................. 26 10. Citra SPOT 6 tahun 2014 ........................................................................... 26 11. Desain Sediment Trap menurut Rifardi (2012) .......................................... 29 12. Desain Sediment Trap Lapangan ............................................................... 30 13. Koreksi Pasang Surut ................................................................................. 33 14. Koreksi Kecepatan Angin dengan Fetch Lebih Besar dari 10 Mil ............. 36 15. Fetch .......................................................................................................... 37 16. Diagram Alir Pengolahan Data .................................................................. 41 17. Bagian Daerah Lokasi Penelitian ............................................................... 42 18. Lokasi abrasi (a) Pantai Matras (b) Pantai Tongaci (c) Pembangunan Breakwater ................................................................................................. 43 19. Grafik Pasang Surut Oktober 2014 di Sungailiat ....................................... 44 20. Kecepatan dan arah angin tahun 2007 hingga 2014 .................................. 46 21. Kecepatan dan arah angin selama musim barat ......................................... 48 22. Kecepatan dan arah angin selama Musim Peralihan 1 ................................ 49 23. Kecepatan dan arah angin selama Musim Timur ........................................ 50 24. Kecepatan dan arah angin selama Musim Peralihan 2................................ 51 25. Tinggi dan Periode Gelombang per musim Tahun 2007-2014 ................... 53 26. Tinggi Gelombang per bulan Tahun 2007-2014 ......................................... 54 xviii
27. Periode Gelombang per bulan Tahun 2007-2014 ...................................... 55 28. Tinggi dan arah datang gelombang ............................................................. 56 29. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4 (tahun 2007-2008) ....................................................................................... 62 30. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4 (tahun 2008-2010) ....................................................................................... 63 31. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4 (tahun 2010-2014) ....................................................................................... 64 32. Informasi (a) Garis pantai Matras 2010 sebelum pembangunan breakwater dan (b) Akresi akibat pembangunan breakwater tahun 2014............................................................................................................. 65
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Halaman
Analisis fetch efektif dari arah utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya dan barat laut .............................................................................. 74
2.
Kecepatan rata-rata angin dan arah angin dominan yang terjadi per tahun . .79
3.
Tinggi dan periode gelombang rata-rata selama tahun 2007-2014 .............. 80
4.
Angkutan sedimen selama tahun 2007-2014. .............................................. 84
5.
Ukuran besar butir sedimen ......................................................................... 102
6.
Densitas sedimen ........................................................................................ 107
7.
Kecepatan akumulasi sedimen pada tiap stasiun ........................................ 107
8.
Koreksi pasang surut ................................................................................... 108
9.
Pengukuran Panjang Fetch Melalui Software ArcGis 9.3 ........................... 112
10. Dokumentasi di lapangan ........................................................................... 113 11. Dokumentasi di laboratorium .................................................................... 115 12. Bukti pelaksanaan skripsi di LAPAN ......................................................... 116 13. Bukti serah terima data angin di BMKG .................................................... 117
xx
I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Pantai merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan lautan dengan berbagai proses penyesuaian yang dipengaruhi faktor alam dan aktivitas manusia. Wibisono (2005) menyatakan bahwa pengertian pantai (shore) adalah wilayah darat yang berbatasan langsung dengan bagian laut dan termasuk daerah pasang surut. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara pasang tertinggi dan surut terendah, hal ini didukung oleh teori Fandeli (2011) bahwa garis pantai atau shoreline dapat berubah-ubah tergantung pada permukaan air laut yang selalu mengalami pasang dan surut. Perubahan garis pantai dapat dibedakan dari proses abrasi dan sedimentasi. Perubahan positif dalam proses sedimentasi terjadi pada kawasan pantai yang mengakibatkan daerah pantai tersebut memiliki tambahan daratan sehingga aktivitas di daerah pantai bertambah. Sedangkan perubahan negatif apabila terjadi proses abrasi/erosi pada kawasan pantai, sehingga garis pantai akan mundur ke arah daratan sehingga mengurangi luasan pantai. Panjang dan bentuk garis pantai dapat dipengaruhi oleh faktor alam yaitu gelombang.
Triatmodjo
(2008)
menyatakan
bahwa
gelombang
dapat
ditransformasikan dari data angin. Menurut Wibisono (2005), refraksi gelombang yang diperoleh dari data angin akan dilepas kembali oleh sebuah tanjung (headland) dan diterima oleh sebuah teluk didekatnya. Kondisi ini menghasilkan erosi (abrasi) di bagian tanjung dan sebaliknya terjadi akresi (pengendapan) sedimen di kawasan teluk. Daerah pantai menghendaki adanya perhatian yang lebih fokus agar terjadi peningkatan kualitas pembangunan dan penduduk di wilayah tersebut. Titik lokasi perubahan garis pantai pada daerah tanjung yang rentan mengalami abrasi dan akresi perlu diketahui untuk mengetahui jenis kegiatan pembangunan yang dibutuhkan. Asiyanto (2008) menyatakan bahwa pembangunan breakwater dilakukan untuk melindungi garis pantai dengan meredam gelombang dan mencegah terjadinya pengendapan di pelabuhan.
2 Secara astronomis, Pulau Bangka berada pada posisi 10 20’ – 30 7’ LS dan 1050- 1070 BT. Luas Pulau ini mencapai lebih kurang 11.615 km2 dengan kondisi topografi terdiri dari dataran rendah berbukit, rawa-rawa dan hutan tropis serta dikelilingi oleh pantai berpasir putih, pemandangan indah serta laut yang jernih. Beberapa nama pantai yang terdapat di Pulau Bangka dan sangat diminati oleh wisatawan diantaranya adalah Pantai Matras, Pantai Turun Aban, Pantai Parai, Pantai Batu Bedaun dan Pantai Tongaci yang terletak di Daerah Tanjung Layang. Panjang keseluruhan pantai tersebut mencapai 9 km dan dilatarbelakangi pepohonan kelapa dan aliran sungai (Disbudpar, 2015). Daerah Tanjung Layang memiliki beberapa pantai yang dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dan memerlukan adanya informasi kondisi garis pantai untuk langkah pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas pantai. Tanjung Layang terletak di Desa Matras, Kelurahan Sinar Jaya, Kecamatan Sungailiat, sebelah timur Laut Pulau Bangka. Daerah Tanjung ini berbatasan langsung dengan Selat Karimata sehingga memperoleh pengaruh gelombang yang sangat signifikan. Daerah Tanjung Layang memiliki area yang mengalami perubahan garis pantai ke arah daratan sehingga dilakukan pembangunan breakwater pada tahun 2014, namun area lainnya masih belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah sehingga perubahan garis pantai terus menerus terjadi. Berbagai aktivitas manusia yang dilakukan di sekitaran pantai antara lain aktivitas masyarakat dengan mata pencaharian nelayan, aktivitas pariwisata
dan
penambangan timah. Perubahan garis pantai menggunakan teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu topik menarik yang dijadikan para peneliti sebagai bahan penelitian. Panjang garis pantai dan perubahannya dapat diketahui dengan melakukan beberapa tahap pengolahan pada citra satelit yang memiliki perekaman data menyeluruh terhadap objek. Perubahan garis pantai juga dapat diketahui dengan menggunakan metode analitik yakni perhitungan matematis data angin yang membangkitkan gelombang kemudian menghasilkan jumlah angkutan sedimen. Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1.Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan No 1
Judul
Pembahasan
Penentuan
Peneliti
Penelitian ini bertujuan menghitung Maria
Keterangan Skripsi
Perubahan Garis
tinggi, periode, arah datang gelombang, Ladys
Ilmu Kelautan
Pantai dengan
transpor sedimen dan perubahan garis pantai.
Universitas
Teknologi
Citra yang digunakan adalah Citra Satelit
Sriwijaya
Penginderaan Jauh
Landsat dalam kurun waktu 10 tahun (1999-
dan Model Numerik 2008). di Kabupaten
Tinggi
gelombang
maksimum
dan
Batang Provinsi
minimum rata-rata 1,7 m dan 0,8 m. Periode
Jawa Tengah
gelombang maksimum dan minimum ratarata 6,18 s dan 4,66 s. Arah
gelombang
dominan yang terjadi pada bulan 1-3, dan 12 berasal dari arah barat laut, sedangkan bulan 4-11 arah gelombang dominan berasal dari arah timur laut. Perubahan garis pantai dengan model numerik memperlihatkan tingkat erosi dari tahun 1999 sampai 2008 berkisar 439,64 m3, sedangkan tingkat sedimentasinya berkisar 524,84
m3.
Sedangkan
pada
teknik
penginderaan jauh rata-rata garis pantai mengalami kemunduran sebesar 1,7 meter dan yang mengalami pantai maju berkisar 2,73 meter. 2
Kajian Perubahan Garis Pantai
Penelitian ini dilakukan pada tahun Muchlisin 2011
dengan
Menggunakan Data menggunakan
analisis data
multi
satelit
temporal Arief,
seri Landsat Gathot
Jurnal Peneliti Pusat Pemanfaatan
Satelit Landsat di
(sensor MSS, TM, dan ETM+). Identifikasi Winarso
Kabupaten Kendal
garis pantai dilakukan dengan interpretasi dan Teguh Jauh, LAPAN visual pada RGB 542 dan kombinasi lainnya Prayogo jika diperlukan. Hasil Analisa dari data Landsat menunjukkan bahwa panjang garis pantai pada tahun 1972, 1991, 2001 dan 2008 secara
berturut-turut adalah 43,172
m,
52,646 m, 50,171 m, 53,827 m, dimana perubahan yang paling dominan terjadi di daerah teluk dan sepanjang tanjung.
Penginderaan
4
1.2 Perumusan Masalah Daerah Tanjung Layang merupakan daerah pantai yang digunakan untuk kegiatan pariwisata dan terdapat di wilayah Bangka Induk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Daerah ini berbatasan langsung dengan Selat Karimata di sebelah timurnya, sehingga mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin yang membangkitkan gelombang dan pasang surut. Tanjung Layang memerlukan adanya penanganan lebih lanjut untuk peningkatan sektor pariwisata dan juga keseimbangan pantai seperti pembangunan breakwater untuk penanganan daerah abrasi dan akresi. Pembangunan tersebut membutuhkan data yang bersifat ilmiah terkait perubahan garis pantai sehingga dibutuhkan penelitian pada daerah tersebut. Perubahan yang terjadi pada garis pantai dapat diketahui melalui teknologi penginderaan jauh dan metode analitik. Pemilihan atas kedua metode ini dikarenakan saling terkait. Data citra penginderaan jauh dapat mencakup wilayah yang luas kemudian dianalisis dan diketahui titik yang mengalami perubahan (abrasi dan akresi), namun perubahan tersebut hanya dengan interval waktu tertentu (tiap tahun) dan tanpa diketahui proses yang terjadi didalamnya. Penggunaan metode analitik dalam penelitian ini dapat menjelaskan perubahan yang tampak dari analisis penginderaan jauh melalui perhitungan data harian (data angin yang membangkitkan gelombang) dan data lapangan (sedimen) pada daerah tersebut, sehingga perubahan yang terjadi pada daerah Tanjung Layang dapat dianalisis dengan lebih baik lagi. Data penginderaan jauh menggunakan citra satelit SPOT. Satelit ini memiliki keunggulan merekam wilayah dengan ukuran obyek/pixel terkecil sebesar 20x20 meter, ukuran kemampuan sensor yang baik dalam memisahkan obyek pada beberapa nilai panjang gelombang serta kemampuan sensor yang baik dalam mengindera perbedaan terkecil obyek. Metode analitik memiliki batasan penelitian yang diasumsikan dari faktor gelombang yang dibangkitkan oleh angin dengan menghasilkan jumlah transpor sedimen pertahun. “Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses penentuan laju perubahan garis pantai untuk mengetahui wilayah abrasi dan akresi di sepanjang Pantai Tanjung Layang Sungailiat menggunakan teknologi
5
penginderaan jauh serta bagaimana pengaruh gelombang yang dibangkitkan oleh angin terhadap perubahan garis pantai di wilayah tersebut”. Penjelasan secara rinci diagram alir perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1. Daerah Tanjung Layang
Abrasi dan Akresi
Teknologi Penginderaan Jauh
Citra Satelit Multitemporal
Metode Analitik
Angin
Sedimen
Gelombang
Arus
Analisis Perubahan Garis Pantai Gambar 1. Diagram Alir Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menganalisis tinggi, periode dan arah datang gelombang yang dibangkitkan oleh angin di Tanjung Layang Kota Sungailiat
2.
Menganalisis jumlah angkutan sedimen yang disebabkan oleh gelombang di Tanjung Layang Kota Sungailiat
3.
Menganalisis perubahan garis pantai dari tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014 melalui teknologi penginderaan jauh di Tanjung Layang Sungailiat dan jumlah angkutan sedimen berdasarkan tahun perekaman citra
6
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian dengan topik yang sama selanjutnya dan menjadi masukan bagi pihak yang berkepentingan dalam menentukan wilayah yang mengalami perubahan garis pantai baik sedimentasi maupun abrasi serta menentukan cara yang efisien untuk melakukan pengelolaan dari dampak perubahan garis pantai Tanjung Layang Kota Sungailiat
1.5 Luaran Penelitian Penelitian ini akan menghasilkan luaran berupa : 1. Data tinggi, periode dan arah datang gelombang di Tanjung Layang Kota Sungailiat 2. Data jumlah transpor sedimen yang dibangkitkan oleh gelombang di Tanjung Layang Kota Sungailiat 3. Peta perubahan garis Pantai Tanjung Layang Kota Sungailiat berdasarkan teknologi penginderaan jauh
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pantai Daerah pinggir laut atau wilayah darat yang berbatasan langsung dengan bagian laut disebut sebagai pantai. Pantai juga bisa didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan lautan. Beberapa literatur sering ditemukan istilah coast dan shore yang biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai pantai. Inman (2002) dalam tulisannya yang berjudul Nearshore Processes, istilah coastal dan shore sebenarnya memiliki perbedaan arti, dimana coast (pesisir) adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut contohnya coastal mountains atau gunung pesisir sedangkan shore ialah wilayah pantai basah yang mengalami proses gelombang, pasang surut dan arus. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Daerah pantai ditunjukkan oleh adanya karakteristik gelombang, seperti pada Gambar 2. Garis gelombang pecah merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan juga transpor sedimen pantai. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah dimana gelombang yang datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan pecah. Surf zone merupakan batas naik-turunnya gelombang di pantai sedangkan swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai (Triatmodjo, 2008).
Gambar 2. Terminologi Pantai untuk Keperluan Rekayasa Pantai (Sumber : Triadmodjo, 2008)
8
Ditinjau dari profil pantai, daerah kearah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi 3 daerah yaitu inshore, foreshore dan backshore. Perbatasan antara inshore dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan permukaan pantai. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan terbentuknya longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi (Triatmodjo, 2008).
2.2 Proses Pantai Menurut Wibisono (2005) pantai memiliki beberapa tipe, diantaranya pantai pasir, pantai pasir lumpur, pantai pasir karang, pantai karang dan pantai berbatu. Berdasarkan kemiringan, pantai dibedakan menjadi pantai landai dan pantai curam dengan tingkat kemiringan > 60o. Pantai landai dapat dikelompokkan menjadi kelompok tingkat kemiringan 0o sampai 30o, 30o sampai 45o dan 45o hingga 30o. Tingkat kemiringan tersebut bisa diukur dengan menggunakan alat kompas geologi atau menggunakan semacam water pass. Ukuran pasir pantai umumnya ditentukan oleh keberadaannya dalam area pesisir dengan kelerengan yang berbeda. Semakin datar akan semakin halus ukuran pasirnya. Apabila bentuk pantai, kelerengan pantai dan arah angin serta kekuatan angin mendukung maka terbentuklah gumuk-gumuk pasir yang disebut sand dune. Pada umumnya pada bagian paling depan ke arah laut dari gumukgumuk pasir ini terdapat punggungan pasir yang memanjang searah garis pesisir yang disebut beach ridge. Bentuk butir pasir bervariasi dan hampir sama antara pasir berwarna putih dan warna keabuan. Bentuk pasir yang halus memiliki keberadaan sudah lama dibanding dengan pasir yang masih kasar (Fandeli, 2011). Secara garis besar terdapat tiga bentuk pantai. Pertama bentuk garis pantai berbukit, apabila bukit ini terdiri atas material yang mudah lepas misalnya batu vulkan disebut stony beach sedangkan material yang tidak mudah lepas disebut rocky shore. Bentukan pantai kedua adalah pesisir berlumpur yang disebut mudflat, dan bentuk yang ketiga adalah pantai yang berpasir atau sandy beach (Fandeli, 2011).
9
2.2.1 Sedimen Dasar Laut Sedimen adalah pecahan – pecahan material yang umumnya terdiri atas uraian batu-batuan secara fisis dan secara kimia. Partikel seperti ini mempunyai ukuran dari yang besar (boulder) hingga sangat halus (koloid) dan beragam bentuk dari bulat, lonjong sampai persegi. Pada umumnya partikel yang bergerak dengan cara bergulung, meluncur, dan meloncat disebut angkutan muatan dasar (bed-load transport), sedangkan partikel yang melayang disebut angkutan muatan layang (suspended load transport). Material sedimen adalah kuarsa, begitu partikel sedimen terlepas mereka akan terangkut oleh gaya gravitasi, angin dan air (Anasiru, 2006). Sedimen pantai diklasifikasikan berdasar ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble dan batu (boulder). Tabel 2. menunjukkan klasifikasi menurut Wentworth yang banyak digunakan dalam bidang teknik pantai. Berdasarkan klasifikasi tersebut pasir mempunyai diameter antara 0.125 mm dan 2 mm (Triatmodjo, 2008). Tabel 2. Klasifikasi Ukuran Butir dan Sedimen Klasifikasi Batu Cobble Koral (Pebble) Besar Sedang Kecil Sangat Kecil Kerikil Pasir Sangat kasar Kasar Sedang Halus Sangat halus Lumpur Kasar Sedang Halus Sangat halus Lempung Kasar Sedang Halus Sangat halus Sumber : (Triatmodjo, 2008).
Diameter Partikel mm Satuan phi 256 -8 128 -7 64 -6 32 -5 16 -4 8 -3 4 -2 2 -1 1 0 0.5 1 0.25 2 0.125 3 0.063 4 0.031 5 0.015 6 0.0075 7 0.0037 8 0.0018 9 0.0009 10 0.0005 11
10
Menurut asal usul, sedimen dasar laut dapat dibedakan menjadi 4 kelompok diantaranya; lithogoneus, biogenous, hydrogenous dan cosmogenous. Lithogenous merupakan jenis sedimen yang berasal dari pelapukan (weathering) batuan dari daratan, lempeng kontinen. Biogenous ialah jenis sedimen yang berasal dari organisme laut. Hydrogenous adalah sedimen hasil komponen kimia yang larut dalam air laut dengan konsentrasi lewat jenuh sehingga terjadi pengendapan di dasar laut. Cosmogenous adalah sedimen yang berasal dari benda luar angkasa dan mengandung banyak unsur besi (Wibisono, 2005). 2.2.2 Gelombang Laut Gelombang dapat ditinjau sebagai deretan
dari
pulsa-pulsa
yang
berurutan dan terlihat sebagai perubahan ketinggian permukaan air laut, yaitu dari suatu elevasi maksimum (puncak) ke elevasi minimum (lembah). Gelombang terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau tegangan dari atmosfer (khususnya melalui angin), gempa bumi, gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis (akibat rotasi bumi) dan tegangan permukaan (Ningsih, 2000). Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi dan panjang gelombang) mencapai batas maksimum, maka gelombang akan pecah. Karakteristik gelombang setelah pecah berbeda dengan sebelum pecah, gelombang yang telah pecah tersebut merambat terus ke arah pantai sampai akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (Umar, 2011). Karakteristik dari gelombang laut tergantung pada gaya-gaya yang membangkitkannya. Jenis fenomena fisis pembentuk gelombang laut yang dikarakteristikkan berdasarkan skala waktu periodanya disajikan pada Tabel 3. Gelombang yang dibangkitkan angin (wind waves/sea) dan swell, keduanya disebut gelombang gravitasi karena gaya gravitasi merupakan faktor yang dominan dan bekerja dalam mengembalikan muka air ke posisi seimbangnya
11
dalam bidang horizontal. Swell adalah gelombang yang telah merambat keluar dari medan pembangkit angin (Ningsih, 2000).
Tabel 3. Klasifikasi Gelombang Berdasarkan Perioda Fenomena
Gaya Pembangkit
Skala waktu (perioda)
Gelombang yang dibangkitkan angin Swell
Gaya geser + tekanan angin di atas muka laut Gelombang yang dibangkitkan angin berjarak jauh Kumpulan gelombang pecah Tsunami, surf beats Gempa bumi di bawah laut Pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari terhadap gravitasi bumi Gaya geser angin + tekanan atmosfir di atas permukaan laut
0-15 detik
Dentaman ombak yang memecah (surf beats) Resonansi kolam Tsunami Pasut
Storm surge
0-30 detik
1-5 menit 1-60 menit 5-60 menit 12-24 jam
1-30 hari
Sumber : (Ningsih, 2000).
2.2.3 Mekanisme Transpor Sedimen oleh Gelombang Gerakan partikel air di laut dalam yang dikarenakan gelombang jarang mencapai dasar laut, sedangkan partikel air di dekat dasar pada laut dangkal bergerak maju dan mundur secara periodik. Kecepatan partikel air di dekat dasar naik dengan bertambahnya tinggi gelombang dan berkurang dengan kedalaman. Sedimen bergerak maju
dan mundur sesuai dengan gerakan partikel air
(Triatmodjo, 2008). Anasiru (2006) menyatakan bahwa gelombang besar yang terjadi pada pantai berpasir dapat menimbulkan angkutan (transpor) sedimen, baik dalam arah tegak lurus maupun sejajar/sepanjang pantai. Angkutan sedimen tersebut dapat bergerak masuk apabila di teluk/muara sungai karena di daerah tersebut kondisi gelombang sudah tenang dan terkikis keluar apabila di daerah tanjung karena gelombang tetap tinggi. Semakin besar gelombang maka akan semakin besar angkutan sedimen.
12
Transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi transpor menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan transpor sepanjang pantai (longshore transport). Transpor menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah tegak lurus garis pantai, sedangkan transpor sepanjang pantai mempunyai arah rata-rata sejajar pantai. Inman (2002) menyatakan bahwa gelombang efektif mengangkut pasir sejajar pantai dan menyebabkan gerakan pasir dari pantai ke shorerise dan kembali lagi ke pantai. Pantai mengalami migrasi musiman pasir antara pantai dan shorerise
dalam
menanggapi
perubahan
dalam
karakter
dan
arah
pendekatan gelombang
2.2.4 Abrasi dan Akresi Ongkosongo (2006) dalam Tarigan (2007) mengemukakan bahwa 70% pantai terutama pantai berpasir di dunia mengalami erosi dan penyebab utama adalah aneka ragam pengaruh manusia secara langsung maupun tak langsung yang menyebabkan berkurangnya jumlah ketersediaan cadangan sedimen yang ada di pantai dibandingkan dengan sedimen keluar dari pantai akibat pengaruh alam. Di beberapa bagian pantai di dunia, abrasi pantai yang terjadi telah menimbulkan kerugian yang besar berupa rusaknya daerah pemukiman, pertambakan dan jalan raya. Tarigan (2007) mengemukakan bahwa abrasi pantai merupakan salah satu masalah serius, degradasi garis pantai yang disebabkan oleh angin, hujan, arus dan gelombang serta akibat aktivitas manusia. Aktivitas manusia seperti pembukaan hutan mangrove, penambangan pasir laut dan penambangan terumbu karang di beberapa lokasi telah memberikan kontribusi penting terhadap erosi pantai, karena hilangnya perlindungan pantai dari hantaman gelombang dan badai. Akresi atau sedimentasi adalah pendangkalan atau penambahan daratan pantai akibat adanya pengendapan sedimen yang dibawa oleh air laut. Akresi dapat merugikan masyarakat pesisir, hal ini dikarenakan dapat menyebabkan pendangkalan muara sungai tempat lalu lintas perahu-perahu nelayan yang hendak
13
melaut. Akresi diperlihatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Universitas California, Berkeley tentang pengaruh tanjung pada pertambahan pasir pantai di titik Mugu, California. Bentukan alami alam oleh adanya halangan transpor pasir sejajar pantai (Inman, 2002).
Gambar 3. Akresi Pantai (Sumber : Inman, 2002)
2.2.5 Pasang Surut Pasang surut terjadi secara periodik pada permukaan laut dan dihasilkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Pada umumnya interval pasang dan surut terjadi setiap 12 jam 25 menit. Tabel pasang surut sangat diperlukan baik untuk perencanaan elevasi struktur berdasarkan peristiwa pasang terbesar dan surut terendah (Asiyanto, 2008). Pasut pada lokasi pengamatan dipisahkan menurut tipe diurnal (harian tunggal), semi diurnal dan mixed. Pasut diurnal terjadi satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan permukaan air terendah dalam satu hari pengamatan. Pasut semi diurnal (harian ganda) terjadi dua kali kedudukan permukaan air tinggi dan dua kali kedudukan permukaan air rendah dalam satu
hari pengamatan. Pasut mixed (campuran) terjadi dari gabungan
diurnal dan semi diurnal (Poerbondono dan Djunasjah, 2012). Berdasarkan tinggi muka air laut, kisaran pasut yang besar terjadi pada waktu pasut purnama, sedangkan kisaran pasut yang kecil terjadi pada saat pasut
14
perbani. Pasut purnama adalah pasang yang paling tinggi yang dialami oleh suatu perairan, terjadi pada waktu bulan purnama ataupun bulan mati, sedangkan pasut perbani adalah surut yang paling rendah dan terjadi pada waktu bulan sabit (1/4 dan 3/4) (Pariwono, 1999). 2.3 Peramalan Gelombang Kondisi gelombang di suatu perairan pada umumnya diperoleh secara langsung dari data angin yang terdapat di kawasan perairan tersebut. Hal ini didasari atas kondisi umum yang berlaku di laut, yaitu sebagian besar gelombang yang ditemui di laut dibentuk oleh energi yang ditimbulkan oleh tiupan angin. Gelombang jenis ini dikenal sebagai gelombang angin. Gelombang angin merupakan fungsi dari tiga faktor, yaitu kecepatan angin, lamanya angin berhembus (duration) dan jarak dari tiupan angin pada perairan terbuka (fetch) (Pariwono, 1999). Peramalan gelombang dimaksudkan mengalih-ragamkan (transformasi) data angin menjadi data gelombang. Di Indonesia pencatatan gelombang belum banyak dilakukan. Pencatatan gelombang tersebut meliputi tinggi, periode dan arah datang gelombang. Gelombang-gelombang kecil, sedang dan besar yang sering terjadi sepanjang tahun (setiap hari) digunakan untuk analisis proses pantai (transpor sedimen dan perubahan garis pantai) (Triatmodjo, 2008). Pemanfaatan dalam bidang keilmuan menggunakan data gelombang yang dapat ditransformasikan dari data angin. Hal ini seperti dikemukakan oleh Triatmodjo (2008) bahwa sering dilakukan peramalan gelombang berdasarkan data angin karena kurangnya data gelombang di Indonesia. Pencatatan angin lebih mudah dan murah dan sudah banyak dilakukan di Indonesia. Data angin dapat diperoleh dari pencatatan di permukaan laut dengan menggunakan kapal yang sedang berlayar atau pengukuran di darat yang biasanya dilakukan di bandara (lapangan terbang)
2.4 Perubahan Garis Pantai Garis pantai merupakan garis pertemuan antara pantai (daratan) dan air (lautan), meskipun secara periodik permukaan air laut selalu berubah. Penentuan garis pantai di lapangan akan menghadapi berbagai kendala dalam penentuan titik
15
representatif yang mewakili batas antar daratan dan perairan pada pantai-pantai dengan karakteristik berbeda seperti pantai lumpur, pantai pasir, pantai batu, pantai karang ataupun pantai buatan (Poerbondono dan Djunasjah, 2012). Garis pantai tidak sama dengan garis pesisir (coastline). Pada saat air dalam kedudukan pasang tinggi, maka terbentuk garis yang disebut dengan garis pesisir (coastline). Garis pesisir ini terjadi relatif tetap dan terletak pada tempat tertentu. Pada saat air berada pada kedudukan pasang tertinggi (highest water level) maka garis pantai dan garis pesisir berada pada kedudukan berimpitan (Fandeli, 2012). Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan. Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga cepat, tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang, pasut, dan angin. Yulius dan Ramdhan (2013) menyatakan bahwa kawasan pantai bersifat dinamis, artinya ruang pantai (bentuk dan lokasi) berubah dengan cepat sebagai reaksi terhadap proses alam dan aktivitas manusia. Terjadinya perubahan garis pantai sangat dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi pada daerah sekitar pantai. Proses ini berlangsung dengan sangat kompleks dan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu kombinasi arus, gelombang dan transpor sedimen serta konfigurasi pantai yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Gambar 4. Tanjung Layang Kota Sungailiat (sumber : dokumentasi pribadi tahun 2015)
16
2.5 Penginderaan Jauh Lillesand dan Kiefer (1994) dalam Purwadhi dan Sanjoto (2008) menyatakan bahwa penginderaan jauh (remote sensing) sering disingkat inderaja adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek maupun daerah atau fenomena yang dikaji. Interpretasi atau penafsiran citra penginderaan jauh (fotografik atau nonfotografik) menurut Sutanto (1986) dalam Purwadhi dan Sanjoto (2008) adalah perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Purwadhi dan Sanjoto (2008) menyatakan bahwa interpreter melalui interpretasi citra akan : 1. Berupaya melalui proses penalaran atau mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti penting obyek yang tergambar pada citra. 2. Berupaya
mengenali
obyek
yang
tergambar
pada
citra
dan
menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti misalnya geografi. Citra Penginderaan Jauh merupakan gambaran yang mirip dengan wujud aslinya, artinya dapat digunakan dalam berbagai bidang pengguna seperti kependudukan,
pemetaan,
pertanian,
kehutanan,
perkotaan,
kelautan,
pertambangan, pemantauan lingkungan dan cuaca serta penggunaan lain yang berhubungan dengan kondisi fisik permukaan bumi. Hasil perekaman atau pemotretan sensor penginderaan jauh disebut data penginderaan jauh yang dapat berwujud foto udara, citra satelit, citra radar dan dapat berupa data analog serta numerik lainnya (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). 2.5.1 SPOT 4 SPOT (Satellite pour I’Observation dela terre) merupakan sistem satelit observasi bumi milik Perancis. Sistem observasi bumi SPOT dirancang oleh Badan Antariksa Perancis (France Space Agency) yaitu CNES (Centre National d’Etudes Spatiales), diproduksi oleh Perancis bekerja sama dengan Belgia dan Swedia. SPOT 4 merupakan satelit generasi kedua setelah SPOT 2 yang diluncurkan pada bulan Maret 1998. Karakteristik sistem inderaja SPOT 4 dapat dilihat pada Tabel 4.
17
Tabel 4. Spesifikasi Satelit SPOT 4 Spesifikasi Resolusi Spasial Panjang Gelombang
Resolusi Temporal Ukuran Frame Sumber
SPOT 4 Pankromatik 10 m (490-690 nm) Multispektral 20 m 1 Band Pankromatik : 610-680 nm 4 Band Multispektral : Green (500-590 nm) Red (610- 680 nm) Near IR (790-890 nm) MIR (middle IR) (1580-1750 nm) 26 hari 60 km2
: LAPAN, 2006
2.5.2 SPOT 6 SPOT 6 merupakan satelit generasi baru dari keluarga Satelit SPOT yang memiliki dua pusat stasiun penerima di Toulouse (France) dan Kiruna (Sweden) dengan pusat program Astrium GEO-Information Service di Toulouse dan Chantilly VA (USA). Pusat control satelit SPOT 6 adalah Astrium Satellite di Toulouse. SPOT 6 diluncurkan pada tanggal 12 September 2012 di Satish Dhawan Space Center – India menggunakan kendaraan Polar Satellite Launch Vehicle (PSLV). Karakteristik sistem inderaja SPOT 6 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Spesifikasi Satelit SPOT 6 Spesifikasi Resolusi Spasial Panjang Gelombang
Resolusi Temporal Ukuran Frame Sumber : Astrium, 2014
SPOT 6 Pankromatik 1.5 meter Multispektral 6 meter 1 Band Pankromatik : 450-745 nm 4 Band Multispektral : Blue (450-520 nm) Green ( 530-590 nm) Red ( 625- 695 nm) Near IR (760-890 nm) 26 hari 60 km2
18
Citra digital dibentuk dari elemen-elemen gambar atau pixel. Ukuran pixel adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat terekam dan disajikan pada citra dan sering disebut sebagai resolusi spasial. Setiap jenis citra penginderaan jauh memiliki karakteristik spektral sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam perekaman datanya. Karakteristik spektral dalam penginderaan jauh adalah ciri atau karakter setiap obyek dalam menyerap dan memantulkan tenaga yang diterimanya. Karakteristik dan kemampuan aplikasi setiap saluran (band) SPOT dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karakteristik dan kemampuan aplikasi setiap saluran (band) SPOT Saluran (band)
Fungsi
PA (Pankromatik)
- Pemetaan planimetrik - Identifikasi wilayah pemukiman - Kontras bentang alam - Identifikasi kenampakan geologi - Pemetaan altimetrik, ortho, DEM - Tanggap terhadap tubuh air dan penetrasi tubuh air - Mendeteksi muatan sedimen - Identifikasi kesuburan vegetasi - Kontras kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi - Identifikasi penutup lahan - Tanggap biomassa vegetasi - Kontras tanaman, tanah, air - Kenampakan geologi - Deteksi air permukaan - Perbedaan kontras batuan - Kontras air, tanah, vegetasi - Deteksi perbedaan indeks vegetasi - Biomassa vegetasi - Identifikasi jenis tanaman - Klorofil-a di perairan dan lautan
Green
Red Near IR
Middle IR
Blue
Sumber
: Purwadhi dan Sanjoto, 2008
2.6 Metode Analitik Metode analitik adalah metode penyelesaian model matematika dengan rumus-rumus aljabar yang sudah lazim. Metode analitik disebut juga metode exact yang menghasilkan solusi exact (solusi sejati). Berbagai metode analitik telah dikembangkan untuk memperkirakan/meramalkan perubahan garis pantai terutama dalam kaitannya dengan pembuatan bangunan pantai seperti pemecah gelombang, groin dan sebagainya (Fandeli, 2011).
19
Abrasi dan akresi pada garis pantai dipengaruhi oleh energi gelombang yang ditimbulkan akibat tiupan angin. Menurut Pariwono (1999) gelombang tersebut merupakan fungsi dari tiga faktor yaitu kecepatan angin, durasi angin dan jarak sumber angin pada perairan terbuka. Perhitungan secara analitik atas ketiga faktor tersebut dapat menghasilkan nilai tinggi dan periode gelombang serta angkutan sedimen.
2.7 Penelitian Terkait dengan Penelitian yang dilakukan Penelitian terkait dengan perubahan garis pantai telah dilakukan oleh beberapa peneliti di masing-masing daerah yang berbeda. Penelitian tersebut menggunakan data citra satelit multi temporal dengan pembahasan terhadap perubahan luasan pantai (abrasi dan akresi) serta arah dan kecepatan angin yang dapat membangkitkan gelombang. Judul penelitian, pembahasan serta nama peneliti terkait penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan No Judul 1
Pembahasan
Analisis Perubahan
Peneliti
Data yang digunakan adalah foto Chatarina
Keterangan Jurnal
Garis Pantai
udara pankromatik hitam putih tahun Muryani
Pendidikan
Menggunakan SIG
1981 skala 1:50.000, Peta Rupa Bumi
Geografi
serta Dampaknya
Indonesia lembar Rejoso tahun 2000
FKIP
Terhadap Kehidupan skala 1 : 25.000 dan citra IKONOS
Universitas
Masyarakat di
tahun 2005 yang dilengkapi survey
Sebelas
Sekitar Muara
lapangan tahun 2009.
Maret
Sungai Rejoso
Hasil
yang
diperoleh
dalam
Kabupaten Pasuruan penelitian ini adalah terjadi perubahan garis pantai terutama pada ketiga muara sungai, yaitu cenderung maju ke arah laut, selama tahun 1981 – tahun 2009 pergeseran
garis
pantai
maksimum
mencapai 1500 km dan merubah bentuk garis
pantai
dari
cekung
menjadi
cembung. Majunya garis pantai telah menambah luas daerah penelitian tahun 1981-2000 bertambah 1,41 ha dan tahun 2000-2009 bertambah 133 ha.
Surakarta
20
2
Perubahan Garis
Penelitian ini menggunakan citra Marnardo
Skripsi
Pantai Menggunakan landsat multi temporal dan pengambilan Sihombing
Ilmu
Citra Landsat Multi
Kelautan
sedimen
untuk
Temporal Di Daerah pengendapan.
validasi Hasil
bahwa
nilai
laju
penelitian
ini
Pesisir Sungai
menunjukkan
daerah
pesisir
Bungin Muara
Sungai Bungin muara Sungai Banyuasin
Sungai Banyuasin
dalam waktu 17 tahun mengalami
Universitas Sriwijaya
perubahan garis pantai yang diakibatkan proses sedimentasi dan erosi. Pada stasiun
1,
2
dan
4
garis
pantai
mengalami sedimentasi dan stasiun 3, 5, 6, 7 mengalami erosi. Laju pengendapan yang terjadi di daerah pesisir Sungai Bungin muara Sungai Banyuasin dengan kisaran 0,0738-7,8861 kg/m2/hari. Pada stasiun 7 merupakan laju pengendapan tertinggi
yaitu
7,8861
kg/m2/hari,
dimana bagian Timur Laut muara Sungai Banyuasin berhadapan langsung dengan muara Sungai Musi dan Selat Bangka. 3
Evaluasi Perubahan
Penelitian ini menggunakan data Feri Istiono
Skripsi
Garis Pantai dan
satelit Landsat 5 untuk tahun 1994, dan
Teknik
Tutupan Lahan
Landsat 7 TM untuk tahun 2002 dan
Geomatika
Kawasan Pesisir
2009. Penelitian yang dilakukan adalah
ITS-Surabaya
dengan Data
analisa perubahan garis pantai dan
Penginderaan Jauh
tutupan lahan kawasan pesisir kota Pasuruan Probolinggo, dan Situbondo. Hasil perubahan
penelitian
menyatakan
garis pantai di
wilayah
Pasuruan dengan rentang tahun 19942002
mengalami
penambahan
luas
daratan sebesar 315,19 ha dan pada tahun
2002-2009
mengalami
penambahan luasan sebesar 185.805 ha. Wilayah Probolinggo pada tahun 19942002 terjadi penambahan luas sebesar 52,1 ha dan pada tahun 2002-2009 mengalami penambahan luasan 91,887
21
ha. Wilayah Situbondo pada tahun 19942002 terjadi pengurangan luas daratan sebesar 62,27 ha dan pada tahun 20022009 mengalami penambahan luasan 290,26 ha. 4
Perubahan Garis
Penelitian
ini
bertujuan
perubahan
untuk Yulius
Pantai di Teluk
menentukan
Bungus Kota
Teluk
Padang, Provinsi
tumpang susun citra satelit tahun 2000,
Sumberdaya
Sumatera Barat
2006, 2010, dan 2011. Metode yang
Laut
Bungus
garis
dan Jurnal
berdasarkan
pantai M.Ramdhan Pusat analisa
Penelitian
dan
Berdasarkan Analisis digunakan dalam penelitian ini adalah
Pesisir, KKP
Citra Satelit
Jakarta
metode
interpretasi
visual
dengan
menggunakan empat kunci interpretasi yaitu; rona citra, asosiasi tekstur, dan bentuk. Hasil menunjukkan bahwa secara umum terjadi proses erosi atau abrasi di Teluk Bungus dengan abrasi yang lebih dominan di Teluk Buo, Teluk Kaluang, dan Teluk Kabuang. Pada 3 titik terjadi akresi dengan nilai 9, 5 dan 3 m/thn. Akresi ini disebabkan oleh limpasan sedimen dari daratan. Pada 6 titik lainnya terjadi proses abrasi dengan nilai tertinggi 26 m/thn. Abrasi terjadi karena gelombang
pada
dinding
batuan
penyusun pantai sehingga membentuk daratan
pantai
yang
curam.
Laju
perubahan garis pantai terbesar terdapat di bagian utara Teluk Bungus sebesar 26 m/thn, sedangkan di Teluk Kaluang dan Teluk
Kabuang
menunjukkan
laju
perubahan garis pantai sebesar 9 m/thn. 5
Perubahan Garis
Penelitian ini dilakukan pada tahun Arum dengan
menggunakan
peta Mustika
Skripsi
Pantai Teluk Jakarta
2009
Tahun 1970-2009
penggunaan tanah tahun 1970, 1990 dan Harti
Universitas
2009 serta citra satelit Landsat 5 TM
Indonesia
tahun 1990 dan SPOT 4 tahun 2009
Geografi
22
yang
diperoleh
di
LAPAN.
Data
perubahan garis pantai didukung dengan data arus (arah dan kecepatan) Juni 2003 dari LIPI serta data arus dan batimetri dari Dinas Hidro Oseanografi AL. Berdasarkan
hasil
pengolahan
data
perubahan garis pantai, Teluk Jakarta mengalami abrasi dan akresi. Pada tahun 1970-1990 wilayah pantai mengalami abrasi sebesar 392,82 Ha dan tahun 1990-2009 abrasi sebesar 553,7 Ha, sedangkan akresi pada periode tahun 1970-1990 sebesar 1324 Ha dan periode tahun 1990-2009 terjadi akresi sebesar 744,9 Ha.
II METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan November 2015. Pengolahan data awal dilakukan di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan pengolahan data lanjutan dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG, FMIPA Unsri serta analisis sampel sedimen di Laboratorium Oseanografi, FMIPA Unsri. Lokasi penelitian berada di Tanjung Layang Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Peta lokasi ditunjukkan oleh Gambar 5.
Gambar 5. Peta Lokasi Penentuan Perubahan Garis Pantai di Daerah Tanjung Layang Sungailiat Penentuan titik sampling dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Titik sampling dipilih berdasarkan adanya penambahan
(akresi) dan pengurangan (abrasi) daratan yang diperoleh dari hasil pengolahan data penginderaan jauh. Peta penentuan titik sampling serta tampilan citra tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014 ditampilkan pada Gambar 6.
24
Gambar 6. Peta Penentuan Titik Sampling
25
Gambar 7. Citra SPOT 4 tahun 2007
Gambar 8. Citra SPOT 4 tahun 2008
26
Gambar 9. Citra SPOT 4 tahun 2010
Gambar 10. Citra SPOT 6 tahun 2014
27
3.2 Alat dan Bahan Pada saat dilaksanakannya penelitian, diperlukan beberapa alat dan bahan yang menunjang kelancaran penelitian. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Alat dan Bahan No
Alat dan Bahan
Kegunaan
A 1 2 3 4 5 6
Pengambilan sampel di lapangan GPS (Global Positioning System) Sediment Trap Hand Refractometer Kantong plastik Alat tulis dan label Kamera
Menentukan posisi Perangkap sedimen Mengukur densitas air laut Tempat menyimpan sampel sedimen Mencatat dan menandai sampel Dokumentasi
B 1 2 3 4 5 6 7 10 11 12
Analisis di laboratorium Sampel sedimen Aluminium foil dan cawan Oven Timbangan analitik Ayakan bertingkat Gelas Ukur Beaker glass Alat Tulis Air Tisu
C 1
Pengolahan Data Laptop
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bahan uji Tempat sampel sedimen Pengering sampel sedimen Mengukur berat sampel sedimen Mengayak sampel sedimen Wadah penampung air Tempat mencampur sedimen Mencatat Mengukur densitas sedimen Membersihkan dan mengeringkan alat
Menjalankan perangkat lunak dan pengolahan data Data Citra SPOT 4 thn 2007, 2008, Sumber data yang digunakan untuk 2010 & SPOT 6 thn 2014 penentuan perubahan garis pantai Data Angin 2007 s/d 2014 Peramalan gelombang Peta Batimetri Dishidros, Bangka Peta koreksi pasang surut thn2003 No.104 Peta Indonesia Peta penentuan Fetch Data Pasang Surut Koreksi Citra Software WRPLOT Mengolah data angin wind rose Software ArcGis 9.3.0 Layout perubahan garis pantai Software ErMapper 7.0 dan ENVI Mengolah data citra Software Ms. Excel Mengolah data angin dan data pasang surut
28
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan metode analitik. Teknologi penginderaan jauh didasarkan pada pengolahan data citra yang diperoleh dan diolah di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sedangkan metode analitik dilakukan dengan mengolah data kecepatan dan arah angin yang diperoleh dari BMKG sehingga diperoleh tinggi, periode dan arah datang gelombang; jumlah transpor sedimen dan laju perubahan garis pantai serta survei lapangan untuk mengetahui laju transpor sedimen pada tiap stasiun. Adapun metode penelitian dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut:
3.3.1 Pengambilan Data A. Data Penginderaan Jauh Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit SPOT 4 tahun 2007, 2008 dan 2010 serta citra satelit SPOT 6 tahun 2014. Data citra satelit diperoleh dari kantor Pusat Teknologi dan Informasi Data (Pusdata LAPAN) dan pengolahan awal data citra satelit dilakukan di Kantor Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja LAPAN).
B. Data Angin Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang diperoleh dari Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika di Pangkalpinang. Angin diperoleh pada ketinggian 10 meter dengan durasi perekaman tiap jam. Data angin yang digunakan merupakan data interval 8 tahun, periode data tersebut disesuaikan dengan data citra yang dianalisis.
C. Data Pasang Surut Data citra yang diolah perlu melalui tahapan koreksi pasang surut. Data pasang surut diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Data yang diperoleh adalah data perekaman BOOST. Data tersebut kemudian disesuaikan dengan metadata (waktu) perekaman citra dan kemiringan pantai.
29
D. Data Sedimen Pengambilan data dari lapangan berupa sampel sedimen pada 5 titik stasiun yang sudah ditentukan. Data pasang surut pada lokasi penelitian menunjukkan waktu yang tepat untuk pemasangan sediment trap agar selalu tergenang air. Pemasangan sediment trap dilakukan pada masing-masing stasiun pada lokasi penelitian selama dua minggu (14 hari). Pemasangan Sediment trap berguna untuk mengetahui jumlah angkutan
sedimen. Lama pemasangan
sediment trap selama 14 hari sudah memenuhi anggapan bahwa sedimen telah tertangkap dalam
sediment trap dan mewakili periode pasang purnama dan
pasang perbani. Secara geografis titik pengambilan sampel di daerah pesisir Pantai Tanjung Layang Sungailiat ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9. Koordinat pengambilan sampel Stasiun 1 2 3 4 5
Bujur Timur o
106 6’47” 106o7’24” 106o8’5” 106o7’29” 106o7’30”
Lintang Selatan o
1 47’37” 1o47’56” 1o48’14” 1o48’47” 1o49’28”
Nama Pantai Pantai Matras Pantai Turun Aban Pantai Parai Pantai Batu Bedaun Pantai Tongaci
3.3.2 Desain Sediment Trap Desain sediment trap yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil pengadopsian sediment trap yang digunakan Rifardi (2012) seperti ditampilkan pada gambar 11.
Gambar 11. Desain Sediment Trap menurut Rifardi (2012) (sumber : Rifardi, 2012)
30
Jumlah tabung perangkap sedimen yang digunakan pada setiap sediment trap adalah 4 buah tabung yang dipasang mengelilingi tiang penyangga dengan posisi tegak lurus garis pantai dan sejajar garis pantai. Tiang pancang pada sediment trap di desain agar tidak mudah bergerak oleh pengaruh gelombang. Desain sediment trap yang digunakan pada penelitian ini ditampilkan pada Gambar 12.
4
1
300 cm 3
60 cm
B
C
D
30 cm
A 2
70 cm
Gambar 12. Desain Sediment Trap Lapangan modifikasi Rifardi (2012) Keterangan : 1 : Tiang Pancang 2 : Tabung Perangkap sedimen 3 : Pipa 4 : Bendera A: Sediment trap sisi darat (tegak lurus pantai) B: Sediment trap sisi laut (tegak lurus pantai) C: Sediment trap sisi kiri (sejajar pantai) D: Sediment trap sisi kanan (sejajar pantai)
31
3.4 Analisis Data 3.4.1. Pengolahan Citra Satelit Tahapan
yang dilakukan dalam pengolahan citra dengan teknologi
penginderaan jauh untuk menghasilkan peta perubahan garis pantai, yaitu : 1. Konversi Data Citra Konversi data citra dilakukan untuk mengubah format (.tif) pada data citra satelit yang diperoleh menjadi format (.ers). Konversi ini dilakukan agar citra dapat diolah di software ErMapper 7.0. 2. Penggabungan Band Penggabungan band dilakukan untuk menggabungkan keempat band pada citra satelit SPOT. Proses ini sangat penting dalam proses pengolahan citra untuk memadukan masing-masing band dengan nilai spektral yang berbeda pada citra agar tampak baik dalam proses pengolahan (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). 3. Koreksi Geometrik Harti (2009) mengemukakan bahwa koreksi geometrik dilakukan untuk mengatasi pergeseran koordinat pada sistem perekaman citra yang menyebabkan perpindahan elemen gambar (pixel) dari letak yang sebenarnya. Citra SPOT 2007 merupakan citra tahun pertama atas data yang akan dianalisis, sehingga sebagai patokan atas titik-titik GCP (Ground Control Points) digunakan citra SPOT 4 tahun 2007 dengan nilai RMS ( Rate Mean Square) < 0,5 pixel. Proses resampling pada citra satelit SPOT 6 dilakukan saat proses penyimpanan hasil koreksi geometrik. Resampling digunakan untuk mengubah resolusi spasial satelit SPOT 6 (6 meter) menjadi 20 meter (resolusi spasial citra satelit SPOT 4). 4. Pemotongan Citra Citra yang diperoleh memiliki luasan melebihi daerah cakupan penelitian (60x60 km). Oleh karena itu, proses pemotongan citra ini digunakan untuk memperoleh luasan daerah penelitian yang sesungguhnya. Pemotongan citra dilakukan
dengan
menggunakan
software
ErMapper
7.0
(Purwadhi dan Sanjoto, 2008). 5. Kombinasi Band Pada data citra satelit dilakukan proses kombinasi band untuk menghasilkan perbedaan yang kontras antara daratan dan lautan. Membuat kombinasi band (true
32
color) dan contrast enhancement agar kenampakan dari obyek garis pantai menjadi jelas. Kombinasi Band (Red Green Blue) yang digunakan untuk mempermudah proses identifikasi objek data citra satelit SPOT 4 dan SPOT 6 adalah kombinasi 413 seperti yang dilakukan oleh Wahyudin (2013). 6. Digital Number (DN) Metode DN threshold sering digunakan untuk pengamatan perubahan luasan. Beberapa penelitian seperti Liu dan Jezek (2004) dalam Marfai et al. (2007) menggunakan ekstraksi otomatis pada garis pantai dari citra satelit dengan menggunakan DN threshold, Chalabi et al. (2006) dalam Marfai et al. (2007) juga telah melakukan pixel-based segmentation pada citra Ikonos menggunakan DN threshold. Pemisahan antara darat dan laut telah dilakukan dengan sangat jelas dan kontras menggunakan metode tersebut. 7. Klasifikasi tidak terbimbing Klasifikasi tidak terbimbing dilakukan untuk menghasilkan 2(dua) kelas dari citra yang dianalisis, yakni darat dan laut. Garis perbedaan atas hasil pemisahan antara zona daratan dan lautan kemudian akan dianalisis sebagai garis pantai (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). 8. Convert data to vector Proses ini merupakan tahapan mengubah bentuk cell pada citra menjadi bentuk vektor dengan menggunakan software ErMapper 7.0. Menu yang digunakan pada tahapan ini adalah Process kemudian Raster cells to vector. Proses ini akan menghasilkan keluaran berupa garis perbedaan antara zona daratan dan lautan (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). 9. Export data vector to .shp Export data vector to .shp dilakukan masih pada software ErMapper 7.0. Data perolehan vector yang telah berbentuk garis kemudian di export dalam bentuk .shp (shapefile) agar dapat diolah pada software ArcGis. Tahapan ini terdapat pada menu Utilities dan export vector (Purwadhi dan Sanjoto, 2008). 10. Koreksi pasang surut Dengan melihat waktu perekaman pada metadata dari kelima citra, maka dilakukan koreksi pasang surut. Proses koreksi pasang surut ini merupakan proses koreksi data citra yang dikoreksi terhadap kedudukan MSL (Mean Sea Level)
33
kurun waktu 8 tahun (2007-2014) dengan pertimbangan bahwa citra yang diolah yaitu tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014. Data pasang surut diperoleh melalui data BOOST Departemen Kelautan dan Perikanan Pangkalpinang. Sudut kemiringan pantai diperoleh dari proses pengolahan yang dilakukan pada Peta Dishidros. Langkah
pengkoreksian
dimodifikasi
dari
perumusan
geometri
oleh
Purcell dan Varberg (1984). Proses koreksi dapat dilihat pada Gambar 13. E
α
D
α F
α C B :..? A
Gambar 13. Koreksi Pasang Surut Untuk mencari besar derajat kemiringan pantai pada peta LPI, digunakan rumus sebagai berikut: ………………………………
(1)
……………………………… (2) Pada saat posisi pasang ( tinggi muka air laut lebih besar dari MSL) maka proses koreksi pasang surut yang dilakukan adalah sebagai berikut: ………………………………
(3)
……………………………… ………………………………
(4) (5)
Keterangan : A : (Kedalaman pada Peta LPI) – ( MSL – Tinggi muka air perekaman citra) B : Kedalaman pada Peta LPI (MSL) C : (Tinggi muka air - MSL pada tahun citra) + (Kedalaman pada Peta LPI) D : Jarak antara titik batimetri Peta LPI terhadap garis pantai (m) E : Jarak antara kedalaman (C) terhadap garis pantai (m) (pasang) F : Jarak antara kedalaman (A) terhadap garis pantai (m) (pasang) : Sudut kemiringan pantai α : Koreksi pasang surut (m)
34
11. Overlay citra Overlay merupakan proses tumpang susun dua wilayah atau lebih pada citra. Proses overlay dilakukan dari hasil pembuatan polyline pada citra satelit SPOT tahun 2007, 2008, 2010 dan tahun 2014. Pada tahap ini akan tampak perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh adanya bagian-bagian pantai yang terabrasi
dan
terakresi
pada
periode
tahun-tahun
tersebut
(Purwadhi dan Sanjoto, 2008).
3.4.2 Analisis Sampel A. Analisis Sampel untuk Penentuan Densitas Partikel Densitas partikel diperlukan untuk mendukung perhitungan laju transpor sedimen pada tahap peramalan gelombang dari data angin. Sampel sedimen yang diperoleh dari sediment trap digabung dari keempat tabung dan ditimbang terlebih dahulu untuk memperoleh nilai berat basah. Sampel yang telah ditimbang kemudian dikeringkan menggunakan oven. Sampel ditimbang kembali dengan berat 100 gr lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah berisi air dengan volume 100 ml. Volume akhir merupakan volume setelah sampel sedimen dimasukkan kedalam gelas ukur. Selisih volume akhir dan volume awal serta massa sedimen dimasukkan dalam formula perhitungan densitas menurut Sutarman (2013) adalah sebagai berikut: ………………………………
(6)
………………………………
(7)
Keterangan : = densitas partikel (kg/m3) m = massa sedimen (gr) v = volume sedimen (ml) = volume air tabung setelah dimasukkan sedimen (ml) = volume air tabung sebelum dimasukkan sedimen (ml) B. Analisis Ukuran Butiran Sampel yang diambil di lapangan adalah
(massa jenis) air laut,
(massa
jenis) sedimen dan butiran sedimen. Butiran sedimen dianalisis dengan metode pengayakan berdasarkan Wibisono (2005) sebagai berikut : 1. Sampel ditimbang sebanyak 250 gram dan kemudian dikeringkan di dalam oven. Sampel ditimbang kembali untuk memperoleh berat kering.
35
2. Sampel kering diletakkan pada wadah ayakan bertingkat dan kemudian disaring sesuai urutan ayakan bertingkat. 3. Setiap sedimen yang tersaring pada ayakan bertingkat dimasukkan ke dalam wadah sesuai dengan label dan ditimbang Distribusi ukuran butir pasir mendekati distribusi log normal, sehingga sering digunakan pula skala satuan phi, yang didefinisikan dalam persamaan sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) : log 2 d ……………………………… (8) Unit phi dikonversi menjadi milimeter dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut : d 2 ………………………………
(9)
Keterangan : : skala wentworth d : diameter partikel (mm) Besar butir rata-rata (mean grain size) merupakan fungsi ukuran butir dari suatu populasi sedimen atau nilai terbesar butir di mana 50% halus dan sebaliknya kasar. Perhitungan untuk besar butir rata-rata menurut Wibisono (2005) adalah sebagai berikut :
Mz
16 50 84 ……………………………… 3
(10)
Keterangan : 16 : ukuran partikel 16 %
50 84
: ukuran partikel 50 % : ukuran partikel 84 %
3.4.3 Pengolahan Data Angin 1. Kecepatan dan Arah Angin Data kecepatan dan arah angin diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data tersebut adalah data angin selama kurun waktu 8 tahun (2007-2014) dengan pertimbangan bahwa citra diolah tahun 2007 dan 2014. 2. Koreksi Data Angin Ada beberapa koreksi yang dilakukan dalam pengambilan data angin biasa. Adapun koreksi yang dilakukan adalah koreksi ketinggian 10 meter, koreksi
36
durasi 1 jam, koreksi pengukuran angin dari darat ke laut dan juga koreksi stabilitas. Data angin yang diperoleh dari BMKG merupakan data yang diambil pada durasi tiap jam dengan ketinggian 10 m, sehingga koreksi yang perlu dilakukan adalah koreksi pengukuran kecepatan angin di darat ke laut (Triadmodjo, 2008). Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan data yang digunakan dalam rumus-rumus pembangkitan gelombang adalah yang ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu perlu dilakukan transformasi dari data angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan laut (Triadmodjo, 2008).
Gambar 14. Koreksi Kecepatan Angin dengan Fetch Lebih Besar dari 10 Mil (sumber : Triatmodjo, 2008)
Hubungan antara angin diatas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh RL = Uw/UL seperti dalam Gambar 14. Gambar tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Great Lake, Amerika Serikat. Grafik tersebut dapat digunakan untuk daerah lain kecuali apabila karakteristik daerah sangat berlainan (Triadmodjo, 2008). Koreksi stabilitas dilakukan jika fetch lebih besar dari 10 mile. Jika dalam penelitian perbedaan temperatur air laut dan udara tidak diketahui, maka diasumsikan sebagai kondisi tidak stabil (RT=1.1). Perhitungan yang digunakan dalam koreksi stabilitas adalah sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) : Uc = RT . U10 ……………………………… Keterangan : Uc : Kecepatan hasil koreksi (m/s) RT : Konstanta koreksi stabilitas U10 : Kecepatan pada ketinggian 10 m (m/s)
(11)
37
3. Perhitungan Fetch Pada pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Gambar 15. merupakan Peta Indonesia untuk penentuan fetch agar dapat memperoleh fetch efektif. Menurut Triatmodjo (2008) rumus perhitungan fetch adalah sebagai berikut: ………………………………
(12)
Keterangan : Feff : Fetch rerata efektif Xi : Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch : Deviasi pada kedua sisi dari arah angin dengan menggunakan pertambahan 6o sampai sudut 42o pada kedua sisi dari arah angin Menurut Wibisono (2005) untuk menentukan panjang fetch di suatu lokasi yang menghadap ke laut lepas dimana tidak ada rintangan angin, maka panjang fetch maksimum yang digunakan adalah 200 km (sekitar 108 nautical miles). Hal ini didasarkan pada pengamatan dari perhitungan empiris bahwa pada jarak ini tinggi dan periode gelombang tidak berubah lagi walaupun kecepatan angin bertambah.
Gambar 15. Fetch
38
4. Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang Perhitungan tinggi (Hmo) dan periode gelombang (Tp) signifikan dihitung dalam rumus (CHL, 2002). Persamaan untuk menentukan velositas friksi adalah sebagai berikut : ………………………………
(13)
Persamaan untuk menentukan koefisien gesekan adalah sebagai berikut : …………………………
(14)
Sehingga persamaan untuk menentukan tinggi dan periode gelombang adalah sebagai berikut : ………………………………
(15)
………………………………
(16)
Keterangan : Hmo = tinggi gelombang energi signifikan (m) Tp = periode gelombang (s) X = panjangnya fetch (daerah tiupan angin), u*2 = velositas friksi U10 = kecepatan angin pada ketinggian 10 m dari muka laut (m/s) Cd = koefisien gesekan g = gravitasi bumi (9,8 m2/s) 5.
Transformasi Gelombang Metode transformasi gelombang (CHL, 2002) digunakan sebagai penentu arah gelombang di pantai, metode tersebut ditentukan melalui persamaan di bawah ini : ………………………………
(17)
C dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini : ………………………………
(18)
L dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini : ………………………………
(19)
Co dan Lo dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini : ………………………………
(20)
39
Keterangan : o = arah gelombang laut dalam = arah gelombang pada kedalaman perairan dangkal T = periode gelombang (s) d = kedalaman perairan dangkal (m) g = gravitasi bumi (9,8 m2/s) 6.
Perhitungan Tinggi Gelombang Pecah (Hb) Diketahui bahwa arah datang gelombang tidak selalu tegak lurus garis
pantai, karena itu pengaruh transformasi gelombang yaitu refraksi dan shoaling (perubahan kedalaman) perlu dihitung. Selain besar sudut datang gelombang pada perairan dalam disesuaikan dengan sudut datang angin. Untuk menghitung parameter gelombang pecah faktor yang perlu diketahui juga adalah indeks gelombang pecah, maka harus diketahui keadaan kemiringan pantai (CHL,2002). Persamaan untuk menentukan Tinggi Gelombang Pecah (Hb) dapat ditentukan menggunakan rumus (CHL,2002) : ………………………………
(21)
Kr dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini (CHL,2002) : ………………………………
(22)
Keterangan : Hb : tinggi gelombang pecah (m) Ho : tinggi gelombang (m) Hmo : tinggi gelombang energi signifikan (m) : arah gelombang laut dalam o : arah gelombang pada perairan dangkal Lo : panjang gelombang (m) Persamaan untuk menentukan Kedalaman laut dimana gelombang pecah adalah sebagai berikut (CHL,2002) : ………………………………
(23)
dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini : ………………………………
(24)
a dan b dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini: ………………………………
(25)
40
………………………………
(26)
Keterangan : db : kedalaman laut dimana gelombang pecah : kelandaian pantai tan a dan b : fungsi kelandaian pantai Hb : Tinggi gelombang pecah (m) γb : indeks gelombang pecah g : gravitasi bumi (9,8 m2/s) 7.
Perhitungan Angkutan Sedimen Laju transpor sedimen dapat ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut
(CHL, 2002) : ……………………
(27)
K dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini: ………………………………
(28)
dalam persamaan diatas dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini: ………………………………
(29)
Keterangan : Q = Jumlah angkutan sedimen (m3/dt) ρs = densitas partikel sedimen ( kg/m3) ρ = densitas air laut ( kg/m3) γb = Indeks gelombang pecah, perbandingan antara gelombang pecah dengan kedalaman air dimana gel tersebut pecah. n = Porositas sedimen = Sudut gelombang pecah (0) K = dimensional eolian koefisien transpor sedimen (1.4 e -2,5 D50) 8.
Perhitungan Kedalaman Sedimen yang Terangkut dari Garis Pantai Satuan luas daerah abrasi/akresi dan volume angkutan sedimen dapat
dikaitkan dengan mengetahui kedalaman sedimen yang terangkut dari garis pantai. Tahapan untuk menentukan kedalaman tersebut adalah dengan membagi volume angkutan sedimen dengan luas daerah yang mengalami abrasi/akresi. ……………………………… Keterangan : Q = Angkutan sedimen (m3) A = Abrasi/Akresi (m2) z = Kedalaman (m)
(30)
41
3.4.4 Kecepatan Akumulasi Endapan Sedimen Rifardi (2012) merumuskan kecepatan akumulasi sedimen berdasarkan berat sedimen yang tertangkap persatuan luas area per waktu dengan perhitungan sebagai berikut : ………………………………
(31)
Keterangan : KA = Kecepatan akumulasi (gr/cm3/hari) W = Berat kering sedimen (gr) L = volume sediment trap (cm3) t = Waktu pemasangan sediment trap (hari) Diagram alir pengolahan data perubahan garis pantai pada penelitian ini disajikan pada Gambar16. Peta Indonesia
Angin 2007-2014
Peta Batimetri
Pasut
Koreksi Geometrik
Koreksi Darat ke Laut Koreksi Stabilitas Fetch
Kecepatan Angin Terkoreksi
Citra SPOT 2007, 2008, 2010 dan 2014
Sudut Kemiringan Pantai
Pemotongan Citra MSL Digital Number
Klasifikasi Unsupervised
Prediksi Gelombang Laut Lepas (Hmo, Tp)
Raster to Vector
Vector to Shp
Transformasi Gelombang Garis Pantai Terkoreksi
Gelombang Pecah (Hb, db, γb)
sedimen air laut D50 KA
Laju Transpor Sedimen
Digitasi Garis Pantai Citra 2007, 2008, 2010 dan 2014
Laju Perubahan Garis Pantai
Overlay
Perubahan Garis Pantai
Gambar 16. Diagram Alir Pengolahan Data
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Tanjung Layang 4.1.1 Gambaran Wilayah Daerah Tanjung Layang terletak di Desa Matras Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Induk Provinsi Bangka Belitung. Sebelah timur lokasi studi berbatasan langsung dengan Selat Karimata yang memisahkan antara Pulau Bangka dan Pulau Kalimantan. Garis Pantai Tanjung Layang terletak dari posisi koordinat 1o47’5.69” LS; 106o6’18.14” BT hingga 1o49’52.19” LS; 106o7’40.66” BT. Panjang lokasi studi adalah 8-9 km dengan keadaan sekitar pantai Tanjung Layang terdapat pemukiman penduduk, kapal-kapal nelayan, kapal keruk dan kapal isap timah. Tanjung Layang berjarak sekitar 10 km dari Kota Sungailiat atau 1 jam dari kota Pangkalpinang. Panorama pantai yang indah menjadikan Tanjung Layang sebagai salah satu tempat tujuan wisata.
Gambar 17. Bagian Daerah Lokasi Penelitian (sumber : dokumentasi lapangan, Oktober 2015)
Kondisi fisik Pantai Tanjung Layang pada umumnya adalah sebagai berikut :
Kondisi pantai sebagian besar berpasir putih
Kemiringan rata-rata pantai landai dengan sudut 0,5o
Berdasarkan informasi dari penduduk setempat, garis pantai telah mengalami kemunduran yang signifikan yang disebabkan adanya abrasi dan terasa dalam 20 tahun terakhir
43
Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa stasiun, garis pantai di Tanjung Layang mengalami abrasi yang disebabkan oleh terpaan gelombang/ombak. Salah satu
abrasi
di
Pantai
Matras
telah
diatasi
dengan
dibangunnya
breakwater/pemecah gelombang pada tahun 2014 dengan tahapan lanjutan di tahun 2015. Lokasi pengamatan yang menampilkan daerah abrasi dan pembangunan breakwater dapat dilihat pada Gambar 18.
(a)
(b)
(c) Gambar 18. Lokasi abrasi (a) Pantai Matras (b) Pantai Tongaci (c) Pembangunan Breakwater (sumber : dokumentasi lapangan, Oktober 2015)
44
4.1.2 Pasang Surut Tipe pasang surut berdasarkan data BOOST (Babel Ocean Observation & Technologies) di Daerah Tanjung Layang Sungailiat adalah tipe diurnal, yaitu terjadi satu kali kedudukan permukaan air tertinggi dan satu kali kedudukan permukaan air terendah dalam satu hari pengamatan. Penelitian ini didukung oleh Rufaida pada tahun 2008 terhadap analisis pasang surut perairan Bangka secara umum, Rufaida (2008) menyatakan bahwa tipe pasang surut untuk perairan Bangka adalah tipe diurnal. Nilai kedudukan air rata-rata pada daerah ini ialah 1,43 m, sehingga apabila terjadi pasang maupun surut terhadap kedudukan air rata-rata akan mempengaruhi jarak air dari bibir pantai. Grafik naik turun muka air laut pada Bulan Oktober Tahun 2014 di Tanjung Layang sesuai dengan tahun perekaman citra terakhir dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Grafik Pasang Surut Oktober 2014 di Sungailiat (sumber : Data DKP Bangka, 2014)
4.1.3 Distribusi Sedimen Tanjung Layang Distribusi sedimen pantai dapat memperlihatkan dinamika pantai yang terjadi pada daerah penelitian. Persentase rata-rata proporsi sedimen yang berukuran pasir adalah 97,05 % sehingga tipe sedimen pasir mendominasi daerah penelitian. Persentase berat fraksi (kerikil, pasir dan lumpur), mean size (Mz) serta jenis fraksi masing-masing stasiun terdapat pada Tabel 10.
45
Tabel 10. Persentase Berat Fraksi dan Tipe Sedimen di Tanjung Layang Stasiun
% Kerikil
% Pasir
% Lumpur
Mz
Jenis fraksi
1
2,29
97,67
0,04
2,27
Pasir Halus
2
0,54
98,75
0,71
2,56
Pasir Halus
3
0,92
98,45
0,63
2,04
Pasir Halus
4
0,89
98,38
0,73
2,63
Pasir Halus
5
0,40
92,01
7,59
3,07
Pasir Sangat Halus
Sumber : Analisis data lapangan, 2015
Sedimen perairan Tanjung Layang didominasi oleh fraksi pasir halus dengan nilai rata-rata ukuran butir (Mz) terbesar berada pada stasiun 5. Sedimen diperoleh dari empat arah angkutan yaitu dua angkutan sejajar pantai (kiri dan kanan) dan dua arah tegak lurus terhadap pantai (darat dan laut). Pola penyebaran sedimen dipengaruhi oleh pasang surut dan gelombang. Gelombang yang tinggi mampu mengaduk lapisan sedimen bawah sehingga fraksi kerikil muncul kepermukaan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ompi et al. (1990) dalam Girsang dan Rifardi (2014) menyatakan bahwa adanya sedimen kerikil menunjukkan arus dan gelombang pada daerah itu relatif kuat sehingga sedimen kerikil umumnya ditemukan pada daerah terbuka, sedangkan sedimen lumpur ditemukan pada daerah dengan arus dan gelombang yang tenang. Proporsi rata-rata kerikil pada stasiun 1 lebih tinggi bila dibandingkan dengan stasiun lainnya, hal ini menunjukkan bahwa gelombang di stasiun tersebut berupa gelombang tinggi sehingga mampu mengaduk sedimen lapisan bawah yang berupa fraksi kerikil. Berdasarkan CHL (2002) rumus dimensional eolian koefisien transpor sedimen diketahui bahwa semakin kecil ukuran tengah butir (D50) maka akan semakin besar nilai angkutan sedimen sejajar pantai yang dihasilkan, hal ini menunjukkan daerah dengan ukuran butir yang kecil seperti pada stasiun 5 memiliki daya angkutan sedimen sejajar pantai yang besar. 4.2 Angin Distribusi kecepatan dan arah angin digunakan untuk mengetahui persentase kejadian dari masing-masing kecepatan untuk setiap arah angin. Kecepatan dan arah angin ini kemudian akan digunakan untuk mengetahui arah
46
dominan angin, pembangkitan gelombang dan analisa angkutan sedimen. Kecepatan dan arah angin selama 8 tahun dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Kecepatan dan arah angin tahun 2007 hingga 2014 Hasil rekapitulasi data angin dari tahun 2007 – 2014 menunjukkan angin bertiup dominan dari arah Tenggara dengan interval kecepatan maksimum berada pada rentang nilai 4,5-9 m/s. Selat Karimata akan dipengaruhi oleh pergerakan angin dari Benua Australia ke Benua Asia melalui Samudera Hindia Hasil penelitian ini didukung oleh Martono (2009), yang menyatakan bahwa pola sirkulasi angin permukaan di belahan bumi bagian selatan (Samudera Hindia) relatif konstan sepanjang tahun yakni angin bergerak dari arah timur dan tenggara ke arah barat dan barat laut. Kecepatan maksimum dari kecepatan angin rata-rata tiap bulan adalah 7,65 m/s, sedangkan kecepatan angin minimum adalah 0,91 m/s dengan kecepatan angin rata-rata dari total 8 tahun adalah 3,43 m/s (Lampiran 2). Kecepatan yang ada dibagi berdasarkan interval, dimana kecepatan dominan yaitu pada interval 1,5-3,0 m/s sebesar 42%, interval 3,0-4,5 m/s sebesar 34% dan interval 4,5-9 m/s sebesar 21% dan kecepatan angin dengan persentase paling kecil berada pada interval 0-1,5 m/s sebesar 3,13%. Frekuensi dan persentase angin selama 8 tahun dapat dilihat pada Tabel 11.
47
Tabel 11. Frekuensi dan Persentase Angin Selama 8 Tahun (2007-2014) Kecepatan Angin (m/s) Arah (°)
0 - 1.5
1.5 - 3.0
3.0 - 4.5
4.5 - 9.0
9.0
Total
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Utara
0
0.0
7
7.3
2
2.1
1
1.0
0
0
10
10.4
Timur Laut
1
1.0
2
2.1
0
0.0
0
0.0
0
0
3
3.1
Timur
1
1.0
4
4.2
4
4.2
1
1.0
0
0
10
10.4
Tenggara
0
0.0
4
4.2
7
7.3
11
11.5
0
0
22
22.9
Selatan
0
0.0
6
6.3
8
8.3
7
7.3
0
0
21
21.9
Barat Daya
0
0.0
1
1.0
0
0.0
0
0.0
0
0
1
1.0
Barat
1
1.0
4
4.2
3
3.1
0
0.0
0
0
8
8.3
Barat Laut
0
0.0
12
12.5
9
9.4
0
0.0
0
0
21
21.9
Total
3
3.13
40
42
33
34
20
21
0
0
96
100
Sumber : Data BMKG Bangka, 2015
Kecepatan angin tertinggi dari tahun 2007-2014 berada pada bulan Juli 2013 sebesar 7,65 m/s dan kecepatan angin terendah terdapat pada bulan April 2010 senilai 0,91 m/s. Penelitian Martono (2009) menyatakan kecepatan sirkulasi angin permukaan paling kuat di Samudera Hindia terjadi pada bulan Juli yang merupakan puncak musim timur, sedangkan paling lemah terjadi pada bulan april sesuai dengan hasil penelitian di Tanjung Layang (lampiran 2). Pembagian musim berdasarkan Arinardi et al. (1997) dibagi menjadi empat kategori, antara lain musim barat terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari; musim peralihan 1 terjadi pada bulan Maret, April dan Mei; musim timur terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus sedangkan musim peralihan 2 terjadi pada bulan September, Oktober dan November. Kecepatan dan arah angin selama musim barat dari tahun 2007 hingga 2014 ditunjukkan oleh Gambar 21. Angin bertiup dari arah utara, barat laut dan barat dengan kecepatan dominan pada selang 3,0-4,5 m/s dan arah dominan dari barat laut. Kecepatan tertinggi dengan selang
4,5m/s hanya datang dari arah
utara yang berbatasan langsung dengan Selat Karimata. Mulyadi et al. (2015) dalam penelitiannya mengenai tinggi dan periode gelombang laut signifikan yang dibangkitkan oleh angin di Selat Karimata juga menyatakan bahwa pada musim barat, angin dominan dari barat laut sampai utara dengan kecepatan angin rata-rata di laut lepas berkisar antara 5,51-7,59 m/s.
48
Gambar 21. Kecepatan dan arah angin selama musim barat Pada musim barat dinyatakan arah angin yang tertinggi bertiup dari utara dan dominan dari arah barat laut. Hal ini dikarenakan saat musim dingin tekanan udara tinggi terdapat diatas daratan Asia dan yang rendah diatas daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia melewati Selat Karimata sehingga angin berhembus kencang dari belahan bumi utara. Penelitian ini didukung oleh Martono (2009) dalam penelitiannya mengenai karakteristik dan variabilitas bulanan angin di Perairan Samudera Hindia. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada bulan Januari, Februari, November dan Desember posisi matahari berada di selatan ekuator sehingga energi matahari di belahan bumi bagian selatan lebih panas dibandingkan bumi bagian utara. Tekanan udara yang rendah di belahan bumi bagian selatan menyebabkan gerakan udara berpindah dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan. Angin barat pada bulan Maret masih berhembus selama musim peralihan 1, namun kecepatannya sudah berkurang, pada bulan April dan Mei arah angin sudah tidak menentu. Menurut Martono (2009), pada bulan tersebut posisi matahari mulai bergeser ke utara ekuator sehingga gerakan angin juga mulai berubah arah secara perlahan. Kecepatan dan arah angin selama musim peralihan 1 dari tahun 2007 hingga 2014 dapat dilihat pada Gambar 22. Angin bertiup dari
49
6 arah mata angin, antara lain utara, timur laut, timur, tenggara, selatan dan barat laut dengan kecepatan dominan pada selang 1,5-3,0 m/s dan arah dominan dari utara. Kecepatan tertinggi dengan selang 3,0-4,5m/s datang dari arah utara, timur, tenggara dan selatan.
Gambar 22. Kecepatan dan arah angin selama Musim Peralihan 1 Gambar 23. memperlihatkan kecepatan dan arah angin pada musim timur dari tahun 2007 hingga 2014 didominasi oleh angin yang bertiup dari arah tenggara. Peristiwa ini disebabkan oleh karena adanya pergantian tekanan antara daratan Australia dan Asia, tekanan udara yang rendah di atas daratan Asia menyebabkan angin berhembus dari Australia melewati Selat Karimata ke atas daratan Asia. Martono (2009) juga menyatakan bahwa pada bulan Mei hingga September matahari berada di belahan bumi utara, ini menyebabkan temperatur udara permukaan di belahan bumi bagian utara lebih panas dibandingkan bumi bagian selatan sehingga tekanan udara bumi bagian utara lebih rendah. Berdasarkan hasil perhitungan, angin bertiup dari arah timur, tenggara dan selatan dengan kecepatan angin berkisar antara 2,58 m/s - 7,65 m/s . Hasil ini didukung oleh Mulyadi et al. (2015) yang menyatakan bahwa pada musim timur, angin dominan terjadi dari arah tenggara dengan sebaran nilai kecepatan angin cenderung konstan berkisar 5,38-6,54 m/s kecuali di dekat Pulau Bangka. Penelitian Mulyadi et al. (2015) menunjukkan bahwa kecepatan angin setelah tiba
50
di dekat Pulau Bangka akan berubah cenderung tidak konstan, sesuai dengan kecepatan angin yang beragam yang diperoleh di Tanjung Layang.
Gambar 23. Kecepatan dan arah angin selama Musim Timur Angin timur pada bulan September masih berhembus selama musim peralihan 2, namun kecepatannya sudah berkurang dan pada bulan Oktober dan November arah angin sudah tidak menentu. Hasil ini didukung dari penelitian oleh Teliandi et al. (2013) tentang suhu perairan Samudera Hindia, sebelah selatan Pulau Jawa dimana suhu perairan pada musim timur berkisar antara 23oC – 28oC mengalami kenaikan suhu pada musim peralihan 2 dengan nilai kisaran 23oC – 29oC, hal ini dipengaruhi oleh pergantian musim saat posisi matahari mulai bergeser ke belahan bumi bagian selatan. Mulyadi et al. (2015) juga menyatakan bahwa musim peralihan 2 adalah musim pancaroba, oleh karena itu terjadinya hujan dan kemarau selalu berubah-ubah di daerah Indonesia khususnya di Selat Karimata. Kecepatan dan arah angin selama musim peralihan 2 dari tahun 2007 hingga 2014 dapat dilihat pada Gambar 24. Angin bertiup dari 6 arah mata angin, antara lain barat laut, barat, barat daya, selatan, tenggara, dan timur dengan kecepatan dominan pada selang 3,0-4,5 m/s disertai arah dominan dari selatan. Kecepatan tertinggi dengan selang 4,5-9 m/s didominasi berhembus dari arah selatan dan tenggara. Mulyadi et al. (2015) dalam penelitiannya juga menyatakan
51
bahwa pola angin di Selat Karimata pada musim peralihan 2 memperlihatkan arah angin dominan terjadi dari arah tenggara sampai barat daya.
Gambar 24. Kecepatan dan arah angin selama Musim Peralihan 2
4.3 Fetch Gelombang dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin dan berbagai sudut terhadap arah angin, hal ini mengakibatkan nilai fetch efektif sangat diperlukan dalam perhitungan. Berdasarkan bentuk pantai Tanjung Layang yang menjorok ke arah laut, diperoleh tujuh arah mata angin yang dapat membangkitkan gelombang. Tabel 12. menunjukkan panjang fetch efektif di Tanjung Layang Sungailiat Bangka. Berdasarkan hasil perhitungan fetch efektif diperoleh tujuh arah mata angin yang dapat menimbulkan gelombang antara lain, utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya dan barat laut. Arah angin dari barat di Tanjung Layang tidak diperhitungkan karena merupakan sumber angin dari daratan yang diasumsikan tidak menyebabkan pembentukan gelombang. Ramadhani (2013) juga menyatakan bahwa dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut.
52
Tabel 12. Panjang Fetch Efektif Perairan Tanjung Layang, Sungailiat Bangka Arah Angin
Utara
Timur Laut
Timur
Tenggara
Selatan
Barat Daya
Barat Laut
Fetch eff (m)
154.441,3
200.000
193.560,8
94.720,52
3.507,19
325,90
140.882,31
Sumber arah angin dari timur laut memiliki nilai 200.000 m, hal ini mengindikasikan bahwa daratan menghadap ke laut lepas dengan tanpa rintangan angin. Rumus empiris menyatakan bahwa pada jarak ini tinggi dan periode gelombang tidak berubah lagi walaupun kecepatan angin bertambah. Panjang fetch dari urutan tertinggi hingga terendah berikutnya adalah mata angin timur, utara, barat laut, tenggara, selatan dan barat daya. Berdasarkan rumus perhitungan yang dilakukan, panjang fetch berbanding lurus dengan tinggi dan periode gelombang, sehingga semakin panjang fetch maka nilai tinggi dan periode gelombang akan semakin tinggi. Kurniawan et al. (2011) dalam penelitiannya juga
menyatakan
bahwa
semakin
panjang
jarak
fetch-nya,
ketinggian
gelombangnya akan semakin besar. 4.4 Gelombang 4.4.1 Tinggi dan Periode Gelombang Per Musim Selama 2007-2014 Gelombang dapat menimbulkan energi yang dapat merubah konfigurasi bentuk pantai, baik itu abrasi maupun akresi. Bentuk gelombang yang paling berpengaruh dalam pembentukan pantai adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut. Peramalan gelombang dilakukan untuk mentransformasikan data angin menjadi data gelombang. Data hasil ramalan gelombang yang diperoleh adalah tinggi, periode dan arah datang gelombang rata-rata selama 8 tahun dalam empat musim. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh rata-rata tinggi dan periode gelombang pada tahun 2007-2014, masing-masing nilai direpresentasikan dalam empat musim seperti pada Gambar 25. Tinggi dan periode gelombang yang dihasilkan saling berhubungan, semakin tinggi gelombang semakin lama waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk kembali pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya. Nadia et al. (2013) dalam penelitiannya juga menghasilkan nilai tinggi dan periode gelombang dengan grafik kenaikan yang
53
sejajar, semakin tinggi gelombang signifikan maka periode gelombang signifikan
0,6
Periode Gelombang (s)
Tinggi Gelombang (m)
semakin panjang.
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1
9 8 7 6 5 4 3 2 1
0,0
0 Barat
P.1
Timur
Musim
P.2
Barat
P.1
Timur
P.2
Musim
Gambar 25. Tinggi dan Periode Gelombang per musim Tahun 2007-2014 Tinggi dan periode gelombang rata-rata (periode 2007-2014) yang dihasilkan pada musim barat ialah 0,5 m tiap 7 dt, musim peralihan 1 ialah 0,38 m tiap 5,96 dt, pada musim timur menghasilkan tinggi 0,51 m tiap 7,96 dt sedangkan musim peralihan 2 ialah 0,36 m setiap 5,74 dt. Keseragaman sumber arah datangnya angin pada musim timur dan musim barat menghasilkan tinggi gelombang yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan arah datang angin tidak menentu pada musim peralihan 1 dan 2. Hasil ini didukung oleh penelitian Kurniawan et al. pada tahun 2011 tentang variasi bulanan gelombang laut di Indonesia, Kurniawan et al. (2011) menyatakan bahwa selain dari pengaruh kecepatan angin, persistensi arah tiupannya juga berpengaruh terhadap kondisi gelombang laut. Semakin seragam arah tiupan angin di suatu wilayah, maka gelombang yang terjadi akan semakin besar, hal ini terjadi karena arah tiupan yang sama akan menyebabkan terbentuknya gelombang konstruktif yang saling menguatkan, sehingga energi yang dibangkitkan oleh tiupan angin akan terkumpul. Kecepatan angin rata-rata (lampiran 2) pada musim peralihan 1 selama kurun waktu 8 tahun (2007-2014) adalah 2,52 m/dt, namun tetap menghasilkan tinggi gelombang yang lebih besar dari musim peralihan 2 yang memiliki kecepatan angin rata-rata sebesar 3,83 m/dt. Hal ini dipengaruhi oleh panjang
54
fetch pada musim peralihan 1 yang lebih tinggi dari musim peralihan 2. Hasil ini didukung oleh penelitian Dauhan et al. (2013) yang menyatakan bahwa gelombang dominan dan maksimum disebabkan daerah pembangkitan gelombang (fetch) yang lebih besar. 4.4.2 Tinggi dan Periode Gelombang Bulanan Selama 2007-2014 Grafik Tinggi dan periode gelombang selama delapan tahun (2007-2014) dapat dilihat pada Gambar 26. dan Gambar 27. Tinggi gelombang yang dihasilkan dari tinggi gelombang rata-rata selama delapan tahun berkisar 0,055 m hingga 1,149 m. Nilai puncak tinggi gelombang terdapat pada dua bulan yakni bulan ke 8 dan bulan ke 75 saat musim timur berlangsung, sedangkan nilai tinggi gelombang minimum berada pada bulan ke 31 saat musim peralihan 2 berlangsung. Kurniawan et al. (2011) dalam penelitiannya mengenai gelombang laut di Indonesia juga menyatakan bahwa tinggi gelombang yang dibangkitkan oleh
Tinggi Gelombang (m)
angin di Selat Karimata selama 11 tahun (2000-2010) berkisar antara 0,5-1,25 m. 1,2 1,1 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88
Bulan ke-
Gambar 26. Tinggi Gelombang per bulan Tahun 2007-2014 Periode gelombang yang dihasilkan dari periode gelombang rata-rata selama delapan tahun bernilai diantara 0,872 dt dan 18,116 dt. Nilai puncak dari grafik periode gelombang tersebut dibangkitkan oleh kecepatan angin sebesar 5,43 m/dt dan 7,65 m/dt pada dua bulan yakni bulan ke 8 dan bulan ke 75 selama musim timur berlangsung, sedangkan nilai minimum periode gelombang berada
55
pada bulan ke 31 saat musim peralihan 2 berlangsung. Tinggi gelombang dipengaruhi oleh nilai kecepatan angin serta sumber arah angin, semakin tinggi nilainya serta semakin searah sumber angin maka periode gelombang yang dibangkitkan semakin lama. Ningsih (2000) menyatakan bahwa gelombang yang dibangkitkan angin berjarak jauh adalah 0-30 dt, nilai periode gelombang tersebut menunjukkan bahwa nilai periode gelombang signifikan hasil perhitungan berada dalam klasifikasi gelombang angin. 20 Periode Gelombang (s)
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88 Bulan ke-
Gambar 27. Periode Gelombang per bulan Tahun 2007-2014
4.4.3 Arah Datang Gelombang Perbedaan
profil
kedalaman
laut
akan
menyebabkan
terjadinya
pembelokan arah gelombang ketika sampai di tepi pantai. Berdasarkan perhitungan rumus dari CHL (2002), arah datang gelombang tidak jauh berbeda dari arah datang angin, perubahan hanya terjadi sekitar 1o - 6o dari arah semula. Arah datang gelombang selama kurun waktu 8 tahun yang dapat dilihat pada Tabel 13. menunjukkan sudut datang utara (0o) dan selatan (180o) tidak mengalami pembelokan (refraksi) karena sudut datang gelombang hampir tegak lurus dengan wilayah daratan Tanjung Layang. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Akhir dan Mera (2011) yang menyatakan bahwa hasil prediksi lintasan gelombang dengan sudut datang 0o nyaris tidak mengalami refraksi karena sudut datang gelombang yang hampir tegak lurus dengan kontur dan kedalaman perairan merupakan kedalaman transisi sehingga efek refraksi kecil.
56
Tabel 13. Arah Datang Gelombang pada Tahun 2007-2008 o
Thn/Bln
Arah Datang Gelombang ( ) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2007
316.62
316.35
0
0
92.51
180
92.22
91.85
180
92.40
-
316.68
2008
316.49
316.12
46.48
46.48
180.00
133.83
134.10
134.06
133.83
134.06
-
316.82
2009
316.21
316.16
0
92.87
133.18
133.89
133.98
180
180
180
-
-
2010
316.43
0
0
48.75
96.09
180
180
180
180
180
180
-
2011
316.16
316.26
316.68
316.82
133.25
133.83
134.03
134.16
134.16
133.41
212.20
317.41
2012
316.26
0.00
316.82
133.11
133.41
133.89
133.96
134.20
134.09
133.29
93.87
317.38
2013
316.25
316.55
0
93.03
0
92.87
180
134.41
180
180
315.99
-
2014
316.12
0
0
180
180
180
180
180
180
92.11
-
-
WAVE HIGH (m)
Gambar 28. Tinggi dan arah datang gelombang Gambar 28. memperlihatkan tinggi dan arah datang gelombang rata-rata yang terjadi dari tahun 2007 hingga 2014. Gelombang yang dibangkitkan oleh angin bertiup dari 6 arah mata angin, antara lain barat laut, barat daya, selatan, tenggara, timur dan utara dengan tinggi dominan berada pada selang 0,0-0,5 m dan arah dominan datang dari tenggara. Tinggi gelombang tertinggi dengan selang 1,0-1,5 m dominan berhembus dari arah timur dan tenggara. Tinggi gelombang selama kurun waktu 8 tahun didominasi berasal dari barat laut, tenggara dan selatan yang memiliki nilai fetch lebih rendah dibandingkan dengan arah dari utara, timur laut dan timur, hal ini dipengaruhi oleh pola musiman dengan arah tiupan angin yang konsisten. Kurniawan et al. (2011) menyatakan bahwa musim
57
barat dan timur memiliki sumber arah angin dominan, yakni dari barat laut melintasi Selat Karimata pada musim barat serta dari selatan dan tenggara dari Laut Jawa pada musim timur sehingga gelombang akan tinggi pada musim dan arah gelombang tersebut. 4.5 Angkutan Sedimen Angkutan sedimen berdasarkan CHL (2002) dapat diperoleh dari perhitungan beberapa nilai diantaranya densitas partikel sedimen, densitas air laut, indeks gelombang pecah, porositas sedimen, sudut gelombang pecah, dimensional eolian koefisien transpor sedimen, gravitasi bumi dan tinggi gelombang pecah. Angkutan sedimen akan berhubungan dengan arah angin di tiap musim. Musim barat yang dominan membawa gelombang dari barat laut dan utara akan mengakibatkan sedimen terbawa ke arah barat laut dan utara dengan nilai yang berbanding lurus terhadap tinggi gelombang pecah yang terjadi. Semakin tinggi gelombang pecah maka sedimen yang terangkut ke arah laut akan semakin banyak, dalam hal ini akan terjadi abrasi pada garis pantai. Rifardi (2012) menyatakan bahwa ombak badai yang curam akan mengikis muka pantai dan mengangkut sedimen menjadi bukit penghalang di surf zone pada kawasan lepas pantai (offshore). Tabel 14. Angkutan Sedimen pada Tahun 2007-2014 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Angkutan Rata-rata(m3/hari/musim) Barat P.1 Timur P.2 -1.502,97 -35,98 5.717,24 5.228,27 -2.062,55 -1.126,44 0,01 3.346,79 -2.118,64 239,05 3.070,73 7,46 -1.528,05 -405,98 11,63 6,36 -2.133,81 -308,14 6.247,80 3.539,36 -1.352,92 446,61 6.527,18 2.822,51 -1.369,67 -930,36 8.990,21 -1.780,15 -4.964,13 -2.135,87 38,66 1.780,12 Rata-rata angkutan sedimen
Keterangan :
Q (m3/tahun) 282.196,99 4.734,19 35.958,06 -57.480,92 220.356,26 253.301,11 147.300,62 -158.436,36 92.652,24
(-) = Angin bertiup dari arah barat laut, utara dan timur laut mengikis sedimen di bagian utara Tanjung Layang (+) = Angin bertiup dari arah selatan, tenggara dan timur mengikis sedimen di bagian selatan Tanjung Layang
Nilai angka negatif (-) pada Tabel 14. menunjukkan bahwa gelombang datang dari arah barat laut, utara dan timur laut mengikis sedimen daratan di
58
bagian utara Tanjung Layang, sedangkan nilai angka positif (+) menyatakan bahwa gelombang datang dari arah timur, selatan dan tenggara mengikis sedimen daratan di bagian selatan Tanjung Layang. Penelitian ini didukung dari penelitian oleh Pariwono (1999) tentang kawasan pantai timur Lampung yang mengalami abrasi, peristiwa ini diakibatkan oleh gelombang besar yang menerpa pantai pada musim timur ketika angin timur bertiup langsung menuju pantai timur. Nilai angkutan sedimen yang dihasilkan dari perhitungan data angin dapat dilihat pada Tabel 14. Angkutan sedimen rata-rata per hari tertinggi berada pada musim timur tahun 2013 sebesar 8,99 x 103 m3/hari, yang artinya arah gelombang dari timur, selatan dan tenggara mengikis sedimen bagian selatan daerah Tanjung Layang sebesar 8,99 x 103 m3/hari, sedangkan musim peralihan 2 tahun 2010 merupakan nilai angkutan sedimen terendah yang juga mengikis sedimen bagian selatan daerah Tanjung Layang sebesar 6,36 m3/hari. Metode dan rata-rata hasil perhitungan yang diperoleh pada penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Johnson (1956, 1957) dan Komar (1976) dalam CHL (2002), penelitian tersebut menghasilkan jumlah angkutan sedimen tahunan sejajar pantai
di sepanjang pantai timur Amerika Serikat
bernilai diantara 1,53 x 105 dan 2,75 x 105 m3/tahun untuk bagian pantai New Jersey. Pantai Tanjung Layang juga memiliki angkutan sedimen bernilai diantara 4,73 x 103 dan 2,82 x 105 m3/tahun. 4.5.1 Kecepatan Akumulasi Kecepatan akumulasi diperoleh dari proses penelitian di lapangan dengan menggunakan sediment trap. Sediment trap memiliki empat tabung yang masingmasing diberi label A, B, C dan D. Tabung A menampung sedimen dekat arah darat, tabung B menampung sedimen dekat arah laut, tabung C menampung sedimen dari sisi kiri daratan serta tabung D menampung sedimen dari sisi kanan darat. Berdasarkan isi sedimen yang terakumulasi pada keempat tabung, dapat diketahui berapa banyak sedimen yang dapat terakumulasi pada titik stasiun maupun daerah dekat titik stasiun tersebut. Rifardi (2012) menyatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bila sediment trap cukup efektif digunakan untuk menentukan besarnya pengendapan sedimen yang berasal dari material
59
tersuspensi akibat abrasi. Kecepatan akumulasi sediment trap pada bulan Oktober dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Kecepatan Akumulasi Sediment Trap pada Bulan Oktober Stasiun
Kecepatan Akumulasi (kg/m3/14 hari) A
B
C
1 0,158 0,009 0,039 2 0,116 0,018 0,025 3 0,109 0,014 0,082 4 0,133 0,032 0,058 5 0,147 0,060 0,028 Sumber : Analisis data lapangan, 2015
Kecepatan Akumulasi (kg/m3/tahun)
D
A
B
C
D
0,046 0,032 0,098 0,084 0,081
4,117 3,019 2,836 3,477 3,843
0,229 0,457 0,366 0,823 1,555
1,006 0,640 2,150 1,510 0,732
1,189 0,823 2,562 2,196 2,104
Kecepatan akumulasi tertinggi berada pada stasiun 1 (tabung A) dengan nilai 0,158 kg/m3/14 hari atau bila dikalkulasikan dalam periode 1 tahun maka kecepatan akumulasinya adalah 4,117 kg/m3/tahun, nilai tersebut menyatakan bahwa sebanyak 4,117 kg sedimen terangkut dari arah dekat daratan dalam setiap 1 m3 per tahun. Kecepatan akumulasi dari arah dekat lautan pada stasiun 1 (tabung B) lebih rendah bila dibandingkan dengan akumulasi dari arah dekat daratan yaitu senilai 0,229 kg/m3/tahun. Rifardi (2012) menyatakan bahwa perbedaan kecepatan akumulasi ini diduga karena berbedanya kecepatan erosi pada masing-masing daerah, sama halnya dengan perbedaan tingkat erosi di masing-masing stasiun pada Tanjung Layang. Kecepatan akumulasi terbanyak dari seluruh tabung yang mengarah ke lautan (tabung B) terdapat pada stasiun 5 dengan nilai 0,06 kg/m3/14 hari atau bila dikalkulasikan dalam periode 1 tahun maka kecepatan akumulasinya adalah 1,55 kg/m3/tahun, nilai ini menyatakan terdapat 1,55 kg sedimen yang terangkut ke arah daratan dalam setiap 1 m3 per tahun. Rifardi (2012) juga menyatakan bahwa gelombang dan angin yang tenang akan bersifat konstruktif yaitu membawa sedimen menuju pantai. Gelombang dan angin yang tenang pada stasiun 5 dihasilkan dari jarak pembangkit gelombang dan angin (fetch) yang pendek (Lampiran 1. analisis fetch efektif pada stasiun 5) serta peletakan sediment trap yang berlangsung pada saat musim peralihan 2, dimana pada musim ini berhembus angin yang tenang dan tidak konstan. Tabung C dan D memperlihatkan angkutan sejajar pantai. Kecepatan akumulasi dari arah sisi kiri pantai (tabung C) lebih sedikit bila dibandingkan
60
dengan akumulasi dari arah sisi kanan pantai (tabung D). Berdasarkan analisa dari data angin yang menyatakan bulan Oktober masuk pada musim peralihan 2 dan didominasi oleh arah gelombang dari tenggara, selatan dan barat daya, maka akumulasi sedimen akan lebih banyak dari sisi kiri karena gelombang juga akan mengangkut sedimen berbanding lurus dengan arah gelombang. Pariwono (1999) juga menyimpulkan bahwa arah gelombang timur yang menerpa pantai timur akan mengangkut sedimen dari pantai tersebut.
4.6 Pemetaan Perubahan Garis Pantai Tahun 2007, 2008, 2010 dan 2014 di Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat, Bangka Belitung Panjang garis pantai hasil digitasi di Tanjung Layang pada tahun 2007 adalah 8.862 m, pada tahun 2008 adalah 8.864 m, tahun 2010 sepanjang 8.773 m dan pada tahun 2014 yakni 9.670 m. Garis pantai yang terbentuk tiap tahun semakin berubah, hal ini dapat terjadi akibat penambahan lekukan-lekukan yang disebabkan proses abrasi maupun akresi di tiap garis pantai yang ada. Tabel 16. menunjukkan perubahan panjang garis pantai dari Tanjung Layang yang terekam oleh citra satelit. Perubahan panjang garis pantai yang dihasilkan dari hasil digitasi garis pantai juga terdapat dalam penelitian Arief et al. (2011) di Kabupaten Kendal selama 29 tahun (1972-2008) dengan laju perubahan garis pantai (1972-1991) ialah 499 m/tahun, (1991-2001) adalah -247 m/tahun, (20012008) adalah 148 m/tahun. Tabel 16. Perubahan Garis Pantai Berdasarkan Tahun Perekaman Citra Tahun
Panjang Garis Pantai (m)
Laju Perubahan Garis Pantai (m)
2007
8.862
0
2008
8.864
2
2010
8.773
-91
2014
9.670
897
Daerah yang mengalami abrasi maupun akresi dapat diketahui dengan cara mengintegrasikan hasil digitasi garis pantai citra dari tahun yang berbeda. Dua hasil citra kemudian di overlay untuk memperoleh informasi perubahan pantai. Luasan daerah Tanjung Layang yang mengalami abrasi dan akresi dapat dilihat
61
pada Tabel 17. serta hasil integrasi dua hasil digitasi dari tahun yang berurutan dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 30. dan Gambar 31. Tabel 17. menunjukkan bahwa daerah Tanjung Layang memiliki
bagian-bagian yang
mengalami abrasi dan akresi, namun daerah tersebut lebih dominan mengalami peristiwa abrasi. Tabel 17. Luasan Daerah Tanjung Layang yang mengalami Abrasi dan Akresi Tahun Perubahan
Abrasi (km2)
Akresi (km2)
2007-2008
0,1916
0,0161
2008-2010
0,3263
0,0039
2010-2014
0,1359
0,0222
Daerah Tanjung Layang mengalami perubahan (abrasi dan akresi) sesuai dengan waktu perekaman citra. Selama periode 1 tahun (Oktober 2007 hingga Agustus 2008), daerah Tanjung Layang telah mengalami abrasi seluas 0,1916 km2 dan akresi seluas 0,0161 km2. Perubahan ini diakibatkan dari gelombang yang datang ke arah pantai kemudian mengangkut sedimen menuju maupun meninggalkan pantai. Luasan abrasi pada periode 2 tahun (September 2008 hingga Agustus 2010) telah mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dari luasan abrasi periode tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan periode waktu yang lebih lama dan sumber fetch (jarak pembangkit gelombang) dari barat laut, utara dan timur laut yang lebih banyak bila dibandingkan periode tahun 2007-2008. Penelitian ini didukung oleh Ladys (2011) dengan tinggi gelombang maksimum pada penelitiannya berada pada bulan Januari, Februari dan Maret dikarenakan panjang fetch yang paling tinggi pada bulan tersebut akan membangkitkan gelombang semakin besar. Perubahan garis pantai dari tahun 2007 hingga 2010 yang terjadi di daerah penelitian merupakan perubahan yang bersifat alami tanpa aktifitas manusia, namun dimulai pada awal tahun 2013 sesuai dengan data PU (2013), dilakukan proses pembangunan breakwater/pengaman pantai Matras tahap 1, kemudian sesuai data PU (2014) dilanjutkan dengan pembangunan breakwater/pengaman pantai Matras tahap 2 (4 April 2014 hingga 13 Desember 2014). Pembangunan tersebut kemudian mengakibatkan berkurangnya daerah abrasi pada periode 4
62 tahun (September 2010 hingga Oktober 2014) menjadi 0,1359 km2 dan meningkatnya luasan daerah akresi menjadi 0,0222 km2. Luasan abrasi yang menurun juga diakibatkan oleh sumber fetch dominan dari tenggara dan selatan yang lebih pendek sehingga gelombang yang dihasilkan tidak terlalu besar.
(a) (b) Gambar 29. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4 (tahun 2007-2008) Perubahan luas daratan Tanjung Layang dari tahun 2007-2008 pada Gambar 29. memperlihatkan adanya akresi di pantai Turun Aban seluas 0,0161 km2 serta abrasi di sepanjang Pantai Matras, Parai, Batu Bedaun dan Pantai Tongaci seluas 0,1916 km2. Daerah yang mengalami abrasi terjadi lebih luas di bagian selatan, hal ini dikarenakan gelombang tinggi dominan berada pada musim timur. Penelitian serupa telah dilakukan oleh Hidayah et al. (2012) yang memperoleh bahwa adanya perubahan garis pantai (erosi) dengan angkutan sedimen dari data gelombang sebanyak 13.310 m3, setelah dilakukannya prediksi atas pembangunan pelindung pantai diperoleh pengurangan angkutan sedimen menjadi 5.285 m3. Angkutan sedimen yang berkurang membuktikan bahwa dengan adanya penambahan struktur perlindungan pantai sangat berpengaruh
63
terhadap perubahan garis pantai dan angkutan sedimen yang ada di pantai tersebut.
(a) (b) Gambar 30. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi hasil digitasi citra SPOT 4 (tahun 2008-2010) Perubahan luas daratan selama 2 tahun dari tahun 2008 hingga 2010 diperlihatkan pada Gambar 30. Penambahan daratan (akresi) yang tidak terlalu banyak terjadi di dua titik pada pantai Matras dan satu titik di pantai Parai seluas 0,0039 km2. Akresi terjadi di bagian cekungan-cekungan pantai (teluk) yang memiliki tinggi gelombang yang rendah yang membawa sedimen dan akhirnya terakumulasi di daerah tersebut. Arief et al. (2011) juga menyatakan bahwa majunya garis pantai disebabkan adanya proses sedimentasi yang dibawa oleh sungai maupun laut. Pengurangan daratan (abrasi) pada Gambar 30 (b). menunjukkan bahwa proses abrasi pada periode tahun 2008 sampai dengan 2010 terjadi hampir di seluruh bagian pantai. Abrasi dimulai dari pantai Matras, pantai Turun Aban, pantai Parai, pantai Batu Bedaun dan Pantai Tongaci seluas 0,3263 km2. Perubahan garis pantai yang signifikan ini diakibatkan oleh terpaan gelombang yang mengikis garis pantai secara musiman, pantai sebelah selatan Tanjung Layang mengalami abrasi yang tinggi dikarenakan angin musim timur yang
64
bersumber dari Selatan dan Tenggara telah mengikis sedimen dan membawanya kembali ke lautan. Yulius dan Ramdhan (2013) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa abrasi yang terjadi di Teluk Bungus disebabkan oleh gelombang pada dinding batuan penyusun pantai sehingga membentuk daratan pantai menjadi curam dan sempit.
(a) (b) Gambar 31. Informasi (a) akresi dan (b) abrasi pantai hasil digitasi citra SPOT 4 dan SPOT 6 (tahun 2010-2014) Gambar 31. menampilkan perubahan garis pantai selama 4 tahun dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Wilayah yang mengalami penambahan daratan (akresi) hanya terletak di beberapa titik, yakni pantai Matras, pantai Turun Aban, pantai Batu Bedaun dan Pantai Tongaci seluas 0,0222 km2. Akresi pada urutan kedua dari arah utara di pantai Matras disebabkan oleh pembangunan breakwater yang dilakukan pada tahun 2014. Pengurangan daratan (abrasi) yang terjadi pada periode tahun 2010 sampai dengan 2014 terjadi menyebar di keseluruhan pantai dengan angkutan sedimen dominan musim timur. Pantai yang mengalami abrasi secara menyeluruh terjadi mulai dari pantai Turun Aban, Pantai Parai hingga Pantai Batu Bedaun seluas 0,1359 km2, sehingga pada tiap lokasi ini diharapkan adanya bangunan
65
breakwater untuk mencegah abrasi yang semakin meluas. Setyandito dan Triyanto (2007) menyampaikan hal serupa pada penelitiannya, yakni diperlukan penanganan oleh pemerintah terhadap masalah erosi pantai di Takisiung dengan cara perbaikan jetty muara sungai yang tergerus. Breakwater (pemecah gelombang) / pengaman pantai yang mulai dibangun di Pantai Matras pada tahun 2013 dapat dilihat pada citra satelit SPOT 6. Penambahan sedimen terdapat disisi kanan breakwater/pengaman pantai seluas 3.866,58 m2 seperti ditunjukkan pada Gambar 32. Berdasarkan citra satelit tersebut dapat diketahui bahwa breakwater berhasil mencegah sedimen terangkut ke arah lautan (utara dan barat laut) dan membuat endapan disisi kanan breakwater
yang memiliki gelombang tenang.
Breakwater memerlukan
perencanaan pembangunan yang matang sehingga mampu mewujudkan bangunan yang efisien dan tidak merusak estetika kepariwisataan.
(a) (b) Gambar 32. Informasi (a) Garis pantai Matras 2010 sebelum pembangunan breakwater dan (b) Akresi akibat pembangunan breakwater tahun 2014 Pengendapan yang terjadi di sisi sebelah kanan breakwater disebabkan oleh arus sejajar menyusur pantai. Sesuai dengan data kecepatan rata-rata angin dan arah angin dominan yang terjadi pada tahun 2014 (Lampiran 2.) arah angin
66
didominasi berasal dari arah selatan, sehingga gelombang kemudian akan menyusur pantai menuju ke arah utara, hal inilah yang kemudian mengakibatkan gelombang mengangkut sedimen sejajar pantai dan kemudian mengendapkannya di sisi kanan breakwater dan terakumulasi di daerah tersebut, selain itu pembangunan breakwater ini juga mencegah terjadinya abrasi di daerah tersebut. Keterkaitan antara kecepatan akumulasi di lapangan, besar angkutan sedimen hasil pengolahan data angin dan perubahan luas pantai berdasarkan hasil digitasi sesuai tahun perekaman citra dapat dilihat pada Tabel 18. Kecepatan akumulasi diperoleh dari rata-rata kecepatan akumulasi seluruh tabung (4 buah tabung) dari masing-masing stasiun. Kecepatan akumulasi pada tahun 2008-2010 (2 tahun) diperoleh dari hasil perkalian antara kecepatan akumulasi tahun 20072008 dengan jumlah periode tahun yakni 2 tahun, perlakuan yang sama juga diterapkan pada kecepatan akumulasi tahun 2010-2014 (4 tahun). Angkutan sedimen diperoleh dari perhitungan angkutan sedimen tiap bulan yang disesuaikan dengan bulan perekaman citra.
Tabel 18. Perhitungan Kecepatan Akumulasi, Angkutan Sedimen, Luas Abrasi dan Akresi Berdasarkan Teknologi Penginderaan Jauh dan Metode Analitik sesuai dengan Tahun Perekaman citra Tahun 2007-2008 KA (kg/m3/tahun) Q (m3) Abrasi (m2) Akresi (m2) 2008-2010 KA (kg/m3/2 tahun) Q (m3) Abrasi (m2) Akresi (m2) 2010-2014 KA (kg/m3/4 tahun) Q (m3) Abrasi (m2) Akresi (m2)
St. 1
St. 2
St. 3
St. 4
St. 5
6,542 230.331,4 55.438 -
4,941 41.565 18.741 13.313
7,914 100.148 19.229 2.756
7,960 246.961,44 36.677 -
9,973 255.408 61.541 -
13,048 252.714,23 14.449 3.690
9,881 70.299 61.637 -
15,828 69.960 74.174 227
15,920 280.608,29 73.066 -
19,946 258.676 103.037 -
26,167 1.110.797,2 18.181 7.835
19,763 279.844 29.377 3.466
31,657 462.713 46.575 779
31,840 1.334.096,41 16.008 9.785
39,891 1.145.859 25.765 346
Keterangan : KA = Kecepatan akumulasi Q = Angkutan sedimen
67
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa kecepatan akumulasi tertinggi dari keseluruhan stasiun berada pada stasiun 5 (Pantai Tongaci) dengan nilai 9,973 kg/m3/tahun dan stasiun tersebut juga merupakan daerah yang mengalami abrasi paling luas pada tahun 2007-2008 dan 2008-2010 dengan masing-masing nilai 61.541 m2 dan 103.037 m2. Akumulasi sedimen merupakan akumulasi dari sedimen yang tertampung pada sediment trap selama musim peralihan 2 dengan arah gelombang dominan dari arah selatan dan tenggara, hal ini mengakibatkan stasiun 5 yang langsung menghadap ke arah selatan dan tenggara memiliki kecepatan akumulasi yang tertinggi. Akresi yang terjadi di seluruh stasiun membuktikan bahwa Daerah Tanjung Layang masih mengalami akresi meskipun dengan luasan yang lebih sedikit dibandingkan luasan abrasi, seperti yang dialami stasiun 3 (pantai Parai) pada tahun 2010-2014 dengan daerah abrasi terluas pada tahun tersebut senilai 46.575 m2 hanya memiliki daerah akresi seluas 779 m2. Penelitian ini didukung oleh Yulius dan Ramdhan (2013) yang dalam penelitiannya, abrasi dominan sebesar 26 m/tahun yang terjadi pada daerah kajian Teluk Bungus disebabkan oleh gelombang pada dinding batuan penyusun pantai sehingga membentuk daratan pantai yang curam dan sempit dan sedimentasi pada daerah tersebut disebabkan oleh limpasan sedimen dari daratan yang tidak terlalu banyak, hanya sebesar 3 m/tahun. Tabel 19. Perhitungan Kedalaman Sedimen yang Terangkut dari Garis Pantai St
2007-2008 3
2
2008-2010 2
2010-2014
Q (m )
A (m )
z (m)
Q (m )
A (m )
z (m)
Q (m )
A (m2)
z (m)
1
230.331,4
55.438
4,15
252.714,2
14.449
17,49
1.110.797,2
18.181
61,10
2
41.565
18.741
2,22
70.299
61.637
1,14
279.844
29.377
9,53
3
100.148
19.229
5,21
69.960
74.174
0,94
462.713
46.575
9,93
4
246.961,4
36.677
6,73
280.608,3
73.066
3,84
1.334.096,4
16.008
83,34
5
255.408
61.541
4,15
258.676
103.037
2,51
1.145.859
25.765
44,47
Ē
174.882,7
4,49
186.451,5
5,18
866.661,92
Keterangan : Q = Angkutan sedimen A = Abrasi z = Kedalaman Ē = Nilai Rata-rata
3
3
41,67
68
Satuan luas daerah abrasi/akresi dan volume angkutan sedimen dapat dikaitkan dengan mengetahui kedalaman sedimen yang terangkut dari garis pantai daerah Tanjung Layang. Tahapan untuk menentukan kedalaman pantai tersebut adalah dengan membagi volume angkutan sedimen (m3) dengan luas daerah yang mengalami abrasi maupun akresi (m2). Perhitungan kedalaman sedimen yang terangkut dari garis pantai dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 19. diketahui bahwa angkutan sedimen rata-rata seluruh stasiun pada tahun 2007-2008, 2008-2010 dan 20102014 senilai 174.882,7 m3, 186.451,5 m3, 866.661,92 m3 masing-masing berasal dari kedalaman rata-rata hingga 4,49 m, 5,18 m dan 41,67 m. Jumlah angkutan sedimen yang terjadi pada daerah Tanjung Layang adalah hasil dari perhitungan gelombang yang dibangkitkan oleh angin tanpa melihat adanya pengaruh dari aktifitas manusia, hal ini mengakibatkan nilai yang tinggi pada angkutan sedimen periode 2010-2014 tidak secara langsung menghasilkan luasan abrasi yang tinggi, sehingga diperoleh kedalaman rata-rata yang berbeda dari periode tahun sebelumnya. Daerah luasan abrasi pada tahun 2010-2014 lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah angkutan sedimen yang besar dalam kurun waktu empat tahun sehingga menghasilkan kedalaman sedimen terangkut yang tinggi. Perbedaan ini dapat terjadi akibat pengaruh lain yang terjadi di sekitaran daerah Tanjung Layang seperti pembangunan breakwater yang telah dimulai pada tahun 2013 maupun reklamasi pantai seperti penambahan bangunan pariwisata di sepanjang pantai sehingga lingkungan pantai terawat dan abrasi yang terjadi pada pantai tersebut dapat diatasi. Harti (2010) dalam penelitiannya tentang perubahan garis pantai selama 19 tahun (1990-2009) di Teluk Jakarta, menyatakan bahwa Teluk Jakarta telah mengalami abrasi dan akresi, salah satu faktor yang menyebabkan perubahan garis pantai adalah adanya reklamasi pantai. Menurut Harti (2010) berdasarkan KEPPRES No. 2/1995, tentang reklamasi Pantura Jakarta, pembangunan reklamasi dapat lebih tertata dan teratur sehingga dapat menjadikan pemeliharaan wilayah pantai yang berkelanjutan.
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian perubahan garis pantai di Tanjung Layang Kecamatan Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Tinggi gelombang maksimum dan minimum yang terjadi di Tanjung Layang adalah 1,149 m dan 0,014 m dengan tinggi gelombang rata-rata 0,438 m. Nilai periode gelombang maksimum, minimum dan rata-rata secara berurutan adalah 18,116 dt; 0,215 dt dan 6,898 dt. Arah gelombang dominan pada musim barat, peralihan 1, timur dan peralihan 2 secara berurutan adalah barat laut, utara, tenggara dan selatan. 2. Jumlah angkutan sedimen rata-rata yang disebabkan oleh gelombang di Tanjung Layang Kota Sungailiat adalah senilai 92.652,24 m3/tahun 3. Perubahan garis pantai dari tahun 2007 sampai 2008 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1916 km2 dan 0,0161 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 174.882,7 m3, tahun 2008 hingga 2010 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,3263 km2 dan 0,0039 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 186.451,5 m3 dan dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami abrasi dan akresi seluas 0,1359 km2 dan 0,022 km2 dengan angkutan sedimen sebanyak 866.661,92 m3. 5.2 Saran Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan alat sediment trap pada perwakilan waktu seluruh periode musim dan dengan waktu peletakan yang lebih lama sehingga kecepatan akumulasi yang diperoleh dapat disesuaikan dengan angkutan sedimen pada seluruh periode musim.
DAFTAR PUSTAKA
Adiatma I, Bambang AN, Purnaweni H. 2013. Adaptasi nelayan terhadap perubahan iklim dalam pemanfaatan ruang pesisir (Studi Kasus: Desa Batu Belubang Bangka). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013. Semarang : UNDIP Akhir B dan Mera M. 2011. Lintasan gelombang laut menuju pelabuhan pulau BAAI Bengkulu. Rekayasa Sipil Vol. 07 (Nomor 2) : 47-60 Anasiru T. 2006. Angkutan sedimen pada muara sungai Palu. Smartek Vol. 04 (Nomor 1) : 25-33 Arief M, Winarso G, Prayogo T. 2011. Kajian Perubahan Garis Pantai Menggunakan Data Satelit Landsat di Kabupaten Kendal. Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 8 : 71-80 Arinardi, Sutomo AB, Yusuf SA, Trimaningsih, Asnaryanti E, Riyono SH. 1997. Kisaran Melimpah dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Jakarta: LIPI. 140 hlm Asiyanto. 2008. Metode Konstruksi Bangunan Pelabuhan. Jakarta: UI-Press. 111 hal Astrium. 2014. SPOT 6 SPOT 7 Technical Sheet. Touluse-Cedex: France. 4 hal [CHL] Coastal Hidraulic Laboratory. 2002. Coastal Engineering Manual, Part IIIII. Washington DC : Department of the Army U.S : Army Corp of Engineers Dauhan, Tawas H, Tangkudung H, Mamoto JD. 2013. Analisa karakteristik gelombang pecah terhadap perubahan garis pantai di Atep OKI. Sipil Statistik Vol. 1 (Nomor 12) : 784-796 [Disbudpar] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka. 2015. Pesona Bumi Sepintu Sedulang. Bangka : (Disbudpar handbooks : 3,10 ) Fandeli C. 2011. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Pembangunan Pelabuhan. Yogyakarta : UGM-Press. 211 hal Girsang EJ dan Rifardi. 2014. Karakteristik dan pola sebaran sedimen perairan selat Rupat bagian timur. Berkala Perikanan Terubuk Vol. 42 (Nomor 1) : 53-61 Harti AM. 2010. Perubahan Garis Pantai Teluk Jakarta Tahun 1970-2009 [skripsi]. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Indonesia. 84 hal
71
Hidayah R, Suntoyo, Armono HD. 2012. Analisa perubahan garis pantai Jasri, Kabupaten Karangasem Bali. Jurnal Teknik ITS Vol. 01 (Nomor 1) : 259264 Inman DL. 2002. Nearshore Processes. San Diego : Coastal Morphology Group Istiono F. 2010. Evaluasi Perubahan Garis Pantai dan Tutupan Lahan Kawasan Pesisir dengan Data Penginderaan Jauh [skripsi]. Surabaya : FTSP, Institut Teknologi Surabaya. Kurniawan R, Habibie MN, Suratno. 2011. Variasi bulanan gelombang laut di Indonesia. Meteorologi dan Geofisika Vol. 12 (Nomor 3) : 221-232 Ladys M. 2011. Penentuan Perubahan Garis Pantai dengan Teknologi Penginderaan Jauh dan Model Numerik di Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah [skripsi]. Indralaya : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Sriwijaya. 81 hal [LAPAN] Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 2006. SPOT 4 Produk Baru Pusdata LAPAN. Berita Inderaja Vol.5 (Nomor 9): 7-9 Marfai MA, Almohammad H, Dey S, Susanto B, King L. 2007. Coastal Dynamic and Shoreline Mapping: Multi-Sources Spatial Data Analysis in Semarang Indonesia. Environ Monit Assess (Nomor 142) : 297-308 Martono. 2009. Karakteristik dan variabilitas bulanan angin permukaan di perairan Samudera Hindia. Makara Sains Vol. 13 (Nomor 2) : 157-162 Mulyadi, Jumarang MI, Apriansyah. 2015. Studi variabilitas tinggi dan periode gelombang laut signifikan di Selat Karimata. Positron Vol. 5 (Nomor 1) : 19-25 Muryani C. 2010. Analisis perubahan garis pantai menggunakan SIG serta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat di sekitar muara sungai Rejoso Kabupaten Pasuruan. Forum Geografi Vol. 24 (Nomor 2): 173-182 Nadia P, Ali M, Besperi. 2013. Pengaruh angin terhadap tinggi gelombang pada struktur bangunan breakwater di tapak paderi kota Bengkulu. Inersia Vol. 5 (Nomor 1) : 41-57 Ningsih ENS. 2000. Gelombang Laut. Bandung : ITB Nuraini D. 2015. Karakteristik Sedimen Dasar dan Laju Pengendapan Sedimen Muara Sungai Banyuasin Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan [skripsi]. Indralaya : Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya Pariwono JI. 1999. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. Wiryawan B, Susanto HA, editor. Jakarta : CRMP-NRM
72
Poerbondono dan Djunasjah E. 2012. Survei Hidrografi. Bandung: Refika Aditama. 162 hal [PU] Pekerjaan Umum. 2013. Jumlah Satuan Kerja dan Alokasi Dana Tahun 2013. https://eproc.pu.go.id/publik/eproc2015/kegiatan/info_paket.asp?id= {D43899AF-20D5-4B8D-81C1-CDE74B3EC31E}. [14 Maret 2016] ----------------------------. 2014. Jumlah Satuan Kerja dan Alokasi Dana Tahun 2014. https://eproc.pu.go.id/publik/eproc2014/kegiatan/info_paket.asp?id= {C95C0900-6863-488F-9561-0A8099F275F8}. [14 Maret 2016] Purcell EJ dan Varberg D. 1984. Kalkulus dan Geometri Analitis. Susila IN, Kartasasmita B, Rawuh, penerjemah ; Rizal H, Paul S, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari : Calculus With Analytic Geometry Purwadhi FSH dan Sanjoto TB. 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Jakarta : LAPAN-Geografi UNNES Ramadhani SD. 2013. Studi Kinerja Bangunan Groin Tanjung Bunga [skripsi]. Makassar : Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Rifardi. 2012. Ekologi Sediment Laut Modern. Edisi Revisi. Riau : Universitas Riau Press Pekanbaru (UR Press Pekanbaru). 167 hal
Rufaida NH. 2008. Perbandingan Metode Last Square (Program World Tides dan Program TIFA) dengan Metode Admiralty dalam Analisis Pasang Surut [skripsi]. Bandung : Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB Setyandito O dan Triyanto J. 2007. Analisa erosi dan perubahan garis pantai pada pantai pasir buatan dan sekitarnya di Takisung, propinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Teknik Sipil Vol. 07 (Nomor 3) : 224-235 Sihombing M. 2015. Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Landsat Multi Temporal di Daerah Pesisir Sungai Bungin Muara Sungai Banyuasin Sumatera Selatan [skripsi]. Indralaya : Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya Sutarman E. 2013. Konsep & Aplikasi Mekanika Tanah. Yogyakarta: Andi. 292 hlm Tarigan MS. 2007. Perubahan garis pantai di wilayah pesisir perairan Cisadane, Provinsi Banten. Makara Sains Vol. 11 (Nomor 1) : 49-50 Teliandi D, Djunaedi OS, Purba NP, Pranowo WS. 2013. Hubungan variabilitas mixed layer depth criteria T=0.50C dengan sebaran tuna di Samudera Hindia bagian timur. Depik Vol. 2 (Nomor 3) : 162-171 Triatmodjo B. 2008. Teknik Pantai. Beta Offset : Yogyakarta. 370 hal
73
Umar. 2007. Kajian pengaruh gelombang terhadap kerusakan pantai Matang danau Kabupaten Sambas. Teknik Sipil UNTAN Vol. 11 (Nomor 1) : 93-102 Wahyudin. 2013. Identifikasi Pertanian Lahan Kering di Kabupaten Jeneponto dengan Menggunakan Citra Satelit Resolusi Menengah [skripsi]. Makassar : Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Wibisono MS. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT Gramedia. 226 hal Yulius dan Ramdhan M. 2013. Perubahan Garis Pantai di teluk Bungus Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Analisis Citra Satelit. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol.5 (Nomor 2) :417-427