PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN KIMIA SMA MELALUI INOVASI DAN INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMPERSIAPKAN SUMBERDAYA BERKARAKTER MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL THE DEVELOPMENT OF CHEMISTRY LEARNING MODULE FOR SENIOR HIGH SCHOOL THROUGH INNOVATION AND THE INTEGRATION OF CHARACTER EDUCATION TO PREPARE HUMAN RESOURCES FOR THE COMPETITION IN GLOBAL ERA Manihar Situmorang; dan Novalina Saragih FMIPA Universitas Negeri Medan E-mail:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengembangkan paket modul pembelajaran yang standar melalui inovasi dan integrasi pendidikan karakter pada materi pelajaran kimia Sekolah Menengah Atas (SMA). Penelitian dilakukan pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Sumatera Utara pada tahun akademi 2011/2012. Modul pembelajaran kimia yang dikembangkan diketahui dapat menolong siswa untuk belajar secara efektif untuk mencapai standar kompetensi sebagaimana dikehendaki di dalam kurikulum nasional KTSP. Modul inovasi dapat memotivasi siswa belajar, dan pada saat yang sama meningkatkan karakter baik siswa dari aktivitas belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa pada kelompok eksperimen (84,44±8,33) lebih tinggi dari kelompok kontrol (75,28±11,62), dan keduanya berbeda secara nyata (ttest 7,964 > ttabel 1,662). Ditemukan korelasi positif antara prestasi belajar dengan motivasi belajar dan karakter baik siswa (r2=0,871) dalam pembelajaran kimia. Kata kunci: modul pembelajaran, inovasi, pendidikan karakter, RSBI, kimia. ABSTRACT The aim of the study was to develop a set of good quality teaching module through inovation and the integration of character education into the Senior High School (SHS) Chemistry subjects. The research carried out to international schools (RSBI) in North Sumatera, academic year 2011/2012. The developed chemistry module was found be able to help students learning effectivetly to meet their competency as required by national curriculum KTSP. The inovated chemistry module motivates students to study, and at the same time improves their good characters that were obtained from learning activities. The results showed that students’ achievements in experimental class (84.44±8.33) was found higher than control class (75.28±11.62), where both are significantly different (ttest 7.964 > ttable 1.662). There was positive correlation between students’ achievement with students’ motivation and good character (r2=0.871) in learning chemistry. Keywords: learning module, innovation, character education, international schools, chemistry
PENDAHULUAN
2 Latar Belakang Pengembangan modul pembelajaran kimia Sekolah Menengah Atas (SMA) yang standar melalui inovasi pembelajaran kimia dengan mengintegrasikan pendidikan karakter sangat mendesak dilakukan, dalam memenuhi bahan ajar berkualitas baik yang dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia berkarakter untuk menghadapi persaingan global. Modul pembelajaran kimia SMA berkualitas baik dan standar akan dapat menolong siswa di dalam pembelajaran, sehingga kompetensi dapat tercapai. Di samping itu, pemberian pendidikan karakter yang terintegrasi di dalam modul pembelajaran dapat menanamkan karakter baik pada diri pebelajar sehingga meningkatkan daya saing bangsa menghadapi persaingan ketat dalam era globalisasi ini. Modul pembelajaran kimia SMA mencakup komponen materi kimia sesuai dengan pokok bahasan yang diwajibkan ada di dalam kurikulum nasional, dan berisi materi pengayaan agar pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran kimia meningkat. Materi kimia di dalam modul pembelajaran kimia harus tuntas, sistematik, mudah dimengerti, menarik, inovatif, memotivasi belajar mandiri, selaras Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), memiliki materi tambahan sebagai pengayaan sesuai dengan karakteristik pebelajar, dan terintegrasi dengan pendidikan karakter yang relevan pada materi kimia yang dipelajari. Perumusan Masalah Permasalahan mutu pendidikan di sekolah menengah sering dibahas dan diperdebatkan, terutama karena belum tercapainya mutu pendidikan yang merata di Indonesia walau telah menggunakan kurikulum nasional sebagai pedoman. Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan terus dilakukan, mulai dari pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum secara periodik, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, perbaikan dan perubahan kurikulum nasional, peningkatan mutu manajemen sekolah, sampai dengan pemberian remunerasi bagi guru sesuai tuntutan Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005. Namun, indikator ke arah peningkatan mutu pendidikan masih dirasakan lambat bila dibandingkan dengan tuntutan persaingan dalam era global yang sangat cepat. Peningkatan kualitas pendidikan harus selalu dilakukan secara terus-menerus, baik secara konvensional maupun melalui inovasi untuk mengantisipasi perubahan yang akan dihadapi siswa, sehingga peserta didik dapat berpikir secara global dan bertindak sesuai dengan budaya Indonesia. Permasalahan lain yang berhubungan dengan karakter siswa saat ini juga dirasakan, yaitu ditunjukkan dari ditemukannya prilaku dan moral peserta didik yang tidak sesuai dengan
3 misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam mewujudkan pembangunan nasional, yaitu masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Nilai-nilai universal seperti kejujuran, tanggungjawab, keteladanan, rasa memiliki, saling mengasihi, penghormatan terhadap sesama, dan pengakuan terhadap hak orang lain tidak lagi menjadi milik semua masyarakat, termasuk siswa SMA. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya konflik di masyarakat dalam berbagai bentuk yang cenderung tidak menghormati hukum, diduga sebagai akibat menurunya karakter sebagian masyarakat. Fenomena perilaku sebagian siswa SMA yang sulit ditebak sering ditemukan kemungkinan sebagai akaibat kurangnya pendidikan karakter yang diperoleh siswa di dalam kelas melalui pembelajaran. Permasalahan kegagalan karakter secara global juga terjadi pada berbagai lapisan masyarakat, terutama pemimpin yang berpengaruh di dalam perusahaan, olahraga, industri hiburan, politisi, rohaniawan, organisasi, dan lembaga swadaya masyarakat banyak dialami secara global (Gene, 2007). Permasalahan seperti ini menjadi pemberitaan yang sering ditemukan di media massa, termasuk di Indonesia. Tujuan Penelitian. Pendidikan karakter merupakan misi yang hendak dicapai Kemdikbud dalam mewujudkan pembangunan nasional. Langkah untuk memasyarakatkan pendidikan karakter telah dilakukan oleh Ditjen Dikti dengan cara memberikan hibah untuk penulisan buku pendidikan karakter kepada beberapa Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia sejak tahun 2010 (Dikti, 2011). Universitas Negeri Medan (UNIMED) sebagai Character Building University berkomitmen membangun pendidikan karakter, yang dilakukan dari berbagai aspek, termasuk diantaranya melalui integrasi pendidikan karakter melalui pembelajaran. Penulisan materi ajar yang memuat pendidikan karakter menjadi salah satu upaya menyebarluaskan gagasan dan implementasi pendidikan karakter kepada masyarakat luas tanpa harus menambah mata pelajaran secara khusus. Pendidikan karakter dapat dijadikan sebagai alternatif solusi di dalam perbaikan prilaku dan moral peserta didik. Pendidikan karakter dapat ditanamkan melalui pembelajaran yang terintegrasi di dalam bahan ajar (Olvera, dkk., 2009; Farmer dan Goldberg, 2008; Situmorang, dkk, 2011). Pendidikan nasional mempunyai tujuan mulia terhadap individu peserta didik, yakni membangun pribadi yang memiliki ilmu pengetahuan, meningkatkan kemampuan teknis, mengembangkan kepribadian yang kokoh dan membentuk karakter yang kuat. Terbentuknya karakter yang kuat dan kokoh diyakini merupakan hal penting dan mutlak
4 dimiliki siswa untuk menghadapi tantangan hidup dan persaingan dalam berbagai hal pada era globalisasi. Pendidikan karakter yang diperoleh dapat mendorong peserta didik memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional (Kemendiknas, 2011). Pengintegrasian pendidikan karakter di dalam modul pembelajaran dan buku ajar termasuk sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, untuk menjadikan pendidikan karakter sebagai bagian dari program berkelanjutan, agar ada kesamaan langkah strategis di dalam berkehidupan bermasyarakat di Indonesia.
KAJIAN PUSTAKA Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yaitu melalui pengadaan materi pelajaran bermutu (Hosler dan Boomer, 2011; Lee, dkk., 2010), dan dapat dimulai dari penulisan modul pembelajaran (Situmorang, dkk., 2011). Modul pembelajaran yang baik harus mampu menyajikan materi ajar sesuai dengan tuntutan kurikulum, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan dapat menjembatani pembelajaran agar kompetensi yang telah ditetapkan dapat tercapai (Jippes, dkk., 2010; Jungnickel, dkk., 2009). Di samping itu, inovasi pembelajaran dan integrasi pendidikan karakter di dalam modul pembelajaran dapat memberi peluang meningkatkan mutu pendidikan dan meningkatkan karakter baik bangsa sesuai dengan budaya di Indonesia. Kenyataan menunjukkan banyak siswa SMA menganggap mata pelajaran kimia sulit dipelajari, sehingga siswa sudah terlebih dahulu merasa kurang mampu untuk mempelajarinya (Yusfiani dan Situmorang, 2006). Hal ini dapat disebabkan oleh penyajian materi sulit, membosankan dan menakutkan, sehingga siswa kurang menguasai konsep dasar kimia, dan akhirnya belajar kimia menjadi tidak menarik lagi bagi kebanyakan siswa. Tidak tersedianya bahan ajar standar sesuai tuntutan KTSP semakin membuat siswa sulit belajar kimia (Yusfiani dan Situmorang,. 2011; Buxton dan Austin, 2003). Beberapa faktor penyebab kurangnya penguasaan materi kimia bagi siswa SMA diantaranya: 1) sistematika dan urutan materi pelajaran belum mampu memotivasi siswa belajar karena langsung menyajikan materi pelajaran tergolong sulit tanpa terlebih dahulu diberikan pengetahuan dasar yang mendukung; 2) siswa sering belajar dengan cara menghafal tanpa membentuk pengertian terhadap materi kimia yang dipelajari; 3) materi pelajaran yang diajarkan mengambang sehingga siswa sulit menemukan ‘kunci’ untuk mengerti materi pelajaran yang dipelajari; dan 4) guru kurang berhasil menyampaikan ‘konsep’ bagi siswa untuk menguasai materi pelajaran karena kurangnya penguasaan metode pembelajaran (Saragih
5 dan Situmorang, 2006); Hahn dan Polik, 2004). Dengan demikian, faktor-faktor tersebut harus diatasi melalui inovasi materi pembelajaran dan integrasi pendidikan karakter di dalam modul pembelajaran kimia SMA. Pendayagunaan modul sebagai sumber belajar dalam pembelajaran memiliki arti yang sangat penting. Selain melengkapi, memelihara, dan memperkaya sumber belajar, juga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik. Penggunaan sumber belajar secara maksimal akan dapat menggali berbagai jenis ilmu pengetahuan yang sesuai, sehingga pembelajaran selalu mengikuti perkembangan dan mampu mengikuti perkembangan teknologi yang semakin mengglobal (Jippes, dkk., 2010; Bentley, dkk., 2010; Ho, dkk., 2009). Pemilihan buku sebagai sumber belajar harus memperhatikan kesesuaian materi ajar dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran, dan menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa belajar secara maksimum (Corrigan, dkk.; 2009; Howe, 2009). Akan tetapi, apabila buku pelajaran yang sesuai tidak tersedia maka guru dapat mengembangkan modul pembelajaran. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk menjadikan modul sebagai sumber belajar, yaitu ketersediaan yang dapat dijangkau oleh pebelajar, dapat membantu siswa untuk belajar, dan memenuhi kebutuhan para siswa dalam belajar mandiri (Yuan dan Lin, 2008; Berzonsky dan Richardson, 2008). Modul yang baik harus mampu memotivasi pembelajar dengan memanfaatkan hal-hal menarik seperti gambar, ilustrasi, contoh soal (kasus), memiliki materi yang mencukupi untuk mendukung pengajaran, dan dapat dipergunakan untuk mendukung kegiatan pemecahan masalah. Modul sangat bermanfaat untuk memberi pengalaman dan sumber belajar secara langsung dan konkret pada peserta didik karena dapat memberikan ilustrasi pada sesuatu materi yang sulit diadakan, dikunjungi atau dilihat secara langsung (Folb, dkk., 2011). Modul dapat menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas karena memungkinkan untuk memberi informasi akurat dan terbaru secara lengkap sesuai dengan karakteristik siswa (Timmerman, dkk., 2008; Williamson, dkk., 2006; Bednekoff, 2005). Modul juga dapat membantu memecahkan masalah pendidikan dan memberi informasi positif karena dapat menuntun siswa untuk berpikir, bersikap, dan berkembang lebih lanjut. Modul berguna untuk mengembangkan wawasan terhadap proses pembelajaran yang ditempuh, memberikan pemandu materi pembelajaran yang dipelajari dan langkah-langkah operasional untuk menelusuri secara lebih teliti materi standar secara tuntas (Good, dkk., 2010). Di dalam modul tersedia petunjuk dan deskripsi tentang hubungan antara apa yang sedang dikembangkan dalam pembelajaran dengan ilmu pengetahuan lainnya, tersedia ilustrasi dan contoh-contoh yang berkaitan dengan pembelajaran, dilengkapi dengan materi
6 ajar yang memadai untuk pencapaian kompetensi, dan sekaligus dapat dipergunakan sebagai media pembelajaran untuk belajar mandiri (Chambliss, 2001). Inovasi pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran kimia sangat perlu dilakukan karena berhubungan dengan peningkatan kualitas lulusan dalam mengisi lapangan kerja bidang kimia (Situmorang, dkk. 2006; Machtmes, dkk., 2009). Pemanfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran juga telah mendorong pergeseran pembelajaran dari pembelajaran konvensional kepada pembelajaran mandiri sehingga kesan pembelajaran dapat lebih lama diingat oleh siswa (Montelongo dan Herter, 2010; Tompkins, dkk., 2006). Pemberlakuan KTSP menjadi tantangan terhadap guru SMA, terutama dalam kesiapan guru dalam penyediaan pendidikan bermutu. Salah satu usaha yang perlu dilakukan yaitu melakukan inovasi pembelajaran sesuai materi pelajaran yang diajarkan (Gravagna, 2009). Inovasi pembelajaran sangat diperlukan dan dapat dituangkan dalam bahan ajar agar terjadi komunikasi optimum dan efisien antara guru dengan siswa di dalam proses belajar-mengajar (Tompkins, dkk., 2006; Bain, dkk, 2005; Ebert, 2005). Inovasi pembelajaran yang dituangkan di dalam bahan ajar sangat penting sehingga dapat memberikan hasil belajar lebih baik dan terjadi peningkatan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan (Yusfiani dan Situmorang, 2011; Folb, 2011; Goto, dkk., 2010). Pendidikan karakter merupakan suatu usaha sekolah dalam menanamkan etika, tanggungjawab dan perhatian kepada peserta didik melalui model pendidikan dan percontohan dengan memberikan nilai-nilai universal yang dapat digunakan bersama untuk memperbaiki perilaku dan sikap peserta didik. Pendidikan karakter dilakukan secara sengaja oleh sekolah untuk memberikan pemahaman tentang nilai-nilai etika seperti saling mengasihi, kejujuran, keteladanan, penghormatan, dan tanggungjawab terhadap diri sendiri dan sesama manusia. Pendidikan karakter tidak dapat melakukan perbaikan secara kilat, tetapi merupakan penyelesaian jangka panjang yang menekankan moral, etika dan isu akademik yang terjadi di dalam masyarakat. Pendidikan karakter bukanlah penanaman ide atau pemikiran, tetapi pengolahan hati yang menghasilkan sifat-sifat baik dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat (Caswell dan Gould, 2008). Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa
7 membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme (Berita, 2012). Tujuan pendidikan karakter kepada siswa SMA/MA adalah untuk membangun kemampuan sosial, etika dan akademik melalui pembangunan karakter dalam berbagai kehidupan sesuai dengan budaya sekolah dan kurikulum. Berbagai kemampuan yang dapat diberikan kepada siswa di sekolah seperti: 1) Percaya diri sebagai kemampuan untuk dapat melaksanakan sesuatu tantangan; 2) Usaha yaitu kemampuan untuk bekerja keras; 3) Tanggungjawab yaitu melakukan sesuatu dengan benar dan bertanggungjawab; 4) Inisiatif yaitu keteguhan untuk melakukan aksi dengan serius; 5) Perduli yaitu memiliki keperdulian terhadap orang lain; 6) Kerjasama yaitu dapat bekerjasama dengan orang lain; 7) Adil yaitu memiliki penilaian yang jujur dan teruji; 8) Pemecahan masalah yaitu melakukan apa yang direncanakan menjadi kenyataan; 9) Fokus yaitu memberikan perhatian serius terhadap tujuan; dan 10) Penghormatan yaitu menunjukkan sifat terpuji dan terhormat (Rich, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa karakter sangat berperan penting di dalam keberhasilan peserta didik di dalam bidang akademik dan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sangat penting bila diintegrasikan dalam setiap aspek kegiatan akademik, terutama di dalam pembelajaran (Saha, dkk., 2005). Pendidikan karakter dapat mengubah pandangan filosofis siswa menjadi suatu budaya, terutama dalam ketaatan dalam moral dan etika (Caswell dan Gould, 2008). Di samping itu, interaksi sosial sangat berpengaruh di dalam pembentukan karakter siswa karena berhubungan dengan perkembangan fungsi otak dalam aktivitas akademik dan bermasyarakat (Blakemore, 2010). Dengan demikian, integrasi pendidikan karakter di dalam pembelajaran yang diimplementasikan melalui modul pembelajaran sangat baik dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi akademik anak didik sekaligus meningkatkan karakter baik siswa. Tujuan penelitian yaitu untuk untuk mengembangkan modul pembelajaran yang inovatif terintegrasi dengan pendidikan karakter yang dipergunakan dalam pembelajaran untuk dipergunakan oleh siswa SMA Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Sumatera Utara Tahun Akademi 2011/2012. METODE PENELITIAN
8 Penelitian adalah pengembangan modul pembelajaran kimia SMA melalui inovasi pembelajaran dan integrasi pendidikan karakter untuk memperoleh modul pembelajaran kimia standar, inovatif, dan terintegrasi dengan pendidikan karakter untuk dipergunakan sebagai media pembelajaran pada pengajaran kinetika kimia. Tahapan penelitian terdiri atas 1) Pengembangan materi pelajaran kimia yang relevan di dalam modul kimia SMA sesuai KTSP; 2) Inovasi materi pelajaran di dalam modul pembelajaran kimia SMA agar materi pembelajaran dapat disampaikan secara sederhana, komunikatif, menarik, dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri; 3) Mengintegrasi pendidikan karakter yang sesuai di dalam materi ajar pada modul pembelajaran kimia; 4) Evaluasi dan standarisas modul pembelajaran kimia SMA berdasarkan standar isi BNSP dan standar UNESCO; 5) Penggunaan modul pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar pada pengajaran kimia pada siswa SMA RSBI di Sumatera Utara Tahun Akademi 2011/2012. Metodologi penelitian selengkapnya disajikan dalam Situmorang, dkk. (2011). Instrumen penelitian meliputi modul hasil pengembangan (materi belajar inovatif dan pendidikan karakter dalam materi pembelajaran), evaluasi belajar (test), dan questioner untuk analisis buku ajar dan pengukuran motivasi belajar dan karakter baik siswa dalam pembelajaran. Instrumen penelitian disusun dan distandarsisasi mengikuti prosedur standar (Situmorang, dkk., 2011; Yusfiani dan Situmorang, 2011; Fastre, dkk., 2010; Blessing dan Chakrabarti, 2009; Situmorang dan Sianipar, 2003), pengukuran motivasi belajar meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik menggunakan questioner yang dikembangkan Silitonga dan Situmorang, (2009), dan pengukuran karakter baik siswa menggunakan prosedur Cloninger, dkk., (1998) dan Cloninger, dkk., (1993). Modul pembelajaran telah diujicoba terhadap siswa SMA RSBI di Kota Tebing Tinggi, Brastagi, dan Kisaran, dan masing-masing sekolah dibagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Terhadap kelas eksperimen diberikan pembelajaran menggunakan modul inovatif dan pada kelas kontrol menggunakan buku ajar pegangan siswa di masing-masing sekolah. Evaluasi pendahuluan (pretest) dilakukan sebelum pembelajaran dilakukan, evaluasi tahap pertama (postest-1) dilakukan setelah jangka waktu satu minggu pengajaran, dan dilanjutkan dengan evaluasi tahap kedua (postest-2) setelah pembelajaran telah berlangsung satu bulan. Pengujian motivasi belajar dan karakter baik siswa dilakukan dua minggu sesudah pembelajaran pada masing-masing kelompok perlakuan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengembangan dan Standarisasi Modul Kimia
9 Modul pembelajaran kimia untuk materi pelajaran Kinetika Kimia telah dikembangkan berdasarkan sylabus, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Modul kimia SMA yang telah dikembangkan mengandung: 1) unsur potensi lokal Sumatera Utara terintegrasi di dalam teori; 2) disediakan contoh kasus, ilustrasi gambar, dan contoh-contoh soal serta penyelesaian; 3) integrasi pendidikan karakter di dalam konsep uraian teori, fakta realistik dan kata mutiara di dalam modul yang dapat meningkatkan karakter baik siswa; dan 4) inovasi materi kimia dengan cara memadukan media pembelajaran interaktif, tekhnologi informasi (IT), menggabung media dalam computer managed learning (CML) yang dapat dapat menolong siswa di dalam pembelajaran untuk mencapai kompetensi sesuai tuntutan KTSP. Modul kimia hasil pengembangan telah distandarisasi menggunakan penilai ahli (dosen kimia dan guru kimia) dan ujicoba penggunaan modul dalam pembelajaran kepada siswa SMA RSBI sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan ajar standar dalam proses belajar mengajar dalam pengajaran. Bentuk modul kimia hasil pengembangan selengkapnya disajikan dalam Situmorang, dkk. (2011). Untuk mengetahui kualitas modul pembelajaran, kepada masing-masing responden telah diberikan satu set modul pembelajaran hasil pengembangan, dan responden diminta pendapat tentang modul inovasi berdasarkan kriteria panilaian sangat positif/sangat baik (skor 4) sampai yang paling lemah/tidak baik (skor 1). Beberapa komponen modul yang dinilai diantaranya: 1) Konten modul memuat ketuntasan dan keakuratan materi kimia sesuai KTSP; 2) Keluasan materi memuat kemutakhiran dan kejelasan penyajian materi kimia; 3) Kedalaman materi memuat isi materi kimia yang disajikan secara baik dengan memiliki komponen pendahuluan, konsep utama, ilustrasi, contoh soal, dan penyelesaian soal, applikasi konsep dalam kehidupan sehari-hari, dan disertai materi pengayaan dengan tingkat ketuntasan materi sesuai kemampuan peserta didik; 4) Disain modul memuat kesesuaian layout dengan materi ajar, penyajian illustrasi, tabel dan gambar, kata mutiara, dan petunjuk pembelajaran yang interaktif sebagai alat komunikasi antara siswa dengan guru; 5) Penggunaan bahasa memuat kesesuaian dengan kaidah penulisan baku, kesesuaian bahasa dengan perkembangan peserta didik, komunikasi dan keterbacaan, kesederhanaan, keakuratan penggunaan istilah, rumus kimia, persamaan reaksi, dan simbol-simbol kimia yang benar dan akurat. Hasil penilaian responden terhadap modul hasil pengembangan sebagai ukuran kualitas modul kinetika kimia diringkas pada Tabel 1 (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Situmorang, dkk., 2011). Pendapat responden terhadap kualitas modul yang dikembangkan sebagai bahan ajar pada pengajaran Kinetika Kimia berada pada kategori baik dengan rata-rata 3,47. Seluruh parameter yang diajukan di dalam komponen
10 penilaian ditanggapi sangat positif oleh responden. Hasil penilaian secara berturut-turut diberikan oleh Dosen kimia (3,46), Guru kimia (3,57), dan Mahasiswa (3,46), semuanya tergolong kategori baik (Tabel 1). Dapat dinyatakan bahwa modul kimia inovasi layak untuk dipergunakan dalam pembelajaran pada pengajaran Kinetika Kimia pada siswa SMA RSBI. Tabel 1. Kualitas modul pembelajaran Kinetika Kimia berdasarkan penilaian Dosen Kimia (P), Guru Kimia (Q), dan Siswa SMA RSBI (R). Angka adalah rata-rata dari kelompok responden (total 62 responden). Kriteria penilaian: 4 = sangat baik, 3 = baik, 2 = kutang baik, dan 1 = tidak baik. Komponen
Deskripsi Modul Kimia Sebagai Media Pembelajaran
Ketuntasan materi ajar Keakuratan materi kimia Kemutakhiran materi kimia dengan kemajuan Keluasan materi Kejelasan materi (teori dan contoh soal) Materi kimi disajikan secara baik dengan memiliki komponen pendahuluan, konsep utama, Kedalaman ilustrasi, contoh soal, dan penyelesaian soal Materi Applikasi konsep kimia dalam kehidupan seharihari Kesesuaian disain layout dengan materi ajar Penyajian ilustrasi, tabel dan gambar, kata Disain mutiara Petunjuk pembelajaran (media interaktif, IT dan CML) Sesuai dengan perkembangan peserta didik Komunikatif dan mudah dimengerti Bahasa Sederhana, lengkap, ketepatan penggunaan istilah, bahasa dan simbol benar Rat-rata Konten
Pendapat Respondents Pada Modul Kimia P (n=6) Q (n=12) R (n=44) 3,76 3,67 3,74 3,65 3,64 3,69 3,46 3,56 3,39 3,53 3,47 3,43
Ratarata 3,72 3,66 3,47 3,48
3,62
3,85
3,57
3,68
3,54 3,42
3,55 3,39
3,44 3,29
3,51 3,37
3,43
3,42
3,38
3,41
3,14 3,39 3,23
3,28 3,35 3,20
3,21 3,45 3,30
3,21 3,40 3,25
3,41 3,46
3,57 3,50
3,57 3,46
3,51 3,47
Penggunaan Modul Dalam Pembelajaran Kimia Modul inovatif dijadikan sebagai bahan ajar di dalam kelas pada pengajaran Kinetika Kimia, dan sebagai kontrol dipergunakan buku ajar pegangan siswa yang ditetapkan sekolah. Sebebelum pembelajaran dilakukan, kemampuan awal siswa terhadap penguasaan Kinetika Kimia dievaluasi (pretest) seperti dirangkum pada Tabel 2. Hasil pretest ini juga berfungsi untuk membebaskan outlier sampel sehingga sampel yang dipergunakan dalam penelitian adalah siswa SMA yang memiliki kemampuan akademik relatif sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa responden yang diikutkan dalam penelitian ini relatif homogen ditunjukkan dari rata-rata hasil penguasaan siswa pada materi kinetika kimia sebelum pembelajaran dilakukan, yaitu pada kelompok eksperimen (M=31,39±15,58) dan kelompok kontrol (M=31,69±13,69), dua kelompok perlakuan tidak berbeda secara nyata
11 thitung -0,034 < ttabel 1,662. Kemampuan awal siswa di tiga sekolah yang dijadikan tempat ujicoba modul relatif sama. Modul pembelajaran hasil inovasi telah diujicobakan kepada siswa SMA RSBI di Sumatera Utara. Terhadap kelompok eksperimen dilakukan pengajaran materi kinetika kimia menggunakan modul hasil sebagai media pembelajaran, sedangkan kelas kontrol diberikan pembelajaran menggunakan buku ajar kimia pegangan sekolah. Selama pembelajaran dilakukan, berbagai parameter penelitian diusahakan relatif sama. Evaluasi belajar tahap pertama (postest 1) dilakukan pada jam pelajaran kimia pada minggu efektif berikutnya, bertujuan untuk memberikan waktu cukup bagi siswa menggunakan modul pembelajaran dan buku ajar belajar mandiri (self learning) untuk menyelesaikan soal-soal kimia. Hasil belajar (skor) siswa diukur berdasarkan kemampuan siswa menjawab evaluasi belajar diringkas pada Tabel 2. Table 2. Hasil belajar siswa berdasarkan evaluasi belajar (pretest, postest 1 dan postest 2) pada pengajaran kinetika kimia. Angka adalah rata-rata dan standar deviasi pada masing-masing kelompok sampel. Hasil Belajar (skor) Siswa SMA pada Pengajaran Kinetika Kimia Pretest Post test 1 Post test 2 Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol SMA A KT 24,33±7,29 26,79±9,41 80,33±8,76 79,33±9,42 75,00±6,78 70,86±5,15 KR 20,33±10,77 26,00±5,63 81,00±6,32 70,33±8,12 76,40±4,11 71,13±6,08 SMA B KT 20,33±10,77 27,33±5,63 88,67±6,40 86,67±4,50 82,00±6,22 65,93±8,81 KR 27,00±5,92 25,00±4,23 93,33±6,73 85,33±4,81 80,86±4,71 66,93±7,95 SMA C KT 46,00±14,04 45,67±19,54 80,00±7,32 65,33±8,96 74,46±4,64 61,53±10,22 KR 50,33±10,93 39,00±13,12 83,33±5,23 64,67±7,90 70,80±6,57 62,73±9,59 Total KT 30,22±15,70 33,41±15,91 83,00±8,42 77,11±11,85 77,15±5,88 66,10±8,06 KR 32,56±15,54 30,00±11,03 88,33±8,07 73,44±11,22 76,02±5,13 66,93±7,87 Total 31,39±15,58 31,69±13,69 84,44±8,33 75,28±11,62 75,00±6,78 70,86±5,15 Note: KT = Kelompok siswa memiliki kemapuan akademik kategori tinggi pada nilai kimia Semester 2 KR = Kelompok siswa memiliki kemapuan akademik kategori rendah pada nilai kimia Semester 2 A = SMA N1 Tebing Tinggi, B = SMA N1 Brastagi, dan C = SMA N2 Kisaran. Sekola Kelomh pok
Siswa SMA pada dua kelompok perlakuan dapat menjawab soal dengan baik, ditunjukkan dari peningkatan hasil belajar yang relatif tinggi dibandingkan hasil belajar yang diperoleh pada pretest. Hasil belajar yang diperoleh pada kelompok eksperimen yang diberikan pembelajaran menggunakan modul hasil pengembangan (M=84,44±8,33) lebih tinggi dibanding pencapaian hasil belajar siswa pada kelompok kontrol yang menggunakan buku pengangan siswa (M=75,28±11,62), dua kelompok perlakuan berbeda secara nyata (thitung 7,964 > ttabel 1,662). Penyelidikan terhadap hasil belajar siswa SMA yang tergolong memiliki kemampuan akademik relatif tinggi (KT) dan siswa yang memiliki kemampuan akademik relatif rendah (KR) juga dilakukan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok siswa SMA kategori kelompok KT, diperoleh rata-rata hasil belajar untuk kelas
12 eksperimen (M=83,00±8,42) lebih tinggi dibanding kelas kontrol (M=77,11±11,85), dua kelompok perlakuan berbeda secara nyata (thitung 3,757 > ttabel 1,680). Pola yang sama juga diperoleh pada kelompok siswa SMA kelompok KR, diperoleh rata-rata hasil belajar pada kelas
ekperimen
(M=88,33±8.07)
juga
lebih
tinggi
dibanding
kelas
kontrol
(M=73,44±11,22), dua kelompok percobaan berbeda secara nyata (thitung 8,008 > ttable 1,680). Semua siswa (KT dan KR) yang diberikan pembelajaran menggunakan modul inovatif memiliki rata-rata hasil belajar lebih tinggi dibanding kelompok yang menggunakan buku pegangan. Peningkatan hasil belajar disebabkan oleh ketersediaan fasilitas pembelajaran inovatif di dalam modul yang mampu menuntun siswa untuk belajar mandiri secara sukarela setelah pembelajaran dilakukan di luar jam pelajaran. Untuk mengetahui keefektifan modul inovasi dalam meningkatkan daya ingat siswa terhadap penguasaan konsep materi kimia dalam pembelajaran kinetika kimia, maka setelah jangka waktu satu bulan setelah perlakuan pembelajaran telah berlalu, kepada siswa diberikan evaluasi tahap dua (postest 2) dengan bobot soal yang relatif sama dengan yang dilakukan pada postest-1, dan hasil belajar siswa dirangkum pada Tabel 2. Pola penurunan hasil belajar pada postest 2 diperoleh pada kedua kelompok percobaan dibanding dengan hasil belajar yang diperoleh pada postest 1. Hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen (M=75,00±6,78) secara konsisten lebih tinggi dibanding kelompok kontrol (M=70,86±5,15), dua kelompok perlakuan berbeda secara nyata (thitung 7,004 > ttable 1,662). Penyelidikan terhadap siswa KT diketahui bahwa hasil belajar kelompok eksperimen (M=77,15±5,88) lebih tinggi dibanding kelas kontrol (M=66,10±8,06), dua kelompok percobaan berbeda secara nyata (thitung 5.220 > ttabel 1,680). Pola yang sama juga diperoleh pada kelompok siswa KR, ditemukan hasil belajar pada kelompok eksperimen (M=76,02±5,13) juga lebih tinggi dibanding kelas kontrol (M= 66,93±7,87), dua kelompok perlakuan berbeda secara nyata (thitung 6.521 > ttabel 1,680). Keefektifan modul pembelajaran dalam meningkatkan daya ingat siswa dilihat dari hasil belajar pada postest2 dibandingkan terhadap postest-1, dan ditemukan keefektifan modul inovasi dalam meningkatkan hasil belajar pada kelompok ekperimen (114%) lebih tinggi dibanding kelompok kontrol (108%). Hasil ini menyakinkan bahwa modul pembelajaran hasil pengembangan efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam pengajaran kinetika kimia. Modul inovasi dapat menjadikan siswa mengingat pelajaran lebih lama bila dibandingkan terhadap pembelajaran menggunakan buku wajib yang selama ini dipergunakan di sekolah. Hal ini disebabkan karena modul inovatif mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar mandiri. Fasilitas yang tersedia di dalam modul pembelajaran
13 seperti media yang ditata dalam bentuk CML menjadikan siswa pada kelompok eksperimen belajar lebih intensif dibandingkan pada kelopok kontrol. Pengaruh Modul Terhadap Motivasi dan Karakter Baik Siswa Pengukuran terhadap motivasi belajar dan peningkatan karakter baik siswa pada pengajaran kinetika kimia telah dilakukan dengan cara meminta pendapat siswa terhadap proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa pada dua kelompok perlakuan. Pertanyaan diarahkan pada pengukuran: 1) motivasi intrinsik: 2) motivasi ekstrinsik; dan 3) pengalaman karakter baik siswa dalam belajar kimia. Hubungan antara motivasi belajar dan karakter baik siswa dengan hasil belajar (KT dan KR) ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil pengukuran terhadap motivasi belajar dan karakter baik siswa pada pengajaran kinetika kimia menggunakan modul inovasi tergolong sangat tinggi (rata-rata 90,06), sedangkan pada kelompok kontrol tergolong sedang (rata-rata 67,64). Pengukuran terhadap karakter baik siswa menunjukkan karakter baik pada siswa pada kelompok eksperimen tergolong tinggi (93,91), sedangkan pada kelompok kontrol tergolong sedang (70,50). Motivasi belajar dan karakter baik siswa diplot terhadap hasil belajar untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Pada kelompok eksperimen diperoleh hubungan positif antara motivasi belajar dan karakter baik siswa dengan hasil belajar siswa (r2=0,871) pada pengajaran kimia, sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh (r2=0,085). Hasil ini meyakinkan bahwa terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada pengajaran kinetika kimia sangat dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa menggunakan modul inovasi.
14 Gambar 1. Hubungan antara motivasi belajar dan karakter baik siswa dengan hasil belajar pada pengajaran kinetika kimia di SMA RSBI Sumatera Utara: (▲) adalah plot korelasi menggunakan modul inovatif, dan (○) adalah plot korelasi menggunakan buku ajar pegangan sekolah. Modul pembelajaran mampu memotivasi siswa belajar mandiri karena inovasi yang dibuat di dalam modul tersedia fasilitas “Help” yang berfungsi sebagai alat bantuan di dalam CML yang memungkinkan siswa dapat mengulang contoh-contoh soal dan penyelesaian soal, sehingga siswa kelompok eksperimen dapat menggunakan waktu belajar mandiri lebih banyak dibandingkan pada kelopok kontrol yang menggunakan buku pegangan. Dapat dinyatakan bahwa motivasi belajar dan peningkatan karakter baik siswa dalam pembelajaran memberikan kontribusi dalam meningkatkan hasil belajar pada pengajaran kimia karena terjadi pergeseran dari teacher teahing learning menjadi student center learning. Diharapkan guru dapat menggunakan modul inovatif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pengajaran kimia dan sekaligus menghasilkan sumberdaya manusia berkarakter baik untuk menghadapi persaingan di era global.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Modul pembelajaran kimia berhasil dikembangkan melalui inovasi pembelajaran dan integrasi pendidikan karakter pada materi kinetika kimia dan sudah memenuhi kualitas berdasarkan standar BNSP. Modul inovasi dapat menolong siswa untuk mencapai kompetensi sesuai tuntutan kurikulum KTSP, dapat meningkatkan kegiatan belajar kimia siswa secara efisien sehingga terjadi pergeseran pembelajaran dari teacher centre learning menuju student centre learning, dan sekaligus meningkatkan karakter baik siswa. Hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran menggunakan modul inovasi (M=84,44±8,33) lebih tinggi
dibanding
kelompok
kontrol
menggunakan
buku
ajar
pegangan
siswa
(M=75,28±11,62), dua kelompok perlakuan berbeda nyata (ttest 7,964 > ttabel 1,662). Ada korelasi positif antara motivasi dan karakter baik siswa dengan hasil belajar pada siswa yang menggunakan modul inovasi (r2=0,871). Saran Diharapkan guru dapat menggunakan modul inovasi untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada pengajaran kimia dan sekaligus menghasilkan sumberdaya manusia berkarakter baik untuk menghadapi persaingan global.
15 PUSTAKA ACUAN Bain, R., Jacobsen, J.J., Maynard, J.H., dan Moore, J.W., 2005, Chemistry Comes Alive, Journal of Chemical Education 82: 1102-1104. Bednekoff, P.A., 2005, Animal Behavior in Introductory Textbooks: Consensus on Topics, Confusion over Terms. Bioscience 55(5): 444-449. Bentley, J.W., Mele, P.V., dan Acheampong, G.K., 2010, Experimental by Nature: Rice Farmers in Ghana, Human Organization, 69(2): 129-138. Berita, 2012, Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan, http://www.pendidikankarakter.com/pentingnya-pendidikan-karakter-dalam-duniapendidikan/ Berzonsky, W.A. dan Richardson, K.D., 2008, Referencing Science: Teaching Undergraduates to Identify, Validate, and Utilize Peer-Reviewed Online Literature, Journal of Natural Resources and Life Science Education 37: 8-14. Blakemore, S.J., 2010, The Developing Social Brain: Implications for Education, Neuron 65(6): 744–747. Blessing, L.T.M., Chakrabarti, A. 2009, DRM, a Design Research Methodology, SpringerVerlag London Limited Buxton, C.A., dan Austin, P., 2003, Better books, better teaching, Science and Children 41(2): 28-32. Caswell, S.V., dan Gould, T.E., 2008, Individual Moral Philosophies and Ethical Decision Making of Undergraduate Athletic Training a Students and Educators, Journal of Athletic Training 43(2): 205–214. Chambliss, M.J., 2001, Analyzing science textbook materials to determine how "persuasive" they are, Theory into Practice 40(4): 255-264. Cloninger, C.R., Bayon, C., dan Svrakic, D.M. 1998, Measurement of temperament and character in mood disorders: a model of fundamental states as personality types, Journal of Affective Disorders 51(1): 21–32. Cloninger, C.R., Svrakic, D.M., dan Przybeck, T.R. 1993, A psychobiological model of temperament and character,” Archives of General Psychiatry 50(12): 975–990, Corrigan, M.J., Bill, M.L., dan Slater. J.R., 2009, The Development Of A Substance Abuse Curriculum In A Master's Of Social Work Program, Journal of Social Work Education 45(3): 513-521. Dikti, 2011, Model Implementasi Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Tinggi, Berita http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&view=article &id=2601: layanan-informasi&catid=143:berita-harian Ebert, J., 2005, Georgia court bans biology textbook stickers, Nature 433: 182. Farmer, R.F. dan Goldberg, L.R., 2008, Brain Modules, Personality Layers, Planes of Being, Spiral Structures, and the Equally Implausible Distinction between TCIR “Temperament” and “Character” Scales: A Reply to Cloninger, Psychol Assess. 20(3): 300–304. Fastre, G.M.J. van der Klink, M.R. dan van Merrie¨nboer, J.J.G., 2010, The effects of performance-based assessment criteria on student performance and self-assessment skills, Adv in Health Sci Educ 15: 517–532.
16 Folb, B.L., Wessel, C.B., dan Czechowski, L.J., 2011, Clinical and academic use of electronic and print books: the Health Sciences Library System e-book study at the University of Pittsburgh, J Med Libr Assoc. 99(3): 218-228. Gene, K., 2007, Building character: strengthening the heart of good leadership, John Wiley & Sons, Inc. San Francisco, CA. Good, J.J., Woodzicka, J.A., dan Wingfield, L.C., 2010, The Effects of Gender Stereotypic and Calcer-Stereotypic Textbook Images on Science Performance, The Journal of Social Psychology 150(2): 132–147. Goto, K., Pelto, H., Pelletier, D.L., dan Tiffany, J.S., 2010, "It Really Opened My Eyes:" The Effects on Youth Peer Educators of Participating in an Action Research Project, Human Organization 69( 2): 192-200. Gravagna, N.G., 2009, Creating alternatives in science, Journal of Commercial Biotechnology 15(2): 161-171. Hahn, K.E. dan Polik, W.F., 2004, Factors Influencing Success in Physical Chemistry, Journal of Chemical Education 81: 567-572. Ho, S.S.S., Kember, D., Lau, C.B.S., Yeung, M.Y.M.A., Leung, D.Y.P., dan Chow, M.S.S., 2009, An Outcomes-based Approach to Curriculum Development in Pharmacy, Am J Pharm Educ. 73(1): 14-19. Hosler, J. dan Boomer, K.B., 2011, Are Comic Books an EffectiveWay to Engage Nonmajors in Learning and Appreciating Science?, CBE-Life Sciences Education 10: 309–317. Howe. E.M., (2009), Henry David Thoreau, Forest Succession & The Nature of Science: A Method for Curriculum Development, The American Biology Teacher 71(7): 397404. Jippes, E.; van Engelen, J.M. L.; Brand, P.L.P. dan Oudkerk, M., 2010, Competency-based (CanMEDS) residency training programme in radiology: systematic design procedure, curriculum and success factors, Eur Radiol. 20(4): 967-977. Jungnickel, P.W., Kelley, K.W., Hammer, D.P., Haines, S.T. dan Marlowe, K.F., 2009, Addressing Competencies for the Future in the Professional Curriculum, American Journal of Pharmaceutical Education 73(8): 1-15. Kemendiknas, 2011, Panduan Hibah Penyusunan Buku Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi, Dirjen Dikti, Kementerian Pendidikan Nasional (Online) http://www.dikti.go.id/ketenagaan/Pedoman Hibah Penyusunan Buku PK.pdf Lee, A.D., Green, B.N., Johnson, C.D.dan Nyquist, J., 2010, How to Write a Scholarly Book Review for Publication in a Peer-Reviewed Journal A Review of the Literature, The Journal of Chiropractic Education 24(1): 57-69. Machtmes, K., Johnson, E., Fox, J., dan Burke, M.S., 2009, Teaching Qualitative Research Methods through Service-Learning, The Qualitative Report 4(1): 155-165. Montelongo, J.A., dan Herter, R.J., 2010, Using Technology to Support Expository Reading and Writing in Science Classes, Science Activities, 47: 89–102. Olvera, R.L., Fonseca, M., Caetano, S.C., Hatch, J.P., Hunter, K., Nicoletti, M. Pliszka, S.R. Cloninger, C.R. dan Soares, J.C., 2009, Assessment of Personality Dimensions in Children and Adolescents with Bipolar Disorder Using the Junior Temperament and Character Inventory, Journal Of Child And Adolescent Psychopharmacology 19(1): 13–21.
17 Rich, D., 2008, MegaSkills Building Our Children’s Character and Achievement for School and Life, Sourcebooks, Inc. Naperville, Illinois. Saha, A., Poddar, E., dan Mankad, M., 2005, Effectiveness of different Mehods of health education: A comparative assessment in a scientific conference, BMC Public Health 2005, 5(88): 1-7. Saragih, D., dan Situmorang, M., 2006, Efektifitas Metode Demonstrasi Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Pada Pengajaran Hidrokarbon, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sain 1(1): 35-40. Silitonga, L.L., dan Situmorang, M., 2009, Evektivitas Media Audiovisual Terhadap peningkatan Prestasi belajar Siswa pada pengajaran Sistim Koloid, Jurnal Pendidikan Kimia 1(1): 1-9. Situmorang, H., dan Situmorang, M., 2009, Keefektifan Media Komputer Dalam Meningkatkan Penguasaan Kimia Siswa Sekolah Menegah Kejuruan Pada Pengajaran Materi dan Perubahannya, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sain 3(1): 45-51. Situmorang, M, Sinaga, M., dan Juniar, A., 2006, Efektifitas Inovasi Pembelajaran Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Kimia Analitik II, Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan 13(1): 1-13. Situmorang, M., dan Sianipar, S.D. (2003), Tinjauan Terhadap Materi Kimia Dalam Kurikulum Kimia Dasar FMIPA Universitas Negeri Medan, Jurnal Pendidikan Science .27(2): 20-32. Situmorang, M., Wahyuni, A.S., Saragih, N., Sumbayak, D., dan Elnovrey, J., 2011, Innovation of Learning Module To Increase Student’s Achievement in the Teaching of Chemical Kinetics, Laporan Penelitian, FMIPA Unimed, Medan, Indonesia. Situmorang, M.; Sinaga,.M.; Tarigan, D.A., Sitorus, C.J, dan Tobing, A.M.L., 2011, The Affectivity of Innovated Chemistry Learning Methods to Increase Student’s Achievement in Teaching of Solubility and Solubility Product, Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan 17(1): 27-36. Timmerman, B.E., Strickland, D.C., dan Carstensen, S.M., 2008, Curricular reform and inquiry teaching in biology: where are our efforts most fruitfully invested?, Integrative and Comparative Biology 48(2): 226-241. Tompkins, C.J., Rosen, A.L., dan Larkin, H., 2006, Guest Editorial: An Analysis of Social Work Textbooks for Aging Content: How Well do Social Work Foundation Texts Prepare Students for Our Aging Society?, Journal of Social Work Education 42(1): 3-24. William, G.H., 2002, Sellecting a science textbook, Science Scope 25(4): 16-20. Yuan, R., dan Lin, Y., 2008, Globalizing the Science Curriculum: An Undergraduate Course on Traditional Chinese Medicine as a Complementary Approach to Western Medicine, CBE Life Sci Educ. 7(2): 220–226. Yusfiani, M., dan Situmorang, M., 2011, Pengembangan dan Standarisasi Buku Ajar Kimia SMA/MA Kelas XII Semester I Berdasarkan Standar Isi KTSP, Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan 17(1): 36-45. Yusfiani, M., dan Situmorang, M., (2006), Analisis Kesulitan Pembelajaran Kimia di SMA Kota Medan, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sain 1(1): 21-29.