Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangunbangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Sebagai Preventif Dan Kuratif Terhadap Efek Toksik Rhodamin B Pada Histopatologi Ginjal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Rianita Situmorang, Melva Silitonga Program Studi Biologi, Universitas Negeri Medan
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang perubahan berat badan, perubahan rasio ginjal, dan keadaan histopatologis ginjal tikus putih yang diberi ekstrak etanol daun bangunbangun dan Rhodamin B pada perlakuan preventif dan kuratif. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial. Pada penelitian ini menggunakan 40 ekor tikus putih yang dibagi ke dalam 8 perlakuan, yaitu kelompok kontrol yang diberi CMC 1%, Rhodamin B dosis 980 mg/kg bb, preventif dan kuratif dengan dosis ekstrak etanol daun bangunbangun 350 mg/kg bb, 700 mg/kg bb, dan 1050 mg/kg bb. Pembuatan histopatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan ANAVA uji LSD menggunakan SPSS versi 16.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun bangunbangun perlakuan preventif dengan dosis 350 mg/kg bb dan 700 mg/kg bb memberi pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan berat badan, sedangkan perlakuan kuratif ekstrak etanol daun bangunbangun memberi pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan berat badan dengan dosis 350 mg/kg bb dan 1050 mg/kg bb. Ekstrak etanol daun bangunbangun perlakuan preventif dengan dosis 350 mg/kg bb dan 700 mg/kg bb memberi pengaruh yang signifikan terhadap rasio ginjal, sedangkan perlakuan kuratif ekstrak etanol daun bangunbangun memberi pengaruh yang signifikan terhadap rasio ginjal dengan dosis 350 mg/kg bb, 700 mg/kg bb, dan 1050 mg/kg bb. Ekstrak etanol daun bangunbangun pada dosis 350 mg/kg bb, 700 mg/kg bb, dan 1050 mg/kg bb pada perlakuan preventif dan kuratif tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap diameter glomerulus. Ekstrak etanol daun bangunbangun juga dapat mencegah dan mengurangi efek toksik pada ginjal. Kata kunci:
Plectranthus amboinicus, berat badan, rasio ginjal, diameter glomerulus, ginjal
Effect Of Ethanol Leaf Extract Bangunbangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) As Preventive And Curative Rhodamine B Toxic Effects On The Kidney Histopathology White Rat (Rattus norvegicus) ABSTRACT This study aimed to obtain empirical data on weight changes, changes in the ratio of kidney and renal histopathologic state of rats given ethanol extract of leaves bangunbangun and Rhodamine B on preventive and curative treatment. This study was an experimental study with non factorial completely randomized design. In this study using 40 rats were divided into 8 treatment, the control group were given CMC 1%, Rhodamine B dose of 980 mg / kg bw, and preventive curative doses of ethanol extract of the leaves bangunbangun 350 mg / kg bw, 700 mg / kg bw, and 1050 mg / kg bw. Making the histopathology using hematoxylin-eosin staining. The data obtained and analyzed by ANOVA LSD test using SPSS version 16.0. The results showed that the ethanol extract of leaves bangunbangun treatment preventive dose of 350 mg / kg bw and 700 mg / kg bw gives a significant effect on weight gain, whereas treatment curative ethanol extract of leaves bangunbangun give a significant effect on weight gain at a dose of 350 mg / kg bw and 1050 mg / kg bw. Ethanol extract of the leaves bangunbangun treatment preventive dose of 350 mg / kg bw and 700 mg / kg bw gives a significant effect on the ratio of the kidney, whereas treatment curative ethanol extract of leaves bangunbangun give a significant effect on the ratio of the kidney with a dose of 350 mg / kg bw, 700 mg / kg
73
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
bw, and 1050 mg / kg bw. Bangunbangun leaf ethanol extract at a dose of 350 mg / kg bw, 700 mg / kg bw, and 1050 mg / kg bw on preventive and curative treatment did not show any significant effect on glomerular diameter. Bangunbangun ethanol extract of the leaves can also prevent and reduce the toxic effects on the kidney. Keywords:
Plectranthus amboinicus, body weight, ratio of kidney, diameter of the glomerulus, the kidney
Pendahuluan
ginjal, dan limfa yang diikuti perubahan anatomi dan pembesaran organnya (Anggraini, 2008). Salah satu organ yang menjadi sasaran Rhodamin B ini adalah ginjal. Ginjal merupakan organ vital penting dalam sistem ekskresi yang jumlahnya sepasang dan memiliki bentuk seperti kacang. Menurut Guyton (2005), ginjal merupakan organ ekskresi utama yang sangat penting untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat toksik yang tidak sengaja masuk ke dalam tubuh. Akibatnya ginjal menjadi salah satu organ sasaran utama dari efek toksik. Urin sebagai jalur utama ekskresi, dapat mengakibatkan ginjal memiliki volume darah yang tinggi, mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu. Fungsi utama ginjal adalah menyingkirkan buangan metabolisme normal dan mengekskresi xenobiotik dan metabolitnya. Selain itu, ginjal mempunyai beberapa fungsi nonekskretori seperti pengaturan tekanan darah dan volume darah (Lu, 1995). Menurut Mayori, dkk., (2013), pemberian Rhodamin B dengan dosis yang bertingkat dapat meningkatkan persentase kerusakan glomerulus mencit. Hal ini dikarenakan Rhodamin B yang bersifat toksik dan dapat memberikan efek yang semakin tinggi seiring dengan meningkatnya dosis yang diberikan. Menurut Hanifah (2008) dalam Mayori, dkk., (2013), bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal. Dosis dan lama pemberian Rhodamin B juga menunjukkan rata-rata persentase kerusakan ginjal mencit sebanding dengan semakin tingginya perlakuan dosis dan lama perlakuan yang diberikan. Paparan dosis Rhodamin B yang bersifat toksik dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mempengaruhi fungsi glomerulus. Filtrasi glomerulus adalah inti yang paling penting dari fungsi ginjal (Guyton, 1994). Bahan toksik dalam hal ini Rhodamin B akan mempengaruhi daya filtrasi glomerulus, sehingga daya saring menjadi berkurang (Ressang, 1963).
Zat pewarna merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman. Seperti yang dikatakan oleh Utami dan Andi (2009) bahwa warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan karena dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan. Beberapa produsen sering melakukan kecurangan dengan menambahkan pewarna berbahaya yang harganya lebih murah ke dalam makanan dan minuman untuk memperoleh keuntungan yang besar. Menurut Azizahwati (2007) karena zat pewarna alami tidak stabil terhadap cahaya dan panas serta harganya mahal sehingga banyak produsen yang menggunakan pewarna sintesis untuk mewarnai makanan dan minuman. Salah satu pewarna sintesis yang sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman adalah Rhodamin B. Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar / berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun yang penggunaannya sudah dilarang untuk produk pangan karena bersifat karsinogenik yang apabila penggunaannya dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit kanker. Nama lain Rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant (Merck Index, 2006). Menurut BPOM (2004) dalam Akbari (2012) Rhodamin B adalah pewarna yang berwarna merah terang yang beracun dan bersifat karsinogenik. Rhodamin B berbahaya jika tertelan, terhirup, atau terserap oleh kulit. Kelebihan dosis Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, paru-paru, dan usus. Menurut Sugiyatmi (2006), konsumsi Rhodamin B secara terus menerus dapat menyebabkan kanker hati dan kerusakan ginjal. Rhodamin B bersifat karsinogenik yang ditandai dengan adanya pembesaran hati,
74
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
Salah satu bentuk kerusakan pada ginjal terlihat dengan adanya penyempitan pada ruang bowman. Penyempitan ruang bowman disebabkan oleh terjadinya peradangan glomerulus ataupun proliferasi dari epitel kapsul bowman (Price, 1992). Menurut Bevelander dan Ramaley (1998), perubahan yang terjadi pada glomerulus dan kapsula akan mengakibatkan terganggunya fungsi produksi filtrat dan kontrol komposisi filtrat sendiri, sementara perubahan pada tubula mengakibatkan terganggunya proses reabsorbsi daripada filtrat. Menurut Riandiastuti (2005) pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Maka untuk menghemat biaya, masyarakat menggunakan obat tradisional yang berasal dari tumbuhan. Salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah bangunbangun (Plectranthus amboinicus). Menurut Agus (2009), daun bangunbangun (Coleus amboinicus Lour) digunakan sebagai obat sariawan, obat batuk, karminatif, antiseptik. Daun bangun-bangun juga berfungsi sebagai obat perut kembung, kolik, diare dan kolera terutama pada anak-anak, kejang-kejang, epilepsi, asma kronis, cegukan, bronchitis, batu ginjal dan vesikalis, menyembuhkan luka bakar, menghilangkan nyeri (analgesik), pereda demam malaria (antipiretik), difteri, sakit gigi, keracunan tempe bongkrek. Remasan daun bangunbangun juga dapat meringankan rasa sakit kepala dan untuk meringankan rasa sakit dan iritasi yang disebabkan oleh sengatan dari kelabang. Salah satu manfaat bangunbangun menurut Patel et al, (2010) dalam Pillai, dkk., (2011) sebagai anti urolithiasis dimana urolithiasis ini adalah pembentukan batu ginjal. Menurut Rathod,dkk., (2014) bangunbangun juga bersifat sebagai anti-urolitiasis. Dari hasil penelitian bangunbangun (Plechtranthus amboinicus) juga mengandung senyawa kimia yang bersifat anti kanker, seperti flavonoid, terpenoid, saponin, steroid (Anjelisa dalam Kaliappan dan Viswanathan, 2008). Dari penjelasan diatas, bangunbangun dengan zat yang terkandung di dalamnya dapat digunakan sebagai bahan antitoksik terhadap zat asing yang bersifat toksik dan karsinogenik dalam tubuh. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat efek antitoksik bangunbangun terhadap Rhodamin B pada tikus. Efek antitoksik ini dilihat dari fungsi ginjal dan histologisnya.
Bahan dan Metode Pemeliharaan dan pemberian perlakuan hewan percobaan dilakukan di rumah hewan percobaan FMIPA Universitas Negeri Medan. Pembuatan ekstrak etanol daun bangunbangun dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Patologi dan Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pengamatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 s.d Juni 2015. Penelitian ini menggunakan 40 ekor tikus putih jantan galur wistar, daun bangunbangun, Rhodamin B, etanol 96%, mikrotom, mikroskop, blender, aquades, bubuk CMC, oral sonde, suntik, xilol, paraffin, formalin, NaCl, pewarna Hematoksilin Eosin. Prosedur Kerja Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pengadaan tikus, penentuan dan pembuatan dosis ektrak etanol daun bangunbangun (EEDB), aklimatisasi hewan percobaan, penentuan dan pembuatan larutan Rhodamin B, dan pemberian perlakuan. Pengadaan Tikus Tikus yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tikus putih jantan galur wistar yang berusia 2 – 2,5 bulan dengan berat 110 – 200 g. Tikus ini diperoleh dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan dan Penentuan Dosis EEDB Daun bangunbangun yang digunakan diperoleh dari lahan rumah hewan FMIPA Universitas Negeri Medan, beberapa pasar tradisional di Medan dan Sidikalang, dan lahan yang ada di Tebing Tinggi. Pembuatan EEDB dilakukan dengan teknik maserasi, yaitu daun bangunbangun segar sebanyak 30 kg dikeringkan di dalam lemari pengering selama lima hari hingga warnanya menjadi coklat dan renyah seperti kerupuk. Dari 30 kg daun segar diperoleh 2,75 kg daun kering yang kemudian diblender sampai berbentuk serbuk (simplisia). Simplisia kemudian direndam dalam panci dengan etanol 96% dengan perbandingan 1 kg simplisia dalam 10 liter etanol dan kemudian ditutup rapat. Proses perendaman ini dilakukan selama 5 hari dan diaduk sekali dua hari. Simplisia kemudian disaring
75
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
hingga diperoleh kandungan kimia (sari) daun bangunbangun dan campuran etanol. Sari tersebut diuapkan dengan teknik waterbath untuk memperoleh ekstrak murni yang pekat. Dosis (EEDB) ditentukan berdasarkan hasil penelitian Samosir (2014) yang menggunakan bangunbangun dengan dosis 250, 500, dan 750 mg/kg bb pada mencit yang dikonversi menggunakan tabel konversi Lawrence and Bacharach sehingga diperoleh dosis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan tikus adalah 350, 700, dan 1050 mg/kg bb dengan konsentrasi 20%. Untuk pemberian EEDB, ekstrak murni dilarutkan dengan CMC 1%.
Parameter Penelitian Adapun yang menjadi parameter penelitian ini adalah peningkatan berat badan, rasio ginjal, dan histopatologi ginjal yang dilihat dari diameter glomerulus dan gambaran histologi ginjal. Peningkatan Berat Badan Berat badan tikus ditimbang dan dicatat setiap hari untuk melihat perbandingan berat tikus untuk masing-masing perlakuan. Berat badan harus diukur setiap hari. Peningkatan berat badan dihitung dengan mencari selisih berat badan akhir dengan berat badan awal. Rasio Ginjal Pemanenan ginjal dilakukan pada hari ke-43 dengan melakukan pembedahan terhadap tikus. Ginjal dipisahkan dari organ lain dan diangkat perlahan-lahan, diletakkan diatas kertas tisu dan beratnya ditimbang dengan neraca analitis. Ginjal kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang sudah berisi formalin 10% agar dapat digunakan untuk mengamati histologi ginjal. Rasio ginjal dihitung dengan menggunakan rumus:
Aklimatisasi Hewan Percobaan Tikus diaklimatisasi selama 7 hari. Tikus dimasukkan ke dalam bak plastik berukuran 40cm x 20cm x 15cm dan diberi pelet jenis HI 511 sebanyak 20 g/ekor dan minum 80 ml/ekor yang diberikan secara ad libitum. Tiap kandang sudah diberi alas serbuk kayu yang diganti setiap hari berisi 1 ekor tikus. Kandang tersebut disusun pada rak bertingkat. Pembuatan dan Penentuan Dosis Larutan Rhodamin B Konsentrasi larutan Rhodamin B yang digunakan pada penelitian ini adalah 30%. Penentuan dosis Rhodamin B pada penelitian ini mengikuti penelitian Mayori dkk., (2013) yaitu 7 mg/g bb pada mencit yang dikonversi menggunakan tabel konversi Lawrence and Bacharach sehingga diperoleh dosis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan tikus adalah 980 mg/kg bb.
Histopatologi Ginjal Ginjal yang telah diawetkan di dalam formalin 10% dipotong tipis dengan ketebalan 0,5 cm dan dimasukkan ke dalam larutan BNF 10%. Selanjutnya diproses secara rutin untuk pembuatan sediaan histopatologi yang terdiri dari dehidrasi, clearing, infiltrasi, embedding, sectioning, dan staining. Pewarnaan yang digunakan adalah pewarnaan HE. Pengukuran diameter glomerulus dan gambaran histologi ginjal menggunakan aplikasi Zeiss pada computer yang tersambung dengan mikroskop dengan perbesaran 400 kali.
Pemberian Perlakuan Perlakuan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan). Penelitian ini dibagi menjadi 8 kelompok yaitu, kontrol (CMC 1 %), Rhodamin B (980 mg/kg bb), preventif dengan dosis EEDB 350, 700, dan 1050 mg/kg bb, dan kuratif dengan dosis EEDB 350, 700, dan 1050 mg/ kg bb. Pada perlakuan preventif pemberian EEDB dimulai pada hari ke-1 hingga hari ke-42 dan Rhodamin B diberikan hari ke-22 hingga hari ke-42 perlakuan. Untuk perlakuan kuratif Rhodamin B diberikan terlebih dahulu pada hari ke-1 hingga hari ke-21 dan EEDB diberikan pada hari ke-22 hingga hari ke-42 perlakuan. EEDB, Rhodamin B, dan CMC diberikan secara oral menggunakan oral sonde.
Analisis Data Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Jumlah perlakuan yang diberikan sebanyak lima perlakuan untuk preventif dan lima perlakuan untuk kuratif dengan ulangan tidak sama. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Varians (ANAVA) pada taraf signifikan α= 0.05. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis varians (ANAVA) 1 arah dengan taraf signifikan α = 0.05 dan dilanjut dengan uji lanjut LSD dengan menggunakan SPSS versi 16.0.
76
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
Hasil dan Pembahasan
Peningkatan berat badan perlakuan preventif Peningkatan berat badan paling tinggi terjadi pada perlakuan kontrol (102,50 ± 9,57), selanjutnya diikuti perlakuan EEDB dosis 350 mg/kg bb (70,00 ± 0,00), 700 mg/kg bb (63,30 ± 5,77), dan 1050 mg/kg bb (60,00 ± 0,00), dan paling rendah yaitu pada perlakuan Rhodamin B (50,00 ± 0,00) (Gambar 1).
Peningkatan berat badan (g)
Pengaruh EEDB Terhadap Peningkatan Berat Badan Tikus Peningkatan berat badan tikus diperoleh dari selisih berat badan di akhir perlakuan (hari ke42) dan di awal (hari ke-1) penelitian. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah pemberian EEDB pada perlakuan preventif dan kuratif memberi pengaruh terhadap peningkatan berat badan tikus yang diberi Rhodamin B. 120
*a,bcd
100
*b,ae
80 60
*f,ag
*g,aefh *c,ae
*e,bcg
*d,a
*h,ag Preventif
40
Kuratif
20 0 Kontrol
EEDB 350 mg/kg bb
EEDB 700 mg/kg bb
EEDB 1050 mg/kg bb
Perlakuan Gambar 1
Grafik peningkatan berat badan perlakuan preventif dan kuratif
Uji LSD (Least Significant Differences) menunjukkan bahwa peningkatan berat badan tikus perlakuan EEDB 350 dan 700 mg/kg bb signifikan (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rhodamin B dan lebih rendah dibandingkan perlakuan perlakuan kontrol, sedangkan peningkatan berat badan tikus perlakuan EEDB 1050 mg/kg bb signifikan terhadap kontrol tetapi berbeda tidak signifikan terhadap perlakuan Rhodamin B.
Pengukuran berat badan merupakan salah satu parameter penelitian yang biasanya digunakan untuk mengetahui kondisi fisik. Menurut Sellers et al., (2007) pengukuran berat badan diperlukan sebagai evaluasi terhadap pengaruh toksikan pada tubuh. Perubahan berat organ sering dikaitkan dengan efek pemberian perlakuan. Dalam studi toksikologi perubahan berat badan berhubungan dengan mekanisme aksi, metabolisme dan toksikokinetik pada tubuh. Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang paling kecil terjadi pada kelompok perlakuan Rhodamin B. Hal ini disebabkan paparan Rhodamin B yang mengandung zat toksik seperti timbal, arsen dan klorin menyebabkan kerusakan organ yang berpengaruh terhadap metabolisme tubuh, seperti yang dikatakan oleh Lu (1987) bahwa berkurangnya pertambahan berat badan merupakan indeks toksik yang sederhana namun sensitif. Hal ini didukung oleh Guyton (1997) yang menyatakan bahwa hewan yang mengalami penurunan berat badan terlihat dari nafsu makannya yang menurun. Menurunya nafsu makan dikarenakan pemberian dosis besar pada hewan yang menyebabkan hewan menjadi lemas dan mungkin terjadi lesi pada intilateral hipotalamus (sebagai pusat rasa lapar). Oleh karena itu, pada
Peningkatan berat badan perlakuan kuratif Peningkatan berat badan paling tinggi terjadi pada perlakuan kontrol (102,50 ± 9,57), selanjutnya diikuti perlakuan EEDB dosis 700 mg/kg bb (76,67 ± 5,77), 350 mg/kg bb (62,00 ± 8,37), dan 1050 mg/kg bb (60,00 ± 10,00), dan paling rendah yaitu pada perlakuan Rhodamin B (50,00 ± 0,00) (Gambar 1). Uji LSD (Least Significant Differences) menunjukkan bahwa peningkatan berat badan tikus perlakuan EEDB 350 dan 1050 mg/kg bb berbeda signifikan (p<0,05) dengan perlakuan kontrol tetapi tidak berbeda signifikan dengan perlakuan Rhodamin B, sedangkan perlakuan EEDB 700 mg/kg bb berbeda signifikan lebih rendah dengan perlakuan kontrol dan lebih tinggi dibandingkan perlakuan Rhodamin B.
77
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
penelitian ini penurunan nafsu makan akan berdampak terhadap penurunan berat badan tikus, khususnya pada perlakuan Rhodamin B. Hal ini dapat diamati selama masa penelitian dimana konsumsi pakan tikus pada perlakuan Rhodamin B lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya dalam pengamatan sehari - hari. Dalam penelitian Nagaraja et al., (2006) mengatakan bahwa efek langsung dari stress yang dialami tubuh adalah penurunan pola makan pada tikus sehingga terjadi penurunan berat badan. Stress pada tubuh akan meningkatkan katabolisme protein dan menghambat pemanfaatan makan yang dikonsumsi selama stress dan akhirnya menyebabkan penurunan berat badan. Pada perlakuan preventif dengan dosis EEDB 350 dan 700 mg/kg bb meningkatkan berat badan secara signifikan dan ini sejalan dengan penelitian Asiimwe et al., (2014) yang mengatakan bahwa konsumsi bangunbangun selama 28 hari terbukti meningkatkan berat badan tikus. Dari beberapa informasi, diketahui bahwa daun bangunbangun juga dapat digunakan untuk memperbaiki metabolisme tubuh. Tanaman ini memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi dan kandungan senyawa aktif thymol, carvacrol dan forskolin yang memiliki efek fisiologis yaitu dapat memperbaiki proses metabolisme dalam tubuh (Santosa dan Hertiani, 2005). Dengan memperbaiki metabolisme tubuh maka kondisi fisiologi tubuh tikus akan semakin baik terutama dalam hal meningkatkan nafsu makan sehingga berat badan tikus juga akan meningkat. Menurut Damanik et.al. (2005), daun bangunbangun atau Torbangun berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium dalam ASI serta mengakibatkan peningkatan berat badan bayi secara nyata. Menurut Mephan (1987), sapi yang stress membutuhkan tambahan Kalium (K) sebanyak 1% untuk mencegah penurunan sekresi air susu. Defisiensi K dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, berkurangnya bobot badan, dan penurunan PASI. Daun torbangun sendiri mengandung Kalium yang berfungsi sebagai pembersih darah, melawan infeksi, mengurangi rasa
nyeri, dan menimbulkan rasa tenang sehingga sekresi susu menjadi lancar. Daun bangunbangun juga memiliki zat besi dan karatenoid yang tinggi (Sihombing, 2006). Konsumsi tanaman ini dapat meningkatkan kadar zat besi, kalium, seng, dan magnesium dalam ASI serta meningkatkan berat badan bayi (Warsiki, 2009). Infus ekstrak daun tersebut dapat meningkatkan volume air susu induk tikus dan berat badan anaknya (Silitonga, 1993). Penelitian selanjutnya pada ibu-ibu masa laktasi menunjukkan bahwa sayur daun Bangunbangun yang dikonsumsi terbukti dapat meningkatkan total volume Air Susu Ibu (ASI), berat badan bayi, dan komposisi zat besi, seng, dan kalium dalam ASI (Santosa et. al., 2002). Menurut Rumetor (2008) bangunbangun mengandung vitamin E yang dapat membantu penyerapan zat besi dan membantu proses metabolisme dan transportasi dalam sel. Menurut Cogswell et al. (2003) dalam Noviyanti (2015) suplementasi Fe pada ibu hamil yang tidak anemia dapat meningkatkan berat badan anak lebih tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa Fe atau zat besi juga dapat meningkatkan berat badan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa daun bangunbangun berperan dalam peningkatan berat badan karena mengandung Kalium, Zat besi, Magnesium, Seng, dan kandungan senyawa aktif thymol, carvacrol dan forskolin. Pengaruh EEDB Terhadap Rasio Ginjal Tikus Rasio organ ginjal dihitung dengan mencari perbandingan antara berat ginjal dengan berat badan tikus dikali 100%. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah pemberian EEDB pada perlakuan preventif dan kuratif memberi pengaruh terhadap berat ginjal tikus yang diberi Rhodamin B. Rasio ginjal pada perlakuan preventif Rasio paling tinggi terjadi pada perlakuan Rhodamin B (1,652 ± 0,222), selanjutnya diikuti perlakuan EEDB dosis 1050 mg/kg bb (1,482 ± 0,245), 700 mg/kg bb (1,272 ± 0,138), dan 350 mg/kg bb (1,265 ± 0,182), dan paling rendah pada perlakuan kontrol (0,812 ± 0,789) (Gambar 2).
78
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
*e,afgh
Rasio ginjal
2 *a,bcde
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
*f,ae
*g,ae *c,ae
*b,ae
1.5
*d,a
*h,ae
1
Preventif
0.5
Kuratif
0 Kontrol
EEDB 350 mg/kg bb
EEDB 700 mg/kg bb EEDB 1050 mg/kg bb
Perlakuan Gambar 2
Grafik rasio ginjal perlakuan preventif dan kuratif
Uji LSD (Least Significant Differences) menunjukkan bahwa rasio ginjal pada perlakuan EEDB 350 dan 700 mg/kg bb berbeda signifikan (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol dan lebih rendah dibandingkan Rhodamin B, sedangkan perlakuan EEDB 1050 mg/kg bb berbeda signifikan dengan perlakuan kontrol tetapi berbeda tidak signifikan dengan perlakuan Rhodamin B.
(2008) dan Hofmann et.al., (2004) dalam Muqorrobin (2014), pada ginjal bisa terbentuk Growth Factor yang memicu terbentuknya jaringan ikat sehingga terjadi hipertrofi yang dapat meningkatkan rasio ginjal. Pada penelitian ini, rasio organ baik dalam kelompok preventif maupun kuratif yang lebih tinggi adalah perlakuan Rhodamin B. Hal ini karena zat-zat yang terdapat dalam Rhodamin B dapat mengakibatkan hipertrofi pada bagian ginjal sehingga berat ginjal meningkat demikian juga rasionya juga akan meningkat. Hal ini seperti dikatakan oleh Mayori, dkk., (2013) bahwa Rhodamin B dapat mengakibatkan nekrosis, serosis, dan hipermetrofi. Terbalik dengan perlakuan yang diberi EEDB pada kelompok preventif dan kuratif yang memiliki nilai rasio ginjal yang rendah. Hal ini terjadi karena bangunbangun memiliki fungsi untuk melindungi ginjal sehingga mempengaruhi berat dan rasio ginjal. Seperti yang dikatakan oleh Devi dan Perinayagam (2011) bahwa bangunbangun memiliki sifat nefroprotektif karena adanya quercetin sehingga dengan mengkonsumsi bangunbangun dapat melindungi ginjal dan dapat mengurangi nekrosis, serosis, dan hipermetrofi.
Rasio ginjal pada perlakuan kuratif Rasio paling tinggi terjadi pada perlakuan Rhodamin B (1,652 ± 0,222), selanjutnya diikuti perlakuan EEDB 700 mg/kg bb (1,360 ± 0,165), 1050 mg/kg bb(1,323 ± 0,231), dan 350 mg/kg bb (1,265 ± 0,170), dan paling rendah pada perlakuan kontrol (0,812 ± 0,79) (Gambar 2). Uji LSD (Least Significant Differences) menunjukkan bahwa rasio ginjal perlakuan EEDB 350, 700, dan 1050 mg/kg bb berbeda signifikan (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan Rhodamin B dan signifikan lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol. Menurut Lu (1987), berat organ baik dalam nilai absolut maupun relatif terhadap berat badan harus diukur karena merupakan indikator yang berguna bagi toksisitas. Pengukuran berat organ panduan penting untuk menilai toksisitas umum. Perubahan berat organ merupakan indikator toksisitas karena berat organ akan terpengaruh oleh penekanan berat badan (Heywood 1983; Frank 1996). Menurut Sellers et al., (2007) pengukuran berat organ dilakukan dengan membandingkan berat organ dan berat badan karena perubahan berat badan akan mempengaruhi meningkat atau menurunnya berat organ. Pada penelitian ini pemberian EEDB berpengaruh terhadap berat ginjal. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pillai et al., (2011) yang memberikan ekstrak daun bangunbangun 300 mg/kg mencit dan tidak mempengaruhi berat ginjal. Menurut Fauci et.al.,
Pengaruh EEDB Terhadap Histopatologi Ginjal Tikus Pengaruh EEDB dengan pemberian Rhodamin B pada perlakuan preventif dan kuratif terhadap histologi ginjal dilihat dari diameter glomerulus ginjal. Diameter glomerulus pada perlakuan preventif Gambaran histopatologi ginjal khususnya diameter glomerulus perlakuan preventif dapat dilihat pada Gambar 4. Diameter paling lebar terjadi pada perlakuan EEDB 700 mg/kg bb (99,360 ± 10,113), selanjutnya diikuti perlakuan kontrol (91,980 ± 12,332), EEDB 1050 mg/kg bb (90,367 ± 10,995) dan 350 mg/kg bb (90,243 ±9,916), dan
79
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
paling rendah pada perlakuan Rhodamin B (89,477 ± 5,611). Uji LSD (Least Significant Differences) juga menunjukkan bahwa antara masing-masing perlakuan berbeda tidak signifikan.
yang terkandung dalam bangunbangun. Dengan kata lain ginjal tidak mengalami kerusakan jaringan akibat perubahan fisiologi tersebut, meskipun menurut Purwati (2005) reaksi sel, jaringan atau organ terhadap agen tertentu dapat berupa : (1) Adaptasi, yaitu penyesuaian terhadap rangsangan fisiologis atau patologik tertentu. (2) Kerusakan yang bersifat reversibel, terjadi bila kemampuan beradaptasi sel telah terlampaui. (3) Kerusakan yang bersifat irreversibel, akan berakhir dengan kematian sel (nekrosis). Fakta yang mendukung bahwa penurunan ukuran diameter glomerulus, diameter kapsula Bowman dan lebar ruang urinari pada penelitian ini merupakan proses adaptasi adalah tidak ditemukannya gambaran kerusakan membran dan inti sel berupa piknosis, karioreksis dan kariolis, seperti yang dikatakan oleh Atmodjo (1992) bahwa gambaran kerusakan jaringan yang bersifat ireversibel adalah jika ditemukan inti sel berupa piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Lazuardi (2008) juga mengatakan bahwa tanda gangguan struktur ginjal adalah jika ditemukan pembendungan, sel polimorfonuklear, sel endotel kariolisis, sel parenkim kariolisis, penyempitan spatium urinarium, atropi dan hipertropi glomerulus, serta penyempitan lumen duktus kontortus. Dengan adanya penurunan beban kerja ginjal dalam melakukan filtrasi darah, maka jaringan mengalami adaptasi melalui penurunan ukuran baik pada glomerulus kapsula Bowman, maupun ruang urinari. Perubahan ini bersifat reversible. Secara farmakokinetik, zat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Ginjal merupakan organ ekskresi utama yang sangat penting untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termaksuk zat-zat toksik yang tidak sengaja masuk ke dalam tubuh. Kerusakan ginjal karena zat toksik dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan struktur histologi, yaitu nekrosis tubular akut (NTA) yang secara morfologi ditandai dengan dekstruksi epitel tubulus proksimal. Sel epitel tubulus proksimal peka terhadap anoksia dan mudah hancur karena keracunan akibat kontak dengan bahanbahan yang diekskresikan melalui ginjal. Pada NTA nefrotoksik terlihat gambaran korteks ginjal pucat, ginjal membesar dan edem, kongesti piramid, vakuolisasi sitoplasma sel epitel tubulus dan terbanyak di tubulus proksimal. Gambaran mikroskopisnya tampak degenerasi tubulus proksimal berupa edema epitel tubulus dengan lumen yang mengandung debris, tetapi membrana basalis tetap utuh.
Diameter glomerulus pada perlakuan kuratif Gambaran histopatologi ginjal khususnya diameter glomerulus perlakuan kuratif dapat dilihat pada Gambar 4. Diameter paling lebar terjadi pada perlakuan EEDB 700 mg/kg bb (94,310 ± 14,625), selanjutnya diikuti perlakuan kontrol (91,980 ± 12,332), perlakuan Rhodamin B (89,477 ± 5,611), perlakuan EEDB 1050 mg/kg bb (84,447 ± 1,498), dan paling rendah pada perlakuan EEDB 350 mg/kg bb (82,193 ± 3,736). Uji LSD (Least Significant Differences) juga menunjukkan bahwa antara masing-masing perlakuan berbeda tidak signifikan. Menurut Guyton (1995), ginjal merupakan organ ekskresi utama yang sangat penting untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh, termasuk zat-zat toksik yang tidak sengaja masuk ke dalam tubuh. Akibatnya ginjal menjadi salah satu organ sasaran utama dari efek toksik. Urin sebagai jalur utama ekskresi, dapat mengakibatkan ginjal memiliki volume darah yang tinggi, mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu. Menurut Lu (1995), ginjal merupakan salah satu organ yang rentan terhadap efek toksik karena ginjal menerima 25% dari cardiac output sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah yang besar, interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada daerah hipovaskular, dan karena ginjal sebagai jalur obligatorik untuk obat sehingga insufisiensi ginjal meningkatkan konsentrasinya dalam cairan tubulus. Soekmanto (2003) menyatakan bahwa indikator adanya gangguan ginjal dapat diketahui dengan mengamati adanya proliferasi glomerulus yang berasal dari pembengkakan dan penambahan sel-sel endotel dan kapiler. Proliferasi glomerulus ini menyebabkan perubahan pada korpuskulum renale secara keseluruhan, meliputi diameter glomerulus, ruang urinari dan diameter kapsula bowman. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada diameter glomerulus untuk setiap perlakuan. Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Arifin dan Rosida (2010). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan ukuran tersebut akibat proses penyesuaian (adaptasi) ginjal terhadap perubahan fisiologi tubuh karena adanya bahan-bahan aktif
80
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
Diameter glomerulus µm
Tingginya aliran darah yang menuju ginjal inilah yang menyebabkan berbagai macam obat dan bahan kimia dalam sirkulasi sistemik dikirim ke ginjal dalam jumlah yang besar. Faktor lain yang mungkin menyebabkan kerusakan ginjal adalah kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan substansi xenobiotik di dalam sel. Jika suatu zat kimia disekresi secara aktif dari darah ke urin, zat kimia terlebih dahulu diakumulasikan dalam tubulus proksimal atau jika substansi kimia ini direabsorbsi dari urin maka akan melalui sel epitel tubulus dengan konsentrasi tinggi. Sebagai akibat dari pemekatan tersebut zat-zat toksik ini akan terakumulasi di ginjal dan menyebabkan kerusakan bagi ginjal. Jika dilihat dari gambaran histologinya (Gambar 4) pada perlakuan Rhodamin B batas-batas sel tidak terlihat dengan jelas dan mengalami lisis serta terjadi penyempitan pada diameter glomerulus. Hal ini disebabkan karena sifat toksik
yang terkandung di dalam Rhodamin B tersebut. Pada perlakuan preventif batas antar sel terlihat dengan jelas dan ukuran diameter glomerulusnya juga mendekati perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena pemberian bangunbangun terlebih dahulu mampu mencegah efek toksik yang masuk ke dalam tubuh. Pada perlakuan kuratif, selselnya mengalami regenerasi. Hal ini disebabkan karena bangunbangun mampu mengurangi efek toksik yang masuk ke dalam tubuh. Kerusakan ginjal yang terjadi pada perlakuan preventif (pencegahan) maupun kuratif (penyembuhan) akibat efek toksik seperti Rhodamin B menjadi berkurang dengan pemberian bangunbangun. Menurut Panjaitan (2013), kandungan flavonoid dan vitamin C pada bangunbangun berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas atau zat-zat asing yang dapat merusak ginjal sehingga dapat meminimalisir kerusakan pada ginjal.
120 100 80 60
Preventif
40
Kuratif
20
0 Kontrol
EEDB 350 mg/kg bb EEDB 700 mg/kg bb EEDB 1050 mg/kg bb
Perlakuan Gambar 3
Grafik diameter glomerulus perlakuan preventif dan kuratif
81
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
Perlakuan
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
Preventif
Kuratif
Kontrol
CMC 1%
Rhodamin B
EEDB 350 mg/kg bb
EEDB 700 mg/kg bb
EEDB 1050 mg/kg bb
Gambar 4
Gambaran histologi ginjal tikus perlakuan preventif dan kuratif. a)kontrol, b)Rhodamin B, c)EEDB 350 mg/kg bb, d)EEDB 700 mg/kg bb, e)EEDB 1050 mg/kg bb. Ket: G = Glomerulus, T = Tubulus, KB = Kapsul Bowman
82
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
Daun bangunbangun berkhasiat sebagai pelindung ginjal (nephro protective). Penelitian yang dilakukan oleh Jose, Ibrahim dan Janardhanan. (2005) menunjukkan pemberian ekstrak air 500 mg/kg bb pada tikus signifikan sebagai nepfroprotektif. Efek nefroprotektif ini diduga disebabkan adanya quercetin yang terkandung dalam bangunbangun (Devi dan Periyanayagam, 2011). Menurut Rao et al., (2006), bangunbangun mengandung senyawa bioaktif sebagai antioksidan yang berguna melawan zatzat asing yang masuk ke dalam tubuh. Bangunbangun memiliki efek imunostimulan karena mengandung flavonoid. Menurut Panjaitan (2003), flavonoid berperan untuk meningkatkan kekuatan sistem imun karena berperan sebagai sumber energi bagi sel. Flavonoid menstimulasi sel dan membebaskan sejumlah sitokinin dan mediator pengatur fungsi sel imunitas seperti IL-8 yang mampu mengaktifkan sel T sikotoksik sehingga mampu mengeliminasi secara dini sel-sel yang mengalami perubahan. Flavonoid ini juga berperan menstabilkan kromatin selama pembelahan sel karena adanya senyawa fenolik yang terdapat pada bangunbangun. Dari pendapat diatas ternyata daun bangunbangun dapat melindungi ginjal dari kerusakan yang diakibatkan oleh zat kimia karena kandungan flavonoid dan vitamin C yang terdapat pada daun bangunbangun. Dengan demikian dengan pemberian daun bangunbangun dapat memelihara fungsi ginjal tetap normal dan sistem imun yang berasal dari ginjal akan terpelihara dengan baik.
diberi Rhodamin B pada perlakuan preventif dan kuratif. Daftar Pustaka Agus, (2009), Pengaruh Taraf Pemberian Tepung Daun Bnagun – bangun (Coleus amboinicus Lour) Dalam Ransum Induk Babi Menyusui Terhadap Nilai Ekonomi Penampilan Anak Babi Sapihan, Skripsi, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Akbari, Imam, (2012), Identifikasi Jajanan Anak Sekolah Dasar Kencana Jakarta Pusat Yang Mengandung Rhodamin B dan Methanil Yellow Tahun 2012, Skripsi, Program studi Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Anggraini, S., (2008), Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan dan Kontaminan, Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Arifin, S dan Rosida L, (2008), Aktivitas Imunologis Limpa Setelah Pemberian Bawang Putih (Allium sativum) Pada Mencit (Mus musculus).
Kesimpulan
Azizahwati, Kurniadi Maryati, Heidi Hidayati, (2007), Analisis Zat Warna Sintetik Terlarang Untuk Makanan yang Beredar di Pasaran, Majalah Ilmu Kefarmasian, IV(1):7-25.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan data yang diperoleh maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ekstrak etanol daun berpengaruh meningkatkan berat badan pada dosis 350 dan 700 mg/kg bb pada perlakuan preventif dan pada perlakuan kuratif dengan dosis 350 dan 1050 mg/kg bb. 2. Ekstrak etanol daun bangunbangun berpengaruh meningkatkan rasio ginjal pada dosis 350 dan 700 mg/kg bb dan pada perlakuan kuratif pada dosis 350, 700, dan 1050 mg/kg bb. 3. Ekstrak etanol daun bangunbangun pada dosis 350 mg/kg bb, 700 mg/kg bb, dan 1050 mg/kg bb pada perlakuan preventif dan kuratif tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap diameter glomerulus. 4. Ekstrak etanol daun bangunbangun mampu memperbaiki gambaran histologi ginjal yang
Bevelander, G dan J.A.Ramaley., (1998), DasarDasar Histologi (Edisi 8), Terjemahan Wisnu Gunarso, Erlangga,Bandung. Damanik, R., Daulay, Z., Saragih, S.R. Premier, N., and Wahlquist, M. H., (2001), Consumption of Bangun – bangun Leaves (Coleus amboinicus Lour) to Increase Breast Milk Production among Bataknese Women in North Sumatera Island, Indonesia. APJCN, 10 (4) : 567. Devi, N.K dan K. Perinayagam, (2010), In Vitro Anti Inflamatory Activity of Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng by HRBC
83
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
membrane stabilization, International Journal of Pharmaceutical Studies and Research, Vol.I/Issue I/July-September 2010/Pg.26-29.
Price, S.A. dan L. M. Wilson, (1992), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 2. (Edisi 4), Terjemahan P. Anugerah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton, A.C, (1995), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Edisi 3). Terjemahan P. Andrianto, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Purwati, E, (2005), Pengaruh Pemberian Boraks Secara Oral Terhadap Darah dan Struktur Mikroanatomi Ginjal pada Rattus sp, Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 1(1):1858-0696.
Kaliappan ND, Viswanathan PK., (2008), Pharmacognostical studies on the leaves of Plectranthus amboinicus (Lour) spring. Int J Green Pharm. 2008, Vol 2, issue 3:182-184.
Rathod., Chitme HR., Chandra R., (2014), In Vivo and In Vitro Models for Evaluating AntiUrolithiasis Activity of Herbal Drugs., International Journal of Pharmaceutical Research and Bio-Science., 3(5):309-329., ISSN:2277-8713.
Lu, Frank C, (1995), Toksikologi Dasar, UI Press, Jakarta.
Rao, B.S., R.Shanbhoge., D.Upadhya., G.C.Jagetia., S.K.Adiga., P.Kumar., K.Guruprasad., P.Gayathri., (2006), Antioxidant, anticlastogenic, and radioprotective effect of Coleus aromaticus on Chinese hamster fibroblast cells (V79) exposed to gamma radiation, Oxford Journal life science and Medicine Mutagenesis, Vol 21 Issue 4 pg 237-242.
Mahanani, Seia, (2013), Pengaruh Pemberian Rhodamine B peroral Dosis Bertingkat Selama 12 Minggu Terhadap Gambaran Histologis Tubulus Proksimal Ginjal Tikus Wistar, Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Mangathayaru, Thirunurgan PD, Patel PS, et al., (2008), Essential oil composition of coleus amboinicus Lour. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences. 2008;67(1):122-123.
Ressang, AA, (1983), Patologi Khusus Veteriner (Edise ke-2), IPB Press, Bogor. Samosir. Arnes., (2014), Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangunbangun (Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina yang Diinduksi Benzo(α)Piren, Skripsi Program Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi USU.
Marusin, N., W. Munir dan Febrina, (2001), Pengaruh Lama Pemaparan Pb Terhadap Gambaran Histologi Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L), Jurnal Matematika dan Pengetahuan Alam, 10 (1). 4-5. Mayori, R., Marusin, N., dan Tjong, D., (2013), Pengaruh Pemberian Rhodamin B terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus musculuc L.), Jurnal Biologi Universitas Andalas, 2 (1), 43-49.
Santosa, M Christin dan Triana Hertiani, (2005), Kandungan Senyawa Kimia dan Efek Ekstrak Air Daun Bnagun – bangun (Coleus amboinicus Lour) Pada Aktivitas Fagositosis Netrofil Tikus Putih (Rattus norvegicus), Yogyakarta, Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 141 – 148
Muqorrobin, Anisatul, (2014), Efek Ekstrak Daun Yakon “Smallanthus sonchifolius” Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Berat Organ Pankreas, Ginjal, dan Jantung Pada Tikus Jantan Strain Sparague Dawley yang Diinduksi Aloksan, Skripsi, UIN Syarif Hidayahtullah, Jakarta.
Sihombing, DTH, (1997), Ilmu Ternak Babi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekmanto, A, (2003), Pengaruh Fraksi Aktif Tumbuhan Aglaia angustifolia Terhadap Ginjal Mencit (Mus musculus), Natur Indonesia, 6(1):49-52.
Pillai.G Preeja, et al., (2011), Pharmacognostical standardization and toxicity profile of the methanolic leaf extract of Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng, Pelagia Research Library, European Journal of Experimental Biology., 1(3):236-245.
Sugiyatmi, S., (2006), Analisis Faktor-Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Borak dan Pewarna pada Makanan Jajanan
84
Jurnal Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015
ISSN. 2443-1230 (cetak) SSN. 2460-6804 (online)
Tradisional yang dijual di pasar-pasar kota Semarang, [Tesis],Universitas Diponegoro,Semarang. Utami, Wahyu dan Andi Suhendi, (2009), Analisis Rhodamin B Dalam Jajanan Pasar Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol.10, No.2, 2009:148-155. Warsiki,
Endang., Damayanthy Evi., Rizal Damanik, (2008), Karakteristik Mutu Sop Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Dalam Kemasan Kaleng dan Perhitungan Total Migrasi Bahan Kemasan, Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 18(3):2124
85