Judul
: Konformitas Pada Remaja Terhadap Kelompok yang Melakukan Body Piercing
Nama/NPM : Novi Kurnia Maulidta / 10503123 Pembimbing : Ni Made Taganing, Spsi., M.Psi. ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai alasan subjek melakukan body piercing, serta gambaran konformitas pada subjek yang melakukan body piercing. Dan juga untuk mengetahui efek dari konformitas tersebut. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitataif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan wawancara. Karakteristik subjek penelitian, yaitu remaja berusia 16 dan 18 tahun yang melakukan body piercing. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 1 orang remaja pria dan 1 orang remaja wanita. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kedua subjek memiliki alasan yang sama dalam melakukan body piercing, yaitu karena mengikuti kelompok dan untuk menyesuaikan penampilan dengan kelompok masing-masing. Gambaran konformitas pada kedua subjek berdasarkan pada aspek-aspek konformitas adalah memenuhi kriteria dari aspek konformitas, yang terdiri dari aspek kekompakan, yang dilihat dalam hal berpenampilan, sikap subjek, suka melakukan hobi dan menghabiskan waktu bersama kelompok. Pada aspek kesepakatan dapat dilihat dari kesepakatan pendapat dan pada aspek ketaatan dapat dilihat dari perasaan takut akan hukuman dan perasaan takut ditinggalkan kelompok. Sedangkan efek dari konformitas tersebut, yaitu dapat berupa pengaruh positif dan pengaruh negatif bagi kedua subjek. Kata kunci : body piercing, konformitas, remaja, kelompok
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Trend menindik tubuh dan wajah atau body piercing kebanyakan dilakukan oleh remaja. Sekarang ini banyak sekali terlihat di jalan-jalan, di mall-mall orang-orang yang dipiercing khususnya para remaja. Para remaja tersebut dapat dengan mudah menindik tubuh dan wajahnya, karena sekarang sudah banyak terdapat studio tindik atau
tempat untuk melakukan body piercing di malll-mall dan di jalanjalan, baik yang mempunyai surat izin praktek dari Departemen Kesehatan maupun yang tidak mempunyai surat izin praktek dari Departemen Kesehatan. Tindik yang dahulu hanya didominasi oleh kaum wanita sekarang bukan hal yang aneh lagi bagi pria, tidak hanya itu saja tindik yang dahulu hanya digunakan di telinga sekarang sudah “mengembara” ke
bagian tubuh lain yang memiliki tulang rawan atau daging lunak seperti telinga, alis mata, hidung, pipi, lidah, mulut atau bahkan pusar. Tindik atau body piercing sebenarnya memiliki arti yang berbeda. Namun, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah yang sama, yaitu tindik. Sedangkan menurut kamus bahasa InggrisIndonesia pierce artinya menembus, menyerbu, dan menusuk. Walaupun begitu tindik dan body piercing memiliki perbedaan mendasar. Tindik adalah tindakan memasukan benda ke dalam tubuh Remaja yang melakukan body piercing sering dipandang negatif oleh kebanyakan orang. Pandangan negatif seperti, “dianggap membuat masalah”, dianggap “nakal”, dan “menakutkan”, karena dari penampilan mereka yang dipenuhi oleh tindikan di bagian wajah dan tubuh. Namun para para remaja tersebut juga mendapatkan efek yang positif bagi diri mereka, yaitu adanya pengakuan langsung dari kelompoknya, adanya perasaan positif terhadap apa yang sudah mereka lakukan, adanya dukuingan dari kelompok, dan menjadi lebih percaya diri karena dengan begitu mereka merasa dapat diterima oleh kelompok. Yang mendasari peneliti melakukan penelitian tentang konformitas pada remaja terhadap kelompok yang melakukan body piercing, yaitu karena peneliti ingin mendeskripsikan mengenai gambaran konformitas pada remaja terhadap kelompok yang melakukan body piercing. Selain itu peneliti juga akan meneliti apakah dengan bersikap ikutikutan kelompok melakukan body piercing, para remaja tersebut juga
akan mengikuti kelompok dengan melakukan hal-hal lain. 2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka didapat beberapa pertanyaanpertanyann yang ingin diketahui saat melakukan penelitian, yaitu alasan subjek melakukan body piercing. Bagaimana gambaran konformitas pada remaja terhadap kelompok yang melakukan body piercing, dan efek dari konformitas bagi remaja yang melakukan body piercing. 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah, untuk mengetahui alasan subjek melakukan body piercing, gambaran konformitas pada subjek yang melakukan body piercing, dan efek dari konformitas bagi remaja yang melakukan body piercing. 4. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan, terutama yang berhubungan dengan konformitas pada remaja dan perkembangan remaja. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan remaja khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan body piercing dan konformitas. Sehingga diharapkan dalam memandang remaja yang melakukan body piercing tidak memandang dengan sebelah mata,
lebih terbuka dan menerima pada gaya dan penampilan mereka.
B. Tinjauan Pustaka 1. Konformitas a. Pengertian Konformitas Konformitas adalah salah satu jenis dari pengaruh social dimana setiap individu mengubah sikap atau perilakunya dalam perintah agar melekat pada norma sosial yang ada, (Baron & Byane, 2000). Kiesler & Kiesler (dalam Rahkmat, 1996) mengatakan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan atau kelompok yang real atau yang dibayangkan, sedangkan menurut Rahkmat (1996) konformitas adalah produk interaksi antara faktor-faktor situasional dan factor-faktor personal. Menurut Wilis (dalam Sarwono, 2005) definisi tentang konformitas mengandung dua unsur, yaitu selaras (congruent) dan gerak (movement). Selaras dimaksudkannya persetujuan atau kesamaan antara respons oleh individu dengan respons yang secara sosial dianggap “benar”. Sedangkan gerak adalah perubahan respons dalam kaitannya dengan standar sosial. Jadi konformitas harus tidak hanya mengandung unsur keselarasan, tetapi harus juga mengandung unsur gerak, yaitu perubahan respons. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah kecenderungan seseorang untuk menampilkan atau
mengubah tingkah laku, sikap dan keyakinannya berdasarkan pada sikap dan pendapat yang sudah berlaku sebagai akibat dari pengaruh social dan tekanan kelompok yang real atau yang dibayangkan. yang dapat memberikan dampak negatif.
b. Aspek-aspek Konformitas Menurut Sears dkk (1985) bahwa konformitas akan mudah terlihat serta mempunyai aspekaspek yang khas dalam kelompok. Adapun aspek-aspek konformitas, yaitu : a. Aspek Kekompakkan Yang dimaksud dengan istilah kekompakkan adalah jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotannya. Kekompakkan mengacu pada kekuatan yang menyebabkan para anggotanya menetap dalam suatu kelompok. b. Aspek Kesepakatan Aspek yang sangat penting bagi timbulnya konformitas adalah kesepakatan pendapat kelompok. Individu yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu akan tampak adanya penurunan konformitas. c. Aspek Ketaatan
Konformitas merupakan bagian dari persoalan mengenai bagaimana membuat individu rela melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin mereka lakukan. Salah satu caranya adalah melalui tekanan sosial.
c.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas Menurut Sears dkk (1985) ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konformitas, yaitu : a. Pengaruh Informasi Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui, dengan melakukan apa yang mereka lakukan kita akan memperoleh manfaat dari pengetahuan mereka. Oleh karena itu, tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana mutu informasi yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana kepercayaan diri kita terhadap penilaian kita sendiri. b. Kepercayaan Terhadap Kelompok Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat, oleh karena itu semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, maka ia akan mengikuti apa pun yang dilakukan kelompok tanpa memperdulikan pendapatnya sendiri. Demikian pula, bila
kelompok mempunyai informasi penting yang belum dimiliki individu konformitas akan semakin meningkat. c. Kepercayaan yang Lemah Terhadap Penilaian Sendiri Sesuatu yang meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi, selain itu tingkat kesulitan penilaian yang dibuat juga dapat mempengaruhi keyakinan individu terhadap kemampuannya. Dimana semakin sulit penilaian tersebut, semakin rendah rasa percaya yang dimiliki. d. Rasa takut Terhadap Celaan Sosial dan Penyimpangan Alasan seseorang melakukan konformitas salah satunya adalah demi memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Seseorang tidak mau dilihat sebagai orang lain dari yang lain, ia ingin agar kelompok tempat ia berada menyukainnya, memperlakukannya dengan baik dan bersedia menerima dirinya. Seseorang khawatir bahwa ia berselisih paham tentang sesuatu dengan anggota kelompok lain, maka mereka tidak akan menyukainya dan menganggapnya sebagai orang yang tidak ada. Artinya seseorang cenderung menyesuaikan diri untuk menghindari dari akibat-akibat semacam itu. Sedangkan menurut Baron & Byane (2004) & Sarwono (2005), faktor-
faktor yang menyebakan konformitas, yaitu : Ukuran Kelompok, Pengaruh Norma, Keterpaduan atau Kohesi, Suara Bulat dan Tanggapan Umum d. Bentuk-bentuk Konformitas Ada 2 bentuk konformitas yaitu : a. Menurut (Complience) Menurut Myers (1996) yang dimaksud dengan konformitas complience adalah konformitas yang melibatkan tingkah laku umum karena tekanan sosial dari kelompoknya ketika seseorang merasa ditolak. Sedangkan menurut Sarwono (2002) complience adalah konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju. Misalnya, menyantap makanan yang disuguhkan oleh nyonya rumah walaupun tidak suka. Dan menurut Chaplin (2005) complience adalah rela memberi, menyerah, mengalah, membuat suatu keinginan konformitas dengan harapan atau kemauan orang lain. b. Penerimaan (Acceptance) Menurut Myers (1996) yang dimaksud dengan konformitas acceptance adalah konformitas yang melibatkan antara tingkah laku dan kepercayaan norma karena tekanan sosial. Sedangkan menurut Sarwono (2002) acceptance adalah konformitas yang disertai perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial. Misalnya, memenuhi ajakan teman-teman untuk membolos. Kelman mengemukakan pendapat Span & Stephan (dalam Endita,
2006) mengenai tiga bentuk konformitas, yaitu : a. Complience Complience terjadi pada saat seseorang mengharapkan untuk memperoleh penghargaan atau menghindari hukuman dengan konform. Dalam hal ini, terdapat kemungkinan perubahan perilaku yang tidak disertai dengan perubahan sikap yang nyata. b. Identifikasi Identifikasi terjadi pada saat seseorang ingin membuat atau memelihara kepuasan berhubungan dengan orang lain atau kelompok. Karena perilaku mereka dihubungkan dengan keinginan untuk berhubungan. Orang mendapat kepuasan dari tindakan konformitas, saat kekuatan orang yang memberi pengaruh didasarkan pada daya tarik seseorang, identifikasi dihasilkan. c. Internalisasi Internalisasi terjadi saat seseorang menemukan ide atau tindakan yang diwujudkan dalam suatu pesan berharga dalam kelompok. Dalam hal ini, orang percaya padaapa yang mereka lakukan. Perilaku konform sesuai dengan nilai-nilai mereka. Saat kekuatan orang yang memberi pengaruh didasarkan pada kepercayaan, internalisasi dihasilkan. e. Efek Konformitas Konformitas dapat memiliki efek bagi individu yang melakukan konformitas diantaranya, yaitu adanya pengakuan langsung individu terhadap pendapat atau pernyataan dari kelompoknya, adanya perasaan positif terhadap apa yang menjadi pendapat atau yang merupakan pernyataan dari kelompoknya dan adanya dukungan dari
kelompok. Selain itu konformitas juga diperlukan untuk nilai-nilai sosial yang dipegang teguh oleh sistem sosial dan untuk kebersihan moral. Tetapi untuk perkembangan pemikiran, untuk menghasilkan hal-hal yang baru dan kreatif konformitas memiliki efek yang merugikan (Rahkmat, 1996). Sedangkan menurut Myers (1996) konformitas dapat memiliki efek yaitu, ketika individu berada pada kelompok dengan suara bulat, itu adalah kekuatan sosial maka individu yang suaranya paling berbeda tidak dapat bertahan lama dan efeknya atau akibatnya mereka akan merasa tertekan dan menyerah kepada kelompok. Konformitas juga dapat memberikan efek yang berbeda antara pria dan wanita, dimana wanita lebih banyak melakukan konformitas daripada pria. Karena wanita lebih fleksibel, lebih konsen terhadap hubungan interpersonal dan wanita juga lebih menerima pengaruh dari luar daripada pria. Selain itu perbedaan status dan kekuatan juga dapat mempengaruhi konformitas antara pria dan wanita. 2. Body Piercing a. Pengertian Body Piercing Menurut Longman of Contemporary English (2001) arti pierce yaitu, untuk membuat sebuah lubang kecil atau melewati sesuatu dengan menggunakan sebuah benda atau objek dengan sesuatu yang tajam. Arti pierce yang kedua, yaitu untuk memiliki sebuah lubang kecil yang dibuat di telinga, di hidung dan sebagainya sehingga seseorang dapat menggunakan perhiasan. Dari sudut sejararah, tindik adalah suatu cara manusia menghiasi tubuh dan penampilannya (Mulyani & Sasmito, 2003). Sedangkan menurut Echols (dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia, 1976) pierce artinya menembus,
menyerbu dan menusuk. Body piercing adalah seni estetik dimana penempatan lubang dan jenis perhiasan yang dipilih sangat mempengaruhi penampilan (www.Kent-tatto.com, 2004) b. Sejarah Body Piercing Tindik atau piercing dikenal secara universal di berbagai dunia. Sejak awal kemunculannya yang diperkirakan sudah ada pada jaman pra sejarah dan telah menjadi trend pada jaman sekarang. Diperkirakan sekitar tahun 1970-an mulai diminati oleh masyarakat pada tahun 1990-an. Awalnya tindik atau piercing dipakai oleh pemain band yang beraliran keras, dan pada zaman sekarang tindik merupakan lifestyle bagi para remaja (Indonesian Sub Culture.com, 2006). Dari sudut sejarah, tindik atau body piercing adalah salah satu manusia menghiasi tubuh dan penampilannya. Masing-masing negara menggunakan tradisi ini sesuai kebudayaan yang dianut, (www.liputan6.com, 2006). Menurut Maunati (2004), tanda identitas Dayak yang paling mencolok bagi orang-orang luar adalah praktik menindik dan memanjangkan telinga, meskipun tidak semua suku Dayak melakukan tradisi ini. Di Kalimantan Timur, tradisi ini masih terus dilakukan oleh orang-orang Dayak Kenyah, Bahau dan Kayan. Di kalangan orang-orang Dayak Kenyah baik laki-laki maupun perempuan memiliki daun telinga yang sengaja dipanjangkan, tetapi ukuran panjangnya berbeda-beda antara lakilaki dan perempuan. Laki-laki tidak boleh memanjangkan telingannya melebihi bahunya, sedangkan kaum perempuan boleh memanjangkannya hingga sebatas dada. c. Alasan Remaja Melakukan Body Piercing
Alasan remaja dalam melakukan body piercing bermacam-macam diantaranya, yaitu agar kelihatan lebih bagus, tampil beda dari teman-temannya, supaya penampilannya lebih menarik, mengikuti trend, percaya diri meningkat. Dengan melakukan body piercing para remaja tersebut merasa bahwa dirinya lebih menarik, tampil lebih trendi hingga untuk mencapai keseragaman dalam kelompoknya. Dan dengan dipiercing para remaja tersebut juga merasa puas (www.Kent-tatto.com, 2004). d. Bahaya dan Resiko dari Body Piercing Beberapa bahaya dan resiko menindik tubuh, yaitu penyakit hepatitis B, hepatitis C, Tetanus, HIV. Menurut institusi-institusi kesehatan, bahaya ditindik disembarang tempat mencakup antara lain, seperti : infeksi kronis, pendarahan yang berlarut-larut, cacat kulit, hepatitis B dan hepatitis C, tetanus HIV, alegi kulit, abses atau bisul, (Healthy life, 2002). Menurut (Healthy life, 2002) tindik logam di alis mata dapat mengakibatkan alis mata menurun yang akan mengganggu daya lihat. Resiko terkena infeksi pun tinggi. American Academy of Dermatology menentang segala macam tindik tubuh, kecuali satu yaitu tindik di daun telinga, karena daun telinga terbuat dari jaringan lemak dengan peredaran darah yang lancar untuk melindungi tubuh dalam keadaan infeksi. Pusar adalah bagian tubuh yang sangat sensitif sehingga mudah teriritasi dan terkena infeksi. Walau cukup aman tindik di tulang rawan kuping tapi dapat mengakibatkan keloid, bila pekerjaannya tidak steril sehingga terinfeksi dan luka lama sembuh. 3. Remaja a. Pengertian Remaja
Definisi remaja menurut Papalia (dalam Dariyo, 2004) adalah sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, diawali dengan masapuber, yaitu proses perubahan fisik yang ditandai dengan kematangan seksual, kognisi, dan psikososial yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Sedang kan Turner dan Helms (dalam Muhktar dkk, 2003) menyatakan bahwa masa remaja adalah sebagai suatu masa dimana terjadi perubahan besar yang memberikan suatu tantangan pada individu remaja untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya, mampu mengatasi perubahan fisik dan seksual yang sedang dialaminya, sedang mengalami apa yang dinamakan proses pencarian identitas diri. Dan berusaha membangun suatu hubungan interaksi yang sifatnya baru. b. Karakteristik Remaja Menurut Hurlock (dalam Muhktar dkk, 2003) masa remaja mempunyai beberapa ciri dan karakteristik antara lain : a. Masa remaja sebagai periode yang penting. Disebutkan sebagai periode yang penting dalam kehidupan, karena pada masa remaja terjadi perubahanperubahan fisik dan psikis yang akan sangat mempengaruhi perkembangan jiwa dan karakter dari remaja tersebut. Perubahan dan perkembangan tersebut meninbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. b.Masa remaja sebagai periode peralihan. Terjadinya peralihan pola psikologis dan karakter dari seorang anak-anak, tetapi belum sampai pada tahapan dewasa, maka dalam tahap ini sering terjadi kebingungan dari sang remaja akibat pencarian dan pematangan dirinya. c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Terjadinya masa perubahan
yang bersamaan baik fisik, psikis dan perilaku. Perubahan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat apbila fisiknya berkembang dengan baik dan pesat, maka perilaku dan psikisnya pun akan mengalami peningkatan begitu juga sebaliknya. d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Remaja adalah manusia biasa yang merupakan mahkluk sosial, maka mereka akan berusaha untuk mencari identitas dirinya apakah dalam kelompok, lingkungan atau mengidolakan seseorang. e. Masa remaja adalah usia yang menimbulkan ketakutan. Terjadinya banyak perubahan dalam bentuk fisik, mengakibatkan mereka “memaksa” untuk dianggap sebagai orang dewasa. Mereka ingin menentukan sendiri apa yang mereka inginkan, mereka merasa sudah cukup mengetahui tentang kehidupan, sehingga mereka tidak membutuhkan adanya bimbingan dari orangtua yang berlebihan. f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa remaja mereka memandang, melihat dan memutuskan segala sesuatu berlandaskan pada “kaca mata” mereka saja, mereka sangat sulit menerima informasi dari orang lain kecuali berasal dari “geng”nya (kelompok). Remaja cenderung memilih kecerdesan emosi yang rendah, sikap empati mereka sangat kecil. g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meningkatkan image belasan tahun dan untuk memberi kesan mereka sudah hampir dewasa. Mereka akan berusaha menempatkan dirinya sebagai orang dewasa, maka mereka akan mengikuti perilaku keseharian orang dewasa.
c. Tugas-tugas Perkembangan Remaja Tugas-tugas perkembangan (development task) yakni tugas-tugas/ kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Harvighurst (dalam Dariyo, 2004) ada beberapa yaitu sebagai berikut a. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis - psikologis b.Belajarbersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita c.Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lain d.Remaja bertugas untuk menjadi warga yang bertanggung jawab e.Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis d. Perkembangan Sosial Menurut Monks dkk (2004) perkembangan sosial remaja dibagi menjadi beberapa bagian yaitu, a.Dorongan untuk dapat berdiri sendiri dan krisis originalitas. Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak; satu yaitu memisahkan diri dari orangtua dan yang lain adalah menuju ke arah temanteman sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berurutan meskipun yang satu dapat terkait dengan yang lain. Dua macam gerak ini yang memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman-teman sebaya, merupakan suatu reaksi terhadap status intern anak muda (Monks dkk, 2004). Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya. Erikson menamakan proses tersebut sebagai proses mencari identitas ego. b. Konformitas kelompok remaja
Dalam kelompok dengan kohesi yang kuat berkembanglah suatu iklim kelompok dan norma-norma kelompok tertentu Ewert (dalam Monks dkk, 2004) menyebutkan sebagai pemberian normatingkah laku oleh kelompok teman (peers). Konformitas kelompok ada hubungannya dengan kontol eksternal. Remaja yang kontrol eksternalnya lebih tinggi akan lebih peka terhadap pengaruh kelompok, Lefocurt (dalam Monks dkk, 2004) menemukan bahwa orang-orang dari kelas sosial yang lebih rendah mempunyai skor yang lebih tinggi pada kontrol eksternalnya. Dalam hubungan dengan remaja dan kelompoknya dikatakan bahwa remaja yang berasal dari kelompok sosial yang lebih rendah mempunyai kecenderungan yang lebih banyak untuk melakukan konformitas dengan kelompoknya. c. Remaja dalam waktu luang Krisis originalitas remaja nampak paling jelas pada waktu luang yang sering disebut sebagai waktu pribadi orang (remaja) itu sendiri. Brightbill (dalam Monks dkk, 2004) menamakan waktu luang yang sering disebut sebagai suatu tantangan karena waktu tadi merupakan waktu untuk berbagi dengan seseorang. Pengisian waktu luang dengan baik dengan cara sesuai dengan umur remaja masih merupakan masalah bagi kebanyakan remaja sendiri mengenai kesibukan-kesibukan yang baginya lebih berarti e. Pengelompokkan Sosial Remaja Menurut Hurlock (1993) pengelompokan sosial pada remaja memiliki pengaruh yang kuat terhadap remaja, karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok. Maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar
daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang populer, maka kesempatan bagi para remaja tersebut untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. D. Dinamika Psikologis Body piercing sebenarnya sebenarnya sudah dikenal sejak 10 abad silam hampir di seluruh belahan dunia. Catatan sejarah menunjukan suku-suku primitif melakukan tindik sebagai bagian ritual adat dan petunjuk identitas derajat sosial. Suku-suku yang melakukan ritual body piercing ini, yaitu suku Asmat, suku Dani, suku Dayak. Dari ritual yang telah dilakukan suku-sukuprimitif inilah yang akhirnya banyak ditiru oleh komunitas piercing di dunia dan sekarang yang sedang menjadi trend di kalangan remaja (Indonesian Sub Culture.com, 2006). Remaja yang melakukan body piercing sering dipandang negatif oleh kebanyakan orang. Pandangan negatif seperti, “dianggap membuat masalah”, dianggap “nakal”, dan “menakutkan”, karena dari penampilan mereka yang dipenuhi oleh tindikan di bagian wajah dan tubuh. Tetapi para remaja tersebut juga mendapatkan efek yang positif dengan melakukan body piercing, yaitu mendapat pengakuan langsung dan dukungan dari kelompoknya. Selain itu para remaja yang melakukan body piercing tersebut juga tidak menyadari bahaya dan resiko yang ditimbulkan dari body piercing, yaitu dapat menimbulkan berbagai penyakit, karena yang terpenting bagi mereka adalah dengan melakukan body piercing para remaja tersebut diterima oleh kelompok.
Para remaja tersebut melakukan body piercing, yaitu untuk menyesuaikan penampilan dengan kelompok, dan karena ikut-ikutan kelompok. Ikut-ikutan kelompok seperti itu dinamakan dengan perilaku konformitas. Konformitas adalah satu jenis dari pengaruh sosial dimana setiap individu mengubah sikap atau perilakunya dalam perintah agar melekat pada norma sosial yang ada (Baron & Byane, 2000). C. Metodologi Penelitian a. Pendekatan kualitatif Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena masalahnya sangat spesifik dan akan dilakukan pendalaman terhadap masalah yang akan saya bahas ini. Menurut Heru Basuki (2006) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan social, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif sebagaimana mestinya. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang bersifat alamiah yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya seskriptif, seperti transkrip, wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya, (Poerwandari, 1998). b. Subjek penelitian Dalam penelitian ini ditentukan sejumlah karakteristik bagi subjek penelitian anatara lain, remaja yang melakuakn body piercing adalah remaja pria dan remaja wanita yang berusia 16 dan 18 tahun. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah empat orang, dua orang subjek dan dua orang significant other c. Tahap-tahap persiapan 1. Tahap Persiapan Penelitian. Peneliti melakukan persiapan penelitian dengan
membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan topik penelitian. Kemudian peneliti menyusun pedoman wawancara yang disusun berdasarkan beberapa teori yang relevan dengan masalah. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaanpertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Kemudian peneliti menyusun pedoman observasi ditujukan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian. Dengan tujuan untuk mencapai masukan mengenai isi dari pedoman wawancara dan pedoman observasi tersebut. Setelah mendapat masukan, peneliti membuat perbaikan, peneliti juga menyiapkan tape recorder untuk merekam wawancara agar tidak ada yang terlewatkan. 1. Tahap Pelaksanaan Penelitian. Sebelum proses pengumpulan data dilakukan peneliti mencari calon subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Setelah mendapatkan subjek, peneliti membuat kesepakatan mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara. Kemudian peneliti melakukan wawancata pada waktu yang telah disepakati. 2. Tahap Analisis. Setelah wawancara selesai dilaksanakan, peneliti memindahkan hasil rekaman wawancara kedalam bentuk verbatim tertulis. Kemudian peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai dengan metode analisis. Selanjutnya peneliti membuat kesimpulan untuk mengetahui hasil akhir dan mengajukan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. d. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi sistematik dan observasi non partisipan, dimana peneliti telah membuat kerangka tentang faktorfaktor yang sesuai dengan hal-hal yang akan diobservasi dan juga peneliti berada diluar subjek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang subjek lakukan. teknik wawancara terbuka dimana para subjek tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara ini dilakukan. Serta peneliti juga menggunakan petunjuk umum wawancara yang mengharuskan ditanyakan dalam proses wawancara. e. Alat Bantu yang Digunakan dalam Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa alat bantu dalam mengumpulkan data, yaitu pedoman wawancara ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam memberikan pertanyaan. Pedoman ini memfokuskan pada wawancara berdasarkan tujuan dan teori yang ada. Kemudian pedoman observasi disusun dan disesuaikan dengan pelaksanaan wawancara serta pelaksanaan observasi untuk mencatat observasi penelitian dengan memperhatikan cara menjawab dan gerakan tubuh. Serta alat perekam untuk membantu peneliti agar tidak ada data yang terlewatkan dan peneliti tidak harus mencatat semua jawaban yang diberikan subjek sehingga dapat lebih fokus pada apa yang harus ditanyakan. f. Keakuratan Penelitian Menurut Moleong (2004) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.Teknik
yang paling banyak digunakan adalah pemerksaan melaui sumber lainnya. Denzig (dalam Moleong, 2004) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. g. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh akan di analisa dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif. Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan, yaitu melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
D. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Hasil wawancara dan observasi a. Gambaran umum subjek Subjek pertama adalah seorang remaja pria berusia 18 tahun yang bertubuh sedang, tidak terlalu tinggi, dan warna kulit subjek adalah cokelat. Subjek memakai kaos berwarna hitam, memakai celana jeans dengan model pinsil berwarna hitam. Dan subjek juga memakai blezzer dan topi berwarna kream. Subjek juga memakai sepatu berwarna putih dan subjek dipiercing pada bagian telinga dan pada bagian bibir. Subjek kedua adalah seorang remaja wanita berusia 16 tahun yang bertubuh sedang, dengan warna kulit yang putih, dan rambut subjek berwarna hitam dengan panjanganya sepundak. Subjek memakai kaos berwarna hitam, celana jeans model pinsil berwarna hitam, memakai sepatu berwarna putih. Selain itu subjek juga memakai kalung berwarna warni dan gelang berwarna hitam dan subjek dipiercing pada bagian bibir dan pada bagian lidah. b. Hasil wawancara 1. Kehidupan dalam keluarga
Kehidupan keluarga subjek pertama cukup harmonis. Ia adalah anak ke dua dari dua bersaudara dan mempunyai satu orang kakak laki-laki. Hubungan dengan keluarganya baik. Orangtua aubjek berada di Bandung dan ia tinggal bersama kakaknya di Jakarta. Subjek dengan kakaknya sangat dekat, dimana ia suka berbagi atau sharing. Subjek juga suka minta saran dan masukan kepada kakaknya baik dalam masalah penampilan maupun masalah pribadi. Hubungan subjek kedua dengan keluarganya cukup baik, ia tinggal bersama adik-adiknya, ibu dan bapak tirinya. Hubungan dengan adik-adiknya cukup baik, meskipun terkadang suka bertengkar. Adik subjek yang pertama juga melakukan body piercing. Diantara kedua orangtuanya, subjek paling dekat dengan ibu daripada dengan bapaknya. Karena ia merasa bahwa ibunya sangat baik dan perhatian terhadapnya. 2. Kehidupan dalam kelompok Hubungan subjek pertama dengan temanteman di kelompoknya baik dan sangat dekat. Ia suka ikut kumpul-kumpul dan “nongkrong” bersama teman-temannya. Dan juga suka melakukan hobi bersama termasuk melakukan body piercing. Hubungan subjek kedua dengan teman-teman di kelompoknya sangat dekat dan cukup baik. Karena hampir setiap hari ia bertemu dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Subjek sudah empat tahun berteman dengan teman-temannya itu. Ia juga suka melakukan hobi bersama temantemannya seperti kumpul-kumpul, pergipergi bersama, nyanyi-nyanyi bersama dan termasuk melakukan body piercing. 3. Sikap subjek terhadap kelompok Sikap subjek pertama terhadap teman-teman di kelompoknya yaitu, baik, setia kawan, saling membantu, dan mau membela teman walaupun temannya itu sudah melakukan suatu kesalahan. Karena menurutnya
walaupun temannya itu sudah melakukan suatu kesalahan, tetapi mereka adalah tetap teman. Jadi ia merasa harus tetap membelanya. Subjek sangat mengutamakan solidaritas dan bersikap saling membantu teman-temannya bila sedang mengalami kesulitan. Sikap subjek kedua terhadap temantemannya, yaitu baik, setia kawan dan saling membantu satu sama lain. Setiap ada masalah di dalam kelompok selalu diselesaikan secara bersama-sama. Subjek juga selalu membantu bila teman-temannya sedang memerlukan bantuan dan begitu juga sebaliknya bila ia sedang memerlukan bantuan teman-temannya, maka temantemannya tersebut akan membantunya juga. 4. Body Piercing Subjek pertama sudah hampir dua tahun melakukan body piercing. Subjek merasa tidak sakit dan tidak takut dengan bahaya dari body piercing tersebut. Karena setiap hari ia selalu merawat telinganya, yaitu dengan dibersihkan dan dikompres setiap ia mau tidur. Walaupun subjek merasa sakit saat melakukan body piercing, namun dengan begitu ia merasa mendapatkan kepuasan pribadi dengan melakukan body piercing. Alasan subjek melakukan body piercing adalah berawal dari coba-coba melakukan piercing bersama temantemannya, ikut-ikutan teman, dan ingin tampil beda dari penampilan yang sebelumnya. Subjek kedua sudah empat tahun melakukan body piercing. Ia sudah pernah piercing di telinga, di hidung. Dan sekarang subjek piercing di lidah dan di bibir. Alasan subjek melakukan body piercing adalah karena ikut-ikutan teman-temannya, dimana temantemannya itu kebanyakan pada dipiercing. Selain itu alasan subjek melakukan piercing yaitu, bila ia merasa sedang stres maka ia akan potong rambut, melakukan piercing dan bahkan menyilet-nyilet tubuhnya. 5. Pengaruh kelompok
Subjek pertama merasa bahwa temantemannya tidak selalu memberikan dampak yang negatif untuk dirinya, misalnya dalam hal penampilan ia merasa dahulu penampilannya biasa-biasa saja tidak seperti sekarang dipiercing seperti ini. Selain itu teman-temannya juga selalu membantu bila ia sedang mempunyai masalah dan temantemannya juga selalu ada saat subjek senang maupun sedih. Dan setiap hal yang subjek kerjakan pasti akan mendapatkan dukungan. Sehingga subjek akan merasa takut bila sampai ditinggalkan oleh teman-temannya. Menurut subjek kedua teman-teman dikelompoknya itu tidak selalu memberikan dampak yang negatif bagi dirinya. Subjek merasa bahwa teman-temannya tersebut memberikan pengaruh yang besar sekali. Karena ia dan teman-temannya sudah seperti keluarga. Selain itu ibunya juga dekat dengan teman-temannya. Subjek bercerita bahwa ia akan takut kalau sampai kehilangan dan ditinggalkan oleh temantemannya. Karena ia merasa hubungan dengan teman-temannya sudah sangat dekat dan ia sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya. B. Hasil dan Pembahasan 1. Analisis Intra Kasus a. Alasan subjek melakukan body piercing Subjek pertama melakukan body piercing adalah karena mengikuti kelompok, yang berawal dari coba-coba mengikuti kelompok melakukan body piercing bersama temanteman subjek, dengan tujuan agar diterima oleh kelompoknya Selain itu subjek juga ingin tampil beda dari penampilan sebelumnya, sehingga ia merasa lebih percaya diri. Pada subjek kedua alasan subjek melakukan body piercing adalah karena coba-coba mengikuti kelompok. Dimana kelompok subjek hampir sebagian besar melakukan body piercing. Dan juga karena subjek ingin
terlihat tampil beda. mendapatkan kepuasan pribadi, yaitu merasa puas dan lega. Walaupun subjek merasa sakit saat dipiercing, dan juga ia merasa lebih percaya diri. Alasan kedua subjek ini adalah sesuai dengan alasan remaja melakukan body piercing menurut (www.Kent-tatto.com, 2004). b. Gambaran konformitas terhadap kelompok pada remaja yang melakukan body piercing Gambaran konformitas pada kedua subjek ini dapat dilihat berdasarkan beberapa aspek. Pada aspek kekompakan, yaitu dengan mengikuti penampilan kelompok, waktu dan kegiatan bersama kelompok, sikap subjek terhadap kelompok, melakukan hobi bersama kelompok dan sikap subjek terhadap kelompok. Pada aspek kesepakatan, yaitu dengan setuju pada keputusan kelompok, cara pengambilan keputusan didalam kelompok, perasaan takut dikucilkan oleh kelompok. Pada aspek ketaatan, yaitu perasaan takut hukuman dari kelompok, perasaan takut kehilangan kelompok, dan bersikap rela untuk memenuhi permintaan kelompok. Gambaran konformitas kedua subjek tersebut adalah sesuai dengan teori aspek-aspek konformitas menurut Sears dkk (1985). c. Efek konformitas Efek konformitas pada remaja terhadap kelompok yang melakukan body piercing dapat dilihat dari pengaruh kelompok terhadap diri subjek, dimana pengaruh kelompok dapat digolongkan menjadi pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif pada subjek pertama, yaitu dalam hal penampilan, subjek merasa bahwa dahulu penampilan subjek biasa saja dan sekarang setelah melakukan body piercing penampilan subjek menjadi berubah. Subjek merasa selalu mendapat dukungan dari kelompok pada setiap hal yang subjek kerjakan terutama dalam hal penampilan, yaitu dengan subjek melakukan
body piercing. Selain itu subjek juga merasa nyaman bila sedang bersama dengan kelompok, karena subjek merasa hubungan subjek dengan kelompok sudah cukup dekat. Sedangkan pengaruh negatifnya adalah subjek mudah untuk dipengaruhi untuk ikut melakukan kegiatan yang memberikan dampak negatif, seperti minum-minuman keras, merokok, dan melakukan kebutkebutan dijalan raya. Dan subjek akan merasa tidak percaya diri bila penampilannya tidak sama dengan kelompok. Efek konformitas yang positif pada subjek kedua, yaitu dalam berpenampilan dengan melakukan body piercing, subjek merasa bahwa penampilannya terlihat lebih menarik. Subjek juga menyesuaikan pakaiannya dengan kelompok, yaitu dengan memakai baju berwarna hitam dan celana model pinsil, dan memakai pernak-pernik hitam yang sama dengan kelompoknya.selain itu subjek juga merasa nyaman dan selalu mendapatkan dukungan dari kelompok pada setiap hal yang ia kerjakan. Dan efek yang negatif pada subjek adalah mudah untuk dipengaruhi kelompok untuk melakukan kegiatan yang negatif, seperti melakukan body piercing dan merokok. Dan subjek akan merasa tidak percaya diri bila penampilannya tidak sama dengan kelompok. Efek konformitas pada kedua subjek ini adalah sesuai dengan teori dari Rahkmat (1996), yaitu konformitas dapat memiliki efek bagi individu yang melakukan konformitas diantaranya, yaitu adanya pengakuan langsung individu terhadap pendapat atau pernyataan dari kelompoknya, adanya perasaan positif terhadap apa yang menjadi pendapat atau yang merupakan pernyataan dari kelompoknya dan adanya dukungan dari kelompok. Dan juga orang yang suka melakukan konformitas, yaitu dapat menjadi tidak percaya diri, mudah terpengaruh oleh orang lain dan suka bersikap ikut-ikutan.
2. Analisis Antar Kasus a. Alasan subjek melakukan body piercing Antara subjek pertama dengan subjek kedua mengenai alasan subjek dalam melakukan body piercing. Bahwa antara subjek pertama dengan subjek kedua terdapat kesamaan dan perbedaan mengenai alasan dalam melakukan body piercing. Persamaanya, yaitu alasan kedua subjek adalah karena mengikuti kelompok masing-masing dan ingin tampil beda dari penampilan sebelumnya. Sedangkan perbedaan antara kedua subjek, yaitu selain alasan subjek kedua melakukan body piercing karena mengikuti kelompok, dan ingin tampil beda. Jika ia sedang merasa setres, maka ia melakukan body piercing. b. Gambaran konformitas pada remaja yang melakukan body piercing Antara subjek pertama dan subjek kedua memiliki kesamaan mengenai gambaran konformitas yang dilihat dari aspek kekompakan dalam hal penampilan. Dimana antara subjek pertama dan subjek kedua sama-sama menyesuaikan penampilan mereka dengan kelompok masing-masing. subjek 1 memakai kaos berwarna hitam, memakai celana model pinsil, model rambut yang dispike dan melakukan body piercing. Sedangkan subjek kedua juga menyesuaikan penampilan dengan kelompoknya yaitu, dengan memakai kaos berwarna hitam, memakai celana model pinsil, menggunakan pernak-pernik hitam dan melakukan body piercing. Dan kedua subjek juga akan merasa tidak percaya diri bila penampilan mereka tidak sama dengan kelompok. Antara kedua subjek memiliki kesamaan mengenai sikap terhadap kelompok masingmasing. Kedua subjek bersikap baik, setia kawan, saling membantu satu sama bila sedang mengalami kesulitan. Namun terdapat perbedaan juga mengenai sikap membela teman bila teman tersebut telah
melakukan kesalahan. Subjek pertama akan bersikap membela teman walaupun temannya itu sudah melakukan suatu kesalahan dan ia sangat mengutamakan solidaritas. Sedangkan sikap subjek kedua adalah biasa saja, dimana ia tidak membelanya, ia hanya memberi tahu kepada temannya itu mengenai kesalahan yang telah dilakukan dan menasehatinya. Dan juga terdapat kesamaan mengenai perhatian yang diberikan oleh kelompok masing-masing dan perhatian yang diberikan oleh subjek terhadap kelompok masing-masing. Kedua subjek adalah termasuk orang yang mau untuk bersikap rela memenuhi permintaan kelompok dan membantu kelompoknya walaupun tidak mendapatkan imbalan. Kedua subjek juga mau bersikap rela memenuhi permintaan kelompok. c. Efek konformitas Efek konformitas yang dilihat dari pengaruh yang positif dalam hal penampilan, antara kedua subjek adalah sama. Kedua subjek merasa bahwa kelompoknya sama-sama dapat memberikan pengaruh yang baik dalam hal penampilan. Selain itu kedua subjek juga merasa bahwa setelah melakukan body piercing, penampilan mereka terlihat lebih keren dan lebih menarik dari penampilan yang sebelumnya. Sedangkan efek yang negatif Kedua subjek mengikuti kelompok dengan melakukan body piercing, maka mereka juga akan mengikuti kelompoknya bila kelompok mereka akan melakukan kegiatan atau halhal yang dapat memberikan dampak negatif. E. Penutup a. Kesimpulan Terdapat kesamaan mengenai alasan pada kedua subjek dalam melakukan body piercing. Keduanya melakukan body piercing karena mengikuti kelompok masing-masing. Selain itu kedua subjek juga ingin tampil beda dari penampilan
sebelumnya. Gambaran konformitas pada pada kedua subjek dapat dilihat dari aspek kekompakkan, aspek kesepakatan, dan aspek ketaatan. Terdapat kesamaan mengenai aspek kekompakkan dalam hal berpenampilan, waktu dan kegiatan yang dilakukan bersama kelompok, sikap subjek terhadap kelompok, melakukan hobi bersama kelompok serta perhatian subjek terhadap kelompok masingmasing. Namun juga terdapat perbedaan antara kedua subjek mengenai waktu dan kegiatan yang dilakukan bersama kelomok. Pada subjek pertama, ia menghabiskan waktu dalam satu minggu sekitar tiga sampai empat kali, dari siang hari sampai malam hari. Sedangkan pada subjek kedua, ia hampir setiap hari menghabiskan waktu bersama-sama kelompok dengan bertemu dari siang hari sampai malam hari. Kegiatan yang dilakukan oleh kedua subjek bersama kelompok yaitu, “nongkrongnongkrong”, bercanda, jalan-jalan dan melakukan body piercing. Antara kedua subjek terdapat kesamaan mengenai gambaran konformitas pada remaja terhadap kelompok yang melakukan body piercing yang dilihat dari aspek kesepakatan, yaitu kedua subjek samasama selalu setuju pada setiap keputusan dikelompok masing-masing. Mereka jarang mempunyai pendapat yang berbeda dengan kelompok. Selain itu kedua subjek juga memiliki cara pengambilan keputusan pada kelompok yang sama yaitu, berdasarkan pada suara terbanyak setelah itu baru diambil sebuah keputusan. kelompok. Dan mereka akan merasa sedih bila sampai dikucilkan oleh kelompok hanya karena berbeda pendapat dengan kelompok. Terdapat kesamaan antara kedua subjek yang dilihat dari aspek
kesepakatan, seperti perasaan takut terhadap hukuman dan perasaan takut akan kehilangan, dan bersikap rela untuk memenuhi permintaan kelompok. Efek konformitas yang positif pada kedua subjek, yaitu dalam hal penampilan, kedua subjek merasa bahwa setelah melakukan body piercing penampilan kedua subjek terlihat lebih keren dan lebih menarik. Kedua subjek juga merasa selalu mendapat dukungan dari kelompok masing-masing dan merasa nyaman saat bersama kelompok masing-masing.Sedangkan efek konformitas yang negatif pada kedua subjek, yaitu mereka selalu mengikuti kelompok masing-masing, bila kelompok melakukan kegiatan yang dapat memberikan dampak yang negative karena kedua subjek adalah mudah untuk dipengaruhi oleh kelompok. b. Saran 1. Untuk subjek Hasil penelitian menunjukan bahwa body piercing berkaitan dengan konformitas. Disamping dapat membawa efek yang positif, seperti dalam hal berpenampilan, memberikan kenyamanan dan mendapatkan dukungan dari kelompok. Selain itu konformitas juga dapat memberikan efek yang negatif, seperti mengikuti kelompok melakukan hal-hal atau kegiatan yang dapat memberikan dampak negatif, seperti merokok, minum-minuman keras, melakukan kebut-kebutan di jalan raya dan melakukan “dugem”. Maka dengan demikian disarankan untuk subjek dapat bersikap lebih tegas lagi, asertif dan tidak mengikuti kelompok melakukan hal-hal yang dapat memberikan dampak negatif. 2. Untuk keluarga Dari penelitian yang telah dilakukan tampak bahwa body piercing berkaitan
dengan konformitas. Oleh karena itu diperlukannya perhatian yang lebih lagi kepada subjek. Selain itu diharapkan keluarga dapat memberikan masukanmasukan dan kegiatan-kegiatan positif agar subjek dapat melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat lagi untuk dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Basuki Heru, A.M. 2006. Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Iilmu Kemanusiaan Dan Budaya. Jakarta : Universitas Gunadarma. Baron & Byane. 2004. Psikologi Sosial Edisi ke 10 jilid 2. The University At Albany/State University of Nem York. Erlangga. Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia Echol, J & H, Shadily.1976. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Fatimah,E. 2006. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Pustaka Seta : Bandung. Hurlock, E.B. 1993. Psikologi Perkembangan : Suatu Rentang Kehidupan. Terjemahan : Istiwidiyanti. Jakarta : Erlangga. Innata, C. 2005. Handout Psikologi Kelompok. Fakultas Psikologi. Universitas Gunadarma : Depok. Maunati, Y. 2004. Identitas Dayak Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta : LKIS. Milles, B & Huberman. 1992. Qualitative Data Analysis : A Soursebook of New Mthods. Beverly Hills : Sage Publications.
Moleong, L. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdarkaya. Monks, dkk. 2004. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Pers. Muhktar, dkk. 2003. Konsep Diri Remaja Menuju Pribadi Mandiri. Jakarta : PT Raksasa Semesta. Myers, D.G. 1996. Social Psychology Fifth Edition & International Edition. New York. The Mc Grow Hill Company Narbuko, C & Ahmadi. 2004. Metodelogi Penelitian. Jakarta : PT Bumi Aksara Poerwandari, E.K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarata : LPSP3. Fakultas Psikologi : Universitas Indonesia. Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Depok : Universitas Gunadarma. Rahkmat, J. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Sarwono, W.S. 2002. Psikologi Sosial : Psikologi Kelompok & Psikologi Terapan. Jakarta : Balai Pustaka Sears, dkk. 1985. Social Psychology Jilid 2 Jakarta : Erlangga Soeratno, S. 1987. Metodelogi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula. Yogyakarta : Universitas Gajahmada. Anonim. 2001. Longman Dictionary of Contemporary English. Spanyol : Crayfosa. Anonim. 2006. Pengaruh Budaya Tindik (Piercing) Terhadap Kehidupan Masyarakat. Indonesian Sub Culture.com
Anonim.2006.TindikTubuhAntaraNyerida nSeni.http://www.liputan6.com/view/48 493.html. Anonim. 2006. Anak Muda.http://www.kenttatto.com/ina/liat_profil.php?nomor=45