"
ffi~ ~ fLGmG. ~~ ~
tJJ.. ~,
(e.~.~·~(~ awuJ.> 96:1)
" ... ··~ ~ ~ at oUu£J.. ~ ~- .... ". (e.~.~ffi~ (~or tB~>. 2:115)
"~~ ~ acw. ~ aaJa1 ~ acw.. ~ ~ ~ ~ ~ 41AA.". (~~ X.9t.~~. ~ q)~ ~UA!.ffi~
acw.. ~).
DISKONTINUIT AS PENERAP AN INOV ASI PENGELOLAAN LIMBAH OLEH PENGUSAHA JEANS WASH (Studi Kasus di Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni, dan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan )
Oleh ENDANG SR JUWANINGSIH NPM. 2505 2008 7009
TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) Program Studi Magister llmu Lingkungan Program Pascasarjana Konsentrasi Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG
2009
DISKONTINUITAS PENERAPAN INOVASI PENGELOLAAN LIMBAH OLEH PENGUSAHA JEANS WASH {Studi Kasus di Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni, dan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan)
Oleh ENDANG SR JUWANINGSm NPM. 2505 2008 7009
TESIS
.
Untuk memenubi salah satu syarat ujian Guna memperoleb gelar Magister Sains llmu Lingkungan Program Studi Magister llmu Lingkungan Program Pascasarjana Konsentrasi Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan LH 'felab disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal Seperti tertera di bawah ini
Bandung, 24 Juli 2009
Pembimbing
Ito A Kurnana ., Dip.,EST Ketua Tim f-embimbing
i Gunawan, MA.,Ph.D. nggota Tim Pembimbing
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASAR JANA UNIVERSIT AS PADJADJA RAN Jalan Sckcloa Sclatan I, Bandung 40132, Telepon : (022) 2508871, Fax. : (022) ~S08871, E-mail:
[email protected]
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI) UJIANTESIS TGL. UJIAN NAMA NPM PROGRAM STUDI BKU JUDUL
: 1 Agustus 2009 : Endang SR Juwaningsih : 2505200~7009 : Magister Ilmu Lingkungan : Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Alam & LH : Diskontinuitas Penerapan Inovasi Pengelolaan Limbah Oleh Pengusaha Jeans Wash ( studi Kasus di Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni, dan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan )
TELAH DIREVISI, DISETUJUI OLEH TIM PENELAAHITIM PEMBIMBING DAN DIPERKENANK AN UNTUK DIPERBANYAK I DICETAK NO.
NAMA
TANDA TANGAN
k
1
Prof. Oekan S Abdoellah, MA.,Ph.D
2
Chay Asdak, MSc., Ph.D
...
3
Dadan Sumiarsa. Drs.,MS
X
4
Rini Soemarwoto, Ph.D
cS~J_)
K~~~/W
Bandung, Agustus 2009 Mengetahui:
------------------~---------------------------
Pembimbing I
Pembimbing II
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: I. Karya tulis saya, tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan /atau doktor), baik di Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain. 2. Karya tulis ini adalah mumi gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan normayang berlaku di perguruan tinggi ini.
Bandung,
Juli 2009
SR JUWANINGSIH NPM. 2505 2008 7009
iv
DISCONTINUANCE APPLICATION OF INNOVATION WASTE MANAGEMENT BY ENTREPRENEUR JEANS WASH (Case study in Wonopringgo District, Kedungwun District, and Buaran District Pekalongan Regency)
ABSTRACT
The environment of settlement in Wonopringgo District, Kedungwuni District, and Buaran District Pekalongan Regency were polluted by waste water from jeans wash industry. The entrepreneurs jeans wash discharge their waste directly to the drainage and river without any treatment. Industrial department in Central Java Province have been applied the waste water treatment for jean<> wash which built in Pakis Putih, Kedungwuni district and this waste water treatment plan have been used by the industry. However, this waste water treatment plan was discontinued after operation for one a halfyear. The objective of this study was to explain what were the factors that influence the discontinuance of innovation of the management which applied by jeans wash industry. Theoretically, the discontinuance was simultaneously influenced by innovation characteristic factor, perception receiver factor, and change agen factor. This study used quantitative method. Quantitative method is used to test the factors that influenced the discontinnuanc of innovation there are innovation characteristic factor, perception receiver factor, and change agent factor. Quantitative method is used to test the three factor using path analysis. The data ofpath analysis obtained by questioner instrument. The Results of this research shows that innovation characteristics factor, perception receiver factor, and change agent factor were influence significantly to discontinuity of innovation. Innovation characteristic factor influence discontinuance application of innovation waste equal to management equal to 25,8%, and perception receiver factor influence weakly on discontinuance application of innovation waste management equal to 16,9%, and change agent factor influence discontinuance application of innovation waste management equal to 20, 5%.
Keywords: Jeans wash waste management, discontinuance application of innovation waste management, entrepreneur jeans wash, water pollution.
v
DISKONTINUITAS PENERAPAN INOVASI PENGELOLAAN LIMBAH OLEH PENGUSAHA JEANS WASH (Studi Kasus di Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni dan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan)
ABSTRAK
Lingkungan permukiman di Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni dan Kecamatan Buaran terjadi pencemaran oleh limbahjeans wash. Pengusaha jeans wash membuang lim bah jeans wash secara langsung ke saluran umum, selokan, dan ke sungai tanpa pengolahan lebih dahulu. Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah memberi bantuan IPAL jeans wash yang dibangun di Desa Pakis Putih Kecamatn Kedungwuni. Pengusaha jeans wash sempat mengoperasikan IPAL sekitar satu setengah tahun kemudian tidak berlanjut (diskontinuitas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh pengusaha jeans wash. Secara teoritis diskontinuitas inovasi dipengaruhi oleh karakteristik inovasi, persepsi penerima, dan agen pembaru. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi diskontinuitas inovasi, yaitu faktor karakteristik inovasi, faktor persepsi penerima, dan faktor agen pembaru. Untuk menguj i tiga faktor terse but menggunakan analisis jalur. Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan instrumen kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor karakteristik inovasi, faktor persepsi inovasi, dan faktor agen pembaru berpengaruh secara nyata terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Faktor karakteristik inovasi mempengaruhi diskontinuitas inovasi sebesar 25,8%, sedangkan faktor persepsi penerima mempengaruhi diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah sebesar 16,9%, dan faktor agen pembaru sebesar 20,5 %. Kata kunci: Pengelolaan limbah jeans wash, diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah, pengusahajeans wash, pencemaran air.
vi
KATAPENGANTAR
Puji syukur ke-hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul "Diskontinuitas Penerapan lnovasi Pengelolaan Limbah oleh Pengusaha Jeans Wash ( Studi Kasus di Kecamatan Wonopringgo, Kedungwuni dan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan)".
Tesis
ini
bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang
mempengaruhi diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh pengusahajeans wash". Dalam penyusunan Tesis ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dari segi penyajiannya. Namun demikian penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materiil. Oleh karena itu bukan suatu hal yang berlebihan apabila pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sangat mendalam kepada : I.
Kepala Pusbindiklatren Bappenas Bapak Dr. A vip Syaefullah.,drg.,M.Pd., selaku pemberi beasiswa;
2.
Bupati Pekalongan yang telah memberi ijin tugas belajar;
3.
Prof. Dr. Ganjar Kumia, DEA., selaku Rektor Universitas Padjadjaran Bandung;
4.
Prof. Dr. lr. Mahfud Arifin, M.S., selaku Direktur Program Pascasmjana Universitas Padjadjaran Bandung;
5.
Prof. Oekan S. Abdoellah, M.A., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Padjadjaran Bandung;
6.
Dr. Tb. Benito. A. Kumani, Ir., Dip., EST., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Lingkungan (PSMIL) Universitas Padjadjaran Bandung, dan sekaligus selaku Ketua Tim
Pembimbing yang telah
memberikan
bimbingan, saran dan mengarahkan selama penyusunan tesis; 7.
Budhi Gunawan, MA., Ph.D., selaku Anggota Tim Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan mengarahkan selama penyusunan tesis;
vii
8.
Chay Asdak, Ir., MSc., Ph.D., selaku Ketua Konsentrasi Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup;
9.
Seluruh Dosen dan Pegawai Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran Bandung;
10.
Penghargaan dan terima kasih kepada ayahanda Chaeri dan ibunda Subekti yang dengan tutus senantiasa memberikan dorongan dan doa restu. Penghargaan dan terima kasih pula kepada bapak mertua Muh. Slamet (Aim) dan ibu mertua Siti Aminah (Aim);
11.
Suamiku tercinta dr. Supriyanto dan anakku tersayang Nindya Novita S yang selalu setia dan sabar telah memberi dorongan, pengertian, pengorbanan dan doa yang senantiasa menyertai selama studi berlangsung, demikian juga kepada adik-adikku Heria P, A.Md sekeluarga dan EY Pambudi, ST sekeluarga atas pengertian dan dorongannya;
12.
Semua ternan senasib dan seperjuangan angkatan IV Bappenas Tahun 2008/2009 di Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Program Pasca sarjana Universitas Padjadjaran Bandung atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya selama ini. Akhirnya atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis dalam
penulisan tesis ini, semoga Allah swt membalas dengan pahala yang berlipat ganda. Harapan penulis semoga karya tulis ini bennanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bandung,
Juli 2009
Penulis
viii
DAFTAR lSI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................. . LEMBAR PENGESAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ii
LEMBAR PERSETUJUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . .
iii
PERNY AT AAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
IV
ABSTRACT..........................................................................
v
ABSTRAK ....................................................................................................
vi
KAT A PENGANT AR ..................................................................................
VII
DAFT AR lSI ................................................................................................
IX
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
XI
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
IV
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... . 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ....................................................................... . Rumusan Masalah .................................................................. . Tujuan Penelitian ................................................................... . Kegunaan Penelitian .................................................. ............ .
BAB U KAHAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ................................................... ........................ 2.1
2.2 2.3
Kaj ian Pustaka ....................................................................... . 2.1.1. Pencemaran Lingkungan .. ... .. .. .... ....... ...... ... .. .... .... ........ . 2.1.2. Inovasi Pengelolaan Limbah Jeans wash ................... . 2.1.3 Diskontinuitas Inovasi .......................................... ........ . 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Inovasi... 2.1.4.1 Faktor karakteristik inovasi................................ 2.1.4.2 Faktor Persepsi penerima.................... .. . .. . . ... 2.1.5.3 Faktor Agen pembaru . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . . . .. . ..... Kerangka Pemikiran .............................................................. . Hipotesis ................................................................................ .
ix
l 6 6 7
8
8 8 11 14 15 23 25 27 30 33
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 3.1 3.2
Objek Penelitian .................................................................... . Metode Penelitian ................................................................. . 3.2.1 Teknik Pengambilan Data ........................................... 3.2.2 Variabel Penelitian dan Definisi Variabel Operasional.. 3.2.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................... 3.2.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ........................... 3.3. Analisis Data.............................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 4.2. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya ....................................... 4.3. Kegiatan industrijeans wash ................................................... 4.4. Paguyuban pengusahajeans wash .......................................... 4,5. Diskontinuitas penerapan inovasi ........................................... 4.6. Variabel karakteristik inovasi ................................................. 4.7. Variabel persepsi penerima ..................................................... 4.8. Variabel agen pembaru ........................................................... 4.9. Uji statistik faktor-faktor yang mempengaruhi diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah.. .. . .. . .. .... .. . .. . . . . ... .... 4.9.1. Pengujuan hipotesis penelitian............................... 4.9.2. Uji kecocokan model . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 4.9.3. Uji korelasi ........... ... ...... ... ..... ......... ....... ...... .. 4.9.4. Uji pengaruh parsial . . .. . .. . .. . .. . . .. .. . .. . .. ... . .. . . . . .. . . . . .. 4.9.5. Model analisisjalur ............................................
34 34 34 35 36 41 41 44 50 50 52 53 57 58 62 67 74 78 78 80 82 83 90
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................
93
5.1 Simpulan ................................................................................... 5.2 Saran ...... .. ...... .. ... ..... .... .. ....... .... .... ........................ ............. .......
93 96
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
97
LAMP IRAN
X
DAFf AR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran ....................................................
33
Gambar 3.1. Hubungan antar variabel dalam penelitian ..............................
44
Gam bar 4.1. Uj i t karakteristik inovasi, persepsi penerima, agen pembaru terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah
84
Gam bar 4.2. Struktur hubungan antar variabel penelitian yang terbentuk.. ..
90
XI
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel3.1 Penilaian Skala Sikap Likert .....................................................
35
Tabel3.2 Variabel dan cara pengumpulan data .......................................
36
Tabe1 4.1 Perilaku pengusaha da1am membuang lim bah......................
59
Tabel 4.2 Tanggapan pengusaha terhadap pengolahan limbahjeans
61
Tabel 4.3 Tanggapan pengusaha mengenai sarana dan prasarana
.. .........
62
Tabel 4.4 Tanggapan pengusaha terhadap keuntungan relatif .................
63
Tabel4.5 Tanggapan pengusaha tentang penting/tidaknya mengolah limbah berkaitan dengan waktu............................................................... 64 Tabel4.6 Tanggapan pengusaha tentang prosedural mengolah limbah.....
65
Tabel4.7 Tanggapan pengusaha terhadap uji coba mengolah limbah .....
65
Tabe14.8 Tanggapan pengusaha berkaitan dengan terjadinya hambatan....
66
Tabel 4.9 Persepsi pengusaha mengenai perilaku membuang lim bah........
68
Tabel 4.10 Karakteristik usia pengusaha tahun 200 1 .................................
69
Tabel 4.11 Karakteristik tingkat pendidikan pengusaha tahun 200 1... .........
70
Tabel4.12 Sosial ekonomi pengusaha tahun 2001.... ........................ ........
72
Tabel4.13 Tanggapan pengusaha terhadap kepedulian lingkungan.............
73
Tabel 4.14 Tanggapan pengusaha ten tang perlu tidaknya tatap muka dengan masyarakat/tetangga sekitamya ............................................ . . . .
73
Tabel 4.15 Tanggapan pengusaha tentang hasil limbah yang diolah dengan
IPAL............................................................ ..........
74
Tabel4.16 Tanggapan pengusaha terhadap penyuluhan yang dilakukan agen pembaru ............................................................................
76
Tabel 4.17 Tanggapan pengusaha tentang tingkat empati agen pembaru ...
76
XII
Tabel 4.18 Tanggapan pengusaha mengenai kerjasama agen pembaru dengan tokoh agama,tokoh masyarakat ... ..... .. .. ..... ........... .... .. ..
77
Tabel 4.19 Tanggapan pengusaha terhadap kredibilitas agen pembaru ......
78
Tabel4.20 Korelasi antara karakteristik inovasi, persepsi penerima, agen terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah.
78
Tabel 4.21. Pengaruh secara bersama karakteristik inovasi, persepsi penerima dan agen pembaru terhadap diskontinuitas penerapan inovasi...... 80 Tabel 4.22. Matriks korelasi antar variabel bebas.......................... ........ 82 Tabel4.23. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel karakteristik inovasi terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelo1aan limbah... 85 Tabel 4.24. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel persepsi penerima terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah... 86 Tabel4.25. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel agen pembaru terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah.. .. 88 Tabel4.26. Rangkuman pengaruh langsung dan tidak langsung variabel karakteristik inovasi, persepsi penerima dan agen pembaru terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan lim bah . . . . . . . . . . . . . . . 89
xiii
DAFT AR LAMPIRAN
Lampiran I. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 2. Foto-foto limbahjeans wash Lampiran 3. Foto-foto bangunan IPAL di Pakis Putih Lampiran 4. IPALjeans wash Lampiran 5. Uji validitas dan reliabilitas Lampiran 6. Kuesioner Lampiran 7. Pedoman penilaian kuesioner Lampiran 8. Output SPSS
xiv
BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Industri tekstil pencucian dan pencelupan/pewamaanjeans (jeans wash) di wilayah Kabupaten Pekalongan yang potensial mencemari lingkungan berjumlah 135 industri tersebar di daerah permukiman yang padat penduduk yaitu Kecamatan
Wonopringgo,
Kecamatan
Kedungwuni,
Kecamatan
Tirto,
Kecamatan Bojong, dan Kecamatan Buaran (Kabupaten Pekalongan, 2007). Industri ini berskala usaha rumah tangga (home industry) dengan lokasi kegiatan dilakukan di sekitar rumah tempat tinggal masing- masing pengusahajeans wash. Kegiatan industri jeans wash mencakup pencucian dan pewamaan jeans atau dalam Bahasa Indonesia disebutjin. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) dijelaskan bahwa jin merupakan celana yang terbuat dari kain tebal _dan kuat, dipakai untuk celana, jaket, dsb. empat tahap/langkah, yaitu: (a)
Proses jeans wash pada dasamya ada
proses untuk menghilangkan kanji (desizing)
pada kain jeans, (b) proses bio yaitu untuk memunculkan efek bintik, (c) proses pewamaan pada umumnya menggunakan wama sintetis. Pewamaan
jeans
dilakukan
dengan
dua
cara
yaitu
dengan
pewamaan
indigo
(cara tardisional) untuk menghasilkan wama dasar biru dan cara pewamaan sulfur untuk menghasilkan wama non biru, dan (d) Proses pencucian kain jeans. Pencucian jeans dilakukan untuk melembutkan kain dan menghilangkan zat-zat kimia efek pewamaan (BPPT, 2007).
2
Usaha jeans wash selain memberikan keuntungan ekonomi juga berpotensi menimbulkan pencemaran air dan udara. Dalam proses pencucian dan pewamaanjeans dihasilkan unsur fisika yaitu zat padat tersuspensi, unsur kimia anorganik terdiri atas pH, sulfida sebagai S, krom (Cr) total, amonia (NH3-N) total, 800 5, COD, serta unsur kimia organik yaitu terdiri atas fenol total, minyak dan lemak (BPPT, 2007). Secara keseluruhan jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh pengusaha jeans wash ini 1400 m3/hari (Bapedal Kabupaten Pekalongan, 2000). Pengusaha jeans wash di Kabupaten Pekalongan membuang limbahnya langsung ke selokan umum, ke sungai bahkan mengalir sampai ke saluran di sekitar persawahan. Aliran air berwarna biru legam dan berbau menyengat. Belasan sumur warga dalam radius I 00 meter dari lokasi kegiatan jeans wash tercemar dan tidak bisa dikonsumsi. Lebih lanjut dilaporkan bahwa pencemaran lingkungan oleh limbah jeans wash
kondisi
ditanggapi oleh masyarakat
dengan aksi unjuk rasa yang terjadi di Desa Kwagean Kecamatan Wonopringgo, Desa Paesan Kecamatan Kedungwuni, dan Desa Paweden Kecamatan Buaran (Provinsi Jawa Tengah, 2004). Sejak beberapa tahun lalu air sungai di Kabupaten Pekalongan seperti Sungai Sengkarang, Sungai Slempeng, Sungai Meduri, Sungai Sragi Lama, Sungai Mrican, Sungai Simbang Kulon dan Sungai Babalan Kidul telah memiliki kualitas yang buruk. Hal ini ditunjukkan oleh angka-angka parameter fisika dan kimianya sudah melampaui baku mutu air kelas ll menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 200 l tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pecemaran Air (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
3
Kabupaten Pekalongan, 2007) dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor I0 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Lim bah. Sesuai pasal I6 ayat I Undang-Undang Nomor 27 Tahun I997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan. Lebih lanjut dalam pasal I6 ayat 2 dikatakan bahwa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain. Berdasarkan pada pasal tersebut selanjutnya pada pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten!Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten!Kota. Dalam
rangka
mengatasi
masalah
limbah jeans
wash,
Dinas
Perindustrian Provinsi Jawa Tengah memperkenalkan sistem pengolahan limbah dengan memberikan bantuan prototipe (bentuk asli) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kepada para pengusahajeans wash dengan jumlah terbatas pada tahun 200 I. Bangunan IP AL ini merupakan proyek Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah (APBD I) Tahun Anggaran 1998/1999.
Pemerintah Kabupaten
Pekalongan menganggarkan jaringan listrik dan saluran air limbah/pemipaan, sedangakan IPAL dibangun di atas tanah milik H. Solichin Tohir salah satu anggota paguyuban pengusaha jeans wash. Bangunan IPAL terse but berada di Desa Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan yang merupakan daerah sentra industri jeans wash. Desa Pakis Putih terletak di antara
4
Kecamatan Wonopringgo dan Kecamatan Buaran yang merupakan basis industri pencucian dan pewamaanjeans di Kabupaten Pekalongan. Prototipe IPAL jeans wa')h ini merupakan hal baru yang bel urn dikenal dan digunakan sebelumnya oleh para pengusahajeans wash. IPAL ini sebagai sebuah inovasi teknologi untuk menanggulangi pencemaran air oleh limbahjeans wash. Pengelolaan limbah cair jeans wash dengan IPAL melalui tiga tahapan
pokok proses, yaitu: I) Perlakuan awal (Primary Treatment), 2) Perlakuan kedua (Secondary Treatment) atau lebih dikenal sebagai Biological Treatment, dan
3) Perlakuan lanjut (Advanced /Tertiary Treatment). Diharapkan dengan mengolah limbahjeans wash melalui IPAL dapat meminimalisir pencemaran air. Agar IPAL jeans wash ini dikenal oleh pihak yang berkepentingan, maka konsultan IPAL telah menjelaskan secara teknis, praktek pengolahan limbah dengan IPAL, kepada Paguyuban Pengusaha Jeans Wash. Kegiatan tersebut dihadiri pula oleh Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Terkait. Pelaksanaan uji coba IPAL berjalan lancar, kemudian ditindaklanjuti dengan penyerahan IPAL jeans wash dari Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah kepada Pemerintah Kabupaten Pekalongan dengan Berita acara Serah Terima Bantuan IPAL Jeans Wash Desa Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Nomor: 050/548 Tanggal 19 Juni 200 I. Selanjutnya, Bupati Pekalongan menyerahkan IPAL dan
pengelolaan pengoperasiannya
kepada Paguyuban Pengusaha Jeans Wash dengan Berita Acara Serah Terima Bantuan IPAL Jeans Wash Desa Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Nomor: 660.1/20 Tanggal 19 Juni 2001. IPAL ini diperuntukkan bagi para pengusahajeans wash. Paguyuban pengusahajeans wash ini didirikan
5
pada tanggal30 Mei tahun 2000 yang bertujuan untuk mempersatukan pengusaha
jeans wash skala rumah tangga di Kecamatan Kedungwuni, Kecamatan Buaran dan Kecamatan Wonopringgo terutama dalam pengelolaan limbah jeans wash dari industri yang mereka hasilkan. Sejak diserahkannya IPAL jeans wash dari Pemerintah Kabupaten Pekalongan kepada paguyuban pengusahajeans wash, pengelolaan limbahjeans
wash dengan IPAL sempat berjalan sekitar satu setengah tahun kemudian tidak berlanjut. Ketidakberlanjutanlketidakberkesinambungan (diskontinuitas) penerapan inovasi pengelolaan limbah dengan IPAL oleh pengusahajeans wash ini diprotes oleh masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kegiatan industri
jeans wash, karena limbah industri tersebut mencemari sumur-sumur mereka (DLH dan Kebersihan Kabupaten Pekalongan, 2004). Diskontinuitas penerapan inovasi menunjukkan bahwa ide/teknologi baru itu tidak terintegrasi ke dalam perilaku dan cara hidup para penerima. Proyek-proyek pembaruan yang tidak berdasarkan kebutuhan yang dirasakan oleh klien seringkali gagal atau menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Sejalan hal ini dapat ditunjukkan dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Rogers and Smoekers ( 1981) seperti pendanaan irigasi bagi petani di desa India, dan hasil penelitian Rahim ( 1961) tentang pengadopsian pompa air diesel oleh penduduk desa Pakistan. Ketidakberlanjutan juga dialami pada introduksi bibit jagung hibrida oleh Lembaga Penyuluh Pertanian kepada para petani di suatu desa di New Mexico (Rogers and Soemakers, 1981 ). Berkaitan dengan diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah dengan IPAL oleh pengusaha jeans wash tersebut, Bappedal
Kabupaten
6
Pekalongan telah mempunyai
program rutin untuk membina dan
menggelar
dialog dengan para pengusaha jeam wash. Bappedal Kabupaten Pekalongan beberapa kali mengundang para pengusaha jeam wash, namun para pengusaha tersebut sulit dikumpulkan untuk diajak mediasi, sehingga pengelolaan limbah
jeam wash dengan lPAL
tetap tidak berlanjut (Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah, 2004).
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang Diskontinuitas Penerapan lnovasi Pengelolaan Limbah oleh Pengusaha Jeam Wash di Kabupaten Pekalongan. Sehubungan itu pertanyaan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh Pengusaha jeam wash di Kabupaten Pekalongan?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh para pengusahajeam wash yang diintroduksikan oleh Pemerintah.
7
1.4. Keguoaan Penelitian a.
Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai ketidakberlanjutan penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh para pengusahajeans wash.
b.
Secara Praktis Hasil dari penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan input dan rujukan
bagi
pengambil
kebijakan
dalam
menyusun
program
penanggulangan pencemaran air limbah industri terhadap badan penerima dalam menyusun program pembangunan guna mewujudkan pelestarian sumberdaya yang ada.
BABII
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1.
Kajian Pustaka
2.1.1. Pencemaran Lingkungan Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air/udara, danlatau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Adapun Pencemaran air menurut Kristanto (2004) adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemumiannya, lebih lanjut dikemukakan adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukkannya secara normal. Mengingat bahwa air adalah komponen dari lingkungan hidup, maka pencemaran air merupakan bagian dari pencemaran lingkungan hidup. Merujuk pendapat di atas
air dikatakan tercemar bilamana terjadi
perubahan komposisi atau kondisi yang diakibatkan oleh adanya kegiatan atau hasil kegiatan manusia sehingga secara langsung maupun tidak langsung air menjadi tidak layak atau kurang layak untuk semua fungsi atau tujuan pemanfaatan sebagaimana kewajaran air yang dalam keadaan alami. Pencemaran air terjadi akibat adanya cairan bekas pakai yang dialirkan langsung ke perairan
8
9
terbuka, dan menimbulkan berbagai dampak yang merugikan masyarakat ataupun lingkungan. Limbah pengkanjian,
tekstil proses
merupakan penghilangan
limbah
yang dihasilkan
kanji,
dalam
penggelantangan,
proses
pemasakan,
merserisasi, pewamaan, pencetakan dan proses penyempumaan. Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/1 padatan tersuspensi dan 500 mg/1 BOD. Perbandingan COD: BOD adalah dalam kisaran 1,5 : I sampai 3 : I. (Kementerian LH RI, 2003). Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji pati, PYA, CMC, enzim, asam. Penghilangan kanji biasanya memberikan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain (termasuk kain denim sejenis jeans) adalah sumber limbah cair yang penting, yang menghasilkan. asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewamaan dan pembilasan seperti pada proses jeans wash menghasilkan air limbah yang berwama dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat wama yang dipakai, seperti fenol dan logam. Pada umumnya jenis lim bah tekstil mengandung: I) Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn, 2) Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan finishing), 3) Pigmen, zat wama dan pelarut organik, 4) Tensioactive (surfactant) ( Kementerian LH Rl, 2003).
10
Menurut Vembrianto ( 1984 ), masalah pencemaran lingkungan beserta dampaknya termasuk masalah sosial yaitu suatu kondisi atau proses dalam masyarakat yang dilihat dari sudut yang tidak diinginkan. Kondisi yang tidak diinginkan dipandang sebagai suatu yang abnormal, sehingga dianggap sebagi suatu deviasi terhadap konsep masyarakat ideal, yaitu masyarakat terbaik yang dicita-citakan bersama berdasar pendapat umum. Yang dijadikan masalah sosial ini bukan baik atau buruknya, tetapi kondisi-kondisi masyarakat
yang oleh
sebagian besar anggotanya dipandang merugikan atau membahayakan, sehingga ada upaya-upaya dari sejumlah besar anggota masyarakat untuk merubahnya. Dalam konteks psikologi, penyebab terjadinya pencemaran adalah faktor perilaku individu yang bersifat negatif dan tidak kondusif terhadap kehidupan lingkungan lestari (Hanurawan, 2005). Sebagaimana ditunjukkan perilaku pengusaha jeans wash yang membuang limbah cair industrinya langsung ke saluran air umum seperti sungai, seloka.n hujan, tanpa pengolahan lebih dahulu. Berkaitan dengan hal tersebut pencemaran air perlu dikendalikan karena pencemaran air dapat mengurangi pemanfaatan air sebagai modal dasar dan faktor utama pembangunan (Pusat Litbang SDA, 2008). Dalam rangka melaksanakan pengendalian pencemaran air, pemerintah telah mengundangkan beberapa peraturan antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air; dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 200 l tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
II
2.1.2. lnovasi Pengelolaan Limbah Jeans Wash
lstilah inovasi telah digunakan secara luas dalam berbagai bidang, baik industri. pertanian, teknologi, pemasaran, organisasi, kesehatan, dan pendidikan. Secara umum inovasi didefinisikan sebagai suatu gagasan, tindakan atau benda yang dianggap baru oleh seseorang (Rogers and Shoemaker, 1981 ). Musyafak dan Ibrahim (2005) menjelaskan bahwa inovasi mempunyai tiga komponen, yaitu ide atau gagasan, metode atau praktek, dan produk (benda atau jasa). Untuk dapat disebut inovasi, ketiga komponen tersebut harus mempunyai sifat baru. Sifat baru tersebut tidak harus berdasarkan basil penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi apabila diintroduksikan kepada masyarakat yang belum pemah mengenalnya. Kebaruan inovasi diukur secara subyektif menurut individu yang mengadopsinya, bukan kapan inovasi tersebut dihasilkan. Ia baru menerapkan/menerima inovasi tersebut saat ini, sehingga basil penelitian yang telah lalu pun tetap merupakan inovasi baginya saat ini. Merujuk pada pendapat tersebut di atas, sistem pengolahan limbah cair sebagai suatu inovasi mempunyai tiga komponen utama, yaitu: (I) komponen ide atau gagasan, (2) komponen informasi atau penjelasan terhadap teknologi yang bersangkutan, dan (3) komponen materi atau alat tertentu. Berkaitan hal ini, inovasi" sistem pengolahan limbah cair jeans wash yang diintroduksikan oleh pemerintah bagi pengusaha jeans wash untuk mengelola limbah jeans wash, terdiri dari ide dan gagasan untuk mengelola limbah, perangkat lunak berupa pengetahuan untuk membuat dan mengelolanya, dan perangkat keras berupa instalasi (bangunan) pengolah limbah. Adapun prinsip dasar pengelolaan limbah, dalam hal ini pengendalian pencemaran air adalah melakukan reduksi kadar atau
12
beban pencemar sampai dengan tingkat baku mutu limbah cair (effluent standard) yang ditetapkan, atau diversifikasi kegiatan dengan menggunakan peralatan yang menghasilkan limbah cair sedikit, ataupun menggunakan sistem industri bersih, mengurangi perluasan atau peningkatan sistem produksi industri, revitalisasi infrastruktur pengendalian pencemaran air yang telah ada, pengetatan sistem perizinan pembuangan limbah (Pusat Litbang SDA, 2008). Unit pengolahan air limbah pada umumnya terdiri atas kombinasi pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Seluruh proses tersebut bertujuan untuk menghilangkan kandungan padatan tersuspensi, koloid, dan bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut. Pengolahan artifisial sangat efektif untuk mengurangi jumlah zat-zat yang berbahaya bagi ekologi dalam badan air penerima, antara lain zat-zat yang dapat mengendap (Siregar, 2005). Secara umum proses pengolahan limbah cair terdiri atas tahapan sebagai berikut: l) Proses pengolahan yang termasuk pengolahan fisika antara lain pengolahan dengan
menggunakan screen,
sieves,
dan
filter;
pemisahan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi, serta jlotasi, absorpsi, dan stripping. Dalam pembuangan air limbah, pada umumnya perlu dilakukan pengurangan laju alir dan bahan organik. Prinsip yang penting adalah mengurangi emisi dan mengembalikan bahan-bahan yang berguna ke dalam sumbemya. Pemisahan padatan-padatan dari cairan atau limbah merupakan tahapan pengolahan yang sangat penting untuk mengurangi beban dan mengembalikan bahan-bahan yang bermanfaat serta mengurangi resiko rusaknya peralatan akibat adanya kebuntuan (clogging) pada pipa, valve, dan pompa;
13
2) Proses pengolahan kimia pada IPAL
pada umumnya digunakan untuk
netralisasi limbah asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan padatan yang tidak terlarut, mengurangi konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan efisiensi instalasi tlotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi wama dan racun. Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung pada perubahanperubahan konsentrasi; 3) Proses pengolahan biologi adalah proses-proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan aktivitas kehidupan mikroorganisme untuk memindahkan polutan. Dalam unit proses pengolahan air limbah secara biologi, diharapkan terjadi proses penguraian secara alami untuk membersihkan air
sebelum
dibuang. Proses pengolahan secara biologi bertujuan untuk membersihkan zat-zat organik atau mengubah bentuk (transformasi) zat-zat organik menjadi bentuk-bentuk yang kurang berbahaya. Menurut Soekanto ( 1989) inovasi merupakan salah satu bentuk usaha penyelarasan terhadap masalah penyimpangan yang terjadi dalam sistem sosial budaya masyarakat. Berkaitan dengan penyimpangan sosial budaya lebih lanjut dijelaskan bahwa adanya ketidakseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya dengan kaidah-kaidah atau ketidakselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluran yang tujuannya untuk mencapat cita-cita, maka terjadilah kelakuan yang menyimpang (deviant
behavior).
Dalam
hal
kelakuanini,
usaha
penyelarasan dimaksud adalah usaha mengolah limbah cair jeans wash untuk menghindari pencemaran atau gangguan lingkungan yang disebabkan oleh
14
sebagian anggota masyarakat namun akibatnya dirasakan oleh semua anggota masyarakat.
2.1.3. Diskontinuitas lnovasi Suatu ide baru, cara organisasi baru, teknologi baru, produk baru, jasa baru, proses kerja dan proses pembelajaran tidak akan berarti, tidak akan bennanfaat apabila tidak diadopsi. Sebagaimana dijelaskan oleh Rogers dan Shoemaker ( 1981) pengembangan teknologi yang tidak tepat, yang tidak memperhatikan kebutuhan pengguna hanya menyia-nyiakan biaya, tenaga ahli, dan hilangnya kepercayaan terhadap teknologi pada umumnya. Teknologi yang dikembangkan haruslah dengan mudah dimengerti dan diadopsi oleh masyarakat sehingga dapat bennanfaat secara nyata. Namun pada kenyataannya tidak setiap introduksi suatu inovasi dapat diterima (diadopsi), sering introduksi inovasi tersebut berakhir dengan diskontinuitas, maupun ditolak. Menurut Rogers ( 1976, dikutip oleh Setiadi, 2007) proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit/ analysis di mana rintangan terbesamya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan. Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif terhadap hal yang digantikannya. Dapat saja terjadi seseorang yang semula mau mengadopsi inovasi namun pada akhimya mereka mogok atau menolak inovasi, ini yang disebut dengan
discontinuance (Rogers and Soemakers, 1981 ). Ada dua macam yang me Jatar belakangi mengapa mereka menolak inovasi atau menghentikan penggunaan inovasi setelah sebelumnya mengadopsi. Diskontinuitas yang pertama
yang
15
dinamakan replacement discontinuance adalah karena ada inovasi
yang lebih
baik (menurut pandangannya). Diskontinuitas yang kedua disenchanment
discontinuance adalah keputusan mogok sebagai akibat dari
ketidakpuasan,
kecewa terhadap hasil inovasi. Ketidakpuasan itu mungkin timbul karena inovasi itu
tidak cocok
baginya,
mungkin
inovasi
tersebut tidak
memenuhi
kebutuhannya, sehingga tidak merasa adanya keuntungan dari inovasi tersebut. Ketidakpuasan mungkinjuga timbul akibat kurang tepatnya penggunaan inovasi. Dari beberapa hasil penelitian yang ada, pada umumnya orang yang cepat berhenti dari penggunaan inovasi itu pendidikannya rendah, status sosialnya rendah, kurang berhubungan dengan agen pembaru, dan ciri-ciri ini sama dengan ciri-ciri orang yang tergolong terlambat dalam mengadopsi inovasi (Rogers, 1976). Rogers dan Shoemaker (1981) mengemukakan bahwa diskontinuitas terhadap suatu inovasi menunjukkan bahwa ide barn itu tidak terintegrasi ke dalam perilaku dan cara hidup para penerima. Jika inovasi kurang berkaitan dengan kepercayaan dan pengalaman masa lalu para penerima, kemungkinan integrasi itujarang terjadi (dan lebih mungkin teljadi diskontinuitas).
2.1.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Inovasi Keputusan inovasi merupakan sikap seseorang terhadap inovasi, dimana keputusan itu berupa penerimaan atau penolakan. Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan wama atau corak pada tingkah laku atau perbuatan seseorang tersebut. Menurut Newcom ( 1948, dikutip oleh Gerungan, 1987) memberikan pengertian sikap adalah sebagai berikut: " From a cognitive point of view, then,
an attitude represents an organization of valanced cognitions. From a
16
motivational point of view, an attitude represents a state of readiness for motive arousal". Newcom menghubungan antara sikap dengan motif. Sikap merupakan keadaan siap untuk timbulnya sesuatu motif. Arti lain sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya tingkah laku. Jadi apabila seseorang tidak mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu keadaan atau obyek yang ada di luar dirinya, maka orang tersebut tidak akan tergerak motifnya untuk sesuatu tindakan atau perbuatan tertentu dan juga berlaku sebaliknya. Walgito (2003) menyatakan bahwa terbentuknya sikap pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal (yaitu faktor fisiologis dan psikologis) dan faktor eksternal (situasi yang dihadapi individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat). Sherif ( 1956, dikutip oleh Ahmad, 1988) mengemukakan bahwa sikap dapat dibentuk atau diubah apabila terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara man usia dan adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) ·dari satu
pihak.
Faktor
inipun
masih
tergantung
pada
tingkat
kepercayaan
terhadap sumber penerangan dan isi dari sikap baru kaitannya dalam menghadapi fakta. Menurut Ahmadi ( 1988) terbentuknya sikap dan perubahan sikap dipengaruhi oleh adanya interaksi sosial, baik di dalam maupun di luar kelompok. Faktor-faktor tersebut adalah: 1) Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri pribadi manus1a itu
sendiri. Faktor ini berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya;
17
2) Faktor ekstem, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Hampir sama dengan pendapat di atas Azwar (2005)
menjelaskan
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, antara lain: l) Pengalaman pribadi, bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan semua obyek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap suatu obyek; 2) Kebudayaan, bahwa kebudayaan menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap masalah, karena kebudayaan pula yang telah memberi corak pengalaman individu-individu. Hanya kepribadian individu yang mapan dan kuat yang mampu memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual; 3) Orang lain yang dianggap penting, bahwa individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis dengan sikap orang yang dianggapnya penting
(significant others). Kecenderungan tersebut antara lain dimotivasi oleh keinginan berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut; 4) Media massa, bahwa adanya informasi baru yang membawa pesan-pesan sugesti akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. Pesan-pesan sugesti yang kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah terbentuklah arah sikap tertentu; 5) lnstitusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, bahwa pemahaman baik dan buruk serta garis pemisah antara boleh dan tidak boleh dilakukan
18
diperoleh dari pendidikan agama, akan berperan dalam menentukan sikap individu terhadap suatu hal;
6) Faktor emosi dalam individu, bahwa kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pemyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka
(prejudice) yang didefinisikan sebagai sikap yang tidak toleran, tidak fair atau tidak favorable terhadap sekelompok orang. Prasangka merupakan suatu bentuk sikap negatif yang didasari oleh kelainan kepribadian pada orangorang yang sangat frustasi. Perilaku tidak pro lingkungan terhadap sumberdaya umum, seperti hutan, sungai terjadi karena sumberdaya tersebut bersifat terbuka bagi semua orang untuk memanfaatkan, termasuk membuang limbah. Sementara itu tidak ada orang yang secara khusus merasa memiliki dan bertanggungjawab untuk mengendalikan intensitas pemanfaatannya (Marten, 200 I). Sikap dan perilaku yang baik seseorang terhadap sumberdaya umum, belum tentu baik untuk semua orang yang menggunakan.
Oleh
karena
kecenderungan
seseorang
dalam
menyikapi
sumberdaya alam tergantung pada persepsi mereka terhadap obyek (sumberdaya alam). Rogers dan Shoemaker ( 1981) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yaitu: 1) Karakteristik
inovasi,
terdiri
dari
keuntungan
kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas.
relatif,
kompabilitas,
19
2) Faktor persepsi penerima inovasi terdiri dari ciri-ciri kepribadian, ciri-ciri
sosial, ciri-ciri komunikasi, dan karakteristik psikologi. 3) Agen pembaru (change agent), yaitu pekerja profesional yang berusaha mempengaruhi atau mengarahkan keputusan inovasi orang lain selaras dengan yang diinginkan oleh lembaga pembaruan di mana ia bekerja. 4) Sistem sosial, terdiri dari norma sistem (tradisional atau modem), toleransi terhadap penyimpangan dan kepaduan komunikasi. Menurut Skogen ( 1997) ada em pat macam kategori hambatan dalam konteks inovasi yaitu : l)
Hambatan Psikologis Hambatan ini ditemukan bila kondisi psikologis individu menjadi faktor penolakan. Hambatan psikologis telah dan masih merupakan kerangka kunci untuk memahami apa yang terjadi bila orang dan sistem melakukan penolakan terhadap upaya perubahan. Misalnya jenis hambatan ini adalah dimensi kepercayaanlkeamanan versus ketidakpercayaanlketidakamanan karena faktor ini sebagai unsur inovasi yang penting. Faktor-faktor psikologis lainnya yang dapat mengakibatkan penolakan terhadap inovasi adalah : rasa enggan karena sudah merasa cukup dengan keadaan yang ada, tidak mau repot, atau ketidaktahuan tentang masalah.
2)
Hambatan Praktis Hambatan praktis adalah faktor-faktor penolakan yang lebih bersifat fisik. Adapun faktor-faktor tersebut adalah: I) waktu, bahwa segala sesuatu memerlukan waktu oleh karena itu sangat penting untuk mengalokasikan waktu mengelola limbah cair dengan IPAL, 2) sumberdaya, dalam
20
perencanaan dan implementasi inovasi tingkat pengetahuan danjumlah dana harus dipertimbangkan. Dana sangat dibutuhkan misalnya untuk retribusi listrik, membayar tenaga operator, membeli bahan-bahan pengolah limbah, perawatan IPAL, dan 3) sistem, yaitu sumberdaya keahlian seperti pengetahuan
dan
ketrampilan
orang-orang
yang
dilibatkan
dalam
pengelolaan IPAL. 3)
Hambatan Kekuasaan Kekuasaan merupakan bagian penting dari posisi kepemimpinan. Memiliki kekuasaan mempunyai keuntungan tersendiri, karena dengan kekuasaan itu orang dapat mengimplementasikan ide-ide dan tujuannya secara lebih mudah dan memiliki kontrol terhadap banyak langkah dalam proses pembuatan keputusan. Tetapi memiliki kekuasaan dapat juga merugikan. Seseorang yang berada pada posisi kekuasaan dapat menjadi hambatan dalam suatu inovasi jika alokasi kekuasaan pribadi, profesional atau ekonomi terancam atau berkurang oleh perubahan praktek yang telah ada. Dalam kasus apapun, untuk implementasi inovasi jika bertentangan dengan pihak penguasa, maka inovasi akan tertunda lama atau tidak dapat diselesaikan. Orang yang berada pada posisi kekuasaan mempengaruhi orang banyak dan dapat menetapkan sangsi sehingga perubahan-perubahan itu akan menjadi lebih sulit.
4)
Hambatan Nilai Hambatan nilai melibatkan kenyataan bahwa suatu inovasi mungkin selaras dengan nilai-nilai, norma-norma dan tradisi-tradisi yang dianut orang-orang tertentu, tetapi mungkin bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut
21
sejumlah orang lain. Jika inovasi berlawanan dengan nilai-nilai sebagian peserta, maka bentrokkan nilai akan terjadi dan penolakkan terhadap inovasi pun muncul. Menurut Kotler and Clark ( 1987), perilaku seseorang dapat distimulasi dengan memakai faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat berupa adanya rasa kebutuhan akan sesuatu atau kesiapan melaksanakan sesuatu. Faktor ekternal terdiri dari sesuatu yang berasal dari luar yang masuk ke dalam perhatian seseorang dan menstimulasi minatnya terhadap kelas produk/jasa. Faktor eksternal dapat berupa faktor personal (ternan, keluarga, suami/istri, pemerintah) atau faktor non personal (artikel, majalah, iklan). Dapat juga keputusan untuk menerima inovasi dipengaruhi oleh faktor penerima, faktor status sosial dan faktor ciri inovasi secara simultan. Rogers dan Shoemaker ( 1981) mengatakan bahwa proses keputusan inovasi mencakup semua keputusan menerima atau menolak. Model proses keputusan inovasi terdiri dari 5 (lima) tahap sebagai berikut : l) Pengenalan, dimana seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu berfungsi; 2) Persuasi, di mana seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi; 3) Keputusan, di mana seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi; 4) Implementasi, dimana sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi;
22
5) Konfirmasi, di mana seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pada tahap ini mungkin terjadi seseorang merubah keputusannyajika ia memperoleh informasi yang bertentangan. Purwanto (2000, dikutip oleh Suraj i, 2006) menyampaikan bahwa pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak inovasi bukan suatu yang mutlak melainkan dapat berupa keputusan relati( Apabila suatu inovasi yang telah diadopsi ternyata tidak lagi menguntungkan sesuai dengan kondisi
dan
kebutuhan maka akan terjadi perubahan sikap penolakan. Ada beberapa basil penelitian yang menunjukk.an adanya faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi. Dikatakan oleh Syafrudin (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi terdiri dari faktor internal, karakteristik inovasi, dan faktor lain yang bersifat internal. Menurut basil penelitiannya dari faktor-faktor tersebut ada lima faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap _adopsi dan daya inovasi, yaitu pendidikan, motivasi kerja, pendidikan, tenaga kerja, dan pasar. Suraji
(2006) menyatakan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap adopsi inovasi terdiri dari faktor penerima, faktor sistem sosial dan faktor ciri inovasi tersebut. Adapun Skogen ( 1997) menjelaskan bahwa ada em pat macam hambatan dalam konteks inovasi, yaitu hambatan psikologis, hambatan praktis, hambatan kekuasaan, dan hambatan nilai. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka, dapat dikemukakan bahwa diskontinuitas inovasi IPAL jeans wash dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor karakteristik inovasi, faktor persepsi penerima, dan faktor agen pembaru, sebagaimana disebut Rogers dan Shomaker. Lebih lanjut Skogen mengungkapan adanya hambatan psikologis, hambatan praktis, hambatan kekuasaan, hambatan
23
nilai dalam konteks inovasi yang mempengaruhi diskontinuitas inovasi.
Di
bawah ini akan diuraikan faktor-faktor yang paling rinci menjelaskan faktorfaktor tersebut.
2.1.4.1. Faktor Karakteristik Inovasi Sifat inovasi atau karakteristik inovasi JUga akan menentukan adopsi maupun diskontinuitas inovasi. Menurut Rogers dan Shoemaker ( l98l) ciri-ciri inovasi secara umum yang dapat mempengaruhi keputusan inovasi adalah: l)
Keuntungan relatif, adalah tingkatan di mana suatu ide baru/teknologi baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Sejauh mana inovasi baru itu, katakanlah suatu teknologi baru, akan memberikan keuntungan daripada teknologi lama yang digantikannya. Bila memang benar bahwa teknologi baru akan memberikan keuntungan yang relatif besar dari nilai yang dihasilkan oleh teknologi lama, maka kecepatan proses adopsi inovasi akan berjalan lebih cepat.
2)
Kompabilitas (kesesuaian!keselarasan) adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan penerima. Ide atau teknologi baru (inovasi) yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol
tidak akan
diadopsi secepat inovasi yang kompatibel. Kompatibilitas memberi jaminan lebih besar dan resiko lebih kecil bagi penerima, dan membuat inovasi tersebut lebih berarti baginya. Suatu inovasi mungkin kompatibel dengan (1) nilai-nilai dan kepercayaan sosiokultural, (2) dengan ide-ide yang telah diperkenalkan lebih dulu, (3) dengan kebutuhan klien terhadap inovasi.
24
3)
Kompleksitas (kerumitan inovasi)
adalah tingkat di mana suatu inovasi
dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Suatu ide baru mungkin dapat digolongkan ke dalam kontinum "rumit sederhana". Inovasi-inovasi tertentu begitu mudah dapat dipahami oleh penerima tertentu , sedangkan orang lainnya tidak. Kerumitan suatu inovasi menurut pengamatan anggota sistem sosial, berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan makin lambat pengadopsiannya. 4)
Triabilitas adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. lnovasi yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tak dapat dicoba lebih dulu. Suatu inovasi yang dapat dicoba akan memperkecil resiko bagi adopter. Beberapa inovasi tertentu mungkin lebih sulit untuk dicoba dulu daripada inovasi lainnya.
5)
Observabilitas adalah tingkat di. mana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh
orang
lain.
Hasil-hasil
inovasi
tertentu
mudah
dilihat
dan
dikomunikasikan kepada orang lain sedangkan beberapa lainnya tidak. Dapat disimpulkan bahwa observabilitas suatu inovasi menurut anggapan anggota sistem sosial berhubungan positif dengan kecepatan adopsinya. Berdasarkan dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas. Faktor biaya lebih banyak dijadikan dasar dalam program introduksi sistem pengelolaan lim bah cair. Terlebih lagi untuk industri skala rumah tangga seperti usaha jeans
wash masalah biaya pembangunan instalasi pengolahan air limbah menjadi faktor utama. Untuk itu solusi yang tepat antara lain adalah dengan membangun IPAL komunal untuk mengatasi pencemaran lim bah cair jeans wash.
25
2.1.4.2.
Faktor Persepsi Peoerima
Ajzen ( 1980) menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku ataupun tindakan tertentu menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut Ajzen mengatakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude toward behavior) dan yang kedua berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif
(subjective norms). Ajzen ( 1980) menambahkan kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived
behavioral control). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektive semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Hilgard ( 1991) mengatakan persepsi merupakan suatu proses pemikiran, pengorganisasian dan penginterpretasian stimulus. Lebih lanjut Davidoff ( 1981) menyatakan bahwa dalam persepsi sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi individu satu dengan individu yang lain tidak sama. Jadi dalam hal ini IPAL sebagai stimulus yang sama akan dipersepsi berbeda-beda oleh setiap pengusahajeans wash. Adapun Hilgard dan Atkinson ( 1981) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus yang datang dari lingkungan. Sedangkan Charles Milton ( 1981) menyatakan persepsi adalah proses seleksi, pengorganisasian, dan pemaknaan terhadap stimulus lingkungan. Stephen
26
P. Robbins (2008) mengatakan persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan. Dari deftnisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa proses persepst merupakan
suatu
kegiatan
yang
menyangkut
adanya
penyeleksian,
pengorganisasian, serta pemberian makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan
mengenat
individu
itu
sendiri.
Persepsi
meliputi
kognisi
(pengetahuan), dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran objek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Berdasarkan kecepatan mengadopsi inovasi Roger dan Shoemaker ( 1981) membagi adopter
menjadi lima go Iongan, yaitu :I) perintis (innovator),
2)
pemula (early adopter), 3) mayoritas awal (early majority), 4) mayoritas akhir (late majority), 5) kolot (laggard). Berdasar pada pembagian tersebut, secara konseptual ciri-ciri penerima atau sistem sosial yang tidak inovatif dapat dijabarkan sebagai berikut: l). Ciri-ciri kepribadian, yaitu meliputi sifat tidak empati, mempunyai sikap tidak berkenan terhadap perubahan, memiliki sikap tidak mau mengambil resiko, memiliki sikap tidak berkenan terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan, percaya pada nasib, 2). Ciri-ciri sosial ekonomi, meliputi pendidikan , mempunyai status sosial yang lebih tinggi, mempunyai mobilitas ke atas lebih besar, lebih besar
27
kekayannya, lebih berorientasi pada ekonomi komersial, memiliki sifat lebih berkenan terhadap kredit, dan mempunyai pekerjaan lebih spesifik; 3)
Ciri-ciri komunikasi,
meliputi partisipasi
sosialnya rendah,
kurang
mengadakan hubungan dengan orang asing, lebih sering bertatap muka dengan media massa, mempunyai informasi sedikit, lebih rendah tingkat kepemimpinannya, dan menjadi anggota sistem yang bemorma lebih modem dan sistem yang lebih terpadu. 4)
Hambatan psikologis, meliputi ketidakpercayaan, ketidaknyamanan, rasa enggan karena sudah merasa cukup dengan keadaan yang ada, tidak mau repot, ketidaktahuan tentang masalah.
5) Rendahnya kebutuhan terhadap inovasi meliputi ketidakpedulian terhadap ide/ teknologi
maupun
perubahan,
tidak
adanya
suatu
keinginan
untuk
menyesuaikan pada perubahan.
2.1.4.3. Faktor Agen Pembaru (Change Agent) Agen pembaru merupakan "tangan-tangan" lembaga pembaru, yakni badan, dinas, instansi atau organisasi yang bertujuan mengadakan perubahanperubahan di masyarakat dengan jalan menyebarkan inovasi yang mereka produksi atau mereka miliki. Menurut Rogers dan Shoemaker (1981) ada tujuh peranan dalam proses di mana seorang agen pembaru memperkenalkan inovasi kepada kliennya, yaitu: I) membangkitkan kebutuhan untuk berubah, 2) mengadakan hubungan untuk perubahan, 3) mendiagnosis masalah, 4) mendorong atau menciptakan motivasi untuk
berubah
pada diri
klien,
5)
merencanakan
tindakan
pembaruan,
28
6)
memelihara program
pembaruan dan
mencegahnya dari
kemacetan,
7) mencapai hubungan terminaL Rogers
dan
Shoemaker
( 1981)
menjelaskan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keberhasilan agen pembaru, antara lain ialah: I)
gencarnya usaha promosi Usaha keras agen pembaru dalam menyebarkan ide-ide baru ditandai dengan lebih sering mereka berada di lapangan, lebih sering mengadakan kontak dengan masyarakat, lebih banyak anggota masyarakat yang mereka hubungi, dan lebih beragam jalan yang ditempuh untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi. Selain itu mereka juga lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan, dan pada umumnya memainkan peranan aktif dalam proses perubahan sosial;
2)
lebih berorientasi pada klien Jika agen pembaru lebih memenuhi harapan-harapan masyarakatnya, mendasarkan programnya pada kebutuhan yang dirasakan masyarakat, tidak bertentangan dengan arus nilai-nilai kultural masyarakat, mereka akan disetujui dan mendapat dukungan dari masyarakat;
3)
kemampuan empati Agen pembaru harus memiliki kemampuan empati, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi masyarakatnya, kemampuan untuk memahami dan menghayati sikap, kepercayaan, perasaan dan tindakan masyarakatnya;
4)
kerjasama dengan tokoh masyarakat
29
Bekerja dengan tokoh masyarakat setempat dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap inovasi, dan karenanya meningkatkan kemungkinan masyarakat mengadopsi; 5)
kredibilitas agen pembaru di mata klien. Kredibilitas adalah tingkat di mana sumber atau saluran komunikasi (agen pembaru) dapat dipercaya oleh penerimanya. Jika warga masyarakat menilai bahwa agen pembaru memiliki kredibilitas yang relatif tinggi dari beberapa sumber dan saluran lainnya, apa yang datang dari agen pembaru mungkin akan lebih mudah diterima. Berdasarkan uraian mengenai diskontinuitas inovasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, penelitian ini akan dibatasi pada kajian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi diskontinuitas inovasi IPAL oleh pengusaha jeans
wash, yaitu faktor karakteristik/ciri-ciri inovasi, faktor persepsi penerima, dan faktor agen pembaru. Penjelasan mengenai ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: l. Faktor karakteristik inovasi Penelitian
yang
dilakukan
Wilkening
( 1952)
menyimpulkan
bahwa
pengadopsian alat pengering rumput berhubungan positif dengan keuntungan relatif suatu inovasi (alat pengering rum put). 2. Faktor persepsi penerima Hasil penelitian Rogers dan Shoemaker ( 1981) merumuskan bahwa proyekproyek pembaruan yang tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat seringkali gaga! atau menghasilkan konsekuensi yang tidak diharapkan, hal ini terjadi pada pendanaan irigasi bagi petani di desa India.
30
3. Faktor agen pembaru Penelitian yang dilakukan oleh Roger dan Svening
( 1981) menunjukkan
bahwa para petani Kolombia relatif menaruh kepercayaan lebih tinggi kepada petugas penyuluh pertanian daripada 5 (lima) sumber informasi lainnya dalam hal inovasi.
2. 2. Kerangka Pemikiran Lingkungan permukiman masyarakat di
Kecamatan Wonopringgo,
Kedungwuni, dan Buaran Kabupaten Pekalongan tercemar oleh limbah jeans
wash. Para pengusahajeans wash membuang limbah langsung ke perairan umum sebelum diolah terlebih dahulu. Perilaku pengusaha jeans wash yang semula menerima inovasi pengelolaan limbah
yang diintroduksikan oleh pemerintah
kemudian mogok/ tidak melanjutkan (diskontinuitas) inovasi dianggap sebagai masalah, karena masalah pencemaran lingkungan termasuk masalah sosial yang dianggap sebagai suatu deviasi (penyimpangan) dari masyarakat ideal. Perilaku para pengusaha jeans wash yang semula menerapkan inovasi kemudian menghentikan pengoperasiannya (discontinuance) ini merupakan respon negatif. Adapun faktor-faktor
yang dapat diduga mempengaruhi
diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah adalah faktor karakteristik inovasi, faktor persepsi penerima, dan faktor agen pembaru, Faktor
karakteristik
inovasi
merupakan
ciri-ciri
inovasi
sistem
pengolahan limbah cair yang meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas. Inovasi yang tidak mudah dilanjutkan penerapannya adalah inovasi yang memiliki ciri-ciri: I) keuntungan relatif sedikit/tidak ada, 2) kompabilitas yang rendah, 3) kompleksitas (kerumitan) yang
31
tinggi, 4) triabilitas yang rendah (lebih sulit dicoba), 5) observabilitas hasil yang rendah (lebih sulit diamati). Faktor persepsi penerima meliputi ciri-ciri kepribadian, ciri-ciri sosial ekonomi, ciri-ciri komunikasi, hambatan psikologis, dan kebutuhan terhadap inovasi. Penerima atau anggota sistem sosial yang sulit menerima inovasi adalah penerima yang memiliki ciri-ciri: I) kepribadian meliputi sifat empati yang kurang, bersifat lebih tertutup, Iebih rendah motivasinya, dan pasif, 2) sosial ekonomi meliputi berpendidikan rendah, mempunyai status sosial yang lebih rendah, tidak mempunyai tingkat mobilitas ke atas, 3) komunikasi meliputi partisipasi sosialnya rendah, jarang dengan anggota sistem lainnya, jarang
mengadakan komunikasi interpersonal mengadakan hubungan dengan orang
asing, jarang bertatap muka dengan media massa, mempunyai informasi sediki, 4) hambatan psikologis meliputi ketidakpercayaan, ketidaknyamanan, rasa enggan, tidak mau repot, ketidaktahuan tentang masalah, 5) rendahnya kebutuhan terhadap inovasi meliputi ketidakpedulian terhadap ide/teknologi maupun perubahan, tidak adanya keinginan untuk menyesuaikan pada perubahan. Faktor agen pembaru dapat bertindak sebagai stimulator dan mungkin inisiator dalam proses keputusan inovasi. Mereka biasanya dikenal sebagai orangorang asing yang hanya sementara saja ada di dalam sistem. Agen pembaru yang kurang berhasil dalam mempengaruhi penyebaran inovasi yaitu kurang memiliki kompetensi teknis, kurang penguasaan terhadap inovasi, status dan kekuasaan sosialnya rendah, dan kredibilitas keputusan yang dibuatnya relatif rendah di mata masyarakat. Selain itu ketidakberhasilan dalam penyebaran inovasi dapat disebabkan agen pembaru kurang gencar dalam usaha promosi, kurang
32
berorientasi pada masyarakat, kurang berempati, kurang kerjasama dengan tokoh masyarakat, kredibilitas rendah di mata masyarakat. Faktor-faktor tersebut di atas tidak memberikan pengaruh yang sama terhadap
diskontinuitas
inovasi.
Faktor-faktor
tersebut
bersifat
saling
mempengaruhi, sehingga tidak dilihat sendiri-sendiri dalam membentuk sikap dan perilaku terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah jeans
wash. Diskontinuitas terhadap inovasi merupakan proses mental para pengusaha
jeans wash sejak mengenal inovasi sampai dengan memutuskan untuk menghentikan penerapan inovasi setelah sebelumnya menerima inovasi tersebut. Diskontinuitas tersebut termasuk keputusan opsional, dimana para pengusaha berperan dalam menentukan diskontinuitas.
Penerapan/penerimaan inovasi
terjadi melalui beberapa tahap yaitu tahap pengenalan, tahap persuasi, tahap keputusan, tahap keputusan, dan tahap konfirmasi. Tahap pengenalan dimulai ketika pengusaha jeans wash
mengetahui
adanya inovasi pengelolaan limbah (IPAL) dan memperoleh beberapa pengertian mengenai bagaimana inovasi itu berfungsi. Inovasi diperkenalkan kepada para pengusaha melalui
berbagai
saluran dan
sumber dalam
menyampaikan
pengetahuan dan kesadaran akan adanya inovasi. Pesan-pesan inovasi akan membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan bagi pengusaha terhadap inovasi pengelolaan limbah (tahap persuasi). Selanjutnya pada tahap keputusan adalah di mana pengusaha menerima atau menolak inovasi.
Inovasi itu diterima
ditunjukkan dengan perilaku pengusaha mengolah limbah dengan IPAL jeans
wash. Pada tahap konfirmasi pengusaha mencari informasi untuk menguatkan
33
keputusan inovasi yang telah dibuatnya untuk tetap melanjutkan (kontinuitas) penerapan inovasi atau tidak melanjutkan (diskontinuitas) penerapan inovasi.
lnovasi IPAL
I PengusahaJeans Wash
I
I
I
Karakteristik inovasi : I. Keuntungan relatif 2. Kompabilitas 3. Kompleksitas 4. Triabilitas 5. Observabilitas
,I...
Persepsi penerima : I. Kepribadian 2. Sosial ekonomi 3. Aspek komunikasi 4. Hambatan psikologis 5. Rendahnya kebutuhan terhadap inovasi
I
...
.
Faktor Lingkungan
Agen pembaru : I. Kegencaran 2. Berorientasi kpd inovasilklien 3. Kemampuan empati 4. Kerjasama dg tokoh masyarakt 5. Kredibilitas di mata klien
Proses kontinuitas/diskontinuitas 1. Pengenalan 2. Persuasi 3. Keputusan 4. Konfinnasi
Gambar 2.1. Skema kerangka pemikiran
2.3.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dikatakan bahwa diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah dipengaruhi oleh faktor karakteristik inovasi, faktor persepsi penerima dan faktor agen pembaru.
I
BAB III METODE PENELITIAN
3. l. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah adapun sasaran penelitiannya adalah para pengusaha jeans wash usaha rumah tangga yang tergabung dalam Paguyuban Pengusaha Jeans Wash. Secara administratif mereka tersebar di Kecamatan Kedungwuni, Kecamatan Buaran dan Kecamatan Wonopringgo. Terlepas dari telah berapa lama bangunan fisik IPAL ini diserahkan dari Pemerintah Kabupaten Pekalongan kepada Paguyuban Pengusaha Jeans Wash, mereka menjadi sasaran dalam penelitian ini. Para pengusaha yang menjadi sasaran penelitian adalah mereka yang tergabung dalam paguyuban pengusaha jeans wash yang semula mengadopsi kemudian tidak melanjutkan pengelolaan limbahnya dengan
IPAL jeans wash.
3. 2.
Metode Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran terhadap permasalahan yang diteliti, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Untuk menentukan besar pengaruh masing-masing faktor yang mempengaruhi diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan dilakukan
penelitian
limbah oleh pengusaha jeans wash
kuantitatif dengan metode penelitian survey yang
34
35
bersi fat explanatory research. Maksud penelitian dengan explanatory research adalah menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.
3.2.1. Teknik Pengambilan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil jawaban kuesioner dan observasi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan instrumen kuesioner (terlampir) terhadap seluruh populasi pengusaha jeans wash yang tergabung dalam paguyuban pengusaha jeans wash di Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni, dan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan. Data yang diambil merupakan data sikap dengan menggunakan pengukuran skala Likert. Kategori jawaban terdiri atas lima tingkatan sebagaimana Tabel 3.1. di bawah ini.
Tabel 3.1. Penilaian skala sikap Likert
Sikap Sangat setuju Setuju Netral Tidak Setuju Sangat tidak setuju
Nilai Pernyataan Positif Negatif
5 4 3 2 1
1 2 3 4 5
Data sekunder didapatkan melalui penelitian kepustakaan sebagai data pendukung berupa peraturan perundang-undangan, laporan yang telah dibuat oleh instansi terkait, bahan/informasi yang relevan serta mendukung pokok bahasan penelitian.
36
3.2.2. Variabel Penelitian dan Definisi Variabel Operasional Data yang dibutuhkan dalam penelitian kuantitatif ini adalah data yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh pengusahajeans wash, antara lain faktor faktor karakteristik inovasi (x 1), faktor persepsi penerima (x2 ), dan faktor agen pembaru (x 3 ),. Data tersebut menunjukkan variabel-variabel yang akan diteliti. merupakan variabel yang akan diteliti
Variabel tersebut
dan menjadi variabel bebas (independent
variable), sedangkan yang menjadi variabel terikat (dependent variable) adalah diskontinuitas inovasi IP AL (Y). Variabel dan cara pengumpulan data sebagaimana disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel3.2. Variabel dan cara pengumpulan data
No l.
Variabel karakteristik inovasi
Sub variabel
Parameter
Sumber data
Teknik Pengambilan data kuesioner Observasi, Wawancara, dokumentasi
Keuntungan relatif
- Kerugian scr ekonomi - mmbutuhkan dana - Menyita waktu
Pengusahajeans wash Aparat pemerintah Pengusahajeans wash
Kompabilitas
- Ketidakselarasan dg nilai-nilai - Ketidakselarasan dg ide sblmny - Keselaran Kebutuhan klien - Kerumitan Inovasi - Ketergantungn alat & penunjang - Sulit untuk dijalankan - Membutuhkan penget & ketrm - Sulit untuk
Pengusahajeans wash Aparat pemerintah Pengusahajeans wash
kuesioner Observasi, Wawancara, dokumentasi
Pengusahajeans wash Aparat pemerintah Pengusahajeans wash
Pengusahajeans wash Aparat pemerintah Pengusahajeans wash
kuesioner Observasi, Wawancara, dokumentasi kuesioner Observasi, Wawancara,
Pengusahajeans wash
kuesioner
kompleksitas
Triabilitas
observabilitas
37
Diamati Sulit dikomunikasikan Kurang empati Ketertutupan Kurang rasional
Aparat pemerintah Pengusahajeans wash
Observasi, wawancara
Pengusahajeanswash Aparat pemerintah Pengusahajeanswash
Kuesioner Observasi, Wawancara,
Status sosial Pendidikan Mobilitas keterkaitan partisipasi komunikasi interpersonal hub.sosial ketidaknyamanan ketidakpercayaan tidak mau repot ketidktahuan mslh ketdkpedulian tdp ide /teknologi - tdk ada keinginan adanyaperubahan - jarang melakukan penyuluhan & pembinaan
Pengusahajeans wash
Kuesioner Observasi, wawancara,
Pengusahajeanswash
Kuesioner Observasi, wawancara,
Pengusahajeanswash
Kuesioner Observasi, wawancara,
Pengusahajeans wash
Kuesioner Observasi, wawancara,
Pengt~~ahajeans
wash Aparat pemerintah Pengusahajeans wash
kuesinoner Wawancara observasi
empati
empati - tidak terhadap klien
Pengusahajeans wash Aparat pemerintah Pengusahajeans wash
kuesinoner Wawancara observasi
kerjasama
- Dengan tokoh masyarakat
Pengusahajeans wash Aparat pemerintah Pengusahajeans wash
kuesinoner Wawancara observasi
kredibilitas
- Kredibilitas Dimata klien
Ide
- Ketidakpuasan terhadap inovasi - Kecewa terhadap hasil inovasi
Pengusahajeans wash Pengusahajeans wash
kuesinoner Wawancara observasi
teknologi
- Pelaksanaan Hambatan - Kurang tepatnya pnggunan inovasi
Pengusahajeans wash
kuesinoner Wawancara observasi
-
2.
Persepsi penerima
Kepribadian
-
Sosial
-
Aspek komunikasi
Hambatan psikologis
Kebutuhan terhadap inovasi
3
4.
Agen pembaru
Diskontinuitas inovasi IPAL
kegencaran
_P_en~sa!t~J~wz.s:_w~/1- .. ~uesiDQf1er --·------·--Wawancara Aparat pemerintah observasi Pengusahajeanswash
Pengusahajeans wash
38
lnstalasi
- Lokasi kurang strategis - Ketidakberlanjutan terhadap inovasi
Pengusahajeans wash Pengusahajeans wash
kuesinoner Wawancara observasi
Definisi operasional dari variabel-variabel tersebut : 1) Variabel karakteristik inovasi adalah sifat-sifat inovasi menurut persepsi individu
penerima yang meliputi keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas. ( 1)
Keuntungan relatif adalah perbandingan keuntungan an tara menggunakan mengadopsi dengan tidak mengadopsi inovasi;
(2)
Kompabilitas (kesesuaian/ keselarasan) adalah selaras atau tidaknya inovasi dengan nilai"nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebiasaan para pengusaha yang sudah ada;
(3)
Kompleksitas (kerumitan) adalah rumit atau tidaknya dalam menggunakan I menerapkan inovasi;
.
.
(4) Triabilitas (dapat dicoba) adalah mudah tidaknya movas1 dicobakan berdasarkan sumberdaya yang ada; (5)
Observabilitas (dapat diamati) adalah mudah tidaknya inovasi untuk diamati hasilnya oleh pengusaha lain.
2) Variabel persepsi penerima adalah variabel-variabel yang ada pada situasi individu yang terkait dengan sifat atau karakter penerimaan suatu inovasi yang meliputi ciri- ciri kepribadian, ciri-ciri sosial ekonomi, ciri- ciri komunikasi, hambatan psikologis, rendahnya kebutuhan terhadap inovasi.
39
(I) Ciri - ciri kepribadian adalah sifat indi vidu terhadap adanya perubahan secara umum, antara lain meliputi sifat empati, sifat keterbukaan, motivasi, aspiratif, dan lain-lain;
(2) Ciri-ciri sosial ekonomi adalah sifat/karakteristik sosial ekonomi individu di masyarakat yang meliputi tingkat pendidikan, status sosial, tingkat mobilitas, dan mempunyai pekerjaan spesifik, dan lain-lain; (3)
Aspek
komunikasi
adalah sifat individu dalam berhubungan dengan
masyarakat meliputi tingkat partisipasi dalam organisasi sosial, frekuensi berhubungan dengan masyarakat, media massa; (4) Hambatan psikologis meliputi ketidakpercayaan, ketidaknyamanan, rasa enggan, tidak mau repot, ketidaktahuan tentang masalah; (5) Rendahnya kebutuhan terhadap inovasi meliputi ketidakpedulian terhadap ide /teknologi maupun perubahan, tidak adanya keinginan untuk menyesuaikan pada perubahan. 3) Variabel agen pembaru adalah peranan agen pembaru dalam proses dengan mana seseorang memperkenalkan inovasi kepada kliennya, meliputi kegencaran, lebih berorientasi pada klien, kerjasama dengan tokoh masyarakat dan kredibilitas agen pembaru di mata masyarakat. ( 1)
Gencarnya usaha promosi, usaha keras atau tidaknya agen pembaru dalam memperkenalkan inovasi, sering/tidaknya mereka berada di lapangan, sering/tidaknya kontak dengan pengusaha untuk menyebarkan ide baru, aktif menyampaikan pesan""pesan inovasi,
banyak/kurangnya agen pembaru
40
berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan, berperan aktif/pasif dalam proses perubahan sosial; (2)
Berorientasi kepada klien/inovasi adalah kemampuan vs ketidakrnampuan agen pembaru meletakkan diri dalam peranan di antara pengusaha jeans wash;
(3)
Kemampuan empati meliputi dapat/tidak memahami terhadap kondisi yang dihadapi oleh klien;
(4)
Kerjasama dengan tokoh masyarakat, apabila agen pembaru dapat memperoleh bantuan dari tokoh masyarakat dapat diharapkan kemungkinan tugasnya akan berjalan lancar dalam menyebarkan ide baru dan
akan
berlaku sebaliknya; (5)
Kredibilitas agen pembaru, jika agen pembaru memiliki kredibilitas yang relatif tinggi dari pada sumber dan saluran lainnya, apa yang datang dari agen pembaru mungkin akan lebih mudah diterima, dan akan berlaku sebaliknya.
4) Diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah (IPAL) adalah keputusan diskontinuitas pengelolaan sistem pengolahan limbah cair yang terdiri dari ide, teknologilpengetahuan, dan instalasi. (1) Ide adalah kondisi dan situasi yang diinginkan
dari penerapan sistem
pengelolaan limbah; (2) Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang digunakan untuk melakukan pengelolaan limbah;
41
(3) lnstalasi adalah peralatan dan konstruksi bangunan yang digunakan mengolah limbah.
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan terhadap semua pengusaha jeans wash yang tergabung dalam paguyuban pengusaha jeans wash di sentra industri dengan menggunakan instrumen kuesioner (terlampir). Distribusi pertanyaan berdasarkan sub variabel yang digunakan sebagaimana tertera pada Tabel 3.2. Jawaban pertanyaan responden diukur dengan menggunakan Skala Likert. Kategori jawaban terdiri atas lima tingkatan sebagaimana disajikan pada Tabel 3.1. Sebagai data pelengkap, dilakukan wawancara dengan informan kunci (key informan) yang meliputi aparat dari instansi terkait di Kabupaten Pekalongan, dan pengusahajeans wash.
3.2.4.
Validitas dan Reliabilitas alat ukur Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana
suatu alat ukur dapat mengukur apa yang hendak diukur. Hasil penelitian dapat dikatakan valid apabila terdapat suatu kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Pengujian validitas dalan penelitian ini menggunakan teknik korelasi
Product Moment dari Pearson (Hadi, 1990). Teknik ini bertujuan untuk menguji apakah tiap item atau butir pertanyaan benar-benar mampu mengungkap faktor yang akan diukur atau konsistensi internal tiap item alat ukur dalam mengukur suatu faktor. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
42
N
(I X) (IY)
Keterangan : Rxv = Koefisien korelasi Product moment Y = Skor item total X
N ; Jumlah responden
= Skor item
Nilai korelasi yang diperoleh (nilai korelasi per item dengan total item yang diperoleh setelah dikorelasikan secara statistik per individu) lalu dibandingkan dengan tabel nilai korelasi (r) product Moment untuk mengetahui apakah nilai korelasi yang diperoleh signifikan atau tidak. Jika indeks nilai yang diperoleh dari perhitungan tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari nilai tabel korelasi maka item itu dinyatakan valid demikian juga sebaliknya Pengujian validitas dilakukan terhadap setiap item pertanyaan kuesioner pada masing-masing variabel.
r "'>' merupakan koefisien korelasi yang nilainya senantiasa berkisar antara -1 s.d 1. Jika koefisien korelasi semakin mendekati angka satu berarti koefisien korelasi tersebut semakin kuat, tetapi jika koefisien korelasi mendekati angka nol berarti koefisien korelasi tersebut semakin lemah. Koefisien korelasi tidak dapat digunakan untuk menentukan signifikansinya. Penentuan signifikansi dilihat dari tabel t, hila thirung > ttabeb maka signifikan, sebaliknya jika thitung < ttabet.berarti korelasi tidak signifikan. thitung dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: vn-2
t
=rr=== v't- r::
43
Pengujian di atas mengikuti t-student dengan db "" n - 2, signifikansi untuk a "" 10% dengan uji dua pihak. Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana kuesioner/ alat ukur yang digunakan dapat dipercaya atau dapat diandalkan dalam memberikan perolehan hasil penelitian yang konsisten apabila alat ukur digunakan kembali dalam pengukuran gejala yang sama. Pada penelitian ini reliabilitas alat ukur dengan menggunakan estimasi teknik belah dua (split half) dari Spearman Brown, yaitu skor perolehan dibelah menjadi dua bagian setara (Hadi, 1990). Item-item yang bernomor ganjil dikelompokkan menjadi satu kelompok, dan nomor yang genap dijadikan kelompok yang lain. Koefisien reliabilitas dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: 2 fb Ri = - - - -
Keterangan: Ri - koefisien reliabilitas ~=
koefisien korelasi belahan ganjil dan belahan genap
Menguji reliabilitas variabel penelitian jika seluruh variabel valid
atau
setelah item yang tidak valid disisihkan. Skor item""item interval berurutan ganjil dijumlahkan sehingga diperoleh skor total ganjil. Demikian pula skor interval itemitem berurutan genap dijumlahkan sehingga diperoleh skor total belahan genap. Kemudian skor total belahan ganjil dan belahan genap dikorelasikan melalui koefisien korelasi product moment dari Pearson. Langkah kerja ini dilakukan setelah prosedur skala dinaikkan dari ordinal ke interval dilakukan. Korelasi yang diperoleh kemudian
44
digunakan
untuk
mengukur
reliabilitas
variabel
dengan
terlebih
dahulu
mentransformasikannya ke dalam formula Spearman-Brown. Dalam penelitian ini, penguj ian validitas dan reliabilitas menggunakan komputer program Statistical Package for Social Science (SPSS).
3.3.
Analisis data Hasil jawaban kuesioner diolah dan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel.
Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif untuk memberikan .gambaran karakteristik dari responden berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Sedangkan untuk menguji hipotesis digunakan model analisis jalur ( Path analysis). Analisis jalur ini berfungsi untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung sekumpulan variabel, sebagai variabel
bebas (variabel eksogenus) terhadap variabel terikat
(varjabel endogenus). Berikut diagram jalur dengan simbol-simbolnya sebagaimana digambarkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Hubungan antar variabel dalam penelitian
45
Keterangan : X1
=
X3 = variabel agen pembaru
variabel karakter inovasi
x2
;;; variabel persepsi penerima
Rx2XI
=
koefisien korelasi antara x2 dan XI
RxJXI ;; koefisien korelasi antara XJ dan x2 Y
=
variabel diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan lim bah (IP AL)
Pyx2
~
koefisien jalur yang menggambarkan besarnya pengaruh X2 terhadap Y
€
= variabel yang mempunyai pengaruh namun belum diketahui
Py~
;;;; koefisien jalur yang menggambarkan besarnya pengaruh ~ terhadap Y Pengolahan data selanjutnya dengan menggunakan bantuan komputer
menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) untuk mengetahui semua koefisien jalur (
Pyx!·
pyx2. dan pyx3) dan koefisien korelasi (rx2xl·
rxJxl·dan rx3x2.). Berikut tahap - tahap yang dilakukan: 1) Tabulasi menggunakan program Microsoft Excel/.
2) Transformasi data ordinal ke data interval sebagai salah satu syarat bahwa
variabel-variabel yang digunakan dalam analisis jalur diukur dengan skala interval (Juanim, 2004). Penghitungan tersebut dilakukan menggunakan komputer dengan program Methode of Successive Interval (MSI) dari Thurstone. Berikut tahapan penghitungan: •
Menentukan frekuensi setiap respon;
•
Menentukan proporsi setiap respon melalui pembagian frekuensi dengan jumlah sampel;
•
Menjumlahkan propors1 secara berurutan pada setiap respon sehingga diperoleh proporsi kumulatif;
46
•
Menentukan nilai Z untuk masing-masing proporsi kumulatif yang dianggap menyebar mengikuti sebaran normal baku;
•
Menghitung Scale Value (SV) untuk masing-masing respon dengan rumus: densitas pada batas bawah - densitas pada batas atas SVI area di bawah batas atas - area di bawah batas bawah
•
Mengubah scale value (SV) terkecil
menjadi sama dengan satu dan
mentransformasikan masing - masing skala menurut perubahan skala terkecil dengan transformed scale value (TSV). Berikut persam:aan yang digunakan. Score = Scale Value +
I Scale Value Minimum I + 1
3) Menghitung koefisien determinasi (R2 ) menggunakan Stastitical Package for
Social Science (SPSS) untuk menguji hipotesis . Hipotesis yang diuji: Ho : variabel be bas (X I, X2, dan X3) secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat Y HI : variabel bebas (X I, X2, dan X3) secara bersama"'"sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat Y.
4) Menghitung koefisienjalur variabelluar terhadap Y
5) Menghitung koefisien korelasi (rx2xl, fxJxl, dan rx3x2) menggunakan program
Statistical Package for Social Science (SPSS). Hipotesis yang diuji:
47
Ho: tidak ada hubungan antara variabel bebas (XI. x2.XJ) HI : ada hubungan antar variabel bebas (X 1.X2.X3 ) a. Menghitung koefisien korelasi sederhana
b. Menghitung matriks korelasi antar variabel eksogen
-~:~::~]
. . ....
1\,
1
6) Menghitung koefisienjalur ( Pyx 1• Pyx2. dan Pyx3.) menggunakan Program SPSS. Hipotesis yang diuj i sebagai berikut : HO: Pyx1 = 0 (tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat) HI : Pyx1 f. 0 (ada pengaruh variabel
~ebas
terhadap variabel terikat)
Dengan kriteria penolakan: Tolak HO apabila F hitung >F tabel F = (n-'k-1) R2yxlx2 .... xk k(l-R2yxlx2 ...... xk Uji statistik di atas mengikuti distribusi F-snedector dengan derajat kebebasan vl=kdan v2=n-k-1. Jika uji F signifikan maka selanjutnya masing.;.masing koefisien jalur digunakan untuk mneguj i keberartiannya dengan langkah-langkah sebagai berikut :
48
•
HO : pyx 1 :;;;; (tidak ada pengaruh variabel karakteristik inovasi (x 1) terhadap diskontinuitas penerapan inovasi (Y) H 1 :pyx 1
:f. (ada pengaruh variabel karakteristik inovasi (x 1) terhadap diskontinuitas penerapan inovasi (Y)
•
HO : pyx2 ;;;; 0 (tidak ada pengaruh variabel persepai penerima (x2) terhadap diskontinuitas penerapan inovasi (Y) H1
pyx2 :f. 0 (ada pengaruh variabel persepai penerima (x2) terhadap diskontinuitas penerapan inovasi (Y)
•
HO
pyx3 "'" (tidak ada pengaruh variabel agen pembaru (x3) terhadap diskontinuitas penerapan inovasi (Y)
Hl
pyx3 :f. 0 (ada pengaruh variabel agen pembaru (x3) terhadap diskontinuitas penerapan inovasi (Y)
Berikut langkah perhitungannya: a. Menghitung matriks invers dari matriks korelasi antar variabel eksogenus
R-1. =
r11 C:t
Cl:
elk
C-.-.
c'2k
ckk
b. Menghitung semua koefisien jalur dengan rumus :
PX;.,.X~
Cu
C11
elk
?.-.:;.,_.\":
C:n
Cn
c2k
P.~:.tX'k
=
ckk
[rx.x, r
X aX~
r_...:t_...k
Hasil analisis membuktikan hipotesis yang telah dibangun dalam kerangka pemikiran. Langkah selanjutnya, dilakukan interpretasi untuk menjelaskan
49
besar pengaruh faktor karakteristik inovasi, persepsi penerima inovasi, dan agen pembaru, terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh pengusaha jeans wash. 7) Mengitung besar pengaruh total setiap variabel bebas yang terdiri dari pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung melalui hubungannya dengan variabel eksogenus lainnya terhadap variabel terikat. Perhitungannya sebagai berikut: a. Pengaruh langsung Xl terhadap Y ~ PYXl.PYXl b. Pengaruh tidak langsung X 1 terhadap Y melalui X2 = PY X 1 . r X2 Xt. PY Xz c. Pengaruh tidak langsung X 1 terhadap Y melalui X3 = PY Xt. r X3 Xt. PY X3 d. Pengaruh total X 1 ~ pengaruh langsung + tidak langsung. Rumus yang sama juga diberlakukan terhadap variabel X2 dan X3 untuk mengetahui pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung dari masing-masing variabel tersebut.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni dan Kecamatan Buaran Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah. Ketiga Kecamatan tersebut termasuk daerah sentra industri tekstil, baik industri besar menengah maupun kecil. Kecamatan Wonopringgo membentang antara 6°- 7°23' Lintang Selatan dan 109°- 109°78' Bujur Timur. Luas wilayah Kecamatan Wonopringgo ± 18,80 km 2 • Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kedungwuni, sebelah timur Kecamatan Doro, sebelah selatan Kecamatan Karanganyar, dan sebelah barat dengan Kecamatan Bojong. Kecamatan Wonopringgo terbagi menjadi 14 (empat belas) desa. Kecamatan Kedungwuni
terletak di dataran rendah Pulau Jawa dengan
ketinggian 8 M dpl dengan letak 109' - 110' Bujur Timur dan 6' - 7' Lintang Selatan. Luas wilayah Kecamatan Kedungwuni ± 22,93 km 2• Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Buaran dan Kecamatan Tirto,
sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Karangdadap, sebelah selatan Kecamatan Doro, sebelah barat Kecamatan Wonopringgo dan Bojong. Kecamatan Kedungwuni terbagi menjadi 30 (tiga puluh) desa. Kecamatan Buaran terletak di dataran rendah antara 109' - 110' Bujur Timur dan 6' - 7 ' Lintang Selatan. Luas wilayah Kecamatan Buaran ± 9, 54 Km 2 •
50
51
Di sebelah utara berbatasan dengan Kota Pekalongan, sebelah timur Kabupaten Batang, sebelah selatan Kecamatan Kedungwuni dan Kecamatan Karangdadap, sebelah barat Kecamatan Tirto. Kecamatan Buaran terbagi menjadi 10 (sepuluh) desa. Berdasarkan hasil pengumpulan data dari Kecamatan Wonopringgo didapatkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 21.5 t 2 orang dan penduduk perempuan
berjumlah
21.136 orang.
Jumlah total
penduduk Kecamatan
Wonopringgo 42.648 orang dengan kepadatan penduduk per km 2 2.269 orang. Tingkat Pendidikan penduduk di Kecamatan Wonopringgo yang berpendidikan
D I sampai S l/S2 jumlah total 462 orang dimana laki-laki 257 orang, sedangkan perempuan 205 orang. Untuk Kecamatan Kedungwuni jumlah penduduk laki-laki sebanyak 47.137 orang dan penduduk perempuan sebanyak 45.376 orang. Jumlah total penduduk Kecamatan Kedungwuni 92,513 orang dan kepadatan penduduk per km 2 adalah 3.935 orang. Tingkat pendidikan
penduduk Kecamatan
Kedungwuni jumlah total 1237 orang dimana laki-laki yang berpendidikan Dt sampai S l/S2 ada 735 orang dan perempuan 502 orang. Adapun Kecamatan Buaran jumlah penduduk laki-laki sebanyak 21.921 dan penduduk perempuan sebanyak 21.558 orang. Jumlah total penduduk Kecamatan Buaran 43.479 orang dengan kepadatan penduduk 4.558
per km 2• Tingkat pendidikan masyarakat
Kecamatan Buaran jumlah laki-laki yang berpendidikan dari D I sampai dengan S IIS2 ada 337 orang dan perempuan 248 orang, jumlah total 585 orang. Berdasarkan pengamatan sumberdaya air di Kecamatan Wonopringgo dan Kecamatan Kedungwuni untuk memperoleh air bersih cukup mudah, baik air sumur maupun air permukaan. Sumur tidak pemah kering sepanjang tahun, hanya
52
kedalamannya yang berubah. Berbeda dengan dua kecamatan yang telah disebutkan, sumberdaya air di Kecamatan Buaran air terbatas. Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa di antara ketiga kecamatan daerah terpadat penduduknya adalah Kecamatan Buaran, dan juga paling kumuh serta banyak pabrik yang membuang limbah caimya ke sekitar permukiman penduduk.
4.2. Kondisi Ekonomi, sosial dan budaya Berdasarkan
pengamatan
sebagian
besar
masyarakat
Kecamatan
Wonopringgo mempunyai mata pencaharian pokok berkaitan dengan
kegiatan
pertanian, perindustrian, dan sebagian kecil perdagangan. Kegiatan pertanian sebagian besar menghasilkan padi, jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Bidang industri didominasi oleh industri tekstil seperti jeans wash, batik, kain sarung, konfeksi, bordir, tenun dan industri agro (pengolahan bahan makanan). Berdasarkan observasi dapat dikemukaan sebagian besar masyarakat Kecamatan Kedungwuni mempunyai mata pencaharian utama perdagangan, perindustrian dan pertanian. Mata pencaharian penduduk dalam bidang industi diwamai oleh kegiatan jeans wash, konfeksi, perajin bordir, tenun, dan industri pengolahan makanan. Kegiatan pertanian menghasilkan padi, kacang hijau, ubi kayu, dan jagung. Hasil pengamatan memperlihatkan sebagian besar aktivitas perekonomian masyarakat Kecamatan Buaran didominasi oleh perindustrian, perdagangan, dan pertanian. Bidang industri sangat kuat mendominasi di mana bertebaran pabrikpabrik tekstil, perajin batik, pengusaha jeans wash, konfeksi, perajin bordir, perajin tenun dan perajin pengolahan industri agro.
53
Masyarakat Kecamatan Buaran bersifat religius, di mana ada beberapa pondok pesantren dan beberapa kyai yang cukup terpandang berada menjadi panutan warga. Namun anehnya masyarakat daerah tersebut seperti sumbu pendek, rawan akan gejolak , mudah terbakar emosinya. Hampir sama dengan masyarakat Kecamatan Buaran, masyarakat Kecamatan Wonopringgo lebih agamis dan juga beberapa kyai berada. Walaupun bersikap agamis masyarakat Kecamatan Wonopringgo lebih modern/kosmopolitan, sedangkan masyarakat Kecamatan Kedungwuni dalam menjalankan ibadah kurang religius dibandingkan masyarakat di kedua kecamatan tersebut.
4.3. Kegiatan industrijeans wash Industri tekstil terutama usahajeans wash di Kabupaten Pekalongan mulai dirintis sekitar tahun 1980. Beberapa narasumber menyatakan bahwa usaha tersebut pada umumnya dirintis oleh para perajin batik yang kemudian memperluas usahanya. Usaha pertama kali dilakukan oleh warga Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Buaran dan Kecamatan Kedungwuni ini, kini meluas ke Kecamatan lain. Kegiatan jeans wash ini dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan.
Pada tahun 2000 jumlah pengusaha jeans wash yang ada
di
Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni dan Kecamatan Buaran ada 28 orang. Pada tahun 2006 ada 135 pengusahajeans wash yang ada di Kabupaten Pekalongan (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, 2007). Pada umumnya usaha jeans wash merupakan usaha turun temurun yang dikelola dalam satu keluarga.
Salah satu anak akan mewarisi usaha tersebut
apabila orang tuanya meninggal dunia, seperti usaha jeans wash yang sekarang
54
dikelola oleh Haji Didin anak dari ketua paguyuban pengusahajeans wash yaitu Haji Rosyif Rofiqi almarhun. Beberapa pengusaha jeans wash memang sengaja membuka cabang usahanya di luar daerahnya misalnya, di Kecamatan lain yang masih dalam satu wilayah Kabupaten, seperti yang dilakukan oleh Haji Nasichin dan Haji Suhari. Ada juga dalam satu keluarga dimana orang tuanya pengusaha jeans wash kemudian anak-anaknya ada yang membuka usaha bordir komputer, usaha konfeksi, tenun, dan batik dan sebaliknya. Untuk hal seperti ini dilakukan oleh Haji Abdul Majid. Beberapa pengusahajeans wash hanya menyewa tempat untuk melakukan usahanya, sementara pengusaha tersebut
tinggal di luar
Kabupaten Pekalongan, misalnya Haj i Buyung menyewa tern pat usaha jeans wash di desa Gondang Kecamatan Wonopringgo, namun dia bertempat tinggal di Jakarta. Kegiatan jeans wash ini mempunyai arti penting secara ekonomi karena usaha ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat. Investasi di bidang industri dan perdagangan di Kabupaten Pekalongan pada tahun 2007 mencapai Rp. 935.776.277.000,- mengalami kenaikan
sebesar
Rp.
7.050.695.000,-
dibanding
tahun
2006
sebesar
Rp. 928.725.582.000,- (Kabupaten Pekalongan, 2007). Bagi pengusaha usaha
jeans wash merupakan mata pencaharian utama yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dapat juga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat sekunder dan tersier. Dipandang dari angkatan kerja dapat memperkecil tingkat pengangguran penduduk.
55
Berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan kehidupan para pengusaha jeans wash tersebut merupakan kelompok menengah ke atas, mereka berkecukupan minimal mempunyai satu rumah, dua mobil dan beberapa sepeda motor. (Lihat Tabel4.12 dan pembahasannya, halaman 72). Bahkan beberapa dari pengusaha menyediakan sepeda motor untuk operasional karyawannya. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan hasil wawancara dengan para pengusaha bahwa mereka menerima order dari pelanggan untuk pencucian dan pewamaanlpencelupan, sebagian lagi me1akukan pencucian dan pence1upan milik pribadi. Para pengusaha jeans wash ini menerima jasa pencucian dan pewamaan jeans sesuai dengan permintaan pemesan. Kegiatan jeans wash yang di1akukan pada umumnya berupa pencelupan, pencucian, pewamaan bahan denim ataujin, celanajins,jaket, baik untuk pria, wanita, anak-anak, remaja dan dewasa. Di mana pewanaan sesuai dengan permintaan dari pemesan. Dari wama dasar biru atau putih tulang menjadi berubah sesuai permintaan pemesan misalnya biru, hi tam, coklat yang strit berbintik atau strit polos. Di an tara para pengusaha jeans
wash tersebut sering terjadi persaingan harga, di mana mereka menawarkan harga seminimal mungkin kepada pelanggan. Usaha jeans wash ini membutuhkan tenaga kerja yang cukup memadai. Pada umumnya karyawan dibagi menjadi tiga shift, namun ada juga yang dua
shift. Minimal setiap shift terdiri dari 4 orang tergantung besar kecilnya usaha. Karyawan yang dibagi dalam shift adalah laki-1aki, dimana pembagian shift pertama dari jam 08-16.00, shift kedua dari jam 16.00-24.00, dan shift ketiga dari jam 24.00-08.00.
Adapun untuk tenaga administrasi adalah perempuan yang
bekerja mu1ai jam 08.00 sampai jam 13.00. Untuk pembagian dua shift kerja, shift
56
pertama dari jam 08.00-16.00, shift kedua dari jam 16.00-24.00. Kegiatan pence1upan, pewarnaan, dan pencucian jeans ini memang harus dimonitor setiap saat dan tidak boleh Iengah, hal ini untuk mengantisipasi bilamana listrik padam, maka
mesin cuci dapat berhenti untuk itu karyawan
harus langsung
menghidupkan genset. Apabila bahan bakar habis maka harus segera diisi. Satu kali proses kegiatan jeans wash
membutuhkan waktu kurang lebih
6 jam.
Hampir semua karyawan kegiatan jeans wash berasal dari warga sekitar lokasi usaha jeans wash. Hal ini dapat mengeliminir gejolak masyarakat dalam menghadapi terjadinya pencemaran lingkungan. Usaha jeans wash menghasilkan limbah ca1r dan gas yang berpotensi menimbulkan pencemaran bau. Limbah cair dari jeans wash mempunya1 karakteristik warna yang khas yaitu hitam dan bau yang menyengat sekali. Beberapa narasumber menyatakan bahwa endapan dari limbah cair hasil jeans
wash ini dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan pondasi bangunan rumah, juga dapat menyuburkan tanaman. Namun sejauh ini belum pernah ada yang meneliti apakah tanaman tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya dari
limbahjeans wash atau tidak. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa narasumber sekitar tahun 1985 limbah cair jeans wash langsung dibuang ke selokan hujan, saluran umum, dan sungai. Pada jaman sekarang pun sebagian besar pengusaha jeans wash masih membuang limbahnya dengan cara seperti tersebut, sehingga tidak heran masyarakat sekitar lokasi kegiatan jeans wash sering bergejolak melakukan protes, namun kemudian karena adanya kompensasi dari pihak pengusaha pada akhirnya
reda dengan
sendirinya.
Berdasarkan data wawancara dengan
57
narasumber dapat dikemukakan bahwa
kondisi kesehatan yang dialami
masyarakat di tiga kecamatan tersebut rawan menderita gatal-gatal di kulit., tingginya angka kesakitan khususnya penyakit lnfeksi Saluran Pemapasan Akut (ISPA) dan diare. Faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut adalah faktor lingkungan, perilaku, dan masih rendahnya ekonomi masyarakat.
4.4. Paguyuban Pengusaba Jeans Wash Para pengusaha jeans wash di Kabupaten Pekalongan bergabung dalam sebuah paguyuban yang pembentukannya diprakarsai oleh Bapedal Kabupaten Pekalongan pada tanggal 30 Mei tahun 2000. Nama paguyuban tersebut adalah Paguyuban Pengusaha Jeans Wash dengan jumlah anggota 28 orang pengusaha yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Wonopringgo, Kedungwuni dan Buaran. Adapun susunan keanggotaan Paguyuban tersebut seperti organisasi lainnya terdiri dari
satu orang ketua, satu orang wakil ketua, sekretaris dan wakil
sekretaris, bendahara dan wakil bendahara serta anggota. Tujuan
dibentuknya Paguyuban Pengusaha jeans wash adalah sebagai
wadah komunikasi, koordinasi dan sarana bagi pengusaha jeans wash yang mengolah limbah dari kegiatan industrinya ke IPAL jeans wash yang berada di Desa Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni. Paguyuban sebagai wadah untuk membuat keputusan bersama tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengolahan limbah dan pengelolaan IPAL, juga hal-hal lain yang berkaitan dengan usahanya. Selanjutnya
paguyuban
berperan
sebagai
mitra
kerja
Bapedal
untuk
mensosialisasikan pemanfaatan IPAL yang telah terbentuk di desa Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni kepada pengusaha jeans wash yang belum menjadi
58
anggota Paguyuban atau belum memiliki IPAL sendiri sekaligus berperan dalam pengelolaannya. Setelah IPAL jeans wash diterima Paguyuban, ditunjuk dua orang petugas untuk mengolah limbah dengan IPAL setiap hari.
Setiap pengusaha yang
mengolah limbah jeans wash di IPAL ditarik biaya pengolahan per m3 sebesar Rp. 60.00,-.
Biaya pengolahan limbah tersebut sudah termasuk retribusi ke
Pemda Kabupaten Pekalongan yaitu sebesar Rp. 20.000,- per m3 . Tarif sebesar Rp. 60.000,- per m3 limbahjeans wash merupakan kesepakatan antara paguyuban pengusaha jeans wash dengan Bapedal Kabupaten Pekalongan. Sebagai
sarana dan prasarana untuk mengangkut limbah, Bapedal
menyediakan satu unit mobil untuk opersional. Mobil penyedot dan pengangkut limbah ini mampu menampung 3000 liter limbah cair. Mobil ini merupakan mobil satu-satunya yang digunakan untuk menyedot dan mengangkut limbahjeans wash dari lokasi industri jeans wash menuju IP AL di Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni.
4.5.
Diskontinuitas Penerapan Inovasi Diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh
pengusaha
jeans wash merupakan bentuk keputusan individu yang dijelaskan dengan menganalisis
dimensi-dimensi
yang
membangun
variabel
diskontinuitas
penerapan inovasi pengelolaan lim bah (IP AL ), yaitu dimensi ide, dimensi teknologi, dan dimensi instalasi. Adapun variabel diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah dijabarkan menjadi 8 (delapan) pertanyaan.
59
Berdasarkan data primer yang diperoleh dari lapangan, menunjukkan bahwa dominan pengusaha sebanyak 50% (Tabel 4.1) menyatakan selalu dan sebanyak 46,43% menyatakan sering membuang limbah jeans wash langsung ke selokan, saluran umum dan ke sungai tidak perlu diolah dengan lPAL di Pakis Putih. Kondisi ini merupakan motif yang mendorong diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Hal ini sejalan dari hasil wawancara dengan beberapa pengusaha yang mengatakan bahwa nenek moyang mereka sudah terbiasa membuang limbah batik, limbah jeans wash ke sungai dan ke saluran umum, karena pada akhimya a lam akan menetralkan sendiri kotoran-kotarn/1 imbah terse but. Berkaitan dengan hal ini Hessinger ( 1971) dikutip Rogers dan Shoemaker ( 1981) menyatakan bahwa jarang sekali seseorang membuka diri tehadap
inovasi jika mereka
belum membutuhkan
inovasi,
belum/tidak
menganggap inovasi itu sesuai dengan kebutuhannya dan tidak selaras dengan sikap dan kepercayaannya.
Tabel 4.l.. Perilaku pengusahajeans wash membuang limbah cair industrinya ke lingkungan .
No 1
2 3 4
5
Kriteria Selalu Sering Kadang-kadang. Hampir tidak pemah Tidak pemah Jumlah
Frekuensi 14 13 1 0 0 28
Persentase (%) 50,00 46,43 3,57 0,00 0,00 100.00
Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa para pengusaha masih saja membuang limbah jeans wash langsung ke sungai, ke saluran umum (sebagaimana foto-foto terlampir). Menurut narasumber aparat pemerintah hal ini
60
tidak hanya terjadi di tiga kecamatan lokasi penelitian, tetapi di daerah-daerah lain para pengusahajeans wash membuang limbah industrinya langsung ke sungai dan saluran umum. Adapun tanggapan pengusaha mengenai pemyataan lokasi bangunan IP AL
jeans wash di Pakis Putih, sebanyak 50,00% menyatakan tidak tepat dan 39,29% menyatakan sangat tidak tepat lokasi bangunan IPAL berada di desa Pakis Putih Kecamatan Buaran. Adapun l 0, 71% menyatakan netral. Menurut mereka selain jauh dari tempat usaha jeans wash, perjalanan menuju ke lokasi IPAL merepotkan.
Data di lapangan menunjukkan bahwa, untuk menuju ke lokasi
IPAL di desa Pakis Putih mobil penyedot harus masuk dan berhenti di area komplek porn bensin/BBM kemudian limbah jeans wash dialirkan melalui pipapipa menuju IPAL. Jarak antara porn bensin menuju ke lokasi IPAL ± 100 m (seperti foto-foto terlampir). Daerah sekitar bangunan IPAL berupa sawah pertanian. Dapat dipahami bahwa lokasi bangunan IP AL memang kurang strategis, sehingga hal tersebut mendorong mereka kembali pada kebiasaaan lama membuang limbah langsung ke sungai dan selokan umum. Kondisi semacam ini dapat mendorong terjadinya diskontinuitas penerapan inovasi pengolahan limbah. Hasil survey menunjukkan bahwa memproses limbah cair jeans dengan IP AL dalam mengatasi masalah pencemaran lingkungan, di mana sebanyak 42,86% (Tabel 4.2) menyatakan tidak efektif dan II orang (39,29 %) menyatakan sangat
tidak
efektif.
Berdasarkan
wawancara
dari
beberapa
sumber
mengemukakan bahwa hasil lim bah yang diolah melalui IP AL aimya masih menunjukkan warna keruh. Dengan demikian dapat diartikan bahwa para
61
pengusaha jeans wash merasa kecewa terhadap hasil pengolahan limbah jeans
wash dengan IPAL.
Tabel 4.2 Tanggapan pengusaha jeans wash terhadap pengolahan limbah jeans wash dengan IPAL dalam mengatasi pencemaran lingkungan
No I 2
3 4 5
Kriteria Sangat tidak efektif Tidak efektif Tidak ada komentar Efektif Sangat efekti f
Jumlah
Frekuensi I1 12 4 1 0 28
Persentase (%) 39,29 42,86 14,29 3,57 0,00 100.00
Merujuk Tabel 4.3 dapat digambarkan tentang tanggapan responden, sebagian besar menyatakan sangat kurang memadai (53,57%) dan kurang memadai (32,14%) mengenai sarana dan prasarana penyedotan dan pengangkutan limbah cair dari tempat kegiatan jeans wash menuju ke lokasi IPAL di Pakis Putih. Hasil wawancara dengan beberapa narasumber mengatakan bahwa mereka sudah meminta agar limbahjeans wash disedot untuk diolah dengan IPAL karena di bak penampung sudah penuh, berhubung hanya ada satu mobil penyedot dan pengangkut, maka limbah cair yang berasal dari industri jeans was tidak dapat terangkut semua. Hal tersebut dibenarkan oleh aparat pemerintah bahwa Kantor Lingkungan Hidup hanya mempunyai satu mobil penyedot limbah. Lebih lanjut digambarkan tentang tanggapan pengusaha terhadap mengolah dan mengelola lim bah jeans wash dengan IP AL mengalami hambatan sebanyak 60,71 % menyatakan sering terjadi hambatan dan 21,43 % menyatakan sangat sering terjadi hambatan. Dikatakan oleh beberapa narasumber sering terjadi
62
kemacetan dalam mengolah limbah jeans baik dari segi teknis maupun bahan pengolah. Tabel 4.3 Tanggapan pengusahajeans wash mengenai sarana dan prasarana untuk menyedot dan mengangkut limbahjeans wash
No I 2
.
.)
4 5
Kriteria Sangat kurang memadai Kurang memadai Tidak ada komentar Memadai Sangat memadai Jumlah
Frekuensi 15 9 4 0 0
28
Persentase (%) 53,57 32,14 14,29 0,00 0,00 100,0
4.6. Varia bel Karakteristik Inovasi Variabel karakteristik inovasi mempengaruhi bagaimana persepsi seseorang terhadap karakteristik tersebut yang mungkin bermanfaat untuk memprediksi diskontinuitas penerapan inovasi. Adapun dimensi dari variabel karakteristik inovasi adalah keuntungan relatif, kompabilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas. Variabel karakteristik dijabarkan ke dalam II item pemyataan. Berdasarkan survey di lapangan, sebanyak 39,29% (Tabel4.4.) mengatakan biaya mengolah lim bah dengan IP AL mahal, sebanyak 35,71% mengatakan sangat mahal, sedangkan 17,86% tidak memberikan tanggapan, dan sebanyak 7,86% mengatakan murah. Hasil wawancara dengan beberapa narasumber mengatakan bahwa dalam satu hari rata-rata pencucian/pewamaan jeans menghasilkan 500 liter limbah, sehingga untuk 4 hari mereka harus mengeluarkan uang Rp. 120.000,- (tahun 2001) untuk biaya mengolah limbah. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa penetapan harga operasional limbah berdasarkan kesepakatan antara aparat Pemkab dengan ketua paguyuban jeans wash. Hasil
63
wawancara dengan aparat Lingkungan Hidup (Tahun 200 I Bapedal) mengatakan bahwa harga pengolahan limbah sebesar Rp. 60.000 per m3 merupakan kesepakatan dengan beberapa anggota paguyuban jeans wash yang hadir pada waktu itu sekitar 7 orang padahal semua anggota paguyubanjeans wash diundang. Berdasarkan keterangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penetapan harga pengelolaan limbah sebesar Rp. 60.000,- per m3 tidak mewakili seluruh keinginan anggota paguyuban pengusaha jeans wash sehingga sebagian besar pengusaha mengatakan bahwa biaya mengolah limbah dengan lPAL mahal. Tabel 4.4. Tanggapan pengusaha mengenai biaya mengolah limbah dengan lPAL.
No 1 2
3 4 5
Kriteria Sangat maha1 Maha1 Tidak ada komentar Murah Sangat murah Jumlah
Frekuensi 10 11 5 2 0 28
Persentase (%) 35,71 39,29 17,86 7,14 0,0 tOO
Hasil survey di lapangan (Tabel 4.5) mengenai indikator mengolah limbah
jeans wash dengan IP AL menyita waktu sebanyak 60,71% menyatakan setuju, sebanyak 35,71% menyatakan sangat setuju, sedangkan 3,57% tidak memberi komentar. Pada waktu ditanyakan kepada pengusaha apa yang menyebabkan mengolah lim bah dengan IP AL menyita waktu, alasan para pengusaha bahwa untuk pesan mobil penyedot supaya datang menyedot dan mengangkut limbah
jeans wash lebih dari
satu kali. Hasil konfirmasi dengan aparat Lingkungan
Hidup mengatakan bahwa seharusnya para pengusaha lebih sabar karena mobil penyedot limbah memang hanya satu, selanjutnya aparat mengusulkan kepada
64
pengusaha untuk menggunakan mobil bak terbuka milik salah satu pengusaha dalam mengangkut limbah, setelah hal tersebut ditanyakan kembali kepada pengusaha mereka mengatakan kesulitan kalau menggunakan mobil bak terbuka baik untuk menyedot limbah maupun membawanya ke IPAL.
Beberapa
narasumber mengatakan bahwa lebih baik mengelola usaha jeans wash, mencari pelanggan sebanyak-banyaknya dan memperluas/membesarkan usahanya dari pada mengurus
limbah. Selanjutnya mereka mengemukaan bahwa yang
mencemari lingkungan tidak hanya mereka sendiri tetapi berpuluh-puluh orang melakukan hal yang sama.
Tabel4.5. Tanggapan pengusahajeans wash bahwa mengolah limbahjeans wash dengan IPAL menyita waktu
No 1 2 3 4 5
Kriteria Sangat setuju Setuju Tidak ada komentar Tidak setuju Sangat tidak setuju Jumlah
FrtkUtllSi
Perseotase {%}
lO 17 1 0 0
35,71 60,71 3,57 0,0 0,0 100
28
Kerumitan inovasi berhubungan negatif dengan kecepatan adopsi maupun diskontinuitas (Rogers dan Shoemaker, 1981 ). lni berarti makin rum it suatu inovasi bagi seseorang, maka akan lambat atau ditolaknya inovasi tersebut. Berdasarkan hasil data primer di lapangan menunjukkan (Tabel 4.6) bahwa sebanyak 25% pengusaha menyatakan bahwa sangat merepotkan mengolah limbah dengan IPAL, sebanyak 53,57% menyatakan merepotkan, sedangkan sebanyak 14,29 tidak memberi komentar. Para pengusaha merasakan kesulitan pada saat penyedotan limbah jeans wash di lokasi usaha. Selain itu juga
65
pengusaha mendapat kecaman dari para tetangganya yang merasa tergganggu adanya mobil penyedot limbah melewati halaman rumah mereka. Hal-hal semacam inilah yang
dapat mendorong terjadinya diskontinuitas penerapan
inovasi pengelolaan limbah. Tabel 4.6. Tanggapan pengusaha jeans wash tentang prosedural limbah jeans wash dengan IP AL
No 1 2 3 4 5
Kriteria Sangat merepotkan Merepotkan Tidak ada komentar Mudah Sangat mudah Jum1ah
Frekuensi 7 15 4 2 0 28
Persentase {0/o} 25,00 53,57 14,29 7,14 0,0 100
Suatu inovasi yang mudah dilakukan atau diuji cobakan akan memperkecil ditolak. Berkaitan hal tersebut hasil survey menunjukkan bahwa 25% (Tabel 4. 7) pengusaha menyatakan mengelola limbah dengan IPAL sangat sulit diuji coba secara perorangan karena membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan tertentu. Sebanyak 42,89% mengatakan mengolah limbah dengan IPAL sulit duji coba, sedangkan 17,86% tidak memberi komentar dan sebanyak 14,29% menyatakan uji coba mengolah limbah dengan IPAL mudah dilakukan. Tabel 4.7. Tanggapan pengusahajeans wash tentang uji coba mengolah limbah jeans wash dengan IP AL
No 1
2 3 4 5
Kriteria Sangat sulit Sulit Tidak ada komentar Mudah Sangat mudah Jum1ah
Frekuensi 7 12 5 4 0 28
Persentase {%l 25,00 42,89 17,86 14,29 0,0 100
66
Observabilitas adalah tingkat di mana hasil-hasil suatu inovasi dapat dlihat hasilnya. Observabilitas suatu inovasi menurut anggapan penerima berhubungan positif dengan kontinuitas maupun diskontinuitas (Rogers dan Shoemaker, 1981 ). Hasil survey menunjukkan bahwa apabila terjadi hambatan dalam mengelola limbah dengan IPAL sebanyak 32,14% (Tabel4.8) menyatakan sangat sulit untuk dikonsultasikan, sebanyak 53,57% menyatakan sulit, dan sebanyak 14,29 tidak memberi komentar. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan pengusaha mengatakan bahwa apabila terjadi kemacetan atau hambatan dalam pengelolaan limbah pihak aparat Pemkab tidak mampu mengatasi. Pada saat dikonfinnasi kepada pihak aparat Pemkab bahwa memang pada tahun 2001 bel urn ada tenaga ahli IPAL di Lingkungan Bapedal, sedangkan pihak konsultan proyek yaitu PT Kalpataru karena bertempat tinggal di Semarang sering sulit dihubungi. Persoalan seperti ini berlangsung terus menerus sehingga memicu terjadinya diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah oleh pengusahajeans wash.
Tabel 4.8 Tanggapan pengusaha jeans wash berkaitan dengan terjadinya hambatan dalam pengelolaan limbah dengan IPAL.
No 1 2 3 4 5
Kriteria Sangat sulit Sulit Tidak ada komentar Mudah Sangat mudah Jumlah
Frekuensi 9
15 4 0 0 28
Persentase (%) 32,14 53,57 14,29 0,00 0,0 100
67
4.7.
Variabel persepsi penerima
Berbeda dengan individu yang inovatif, individu yang kurang atau bahkan tidak inovatif kurang empati, dogmatis, kurang memiliki sikap berkenan dengan perubahan, dan lain-lain (Rogers dan Shoemakers, 1981 ). Ciri - ciri pengusaha
jeans wash berkaitan dengan diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah dapat dilihat dari persepsi mereka terhadap limbah dan pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan keberadaan serta permasalahan usahajeans wash. Aspek dari variabel persepsi penerima meliputi kepribadian, sosial, komunikasi, hambatan psikologis, dan kebutuhan terhadap inovasi/perubahan. Variabel persepsi penerima dalam hal ini adalah pengusahajeans wash dijabarkan dalam 12 butir pemyataan. Berdasarkan hasil survey di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha 60,71% dan 25% (Tabel 4.9) mempersepsikan bahwa membuang limbah langsung ke sungai atau saluran umum tidak menimbulkan pencemaran dan tidak mengganggu orang lain. Mereka menganggap bahwa limbah yang dibuang ke saluran air atau sungai yang alirannya lancar tidak menimbulkan pencemaran. Persepsi merupakan awal dari terbentuknya sikap dan sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi atau bertindak (Sarwono, 1995). Persepsi pengusaha
menganggap limbah yang dibuang langsung tidak menimbulkan
permasalahan, menimbulkan sikap membiarkan limbah dibuang langsung dan memutuskan untuk tidak mengolah limbah. Selanjutnya tidak melanjutkan pengolahan lim bah dengan IPAL.
68
.Tabe14.9. Persepsi pengusahajeans wash tentang perilaku membuang limbah.
No
I 2 3
4 5
Kriteria
Frekuensi
Persentase (%)
7 17 2 2 0 28
25,00 60,71 7,14 7,14 0,0 100
Sangat setuju Setuju Netral Tidak setuju Sangat tidak setuju Jum1ah
Menurut narasumber industrijeans wash merupakan usaha yang dilakukan oleh orang-orang yang relatif kaya, narasumber mengistilahkan dengan sebutan
"wong sugih" atau orang berada. Secara ekonomi usaha jeans wash merupakan kegiatan padat modal di mana harus tersedia modal awal untuk pengadaan alat dan sarana usaha, selanjutnya harus tersedia pula dana untuk membiayai menerima pemesanan awal pencucian dan pewamaan jeans. Pada umumnya pemberi jasa pencucian dan pencelupanlpewamaan jeans membayar uang muka dahulu, sedangkan pembayaran total dilakukan setelah pesanan yang dimaksud selesai dikerjakan. Para pengusaha jeans wash ini ada yang hanya mengerjakan berdasarkan pesanan saja tetapi ada juga yang mengerjakan milik sendiri dan pesanan dari orang. Hal inilah yang menyebabkan industrijeans wash dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi. Kegiatan pencucian dan pewamaan jeans termasuk pekerjaan berat, untuk itu memerlukan tenaga yang kuat dan memadai serta tahan bekerja pada suhu ruangan yang relatif tinggi sepanjang hari. Maka dari itu industri jeans wash mempunyai tenaga kerja laki-laki minimal 8 orang dan l orang tenaga
69
administrasi. Para pekerja ini pada umunya berasal dari daerah sekitar usahajeans
wash dan yang berusia produktifyaitu usia 25 sampai 45 tahun. Hasil survey menunjukkan bahwa usia para pengusahajeans wash beragam (Tabel 4.1 0), sehingga secara konseptual keadaan ini tidak dapat memberikan petunjuk dalam hal untuk meneruskan atau menghentikan penerapan
inovasi
pengelolaan limbah. Dapat dilihat dari Tabel 4.10 pengusaha yang berusia produktif hanya 35,71%. Menurut Rogers dan Shoemaker (1981) menyatakan bahwa umur muda merupakan petunjuk yang mengarah pada sikap positif terhadap perubahan termasuk inovasi.
Tabel 4.10 Karakteristik usia pengusahajeans wash kondisi tahun 2001
No I.
Karakteristik Usia
Kriteria 2:60 tahun 46-59 tahun 35-45 tahun :::; 35 tahun
Frekuensi
Jumlab
2 15 10 1
Prosentase (%) 7,14 53,57 35,71 3.57
28
100
Rata-rata tingkat pendidikan para pengusaha jeans wash adalah pada tingkat pendidikan SLTP dan SLT A (Tabel 4.11 ). Mereka memulai usaha di masa muda karena sebagian besar merupakan warisan dari orang tuanya. Pendidikan mereka cenderung tidak sampai ke perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa fokus
perhatian
pengusaha
cenderung
masalah
ekonomi
dan
kurang
memperhatikan masalah pendidikan. Secara konseptual, orang yang kurang memperhatikan masalah pendidikan merupakan petunjuk yang mengarah pada sikap negatif terhadap perubahan termasuk inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1981).
70
Tabel 4.11. Karakteristik tingkat pendidikan pengusaha kondisi tahun 200 l
No I.
Karakteristik Tingkat pendidikan
Kriteria Tidak tamat SD SD SLTP SLTA PT
Frekuensi 0 2 8 18 0
Jumlah
28
Prosentase (%) 0,00 7,14 28,57 64,28 0,00 100
Jumlah anggota keluarga sebagian besar sebanyak 7 orang (53,57%) dan 5 orang (21,43%) ditunjukkan pada Tabel 4.12. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata para pengusaha mempunyai anggota keluarga yang relatif banyak, sehingga tanggungan keluarga secara ekonomi relatif besar. Hasil pengamatan dan wawancara memperlihatkan bahwa pada umumnyajumlah anggota keluarga yang banyak tersebut bilamana salah satu anaknya sudah berkeluarga dan mempunyai anak namun masih tetap tinggal dengan orang tuanya. Lama usahajeans wash rata-rata sudah dilakukan antara 6-10 tahun (Tabel 4.12). Angka-angka tersebut menunjukkan lama pengusaha melakukan usaha, tidak termasuk lama usaha orang tua yang diwarisi. Dari 28 orang pengusaha 64,28% ( 18 orang) mewarisi usaha orang tua dari perluasan industri batik. Mereka yang merintis usaha sendiri, pada umumnya pernah bekerja pada industri jeans
wash di kota-kota besar seperti Jakarta, dan Semarang. Pada saat penelitian dilakukan ada 9 tempat usaha jeans wash yang dijalankan oleh orang lain atau disewakan tempat dan peralatannya. Sementara pemilik asli menjalankan usaha lain seperti pembatikan, bordir komputer, berdagang, menjadi anggota DPR pusat dan l orang menderita stroke. Dua orang meninggal dunia yaitu ketua Paguyuban
71
Pengusaha Jeans Wash H. Rosyid Rofiqi dan H. Solichin pemilik tanah yang digunakan untuk bangunan IPAL. Hasil survey menunjukkan bahwa (Tabel 4.12) rata-rata pengusaha
memprosesjeans wash berkisar antara 240-480 kglhari. Usaha tersebut biasanya tidak hanya menerima jasa pesanan dari orang lain, tetapi juga memproses milik sendiri, bahkan ada yang hanya menyediakan jasa saja. Jenis pekerjaan lain yang dilakukan sebagian besar para pengusaha (Tabel 4.12) sebagai perajin batik (25%) dan konfeksi (21,43%). Pada umumnya mereka melakukan usaha bersama anak atau menantunya. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian pengusaha pada usahajeans wash sangat besar. Sikap mereka terhadap inovasi pengelolaan limbah dipengaruhi oleh pertimbangan untung rugi. Jika dilihat dari sifat ketergantungan dari pekerjaan lain, secara umum individu yang mempunyai pekerjaan atau pendapatan lain akan berpengaruh positif terhadap kontinuitas inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1981 ). Namun pada kenyataannya para pengusaha terse but bersikap negatif terhadap IP AL jeans wash. Ditinjau dari kondisi sosial ekonomi para pengusaha seharusnya mereka bersikap positif terhadap keberlanjutan penerapan pengelolaan limbah dengan IP AL. Kalau ditinjau dari sudut ekonomi para pengusaha jeans wash sebenarnya mereka mampu untuk membayar biaya pengolahan limbah, namun mereka mempunyai uang yang banyak tetapi lebih memilih untuk kepentingan lain. Jadi kondisi sosial ekonomi para pengusaha yang mampu, keragaman tingkat pendidikan, dan keragaman usia para pengusaha
tidak menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan terhadap kontinuitas penerapan inovasi pengelolaan lim bah.
72
Tabel4.12 Sosial ekonomi pengusahajeans wash kondisi pada tahun 200 I
No I.
Karakteristik Jumlah anggota keluarga
2.
Lama usaha jeans wash
3.
Jumlahjeans yang diproses dalam kg!hari
4.
Pekeijaan lain selain usaha Jeans wash
5.
Harta kepemilikan
Kriteria ::; 3 orang 4 orang 5 orang 6 orang > 7orang ::; 2 tahun 2-5 tahun 6 -10 tahun 2: II tahun 240- 360 kg 360-480 kg > 480 kg Konfeksi Berdagang Batik bordir Transportasi Tidak punya Rumah::; 2 Mobil::; 2 Sawah/ladang Sepeda motor < 2
N=l8 0 2 6 5 15 3 22 2 IO 15 3
6 5 7
.,
.)
I 6 28 28 5 4
Prosentase (%) 0,00 7,14 21,43 17,86 53,57 3,57 10,71 78,57 7,14 35,71 53,57 I 0,71 21,43 17,86 25,00 10,71 3,57 21,43 100 100 17,86 14,26
Pada Tabel 4.13. menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha (75,00%) tidak peduli dengan adanya pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah
jeans wash yang mereka huang langsung ke saluran umum, selokan dan ke sungai. Hal tersebut sejalan dengan anggapan mereka bahwa selama ini limbah jeans
wash tidak menimbulkan bau karena asap dari hasil pembakaran tungku akan terbang bersama angin. Air limbah pun akan berlalu mengalir ke sepanjang sungai menuju ke laut. Melihat kondisi di lokasi kegiatan industri jeans wash limbah cairnya berwarna hitam pekat dan berbau menyengat (seperti foto-foto terlampir). Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa perilaku pengusaha
73
mengarah pada tindakan negatif terhadap keberlanjutan penerapan inovasi pengelolaan limbah. Tabel4.13. Tanggapan pengusahajeans wash terhadap kepedulian lingkungan
No I
2 3
4 5
Kriteria Sangat tidak peduli Tidak peduli Netral Peduli Sangat peduli Jum1ah
Frekuensi 5 21 1 1 0 28
Persentase (%) 17,86 75,00 3,57 3,57 0,00 100
Tabel4.14. menunjukkan tanggapan pengusaha mengenai penting tidaknya komunikasi dengan masyarakat sekitar lokasi kegiatan jeans wash sebanyak 21,43% menyatakan sangat tidak perlu, dan sebanyak 67,86% menyatakan tidak perlu. Berdasarkan basil wawancara dengan pengusaha dapat ditarik kesimpulan bahwa pengusaha memberi kompensasi yaitu membagi uang dan bingkisan ala kadamya menjelang Hari Raya ldhul Fitri, tetapi memang tidak punya waktu untuk membicarakan limbah dengan para tetangga. Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat yang melakukan protes terhadap adanya pencemaran oleh limbah pada umumnya ada yang mengompori. Tabel4.14. Tanggapan pengusahajeans wash mengenai perlu tidaknya pengusaha mengadakan tatap muka dengan masyarakat sekitar untuk membicarakan limbahjeans wash No l
2 3 4 5
Kriteria Sangat tidak perlu Tidak perlu Kadang-kadang perlu Perlu Sangat per1u Jumlah
Frekuensi 6 19 3
0 0
28
Persentase (%) 21,43 67,86 10,71 0,00 0,00 100
74
Hasil survey di lapangan menunjukkan (Tabel 4.15.) tanggapan pengusaha jeans wash terhadap hasil pengolahan lim bah jeans wash dengan IPAL sebanyak
11 orang (11,39%)
menyatakan sangat mengecewakan, 13 orang (46.43%)
menyatakan mengecewakan, dan 14,29% dari 4 orang menanggapi netral. Menurut penuturan beberapa narasumber bahwa setelah limbah diolah dengan IP AL air yang keluar seharusnya jemih namun temyata aimya berwama keruh. Hal semacam inilah yang membuat para pengusaha tidak puas terhadap pengelolaan limbah dengan IPAL sehingga mendorong timbulnya diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Tabel 4.15. Tanggapan pengusahajeans wash mengenai hasil limbahjeans wash yang dikelola dengan IPAL No l
2 3 4 5
Kriteria Sangat mengecewakan Mengecewakan Netral Memuaskan Sangat memuaskan Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
ll 13 4 0 0
39,29 46.43 14,29 0,00 0,00 100
28
4.8. Variabel Agen Pembaru
Agen
Pembaru
merupakan
pekerja
profesional
yang
berusaha
mempengaruhi atau mengarahkan keputusan suatu inovasi kepada anggota masyarakat. Agen pembaru sebagai mata rantai, sebagai jembatan antara dua sistem sosial, diharapkan menjadi orang yang satu kakinya ditaruh di lembaga pembaru sedang kaki satunya lagi diletakkan di sistem kliennya.
75
Ada empat dimensi
agen pembaru yang menunjang keberhasilan agen
pembaru dalam mempromosikan atau menyebarkan suatu inovasi. Empat dimensi yang dimaksud adalah; I) gencarnya usaha promosi, 2) lebih berorientasi pada klien, 3) kerjasama dengan tokoh masyarakat, 4) kredibilitas agen pembaru di mata klien. Dimana Variabel agen pembaru dijabarkan menjadi 15 butir pernyataan. Berdasar data primer (Tabel4.16) menunjukkan bahwa usaha promosi agen pembaru dalam memperkenalkan IPAL jeans wash di Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni kepada pengusaha di mana sebanyak 20 orang (71,43%) menyatakan hampir tidak pernah ada penyuluhan ten tang adanya IP AL di Pakis Putih dan 8 orang (28,57%)
menyatakan kadang-kadang ada peyuluhan
dari
aparat
Lingkungan Hidup mengenai pengelolaan limbah. Berdasarkan wawancara dengan narasumber di lapangan bahwa para pengusaha jeans wash ini pernah diundang aparat pemerintah dalam rangka memperkenalkan IPAL serta akan dibangunnya IP AL, namun menurut mereka tidak intensif. Hasil cross ceck dengan aparat Lingkungan Hidup mengatakan bahwa semua pengusaha jeans wash diundang dalam rangka perkenalan dan penyebaran adanya inovasi pengelolaan limbah, namun yang datang hanya beberapa orang saja bahkan tidak ada setengahnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyuluh lingkungan aktif dalam memperkenalkan inovasi pengelolaan limbah, berhubung pengusaha yang datang sedikit maka pengusaha menganggap bahwa penyuluh lingkungan hampir tidak pemah memperkenalkan adanya inovasi pengelolaan limbah di desa Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni.
76
Tabel 4.16. Tanggapan pengusaha jeans wash terhadap dilakukan oleh agen pembaru No 1 2
3 4 5
Kriteria Tidak pemah Hampir tidak pemah Kadang -kadang Sering Selalu Jwnlah
penyuluhan yang
Frekuensi
Persentase {% 2
0 20 8 0 0 28
0,00 71,43 28,57 0,00 0,00 100
Pada Tabel 4.17. menunjukkan tanggapan pengusaha yang beragam mengenai empati tidaknya agen pembaru terhadap kesejahteraan, kebutuhan pengusaha responden sebanyak 7 orang (25,00%) menyatakan tidak empati, 9 orang (32, 14%) menyatakan kurang empati. Lebih lanjut sebanyak 6 orang (21,46%) menyatakan netral, 4 orang (14,29%) menyatakan cukup empati, dan 2 orang (7,14%) sangat empati. Sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker ( 1981) bahwa kampanye penyebaran difusi seringkali gagal karena agen pembaru lebih berorientasi pada inovasi, kurang memikirkan keterkaitannya dengan situasi kliennya. Kegagalan semacam ini terjadi pada kasus penyebaran/difusi air masak di Los Molinos, Peru yang dilakukan oleh Lembaga Pelayanan Kesehatan.
Tabel 4.17. Tanggapan pengusaha jeans wash mengenai tingkat empati agen pembaru terhadap kesejahteraan pengusahajeans wash.
No. 1
2 3 4 5
Kriteria Tidak empati Kurang empati Cukup empati Empati Sangat empati
Frekuensi
Persentase {%)
7 9 6 4 2 28
25,00 32,14 21,46 14,29 7,14 100
77
Tanggapan pengusaha pada Tabel 4.18 mengenai agen pembaru seberapa sering melakukan kontak dan bekerjasama dengan pemuka agama, tokoh masyarakat dalam menyebarkan IP AL jeans wash sebanyak 32, 14% menyatakan tidak pernah, 46,43% menyatakan hampir tidak pernah, I 0, 71% menyatakan kadang - kadang, dan 10,71% menyatakan sering. Hasil wawancara dengan beberapa narasumber menyatakan bahwa pada tahap awal pengenalan adanya
lPALjeans wash aparat pemerintah hampir tidak pernah melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat di dalam penyebaran/pengenalan inovasi. Maksud kriteria hampir tidak pernah adalah bahwa hanya tokoh masyarakat di desa Pakis Putih yaitu Kepala Desa dan beberapa stafnya serta Camat Kedungwuni beserta beberapa stafnya yang dilibatkan dalam rangka pengenalan adanya IPAL.
Tabel 4.18 Tanggapan pengusahajeans wash terhadap agen pembaru mengadakan komunikasi dan kerjasama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat No.
l 2 3 4 5
Kriteria Tidak pernah Hampir tidak pernah Kadang-kadang Sering Sela1u Jumlah
Frekuensi 9 13 3 3 0 28
Persentase (%) 32,14 46,43 10,71 10,71 0,00 100
.Kredibilitas agen pembaru sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.19 menurut pandangan pengusaha adalah sebagai berikut; sebanyak 8 orang (28,57%) menyatakan tidak pandai, sebanyak 12 orang (42,86%) menyatakan kurang pandai, sedangkan yang menyatakan netral sebanyak 8 orang (28,57%), Hasil wawancara dengan narasumber mengatakan bahwa apabila mereka mengalami kesulitan dalam mengolah limbah dengan IPAL aparat Pemerintah
78
Kabupaten tidak mampu mengatasi permasalahan dan tidak segera bertindak untuk memberi pengarahan.
Tabel 4.19. Tanggapan pengusahajeans wash terhadap kredibilitas agen pembaru Kriteria
No
l 2 3 4 5
Tidak pandai Kurang pandai Tidak ada komentar Pandai Sangat ~andai Jumlah
Frekueosi 8 12 8 0 0 28
Perseotase {%} 28,57 42,86 28,57 0,00 0,00 100
4.9. Uji statistik faktor-faktor yang mempeogaruhi diskontinuitas penerapao ioovasi peogelolaao limbah
4.9.1. Peogujiao Hipotesis Peoelitiao Rumusan hipotesis yang diajukan adalah terdapat pengaruh karakteristik inovasi, persepsi penerima, dan agen pembaru terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Hasil pengukuran besamya hubungan antara karakteristik inovasi, persepsi penerima, agen pembaru terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah terdapat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.20 Korelasi antara karakteristik inovasi, persepsi penerima, agen pembaru terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah Dimeosi
Korelasi
Keteraogan
Karakteristik inovasi
0,634
Erat
Persepsi penerima
0,527
Cukup erat
Agen pembaru
0,600
Erat
79
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 13, diperoleh koefisien korelasi karakteristik inovasi, persepsi penerima, agen pembaru terhadap diiskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah, sebagai berikut: I) Koefisien korelasi antara variabel karakteristik inovasi dengan diskontiunitas inovasi lP AL r
= 0,634, ini berarti terdapat hubungan yang kuat an tara
variabel karakteristik inovasi dengan diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Jika diinterpretasikan menurut tafsiran Guilford maka kuatnya korelasi variabel karakteristik inovasi terhadap variabel diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah adalah erat karena berkisar antara 0,6o0,80, dan arahnya positif ini berarti apabila variabel karakteristik inovasi diterapkan secara lebih efektif (meningkat) maka tingkat diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah akan tinggi (meningkat). 2) Koefisien korelasi antara variabel persepsi penerima dengan diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah r = 0,527, ini berarti terdapat hubungan yang cukup kuat antara variabel persepsi penerima dengan diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Jika diinterpretasikan menurut tafsiran Guilford maka kuatnya korelasi variabel persepsi penerima terhadap variabel diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah adalah cukup erat karena berkisar antara 0,40-0,60,
dan
arahnya
positif ini
berarti
apabila
variabelpersepsi penerima diterapkan secara lebih efektif (meningkat) maka tingkat diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah akan tinggi (meningkat). 3) Koefisien korelasi antara variabel agen pembaru penerapan inovasi pengelolaan limbah
r
dengan diskontiunitas
= 0,600, ini berarti terdapat
80
hubungan yang erat antara variabel agen pembaru dengan diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Jika diinterpretasikan menurut tafsiran Guilford
maka
kuatnya
korelasi
variabel
agen
pembaru
terhadap
diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah adalah cukup erat karena berkisar antara 0,60-0,80, dan arahnya positif ini berarti apabila variabel agen pembaru
diterapkan
secara
lebih
efektif (meningkat)
maka
tingkat
diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah akan tinggi (meningkat).
4.9.2. Uji Kecocokan Model
Untuk melihat apakah faktor-faktor pada variabel bebas yaitu karakteristik inovasi (X 1), persepsi penerima (X 2 ), dan agen pembaru (X 3) mempengaruhi variabel terikat yaitu diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah (Y) dilakukan uji kecocokkan model. Berdasarkan output program SPSS.v.l3 diperoleh uji kecocokan model sebagaimana Tabel 4.21. di bawah ini.
Tabel 4.21. Pengaruh secara bersama karakteristik inovasi, persepsi penerima, dan agen pembaru terhadap diskontinuitas penerapan inovasi.
Variabel Karakteristik inovasi Persepsi penerima Agen pembaru
R (koefisien detenninasi) 0,632
E
(faktor lain) 0,368
Tabel 4.20 di atas menunjukkan koefisien detenninasi (R2) sebesar 0,632. Hal ini menunjukkan bahwa diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah dapat dijelaskan oleh variabel karakteristik inovasi, variabel persepsi penerima, dan variabel agen pembaru adalah sebesar 0,632 atau 63,2%. Adapun variabel-
81
variabel yang lain di luar model (l-R2 ) yang mempengaruhi diskontinuitas inovasi sebesar 0,368 atau 36,8%. Selanjutnya uji kecocokan model secara simultan (keseluruhan) dilakukan dengan menguji hipotesis, yaitu terhadap pasangan hipotesis nol dan alternatifnya yang dirumuskan sebagai berikut : Ho : Pyx = 0
Persepsi masyarakat tidak dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pengetahuan, pengalaman dan komunikasi. Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pengetahuan, pengalaman dan komunikasi.
Kriteria Uji: Tolak Hojika
IFh,,,,.gl ~ F,abet, terima dalam hallainnya.
Berdasarkan rumus perhitungan nilai F pada bab sebelumnya, maka nilai statistik uji pengaruh secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
F- (28- 3-l) X 0,632 - 13 740 ' 3 X ( l-0,632)
Dari perhitungan di atas, diperoleh nilai dari tabel distribusi F diperoleh nilai perhitungan lebih dari
Ftabel,
Ftabel
F-hitung
sebesar 13,740, kemudian
sebesar 3,009. Oleh karena nilai F hasil
maka H0 ditolak dan H 1 diterima. Hal ini berarti
bahwa secara simultan diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah dipengaruhi oleh faktor karakteristik inovasi, persepsi penerima, dan agen pembaru dengan tingkat kepercayaan 95%.
82
4.9.3.
Uji korelasi
Uji korelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua variabel bebas. Perhitungan koefisien korelasi menggunakan persamaan korelasi product moment dengan data yang telah diubah dari skala ordinal menjadi interval
Berikut matriks hasil perhitungan koefisien korelasi antar variabel bebas:
Tabel4.22.
Matriks Korelasi antar Variabel bebas XI 1,000
XI Pearson correlation Sig. ( 1-tailed)
X2 ,271 ,082 28 1,000
28 ,271 ,082 28 28 N ,4ll ,284 X3 Pearson correlation ,015 ,072 Sig. (1-tailed) N 28 28 ** Correlation is significant at the 0.05 level (/-tailed) N
X2 Pearson correlation Sig. ( 1-tailed)
X3 ,4ll ,015 28 ,284 ,072 28 1,000 28
Merujuk hasil tersebut (Tabel 4.22.), maka hubungan antar variabel dapat dijelaskan sebagai berikut: l) Variabel karakteristik inovasi (X 1) dengan variabel persepsi penerima (X2). Hubungan antara variabel karakteristik inovasi (X 1) dengan variabel persepsi penerima (X2) sebesar 0,271 menunjukkan hubungan kedua variabel tersebut lemah. Signifikansi
Ltailed
0,082 lebih besar dari nilai 0,05 menunjukkan
bahwa Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel; 2) Variabel karakteristik inovasi (X 1) dengan variabel agen pembaru (XJ)
83
Hubungan antara variabel karakteristik inovasi (X 1) dengan variabel agen pembaru (X 3) sebesar 0,411 menunjukkan hubungan kedua variabel tersebut kuat sementara signifikansi
Ltailed
0,015 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan
bahwa Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara kedua varia bel; 3) Variabel persepsi penerima (X3 ) dengan variabel karakteristik inovasi (Xt) Hubungan antara variabel persepsi penerima (X 2) dengan variabel agen pembaru (X 3 ) sebesar 0,284 menunjukkan hubungan kedua variabel tersebut lemah,
sementara signifikansi
l-tailed
0,072
lebih
besar dari
0,05
menunjukkan bahwa Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel.
4.9.4. Uji pengarub Parsial Uji pengaruh parsial digunakan untuk mengetahui besar pengaruh masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat dan mengetahui pula tingkat signifikansi dari nilai pengaruh tersebut. Variabel bebas dapat mempengaruhi variabel terikat baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung ditunjukkan oleh koefisien jalur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengaruh tidak langsung variabel bebas terhadap variabel terikat diketahui dari hubungan (korelasi) antar variabel dimaksud dengan variabel bebas lain (Sitepu, 1994). Besarnya pengaruh tidak langsung ini merupakan akumulasi interaksi koefisien jalur variabel dimaksud terhadap koefisien korelasi variabel terkait. Berikut persamaan yang
84
digunakan untuk mendapatkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel terikat : Pengaruh langsung variabel (i) : (pyxi)2 Pengaruh tidak langsung variabel (i) melalui variabel U) : pyxi. Rxjxi.pyxj Pengaruh variabel (i) total : (pyxi) 2 + pyxi.rxjxi.pyxj.
Gambar 4.1. Uji T karakteristik inovasi, persepsi penerima, dan agen pembaru
terhadap diskontiunitas penerapan
inovasi
pengelolaan limbah. Keterangan gambar X1 = karakteristik inovasi X2= persepsi penerima X3= agen pembaru Y = diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah Hipotesis 1. Besamya pengaruh karakteristik inovasi terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Rumusan hipotesis yang diajukan adalah: Ho:Pyx =0: Tidak terdapat pengaruh karakteristik inovasi terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah; H1:Pyx i- 0: Terdapat pengaruh karakteristik inovasi terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah.
85
Berdasarkan hasil perhitungan analisis jalur diperoleh besaran pengaruh karakteristik inovasi terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah sebagai berikut:
Tabel 4.23. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel karakteristik inovasi terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah.
Pengaruh langsung ke diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah Pengaruh tidak langsung melalui persepsi Karakteristik penerima ke diskontiunitas penerapan inovasi . . movas1 pengelolaan limbah Pengaruh tidak langsung melalui agen pembaru ke diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah
Jumlab
0,1652
16,5235
0,0353
3,5253
0,0572
5, 7197
0,2577
25,7684
Berdasarkan nilai koefisien jalur (Tabel 4.23.) pengaruh secara langsung antara variabel karakteristik inovasi terhadap variabel diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah sebesar 16,52% dan pengaruh secara langsung dan tidak langsung variabel karakteristik inovasi ke diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan lim bah sebesar 25,768%. Signifikansi nilai hasil pengujian hubungan pengaruh variabel karakteristik inovasi
terhadap
diskontiunitas
ditunjukkan oleh nilai t
hitung
penerapan
. . movast
pengelolaan
lim bah
untuk koefisien jalur 0,406 (Gambar 4.2) sebesar
2,52 (Gambar 4.1.) dan nilai t
table
untuk df =28- 3-1 = 24 pada a = 0,05 yaitu
2,06. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa antara variabel karakteristik inovasi terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah terdapat
86
hubungan positif dan signifikan dimana nilai thitung 2.52 > dari ttable 2.06. Dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa total pengaruh variabel karakteristik inovasi yang mempengaruhi diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah baik secara langsung maupun tidak langsung adalah sebesar 25,768%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel karakteristik inovasi berpengaruh secara signifikan terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Hasil pengukuran koefisien jalur sebesar 0,406 menunjukkan bahwa variabel karakteristik inovasi cukup berpengaruh secara optimal. Hipotesis 2. Besamya pengaruh persepsi penerima terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Rumusan hipotesis yang diajukan adalah: Ho:Pyx =0:
Tidak terdapat pengaruh persepsi penerima terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah;
H 1:Pyx* 0: Terdapat pengaruh persepsi penerima terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Tabel 4. 24. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel persepsi penerima terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah.
Perspsi penerima
Pengaruh langsung ke diskontinuitas ~enera~an inovasi ~en~elolaan limbah Pengaruh tidak langsung melalui agen pembaru ke diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah Pengaruh tidak langsung melalui karakteristik inovasi ke diskontinuitas penerapan inovasi ~engelolaan limbah Jumlah
0,103
10,254
0,031
3,110
0,035
3,525
0,1689
16,8896
87
Berdasarkan nilai koefisien jalur, pengaruh secara Iangsung antara variabel persepsi penerima ke diskontiunitas penerapan
inovasi pengelolaan limbah
sebesar 10,254% (Tabel 4.24.) dan pengaruh secara langsung dan tidak langsung variabel persepsi penerima ke diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah sebesar 16,889%. Signifikansi nilai hasil pengujian hubungan pengaruh variabel persepst penenma
terhadap
diskontiunitas
penerapan
. . movast pengelolaan limbah
ditunjukkan oleh nilai t hitung untuk koefisien jalur 0,320 (Gambar 4.2.) sebesar 2,184 (Gambar 4.1.) dan nilai
t table untuk df=28- 3-1 = 27 pada a= 0,05 yaitu
2,06. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa antara variabel persepsi penerima terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah terdapat hubungan positif dan signifikan dimana nilai thitung 2,184 > dari ttable 2.06. Dengan demikian
Ho ditolak dan H 1 diterima. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa total pengaruh variabel persepsi
penerima yang
mempengaruhi diskontiunitas
penerapan
inovasi
pengelolaan limbah baik secara langsung maupun tidak langsung adalah sebesar 16,889%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel persepsi penerima berpengaruh secara signifikan terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Hasil pengukuran koefisien jalur sebesar 0,320 menunjukkan bahwa variabel persepsi penerima cukup berpengaruh secara optimal. Hipotesis 3. Besamya pengaruh agen pembaru terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Rumusan hipotesis yang diajukan adalah:
88
Ho: Pyx
=
0: Tidak terdapat pengaruh agen pembaru responden terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah;
H 1:Pyx 1- 0: Terdapat pengaruh agen pembaruresponden terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Berdasarkan hasil perhitungan analisis jalur diperoleh besaran pengaruh agen pembaru terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah sebagai berikut:
Tabel 4.25. Pengaruh langsung dan tidak langsung agen pembaru terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah
Agen Pembaru
Pengaruh langsung ke diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah Pengaruh tidak langsung melalui karakteristik inovasi ke diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah Pengaruh tidak langsung melalui persepsi penerima ke diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah
Jumlah
0,117
11,715
0,057
5,720
0,031
3, II 0
0,2054
20,5442
Berdasarkan nilai koefisien jalur, pengaruh secara langsung antara variabel agen pembaru ke diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah sebesar 11,715% (Tabel 4.25.) dan pengaruh secara langsung dan tidak langsung agen pembaru ke diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah sebesar 20,544%. Signifikansi nilai hasil pengujian hubungan pengaruh variabel agen pembaru terhadap diskontiunitas penerapan
inovasi pengelolaan limbah
89
ditunjukkan oleh nilai t h•tung untuk koefisien jalur 0,342 (Gambar 4.2) sebesar 2,205 (Gambar 4.1.) dan nilai t table untuk df =28- 3-I = 24 pada a = 0,05 yaitu 2,06. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa antara variabel agen pembaru
terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah terdapat hubungan positif dan signifikan dimana nilai thitung 2,205> dari ttable 2.06. Dengan demikian
Ho ditolak dan H 1 diterima. Berdasarkan basil penelitian diketahui bahwa total pengaruh variabel agen pembaru yang mempengaruhi diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah baik secara langsung maupun tidak langsung adalah sebesar 20,544%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel agen pembaru berpengaruh secara signifikan terhadap diskontiunitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Hasil pengukuran koefisien jalur sebesar 0,342 menunjukkan bahwa variabel agen pembaru cukup berpengaruh secara optimal.
Tabel 4.26. Rangkuman Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel karakteristik inovasi (X l ), variabel persepsi penerima (X2), dan variabel agen pembaru (X3) terhadap diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah (Y).
Besarnya pengaruh (%)
Koef. Jalur varia bel
(Pyxl..x3)
Langsung Tidaklangsung
Total
Karakteristik inovasi (X I)
0,406
I6,5235
9,245
25,7684
Persepsi penerima (X2)
0,320
I0,254
6,635
I8,8896
Agen pembaru (XJ)
0,342
11,715
8,83
20,5442
Pengaruh variabei X I, X2, dan X3 terhadap Y
63,2
Pengaruh variabellain (E) terhadap Y
36,8
Pengaruh total
100
90
4.9.5 . Model analisis jalur
Besarnya nilai koefisien jalur variabel lain yang tidak dilibatkan da\am model analisis jalur (py£) dihitung dengan ..J (l-R2 ) dan diperoleh 0,368. Model anal isis jalur yang terbentuk adalah :
Gambar 4.2. Struktur hubungan antar variabel penelitian yang terbentuk. Keterangan: X I = karakteristik inovasi X2 = persepsi penerima X3 = agen pembaru Y = diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah Berdasar gambar 4.2. dapat diinterpretasikan bahwa parameter koefisien jalur untuk diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah, untuk variabel karakteristik inovasi, variabel persepsi penerima, dan variabel agen pembaru adalah positif, hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan karakteristik inovasi, persepsi penerima, dan agen pembaru, maka diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah akan mengalami peningkatan. Hubungan antara variabel karakteristik inovasi (XI) dengan variabel persepsi penerima (X2) sebesar 0,271 menunjukkan kedua hubungan tersebut lemah. Artinya jika karakteristik inovasi dalam proses adopsi bersifat positif (segi
91
keuntungan relatif besar, inovasi dapat dicoba, basil inovasi mudah dilihat dan mudah dikomunikasikan dengan orang lain) maka belum tentu persepsi pengusaha terhadap pengelolaan lim bah juga positif. Demikian pula j ika karakteristik inovasi negatif (keuntungan relatif kecil, inovasi relatif sulit dimengerti dan digunakan), bel urn tentu persepsi pengusaha terhadap inovasi pengelolaan lim bah juga negatif. Secara konseptual, bahwa persepsi individu terhadap objek dipengaruhi oleh kebudayaan, dimana kebudayaan dipengaruhi oleh lingkungan (Sarwono, 1995). Hubungan an tara variabel karakteristik inovasi (X l) dengan variabel agen pembaru (X3) sebesar 0,411 menunjukkan kedua hubungan tersebut kuat. Artinya bila agen pembaru berkaitan dengan proses penerapan positif, maka karakteristik inovasi bersifat positif pula, demikian juga sebaliknya. Hal ini memperlihatkan hubungan timbal balik antara karakteristik inovasi dan agen pembaru. Walgito (2003) menjelaskan bahwa hubungan individu (agen pembaru) dan lingkungan (dalam hal ini berupa karakteristik inovasi) tidak hanya berlangsung searah tetapi dua arab sating mempengaruhi Hubungan antara variabel persepsi penerima (X2) dengan variabel agen pembaru (X3) sebesar 0,284 menunjukkan bahwa kedua hubungan tersebut lemah. Artinya j ika agen pembaru bersikap negatif, maka bel urn tentu persepsi penerima terhadap inovasi pengelolaan limbah juga negatif. Demikian juga berlaku sebaliknya. Secara konseptual, penyebaran inovasi seringkali gagal karena agen pembaru lebih berorientasi pada inovasi, kurang memikirkan keterkaitannya dengan situasi penerima (Rogers dan Shoemaker, 1981). Untuk itu para agen pembaru penerima,
hams
mempunyai
sikap-sikap,
pengetahuan
kepercayaan,
mengenai
norma-norma
kebutuhan-kebutuhan sosial
dan
struktur
92
kepemimpinan setempat agar terjadi perubahan persepsi serta sikap para penerima inovasi. Secara keseluruhan model tersebut cocok untuk menerangkan dan memprediksi keputusan pengusaha jeans wash dalam diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah. Hal ini sejalan dengan konsep yang disampaikan Rogers dan Shoemoker bahwa ketiga faktor tersebut di atas adalah faktor-faktor yang mempengaruhi dikontinuitas inovasi (Rogers dan Shoemaker, 1981). Hal ini senada dengan konsep pembentukan sikap individu yang dipengaruhi oleh faktor individu, faktor lingkungan dan faktor objek yang disikapi (Sarwono, 1995), Walgito (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor tersebut sating berinteraksi dalam mempengaruhi diskontinuitas inovasi.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan Berdasar pada hasil analisis dan pembahasan, dapat ditarik simpulan bahwa: I)
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
diskontinuitas
penerapan
inovasi
pengelolaan limbah oleh pengusaha jeans wash adalah faktor karakteristik inovasi (IPALjeans wash), faktor persepsi penerima (pengusahajeans wash), dan faktor agen pembaru. Secara parsial seberapa besar pengaruh faktorfaktor tersebut adalah: Kontribusi pengaruh yang paling kuat ditunjukkan oleh faktor karakteristik inovasi IP AL Jeans wash, sedangkan faktor persepsi penerima
(pengusaha
jeans
wash
dan
agen
pembaru
(penyuluh
lingkungan/aparat pemerintah) memberikan kontribusi yang cukup kuat. Berdasarkan pengujian hipotesis koefisien jalur didapat hasil bahwa koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,632. Hal ini menunjukkan bahwa diskontinuitas penerapan
inovasi pengelolaan limbah dapat dijelaskan oleh
variabel karakteristik inovasi, variabel persepsi penerima, dan variabel agen pembaru sebesar 0,632 atau 63,2%, sedangkan 36,8% lagi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diuji dalam penelitian ini. Berdasarkan pendapat beberapa ahli dan hasil pengamatan di lapangan selama penelitian, faktor-faktor yang
diperkirakan
dapat
mempengaruhi
persepsi
masyarakat
peraturan!hukum, hambatan kekuasaan, hambatan nilai dan sistem sosial.
93
adalah
94
Pengusaha menganggap inovasi pengelolaan limbah jeans wash bukan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mengolah limbah selama saluran tempat pembuangan limbah lancar. Para pengusaha jeans wash lebih memandang IPAL jeans wash dari aspek ekonomi yang merugikan dan aspek prosedural yang merepotkan daripada aspek pengelolaan lingkungan (sosial) yang menjamin kelestarian dan kenyamanan lingkungan. Masyarakat di sekitar lokasi kegiatan jeans wash terutama masyarakat di Kecamatan Buaran mengalami efek habituasi dari bau limbah yang setiap saat terasa dan mentolerir bau, karena sebagian besar masyarakat mempunyai mata pencaharian utama berkaitan dengan usaha jeans wash, sehingga keberlanjutan
usahajeans wash merupakan kepentingan masyarakat juga. Adanya efek negatif merupakan hal yang wajar dan dianggap sebagai suatu resiko yang harus ditanggung. Masyarakat di luar sentra industri jeans wash cenderung acuh tak acuh/tidak peduli apalagi mereka tidak berdekatan dengan lokasi usaha jeans
wash, oleh karena itu standar pemenuhan kebutuhan kualitas lingkungan tempat tinggal yang baik tidak terjaga. Masyarakat di sekitar industri jeans wash di Kecamatan Wonopringo dan Kecamatan Kedungwuni sering melakukan aksi protes karena sumur mereka tercemar oleh limbah cair jeans wash. Berbeda dengan masyarakat di dua kecamatan tersebut, masyarakat Kecamatan Buaran cenderung pasrah dan menerima lingkungan yang tercemar oleh limbah cair jeanv wash. Mereka sudah beradaptasi dengan limbah bertahun-tahun, apalagi di Kecamatan Buaran selain sebagai daerah sentra industri jeans wash juga merupakan daerah sentra industri
95
batik yang juga berpotensi mencemari Iingkungan. Usaha jeans wash bagi masyarakat Buaran sebagai salah satu tumpuan utama dalam mata pencaharian pokok mereka. Bangunan Prototip IPAL jeans wash di desa Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan merupakan proyek batuan dari Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 1998/1999 dengan tujuan untuk membantu para industri jeans wash di tiga kecamatan dalam mengolah limbah dari proses industri tersebut akhirnya mubazir atau sia-sia. Ciri pokok yang menyebabkan diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah jeans wash, antara lain:
(l) Biaya pengolahan limbah dan pengelolaan fPAL relatif mahal, sehingga memberatkan para pengusaha ; (2) Sarana dan prasarana mobil penyedot dan pengangkut limbah kurang memadai, dimana hanya tersedia l unit mobil penyedot dan pengangkut limbah yang dimiliki Bapedal Kabupaten Pekalongan. Untuk memenuhi kebutuhan operasional setiap hari tentu saja kurang memadai. (3) Lokasi bangunan fPAL tidak strategis, selain jauh dari lokasi usaha para pengusahajeans wash, untuk menuju ke lokasi IPAL mobil penyedot limbah harus masuk dan berhenti di area porn bensin sehingga menyulitkan mobilitas; (4) Teknis dan tata cara pengolahan limbah dengan IPAL rumit dan merepotkan; (5) Mereka kecewa hasil pengolahan limbah dengan IPAL air limbahnya masih berwarna keruh.
96
5.2. Saran I)
Pemerintah mewajibkan kepada para pengusahajeans wash untuk membuat bak penampung limbah sementara untuk selanjutnya diolah di IPAL milik Perusahaan tekstil skala besar;
2)
Pemerintah
membuat Perda tentang Retribusi Penyedotan Limbah catr
industri kecil; 3)
Pemerintah menindak tegas terhadap pengusaha yang tidak mengolah limbahnya ke IPAL ;
4)
Pemerintah dalam hal ini aparat Kantor Lingkungan Hidup dan dinas terkait secara
berkala melakukan pengawasan dan meninjau lokasi u..mha jeans
wash;
5)
Untuk mengantisipasi
agar tidak terjadi diskontinuitas terhadap inovasi
pengelolaan limbah semacam IPAL, diperlukan kajian-kajian antara lain: ( l) Menentukan lokasi bangunan IP AL memperhatikan tata ruang kota; (2) Sistem pengolahan limbah dapat dijangkau oleh kemampuan teknik dan kemampuan keuangan para pengusaha.; (3) Mengarahkan perubahan persepsi dan perilaku pengusaha terhadap limbah bahwa limbah harus dikelola; (4) Mengarahkan perubahan persepsi dan perilaku pengusaha terhadap IPAL bahwa IP AL bukan semata-mata benda ekonomi tetapi mempunyai nilai yang tinggi. 6)
Pemerintah merelokasikan kawasan industri jeans wash ke lokasi yang jauh dari permukiman penduduk.
DAFT AR PUST AKA
Asdak., C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah A/iran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Atkinson.,R, Hilgard., E.R. 1987. Pengantar Psikologi l Alih Bahasa Nurjannah Taufiq dan Rukmini Burhana Jakarta: Erlangga Creswell, W.J.2002. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approach. Terjemahan Khabibah N, dkk. Jakarta: KIK Press. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka. Dinas Lingkungan Hidup & Kebersihan Kabupaten Pekalongan. 2007. Pembangunan UPCUIPAL Terpusat Kelurahan Simbang Kulon Kecamatan Buaran Daerah Kabupaten Pekalongan:Pemerintah Pekalongan. Kabupaten Pekalongan. Fardiaz., S.l992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Gerungan. 1988. Psikologi Sosial. Bandung : PT Eresco. Hadi., S.1991. Ana/isis Butir untuk lnstrumen. Yogyakarta: Andi Offset. Hadi., S.l990. Ana/isis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset. Hadi., S. 1990. Statistik Jilid III. Yogyakarta: Andi Offset. Hanurawan., F. Dan Diponegoro., A.M. 2005. Psikologi Terapan dan Masalahmasalah Sosial. Yogyakarta: UAD Press http://alamsetiadi08. wordpress.cornldifusi-inovasi/ ( 10 Maret 2009) http://www. Deptan.go.id/portalpenyuluhan. Pemahaman tentang Adopsi, Difusi, dan Inovasi (I'eknologi) dalam Penyuluhan Pertanian.Junaidi. 10 September 2008. http://www.idp.europe.org/Indonesia/buku-inklusi/pdfll 7-inovasi_ inkl usi. pdf.Inovasi untuk Inklusi Pengenalan terhadap Proses Perubahan. Kjell Skogen.
97
98
http://www.progrosir.co.cc/2008/12/all. about-kain·denim-jeans.html Pengetahuan Dasar tentang Kain Denim dan Jeans. Kerlinger.,N.F. 1990. Asas - Asas Penelitian Behavioral. Terjemahan Simatupang R.L. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kristanto., P.2004. Ekologi lndustri. Yogyakarta: Andi Offset Mitchell.,B. 2007. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Terjemahan Setiawan B dan Rahmi.,HD. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Musyafak., A dan Ibrahim., T.M. 2005. Strategi Percepatan Adopsi dan Difusi lnovasi Pertanian Mendukung Prima Tani. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 3 Nomor 1 Maret 2005. Pontianak: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. 2004. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah. Semarang: Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Pemerintah Kabupaten Pekalongan. 2007. Kabupaten Pekalongan Dalam Angka 2007. Pekalongan:Bappeda dengan BPS Kabupaten Pekalongan. Pemerintah Kabupaten Pekalongan. 2007. Profll, Potensi, Peluang lnvestasi dan Kebijakan Pembangunan Kabupaten Pekalongan Tahun 2007. Pekalongan: Kapeditel Kabupaten Pekalongan. Rhiti., H.2005. Kompleksitas Permasalahan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Andi Offset Riduwan & Kuncoro. 2008. Ana/isis Jalur (Path Analysis). Bandung: Alfabeta. Rogers, E.M. & Shoemaker, F.F. 1981. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Terjemahan Hanafi A .. Surabaya : Usaha Nasional. Rogers, E.M. 1985. Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif kritis. Terjemahan Nurdin D. Jakarta: LP3ES. Safrizal. 2007. Tesis: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknik Panen Sistem Vietnam terhadap Tanaman Kayumanis sebagai Dasar Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Hayati. Bandung : UNPAD. Sarwono, S.W. 1995. Psikologi Lingkungan. Jakarta: PT Grassindo.
99
Siregar,A.S. lnstalasi Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Kanisius. Sitepu, N.S.K 1994. Ana/isis Jalur ( Path Analysis). Bandung: Unit Pelayanan Statistika Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran. Soerjani .,M. dkk. 2007. Lingkungan Hidup. Jakarta: IPPL. Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI- Press. Soemarwoto., 0. 2004. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan Sugiharto. 2005. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI-Press. Sugiono., 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta. Supranto., 1.2001. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga. Suraji. 2006. Tesis: Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Keputusan lnovasi Pengrajin dalam Proses Adopsi Instalasi Pengolahan Air Limbah Biogas Industri Tahu di Kabupaten Boyolali. Bandung: UNPAD. Susanto., G dan Sutjahjo., H. 2008. Pemanasan Global. Bogor: Penebar Swadaya. Vembriarto.,St. 1984. Patologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset. Wardhana, A.W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan.Yogyakarta: Andi Offset. Walgito, B. 1980. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset.
100
DAFT AR RIWA YAT HID UP
I.
Data Pribadi l. Nama
: Endang SR Juwaningsih
2. Tempat tanggallahir : Pekalongan, 23 April 1970 3. Agama
:Islam
4. Alamat rumah
: Lingkungan Kawedanan No. 220 Kajen Kabupaten Pekalongan Propinsi Jawa Tengah 5116l.Telp. (0285) 381284.
5. Unit Kerja
: BKD dan Diklat Kabupaten Pekalongan
6. Alamat Pekerjaan
:Jl. Sumbing No 2 Kajen Kabupaten Pekalongan 51161 Telp. (0285) 381766, fax. (0285) 385270
7. Suami
: dr. Supriyanto
8. Anak
: Nindya Novita S
II. Riwayat
Pendidi~an
l. 1977- 1983
: SD Negeri 03 Kajen
2. 1983- 1986
: SMP Negeri 1 Kajen
3. 1986- 1989
: SMA Negeri 1 Kajen
4. 1990- 1995
: Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi '45 Yogyakarta
III. Riwayat Pekerjaan 1. 2003-2004
: Bagian Kepegawaian Setda Kabupaten Pekalongan
2. 2004-sekarang
: Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Diklat Kabupaten Pekalongan
LAMPIRANI
101
0 ·-
~--
+
Peta Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah dan lokasi penelitian.
LAMPIRANII
102
Lampiran Foto-foto limbahjeans wash
Limbahjeans wash dibuang langsung ke selokan
Limbahjeans wash dibuang langsung ke sungai
Irigasi sawah yang dialiri limbahjeans wash. Tinggi cerobong asap industrijeans wash yang tidak sesuai aturan (kurang dari 20m)
LAMPIRAN III
103
Lampiran foto IPALjeans wash
Lokasi IPALjeans wash di desa Pakis Putih.
Bangunan tempat menyimpan alat dan mesin IPAL, mesin dan peralatan pengolah limbah kini sudah tidak ada karena dicuri orang
Penulis sedang wawancara dengan paguyuban anggota satu salah kini sudah yang wash pengusaha jeans tidak menjalankan usahanya karena menderita stroke.
104
Mesin pencucian dan pewamaanjeans
LAMPIRANIV
105
INST ALAS I PENGOLAHAN Affi LIMBAH (IP AL JEANS WASH)
I.
Tekonologi Proses IPAL jeans wash di Pakis Putih mampu untuk menampung kapasitas
olahan limbahjeam wash 1200 m3 /hari. Proses pengolahan terdiri atas tahapan sebagai berikut: a.
Proses Fisika, sebagai langkah proses pengolahan air limbah di mana tidak ada satupun bahan kimia dimaksukkan dalam proses. Demikian halnya dengan bakteri (mikroorganisme), tidak juga dimasukkan. Proses kimia berlangsung hanya melalui mekanisme fisik semata yaitu pengendapan dan penyaringan (filtration).
b.
Proses Kimia, merupakan suatu langkah proses pengolahan air limbah dimana bahan kimia dimasukkan ke dalam unit proses yang ada selama proses pengolahan. Yang termasuk proses kimia disini adalah proses koagulasi dan flokulasi, dengan menggunakan koagulan DC, Chern dan larutan kapur atau Ca (OH)2, dan flokulan Magnaflog atau sejenisnya.
c.
Proses Biologis, sebagai proses pengolahan air limbah dimana mekanisme proses
berlangsung
melalui
kerja
mikroorganisme
aerob
(aerobic
microorganism). Dalam proses biologis ini yang dipakai adalah bakteri aerob, maka kondisi aerob (ada oksigen) harus senantiasa dijaga. Proses aerob yang ada ini termasuk Bio Fillter, dimana oksigen yang dikonsumsi berasal dari Photosynthesa ganggang.
106
II.
DIAGRAM ALIR PROSES
larutan kapur
Fe
De chem.
N.P.K
l ll Air Limbah
BAK KOAGULASI FLO KULAS£ SEDIMENTASI
~
BAK BIOFILTER
1-
SSP
....
"!~
BAK PENGERING LUMPUR
~
Seloka numum
-+
Gambar diagram alir proses pengolahan limbah jeans wash
Keterangan : SSP: Submersible studge Pump
III. LANGKAH PROSES Langkah proses pengolahan limbah: 1)
Mengontrol semua peralatan yang ada, apakah seluruhnya berfungsi dengan baik atau tidak.
2)
Menyiapkan semua bahan kimia yang akan dipakai, seperti D.C. Chern, kapur dan PE, serta perabotan gelas yang dipakai untuk Yar test.
107
3)
Mengalirkan air limbah ke bak koagulasi sampai mencapai ± 20 em di bawah bibir bak. Jalankan motor pengaduk, setelah diperkirakan kondisi air limbah rata di seluruh bagian bak ± 15 menit, kemudian mengukur air limbah. Selanjutnya memasukkan kapur sampai pH mencapai ± 9, adukan tetap terns dijalankan. Apabila diperkirakan pH telah merata (± 15 menit), tambahkan DC Chern secukupnya (setiap I m3 air lim bah diperlukan sebanyak 0,5-l liter). Setelah ± 15 menit, ambil sampel dalam gelas berker, test pH dan perhatikan jonjot-jonjot yang terbentuk. Apabila pH berada di bawah 8, tambahkan kapur pada sedikit sampel air limbah sampai pH mencapai 8,5 - 9, selanjutnya tambahkan PE sedikit dan diamkan sebentar. Apabila flok sudah terbentuk besar dan terpisah dari air yang nampak jemih (clear), berarti proses koagulasi telah berjalan dengan baik. Apabila air masih tampak keruh tambahkan sedikit DC chem. Pada sampel air dan lihat pH air. Apabila pH kurang 8, tambahkan kapur sampai pH mencapai 8 9,5. Kemudian tambahkan PE. Setelah air cukup jemih berarti proses berjalan baik, selanjutnya tambahkan PE (± 1 sendok tea) yang sudah dilarutkan dengan baik (tercampur dengan sempuma) ke dalam bak koagulasi dengan adukan tetap dijalankan sampai ± 15 menit. Setelah jonjot-jonjot besar mulai banyak terbentuk dan Nampak terpisah dari aimya, hentikan motor pengaduk dan diamkan selama ± 1,5 jam sampai seluruh lumpur kimia mengendap di dasar bak.
4)
menyiapkan pompa eel up yang tersedia pada dasar bak koagulasi. mengecek valve pada drying bed (4 unit). Membuka satu valve pada drying
108
bed yang hendak dipakai, sedang lainnya dalam posisi tertutup. Mengecek pula valve untuk aliran biofilter, harus dalam keadaan tertutup. 5)
menghidupkan pompa celup pada bak koagulasi, sehingga lumpur kimia akan segera mengalir ke bak drying bed. Kodisi ini berjalan sampai air yang masuk ke bak drying bed mulai berubah menjadi jernih, pada saat itulah aliran biofilter dibuka
sedang valve drying bed ditutup. Dengan
demikian air dari bak koagulasi tidak lagi mengalir ke bak drying bed, tetapi berpindah ke bak biofilter. Mengingat kemungkinan adanya sedikit kotoran yang masih terikut air jernih dari bak koagulasi, maka pada saat pertama membuka aliran ke biofilter, hal ini harus menjadi perhatian. Apabila ternyata kotoran yang dimaksud benar ada, maka kotoran tersebut ditampung dulu dalam ember/ wadah lain yang disediakan. 6)
Air dari biofilter, pada akhirnya mengalir melewati bak filtrasi sampai akhirnya masuk ke bak ikan (fish pond).
7)
Setelah 3-4 hari, lumpur pada drying bed cukup kering untuk selanjutnya dapat diambil keluar dan dikumpulkan.
IV. PERAWATAN IV.l. Perawatan Unit Proses 1.
Bak Biofilter Kerja
biofilter
senantiasa
berhubungan
erat
dengan
kehidupan
bakteri/mikroorganismc, maka melljaga agar bakteri/mikroorganisme di dalam
bak dapat hidup dengan
baik adalah sesuatu yang harus
109
dilaksanakan. Untuk itu apa yang harus dikerjakan dalam perawatan unit lPAL ini adalah: a. Menjaga agar air pH pada bak biofilter selalu pada kondisi 6,5 -8,5; b. Menjaga agar air pada bak tidak tercemar air kotor dan air limbah yang belum diolah. Apabila hal ini terlanjur terjadi, maka upaya yang harus dilakukan adalah membuang seluruh air dalam bak dan mengeluarkan seluruh batu yang ada. Setelah batu dibersihkan dan dimasukkan lagi ke dalam bak, kemudian diisi kembali dengan air bersih dan diamkan ± 3 hari, setelah itu dapat dioperasikan kembali. 2.
Bak Pengering Lumpur (Drying bed) a. Bak pengering ini setiap bed (ada 4 bed) hanya dapat digunakan untuk pembuangan lumpur selama 1 (satu) hari operasi, selebihnya dari itu menngunakan bed berikutnya; b. Setelah lumpur dalam bak kering, akan
me~gelupas
dengan sendirinya
dan mudah untuk diambil, hamparan pasir harus segera dicangkul (dengan cangkul garu) dan selanjutnya dicuci (disemprot) dengan air bersih, selanjutnya dapat digunakan kembali; c. Setelah difungsikan secara rutin selama ± 1 tahun, hamparan pasir pada drying bed harus dibersihkan total. Pembersihan dilakukan dengan cara seluruh pasir yang ada diangkat ke atas, untuk selanjutnya dicuci di luar bak sampai bersih, setelah bersih, pasir dikembalikan ke posisi semula dan drying bed siap dipakai kembali.
110
IV.2. Perawatan Alat Proses I.
Pengaduk listrik Perawatan mesin pengaduk listrik cukup sederhana, yaitu: a.
Menjaga kipas pengaduk dari bahan-bahan yang dapat menghambat putaram (meskipun sudah ada jeruji pengaman) seperti plastik, kain, benang, karet, dan sebagainya;
b.
Apabila motor pengaduk terasa panas segera hentikan aliran listrik ke motor pengaduk, mungkin ada sesuatu yang tidak pada tempatnya;
c.
Kontrol semua pelumas yang ada pada mesin pengaduk, jaga pelumas untuk selalu dalam keadaan baik.
2.
Pompa Pompa yang ada merupakan pompa celup (submersible), maka hams selalu dijaga dari benda-benda keras yang dapat merusak kipas pompa.
V. PENUTUP
Pada hakekatnya, proses biofilter sebagai suatu sistem pengolahan air limbah yang paling sederhana dan mudah. Keberhasilan dari proses biofilter ini menuntut kerja operator dengan disiplin tinggi disertai kesabaran dan ketelatenan secara sungguh-sungguh. Karena dengan sedikit keteledoran operator, dapat berakibat fatal bagi kehidupan bakteri/mikroorganisme dalam bak biofilter yang pada gilirannya dapat berakibat tidak berfungsinya unit biofilter, yang berfungsi melakukan perusakan bahan pencemar organik menjadi bahan lain yang tergolong tidak menggannggu lingkungan.
LAMPIRANV
111
UJI V ALIDIT AS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
1. Uji Validitas
Untuk menguji validitas setiap butir maka skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai Y. Dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir dapat diketahui dengan pasti butir-butir manakah yang tidak memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya. Berdasarkan informasi tersebut peneliti dapat mengganti ataupun merevisi butir-butir dimaksud. Bagi peneliti yang menginginkan, pengujian terhadap butir dapat dilakukan dengan mengkorelasikan butir dengan skor total pada faktor. Butir yang mempunyai korelasi positif dengan skor total serta korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa butir tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalah r = 0,3. jadi kalau korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut tidak valid. (Masrun, 1979). Butir bisa dipakai jika nilai koefisien korelasinya
positif.
Oleh
karena
skor
yang
diperoleh
dilapangan
tingkat
pengukurannya ordinal maka koefiesien korelasi. Hasil penelitian dibuat berdasarkan hasil proses pengujian data yang meliputi pemilihan, pengumpulan dan analisis data. Oleh karena itu, hasil penelitian itu tergantung pada kualitas data yang dianalisis dan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian instrumen pada
112
penelitian ini adalah kuesioner sehingga data yang diperoleh dari 15 responden akan diuji kualitas datanya dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa korelasi tiap pertanyaan variabel dengan skor total adalah sebagai berikut: Tabel l. Validasi variabel karakteristik inovasi Item I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ll
r korelasi 0,795 0,731 0,635 0,518 0,382 0,535 0,695 0,695 0,795 0,635 0,607
r kritis 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
keterangan valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid
Berdasarkan hasil uji validitas variabel karakteristik inovasi, diketahui bahwa semua item valid karena nilai r korelasinya lebih besar dari r kritis (misalnya: 0, 795>0,3 ).
Tabel 2. Validasi variabel persepsi penerima Item I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 II 12
r korelasi 0,509 0,467 0,609 0,509 0,576 0,530 0,576 0,609 0,467 0,427 0,587 0,576
r kritis 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
keterangan valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid
113
Berdasarkan hasil uji validitas variabel persepsi penerima, diketahui bahwa semua item valid karena nilai r korelasinya lebih besar dari r kritis (misalkan: 0,509>0,3).
Tabel 3. Validasi variabel agen pembaru Item 1 2 _,... 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
r korelasi 0,687 0,553 0,327 0,687 0,519 0,552 0,647 0,416 0,687 0,369 0,552 0,552 0,553 0,478
r kritis 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
keterangan valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid valid
Berdasarkan hasil uji validitas variabel agen pembaru, diketahui bahwa semua item valid karena nilai r korelasinya lebih besar dari r kritis (misalnya: 0,687>0,3).
Tabel 4 Validasi variabel diskontinuitas inovasi IP AL Item 1 2 3 4
5 6 7 8
r korelasi 0,564 0,434 0,448 0,430 0,487 0,478 0,447 0,511
r kritis 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
keterangan valid valid valid valid valid valid valid valid
114
Berdasarkan hasil uji validitas variabel diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah, diketahui bahwa semua item valid karena nilai r korelasinya lebih besar dari r kritis (misalnya: 0,564>0,3).
2.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Walaupun secara teoritis besamya koefisien reliabilitas sekitar 0,00 s/d 1,00, akan tetapi pada kenyataannya koefisien sebesar l ,00 tidak pemah tercapai dalam pengukuran, karena manusia sebagai subjek penelitian merupakan sumber error yang potensial. Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa nilai reliabilitasnya: Tabel 5 Nilai Reliabilitas Variabel Karakteristik inovasi Persepsi penerima Agen pembaru Diskontinuitas . . penerapan movast pengelolaan limbah
Nilai reliabilitas 0,902 0,854 0,871
0,736
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel
Reliabel
Nilai reliabilitas dari variabel di atas memberikan indikasi bahwa keandalan kuesioner yang digunakan sebagai alat pengukur termasuk pada kategori berkorelasi kuat untuk tiap item pertanyaan tersebut karena nilainya lebih besar dari 0, 7.
115
PENGANTAR
Perihal : Pennohonan Pengisian Kuesioner
Bandung, Mei 2009 Kepada Yth. : Bapak/Saudara di TEMP AT
Dengan honnat, Dalam rangka penulisan tesis yang berjudul " Diskontinuitas Penerapan Inovasi Pengelolaan Lim bah oleh Pengusaha Jeans Wash", dengan mengambil kasus di daerah sentra industri jeans wash di Kecamatan Wonopringgo, Kecamatan Kedungwuni dan Kecamatan Buaran, maka saya: Nama
Endang SR Juwaningsih
NPM.
2505 2008 7009
Alamat
Belakang Rumdin Wabup Pekalongan No. 220 Kajen
Mahasiswa
: Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan UNPAD Bandung.
Mohon bantuan Bapak llbu/ Saudara untuk menjawab beberapa pertanyaan kuesioner yang telah disediakan. Jawaban Saudara diharapkan obyektif, artinya diisi apa adanya. Kuesioner ini bukan test psikologi dari atasan atau dari pihak manapun oleh karena itu Bapak/Ibu/Saudara tidak perlu takut atau ragu-ragu dalam memberikan jawaban yang sejujumya. Artinya semua jawaban yang diberikan Bapak/Ibu/Saudara adalah benar. Data dan identitas Bapakllbu/Saudara dijamin kerahasiaannya dan tidak berpengaruh terhadap posisi Bapak!Ibu/Saudara. Demikian pengantar ini dibuat, atas perhatian, bantuan , dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Honnat saya,
Endang SR Juwaningsih
LAMPIRANVI
116
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER 1) 2) 3)
Tuliskanjawaban pada titik-titik isian kuesioner Pilih jawaban yang mempunyai tanda *) dengan menggarisbawahi jawaban yang benar menurut Bapak/lbu/Saudara Berikan tanda cross (X) pada huruf pilihan jawaban (SS = Sangat Setuju, S=Setuju, N= Netral, TS=Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju ) yang benar menurut Bapak:llbu/Saudara ISIAN KUESIONER
A.
ldentitas Responden : 1. Nama .................................................................. ......... . 2. Alamat : Desa ...................... Kecamatan ................................ . 3. Umur : ...................... tahun 4. Jenis Kelamin : laki-laki/perempuan B. Karakteristik Responden 5. Pendidikan terakhir : Tidak tamat SDffamat SDffamat SLTP/ TamatSLT Affamat D3ffamat Sarjana *) 6. Jumlah anggota keluarga : ......................orang 7. Lama usaha : ...................... tahun 8. Pendapatan per bulan :Rp............................. . 9. Jenis Jeans Wash : ........................ (sebutkan celana, jaket,dsb) 10. Peruntukkan Jeans Wash : ............................(sebutkan, pria, wanita) 11. Spesifikasi Jeans Wash : ..................... (untuk anak, remaja, dewasa) 12. Pekerjaan sekarang 13. Pekerjaan lain a. Pendapatan per bulan : Rp ..................!bulan 14. KapasitasJeans Wash : ............... potonglhari 15. Mempunyai a. Rumah : ................. buah b. Sepeda motor : ................. buah c. Sawah/ladang d. Mobil : .................. buah
I. VARIABEL KARAKTERISTIK INOVASI No
Pertanyaan
1
Mengolah limbah jeans wash menggunakan lPAL, menimbu1kan kerugian secara ekonomi .
2
Biaya mengolah limbah jeans wash dengan IPAL
ss
Piliban Jawaban s N TS STS
117
membutuhkan biaya yang sangat banyak.
3
Biaya membuat IPAL Jeans Wash sangat maha1
4
Memproses limbah jeans wash dengan IPAL memerlukan waktu yang lama Mengolah limbahjeans wash dengan IPAL bukan kebutuhan yang penting. Mengolah lim bah jeans wash dengan IPAL merepotkan, Mengolah lim bah jeans wash dengan IPAL membutuhkan sarana dan bah an yang mahal harganya. Mengolah lim bah jeans wash dengan IPAL membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang rum it. Ditinjau dari segi biaya untuk membuat dan mengolah limbah dengan IPAL memberatkan. Ditinjau dari segi cara/teknis, mengelola limbah dengan IPAL sulit dilakukan. Tata cara menjalankan pengelolaan limbah dengan IPAL sulit dilakukan.
5
6 7
8
9 10 11
ll.
V ARIABEL PERSEPSI PENERIMA
Pilihan Jawaban No
Pertanyaan
1
Limbah jeans wash yang langsung dibuang ke selokan, ke sungai tidak menimbulkan pencemaran bau.
2
Lim bah jeans wash yang langsung dibuang ke selokan , ke sungai tidak menimbulkan pencemaran air.
3
Membuang lim bah jeans wash ke sungai tidak apaapa karena sungai tempat membuang sampah
4
Membuang limbah jeans wash ke sungai tidak menjadi masalah karena sungai milik umum. Bila ada orang tidak setuju dengan membuang limbah langsung ke selokan I ke sungai seharusnya mereka tidak mengeluh.
5
ss
s
N
TS
STS
118
6
7
8 9
Pengusaha jeans wash tidak perlu mengadakan tatap muka dengan masyarakat sekitar kegiatan jeans wash untuk membicarakan tentang limbah jeans wash. Pengusaha jeans wash tidak perlu memiliki pengetahuan dan ketrampilan tentang pengolahan limbah dengan IPAL. Sungai yang terce mar lim bah tidak perlu dipersoalkan Pencemaran lingkungan oleh limbah jeans wash bukan merupakan tanggung jawab para pengusaha jeans wash saja tetapi juga pemerintah dan masyarakat sekitar.
10
Hasil pengolahan lim bah dengan IPAL jeans wash tidak benar-benar mengatasi pencemaran.
II
Mengelola limbahjeans wash dengan IPAL Terpadu merepotkan, memerlukan tenaga.
12
Mengolah dan mengelola limbahjeans wash dengan IPAL hanya membuang biaya dan waktu.
III.
VARIABEL AGEN PEMBARU
No
Pertanyaan
1
Penyuluh lingkungan kurang aktif dalam memperkenalkan IPAL jeans wash di Pakis Putih Kecamatan Kedungwuni.
2
Penyuluh lingkungan jarang menyebar brosur tentang pentingnya pengolahan limbah dengan IPAL
jeans wash. 3
Penyuluh lingkungan jarang memberikan arahan tentang pentingnya pengolahan limbah jeans wash dengan IPAL kepada pengusaha.
4
Penyuluh lingkungan kurang aktif mengunjungi tempat usaha jeans wash.
Pilihan Jawaban
ss
s
N
TS
STS
119
5
Penyuluh lingkungan kurang aktif memberikan pelatihan pengoperasian dan perawatan IPAL jeans wash.
6
Kegiatan penyuluhan lingkungan kurang aktif dilakukan baik di tingkat kelurahan maupun kecamatan.
7
Penyuluh lingkungan jarang berdiskusi dengan tokoh masyarakat, pemuka agama mengenai pengolahan limbahjeans wash dengan lPAL.
8
Aparat pemerintah jarang mengundang para pengusaha jeans wash dalam rangka penyuluhan ten tang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan.
9
Penyuluh lingkungan jarang meluangkan waktu untuk membicarakan keadaan ekonomi pengusaha jeans wash.
10
Tokoh masyarakat jarang hadir dalam kegiatan penyuluhan tentang pengelolaan lim bah jeans wash dengan IPAL di Pakis Putih. Penyuluh lingkungan dalam memberikan penjelasan ten tang pengelolaan limbah jeans wash dengan IPAL kurangjelas dan sulit dipahami.
11
12
13
15
Materi yang disampaikan oleh penyuluh lingkungan ten tang pengoperasian IPAL jeans wash sulit dipahami. Sarana dan prasarana dalam kegiatan penyuluhan lingkungan kurang mendukung dalam memperkenalkan lPAL. Media mas sa jarang mengulas pengolahan limbah dengan IPAL.
pentingnya
120
IV.
VARIA BEL DISKONTINUIT AS PENERAP AN INOV ASI PENGELOLAAN LIMBAH
No
Pertaoyaao
I
Lim bah cair jeans wash langsung dibuang ke selokan, ke sungai, tidak perlu diolah dengan IPAL jeans wash di Pakis Putih.
2
Limbahjeans wash langsung dibuang ke selokan, ke sungai. Saran a dan prasarana untuk menyedot dan mengangkut limbahjeans wash menuju ke IPAL di Pakis Putih sering mengalami kesulitan. Mengolah limbah jeans wash dengan IPAL tidak efektif dalam mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Teknis dan tata cara pengolahan lim bah jeans wash dengan IPAL sulit dilaksanakan.
3
4
5
6 7 8
Lokasi bangunan IPAL jeans wash di Pakis Putih tidak tepat. Hasil mengolah limbah jeans wash dengan IPAL sering mengecewakan. Mengolah dan mengelola limbahjeans wash dengan IPAL sering terjadi hambatan.
Pilihao Jawabao
ss
s
N
TS
STS
121
DAFT AR PERTANY AAN I Untuk Pengusaha .......................................... . Nama I.
PENGENALAN
I. Bagaimana pengolahan limbahjeans wash yang dilakukan sebelum ada IPAL? 2. Apakah ada carafalat pengolahan limbah selain IPAL yang dikenal anda? Bagaimana cara kerjanya? 3. Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar industri jeans wash berkaitan dengan pencemaran lingkungan pada waktu itu? 4. Bagaimana kebijakan/program Pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan limbahjeans wash selama ini ? 5. Bagaimana pengelolaan IPAL diperkenalkan kepada pengusaha jeans wash pada waktu itu? 6. Bagaimana peran tokoh masyarakat dalam introduksi IP AL pada waktu itu? II. PERSUASI 7. Bagaimana respon para pengusahajeans wash terhadap IPAL? 8. Dengan adanya bantuan IPAL kepada sekelompok pengusaha jeans wash, bagaimana pengaruhnya terhadap pengusaha lain ? 9. Apa sanksi yang diberikan pemerintah bila tidak mengelola limbahnya dengan IPAL? 10. Apa sanksi dari masyarakat bila tidak membuat IPAL dan mengelola limbah dengan baik? III. KEPUTUSAN II. Bagaimana para pengusaha mengambil keputusan terhadap IPAL? 12. Apa ide/gagasan anda untuk mengurangi limbah dengan mengolah limbah? 13. Bagaimana teknologi IPALjeans wash? 14. Apa saja kendala untuk mengelola limbah dengan IPAL? (biaya, waktu, teknis) 15. Bagaimana perkembangan yang dihadapi pengusahajeans wash setelah menerima IPAL? 16. Bagaimana langkah-langkah pemerintah untuk membantu menangani pengolahan limbah dengan IPAL Terpadu? IV. DISKONTINUITAS 17. Bagaimana awal terjadinya tidak dilanjutkan pengolahan dan pengelolaan limbah dengan IPAL? 18. Mulai kapan para pengusaha jeans wash tidak melanjutkan pengolahan limbah jeans dengan IP AL? 19. Bagaimana pengusaha membuang limbah jeans setelah pengoperasian IPAL dihentikan? 20. Faktor apa saja yang menyebabkan tidak dilanjutkannya pengolahan limbahjeans dengan IPAL?
122
21. Bagaimana peran paguyuban pengusaha jeans wash dalam hal ketidakberlanj utan ini? 22. Bagaimana tanggapan masyarakat dengan tidak dilanjutkannya pengolahan limbah dengan IPAL? 23. Bagaimana Pemerintah Kabupaten Pekalongan dalam menanggapi hal tersebut? 24. Bagaimana upaya pemerintah dalam menangani pennasalahan tersebut?
123
DAFTAR PERTANY AAN II Untuk aparat pemerintah Nama ................................................................. . Dinas I Instansi Jabatan I. PENGENALAN 1. Bagaimana pengolahan limbah jeans wash yang dilakukan para pengusaha selama ini? 2. Apa ada kerjasama antar para pengusaha dalam penanganan limbahjeans? Kalau ada bagaimana bentuk kerjasama tersebut? 3. Apakah ada semacam pengolahan limbah jeans secara teknis yang sudah diterapkan di Kabupaten Pekalongan. Kalau ada berupa IPAL yang bagaimana ? 4. Apakah ada cara pengolahan limbah selain IPAL seperti yang telah disebutkan pada nomor 3 yang sudah dikenal dan dipakai para pengusaha? Bagaimana cara kerjanya? Apakah limbah hasil olahannya sudah tidak berbau? 5. Bagaimana inovasi pengelolaan limbah diperkenalkan kepada para pengusaha jeans wash? 6. Bagaimana peran pemerintah dalam introduksi IPAL tersebut? 7. Bagaimana peran tokoh masyarakat dalam introduksi IPAL tersebut? II. PERSUASI 8. Bagaimana respons para pengusahajeans wash terhadap IPAL tersebut? 9. Dengan adanya bantuan IPAL kepada sekelompok pengusaha, bagaimana pengaruhnya pada terhadap pengusahajeans wash lainnya? • Bagaimana dengan gagasan untuk mengolah limbah (mengurangi pencemaran)? • Bagaimana dengan teknologi IPAL tersebut ? • Bagaimana dengan instalasi IPAL tersebut ? 10. Apa resiko yang dihadapi para pengusaha apabila tidak mengolah limbah dengan IPAL tersebut? (dari pemerintah dan dari masyarakat) III. KEPUTUSAN 11. Apakah para anggota paguyuban pengusaha jeans wash sering berkumpul membahas pengelolaan dan pengoperasian limbah dengan IPAL? 12. Kalau pernah, apa keputusan-keputusan yang telah dibuat/disepakati berkaitan dengan pengoperasian IPAL tersebut ? (berkaitan dengan retribusi listrik, membeli bahan pengolah limbah, upah untuk operator IPAL) 13. Bagaimana peran pemerintah dalam pengolahan limbah yang terbaik menurut para pengusaha? (biaya, teknis, dan masyarakat) IV. DISKONTINUITAS 14. Bagaimana perkembangan yang dihadapi para pengusaha jeans wash selama menerimalmengadopsi IP AL terse but ? 15. Apakah inovasi IPAL tersebut dengan berbagai kelebihan dan kelemahannya sesuai dengan kebutuhan para pengusahajeans wash (untuk mengolah limbah dan memperoleh manfaat lain)? Jelaskan !
124
16. Apa yang melatarbelakangi terjadinya ketidakberlanjutan pengoperasian dan pengelolaan limbah dengan IPAL tersebut?Jelaskan! (biaya, teknis, pengusaha) 17. Bagaimana cara mengolah limbah jeans wash yang terbaik menurut para pengusaha? (biaya, teknis, dan managemen) 18. Apa saja yang menjadi kendala untuk mengolah limbahjeans wash dengan IPAL tersebut ? ( biaya, teknis, dan masyarakat ) 19. Faktor apa saja yang menyebabkan ketidakberlanjutan pengoperasian limbah jeans dengan IPAL? (biaya, teknologi IPAL, masyarakat, aparat pemerintahlagen pembaru) 20. Langkah-langkah apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani ketidakberlanjutan pengoperasian limbah dengan IPAL? 21. Usaha apa saja yang diupayakan oleh paguyuban pengusaha jeans wash untuk tetap mengoperasikan IP AL ? 22. Bagaimana peranan paguyuban pengusahajeans wash dalam kasus tersebut?
LAMPIRAN VII
125
PEDOMAN PENILAIAN KUESIONER
Untuk memperoleh data dari responden penulis menggunakan skala Likert. Skala Likert ini digunakan untuk mengukur variabel karakteristik inovasi, persepsi penerima, dan agen pembaru. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pemyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Pada kuesioner yang digunakan menggunakan pemyatan-pemyataan dan di dalam menanggapi pemyataan tersebut responden memilih salah satu dari 5 altematif jawaban sesuai dengan keadaan responden. Adapun altematif atau kategori yang digunakan adalah: Sangat setuju
=5
Setuju
=4
Netral
=3
Tidak setuju
=2
Sangat tidak setuju
=I
Untuk deskripsi data primer hasil kuesioner berdasarkan dimensilindikator dari masing-masing variabel kemudian diinterpretasi. Satu dimensi/aspek dari variabel dapat terdiri dari
atau lebih butir pemyataan. Untuk menghindari
kebosanan para pembaca, maka pembahasan dari menggunakan
kategori jawaban
seperti
pada
setiap indikator
pilihan
kuesioner.
tidak Dalam
126
merangkum satu indikator tetap berpegang pada butir-butir pemyataan kemudian mengungkapan kembali menjadi kalimat yang berbeda tetapi mengandung makna yang sama. Contoh pada Tabel 4.2. halaman 61 mengenai tanggapan pengusaha terhadap pengelolaan limbah dengan
lPAL kaitannya dalam
mengatasi
pencemaran lingkungan. Tabel tersebut merupakan aspek ide dari variabel diskontinuitas penerapan inovasi pengelolaan limbah yang dijabarkan menjadi butir pemyataan nomor 4 dan 7 (lihat kuesioner hal. 120). Adapun kriteria jawaban pengusaha diubah menjadi: Sangat tidak efektif
=5
pada kuesioner Sangat setuju
Tidak efektif
=4
pada kuesioner Setuju
Tidak ada komentar
=3
pada kuesioner Netral
Efektif
=2
pada kuesioner Tidak setuju
Sangat efektif
=I
pada kuesioner Sangat tidak setuju
Mengap~
altematif jawaban berubah? Hal tersebut sebagai pengembangan
dari data yang diperoleh di lapangan. Altematif jawaban Sangat tidak efektif merupakanjawaban Sangat Setuju pada kuesioner, dan seterusnya.
LAMPIRAN VIII
127
Reliability Reliability Statistics karakteristik inovasi Cronbach's Alpha ,902
N of Items 11
Validitas variabel karakteristik inovasi
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011
Scale Scale Mean if Variance if Item Deleted Item Deleted 24,323 43,2143 43,1786 26,300 43,0357 26,925 43,5357 27,888 43,2500 28,713 43,2143 28,397 43,5714 25,735 43,5714 25,735 43,2143 24,323 43,0357 26,925 43,2500 28,046
Corrected Item-Total Correlation ,795 ,731 ,635 ,518 ,382 ,535 ,695 ,695 ,795 ,635 ,607
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,883 ,888 ,893 ,900 ,906 ,899 ,890 ,890 ,883 ,893 ,896
Reliability Reliability Statistics persepsi penerima Cronbach's Alpha ,854
N of Items 12
Validitas variabel persepsi penerima
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012
Scale Mean if Item Deleted 44,6429 44,3929 44,6786 44,6429 44,3571 44,0714 44,3571 44,6786 44,3929 44,0000 44,1429 44,3571
Scale Variance if Item Deleted 24,312 25,655 25,634 24,312 25,720 26,661 25,720 25,634 25,655 26,519 25,312 25,720
Corrected Item-Total Correlation ,509 ,467 ,609 ,509 ,576 ,530 ,576 ,609 ,467 ,427 ,587 ,576
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,846 ,847 ,837 ,846 ,839 ,843 ,839 ,837 ,847 ,849 ,838 ,839
128
Reliability Reliability Statistics agen pembaru Cronbach's Alpha ,871
N of Items 14
Validitas variabel agen pembaru
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014
Scale Mean if Item Deleted 53,3214 53,2857 52,5000 53,3214 52,7143 53,0000 52,7857 52,6429 53,3214 53,0357 53,0000 53,0000 53,2857 52,7143
Scale Variance if Item Deleted 32,522 31,175 34,852 32,522 34,286 33,333 32,249 34,164 32,522 33,962 33,333 33,333 31,175 33,767
Corrected Item-Total Correlation ,687 ,553 ,327 ,687 ,519 ,552 ,647 ,416 ,687 ,369 ,552 ,552 ,553 ,478
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,855 ,863 ,872 ,855 ,864 ,862 ,857 ,868 ,855 ,872 ,862 ,862 ,863 ,865
Reliability Reliability Statistics diskontinu inovasi IPAL Cronbach's Alpha ,736
N of Items 8
Validitas variabel dlskontinu inovasi IPAL
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008
Scale Mean if Item Deleted 29,0000 29,6071 29,0000 28,7857 29,3214 28,9286 29,2857 29,5714
Scale Variance if Item Deleted 9,333 9,433 9,259 9,286 8,671 9,106 9,323 9,143
Corrected Item-Total Correlation ,564 ,434 ,448 ,430
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,690 ,708 ,705 ,708
,487 ,478 ,447
,696 ,699 ,705
,511
,757
129
Regression Correlations
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
y
y 1,000
x1 ,634
x1
,634
x3 ,600
1,000
,271
,411 ,284
x2
,527
,271
1,000
x3
,600
,411
,284
1,000
,000
,002
,000
.082
,015
y x1
N
x2 ,527
,000
x2
,002
,082
x3
,000
,015
,072 ,072
y
28
28
28
28
x1
28
28
28
28
x2
28
28
28
28
x3
28
28
28
28
Model Summary
Change Statistics Adjusted Std. Error of R Square R Square R Square he Estimate Change F Change R ,7958 ,632 ,586 13,740 1,38318 ,632
Model 1
df1
~ig. F Chane ,00<
df2 24
3
a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1
ANOVJJP Model 1
Regression
Sum of SQuares 78,865
Residual Total
df 3
Mean SQuare 26,288
45,917
24
1,913
124,781
27
F
Sig.
13,740
.oooa
a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1 b. Dependent Variable:
y Coefficienti
I
Unstandardized
~- __Bg()effi!_c~~~sError
Model
_1______(Constantft x1
I
-T2~263i·- --4~146 .201
'--~- ~------~~~~---:~~;_ a. Dependent Variable: y
1
i_
standardizedT- -Coefficients : .... I
l
Beta
!
95% Confidence Interval ft
t 2,962
Sig. ,007
Lower-Bo~nd II Upper Boun 3,717
20,80f
.o1o
,406
2,946
,007
.062
1
.352
:~;~
,320
2,441
,022
,028 :
,337
,342
2,471
,021
,013 1
,141
Matriks korelasi x1
x2
y
x3
1 0.270825 0.411109 0.633924 0.270824895 1 0.283745 0.527429 0.411109235 0.283745 1 0.60024 0.633924417 0.527429 0.60024 1
x1
x2 x3 y Matriks lnvers x1
x2
x3
Korelasl
1.691057925 0.145485 -0.07343 0.1454855 1.40115 0.064967 -0.073427847 0.064967 1.570052
x1
x2 x3
Koef jalur
KoefDet
0.406490852 0.320225379 0.342265627
0.6339 0.5274 0.6002
0.6320
l-R2 0.3680
-----
k· - .... -·---- ------ -------·-··-·· F
Fhitung
(28·3·1 )*0,6320
15.169
24
3*(1-0,6320)
Ftabel
3.009
13.740
1.104
u - .... ------ ----·- -·-·-· Cii
Pyxi x1
0.4065
x2
0.3202
x3 --------
0.3423
1·R2
ttabel= ..
Uji I hilung
0.36798 28·3·1=24
1.6911
-·-
n-k·1
2.52445
Keterangan
2.06389855 Sig
1.4012
2.18478
Sig
1.5701
2.20598
Sig
Perhltungan Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung - --.-----
-~---
--
-~-
--··,go--··
---- ----
~--
X1 X1
X2
X3
jpyx
1 0.270825 0.411109 1 0.283745 0.270824895 0.411109235 0.283745 1
X2
X3
XI
X3
Pengaruh langsung ke Y Pengaruh tidak langsung melalui X2 ke Y Pengaruh tidak langsung melalui X3 ke Y
0.1652
16.5235
0.0353
3.5253
0.0572
5.7197
Jwnlah
0.2577
25.7684
- - -
11.715
Pengaruh langsung ke Y
0.117
Pen~ tidak langsung melalui XI ke Y
0.057
5.720
Pengaruh tidak langsung melalui X2 ke Y
0.031
3.110
0.2054
20.5442
Jumlah
-
--
----
0.4065 0.3202 0.3423
Xl
--- ----
0.103
Pengaruh langsung ke Y Penl!aruh tidak langsung me
0.031
3.110
Pengaruh tidak langsw1g me
0.035
3.525
Jwnlah
0.1689
16.8896
10.254
Pye 0.6066
DATA ORDINAL HASIL VALIDASI PER ITEM PERTANY AAN No Resp. 1 2 3 4
Skor untuk item (x 1) 1 4 4 4 4
5
5
6 7 8 9 10
4 4 4 4
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5
I
2 3
5 5 5 3 5 5 4 5 5 5 4 4 3 4 5 5 5 4 5 3 5 5 5 3 3 5 5
I
I
3 4 4
5 4 3 4 4 5 5 4 3 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 4 3 5 5 5
I
4
5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 5 4 3 5 4 4 5
I
5 4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 3 4 5 3 4 4 5 4 4 4 3 4 3 4 5 5
I
6 4 4
5 3 4 3 4 5 4 4 3 4 5 3 5 4 5 4 5 5 4 4 3 3 4 2 5 5
I
1
1 5 2 4 3 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 3 4 5 5 2 4 4 3 3 5 5
I
8 4 3
5 5 3 3 3 5 4 3 3 4 5 5 3 4 3 4 5 5 4 3 5 5 5 2 5 5
I
9 3 4 3 4 4
I
5 2 4
5 4
5 4 3 4
5 4 4 4 4 4 3 5 4 3 4 4 5 3 4 5 5
10 4
I
5 4 3 5 3 4 5 4 4 4 5 5 5 4 5 5 4 5 2 4 4 3 4 5
I
11
5 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
12 3
5 4
5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 1 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
i
13
5 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 3 3 4
I
14
5 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 5 4 5 1 4 5 3 5 4 4 4 5 4 4 4 3 5
I
Skor untuk item (x 2) 15 T 16 T 11 I 18 I 19 4 4 5 4 4 4 5 5 5 3 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 3 4 4 4 3 5 4 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 2 2 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 3 4 5 3 3 5 4 4 4 2 2 3 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4
I
20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 2 4 4 4 4 4 3 4 2 4 3 4 3 5
I
21 4 4
I 22 I
5 4 4 5 3 4 5 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 3 5 4 5 3 5 3 5
5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 4 5 2 3 3 3
4 4
2
5
23 4 3 4 4 4
5 4
5 4 4 2 4
5 5 5 5 4 5 3 4 4 5 3 2 4 3 5 4
DATA ORDINAL HASIL VALIDASI PER ITEM No Resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Skor 24 I 25 I 26 I 21 I 28 I 29 I 4 4 4 4 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 3 2 3 5 I 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 4 5 4 4 4 4 4 3 3 5 4 3 3 3 4 3 4 4 4 5 5 4 2 4 5 2 1 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 5 4 2 4 4 5 5 3 4 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 5 5 5 5 5 2 4 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5
untuk item (x3) 3o I 3t I 32 I 33 I 34 .I 35 I 36 I 37 2 5 1 5 4 2 3 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 5 4 2 2 1 1 3 4 2 1 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 2 4 3 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 3 3 4 2 3 4 I 4 5 3 5 5 3 5 5 5 4 3 1 4 4 4 3 4 3 3 2 4 3 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 3 4 5 4 5 4 4 3 3 4 3 4 3 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 4 3 2 3 3 3 5 5 5 5 3 4 3 4 2 1 2 3 2 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 1 3 4 5 4 3 4 3 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 5 5
Skor untuk item (y) 1I2I3I4T5I6I7Is 4 4 4 5 4 4 3 5 5 4 5 4 5 3 4 4 4 5 4 4 5 3 5 4 4 4 3 5 5 3 4 5 4 5 5 5 4 3 2 3 5 5 4 4 5 3 5 4 5 3 4 5 4 3 4 5 4 4 5 4 5 3 4 5 4 4 5 4 5 3 5 5 4 5 4 4 3 5 4 4 4 4 5 4 5 3 4 3 3 4 3 4 4 5 5 4 4 5 4 5 4 3 4 4 4 5 5 4 4 5 4 3 4 5 4 4 4 5 3 4 5 5 5 4 4 3 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5 5 3 3 5 5 3 4 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 3 5 4 5 5 4 3 4 4 4 4 5 4 3 3 5 4 4 5 4 4 4 5 5 3 4 5 5 4 3 5 3 4 2 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 4 4 3
~
I I
I ! I
LAMPl RAN OlJTPlJT TRANSFORMASI DATA ORDINAL KE DATA INTERVAL PER ITEM PERTANYAAN MENGGUNAKAN PROGRHf METHODOLOGY OF SlJCCESIF INTERVAL (MSI)
No Res I 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
I
4.000 4.000 4.000 4.000 5.695 4.000 4.000 4.000 4.000 5.695 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 5.695 5.695 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 5.695 4.000 5.695 5.695
2
3.000 4.994 4.994 4.994 3.000 4.994 4.994 3.841 4.994 4.994 4.994 3.841 3.841 3.000 3.841 4.994 4.994 4.994 3.841 4.994 3.000 4.994 4.994 4.994 3.000 3.000 4.994 4.994
Skor untuk item karakteristik inovasi (x 1) 7 8 4 5 6 3 4.176 6.244 4.237 4.105 4.888 4.109 4.176 6.244 4.237 4.105 2.000 3.283 5.520 6.244 5.558 5.314 3.673 5.116 4.176 4.715 4.237 3.083 2.822 5.116 3.000 4.715 5.558 4.105 4.888 3.283 4.176 4.715 5.558 3.083 3.673 3.283 4.176 4.715 4.237 4.105 4.888 3.283 5.520 4.715 5.558 5.314 4.888 5.ll6 5.520 6.244 5.558 4.105 4.888 4.109 4.176 4.715 5.558 4.105 4.888 3.283 5.558 3.083 3.673 3.283 3.000 4.715 4.176 4.715 4.237 4.105 3.673 4.109 5.520 4.715 3.000 5.314 3.673 5.116 5.520 4.715 4.237 3.083 3.673 5.116 5.520 4.715 5.558 5.314 3.673 3.283 4.176 4.715 3.000 4.105 4.888 4.109 5.520 6.244 4.237 5.314 3.673 3.283 5.520 4.715 4.237 4.105 2.822 4.109 5.520 6.244 5.558 5.314 3.673 5.116 5.520 4.715 4.237 5.314 4.888 5.116 4.176 6.244 4.237 4.105 4.888 4.109 4.176 6.244 4.237 4.105 2.000 3.283 5.520 4.715 3.000 3.083 3.673 5.ll6 4.176 3.000 4.237 3.083 3.673 5.ll6 3.000 6.244 3.000 4.105 2.822 5.116 5.520 4.715 4.237 2.000 2.822 2.000 5.520 4.715 5.558 5.314 4.888 5.116 5.520 6.244 5.558 5.314 4.888 5.116
9 3.000 4.312 3.000 4.312 4.312 5.632 4.312 5.632 4.312 3.000 4.312 5.632 4.312 4.312 4.312 4.312 4.312 3.000 5.632 4.312 3.000 4.312 4.312 5.632 3.000 4.312 5.632 5.632
10 3.621 4.888 2.000 3.621 4.888 3.621 2.745 4.888 2.745 3.621 4.888 3.621 3.621 3.621 4.888 4.888 4.888 3.621 4.888 4.888 3.621 4.888 2.000 3.621 3.621 2.745 3.621 4.888
II 5.489 4.157 3.022 5.489 4.157 4.157 3.022 4.157 2.000 5.489 4.157 4.157 4.157 3.022 4.157 3.022 4.157 3.022 4.157 4.157 5.489 4.157 3.022 4.157 3.022 2.000 4.157 4.157
SKOR TOT 46.870 46.400 48.440 46.570 47.600 46.890 44.480 53.630 48.480 49.520 45.660 46.270 47.270 44.300 49.260 46.210 52.320 45.840 53.940 52.140 46.870 46.400 43.430 45.690 42.630 37.350 55.210 58.010
LAMPIRAN OUTPUT TRANSFORMASI DATA ORDINAL KE DATA INTERVAL PER ITEM PERTANYAAN MENGGUNAKAN PROGRAM METHODOLOGY OF SUCCESIF INTERVAL (MSI)
No Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
12 1.581 4.662 3.033 4.662 3.033 3.033 3.033 3.033 3.033 4.662 4.662 3.033 3.033 3.033 1.000 3.033 3.033 4.662 3.033 3.033 3.033 3.033 3.033 3.033 3.033 3.033 3.033 3.033
13 5.940 5.940 3.000 4.477 4.477 4.477 4.477 4.477 4.477 4.477 4.477 4.477 5.940 4.477 3.000 4.477 4.477 4.477 4.477 4.477 5.940 4.477 5.940 4.477 5.940 3.000 3.000 4.477
14 4.178 4.178 2.800 2.800 2.800 2.800 4.178 4.178 4.178 2.800 2.800 4.178 2.800 4.178 1.000 2.800 4.178 1.716 4.178 2.800 2.800 2.800 4.178 2.800 2.800 2.800 1.716 4.178
Skor untuk item persepsi penerima (X2) 19 17 18 16 20 4.815 4.851 4.564 4.075 4.056 6.083 6.389 5.371 4.075 3.000 6.389 4.056 4.851 6.083 4.075 4.851 4.564 4.815 4.056 4.075 4.056 4.815 4.851 3.000 4.075 4.056 4.815 6.631 3.000 4.075 4.815 4.056 4.851 6.083 4.075 4.056 4.851 6.083 4.075 4.815 4.564 6.389 4.056 4.851 4.075 4.056 6.389 4.564 4.851 4.075 4.564 4.056 4.815 4.075 4.851 4.851 4.564 4.815 2.959 4.075 4.564 4.815 2.959 4.851 4.075 4.564 2.959 4.815 4.851 5.818 2.000 4.851 4.564 6.389 2.000 4.056 4.564 4.815 4.851 4.075 4.564 4.056 4.815 4.851 4.075 4.815 2.959 4.564 6.631 4.075 5.371 6.083 6.389 4.851 4.075 4.056 4.815 4.564 4.075 6.631 4.564 6.389 4.056 4.851 2.745 5.371 4.564 4.815 4.851 4.075 5.371 4.564 6.389 4.851 2.000 2.959 4.564 3.000 4.851 4.075 6.083 4.815 2.959 4.851 2.745 2.000 3.000 4.815 4.851 4.075 5.371 4.564 4.815 3.000 2.745 4.056 4.564 4.815 4.851 5.818
15 4.888 3.509 3.509 4.888 4.888 4.888 3.509 3.509 3.509 3.509 4.888 3.509 3.509 3.509 2.000 4.888 3.509 2.561 4.888 4.888 4.888 3.509 4.888 4.888 3.509 2.000 3.509 3.509
21 4.237 4.237 5.558 4.237 4.237 5.558 3.000 4.237 5.558 4.237 5.558 5.558 4.237 4.237 5.558 5.558 4.237 4.237 4.237 4.237 3.000 5.558 4.237 5.558 3.000 5.558 3.000 5.558
22 3.715 3.715 5.024 3.715 3.715 3.715 3.715 3.715 5.024 5.024 3.715 3.715 5.024 5.024 3.715 3.715 3.715 5.024 3.715 5.024 3.715 5.024 2.000 2.745 2.745 2.745 2.000 5.024
23 3.766 2.822 3.766 3.766 3.766 5.024 3.766 5.024 3.766 3.766 2.000 3.766 5.024 5.024 5.024 5.024 3.766 5.024 2.822 3.766 3.766 5.024 2.822 2.000 3.766 2.822 5.024 3.766
Skor Tot 50.670 53.980 52.150 50.910 47.710 52.070 49.560 52.050 53.480 52.410 50.460 49.500 50.830 52.490 41.100 51.860 49.280 50.750 54.120 52.370 49.750 53.100 50.280 44.950 46.250 40.700 41.780 53.650
L.AMPIRAN OUTPUT TRANSFORMASI DATA ORDINAL KE DATA INTERVAL PER ITEM PERTANYAAN MENGGUNAKAN PROGRAM METHODOLOGY OF SUCCESIF INTERVAL (MSI)
No Res 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
24 3.752 5.116 5.116 3.752 3.752 5.116 5.116 5.116 3.752 2.716 3.752 3.752 3.752 2.000 5.116 3.752 3.752 5.116 5.116 5.116 3.752 3.752 5.116 3.752 5.116 2.716 5.116 3.752
25 3.737 5.178 5.178 3.737 3.737 5.178 5.178 5.178 3.737 5.178 3.737 2.581 3.737 2.000 3.737 5.178 3.737 3.737 5.178 5.178 3.737 3.737 5.176 3.737 3.737 3.737 5.178 3.737
26 3.958 5.244 5.244 5.244 2.922 5.244 5.244 3.958 3.958 5.244 2.922 2.922 3.958 3.958 3.958 3.958 3.958 3.958 5.244 3.958 3.958 5.244 2.000 3.958 3.958 2.922 5.244 5.244
27 4.296 5.707 5.707 4.296 3.000 4.296 5.707 5.707 4.296 4.296 4.296 3.000 5.707 5.707 4.296 5.707 5.707 5.707 5.707 5.707 4.296 5.707 4.296 4.296 4.296 4.296 5.707 5.707
28 5.024 5.024 3.605 3.605 2.000 3.605 5.024 3.605 3.605 3.605 5.024 3.605 3.605 3.605 3.605 5.024 2.000 3.605 5.024 3.605 2.561 5.024 3.605 3.605 3.605 3.805 5.024 5.024
Skor untuk item agen pembaru (X3 ) 31 32 30 29 1.000 2.000 5.270 3.000 4.053 4.180 3.579 5.733 1.822 3.579 4.053 4.370 5.270 1.822 4.837 4.370 2.000 1.000 3.000 2.000 5.270 4.180 4.837 4.370 4.053 4.180 5.733 4.637 4.053 3.142 3.579 4.370 4.053 3.142 4.370 3.579 2.438 4.637 2.000 4.370 3.142 3.579 4.053 3.000 3.022 1.622 3.000 2.722 2.438 4.053 5.733 3.579 3.142 4.370 4.637 3.022 2.438 4.370 2.722 3.022 4.053 3.142 4.370 3.579 3.142 4.370 3.579 3.022 2.438 3.000 3.579 3.022 4.837 4.053 4.180 4.370 4.370 4.837 5.270 3.142 2.438 4.370 4.837 4.053 5.270 4.180 5.733 4.637 3.022 1.822 3.000 2.000 4.370 3.579 4.053 3.142 3.142 4.370 2.722 4.053 3.000 3.579 3.022 2.438 4.180 5.733 3.579 5.270 4.370 3.579 4.053 4.180
33 3.825 2.461 2.461 3.825 1.000 3.825 3.825 2.461 2.461 2.461 2.461 1.561 3.825 3.825 2.461 3.825 2.461 2.461 3.825 3.825 2.461 3.825 1.000 2.461 2.481 3.825 2.461 3.825
34 3.247 4.471 3.247 3.247 2.400 3.247 4.471 3.247 3.247 3.247 3.247 2.400 4.471 1.000 1.827 3.247 4.471 2.400 4.471 3.247 1.827 2.400 1.827 3.247 3.247 3.247 4.471 4.471
35 2.000 4.101 4.101 5.471 4.101 4.101 4.101 4.101 4.101 5.471 4.101 4.101 5.471 4.101 4.101 5.471 4.101 2.922 5.471 5.471 2.922 4.101 2.922 4.101 2.922 4.101 4.101 5.471
36 2.959 5.099 3.909 3.909 2.000 5.099 5.099 3.909 3.909 5.099 3.909 2.959 5.099 3.909 2.959 5.099 3.909 3.909 3.909 5.099 2.959 2.959 2.959 3.909 2.000 3.909 3.909 5.099
37 2.810 2.810 2.810 2.810 1.000 4.180 4.180 2.810 2.810 4.180 2.810 1.561 1.837 2.810 2.810 2.810 4.180 2.810 4.180 4.180 1.637 2.810 2.810 2.810 1.000 2.810 2.810 4.180
Skor Tot 46.880 62.760 55.200 56.200 33.910 62.550 66.750 55.240 51.020 55.140 50.030 39.010 57.260 48.290 47.420 59.220 52.390 48.660 65.570 63.010 48.010 59.580 41.560 61.020 69.700 37.210 62.780 69.000
136
LAMPIRAN OUTPUT TRANSFORMASI DATA ORDINAL KE DATA INTERVAL PER ITEM PERTANYAAN MENGGUNAKAN PROGRAM METHODOLOGY OF SUCCESIF INTERVAL (MSI)
No Res
Skor untuk item diskontinuitas inovasi I PAL (Y) 1
2
1
4.446
2
5.888 4.446
3
Skor Tot
6
7
8
4.115
5 3.000
4.322
5.178
4.412
4.332
3.000
4.370
5.701
3.912
4.412
36.500
4.332
5.229
3.000
4.322
5.178
4.412
35.810
3.482
3 5.694
4.887 4.887
4
34.650
4
4.446
3.482
3.000
3.000
3.912
5.823
34.630
4.446
4.887
5.694
5.229 5.229
5.733
5
4.370
3.000
2.000
3.000
32.630
6
5.888
4.887
4.332
5.229
3.000
4.322
5.178
4.412
37.250
7
5.888
2.581
4.332
5.229
4.370
3.000
3.912
5.823
35.140
8
4.446
3.482
5.694
3.000
4.370
5.701
3.912
5.823
36.430
9
4.446
4.887
4.332
3.000
4.370
5.701
5.178
5.823
37.740
10
4.446
4.887
4.332
3.000
4.370
5.701
3.912
4.412
35060
11
4.446
4.887
4.332
3.000
4.370
5.701
3.912
33.650
12 13
3.000
3.482
3.000
4.115
5.733
4.322
5.178
3.000 4.412
4.446
4.887
4.332
3.000
4.370
5.701
3.912
4.412
35.060
14
5.888
3.482
5.694
4.115
5.733
4.322
2.922
4.412
36.570
15
4.446
4.887
4.332
4.115
5.733
4.322
2.922
4.412
35.170
16
5.888
4.887
5.694
4.115
3.000
4.322
5.178
4.412
37.500
17
5.888
4.887
5.694
5.229
4.370
5.701
3.912
4.412
40.090
33.240
18
5.888
3.482
4.332
5.229
4.370
5.701
2.922
3.000
34.930
19
5.888
4.887
3.000
4.115
5.733
4.322
3.912
5.823
37.680
20
4.446
4.887
4.332
4.115
4.370
4.322
5.178
4.412
36.060
21
4.446
3.482
5.694
4.115
4.370
5.701
3.912
3.000
34.720
22
5.888
4.887
4.332
3.000
4.370
5.701
3.912
4.412
36.500
23
4.446
4.887
4.332
3.000
3.000
4.322
5.178
4.412
33.580
24
4.446
3.482
5.694
5.229
4.370
4.322
5.178
3.000
35.720
25
5.888
4.887
4.332
3.000
3.000
4.322
5.178
4.412
35.020
26
3.000
2.000
3.000
4.115
4.370
4.322
2.922
4.412
28.140
27
4.446
3.482
4.332
5.229
4.370
4.322
5.178
4.412
35.770
28
5.888
3.482
5.694
4.115
3.000
5.701
3.912
5.823
37.620