BAB 2 LANDASAN TEORI
Peramalan adalah kegiatan umtuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman di masa lalu. Metode peramalan yang sering digunakan dalam ekonomi dan dunia usaha adalah deret waktu (time series).
2.1 Beberapa Uji Yang Digunakan 2.1.1
Uji Kecukupan Sampel Sebelum melakukan analisa terhadap data, langkah awal yang harus dilakukan adalah
pengujian terhadap anggota sampel. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dapat diterima sebagai sampel. Dengan tingkat keyakinan 95% ( α = 0,05 ) rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah anggota sampel adalah: 2 N N 20 N ∑ Yt 2 − ∑ Yt t =1 t =1 N'= N Yt ∑ t =1
2
(2-1)
Dengan :
N ' = Ukuran sampel yang dibutuhkan
N = Ukuran sampel percobaan
Yt = Data aktual Apabila N ' < N , maka sampel percobaan dapat diterima sebagai sampel.
2.1.2
Uji Musiman Untuk mengetahui adanya komponen musiman dilakukan uji musiman. Hipotesa
ujinya adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Ho
: Data tidak dipengaruhi musiman
H1
: Data dipengaruhi musiman Tabel 2.1 Perhitungan Uji Musiman
Periode
1 2
Musiman 1
2
3
4
...
k
Y11
Y12
Y13
Y14
...
Y1k
Y21
Y22
Y23
Y24
...
Y2 k
Y31
Y32
Y33
Y34
...
Y3k
Y42
Y43
Y44
...
Y4 k
3 4 .
Y41
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
N
Yn1
Yn 2
Yn 3
Yn 4
Ynk
J1
J2
J3
J4
Jk
Jumlah
Untuk perhitungan digunakan notasi :
k ∑ Ji R y = i =1k ∑ ni
2
(2-2)
i =1
Dengan :
Ry
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk rata-rata
Ji
= Jumlah nilai pengamatan
Universitas Sumatera Utara
ni
= Ukuran sampel percobaan
J i2 Ay = ∑ − Ry i =1 ni k
(2-3)
Dengan :
∑Y
2
Ay
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) antar kelompok
Ry
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk rata-rata
Ji
= Jumlah nilai pengamatan
ni
= Ukuran sampel percobaan
= Y112 + Y122 + ... + Ynk2
(2-4)
Dengan :
Y
= Jumlah data aktual
D y = ∑ Y 2 − R y − Ay
(2-5)
Dengan :
Y
= Jumlah data aktual
Dy
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) dalam kelompok
Ry
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) untuk rata-rata
Ay
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) antar kelompok
Sehingga F hitung =
Ay Dy
(2-6)
Universitas Sumatera Utara
Dengan :
Ay
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) antar kelompok
Dy
= Jumlah kuadrat-kuadrat (JK) dalam kelompok
Kemudian akan disusun dalam tabel ANAVA. Tabel 2.2 Perhitungan Anava Uji Musiman Sumber
Derajat
Jumlah
Jumlah Kuadrat
Statistik
Variasi
Bebas
Kuadrat
Rata-rata
Uji
Antar Musim
k −1
Ay
A=
Ay k −1 F=
Dalam Musim
Total
∑n − k
Dy
∑ n -1
∑Y
D=
Dy
A D
n−k
2
Dengan k
= Menyatakan musiman
n
= Periode musiman
Maka kriteria pengujiannya adalah :
H 0 : Diterima jika F hitung > F (k-1, n-k)
H 1 : Ditolak jika F hitung ≤ F (k-1, n-k)
Universitas Sumatera Utara
2.1.3
Uji Trend Tujuan dari uji trend adalah untuk melihat apakah ada pengaruh komponen trend
terhadap data. Hipotesis ujinya adalah :
H0
: frekuensi naik dan turun dalam data adalah sama, artinya tidak ada trend
H1
: frekuensi naik lebih besar dari frekuensi turun, artinya trend menaik
Statistik penguji :
Z=
µ=
σ=
(m − µ )
σ n −1 2
n +1 2
(2-7)
(2-8)
(2-9)
Dengan :
m = frekuensi naik n = jumlah data
µ = frekuensi naik yang diharapkan
σ = standar error antara naik dan turun
Kriteria penguji : Dengan taraf signifikan α maka :
H 0 : Diterima jika Z hitung > Z tabel
H 1 : Ditolak jika Z hitung ≤ Z tabel
Universitas Sumatera Utara
2.2 Jenis-jenis Peramalan Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, ramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : 1. Peramalan Kualitatif Peramalan kualitatif adalah peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada orang yang menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat, dan pengetahuan serta pengalaman dari penyusunnya. 2. Peramalan Kuantitatif Peramalan kuantitatif adalah peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang digunakan dalam peramalan tersebut. Dengan metode yang berbeda akan diperoleh hasil peramalan yang berbeda. Metode yang baik adalah metode yang memberikan nila-nilai perbedaan atau penyimpangan yang kecil antara hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila tiga kondisi sebagai berikut dipenuhi : a. Adanya informasi tentang keadaan yang lalu b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data c. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.
2.3 Metode Peramalan 2.3.1
Pengertian Metode Peramalan Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang akan
terjadi pada masa depan, berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Oleh karena metode peramalan ini didasarkan pada data yang relevan pada masa lalu, maka metode peramalan ini dipergunakan dalam peramalan yang objektif. Disamping itu, metode peramalan juga merupakan cara memperkirakan secara kuantitatif, oleh karena itu metode peramalan termasuk dalam metode peramalan kuantitatif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2
Jenis-Jenis Metode Peramalan Peramalan dapat dibedakan atas peramalan kuantitatif dan kualitatif. Pada dasarnya
metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan atas : a. Metode Regresi (kausal) Metode peramalan kausal ini didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya, yang bukan waktu. Metode ini mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Metode regresi ini terdiri dari : 1. Metode regresi dan korelasi 2. Metode ekonometrika 3. Metode input output b. Deret waktu Metode peramalan deret berkala (time series) didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antar variabel yang diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret waktu (time series). Metode peramalan deret waktu data historis dianalisa untuk mengidentifikasi pola data dan diasumsikan bahwa pola data tersebut akan terus berlanjut pada masa yang akan datang. Pola data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk memperoleh nilai peramalan pada masa yang akan datang. Dalam model peramalan deret waktu tidak ada usaha menemukan faktor yang mempengaruhi terhadap data historis yang dianalisa. Metode peramalan deret waktu ini terdiri dari : 1. Metode Smoothing 2. Metode Box-Jenkins 3. Metode Proyeksi Trend dengan Regresi
2.4 Klasifikasi Model Box-Jenkins Model Box-Jenkins dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu : 1. Model Autoregressive (AR) 2. Model Rataan Bergerak / Moving Average (MA) 3. Model Campuran
Universitas Sumatera Utara
Model campuran ini dapat berupa model campuran model Autoregressive Moving Average (ARMA) dan model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).
2.4.1
Model Autoregressive
Persamaan umum dari model AR(p) :
(1 − φ B − φ B 1
2
2
)
− ... − φ p B p Yt = δ + et
(2-10)
Dengan : B
= operator penggerak mundur (backward shift operator)
φ1 = parameter autoregressive ke-i (dengan i = 1,2,3,…,p) Yt = Data aktual
δ = suatu konstanta et = sisaan (residu) ke – t
2.4.2
Model Rataan Bergerak (Moving Average) Bentuk umum dari model rataan bergerak dengan ordo q atau biasa ditulis MA(q).
2.4.3
Model Campuran Autoregressive – Rataan Bergerak Secara singkat bentuk umum model campuran autoregressive rataan bergerak berordo
(p,q) yang mengkombinasikan proses autoregressive ordo p dan proses rataan bergerak ordo q atau biasa ditulis dengan ARMA(p,q).
2.4.4
Model Integrasi Autoregressive – Moving Average (ARIMA) Untuk deret waktu yang tidak stasioner, model Box-Jenkins dapat diterapkan dengan
jalan mentransformasikannya menjadi deret yang stasioner dengan pembedaan ordo pertama atau lebih. Box-Jenkins menyatakan model tersebut Integrasi Autoregressive-Rataan Bergerak (Autoregressive-Integrated-Moving Average / ARIMA).
Universitas Sumatera Utara
Bentuk umum model ARIMA berordo (p,d,q) yang mengkombinasikan proses autoregressive berodo p, dan proses rataan bergerak berordo q pada deret waktu yang sudah di transformasikan dengan pembedaan ordo ke-d atau biasa ditulis dengan ARIMA(p,d,q) adalah sebagai berikut :
(1 − φ B − ... − φ 1
p
)
(
)
B p Wt = δ + 1 − θ1 B − ... − θ q B q et
(2-11)
Dengan :
φ1 = parameter autoregressive ke-i B
= operator penggerak mundur (backward shift operator)
Wt = deret yang sudah dideferensi dengan ordo d
δ = konstanta et = sisaan (residu) ke – t Dalam praktek, nilai p,d,q yang biasa digunakan adalah 0,1,2. Meskipun demikian dengan nilai p,d,q yang seperti itu dapat dibuat banyak variasi model yang cukup berguna. Persamaan model yang sederhana, ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut :
Yt = (1 − φ1 )Yt −1 − φ1Yt − 2 + δ + et − θ1et −1
(2-12)
Dengan :
Yt = Data aktual
φ1 = parameter autoregressive ke-i δ = konstanta et = sisaan (residu) ke – t
2.5 Kestasioneran dan Faktor Musiman 2.5.1
Kestasioneran Kestasioneran data dapat diperiksa dengan analisa autokorelasi dan autokorelasi
Universitas Sumatera Utara
Parsial. Data yang dianalisa dalam model ARIMA adalah data yang bersifat stasioner, yaitu data yang rata-rata dan variansinya relative konstan dari satu periode ke periode selanjutnya. Autokorelasi-autokorelasi dari data yang tidak stasioner berbeda secara signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk garis lurus sedangkan autokorelasi-autokorelasi dari data stasioner mengecil secara drastis membentuk garis lengkung ke arah nol setelah periode kedua atau ketiga. Jadi bila autokorelasi pada periode satu, dua maupun periode ketiga tergolong signifikan sedangkan autokorelasi-autokorelasi pada periode lainnya tergolong tidak signifikan, maka datanya bersifat stasioner. Menurut Box-Jenkins deret data yang tidak stasioner dapat ditransformasikan menjadi deret data yang stasioner dengan melakukan pembedaan (diferensi) pada data aktual. Pembedaan ordo pertama dari data aktual dapat dinyatakan sebagai berikut :
Wt = Yt − Yt −1
(2-13)
Dengan :
Wt = deret yang sudah dideferensi dengan ordo d Yt = Data aktual Biasanya dengan melakukan pembedaan pertama dan kedua data akan menjadi data yang stasioner dengan melihat koefisien autokorelasi data pembedaan akan turun mendekati nol setelah lag ke-2 atau lag ke-3.
2.5.2
Faktor Musiman Makridakis (1991) dan Assauri (1984) mendefenisikan musiman sebagai suatu
pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Pola musiman dapat berupa musiman triwulan (3 bulanan), kuartal (4 bulanan), semesteran (6 bulanan) atau tahunan (12 bulanan). Notasi ARIMA yang digunakan untuk mengatasi aspek musiman, secara umum ditulis sebagai berikut :
ARIMA( p, d , q)( P, D, Q) s Komponen (p,d,q) adalah bagian tidak musiman dari model (P,D,Q) adalah bagian musiman dari model dan S adalah jumlah periode per musim.
Universitas Sumatera Utara
Model ARIMA yang mengandung faktor musiman, ARIMA (1,1,1,) (1,1,1)12 mempunyai persamaan sebagai berikut :
(1 − φ1 B )(1 − Φ 1 B12 )(1 − B)(1 − B12 )Yt
(
)
= δ + (1 − θ1 B ) 1 − Θ1 B 12 et
(2-14)
Dengan :
φ1
= Parameter autoregressive ke-1
B
= Operator penggerak mundur (backward shift operator)
Φ1
= Sudut fase (dalam radian)
Yt
= Data aktual
δ
= Konstanta
θ1
= Nilai rata – rata bergerak MA
Θ1
= Nilai SMA
et
= Sisaan (residu) ke – t
Dalam hal ini :
(1 − φ1 B )
= proses AR (1) bukan musiman
(1 − Φ B )
= proses AR (1) musiman
(1 − B )
= pembedaan ordo pertama bukan musiman
(1 − B )
= pembedaan ordo pertama musiman
(1 − θ1 B )
= proses MA (1) bukan musiman
(1 − Θ B )
= proses MA (1) musiman
12
1
12
12
1
2.5.3
White Noise Deret et , et −1 , et − 2 ,....... yang merupakan deret sisaan (residu) diharapkan bersifat
Universitas Sumatera Utara
White noise maksudnya residu tersebut berdistribusi normal dengan nilai tengah nol dan varians konstan. Jika residu bersifat white noise maka residu hanya merupakan suatu proses gangguan kecil yang tidak perlu diperhatikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Q Box-Pierce <
χ 2 tabel dan koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial residu yang tidak berbeda nyata dari nol.
2.6 Fungsi Autokorelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial Fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial populasi dapat di estimasi dengan menghitung fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial sampel yang biasa disebut dengan fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial contoh. Fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial dapat digunakan untuk mengidentifikasi model box-jenkins dengan melihat prilaku dari kedua fungsi tersebut.
2.6.1
Fungsi Autokorelasi
Koefisien autokorelasi merupakan derajat hubungan antara Yt dan Yt − k . Menurut Spyros Makridakis, Steven C. Wheelwright dan Victor E. McGee dengan persamaan :
∑ (Y n−k
rk =
t =1
t
)(
− Y Yt + k − Y
∑ (Y n
t =1
t
−Y
) (2-15)
)
2
Dengan :
rk
= Koefisien autokorelasi
Yt
= Data actual pada periode t
Y
= Nilai tengah (mean) dari data aktual
Yt + k
= Data aktual pada periode t dengan time lag (ketertinggalan) k
Nilai SE (Standart Error) dari rk adalah :
Universitas Sumatera Utara
SE (rk ) =
1
(2-16)
n
Dengan :
rk
= Koefisien autokorelasi
n
= Periode musiman
Koefisien autokorelasi dari data acak mempunyai distribusi sampling yang mendekati kurva normal baku dengan nilai tengah (mean) nol dan kesalahan standar
1
. Suatu deret bersifat
n acak
apabila
koefisien
korelasinya
berada
dalam
batas
interval
-
Z α SE (rk ) ≤ rk ≤ Z α SE (rk ) . 2
2
Fungsi autokorelasi dapat digunakan untuk pendugaan parameter model ARIMA. Makridakis (1991) menyatakan bahwa persamaan autokorelasi untuk proses MA(q) adalah sebagai berikut :
ρk =
− θ k + θ1θ k +1 + ... + θ q − k θ q 1 + θ12 + θ 22 + ... + θ q2
; k = 1,2,....., q
(2-17)
0;k=q Dengan :
ρk
= Nilai teoritis
k =q
= ketertinggalan waktu (time lag)
Proses rataan bergerak berordo q mempunyai nilai nol untuk lag lebih dari q. Karena nilai teoritis
ρ k tidak diketahui, maka nilai taksiran pendahuluan dari koefisien
θ1 ,θ 2 ,θ 3 ,.....,θ q dapat diperoleh dengan mensubstitusi autokorelasi empiris rk .
2.6.2
Fungsi Autokorelasi Parsial Koefisien autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara Yt
dan Yt − k , apabila pengaruh dari time lag 1,2,3,…,k-1 dianggap terpisah. Dalam analisa deret
Universitas Sumatera Utara
berkala koefisien autokorelasi parsial berguna untuk membantu menetapkan model ARIMA yang tepat untuk peramalan. Koefisien
autokorelasi
parsial
berorde
m
didefenisikan
sebagai
koefisien
autoregressive terakhir dari model AR(m). Nilai koefisien autokorelasi parsial dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
Yt = φ k1Yt − k + ... + φ kk Yt − k + et
(2-18)
Dengan :
Yt
= Data aktual
φk
= Parameter autoregressive ke-k
Yt − k
= Nilai keterlambatan pada saat k periode
et
= Kesalahan ramalan
2.7 Pemeriksaan Ketepatan Model Setelah berhasil menaksir nilai-nilai parameter, langkah selanjutnya adalah menguji apakah model yang didefenisikan telah tepat. Untuk itu dilakukan pemeriksaan terhadap : 2.7.1
Nilai Sisaan (Residu) Model yang telah ditetapkan akan memperlihatkan perbedaan residu atau kesalahan
antara nilai-nilai data deret waktu dan nilai-nilai estimasi dari model sangat kecil atau tidak berarti. Kesalahan ramalan dapat diperoleh dari persamaan berikut :
et = Yt − Yt (h)
(2-19)
Dengan :
et
= Kesalahan ramalan
Yt
= Data aktual
Yt (h) = Nilai ramalan
Universitas Sumatera Utara
et
= Kesalahan ramalan
Dari nilai-nilai kesalahan dapat diperoleh koefisien autokorelasi residu. Jika tidak terdapat pola data yang secara nyata berbeda dari nol, sehingga kesalahan diasumsikan menjadi acakan atau tidak perlu diperhatikan maka model dianggap cukup tepat.
2.7.1.1 Pemeriksaan Kesalahan Standar Residu Rumus kesalahan standar untuk memeriksa apakah rk (e) tertentu secara nyata berbeda dari nol adalah :
SE [re (k )] =
1
(2-20)
n
Dengan :
rk
= Koefisien autokorelasi
n
= Periode musiman
Koefisien autokorelasi dari data random akan mempunyai distribusi sampling yang mendekati kurva normal baku dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar
1
, sehingga
n untuk menetapkan apakah rk (e) berasal dari populasi yang mempunyai nilai autokorelasi kesalahan nol pada time lag k, dilakukan pengujian apakah rk (e) dengan tingkat kepercayaan 95% terletak dalam batas interval yang telah ditentukan dengan menggunakan persamaan :
1 1 − 1,96 ≤ rk ≤ 1,96 n n
(2-21)
Dengan : n
= Jumlah sampel
rk =
koefisien autokorelasi
Universitas Sumatera Utara
2.7.1.2 Statistik Box-Pierce Untuk memeriksa apakah autokorelasi nilai-nilai sisaan (residu) berpola acakan (bersifat white noise), digunakan statistik Box-Pierce Sebagai berikut : m
Q = n∑ rk2 (e)
(2-22)
k =1
Dengan :
Q
= Hasil perhitungan statistik Box-Pierce
m
= Jumlah autokorelasi residu (jumlah lag)
n
= N – d – SD
N
= Jumlah anggota sampel
d
= Ordo pembedaan bukan musiman
D
= Ordo pembedaan musiman
S
= Jumlah periode per musim
rk (e) = Koefisien autokorelasi residu pada lag – k Jika model cukup tepat, maka statistik Q akan berdistribusi χ 2 dengan m-p-q-P-Q derajat kebebasan, dengan p,q adalah jumlah koefisien autoregressive serta moving-average (rataan-bergerak) bukan musiman sedangkan P , Q adalah jumlah koefisien autoregressive serta moving-average (rataan-bergerak) musiman. Pengujian hipotesis adalah tolak H 0 . Bahwa residu bersifat white noise jika nilai statistik Q χ 2 yang diperoleh dari tabel.
2.7.2
Overfitting Model ARIMA Langkah pemeriksaan ketepatan model selanjutnya adalah overfitting model ARIMA
yang telah ditetapkan. Overfitting dilakukan dengan menambahkan parameter yang diestimasi pada model yang telah ditetapkan. Nilai-nilai statistic yang telah ditetapkan untuk melihat kcocokan dari model yang sedang dipelajari. Perbandingan ini dimaksudkan untuk meyakini bahwa model yang ditetapkan adalah model yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Peramalan Dengan Model ARIMA Box-Jenkins Setelah parameter-parameter model ARIMA diestimasi, maka langkah selanjutnya adalah menggunkana model tersebut untuk peramalan. Untuk tujuan ilustrasi, tetapkan model ARIMA (1,1,1). Agar dapat digunakan, maka model tersebut dikembangkan dalam bentuk persamaan regresi biasa, yaitu :
Yt = Yt −1 + φ1Yt −1 − φ1Yt − 2 + δ + et − θ1et −1
(2-23)
Dengan :
Yt
= Data aktual
Yt −1
= Nilai keterlambatan pertama
φ1
= Parameter autoregressive ke-i
δ
= Konstanta
et
= Sisaan (residu) ke – t
θ1
= Nilai rata – rata bergerak MA
et −1
= Sisaan (residu) ke-1
Untuk meramalkan satu periode kedepan yaitu Yt (1) , maka ditambahkan satu angka indeks yang menunjukkan waktu, yaitu :
Yt +1 = Yt + φ1Yt − φ1Yt −1 + δ + et +1 − θ1et
(2-24)
Dengan :
Yt +1
= Nilai peramalan satu periode ke depan
Yt
= Data aktual
Yt −1
= Nilai keterlambatan pertama
φ1
= Parameter autoregressive ke-i
δ
= Konstanta
Universitas Sumatera Utara
et
= Sisaan (residu) ke – t
θ1
= Nilai rata – rata bergerak MA
et +1
= Sisaan (residu) satu periode kedepan
Untuk meramalkan h periode kedepan yaitu Yt (h) maka persamaan menjadi :
Yt + h = Yt −1+ h + φ1Yt −1+ h − φ1Yt − 2+ h + δ + et + h − θ1et −1+ h
(2-25)
Dengan :
Yt + h
= Nilai peramalan h periode kedepan
Yt −1+ h = Nilai periode keterlambatan pertama saat h periode kedepan
φ1
= Parameter autoregressive ke-i
δ
= Konstanta
et + h
= Nilai sisaan (residu) peramalan h periode kedepan
et −1+ h = Nilai sisaan (residu) keterlambatan pertama saat h periode kedepan Untuk mengetahui ketepatan ramalan ini dapat dihitung nilai MSE dan MAPE yang merupakan ukuran ketepatan ramalan. 1. MSE (Mean Square Error) 2
1 t MSE = ∑ [Yt − Yt (h)] T t =1
(2-26)
Dengan :
Yt
= Data aktual
Yt (h) = Data hasil ramalan T
= Banyak sistem (residu) 2. MAPE (Mean Absolute Presentase Error)
Universitas Sumatera Utara
MAPE =
1 k Yt − Yt (h) ∑ Y × 100% L t =1 t
(2-27)
Dengan :
Yt
= Data aktual
Yt (h) = Data hasil ramalan I
= Banyak periode ramalan
Universitas Sumatera Utara