JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-7
1
Sintesis dan Uji Toksisitas Kompleks Logam Co(II)/Zn(II) dengan Ligan Asam Piridin-2,6-dikarboksilat Septy Sara Janny Sinaga dan Fahimah Martak Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak— Kompleks heterodinuklir kobalt(II)/seng(II) dengan ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat (H 2 dipik, dipikolinat) telah berhasil disintesis. Kristal berwarna ungu kemerahan yang diperoleh berbentuk butiran jajaran genjang kecil dengan lebar kristal 940-955 µm dan panjang 1500-1730 µm. Rumus molekul dari senyawa kompleks adalah [Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ].2H 2 O. Rumus molekul ini diperoleh dari hasil penentuan kadar (%) unsur kompleks dengan SSA dan elemental analyzer CHN (C = 28,96; H= 3,47; N = 5,42; Co = 10,15 dan Zn = 11,26). Spektrum IR menunjukkan serapan khas vibrasi Co-N pada bilangan gelombang 433,95 cm-1 dan vibrasi Zn-O pada bilangan gelombang 536,17 cm-1. Kompleks bersifat paramagnetik dengan nilai µ eff sebesar 3,78 BM. Uji toksisitas senyawa kompleks dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menghasilkan nilai LC 50 sebesar 283,71 mg/L.
Kata Kunci— senyawa kompleks, toksisitas, paramagnetik, ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat, ion logam seng(II), ion logam kobalt(II), heterodinuklir.
A
I. PENDAHULUAN
SAM dipikolinat merupakan senyawa yang larut dalam air, tersedia secara komersial, dan murah [1]. Asam dipikolinat termasuk ligan polikarboksilat, sifat toksisitas yang dimiliki rendah dan bersifat ampifilik. Posisi relatif gugus karboksilat dan atom nitrogen pada ligan asam dipikolinat mengakibatkan beragam koordinasi dapat dibentuk. Asam dipikolinat dapat bertindak sebagai ligan monodentat, bidentat, tridentat dan/atau ligan jembatan [2]. Hal tersebut didukung penelitian Das dan Baruah pada tahun 2011 [3]. Pada penelitian tersebut dilaporkan senyawa kompleks tembaga dengan ligan asam dipikolinat dapat berperan sebagai ligan monodentat pada kompleks mononuklir [Cu(im) 3 H 2 dipik]∙4H 2 O, im = imidazol, sedangkan pada kompleks dinuklir [Cu(H 2 dipik)(bpy)(l-H 2 dipik)Cu(bpy) (H 2 O)]∙9H 2 O, bpy = 2,2’-bipiridin, berperan sebagai ligan tridentat. Selain dapat membentuk senyawa kompleks dinuklir dengan atom pusat yang sama atau yang biasa disebut homonuklir, ligan dipikolinat dapat juga membentuk senyawa kompleks dengan dua logam yang berbeda (heterodinuklir). Hal ini tidak lepas dari struktur ligan dipikolinat yang memiliki sudut 120° yang sama antara pusat cincin piridin dan dua gugus karboksilat [4]. Penelitian yang telah dilakukan dalam
pengembangan sintesis kompleks dengan ligan dipikolinat adalah sintesis dengan metode in-situ yang menghasilkan kompleks heterodinuklir dipikolinat dengan rumus molekul [M(H 2 O) s M’(dipik) 2 ].mH 2 O, M/M’ = CuII/CoII, CuII/NiII, CuII/ZnII, ZnII/CoII, NiII/CoII [1]. Aplikasi senyawa kompleks ligan dipikolinat digunakan dalam bidang katalis, biokimia, material magnetik serta menunjukkan keaktifan sebagai antitumor, antikanker dan pengembangan agen anti-HIV. Bermacam-macam aktivitas biologis dan farmakologi dari senyawa kompleks menggunakan ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat telah dikenal dan telah mendorong sejumlah besar penelitian, terutama dalam kajian insulin dan aktivitas anti kanker [5]. Aktivitas biologis senyawa kompleks dipengaruhi oleh ion logam transisi yang digunakan. Kompleks dinuklir seng(II) asam dipikolinat memiliki nilai toksisitas LC 50 sebesar 503,32 mg/L [6], sedangkan pada kompleks dinuklir kobalt(II) sebesar 5,38 mg/L [7]. Kompleks kobalt menunjukkan sifat toksisitas yang rendah terhadap uji BSLT atau dengan kata lain memiliki aktivitas biologis yang tinggi. Hal ini mengacu pada penelitian Fikriah yang menyatakan suatu dengan nilai LC 50 dibawah 1000 mg/L merupakan senyawa yang bersifat aktif [8]. Sebaliknya, senyawa yang memiliki nilai LC 50 di atas 1000 mg/L tidak memiliki aktifitas biologis, sedangkan senyawa yang memiliki nilai LC 50 dibawah 10 mg/L berpotensi sebagai anti-kanker [9]. Aktivitas biologis senyawa kompleks heterodinuklir lebih tinggi dari kompleks homonuklir, baik mononuklir maupun dinuklir. Studi kompleks dipikolinat heterodinuklir (palladium, kalium) dan mononuklir palladium telah dilaporkan [10]. Kompleks heterodinuklir [Pd(dipik) 2 K(H 2 O) 5 ∙3H 2 O] n memiliki nilai toksisitas IC 50 sebesar 26,4 µM untuk sel tumor Hela. Kompleks mononuklir dengan formula [Pd(dipik) 2 ]dmp∙6H 2 O), dmp = 2,9-dimetil-1,10-penantrolin, memiliki nilai toksisitas IC 50 sebesar 30,5 µM untuk sel yang sama. Sintesis kompleks homonuklir dari ion logam Zn(II) dengan ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat telah dilakukan. Kompleks tersebut masih memiliki kelemahan yaitu aktivitas biologis terhadap hewan uji dengan metode BSLT (larva udang Artemia salina) mempunyai nilai yang rendah [6]. Telah dilaporkan bahwa aktivitas biologis kompleks heterodinuklir lebih tinggi
2
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-7
dari kompleks homonuklir [10]. Selain itu, berdasarkan beberapa penelitian ditunjukkan bahwa kompleks kobalt memiliki aktivitas biologis yang tinggi [5,11-12]. Substitusi ion logam Zn(II) dengan Co(II) perlu dilakukan untuk meningkatkan aktivitas biologis senyawa kompleks logam Zn(II) dengan ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan sintesis kompleks heterodinuklir Zn-Co dengan ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat. Aktivitas biologis dari senyawa kompleks diuji dengan menggunakan metode brine shrimp lethality test (BSLT).. II.
METODOLOGI
A. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hot plate magnetic stirer, neraca analitik, termometer, alat refluks, spatula, s topwatch, pro pipet, botol semprot dan peralatan gelas yang umum. Peralatan gelas tersebut antara lain gelas beker, Erlenmeyer, labu bundar, labu ukur, corong gelas, pipet ukur, kaca arloji, pipet tetes Instrumen yang digunakan untuk karakterisasi adalah Spektrofotometer UV-VIS tipe UV-1100 ECHCOMP HITACHI, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) ZEEnit 700 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya, E lemental Analyzer Thermo Finnigan EA 1112 di Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Pangan Universitas Kebangsaan Malaysia, Infrared Spectroscopy (FTIR) (shimadzhu IR) di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA ITS, uji magnetic susceptibility balance (MSB) di Laboratorium Bahan Padat Jurusan Fisika FMIPA ITS, konduktometer di Laboratorium Fundamental Jurusan Kimia FMIPA ITS, foto mikroskop Olympus BX41-32PO2 kamera Evolution LC Color di Laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA ITS dan TGA/DTA Metler Toledo di Jurusan Material dan Metalurgi FTI ITS. Uji toksisitas BSLT dilakukan di LIPI, Serpong. B. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Zn(NO 3 ) 2 ∙4H 2 O (Merck, 99%), Co(NO 3 ) 2 ∙6H 2 O (Merck, 99%), asam piridin-2,6-dikarboksilat (Sigma Aldrich 99%), metanol absolut (Merck), udang Artemia Salina, air laut, dimetil sulfoksida (DMSO) dan akuademin. C. Prosedur Kerja C.1 Sintesis Kompleks Seng-Kobalt dengan ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat Kompleks seng-kobalt dengan ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat disintesis dengan mengacu pada metode penelitian yang telah dilakukan sebelumnya [13]. Kompleks yang disintesis pada penelitian sebelumnya merupakan kompleks mononuklir dengan ligan ninhidrin dan logam Zn(II). Perbedaan y ang dilakukan pada penelian ini adalah ligan yang digunakan yaitu H2dipik serta logam yang berbeda yaitu Co(II)-Zn(II) untuk memperoleh kompleks heterodinuklir. Padatan H 2 dipik (1,67 gram; 10 m mol)
dilarutkan dalam metanol dan akuademin masing-masing 25 mL. Larutan dimasukkan ke dalam labu bundar kemudian ditambahkan Zn(NO 3 ) 2 ∙4H 2 O (0,68 gram, 5 mmol) dan Co(NO 3 ) 2 ∙6H 2 O (0,68 gram, 5 m mol). Kemudian larutan direfluks selama 3 jam pada suhu 70 °C dengan disertai pengadukan menggunakan magnetic stirrer. Penggunaan alat refluks dan pengadukan menggunakan magnetic stirrer adalah untuk mempercepat reaksi berjalan sehingga logam dapat berikatan dengan ligan secara sempurna. Larutan selanjutnya disaring dan filtrat didinginkan pada temperatur ruang, ditutup dengan menggunakan plastic wrap yang diberi lubang serta disimpan di dalam desikator. Kristal berwarna ungu kemerahan berbentuk jajar genjang terbentuk setelah 3 ha ri. Kristal disaring dan dikeringkan dalam desikator kemudian dikarakterisasi dan diuji toksisitas. C.2 Analisis Kualitatif Pembentukan Kompleks dengan Spektrofotometer UV-Vis Kristal dianalisis dengan instrumen spektrofotometer UV-Vis di Laboratorium Fundamental Jurusan Kimia FMIPA ITS. Pengukuran dilakukan pada daerah panjang gelombang 200-800 nm. Cuplikan senyawa kompleks dan Co(NO 3 ) 2 ∙6H 2 O dibuat dengan konsentrasi 0,01 nm dalam pelarut akuademin. Lebar kuvet yang digunakan adalah 1 cm. C.3 Analisis Kuantitatif (Analisis Komposisi) C.3.1 Spektrometri Serapan Atom (SSA) Kadar logam seng dan kobalt dalam kristal dianalisis dengan instrumen Spektometri Serapan Atom di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya. Larutan standar Zn(II) dibuat dengan menimbang 44,27 mg Zn(NO 3 ) 2 ∙4H 2 O kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 m L dan ditambahkan 3 t etes HNO 3 pekat. Akuademin ditambahkan sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100 mg/L. Larutan diencerkan menjadi konsentrasi 0, 1, 2, 5 dan 10 mg/L. Larutan standar Co(II) dibuat dengan cara yang sama dengan menimbang Co(NO 3 ) 2 ∙6H 2 O sebanyak 40,07 mg dan diencerkan menjadi konsentrasi 0; 0,40; 0,80; 1,40 dan 2,50 mg/L. Larutan cuplikan senyawa kompleks dibuat dengan menimbang kristal sebanyak 8,88 mg untuk analisis seng dan 9,85 mg untuk analisis kobalt. Cuplikan kristal dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian ditambahkan 3 tetes HNO 3 pekat dan dilarutkan dengan akuademin sampai tanda batas. Larutan diencerkan menjadi konsentrasi 2 m g/L. Larutan standar seng dan kobalt serta larutan cuplikan senyawa kompleks kemudian diukur absorbansinya menggunakan instrumen Atomic Absorption Spectrophotometer ZEEnit 700.. C.3.2 Analisis Unsur C, H, N Unsur C, H, N dalam kristal kompleks dianalisis dengan elemental analyzer di Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Pangan Universitas Kebangsaan Malaysia. Alat analisis mikrounsur C, H, N distandarisasi terlebih dulu dengan L-Cistina standar (C 6 H 12 N 2 O 4 S 2 , C = 29,99%, H = 5,03%, N = 11,66%, S = 26,69%, dan O = 26,63%) sebelum digunakan.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-7 Cuplikan sebanyak 2,83 mg ditempatkan dalam alumunium foil dan dimasukkan dalam pelat berlubang untuk dilakukan pembakaran dengan gas oksigen. Alat mikrounsur selanjutnya dijalankan dan komposisi unsur C, H, N, yang terkandung pada senyawa terbaca pada layar monitor komputer. C.3.3 DTA/TGA Data termal dari senyawa kompleks diperoleh dengan instrumen DTA/TGA di Jurusan Material dan Metalurgi FTI ITS. Sebanyak 11,6 mg cuplikan kristal kompleks diletakkan pada cawan alumina, dipanaskan pada laju konstan sebesar 10 °C/menit dengan menggunakan atmosfer udara. Perubahan massa cuplikan diukur selama pemanasan pada rentang temperatur 25 -600 °C. C.3.4 Karakterisasi Magnetik Nilai momen magnetik diukur dengan instrumen magnetic susceptibility balance (MSB) di Laboratorium Bahan Padat Jurusan Fisika FMIPA ITS. Tabung kosong ditimbang dan massanya dicatat sebagai m 0 . Tabung kemudian diukur nilai kerentanan magnetnya dengan cara dimasukkan ke dalam alat magnetic susceptibility balance. Nilai kerentanan magnetik tabung kosong dicatat sebagai R 0 . Kristal digerus sampai berbentuk serbuk halus dan dimasukkan ke dalam tabung hingga ketinggian 1,80 cm. Tabung berisi cuplikan kristal kompleks ditimbang dan massanya dicatat sebagai m 1 . Tabung berisi cuplikan kemudian diukur kerentanan magnetnya dan nilai pembacaannya dicatat sebagai nilai R. Nilai momen magnetik secara teoritis dihitung berdasarkan data-data yang diperoleh. C.4 Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Sifat toksisitas diuji dengan metode BSLT di Pusat Penelitian Kimia LIPI. Cuplikan dilarutkan menjadi konsentrasi 25, 50, 100, 250, 500, dan 1000 m g/L dengan menggunakan pelarut metanol. Larutan uji ditambahkan DMSO sebanyak 50 µ L. Masing-masing larutan uji diambil sebanyak 15 µL dan dimasukkan dalam tabung yang berisi 15 µL air laut dan 10 ekor anak udang Artemia salina. Pergerakan Artemia Salina diamati selama 24 ja m dan dihitung jumlah yang mati secara visual (tidak menunjukkan gerakan sama sekali). Pengujian dilakukan tiga kali untuk masing-masing konsentrasi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Sintesis Senyawa Kompleks dengan Logam Zn-Co dan Ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat Kompleks disintesis dengan menggunakan alat refluks. Perbandingan mol logam Co:logam Zn: Ligan adalah 1:1:2. Ligan dilarutkan dengan menggunakan pelarut metanol dan akuademin masing-masing 25 mL yang menghasilkan larutan putih keruh dengan endapan putih. Logam Zn dan Co yang bersumber dari Zn(NO 3 ) 2 ∙4H 2 O dan Co(NO 3 ) 2 ∙6H 2 O ditambahkan sehingga menghasilkan larutan berwarna ungu
3 dengan endapan putih kemerahan . Larutan selanjutnya direfluks selama 3 ja m pada suhu 70 ᵒC, yang menghasilkan larutan berwarna ungu ke merahan jernih dengan sedikit endapan berwarna ungu muda. Larutan kemudian disaring dan filtrat dimasukkan ke dalam gelas beker. Filtrat berwarna ungu kemerahan didinginkan pada temperatur ruang lalu ditutup menggunakan plastic wrap yang diberi lubang. Penutupan gelas beker dengan plastic wrap berfungsi untuk menghindari adanya kontaminan yang dapat mengganggu proses pembentukan kristal. Lubang pada tutup berfungsi untuk jalan keluar ketika menguapkan pelarut. Larutan disimpan dalam desikator yang berfungsi untuk membantu proses penguapan larutan. Kristal berwarna ungu ke merahan terbentuk di dasar gelas beker setelah larutan didiamkan selama 3 hari. Warna kristal heterodinuklir menunjukkan konsistensi dari penggabungan warna kristal homonuklirnya [1]. Warna ungu kemerahan dari kompleks hasil sintesis sesuai dengan perpaduan warna kristal pada penelitian Alwathoni [7] dan Håkansson [14]. K ompleks [Co(H 2 dipic)(dipic)].3H 2 O pada penelitian Alwathoni merupakan kristal berwarna merah keunguan. Kristal kompleks [Zn(H 2 dipic)]∙3H 2 O yang dilaporkan Håkansson tidak berwarna. Kristal tersebut difoto dengan foto miroskop dengan perbesaran 40 kali, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Kristal yang dihasilkan berbentuk
Gambar. 1. Foto Mikroskop Kristal Perbesaran 40 Kali
jajaran genjang, dengan lebar kristal 940-955 µm dan panjang 1500-1730 µm. Bentuk tersebut sesuai dengan bentuk kristal [Zn(dipik)Zn 2 (10H 2 O)]Cl 4 ∙5H 2 O [6]. B. Hasil Analisis Kualitatif Pembentukan Kompleks dengan Spektrofotometer UV-Vis Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis sebagai indikator terbentuknya kompleks. Spektra UV-Vis dari kompleks yang dihasilkan dan sumber ion logam dapat dilihat pada Gambar 2. Panjang gelombang yang dimiliki senyawa kompleks berbeda dengan sumber ion logam. Panjang gelombang maksimum sumber ion logam seng kobalt adalah 670 nm sedangkan pada senyawa kompleks adalah 325 nm. Pembentukan senyawa kompleks dibuktikan dengan pergeseran tersebut. Nilai absortivitas paling tinggi pada senyawa kompleks sebesar 3,53 a.u. Hal tersebut karena transfer muatan dari ion logam ke ligan akibat interaksi π*. Transisi ini yang menyebabkan larutan
4
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-7
kompleks menjadi berwarna ungu kemerahan.
[1]. Tabel 1 Data Hasil Perhitungan Karakterisasi dan Teoritis Kadar Ion Logam Kobalt, Seng dan Unsur CHN Rumus Molekul Kadar (%) C
H
N
Co
Zn
analisis
29,68 3,91 5,32 10,00 11,63
[Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]
30,88 2,96 5,14 10,82 12,01
[Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]∙NO 3 27,72 2,66 6,93
9,72
10,78
[Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]∙H 2 O 29,89 3,22 4,98 10,47 11,62 [Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]∙2H 2 28,96 3,47 4,82 10,15 11,26 O Gambar. 2. Spektra UV-Vis Kompleks dan Sumber Ion Logam
C. Hasil Analisis Komposisi C.3.1 Hasil Analisis Kadar Logam dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA) Penggunaan instrumen SSA bertujuan untuk mengukur kadar ion logam seng dan kobalt dalam kristal senyawa kompleks hasil sintesis. Penentuan kadar ion logam seng(II) dan kobalt(II) dilakukan dengan melarutkan kristal tersebut ke dalam pelarut akuademin kemudian ditambahkan HNO 3 . Penambahan HNO 3 pada larutan tersebut berfungsi untuk memutus ikatan antara senyawa organik dengan ion logam seng dan kobalt sehingga kandungan ion logam dalam senyawa dapat ditentukan. Konsentrasi ion logam seng(II) yang terbaca pada alat sebesar 0,94 mg/L dengan absorbansi 0,39 sedangkan konsentrasi ion logam kobalt(II) yang terbaca pada alat adalah 1,2 mg/L dengan absorbansi 0,04. Hasil dari perhitungan analisis spektrometri serapan atom menunjukkan persen berat seng sebesar 11,63% dan kobalt sebesar 10%. C.3.2 Hasil Analisis Unsur CHN Penggunaan analisis unsur C, H, N bertujuan untuk menentukan komposisi relatif atom karbon, hidrogen dan nitrogen yang terdapat dalam kristal senyawa kompleks. Hasil analisis unsur CHN menunjukkan bahwa prosentase karbon (C), hidrogen (H), dan nitrogen (N) masing-masing sebesar 29,68%; 3,91%; dan 5,31%. C.3.3 Prediksi Rumus Molekul Hasil analisis spektrometri serapan atom dan elemental analyzer CHN kemudian dibandingkan dengan ha sil perhitungan kadar ion logam dan unsur CHN secara teoritis untuk menentukan rumus molekul yang paling sesuai. Tabel 1 menunjukkan perbandingan kadar ion logam kobalt, seng dan unsur CHN hasil perhitungan analisis dan secara teoritis. Analisis kadar ion logam kobalt, seng dan analisis unsur CHN menunjukkan prosentase yang mendekati prosentase komposisi teoritis ion logam kobalt, seng dan unsur CHN untuk senyawa kompleks [Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]∙2H 2 O. Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilaporkan oleh Kirrilova
[Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]∙3H 2 28,09 3,70 4,68 O
9,84
10,92
C.3.4 Hasil Analisis DTA/TGA Penggunaan analisis DTA/TGA bertujuan untuk menentukan rumus molekul dengan melihat data dekomposisi senyawa kompleks pada temperatur tertentu. Cuplikan pada temperatur tertentu akan mengalami dekomposisi. Massa cuplikan yang mengalami dekomposisi dihitung nilainya sebagai persen penurunan massa. Perkiraan molekul yang hilang dapat diketahui dari perbandingan persen berat tersisa dan persen berat teoritis serta kajian temperatur dekomposisi dari penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Gambar. 3. Termogram Senyawa Kompleks
Gambar 3 merupakan termogram senyawa kompleks Co-Zn dengan ligan dipikolinat. Termogram menunjukkan adanya empat tahap penurunan berat cuplikan. Tahap pertama penurunan berat cuplikan sebanyak 9,33% dan terjadi pada temperatur 103,63-163,73 °C. Penurunan ini sesuai dengan dugaan menguapnya 2 molekul air, serta didukung penelitian Huang [4], yang menyatakan molekul air lepas pada temperatur 100-230 °C. Penurunan massa sebesar 33,30% pada kisaran temperatur 227,09-278,63 °C (Tahap II) menunjukkan ligan dipikolinat hilang. Hilangnya ligan pada kisaran temperatur tersebut sesuai dengan penelitian Saravanan [15] yang menunjukkan ligan dipikolinat lepas pada temperatur 230-540 °C. P ada tahap ketiga, lepasnya ion logam seng pada temperatur 429,20-487,47 °C diperlihatkan dengan terjadinya penurunan massa sebanyak 22,52%. Selanjutnya cuplikan masih terus kehilangan berat, sampai pada suhu 575,15 °C
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-7 diperkirakan massa yang hilang terjadi karena dekomposisi ligan yang terikat pada logam kobalt. Data hasil analisis dekomposisi senyawa kompleks yang ditunjukkan pada Tabel 2. Data tersebut mendukung prediksi struktur dimana terjadi proses dehidrasi tujuh molekul air pada senyawa kompleks hasil sintesis. Tabel 2 Data analisis dekomposisi pada senyawa kompleks Temperatur %Ber %Berat Dekomposisi at Spesi Teoritis (°C) Sisa [Co(C 14 H 20 N 2 O 15 )Z 0 100 100 n] [Co(C 14 H 16 N 2 O 13 )Z 0-163,73 90,67 93,79 n] 163,73-278,63 60,32 [Co(C 7 H 9 NO 7 )Zn] 59,15 278,63-487,47 36,98 [Mn(C 7 H 3 NO 4 )Zn] 38,59 487,47-575,15 14,16 [Co(C 7 H 3 NO 4 )] 14,25 C.3.5 Hasil Karakterisasi Ikatan dengan Spektrofotometer Inframerah (FTIR) Penggunaan instrumen s pektrofotometer inframerah bertujuan untuk mengamati gugus fungsi yang terkoordinasi dalam ion logam pada s pektrum inframerah. Ligan piridin-2,6-dikarboksilat dan senyawa kompleks hasil sintesis masing-masing dikarakterisasi dengan spektrofotometer inframerah pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Spektrum FTIR ligan dan senyawa kompleks ditampilkan pada Gambar 4.
5 karboksilat pada puncak melebar di daerah 3070,68 cm-1. Serapan di daerah 1705,07 cm-1 adalah karakteristik dari gugus C=O karboksilat, serapan vibrasi di daerah 1465,9 cm-1 sesuai untuk gugus C= C aromatik, sedangkan serapan vibrasi yang muncul pada bilangan gelombang 1265,3 cm-1 sesuai untuk gugus C-O [6]. Spektrum ligan digunakan sebagai pembanding spektrum senyawa kompleks hasil sintesis, sehingga diketahui pergeseran serapan vibrasi yang menunjukkan pembentukan senyawa kompleks. Pada spektrum senyawa kompleks hasil sintesis, puncak melebar di daerah 3369,41 cm-1 dan pada daerah 3101,32 cm-1 sesuai untuk vibrasi serapan molekul air [1]. Serapan vibrasi O-H karboksilat pada spektrum senyawa kompleks mengalami pergeseran apabila dibandingkan dengan serapan di daerah 3070,68 cm-1 pada spektrum ligan. Pergeseran puncak juga terlihat di serapan vibrasi C= O karboksilat, dimana pada spektrum senyawa kompleks terdapat pada bilangan gelombang 1656,74 cm-1, sedangkan pada spektrum ligan dipikolinat berada di daerah 1705,07 cm-1. Pergeseran pada spektrum gugus karboksilat tersebut mengindikasikan senyawa karbonil sudah bukan merupakan karbonil bebas pada senyawa hasil sintesis, sehingga dapat disimpulkan senyawa kompleks telah terbentuk dengan koordinasi menggunakan gugus karboksilat. Serapan vibrasi di daerah 1450,37 cm-1 sesuai untuk gugus C=C aromatik. Puncak pada bilangan gelombang 1284,5 cm-1 sesuai dengan adanya gugus C-O yang berasal dari ikatan karboksilat pada ligan [16]. Adanya logam Zn didukung dengan adanya puncak pada bilangan gelombang 536,17 cm-1 yang menunjukkan vibrasi serapan Zn-O ( ). Logam Co ditunjukkan dengan adanya puncak pada bilangan gelombang 433,95 cm-1 yang menunjukkan vibrasi serapan Co-N ( ). Hal ini sesuai dengan penelitian Colak [17-18] dimana vibrasi Zn-O muncul pada bilangan gelombang antara 450-550 cm-1. Sedangkan, vibrasi Co-N muncul pada bilangan gelombang 420-450 cm-1 [19]. Tabel 3 m enunjukkan perbandingan bilangan gelombang ligan dipikolinat dan senyawa kompleks yang mengindikasikan telah terbentuknya kompleks. Tabel 3 Data FTIR Ligan H 2 dipik dan Senyawa Kompleks Bilangan Gelombang (cm-1) Serapan Vibrasi H 2 dipik [Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]∙2H 2 O v(OH) 3369,41 v(OH COOH ) 3070 3101,32 v(C=O) 1705 1656,74
Gambar. 4. Spektrum Inframerah ligan piridin-2,6-dikarboksilat dan Senyawa Kompleks
Beberapa puncak yang khas ditunjukkan pada spektrum ligan pirirdin-2,6-dikarboksilat, misalnya serapan vibrasi O-H
v(C=C)
1465
1450,37
v(C-O)
1265
1284,5
v(Co-N)
-
433,95
v(Zn-O)
-
536,17
C.3.6 Hasil Karakterisasi Magnetik Karakterisasi magnetik bertujuan untuk mengukur nilai momen magnetik dari senyawa kompleks, sehingga dapat diketahui sifat kemagnetan dari kompleks tersebut. Kompleks
6
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-7
hasil sintesis memiliki nilai kerentanan magnet R 1 sebesar 63 sehingga dapat dihitung nilai momen magnet efektif (µ eff ) sebesar 3,78 BM pada temperatur kamar (27 °C atau 300 K). Nilai kerentanan magnet dari kompleks menunjukkan bahwa kompleks bersifat paramagnetik karena bernilai positif. Hal ini juga menunjukkan bahwa logam yang berikatan dengan kedua ligan adalah kobalt. Sifat paramagnetik kompleks juga didukung oleh nilai momen magnetik pada temperatur ruang, yaitu 3,78 BM. Pada logam Co(II) terdapat tiga elektron yang tidak berpasangan pada orbital d sehingga berada pada spin tinggi, sedangkan ligan dipikolinat merupakan ligan kuat, sehingga ligan dapat menggeser posisi elektron pada orbital d kobalt yang mengakibatkan pasangan elektron bebas ligan dapat mengisi orbital yang masih kosong. Nilai momen magnetik hasil eksperimen mendekati nilai momen magnetik secara teoritis yaitu 3,87 BM. Perbedaan nilai momen magnetik ini diakibatkan karena adanya pertukaran interaksi antara ion logam Co(II) dan Zn(II) pada lapisan-lapisan yang terbentuk dengan ligan H 2 dipik pada senyawa kompleks hasil sintesis. C.3.7 Hasil Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Uji toksisitas bertujuan untuk menyatakan aktivitas toksisitas senyawa kompleks [Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]∙2H 2 O terhadap sel normal. Sifat toksisitas memiliki keterkaitan dengan aktivitas sitotoksik pada beberapa jenis tumor manusia. Metode yang digunakan adalah Brine Shrimp Lethality Test yaitu pengujian dengan menggunakan larva udang Artemia salina sebagai hewan uji. Larutan uji dibuat dengan konsentrasi 25; 50; 100; 250; 500 dan 1000 m g/L. Larutan uji dibuat dengan menggunakan pelarut metanol karena senyawa kompleks dapat larut sempurna dan pelarut ini mudah menguap. Pelarut dibiarkan menguap agar tidak mempengaruhi kematian larva udang pada saat diuji. Larutan uji ditambahkan dimetilsulfoksida (DMSO) sebanyak 50 µ L sebelum ditambahkan air laut. Penambahan DMSO bertujuan membantu senyawa kompleks larut dalam air laut. DMSO yang ditambahkan dalam jumlah sedikit agar tidak menyebabkan kematian pada larva udang. Masing-masing konsentrasi diuji dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Hasil uji toksisitas senyawa kompleks dengan metode BSLT ditunjukkan pada Tabel 4. Data hasil uji BSLT menunjukkan nilai persen kematian berbanding lurus dengan konsentrasi. Hal tersebut sesuai dengan laporan Nurhayati [20] yang menyatakan semakin tinggi konsentrasi larutan, maka sifat toksisitasnya akan semakin tinggi. Tabel 4 Hasil Uji BSLT Senyawa Kompleks KonsenLog Akumulas Akumulasi trasi Konseni Hidup (mg/L) trasi Mati 1000 3,00 1 112 500 2,70 7 82 250 2,40 14 57 100 2,00 28 33
% Kematian 100 72,881 45,902 19,718
50 25
1,70 1,40
43 73
16 0
7,865 0,885
Suatu senyawa menunjukkan aktivitas toksisitas dalam uji BSLT diamati dari konsentrasi dimana 50% hewan uji mengalami kematian yang dinyatakan dengan nilai LC 50 . Nilai LC 50 (Lethal concentration) dari senyawa kompleks didapatkan dari perhitungan menggunakan persamaan dari mortalitas dan log konsentrasi pengujian. LC 50 senyawa kompleks sebesar 283,71 mg/L. Suatu senyawa menunjukkan sifat toksisitas apabila memiliki nilai LC 50 kurang dari 1000 mg/L [19]. Berdasarkan hal tersebut, nilai LC 50 dari kompleks menunjukkan sifat toksisitas. Nilai LC 50 senyawa kompleks heterodinuklir Zn(II)-Co(II) lebih rendah dari binuklir Zn(II) yang dilaporkan Christanti [6] dengan nilai LC 50 sebesar 503,32 mg/L. Hal tersebut didukung hasil penelitian yang menyatakan aktivitas kompleks heterodinuklir lebih tinggi dari aktivitas kompleks binuklir [10]. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Senyawa kompleks heterodinuklir Zn(II)/Co(II) dengan ligan asam piridin-2,6-dikarboksilat telah berhasil disintesis dengan alat refluks. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis SSA, analisis unsur C, H, N dan DTA/TGA dapat disimpulkan bahwa rumus molekul senyawa kompleks adalah K arakterisasi ikatan [Zn(H 2 O) 5 Co(dipik) 2 ]∙2H 2 O. ditunjukkan oleh spektra FTIR pada bilangan gelombang 536,17 cm-1 dan 433,95 cm-1 yang mengindikasikan terjadinya ikatan Zn-O dan Co-N. Senyawa kompleks yang dihasilkan bersifat paramagnetik dengan nilai moment magnetik sebesar 3,78 BM. Hal ini sesuai dengan ion kobalt(II) yang memiliki tiga elektron tidak berpasangan. Sifat aktivitas biologi ditunjukkan dari nilai toksisitas LC 50 , yaitu sebesar 283,71 mg/L. Nilai toksisitas aktivitas biologis senyawa kompleks yang didapat lebih tinggi dari senyawa kompleks homonuklir Zn. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Fahimah Martak, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah berkenan membimbing, memberikan pengetahuan, saran dan nasehat dan semua rekan-rekan di kelompok riset atas dukungan dan masukan-masukan yang bermanfaat serta semua pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung yang berperan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
Kirillova, M. V., Fatima C, M., S., Guedes da, A., M., K., Frausto, S. d., Pombeiro, A. J. L. “3D hydrogen bonded heteronuclear CoII, NiII, CuII and ZnII aqua complexes derived from dipicolinic acid”. Journal of Inorganica Chimica Acta. 360 (2006) 506-512. Tabatabaee, M., Tahriri, M., Tahriri, M., Oza, Y., Fujioka, H., Toriumi, K. “Preparation, crystal structures, spectroscopic and thermal analyses of two co-crystal of [M(H2O)6][M(dipic)2] and (atrH)2[M(dipic)2] (M =
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014) 1-7
[3] [4]
[5]
[6] [7] [8] [9] [10]
[11]
[12]
[13] [14] [15] [16] [17]
[18]
[19] [20]
Zn, Ni, dipic = dipicolinate; atr = 3 -amino-1H-1,2,4, trizazole) with isostructural crystal systems”. Polyhedron 33 (2011) 336-340. Das, B. and Baruah, J. B. “Assembling of copper(II) dipicolinate complexes”. Polyhedron 31 (2011) 361-367. Huang, Y.G., Yuan,D., Gong,Y., Jiang,L.F., Hong, M. “ Synthesis, structure and luminescent properties of lanthanide–organic frameworks based on pyridine-2,6- dicarboxylic acid”. Journal of Molecular Structure 872 (2007) 99-104. Çolak, A. T., Çolak, Y., Okan Z., Büyükgüngör, O. “Synthesis, structural characterization of zinc(II)-pyridine-2,5-dicarboxylate complexes and self-assembled 1D water cluster in a s upramolecular architecture”. Polyhedron 29 (2009) 2127-2133. Christanti, T. “Sintesis dan Uji T oksisitas Kompleks Seng(II) Piridin-26-Dikarboksilat”.Prosiding (2012), APTECS. Surabaya. Alwathoni, M., “Kompleks Kobalt(II) Piridin-2,6-dikarboksilat: Sintesis, Karakterisasi dan Uji Toksisitas”, Tesis (2011) , ITS, Surabaya. Fikriah, I. dan Lestari, P. “Acute Toxicoty Test of Bark and Stem Wthanol Extract of Sopang (Caesalpinia sappan Linn) by Brine Shrimp Lethality Test”. Folia Medica Indosiana 47 (2011) 58-63. Meyer, B.N., Ferrighi, N. R., Putnam, J. E., Jacobsen, L. B., Nichols, D. E., McLaughlin, J. L. “Brine shrimp: A convenient general bioassay for active plant constituents”. Planta Medica 45 (1982) 31-34. Gao, E., Zhu, M., Huang, Y., Liu, L., Liu, H., Liu, F., Ma, S., Shi, C. “new pH-dependent complexes, from mononuclear Pd(II) monomer to heteronuclear [Pd(II),K(I)]Polymer: DNA cleav age and cytotoxicity in vitro”. European Journal of Medicinal Chemistry 44 (2009) 1034-1041. Kamalakannan, P. dan Venkappayya, D. “Synthesis and characterization of cobalt and nickel chelates of 5-dimethylaminomethyl-1-thiouracil and their evaluation as antimicrobial and anticancer agents”. Journal of Inorganic Biochemistry 90 (2001) 22-37. Lόpez-Sandoval, H., Londoño-Lemos M.E., Garza-Velasco, R., Poblano-Meléndez, I., Granada-Macías, P., Gracia-Mora, I., Barba-Behrens, N. “Synthesis, structures and biological activities of cobalt(II) and zinc(II) coordination compounds with 2-benzimidazole derivatives”. Journal of Inorganic Biochemistry 102 (2007) 1267-1276. Kassegne, A.B. “Template synthesis and characterization of Ni2+ and Zn2+ complexes derived from ninhydrin and ethylenediamine”. (2009) Addis Ababa University Department of Chemistry. Håkansson, K., Lindahl, M., Göran, S., Albertsson, J. “The Structure of Two Solid Zinc Dipicolinate Complexes”. Thermochimica Acta 423 (1993) 149-157. Saravanan, K. and Govindarajan, S. “Dipicolinate complexes of main group metals with hydrazinium cation”. Proc. Indian Acad Sc 114 (2001) 25-36. Pavia, D., Lampman, P., Kriz, G, G., Vyvyan, J. Introduction to Spectroscopy. Fourth Edition, Brooks/Cole. Cengage Learning. USA. (2009). Çolak, A. T., Çolak, Y., Okan Z., Büyükgüngör, O. “Synthesis, structural characterization of zinc(II)-pyridine-2,5-dicarboxylate complexes and self-assembled 1D water cluster in a s upramolecular architecture”. Polyhedron 29 (2010) 2127-2133. Çolak, A. T., Pamuk, G., Okan Z., Yeşilel, O.Z., Yüksel, F. “Hydrothermal synthesis and structural characterization of Zn(II)- and Cd(II)-pyridine-2,3-dicarboxylate 2D coordination polymers, {(NH 4 ) 2 [M(µ-pydc) 2 ]∙2H 2 O} n ”. Solid State Sciences 13 (2011) 2100-2104. Nakamoto, K. Infrared and Raman Spectra of Inorganic and Coordination Compound Third Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. (1986). Nurhayati, A., Abdulgani, N., Febrianto, R. “Uji Toksisitas Ekstrak Eucheuma Alvarezii terhadap Artemia Salina sebagau Uji Pendahuluan Potensi Antikanker”. Akta Kimindo, 2 (2006) 41-46.
7