Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang NBA dengan Teknik Ozonisasi dan Modifikasinya dengan Ligan Etilendiamin Dwi Endah Rachmawati, Prof. Endang Asijati, W., M.Sc dan Dr. Helmiyati, M.Si Departemen Kimia, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected]
Abstrak Modifikasi serat rayon dengan etilendiamin (EDA) tidak dapat dilakukan secara langsung. Pada penelitian ini, dilakukan pencangkokan glisidil metakrilat (GMA) sebagai perantara serat rayon dengan ligan etilendiamin. Sebelumnya serat rayon diikat silang dengan N,N’-metilenbisakrilamida (NBA) untuk meningkatkan ketahanan fisik maupun kimia. Proses ikat silang maupun pencangkokan diinisiasi dengan pretreatment teknik ozonisasi. Kinetika pencangkokan dipelajari untuk mengetahui hubungan laju pencangkokan dengan konsentrasi GMA/ozon. Serat tercangkok kemudian dimodifikasi dengan EDA pada kondisi optimum. Kondisi optimum pencangkokan GMA pada serat rayon terikat silang melalui teknik ozonisasi yaitu pada suhu 70oC, waktu reaksi 150 menit, dan konsentrasi GMA 5% menghasilkan persen pencangkokan 202,76%. Pada proses modifikasi, reaksi pembukaan cincin gugus epoksi oleh amina memiliki kondisi optimum yaitu pada suhu 80OC, waktu reaksi 4 jam, dan konsentrasi EDA 30%. Persen konversi gugus epoksi yang dihasilkan yaitu sebesar 67,72% mol dan diperoleh kapasitas pertukaran ion sebesar 4,88 mek/gram. Proses ikat silang, pencangkokan, dan modifikasi dikarakterisasi dengan FTIR. Dilakukan pula uji derajat pengembangan serat dan ketahanan terhadap asam dan basa untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia serat. Keywords: rayon, glycidil methacrylate (GMA), N,N’-methylenebisacrylamide (NBA), ozonation, ethylenediamine (EDA)
1. PENDAHULUAN Studi mengenai kopolimerisasi cangkok monomer vinil pada serat selulosa telah banyak dilakukan. Pemilihan selulosa sebagai rantai utama (backbone) polimer didasarkan pada ketersediaannya yang mudah, biaya yang relatif murah, kapasitas adsorpsi yang baik, dan sebagainya [1]. Salah satu jenis selulosa yang dapat digunakan sebagai rantai utama yaitu serat rayon. Serat rayon merupakan serat semi sintesis yang dibuat dari serat alami selulosa dan memiliki unit berulang lebih panjang daripada selulosa alami. Serat rayon disenangi karena bentuknya yang memudahkan membandingkan polimerisasi pencangkokan asam akrilat pada serat rayon dengan inisiator radiasi-γ dan bahan kimia ceric ammonium nitrate (CAN). Hasilnya, diperoleh bahwa metoda radiasi-γ menghasilkan persen pencangkokan yang lebih besar serta lebih baik ketahanan termalnya dibandingkan dengan menggunakan CAN [4]. Pencangkokan asam akrilat pada serat rayon terikat silang N,N’-Metilenbisakrilamida (NBA) dengan teknik ozonisasi telah dilakukan. Teknik ozonisasi ini memberikan hasil keberulangan yang baik, lebih sederhana pengerjaannya dibandingkan teknik radiasi, dan dapat diatur persen pencangkokan yang diinginkan [5]. Selain itu, ozonisasi merupakan metode inisiasi termal yang memiliki banyak kelebihan yaitu membentuk peroksida yang terdistribusi seragam pada permukaan polimer, memiliki keberulangan yang baik, relatif murah, kondisi pencangkokan dapat dikontrol, serta dapat
pemisahan kembali adsorben dari matriks sampel yang berupa cairan. Selain itu, adanya gugus hidroksi menyebabkan serat rayon memberikan respon yang baik dalam interaksinya dengan cairan maupun gas [2]. Akan tetapi, serat rayon kurang baik ketahanannya terhadap asam maupun basa sehingga perlu dilakukan proses ikat silang (crosslink). Proses ikat silang maupun kopolimerisasi biasanya didahului oleh tahap inisiasi. Tahap inisiasi dapat dilakukan dengan menggunakan fotokatalis UV [3], reaksi kimia reduksi-oksidasi (redoks), radiasi [4], maupun inisiator termal [5]. Kaur et al. telah diaplikasikan pada permukaan polimer yang memiliki geometri rumit [6]. Pada proses ikat silang, N,N’metilenbisakrilamida (NBA) digunakan sebagai agen pengikat silang. NBA memiliki dua gugus ikatan rangkap sehingga dapat mengikat silang polimer rayon yang menyebabkan naiknya tingkat kekakuan. Ikat silang bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik maupun sifat kimia serat rayon. Dengan demikian, serat rayon yang akan dicangkok dengan monomer fungsional memiliki ketahanan yang lebih baik. Glisidil metakrilat (GMA) merupakan monomer yang memiliki dua gugus fungsi, yaitu vinil dan epoksida. Dengan adanya kedua gugus fungsi tersebut, GMA banyak digunakan pada modifikasi polimer sebagai penghubung antara rantai utama polimer dengan gugus kelat. GMA telah berhasil dicangkokkan pada kanji maupun turunan selulosa seperti carboxy methyl cellulose (CMC) dengan
Pencangkokan gma..., Dwi Endah Rachmawati, FMIPA-UI, 2013
pertukaran ion serat termodifikasi diukur untuk mengetahui jumlah gugus aktif yang terdapat pada permukaan serat. Gambaran umum reaksi keseluruhan tercantum pada Gbr 1. Serat rayon awal maupun yang telah dimodifikasi dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR. Selain itu, serat rayon awal, serat rayon terikat silang, dan serat rayon setelah pencangkokan diamati perubahan sifat fisika maupun sifat kimianya. Parameter yang diuji yaitu derajat pengembangan (swelling) serta ketahanan terhadap asam dan basa.
fotoinisiator UV. Agar diperoleh pencangkokan yang optimum, perlu diteliti kondisi optimum yang meliputi suhu, waktu, dan konsentrasi GMA. Serat rayon terikat silang NBA yang telah dicangkok GMA (serat rayon-g-GMA) kemudian dimodifikasi dengan cara direaksikan dengan ligan etilendiamin. Gugus epoksi pada GMA akan mengalami reaksi pembukaan cincin karena bereaksi dengan gugus amina pada etilendiamin. Hasil sintesis dari serat termodifikasi ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai resin penukar ion. Kapasitas
__
__
O3
O __OH
__O
__
O
__
O __OH
Ozonisasi O
O N H
Proses Ikat Silang
NBA
O __OH
__
__
__O
__
O
N H
O3
__ O __OH GMA
O
O
Pencangkokan GMA
O
H2N
__
NH
O
OH
O
O
O -(__)n O
__
__
O -(__)n O
__
NH2
__
H2N
__
__
EDA
__
__
-(__)-
O
n
O
HO
n
O
__
O
O
Reaksi Aminasi
-(__)-
O
O
HN
NH2
Gbr 1. Skema reaksi modifikasi serat rayon
2. METODE PENELITIAN 2.1. Persiapan Serat Rayon Serat rayon (PT Indho-Barat Rayon) diekstrak dalam soxlet dengan pelarut n-heksana selama 3 jam. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60OC selama 4 jam.
2.2. Proses Pembentukan Serat Rayon Terikat Silang Sebanyak 4,00 gram serat rayon dimasukkan ke dalam tabung impinger untuk diozonisasi selama 90 menit dengan laju alir 1L/menit. Serat yang telah diozonisasi kemudian ditambahkan larutan monomer NBA 5% (w/v) dalam pelarut metanol:air (1:9) [7]. Lalu tabung dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 80OC selama 3,5 jam sambil dialiri gas N2.
Pencangkokan gma..., Dwi Endah Rachmawati, FMIPA-UI, 2013
Serat rayon terikat silang yang terbentuk kemudian dicuci dengan aquades panas dan dingin sampai larutan pencuci jernih. Kemudian diekstraksi dengan soxlet dengan pelarut monomer selama 2 jam. Terakhir, produk yang dihasilkan tersebut dikeringkan dalam oven sampai massa konstan. Persen pencangkokan dihitung dengan menggunakan rumus umum sebagai berikut.
yang menetes, lalu ditimbang. Derajat pengembangan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
W2 = massa serat setelah direndam W1 = massa serat sebelum direndam 2.7. Uji Ketahanan terhadap Asam dan Basa
W = massa serat rayon terikat silang W0 = massa serat awal 2.3. Optimasi Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang Sebanyak 0,50 gram serat terikat silang diozonisasi kembali pada laju alir 1 L/menit selama 60 menit. Konsentrasi monomer GMA yang divariasikan sejumlah 3%, 4%, 5%, dan 6% (v/v) dilarutkan dalam pelarut metanol:air (4:6) [8] hingga volumenya 25 ml. Reaksi dilakukan pada variasi suhu 50OC, 60OC, 70OC, dan 80OC selama variasi waktu 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit. Produk yang terbentuk untuk selanjutnya disebut serat rayon-g-GMA. 2.4. Modifikasi Serat Etilendiamin [9]
Rayon-g-GMA
oleh
Sebanyak 0,40 gram serat rayon-g-GMA direndam dalam etilendiamin 30% (v/v) dalam pelarut aquades. Kemudian dipanaskan sambil terus diaduk pada suhu 80OC selama 4 jam. Serat termodifikasi lalu dicuci dengan aquades hingga netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60OC hingga bobot konstan. 2.5. Penentuan Kapasitas Pertukaran Ion
Sebanyak 0,1 gram serat rayon termodifikasi etilendiamin direndam dalam 25 ml HCl 1 N selama 2 jam. Setelah penyaringan, diambil 5 ml filtrat dan diencerkan hingga kira-kira 50 ml. Kadar asam yang tersisa dalam larutan tersebut diukur melalui titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandardisasi dengan menggunakan indikator phenol phtalein (PP). Kadar amina total pada polimer dihitung dari selisih asam total dikurangi asam sisa reaksi dengan serat termodifikasi. Kadar amina total inilah yang diukur sebagai kapasitas pertukaran ion. 2.6. Penentuan Derajat Pengembangan Serat Derajat pengembangan serat ditentukan dengan merendam sejumlah tertentu serat termodifikasi ke dalam air demineral selama 1 jam. Kemudian disaring dan didiamkan selama 30 menit sampai tidak ada air
Serat termodifikasi diuji ketahanannya terhadap kondisi asam dan basa dengan cara merendam serat dalam larutan HCl 2 N dan NaOH 2 N selama 1 jam pada suhu ruang. Kemudian dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan. Selanjutnya perubahan berat antara berat awal dan berat akhir serat diamati.
2.8. Karakterisasi dengan FTIR Serat rayon awal, serat rayon terikat silang, serat rayon-g-GMA, dan serat rayon termodifikasi EDA diencerkan dengan pelet KBr, lalu dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengaruh Variasi Suhu terhadap Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang Optimasi suhu pencangkokan dilakukan untuk memperoleh persen pencangkokan GMA yang paling besar berdasarkan variasi suhu. Pengaruh suhu pencangkokan terhadap persen pencangkokan dapat dilihat pada Gbr 2. Suhu optimum pencangkokan GMA pada serat rayon yaitu pada 70OC. Semakin tinggi suhu, maka persen pencangkokan semakin besar hingga titik tertentu. Hal ini dapat disebabkan karena semakin banyak jumlah gugus peroksida dan hidroperoksida yang berubah menjadi radikal sehingga semakin banyak pula gugus vinil pada monomer GMA yang diserang. Akibatnya, kopolimer semakin banyak yang terbentuk. 3.2. Pengaruh Variasi Waktu terhadap Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang Pengaruh variasi waktu terhadap persen pencangkokan tercantum pada Gbr 3. Persen pencangkokan meningkat seiring bertambahnya waktu reaksi hingga menit ke-150, kemudian menurun kembali pada waktu reaksi yag lebih lama. Hal ini dapat disebabkan karena semakin lama waktu
Pencangkokan gma..., Dwi Endah Rachmawati, FMIPA-UI, 2013
reaksi, maka interaksi monomer radikal dengan situs aktif pada serat rayon terikat silang semakin besar. Menurunnya kembali persen pencangkokan pada waktu reaksi yang lebih lama dapat disebabkan karena terminasi tidak dapat balik dari reaksi kopling radikal. Kemungkinan lainnya yaitu karena rantai polimer yang sedang tumbuh saling menghancurkan satu sama lain yang menyebabkan homopolimerisasi reaksi radikal monomer dan backbiting radikal aktif [10].
meningkatnya konsentrasi GMA hingga konsentrasi GMA 5%. Semakin banyak monomer yang tersedia, semakin besar peluang reaksi monomer tersebut dengan gugus aktif pada serat rayon terikat silang. Sebaliknya, semakin sedikit monomer, maka proses pencangkokan akan berjalan lebih lambat. Menurunnya persen pencangkokan pada konsentrasi 6% dapat disebabkan menurunnya kemampuan monomer untuk berdifusi. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar permukaan rayon telah tertutup oleh monomer tercangkok. selain itu, struktur GMA yang sterik dapat juga mengakibatkan semakin sulitnya proses difusi tersebut. persen pencangkokan yang diperoleh yaitu sebesar 202, 765. 3.4. Modifikasi Etilendiamin
Serat
Rayon-g-GMA
oleh
Pada reaksi pembukaan cincin epoksi oleh etilendiamin, diperoleh persen konversi gugus epoksi sebesar 67,72%. Hal ini menandakan bahwa terdapat gugus epoksi pada GMA yang tidak bereaksi. Reaksi yang terjadi terdapat pada Gbr 5. Gbr 2. Pengaruh suhu pencangkokan O O O
+ H2N
NH2
O O
Gbr 3. Pengaruh waktu pencangkokan HO
NH
NH2
Gbr 5. Reaksi pembukaan cincin epoksi GMA oleh EDA Reaksi yang belum sempurna dapat disebabkan karena kemampuan EDA untuk berdifusi belum cukup untuk dapat berinteraksi dengan seluruh gugus epoksi pada GMA. Selain itu, dapat disebabkan karena faktor sterik GMA yang menghalangi EDA untuk berdifusi ke molekul GMA yang posisinya lebih dalam. Gbr 4. Pengaruh konsentrasi monomer GMA
3.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi terhadap Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang Pengaruh variasi konsentrasi GMA dapat dilihat pada Gbr 4. Diperoleh informasi bahwa persen pencangkokan meningkat seiring dengan
3.5. Kapasitas Pertukaran Ion Kapasitas pertukaran ion berhubungan dengan jumlah gugus-gugus aktif yang ada pada permukaan zat penukar ion. Semakin banyak jumlah gugus aktifnya maka kapasitas pertukarannya juga bertambah. Kapasitas pertukaran ion juga berhubungan dengan kemudahan proses transfer ion, dari larutan bulk ke permukaan serat rayon dan sebaliknya. Raksi yang terjadi yaitu sebagai berikut.
Pencangkokan gma..., Dwi Endah Rachmawati, FMIPA-UI, 2013
Tabel 1. Derajat pengembangan
Jenis Serat Kapasitas pertukaran ion yang diperoleh yaitu sebesar 4,88 mek/gram. 3.6. Derajat Pengembangan Serat Derajat pengembangan serat dalam air dapat didefinisikan sebagai banyaknya molekul air yang dapat masuk ke dalam matriks serat rayon per gram serat. Derajat pengembangan serat perlu diperhatikan terkait dengan aplikasinya sebagai penukar ion. Jika derajat pengembangan serat terlalu besar, akan menimbulkan efek blocking pada kolom, sehingga dapat mengganggu mekanisme pertukaran ionnya. Derajat pengembangan serat dipengaruhi oleh pelarut, suhu, dan gugus fungsional yang tercangkok [4]. Derajat pengembangan serat ditentukan oleh sejauh mana interaksi yang terjadi antara pelarut dengan gugus hidroksil pada serat. Derajat pengembangan serat rayon yang besar diperkirakan karena air masuk melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil pada serat rayon. Selain itu, nilai konstanta dielektrik pelarut juga memiliki efek yang besar terhadap kemampuan swelling pada serat [10].
Serat rayon Serat rayon terikat silang Serat rayon-g-GMA
Derajat Pengembangan (%) 113,25 63,64 50,61
Pada Tabel 1, terlihat bahwa serat rayon terikat silang NBA memiliki derajat pengembangan yang lebih kecil daripada serat rayon asli. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya gugus hidroksil pada serat. Selain itu, adanya ikat silang membuat serat rayon semakin rapat sehingga jumlah air yang masuk semakin kecil. Adapun menurunnya derajat pengembangan serat rayon tercangkok GMA dapat disebabkan karena struktur GMA yang sterik. 3.7. Karakterisasi Spektrofotometer Transform Inframerah (FTIR)
Fourier
Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk menentukan gugus fungsi yang terdapat pada serat. Selain itu, juga untuk memastikan terjadinya reaksi pembentukan ikat silang, pencangkokkan GMA, dan reaksi pembukaan cincin epoksi oleh EDA.
Gbr 6. Spektrum FTIR untuk serat rayon awal
Pencangkokan gma..., Dwi Endah Rachmawati, FMIPA-UI, 2013
Gbr 7. Spektrum FTIR untuk serat rayon terikat silang
Gbr 8. Spektrum FTIR untuk serat rayon-g-GMA (hitam) dan serat rayon-g-GMA-EDA (abu-abu)
Gbr 6 menunjukkan spektrum dari serat rayon awal. Pita serapan yang melebar pada daerah bilangan gelombang 3300-3500 cm-1 merupakan serapan vibrasi rentangan gugus OH. Serapan pada bilangan gelombang 2918 cm-1 1380 cm-1 merupakan serapan vibrasi rentangan dan tekuk gugus C-H. Serapan pada bilangan gelombang 1274 cm-1 merupakan vibrasi rentangan dari C-O. Serapan pada bilangan gelombang 1058 cm-1 merupakan serapan vibrasi rentangan asimetri dari gugus C-O-C. Serapan pada bilangan gelombang 897 cm-1 merupakan serapan vibrasi rentangan dari gugus C-C. Perbedaan mencolok antara spektrum serat rayon asli dengan serat rayon terikat silang terdapat pada bilangan gelombang 1544 cm-1 yang tidak terdapat pada serat rayon asli yang ditunjukkan oleh Gbr 7. Spektrum ini menunjukkan adanya gugus amida sekunder pada NBA yang biasanya terdapat pada panjang gelombang 1550-1510 cm-1. Hal ini
membuktikan bahwa telah terbentuk ikat silang oleh NBA. Pencangkokan monomer GMA pada serat rayon terikat silang NBA terlihat pada Gbr 8. Serapan pada bilangan gelombang 1725 cm-1 menunjukkan adanya gugus fungsi ester, dan serapan pada bilangan gelombang 840 cm-1 dan 755 cm-1 menunjukkan gugus eter epoksi, yang menunjukkan keberhasilan pencangkokan monomer GMA, yang tidak ditemukan pada rayon terikat silang NBA. Selain itu, ditunjukkan pula keberhasilan reaksi aminasi, yaitu menghilangnya gugus epoksi yang menunjukkan terbukanya cincin epoksi. Bilangan gelombang 1550 cm-1 menunjukkan adanya N-H tekuk dari etilendiamin.
4. KESIMPULAN Pencangkokan GMA pada serat rayon terikat silang telah berhasil dilakukan dan diperoleh persen
Pencangkokan gma..., Dwi Endah Rachmawati, FMIPA-UI, 2013
pencangkokan sebesar 202,76%. Modifikasi serat rayon oleh ligan etilendiamin menghasilkan persen konversi gugus epoksi yang bereaksi dengan EDA sebesar 67,72%. Kapasitas penukar ion yang diperoleh yaitu 4,88 mek/gram. Perubahan sifat fisik dan kimia antara serat awal dan serat termodifikasi diamati melalui uji derajat pengembangan dan uji ketahanan terhadap asam dan basa. Hasilnya diperoleh bahwa serat termodifikasi memiliki derajat pengembangan yang lebih kecil serta ketahanan terhadap asam dan basa yang lebih baik dibandingkan dengan serat awal.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada PT Indho-Barat Rayon atas pemberian serat rayon sebagai bahan baku penelitian ini.
DAFTAR ACUAN [1] R.C. Sun, Cereal straw as a resource for sustainable biomaterials and biofuels chemistry, extractives, lignins, hemicelluloses and cellulose, Elsevier, Oxford (2010). [2] W. Li, et al., Esterification crosslinking structures of rayon fibers with 1,2,3,4butanetetracarboxylic acid and their waterresponsive properties, Carbohydrate Polymers 71 (2008) 574–582. [3] Y. Yuan, et al., Grafting sulfobetaine monomer onto the segmented poly(ether-urethane) surface to improve hemocompatibility, J. Biomater. Sci. Polym. Ed. 13 (2002) 1081–1092.
[4] I. Kaur, R. K., Neelam, A comparative study on the graft copolymerization of acrilic acid onto rayon fiber by a ceric ion redox system and a γradiation method, Carbohydrate Research 345 (2010) p2164-2173. [5] R. A. Nastiti, Pembuatan serat rayon terikat silang N,N’-Metilendiakrilamida (NBA) sebagai matriks pencangkokan asam akrilat (AA) dengan metode ozonasi, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok (2011). [6] Y. Yuan, et. al., Surface modification of SPEU films by ozone induced graft copolymerization to improve hemocompatibility, Colloids and Surfaces. B: Biointerfaces 29 (2003) 247–256. [7] A. Jyo, et al., Preparation of phosphoric acid resin with large cation exchange capacities from macroreticular poly(glycidyl methacrylate-codivinylbenzene) beads and their behaviour in uptake of metal ion, J. Appl. Polym. Sci. 63 (1997) 1327-1334. [8] L. Mubarokah, Variasi pelarut pada pencangkokan glisidil metakrilat (GMA) pada serat terikat silang N,N’-metilendiakrilamida (NBA) dan modifikasinya dengan asam iminodiasetat (IDA) serta karakterisasinya sebagai penukar ion, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Indonesia, Depok (2009). [9] G. Bayramoğlu, M. Y. Arica, Ethylenediamine grafted poly(glycidylmethacrylate-comethylmethacrylate) adsorbent for removal of chromate anions, Separation and Purification Technology 45 (2005) 192–199. [10] A. S. Singha dan A. K.Rana, Kinetics of graft copolymerization of acrylic acid onto Cannabis indica fibre, Iranian Polymer Journal 20(2011) 913-929.
Pencangkokan gma..., Dwi Endah Rachmawati, FMIPA-UI, 2013