ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE KOOPERATIF BERBANTUAN MEDIA PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI NGAGLIK 04 KOTA BATU Yudhi Herdianto SDN Ngaglik 04 Kota Batu
[email protected] Abstrak: Tujuan pendidikan IPA adalah meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan, kebanggaan nasional, dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, memahami dan mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA (Sains) dan saling keterkaitannya, menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah, dan mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari siswa. Penelitian ini bertujuan membangkitkan minat balajar dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan penggunaan media pembelajaran yang menarik. Dengan menggunakan metode kooperatif dapat meningkatkan minat belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu pada siklus I dengan 61% dan pada siklus II 82%; (2). Penggunaan media yang tepat dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan hasil pengamatan yang menunjukkan partisipasi aktif siswa selama proses pembelajaran dan rata-rata jawaban siswa dari hasil wawancara yang menyatakan bahwa siswa merasa senang dengan penggunaan metode kooperatif berbantuan media sehingga mereka lebih termotivasi untuk belajar. Kata kunci : pembelajaran kooperatif, media
Pembelajaran IPA (Sains) di Sekolah Dasar bertujuan mempelajari perilaku kehidupan benda dan energi serta keterkaitan konsep dan penerapannya dalam kehidupan nyata. Pembelajaran IPA (Sains) di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa dapat meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan, kebanggaan nasional, dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, memahami dan mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA (Sains) dan saling keterkaitannya, menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah, dan mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. (Depdikbud,1993:1) Menurut UUSPN No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu disiplin ilmu yang dapat membantu mengembangkan potensi siswa dalam proses belajar yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Nasution dan Budiastra (Dalam Ekawati, 2010: 8) mendefinisikan; “IPA sebagai pendekatan untuk mengerti kejadian-kejadian yang langsung di alam semesta. Mengubah kejadian yang sangat kompleks menjadi lebih sederhana. Jadi yang perlu diperhatikan disini bahwa IPA cenderung untuk menyederhanakan kejadian-kejadian yang kompleks di alam semesta kedalam begian-bagian yang lebih kecil dan sederhana sehingga lebih mudah untuk mempelajarinya dan lebih mudah di mengerti” Dengan demikian untuk menciptakan pembelajaran yang tepat dibutuhkan suatu formula bentuk pembelajaran yang utuh dan tentu saja menyeluruh dalam arti proses belajar melibatkan aktivitas siswa. Menurut Kauchak dan Eggen (dalam Prihatiningsih) pembelajaran kooperatif
617
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Begitu juga Slavin (dalam Prihatiningsih 2003) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang merupakan gabungan murid-murid yang berbeda kemampuan, menggunakan berbagai macam aktifitas pembelajaran guna meningkatkan pemahaman mereka terhadap suatu subyek. Setiap angota tim tidak hanya bertanggung jawab untuk mempelajari apa yang diajarkan, tapi juga membantu teman setimnya untuk belajar.Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dan anggota kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain (Wahyudi Siswanto. Subanji. 2010). Setelah berakhirnya proses pembelajaran biasanya diperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi pembelajaran. Dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak dari proses belajar(Dimyati, 1999:3 dalam Purwanto J-TEQIP; 2010). Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang berasal dari proses belajar hal ini sejalan dengan Sudjana(1999:25) yang mengemukakan bahwa belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku atau ketrampilan yang berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan aspek lain lewat serangkaian kegiatan membaca, mengamati, mendengar, menulis dan lain-lain. Hasil belajar dapat digolongkan pada hasil yang bersifat penguasaan sesaat dan penguasaan berkelanjutan. Pengetahuan sesaat contohnya pengetahuan tentang fakta, teori, istilah-istilah pendapat dan sebagainya. Hasil belajar berkelanjutan harus dilakukan secara terus menerus dalam hampir setiap kegiatan belajar. Penguasaan berkelanjutan misalnya ketrampilan tertentu dalam mengolah suatu produk, menyelesaikan perhitungan dan sebagainya. Dian Saputra(J-teqip:2011) Menurut kamus besar bahasa Indonesia Motivasi berarti Dorongan. Sedangkan menurut Roosita(1995: 102) Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakan seseorang untuk bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakan untuk melakukan sesuatu. Menurut Dahar (1985:8) motivasi berfungsi mengikat perhatian siswa, menggiatkan semangat belajar, menyediakan kondisi yang optimal untuk belajar. Motivasi juga dapat berfungsi untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, khususnya untuk menemukan jalan dalam mencapai tujuan belajar. Dalam hal ini diharapkan siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dalam kelompoknya mengenai materi pelajaran yang dipelajarinya. Berdasarkan penyebab timbulnya ada dua jenis motivasi yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi instrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu sedangkan motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari individu sendiri tanpa ada penegaruh tekanan dari luar individu.Motivasi instrinsik jauh lebih kuat dari pada motivasi ekstrinsik karena timbulnya motivasi instrinsik sepenuhnya disadari oleh individu yang terlibat tanpa desakan atau dorongan apapun. Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antara lain kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan mutu belajarnya, berusaha memperbaiki hasil mutu yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi mutu orang lain. Dengan demikian diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari laur, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan mateti itu dengan lebih baik. Jadi motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
618
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Karakteristik siswa kelas III sebagian besar kurang memilki semangat belajar terutama pada pelajaran IPA. Hal ini tentu tidak sebanding dengan semangat orangtuanya untuk membantu siswa belajar. Pembelajaran yang dilakukan selama kurang memanfaatkan media walau telah banyak media pembelajaran namun karena kurangnya pengetahuan guru dalam mengoprasikan peralatan/media belajar membuat guru kesulitan dalam belajar.Metode yang digunakan selama ini kurang dapat menyentuh pada pembelajaran yang memang diperlukan anak-anak, dimana anak belajar terlihat apatis, bosan, dan tidak bersemangat.Sadiman (2012: 7) berpendapat bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Berdasarkan batasan mengenai media di atas, maka dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada siswa kelas III SDN Ngaglik 04 Kecamatan Batu, diperoleh informasi bahwa penguasaan konsep dan pemahaman meteri penghematan energi mata pelajaran IPA pada siswa kelas III SDN Ngaglik 04 masih rendah karena belum mencapai KKM (Kriteia Ketuntasan Minimal). KKM untuk mata pelajaran IPA KELAS III SDN Ngaglik 04 adalah 7,00. Dari 23 siswa yang ada hanya 10 siswa atau 43 % yang memenuhi KKM. Keadaan ini diduga disebabkan oleh ketidak efektifan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan guru. guru belum menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didik, sehingga berdampak kurangnya minat bulajar siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. Kurang minatnya siswa dalam pembelajaran IPA juga dipengaruhi oleh kurang menariknya media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian dengan ciri-ciri (1) mempunyai latar alamiah sebagai sumber data langsung yakni situasi kelas penelitian bersifat wajar sebagaimana adanya tanpa dimanipulasi; (2) lebih mementingkan proses daripada hasil karena hal-hal yang diteliti akan terlihat jelas dalam proses; (3) analisis data secara mendalam; (4) merupakan hal yang esensial karena perhatian peneliti terpusat pada siswa Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menelusuri dan mendapatkan gambaran secara jelas tentang fenomena yang tampak selama pembelajaran berlangsung. Fenomena yang dimaksud adalah situasi kelas dan perilaku siswa yang berkaitan dengan kemampuan bekerja ilmiah selama proses pembelajaran. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yaitu suatu proses yang dinamis dimana keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi harus dipahami bukan sebagi langkah-langkah yang statis, terselesaikan dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan momen-momen dalam bentuk spiral yang menyangkut perencanaan, tindakan, pengamatan,dan refleksi (Kemmis & Mc Taggart, 1993).. Dalam hal ini Penelitian tindakan bukan berarti penelitian yang dilanjutkan dengan tindakan atau kegiatan tindakan yang diikuti oleh penelitian, melainkan tindakan sambil meneliti atau meneliti sambil bertindak. Penelitian Tindakan Kelas dapat diartikan sebagai penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki/meningkatkan mutu praktik pembelajaran (Arikunto, 2003:3). Untuk meningkatkan penguasaan materi pembelajaran Pendidikan IPA materi penghematan energi, maka dilaksanakan perbaikan dengan membimbing siswa yang kesulitan dalam mengerjakan soal, memotivasi keaktifan siswa dengan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan kebutuhan. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas III SDN Ngaglik 04 Kota Batu dengan jumlah siswa 23 orang, yang terdiri dari 11 laki-laki dan 12 perempuan mulai bulan Februari sampai
619
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang dibantu oleh teman sejawat. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan (@ 2 jam pelajaran x 35 menit). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 19 Februari 2016 dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 11 Maret 2016. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya.Dalam penelitian ini peneliti terlibat secara langsung mulai dari awal sampai berakhirnya penelitian. Penelitian ini mengacu pada konteks (tempat) penelitian. Oleh karena penelitian dilaksanakan di dalam konteks kelas dan bertujuan memperbaiki praktik pembelajaran di kelas. Pelaksanaan penelitian berlangsung dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Siklus penelitian tindakan kelas tersebut dapat digambarkan pada Gambar.1. Perencanaan
Pelaksanaan
Refleksi
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
Pelaksanaan
Pengamatan
Penulis selaku peneliti melakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas melalui penggunaan media yang sesuai, sehingga membuat anak berminat dalam pembelajaran IPA. Sebagai bentuk kepedulian terhadap prestasi siswa.pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan dalam 2 siklus. Hasil Dan Pembahasan Dalam tahap perencanaan, pertama kali yang harus dilakukan adalah penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam penelitian ini,RPP dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi 4, “Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya dengan energi dan sumber energi”. Dengan Kompetensi Dasar ”Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan seharihari”. Kemudian dari standar kompetensi dan kompetensi dasar dikembangkan menjadi indikatorindikator, antara lain 1) Siswa dapat menjelaskan pentingnya menghemat energi; 2) Siswa dapat memberi contoh cara menghemat energi di lingkungan rumah, 3) Siswa dapat menerapkan cara menghemat energi di sekolah; 4) Siswa dapat menyebutkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari.
620
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Sesuai nengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat, peneliti melaksanakan pembelajaran terbagi dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam kegiatan inti proses pembelajaran terbagi menjadi tiga macam, yaitu kegiatan eksploraso, kegiatan kolaborasi, dan kegiatan konfirmasi.Dalam kegiatan eksplorasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) Mengamati video pentingnya menghemat energi; 2) Siswa mencatat hal penting tentang hemat energi; 3) Siswa memberikan contoh cara penghematan energi di rumah; 4) Guru menaggapi pendapat siswa; 5) Siswa mencatat beberapa cara penghematan energi di rumah. Dalam kegiatan elaborasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 2) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, berdiskusi kelompok, dan tanpa rasa takut; 3) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 4) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok. Dan pada kegiatan konfirmasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa; 2) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan. Pengamatan/ Pengumpulan data Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai bahan evaluasi. Dengan menggunakan teknik tes untuk mengukur hasil belajar berupa tes lisan, dan tes tertulis serta berupa non tes yaitu melalui pengamatan terhadap perilaku siswa selama pembelajaran. Dalam proses pembelajaran untuk mempermudah kegiatan iswa mengerjakan LKS yang disediakan guru dan mengerjakan beberapa pertanyaan berupa soal uraian, dan berdiskusi secara kelompok mengerjakan lembar pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan dari teman sejawat mengenai rancangan proses perbaikan pembelajarran, ditemukan beberapa kelemahan pada rencana perbaikan pembelajaran pada siklus pertama ,yaitu : a. Karena terlalu asyik menikmati video yang ditampilkan sehingga menyebabkan siswa lupa untuk mencatat hal-hal penting yang terdapat dalam video yang diputar; b. Guru tidak menyampaikan prosedur pengerjaan tugas kelompok yang seharusnya disampaikan dahulu sebelum siswa mengerjakan tugas kelompoknya. c. Penggunaan media video hanya memotivasi siswa untuk melihat videonya tetapi tidak pada isi sehingga pesan yang ada dalamnya kurang dapat tersampaikan, sehingga penggunaan media video dinilai kurang efektif d. Dalam diskusi kelompok tidak dapat dapat berjalan dengan efektif karena sebagian siswa lebih sibuk menceritakan apa yang ada dalam video, daripada mengerjakan tugas yang telah diberikan Berdasarkan refleksi siklus I, hal yang perlu diperbaiki adalah media pembelajaran yang digunakan dirubah agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif. Dalam tahap perencanaan, pertama kali yang harus dilakukan adalah penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam siklus II penelitian ini,RPP dikembangkan tetap berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sama dengan siklus I Sesuai nengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat, peneliti melaksanakan pembelajaran terbagi dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam kegiatan inti proses pembelajaran terbagi menjadi tiga macam, yaitu kegiatan eksploraso, kegiatan kolaborasi, dan kegiatan konfirmasi.Dalam kegiatan eksplorasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : Dengan bimbingan guru, siswa menutup semua jendela dengan kain hitam
621
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
G : “dengan ditutup semua jendela, kita ibaratkan ini adalah malam hari. Nah, anak anak ketika malam hari seperti ini energi apakah yang kita butuhkan untuk melihat benda di sekitar kita ? S : cahaya G : apa saja yang bisa digunakan sebagai sumber energi cahaya di malam hari S : “senter…”. S : “lilin…”. S : “lampu…”. G : nah, sekarang bapak bisa minta tolong menyalakan lampunya ? S : bisa pak. (salah satu siswa menghidupkan lampu dengan menekan saklar)....... G : ”Nah sekarang kita ibaratkan lagi kita berada di rumah, tepatnya didalam ruangan yang tertutup pada waktu siang hari. Dalam kondisi seperti ini apa yang kalian lakukan untuk menghemat energi?” S : ”buka pintunya pak” S : ”buka jendelanya pak” S : ”buka selambunya pak” G : ”nah sekarang kita coba, apakah dengan membuka pintu, jendela, dan tirainya kita bisa menghemat energi?” Beberapa siswa membuka pintu, dan tirai yang menutup jendela. G : ”dalam kondisi seperti sekarang ini, apakah kita sudah menghemat energi?” S : ”beluuum” G : ” kenapa kok belum?” S : ”karena lampunya masih nyala pak” (kemudian siswa mematikan lampunya) Karena kondisi ruangan yang kurang begitu terang kemudian Guru bertanya G : ”dari beberapa alat yang telah di sediakan, bagaimana kita bisa membuat ruangan ini lebih terang tanpa harus menggunakan energi listrik?” S : memasang kain putih dan memberikan alumunium foil Dalam kegiatan elaborasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 2) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, berdiskusi kelompok, dan tanpa rasa takut; 3) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 4) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok. Dan pada kegiatan konfirmasi, kegiatan yang dilakukan antara lain : 1) bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa; 2) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan Pengamatan/ Pengumpulan data Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai bahan evaluasi. Dengan menggunakan teknik tes untuk mengukur hasil belajar berupa tes lisan, dan tes tertulis serta berupa non tes yaitu melalui pengamatan terhadap perilaku siswa selama pembelajaran. Dalam proses pembelajaran untuk mempermudah kegiatan iswa mengerjakan LKS yang disediakan guru dan mengerjakan beberapa pertanyaan berupa soal uraian, dan berdiskusi secara kelompok mengerjakan lembar pengamatan. Ketuntasan Hasil belajar siswa Melalui hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa penggunaan metode kooperatif berbantuan media memiliki dampak positif dalam meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar
622
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
meningkat dari siklus I dan II) yaitu masing-masing 66,09 dan 75,22 Ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut : Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II Siklus
Prosentase siswa yang tuntas
Prosentase siswa yang tidak tuntas
Siklus I
61 %
39 %
Siklus II
82 %
18 %
90% 80% 70% prsentase siswa tuntas
60% 50%
40% presentase siswa tidak tuntas
30% 20% 10% 0% siklus I
siklus II
Gambar 1. Grafik presentase ketuntasan siklus I dan siklus II Aktifitas Guru Dan Siswa Dalam Pembelajaran
Gambar 2. Proses pembelajaran siklus I
623
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 2. Proses pembelajaran siklus II Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA tentang “Penghematan Energi” dengan penggunaan metode kooperatif berbantuan media yang paling dominan adalah diskusi antar siswa, antar siswa dengan guru, serta aktifitas siswa dalam “memanipulasi” media yang digunakan dalam proses pembelajaran. Siswa sangat dalam diskusi baik itu antar siswa, antara siswa dengan guru, serta keaktifan siswa dalam proses pembelajaran juga menunjukan motivasi yang tinggi. Kesimpulan dan Saran Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama Dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif dapat meningkatkan minat belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu pada siklus I dengan 61% dan pada siklus II 82%; (2). Penggunaan media yang tepat dapat meningkatkan motivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa hasil pengamatan yang menunjukkan partisipasi aktif siswa selama proses pembelajaran dan wawancara yang menyatakan bahwa siswa merasa senang dengan penggunaan metode kooperatif berbantuan media sehingga mereka lebih termotivasi untuk belajar. Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa , maka perlu disampaikan saran sebagai berikut: (1). Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA, guru hendaknya dapat memilih media pembelajaran yang sesuai yang sesuai, sehingga nantinya siswa mudah untuk memahami materi, menemukan pengetahuan baru, memperoleh ketrampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. (2). Perlu adanya
624
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
penelitian yang lebi lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di kelas III SDN NGAGLIK 04 Batu Tahun Pembelajaran 2015-2016. Daftar Rujukan Depdiknas. 2006. Permendiknas RI No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta:Depdiknas Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Mata Pelajaran IPA SD, Jakarta: Depdiknas.Haryanto, 2007. Sains untuk SD kelas V. Jakarta : Erlangga Nafsri,Luluk. 2014. Penerapan Strategi Smaal Group Discussion untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA siswa Kelas IVB Tanah Grogot j Teqip Tahun V nomer 1, Mei, (hal 55-61) Zubaidah, Siti, Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang: universitas Negeri Malang Marwan,2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Inkuiri Dengan Model Kooperatif Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains Dan Keterampilan Sosial Pada Siswa Sekolah Dasar, Prosiding Seminar Teqip 2015, Okober, (hal 594 – 605)
625
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENGEMBANGAN MEDIA SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PESAWAT SEDERHANA PADA SISWA KELAS VC SDN PENDEM 01 Nanik Endarwati, S.Pd Sekolah DasarNegeri Pendem 01 Email:
[email protected] Abstrak: Penelitian pengembangan ini bertujuan mengembangkan media pembelajaran sederhana untuk materi pesawat sederhana dengan memanfaatkan bahan limbah (bekas) yang melibatkan siswa dalam proses pembuatannya. Dari kegiatan ini diharapkan proses pembelajaran akan lebih menarik apabila peserta didik turut aktif dalam pembuatan media tersebut sehingga tercapai pemahaman yang baik tentang konsep pesawat sederhana, serta meningkatkan kreativitas dan juga sikap kepedulian terhadap lingkungan. Pengembangan media pembelajaran ini dilakukan dengan model 4-D. Secara singkat, tahapan dalam penelitian ini antara lain Define (Pendefinisian), Design (Perancangan), dan Develop (Pengembangan), Desimination (desiminasi). Pada tahap pendefinisian diperoleh informasi tentang kebutuhan yang ada di lapangan untuk membantu mengembangkan media pembelajaran sebelumnnya. Tahap Perencanaan dilakukan dengan merancang prototipe produk pengembangan. Prototipe diartikan sebagai rancangan awal yang merupakan bentuk dasar dari produk pengembangan. Selanjutnya pada tahap pengembangan dilakukan modifikasi prototipe produk yang dilakukan dengan melakukan evaluasi dan revisi sebelum menjadi produk yang efektif. Tahap desiminasi dilakukan uji coba terbatas pada siswa kelas VC SDN Pendem 01. Objek dalam penelitian ini adalah media pesawat sederhana. Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu subjek untuk validasi media dan pemahaman konsep materi serta subjek untuk uji coba terbatas. Validasi media dan pemaman konsep materi dilakukan oleh 2 guru kelas VA dan VB. Sedangkan uji coba terbatas dilakukan pada siswa kelas V-C SDN Pendem 01 yang terdiri dari 31 siswa. Uji coba I dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2016 untuk mengetahui kevalidan, kepraktisan dan keefektifan media. Uji coba 2 dilakukan pada tanggal 1 Maret 2016 untuk mengetahui kevalidan, kepraktisan dan keefektifan media setelah dilakukan perbaikan. Hasil Uji Coba I menunjukkan kevalidan media 3,30 dan pemahaman konsep 3,25 dan keefektifan 79,4. Pada Uji Coba II kevalidan media meningkat menjadi 3,95 dan pemahaman konsep 3,90 dan keefektifan 81,9. Sedangkan dari uji kepraktisan yang diperoleh dari angket siswa, media pesawat sederhana cukup praktis untuk digunakan setelah diadakan perbaikan pada uji coba II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media sederhana materi pesawat sederhana yang telah dikembangkan layak digunakan untuk siswa kelas V SDN Pendemdem 01. Kata Kunci: Media pembelajaran, pemahaman konsep, pesawat sedehana.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (DIKNAS, 2013). Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka beberapa prinsip pembelajaran yang digunakan adalah dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif.
626
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran sebagai berikut : 1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan bahas sendiri. 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif. 3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. 4. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa. 5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. 6. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (Tytler, 1996: 20). Dalam pembelajaran IPA seharusnya memberi kesempatan maksimal kepada siswa untuk mengembangkan kreatifitasnya, untuk mengemukakan pendapatnya atau berpikir tentang pengalamannya, mencoba gagasan baru serta mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. Untuk mencapai hal tersebut di atas maka dibutuhkan ketrampilan proses yang baik oleh seorang guru. Guru akan selalu membutuhkan alat bantu berupa media pembelajaran untuk menanamkan pemahaman yang baik kepada siswa. Tidak jarang guru juga melibatkan siswa untuk pengadaan media tersebut sehingga menambah pemahaman dan memacu kreativitas peserta didik. Dari hasil studi awal di lapangan, guru menyampaikan konsep tanpa disertai pemahaman yang cukup, demikian pula dengan media yang digunakan kurang menarik. Media yang disampaikan seringkali kurang dipamami oleh siswa karena guru jarang melibatkan siswa dalam penyedian media tersebut. Guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Siswa kurang terbiasa menggunakan daya nalarnya, tetapi justru terbiasa dengan cara menghafal. Siswa akan terpaku pada buku sumber saja sehingga kurang bisa mengaplikasikan konsep tersebut pada kehidupan sehari-hari. Ketrampilan proses kurang nampak dalam pembelajaran di sekolah dengan alasan untuk mengejar target kurikulum. Karena pemahaman konsep yang tidak cukup siswa seringkali mendapatkan nilai di bawah KKM. Hasil ulangan harian dari 31 siswa yang ada di kelas, hanya 18 siswa yang mendapatkan nilai di atas 67. Berdasarkan kondisi di atas, dipandang perlu adanya perbaikan terhadap proses pembelajaran di kelas. Penelitian dan pengembangan ini bertujuan mengembangkan media pembelajaran sederhana memanfaatkan bahan limbah (bekas) untuk membuat pesawat sederhana dengan melibatkan siswa dalam proses pembuatannya. Dari kegiatan ini diharapkan proses pembelajaran akan lebih menarik apabila peserta didik turut aktif dalam pembuatan media tersebut sehingga tercapai pemahaman yang baik tentang konsep pesawat sederhana, serta meningkatkan kreativitas dan juga sikap kepedulian terhadap lingkungan. Metodologi Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Menurut Gay (1990), penelitian pengembangan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah, dan bukan untuk menguji teori. Penelitian ini mengembangkan media pesawat sederhana yang terdiri dari pengungkit (pengungkit jenis I, II, III), bidang miring, katrol (katrol tetap dan katrol bebas) dan roda berporos. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Pendem 01, Kecamatan Junrejo, Kota Batu pada semester II tahun pelajaran 2015/2016 selama 5 minggu yang dimulai 9 Februari 2016 sampai 13 Maret Februari 2016. Objek dalam penelitian ini adalah media pesawat sederhana. Subjek dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu subjek untuk validasi media dan pemahaman konsep materi serta subjek untuk uji coba terbatas. Validasi media dan pemaman konsep materi dilakukan oleh 2 guru kelas VA dan VB. Sedangkan uji coba terbatas dilakukan pada siswa kelas V-C SDN Pendem 01 yang terdiri dari 31 siswa. Uji coba I dilaksanakan pada tanggal 16 Februari 2016 untuk mengetahui kevalidan, kepraktisan dan keefektifan media. Uji coba 2 dilakukan pada tanggal 1 Maret 2016 untuk mengetahui kevalidan, kepraktisan dan keefektifan media setelah dilakukan perbaikan. Prosedur pengembangan yang dilakukan merujuk pada model pengembangan 4-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, semmel dan semmel (Trianto, 2009) yang meliputi 4 tahap, yaitu define, design, develop, dan disseminate. Penelitian ini menggunakan pendekatan 4D yaitu Define (pendefinisian), Design (Perancangan), Develop (Pengembangan) dan Disseminate (desiminasi). Pada tahap pendefinisian diperoleh informasi tentang kebutuhan yang ada di lapangan untuk membantu mengembangkan media pembelajaran sebelumnnya. Tahap Perencanaan dilakukan
627
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dengan merancang prototipe produk pengembangan. Prototipe diartikan sebagai rancangan awal yang merupakan bentuk dasar dari produk pengembangan. Selanjutnya pada tahap pengembangan dilakukan modifikasi prototipe produk yang dilakukan dengan melakukan evaluasi dan revisi sebelum menjadi produk yang efektif. Tahap desiminasi dilakukan uji coba terbatas pada siswa kelas VC SDN Pendem 01. Validasi media dan penanaman konsep materi dilakukan oleh 2 guru kelas VA dan VB. Untuk mengukur tingkat kevalidan produk pengembangan, digunakan teknik analisis perhitungan nilai rata-rata. Penentuan teknik analisis nilai rata-rata berdasarkan pada pendapat dari Arikunto (2002: 216) yang menyatakan bahwa: ”untuk mengetahui peringkat nilai akhir untuk butir yang bersangkutan, jumlah nilah tersebut harus dibagi dengan banyaknya responden yang menjawab angket tersebut”. Rumus untuk menghitung nilai rata-rata adalah sebagai berikut: ̅=
∑
Keterangan: X = Nilai rata-rata ∑ = Jumlah total nilai jawaban dari validator N = Jumlah validator Pada penelitian ini, dimana 1 sebagai skor terendah dan 5 sebagai skor tertinggi. Penentuan rentang dapat diketahui melalui rentang skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi dengan skor tertinggi. Berdasarkan penentuan rentang tersebut diperoleh rentang 0,8. Adapun kriteria validitas analisis rata-rata yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Rata-rata 4,2 ≤ x ≤ 5 3,4 ≤ x < 4,2 2,6 ≤ x < 3,4 1,8 ≤ x < 2,6 1 ≤ x < 1,8
Tabel 1. Rata-rata Kriteria validasi Kriteria Validasi Sangat Valid/ dapat digunakan tanpa revisi Valid/ dapat digunakan tanpa revisi Cukup Valid/ dapat digunakan dengan sedikit revisi Kurang valid/ dapat digunakan dengan banyak revisi Tidak valid/ revisi total, belum dapat digunakan
Selanjutnya, uji kepraktisan dilaksanakan kepada 31 siswa kelas V-C, dengan tujuan untuk menguji tingkat kepraktisan produk pengembangan. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui tingkat kepraktisan produk pengembangan ini adalah angket. Uji keefektifan dilaksanakan kepada siswa 31 siswa kelas V-C. Uji keefektifan ini bertujuan untuk menguji apakah produk pengembangan sudah efektif. Untuk mengukur tingkat keefektifan produk pengembangan, dilihat dari perbandingan hasil tes siswa dari uji coba I dan II. Jika perolehan rata-rata hasil evaluasi belajar ≥ 67, maka diasumsikan media yang digunakan telah berhasil meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Hasil Validasi Media Setelah pelaksanaan uji coba I dan II, hasil validasi media dari dua guru kelas VA dan VB diuraikan dalam tabel 3 (terlampir) sebagai berikut: Hasil rata-rata dari validasi media pada uji coba I adalah 3,30. Hal ini menunjukkan bahwa media sederhana yang dibuat adalah cukup valid atau dapat digunakan dengan sedikit revisi. Untuk hasil lebih maksimal diadakan perbaikan pada uji coba II yaitu perbaikan pada bahan media pengungkit jenis I. Pada lengan kuasa dan lengan beban dari bahan sedotan diganti dengan batang bambu agar bisa menahan beban yang berat. Pada Pengungkit II dan III dilakukan perbaikan pada benang dan klip pada dinamometer buatan. Selanjutnya dilakukan perbaikan pada tempat untuk meletakkan beban sehingga beban tidak mudah keluar. Perbaikan media juga dilakukan pada katrol tetap dan katrol bebas, dimana bahan benang yang digunakan diganti dengan benang yang lebih besar sehingga memudahkan dalam pengoperasian. Selain itu, pada uji
628
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
coba II ini diadakan perbaikan tampilan media sehingga lebih menarik siswa. Hasil validasi media pada uji coba II adalah 3,95.
Validasi media
validasi media
4 3,5 3 2,5 uji coba I
uji coba II
Gambar 1. Hasil Validasi Media Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa validasi media pada uji coba I adalah 3,30 dan uji coba II adalah 3,95. Hal ini menunjukkan bahwa media sederhana yang digunakan adalah valid atau dapat digunakan tanpa revisi. Setelah diadakan validasi media, selanjutnya dilaksanakan validasi materi yaitu tentang pemahaman konsep siswa selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pengembanga media pesawat sederhana. Hasil validasi pemahaman konsep diuraikan dalam tabel 4 (terlampir) sebagai berikut : Pada uji coba I diperoleh hasil 3,25. Hal ini menunjukkan bahwa media sederhana yang dibuat adalah cukup valid atau dapat digunakan dengan sedikit revisi. Seperti dijelaskan pada uji validasi media pada uji coba I, media yang dibuat masih sedikit ditemukan kelemahan khususnya pada pengungkit dan katrol. Hal ini mempengaruhi pemahaman konsep yang diperoleh siswa. Selanjutnya pada uji coba II dilakukan perbaikan media sehingga diperoleh peningkatan hasil menjadi 3,90.
Validasi pemahaman konsep 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 Uji coba I
Uji coba II
Gambar 2. Hasil Validasi Pemahaman Konsep Siswa Berdasarkan gambar 2 dapat dikatakan bahwa penggunaan media sederhana dalam pembelajaran materi pesawat sederhana dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hal ini dibuktikan adanya peningkatan nilai rata-rata dari uji coba I yaitu 3,25 meningkat menjadi 3,90 pada uji coba II. Hasil nila rata-rata tersebut menunjukkan bahwa media sederhana yang dibuat itu adalah valid atau dapat digunakan dengan tanpa revisi.
629
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
2. Hasil Uji Kepraktisan Hasil uji kepraktisan diperoleh dari hasil angket dari 31 siswa kelas V-C, dengan tujuan untuk menguji tingkat kepraktisan produk pengembangan. Dari hasil angket diperoleh hasil sebagai berikut: - Siswa mudah untuk mendapatkan bahan yang digunakan untuk membuat media pesawat sederhana. Hal ini karena, bahan – bahan tersebut berasal dari bahan limbah (bekas) yang mudah dijumpai dalam kehidupan sehari. - Media yang digunakan ramah linggkungan karena siswa menggunakan limbah bekas sebagai bahan dasar pembuatan media - Media yang digunakan cukup aman untuk digunakan. - Siswa merasa mudah untuk membuat media pesawat sederhana karena pembuatannya cukup sederhana - Karena pembuatannya cukup sederhana, siswa hanya membutuhkan waktu yang tidak lama untuk pembuatan media. Pembuatan media dilakukan dalam satu kelompok. Kelompok masing – masing terdiri dari 5- 6 siswa. Masing –masing siswa mendapatkan tugas untuk membuat salah satu media dari keenam pesawat sederhana. - Media yang digunakan mudah untuk dioperasikan setelah diadakan perbaikan pada uji coba II - Media yang digunakan cukup praktis dari segi kemudahan untuk dipindahkan dan ukuran - Media yang digunakan cukup menarik dari segi bentik dan warna selah diaadakan perbaikan pada uji coba II 3. Hasil Uji Keefektifan Media Hasil uji kefektifan diperoleh dari hasil tes tulis uji coba I dan II. Masing-masing uji coba terdiri dari 2 pertemuan. Masing-masing pertemuan terdapat pre test dan post tes. Hasil uji kefektifan media dapat diuraikan pada tabel 6 (terlampir) sebagai berikut: Pada pra uji coba diperoleh hasil 66,6 sedangkan KKM yang harus dicapai adalah 67,0. Pada pra uji coba ini guru memberikan tes sebelum menggunakan media pesawat sederhana. Selanjutnya pada uji coba I penggunaan media, diperoleh peningkatan hasil menjadi 79,4. Setelah diadakan perbaikan media pada uji coba II diperoleh hasil 81,9.
Pemahaman konsep siswa 100 80 60 40 20 0 Pra uji coba
Uji coba I Uji coba II
Gambar 4. Hasil Pemahaman Konsep Siswa (Tes Tulis) Berdasarkan gambar 4 dapat disimpulkan bahwa media sederhana yang digunakan bisa meningkatkan pemahaman konsep siswa tentang pesawat sederhana. Hal ini dibuktikan peningkatan dari hasil tes pada tiap uji coba.
630
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Hasil Revisi Media NO UJI COBA I 1.
UJI COBA II
Pengungkit Jenis I :
-
2
Bahan sedotan yang diapakai untuk lengan beban dan lengan kuasa terlalu lentur sehingga tidak bisa menahan beban yang berat - Bahan karton yang digunakan terlalu tipis sehingga tidak bisa menahan beban dengan baik khususnya untuk karton yang berada pada titik tumpu - Bentuk tempat untuk meletakkan beban kurang tepat sehingga beban mudah keluar dari tempatnya - Warna media yang digunakan kurang menarik Pengungkit jenis II dan III
-
-
-
-
-
Pada lengan beban dan lengan
631
Bahan sedotan untuk lengan beban dan lengan kuasa diganti dengan batang bambu sehingga bisa menahan beban yang berat Bahan karton diganti dengan karton yang lebih keras yaitu dari bahan kardus makanan bekas sehingga bisa menopang beban Bentuk tempat dibentuk kotak sehingga beban tidak mudah keluar dari tempatnya Pengungkit buatan sudah diberikan warna yang lebih menarik
Pada lengan beban dan lengan kuasa diberikan sekatdengan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
-
-
3
-
-
Warna kurang menarik -
Pemberian warna media membuat tampilan lebih menarik
-
Benang yang digunakan sudah lebih besar sehingga memudahkan dalam pengoperasian Tampilan warna lebih menarik
Katrol tetap
-
Benang yang digunakan terlalu kecil sehingga agak sulit dalam pengoperasian
-
5
menggunakan karet, sehingga beban dan kuasa yang diberikan tidak bergeser Digunakan klip yang lebih besar sehingga dinamometer buatan tidak mudah terlepas dari lengan beban dan lengan kuasa Pemberian warna pada media sehingga tampilannya lebih menarik
Bidang miring
-
4
kuasa tidak ada sekat sehingga beban dan kuasa yang diberikan dari klip pada dinamometer buatan selalu bergeser Klip yang digunakan pada dinamometer buatan terlalu kecil sehingga mudah terlepas Tampilan warna media kurang menarik
Tampilan warna media kurang menarik Katrol Bebas
632
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
-
6.
-
Benang yang digunakan terlalu kecil sehingga agak sulit dalam pengoperasian
-
Tampilan dan warna kurang menarik
-
Benang yang digunakan sudah lebih besar sehingga memudahkan dalam pengoperasian Tampilan dan warna lebih menarik. Sebagai alternative lain, juga bisa digunakan yoyo bekas sebagai katrolnya
Roda Berporos
-
Tampilan dan warna kurang menarik
-
Tampilan dan warna lebih menarik
Simpulan Dan Saran Kesimpulan yang dapat diambil dari pengembangan media pembelajaran media sederhana materi pesawat sederhana ini adalah media sederhana materi pesawat sederhana yang telah dikembangkan layak digunakan. Hal ini karena penilaian dari para validator dan nilai tes siswa serta hasil observasi kegiatan siswa menunjukkan tanggapan yang positif. Dengan produk media sederhana materi pesawat sederhana yang telah dikembangkan, diharapkan siswa dapat lebih memahami konsep dengan baik, kreatif dan juga memiliki sikap kepedulian terhadap lingkungan. Beberapa saran sebagai masukan untuk perkembangan selanjutnya yang dapat disampaikan, antara lain: guru dapat memanfaatkan media pesawat sederhana yang telah dikembangkan ini untuk memberikan alternatif media untuk pengajaran materi pesawat sederhana, guru bisa membuat media sederhana dengan pemanfaatan limbah untuk materi lain. Daftar Rujukan Arikunto, Suharsimi. 2002. Metodologi Penelitan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Gay, L.R. (1991). Educational Evaluation and Measurement; Competencies for Analysis and Application Second edition. New York: Macmillan Publishing Compan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan dan Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Tytler, R.1996, Constructivism and Conceptual Change View of Learning in Science. MajalahPendidikan IPA: Khasanah Pengajaran IPA. Bandung: IMAPIPA
633
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN BANTUAN MEDIA MANIPULATIF MATERI SISTEM TATA SURYA DAN POSISI PENYUSUNANNYA DI KELAS VI SDN NGAGLIK 02 BATU Tri Pangestuti Guru SDN Ngaglik 02 Batu
[email protected] Abstrak: Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Ngaglik 02 tentang sifat tata surya. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran dengan menggunakan media manipulative tentang tata surya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus tindakan. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan atau 2 x 35 menit. Langkah penelitian adalah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI a SD Negeri Ngaglik 02 yang berjumlah 35 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 65 dengan persentase ketuntasan belajar 66 % dari rentangan nilai 0-100. Rata-rata siklus II adalah 75dengan persentase ketuntasan belajar 83% Hal ini menunjukkan terdapat peningktan hasil belajardari siklus I ke siklus II. Disimpulkan bahwa pembelajaran dengan bantuan media manipulatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Kata kunci : Prestasi belajar, media manipulatif
Proses belajar mengajar merupakan suatu sistem pembelajaran yang mengandung sejumlah komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran secara tuntas. Dalam mengembangkan suatu kegiatan belajar mengajar, guru tidak hanya memperhatikan materi, metode dan evaluasi saja, tetapi harus memperhatikan terciptanya proses pembelajaran yang membelajarkan siswa (pembelajaran aktif/active learning). Menurut Sardiman dalam (Mudin 1999:2) dalam pelaksanaan belajar secara aktif pada guru akan terlihat adanya usaha mendorong dan membina gairah belajar/partisipasi secara efektif. Guru perlu mampu menjalankan fungsi/peranan sebagai guru inkuiri. Guru tidak mendominir kegiatan dan proses belajar siswanya. Memberi kesempatan kepada siswanya untuk belajar menurut keadaan, cara. dan kemampuan masing-masing. Menggunakan berbagai jenis strategi belajar mengajar serta pendekatan multimedia. Berdasarkan hasil observasi awal di lapangan diketahui bahwa proses pembelajaran yang berlangsung di Kelas VI SDN Ngaglik 02 Kota Batu saat ini masih dominan menggunakan metode ceramah. Guru masih belum tepat memilih metode dan media yang sesuai, sehingga menyebabkan siswa kurang aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Demikian pula halnya dengan prestasi siswa belum mencapai ketuntasan ( 71 ). Untuk meningkatkan orkestrasi pembelajaran IPA di atas diperlukan situasi kondusif agar proses pembelajaran berlangsung ideal dengan sebanyak mungkin melibatkan siswa ( Student Centre Learning ) Salah satu komponen dalam pembelajaran berbasis siswa aktif adalah tersedianya media manipulatif Media manipulatif digunakan dalam pembelajaran karena dapat meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar siswa. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli, alat peraga manipulatif (manipulative) merupakan benda-benda, alat-alat, model, atau mesin yang dapat digunakan untuk membantu dalam memahami selama proses pemecahan masalah yang berkaitan dengan suatu konsep atau topik IPA.Menurut Hardiyana (2011 : 8 ), pentingnya penggunaan alat peraga manipulatif dalam
634
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
pembelajaran IPA, menuntut guru untuk menyediakan dan menggunkan alat peraga manipulatif sesuai dengan standar-standar yang diacu agar pembelajaran IPA lebih efektif dan mampu meningkatkan prestasi siswa. Pengertian Alat Peraga Manipulatif dalam hal ini merupakan bagian dari media pembelajaran yang berupa alat. Hardiyana (2011:8):”Alat peraga manipulatif (manipulatif material) adalah alat bantu pelajaran yang digunakan oleh guru dalam menerangkan materi pelajaran dan berkomunikasi dengan siswa, sehingga mudah memberi pengertian kepada siswa tentang konsep materi yang diajarkan dengan menggunakan benda-benda yang didesain seperti benda nyata yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari, seperti buah-buahan, binatang, alat transportasi berupa mainan dan manik-manik yang dengan mudah diutak-atik diubah-ubah.’’ Rahmawati (2008):’’Alat peraga manipulatif adalah suatu benda yang dimanipulasi oleh guru dalam menyampaikan pelajaran IPA agar siswa mudah memahami suatu konsep.’’ Media dalam penelitian ini berupa globe dari steroform, bola basket , bola kasti, dan macam-macam bola plastik kecil sampai besar. Untuk itulah dilakukan penelitian tindakan kelas di SDN Ngaglik 02 Batu dengan judul “ Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa dengan Bantuan Media Manipulatif Materi Sistem Tata Surya dan Posisi Penyusunannya pada Siswa Kelas VI SDN Ngaglik 02 Batu Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan dilaksanakan secara kolaborasi antara penulis yang bertindak selaku pelaksana tindakan perbaikan pembelajaran dengan observer selaku pengamat penelitian tindakan kelas. Kolaborasi tersebut adalah suatu bentuk penelaahan yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Penelitian ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Siklus I 1. Perencanaan Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan meliputi: a. Mempersiapkan perangkat pembelajaran seperti RPP, alat peraga dan bahan-bahan lainnya yang diperlukan. b. Menetapkan materi yang akan diberikan selama pembelajaran yaitu tentang sistem tata surya dan penyusunannya termasuk membuat Lembar Kerja Siswa (LKS). c. Membuat panduan observasi untuk memantau kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. d. Mempersiapkan instrumen penelitian yang berupa pedoman, pengamatan, catatan lapangan, dan tes. e. Membuat soal tes evaluasi belajar. 2. Pelaksanaan Tindakan Dalam tahap ini guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat, mempersiapkan LKS, lembar observasi serta alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk menunjang proses pembelajaran. Adapun pembelajaran yang dilaksanakan berikut ini. a. Guru memulai pembelajaran dengan mengadakan tanya jawab tentang tata surya. G : Siapa yang kemarin melihat gerhana matahari total ? S : Saya G : di mana ? S : di televisi
635
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
S : di internet b. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 – 6 siswa dan menunjuk ketua dan sekretaris kelompok. c. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati gambar planet-planet dan media manipulatif dalam sistem tata surya d. Guru menginstruksikan setiap kelompok mendiskusikan pengamatannya. e. Guru memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi. f. Guru menginstruksikan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil diskusinya lewat kunjung karya. g. Klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut guru. 3. Observasi Observasi dilakukan terhadap seluruh aktivitas pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran, baik siswa maupun guru menggunakan lembar observasi. 4. Refleksi Peneliti melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan, kemudian memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil refleksi untuk digambarkan pada siklus berikutnya. Siklus II 1. Perencanaan Guru membuat perencanaan dengan berpedoman pada hasil revisi siklus I. 2. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Guru memulai pembelajaran dengan tanya jawab tentang terjadinya gerhana. b. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 – 6 siswa dan menunjuk ketua dan sekretaris kelompok. c. Guru menugaskan kepada siswa untuk mendemontrasikan terjadinya gerhana melalui media manipulatif. d. Guru menginstruksikan setiap kelompok mendiskusikan pengamatannya. e. Guru memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi. f. Guru menginstruksikan setiap kelompok untuk melakukan kunjung karya ke kelompo lain g. Klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut guru. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Siklus I Siswa mengikuti pembelajaran dengan mengamati gambar charta dan model sistem tata surya. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati gambar tata surya dan benda manipulatif. Guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan pengamatannya dengan menyebutkan namanama platet dalam tata surya dan memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi. Guru menugaskan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil diskusinya di kelompok lain. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Hasil tes pada siklus 1 ditunjukkan pada Tabel 1 ( terlampir ) Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diperoleh hasil nilai pada siklus I sebagai berikut. Nilai rata-rata pada siklus 1 adalah 65, Dari 35 siswa, 23 siswa tuntas dan 12 siswa belum tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus 1 belum maksimal. Aktivitas siswa selama pembelajaran pada siklus I kurang mendapat respon dari siswa, karena mereka hanya mengenal materi lewat gambar dan media manipulatif yang terbatas, siswa bosan karena terlalu sedikit media manipulatif yang menarik minat siswa terhadap materi yang mereka pelajari. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa, ternyata pembelajaran yang berlangsung selama ini kurang
636
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
menarik dan siswa masih kebingungan dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini terbukti tingkat ketuntasan belajar siswa yang masih rendah, yaitu 66%. Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terdapat beberapa kelemahan masalah penggunaan media manipulatif pada proses pembelajaran sehingga pemahaman siswa pada materi pelajaran belum maksimal. Ada beberapa siswa yang masih kebingungan dalam mengerjakan soal dan belum terbiasa mengunakan media manipulatif dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus I belum mencapai nilai yang diinginkan dan belum maksimal. Nilai rata-rata pada siklus I baru mencapai 65, sehingga penelitian dilanjutkan ke siklus II.
Gambar 1. Guru mendemontstrasikan media pembelajaran dan siswa berdiskusi Refleksi Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Kelebihan : Dengan adanya media sederhana siswa dapat mengikuti proses pembelajaran pembelajaran hingga selesai . Kelemahan : pembelajaran memerlukan waktu lebih lama, demikian juga persiapannya Penyebab : Jumlah media manipulatif terlalu sedikit dan masih kurang menarik Alternatif perbaikan : menambah media manipulatif yang lebih banyak dan lebih menarik dengan melibatkan siswa dan produksi media. Siklus II Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi, memperlihatkan gambar tata surya dan media manipulatif. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 – 6 siswa dan menunjuk ketua dan sekretaris kelompok. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati gambar tata surya dan media manipulatif buatan siswa sendiri. Guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan pengamatannya dan memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi.Guru menugaskan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil diskusinya di kelompoknya masing -masing
Gambar 2. Siswa memperagakan media ciptaan sendiri.
637
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Sebelum LKS dikerjakan, guru membimbing siswa dengan memberi latihan dalam menjawab soal. Guru menjelaskan prosedur pengisian jawaban soal sehingga siswa tidak kebingungan dalam mengerjakan soal. Hasil test pada siklus 2 ditunjukkan pada Tabel 2 ( terlampir ) Hasil nilai rata-rata pada siklus II 78. Dari 35 siswa, 24 siswa tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus II sudah mencapai ketuntasan karena ketuntasan belajar siswa telah mencapai 83%. Aktivitas dalam pembelajaran tergolong baik karena dapat memahami tujuan pembelajaran, mendengarkan penjelasan dan pengarahan dari guru. Metode diskusi dalam kelompok kecil pun membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan dengan siklus I. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Terjadi peningkatan dari rata-rata siklus I yaitu sebesar 65 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 78. Hasil belajar siswa sudah memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai siklus II. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Kelebihan : siswa lebih aktif dan kreatif yang menunjukkan minat belajar yang lebih tinggi. Kelemahan : waktu pembelajaran lebih lama dan persiapan lebih lama dan cermat Penyebab : media pembelajaran lebih banyak sehingga waktu pembuatan lebih lama Alternatif perbaikan : pembuatan media pembelajaran dibagi kelompok-kelompok Pembahasan Dari hasil penelitian diperoleh perbandingan prestasi siswa pada siklus 1 dan siklus 2 serta ketuntasan belajar pada setiap siklus, seperti terlihat pada tabel 3.
No. 1 2
Siklus I II
Tabel 3 Nilai Rata -rata 65 78
Ketuntasan 66% 83%
Selanjutnya dapat digambarkan dalam bentuk histogram sebagai berikut :
Gambar 3. Diagram nilai rata-rata siklus 1 dan siklus 2
638
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Dari histogram di atas dapat dibaca bahwa perlakuan pada siklus 2 secara signifikan efektif dalam meningkatkan prestasi dan ketuntasan belajar siswa. 100 80 60 40 20 0 Siklus 1
Siklus 2
Nilai Ketuntasan Siklus 1
Nilai Ketuntasan Siklus 2
-
Gambar 4. Diagram ketuntasan belajar siswa. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan : Metode Belajar kelompok dengan menggunakan media manipulatif buatan siswa dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada materi sistem tata surya dan penyusunannya di kelas VI SDN Ngaglik 02 Batu. Pada siklus I nilai rata-rata siswa hanya 65 dan ketuntasan belajar 66%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa naik menjadi 78 dan ketuntasan belajar 83%. Saran : Dari hasil penelitian ini diharapkan guru dapat mengembangkan berbagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil dan ketuntasan belajar siswa. Keterlibatan siswa dalam membuat media manipulatif dapat menambah semangat belajar siswa. Hal ini terlihat pada hasil produksi media siswa yang lebih bervariasi dan lebih efektif dalam membantu proses pembelajaran . Daftar Rujukan Haryanto, 2007. Sains untuk SD kelas VI. Jakarta : Erlangga Nafsri,Luluk. 2014. Penerapan Strategi Smaal Group Discussion untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA siswa Kelas IVB Tanah Grogot j Teqip Tahun V nomer 1, Mei, (hal 55-61). Zubaidah, Siti, Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang: universitas Negeri Malang Hardiyana (2011:8):”Alat peraga manipulatif’ Rahmawati (2008):’’Alat peraga manipulatif adalah suatu benda yang dimanipulasi oleh guru dalam menyampaikan pelajaran IPA agar siswa mudah memahami suatu konsep.’’
639
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATERI PENYEBAB BENDA BERGERAKDENGAN BANTUAN MEDIA BENDA KONGKRIT BAGI SISWA KELAS I MI TARBIYATUL ULUM KOTA BATU Aminingsih MI TARBIYATUL ULUM Kota Batu Jawa Timur
[email protected] Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar materi penyebab benda bergerak dengan bantuan media benda kongkrit. Penelitian dilakukan sebanyak dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari satu pertemuan. Subyek penelitian adalah siswa kelas I MI Tarbiatul Ulum sejumlah 28 siswa dengan rincian 15 putra dan 13 putri. Dalam pembelajaran siswa menggunakan benda kongkrit misalnya baterai, pegas, dorongan tangan dan kipas angin untuk mempelajari gerak benda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siklus I adalah 71. Hal ini masih kurang dari nilai KKM 75. Siswa yang telah tuntas sebanyak 20 siswa atau 71 %, sedangkan siswa belum tuntas 8 siswa atau 29 %. Rata-rata hasil belajar siklus II adalah 78 ini berarti telah mencapai KKM. Namun masih ada 6 siswa yang belum mencapai KKM. Kesimpulan bahwa penggunaan media kongkrit dapat meningkatkan hasil belajar pada materi penyebab benda bergerak. Kata Kunci: hasil belajar, media benda kongkrit
Dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan perhatian semua pihak. Pemerintah selaku pembuat regulasi kependidikan hendaknya selalu memperbaharui peraturan dan kebijakan agar sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan pemerintah. Diantaranya, pemerintah menerbitkan Undang Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP merupakan pengembangan dari kurikulum 2004, KTSP menggunakan pembelajaran berbasis kompetensi, artinya siswa dituntut menyelesaikan pembelajaran sesuai kompetensi yang telah ditentukan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 (Mulyasa, 2007:12). Pengembangan KTSP dilakukan oleh sekolah berdasarkan Standar Isi yang sudah ditetapkan pemerintah. KTSP member peluang bagi sekolah untuk mengembangkan kurikulumnya berdasar-kan kebutuhan daerah dan karakteristik siswa. KTSP memberikan kebebasan pada masing-masing sekolah untuk mengatur dan mengembangkan kurikulum yang digunakannya. Ciri-ciri KTSP menurut Siskandar (dalam Nurhadi, 2004:5) antara lain: (1) menekankan pada ketercapaian siswa baik secara individual maupun klasikal, (2) berorientasi pada hasil dan keberagaman, (3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) sumber belajar bukan hanya guru tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsure edukatif, dan (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu kompetensi. Implementasi KTSP yang paling dirasakan oleh guru dan siswa adalah proses pembelajaran. Pembelajaran dalam KTSP mengacu pada pembelajaran kreatif. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Artinya, dalam pembelajaran guru mendorong siswa untuk berkreatif dalam pembelajaran dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi (menggali) materi yang sedang dipelajari secara mandiri.
640
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pelaksanaan pembelajaran di sekolah sering tidak sesuai dengan pembelajaran yang diharapkan KTSP. Seperti yang terjadi di MI Tarbiyatul Ulum Proses pembelajaran IPA dikelas I MI Tarbiyatul Ulum selama ini menggunakan metode ceramah. Hal ini berdampak pada hasil belajar IPA. Pencapaian belajar siswa umumnya di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), motivasi belajar siswa rendah, siswa tidak dapat menjawab pertanyaan guru, jarang ada siswa yang bertanya kepada guru mengenai materi IPA yang diajarkan. Bahkan, pada saat guru memberikan ulangan individu masih banyak siswa yang mengontek pada temannya. Pencapaian hasil belajar yang kurang memuaskan yang muncul di kelas I menunjukkan permasalahan yang harus segera diatasi. Pelaksanaan pembelajaran yang kurang interaktif membuat pembelajaran menjenuhkan, minat siswa untukbelajar IPA kurang dan hasil belajar siswa belum sesuai standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, perlu ada tindakan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran IPA di kelas tersebut, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan media benda kongkrit Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang dianggap mampu mengakomodasi tujuan pendidikan untuk membangun kesadaran kritis sehingga siswa mampu memahami sebuah peristiwa dari berbagai perspektif, membangun analisis yang logis mampu mengambil keputusan yang tepat dan mampu mempertanggung jawabkan. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti perlu membuat rumusan masalah sehingga apa yang dibahas pada bab berikutnya bisa dipahami adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut ; 1) Bagaimanakah cara meningkatkan belajar siswa pada materi penyebab benda bergerak dengan bantuan 2) Bagaimanakah penerapan-penerapan penggunaan alat peraga benda kongkrit dalam neningkatkan pemahaman mengenai penyebab benda bergerakdan prestasi siswa kelas I MI Tarbiyatul Ulum? Adapun tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui keefektifan alat peraga benda kongkrit dalam meningkatkan pemahaman mengenai penyebab benda bergerak bagi siswa kelas I MI Tarbiyatul Ulum Temas Kecamatan Batu. 2) Untuk mengetahui penerapan penggunaan alat peraga benda kongkrit dapat meningkatkanprestasi dan motivasi belajar mengenai penyebab benda bergerak pada siswa kelas I MI Tarbiyatul Ulum Temas Batu. Dari hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1) untuk meningkatkan kreatifitas, inovatif, dan efektifitas guru dalam melakukan pembelajaran. 2) untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mencapai prestasi yang baik terutama pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Khususnya mengenai penyebab benda bergerak seperti yang tertera pada standar kompetensi yaitu “Mengenal berbagai bentuk energi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dan kompetensi dasar Mengidentifikasi penyebab pergerakan benda (baterai, per, pegas, dorongan tangan, magnet) 3) sebagai dasar dari penelitianpenelitian yang akan dikembangkan di kemudian hari. Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi: 1.siswa kelas I MI Tarbiyatul UlumTemas Batu semester II tahun pelajaran 2015-2016. 2.Bahan mata pelajaran Ilmu Pengetehuan Alam (IPA),Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas I semester II ,Standar Kompetesi : (4) Mengenal berbagai bentuk energi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, Kompetensi Dasar : (4.2) Mengidentifikasi penyebab benda bergerak (bateri, per, pegas, dorongan tangan, magnet) 3. Model pembelajaran yang diterapkan adalah permainan dengan menggunakan alat peraga benda kongkrit. Benda kongkrit adalah sesuatu yang nyata, yang dapat dipegang,dirasakan,dilihat ataupun didengar,dalam hal ini yang dimaksud alat peraga benda kongkrit yaitu alat-alat yang digunakan untuk praktukum atau percobaan merupakan benda-benda yang berada di alam sekitar, yang mudah ditemui oleh siswa disekelilingnya. misalnya baterai, per, pegas, magnet, dan sebagainya tergantung tentang pemahaman mengenai materi yang akan dibahas. METODE Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan dua siklus tindakan model PTK yang digunakan adalah model kemmis dan Mc
641
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Taggart (1982) dalam Arikunto (2006) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 penelitian tindakan dilakukan dalam siklus spiralyang terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) perencanaan (plaining) 2) tindakan (acting) 3) pengamatan (observing) dan 4) refleksi (reflection) Data yang dilaporkan dalam bentuk skor nilai dalam tabel dalam setiap siklus,skor nilai dari satu siklus adalah mendiskripsikan makna dari tindakan siklus tersebut,bukan tindakan pada siklus berikutnya.skor nilai dalam bentuk angka yang diperoleh pada siklus I belum tentu menggambarkan secara keseluruhan hasil penelitian ini. Perencanaan
Refleksi
SIKLUS
1
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan
Refleksi
SIKLUS 2
Pelaksanaan
Pengamatan
Gambar 1 Siklus PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto, 2006: 16) Pada tahap perencanaan dilakukan kegiatan menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran(RPP) yang diterapkan di kelas dengan menggunakan media pembelajaran berupa benda kongkrit untuk diamati siswa Pada tahap pelaksanaan dilakukan penerapan RPP yang sudah disusun pada tahap perencanaan dalam pembelajaran.pada tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan pengamatan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi yang sudah disiapkan.instumen penelitian adalah butir-butir soal evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa.dari butir-butir soal tersebut diperoleh informasi apakah media yang digunakan dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau belum.untuk evaluasi dilakukan diakhir pembelajaran apabila diperolehprosentase keberhasilan siswa kurang dari 75% maka akan dilaksanakan pembelajaran siklus II. Penelitian akan dihentikan apabila prosentase keberhasilan siswa telah mencapai 75% atau lebih. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Perencanaan Sebelum kegiatan belajar berlangsung peneliti menyiapkan materi pembelajaran sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu silabus Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penilaian, jurnal dan sarana prasarana pada materi yang akan disajikan.karana RPP merupakan suatu rencana pembelajaranyang akan dlaksanakan saat mengajar.RPP yang disusun ini mencakup KD 4.2 tentang mengidentifikasi penyebab benda bergerak. Kemudian KD 4.2ini dikembangkan menjadi lima indikator Langkah berikutnya adalah menyusun langkah-langkah pembelajaran yang pegas,dorongan tangan magnet,listrik dan makanan, selanjutnya guru mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS). Terakhir yang direncanakan adalah penyusunan pedoman observasi tentang keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
642
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pelaksanaan Pada pelaksanaaan pembelajaran pada awal pelajaran ,kegiatan pertama guru mengecek kehadiran siswa,kedua guru bertanya tentang apa penyebab benda bergerak, ketiga guru memberitahukan tentang tujuan pembelajaran hari ini Keempat guru memberitahukan kegiatan yang akan dilakukan siswa yaitu mengamati benda yang sudah tersedia untuk didiskusikan
Siswa Berdiskusi
Siswa presentasi hasil diskusi
Siswa mengerjakan LKS
Hasil lembar kerja siswa
Selesai berdiskusi salah satu perwakilan siswa mempresetasikan hasil diskusi ,kelompok yang lain mendengarkan dan mencocokkan dengan hasil diskusi kelompok masingmasing,dan melengkapi bila menemukan bagian yang belum dipresentasikan. Dalam kegiatan penutup guru mengajukan pertanyaan sekitar materi yang diajarkan,guru memeriksa dan membahas pekerjaan siswa,terakhir gurubersama siswa menyimpulkan materi yang telah diajarkan yaitu materi penyebab benda bergerak.
643
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Tabel 1 : Daftar Nilai Siswa pada Siklus I NAMA NILAI KETERANGAN
NO 1
BAGAS F
40
Belum Tuntas
2
ANIS M
100
Tuntas
3
ARIF R
80
Tuntas
4
ARIVIA VELENSIA
30
Belum Tuntas
5
AZIZAH A
85
Tuntas
6
AURA WIFI
100
Tuntas
7
CARISSA
80
Tuntas
8
DEWI K
100
Tuntas
9
FAIQ M
80
Tuntas
10
FAIRUZ N
95
Tuntas
11
FAIZUL A
85
Tuntas
12
KEYSYA
80
Tuntas
13
KHOLISAH R
80
Tuntas
14
GANES
95
Tuntas
15
HILDAN M
70
BelumTuntas
16
MONICA
80
Tuntas
17
MUBAROK R
100
Tuntas
18
M ANHARUL
40
Belum Tuntas
19
M HAMDAN
30
Belum Tuntas
20
MU FAHRI
100
Tuntas
21
M WAHYU
70
BelumTuntas
22
M TRI A
85
Tuntas
23
M TEGAR
20
Belum Tuntas
24
RAIHAN
75
Tuntas
25
RENDRA
75
Tuntas
26
SALSABILLA
80
Tuntas
27
WAFIQ A
80
Tuntas
28
DIFIRGO W
20
Belum Tuntas
Jumlah Rata-rata Nilai tertinggi Nilai terendah
: 2044 : 73 : 100 : 20
644
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pengamatan Dari hasil pengamatan tentang keaktifan siswa ,diperoleh data bahwa sebagian besar siswa lebih aktif dalam menjawab pertanyaan guru.mencari contoh-contoh penyebab benda bergerak.ketika berdiskusi siswa terlihat lebih aktif mengeluarkan pendapatnya,ada sebagian kecil siswa yang kurang aktif dan perlu bimbingan,sedangkan untuk ketrampilan bertanya siswa masih belum mampu bertanya dengan kemauannya sendiri guru masih harus memancing dengan pertanyaan untuk menggali informasi dari siswa. Dari hasil prestasi siswa ,pada siklus I ini jumlah siswa yang mendapat nilai diataskriteri ketuntasan minimal(KKM) ada 8 siswa dari 28 siswa,berarti ada 8 siswa yang belum tuntas,sehingga presentasi keberhasilan yang dicapai adalahkemungkinan ketidak tuntasan siswa disebabkan karena media yang kurang sesuai dengan minat mereka Dalam pembelajaran Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam terdapat beberapa permasalahan terutama pada siswa kelas I semester II,dengan : Standar Kompetensi (4) Mengenal berbagai bentuk energi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.kompetensi Dasar (4.2) Mengidentifikasi penyebab bendabergerak. Indikator 1) Menjelaskan penyebab benda bergerak. 2) Mendata mainan atau alat yang menggunakan baterai sebagai sumber energi. 3) Mendata mainan atau alat yang menggunakan per,pegas sebagai sumber energi. 4) Mendata alat-alat yang digerakkan oleh tenaga manusia. 5) Melakukan percobaan unutk mengetahui panyebab benda bergerak.Materi pokok : Penyebab Benda Bergerak. Terdapat permasalahan diantaranya adalah :1) siswa kurang memahami mengenai penyebab benda bergerak.2) tidak termotivasinya siswa untuk lebih mempelajari mengenai penyebab benda bergerak.3) tingkat prestasi siswa pada stsndar kompetensi dan kompetensi dasar kurang bagus. Tindakan kelas sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat dalam pembelajaran,dalam hal ini adalah melakukan aspek-aspek penelitian yang lebih teliti. Refleksi Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus I dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa masih belum maksimal,karena presentase keberhasilan belum mencapai 75%maka masih perlu diadakan lagi pembelajaran siklus II dengan media yang lebih kongkrit,sehingga dapat meningkatkan presentase keberhasilan siswa. Siklus II HASIL DAN PEMBAHASAN Perencanaan. Guru membuat perencanaan dengan berpedoman pada hasil revisi siklus I Pelaksanaan Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi memperlihatkan gambar banjir, tanah longsor dan kekeringan kepada siswa ,guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa ,Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati gambar tersebut .guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan pengamatannya dengan menentukan mana yang termasuk akibat dari musim kemarau dan akibat dari musim hujan dan memastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi.Guru menugaskan setiap anggota kelompok untuk bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Setelah selesai guru membagikan lembar LKS kepada siswa untuk dikerjakan.
645
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru membimbing siswa diskusi
Siswa berdiskusi
Siswa presentasi diskusi
Hasil lembar kerja siswa
Tabel 2 : Daftar Nilai Siswa pada siklus II NAMA NILAI
NO
KETERANGAN
1
BAGAS F
50
Belum Tuntas
2
ANIS M
100
Tuntas
3
ARIF R
70
BelumTuntas
4
ARIVIA V
90
Tuntas
5
AZIZAH A
70
BelumTuntas
6
AURA WIFI
100
Tuntas
7
CARISSA
100
Tuntas
8
DEWI KI
100
Tuntas
9
FAIQ M
80
Tuntas
10
FAIRUZ N
100
Tuntas
11
FAISUL A
100
Tuntas
12
KEYSYA
60
BelumTuntas
13
KHOLISAH R
100
Tuntas
14
GANES
80
Tuntas
15
HILDAN M
90
Tuntas
16
MONICA
70
BelumTuntas
17
MUBAROK RAFA
100
Tuntas
646
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
18
M NHARUL
100
Tuntas
19
M HAMDAN
90
Tuntas
20
M FAHRI ZUDAN
100
Tuntas
21
M WAHYU
80
Tuntas
22
M TRI AGUS
90
Tuntas
23
M TEGAR
50
Belum Tuntas
24
RAIHAN
100
Tuntas
25
RENDRA
100
Tuntas
26
SALSABILLA
80
Tuntas
27
WAFIQ A
80
Tuntas
28
DIFIRGO W
80
Tuntas
Jumlah Rata-rata Nilai tertinggi Nilai terendah
: 2408 : 86 : 100 : 50
Hasil nilai rata-rata pada siklus II 86. Dari 28 siswa, 22 siswa tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus II sudah mencapai ketuntasan karena ketuntasan belajar siswa telah mencapai 78.Aktifitas dalam pembelajaran tergolong baik karena dapat an silmemahami tujuan pembelajaran, mendengarkan penjelasan dan pengarahan dari guru, metode diskusi dalam kelompok kecilpun membuat siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan dengan siklus I, hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa, rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan.Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut : Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II Prosentase siswa Prosentase siswa Siklus yang tidak Nilai Rata-rata yang tuntas tuntas Siklus I
71 %
29 %
73
Siklus II
78 %
22 %
86
647
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
SIKLUS I 80 70 60 50 40 30 20 10 0 siswa tuntas
siswa tidak tuntas
rata-rata
SIKLUS II 100
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 siswa tuntas
siswa tidak tuntas
rata-rata
Grafik I Hasil Belajar Siswa
Terjadi peningkatan dari rata-rata 71 pada siklus I menjadi 78 pada siklus II, hasil belajar siswa sudah memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai siklus II. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan. stategi pembelajaran dengan menggunakan media benda kongkrit dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada materi penyebab benda bergerak dan pengaruh musim pada kegiatan manusia dan penyusunannya di kelas I MITarbiyatul Ulum Batu.pada siklus I nilai rata-rata siswa hanya 73 dan ketuntasan belajar 71% Pada siklus II nilai rata-rata naik menjadi 86 dan ketuntasan belajar 78% Saran guru mengembangkan berbagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan nilai hasil belajar siswa.
648
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Mulyasa, E. 2009. Implementasi KTSP. Jakarta: Bumi Aksara. Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Undang – Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
649
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TENTANG RANGKAIAN LISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN PhET PADA SISWA KELAS V SDN BULUKERTO 01 KOTA BATU Hadi Yuliansyah SDN Bulukerto 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang rangkaian listrik dengan menggunakan PhET. Penelitian dilakukan dengan rancangan PTK yang dilaksanakan di kelas V SDN Bulukerto 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu Tahun Pelajaran 2015-2016 dengan siswa sejumlah 23 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan PhET terbukti dapat meningkatan hasil belajar siswa. Dengan menggunakan PhET siswa lebih antusias dan menyenangkan serta mudah dalam memahami materi pelajaran terutama tentang rangkaian listrik.Karena dalam PhET siswa dapat melihat bagaimana arus listrik itu mengalir dan bagaimana siswa belajar mencoba membuat rangkaian listrik sambil bermain,yang pada akhirnya dapat berimbas pada hasil belajarnya. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu 43,78% pada siklus I menjadi 82,61% pada siklus II. Kata Kunci: hasil belajar , IPA , rangkaian listrik, PhET.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai dampak dari globalisasi dan era digital yang serba cepat, maka perlu sikap dan pemikaran yang positif terhadap perubahan tersebut. Begitu juga halnya dalam dunia pendidikan saat ini yang sudah dihadapkan oleh kemajuan tekhnologi, sehingga dalam proses pembelajaran juga sudah mulai menggunakan komputerisasi. Guru sebagai salah satu komponen utama pendidikan mempunyai fungsi, peran dan kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional dibidang pendidikan. Dalam undangundang No. 14 Tahun 2005 menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Oleh karena itu, guru diharapkan bisa mengikuti perubahan yang terjadi dan berusaha untuk meningkatkan kualitas dalam hal pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan pembelajaran, guru dituntut mampu memberikan yang terbaik untuk siswanya.Untuk mewujudkan hal tersebut seorang guru dapat melibatkan siswa secara aktif, memotivasi siswa, menggunakan metode dan media yang tepat , sehingga tercipta proses pembelajaran yang dapat menyenangkan, menarik, kreatif dan efektif yang pada akhirnya akan berdampak pada hasil belajar siswa. Menurut Winkel (dikutip oleh Purwanto) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Guru sebagai pendidik diaharpakan bisa merubah sikap dan tingkah laku siswa ke hal-hal yang lebih baik khususnya dalam hal belajar. Disamping itu hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) menyatakan hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran. Oleh sebab itu, keberhasilan siswa dalam belajar sehingga memperoleh nilai belajar yang diharapkan, harus ada perubahan sikap dan tingkah laku dalam proses belajar mengajar baik itu oleh guru maupun siswanya. Keberhasilan belajar siswa di sekolah menjadi salah satu tujuan guru melaksanakan pembelajaran dan salah satu ilmu yang harus dikuasai oleh siswa adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA yang merupakan salah satu dari beberapa cabang ilmu pendidikan yang disampaikan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar ,serta dapat dikembangkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.Secara ringkas dapat dikatakan IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran,serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi, IPA mengandung tiga hal:
650
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar), dan produk (kesimpulannya betul) (Leo Sutrisno, dkk, 1-19). Berdasar hal diatas, maka dalam pembelajaran IPA harus melalui proses dimana siswa diajak untuk berinteraksi dengan alam melalui pengamatan dan berusaha untuk membuat kesimpulan tentanng apa yang diamati, tentu saja dengan bahasa dan kemampuan individu masing-masing terutama pada jenjang Sekolah Dasar. Sehingga dalam proses pembelajarannya harus ada media yang dapat menunjang keberhasilan siswa dalam belajarnya. Sementara itu, dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi ada beberapa tujuan dalam mata pelajaran IPA yaitu 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mem-pengaruhi antara IPA, lingkungan, tekhnogi dan masyarakat, 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS. Sehubungan dengan tujuan mata pelajaran IPA tersebut, maka untuk menumbuhkan kemampuan siswa dalam memahami pembelajaran hendaknya lebih menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan media dan pengembangan keterampilan proses yang ilmiah. Standar Isi tertulis “Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah” (BNSP, 2007: 14) Banyak materi yang dipelajari dalam IPA diantaranya adalah tentang listrik. Dalam kehidupan sehari-hari listrik merupakan suatu kebutuhan yang sering dipakai. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang listrik, terutama pada siswa tingkat Sekolah Dasar agar mengetahui bagaimana arus listrik itu mangalir, bentuk rangkaian listrik serta kegunaan listrik dalam kehidupan sehari-hari Pembelajaran IPA tentang rangkaian listrik di Sekolah Dasar dibutuhkan sebuah media untuk memahaminya ,sebab arus listrik tidak bisa diamati secara langsung. Adapun rangakaian listrik adalah suatu kumpulan komponen elektronika yang saling di hubungkan atau di rangkai dengan sumber tegangan menjadi satu kesatuan yang memiliki fungsi dan kegunaan tertentu. Untuk memahami tentang rangkaian listrik tentunya harus ada media yang dapat memudahkan siswa memahaminya. Maka dari itu, guru harus kreatif dalam menentukan,membuat dan menggunakan media yang sesuai. Diantara sekian banyak media, salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi informasi (TI). Menurut kamus Oxford (1995) dalam Arsa (2007: 1-33) teknologi informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika,terutama komputer untuk menyimpan, menganalisa,dan mendistribusikan apa saja, termasuk kata, bilangan dan gambar. Pengguanaan TI juga bisa dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Salah satu program yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran melalui TI adalah PhET. Physics Education Technology atau PhET merupakan sebuah ikhtiar sistematis yang tanggap terhadap perkembangan teknologi pembelajaran. PhET dikembangkan oleh Universitas Colorado di Boulder Amerika (University of Colorado at Boulder) dalam rangka menyediakan simulasi pengajaran dan pembelajaran fisika berbasis laboratorium maya (virtual laboratory) yang memudahkan guru dan siswa jika digunakan untuk pembelajaran di ruang kelas. Simulasi PhET sangat mudah untuk digunakan. Dengan kata lain, simulasi-simulasi PhET merupakan simulasi yang ramah pengguna. Simulasi-simulasi dalam PhET tersedia secara gratis dan dapat diunduh di alamat http://www.phet.colorado.edu Bertolak pada hal di atas, maka siswa diharapkan memperoleh pengalaman belajar yang menyenangkan dan harus mencapai kriteria ketuntasan minimum,kenyataan di lapangan menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Berdasarkan hasil pembelajaran di kelas V SDN Bulukerto 01 tentang rangkaian listrik,motivasi dan hasil belajarnya masih kurang memuaskan. Hal ini di karenakan media yang digunakan oleh guru kurang variatif. Salah satu kesulitan siswa
651
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dalam memahami konsep listrik adalah gejala kelistrikan yang tidak bisa diamati secara langsung. Pada tingkatkan Sekolah Dasar membuat rangkaian listrik dengan benda riil, terutama menggunakan baterai ada beberapa kelemahan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil evaluasi pembelajaran siswa kelas V tahun pelajaran 2014/2015 dalam praktik menggunakan baterai banyak lampu yang putus atau tidak menyala, sehingga konsep tentang rangkaian listrik masih baur. Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti mencoba menggunakan PhET Interactive Simulation sebagai media alternatif pengganti benda nyata dengan tujuan untuk mempermudah siswa kelas V SDN Bulukerto 01 memahami tentang rangkaian listrik. Metode Penelitan Penelitiaan ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dengan pendekatan kualitatif. Desain PTK yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc. Taggart (1990) dalam Sa’dun Akbar (2012:12). Penelitian tindakan dilakukan dalam siklus spiral, yang terdiri atas: perencanaan (planning), tindakan dan pengamatan (action and observing) yang dilakukan dalam waktu relatif bersamaan, dan refleksi (reflection) yang dilakukan berdasarkan hasil observasi untuk menemukan kekurangan-kekurangan terhadap pelaksanaan tindakan, sehingga diperoleh jalan keluar untuk memperbaiki proses berikutnya. Alur PTK pada model penelitan yang kembangkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart (1990) dalam Sa’dun Akbar (2012:12), dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Siklus 1 Planning
Revise Plan
Action and Observing
Reflection
Siklus 2 Planning
Revise Plan
Action and Observing
Reflection
Siklus dst dst
Gambar 1. Model PTK menurut Kemmis dan Mc Taggart (Sa’dun Akbar, 2012:12) Penelitian ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah pembelajaran, yaitu pembelajaran IPA tentang rangakaian listrik. Penelitian ini menggunakan media PhET dengan pendekatan saintifik, yang nanti hasilnya dapat diketahui setelah membandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan media nyata yang terdiri dari baterai, bohlam, kabel dan saklar yang sebenarnya
652
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Subyek penelitian adalah peserta didik kelas V SDN Bulukerto 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu Tahun Pelajaran 2015-2016. Jumlah siswa sebanyak 23 anak, dengan 16 anak laki-laki dan 7 anak perempuan. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrument utama yang didukung oleh lembar observasi, dan alat evaluasi (lembar tes tertulis). Peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana, observer, penganalisis, menyajikan data dan akhirnya sebagai penyusun laporan penelitian. Peneliti akan merancang pembelajaran untuk memperoleh kondisi nyata di kelas sebagai berikut: Rancangan Siklus I Observasi Awal Pada tahap ini peneliti mengidentifikasi permasalahan dan menganalisis masalah dalam pembelajaran IPA tentang rangakaian listrik di kelas V SDN Bulukerto 01. Menyusun Rencana Tindakan Pada tahap ini peneliti menyiapkan beberapa hal :1) menentukan materi yang akan diajarkan yaitu tentang rangkaian listrik. 2) Membuat persiapan mengajar dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Menyusun tujuan pembelajaran (b) menentukan materi pelajaran disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. (c) merumuskan materi pelajaran yang akan diajarkan dari buku paket dan buku penunjang lainnya. (d) merumuskan kegiatan belajar mengajar, sebagai berikut: kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan penutup. (e) menentukan media pembelajaran berupa baterai, bohlam, kabel,saklar dan program PhET. (f) menyusun alat pengumpul data berupa: lembar pengamatan dan catatan lapangan tentang pelaksanaan proses pembelajaran. (g) Menyusun rencana pengolahan data. Pelaksanaan tindakan Peneliti sebagai guru kelas, melaksanakan rencana pembelajaran sebagaimana tertuang dalam satuan pembelajaran. Proses pembelajaran berlangsung dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Kegiatan awal: (a) guru mengondisikan siswa untuk siap belajar, (b) guru memberi apersepsi yang mengarah pada materi rangkaian listrik. (c) guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) Kegiatan Inti: (a) siswa membentuk kelompok terdiri dari 4-5 siswa tiap kelompok. (b) setiap siswa mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan ragkaian listrik. (c) dalam kelompok siswa bekerja sama merangkai alat-alat listrik menjadi suatu rangkaian yang terdiri dari: rangkaian seri, paralel dan campuran. (d) masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. (e) tiap kelompok diwakili oleh satu siswa mendemonstrasikan dengan menggunakan PhET. 3) Kegiatan Penutup: guru bersama siswa merumuskan kesimpulan pembelajaran, dan pemberian tindak lanjut pembelajaran. Pengamatan Tindakan Pengumpulan data pada penelitian tindakan ini dilakukan dengan pengamatan pada proses pembelajaran yang meliputi aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Guru dibantu teman sejawat mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung, mencatat data-data yang muncul pada lembar catatan lapangan. Peningkatan hasil belajar diukur dengan mengembangkan antara menilai hasil pengerjaan LKS di akhir siklus dan hasil belajar sebelumnya. Refleksi Analisis data dan refleksi dilakukan dalam kegiatan tersendiri dengan teman sejawat setelah pelaksanaan tindakan. Hasil refleksi dicatat dan menghasilkan rancangan tindakan pada siklus II dan rancangan ulang. Peneliti melakukan analisis, pemaknaan, interpretasi dan penyimpulan data yang telah dikumpulkan, hasilnya berupa temuan-temuan. Daftar permasalahan/ kekurangan yang telah ditemukan selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk melakukan perancangan ulang di siklus II. Rancangan Siklus II Rencana Tindakan Berdasarkan refleksi siklus I, maka rancangan tindakan sebagai berikut: 1) Bahan pelajaran yang akan di bahas pada siklus II adalah tentang rangkaian listrik dengan fokus pada penggunaan PhET sebagai media alternatif. 2) menyusun persiapan mengajar dengan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Menyusun tujuan pembelajaran (b) Menentukan materi pelajaran disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. (c) Merumuskan materi pelajaran yang akan diajarkan dari buku paket
653
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dan buku penunjang lainnya. (d) Merumuskan kegiatan belajar mengajar, sebagai berikut: kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan penutup. (e) Menentukan media pembelajaran program baterai, bohlam, kabel, saklar dan program PhET (f) Menyusun alat pengumpul data berupa: lembar pengamatan dan catatan lapangan tentang pelaksanaan proses pembelajaran. (g) Menyusun rencana pengolahan data. Pelaksanaan tindakan Peneliti sebagai guru kelas, membuat rencana pembelajaran siklus II yang merupakan penyempurnaan dari siklus I. Proses pembelajaran berlangsung dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Kegiatan awal: (a) guru membangkitkan semangat siswa dengan meneriakkan “yelyel”. (b) guru memberi apersepsi yang mengarah pada materi rangkaian listrik. (c) guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) Kegiatan Inti: (a) siswa membentuk kelompok terdiri dari 4-5 siswa tiap kelompok. (b) setiap siswa mengidentifikasi permasalahan yang terdapat rangkaian listrik. c) dalam kelompok siswa bekerja sama merangkai alat-alat listrik menjadi suatu rangkaian yang terdiri dari: rangkaian seri, paralel dan campuran. (d) masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. (e) tiap kelompok diwakili 3 siswa mendemonstrasikan dengan menggunakan PhET dalam membuat rangkain listrik stelah itu semua siswa bergantian melakukan hal yang sama. 3) Kegiatan Penutup: guru bersama siswa merumuskan kesimpulan pembelajaran, dan pemberian tindak lanjut pembelajaran. Pengamatan Tindakan Pengamatan proses pembelajaran meliputi aktifitas siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran. Guru dibantu teman sejawat mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung, mencatat data-data yang muncul kemudian mentranskripkannya. Selain dalam prose pengamatan juga dilihat darai dokumen yang dianalisis dari hasil pengerjaan evaluasi oleh siswa selama pembelajaran. Refleksi Hasil pengamatan siklus II dicatat, didiskusikan dan dibandingkan dengan siklus I. Kemudian penulis melakukan analisis, pemaknaan, interpretasi, penjelasan dan penyimpulan data yang terkumpul. Temuan dan permasalahan yang muncul selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk melakukan perancangan ulang untuk siklus berikutnya. Akan tetapi jika hasil dari siklus II menunjukkan hasil yang positif dalam artian sesuai dengan target ketuntasan belajar klasikal maka tujuan penelitian dianggap sudah tercapai, oleh sebab itu peneliti tidak perlu perancangan ulang siklus berikutnya. Hasil Penelitian Pra Tindakan Pelaksanaan tindakan dimulai dengan mengadakan observasi awal. Tujuannya untuk mengetahui lebih mendalam kondisi sekolah, sebagai kelas yang akan mendapat perlakuan. Kondisi tersebut mencakup kondisi fisik kelas, kondisi siswa, guru, proses pembelajaran dan kegiatan belajar mengajar di kelas serta sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di kelas maupun di sekolah. Pada observasi awal kegiatan pembelajaran terdiri dari tiga tahapan, 1) kegiatan awal, 2) kegiatan inti, dan 3) penutup. Pada kegiatan ini peneliti mengidenfikasi masalah yang akan diteliti dan dikenakan tindakan. Penliti mengajukan beberapa pertanyaan awal tentang listrik sebelum melakukan tindakan. Berikut pertanyaan-pertanyaan itu : Guru :”Apakah nama benda ini?”(sambil menunjukan baterai) Siswa ; ”Baterai” Guru : “Apa gunanya atau fungsinya?” Siswa : ”Untuk menyalakan lampu, menghasilkan listrik,sumber energi” Guru : ”Apakah nama benda ini?”(sambil kabel) Siswa : “ Kabel”
654
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Guru : : “Apa gunanya atau fungsinya?” Siswa :”Untuk menyalakan lampu, menyalurkan listrik dari baterai” Guru : ”Apakah nama benda ini?”(sambil lampu) Siswa : “ lampu” Guru : “Apa gunanya atau fungsinya?” Siswa :”Untuk menerangi ruangan” Guru : ”Apakah nama benda ini?”(sambil sakalar) Siswa : “ Cetekan(bahasa yang biasa digunuakan siswa)” Guru : “Apa gunanya atau fungsinya?” Siswa :”Untuk mematikan dan menghidupkan lampu” Selanjunya guru merangkai kabel, baterai dan lampu jadi rangkaian listrik, serta menagajukan pertanyaan. Guru : “Apa terjadi pada lampu?” (merangkai alat alat listrik seperti pada gambar di bawah ini)
Siswa :”Menyala” Guru : “Apa terjadi pada lampu?” (merangkai alat alat listrik seperti pada gambar di bawah ini)
Siswa :”Mati” Setelah dilakukan percobaan ternyata lampu dapat menyala. Guru : “ Apa yang menyebabkan lampu menyala?” Siswa : “Karena ada baterai, kabel ,lampu Siswa :”Kabel dihubungkan ke baterai dan lamapu” Dari gambaran di atas bahwa pemahaman siswa tentang arus listrik dapat mengalir melalui rangkaian tertutup belum sepenuhnya dipahami oleh siswa. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan media nyata yang terdiri dari baterai, kabel, bohlam dan saklar tanpa menggunakan media PhET , menunjukkan kurang jelasnya siswa kelas V SDN Bulukerto 01 Kecamatan Bumiaji kota Batu memahami tentang rangkaian listrik. Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kegiatan setiap siklus akan diuraikan sebagai berikut: Siklus I Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dari observasi awal, peneliti memberi tindakan siklus I untuk lebih mendapatkan data yang diinginkan. Kegiatan siklus I pada penelitian ini berdasarkan catatan dan observasi dari kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan dapat dipaparkan dari hasil belajar siswa kelas V SDN Bulukerto 01 dengan hasil sebagai berikut:
655
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Aktifitas Siswa Siklus I, (tabel pada lampiran). Dari perhitungan dengan tabel, bahwa keaktifan siswa di kelas dalam pembelajaran mencapai 57,78% dengan predikat cukup. Aktifitas siswa yang diamati oleh pengamat selama proses pembelajaran dinilai cukup aktif. Namun masih banyak yang masih asik bermain sendiri selama proses pembelajaran karena media yang digunakan masih sulit untuk dirangkai oleh siswa sehingga siswa masih banyak yang kebinggungan dalam merangkai alat-alat istrik menjadi suatu rangkaian. Hasil kreatifitas siswa dalam membuat komentar pada siklus I. (tabel pada lampiran) Dalam hal kreatifitas siswa merangkai alat-alat listrik menjadi rangkaian listrik, secara umum siswa masih kurang. Hal ini disebabkan karena media yang digunakan terbatas dan penjelasan guru tentang rangkaian listrik terlalu singkat. Sementara siswa hanya merangkai berdasarkan gambar yang telah disediakan oleh guru. Dan dari hitungan pada tabel (lampiran) dapat dilihat, bahwa masih banyak siswa yang mendapatkan skor rendah, dengan rincian : siswa yang mendapat nilai kurang 3 anak, 12 anak mendapat skor cukup dan 8 anak mendapat nilai baik. Dengan persentase kreatifitas siswa sebesar 55%. Hasil Belajar Siswa Siklus I. (table pada lampiran) Berdasarkan hasil belajar pada evaluasi siklus I,diperoleh nilai siswa dengan rincian 8 siswa mendapat nilai yang sudah memenuhi KKM atau 34,78%, sedangakan 15 siswa mendapat nilai kurang dari KKM atau 65,22%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal siswa masih belum tuntas belajar.Sedangkan ketuntasan indidu adalah minimal mendapat nilai 70 dengan ketuntasan kelas 70%. Oleh sebab itu, dari hasil evaluasi siklus I dinilai masih banyak kekurangan, diantaranya karena media alat-alat lisrtrik yang digunakan masih sulit untuk dirangkai, banyak lampu yang putus, saklar tidak digunakan, sumber energi listrik yang ada di baterai muali melemah. Selain itu pada siklus I ini juga sudah ada tindakan peneliti dengan menggunakan media PhET tetapi kurang maksimal, karena siswa masih asing dengan PhET dan kurang bisa mengopersionalkan. Sehingga konsep tentang rangkaian listrik masih kurang dipahami oleh siswa. Berdasarkan hasil dan masalah yang ditemukan peneliti di lapangan pada siklus I, maka peneliti perlu melanjutkan pada siklus II. Tujuannya adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran dan hasil belajar yang telah dilakukan pada siklus I. Siklus II Pada siklus II, peneliti memberikan tindakan seperti pada siklus I, namun dalam pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran, guru memberikan tekanan pada penggunaan PhET sebagai media pembelajarannya. Dalam proses pembelajaran ini guru memberi contoh dengan mendemonstrasikan bagaimana cara mengoperasionalkan PhET kepada siswa. Selanjtunya siswa secara bergantian membuat rangkaian listrik dengan menggunakan PhET. Dengan bantuan PhET sebagai media alternatif pengganti alat-alat listrik yang sesungguhnya, ternyata membuat siswa antusias mencoba dan mengikuti pembelajaran tentang rangkaian listrik, karena di dalam PhET itu anak mengetahui bagaimana arus litrik itu mengalir serta siswa mudah untuk mengoperasionalkan. Selain itu, dengan bantuan media PhET hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus 1. Berikut paparan hasil belajar siswa pada siklus II : Aktifitas Siswa Siklus II, (tabel pada lampiran). Pada siklus II ini, semua siswa diberi kesempatan untuk merangkai rangkaian listrik dengan mengunakan PhET. Berdasarkan pengamatan, siswa sangat antusias untuk mencoba, sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.Dan dari perhitungan dengan tabel, bahwa keaktifan siswa di kelas dalam pembelajaran mencapai 84,44% dengan predikat sangat baik. Hasil kreatifitas siswa dalam membuat komentar pada siklus II. (tabel pada lampiran) Dilihat dari kreatifitas dalam membuat rangkaian listrik, ternyata siswa lebih kreatif dibandingkan dengan menggunakan alat-alat listrik yang sebenarnya, hal ini disebabkan siswa bisa merangkai dalam bentuk yang dinginkan oleh siswa itu sendiri. Dari tabel (pada lampiran)
656
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
dapat dilihat, ada peningkatan pemahaman tentang rangkaian, dengan rincian: siswa yang mendapat skor baik 12 anak, 11 anak mendapat skor sangat baik. Dengan persentase kreatifitas siswa hanya sebesar 87%. Hasil Belajar Siswa Siklus II. (table pada lampiran) Hasil belajar siswa ini merupakan salah satu indikator berhasil tidaknya suatu pembelajaran. Dengan menggunakan PhET, siswa lebih memahami tentang listrik yang di dalamnya antara ada ilustrasi arus listrik dan bagaimana cara membuat rangkaian listrik. Berdasar hasil belajar pada evaluasi siklus II ini diperoleh nilai siswa dengan rincian 17 siswa mendapat nilai yang sudah memenuhi KKM atau 82,61% yang berarti sudah tuntas, sedangakan 6 siswa mendapat nilai kurang dari KKM atau 17,39% belum tuntas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II secara klasikal siswa sudah tuntas, sedangkan yang belum tuntas diberi bimbingan tersendiri. PEMBAHASAN Menurut Hamalik (2008) hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu. Dilihat dari pengertian hasil belajar tersebut, pada siswa kelas V SDN Bulukerto 01 terdapat perubahan hasil belajar, hal ini didasarkan pada tindakan yang telah dilakukan oleh peneliti yang dimulai dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Tindakan yang dimaksudkan disini adalah dengan menggunakan PhET sebagai media pembelajaran untuk menunjang dari media sebenarnya yang berupa alat-alat listrik. Dengan menggunakan PhET siswa lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran, hal ini dikarenakan siswa sekarang sudah terbiasa menggunakan peralatan elektronik atau tekhnolgi informasi.Dan berdasarkan hasil belajar siswa pada tindakan siklus I dan II dapat dilihat pada diagram batang di bawah ini 87% 84,44% 82,61%
100,00% 80,00% 60,00% 40,00%
57,78% 55%
Aktifitas Siswa 34,78%
Kreatifitas siswa Ketuntasan Belajar
20,00% 0,00% Siklus I
Siklus II
Gambar : Perbandingan hasil belajar pada siklus I dan siklus II Diagram di atas menunjukkan bahwa setelah dilakukan tindakan dari siklus I dan siklus II terjadi perubahan hasil belajar dengan rincian sebagai berikut: aktifitas siswa yang mengalami kenaikan, pada siklus I nilai aktifitas siswa 57,78% naik menjadi 84,44% pada siklus II ,dengan persentase kenaikan sebesar 26,66%. Begitu juga kreatifitas siswa dalam membuat rangkaian listrik juga mengalami kenaikan, yang sebelumnya pada siklus I hanya sebesar 55%, pada siklus II menjadi 87% dengan persentase kenaikan sebesar 32%. Sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa yang juga mengalami kenaikan, dapat dilihat dari nilai ketuntasan kelas pada siklus I hanya 34,78%, pada siklus II menjadi 82,61% dengan persentase kenaikan sebesar 47,83%. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan PhET sebagai media alternatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa.Dan berdasarkan dari target ketuntasan klasikal 70% dari 23 siswa sudah tuntas, maka penelitian ini hanya dibatasi oleh 2 siklus saja, sedangkan yang belum tuntas diberikan bimbingan dan remidi tersendiri.
657
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan dengan menggunakan PhET sebagai media alternatif penunjang dari media riil atau benda yang sesungguhnya pada pembelajaran tentang rangkaian listrik di SDN Bulukerto 01 dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Di samping itu dengan menggunakan PhET, siswa lebih antusias untuk mengikuti pembelajaran karena dapat melihat bagaimana arus listrik itu mengalir serta mudah untuk mengoperasikannya . Dilihat dari hasil belajarnya ada peningkatkan dari siklus I yang fokus menggunakan media alat listrik yang sebenarnya dengan siklus II yang fokus menggunakan PhET sebagai media alternatif. Adapun kenaikan hasil belajar dapat dilihat dari hasil evalusi siklus I yang mencapai persentase sebesar 34,78% menjadi 82,61%. Dengan demikian,peneliti berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi : 1) guru sebagai peneliti, karena dengan menggunakan berbagai media terutama PhET dapat membuat siswa antusias dalam mengikuti pelajaran serta memudahkan siswa dalam memamahami pelajaran tentang rangkaian listrik. 2) siswa, sebagai subyek pembelajaran dengan menggunakan berbagai media terutama PhET siswa lebih mudah memahami pelajaran, karena siswa pada tingkat Sekolah Dasar membutuhkan media yang dapat mengkonkritkan benda yang abstrak. 3) pendidik, semoga penelitian ini dapat diajdikan inspirasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. 4) sekolah, PhET ini bisa digunakan sebagai media pembelajaran dengan cara mendownload di alamat http://www.phet.colorado.edu DAFTAR RUJUKAN Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007. Tentang Standar Proses Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta:BNSP Leo Sutrina.Hery Kresnadi. Kartono. 2007.Pengembangan Pembelajaran IPA SD.Depdiknas Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:Depdiknas Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007. Tentang Standar Proses Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta:BNSP Arsa. Deni Darmawan. Cepi Rian. 2007,Komputer dan Media Pembelajaran di SD,Depdiknas Akbar,Sa’dun.2012.Modul Pengembangan Penelitian Tindakan Kelas dan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang. https://himitsuqalbu.wordpress.com/2014/03/21/definisi-hasil-belajar-menurut-para-ahli/. diunduh 19 Januari 2016 http://rachmadresmi.blogspot.co.id/2009/03/phet-simulasi-fisika-untuk-membantu.html. diunduh 19 Januari 2016
658
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI MEMAHAMI BERBAGAI BENTUK ENERGI DAN CARA PENGGUNAANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI–HARI DENGAN METODE JIGSAW DI KELAS IV SD Maulana Akbar Sasputra SDN Oro – oro Ombo 02
[email protected] Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mendeskripsikan: 1) penerapan model pembelajaran tipe jigsaw, 2) hasil belajar siswa.merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Tiap siklusnya terdiri dari satu pertemuan. Data diambil dari lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, hasil belajar siswa dan aktivitas siswa. Setiap akhir pertemuan dilakukan tes untuk mengukur hasil belajar siswa. Penerapan model pembelajaran jigsaw dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II diatas KKM. Guru dapat menggunakan model pembelajaran jig saw untuk meningkatkan hasil belajar IPA. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan model pembelajaran jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan memperbaiki kekurangan pada diskusi kelompok ahli dan evaluasi. Kata Kunci: Model Pembelajaran Jigsaw, IPA, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar
Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar dapat lebih mudah dalam memahami alam sekitar. Untuk mendapatkan pengalaman belajar secara langsung melalui praktik diperlukan partisiasi dan keaktifan siswa sebagai pebelajar. Mengacu pada hal tersebut sangat diperlukan model pembelajaran IPA yang sesuai. Karena model pembelajaran IPA yang sesuai sangat membantu guru dan siswa dalam mencapai keberhasilan pembelajaran. Bagi siswa, dengan penerapan model pembelajaran yang sesuai akan mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Tujuan pendidikan IPA di SD selain memberikan pengalaman kepada peserta didik dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah juga untuk membentuk sikap ilmiah. Jadi dalam kegiatan pembelajaran IPA sebaiknya guru memberikan sejumlah kegiatan yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengarah pada tujuan pendidikan IPA. Dengan demikian pendidikan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dengan cara membentuk guru yang berkualitas pula. Menurut Mulyasa (2007:11), guru profesional harus mampu mengembangkan budaya dan iklim organisasi pembelajaran yang bermakna, kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis, sehingga menyenangkan bagi peserta didik maupun guru dalam pembelajaran. Jadi untuk menjadi seorang guru profesional, motivasi diri untuk meningkatkan kualitas diri seorang guru harus selalu ditingkatkan. Kelas IV dipilih karena berdasarkan hasil pengamatan ditemukan fakta bahwa kegiatan pembelajaran IPA di SDN Oro–oro Ombo 02 Batu masih terdapat banyak masalah. Dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kelas IV di SDN Oro – oro Ombo 02 Batu, hasil belajar siswa juga masih tergolong kurang memuaskan. Dari hasil yang didapatkan pada tahun pelajaran 2015/2016 bahwa nilai IPA peserta didik kelas IV SD masih dibawah KKM, hal ini dilihat dari nilai rata-rata kelas tes awal yaitu 59,60. Karena guru kurang kreatif dalam memanfaatkan alat peraga yang ada dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berusaha menerapkan model pembelajaran jigsaw pada pelajaran IPA khususnya pada kompetensi dasar menjelaskan hubungan antara struktur akar tumbuhan dan fungsinya. Materi ini dipilih karena dalam pembelajaran menggunakan model jigsaw
659
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
siswa akan mengalami sendiri dengan cara melakukan pengamatan secara langsung untuk membuktikan bagian tumbuhan dan fungsinya sehingga siswa benar-benar menemukan sendiri pengetahuannya. Dengan demikian pada pembelajaran ini diharapkan dapat menimbulkan keaktifan dan keantusiasan siswa dalam belajar, khususnya dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan melibatkan siswa dalam menemukan pengetahuannya sendiri melalui pemberian pengalaman langsung kepada siswa dengan model pembelajaran jigsaw. Dalam model pembelajaran cooperative learning type jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan komunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya Rusman, (2008.203 ). Proses pemecahan masalah dilakukan secara kolaborasi. Kolaborasi dilakukan antara peneliti dengan rekan sejawat sesama guru, peneliti, bersama kolaborator bekerja secara tim mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Berdasarkan observasi dan diskusi dengan teman sejawat diketahui adanya beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya pencapaian kompetensi dasar tersebut. Identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut : a) Kurangnya kemampuan siswa dalam memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari b) Kurangnya media alat peraga yang mendukung dalam pembelajaran IPA Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat disimpulkan beberapa faktor analisis permasalahan, diantaranya : a) Guru belum menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi pembelajaran yang dilaksanakan b) Guru belum memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan percobaan atau pengamatan langsung Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti bagaimanakah penerapan model pembelajaran jig saw pada materi pokok struktur bagian tumbuhan dan fungsinya yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu, Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “ Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari dengan metode jigsaw di kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu Tahun Pelajaran 2015 / 2016 ”. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997). Hasil Dan Pembahasan Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah penerapan jig saw dalam pelajaran IPA untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu”. Oleh karena itu dibawah ini akan dipaparkan data tes materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari pada pembelajaran IPA dengan jumlah siswa 25 siswa. Mulai dari penilaian prasiklus, siklus 1, dan siklus
660
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Analisis Data Siklus 1 Hasil analisa siklus 1 dapat dilihat pada tabel dan grafik yang peneliti sajikan sebagai berikut : Tabel 4.4 Daftar Nilai Siswa Siklus 1 ANALISIS NO NAMA SISWA NILAI KET NILAI 1 AAN NUR ANDIKA 50 Sangat Kurang Tidak Tuntas 2 FARHANDIKA DWI P 50 Sangat Kurang Tidak Tuntas 3 IZZA SHYLA A 60 Kurang Tidak Tuntas 4 MUHAMAD RAMZY 60 Kurang Tidak Tuntas 5 NOVIA 60 Kurang Tidak Tuntas RAHMADANI 6 ADAM JULIANSYAH 60 Kurang Tidak Tuntas 7 AFRIZAL DINDA F 60 Kurang Tidak Tuntas 8 AGUNG PUTRA S 90 Baik Tuntas 9 AINA ZASKIA A 70 Cukup Tuntas 10 ALFI RIZALDI IBRA 70 Cukup Tuntas 11 AL'IM ARDIANSYAH 80 Baik Tuntas 12 ALVIAN RAMA K 70 Cukup Tuntas 13 ALY HAKIM A 60 Kurang Tidak Tuntas 14 AMALIYA RIZKA W 70 Cukup Tuntas 15 ANNISA EKA PUTRI 70 Cukup Tuntas 16 ARIF INDRA S 70 Cukup Tuntas 17 ATA DHIYA FARIN Z 70 Cukup Tuntas 18 AULIA PUTRI M 60 Kurang Tidak Tuntas 19 AULIA RAHMA A 70 Cukup Tuntas 20 AULIA SIFA N 50 Sangat Kurang Tidak Tuntas 21 DAFID PUTRA R 60 Kurang Tidak Tuntas 22 DEBITA ALVIA N 60 Kurang Tidak Tuntas 23 EKA ARY WIJAYA 60 Kurang Tidak Tuntas 24 FEBI TRI W 70 Cukup Tuntas 25 FEBRIANA TRI W 70 Cukup Tuntas Rata-rata 64,80 Nilai tertinggi 90 Nilai terendah 50
Hasil evaluasi diklasifikasikan seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 4.5 Presentasi Nilai Siswa Siklus 1 Persentase (%) No Nilai Frekuensi SK K C B 1 0 2 10 3 20 4 30 5 40 6 50 3 12
661
SB
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
7 8 9 10 11
60 70 80 90 100 Jumlah
10 10 1 1 0 25
40 40 4 4 28
36
36
4
4
Bila disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat seperti dibawah ini : Tabel 4.6 Presentase Nilai Siswa Siklus 1 Kriteria Jumlah siswa Persentase Sangat Kurang 3 12% Kurang 10 40% Cukup 10 40% Baik 1 4% Sangat Baik 1 4% Jumlah 25 100% Dalam bentuk grafik seperti dibawah ini : Gambar 4.2 Grafik Nilai Siswa Siklus 1
Refleksi Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai hasil evaluasi siklus 1 diperoleh data 3 siswa (12%) mendapat nilai sangat kurang, 10 siswa (40%) mendapat nilai kurang, 10 siswa (40%) mendapat nilai cukup dan 1 siswa (4%) yang mendapat nilai baik serta 1 siswa (4%) mendapatkan nilai sangat baik. Dari data tersebut dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan nilai dari pra siklus ke siklus 1, meski pada siklus 1 masih belum tercapai sepenuhnya, untuk itu perlu diadakan perbaikan pembelajaran. Analisis Data Siklus 2 Hasil analisa siklus 2 dapat dilihat pada tabel dan grafik yang peneliti sajikan sebagai berikut : Tabel 4.7 Daftar Nilai Siswa Siklus 2 ANALISIS NO NAMA SISWA NILAI KET NILAI 1 AAN NUR ANDIKA 70 Cukup Tuntas 2 FARHANDIKA DWI 70 Cukup Tuntas
662
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
IZZA SHYLA A 70 MUHAMAD RAMZY 70 NOVIA RAHMADAN 70 ADAM JULIANSYAH 80 AFRIZAL DINDA F 80 AGUNG PUTRA S 100 AINA ZASKIA A 100 ALFI RIZALDI IBRA 80 AL'IM ARDIANSYAH 100 ALVIAN RAMA K 80 ALY HAKIM A 80 AMALIYA RIZKA W 90 ANNISA EKA PUTRI 100 ARIF INDRA S 90 ATA DHIYA FARIN Z 90 AULIA PUTRI M 80 AULIA RAHMA A 90 AULIA SIFA N 60 DAFID PUTRA R 80 DEBITA ALVIA N 80 EKA ARY WIJAYA 80 FEBI TRI 100 WULANDARI 25 FEBRIANA TRI W 90 Rata-rata 83,20 Nilai tertinggi 100 Nilai terendah 60
Cukup Cukup Cukup Baik Baik Sangat baik Sangat baik Baik Sangat baik Baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik Baik Sangat baik Kurang Baik Baik Baik Sangat baik
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
Sangat baik
Tuntas
Hasil evaluasi diklasifikasikan seperti pada tabel dibawah ini: Tabel 4.8 Presentasi Nilai Siswa Siklus 2 Persentase (%) No Nilai Frekuensi SK K C B 1 0 2 10 3 20 4 30 5 40 6 50 7 60 1 4 8 70 5 20 9 80 9 36 10 90 5 11 100 5 Jumlah 25 4 20 36 Bila disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat seperti dibawah ini :
663
SB
20 20 40
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kriteria Sangat Kurang Kurang Cukup Baik Sangat Baik Jumlah
Tabel 4.9 Presentase Nilai Siswa Siklus 2 Jumlah siswa Persentase 0 0% 1 4% 5 20% 9 36% 10 40% 25 100%
Dalam bentuk grafik seperti dibawah ini : Grambar 4.3 Grafik Nilai Siswa Siklus 2
a. Refleksi Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai hasil evaluasi siklus 2 diperoleh data tidak ada siswa yang mendapat nilai sangat kurang, hanya 1 siswa (4%) mendapat nilai kurang, 5 siswa (20%) mendapat nilai cukup dan 9 siswa (36%) yang mendapat nilai baik serta 10 siswa (40%) mendapatkan nilai sangat baik. Dari data tersebut dapat diartikan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan nilai dari pra siklus sampai siklus 2. A. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dalam bentuk tabel grafik dibawah ini :
NO 1 2 3 4 5
Tabel 4.10 Daftar Nilai Siswa Pra Siklus, Siklus dan Siklus 2 SIKLUS NAMA SISWA Siklus 1 Siklus 2 AAN NUR ANDIKA 50 70 FARHANDIKA DWI 50 70 P IZZA SHYLA A 60 70 MUHAMAD RAMZY 60 70 NOVIA 60 70 RAHMADANI
664
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
6
ADAM JULIANSYAH 7 AFRIZAL DINDA F 8 AGUNG PUTRA S 9 AINA ZASKIA A 10 ALFI RIZALDI IBRA 11 AL'IM ARDIANSYAH 12 ALVIAN RAMA K 13 ALY HAKIM A 14 AMALIYA RIZKA W 15 ANNISA EKA PUTRI 16 ARIF INDRA S 17 ATA DHIYA FARIN Z 18 AULIA PUTRI M 19 AULIA RAHMA A 20 AULIA SIFA N 21 DAFID PUTRA R 22 DEBITA ALVIA N 23 EKA ARY WIJAYA 24 FEBI TRI W 25 FEBRIANA TRI W Rata-rata Nilai tertinggi Nilai terendah
60
80
60 90 70 70 80
80 100 100 80 100
70 60 70 70 70 70
80 80 90 100 90 90
60 70 50 60 60 60 70 70 64,80 90 50
80 90 60 80 80 80 100 90 83,20 100 60
Analisis Nilai Pra Siklus, Siklus 1 dan Siklus 2 Tabel 4.11 Analisis Nilai Siswa Pra Siklus, Siklus dan Siklus 2 Kriteria Siklus 1 Siklus 2 Sangat Kurang 3 0 Kurang 10 1 Cukup 10 5 Baik 1 9 Sangat Baik 1 10 Jumlah 25 25 Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai hasil evaluasi Pra Siklus diperoleh 7 siswa mendapat nilai sangat kurang, 9 siswa mendapat nilai kurang, 8 siswa mendapat nilai cukup dan 1 siswa mendapat nilai baik. Dari data tersebut dapat diartikan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai sepenuhnya, untuk itu perlu diadakan perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang peneliti lakukan untuk menindaklanjuti ada 2 siklus yang terdiri dari siklus 1 dan 2. Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai hasil evaluasi siklus 1 diperoleh data 3 siswa mendapat nilai sangat kurang, 10 siswa mendapat nilai kurang, 10 siswa mendapat nilai cukup, 1 siswa mendapat nilai baik dan 1 siswa mendapat nilai sangat baik. Dari data tersebut dapat diartikan
665
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
sudah terjadi peningkatan nilai dari pra siklus ke siklus 1, meski pada siklus 1 tujuan pembelajaran masih belum tercapai sepenuhnya, untuk itu perlu diadakan perbaikan pembelajaran. Berdasarkan dari tabel dan grafik analisis nilai evaluasi siklus 2 diperoleh diperoleh data tidak ada siswa yang mendapatkan nilai sangat kurang, hanya 1 siswa mendapat nilai kurang, 5 siswa mendapat nilai cukup, 9 siswa mendapat nilai baik, dan 10 siswa mendapat nilai sangat baik. Dari data tersebut dapat diartikan sudah terjadi peningkatan yang signifikan nilai dari pra siklus sampai siklus 2 dan tujuan pembelajaran sudah tercapai. Nilai rata-rata pada pra siklus 61,20, kemudian meningkat pada siklus 1 yakni 64,80 dan meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 83,20, dapat diartikan bahwa tindakan perbaikan pembelajaran yang peneliti lakukan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari yang menggunakan metode jig saw, pengamatan pada mata pelajaran IPA di kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu.
Gambar 1. Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti dalam menerapkan model Jig Saw pada mata pelajaran IPA dengan materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari kelas IV SDN Oro – oro Ombo 02 Batu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut, 1. Penerapan model pembelajaran Jig Saw pada mata pelajaran IPA dengan materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari pada siswa kelas IV di SDN Oro – oro Ombo 02 Batu telah dilaksanakan sesuai dengan langkah dari model pembelajaran model Jig Saw. 2. Penerapan model pembelajaran Jig Saw pada mata pelajaran IPA dengan materi memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari – hari pada siswa kelas IV di SDN
666
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Oro – oro Ombo 02 Batu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa meningkat dari pra siklus, siklus 1 sampai siklus 2. 3. Hasil belajar siswa yang diperoleh adalah pemahaman konsep, keterampilan kerja sama yaitu diskusi kelompok, pembimbingan teman sejawat, dan kualitas gagasan yang diberikan kepada teman dalam satu kelompok. Peningkatan tersebut dapat diketahuidengan peningkatan skor siswa dari hasil tes. Selain itu dengan adanya penerapan pembelajaran koperatif model jig saw memberi respon positif terhadap pembelajaran. Hal tersebut ditunjukkan dengan antusiasme siswa dalam pembelajaran dengan adanya minat untuk belajar, sehingga meningkatkan hasil belajar. A. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengemukakan beberapa saran dalam menerapkan model pembelajaran Jig Saw sebagai berikut. 1. Bagi Guru a) Guru hendaknya lebih memperhatikan pengorganisasian waktu agar pembelajaran tidak melebihi batas waktu yang telah ditetapkan. b) Guru hendaknya memberikan bimbingan kepada individu maupun kelompok secara merata. c) Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan model Jig Saw, guru hendaknya menjelaskan langkah-langkah terlebih dahulu agar siswa mengetahui apa yang harus mereka kerjakan dalam pembelajaran. 2. Bagi Peneliti Penggunaan metode pembelajaran koperatif model jig saw perlu dikembangkan lebih lanjut, lebih kreatif dan lebih bervariatif untuk memperbaiki kekurangan dan memperoleh hasil yang memuaskan. 3. Bagi Siswa Setelah melaksanakan pembelajaran model jig saw, hendaknya siswa dapat berkolaborasi dan bekerja sama dengan teman dalam memcahkan masalah, sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi pelajaran yang disampaikan karena berkaitan dengan kehidupan sehari-har Daftar Rujukan Arends, 1997. Perkembangan Jigsaw https://www.google.co.id/search?q=Arends+%281997%29+&oq=Arends+%281997%29+&g s_l=serp.3...140134.140134.0.140892.1.1.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c.1.64.serp..1.0.0.vPZhuPBk QQQ Djojosoediro 2004 Pengembangan dan Pembelajaran IPA SD, https://www.google.co.id/search?site=&source=hp&q=Djojosoediro+%282004%3A5%29&o q=Djojosoediro+%282004%3A5%29&gs_l=hp.3...10682.10682.0.11600.1.1.0.0.0.0.550.550. 5-1.1.0....0...1c.1.64.hp..0.0.0.90xQbGMqJMk Doolittle, 2002. Model Pembelajaran Jigsaw https://www.google.co.id/search?q=Doolittle+%282002+%29+&oq=Doolittle+%282002+%2 9+&gs_l=serp.3...127429.129208.0.129915.13.6.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c.1.64.serp..13.0.0.Tk4 e8lFMULo Huriyati, 2010. Tujuan Pendidikan IPA di SD https://www.google.co.id/search?q=Huriyati+%282010%3A1%29&oq=Huriyati+%282010% 3A1%29&gs_l=serp.3..0i71l2.0.0.0.13548.0.0.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c..64.serp..0.0.0.ytiOtSG F3qs Kurniawan, 2007. karakteristik siswa SD https://www.google.co.id/search?q=Kurniawan+%282007%3A1%29+&oq=Kurniawan+%28 2007%3A1%29+&gs_l=serp.3...158851.158851.0.159592.1.1.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c..64.serp ..1.0.0.evK-0wI-Fnc Lie,A.,1994. Bekerja Sama Secara Kooperatif https://www.google.co.id/search?q=Lie%2C+A.%2C+%281994%29.&oq=Lie%2C+A.%2C+
667
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
%281994%29.&gs_l=serp.3..0i22i30.51470.51470.0.52273.1.1.0.0.0.0.266.266.21.1.0....0...1c..64.serp..0.1.265.nvolzOdF7qk Mulyasa, 2007. Guru Profesional https://www.google.co.id/search?q=Mulyasa+%282007%3A11%29&oq=Mulyasa+%282007 %3A11%29&gs_l=serp.3...478110.478110.0.478901.1.1.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1c.1.64.serp..1. 0.0.naYJob_3htI Rusman, 2008. Cooperative Learning Type Jig Saw https://www.google.co.id/search?q=Rusman+%282008%3A203%29&oq=Rusman+%282008 %3A203%29&gs_l=serp.3...43500.43500.0.44195.1.1.0.0.0.0.409.409.41.1.0....0...1c.1.64.serp..0.0.0._phwJgSyUMs Sutrisno, 2007. Teori IPA https://www.google.co.id/search?site=&source=hp&q=SUTRISNO+%282007%3A1%29&oq=SUTR ISNO+%282007%3A1%29&gs_l=hp.3...1679.17026.0.17733.19.15.1.0.0.0.561.3357.23j6j0j1.10.0....0...1c.1.64.hp..8.9.2710.LcasMevASK8
668
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA TENTANG KENAMPAAN PERMUKAAN BUMI DENGAN MEDIA MANIPULATIF PADA SISWA KELAS III SDN SISIR O2 Hendri Setiawan SDN Sisir 02 Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian dilakukan dengan Tindakan Kelas, dilaksanakan dalam dua siklus. Bertujuan untuk mengetahui hasil belajar IPA materi kenampaan permukaan bumi di kelas III SDN Sisir 02 Kota Batu menggunakan media manipulatif. Tahapan penelitian ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Adapun kelas yang diteliti adalah kelas III dengan jumlah siswa 23 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Pada siklus I nilai rata-rata siswa 69 dan ketuntasan belajar 65%. Pada siklus II nilai rata-rata naik menjadi 78 dan ketuntasan belajar 87 %. Disamping itu diperoleh fakta bahwa dengan media manipulatif aktivitas kinerja siswa meningkat secara signifikan. Kata Kunci: media manipulatif, hasil belajar, IPA
Undang-undang No. 2 Pasal 13 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan dalam masyarakat dan mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan menengah dalam masyarakat. Upaya mengembangkan sikap, kemampuan, pengetahuan dari tugas dan tanggung jawab guna untuk melaksanakan proses belajar mengajar”. Dalam metode khusus pengajaran IPA menyatakan bahwa “Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat pengembangan Siswa SD dalam bidang IPA yang amat diperlukan untuk melanjutkan belajar ke sekolah yang lebih tinggi maupun untuk mengembangkan bakat, minat dan menyesuaikan dengan lingkungannya. Melatih keterampilan anak untuk berfikir secara kreatif dan inovatif. IPA merupakan latihan bagi anak untuk berfikir kritis dalam mengembangkan daya cipta dan minat Siswa secara dini tentang alam sekitarnya” (Depdikbud. 1996). Dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, serta saran dan pendapat para guru maka pembelajaran sains disajikan dengan menerapkan berbagai pendekatan sehingga relevan dengan tujuan pembelajaran IPA yakni:menyajikan berbagai fakta maupun percobaan sehingga dapat menambah pengalaman anak didik baik di rumah maupun disekolah. Membangkitkan minat siswa untuk dapat menyelidiki gejala-gejala alam disekitarnya melalui pengamatan serta mengembangkan keterkaitan antara pengetahuan dan teknologi. Pengertian Minat Belajar Siswa menurut para ahli sebagai berikut: 1) menurut Kartono (1995), minat merupakan moment-moment dari kecenderungan jiwa yang terarah secara intensif kepada suatu obyek yang dianggap paling efektif (perasaan, emosional) yang didalamnya terdapat elemenelemen efektif (emosi) yang kuat. Minat juga berkaitan dengan kepribadian. Jadi pada minat terdapat unsur-unsur pengenalan (kognitif), emosi (afektif), dan kemampuan (konatif) untuk mencapai suatu objek, seseorang suatu soal atau suatu situasi yang bersangkutan dengan diri pribadi. 2) menurut Buchori (1985), minat adalah kecenderungan jiwa yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas atau kegiatan (Slameto, 1995). Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas dan memperhatikan itu secara konsisten dengan rasa senang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara harafiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam atau yang mempelajari peristiwa yang terjadi di alam. IPA adalah sistem tentang alam semesta
669
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan observasi dan eksperimen terkontrol. IPA juga didefinisikan sebagai pengkajian dan penterjemahan pengalaman manusia tentang dunia fisik,mencakup semua aspek pengetahuan yang dihasilkan oleh metode sain-tifik,tidak terbatas pada fakta dan proses sain-tifik, tetapi juga berbagai aplikasi pengetahuan dan prosesnya seperti pengamatan,perkiraan dan penilaian serta interprestasi.Dengan demikian IPA adalah produk atau hasil dari proses penyelidikan ilmiah yang dilandasi oleh sikap dan nilai-nilai tertentu (Sahono,2010,dari beberapa sumber). Sadiman (2012: 7) berpendapat bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Berdasarkan batasan mengenai media di atas, maka dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Jika program media didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi tersebut akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan pengajar. Selain itu, media juga dapat merangsang pikiran, membangkitkan semangat, perhatian dan kemauan pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri pembelajar. Menurut Dra.Roestiyah.N.K.(1989:1),guru harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efesien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Lebih lanjut Purnomo, J.P (2013) menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat penting. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media. Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif, efektif, menarik dan menyenangkan. Pembelajaran juga akan menjadi lebih efektif ketika dilakukan secara berkelompok. Dalam pemahaman dan kemampuan pembelajaran IPA khususnya tentang materi kenampaan alam menjadi masalah bagi siswa kelas III SDN Sisir 02 Batu, yaitu siswa kurang berminat dan sulit dalam mendeskripsikan atau mendefinisikan kenampaan alam. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan ,diperoleh informasi bahwa tingkat penguasaan dan pemahaman mata pelajaran IPA menunjukkan prestasi belajar masih sangat rendah. Hasil nilai mata pelajaran IPA di kelas III SDN Sisir 02 materi “Kenampaaan Alam” dinyatakan belum tuntas karena belum mencapai KKM, KKM IPA kelas III SDN Sisir 02 adalah 65,dari 21 siswa yang memperoleh nilai 60 keatas hanya 10 anak atau hanya 30% siswa yang mendapat nilai sesuai dengan KKM.Sementara 70% siswa dinyatakan belum tuntas dalam pembelajaran.Keadaan ini diduga disebabkan oleh ketidakefektifan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan, guru belum menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang tepat bagi peserta didik,Kurang minatnya siswa dalam pembelajaran IPA juga dipengaruhi oleh minimnya fasilitas di sekolah utamanya TIK. Disamping itu penggunaan media pembelajaran masih sangat sederhana, khususnya tentang kenampaan alam. Hanya berupa gambar dan foto saja. Untuk itu guru berupaya meningkatkan minat belajar siswa melalui penggunaan media pembelajaran, salah satu media pembelajran yang tepat adalah media manipulative.Gatot Muhsetyo, dkk (2007: 2. 31) mendefinisikan bahwa “Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar, dipegang, dibalik, dipindah, diatur atau ditata atau dipotong-potong”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bahan manipulalatif yaitu bahan yang dapat dimain-mainkan dengan tangan. Alat ini terkait langsung dan bagian dari penjelasan konsep uraian-uraian materi yang disampaikan. Bahan manipulatif berfungsi untuk menyederhanakan konsep-konsep yang sulit atau sukar, menyajikan bahan yang relatif abstrak menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkrit, menjelaskan sifatsifat tertentu yang terkait dengan pengerjaan hitung dan sifat-sifat bangun geometri, serta memperlihatkan fakta-fakta (Gatot Muhsetyo, dkk, 2007: 2. 20). Contoh bahan manipulatif,
670
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
jenisnya kertas, karton, kelereng, kerikil, manik-manik, buku, pensil, butiran, kayu, kawat, lidi atu bungkus makanan (Gatot Muhsetyo, dkk, 2007: 4. 21). METODE PENELITIAN Untuk meningkatkan penguasaan materi pembelajaran Pendidikan IPA materi kenampaan alam, maka dilaksanakan perbaikan dengan membimbing siswa yang kesulitan dalam mengerjakan soal, memotivasi keaktifan siswa dengan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan kebutuhan. Metode penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu suatu proses yang dinamis dimana keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi harus dipahami bukan sebagi langkah-langkah yang statis, terselesaikan dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan momen-momen dalam bentuk spiral yang menyangkut perencanaan, tindakan, pengamatan,dan refleksi (Kemmis & Mc Taggart, 1993). Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas III SDN Sisir 02 Kota Batu dengan jumlah siswa 23 orang, yang terdiri dari 16 laki-laki dan 7 perempuan mulai bulan Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang dibantu oleh teman sejawat. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan (@ 2 jam pelajaran x 35 menit. Siklus pertama dilakukan pada tanggal 2 dan 10 Maret 2016 dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 5 April dan 12 April 2016. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya. Gambar 1 Siklus PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto, 2006: 16) Perencanaan
Refleksi
SIKLUS
1
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS 2
Pelaksanaan
Pengamatan
Gambar 1 : Alur penelitian tindakan kelas Oleh karena itu penulis selaku peneliti melakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas melalui penggunaan media yang sesuai, sehingga membuat anak berminat dalam pembelajaran IPA. Sebagai bentuk kepedulian terhadap prestasi siswa.pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilakukan dalam 2 siklus.
671
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Pertemuan I Perencanaan Kegiatan Dalam tahap perencanaan, pertama kali yang harus dilakukan adalah penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam tahap ini terlebih dahulu ditentukan SK dan KD yang akan dicapai. Dalam penelitian ini,RPP dikembangkan berdasarkan SK 6 ”.Memahami kenampaan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam” dan KD.6.1 “ Mendeskripsikan kenampaan permukaan bumi di lingkungan”. Selanjutnya dari SK dan KD dikembangkan ke dalam indikatorindikator . Adapun Indikator dari SK dan KD diatas yaitu: (1). Mengidentifikasi berbagai bentuk permukaan bumi (daratan dan sebaran air), (2).Menjelaskan melalui pengamatan model bahwa sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, (3). Menyimpulkan melalui pengamatan model bahwa bentuk bumi tidak datar tetapi bulat pepat. Dari indikator-indikator tadi dikembangkan tujuan pembelajaran. Adapun tujuan pembelajarrannya adalah 1).Dengan memperhatikan gambar seri kenampaan permukaan bumi pada siswa dapat menjelaskan bentuk bumi dengan benar. 2). Melalui kerja kelompok memadukan gambar seri, siswa dapat memberikan nama bagian-bagian yang termasuk daratan. 3).Melalui tugas rumah tentang kenampaan permukaan bumi, siswa dapat membuat bentuk tiruan bumi dari plastisin dengan bagus. Materi pokok dalam pembelajaran ini adalah (1).Kenampaan permukaan bumi,(2).Membuat benda tiga dimensi. Pelaksanaan Dalam tahap pelaksanaan RPP ini terdiri dari 3 kegiatan yaitu ; kegiatan Awal,inti dan penutup. Kegiatan awal dilaksanakan selama 10 menit, Dalam kegiatan ini yang dilakukan adalah melakukan doa bersama, mengabsen dan apersepsi.Untuk mengantarkan pada materi yang akan dibelajarkan,dengan mengajak siswa menyanyikan lagu “bumi saya bulat”. Kemudian dilanjutkan kegiatan inti yang dilaksanakan selama 35 menit,kegiatannya antara lain G :” Anak-anak perhatikan,apa yang bapak pegang ini”! S : “ Buah jeruk Pak.. G : “Ya. Bagimana bentuk buah jeruk ini anak-anak”? S : “ Bulat pak.” Dari beberapa dialog diatas. Guru memberikan gambaran bahwa bentuk bumi kita adalah berbentuk bulat pepat. 1).Tahap Eksplorasi a). Menunjukkan gambar seri kenampaan permukaan bumi dan siswa mengamati.
Gambar 2 : Guru menunjukkan gambar seri kenampaan permukaan bumi. G : “ Anak-anak perhatikan gambar berikut.! S : “ Ya pak..
672
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
G : “ Bagian-bagian apa saja yang termasuk daratan? “ S : “Gunung, Bukit, sungai pak… G : “ Ya kalian betul anak-anak. Coba sekarang perhatikan bagian bumi yang termasuk daratan yang lain.?” b).Siswa bertanya jawab tentang kenampaan permukaan bumi. c).Guru memberikan penjelasan singkat dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok, prosedur kerja serta menentukan batas waktu. 2).Tahap Elaborasi a). Memandu siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa dalam kelompok.b).Siswa mengerjakan lembar kegiatan. 3).Tahap konfirmasi dalam tahap ini kegiatan yang dilaksanakan adalah a). Memandu siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok. b).Memandu siswa untuk menyimpulkan hasil kerja kelompok.c).Memberi kesempatan bertanya kepada siswa.
Gambar 3 : Ketua kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Pada tahap pembelajaran berikutnya adalah kegiatan akhir dilaksanakan selama 20 menit. Kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah memberi tugas rumah kepada siswa dan pada akhir pembelajaran menyisakkan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi pembelajaran yang telah dilaksanakan. G : “ Anak-anak. Bapak ada tugas buat kalian di rumah!” S : “ Ya pak.. G : “ Buatlah bentuk tiruan bumi dari tanah liat atau plastisin dengan bagus”. S : “ Baik pak.. Pengamatan Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai bahan evaluasi. Dengan menggunakan tekhnik tes berupa Non tes (lisan) yaitu melalui pengamatan terhadap perilaku siswa selama pembelajaran dan Tertulis untuk mengukur hasil belajar. Adapun bentuk tes berupa tes lisan,tes dan tertulis. Siswa mengerjakan LKS dengan memadukan gambar seri kenampaan permukaan bumi (daratan) yang disediakan guru dan mengerjakan beberapa pertanyaan berupa soal uraian, dan mengerjakan lembar pengamatan. Refleksi Siklus I Berdasarkan hasil pengamatan dari teman sejawat mengenai rancangan proses perbaikan pembelajarran, ditemukan beberapa kelemahan pada rencana perbaikan pembelajaran pada siklus pertama ,yaitu a) Pada saat dilaksanakan pengamatan, alokasi waktu hanya sedikit sehinggga waktu hanya dihabiskan untuk demonstrasi saja. b) Hanya sebagian siswa yang mendapat kesempatan untuk melakukan pengamatan. c) Secara klasikal guru dan siswa tidak menyimpulkan hasil percobaan, sehingga dari beberapa pertanyaan dalam tes formatif tidak terjawab dengan benar.
673
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siklus I Pertemuan II Perencanaan Kegiatan Siklus I Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2 x 35 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kembali materi minggu lalu, kepada siswa tentang kenampaan permukaan bumi dan nama bagian-bagian yang termasuk daratan. . Memotivasi siswa dengan cara bernyanyi tentang kenampaan permukaan bumi “Bumi kita bulat”. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu siswa dapat menyebutkan nama bagian-bagian bumi yang termasuk perairan. Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar. G : “Anak-anak kemarin kita sudah belajar IPA dengan menggunakan bantuan gambar seri kenampaan permukaan bumi. Bagaimana perasaan kalian ?” S : “Senang pak ...” G : “ Masih ingatkah kalian materi minggu yang lalu?” S : “ Masih pak. Tentang bagian bumi yang berupa daratan” G : “Pada pertemuan ini, kita juga akan belajar tentang kenampaan permukaan bumi dan nama bagian-bagian bumi yang termasuk perairan.Jadi hari ini kita akan belajar apa anak-anak ?” S : “Bagian-bagian bumi yang termasuk perairan. pak...” Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar IPA khususnya materi kenampaan permukaan bumi tentang nama-nama bagian yang termasuk perairan. Selanjutnya guru menunjukkan globe/bentuk tiruan bumi tentang kenampaan permukaan bumi yang berupa perairan pada siswa.
Gambar 4 : Guru menunjukkan bentuk tiruan bumi. Dari globe yang di tunjukkan oleh guru, kemudian guru mengajak siswa menyebutkan bagianbagian bumi yang termasuk perairan melalui dialog berikut : G: “Anak-anak perhatikan, apa nama bagian bumi dalam gambar ini?” S: “Lautan, Pak...” G: “Iya... coba tuliskan bagian-bagian apa saja yang terdapat di dalam laut?. “ Beberapa siswa maju ke depan berebut ingin menuliskan jawabannya. Guru menunjuk salah satu siswa untuk menuliskannya di papan tulis. G: “Sekarang coba perhatikan nama bagian-bagian bumi yang lain.” S: “baik pak .....” Setelah memperhatikan contoh di papan tulis. Siswa dibagi dalam 4 kelompok yang beranggotakan 5 anak. Pada fase pembentukan kelompok, siswa aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas yang diberikan membantu siswa untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang baru diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin
674
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
menyelesaikan tugas lebih dulu dari kelompok lainnya. Dari hasil evaluasi yang diperoleh bahwa kelompok semangat telah selesai menyelesaikan tugasnya dengan mendapat skor 100, kelompok sehat mendapat skor 80, pintar mendapat skor 75 dan kelompok luar biasa mendapat skor 60. Dari kegiatan pembelajaran terlihat bahwa pembelajaran belum sesuai dengan harapan karena masih ada satu kelompok yang nilainya di bawah kriteria ketuntasan minimal, dan setelah direfleksikan ada beberapa langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain : perlu bimbingan khusus pada anak yang kemampuannya di bawah rata-rata, dan bimbingan pada kelompok yang belum aktif perlu diintensifkan. Pengamatan Pada kegiatan akhir guru bersama siswa coba merefleksikan pembelajaran dan pemberian lembar evaluasi untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa di rumah. Dari kegiatan pembelajaran siklus I pertemuan 2 siswa belum kelihatan antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran,.Adapun selama proses pembelajaran pada siklus I ditemukan beberapa masalah antara lain: 1. Kurang tertibnya siswa dalam mengerjakan Lembar kerja siswa, dan masih ada siswa yang berjalan-jalan dan bertanya dengan kelompok lain. 2. Pada pelaksanaan pembelajaran ada beberapa siswa yang tidak tertib saat berdiskusi misalnya bergurau dengan teman sebangkunya. 3. Dalam diskusi kelompok ada siswa yang masih diam dan tidak aktif dalam berdiskusi, bahkan membiarkan temannya sendiri yang mengerjakan Lembar Kerja. 4. Guru belum sempurna dalam menyampakan pelajaran. Siklus II Pertemuan I Perencanaan Kegiatan proses belajar mengajar pada siklus 2, materi yang dipelajari masih materi mengidentifikasi berbagai bentuk permukaan bumi (daratan dan sebaran air). Pada pelaksanaan pembelajaran ini, penulis masih didampingi oleh teman sejawat untuk melakukan pengamatan saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Adapun kegiatan yang dilakukan pada siklus 2 adalah guru memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa. G :”Anak-anak masih ingatkah kalian dengan materi minggu yang lalu?tentang apa anak-anak?” S :” Masih pak tentang bentuk permukaan bumi yang berupa periran”.(Hanya sebagian siswa yang menjawab) G :” Baik sekarang coba sebutkan bagian-bagian permukaan bumi yang berbentuk perairan?” S :”Laut, selat, tanjung, palung.. G :”Pintar sekali anak-anak. Sekarang coba sekarang perhatikan Dari beberapa pertanyaan yang diberikan. Guru berusaha untuk mengetahui tingkat penguasaan materi yang diterima siswa pada pertemuan berikutnya. Pelaksanaan Selanjutnya guru melanjutkan pembelajaran dengan menunjukkan peta dunia kepada siswa. G :” anak-anak coba dilihat apa yang sekarang bapak bawa?” S :” Peta pak..(siswa menjawab dengan serempak) Dari kegiatan awal tersebut. Kemudian guru memberikan penjelasan singkat tentang bentuk bumi. Kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok.Memberikan penjelasan singkat serta prosedur kerja dan menentukan batas waktu. Guru memandu siswa mengerjakan lembar kegiatan siswa, untuk mengidentifikasi warna-warna yang terdapat pada peta. Adapun langkah-langkah sebagai berikut:
675
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1.
Bersama kelompokmu amatilah peta dunia, bentuk kenampaan permukaan bumi yang berupa daratan dan perairan. 2. Identifikasi warna-warna yang terdapat pada peta tersebut. 3. Jelaskan melalui pengamatan arti dari masing-masing warna yang terdapat pada peta. 4. Simpulkan melalui pengamatan, bahwa bentuk bumi tidak datar tetapi bulat pepat. Selanjutnya, Guru memandu siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok yang diwakili ketua kelompok di bawah bimbingan guru. Guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa. Pengamatan Pada akhir kegiatan pebelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan siswa. Dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan adapun data hasil hasil penelitian pada siklus II pertemuan I adalah sebagai berikut: Siklus 2 pertemuan 2 Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Perbaikan Pembelajaran pertemuan 2, LKS, soal tes formatif dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus 2 pertemuan 2 dilaksanakan pada tanggal 12 April 2016 di kelas III SDN Sisir 02 Batu, dengan jumlah siswa 23 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada Rencana Perbaikan Pembelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus 2 pertemuan 1, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus 2 pertemuan 1 tidak terulang lagi pada siklus 2 pertemuan 2. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.Adapun kegiatan belajar mengajar pada siklus 2 pertemuan 2 ini , guru mengawali dengan beberapa pertanyaan: G :” Anak-anak masih ingatkah kalian dengan materi minggu lalu ?’ S :” masih pak. G :” Baik kalau begitu minta tolong salah satu dari kalian untuk menjawab pertanyaan ini, Sebutkan bagian permukaan bumi yang berupa daratan?” S :”Gunung,lembah,jurang,danau,sungai.( siswa menjawab dengan serempak dan tidak beraturan). G :” Sekarang coba sebutkan bagian permukaan bumi yang berupa perairan?” S :”Laut, selat, tanjung, palung, (siswa menjawab dengan serempak dan tidak beraturan) G :” Baik, sekarang coba jelaskan apa yang dimaksud dengan gunung?” S : “(siswa diam tidak ada yang menjawab) G :”Jelaskan apa yang dimaksud dengan selat?’ S : “(siswa diam tidak ada yang menjawab)” Selanjutnya guru memberikan penjelasan singkat tentang nama bagian-bagian bumi yang berupa perairan. Dari beberapa pertanyaan yang diberikan guru. Guru ingin mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan. Selanjutnya guru melanjutkan pembelajaran dengan membagi siswa menjadi 4 kelompok, di mana masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Pada saat pembagian kelompok siswa sudah bisa menerima pembagian kelompok yang ditentukan oleh guru. Guru menyampaikan secara garis besar materi. Siswa begitu antusias mendengarkan,siswa selalu bertanya pada saat mereka tidak memahami apa yang disampaikan oleh guru (siswa lebih aktif). Hal ini dikarenakan, guru memakai alat peraga yang berupa media tiga dimensi bentuk kenampaan permukaan bumi yang telah disiapkan. Pada saat guru
676
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
menunjukkan alat peraga siswa begitu senang dengan alat peraga yang mereka lihat. Hal ini disebabkan mungkin alat peraga ini terbuat dari bahan fiber dengan warna yang cerah dan tampak seperti bentuk aslinya.
Gambar 5 : Guru menunjukkan alat peraga. Guru meminta setiap kelompok untuk mengerjakan lembar kerja kelompok, sesuai langkah-langkah yang ada. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Bersama kelompokmu amatilah bentuk kenampaan permukaan bumi yang berupa daratan dan perairan. 2. Identifikasi nama bagian-bagian bentuk permukaan bumi. 3. Jelaskan melalui pengamatan masing
Gambar 6 : Siswa mengamati bentuk permukaan bumi.
Gambar 7 : Siswa berdiskusi bersama kelompoknya Selanjutnya, Guru memandu siswa untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok yang diwakili ketua kelompok di bawah bimbingan guru.
Gambar 8 : Setelah masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi, kemudian guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa. Pengamatan Dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa, penulis menggunakan tes formatif untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.
677
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Refleksi Berdasarkan pengamatan hasil belajar siswa siklus kedua ini, ada beberapa kekuatan dan hampir tidak ada kelemahan pada rencana perbaikan pembelajaran siklus kedua. Adapun kekuatan yang muncul pada perbaikan pembelajaran siklus kedua pertemuan 2 ini adalah: 1. Seluruh siswa terlibat aktif dalam kegiatan percobaan dan pengamatan karena hamper seluruh siswa mendapat kesempatan untuk melakukan pengamatan dengan menggunakan media manipulatif. 2. Masing-masing kelompok tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan pengamatan. 3. Setiap pertanyaan dapat dijawab dengan benar oleh siswa. 4. Tingkat penguasaan siswa materi pembelajara mencapai 80 % 5. Pembahasan 1. Ketuntasan Hasil belajar siswa Melalui hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa penggunaan media manipulatif memiliki dampak positif dalam meningkatkan minat belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I dan II) yaitu masing-masing 69 dan 78 Ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut : Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II Prosentase siswa Prosentase siswa Siklus yang tidak Nilai Rata-rata yang tuntas tuntas Siklus I
65 %
35 %
69
Siklus II
87%
13%
78
Chart Title 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
69
65
35
1
2
3
Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dideskripsikan sebagai berikut: Pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 69 dan pada siklus II adalah 78. Hal ini berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 13%. Dengan melihat prosentase hasil belajar, pada siklus 1 prosentase siswa yang tuntas 65 % dan prosentase siswa yang tidak tuntas 35 % sedangkan pada siklus 2 prosentase siswa yang tuntas 87 % dan prosentase siswa yang tidak tuntas 13 %. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 22 %.
678
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
2. Aktifitas Guru dan Siswa dalam pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA tentang “Kenampaan Permukaan Bumi” dengan penggunaan media manipulative yang paling dominan adalah mendengarkan /memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antar siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktifitas siswa dapat dikatagorikan aktif. Kesimpulan dan Saran Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama Dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1). Pembelajaran dengan menggunakan media manipulative memiliki dampak positif dalam meningkatkan minat belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (69%) dan siklus II (78). (2). Penerapan metode demonstrasi mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan mptivasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan rata-rata jawaban siswa hasil wawncara yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan metode demonstrasi sehingga mereka termotivasi untuk belajar. Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bai siswa , maka perlu disampaikan saran sebagai berikut: (1). Untuk melaksanakan belajar mengajar IPA guru memerlukan persiapan yang cukup matang , sehinggga guru harus mampu menentukan atau memilih topic yang benarbenar bisa diterapkan, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. (2). Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPA, guru hendaknya dapat memilih aalt perraga yang sesuai, sehingga nantinya siswa mudah untuk memahami materi, menemukan pengetahuan baru, memperoleh ketrampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. (3). Perlu adanya penelitian yang lebi lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di kelas III SDN Sisir 02 Batu Tahun Pembelajaran 2015-2016. DAFTAR PUSTAKA Depdiknas.2006.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar.Jakarta:BSNP. Kemmis,S.&Mc.Taggart,R.1998.The action Research Planer.Third Editioan Geelong:Deakin University Latuheru, John. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta: DEPDIKBUD Dirjen Dikti. Kemendikbud, (2013). Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Pemerintah. Kemendikbud, (2013). Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Pemerintah. Slavin,R.E.1995.Cooperative Learning.Theory,Research, and Practise.Second Edition. Massachusetts:Allyn & Bacon. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003.Tentang Pendidikan Nasional.Jakarta:Arms Duta Jaya. Zubaidah, dkk. 2012. Ragam Model dan Metode Pembelajaran IPA. Malang: PT. Pertamina (Persero) - Universitas Negeri Malang. Rohman, Fatchur., Diantoro, Markus., Hidayat, Arif., Ibrohim. 2012. Pendalaman Materi IPA SD. Malang: Universitas Negeri Malang.
679
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENGGUNAAN METODE PERCOBAAN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMPN 02 BATU KONSEP KALOR DAN PERPINDAHANNYA Sri Puji Rahayu SMPN 02 Batu
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa kelas VII E melalui metode percobaan pada topik kalor dan perpindahannya. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015-2016 dengan 2 siklus yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus I diterapkan pada sub topik perubahan wujud dan faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu suatu benda jika dipanaskan. Siklus II diterapkan pada sub topik perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Data motivasi diambil menggunakan angket motivasi (yang diberikan pada awal dan akhir pembelajaran) dan pengamatan keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Data hasil belajar diambil menggunakan tes objektif pilihan ganda (yang diberikan dua kali, sebagai pretest dan posttes), dan kuis yang diberikan pada setiap akhir percobaan. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode percobaan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Rata-rata skor motivasi siswa meningkat dari 76 ke 78. Rata-rata skor hasil belajar siswa meningkat dari 58,1 menjadi 76,3. Skor kuis siswa meningkat dari 56,1 pada siklus I menjadi 86,6 pada siklus II. Kata Kunci : metode percobaan, motivasi, prestasi belajar
Menurut PERMENDIKBUD RI no 81 A tahun 2013 kegiatan pembelajaran dilaksanakan mengikuti prinsip-prinsip (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika serta kinestetika dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan antara lain metode demontrasi dan metode percobaan dengan harapan pada saat pembelajaran berlangsung lebih efektif, efisien, dan bermakna. Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang mengajarkan mengenai kumpulan teori, penerapannya berlandaskan pada teori dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen (Cooper 2001). Mata pelajaran IPA di SMP pada saat ini menggunakan sistem keterpaduan, yaitu memadukan antara ilmu fisika, kimia dan biologi yang berkaitan langsung dengan alam disekitar. Pendekatan yang diterapkan harus memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk teknologi dalam bentuk pengalaman yang berdampak pada sikap siswa dalam mempelajari IPA. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar memahami alam secara ilmiah. Berdasarkan hasil pengamatan pembelajaran IPA di kelas VII E SMPN 02 Batu belum tercapai secara optimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama dalam penyampaian materi, guru lebih sering menerapkan metode ceramah dan hanya sesekali mengadakan praktikum, yang artinya pembelajaran IPA terpusat pada guru sehingga pada saat pembelajaran berlangsung siswa menjadi pasif dalam menyampaikan pendapat. Faktor kedua yaitu kesulitan siswa dalam memahami materi yang dipelajari, siswa menganggap IPA merupakan mata pelajaran yang sulit karena harus menghafal rumus dan menghitung sehingga menyebabkan motivasi dan keaktifan belajar siswa berkurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa saat UAS Semester Ganjil pada tanggal 01 Desember 2015 sebesar 30% belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 75 untuk mata pelajaran IPA.
680
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Mengacu pada kondisi nyata diatas maka perlu adanya tindakan yang dapat mengubah metode pembelajaran yang melibatkan siswa lebih aktif. Pembelajaran yang diharapkan adalah siswa dapat bekerja dan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Tidak hanya sekedar mendengar dan mencatat pengetahuan dari guru tetapi juga dapat melibatkan siswa dalam melakukan percobaan. Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode percobaan konsep kalor dan perpindahannya dapat mengurangi ketidak kondusifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dalam mempelajari konsep kalor dan perpindahannya ini, siswa harus memahami materi tersebut, sehingga dapat mengetahui bagaimana pengaruh kalor terhadap suhu dan wujud zat serta bagaimana kalor berpindah. Kalor merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepas dari kehidupan manusia. Diharapkan setelah mempelajari kalor siswa tidak hanya memahami materinya saja, tetapi juga bisa memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang menyenangkan, dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran serta dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas terdiri dari 2 siklus yaitu siklus 1 dan siklus ke 2. Kedua siklus tersebut mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan pengolahan data dan refleksi. Skema pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) dapat dilihat pada gambar 1. PELAKSANAAN
PERENCANAAN
PENGAMATAN
SIKLUS I
PENGAMATAN
SIKLUS II
REFLEKSI
PELAKSANAAN
PERENCANAAN REFLEKSI
Gambar 1. Skema Pelaksanaan PTK Tahap perencanaan yang dilakukan adalah menyusun dan membuat rencana pembelajaran, membuat instrumen penelitian (instrumen yang digunakan meliputi angket, lembar observasi, kuis, LKS dan soal), serta menyiapkan alat dan bahan pembelajaran. Tahap pelaksanaan sebelum pembelajaran siklus I dan setelah pembelajaran siklus II, siswa diberi angket motivasi yang bertujuan untuk mengetahui motivasi awal dan motivasi akhir siswa terhadap pembelajaran IPA. Pertanyaan pada angket yang diberikan ada 10 pernyataan. Setiap jawaban siswa pada angket diberi skor 1-5 dengan nilai tertinggi 50 (yang akan dikalikan 2 untuk memudahkan penilaian penskoran). Untuk pernyataan yang mendukung diberi skor 1-5 dengan perincian skor sebagai berikut: Sangat tidak setuju pada skor 1, Tidak setuju pada skor 2, Ragu-ragu
681
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pada skor 3, Setuju pada skor 4, dan Sangat setuju pada skor 5. Untuk pernyataan yang tidak mendukung diberi skor sebaliknya yaitu 5-1 dengan perincian sebagai berikut: Sangat tidak setuju pada skor 5, Tidak setuju pada skor 4, Ragu-ragu pada skor 3, Setuju pada skor 2 dan Sangat setuju pada skor 1. Angket ini berisi pernyataan kesan pertama pembelajaran IPA pada item 1, merasa senang dengan kegiatan pembelajaran pada item 2,4,5,6, mengikuti pembelajaran dengan antusias pada item 3,6,7 dan sikap siswa dengan pertanyaan dan penjelasan guru pada item 9,10. Angket ini dapat menunjukkan motivasi masing-masing siswa dalam mempelajari konsep kalor dan perpindahannya (Djihad, 2014:114). Pemberian soal pre-test dan soal post-test bertujuan untuk mengukur kemampuan awal dan kemampuan akhir siswa tentang kalor dan perpindahannya. Soal pre-test dan pos-test ini berisi 20 soal dengan betul semua nilai 100. Dengan indikator seperti a) Menjelaskan pengertian kalor, soal nomor; 1. b) Menentukan kalor untuk perubahan suhu, soal nomor; 2,3,5,7. c) Menentukan kalor untuk perubahan wujud, soal nomor; 4,6,8,9,10,11. d) Konduksi, soal nomor; 12,13,14,16,17 e) Konveksi dan Radiasi soal nomor; 15,18,19.(Dit.PLP,Ditjen Dikdasmen,Depdiknas,2004:8) Setelah selesei baru melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan RPP, dimana langkah terakhir pada tiap pertemuan pembelajaran diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih berkaitan dengan praktikum. Hal ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan terhadap sub konsep. Penilaian soal kuis betul semua nilai 100 dengan jumlah soal yaitu 4-10 soal untuk setiap pertemuan pembelajaran dan akan dirata-rata sebagai nilai siklus I dan siklus II. Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan tahap observasi yang dilaksanakan untuk merekam segala aktivitas siswa, yang pelaksanaannya dibantu oleh observer yaitu seorang rekan sejawat. Selama kegiatan pembelajaran, observer mencatat berbagai temuan sebagai bahan refleksi pada pelaksanaan siklus I dan siklus II dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah disediakan. Hasil Penelitian Dan Pembahasan - Siklus I Pembelajaran dalam siklus I merupakan kegiatan percobaan siswa yang dilaksanakan melalui kondisi belajar di kelas. Dilakukan dalam dua kali pertemuan membahas tentang sub konsep perubahan wujud zat padat, cair dan gas yang dilaksanakan pada pertemuan pertama yaitu tanggal 3 maret 2016, masing-masing pertemuan 2 kali 40 menit. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 3 maret 2016. Pertemuan kedua membahas sub konsep kalor pada perubahan suhu yang dilaksanakan tanggal 7 maret 2016. Pelaksanaan tindakan dengan diawali pemberian salam dan menanyakan absensi siswa dapat dipaparkan sebagai berikut: Pertemuan Pertama Guru memberikan motivasi dan menyiapkan pengetahuan awal siswa yang relevan dengan topik bahasan dan mengajukan pertanyaan “apa yang akan terjadi jika es dipanaskan?” Ternyata anak menjawab dengan kompak “akan mencair pada suhu 0°C”. Untuk membuktikan kebenaran jawaban siswa maka siswa diajak melakukan percobaan, dengan diawali penyampaian tujuan pembelajaran, yaitu tentang mempelajari perubahan wujud zat dari padat menjadi cair dan gas . Pada kegiatan ini guru membagi siswa menjadi 6 kelompok. Tiap kelompok terdiri atas 5-6 siswa dengan kemampuan yang heterogen, yaitu ada anak yang kemampuannya tinggi, sedang, dan rendah. Untuk siswa yang memiliki kemampuan tinggi dijadikan sebagai ketua kelompoknya. Ketua kelompok yang sudah ditunjuk mengambil lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok serta mengambil alat dan bahan untuk keperluan praktikum yang telah disediakan dimeja guru. Guru mengarahkan kepada siswa untuk pembagian tugas kerja dalam kelompoknya masing-masing yaitu ada 3 anak yang melakukan percobaan, ada 1 anak yang mencatat hasil
682
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
percobaan, dan 1 anak membantu mendiktekan hasil percobaan. Disini guru memberikan batasan waktu untuk melakukan percobaan dan diskusi hasil percobaan kurang lebih 40 menit.. Percobaan yang dilakukan siswa adalah mengamati dan mencatat suhu : saat es mencair dan saat air dipanaskan hingga mendidih dengan rangkaian percobaan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Selama proses pemanasan, siswa mencatat suhunya Apakah terjadi perubahan suhu? Apabila terus dipanaskan apakah terjadi pengurangan volume? apabila jawaban ya, kemanakah air tersebut?. Dalam percobaan ini siswa akan mengetahui suhu es, suhu es saat mencair, suhu air mendidih, suhu saat air mendidih yang terus dipanaskan dan mengetahui perubahan volume hingga apa yang menyebabkan es mengalami perubahan wujud. Rangkain percobaan perubahan wujud es menjadi uap dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rangkain percobaan perubahan wujud es menjadi uap Setelah percobaan selesai, siswa melakukan diskusi kelompok untuk menjawab hasil pengamatan, dilanjutkan dengan presentasi yang disampaikan oleh ketua kelompoknya . Ada 2 kelompok yang mempresentasikan hasil percobaan, kelompok yang presentasi ditentukan oleh guru. Saat ketua kelompok yang ditunjuk mempresentasikan selesei maka kelompok lain dipersilahkan untuk memberi masukan atau memberi tanggapan tentang praktikum perubahan wujud zat. Pada akhir kegiatan siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih ada kaitannya dengan praktikum perubahan wujud zat untuk mengetahui penguasaan terhadap sub konsep, baru dibuat kesimpulan dengan dibimbing oleh guru. Pertemuan kedua Guru memberikan motivasi dan menyiapkan pengetahuan awal siswa yang relevan dengan topik bahasan, dengan mengajukan pertanyaan “mana yang lebih cepat panas minyak kelapa atau air?” Ternyata siswa ada yang menjawab “minyak dulu yang panas“dan sebagian yang lain menjawab “air dulu yang panas”. Untuk membuktikan kebenaran dari jawaban siswa maka siswa diajak melakukan percobaan dengan terlebih dahulu guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai yaitu materi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian kalor. Pada percobaan ini pembagian kelompoknya seperti pada pertemuan pertama. Ketua kelompok yang diberi tugas untuk mengambil lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok serta mengambil alat dan bahan untuk keperluan praktikum yang telah disediakan dimeja guru. Guru mengulangi lagi dalam mengarahkan kepada siswa untuk pembagian tugas kerja dalam kelompoknya seperti kegiatan percobaan pada pertemuan pertama, disini guru memberikan batasan waktu untuk melakukan percobaan dan diskusi hasil percobaan kurang lebih 40 menit
683
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Percobaan yang dilakukan siswa adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian Qalor. Dimulai dengan menyiapkan 40 ml air dan 40 ml minyak kelapa, ukur suhu mula-mula air dan minyak kelapa kemudian panaskan hingga suhunya 60°C. Catat waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 60°C dengan rangkaian percobaan yang dilakukan terhadap air dan minyak sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Rangkaian Percobaan Faktor-faktor yang mempengaruhi Kenaikan Suhu Benda Karena Pemberian Kalor Ulangi langkah tersebut untuk air dan minyak kelapa dengan volume masing-masing 60 ml. Catatlah waktu yang diperlukan untuk mencapai suhu 60°C dan selama proses percobaan siswa mengisi tabel keterkaitan antara massa, suhu dan banyaknya energi panas yang dikandung benda berdasarkan data pengamatan. Dalam percobaan ini siswa akan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian kalor dan dapat membuat persamaan rumus kalor. Setelah percobaan selesei, siswa melakukan diskusi kelompok untuk menjawab hasil pengamatan dilanjutkan dengan presentasi. Seperti pada pertemuan pertama ada 2 kelompok yang akan mempresentasikan hasil percobaan yang ditentukan oleh guru selain kelompok yang pernah mempresentasikan sebelumnya. Apabila kelompok yang ditunjuk mempresetasikan telah selesei maka kelompok lain dipersilahkan untuk memberi masukan atau memberi tanggapan tentang praktikum perubahan wujud zat. Pada akhir kegiatan siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih ada kaitannya dengan praktikum yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian kalor Untuk mengetahui penguasaan terhadap sub konsep, baru dibuat kesimpulan dengan dibimbing oleh guru. Selama proses tindakan pembelajaran berlangsung, observasi dilaksanakan untuk merekam segala aktivitas siswa, yang pelaksanaannya dibantu oleh seorang pengamat dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah disediakan Dari hasil penilaian skor sikap yang didapat dari angket yang diberikan ke masing-masing siswa diperoleh rata-rata jumlah skor pada siklus I adalah 76, disini menunjukkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran konsep kalor dan perpindahannya dengan metode percobaan cukup bagus. Nilai pre-test yang diperoleh rata-rata adalah 58.1 ini masih dibawah KKM yang sudah ditentukan yaitu 75. Anak yang memperoleh nilai diatas KKM 75 keatas hanya 5 anak (15,6%) sedangkan yang nilainya dibawah KKM 27 anak (84,4%) dari jumlah 32 siswa. Nilai rata-rata hasil kuis pertemuan pertama dan pertemuan kedua adalah 67,1 dengan perincian 9 anak yang tuntas belajar (28,1%) sedangkan yang tidak tuntas belajar 23 anak (71,9%) Kegiatan terakhir pada siklus I adalah refleksi yang diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan pengamat menunjukkan siswa antusias melakukan pengamatan hanya pada awal percobaan
684
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
saja setelah itu diselingi dengan mengobrol sendiri kususnya pada kelompok yang mayoritas laki-laki. Sedangkan yang aktif melakukan percobaan dalam kelompoknya hanya 1-2 siswa yang lain hanya melihat saja. - Siklus II Pada siklus I jumlah anggota kelompok masih besar yaitu 5-6 siswa. Jumlah anggota kelompok yang besar ini ternyata kurang efektif, sebab dari hasil pengamatan teman sejawat, dengan anggota yang besar pembagian kerja tidak merata dan siswa kecenderungan untuk mengobrol apabila percobaan yang dilakukan sudah selesei sedangkan yang bekerja mengerjakan dan menjawab hasil percobaan hanya anak yang ditunjuk. Hasil refleksi pada siklus pertama digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menetukan tindakan memperbaiki pada siklus ke 2. Kegiatan pembelajaran pada siklus II, dilaksanakan sama dengan siklus I yaitu 2 kali pertemuan, masing-masing pertemuan 2 kali 40 menit. Pertemuan pertama membahas sub konsep perpindahan kalor secara konduksi yang dilaksanakan tanggal 21 maret 2016.. Pertemuan kedua membahas sub konsep perpindahan kalor secara konveksi dan radiasi yang dilaksanakan tanggal 24 maret 2016. Berikut dipaparkan pelaksanaa tindakan dengan diawali pemberian salam dan menanyakan absensi siswa. Pertemuan Pertama Guru memberikan motivasi dan pengetahuan awal siswa yang relevan dengan topik bahasan, dengan menunjukkan gambar wajan yang terbuat dari logam dan pegangannya yang terbuat dari kayu, kemudian mengajukan pertanyaan “apa yang akan terjadi jika wajan ini dipanaskan?” Ternyata siswa menjawab dengan kompak “ Wajan menjadi panas” . Guru bertanya lagi “bagus, tetapi siapa yang bisa menjelaskan lebih lengkap lagi” salah satu siswa yang bernama Imam mengangkat tangan dan menjawab “wajan menjadi panas karena terbuat dari logam sedangkan pegangannya tidak panas karena terbuat dari kayu”. Untuk membuktikan kebenaran dari jawaban siswa maka siswa diajak melakukan percobaan dengan terlebih dahulu guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai yaitu materi tentang Perpindahan Kalor secara Konduksi. Pada perbaikan kegiatan ini guru membagi siswa menjadi 8 kelompok. Tiap kelompok terdiri atas 4 siswa ( jumlah siswa tiap kelompok lebih kecil dibanding pada siklus 1) dengan memiliki kemampuan yang heterogen, yaitu ada anak yang kemampuannya tinggi, sedang, dan rendah. Untuk siswa yang memiliki kemampuan tinggi dijadikan sebagai ketua kelompoknya. Ketua kelompok yang sudah ditunjuk mengambil lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan jumlah siswa dalam kelompok serta mengambil alat dan bahan untuk keperluan praktikum yang telah disediakan dimeja guru. Guru mengarahkan kepada siswa dalam pembagian tugas kerja pada kelompoknya masing-masing yaitu ada 2 anak yang melakukan percobaan dan mendiktekan hasil percobaan, 1 anak mencatat waktu, dan 1 anak mencatat hasil percobaan. Disini guru memberikan batasan waktu untuk melakukan percobaan dan diskusi hasil percobaan kurang lebih 40 menit. Percobaan yang dilakukan siswa adalah Perpindahan Kalor secara Konduksi dengan rangkaian percobaan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.
685
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 4. Rangkaian percobaan Perpindahan Kalor Secara Konduksi Rangkaian percobaan yang pertama dimulai dengan menyiapkan sendok logam, sendok plastik dan stik es krim yang berukuran hampir sama.Tempelkan paku payung pada masingmasing pegangan sendok dan stik es krim dengan menggunakan mentega. Lalu, Berdirikan sendok-sendok itu pada gelas ukur yang berisi air 40 ml. Jika mentega meleleh maka paku payung akan jatuh, lalu prediksikan urutan jatuhnya paku payung tersebut jika air dipanaskan dan panaskan gelas ukur yang telah berisi air tersebut. Amati urutan jatuhnya paku payung sambil diukur waktunya dan mengisi data pengamatan tersebut kedalam tabel. Dalam percobaan ini siswa akan mengetahui bahan yang menteganya cepat / tidak cepat jatuh, pengertian konduktor / isolator. Setelah percobaan selesei, siswa melakukan diskusi kelompok untuk menjawah hasil pengamatan dilanjutkan dengan presentasi Pada akhir kegiatan siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih ada kaitannya dengan praktikum perpindahan kalor secara konduksi untuk mengetahui penguasaan terhadap sub konsep, baru dibuat kesimpulan dengan dibimbing oleh guru Pertemuan Kedua Guru memberikan motivasi dan menyiapkan pengetahuan awal siswa yang relevaan dengan topik bahasan, dengan mengajukan pertanyaan “Apa yang kita rasakan saat tangan dicelupkan kedalam air yang mulai dipanaskan?” Ternyata siswa kompak menjawab “panas“ kemudian pertanyaan diulangi lagi dan ada anak yang menjawab “Mula-mula dingin lamakelamaan menjadi panas”.dilanjutkan dengan pertanyaan “Apa yang dirasakan saat kita dekat kompor yang menyala” siswa menjawab “panas” untuk membuktikan kebenaran dari jawaban siswa maka siswa diajak melakukan percobaan dengan terlebih dahulu guru menyampaikan tujuan yang akan dicapai yaitu materi tentang perpindahan kalor secara secara konveksi dan radiasi Pada kegiatan percobaan ini pembagian siswa dalam kelompok sama dengan percobaan sebelumnya. Ketua kelompok yang sudah ditunjuk mengambil lembar kerja siswa (LKS) sesuai dengan jumlah siswanya, serta mengambil alat dan bahan untuk keperluan praktikum yang telah disediakan dimeja guru. Guru mengingatkan kembali kepada siswa dalam pembagian tugas kerja tiap kelompoknya serta waktu pelaksanaan percobaan. Percobaan yang dilakukan siswa adalah Perpindahan Kalor secara Konveksi dan Radiasi dengan rangkaian percobaan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.
686
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 5. Rangkaian percobaan Perpindahan Kalor Secara Konveksi dan Radiasi Rangkaian percobaan pertama dimulai dengan masukkan air kedalam gelas ukur 40 ml lalu panaskan bagian pojok gelas ukur, lalu masukkan 1 sendok serbuk gergaji kayu kedalam gelas ukur, kemudian amati dan catat waktu pergerakan serbuk gergaji. Dalam percobaan ini siswa akan mengetahui mengapa air serbuk gergaji naik dan disebut apa perpindahan kalor semacam ini. Setelah percobaan selesei dilanjutkan percobaan berikutnya yaitu: (1) Membungkus termometer 1 dengan plastik warna hitam dan termometer 2 dengan plastik warna putih lalu gulung dan isolasi biar tidak lepas (usahakan tidak menutupi skala termometer), (2) Dekatkan kedua termometer pada pembakar spiritus yang menyala dengan jarak yang sama dan (3) Mencatat perkembangan kenaikan suhu tiap 2 menit. Dalam percobaan ini siswa akan mengetahui termometer mana yang lebih tinggi kenaikan suhunya (benda berwarna gelap menyerap panas yang baik dan benda berwarna cerah menyerap panas yang buruk), dan perpindahan kalor secara langsung. Setelah percobaan selesei siswa melakukan diskusi kelompok untuk menjawah hasil pengamatan dilanjutkan dengan presentasi seperti percobaan sebelumnya. Pada akhir kegiatan siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan yang masih ada kaitannya dengan praktikum perpindahan kalor secara konveksi dan radiasi untuk mengetahui penguasaan terhadap sub konsep, baru dibuat kesimpulan dengan dibimbing oleh guru. Setelah selesei pelaksanaan pembelajaran, siswa diberi angket motivasi untuk mengetahui motivasi akhir siswa terhadap pembelajaran IPA, pertanyaan pada angket yang diberikan ada 10 pernyataan dengan pemberian skor yang penilaiannya sama seperti pada tahap awal sebelum pembelajaran. Dari hasil penilaian skor sikap yang didapat dari angket yang diberikan ke masing-masing siswa diperoleh rata-rata jumlah skor pada siklus II adalah 78, disini menunjukkan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran konsep kalor dan perpindahannya dengan metode percobaan sudah bagus. Nilai postes yang diperoleh rata-rata adalah 76,3 ini sudah diatas KKM yang sudah ditentukan yaitu 75. Anak yang memperoleh nilai diatas KKM 75 keatas 22 anak (68,8%) sedangkan yang nilainya dibawah KKM 10 anak (31,2%) dari jumlah 32 siswa. Nilai rata-rata hasil kuis pertemuan 1 dan pertemuan ke 2 pada siklus II adalah 86,6 dengan perincian 28 anak yang tuntas belajar (87,5%) sedangkan yang tidak tuntas belajar 4 anak (12,5%) Kegiatan terakhir pada siklus II adalah refleksi yang diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan pengamat menunjukkan siswa sangat antusias dan senang melakukan pengamatan dan percobaan dari awal hingga akhir percobaan. Siswa tidak ada yang bermain dan mengobrol sendiri karena pembagian kerja sudah merata dan pembagian kelompok heterogen. Dalam membahas hasil percobaanpun semua siswa ikut aktif berdiskusi kelompok. Pada siklus II ini jumlah anggota kelompok 4 siswa. Dengan Jumlah anggota kelompok yang kecil ternyata sangat efektif yaitu dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa.
687
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pembahasan Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan grafik hasil dari pemberian angket motivasi sebelum dan sesudah pembelajaran konsep kalor dan perpindahannya sebagai berikut. Grafik hasil rata-rata motivasi sebelum dan sesudah pembelajaran dapat dilihat pada gambar 6.
100 90 80 70
Kelas 7E
60 50 Kelas 7E
sebelum 76
sesudah 78
Gambar 6. Grafik hasil rata-rata motivasi sebelum dan sesudah pembelajaran Dari data hasil rata-rata pemberian angket motivasi yang diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran konsep kalor dan perpindahannya, diperoleh adanya peningkatan motivasi pada siswa kelas 7E. Skor yang didapatkan sebelum pembelajaran diperoleh hasil rata-rata sebesar 76 kemudian setelah diberi pembelajaran didapatkan skor rata-rata sebesar 78. Hasil test awal dan test akhir pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal dan kemampuan akhir siswa, diperoleh data sebagai berikut:
No
Tabel 1. Hasil Test Awal dan Test Akhir Pembelajaran Siswa Kelas VII E Pre-Test Post-Test
1.
Rata-rata
2. 3.
Diatas KKM ( ≥75 ) Dibawah KKM ( ≤75 )
58,1
76,3
5 anak ( 15,6 % ) 27 anak ( 84,4 % )
22 anak ( 68,8 % ) 10 anak ( 31,2 % )
Dari data diatas didapat rata-rata hasil pretes 58,1 dengan nilai Diatas KKM ( ≥ 75) diperoleh 5 anak (15,6 %) dan Dibawah KKM ( ≤ 75 ) diperoleh 27 anak (84,4 %). Perolehan nilai pretes ini masih belum memuaskan karena kriteria ketuntasan minimal masih dibawah rata-rata. Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran, ternyata ada peningkatan hasil belajar siswa yaitu rata-rata hasil postes diperoleh 76,3 dengan nilai Diatas KKM ( ≥75) diperoleh 22 anak (68,8 %) dan Dibawah KKM ( ≤ 75 ) diperoleh 10 anak (31,2 %). Berarti Penelitian Tindakan Kelas ini dikatakan berhasil karena nilai rata-rata sudah diatas nilai kriteria ketuntasan minimal. Hasil rata-rata nilai kuis pada siklus I dan siklus II yang dilaksanakan untuk mengetahui penguasaan materi tiap sub konsep yang diberikan pada setiap akhir pertemuan pembelajaran diperoleh data sebagai berikut:
688
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
No
Tabel 2. Rata-rata hasil Kuis Siklus I dan Siklus II Kelas VII E Kuis Siklus I
1
Rata-rata
2 3
Diatas KKM ( ≥ 75) Dibawah KKM ( ≤ 75)
Kuis Siklus II
67,1
86,6
9 anak (28,1 %) 23 anak ( 71,9 %)
28 anak (87,5 %) 4 anak (12,5 %)
Dari data diatas didapat rata-rata hasil kuis siklus pertama adalah 67,1 dengan nilai Diatas KKM ( ≥ 75) diperoleh 9 anak (28,1 %) dan Dibawah KKM ( ≤ 75 ) diperoleh 23 anak ( 71,9 %). Perolehan rata-rata nilai kuis siklus I ini masih belum memuaskan karena masih dibawah kriteria ketuntasan minimal, Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran, ternyata ada peningkatan penguasaan terhadap sub konsep belajar siswa yaitu rata-rata hasil nilai kuis siklus II diperoleh 86,6 dengan nilai Diatas KKM ( ≥ 75) diperoleh 28 anak (87,5 %) dan Dibawah KKM (≤ 75) diperoleh 4 anak (12,5 %). Berarti Penelitian Tindakan Kelas ini sesuai dengan tujuan perbaikan dikatakan telah berhasil. Kegiatan terakhir adalah refleksi yang diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan pengamat, pada siklus I menunjukkan siswa antusias melakukan pengamatan hanya pada awal percobaan saja setelah itu diselingi dengan mengobrol sendiri kususnya pada kelompok yang mayoritas laki-laki. Pada siklus II siswa sangat antusias dan senang melakukan pengamatan dan percobaan dari awal hingga akhir percobaan. Siswa tidak ada yang bermain dan mengobrol sendiri karena pembagian kerja sudah merata dan pembagian kelompok sudah heterogen. Sedangkan pada siklus I yang aktif melakukan percobaan dalam kelompoknya hanya 1-2 siswa yang lain hanya melihat saja. Untuk membahas hasil percobaan sebagian berdiskusi sebagian mengorol. Jumlah anggota kelompok masih besar yaitu 5-6 siswa. Jumlah anggota kelompok yang besar ini ternyata kurang efektif, sebab dari hasil pengamatan teman sejawat, dengan anggota yang besar pembagian kerja tidak merata dan siswa kecenderungan untuk mengobrol apabila percobaan yang dilakukan sudah selesei sedangkan yang bekerja mengerjakan dan menjawab hasil percobaan hanya siswa yang ditunjuk. Pada siklus II dalam membahas hasil percobaan semua siswa ikut aktif berdiskusi kelompok. Jumlah anggota kelompok 4 siswa, dengan Jumlah anggota kelompok yang kecil ternyata sangat efektif yaitu dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajar siswa. Kesimpulan Berdasarkan hasil rata-rata skor motivasi, pretes dan postes, nilai kuis dan aktifitas belajar siswa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Ada peningkatan motivasi belajar siswa klas VII E dengan penggunaan metode percobaan pada konsep kalor dan Perpindahannya, (2) Ada peningkatan hasil belajar siswa dengan rata-rata nilai postes yang lebih tinggi dari nilai pre-test, (3) Ada peningkatan penguasaan terhadap sub konsep pembelajaran dengan nilai rata-rata kuis siklus II lebih tinggi dari siklus I, (4) Adanya peningkatan aktifitas belajar siswa. . Daftar Rujukan Abadi, Rinawan dkk. 2013. Pegangan Guru Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII Semester 2. Klaten: PT Intan Pariwara. Arikunto, S. 2002. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta Cooper, Christopher. 2001. Jendela IPTEK pada Materi Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2003. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Sains SMP/ MTs . Dilihat 29 Februari 2016. http://www.puskur.net/inc/si/SMP/PengetahuanAlam.pdf Depdiknas Dtjen Dikdasmen Dit PLP.2004. Panduan Penilaian Pelajaran Pengetahuan Alam,Jakarta Pusat: Proyek Peningkatan Mutu SLTP Jakarta.
689
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Djihad. 2014. Mudahnya Melaksanaan PTK. Malang: UM Press N. Sudirman dkk. 1987. Ilmu Pendidikan. Bandung: Penerbit Remadja Karya CV. Partana, C.F 2008. Pembelajaran Kreatif IPA di SMP/MTs. Yogyakarta: Pendidikan Kimia UNY Prasodjo, B. 2002. Panduan Fisika Untuk Kelas 1 SLTP Semester Pertama dan Kedua. Jakarta: Yudhistira. Purwanto, Ngalim. 1987. Psikologi Pendidikan, Bandung: Penerbit Remaja Karya CV. Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. Slameto, 2013. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudibyo, Elok dkk. 2003. Fisika Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Kelas 2 Edisi ke 1. Batu: Departemen Pendidikan Nasional. Sudjana, N. 2009. Dasar-dasar Prose Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo Offset Suryatin. 2008. IPA Terpadu. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas. Wasis. 2008. Contextual Teaching and Learning IPA SMP Kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas. Widodo, Wahono dkk. 2014. Ilmu Pengetahuan Alam Edisi Revisi. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Winarsih, A. dkk. 2008. IPA Terpadu Untuk SMP Kelas VII. Jakarta; Yudhistira
690
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PSIKOMOTORIK SISWA PADA MATERI GERAK BENDA DI KELAS 1 DENGAN BANTUAN MEDIA MANIPULATIFDI MI IHYAUL ULUM Chusnul Chotimah Guru MI IHYAUL ULUM KOTA BATU
[email protected] Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa pada materi gerak benda kelas I dengan bantuan media manipulatif. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus tindakan. Masingmasing siklus terdiri dari satu kali pertemuan 2 X 35 menit. Langkah penelitian ini melalui perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas I MI IHYAUL ULUM yang berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Hasil penelian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan psikomotorik pada siklus I sebesar 71%. Hal ini masih kurang dari nilai KKM 75 % . Siswa yang telah tuntas sebanyak 15 siswa atau 71 % sedangkan siswa yang belum tuntas 6 siswa atau 29 %. Rata-rata prosentase ketuntasan belajar pada siklus II adalah 86 %, ini berarti telah mencapai KKM. Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan psikomotorik dari siklus I ke siklus II. Kesimpulanya bahwa penggunaan media manipulatif dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa pada materi gerak benda. Kata Kunci: kemampuan psikomotorik, media manipulative
Proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang sangat berperan dalam meningkatkan mutu hasil belajar. Guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas bertanggung jawab atas keberhasilan pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajaran sebaiknya guru senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih efektif. Dalam proses belajar mengajar sangat diharapkan terjadinya komunikasi timbal balik, dan pada umumnya dalam komunikasi dibutuhkan adanya media khususnya dalam komunikasi interaktif, edukatif. Media pendidikan/ pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting terutama dalam upaya mengingkatkan mutu pendidikan secara kuantitatif maupun kualitatif (Elizabeth, 2002). Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan pemerintah. Diantaranya, pemerintah menerbitkan Undang Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP merupakan pengembangan dari kurikulum 2004, KTSP menggunakan pembelajaran berbasis kompetensi, artinya siswa dituntut menyelesaikan pembelajaran sesuai kompetensi yang telah ditentukan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 (Mulyasa, 2007:12). Implementasi KTSP yang paling dirasakan oleh guru dan siswa adalah proses pembelajaran. Pembelajaran dalam KTSP mengacu pada pembelajaran kreatif. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Artinya, dalam pembelajaran guru mendorong siswa untuk berkreatif dalam pembelajaran dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi (menggali) materi yang sedang dipelajari secara mandiri. Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, guru seharusnya dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebih efektif dan menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan bersemangat dalam belajar. Pelajaran IPA di SD dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mempunyai tujuan antara lain; (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
691
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
berdasarkan keberadaan, kein-dahan dan keteraturan alam Ciptaan-Nya; (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3) mengembang kan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; (4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; (5) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; (6) mening-katkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; (7) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan kejenjang selanjutnya (Depdik-nas, 2006). Peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan oleh guru selaku pelaksana pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Hal ini juga dilakukan guru yang bertujuan mendidik siswanya untuk dapat dibanggakan, baik dalam bidang akademik maupun ekstra kulikuler. Upaya peningkatan hasil belajar siswa dilakukan berdasarkan hasil belajar yang sudah dicapai selama ini. Dalam pembelajaran IPA, guru dituntut lebih kreatif dalam menggunakan model dan metode pembelajaran inovatif. Model dan metode tersebut diharapkan dapat membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar. Media sebagai sumber belajar, belajar adalah proses aktif dan konstruktif melalui suatu pengalaman dalam memperoleh informasi. Dalam proses aktif tersebut, media pembelajaran berperan sebagai salah satu sumber belajar bagi siswa. Artinya melalui media peserta didik memperoleh pesan dan informasi sehingga membentuk pengetahuan baru pada siswa. Dalam batas tertentu, media dapat menggantikan fungsi guru sebagai sumber informasi/pengetahuan bagi peserta didik. Media pembelajaran sebagai sumber belajar merupakan suatu komponen system pembelajaran yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik. (Mudhoffir,dalam Munadi, 2008). Latuheru(1988:14), menyatakan bahwa media pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran.(http://www.guruit07.blogspot.com/2009/01/pengertian-mediaPembelajaran.htm). Pada umumnya media yang digunakan dalam pembelajaran IPA di MI IHYAUL ULUM, khususnya materi membedakan gerak benda yang mudah bergerak dan benda yang sulit bergerak hanya menggunakan benda-benda yang ada disekitarnya contoh : bola, penghabus, gelas, penggaris, buah-buahan dan lain-lain. Sehingga siswa yang dapat nilai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal ) hanya dicapai 71 % saja dari jumlah siswa. Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa maka perlu dilakukan perbaikan metode pembelajaran yang sesuai yaitu menggunakan media manipulatif karena dengan menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa dalam proses belajar. Gatot Muhsetyo, dkk (2007: 2. 31) mendefinisikan bahwa “Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar, dipegang, dibalik, dipindah, diatur atau ditata atau dipotong-potong”. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bahan manipulalatif yaitu bahan yang dapat dimain-mainkan dengan tangan. Alat ini terkait langsung dan bagian dari penjelasan konsep uraian-uraian materi yang disampaikan.Bahan manipulatif berfungsi untuk menyederhanakan konsep-konsep yang sulit atau sukar, menyajikan bahan yang relatif abstrak menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkrit, menjelaskan sifat-sifat tertentu yang terkait dengan pengerjaan hitung dan sifat-sifat bangun geometri, serta memperlihatkan fakta-fakta (Gatot Muhsetyo, dkk, 2007: 2. 20). Menurut Staton yang dikutip dalam buku Sagala, S. (2010:12) yang berjudul Konsep dan Makna Pembelajaran, Psikomotorik adalah kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Sedangkan menurut Djemari M ( 2004 : 4-5 ) dalam bukunya yang berjudul Penyusunan Tes Hasil Belajar, Keterampilan psikomotorik berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan kordinasi antara syaraf dan otak.Jadi, dapat disimpulkan bahwa psikomotorik
692
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
adalah kemampuan individu yang berorientasi kepada gerakan-gerakan secara fisik dan kerja otot yang memunculkan hasil kerja. Dalam penelitian ini kemampuan psikomotorik siswa yang diteliti adalah kemampuan siswa dalam menyiapkan alat, keterampilan menggunakan alat, dan ketepatan mengikuti langkah kerja. METODE PENELIIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan dua siklus tindakan model PTK yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc Taggart (1982) dalam Arikunto (2006: 16) seperti yang ditunjukkan pada gambar I penelitian tindakan dilakukan dalam siklus spiral yang terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) perencanaan (planning), 2) tindakan (acting), 3) pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflection). Perencanaan
Refleksi
SIKLUS
1
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan
Refleksi
SIKLUS 2
Pelaksanaan
Pengamatan
Gambar 1 Siklus. PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto, 2006: 16) Pada tahap perencanaan, dilakukan kegiatan menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diterapkan di kelas dengan menggunakan media pembelajaran berupa media manipulatif untuk diamati siswa. Pada tahap pelaksanaan, dilakukan penerapan RPP yang sudah disusun pada tahap perencanaan dalam pembelajaran. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan pengamatan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi yang sudah disiapkan. Instrumen penelitian adalah butir-butir soal tersebut diperoleh informasi apakah pada materi gerak benda di kelas 1 dengan bantuan media manipulatif dapat meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa. Media yang digunakan dalam pembelajaran apakah sudah dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau belum. Untuk evaluasi dilakukan diakhir pembelajaran apabila diperoleh prosentase keberhasilan siswa kurang dari 75 % maka akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus II. Penelitian akan dihentikan jika hasil ketuntasan tingkat keberhasilan nilai rat-rata siswa mengalami peningkatan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kulitatif. Data yang dilaporkan dalam bentuk tulisan, bukan dalam bentuk angka-angka. Akan tetapi, sebagian data dilaporkan dalam bentuk skor nilai dalam tabel pada setiap siklus. Skor nilai dalam bentuk angka yang diperoleh pada siklus I belum tentu menggambarkan secara keseluruhan hasil penelitian ini. Penelitian ini dilaksanakan di kelas I MI IHYAUL ULUM Kecamatan Batu Kota Batu. Penelitian ini dilaksanakan selama dua hari. Subyek penelitian ini adalah siswa siswi kelas I yang berjumlah 21 anak di sekolah MI IHYAUL ULUM Kecamatan Batu Kota Batu.Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dan masing-masing siklus terdiri atas; perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Secara rinci prosedur penelitian mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
693
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Perencanaan Sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung disusun rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ), karena RPP merupakan suatu rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan saat mengajar. Proses penyusunan RPP melalui beberapa tahab diantaranya tahab penelaahan standar kompetensi, kompetensi dasar, materi ajar, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, alat dan sumber belajar dan penilaian. Dalam penyusunan RPP ini dikembangkan indikatorindikator dari kompetensi dasar. Pada materi gerak benda kelas I semester 2 kompetensi dasarnya adalah 4.1. membedakan gerak benda yang mudah bergerak dengan yang sulit bergerak melalui percobaan. Dari kompetensi dasar tersebut dikembangkan menjadi 4 indikator yaitu 1).mengelompokkan berbagai bentuk gerak benda, 2). mengelompokkan benda yang mudah bergerak dengan benda yang sulit bergerak, 3). menyebutkan bentuk gerak benda, dan 4). melakukan kegiatan mengamati gerak benda yang mudah bergerak dan benda yang sulit bergerak. Dari indikator kita akan mengembangkan menjadi tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada indikator tersebut adalah 1). Siswa dapat mengelompokkan berbagai bentuk gerak benda, 2). Siswa dapat mengelompokkan benda yang mudah bergerak dengan benda yang sulit bergerak, 3). Siswa dapat menyebutkan bentuk gerak benda, dan 4). Siswa dapat melakukan kegiatan mengamati gerak benda yang mudah bergerak dan benda yang sulit bergerak. Setelah melakukan tujuan pembelajaran peneliti akan menulis materi yang akan diajarkan. Materi pada gerak benda meliputi macam-macam benda. Macam-macam benda tersebut ada benda yang berbentuk lingkaran, kubus , kotak, balok, segitiga dan macam-macam buah-buahan. Benda yang mudah bergerak meliputi permukaan benda yang berbentuk bola, ringan dan benda berukuran kecil. Benda yang sulit bergerak meliputi permukaan benda berbentuk kotak, tidak beraturan, berat dan ukuranya. Sedangkan bentuk gerak benda meliputi benda bergerak lurus, benda bergerak memutar, dan benda bergerak melayang. Metode pembelajaran menggunakan metode ceramah, tanya jawab, pemberian tugas, dan demonstrasi. Selanjutnya menyusun lembar kerja siswa untuk evaluasi secara kelompok maupun individu dan terakhir yang direncanakan adalah penyususnan pedoman observasi tentang keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan di kelas I semester II MI IHYAUL ULUM Kecamatan Batu Kota Batu tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 21 anak. Pada siklus I dilaksanakan pada hari selasa tanggal 15 maret 2016 jam 07.00 sampai 08.10. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah direncanakan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru yang dikerjakan berkelompok dan tugas yang harus dikerjakan secara individu. Pembelajaran kali ini memerlukan waktu 70 menit (2 X 35 menit ) diantaranya apersepsi selama 10 menit meliputi : 1). Pada awal pelajaran siswa diajak berdoa bersama-sama 2). Guru mengabsen keberadaan siswa dan menanyakan kondisi siswa saat ini. Guru :”anak-anak pada pagi hari bagaimana kabar kalian?” Siswa : “Alhamdulillah sehat luar biasa ALLAHUAKBAR” Guru : “hari ini siapa teman kalian yang tidak masuk?” Siswa : “masuk semua bu guru” 3). Agar siswa tidak bosan dan merasa senang siswa diajak bernyanyi. Guru : “anak-anak coba kalian semua berdiri kita akan bernyanyi “topi saya bundar” dan ikuti gerakan seperti yang dicontohkan bu guru. Siswa:”iya bu guru” 4). kemudian dengan bimbingan guru siswa melakukan tanya jawab tentang benda apa saja yang mudah bergerak dan benda apa saja yang sulit bergerak. Guru:” Anak-anak sebutkan benda apa saja yang ada di dalam kelasmu yang mudah bergerak?” Siswa:”Galon air, keranjang sampah, gelas” Guru:”Sebutkan juga benda apa saja yang ada di dalam kelasmu yang sulit bergerak ?”
694
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Siswa:”meja, kursi, buku, penghabus 5). Guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran pada hari itu. Guru:”Anak-anak tujuan pembelajaran pada hari ini adalah untuk mengelompokkan benda yang mudah bererak dan benda yang sulit bergerak, menyebutkan bentuk gerak benda, dan melakukan kegiatan mengamati gerak benda yang mudah bergerak dan yang sulit bergerak dari percobaan dan 6). Guru menginformasikan pada siswa tugas yang akan dikerjakan, baik tugas kelompok maupun individu. Guru :”tugas kelompok kalian kerjakan kelompok dan yang tugas individu kerjakan sendiri (tugas sudah terlampir) Setelah itu peneliti melakukan kegiatan inti yang meliputi: Setelah itu guru melakukan kegiatan inti 1). Guru menjelaskan pada siswa contoh benda apa saja yang mudah bergerak dan yang sulit bergerak. Guru :”Anak-anak berikan contoh benda yang mudah bergerak?” Siswa:”gelas. Guru :”mengapa gelas mudah bergerak?” Siswa:”karena berbentuk lingkaran dan permukaannya halus” Guru :”Berikan pula contoh benda yang sulit bergerak?” Siswa:”meja” Guru :”Mengapa meja sulit bergerak?” Siswa:”Karena berbentuk kotak” 2). Kemudian Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 anak dengan cara siswa berhitung 1 sampai 5. Guru:”anak-anak mulai dari depan sampai kebelakang coba kalian berhitung satu sampai lima setelah itu berkumpul sesuai dengan nomornya masingmasing. Siswa:”berhitung 1,2,3,4,5....” sehingga diperoleh 4 kelompok 3). Masing-masing kelompok mengeluarkan benda yang telah dibawanya dari rumah ( bola, penghabus, kardus, kaleng, dan buah-buahan ) 3). Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok berdiskusi untuk mengelompokkan benda yang mudah bergerak dan benda yang sulit bergerak bedasarkan hasil dari percobaan sesuai dengan lembar kerja. Percobaan ini dilakukan secara bergantian dengan benda yang berbeda. Guru:” bahan-bahan yang kalian bawa dari rumah tolong kalian keluarkan dan kelompokan benda mana yang mudah bergerak dan benda mana yang sulit bergerak dengan melalui pengamatan. Siswa:”bagaimana caranya bu?” Guru:”kalian ikuti petunjuknya yang sudah diberikan pada kalian (format terlampir)kalian lempar satu persatu benda yang kalian bawa kemudian kamu kelompokkan benda mana yang mudah bergerak dan benda mana yang sulit bergerak lakukan pada semua benda yang kalian bawa 4) siswa mengisi lembar pengamatan secara berkelompok. 5) siswa mengisi lembar kerja individu yang telah disediakan guru 6). Dengan bimbingan guru siswa menuliskan hasil dari percobaan tersebut dan mengoreksinya 7). Secara bergantian masing-masing kelompok maju satu persatu untuk presentasi sedangkan kelompok yang lain menyimak jawabannya benar apa salah. 8) siswa menempelkan hasil karyanya didinding. Lembar tugas yang diberikan membantu siswa untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang baru diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih dulu dari kelompok lainnya.Selanjutnya guru melakukan tanya jawab hal-hal apa saja yang belum diketahui siswa pada materi tersebut. Langkah berikutnya yaitu penutup dengan bimbingan guru siswa mencatat kesimpulan dari materi tersebut dan melakukan refleksi umpan balik dari siswa apa yang menyenangkan dan apa yang membosankan. Guru:” Anak-anak apakah pelajaran hari ini menyenangkan?” Siswa:”iya bu” Guru:”apa yang membuat kalian senang?”
695
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siswa:”bisa mengetahui gerak benda melalui praktek”. , Siswa aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, walau demikian masih ada siswa yang kurang aktif karena siswa tersebut pendiam, belum bisa membaca sehingga sulit untuk memahami perintah dari guru. Berdoa untuk menutup pelajaran.
Gambar 1. Siswa melakukan percobaan
Gambar 2. Siswa melakukan diskusi
Gambar 3. Siswa presentasi hasil diskusi
Gambar 4. Siswa menempel hasil karya
Pengamatan Pada tahab ini peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui psikomotorik siswa dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui 1). Kemampuan menyiapkan alat dan bahan. 2). Kemampuan menggunakan alat. 3). Ketepatan mengikuti langkah kerja terhadap materi yang dipelajari. Dari hasil pengamatan tentang psikomotorik siswa, diperoleh data bahwa sebagian besar siswa saat melakukan percobaan sangat senang karena mereka langsung mencoba dengan menggunakan benda-benda yang dibawanya dari rumah sedangkan kemampuan dalam menggunakan media yang ada kurang kreatif, begitu pula saat mengikuti langkah kerja yang sudah disediakan (format terlampir) sebagian antusias namun kurang teliti.Walaupun masih ada beberapa siswa yang kurang aktif karena kurang faham dengan petunjuk guru dan belum bisa membaca. Ketika praktek masih ada sebagian kecil siswa yang bermain sendiri. Siswa seperti itu perlu bimbingan dari guru. Dari hasil presentasi siswa pada siklus 1 ini jumlah siswa yang mendapat nilai diatas kriteria ketuntasan minimum (KKM) ada 15 siswa dari 21 siswa, berarti ada 6 siswa yang belum tuntas, sehingga presentasi keberhasilan yang dicapai kurang kemungkinan ketidak tuntasan siswa disebabkan karena media yang kurang sesuai dengan minat mereka dan masih ada beberapa siswa yang belum bisa membaca sehingga sulit memahami perintah dari guru.
696
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Refleksi Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus 1 dapat disimpulkan bahwa: 1) Ada sebagian siswa yang kurang mampu menyiapkan alat dan bahan, 2) Kemampuan siswa dalam menggunakan alat kurang memadai. 3) Ketepatan mengikuti langkah kerja terhadap materi yang dipelajari kurang faham. Dalam pembagian kelompok mungkin terlalu banyak karena tiap kelompok terdiri dari 5 anak sehingga saat pembelajaran berlangsung anak-anak kurang memperhatikan dan banyak bermain sendiri. Guru terlalu banyak menggunakan metode ceramah sehingga sebagian anak pasif. Masih ada beberapa siswa yang belum bisa membaca sehingga belum faham tugas yang diberikan guru. Saat pembentukan kelompok lebih diperkecil dari satu kelompok 5 siswa bisa diperkecil menjadi 4 siswa sehingga siswa lebih mudah dalam mengerjakan tugas dari guru dan lebih berkonsentrasi sehingga dapat meningkatkan presentasi keberhasilan siswa. Pada siklus 1 dari 21 siswa masih ada 6 siswa yang belum mencapai KKM, mereka rata-rata nilai terendah 50 sedangkan nilai tertinggi 90. karena hasil belajar siswa pada siklus pertama masih belum maksimal dan presentasi keberhasilan belum mencapai 75 % maka masih perlu diadakan lagi pembelajaran siklus II dengan media manipulatif yang lain. Siklus 2 Perencanaan Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu untuk meningkatkan psikomotorik siswa dan upaya memperbaiki kekurangan pada siklus I maka pembagian kelompok harus lebih diperkecil. Guru perlu membimbing siswa terutama yang belum bisa membaca agar lebih aktif saat pembelajaran berlangsung, mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari : perencanaan pembelajaran, LKS, soal tes formatif, alat-alat pengajaran yang mendukung pelaksanaan pembelajaran dan dengan menggubah jumlah kelompok yang awalnya satu kelompok berjumlah 5 siswa diubah menjadi satu kelompok menjadi 4 siswa tujuanya agar para siswa terlibat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran.
Pelaksanaan Pada siklus II dilaksanakan pada hari selasa tanggal 5 April 2016 jam 07.00 sampai 08.10. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah direncanakan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru yang dikerjakan berkelompok dan tugas yang harus dikerjakan secara individu. Pembelajaran kali ini memerlukan waktu 70 menit (2 X 35 menit ). Pembelajaran diawali dengan 1) tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan siswa tentang pembelajaran sebelumnya. Tanya jawab tentang materi minggu lalu tentang gerak benda Guru :”Gerakan baling-baling mainan helikopter bergerak dengan cara apa? Siswa: “memutar“ kemudian kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan mengajak siswa untuk tanya jawab tentang penyebab benda bergerak Guru :” sebutkan benda-benda yang ada di dalam kelasmu yang digerakkan oleh baterai?” Siswa:”jam bu” Guru:”mengapa jam bisa bergerak?” Siswa:”karena jam berisi batrai” Guru :”selain jam apa lagi?” Siswa:”mobil mainan bu” Guru :”coba batrai pada jam dan mobil-mobilanmu kamu lepas apa yang terjadi?” Siwa:”mobil mati, mobil tidak bisa bergerak.
697
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu tujuan pembelajaran kali ini untuk menjelaskan penyebab benda bergerak , contoh gerobak dapat bergerak karena dorongan tangan manusia. 3) Menginformasi tugas yang akan dikerjakan. 4) Dengan bimbingan guru siswa melakukan tanya jawab tentang penyebab benda bergerak Guru : “sebutkan benda-benda yang ada di dalam kelasmu yang digerakkan oleh Baterai?” Siswa :” jam, mobil mainan” 5) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (masing-masing kelompok 4 anak) 6) Masing-masing kelompok mengeluarkan benda-benda yang telah dibawa dari rumah ( bola, batrai, magnet, ketepel, mobil-mobilan, batu, dan jam ) 7) Dengan bimbingan guru masing-masing kelompok melakukan kegiatan sebagai berikut (rublik terlampir ).Kemudian memberikan evaluasi kepada siswa berupa soal berbentuk essay sebanyak 10 soal, kemudian guru memberikan tindak lanjut berupa penjelasan tentang soal yang tidak dipahami siswa. Kegiatan akhir dilakukan dengan mengajak siswa berdialog sebagai berikut : Guru: “Bagaimana perasan kalian setelah melakukan percobaan tadi dan juga menyelesaikan soal evaluasi ini ?” Siswa: “Senang, Bu...” Guru: “Apa ada kesulitan dalam pembelajaran materi gerak benda yang telah kita lakukan dengan menggunakan media bola, batrai, magnet, ketepel, mobil-mobilan, batu, dan jam Siswa:“(Ada siswa yang diam dan ada yang menjawab tidak) kalau pembelajarannya menggunakan media seperti ini, saya jadi senang pada waktu pelajaran IPA. Besok seperti ini lagi ya bu ?” Dari dialog diatas terlihat bahwa pada proses pembelajaran seluruh siswa terlibat aktif, menyenangkan dan menikmati percobaan ini. Siklus II pertemuan 1 ini diakhiri dengan refleksi. Dari hasil evaluasi yang diperoleh siswa pada siklus II didapat nilai rata-rata 86. Siswa yang tuntas belajar sejumlah 18 anak ( 86 %) dan siswa yang tidak tuntas belajar sejumlah 3 anak ( 14 %). Secara umum siswa telah mampu memahami materi gerak benda dan energi, namun masih perlu ditingkatkan agar hasil yang didapat lebih baik lagi. Pengamatan Pada tahab ini peneliti melakukan pengamatan untuk mengetahui psikomotorik siswa dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui 1). Kemampuan menyiapkan alat dan bahan. 2). Kemampuan menggunakan alat. 3). Ketepatan mengikuti langkah kerja terhadap materi yang dipelajari. Dari hasil pengamatan tentang psikomotorik siswa, diperoleh data bahwa sebagian besar siswa saat melakukan percobaan sangat senang karena mereka langsung mencoba dengan menggunakan benda-benda yang dibawanya dari rumah sedangkan kemampuan dalam menggunakan media sudah kreatif walaupun masih perlu bimbingan guru, begitu pula saat mengikuti langkah kerja yang sudah disediakan (format terlampir) mereka sangat antusias karena ingin cepat selesai dan mengerjakan tugas yang lainya. Dari hasil presentasi siswa pada siklus 2 ini jumlah siswa yang mendapat nilai diatas kriteria ketuntasan minimum (KKM) ada 18 siswa dari 21 siswa, berarti ada 3 siswa yang belum tuntas Refleksi Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus II dapat disimpulkan bahwa siswa sudah mampu menyiapkan alat dan bahan secara mandiri, menggunakan alat dan mengikuti langkah kerja terhadap materi yang dipelajari sudah faham. Dalam pembagian kelompok sudah maksimal masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa sehingga siswa lebih mudah dalam mengerjakan tugas dari guru dan lebih berkonsentrasi sehingga dapat meningkatkan presentasi keberhasilan siswa. Pada siklus II dari 21 siswa masih ada 3 siswa yang belum mencapai KKM, mereka rata-rata nilai terendah 55 sedangkan nilai tertinggi 90. karena hasil belajar siswa pada siklus kedua sudah maksimal dan presentasi keberhasilan mencapai 86 % maka tidak perlu diadakan lagi pembelajaran siklus berikutnya dan anak yang nilainya kurang dilakukan perbaikan.
698
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Hasil belajar pada siklus I: Rata-rata kelas : 74, Nilai tertinggi : 90, Nilai terendah : 50. Refleksi Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Kelebihan: dengan adanya media sederhana siswa dapat mengikuti proses pembelajaran hingga selesai Kelemahan : pembelajaran memerlukan waktu yang lebih lama, demikian pula persiapannya, jumlah siswa dalam satu kelompok terlalu besar Penyebab: jumlah media manipulatif sedikit, dan masih kurang menarik Alternatif perbaikan: menambah media manipulatif yang lebih banyak dan menarik sehingga kemampuan psikomotorik siswa dapat meningkat. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil nilai pada siklus 1 sebagai berikut: Nilai rata-rata pada siklus 1adalah 71% dari 21 siswa, 15 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang belum tuntas. Hasil penelitian pada siklus 1 belum maksimal. Aktivitas siswa selama pembelajaran pada siklus 1 kurang menarik karena mereka hanya mengenal materi lewat media manipulatif yang terbatas dan siswa merasa bosan karena media manipulatif yang sedikit sehingga kurang menarik minat siswa terhadap materi yang mereka pelajari. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa ternyata pembelajaran yang berlangsung selama ini kurang menarik. Hal ini terbukti tingkat ketuntasan belajar siswa masih rendah, yaitu 71 %. Siklus II Hasil belajar pada siklus II: Rata-rata kelas : 80, Nilai tertinggi : 90, Nilai terendah : 55. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Kelebihan: siswa lebih aktif dan kreatif yang menunjukkan minat belajar yang lebih tinggi dan pembagian kelompok sudah maksimal Kelemahan: waktu pembelajaran lebih lama dan siswa harus lebih teliti saat melakukan praktek Penyebab: media pembelajaran yang banyak Alternatif perbaikan: mencari media pembelajaran yang lain Pembahasan Hasil penelitian dapat dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II Prosentase siswa Prosentase siswa Siklus yang tidak yang tuntas tuntas
Nilai Rata-rata
Siklus I
67 %
33 %
74
Siklus II
86 %
14 %
80
699
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
80
74 rata-rata
67 siswa tuntas
70 60 50
33 siswa belum tuntas
40
Series1
30 20 10 0 1
2
3
Gambar 5. Grafik I Hasil Belajar Siswa Pada Siklus 1 100 90
80 rata-rata nilai siswa
86 siswa tuntas
80 70 60 50
Series1
40 14 siswa belum tuntas
30 20 10 0 1
2
3
4
Gambar 6. Grafik Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II
90 80 70 60 50
Series1
40
Series2
30 20
10 0 1
2
3
Gambar 7. Grafik Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I dan II
700
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan dengan siklus I. Hal ini berpengaruh pada hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil nilai pada siklus II sebagai berikut: Nilai rata-rata pada siklus 1I adalah 86% dari 21 siswa, 18 siswa yang tuntas dan 3 siswa yang belum tuntas. Hasil penelitian pada siklus II sudah maksimal. Aktivitas siswa selama pembelajaran pada siklus II sangat antusias karena mereka mengenal materi gerak benda melalui media manipulatif yang banyak variasinya dan siswa tidak merasa bosan karena mereka langsung praktek menggunakan media manipulatif. Karena hal tersebut minat siswa terhadap materi yang mereka pelajari meningkat. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa ternyata pembelajaran yang berlangsung selama ini sangat menarik. Hal ini terbukti tingkat ketuntasan belajar siswa tinggi, yaitu 86%.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 74 dan pada siklus II adalah 80. Hal ini berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas. Dengan melihat prosentase hasil belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 71% dan prosentase siswa yang tidak tuntas 29 % sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 86% dan prosentase siswa yang tidak tuntas 14%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 15 %. Dengan meningkatnya prosentase kemampuan belajar siswa maka dapat ditarik kesimpulan bahwa target keberhasilan dalam penggunaan media manipulatif sudah tercapai dan hasil belajar siswa sudah memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai siklus II. Saran Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, maka guru mata pelajaran IPA disarankan untuk menggunakan berbagai media manipulatif lainnya pada materi gerak benda karena melalui penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dapat dibuktikan bahwa media manipulatif ini mampu meningkatkan psikomotorik siswa serta prestasi belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Depdiknas. 2006. KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah. Jakarta: Pusat Kurikulum. Pendidikan Dasar dan Menengah. Mulyasa, E. 2009. Implementasi KTSP. Jakarta: Bumi Aksara. Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Undang – Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (www.M-edukasi .web.id/2012/04/) Media pendidikan. Desain PTK model Kemmis & Mc Taggart, diakses Oktober 2014 Perdana, Andrean (2016), Pengertian, Fungsi, dan Contoh Media Bahan Manipulatif. http://hirarkiinside-fungsi-dan contoh media.html. Kemmis & McTaggart. 1990. Action Research Planner. Deakin University.
701
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA MATERI SIFAT – SIFAT CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V DI SDN GUNUNGSARI 01 Denny Dias Rahayu SDN Gunungsari 01
[email protected] Abstrak: Pembelajaran sifat – sifat cahaya tahun lalu dikatakan belum berhasil dan mencapai harapan sesuai nilai yang ditentukan yaitu hanya mencapai 63%, artinya 17 dari 27 siswa yang berhasil mencapai KKM. Hal ini disebabkan metode yang digunakan adalah metode ceramah (teacher learning centered). Metode ceramah cenderung pembelajaran yang terpusat pada guru. Selama ini, siswa tidak pernah mengalami pengalaman secara nyata, dan belajar individual. Tujuan penelitian ini meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Gunungsari 01 pada materi sifat – sifat cahaya dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Hasil PTK menunjukkan peningkatan dari siklus I diperoleh ketuntasan 48%, artinya dari dari 27 siswa ada 13 siswa yang dapat mencapai KKM. Pada siklus II, diperoleh ketuntasan 74,01%, artinya dari 27 siswa ada 20 siswa yang dapat mencapai KKM. Dapat disimpulkan model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kata kunci: discovery learning, pembelajaran sifat – sifat cahaya, hasil belajar
Pendidikan di sekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia pada masa mendatang, karena merupakan pondasi awal bagi pendidikan selanjutnya. Pendidikan mempunyai tujuan untuk memperbaiki tingkah laku siswa baik moral maupun spiritual. Pendidikan tidak bisa terlepas dari peran penting seorang guru. Guru memegang peranan penting dalam terlaksananya proses pembelajaran yang efektif, sehingga hasil belajar siswa akan meningkat. Oleh karena itu jika guru salah memilih model atau metode dalam pembelajaran maka akan berakibat fatal terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Gunungsari 01 khususya materi pembelajaran sifat-sifat cahaya pada tahun sebelumnya belum mencapai harapan. Dimana hasil belajar siswa belum dapat mencapai KKM yang ditetapkan, ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 63% artinya dari jumlah siswa 27 anak hanya 17 anak yang berhasil. Hal ini dikarenakan guru belum secara optimal menggunakan model pembelajaran yang dapat melatih siswa belajar secara mandiri untuk menemukan suatu konsep. Sehingga ketika siswa sudah berada di kelas VI, siswa banyak yang lupa akan konsep yang mereka dapatkan di kelas V. Siswa kesulitan membedakan sifat cahaya yang satu dengan sifat cahaya yang lain. Dalam materi sifat – sifat cahaya, Guru yang melakukan demonstrasi secara penuh, sedangkan siswa hanya memperhatikan. Siswa tidak mengalami sendiri, tidak mencoba sendiri, hanya guru yang banyak melakukan proses. Guru lebih menekankan pada pengetahuan konsep sebagai tolak ukur tercapainya materi pembelajaran. Jika ditarik kesimpulan, kegiatan pembelajaran IPA khususnya materi sifat – sifat cahaya pada tahun lalu masih belum mengarah pada aktivitas siswa untuk mendapatkan pengalaman secara nyata, melakukan proses sendiri hingga mereka bisa menemukan suatu konsep, sehingga tidak menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Oleh karena itu diperlukan inovasi pembelajaran melalui salah satu model pembelajaran discovery learning. Pada Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi pesera didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari imformasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran
702
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
yang teacher oriented ke student oriented. Merubah modus Ekspository (siswa menerima informasi secara keseluruhan dari guru) ke modus Discovery siswa menemukan informasi. (Susilawati, 2015:500). Model discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran atau memecahkan masalah yang disajikan tidak dalam bentuk final dengan harapan siswa dapat mengorganisasi dan menemukan sendiri substansi materi pembelajaran dan/atau solusi masalah melalui multi aktivitas-interaktif belajarnya, sementara guru lebih banyak berperan sebagai stimulator, motivator, fasilitator, dan pembimbing belajar siswa (Galib,2014). Karena guru berperan sebagai stimulator, motivator, fasilitator, dan pembimbing siswa, pada model discovery learning menuntut guru dan siswa saling terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru membimbing siswa untuk dapat menjawab atau memecahkan masalah, serta menciptakan suasana pembelajaran yang kreatif agar siswa dapat terlibat secara aktif dalam menemukan pengetahuan sendiri. Sementara Hosnan (2014:282) dalam Nurlitasari Ningsih (2015:6) mengemukakan discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Apa yang dinyatakan Hosnan ini sejalan dengan harapan guru, yaitu konsep sifat – sifat cahaya pada siswa kelas V SDN Gunungsari 01 hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Sehingga kelak ketika berada di kelas VI ataupun jenjang selanjutnya, siswa masih ingat dengan konsep sifat – sifat cahaya yang didapat di kelas V. Fase-Fase atau langkah-langkah operasional model discovery learning seperti terlihat pada Gambar 1.
FASE 1: PEMBERIAN RANGSANGAN (STIMULATION)
FASE 6: MENARIK KESIMPULAN (GENERALIZATI ON)
FASE2: 2:IDENTIFIKASI IDENTIFIKASI FASE MASALAH MASALAH (PROBLEMSTATEMENT) STATEMENT) (PROBLEM
FASE 5: PEMBUKTIAN (VERIFICATION)
FASE 3: PENGUMPULAN DATA (DATA COLLETION)
FASE 4: PENGOLAHAN DATA (DATA PROCESSING)
Gambar 1. Fase-fase Operasional Model Discovery Learning (Galib, 2014)
Kajian model pembelajaran discovery learning dalam pembelajaran sifat-sifat cahaya telah dilakukan sebelumnya oleh Hartina (2015) dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan scientific. Dalam penelitian tersebut data yang dikumpulkan bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dianalisis secara diskriptif. Hasil analisisnya menunjukkan: (1) rata-rata nilai penguasaan konsep siswa sebesar 76,12 dengan standar deviasi (sd) = 8,82 serta 31 orang (97%) tuntas belajar dan 1 orang (3%) tidak tuntas; (2) keterampilan proses sains siswa yang dikembangkan adalah mengamati, bertanya, melakukan percobaan, mengolah dan menganalisis data, menarik kesimpulan, dan melaporkan hasil percobaan; (3) siswa mengembangkan sikap jujur, teliti, hati-hati, tekun, kerjasama, dan bertanggung jawab; dan (4) siswa memberi tanggapan positif terhadap proses pembelajaran melalui model discovery learning dengan pendekatan scientific. Berdasar penerapan kajian discovery learning di atas, maka perlu dilakukan kajian pembelajaran IPA tentang sifat – sifat cahaya dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning pada pada siswa kelas V SDN Gunungsari 01. Paradigma metode pembelajaran yang selama ini diterapkan yang notabene berorientasi pada guru (teacher centere learning) dapat dirubah menjadi berorientasi pada siswa (student center learning). Pembelajaran tidak hanya mengandalkan guru sebagai satu – satunya sumber pengetahuan,
703
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
tidak mendasarkan pengetahuan konsep sebagai tolak ukur tercapainya sebuah materi. Namun pembelajaran yang membimbing siswa untuk secara mandiri dan aktif membangun pengetahuannya terhadap materi pembelajaran berdasar pengetahuan yang dimilikinya, pembelajaran yang mengubah kondisi pasif siswa menjadi aktif, siswa mengalami proses secara nyata, dimana peran guru sebagai stimulator, fasilitator, mitivator dan pembimbing siswa, sehingga menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa, setia, dan tahan lama dalam ingatan. METODE PENELITIAN Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu penelitian yang dapat dilakukan oleh guru sebagai pendidik, dalam rangka meningkatkan profesionalisme. Dalam kegiatan pembelajaran sehari – hari, guru tidak terlepas dari masalah baik yang dialami di dalam kelas berkaitan dengan siswa, hasil belajar siswa, maupun dengan lingkungan sekolah. Penelitian tindakan kelas adalah salah satu jembatan yang dapat dimanfaatkan guru untuk dapat menyelesaikan beberapa permasalahan tersebut. Contoh permasalahan yang dialami guru dengan siswanya ketika berada di kelas antara lain: hasil belajar siswa yang tidak sesuai KKM, siswa yang lambat belajar, kesalahan dalam memilih metode atau model pembelajaran, dan sebagainya. Ebbut (1985) dalam Kasbolah, 1997 mendefinisikan bahwa “penelitian tindakan kelas sebagai studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktek – praktek dalam pendidikan dengan melakukan tindakan – tindakan praktis serta refleksi – refleksi dari tindakan tersebut. Kasbolah (1997/1998:8) mengemukakan bahwa PTK merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki mutu program pembelajaran di semua jenjang pendidikan termasuk di sekolah dasar. Dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh guru untuk menyelesaikan permasalahan maupun memperbaiki pembelajaran di kelas, agar dapat meningkatkan profesionalimenya. Adapun tahap pelaksanaan penelitian tindakan kelas yaitu: (1) Perencanaan (2) pelaksanaan (3) pengamatan tindakan (observasi) (4) refleksi tindakan. Hasil refleksi tindakan yang diperoleh sebagai dasar perencanaan memperbaiki proses tindakan selanjutnya hingga diperoleh hasil yang diharapkan. Metode penelitian tindakan kelas dan siklusnya dapat dilihat dalam Gambar 2. Pra Siklus Peneliti merasa hasil pembelajaran yang dicapai siswa kelas V SDN Gunungsari pada tahun lalu belum sesuai dengan harapan. Hal ini dikarenakan pembelajaran belum terpusat pada siswa (student centre learning). Pembelajaran yang diterapkan terpusat pada guru (teacher centre learning), tidak melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, dan tidak memberikan pengalaman secara nyata pada siswa, sehingga tidak menghasilkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 63%, dari dari 27 siswa hanya 17 yang dapat mencapai nilai standar KKM. Bertolak dari permasalahan ini, peneliti menggunakan metode discovery learning dalam pembelajaran sifat – sifat cahaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
704
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Masalah
Perencanaan
pelaksanaan
Rencana Tindakan Siklus I refleksi
observasi
pelaksanaan
Perencanaan
Rencana Tindakan Siklus II refleksi
observasi Indikator tercapai selesai
Gambar 2. Metode Penelitian Tindakan Kelas dan Siklusnya (Kasbollah, 1998)
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2015 pada tahun pelajaran 2015/2016, dengan subyek guru dan siswa kelas V SDN Gunungsari 01. Adapun jumlah siswa kelas V adalah 27 anak, 9 siswa berjenis kelamin laki – laki dan 18 siswa berjenis kelamin perempuan. Penelitian tindakan kelas ini melibatkan teman sejawat dalam satu sekolah sebagai observer. Data dikumpulkan selama penelitian dengan teknik non tes dan tes dengan lembar pengamatan untuk mengetahui kinerja guru, sikap, keterampilan proses siswa. Serta lembar tes untuk mengukur ketercapaian siswa terhadap materi yang diterima dalam bentuk soal tes. Data yang diperoleh dianalisis dengan teknik kuantitatif dan kualitatif. Penelitian dianggap berhasil apabila daya serap pembelajaran dapat mencapai ≥70%. Dengan standard nilai KKM kelas untuk mata pelajaran IPA adalah ≥7,00. Siklus I Perencanaan Pada tahap perencaan ini peneliti melakukan beberapa tahap yaitu: (a) Peneliti menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat – sifat cahaya, (b) Peneliti menyusun skenario pembelajaran sifat – sifat cahaya dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, (c) Peneliti merumuskan alat pengumpul data yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam penelitian, yang berupa lembar observasi dan lembar tes.
Pelaksanaan Kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) Peneliti memberikan tujuan dan penjelasan materi secara umum, memberikan motivasi kepada siswa selama proses pembelajaran, memfasilitasi siswa selama kegiatan demonstrasi bersama kelompoknya, mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan bersama kelompoknya, mengamati siswa selama kegiatan pembelajaran dan mencatat dalam lembar observasi, mengumpulkan lembar soal tes yang diberikan pada siswa, serta menganalisa hasil tes belajar siswa, (b) Peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah disusun sebelumnya, mencatat kejadian – kejadian unik yang ditemukan selama proses pembelajaran, (c) Peneliti memberikan evaluasi
705
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa, serta memberikan penguatan dan pendalaman materi. Observasi Peneliti beserta teman sejawat mengamati dan mencatat semua peristiwa yang terjadi selama proses pembelajaran, hal – hal unik yang ditemukan dalam pembelajaran, serta menanyakan siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran tentang kesulitannya dalam pembalajaran. Refleksi Peneliti menganalisa hasil kerja yang diberikan pada siswa serta hasil observasi pada siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Apabila hasil refleksi pada siklus I nilai ketuntatasan belajar siswa belum mencapai KKM yang ditetapkan, maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Siklus II Menindaklanjuti hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan harapan karena belum mencapai KKM yang diharapkan. Hal ini dimungkinkan dikarenakan antara lain: (1) ada beberapa kelompok yang salah menafsirkan petunjuk pada langkah demonstrasi, (2) persepesi yang salah dalam penyiapan bahan dan alat demonstrasi, (3) siswa kurang aktif dan ramai, dan (4) kurang adanya tanggung jawab dalam kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya, maka peneliti perlu mengadakan perbaikan pembelajaran pada siklus II, dengan menitik beratkan pada permasalahan - permasalahan yang dihadapi pada siklus I. Perencanaan Pada tahap perencaan ini peneliti melakukan beberapa tahap yaitu: (a) Peneliti menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat – sifat cahaya, (b) Peneliti menyusun skenario pembelajaran sifat – sifat cahaya dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning dengan menekankan beberapa perbaikan hasil dari siklus I, (c) Peneliti merumuskan alat pengumpul data yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam penelitian, yang berupa lembar observasi dan lembar tes. Pada tahap perencanaan ini, peneliti membuat beberapa perbaikan dalam langkah – langkah pembelajaran, diantaranya: (a) menuliskan petunjuk pada Lembar Kerja Siswa dengan kalimat yang benar – benar mudah dipahami dan jelas agar siswa tidak salah menafsirkan petunjuk, (b) memberikan batasan yang jelas pada alat dan bahan demonstrasi yang harus disiapkan siswa agar tidak terjadi salah persepsi lagi, dan diikuti penjelasan guru pada hari sebelum pelaksanaan demonstrasi, (c) mengantisipasi siswa tidak aktif dan tidak ramai dengan mendampingi serta membimbingnya selama kegiatan demonstrasi, dan (d) untuk mengatasi kurang bertanggung jawabnya kelompok dalam mempresentasikan hasil kerjannya, peneliti mewajibkan seluruh anggota kelompok untuk maju dan mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Pelaksanaan Kegiatan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) memberikan tujuan dan penjelasan materi secara umum, memberikan motivasi kepada siswa selama proses pembelajaran, memfasilitasi siswa selama kegiatan demonstrasi bersama kelompoknya, mendorong siswa untuk aktif dalam kegiatan bersama kelompoknya, membimbing siswa dalam langkah – langkah demonstrasi, memberikan kesempatan siswa untuk bertanya jika ada yang tidak dimengerti dalam lembar kerja kelompoknya, mengamati siswa selama kegiatan pembelajaran dan mencatat dalam lembar observasi, mengumpulkan lembar soal tes yang diberikan pada siswa, serta menganalisa hasil tes belajar siswa, (b) Peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah disusun sebelumnya, mencatat kejadian – kejadian unik yang ditemukan selama proses pembelajaran, dan menerapkan beberapa langkah perbaikan siklus I yang telah direncanakan sebelumnya, (c) Peneliti memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa, serta memberikan penguatan dan pendalaman materi.
706
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Observasi Peneliti beserta teman sejawat mengamati dan mencatat semua peristiwa selama proses pembelajaran, hal – hal unik yang ditemukan dalam pembelajaran, serta menanyakan siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran tentang kesulitannya dalam pembalajaran. Refleksi Peneliti menganalisa hasil kerja yang diberikan pada siswa serta hasil observasi pada siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Apabila hasil refleksi pada siklus II dapat mencapai nilai KKM ≥ 70 dengan ketuntasan ≥ 70%, maka pembelajaran dikatan berhasil. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan menggunakan teknik observasi dan tes. Adapun proses pembelajaran model pembelajaran discovery learning pada materi sifat – sifat cahaya dideskripsikan sebagai berikut: Penelitian tindakan kelas ini dilakukan selama dua siklus. Siklus I pertemuan I dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2016 pukul 07.15 – 09.00 dengan materi sifat – sifat cahaya dapat merambat lurus dan dapat menembus benda bening, pertemuan II pada tanggal 12 Februari 2016 pukul 09.00 – 10.40 dengan materi cahaya dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran siklus I, ada beberapa temuan yang dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1) kelompok salah menafsirkan petunjuk pada langkah demonstrasi, (2) persepesi yang salah dalam penyiapan bahan dan alat demonstrasi, (3) siswa kurang aktif dan ramai, dan (4) kurang adanya tanggung jawab dalam kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Adanya beberapa kelompok yang salah menafsirkan petunjuk pada langkah demonstrasi dimungkinkan karena faktor kurangnya tingkat pemahaman siswa dalam menafsirkan petunjuk, dan kurang memperhatikan penjelasan guru. Tingkat pemahaman siswa berkorelasi terhadap hasil belajarnya. Menurut Bloom seperti yang dikutip Rosyada pemahaman adalah “kemampuan untuk memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus mengaitkannya dengan idelain, dan juga tanpa harus melihat ide itu secara mendalam.” Menurut Bloom dalam Sagala “Pemahaman (comprehension), aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari.” Dapat dikatakan memahami bukanlah sekedar mengetahui dan mengingat tetapi benar – benar mengerti dan dapat menggambarkan dengan jelas konsep yang telah dipahami. Seseorang yang telah memahami suatu konsep maka akan mengerti maksud dari konsep tersebut. Menurut Sardiman, “Pemahaman diartikan menguasari sesuatu dengan pikiran yaitu memahami maksudnya dan menangkap maknanya.” Tujuan belajar dapat tercapai jika siswa dapat memahami konsep yang telah diberikan kepadanya. Bloom mengemukakan bahwa pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Penerjemah (translation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi bentuk kalimat yang lain, misalnya dari lambang ke arti, 2) Penafsiran (interpretation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menentukan konsep–konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal, 3) Ekstrapolasi (extrapolation) yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyimpulkan dari sesuatu yang telah diketahui. Timbulnya perspesi yang salah dalam penyiapan bahan dan alat demonstrasi, dimungkinkan dikarenakan karena guru tidak memberikan batasan yang jelas terhadap alat dan bahan yang harus disiapkan siswa sehingga alat dan bahan tidak sesuai dengan harapan guru. Dalam melihat suatu benda yang sama, orang mempunyai cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Sugihartono, dkk (2007:8) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Jalaludin Rakhmat (2007:51) menyatakan bahwa persepsi adalah pengamatan tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh
707
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Miftah Toha (2003:154) faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah: (1) faktor internal: perasaan, sikap, dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi, (2) faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal – hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek. Faktor penyebab siswa ramai dan kurang aktif, dimungkinkan karena sebagian besar anggota dalam satu kelompok memiliki motivasi belajar yang rendah. Rendahnya motivasi belajar tersebut memicu siswa tidak aktif dalam kelompok, ramai sendiri, bosan, tidak mau terlibat dalam kerjasama dengan kelompoknya, bermain sendiri, bahkan ngobrol sendiri. Motivasi dalam diri seseorang merupakan faktor pendorong untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Motivasi bagi siswa merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi belajar menurut Sudirman AM (2001:70) adalah merupakan faktor-faktor psikis yang bersifat intelektual, perannya yang khas adalah dalam penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Seberapa pun hebatnya seorang guru menerapkan strategi maupun model pembelajaran, tetapi jika motivasi dalam diri siswa tidak ada maka pembelajaran bagi siswa tidak berhasil. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal (Oemar Hamalik,2005:108). Berdasar pengalaman dan pengamatan sehari-hari kita dapat mengetahui apabila anak tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak tersebut. Motivasi belajar anak yang rendah umumnya diasumsikan bahwa prestasi anak tersebut akan rendah dan besar kemungkinan ia tidak akan mencapai tujuan belajar. Faktor penyebab kurang adanya tanggung jawab dalam kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya, dimungkinkan dikarenakan kurangnya rasa kebersamaan, kekompakan, dan rasa memiliki dalam kelompok. Siswa cenderung saling menunjuk teman yang lain ketika mendapat giliran untuk maju ke depan kelas untuk mewakili kelompoknya melakukan presentasi. Setiap siswa seharusnya memiliki rasa tanggung jawab terhadap setiap tugas yang diberikan, melaksanakan tugas yang diberikan dengan baik, saling bekerjasama dalam kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Samani (2011:105), tanggung jawab merupakan sikap seseorang dalam menanggapi sebuah tindakan yang dilakukan dengan cara yang pantas dan layak. Dalam setiap tugas dan kewajiban harus diikuti oleh adanya tanggung jawab, baik tanggung jawab secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maupun tanggung jawab sosial terhadap sesama manusia (Syarbaini, 2011:213). (rujukan 7 laptop) Pelaksanaan Siklus I Proses pembelajaran pada siklus I, dilaksanakan guru sesuai dengan RPP yang telah dirancang sebelumnya. Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Pada pertemuan pertama siswa mendemonstrasikan sifat – sifat cahaya dapat merambat lurus dan dapat menembus bening. Sebelum demonstrasi dilaksanakan, guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, memberikan motivasi pada siswa melalui apersepsi yang berkaitan dengan materi dan memberikan penjelasan materi awal tentang cahaya dan sifat -sifatnya. Pada kegiatan inti siswa dikelompokkan menjadi 6 kelompok yang terdiri atas 4-5 siswa, siswa membaca peta konsep tentang sifat-sifat cahaya. Guru membagikan lembar kerja kelompok serta menjelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan demonstrasi. Siswa melaksanakan demonstrasi sesuai lembar kerja dengan bantuan dan bimbingan guru. Selama pelaksanaan demonstrasi, guru melakukan pengamatan terhadap segala aktivitas siswa dalam kelompok. Diakhir kegiatan demonstrasi, siswa mempresentasikan hasil demonstrasi di depan kelas.Diakhir pembelajaran, siswa diberikan lembar soal evaluasi dan refleksi untuk mengukur hasil belajarnya. Materi pembelajaran pada pertemuan kedua adalah demonstrasi sifat-sifat cahaya cahaya dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan. Pada pertemuan kedua ini, siswa dibagikan lembar kerja kelompok, melakukan langka-langkah demonstrasi, dan mempresentasikan hasil demonstrasi di depan kelas. Di akhir pembelajaran siswa mengerjakan lembar soal evaluasi dan refleksi. Ditinjau dari hasil belajar siswa pada siklus I, siswa belum mencapai KKM sesuai harapan. Hasil belajar siswa diperoleh dari tugas kelompok dan tes akhir yang dikerjakan secara
708
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
individu dalam bentuk soal. Pada tugas kelompok skor diperoleh berdasarkan kegiatan dan kinerja siswa dalam kelompoknya. Diakhir pembelajaran guru memberikan tes akhir yang dikerjakan secara individu untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi atau konsep pembelajaran yang telah diperolehnya. Hasil belajar siswa pada siklus I dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil belajar siswa siklus 1
Jumlah % siswa 90-100 5 18,5 % 70-89 8 29,6 % 60-69 6 22,2 % < 59 8 29,6 % Sumber: hasil belajar siswa SDN Gunungsari 01
No 1 2 3 4
Rentang skor
Ketuntasan Tuntas Tuntas Belum tuntas Belum tuntas
Hasil pembelajaran siklus I pada Tabel 1. di atas, dapat dilihat bahwa hasil belajar siswa belum mencapai harapan sesuai dengan KKM yang diinginkan. Hasil belajar menunjukkan rata – rata siswa mencapai 63,33 dengan jumlah 14 siswa yang belum mencapai KKM dan sebanyak 13 siswa yang sudah mencapai KKM dengan ketuntasan 48%. Menurut Sudjana (2004:22), hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar belajar siswa pada siklus I diperoleh dari tes akhir masing – masing siswa untuk mengukur ketercapaian materi, tercapai atau tidak tujuan pembelajaran, serta berhasil tidaknya seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran. Terdapat tiga macam hasil belajar menurut Howart Kingsley (dalam Sudjana, 2004:22): (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita-cita. Menurut Muhaimin (dalam Pupuh Faturrohman dan Sorby Sutikno, 2010:142) program evaluasi yang dilakukan diterapkan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan sebagainya. Temuan – temuan dan kelemahan yang dilakukan pada siklus I oleh peneliti diperbaiki pada siklus II. Pelaksanaan Siklus II Siklus II dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2016 pada pukul 07.15 – 09.00 dengan materi sifat – sifat cahaya dapat diuraikan. Siklus II dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah dirancang dengan menekankan perbaikan-perbaikan dari siklus I. Sebelum demonstrasi dilakukan, guru memberikan penjelasan materi dan langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan. Pada siklus II demonstrasi dilakukan di luar ruangan dengan bantuan sinar matahari. Demonstrasi menguraikan cahaya matahari pada siklus II dapat diamati pada Gambar 1 dan 2
Gambar 1 dan 2. Siswa Melakukan Demonstrasi Penguraian Cahaya
709
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada Gambar 1 siswa melakukan demonstrasi dengan memasukkan cermin datar ke dalam baskom berisi air. Hasil pemantulan cermin ditangkap pada selembar kertas putih dan dihasilkan warna warni pelangi yang menunjukkan penguraian cahaya matahari. Gambar 2. menunjukkan siswa melakukan demonstrasi menguraikan sifat-sifat cahaya menggunakan media compact disc (cd). Pada siklus II guru lebih meningkatkan peran sertanya dalam pembelajaran, yaitu dengan memberikan batasan pada setiap penjelasan agar tidak terjadi salah persepsi, menyajikan lembar kerja menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami agar tidak terjadi salah penafsiran, mendampingi kelompok dengan porsi yang sama agar siswa mau aktif dan tidak ramai, serta memberikan kesempatan kepada seluruh anggota dari tiap – tiap kelompok untuk maju ke depan kelas melakukan presentasi. Dapat dilihat pada Gambar 2. setiap anggota kelompok maju ke depan kelas untuk melakukan presentasi.
Gambar 2. Siswa Melakukan Presentasi di Depan Kelas
Pada Gambar 2. tampak siswa melakukan presentasi di depan kelas dan memberikan penjelasan hasil demonstrasi yang dilakukan bersama kelompoknya. Diakhir pembelajaran siswa diberikan tes individu berupa lembar soal untuk dikerjakan, dan membuat refleksi. Pada siklus II pembelajaran terlihat lebih menyenangkan bagi siswa karena dilakukan di luar ruangan, dan lebih mendorong siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran karena kegiatan pembelajaran lebih menarik. Hasil belajar siswa pada siklus II diperolah dari hasil tes yang dikerjakan masing-masing siswa dalam bentuk soal yang diberikan di akhir pembelajaran. Hasil belajar siswa pada siklus II ini telah sesuai dengan KKM dan dapat mencapai target yang ditetapkan. Adapun hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil belajar siswa siklus II
No
Rentang skor
1 2 3 4
90-100 70-89 60-69 < 59
Jumlah siswa 7 13 2 5
% 18,5 % 29,6 % 22,2 % 29,6 %
Ketuntasan Tuntas Tuntas Belum tuntas Belum tuntas
Sumber: hasil belajar siswa SDN Gunungsari 01 Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa pada siklus II ketuntasan yang dicapai yaitu 74,07 % dari 70% ketuntasan yang diharapkan. Artinya, sebanyak 20 siswa dapat mencapai nilai ≥70 dan 7 siswa belum dapat mencapai KKM ≤70. Dengan rata – rata yang diperoleh 74,07. Hasil dan
710
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
aktivitas siswa, peran serta guru pada siklus II ini cenderung meningkat. Tetapi masih ditemukan beberapa kekurangan pada siklus II, diantaranya masih ada beberapa siswa yang ramai karena pembelajaran dilakukan di luar ruangan. Perbandingan hasil siklus I dan II dapat dilihat pada Tabel 3 dan Diagram 1. Tabel 3 Hasil siklus I dan II
1
90-100
5
18,51 %
Jumlah siswa siklus II 7
2
70-89
8
29,62 %
13
48,15 %
3
60-69
6
22,22 %
2
7,41 %
4
< 59
8
29,62 %
5
18,51 %
No
Rentang skor
Jumlah siswa siklus I
%
% 25,93 %
Ket
14 12 10 Jumlah siswa siklus I
8 6
Jumlah siswa siklus II
4 2 0 90-100
70-89
60-69
< 59
Diagram 1. Perbedaan hasil siklus I dan II
Dapat dilihat pada Diagram 1 di atas bahwa terjadi kenaikan hasil belajar siswa pada siklus I dan II. Pada siklus I siswa yang mendapat nilai ≥70 sejumlah 13 siswa sedangkan pada siklus II sejumlah 20 siswa, sedangkan siswa yang mendapat nilai ≤70 pada siklus I sejumlah 14 siswa, pada siklus II sejumlah 7 siswa. Ketuntasan pada siklus I diperoleh 48 % dan pada siklus II diperoleh ketuntasan sebesar 74,01%. Dapat disimpulkan penerapan model discovery learning pada pembelajaran IPA khususnya materi sifat – sifat cahaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Gunungsari 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Hal ini sejalan dengan pendapat Johson dan Johson, (1999) model pembelajaran discovery learning mendorong siswa lebih bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran sehingga siswa telibat aktif dan memiliki usaha yang besar. KESIMPULAN & SARAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan model discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa SDN Gunungsari 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Disarankan kepada guru sekolah dasar menggunakan model pembelajaran Guru sebaiknya menerapkan model pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar pada sifat-sifat cahaya.
711
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
DAFTAR RUJUKAN Galib, L.M., (2014). Best Prectice: Mengapa, Bagaimana? Materi Sajian Pada Workshop Implementasi Kurikulum 2013 Bagi Guru MTs Se- Sulawesi Tenggara, di Hotel Clarion, Kendari, 20-8-2014 Haryanto.2004. Sains untuk Sekolah Dasar Kelas IV. Jakarta: Erlangga. Hartina.2015.Penerapan Model Discovery Learning Dengan Pendekatan Scientific Dalam Pembelajaran Sifat –Sifat Cahaya Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 01 Poasia. Kumpulan Makalah Prossiding 2015, File: kelompok –IPA. Hal 416. Susilawati.2015.Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Fluida Dinamis. Kumpulan Makalah Prossiding 2015,File: kelompok –IPA. Hal 499. Dede Rosyada.2004.Paradigma Pendidikan Demokratis. Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan.Jakarta: Kencana. Rahmawati, Ika.2011.Penigkatan Pemahaman Siswa Dengan Metode Penugasan Peta Konsep Pada Konsep Sistem Peredaran Darah. Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah Pupuh Fatturohman dan Moh.Sorby Sutikno.2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Islami. Bandung:PT Rineka Cipta Miftah,Toha.2003. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:PT Rineka Cipta Sardiman A.M.2010 Interaksi dan Motivasi Belajar, cet ke-18.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara. Samani, M & Hariyanto.2011. Konsep dan Model Pendidika Karakter.Bandung:PT Remaja Rosdakarya
712
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN ILMIAH, SIKAP ILMIAH, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA KELAS VII B SMP NEGERI 01 BATU Ester Yuli Erawati Smp Negeri 01 Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap ilmiah, keterampilan ilmiah, dan prestasi belajar IPA pada siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaran inkuiri. Penelitian ini dilakukan dengan 2 siklus. Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi untuk mengetahui peningkatan sikap dan keterampilam ilmiah, dan tes untuk mengetahui prestasi belajar. Penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu. Kata kunci: Model pembelajaran inkuiri, keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan prestasil belajar siswa.
SMP Negeri 01 Batu bertujuan menjadi sekolah yang terbaik yang berbudaya, cerdas, cakap dan kompetitif dengan dasar iman dan takwa yang sesuai dengan visinya, akan tetapi kenyataan anak–anak SMP Negeri 01 Batu dalam bidang akademik terutama dalam keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan pemahaman konsep masih kurang, hal ini dapat di lihat dari ketercapaian hasil belajarnya masih ada yang di bawah KKM yaitu 78. Demikian juga dengan hasil belajar siswa kelas VIIB yang menjadi subyek dalam penelitian ini memiliki keterampilan ilmiah dan pemahaman konsep yang masih kurang. Berdasarkan hasil pengalaman yang dilakukan di SMP Negeri 01 Batu pada pembelajaran IPA menunjukkan sikap dan keterampilan siswa untuk mengikuti pembelajaran juga tidak terlalu tinggi dan terkesan masih malas untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya siswa dalam mengerjakan tugas-tugas serta ketidak aktifan siswa ketika melakukan kegiatan praktikum. Pelaksanaan pembelajaran IPA idealnya melatih dan mengembangkan aspek pengetahuan, keterampilan proses dan sikap ilmiah. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014, bahwa “pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengomunikasikannya, pembelajaran IPA juga menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah”, (Kemendikbud, 2014: 433). Berdasarkan pengalaman ini perlu dicari solusi tentang pengelolaan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa dalam pembelajaran, sehingga diharapkan meningkatkan keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa terhadap materi yang diajarkan. Salah satu strategi pembelajaran tersebut adalah strategi inkuiri. Oleh karena itu, pada semester 2 tahun ajaran 2015/2016 di kelas VII B pada pembelajaran IPA diujicobakan menggunakan model pembelajaran inkuiri. Salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman langsung dalam pembelajaran IPA yaitu inkuiri. Pembelajaran berbasis inkuiri melibatkan siswa untuk mencari informasi dan membuat penjelasan dari pengalaman langsung dengan bimbingan guru (Chiappetta & Koballa, 2010: 125). Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing memberikan pengalaman langsung pada siswa. Melalui pengalaman langsung, peserta didik dapat menemukan fakta-fakta, sehingga mereka dapat belajar menemukan pengetahuan, melatih KPS, kemampuan berpikir dan sikap ilmiah. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Buxton & Provenzo (2011: 68) “…simple hands-on experiments become critical means by which learners can enter into the process of discovering science”, maksudnya percobaan sederhana menjadi sarana penting bagi siswa dapat masuk ke dalam proses menemukan ilmu
713
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pengetahuan. Berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale, pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, karena melibatkan panca indera siswa untuk melakukan learning by doing yang memberikan dampak langsung terhadap perolehan dan penumbuhkembangan pengetahuan, KPS dan sikap ilmiah (Arsyad, 2013: 13-14) Model inkuiri memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: siswa lebih dilibatkan aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan, memperoleh informasi, mengorganisasi informasi, memecahkan masalah, dan mencari kebenaran atau pengetahuan, daripada mengkonsumsi pengetahuan. Berdasarkan keunggulan dari model pembelajaran inkuiri, maka dilakukanlah penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas di kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan ilmiah, sikap ilmiah dan pemahaman konsep pada pembelajaran IPA. Secara ringkas dalam pembelajaran inkuiri kegiatan yang dilakukan sebagai berikut : 1). pada saat identifikasi dan penetapan ruang lingkup masalah, guru memberikan masalah, siswa mengidentifikasi dan merumuskan masalah, 2). Pada tahap merencanakan dan memprediksi hasil, guru memberikan prosedur langkah – demi langkah setiap tahap untuk diikuti, siswa membaca dan mengikuti arah sesuai dengan lembar kegiatan. Setelah itu guru menyediakan alat dan bahan seperti yang tercantum pada lembar kegiatan, 3) pada tahap penyelidikan untuk mengumpulkan data, guru membimbing dan memastikan semua siswa pada tugas dan memahami prosedur, siswa menggunakan keterampilan ilmiah untuk menggumpulkan data. 4) Pada tahap interpretasi data dan mengembangkan kesimpulan, guru mendorong siswa untuk bekerja sama dalam kelompok dan mencatat hasil pengamatan mengorganisasi data yang terkumpul. 5) Pada tahap kesimpulan guru mendorong siswa untuk berpikir atau melakukan refleksi pada pengetahuan yang baru mereka temukan, siswa melakukan evaluasi terhadap proses inkuiri yang telah dilakukan. Setelah itu siswa menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sedangkan jenis penelitian yang dilaksanakan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini dilakukan di kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu. Alamat SMP Negeri 01 Batu adalah di Jl. K.H Agus Salim no 55 Batu, Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Jumlah siswa 32 orang, 12 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Data dalam penelitian ini meliputi data keterampilan ilmiah, data sikap siswa dan hasil prestasi siswa terhadap konsep kalor. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dan tes. Analisis data dilakukan menitikberatkan pada keterampilan ilmiah yang dilakukan pada saat melakukan pengamatan, data keterampilan ilmiah yaitu melakukan pengamatan dengan pemberian skor 1 jika pengamatan tidak cermat, 2 pengamatan cermat, tetapi mengandung inferensi, 3 pengamatan cermat, dan bebas inferensi, mencatat data kuantitatif atau kualitatif, 4 pengamatan cermat, dan bebas inferensi, mencatat data kuantitatif dan kualitatif. Untuk kemampuan menunjukkan rasa ingin tahu pemberian skor 1 tidak menunjukkan antusias dalam pengamatan, sulit terlibat aktif dalam kegiatan kelompok walaupun telah didorong untuk terlibat, 2 menunjukkan rasa ingin tahu, namun tidak terlalu antusias, dan baru terlibat aktif dalam kegiatan kelompok ketika disuruh, 3 menunjukkan rasa ingin tahu, antusias, namun kurang terlibat aktif dalam kegiatan kelompok dan 4 menunjukkan rasa ingin tahu yang besar, antusias, aktif dalam dalam kegiatan kelompok. Untuk kemampuan melakukan analisis data dan menyimpulkan pemberian skor 1 jika tidak mampu, 2 dilakukan dengan bantuan guru, 3 merujuk padaliteratur , dilakukan secara mandiri (individual atau kelompok), 4 berdasarkan data, dan merujuk pada literatur, dilakukan secara mandiri (individual atau kelompok). Untuk kemampuan penguasaan konsep sains yang disampaikan pemberian skor 1 tidak menguasai konsep IPA dengan sangat baik, istilah-istilah yang digunakan tidak tepat, 2 kurang menguasai konsep IPA, istilah-istilah yang digunakan kurang tepat, 3 menguasai konsep IPA dengan baik, istilah-istilah yang digunakan benar, 4 menguasai konsep IPA dengan sangat baik, istilah-istilah yang digunakan benar dan tepat. Dan untuk kemampuan dalam presentasi hasil pemberian skor 1
714
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
penyampaian tidak mudah dipahami, 2 tidak komunikatif dengan audiens, penyampaian tidak mudah dipahami, kurang komunikatif dengan audiens, kurang memberi, 3 penyampaian mudah dipahami, komunikatif dengan audiens, kurang memberi, dan 4 penyampaian mudah dipahami, sangat komunikatif dengan audiens. Data yang akan dianalisis untuk sikap ilmiah diperoleh dari angket sikap siswa. Data sikap diklasifikasikan menjadi: kejujuran, ketelitian, tanggung jawab. Selanjutnya masing-masing butir diberikan skor dengan rentang skala 1 sampai dengan 3. Untuk kiteria kejujuran dengan pemberian skor 1 sikap jujur dalam hal melakukan pengamatan, 2 sikap jujur dalam hal melakukan pengamatan dan mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan , 3 sikap jujur dalam hal melakukan pengamatan, mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan, dan menyusun laporan. Untuk kriteria ketelitian pemberian skor 1 sikap teliti dalam hal melakukan pengamatan, 2 sikap teliti dalam hal melakukan pengamatan dan mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan, 3 sikap teliti dalam hal melakukan pengamatan, mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan, dan menyusun laporan. Dan kriteria tanggung jawab pemberian skor 1 sikap tanggung jawab dalam hal melakukan pengamatan, 2 sikap tanggung jawab dalam hal melakukan pengamatan dan mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan, 3 sikap tanggung jawab dalam hal melakukan pengamatan, mencatat data/mendeskripsikan hasil pengamatan, dan menyusun laporan Data prestasi belajar siswa diperoleh dari hasil tes pemahaman konsep di tiap akhir siklus. Ketuntasan belajar siswa ditentukan dengan membandingkan persentase penguasaan konsep siswa dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). KKM untuk IPA kelas VII SMP Negeri 1 Batu adalah 78. HASIL DAN PEMBAHASAN Mendeskripsikan Pembelajaran Siklus I Siklus I terdiri dari 3 pertemuan yang terdiri dari 2 tatap muka dan 1 kali tes tertulis. Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan pembelajaran yaitu merumuskan masalah dengan janya jawab untuk membuat hipotesis, melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, membuat kesimpulan. Pertemuan Pertama Pertemuan pertama membahas materi kalor pada perubahan suhu. Tujuan pembelajarannya siswa dapat menyelidiki faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan suhu benda akibat pemberian kalor melalui percobaan. Di awal pembelajaran guru memberi salam dan berdoa untuk memulai pelajaran. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pendahuluan sebagai motivasi awal pembelajaran yaitu dengan melakukan tayangan terhadap pengamatan gambar panci yang berisi air dan dipanaskan. Guru menunjukkan air dan minyak kemudian mengajukan pertanyaan “Jika dengan massa sama kemudian dipanaskan, mana yang lebih cepat panas, air atau minyak?” guru meminta siswa menyampaikan pendapatnya. Siswa menjawab pertanyaan guru yaitu minyak, kemudian guru bertanya kembali jika air dipanaskan dengan jumlah massa yang berbeda mana yang lebih cepat panas untuk mencapai suhu 600C? Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selanjutnya guru juga mengenalkan beberapa karakter yang akan dikembangkan beserta indikator dari masing-masing karakter, yaitu rasa ingin tahu, jujur, teliti, dan tanggung jawab. Pada kegiatan inti guru meminta siswa berkelompok sesuai dengan kelompoknya masingmasing dan salah satu anggota kelompok untuk mengambil alat percobaan yang telah disediakan, kemudian meminta semua siswa untuk melakukan kegiatan pengamatan dengan teliti, jujur dan tanggung jawab. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa dan siswa dibimbing untuk melakukan pengamatan serta berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing. Tahap inkuiri yang dilalui adalah sebagai berikut. 1. Tanya Jawab dan Hipotesis Tanya jawab guru dimaksudkan untuk memfokuskan masalah sekaligus untuk menyusun hipotesis siswa. Guru bertanya untuk membimbing siswa dalam merumuskan masalah. Beberapa pertanyaan yang diajukan guru yaitu:
715
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
G: Bagaimana waktu ketika air dengan jumlah massa yang berbeda dipanaskan?” S: Membutuhkan waktu yang berbeda G: Bagaimana jika jumlah air sedikit dan jumlah air banyak dipanaskan? S: Jika jumlah air lebih sedikit maka waktu yang dibutuhkan juga sedikit, jika jumlah air banyak maka waktu yang dibutuhkan juga lebih lama untuk memanaskan sampai suhu tertentu. G: Bagaimana waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan air, minyak, dan santan untuk mencapai suhu 60 0C? S: Jika bahan berbeda maka waktunya juga berbeda, minyak lebih cepat daripada air Berdasarkan tanya jawab dan diskusi maka didapatlah rumusan masalah yaitu menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kenaikan suhu akibat pemberian kalor 2. Melaksanakan Percobaan Siswa diminta menguji hipotesisnya melalui percobaan. Dibantu Lembar Kerja Siswa maka siswa melakukan percobaan. a) Menyusun alat seperti di LKS. b) menyiapkan bahan yaitu air, minyak dan santan dan menuangkan ke beaker glass. c) menyalakan bunsen. d) menghitung waktu untuk mencapai suhu 600C dengan jenis berbeda dan massa yang berbeda. Guru selalu menghimbau agar dalam melakukan kegiatan selalu bersikap jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu yang tinggi. Selama kegiatan berlangsung guru berkeliling mengunjungi masing-masing kelompok untuk memberikan bimbingan, arahan, dan pengawasan terhadap kerja siswa. Pada saat siswa melakukan uji hipotesisnya dan melihat kenaikan suhu benda yang berbeda, siswa melakukan dengan sikap jujur, teliti dan tanggung jawab terhadap data yang akan dicatat. Serta ketika siswa menguji hipotesis antara minyak dengan santan, siswa sangat antusias/rasa ingin tahunya tinggi, hal ini terlihat ekspresi siswa yang langsung melihat dan berkomentar wah ternyata minyak lebih cepat mencapai suhu 60 0C daripada santan. Pada saat melakukan kegiatan pengamatan, ada siswa yang melihat tetapi pengamatan tidak cermat, hal ini terbukti ketika melihat suhu pada thermometer tidak pada posisi pas/ dilihat dari samping. Ada juga siswa dalam melakukan pengamatan melakukan dengan cermat, serta mengandung inferensi, terbukti bahwa siswa teliti dalam pengamatan terhadap waktu untuk mencapai suhu 600C pada setiap bahan yang berbeda. Serta ada juga yang melakukan sudah cermat, dan bebas inferensi, serta mencatat data dengan tepat, hal ini terbukti ketika sudah melakukan pengamatan siswa langsung mencatat data yang diperoleh dengan jujur, teliti dan tangggung jawab terhadap hasil pengamatan. Kegiatan pengamatan terhadap waktu untuk mencapai suhu 600C pada bahan yang berbeda seperti pada gambar berikut.
Gambar 1 Siswa mengamati minyak goreng yang dipanaskan
Gambar 2 Siswa mengamati santan yang dipanaskan
3. Mengumpulkan Data dan Menganalisis Data
716
Gambar 3 Siswa mengamati air yang dipanaskan
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Siswa diminta saling bekerjasama dalam kelompok untuk menuliskan data hasil percobaan dalam tabel pengamatan di dalam Lembar Kerja Siswa dengan jujur sesuai hasil percobaan yang telah dilakukan. Guru menginstruksikan kepada siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama dengan kelompoknya dalam melakukan analisis data seperti yang telah dituliskan dalam Lembar Kerja Siswa yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu benda karena pemberian kalor yaitu volume benda/massa benda, jika jumlah banyak maka membutuhkan waktu lama daripada jumlah volume benda/massa benda yang sedikit membutuhkan waktu yang lebih sedikit pula untuk mencapai suhu 600C. Selain massa benda jenis bahan juga mempengaruhi kenaikan suhu. Hal ini terbukti ketika siswa memanaskan air, minyak dan santan ternyata untuk mencapai suhu 600C, waktu yang diperlukan juga berbeda. Data dari hasil pengamatan tersebut seperti pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Data hasil pengamatan kelompok 2 Jenis zat Massa Waktu untuk mencapai suhu (g) 60 0C air 50 3 menit 14 detik 100 5 menit 21 detik minyak 50 1 menit 34 detik 100 2 menit 53 detik santan 50 100 4 menit 7 detik Pada saat melakukan kegiatan mengumpulkan data dan menganalisis data harus dilakukan dengan sikap kejujuran, ketelitian, dan tanggung jawab dalam mencatat hasil pengamatan. 4. Membuat Kesimpulan Tahap kesimpulan dilakukan oleh masing-masing kelompok dan dituliskan dalam Lembar Kerja Siswa yang telah disediakan dengan disertai sikap jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu. Meskipun beberapa kelompok masih ada yang belum memfokuskan kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan. Adapun data yang diperoleh oleh kelompok I yaitu: volume mempengaruhi kecepatan memanas, kecepatan memanas tergantung jenis bahan dan massa suhu, kelompok II menyimpulkan bahwa massa, bahan mempengaruhi waktu untuk mencapai suhu yang ditentukan yaitu 60 0C. Setelah siswa melakukan kegiatan pengamatan dan berdiskusi dalam kelompok, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil dari diskusi kelompok tersebut. Pada akhir kegiatan guru membimbing siswa untuk menyimpulkan kembali apa saja yang telah dipelajari hari ini yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu karena pemberian kalor yaitu: Kalor untuk menaikkan suhu benda bergantung pada jenis benda itu Makin besar kenaikan suhu benda, kalor yang diperlukan makin besar pula. Makin besar massa benda, kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu makin besar pula. Jika kesimpulanmu ini dirumuskan secara matematis, dapat ditulis: kalor yang diperlukan untuk kenaikan suhu = massa benda x kalor jenis x kenaikan suhu Q = m x c x ∆t Pertemuan Kedua Pertemuan kedua membahas materi kalor dan perubahan wujud zat. Tujuan pembelajaran siswa dapat menyelidiki karakteristik suhu benda pada saat benda mengalami perubahan wujud melalui pengamatan. Di awal pembelajaran guru memberi salam dan berdoa untuk memulai pelajaran. Sebagai motivasi awal pembelajaran, guru menunjukkan video tentang perubahan wujud yaitu es yang dipanasi, guru bertanya “Bagaimana dengan suhu benda pada saat itu?”. Kemudian guru menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari konsep kalor dan perubahan wujud zat. Selanjutnya guru juga mengenalkan beberapa karakter yang akan
717
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dikembangkan beserta indikator dari masing-masing karakter, yaitu rasa ingin tahu, jujur, teliti, dan tanggung jawab. Pada kegiatan inti guru menyampaian informasi tentang kegiatan yang akan dilakukan yaitu melakukan kegiatan “Kalor dan perubahan wujud zat”. Kemudian membagi siswa menjadi 5 kelompok yang terdiri dari 6 siswa dan ada yang 7 siswa. Selanjutnya meminta siswa berkelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan salah satu anggota kelompok untuk mengambil alat yang telah disediakan, kemudian meminta semua siswa untuk melakukan pengamatan “bagaimana suhu benda saat terjadi perubahan wujud?”. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa dan siswa dibimbing untuk melakukan pengamatan serta diskusi dalam kelompoknya masing-masing. Tahap inkuiri yang dilalui adalah sebagai berikut. 1. Tanya Jawab dan Hipotesis Tanya jawab guru dimaksudkan untuk memfokuskan masalah sekaligus untuk menyusun hipotesis. Guru bertanya untuk membimbing siswa dalam merumuskan masalah. Beberapa pertanyaan yang diajukan guru yaitu: G: Bagaimana ketika es dipanaskan?” S: Mencair bu G: Bagaimana jika air dipanaskan terus menerus? S: Air akan menguap G: Bagaimana suhu ketika es seluruhnya mencair? S: Tetap. Ada juga yang menjawab naik bu. G: Bagaimana suhu jika air terus dipanaskan hingga menguap? S: Naik terus dan suatu saat bisa berhenti bu Berdasarkan tanya jawab dan diskusi maka didapatlah rumusan masalah yaitu bagaimana suhu benda pada saat terjadi perubahan wujud? 2. Melaksanakan Percobaan Siswa diminta menguji hipotesisnya melalui percobaan. Dibantu Lembar Kerja Siswa maka siswa melakukan percobaan. a) Menyusun alat seperti di LKS. b) menyiapkan alat dan bahan yaitu es, gelas kimia, pembakar spiritus, korek api, thermometer. c) Isilah gelas kimia dengan es batu hingga ¼ bagian gelas. Mencatat suhu mula-mula es tersebut. d) Nyalakan pembakar spiritus, mengamati dan mencatat perubahan suhu yang terjadi pada termometer tiap 1 menit. Guru selalu menghimbau agar dalam melakukan kegiatan selalu jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu yang tinggi. Selama kegiatan berlangsung guru berkeliling mengunjungi masing-masing kelompok untuk memberikan bimbingan, arahan, dan pengawasan terhadap kerja siswa. Pada saat siswa melakukan uji hipotesisnya dan melihat kenaikan suhu benda yang berbeda, siswa melakukan dengan sikap jujur, teliti dan tanggung jawab terhadap data yang akan dicatat. Pada saat melakukan kegiatan pengamatan, ada siswa yang melihat termometer tetapi tidak cermat dengan ada tidaknya perubahan suhu, hal ini terbukti ada siswa ketika melakukan pengamatan terhadap perubahan suhu tidak teliti sehingga siswa tetap menganggap ada perubahan suhu ketika es mencair semua. Ada juga siswa yang kurang teliti dalam menghitung waktu tiap satu menitnya sehingga mempengaruhi data yang diperoleh. Begitu juga ada siswa yang sangat teliti dalam melakukan pengamatan terhadap kenaikan suhu benda serta antusias dalam kegiatan pengamatan. Hal ini terbukti ketika siswa melihat perubahan suhu pada thermometer ketika es dipanaskan hingga mendidih seperti pada Gambar 4 dan 5 berikut.
718
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 4 Siswa mengamati es yang dipanaskan
Gambar 5 Siswa mengamati air yang dipanaskan
3. Mengumpulkan Data dan Menganalisis Data Siswa diminta saling bekerjasama dalam kelompok untuk menuliskan data hasil percobaan dalam tabel pengamatan di dalam Lembar Kerja Siswa dengan jujur sesuai hasil percobaan yang telah dilakukan. Guru menginstruksikan kepada siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama dengan kelompoknya dalam melakukan analisis data seperti yang telah dituliskan dalam Lembar Kerja Siswa yaitu bagaimana suhu benda pada saat terjadi perubahan wujud? Pada saat siswa mencatat data yang diperoleh dari hasil pengamatan ada kelompok yang memperoleh data bahwa suhu naik terus ketika es dipanaskan hingga mendidih. Hal ini disebabkan karena tidak telitinya ketika membaca thermometer ketika harus mencatat kenaikan suhu setiap menitnya. Namun ada juga kelompok yang mendapatkan data bahwa pada waktu tertentu suhu tidak mengalami perubahan/tetap. Setelah siswa mendapat data dari hasil pengamatan, siswa menggambar grafik dan mendiskusikan hasil dari pengamatanya. Adapun gambar grafik hubungan antara waktu pemberian kalor dengan kenaikan suhu seperti pada Gambar 6 berikut.
Gambar 6 Grafik hubungan antara waktu dengan kenaikan suhu 4. Membuat Kesimpulan Tahap kesimpulan dilakukan oleh masing-masing kelompok dan dituliskan dalam Lembar Kerja Siswa berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan dengan disertai sikap jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu. Pada saat membuat kesimpulan ada 2 kelompok yang mendapatkan bahwa ketika es dipanaskan terjadi perubahan wujud es mencair dan suhunya tetap serta pada saat air dipanaskan hingga mendidih terjadi perubahan wujud menguap dan suhunya juga tetap. Hal ini menunjukkan bahwa ketika terjadi perubahan wujud, suhu tidak mengalami perubahan namun tetap. Setelah siswa melakukan kegiatan pengamatan, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil dari diskusi kelompok. Pada akhir kegiatan guru membimbing siswa untuk menyimpulkan yang telah dipelajari hari ini yaitu kalor dan perubahan wujud zat.
719
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pertemuan Ketiga Melakukan tes untuk mengetahui prestasi belajar siswa tentang kator dan perubahan wujud zat. Refleksi Siklus I Kendala Kurang teliti dalam melakukan pengamatan terhadap kenaikan suhu Dalam menggambar grafik ada kesalahan Siswa kurang kreatif dalam menulis rumusan masalah, karena hanya melalui tanya jawab
Penyebab Membaca thermometer dari arah samping tidak lurus sehingga mempengaruhi data Ketika menggambar grafik harus memperhatikan skalanya Pada LKS tidak dicantumkan fakta dalam orientasi masalah untuk menentukan rumusan masalah
Alternatif Mengingatkan jika membaca thermometer harus teliti dan posisi harus lurus Mengingatkan skala dalam membuat grafik Sebaiknya pada LKS dicamtumkan fakta dalam orientasi masalah sehingga siswa dapat merumuskan masalah sesuai dengan diskusi kelompoknya
Dari hasil refleksi pada siklus 1 maka kekurangan pada Lembar Kerja Siswa perlu dicantumkan fakta dalam orientasi masalah sehingga siswa dapat merumuskan masalah berdasarkan fakta yang diungkap pada Lembar Kerja Siswa. Kelebihan dari siklus 1, dengan pembelajaran inkuiri maka siswa dapat merumuskan masalah, berhipotesis, mengumpulkan data, menganalisa dan menarik kesimpulan. Mendeskripsikan Pembelajaran Siklus II Siklus II terdiri dari 2 pertemuan yang terdiri dari 1 tatap muka dan 1 kali tes tertulis. Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan pembelajaran yaitu merumuskan masalah dengan janya jawab untuk membuat hipotesis, melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, membuat kesimpulan. Pertemuan Pertama Pertemuan pertama membahas materi perpindahan kalor secara konduksi dan konveksi. Tujuan pembelajaran siswa a) Siswa dapat menyelidiki pengaruh jenis bahan terhadap kemampuan menghantarkan kalor pada peristiwa konduksi. b) Siswa dapat membedakan konduksi dan konveksi. c) Siswa menjelaskan contoh konduksi dan konveksi dalam kehidupan sehari-hari. Di awal pembelajaran guru memberi salam dan berdoa untuk memulai pelajaran. Kegiatan pembelajaran diawali dengan menayangkan video peristiwa konduksi dan konveksi. Siswa memperhatikan video tersebut kemudian mendiskusikan apa yang membedakan perpindahan kalor secara konduksi dan konveksi. Guru meminta siswa untuk menyampaikan tanggapannya terhadap fenomena tersebut. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta mengenalkan beberapa karakter yang akan dikembangkan beserta indikator dari masing-masing karakter, yaitu rasa ingin tahu, jujur, teliti, dan tanggung jawab. Pada kegiatan inti guru meminta siswa berkelompok sesuai dengan kelompoknya masingmasing dan salah satu anggota kelompok untuk mengambil alat percobaan yang telah disediakan, kemudian meminta semua siswa untuk melakukan pengamatan perpindahan kalor pada konduksi dan konveksi. Guru memberikan Lembar Kerja Sswa dan siswa dibimbing untuk melakukan diskusi dalam kelompoknya masing-masing. Lembar Kerja Siswa memuat fakta, rumusan masalah, hipotesis, desain eksperimen, masalah dan kesimpulan. Tahap inkuiri yang dilalui adalah sebagai berikut.
720
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
1. Rumusan Masalah Guru memberikan Lembar Kerja Siswa dan mengarahkan kepada siswa untuk membaca fakta yang telah diungkapkan pada LKS. Setelah membaca fakta maka siswa mendiskusikan masalah apa yang muncul pada pernyataan tersebut kemudian masing-masing kelompok membuat rumusan masalahnya. 2. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus dibuktikan dari rumusan masalah yang sudah dibuat pada masing-masing kelompok. Rumusan masalah tersebut diantaranya: bagaimana arus konveksi pada zat cair dan zat gas, bagaimana perpindahan kalor pada berbagai bahan 3. Melakukan percobaan Siswa diminta menguji hipotesisnya melalui percobaan. Dibantu Lembar Kerja Siswa maka siswa melakukan percobaan. a) perpindahan kalor secara konduksi b) perpindahan kalor secara konveksi pada zat cair dan zat gas. Guru selalu menghimbau agar dalam melakukan kegiatan selalu jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu yang tinggi. Selama kegiatan berlangsung guru berkeliling mengunjungi masing-masing kelompok untuk memberikan bimbingan, arahan, dan pengawasan terhadap kerja siswa. Pada saat siswa melakukan uji hipotesisnya dan perpindahan kalor, siswa melakukan dengan sikap jujur, teliti dan tanggung jawab terhadap data yang akan dicatat. Pada saat melakukan kegiatan pengamatan pada perpindahan kalor secara konduksi guru mengingatkan untuk bersikap teliti karena jika tidak mentaati langkah kerja maka data bisa salah, contohnya jika bahan yang baru digunakan tidak didinginkan dulu, maka akan mempengaruhi hasil penelitian siswa. Begitu juga pada kegiatan perpindahan kalor secara konveksi pada zat cair, siswa memperhatikan arus ketika es yang berwarna di masukkan pada air. Ada juga kelompok yang sangat kreatif mencoba menaburkan zat warna pada air, kemudian memanaskan air tersebut. Ternyata siswa dapat menemukan alur arus konveksi pada zat cair tersebut. Pada kegiatan perpindahan kalor secara konveksi pada zat gas siswa dapat menemukan gerakan asap pada cerobong ketika salah satu cerobong diberi lilin dan cerobong yang lain diberi asap. Dengan demikian siswa sangat antusias dalam pengamatan konveksi pada zat cair maupun zat gas . Hal yang perlu diperhatikan yaitu keterampilan ilmiah siswa dan sikap ilmiah siswa pada saat pengamatan. Kegiatan pengamatan pada kegiatan perpindahan kalor secara konduksi dapat dilihat pada Gambar 7, kegiatan pengamatan pada perpindahan kalor secara konveksi pada zat gas dapat dilihat pada Gambar 8, dan kegiatan pengamatan pada perpindahan kalor secara konveksi pada zat cair dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
Gambar 7 Siswa mengamati perpindahan kalor secara konduksi
Gambar 8 Siswa mengamati perpindahan kalor secara konveksi pada zat gas
721
Gambar 9 Siswa mengamati perpindahan kalor secara konveksi pada zat cair
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
4. Mengumpulkan dan menganalisis data Siswa diminta saling bekerjasama dalam kelompok untuk menuliskan data hasil percobaan pada di Lembar Kerja Siswa dengan jujur sesuai hasil percobaan yang telah dilakukan. Guru menginstruksikan kepada siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama dengan kelompoknya dalam melakukan analisis data seperti yang telah dituliskan dalam Lembar Kerja Siswa yaitu menyelidiki perpindahan kalor secara konduksi pada berbagai jenis logam dan menyelediki perpindahan kalor secara konveksi pada zat cair dan zat gas. Pada perpindahan kalor secara konduksi di dapat bahwa partikelnya tidak mengalami perpindahan namun merambat. Hal ini dibuktikan dengan memanaskan logam dengan jenis yang berbeda, ternyata lilin yang meleleh tidak bersamaan. Pada kegiatan pengamatan konveksi pada zat cair ternyata partikel ikut berpindah, hal ini terbukti ketika es batu yang diberi pewarna di masukkan pada air ternyata mengalami perpindahan arus yang mengalir. Begitu juga ada kelompok yang mencoba air di beri zat pewarna kemudian dipanaskan dengan posisi api yang berbeda, ternyata arus alirannya juga mengalami perubahan bergantung letak apinya. Hal ini membuktikan bahwa aliran di dalam gelas disebabkan karena perbedaan massa jenis zat. Air yang menyentuh bagian bawah gelas yang dipanasi, air yang dipanaskan akan memiliki massa jenis menurun sehingga mengalir naik ke atas dan air yang lebih rapat pada bagian atas akan turun. Pada kegiatan pengamatan konveksi pada zat gas didapatkan data bahwa asap akan turun pada cerobong yang tidak dipanaskan, kemudian naik ke cerobong yang ada lilinnya. Hal ini disebabkan karena pada cerobong yang dipanaskan tekanan udara kecil sehingga asap akan bergerak naik ke atas. 5. Membuat kesimpulan. Tahap kesimpulan dilakukan oleh masing-masing kelompok dan dituliskan dalam Lembar Kerja Siswa yang telah disediakan dengan disertai sikap jujur, teliti, tanggung jawab serta rasa ingin tahu. Setelah siswa melakukan kegiatan pengamatan, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil dari diskusi kelompok. Pada akhir kegiatan guru membimbing siswa untuk menyimpulkan yang telah dipelajari hari ini yaitu konduksi adalah perpindahan panas melalui bahan tanpa disertai perpindahan partikel-partikel bahan itu. Contoh: memanaskan ujung logam dengan lilin, panas kopi yang tahan lama pada gelas kaca. Perpindahan konveksi adalah perpindahan kalor dari satu tempat ke tempat lain bersama dengan gerak partikel-partikel bendanya. Konveksi pada zat cair karena perbedaan massa jenis zat, contohnya pemanasan air, aliran air panas. Pada zat gas karena perbedaan tekanan udara, contohnya terjadinya angin darat dan angin laut, cerobong asap pabrik. Pertemuan Kedua Melakukan tes untuk mengetahui prestasi belajar siswa tentang perpindahan kalor secara konduksi dan konveksi. Refleksi Siklus II Kendala Penyebab Alternatif Pemecahan Sulit mengamati aliran es Es yang diberi pewarna yang Menggunakan zat pewarna yang diberi pewarna dan kurang pekat dan yang lebih pekat dimasukkan pada air dimasukkan pada air mudah mencair Aliran asap pada cerobong Dalam membuat asap pada Hendaknya membuat asap sedikit terlihatnya cerobong kurang banyak, yang banyak dan segera sehingga asap cepat habis dimasukkan pada cerobong Ada perolehan data yang Dalam melakukan Selalu mengingatkan pada berbeda-beda pengamatan kurang teliti siswa, jika dalam dan kurang cermat melakukan kegiatan pengamatan harus teliti dan cermat
722
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Dari hasil refleksi pada siklus II maka kekurangan pada kegiatan pengamatan perpindahan kalor secara konveksi pada zat cair lebih baik menggunakan zat pewarna pekat supaya terlihat arah alirannya. Kelebihan dari siklus II, dengan pembelajaran inkuiri maka siswa lebih dilibatkan secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan, memperoleh informasi, memecahkan masalah, dan mencari kebenaran atau pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri pada siswa kelas VIIB SMP negeri 01 Batu dapat meningkatkan keterampilan ilmiah, sikap ilmiah, dan prestasi belajar siswa. Dari data angket siswa di dapat hasil peningkatan keterampilan ilmiah dari siklus I ke siklus II. Peningkatan itu dapat dilihat pada tabel dan diagram di bawah ini: Tabel 2. Peningkatan Keterampilan Ilmiah persiklus rasa ingi n tah analisis pengamatan u data kesimpulan presentasi siklus 1
3.78
3.75
3.56
3.09
3.00
siklus 2
3.93
3.82
3.61
3.68
3.14
Data di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut: 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
siklus 1 siklus 2
Berdasarkan tabel di atas terlihat adanya peningkatan keterampilan ilmiah siswa persiklus. Keterampilan ilmiah siswa pada siklus I dengan rata-rata 3,44 dan pada siklus II dengan ratarata 3,64. Hal ini disebabkan karena pada siklus I siswa dalam melakukan analisis data tidak merujuk pada literatur, rasa ingin tahunya juga tidak terlalu antusias dan baru terlibat aktif dalam kegiatan kelompok ketika disuruh. Penggunakan model pembelajaran inkuiri pada siswa kelas VIIB SMP negeri 01 Batu juga dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa. Dari data angket siswa di dapat peningkatan sikap ilmiah dari siklus I ke siklus II. Peningkatan itu dapat dilihat pada tabel dan diagram di bawah ini:
723
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Tabel 3. Peningkatan Sikap Ilmiah persiklus kejujuran
ketelitian
tanggung jawab
2.66
2.44
2.59
2.96
2.57
2.71
siklus 1 siklus 2
Data di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut: 3,50 3,00 2,50 2,00
siklus 1
1,50
siklus 2
1,00 0,50 0,00
kejujuran
ketelitian
tanggung jawab
Berdasarkan tabel di atas terlihat adanya peningkatan sikap ilmiah siswa persiklus. Sikap ilmiah pada siklus I dengan rata-rata 2,56 dan pada siklus II dengan rata-rata 2,75. Hal ini disebabkan karena kurang teliti dalam melakukan pengamatan dan mencatat data, demikian juga kurang bertanggungjawab dalam melakukan pengamatan, mencatat data serta dalam menyusun laporan. KESIMPULAN DAN SARAN Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri di kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu telah terlaksana dengan baik yaitu merumuskan masalah, hipotesis, pengumpulan data, menganalisis data dan membuat kesimpulan. Pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan ilmiah yaitu pengamatan, rasa ingin tahu, menganalisis data, dan presentasi dengan rata-rata 3,44 pada siklus I dan 3,64 pada siklus II. Untuk sikap ilmiah pada siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu juga mengalami peningkatan yaitu sikap kejujuran, ketelitian dan tanggung jawab dengan rata-rata 2,56 pada siklus I dan 2,75 pada siklus II. Prestasi belajar siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu juga mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata tes 80,13 pada siklus I dan nilai rata-rata tes 91,50 pada silus II. Saran yang bisa diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Model pembelajaran inkuri dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif cara dalam proses pembelajaran dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran agar pelajaran IPA menjadi lebih menarik dan menghasilkan hasil belajar yang tinggi. 2) Jumlah dan jenis alat praktikum yang memadai sehingga saat melakukan percobaan tidak mengalami kesulitan dan berjalan lancar. 3) Siswa kelas VIIB SMP Negeri 01 Batu harus lebih teliti dalam pengambilan data dan berlatih mengemukakan pendapat dan berkomunikasi saat melakukan diskusi. DAFTAR PUSTAKA Agustanti, T.H. 2012. Implementasi Metode Inquiry untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol. 1, No. 1, Hal 16-20 (April 2012). Depdiknas. 2007. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran IPA SMP-SBI. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP. Fitriyati, Ida. 2015. Motivasi Belajar dan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA Kelas VIIIB SMP Negeri 3 Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri dengan Bantuan Media Untuk Meningkatkan Keterampilan Ilmiah, Sikap Ilmiah Sanggau. Prosiding Seminar Nasional
724
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Exchange of Experiences Teacher Quality Improvement Program (TEQIP). Malang, 31 Oktober 2015 halaman 92. Kemendikbud. 2017. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VII Semester 2. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas. Madawati, T.R. & Sunarti, T. 2012. Penerapan Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Siswa pada Materi Cahaya Kelas VIII-C di SMP Negeri 4 Kediri. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol. 1, No. 1, Hal. 278-284 (2012). Marwan. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan Inkuiri dengan Model Kooperatif Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains dan Keterampilan Sosial pada Siswa Sekolah Dasar. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences Teacher Quality Improvement Program (TEQIP). Malang, 31 Oktober 2015 halaman 183. Mustafa, S. 2010. Penerapan Strategi Inkuiri Sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 4 Parepare. Tesis. Tidak Dipublikasikan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang Prasojo. 2015. Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences Teacher Quality Improvement Program (TEQIP). Malang, 31 Oktober 2015 halaman 100. Wasis, dkk. 2008. Contextual Teaching and Learning. Ilmu Pengetahuan Alam. Sekolah Menengah Pertama Kelas VII (BSE). Jakarta: Pusat Perpukuan Depdiknas.
725
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Penggunaan Peta Konsep Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Materi Klasifikasi Makhluk Hidup pada Siswa Kelas VII Semester Ganjil SMPN Satu Atap Pesanggrahan 2 Batu Tahun Pelajaran 2015-2016”. Agustini SMPN Satu Atap Pesanggrahan 2
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan peta konsep berbantuan media gambar dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA materi Klasifikasi Makhluk Hidup pada siswa kelas VII semester ganjil SMPN Satu Atap Pesanggrahan 2 Batu Tahun Pelajaran 2015-2016. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dalam 2 siklus. Penilaian motivasi belajar siswa dilakukan melalui observasi dan dianalisa secara kualitatif, sedangkan penilaian hasil belajar siswa dilakukan melalui pemberian ter tertulis, dan dianalisa secara kuantitatif. Hasil penilaian motivasi belajar siswa untuk aspek keaktifan dalam kelompok meningkat dari 57,14% pada siklus 1 menjadi 71,43% pada siklus 2. Untuk aspek kerjasama dalam kelompok meningkat dari 61,90% pada siklus 1 menjadi 71,43% pada siklus 2.Begitu juga pada aspek tepat waktu meningkat dari 52,38% pada siklus 1 menjadi 66,67% pada siklus 2. Begitu juga pada hasil penilaian hasil belajar siswa, ketuntasan belajar klasikal meningkat dari 57,14% pada siklus 1 menjadi 90,48% pada siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep berbantuan media gambar dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Kata Kunci: Peta konsep, motivasi, hasil belajar, Klasifikasi Makhluk Hidup.
Cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang lebih utuh. Konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ausubel (1963) dalam Andri (2011), agar pemahaman materi pelajaran dapat lebih mudah dipelajari hendaknya setiap orang belajar secara bermakna yaitu dengan mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya. . Karena itu pembelajaran bermakna penting untuk dilaksanakan oleh guru. Salah satu alat pembelajaran yang berdasarkan belajar bermakna adalah peta konsep (Siti Zubaidah: 1999). Lebih lanjut Herawati Susilo (1998) menyatakan bahwa peta konsep sebagai alat pembelajaran, membantu siswa aktif berpikir untuk memusatkan pada sejumlah ide pokok (berupa konsep-konsep) dari suatu pokok bahasan. Pembelajaran bermakna akan mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu. Anak-anak pada dasarnya bersifat ingin tahu, senang belajar, dan memiliki banyak talenta. Mereka kreatif, penuh perhatian, dan dapat berpikir untuk diri mereka sendiri. Pada pembelajaran IPA materi Klasifikasi Makhluk Hidup, siswa tidak hanya dituntut menghafalkan fakta-fakta dan konsep-konsep, melainkan juga mengerti dan membangun sistem berpikirnya sendiri. Guru perlu mengubah filosofi pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa yang berlandaskan filosofi konstruktivisme, dimana siswa dapat menyusun sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya (Susilo, 2004). Pembelajaran IPA, masih belum berjalan menurut kaidah belajar bermakna. Untuk itu dipandang perlu dilakukan suatu tindakan yang bisa menghasilkan perubahan yang berarti pada siswa. Dalam hal ini tugas guru adalah memfasilitasi siswa untuk belajar bermakna sesuai tuntutan materi. Salah satu bentuk memfasilitasi siswa dalam belajar adalah membuat peta konsep berbantuan media gambar. Pembelajaran dengan peta konsep sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Susilo,1988, Andri, 2011; Zubaidah, 2011).
726
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Novak (dalam Kadir: 2007) menyatakan, pemetaan konsep adalah suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki, mulai dari yang paling umum, kurang umum dan konsep-konsep yang lebih spesifik. Pemetaan konsep sangat efektif untuk membantu siswa belajar bermakna, yaitu memahami hubungan logika antara konsep yang satu dengan konsep yang lain (Mardiningsih: 2001). Secara rinci Novac dan Gowin dalam Susilo (1999) menjelaskan penggunaan peta konsep bagi siswa adalah untuk (1) mengeksplorasi apa yang telah diketahui oleh pembelajar (2) memberikan arah pembelajaran seperti peta jalan (3) membantu mambaca materi dari buku pelajaran (4) membantu siswa mencapai hasil pembelajaran yang tinggi serta bermakna karena membantu siswa mengingat informasi dan keterkaitan antar konsep (5) membantu siswa menggabungkan ide yang satu dengan ide yang lainnya. Dalam penelitian ini menggunakan peta konsep berbantuan media sederhana berupa gambar untuk memahami materi Klasifikasi Makhluk Hidup. Media sederhana berupa gambar dipilih agar tidak menyulitkan siswa mencari contoh, karena gambar praktis tinggal menempelkan saja. Hal ini dilakukan karena siswa kelas VII semester ganjil tahun pelajaran 2015-2016 SMPN Satu Atap Pesanggrahan 2 mengalami kesulitan dalam memahami materi –materi yang bersifat hafalan dan memiliki banyak penjelasan. Siswa mengalami kesulitan mendeskripsikan kelompok monera,Protista, Fungi, Plantae dan Animalia. Dampaknya siswa mengalami kesulitan ketika mengkasifikasikan dan mendeskripsikan ciri-ciri yang dimilikinya. Kesulitan – kesulitan siswa dalam mempelajari materi Klasifikasi Makhluk Hidup nampaknya juga akibat dari pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Selama ini pembelajaran yang dilakukan guru adalah memberikan penjelasan materi, siswa mengerjakan soal di LKS, dan memberikan tes. Pembelajaran semacam ini membuat siswa menjadi bosan dan menjenuhkan. Pembelajaran yang membosankan mengakibatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran IPA menjadi rendah salah satunya pada materi Klasifikasi Makhluk Hidup. Ini terlihat dari rata-rata hasil ulangan harian tahun pelajaran 2014-2015 yang tuntas hanya 40% dan yang tidak tuntas 60%. Sementara standart kelulusan (KKM) Sekolah adalah 70. Berdasarkan berbagai alasan di atas, maka peneliti mengadakan penelitian tindakan kelas pada materi Klasifikasi Makhluk Hidup dengan mengambil judul “Penggunaan Peta Konsep berbantuan media gambar untuk meningkatkan Motivasi dan hasil belajar IPA materi Klasifikasi Makhluk Hidup pada siswa kelas VII semester ganjil SMPN Satu Atap Pesanggrahan 2 Batu tahun pelajaran 2015-2016”. METODE PENELITIAN Penelitian ini mendiskripsikan pengaruh peta konsep terhadap motivasi dan hasil belajar siswa berbantuan media sederhana yaitu gambar. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus 1 dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan yang membahas materi kelompok Monera dan kelompok Protista, Fungi dan Plantae dan satu pertemuan untuk tes tertulis akhir siklus. Siklus kedua dilakukan dua kali pertemuan yang mempelajari kelompok Animalia, dan satu kali pertemuan tes tertulis akhir siklus. Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII semester ganjil SMPN Satu Atap Pesanggrahan 2 Batu tahun pelajaran 2015-2016, dengan jumlah 21 siswa yang terdiri dari 7 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki. Subyek memiliki kemampuan yang heterogen. Mengingat kemampuan siswa heterogen, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kooperatif yaitu diskusi kelompok, dengan desain pembelajaran diatur sedemikian rupa sehingga bisa meningkatkan motivasi siswa, dan pada akhirnya meningkatkan hasil belajarnya. Untuk mengukur motivasi siswa digunakan instrument berupa lembar observasi siswa, mencakup aspek keaktifan, kerjasama dan ketepatan waktu. Data hasil observasi ini diperoleh pada saat proses pembelajaran berlangsung, sedangkan untuk mengukur hasil belajar digunakan instrumen berupa soal tertulis yang diperoleh pada setiap akhir siklus. Selanjutnya pengolahan data proses belajar dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengolahan data hasil belajar diolah secara kuantitatif.
727
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Pembelajaran Siklus I Siklus I ini terdiri dari 3 pertemuan, dimana 2 kali pertemuan tatap muka dan 1 kali pertemuan tes tertulis. Pertemuan pertama membahas kelompok Monera dan Protista. Dan pertemuan kedua membahas kelompok Fungi dan Plantae. Berikut dipaparkan kegiatan pembelajaran tiap pertemuan. Pertemuan I Siswa diberikan apersepsi untuk mengingat kembali pengetahuan sebelumnya yang relevan dengan topik, yaitu tentang mahluk hidup, utamanya tentang ciri-ciri mahluk hidup. Apersepsi dilakukan melalui dialog sebagai berikut. Guru Siswa Guru Siswa Guru Guru Guru
: Masih ingatkah kalian apa saja ciri-ciri makhluk hidup? : Bergerak, bernafas, berkembang biak, tumbuh dan berkembang, peka terhadab rangsang. : Bagaimana apabila tidak memiliki ciri-ciri seperti yang telah kalian sebutkan? : Bukan makhluk hidup bu” : Betul sekali : Makhluk hidup di dunia ini sangat beraneka ragam jenisnya. Bagaimana kita bias mengenalinya? Misalnya bagaimana kita bisa mengatakan hewan itu adalah burung? : Baiklah anak-anak ….hari ini kita akan mempelajari Klasifikasi Makhluk Hidup
Dari dialog di atas terlihat siswa sudah siap belajar. Selanjutnya guru menunjukkan sejumlah kertas warna (merah, kuning, hijau, biru) dengan berbagai bentuk (lingkaran, segitiga, segiempat). Secara berkelompok siswa diminta mengelompokkan kertas-kertas tersebut (gambar 1) dan menempelkannya di papan (gambar 2). Kurang dari 5 menit siswa sudah menyelesaikan pekerjaannya (gambar 3). Ada kelompok yang mengklasifikasikan kertas-kertas warna tersebut berdasarkan warna dan ada kelompok yang mendasarkan pada bentuk. Dokumen kegiatan mengklasifikasikan kertas.
Gambar 1. Siswa bekerja dalam kelompok memilah kertas warna
Gambar 2. Siswa memempelkan kertas warna dan memberikan penjelasan
728
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 3. Hasil kerja siswa Berdasarkan proses mengelompokan kertas-kertas tersebut, guru bertanya kepada siswa bagaimana cara mengelompokkan mahluk hidup. Siswa menjawab “berdasarkan ciri-cirinya” seperti ditunjukkan pada petikan dialog berikut. Guru : Bagaimana cara mengklasifikasikan makhluk hidup? Siswa : Dengan mengenali ciri-cirinya dan persamaannya bu? Guru : Hampir betul jawaban kalian” Nah sekarang secara berkelompok, klasifikasikan kelompok Monera dan Protista. Mengawali kegiatan inti, guru menjelaskan ciri-ciri kelompok Monera dan Protista. Setelah itu siswa diminta belajar secara berkelompok. Setiap kelompok diberi sejumlah gambar makhluk hidup, dan diminta menetapkan termasuk kelompok apa tiap-tiap makhluk hidup tersebut. Siswa diijinkan membaca buku siswa dan menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang kelompok Monera dan Protista. Selanjutnya siswa menempelkan gambar-gambar tersebut, menuliskan ciri-ciri yang dimilikinya, pada peta konsep yang sudah terpampang di papan tulis (gambar 4). Masing-masing kelompok harus membuat peta konsep secepat mungkin dan setepat mungkin; beradu cepat dengan kelompok yang lain (gambar 5). Hasil kerja siswa disajikan pada gambar berikut.
Gambar 4. Siswa menempelkan gambar dan menuliskan ciri-cirinya
Gambar 5. Hasil kerja siswa
Langkah selanjutnya adalah guru memeriksa hasil kerja masing-masing kelompok. Tugas Guru selaku fasilitator, melalui beberapa penguatan, membantu siswa menemukan kesimpulan secara klasikal. Pembelajaran pertemuan 1 masih belum semua anggota kelompok berpartisipasi, kerja terkesan lambat karena masih belum memahami prosedur kerja. Sehingga proses dan hasil belajar masih belum tercapai sesuai harapan.
729
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pertemuan II Siswa diberikan apersepsi untuk mengingat kembali pengetahuan sebelumnya yang relevan dengan topik, yaitu tentang klasifikasi makhluk hidup. Apersepsi dilakukan melalui dialog sebagai berikut. Guru Siswa Guru Siswa Guru Guru
: Masih ingatkah kalian apa yang mendasari klasifikasi makhluk hidup? : Persamaan ciri-ciri dan sifat yang dimilikinya bu! : Betul sekali. Bagaimana klasifikasi Monera? : Monera memiliki ciri-ciri monoseluler : Betul… : Baiklah anak-anak ….hari ini kita akan membuat Klasifikasi kelompok Fungi dan Plantae
Dari dialog di atas terlihat bahwa siswa sudah siap belajar. Mengawali pembelajaran pertemua 2, Guru memberikan beberapa penjelasan kelompok Fungi dan Plantae, setelah itu siswa diminta bekerja secara berkelompok. Setiap kelompok diberi sejumlah gambar makhluk hidup dan siswa diminta menetapkan termasuk kelompok mana tiap makhluk hidup tersebut. Siswa diijinkan mambaca buku siswa dan menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang kelompok Fungi dan Plantae (gambar 5). Selanjutnya siswa menempelkan gambar-gambar tersebut, menuliskan ciri-ciri ang dimilikinya, pada peta konsep yang sudah terpampang di papan tulis. (gambar 6). Masing-masing kelompok harus membuat peta konsep secepat mungkin dan setepat mungkin; beradu cepat dengan kelompok lain. Berikut hasil kerja siswa pada pembelajaran pertemuan 2.
Gambar 5. Guru memberikan penjelasan
Gambar 6. Hasil kerja siswa
Langkah selanjutnya adalah guru memeriksa hasil kerja masing-masing kelompok. Tugas Guru selaku fasilitator, melalui beberapa penguatan, membantu siswa menemukan kesimpulan secara klasikal. Pembelajaran pertemuan 2 ada peningkatan jumlah siswa yang berpartisipasi aktif menempelkan hasil kerjanya. Kerja kelompok sudah lebih cepat, karena siswa sudah paham prosedur kerja. Sehingga proses dan hasil belajar mulai ada peningkatan. Penilaian motivasi belajar siswa Untuk mengetahui motivasi siswa selama proses pembelajaran pada siklus I (pertemuan 1 dan pertemuan 2) dilakukan penilaian proses dengan aspek penilaiannya meliputi (1) Keaktifan, (2) kerja sama, (3) tanggung jawab (4) ketepatan waktu. Tabel 1. Motivasi siswa selama proses Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1 Pertemuan 2 Aspek Skor frekuensi frekuensi % % 4 11 52.38 12 57.14 Keaktifan 3 9 42.86 9 42.86 2 1 4.76 0 0 4 11 52.38 13 61.90 Kerjasama 3 10 47.62 8 38.10 2 -
730
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Ketepatan waktu
4 3 2
7 11 3
33.33 52.38 14.29
9 11 1
42.86 52.38 4.76
Berdasarkan hasil analisis tabel 1 dapat diuraikan sebagai berikut. Aspek Keaktifan Dalam Kelompok Pada elemen ini mempunyai indikator yaitu siswa sangat aktif tidak akan berhenti sampai selesai, siswa yang mengerjakan tugas aktif mengenal waktu, siswa jarang mengerjakan tugas. Hasil analisis angket belajar siswa pada siklus tindakan I diketahui bahwa taraf keberhasilan tertinggi pada indikator siswa sangat aktif tidak akan berhenti sampai selesai sebesar 52,38% (11 siswa) pada pertemuan I meningkat jumlahnya menjadi sebesar 57,14%(12 siswa) pada pertemuan II. Sedangkan pada indikator siswa yang mengerjakan tugas aktif mengenal waktu sebesar 42,86% (9 siswa) pada pertemuan I meningkat jumlahnya menjadi sebesar 61,90%(13 siswa) pada pertemuan II. Sedangkan untuk siswa jarang mengerjakan tugas sebesar 4,76% (1 siswa) pada pertemuan I, sebanyak 0% (0siswa) pada pertemuan II. Artinya pada pertemuan II mengalami peningkatan keaktifan di bandingkan pada pertemuan I. Walaupun secara umum pada pertemuan II ketiga aspek mengalami peningkatan proses belajar dibanding pada pertemuan I, masih perlu ditingkatkan pada siklus II, dikarenakan masih ada siswa yang belum selesai mengerjakan tugas tepat pada waktunya. .Aspek Kerja Sama Dalam Kelompok Pada elemen kerja sama tim ini ada 3 indikator yaitu, siswa selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas, siswa tidak selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas, siswa tidak menghiraukan teman dalam kelompoknya. Hasil analisis motivasi siswa dalam bekerja dengan timnya sebesar 52,38% (11 siswa) pada pertemuan I, meningkat menjadi sebesar 61,90%(13 siswa) pada pertemuan II. Elemen ini menempati taraf tertinggi, karena siswa sudah memliki kemauan kerjasama yang besar dalam mengerjakan tugas. Siswa tidak selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas sebesar 47,62% (10 siswa) pada pertemuan I, sedangkan pada pertemuan II menjadi sebesar 38,10% (8 siswa). Sedangkan siswa yang tidak mau menghiraukan timnya sebesar 0% pada kedua pertemuan.Masih perlu ditingkatkan kerjasama siswa dalam timnya dalam mengerjakan tugas pada siklus 2, karena hampir 50% siswa masih belum konsisten/tidak selalu bekerja dalam timnya dalam mengerjakan tugas. Aspek ketepatan waktu Elemen tepat waktu dalam mengerjakan tugas ada 3 indikator yitu, siswa mengerjakan tepat waktu yang ditentukan, siswa mengerjakan dengan tambahan waktu, siswa tidak pernah selesai dengan waktu yang telah ditentukan. Hasil analisis siswa mengerjakan tepat waktu yang ditentukan sebesar 33,33% (7 siswa) pada pertemuan I, mengalami peningkatan sebesar 42,86% (9 siswa) pada pertemuan II. Tetapi ini masih tergolong rendah, sehingga perlu ditingkatkan lagi pada siklus II. Siswa yang menyelesaikan dengan tambahan waktu sebesar 52,38% (11 siswa) baik pada pertemuan I maupun pada pertemuan II. Kenyataan ini perlu diperhitungkan atau ditinjau kembali jumlah tugas dan waktu yang ditentukan. Sedangkan siswa tidak selesai menegerjakan tugas 14,29% (3 siswa) pada pertemuan I, mengalami penurunan sebesar 4,76% (1 siswa) pada pertemuan II. Dalam hal ini siswa perlu bimbingan dan dorongan. Berdasarkan hasil analisa diatas motivasi siswa selama proses belajar perlu ditingkatkan, terlihat dari hasil yang sering muncul (modus) berikut. Tabel 2. Rekapitulasi motivasi belajar siswa selama proses Pembelajaran No 1 2 3
Aspek Keaktifan dalam kelompok Kerja sama dalam kelompok Tepat waktu Jumlah Rata-rata
731
Hasil
Taraf keberhasilan
57,14 61,90 52,38 171,42 57,14
C C C C
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Keterangan : SB = Sangat Baik = 81 - 100% B = Baik = 61 – 80 % C = Cukup = 41 – 60 % K = kurang = 21 - 40 % SK = sangat kurang = 0 - 20 % Penilaian Hasil belajar siswa Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada siklus 1 ini digunakan instrument berupa soal tes tertulis pilihan ganda sebanyak 10 butir. Dari hasil tes diperoleh rata – rata nilai siswa 60 , dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 30 dan ada 12 anak yang sudah tuntas ( 57,14%) , anak yang belum tuntas 8 anak ( 42,86%). Tabel 3. Tabel jumlah siswa dan persentase siswa pada penilaian hasil belajar siklus I No. Nilai Sebaran Nilai Jumlah siswa Persentase (%) Keterangan 1 1 (D) 1 – 30 2 9,52 Tidak lulus 2 2 (C) 31 – 69 10 47,62 Tidak lulus 3 3 (B) 70 – 80 9 42,86 Lulus 4 4 (A) 81 – 100 0 0 Lulus Persentase ketuntasan belajar masih di bawah 70%, artinya pembelajaran pada siklus 1 belum tercapai secara maksimal. Melihat kenyataan ini, perlu di lakukan refleksi kelemahankelemahan dan kendala-kendala yang dihadapi pada siklus 1. Selanjutnya ditentukan solusi atas permasalahan pada siklus 1, sehingga pada siklus 2 diperoleh progess. Untuk itu perlu dilaksanakan siklus 2 untuk materi berikutnya yaitu Kelompok Animalia. Refleksi Dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus berikutnya. Ringkasan hasil refleksi disajikan sebagai berikut. Tabel 4. Tabel hasil refleksi siklus 1 Kendala dalam Penyebabnya Alternatif perbaikan pembelajaran Kurang kepercayaan diri siswa Takut salah, Memberikan untuk menyampaikan reward pendapatnya Kurang bekerja sama dengan teman Kurangnya partisipasi dalam dalam kelompoknya kelompok Ketepatan waktu menyelesaikan Minimnya Informasi yang pekerjaan kurang dimiliki
732
Kelompok yang tercepat mengerjakan tugas mendapat nilai terbaik
Membuat potongan-potongan kecil kertas, yang bertuliskan ciri-ciri kelompok makhluk hidup sehingga siswa tinggal menempelkan tanpa menulis
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Melihat hasil refleksi di atas, dipandang perlu untuk dilaksanakan siklus 2 untuk materi berikutnya yaitu Kelompok Animalia
SIKLUS 2 Deskripsi Pembelajaran Siklus II Siklus II ini terdiri dari 2 pertemuan, 1 kali pertemuan tatap muka dan 1 kali pertemuan tes tertulis. Pada pertemuan ini membahas kelompok Animalia. Berikut dipaparkan kegiatan pembelajaran siklus 2. Pada tahap awal, siswa diberikan apersepsi untuk mengingat kembali pengetahuan sebelumnya yang relevan dengan topik, yaitu tentang kelompok Fungi dan Plantae. Apersepsi dilakukan melalui dialog sebagai berikut. Guru Siswa Guru Siswa Guru
: Masih ingatkah kalian apa saja ciri-ciri kelompok Fungi? : Tubuh tersusun atas hifa, berkembangbiak dengan spora : Bagaimana cara berkembang biak kelompok Fungi….? : Dengan spora bu…. : Betul ! Bagaimana cara berkembang biak Kerbau, Cacing, Udang, bintang laut….?
Dari dialog di atas terlihat bahwa siswa mampu mengingat materi pertemuan sebelumnya. Saat Guru bertanya cara perkembangbiakan kerbau, cacing, udang dan bintang laut, siswa penasaran untuk mengetahuinya. Melihat kondisi tersebut menggambarkan siswa siap untuk belajar materi berikutnya, yaitu kelompok Animalia. Guru memberikan beberapa gambar makhluk hidup kepada siswa untuk diklasifikasikan ke dalam kelompok Animalia. Siswa mendapatkan informasi tentang kelompok Animalia selain dari guru juga melalui kajian pustaka (gambar 8). Setelah berdiskusi dalam kelompoknya, siswa segera menempelkan gambar-gambar tersebut dan juga menuliskan ciri-ciri yang dimilikinya ke dalam bagan peta konsep yang terpampang di papan tulis (gambar 9). Masing-masing kelompok memiliki peta konsep yang harus diselesaikan secepat mungkin dan setepat mungkin. Jadi beradu cepat dengan kelompok yang lain (gambar 10). Berikut dokumen kegiatan pembelajaran pada siklus 2
Gambar 8. Guru memberikan
penjelasan
Gambar 9. Siswa menempelkan gambar
Gambar 10. Hasil kerja siswa
733
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Langkah selanjutnya adalah guru memeriksa hasil kerja masing-masing kelompok. Tugas Guru selaku fasilitator, melalui beberapa penguatan, membantu siswa menemukan kesimpulan secara klasikal. Penilaian Motivasi belajar siswa Seperti pada siklus I, untuk mengetahui motivasi siswa selama proses pembelajaran pada siklus II dilakukan penilaian proses dengan aspek penilaiannya meliputi (1) Keaktifan, (2) kerja sama, (3) ketepatan waktu. Tabel 4. Tabel hasil penilaian motivasi belajar siswa Siklus II Aspek Skor frekuensi % 4 15 71.43 Keaktifan 3 6 28,57 2 0 0 4 15 71.43 Kerjasama 3 6 28.57 2 0 0 4 14 66.67 Ketepatan waktu 3 7 33.33 2 0 0 Berdasarkan hasil analisis tabel 4.4 dapat diuraikan sebagai berikut. Aspek Keaktifan Dalam Kelompok Pada elemen ini mempunyai indikator yaitu siswa sangat aktif tidak akan berhenti sampai selesai, siswa mengerjakan tugas aktif mengenal waktu, siswa jarang mengerjakan tugas. Hasil analisis angket belajar siswa pada siklus tindakan I diketahui bahwa taraf keberhasilan tertinggi masih pada indikator siswa sangat aktif tidak akan berhenti sampai selesai sebesar 71.43% (15 siswa) sedangkan pada indikator siswa yang mengerjakan tugas aktif mengenal waktu sebesar 14,29% (5 siswa) dan untuk siswa jarang mengerjakan tugas sebesar 0% (0 siswa) menempati taraf keberhasilan terendah. Pada siklus ini tidak ada lagi siswa yang jarang mengerjakan tugas, dengan artian semua siswa sudah mengerjakan tugas. Secara umum pada aspek keaktifan dalam kelompok mengalami peningkatan. Aspek Kerja Sama Dalam Kelompok Pada elemen kerja sama tim ini ada 3 indikator yaitu, siswa selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas, siswa tidak selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas, siswa tidak menghiraukan teman dalam kelompoknya. Hasil analisis motivasi siswa dalam bekerja dengan timnya sebesar 52,38% (11 siswa) elemen ini menempati taraf tertinggi. Hal ini dikarenakan siswa sudah memliki kemauan kerjasama yang besar dalam mengerjakan tugas, siswa yang tidak selalu bekerja dengan timnya dalam mengerjakan tugas sebesar 47,62% (10 siswa) dan siswa yang tidak mau menghiraukan timnya sebesar 0%. Pada siklus II secara umum aspek kerja sama dalam kelompok mengalami peningkatan.
Aspek ketepatan waktu Elemen tepat waktu dalam mengerjakan tugas ada 3 indikator yitu, siswa mengerjakan tepat waktu yang ditentukan, siswa mengerjakan dengan tambahan waktu, siswa tidak pernah selesai dengan waktu yang telah ditentukan. Hasil analisis diperoleh siswa mengerjakan tepat waktu yang ditentukan sebesar 33,33% (7 siswa) tergolong rendah, siswa yang menyelesaikan dengan tambahan waktu sebesar 52,38% (11 siswa) menempati taraf tertinggi. Ini perlu diperhitungkan atau ditinjau kembali jumlah tugas dan waktu yang ditentukan. Siswa tidak selesai
734
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
menegerjakan tugas sebesar 14,29% (3 siswa) menempati taraf rendah, sehingga dalam siswa perlu bimbingan dan dorongan. Motivasi siswa selama proses belajar pada siklus II terlihat dari hasil yang sering muncul (modus) sebagai berikut. Tabel 5. Tabel rekapitulasi penilaian motivasi belajar siswa siklus 1 No 1 2 3
Aspek Keaktifan dalam kelompok Kerja sama dalam kelompok Tepat waktu Jumlah Rata-rata
Hasil
Taraf keberhasilan
71,43 71,43 66,67 209,53 69,84
B B B B
Keterangan : SB = Sangat Baik = 81 - 100% B = Baik = 61 – 80 % C = Cukup = 41 – 60 % K = kurang = 21 - 40 % SK = sangat kurang = 0 - 20 % Penilaian Hasil belajar siswa Penilaian hasil belajar siswa pada siklus 2 dilakukan dengan memberikan 10 butir soal tes tertulis pilihan ganda. Dari hasil tes diperoleh rata – rata nilai siswa 80 , dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 70. Terdapat 19 anak yang sudah tuntas ( 90,48%), dan 2 anak yang belum tuntas ( 9,52%). Adapun jumlah dan prosentase hasil belajar siswa dapat dilihat pada table di bawah ini.
No. 1 2 3 4
Nilai 1 (D) 2 (C) 3 (B) 4 (A)
Tabel 6. Tabel penilaian hasil belajar siklus I Sebaran Nilai Jumlah siswa Persentase (%) 1 – 30 0 0 31 – 69 2 9,52 70 – 80 17 80,95 81 – 100 2 9,52
Keterangan Tidak lulus Tidak lulus Lulus Lulus
ANALISA HASIL PENELITIAN Penilaian motivasi belajar dan hasil belajar siswa pada siklus 1 dan siklus 2 diperoleh data sebagai berikut. Analisa hasil penilaian motivasi belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 Analisa hasil penilaian motivasi belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 dipaparkan pada table di bawah ini Tabel 7. Analisa hasil penilaian motivasi belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 No 1 2 3
Siklus 1
Siklus 2
Frekuensi % 12 57,14 13 61,90 9 52,38 171,42 57,4
Frekuensi % 15 71,43 15 71,43 14 66,67 209,53 69,84
Aspek Keaktifan dalam kelompok Kerja sama dalam kelompok Tepat waktu Jumlah Rata-rata
735
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dari table di atas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan frekuensi dan persentase pada ketiga aspek penilaian pada siklus 1 dan siklus 2. Analisa hasil penilaian hasil belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 Analisa hasil penilaian hasil belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 dipaparkan pada table di bawah ini.
1 2 3 4
Tabel 8. Tabel hasil penilaian hasil belajar siswa siklus 1 dan siklus 2 N Nilai Sebaran Nilai Jumlah siswa Persentase (%) Ket o Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II . 1 (D) 1 – 30 2 0 9,52 0 TL 2 (C) 31 – 67 6 2 47,62 9,52 TL 3 (B) 68 – 80 10 17 42,86 80,95 L 4 (A) 81 – 100 2 2 0 9,52 L 12 19 Ketuntasan Klasikal 57,14 90,48
Dari table di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah siswa tidak lulus mengalami penurunan dari 8 siswa pada siklus 1 menjadi 2 siswa pada siklus 2. Sedangkan jumlah siswa yang lulus mengalami kenaikan dari 12 siswa pada siklus 1 menjadi 19 siswa pada siklus 2. Sementara itu ketuntasan klasikal mengalami kenaikan dari 57,14% pada siklus 1 menjadi 90,48% pada siklus 2. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Melalui penelitian yang dilakukan dalam dua siklus, dari hasil kegiatan ini dapat disimpulkan: 1. Pembuatan peta konsep berbantuan media gambar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa 2. Pembuatan peta konsep berbantuan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan hasil tes akhir siklus yang meningkat dari siklus 1 menuju siklus 2 Saran 1. Pembuatan peta konsep berbantuan media gambar dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran yang lain 2. Pembuatan peta konsep berbantuan media gambar dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran yang lain
DAFTAR PUSTAKA Andri. 2011. Penerapan Metode Peta Konsep Terhadap Peningkatan hasil Belajar Siswa IPA di MTs Negeri 1 Cirebon Kota, PTK tidak diterbitkan. Cirebon. Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdiknas. Hadikoswara, R. 1998. Hubungan Antara Kemampuan Menyusun Peta Konsep dan Hasil Jailani. 2001. Pengaruh Strategi Belajar dengan Peta Konsep Melalui Kerja Kelompok Terhadap Hasil Belajar Biologi pada SMU Diponegoro Tumpang Kabupaten Malang. Tesis tidak diterbitkan. PPS Universitas Negeri Malang. Mardiningsih, L. 2001. Pembelajaran dengan Menggunakan Teknik peta konsep Suatu Upaya Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep-Konsep Fisika. Pelangi Pendidikan, Volume 4 No.1. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Nur, M. 1996. Konsep Tentang Arah Pengembangan Pendidikan IPA SMP dan SMU Lima Tahun yang Akan Datang. Jakarta: Depdikbud Direktorat
736
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Indonesia, Jakarta. Ratnaningsih, D., 2003. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Matematika SMU Negeri 1 Ngunut Kabupaten Tulungagung. Skripsi, tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Susilo, Herawati. 1988. Penggunaan Peta Konsep dalam Pengajaran Biologi.MIPA: 9-16 Susilo, Herawati. 1997. Peta Konsep: Alat Pembelajaran yang Penting Untuk Zubaidah, Siti. 1999. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa SLTP Laboratorium Universitas Negeri Malang Melalui Peta Konsep. Prosiding Seminar Nasional.
737
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERTANYA MELALUI KARTU PERTANYAAN SISWA KELAS VIII-F MATERI PENDENGARAN DAN SISTEM SONAR SMP NEGERI 01 BATU. Elisa Mariana Magnani SMP Negeri 01 Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mendIskripsikan peningkatan kemampuan siswa bertanya melalui media kartu pertanyaan kelas VIII-F SMP Negeri 01 Batu tahun pelajaran 20152016 pada materi Indera Pendengaran dan sistem sonar pada makhluk hidup. Penelitian ini dilakukan dengan jenis Penelitian Tindakan Kelas dalam 2 siklus. Pada materi sebelumnya, siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM adalah sejumlah 20 siswa dari 33 siswa. KKM IPA untuk SMPN 1 Batu sebesar 78. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kurangnya antusias siswa pada materi pelajaran dan motivasi bertanya siswa sangat rendah. Siswa tidak ada yang bertanya baik saat guru memberikan kesempatan bertanya atau pada saat presentasi kelas. Melalui penggunaan kartu pertanyaan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kartu pertanyaan dapat meningkatkan kemampuan bertanya sebesar Kata Kunci: Kemampuan, Bertanya, kartu pertanyaan
Saat ini upaya perbaikan pendidikan dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: perubahan kurikulum, perbaikan mutu/kualitas guru dan siswa, peningkatan alokasi dana untuk pendidikan, serta peningkatan sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan. Salah satu perubahan tersebut antara lain penyempurnaan kurikulum dari kurikulum KTSP menuju kurikulum 2013. Di dalam kurikulum 2013 diharapkan para pelaksana pendidikan khusunya guru merubah mindset dari paradigma pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher center Learning) ke paradigma yang berpusat pada peserta didik (student center learning). Oleh karena itu, guru tidak hanya sebagai penerima pembaharuan, tetapi juga bertanggung jawab dan berperan aktif dalam melakukan pembaharuan pendidikan, serta mengembangkan pengetahuan pendidikan dan keterampilan, khususnya dalam pengelolaan pembelajaran di kelas. Pelaksanaan pembelajaran IPA idealnya melatih dan mengembangkan aspek pengetahuan, keterampilan proses sains, dan sikap ilmiah. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014, bahwa “pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengomunikasikannya, pembelajaran IPA juga menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah”, (Kemendikbud, 2014: 433). Oleh karena itu diperlukan suatu proses pembelajaran yang bisa lebih bervariatif yang dapat membuat siswa dapat berpikir kritis yang disesuaikan dengan materi dan keadaan kelas sebagai upaya meningkatkan hasil belajar terhadap materi yang dibahas untuk mendapatkan prestasi peserta didik yang lebih baik dari sebelumnya. Berdasarkan acuan kurikulum yang baru, Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. siswa adalah subyek yang memiliki kemampuan untuk aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan, guru berperan sebagai fasilitator. Peserta didik yang berpikir kritis biasanya merupakan siswa yang aktif bertanya sekaligus dapat menyusun argumen yang logis guna mendukung pertanyaan yang disampaikan. Pertanyaan yang disampaikan tersebut bisa berupa kata tanya apa, siapa, dimana, atau bisa yang lebih membutuhkan jawaban kompleks seperti mengapa, bagaimana, seberapa penting. Selain itu Bertanya adalah salah satu cermin dari rasa ingin tahu yang merupakan sikap ilmiah dalam belajar IPA.
738
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Berdasarkan refleksi penulis pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, siswa memang terlihat aktif dalam melakukan praktikum, tetapi pada saat diberi kesempatan bertanya, hampir tidak ada seorangpun yang bertanya, terutama bertanya pada saat diskusi kelas atau presentasi. siswa kurang mempunyai inisiatif sendiri ingin bertanya atau menjawab, kecuali ditunjuk langsung oleh guru untuk bertanya atau menjawab. Kalaupun ada hanyalah 1 atau 2 siswa yang memang terbiasa bertanya . Hal ini tentu saja membuat siswa yang lain hanya sebatas menjadi penerima materi pembelajaran saja dari apa yang diberikan oleh guru atau mendengarkan jawaban teman yang itu-itu saja. Akibatnya interaksi pembelajaran hanya berlangsung satu arah dan ternyata dari hasil ulangan harian juga masih banyak yang belum memenuhi KKM padahal mereka terlihat aktif dalam kegiatan eksperimen. Upaya memotivasi peserta didik agar mampu bertanya, diperlukan suatu proses pembelajaran bermakna yang dapat membuat peserta didik berpikir kritis, dengan menemukan konsep sendiri melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Dengan demikian siswa dilatih untuk menemukan ide atau mengkonstruksi kembali konsep-konsep yang telah didapat melalui kegiatan tanya jawab baik secara lisan maupun tulisan. Untuk membuat siswa berani bertanya, bisa dimulai dari membiasakan mereka bertanya melalui tulisan terlebih dahulu, karena beberapa siswa beralasan tidak berani bertanya dengan angkat tangan karena takut salah, malu dan tidak tahu apa yang mau ditanyakan. Selain itu kegiatan pembelajaran juga belum memberikan motivasi kepada siswa untuk berpikir dan kurang diberi kesempatan untuk bertanya. Munandar (dalam Mulyana, 2012) mengatakan bahwa bertanya dapat diartikan sebagai keinginan mencari informasi yang belum diketahui. Menurut Sadiman (dalam Hamzah. 2006: 170) bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta respon dari seseorang yang dikenal. Respon yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai hal-hal yang merupakan hasil pertimbangan. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa bertanya merupakan proses mencari informasi agar memahami suatu. Berdasarkan permasalahan diatas, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan bertanya siswa yaitu melalui penggunaan kartu pertanyaan. Setiap siswa yang ingin bertanya dapat bertanya secara tertulis pada kartu pertanyaan yang didalamnya terdapat gambar yang berhubungan dengan materi yang sedang dibahas tanpa harus menangung malu atau takut salah bahkan siswa yang sebelumnya tidak punya ide bertanya menjadi dapat menuliskan pertanyaan karena sudah dibantu dengan gambar yang berhubungan dengan tema. Selanjutnya diharapkan setelah siswa terbiasa bertanya secara tertulis, siswa akan lebih berani bertanya secara lisan, lebih jauh dengan aktifnya bertanya diharapkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran akan lebih meningkat. Metode Penelitian Penelitian ini mendiskripsikan tentang penerapan kartu pertanyaan pada kelas VIII-F. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, pada setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai tanggal 26 Pebruari – 10 April 2016. Tema yang digunakan adalah Indera pendengaran. Pada siklus 1 sub materi yang digunakan mengenai struktur telinga dan getaran sedangkan pada siklus 2 tentang konsep getaran dan gelombang. Peningkatan kemampuan bertanya siswa pada penelitian ini dianalisa berdasarkan banyaknya siswa bertanya, frekuensi bertanya tiap siswa dan tingkat pertanyaan siswa, selanjutnya siswa diberi ulangan harian untuk dianalisis tingkat pemahaman siswa yang dicapai.
Hasil Dan Pembahasan Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan dan satu kali tes tulis. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII F di SMPN 1 Batu tahun ajaran 2015/2016 semester genap dengan jumlah siswa 33 orang. Deskripsi Pembelajaran Siklus I
739
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pada pertemuan I (selama 3 x 40 menit) bertujuan untuk mengetahui syarat-syarat terdengarnya bunyi, dan konsep bunyi. Pertemuan II (2x40 menit) untuk memahami konsep struktur telinga dan proses mendengar . Berikut dideskripsikan pokok-pokok pembelajaran pada masing-masing pertemuan. Pertemuan pertama Kegiatan pendahuluan(10 menit) Pembelajaran diawali dengan pemberian motivasi berupa tayangan video kelelawar yang mencari mangsa di malam hari tanpa cahaya. Tujuan penayangan ini adalah untuk mengantarkan siswa memahami konsep indera pendengaran, selain itu juga untuk memotivasi siswa mau bertanya dengan inisiatif sendiri. Berikut gambar kegiatan siswa saat kegiatan motivasi
Gambar 1. Foto saat motivasi Kemudian setelah mengamati tayangan video tersebut, siswa di minta untuk menyampaikan apa yang mereka ingin tanyakan seputar tayangan tersebut. Namun tidak ada pertanyaan yang muncul. Selanjutnya dilakukan tanya jawab untuk mengantarkan siswa belajar tentang bunyi. Berikut cuplikan tanya-jawab. G : Apa yang dilakukan kelelawar di dalam video? S : Mencari makan G : Pada saat kapan kelelawar mencari mangsa? S : pada saat malam hari? Setelah itu guru memberikan kesempatan lagi untuk siswa bertanya atau menyampaikan pemahamannya mengenai tayangan tersebut. Namun, masih saja tidak ada satupun siswa yang mau mengangkat tangannya untuk bertanya atau menyampaikan pendapatnya. Selanjutnya guru memberikan pertanyaan lagi. G : kelelawar mencari mangsa pada malam hari dalam gelap gulita? Menurut kalian kelelawar tersebut menggunakan apa untuk menemukan mangsanya? S : bunyi. satu peserta didik yang mengangkat tangan dan menjawab sistem sonar bu? G : apa sebenarnya sonar itu? Peserta didik tidak ada yang menjawab, guru melanjutkan menjelaskan bahwa sonar itu merupakan salah satu pemanfaatan bunyi. Kegiatan tayangan video tadi dimaksudkan untuk memicu pertanyaan yang dapat ditindaklanjuti dalam pembelajaran. Namun, sebagaimana telah disebutkan, tidak ada pertanyaan yang diajukan siswa. Untuk membantu siswa merumuskan masalah, atau mengajukan pertanyaan, siswa diberi kartu gambar tentang tema bunyi dan indera pendengaran, kemudian siswa diminta mengajukan pertanyaan terkait dengan gambar. Ada empat macam gambar yang disajikan (Gambar 2). Siswa bekerja secara individu. Ternyata dalam waktu hanya 10 menit semua siswa sudah menuliskan pertanyaan. Selanjutnya salah satu siswa ditunjuk untuk membacakan kartu pertanyaannya, kemudian guru menanyakan kepada siswa yang lain apakah ada pertanyaan yang sejenis, atau yang menggunakan kata tanya yang sama.
740
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Nama : ...................... No Abs : Materi : Indera pendengaran
Buku Sumber untuk dosen LPTK
Nama : ...................... No Abs :
Nama : ...................... No Abs :
Materi : Indera pendengaran
Materi : Indera pendengaran
Sumber:
Buku BSE IPA
Amati gambar di atas!
Amati gambar di atas!
Buatlah 1 pertanyaan sehubungan dengan materi dan gambar di atas
Buatlah 1 pertanyaan sehubungan dengan materi dan gambar di atas
www.img.blogcu.c om (buku BSE) Amati gambar di atas! Buatlah 1 pertanyaan sehubungan dengan materi dan gambar di atas
...................................... ...................................... .....................................
Nama : .................... No Abs : Materi : Indera pendengaran
Buku BSE kelas 2 Diana p.
Amati gambar di atas! Buatlah 1 pertanyaan sehubungan dengan materi dan gambar di atas
.................................... ................................... .................................... ............................. ...................................... .............................. ............................. ...................................... Gambar 2. Kartu pertanyaan ...... ............ ...................................... .... Semua siswa berhasil merumuskan pertanyaannya. Berikut contoh-contoh pertanyaan siswa terkait masing-masing tema lihat Tabel 1. Tabel 1. Rangkuman hasil pertanyaan siswa pada siklus I Tema gambar Contoh pertanyaan siswa Permainan telepon kaleng Mengapa pada saat kita berbicara, dengan menggunakan telepon kaleng teman kita mendengar suara kita? (6 siswa) Apa yang terjadi jika anak yang berbaju hijau mendekat/jaraknya dekat dengan anak yang berbaju merah? (1 siswa) Apakah siswa kita terdengar dari kejauhan di dalam kaleng karena adanya getaran dari benang? (1 siswa) Jam beker yang diletakkan di Mengapa saat jam beker di masukkan kotak bunyinya tidak keras, sedangkan saat di luar kotak bunyinya dalam di kotak dan di luar keras? (5 siswa) kotak Apakah jam ini menghasilkan getaran? (1 siswa) Mengapa terkadang orang yang tertidur pulas, sampaisampai tidak dapat mendengar jam yang berbunyi? (1 siswa) Anak bermain gitar Mengapa gitar itu jika dipetik akan mengeluarkan bunyi? (3 siswa) Apa fungsi ruangan yang ada di bawah senar? (2 siswa) Berapa jumlah gelombang bunyi yang dapat diterima oleh telinga manusia? (1 siswa) Mengapa bunyi gitar dapat didengar oleh telinga kita? (2 siswa) Apakah bunyi yang dihasilkan gitar termasuk hasilnya senar yang dipetik? ( 1 siswa) Anak yang berteriak di antara Kenapa saat kita berteriak di suatu tempat yang luas suaranya menggema? (4 siswa) tebing
741
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Mengapa gema bisa terjadi? ( 2 siswa) Apakah suara yang dihasilkan anak tersebut, juga termasuk sonar atau gema? ( 1 siswa) Fenomena tersebut menunjukkan bahwa “kartu pertanyaan” dapat membantu siswa merumuskan pertanyaan. Siswa tidak takut salah untuk bertanya karena siswa menuliskan pertanyaannya menurut ide atau pemahaman mereka sendiri melalui bantuan gambar di dalam kartu. Berikut beberapa contoh hasil tulisan siswa pada kartu pertanyaan.
Gambar 3. siswa menuliskan pertanyaan pada kartu Selanjutnya guru menyampaikan fokus pembelajaran hari ini, yaitu untuk menjawab pertanyaanpertanyaan berikut. 1. Bagaimana bunyi bisa terdengar oleh telinga kita? Apa syaratnya? 2. Bagaimana bunyi dihasilkan? 3. Bagaimanakah struktur telinga kita sehingga kita bisa mendengar bunyi? Kegiatan Inti ( 40 menit) Siswa dibagi dalam 8 kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 4 - 5 siswa. Setiap kelompok diminta untuk menyelesaikan LKS. Pada pertemuan 1 siswa mengerjakan LKS 1 tentang “permainan telepon kaleng” untuk mengetahui syarat-syarat terdengarnya bunyi , LKS 2 “ mengetahui sumber bunyi”, dan LKS 3 pengertian getaran. Untuk ketiga LKS tersebut secara berurutan dapat di selesaikan selama 20 menit, 15 menit dan 15 menit. Setelah berdiskusi di dalam kelompoknya, siswa menuliskan hasil diskusinya ke dalam LKS yang telah disediakan. Berikut kegiatan siswa saat mengerjakan kegiatan berkelompok.
Gambar 4. kegiatan permainan telepon kaleng
Gambar 5. kegiatan mengetahui sumber bunyi
Pada percobaan permainan telepon kaleng di LKS 1 bertujuan untuk menemukan syaratsyarat terdengarnya bunyi, harapannya siswa dapat menjelaskan komponen-komponen yang terdapat pada permainan tersebut sekaligus menjelaskan fungsinya masing-masing hingga sampai pada kesimpulan syarat terdengarnya bunyi, yaitu: ada sumber bunyi, ada zat perantara/medium dan ada penerima bunyi. Setelah siswa berdiskusi di dalam kelompoknya, salah satu kelompok membacakan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan kelompok lain menanggapi dan memberikan saran atau kritikan.
742
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Adapun hasil diskusi siswa di Lembar Kerja Siswa ( LKS) 1 terdapat 3 kelompok yang hasil kesimpulannya sesuai dengan tujuan LKS, sedangkan 2 kelompok hampir sesuai dan 3 kelompok belum sesuai dengan tujuan LKS. LKS 2 bertujuan untuk mengetahui konsep bunyi dan sumber bunyi. Bahwa bunyi itu merupakan hasil dari benda yang bergetar, dan bunyi merupakan hasil dari benda yang bergetar. Pada LKS 2 terdapat 6 kelompok menyimpulkan sesuai tujuan LKS sedangkan 2 kelompok belum sesuai dengan kelompok Pada LKS 3 bertujuan untuk mengetahui konsep getaran. Adapun hasilnya terdapat 7 kelompok yang sudah dapat menyimpulkan sesuai tujuan LKS dan 1 kelompok belum sesuai LKS. Penutup Pada kegiatan penutup, siswa di beri kesempatan untuk menuliskan kesimpulan hasil pembelajaran hari ini di bukunya masing-masing, dengan penguatan dari guru Pertemuan kedua Kegiatan pendahuluan (15 menit) Pembelajaran diawali dengan tanya jawab mengenai syarat-syarat terdengarnya bunyi yang didapatkan pada materi pertemuan sebelumnya. G : apakah syarat terdengarnya bunyi? S : ada pendengar, ada sumber dan ada medium penghantar G : apakah alat yang digunakan untuk mendengar pada percobaan kemarin? S : telinga G : siapa yang bisa menyebutkan bagian-bagian telinga kita? S : daun telinga, gendang telinga. G : baiklah sekarang kita akan lebih belajar mengenai bagaimana struktur telinga kita dan apa fungsi masing-masing dari bagian telinga tersebut Kemudian siswa berkelompok, untuk mendiskusikan LKS tentang struktur telinga dan fungsinya serta bagaimana proses mendengar. Kegiatan inti ( 60 menit) Pada saat siswa berkelompok diminta untuk menyelesaikan serta menuliskan hasil diskusinya ke dalam LKS. Setelah itu dua kelompok maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas dan kelompok lain menanggapi. Adapun hasilnya semua kelompok sudah bisa menggambar dan menjelaskan struktur telinga dan menjelaskan fungsinya. Sedangkan pada saat menjelaskan proses mendengar ada 2 kelompok yang masih belum menjawab dengan benar.
Gambar 6. kegiatan membuat struktur telinga
Gambar 7. kegiatan saat presentasi
Kegiatan penutup (15 menit) Pada kegiatan penutup, siswa diberi kesempatan untuk menuliskan kesimpulan hasil pembelajaran hari ini di bukunya masing-masing dengan penguatan dari guru. Kemudian guru menugaskan siswa untuk membaca dirumah tentang materi getaran dan gelombang untuk pertemuan berikutnya. Pembahasan dan Hasil siklus I Adapun hasil frekuensi dan kemampuan bertanya siswa pada siklus I yang diambil pada saat kegiatan awal setelah pemberian motivasi adalah sebagai berikut. Siswa pada pertemuan pertama yang bertanya dengan lisan sebanyak 2 siswa, dan pada pertemuan ke dua sebanyak 4 siswa. Sedangkan kemampuan bertanya melalui kartu pertanyaan sebanyak 12 siswa mampu merumuskan pertanyaan tingkat rendah, 12 siswa merumuskan pertanyaan tingkat sedang, dan 9 siswa mampu merumuskan pertanyaan tingkat tinggi. Berikut beberapa contoh hasil tulisan siswa pada kartu pertanyaan.
743
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
( a) (b) Gambar 8 : (a) pertanyaan tingkat rendah (b) pertanyaan tingkat sedang (c) pertanyaan tingkat tinggi
(c)
Refleksi pembahasan siklus I Dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus berikutnya. Adapun ringkasan hasil refleksi disajikan sebagai berikut. Tabel 2. Kendala dan solusi untuk perbaikan rencana pembelajaran pada siklus II Kendala dalam Penyebabnya Alternatif perbaikan pembelajaran Kurang kepercayaan diri siswa untuk menyampaikan pendapatnya
Takut salah dalam menyampaikan pendapat atau pertanyaan Takut diketawakan teman Siswa tidak tahu apa yang akan ditanyakan Tidak bisa menyusun kalimat yang baik Guru kurang memberikan motivasi dan reward Keyakinan guru tentang kemampuan siswa
744
Guru memberikan reward berupa nilai Memberikan gambar yang lebih menarik dan sesuai dengan tema materi yang akan dibahas Menekankan pada semua siswa untuk selalu menghargai pendapat teman Melatih siswa menulis kalimat pertanyaan kemudian membiasakan bertanya Memberikan strategi pembelajaran yang dapat membuat siswa mempunyai rasa ingin tahu dan ingin bertanya Memberikan nama kelompok menggunakan istilah yang sesuai tema
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Deskripsi pembelajaran siklus II Pada pertemuan I di siklus II (selama 3 x 40 menit) bertujuan untuk mengetahui variabel getaran. pertemuan II (2x40 menit) untuk memahami konsep gelombang . Berikut dideskripsikan pokok-pokok pembelajaran pada masing-masing pertemuan. Pertemuan 1 Pembelajaran diawali dengan penayangan video menyanyi dengan diiringi permainan gitar. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menanggapi fenomena tersebut sehubungan dengan materi getaran. Ada dua siswa yang menanggapi dan bertanya. G : peristiwa apa yang berhubungan dengan tema belajar kita? S : suara yang kita dengar adalah hasil dari senar yang bergetar G : ada yang ingin ditanyakan terkait video ini? S : tidak ada yang bertanya/menanggapi G : mengapa adik kecil tadi bisa bersuara? S : karena pita suaranya bergetar G : Setelah itu guru menjelaskan bahwa hari ini kita akan belajar menentukan frekuensi getaran, tetapi sebelum itu kalian akan diberikan kartu pertanyaan terkait dengan tema kita hari ini S : semua siswa bekerja dan berhasil merumuskan pertanyaan dalam waktu ± 5 menit. G : meminta salah satu siswa untuk menyampaikan (sebelumnya siswa ditanya gambar apa yang kamu dapat?) S : anak main ayunan . apakah tinggi ayunan tetap kalau dorongan awalnya tidak sama? G : apakah sama gerakan ayunan tersebut dengan senar yang dipetik? S : ada yang menjawan ya ada yang menjawab tidak G : gerakan ayunan sesuai gefinisi getaran adalah sama. apakah semua getaran menghasilkan bunyi? S : ada yang menjawab ya ada yang menjawab tidak Setelah itu guru mendemonstrasikan mengetarkan penggaris yang dirubah panjang pendeknya. Ada yang berbunyi keras dan tinggi ada yang berbunyi lemah dan rendah. G : apa yang kamu amati? S : penggaris bergetar, ada yang bunyi ada yang tidak G : semakin kecil getarannya semakin keras bunyinya. (kecil/keras yang dimaksud adalah amplitudo) G : frekuensi getaran penggaris terlalu cepat sehingga sulit dihitung, maka dari itu kita amati dengan bandul ayunan. Sekarang lakukan secara berkelompok.sebelum melakukan kegiatan berkelompok siswa di beri kartu pertanyaan
Nama : ...................... No Abs : Materi : Getaran dan gelombang
Nama : ...................... No Abs : Materi : getaran dan gelombang
Nama : ...................... No Abs : Materi : Getaran dan gelombang 745
Nama : ...................... No Abs : Materi : Getaran dan gelombang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 9. Kartu pertanyaan siklus II Kemudian siswa diminta mengajukan pertanyaan terkait dengan gambar. Ada empat macam gambar yang diajukan (Gambar 9). Siswa bekerja secara individu. Ternyata dalam waktu hanya 6 menit semua siswa sudah mampu menuliskan beberapa pertanyaan. Selanjutnya salah satu siswa ditunjuk untuk membacakan kartu pertanyaannya, kemudian guru menanyakan kepada siswa yang lain apakah ada pertanyaan yang sejenis, atau yang menggunakan kata tanya yang sama. siswa masih saja belum berani untuk mengutarakan pendapatnya. Kemudian guru membagikan kartu pertanyaan. Siswa mengerjakan secara individu. Ada empat macam gambar yang disajikan. Dalam waktu 5 menit semua siswa sudah mampu menuliskan beberapa pertanyaan
Gambar 10. Siswa menuliskan pertanyaan pada kartu Adapun beberapa contoh pertanyaan siswa secara tertulis pada kartu pertanyaan sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil rangkuman beberapa pertanyaan siswa pada siklus II Tema gambar Contoh pertanyaan siswa Permainan ayunan Manakah yang dimaksud dengan simpangan pada gambar? (3 siswa)
746
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Bandul jam
Bermain selancar
Pengendara motor melewati dua orang
Apakah ayunan tersebut termasuk getaran?(1 siswa) Apakah ketinggiannya sama setelah kita ayunkan beberapa menit? (2 siswa) Apakah jam ini menghasilkan getaran?(2 siswa) Berapakah waktu bandul jam bergerak dalam satu getaran?(1 siswa) Apakah gelombang air laut itu sama dengan gelombang yang dihasilkan oleh bunyi?(2 siswa) Bagaimana gelombang air laut terjadi?(2 siswa) Termasuk dalam gelombang apakah pada gambar diatas? (1 siswa) yang Mengapa suara mesin motor bisa terdengar hingga telinga kita? (2 siswa) Mengapa orang didepan motor menerima gelombang lebih banyak dibanding yang dibelakang? (2 siswa)
Berdasarkan tulisan pertanyaan siswa, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan bertanya, baik dari segi bahasa maupun tingkat pertanyaan. Selanjutnya guru menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan yaitu menemukan variabel getaran dan menentukan jenis-jenis gelombang. Kegiatan inti Siswa bekerja dalam kelompok untuk melakukan percobaan menentukan periode dan frekuensi getaran. Kemudian mendiskusikan dan menuliskanannya kedalam LKS.
Gambar 11. kegiatan praktik getaran Adapun hasil diskusi kelompok sebagai berikut. Kelompok Sonar belum paham menentukan 1 getaran, kesimpulan masih belum tepat mengenai hubungan antara panjang tali dan besar periodenya, Kelompok Frekuensi sudah mampu menentukan 1 getaran, Sudah mampu menjelaskan hubungan antara periode dan frekuensi dan menyimpulkan kesimpulan masih kurang tepat, Kelompok Getaran belum mampu menentukan 1 getaran dan belum mampu menghitung periode 10 getaran, Kelompok bunyi, sudah mampu menentukan 1 getaran, mampu menghitung periode getaran dan frekuensi, masih belum mampu megaitkan antara periode dan frekuensi, menarik kesimpulan masih belum benar, Kelompok Amplitudo sudah mampu menentukan 1 getaran dan kesimpulan kurang benar, kelompok Gelombang belum bisa mengaitkan hubungan antara periode dan frekuensi, kesimpulan belum tepat dan Kelompok Resonansi hasil pengambilan data sudah benar, kesimpulan masih kurang tepat sedangkan kelompok periode hasil pengambilan data benar, menarik kesimpulan benar Penutup
747
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada kegiatan penutup, guru melakukan tanya jawab tentang definisi getaran, periode, frekuensi, dan rumusnya. Kemudian untuk persiapan materi selanjutnya siswa diminta membaca tentang gelombang. Pertemuan ke dua Kegiatan pembelajaran diawali dengan apersepsi mengenai konsep getaran dan variabelnya. Kemudian guru bertanya mengenai macam-macam gelombang yang diketahui siswa. G : suara untuk sampai ketelinga kita menggunakan medium apa? S : udara G : berbentuk apakah udara tersebut untuk sampai ketelinga kita? S : gelombang G : kalau begitu apakah yang dimaksud dengan gelombang? S : naik turun G : benarkah naik turun? Siswa diam. Baiklah kita akan membuktikan macam gelombang berdasarkan bentuknya dan arah rambatannya. Kegiatan Inti Pada pembelajaran kali ini, siswa berkelompok menggunakan alat slinki dan tali untuk menentukan jenis gelombang berdasarkan arah rambatannya dan bentuknya Kemudian siswa mendiskusikannya dan menuliskan ke dalam LKS. penutup Pada kegiatan penutup, guru melakukan tanya jawab tentang definisi gelombang, jenis-jenis gelombang, variaelnya dan bagaimana menyelesaikan soal menggunakan rumus gelombang. Refleksi hasil pembahasan siklus II Adapun hasil frekuensi dan kemampuan bertanya siswa pada siklus II yang diambil pada saat kegiatan awal setelah pemberian motivasi adalah sebagai berikut. Pada pertemuan 1 siswa yang bertanya secara lisan sebanyak 5 siswa, sedangkan pada pertemuan 2 sebanyak 8 siswa Sedangkan kemampuan bertanya melalui kartu pertanyaan sebanyak 8 siswa mampu merumuskan pertanyaan tingkat rendah, 14 siswa merumuskan pertanyaan tingkat sedang, dan 11 siswa mampu merumuskan pertanyaan tingkat tinggi. Berikut beberapa contoh hasil tulisan pertanyaaan siswa pada kartu pertanyaan.
(a) (b) Gambar 12. (a) pertanyaan tingkat rendah (b) Pertanyaan tingkat sedang (c) Pertanyaan tingkat tinggi Pembahasan Dan Hasil Pelaksanaan
748
(c)
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Berdasarkan lembar observasi pengamatan guru pada saat kegiatan awal setelah motivasi diperoleh hasil sebagai berikut. Siswa yang mampu bertanya secara lisan pada siklus 1 terjadi peningkatan sebesar 6 % Siswa yang mampu bertanya secara lisan pada siklus II terjadi peningkatan sejumlah 9 % Berdasarkan data yang diperoleh diatas terjadi peningkatana kemampuan bertanya secara lisan sebesar 3 %. Siklus I siswa yang mampu merumuskan pertanyaan tingkat rendah secara tertulis sebesar = 12 Siswa Prosentase pencapaian:
Siswa yang mampu merumuskan pertanyaan tingkat sedang sebesar 12 siswa Prosentase pencapaian:
Siswa yang sudah mampu menuliskan pertanyaan tingkat tinggi sebesar 9 siswa Prosentase pencapaian:
Siklus II Siswa yang sudah mampu menuliskan pertanyaan tingkat rendah sebesar 8 siswa Prosentase pencapaian:
Siswa yang sudah mampu menuliskan pertanyaan tingkat sedang sebesar 14 siswa Prosentase pencapaian:
Siswa yang sudah mampu menuliskan pertanyaan tingkat tinggi sebesar 11 siswa Prosentase pencapaian:
Berdasarkan data yang diperoleh diatas dapat disimpulkan bahwa dengan kartu pertanyaan dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa secara tertulis. Refleksi dari hasil prosentasi tiap siklus yaitu pertanyaan tingkat rendah terjadi penurunan dari siklus II sebesar 12.12 % dengan siklus I, sedangkan pertanyaan tingkat sedang terjadi kenaikan sebesar 6.06 % dan pertanyaan tingkat tinggi terjadi kenaikan sebesar 6.06 % dari siklus I yang pada akhirnya ini juga ternyata berdampak pada hasil belajar siswa dilihat dari hasil ulangan siswa mengalami kenaikan 33% dari hasil ulangan pada materi sebelumnya Kesimpulan Kemampuan bertanya siswa dapat ditingkatkan melalui kartu pertanyaan agar siswa terbiasa berpikir kritis dan melatih siswa untuk berani bertanya dengan lisan. Kegiatan ini diawali dengan perencanaan kemudian dilaksanakan. Pengamatan dilakukan oleh guru menggunakan lembar observasi pada saat kegiatan pendahuluan. Hasil keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kartu pertanyaan tersebut mampu meningkatkan kemampuan bertanya siswa secara tertulis utnuk membiasakan siswa berpikir kritis. Saran Kegiatan menanya pada pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 adalah hal yang sangat penting untuk ditumbuhkan kepada siswa agar siswa mampu berpikir kritis yang pada akhirnya meningkatkan hasil belajar, untuk itu diharapkan guru dapat selalu meningkatkan motivasi bertanya siswa.
Daftar Pustaka Farida, wa Ode.2015.penerapan metode bervariasi dengan berbantuan media kartu berpasangan pada materi alat pencernaan makanan pada manusia SDN 17 Baruga.Prosiding 2015.
749
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kemendikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Mulyana, Aina. 2012. Kemampuan Bertanya Pada Siswa. Dalam http://ainamulyana.blogspot.com/2012/02/kemampuan bertanya pada siswa. html [diakses tanggal 24 maret 2016]. Roekhan, 1999. Kemandekan Kreativitas Pengarang di Balik Kemapanan. Makalah Seminar tentang Sastra dan Pengajarannya di IKIP Malang, 10 Oktober 1999.hal 64-69 Suyitno, Imam. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: YA3. Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Zubaidah, S., Mahanal, S., Yuliati, L., & Sigit, D. (2014). Buku guru, Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs kelas VIII. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
750
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN MEDIA SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKANAN PADA SISWA KELAS VIII E SMP MA’ARIF BATU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Erni Dwi S Smp Ma’arif Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dapat meningkatkan hasil belajar kelas VIII-E MA’ARIF BATU materi tekanan. Penelitian ini dilakukan dengan desain Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan langkah-langkah: (1) penjelasan guru.(2) kelompok, (3)siswa melaksanakan pengamatan dan penyelesaian soal (4) memberikan tes (evaluasi) dan (5) pemberian penghargaan dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dari siklus 1 rata–rata 49,2 menjadi 71,77 pada siklus 2 Kata Kunci: Kooperatif , STAD, Media sederhana ,hasil belajar, Tekanan
Dewasa ini telah dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran kooperatif untuk menghasilkan tujuan belajar yang baik. Mengapa harus kooperatif? menurut Suherman, dkk (2000:218) dengan pembelajaran kooperatif siswa akan termotivasi untuk belajar dengan baik, siap dengan pekerjaannya, penuh perhatian selama kegiatan pembelajaran berlangsung, serta dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis. Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif akan ada peningkatan aktivitas siswa dalam pelajaran karena siswa adanya susasana kekeluargaan dalam belajar. Dengan suasana yang demikian itu, siswa tidak lagi merasa malu atau kurang percaya diri dalam belajar. Salah satu model pembelajaran koopeatif yang paling luas aplikasinya adalah model STAD (Student Teams-Achievement Division). STAD (Student Teams-Achievement Division) merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling mudah diantara beberapa model pembelajaran kooperatif yang lain, sehingga model ini sangat cocok bagi guru pemula yang belum terbiasa dengan metode pembelajaran kooperatif. STAD (Student Teams-Achievement Division) efektif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, karena STAD (Student Teams-Achievement Division) ini mementingkan struktur penghargaan sebagai bentuk penguatan (reinforcement) terhadap apa yang telah dilakukan oleh siswa. Peghargaan tersebut merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan motivasi. Disamping pemilihan model pembelajaran yang tepat penggunaan media sangat diperlukan dalam pembelajaran IPA. Melalui media pembelajaran dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat meningkatkan minat belajarnya dan proses belajar yang lebih aktif. Menurut Melinda (2012) dalam Wahyuni (2015), kegiatan pembelajaran dengan bantuan alat sederhana yang ada disekitar siswa, membuat siswa berlatih melakukan kegiatan ilmiah yang dapat menemukan konsep yang dilakukan melalui percobaan. Sehingga siswa diberi kesempatan mengamati sendiri, meneliti suatu proses, mengamati suatu objek keadaan atau proses sesuatu, dengan demikian siswa dituntut untuk menemukan kebenaran konsep sendiri mencari suatu kebenaran sendiri, membuktikan suatu hukum dan dalil sendiri dan dapat menarik kesimpulan atas proses yang mereka alami. Menurut Hamidjojo dalam Nuryani (2008) secara umum media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide sehingga gagasan itu sampai pada penerima. Serta ditegaskan oleh Blake dan Horalsen dalam Nuryani media adalah saluran atau medium yang
751
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
digunakan untuk membawa atau menyampaikan sesuatu pesan berjalan alat dengan mana suatu pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan. Media pembelajaran merupakan sumber belajar yang dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap materi belajar dan mempermudah guru dalam mengajar sehingga tercipta lingkungan belajar efisien dan kondutif. Fungsi utama media adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar. dengan adanya media siswa lebih termotivasi mengikuti pembelajaran tanpa motivasi, sangat mungkin pembelajaran tidak menghasilkan belajar. Media sederhana yang dapat dikembangkan dari lingkungan siswa terkait dari materi tekanan : kayu, batu, botol aqua, alat suntik bekas, selang, kantong plastik, dan garam. Pembelajaran IPA di SMP Ma”arif Batu Metode ceramah masih tetap dominan digunakan karena guru menganggap metode ceramah tersebut masih cukup efisien dipergunakan untuk memahamkan siswa. Penerapan metode ceramah tersebut membuat siswa cenderung bersifat pasif, ramai, tidak bersemangat, kurang responsive dalam belajar, tidak berani bertanya, siswa kurang kreatif dalam membuat soal maupun dalam memecahkan soal serta kurang memperhatikan apa yang telah disampaikan oleh guru. Guru juga belum memiliki perangkat pembelajaran yang baik, karena perangkat pembelajaran yang ada saat ini merupakan perangkat pembelajaran hasil mengunduh dari internet yang belum sesuai dengan karakteristik peserta didik, materi pelajaran, sarana dan prasarana yang ada disekolah. Sehingga penguasaan konsep dan hasil belajar peserta didik rendah. Peserta didik juga belum bisa menemukan pengetahuan sendiri, karena belum terbiasa dalam melakukan observasi dan percobaan. Terkait dengan permasalahan tersebut perlu adanya perbaikan atau tindakan, maka peneliti mengadakan penelitian tindakan kelas pada materi tekanan dengan mengambil judul PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN MEDIA SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKANAN PADA SISWA KELAS VIII-E SMP MA’ARIF BATU tahun pelajaran 2015/2016 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Fitriani (2015) dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan bantuan media meningkatkan hasil belajar. Selain dari yang sudah disebutkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2015) penggunaan media meningkatkan hasil belajar. Penelitian Fitriyanti (2015) penggunaan model kooperatif tipe stad untuk meningkatkan hasil belajar. Penelitian Juga dilakukan oleh Supartiningsih dan Ferdinad Ratu (2015) bahwa penggunaan model kooperatif tipe STAD meningkatkan motivasi belajar siswa. METODE PENELITIAN Penelitian ini mendiskripsikan tentang penggunaan media sederhana pada kelas VIII E dengan model pembelajaran STAD. Penelitian dilakukan selama 2 bulan 26 februari sampai 10 April 2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan 2 siklus, masingmasing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, siklus 1 dilakukan 3 kali pertemuan yang membahas materi tekanan oleh zat padat dan tekanan pada zat cair terfokus pada tekanan hidrostatis, siklus kedua dilakukan 2 kali pertemuan yang membahas Hukum pascal dan archimedes. Data yang diperoleh berupa praktek pembelajaran yang dianalisis secara kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Diskripsi Pembelajaran Siklus I Proses pembelajaran pada siklus 1 terdiri dari 3 pertemuan, masing-masing pertemuan 2 jam pelajaran. Pertemuan 1 membahas tekanan oleh zat padat, pertemuan ke-2 membahas zat cair terfokus pada tekanan hidrostatis serta pertemuan ke-3 evaluasi. Berikut dipaparkan pokok-pokok pembelajaran pada setiap pertemuan.
752
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pertemuan I Tujuan pembelajaran pada pertemuan pertama adalah siswa membandingkan tekanan yang dihasilkan zat padat dengan ukuran luas bidang tekan yang berbeda. Pembelajaran diawali dengan apersepsi dengan cara guru menancapkan 2 paku yang berbeda ukurannya pada plastisin dengan kekuatan yang sama. Siswa mengamati bahwa kedalaman paku berberda: paku kecil menancap lebih dalam daripada paku besar. Berdasarkan fenomena tersebut, guru memberikan informasi bahwa tekanan yang dihasilkan kedua pakau berbeda. Paku besar memberikan tekanan lebih kecil daripada paku kecil. Selanjutnya guru menginformasikan bahwa tekanan didefinisikan sebagai gaya tiap satu satuan luas, dan dapat dirumuskan sebagai p = F/A; dimana p menyatakan tekanan, F menyatakan gaya dan A menyatakan luas bidang tekan (luas penampang). Tampak siswa dapat memahami informasi tersebut. Untuk membantu siswa memahami lebih baik tentang konsep tekanan, siswa diminta bekerja kelompok untuk membandingkan tekanan yang dihasilkan balok dengan posisi yang berbeda. Adapun kegiatan praktikum diawali dengan menandai posisi balok yang berbeda, dilanjutkan mengukur panjang dan lebar balok serta menghitung luasnya beserta konversi ke satuan meter, serta menghitung tekanan yang dihasilkan balok jika ukuran luas bidang tekan yang berbeda. Selama kegiatan praktikum berlangsung siswa masih kesulitan dalam menghitung luas penampang, terutama ketika mengkonversikan satuan dari cencimeter meter. Guru menjelaskan kembali cara kerja dan proses penghitungan tekanan. Hasil pengukuran bukan bilangan bulat, siswa kesulitan didalam menyelesaikan lembar kerja. Contoh hasil kerja siswa tentang hubungan tekanan dan luas penampang disajikan pada Gambar 1.(a) dan (b)
b
a
Gambar 1. (a) contoh benar, (b) contoh salah Akibatnya kegiatan praktikum belum berjalan maksimal dan siswa cenderung belum aktif dalam melakukan kegiatan. Dari 5 kelompok hanya satu kelompok yang selesai mengerjakan Lembar kerja dan melakukan presentasi. Tahap akhir pembelajaran melalui tanya jawab bersama siswa membahas kembali konsep tekanan pada zat padat adalah gaya yang bekerja persatuan luas. Menginggat kembali tentang konversi satuan, satuan luas dan satuan gaya dan tekanan, melalui contoh soal yang dibahas bersama guru. Pertemuan 2 Kegiatan kedua diawali dengan menginggatkan kembali bahwa tekanan adalah gaya yang bekerja persatuan luas. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu mempelajari tekanan dihasilkan oleh zat cair diam (hidrostatis). Pembelajaran diawali siswa mengamati pancaran air yang keluar dari lubang botol dengan tinggi titik lubang yang berbeda. Kegiatan motivasi tekanan hidrostatis disajikan pada gambar 2 a dan b.
753
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
(a) (b) Gambar : 2. (a) pancaran air pada volume botol yang sama (b) Pancaran air pada volume yang berbeda Hasil pengamatan terjadi perbedaan jarak pancaran air: titik lubang yang rendah pancaran air lebih jauh dibanding dengan titik lubang yang tinggi. Berdasar pengamatan tersebut guru menyampaikan informasi bahwa tekanan hidrostatis terjadi: di setiap titik pada bidang datar di dalam zat cair sejenis yang berada dalam kesetimbangan adalah sama. Sifat-sifat tekanan zat cair pada dinding tabung antara lain sebagai berikut. a. Zat cair menekan ke segala arah. b. Semakin dalam letak suatu titik dari permukaan zat cair, tekanannya semakin besar. c. Tekanan zat cair tidak tergantung pada bentuk wadahnya, melainkan tergantung kedalaman dari permukaan zat cair.( kedalaman diukur dari permukaan ) d. Tekanan zat cair bergantung pada massa jenis zat cair. Sehingga tekanan hidrostatis dapat dirumuskan p = ρ . g . h. Dimana ; ρ = masa jenis zat. Guru mengingatkan kembali tentang satuan kedalaman meter. Siswa tampak memahami informasi tersebut. Untuk menguatkan pemahaman informasi tentang tekanan hidrostatis siswa diminta melakukan praktikum dengan media botol air mineral dari volume yang berbeda. Dengan volume botol yang sama namun dengan tinggi yang berbeda. Langkah kedua botol dengan volume yang berbeda namun tinggi lubang sama. Pada kegiatan ini siswa mengadakan pengamatan jarak pancaran air yang keluar dari lubang dari masing-masing perlakuan disajikan pada gambar 3 (a) dan (b).
(a)
(b)
Gambar 3 : (a) kegiatan siswa melakukan praktikum botol sama tinggi lubang berbeda (b) Kegiatan siswa melakukan praktikum botol berbeda tinggi lubang sama Tabel 1. hasil pengamatan kelompok : Perlakuan 1 Kelompok (volome sama tinggi beda ) 1. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek 2. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek 3. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek 4. lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek
754
Perlakuan 2 (volume beda tinggi sama) Jarak yang dihasilkan sama Botol volume kecil lebih jauh Botol volume besar lebih jauh Jarak yang dihasilkan sama
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
5.
lubang yang lebih tinggi jarak lebih pendek
Jarak yang dihasilkan sama
Dari hasil pengamatan didapat ada perbedaan pada kelompok 2 dan kelompok 3 pada perlakuan 2. Guru mengali informasi siswa mengapa terjadi permasalahan tersebut G :Anak-anak coba perhatikan mengapa ada perbedaan hasil pengamatan pada perlakuan 2 dikelompok 2 dan 3 ? S : Kedudukan botol berbeda, bu S : Besar lubang pada botol tidak sama, bu Berdasar dialog guru memberikan penguatan informasi bahwa tekanan hidrostatis dipengaruhi oleh kedalaman serta tekanan pada zat cair gaya yang terjadi kesamping dan ke bawah. Permasahan terjadi saat meletakkan posisi botol yang tidak sama menyebabkan kedalaman zat juga tidak sama sehingga jarak pancaran berbeda.Untuk memperjelas tentang tekanan hidrostatis melalui contoh soal. Guru menggali imformasi tentang pemahaman siswa. G : Dari contoh soal di LCD ada pertanyaan ? S : Ada bu. Apakah h (kedalam) satuan harus meter. G : Bagaimana anak-anak ? apakah kedalaman satuannya harus meter. S : Iya, bu G : Bagus, karena tekanan hidrostatis dirumuskan p = ρ . g . h. Dimana ρ = masa jenis zat cair (kg/m3), g = grafitasi (m/s2), h = kedalaman (m) Berdasarkan dialog tersebut siswa sudah memahami konsep kedalaman, massa jenis zat. Siswa diminta mengerjakan LK berupa soal tentang tekanan hidrostatis secara berkelompok. Terlihat setiap kelompok antusias mengerjakan soal sehingga 4 soal yang di LK diselesaikan dengan benar semua oleh masing-masing kelompok. Tahap akhir pembelajaran bersama siswa membuat simpulan tentang konsep kedalaman pada tekanan hidrostatis. Mengingatkan kembali konsep pengukuran kedalaman diukur dari permukaan wadah zat cair, serta prinsip tekanan pada zat cair adalah tekanan terjadi ke dasar dan ke samping wadah. Pertemuan 3 Kegiatan pokok pada pertemuan ini adalah tes. Sebelum tes dilakukan guru mereview materi sebelumnya, yaitu tekanan adalah gaya persatuan luas dan tekanan hidrostatis p= ρ . g . h. Dimana ρ = masa jenis zat cair (kg/m3), g = grafitasi (m/s2), h = kedalaman (m). Guru mengingatkan kembali kedalaman diukur dari permukaan. Prinsip bejana berhubungan dalam kehidupan sehari-hari dapat kita temui pada teko, penyipat bidang datar dan aliran air dari tandon air sampai pada titik kran air. Siswa mengerjakan tes terdiri 10 soal pilihan ganda dan 2 soal isian. Adapun indikator soal pilihan ganda; membedakan besar tekanan benda pada no 1,2 dan 3; menentukan besarnya tekanan di soal nomor 4 dan 5; menentukan tekanan hidrostatik pada nomor 6 ,7,8, 9 dan 10. Sedangkan soal isian menentukan besar tekanan. Hasil evaluasi dari 26 siswa dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 : Hasil prestasi belajar siklus 1 No Perolehan Nilai Jumlah Presentase Rata-rata 1. > 71 9 ( siswa ) 34,61 % 2. 60 – 71 2 ( siswa ) 7,7 % 2. 46 - 59 5 ( siswa ) 19,2 % 49,69 3. 26 - 45 6 ( siswa ) 23,07 % 4. 0 - 25 4 ( siswa ) 15,39 %
755
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Refleksi siklus I Dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran. Ringkasan hasil refleksi disajikan pada tabel 3. Tabel 3 : Hasil refleksi siklus 1 Kendala Penyebab Alternatif pemecahan 1.tekanan pada zat padat - Hasil pengukuran bukan - Dalam penghitungan menggunakan (pertemuan 1) bilangan utuh, siswa bilangan utuh. - siswa masih bermain belum bisa konversi - Perlu adanya reward pada setiap. - mengerjakan tugas satuan dari cm ke m bergantung pada - Tidak adanya reward, teman sehingga tidak termotivasi belajar - belum melakukan post Melakukan tindakkan pree tes dan tes dan pree tes post tes 2. tekanan hidrostatis Pemahaman konsep - Pemberian latihan soal tentang ( pertemuan 2 ) kedalaman belum benar hidrostatis lebih banyak sehingga (kedalaman suatu zat terjadi penguatan tentang konsep diukur dari permukaan) takanan pada zat cair Perolehan hasil belajar siswa diperoleh skor rata-rata adalah 49,27 % dari 26 siswa. Perolehan nilai yang melampaui KKM yang ditentukan adalah 72 baru 34,62 % . Hasil ini membuktikan bahwa proses pembelajaran pada siklus I masih jauh dari harapan, hal ini menunjukan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai secara maksimal sehingga perlu adanya perbaikan pada proses pembelajaran. Hasil refkleksi menunjukan rendahnya hasil belajar siswa dapat disimpulkan 1) saat kegiatan praktikum siswa masih banyak yang bermain dan tidak memperhatikan 2) pemahaman konsep konversi satuan dan tekanan masih lemah 3) masih rendahnya reward dari guru sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Diskripsi Pembelajaran Siklus II Proses pembelajaran pada siklus 2 terdiri dari 2 pertemuan, masing-masing pertemuan 2 jam pelajaran. Pertemuan 1 pembelajaran tekanan pada zat cair, hukum pascal, pertemuan ke-2 pembelajaran zat cair terfokus pada hukum archimedes serta dilakukan evaluasi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada paparan berikut. Pertemuan 1 Diawali dengan memberikan apersepsi dengan memberikan pertanyaan atau dialog seperti berikut. G : Anak-anak masih ingat sifat tekanan zat cair pada dinding tabung? S : Menekan ke segala arah bu G : Untuk membuktikan sifat tekanan pada zat cair, silakan kalian bentuk kelompok , lakukan LK 1 diluar kelas dalam waktu maksimal 10 menit. Kegiatan ini siswa dimotivasi dengan melakukan pengamatan pada LK 1 (tekanan pada kantong plastik). Pada kegiatan ini siswa sangat gaduh. Setelah siswa kembali keruang kelas melakukan dialog seperti berikut : G : Anak-anak kalian sudah melakukan pengamatan dari LK 1. Bagaimana air yang memancar dari kantong plastik ? S : Memancar dari setiap lubang bu G : Bagaimana Arah pancarannya ? S : Memancar ke segala arah bu, tergantung dari besar lubang.
756
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Berdasarkan dialog tersebut siswa sudah memiliki materi prasyarat untuk pembelajaran pertemuan 1 dimana siswa sudah memahami tentang tekanan zat cair pada ruang tertutup. Karena itu guru melanjutkan kegiatan inti, guru melalui tanya jawab menjelaskan tentang tekanan zat cair pada ruang tertutup (hukum pascal), dengan cara menggunakan media aplikasi hukum pascal yang terbuat dari selang dan alat suntik. Penjelasan penggunaan alat aplikasi pascal dari bahan selang dan alat suntik disajikan pada gambar 4.
Gambar 4 : guru menjelaskan prinsip kerja hukum pascal dari bahan selang dan alat suntik) Untuk menguatakan konsep yang dipunyai siswa guru meminta siswa melakukan percobaan dengan menekan alat suntik besar dan kecil secara bergantian disajikan pada gambar 5.
(gambar 5 : kegiatan siswa melakukan percobaan pascal dari alat suntik) Dari hasil indentifikasi siswa merasakan bahwa gaya pada alat suntik besar lebih kuat dari alat suntik kecil. Melalui penjelasan guru kegiatan tersebut dapat disimpulkan dengan memberi gaya kecil pada pengisap kecil dihasilkan gaya yang lebih besar pada pengisap besar. Jika pengisap kecil (luas penampang =A1)dengan gaya F1, tekanan pada pengisap kecil
p1 =
apabila tekanan air diteruskan ke pengisap besar (alat suntik besar) luas penampang besar = A2, maka p1 = p2 = Hukum Pascal , “Tekanan yang diberikan kepada zat cair di dalam ruangan tertutup diteruskan ke segala arah dan sama besar”. Secara matematis Hukum Pascal dapat dituliskan: p1 = p2 Untuk membantu siswa memahami lebih baik tentang konsep hukum pascal, siswa diminta bekerja kelompok untuk menyelesaikan soal latihan. Selama kegiatan berlangsung siswa lebih semangat mengerjakan , sehingga proses pembelajaran lebih aktif hal ini dibuktikan dari hasil lembar kerja siswa didapat nilai yang baik . Tahap akhir pembelajaran bersama siswa membuat simpulan hukum pascal. Dilanjutkan siswa mengerjakan soal pos tes. Hasil pos tes 69 % siswa mendapat nilai diatas KKM dengan nilai tertinggi 100, nilai terendah 25 dan 31 %, belum tuntas.
757
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pertemuan 2 Diawali dengan memberikan apersepsi dengan memberikan pertanyaan atau dialog seperti berikut: G : Anak-anak masih ingat pertemuan kemarin tentang hukum pascal ? S : Saya bu, tekanan yang diberikan kepada zat cair di dalam ruangan tertutup diteruskan ke segala arah dan sama besar. G : Bagus ! buktinya apa S : Tekanan air pada kantong plastik. G : Ada yang lain S : Tekanan zat cair pada alat suntik bu G : Bagus. Kegiatan pada hari ini kita lanjutkan mendiskripsikan hukum archimedes pada zat cair. Namun untuk mengali informasi pengetahuan siswa dilakukan pre tes selama 10 menit dengan mengerjakan 4 soal. Dilanjutkan dengan memotivasi siswa, memasukkan telur pada beker glas berisi air dengan dialog: G : Anak- anak coba perhatikan yang ibu lakukan ? Apa yang terjadi dengan telur yang ada di beker glas ? S : Tenggelam bu G : Mengapa tenggelam ? S : Berat telur lebih besar dari air G : Bagus. Ada jawaban lain ? S : Saya bu, masa jenis telur lebih besar dari air G : Bagus. Berdasarkan dialog tersebut siswa sudah memiliki materi prasyarat untuk pembelajaran pertemuan 2 dimana siswa sudah memahami prinsip benda terapung, tenggelam dan melayang. Karena itu guru melanjutkan kegiatan inti, guru melalui tanya jawab menjelaskan tentang tekanan zat cair pada hukum archimedes. Selanjutnya membagikan LKS. Siswa bergabung pada kelompok masing-masing. Kegiatan siswa dalam melaksanakan praktikum hukum Archimedes dengan alat neraca, batu, telur, garam dan beker glas disajikan pada gambar 6 : a dan b.
(a)
(b)
Gambar 6 : (a) siswa mengukur benda di air untuk mengetahui gaya tekan keatas air (Fa) (b) siswa mengamati telur saat terapung dan tenggelam . Sambil melakukan observasi bertanya kepada siswa : G : Ada permasalahan dengan prosedur kerja S : Ada bu, cara menentukan berat air yang tumpah G : Baik, anak-anak pada LK kalian ada Kolom Wudara , Wair , Fa dan Vair yang tumpah. Bagaimana kalian menemtukan Fa ? S : Wudara – Wair G : Baik, coba perhatikan pejelasan saya W = m.g dimana m = ρ . V sehingga W = ρ . V .g Wair yang tumpah = Vair yang tumpah . ρ . g
758
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
= Wudara – Wair, Fa = Vair yang tumpah . ρ . g, dimana (Fa = gaya tekan keatas). Untuk memberikan penguatan tentang konsep gaya tekan keatas guru menjelaskan kembali dengan contoh soal. Siswa kembali mengerjakan soal yang ada di Lk. Sambil berkeliling guru menyampaikan waktu penyelesaian LK 1 habis. G : Kelompok siapa yang selesai ? dan silahkan angkat tangan S : Kelompok 2 bu, kelompok 3 bu. G : Bagus kelompok 2 diberi poin 5, kelompok 3 diberi poin 4 dan silahkan kelompok 3 presentasikan hasilnya. Dari hasil presentasi siswa dapat disimpulkan : - Berkurangnya berat benda diair karena gaya tekan ke atas air - Besarnya gaya ke atas air sama dengan berat air yang terdesak ( tumpah ) Untuk mengetahui pemahaman anak dari kesimpulan yang ada guru melakukan tanya jawab dari praktikum yang telah dilakukan. G : Coba oscar apabila diketahui Wudara = 10 N dan Wair = 7 N maka W air yang tumpah berapa ? Silakan kerjakan ke depan S : Siswa mengerjakan ke depan, didapatkan hasil 3 N G : Bagaimana andri jawaban dari oscar ? S : Benar bu G : Apabila benda dengan volume 50 cm3 ditimbang diudara beratnya beratnya 4N dan ditimbang diair beratnya 3,5 N berapa berat air yang terdesak (tumpah). Coba udan wahyu ? S : 4 N – 3,5 N = 0,5 N. G : Bagus. Coba Zakki sekarang hitung Gaya tekan keatas air dari volume benda 50 cm3. Masa jenis air 1000 kg/m3 dan grafitasi 10 N/kg. Ingat volume benda satuan ubah menjadi m3. G : Hermansyah, berapa 50 cm3diubah menjadi m3 ? S : 0,00005 m3. G : Bagus. Bagaimana Zaki, sudah selesai, berapa besar (Fa) dari soal tersebut ? S : 0,5 N Berdasarkan dialog dari 4 siswa tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman siswa pada topik gaya tekan keatas (Fa).telah terserab dengan baik. Selanjutnya tiap kelompok mengerjakan LK 2. peristiwa tenggelam, melayang dan mengapung , pada LK ini siswa tampak lebih semangat dalam mengerjakan. Semua kelompok dapat mengerjakan dengan baik, siswa tampak heran disaat memasukan garam kedalam gelas terkait dengan perubahan kedudukan telur. G : Ada pertanyaan ? S : Nomer 11 (dari kelompok 3) G : menjelaskan maksud dari pertanyaan adalah prinsip kerja kapal selam, bukan kesimpulan dari peristiwa melayang , terapung dan tenggelam. G : Kelompok yang sudah selesai ? kelompok yang selesai pertama dapat reward nilai 5, kedua 4. Ketiga 3 keempat , kelima dan keenam mendapat nilai 2 S : Ada Kelompok 3 G : Kelompok 3 beri nilai 5, silakan presentasikan kegiatan 2.2 Dari hasil presentasi didapatkan kesimpulan benda : - Melayang apabila masa jenis benda sama dengan masa jenis air atau gaya tekan ke atas air sama dengan berat benda - Terapung apabila masa jenis benda lebih kecil lebih kecil dari masa jenis zat cair (gaya tekan keatas air lebih besar dari berat benda
759
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
- Tenggelam masa jenis benda lebih besar dari masa jenis zat cair (gaya tekan keatas air lebih kecil dari berat benda) Untuk mengetahui pemahaman anak dari kesimpulan yang ada guru melakukan tanya jawab dari praktikum yang telah dilakukan. Dilanjutkan tes formatif. Siswa mengerjakan 10 soal pilihan ganda dan 2 soal isian. Adapun indikator soal pilihan ganda; menghitung besarnya salah satu gaya yang bekerja pada kempa hidrolik pada soal no1, 2, 3, 4 dan 5 ; menentukan peristiwa terapung, melayang dan tenggelam nomor 6 dan 7; menentukan gaya tekan keatas air (Fa) pada nomor 8, 9 dan 10. Sedangkan soal isian menentukan prinsip kerja benda terapung, melayang dan tenggelam. Hasil evaluasi dari 26 siswa dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 :Hasil ulangan Harian Siklus 2 No Perolehan Nilai Jumlah Presentase Rata-rata 1. > 71 14 ( siswa ) 53, 85 % 2. 60 – 71 5 ( siswa ) 19,23 % 71,77 2. 46 - 59 4 ( siswa ) 15,49 % 3. 26 - 45 3 ( siswa ) 11,54 % 4. 0 - 25 0 ( siswa ) 0% Perolehan hasil belajar siswa diperoleh skor rata-rata adalah 71,77 dari 26 siswa. Perolehan nilai yang melampaui KKM yang ditentukan adalah 53,85 %. Dengan nilai tertinggi 98 dan nilai terendah 34. Hasil ini menunjukan bahwa proses pembelajaran pada siklus 2 sudah ada peningkatkan sebesar sebesar 19,24 % dari siklus 1. Refleksi siklus 2 Dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pembelajaran dan keberhasilan dalam proses pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk menarik kesimpulan. Adapun kendala yang masih terlihat saat praktikum tekanan zat cair pada tempat tertutup siswa masih banyak yang bermain mengganggu teman, setelah mendapat teguran dari guru siswa kembali mengerjakan. Tampak lebih aktif dalam mengerjakan LK. Sehingga siswa termotivasi untuk belajar, berdampak pada hasil belajar siswa terjadi peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan bantuan media pada siswa kelas VIII-E SMP Ma’arif Batu dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dalam pembelajaran siswa menjadi lebih aktif dalam melaksanakan praktikum, meningkatkan minat belajar siswa dalam mempelajari IPA karena banyak menggunakan media sederhana yang ada disekitar mereka seperti botol aqua, alat suntik, selang, telur, garam, gelas, kantong plastik, lebih menciptakan suasana belajar yang lebih aktif karena pembelajarannya banyak melibatkan siswa serta dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam menyampaikan hasil diskusi yang didapat dalam praktikum didepan kelas. Pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan bantuan media pada materi tekanan dapat meningkatkan nilai rata-rata kelas pada siklus I ke siklus II sebesar 22,08 dengan rata-rata siklus 1 sebesar 49,69 dan nilai rata-rata kelas sebesar 71,77. Sedangkan ketuntasan minimal pada siklus 1 sebanyak 34,61 % dan pada siklus 2 sebanyak 53,85% atau 14 siswa dari 26 siswa terjadi peningkatan 19,24 %. Pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dengan bantuan media pada pelajaran IPA dapat melatih siswa untuk bisa menemukan informasi berkaitan dengan materi
760
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
pembelajaran. Hal ini lebih bermanfaat agar siswa terbiasa menemukan dan mendriskripsikan suatu konsep IPA sendiri dengan bimbingan guru. Dengan model kooperatif tipe STAD membuat siswa terbiasa untuk mengemukan hasil pembelajarannya didepan kelas. Pada saat akhir pembelajaran guru membimbing siswa untuk memberikan kesimpulan akhir dari pelaksanaan pembelajaran. Dengan adanya media sederhana seperti botol aqua bekas, selang, alat suntik, batu, kayu, ada disekitar siswa yang digunakan dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan memberikan pengetahuan kepada siswa bahwa benda-benda yang ada disekitar dapat digunakan sebegai media belajar. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menyampaikan saran sebagai berikut. (1) mengingat pelaksanaan penelitian ini baru berjalan dua siklus, maka peneliti/ guru lain diharapkan dapat melanjutkan untuk mendapat hasil yang lebih signifikan. (2) instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini masih merupakan instrumen yang tingkat sederhana. Penelitian selanjutnya dapat mencoba dengan instrumen yang lebih standar. (3) sebaiknya dalam menerapkan Model kooperatif tipe STAD secara urut dan sistematis. Daftar Rujukan Fitriyati. 2015. Penggunaan model pembelajaran inkuiri dengan bantuan media untuk meningkatkan keterampilan ilmiah, sikap ilmiah ,motivasi belajar dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas VIII B smp negeri 3 sanggau. artikel Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015 Ida Fitriyani. (2015). Penggunaan model kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa di SMP. artikel Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015 Nuryani. 2008. Belajar dan Mengajar Biologi. Malang. Universitas Negeri Malang Rita Wahyuni. 2015.Perancangan media pembelajaran bandul sederhana, artikel Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015 Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembalajarn Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Supartiningsih dan Ferdinad Ratu.2013 Peningkatan motivasi belajar siswa pada konsep pertumbuhan dan perkembangan melalui penerapan model kooperatif tipe STAD di kelas 8, artikel Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013 Tim abdi guru, 2007. Ipa Terpadu. Jakarta : Penerbit Erlangga
761
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII SMP PGRI 01 BATU MATERI ORGANISASI KEHIDUPAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY LEARNING. Sri Dewi SMP PGRI 01 BATU Abstrak: Pemahaman konsep IPA siswa kelas VII SMP PGRI 01 Batu relatif masih rendah. Hal ini disebabkan selama ini model pembelajaran yang sering digunakan masih konvensinal yaitu ceramah yang berpusat pada guru. Selain itu selama pembelajaran berlangsung tidak menggunakan media pembelajaran yang menunjang kegiatan belajar siswa. Penerapan guided discovery merupakan salah satu model pembelajaran untuk memberi motivasi kepada siswa agar lebih aktif dalam proses belajar untuk meningkatkan pemahaman materi IPA dan mencapai hasil belajar yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar. Subyek penelitian adalah siswa SMP PGRI 01 Batu kelas VII B dengan jumlah siswa 33 siswa. Data yang dikumpulkan bersifat kualitatif dan kuantitatif, selanjutnya dianalisis secara diskriptif. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan ini meliputi dua siklus pada materi “organisasi kehidupan ” . Hasil penelitian diperoleh data pada siklus I, dari 33 siswa yang mencapai KKM adalah 0 siswa atau 0 %, dan pada siklus II sebanyak 20 siswa (60,6%) dapat mencapai KKM dan 13 siswa (39,4%) siswa belum mencapai KKM. Terjadi peningkatan hasil belajar materi organisasi kehidupan siswa kelas VII B SMP PGRI 01 BATU setelah diterapkan model guided discovery learning . Hal ini tergambar dari hasil belajar dimana siklus I hasil belajar siswa yang mencapai ketuntasan belajar (0%) setelah dilakukan siklus II, meningkat menjadi (60,6% ). Kata kunci : Model guided discovery learning, hasil belajar
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran di SMP yang harus diikuti oleh siswa. Belajar IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar dapat memahami alam sekitar secara ilmiah .Pembelajaran IPA di SMP harus dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup. Selain itu pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BNSP). Pada pembelajaran Biologi seringkali siswa merasa kesulitan memahami pelajaran yang diberikan guru, Hasil belajar siswa SMP PGRI 01 Batu kelas 7 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa belum tuntas menguasai materi yang diajarkan . Siswa yang mencapai ketuntasan 30 % saja dan sisanya 70 % belum tuntas. Hal ini menunjukkan siswa belum memahami materi pelajaran Biologi dengan baik. Siswa masih cenderung pasif hanya menerima saja apa yang diberikan guru. Siswa tidak memiliki motivasi belajar hal ini nampak kurang bergairah, kurang semangat dan kurang siap dalam mengikuti pembelajaran .ebab kegiatan pembelajaran berpusat pada guru dengan metode ceramah. Dengan demikian dampaknya adalah prestasi belajar tidak mencapai KKM yang telah ditetapkan. Dengan metode ceramah yang sudah dilakukan oleh pengajar dalam proses pembelajaran di kelas membuat siswa hanya memahami konsep-konsep Biologi terbatas pada ranah kognitif saja. Padahal di pelajaran sains termasuk Biologi siswa diharapkan selain mencapai ranah kognitif juga dapat mencapai ranah afektif dan psikomotor. Jika pembelajarn di kelas di dominasi dengan metode ceramah maka akan menjadi mata pelajaran yang membosankan dan siswa tidak akan terlatih untuk memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
762
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Dari pengalaman proses belajar mengajar ini peneliti ingin meningkatkan pembelajaran materi keragaman pada sistem organisasi kehidupan. Model pembelajaran ini diharapkan dapat menggali pengetahuan dan kemampuan siswa dalam memahami materi keragaman pada sistem organisasi kehidupan. Atas dasar di atas penulis mencoba meningkatkan kemampuan pemahaman materi keragaman pada sistem organisasi kehidupan dengan model guided discovery kelas VII SMP PGRI 01 Batu. Metode discovery yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah guided discovery. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu model discovery(penemuan ) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode discovery terbimbing (guided discovery). Dicovery learning merupakan sebuah metode pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati melalui personal discovery (penemuan pribadi) Pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning) , guru memberikan petunjuk pada siswa , sehingga siswa bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bimbingan guru bukan semacam resep yang harus diikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP PGRI 01 BATU dengan menggunakan model guided discovery learning dengan jumlah 38 orang. Adapun pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini dilakukan sebanyak dua siklus yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2015. Rancangan penelitian yang digunakan berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi. Dengan penjelasan setiap tahapan adalah berikut ini. Tahap perencanaan : Pada tahab ini penulis melakukan persiapan yang akan dilaksanakan pada tahab pelaksanaan. Persiapan itu antara lain mempersiapkan dan menetapkan pokok bahasan yanga akan diberikan pada siswa, menyusun rencana pembelajaran tentang organisasi kehidupan. Dalam menyusun rencana pembelajaran, kegiatan inti mengikuti langkah-langkah model guided discovery learning meliputi identifikasi masalah, observasi, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis, verifikasi dan generalisasi. Selanjutnya menyusun lembar kegiatan siswa tentang pengamatan sel tentang perbedaan sel hewan dan tumbuhan, pengamatan jaringan tumbuhan dan hewan dan pengamatan organ tumbuhan serta hewan. Dan yang terakhir menyusun soal ulangan untuk setiap siklus pembelajaran. Soal ulangan meliputi pilihan ganda dan uraian. Dalam tahab ini penulis melaksanakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan sebanyak dua siklus. Hal ini bertujuan untuk melaksanakan perbaikan terhadap proses belajar dan hasil nilai belajar dengan mengunakan model guided discovery learning. Menyusun lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa dan tes tertulis. Data hasil penelitian bersifat kualitatif dan data kuantitatif, dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai rencana atau skenario pembelajaran dan hal-hal selama proses pembelajaran dicatat. Melaksanakan observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung meliputi (1) mengamati keterampilan proses sains siswa yang dikembangkan. Keterampilan proses sains tersebut meliputi: pengamatan, mengolah dan menganalisis data hasil pengamatan, dan membuat kesimpulan serta melaporkannya.
763
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
(2) mengamati sikap-sikap yang dikembangkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung misalnya kejujuran, teliti dan tanggung jawab dan (3) melaksanakan tes tertulis, siswa menjawab soal yang diberikan guru, berupa soal pilihan ganda dan uraian. Tahap Pengamatan dan Pengumpulan data Pada tahab ini penulis dibantu oleh teman sejawat yang bertindak sebagai observer untuk mengumpulkan data penelitian. Data yang diperlukan adalah (1)ketrampilan proses meliputi kemampuan pengamatan, mengolah dan menganalisis data hasil pengamatan serta membuat kesimpulan.(2) hasil ujian. Data hasil dari ketrampilan proses, diperoleh dari pengamatan secara langsung terhadap kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil ujian diperoleh dengan memberikan ulangan tertulis pada siswa, soal pilihan ganda dan uraian. Dari data yang diperoleh, dikumpulkan untuk selanjutnya dianalisis. Pada tahap pelaksanaan telah berhasil mengetahui masalah yang ada di kelas dengan cepat dan tepat melalui teknik pengumpulan data berupa pengamatan langsung terhadapa proses belajar dan tes tertulis dengan mengunakan model guided discovery learning. Dari pengamatan ini penulis berhasil mengumpulkan data yang sesuai dengan permasalahan yang sudah penulis ungkapkan di dalam latar belakang penelitian ini. Tahap refleksi Langkah selanjutnya yang dilakukan untuk mengatasi masalah pembelajaran siswa ini, penulis melakukan refleksi untuk mengingat kembali apa masalah yang telah terjadi di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan dibantu oleh teman sejawat penulis melakukan perbaikan pembelajaran melalui dua siklus, dengan mengunakan model guided discovery learning. Mendiskusikan hasil observasi dan evaluasi dengan sesama guru pengajar IPA untuk selanjutnya melaksanakan tindak lanjut. Hasil Dan Pembahasan Pelaksanaan proses pembelajaran dengan pembelajaran model guided discovery learning pada siswa kelas VII di SMP PGRI 01 Batu dideskripsikan sebagai berikut. Siklus I Siklus I terdiri atas tiga kali pertemuan yang terdiri atas 2 kali pertemuan untuk pembelajaran dan satu kali untuk tes. Pertemuan pertama membahas sel bawang merah dan sel pipi, pertemuan kedua membahas bagian-bagian sel dan fungsinya.Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan pembelajaran meliputi identifikasi masalah, observasi, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis, verifikasi dan generalisasi.Berikut dipaparkan pelaksanaan pembelajaran pada masingmasing pertemuan. Pertemuan pertama Tampak pada gambar 1 , guru sedang mempersiapkan siswa untuk belajar, menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai, apersepsi dengan cara tanya jawab tentang materi pembelajaran yang akan diajarkan, selanjutnya memotivasi siswa untuk belajar, kegiatan ini guru membagikan LKS yang akan dikerjakan dan diamati oleh siswa.
764
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 1 : Guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan. Pada kegiatan inti pertemuan pertama adalah mengamati sel tumbuhan dan hewan dengan menggunakan mikroskop. Diharapkan siswa dapat menemukan bentuk sel hewan dan tumbuhan, menggambarkan kembali hasil pengamatannya , dan membedakan sel hewan dan tumbuhan. Siswa belajar secara kelompok terdiri dari 3 siswa. Kegiatan dipandu dengan LKS yang berisi langkah-langkah membuat membuat preparat sel bawang merah dan sel pipi. Kemudian mengamati dengan mikroskop. Sebelum melakukan percobaan, siswa membaca dan mendiskusikan cara kerja untuk mengamati sel bawang merah dan sel pipi termasuk cara menyiapkan preparat. Tahab 1 identifikasi masalah Pada tahab ini guru memberikan permasalahan berupa pertanyaan untuk dijawab setelah melalui kegiatan observasi. Pertanyaan yang merupakan permasalahan tersebut adalah bagaimana bentuk sel tumbuhan dan bagian-bagiannya, bagaimana bentuk sel hewan dan bagian-bagiannya, apakah perbedaan sel hewan dan tumbuhan. Tahab 2 observasi dan pengumpulan data Secara umum, kegiatan siswa mencakup (1) menyiapkan preparat, (2) mengamati preparat dengan mikroskop, (3) menggambar hasil observasi, dan (4) ferivikasi hasil observasi. Membuat preparat Sebelum melakukan pengamatan siswa membuat preparat basah untuk obyek pengamatan. Kegiatan tampak pada gambar berikut ini.
Gambar 2 Gambar 2. Siswa membuat preparat sel pipi Gambar 3. Siswa membuat preparat sel bawang merah.
765
Gambar 3
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Ada dua jenis preparat yang dibuat siswa, yaitu preparat sel bawang merah dan sel pipi. Pada tahap membuat preparat sel bawang merah, siswa diminta mengikuti langkah-langkah berikut. (1) Melepaskan kulit umbi bawang merah dengan silet sehingga diperoleh kulit tipis transparan yang merupakan bagian epidermis, (2) meletakkan epidermis bawang merah di atas kaca benda, (3) menetesi air di atas lapisan epidermis bawang merahdan (4) menutup dengan kaca penutup. Secara umum, semua kelompok dapat membuat preparat dengan baik dalam waktu ± 10 menit. Dalam pembuatan preparat sel bawang merah ada kelompok yang masih kurang tepat dalam mengambil selapis sel bawang merah. Selaput yang diambil adalah kulit yang tebal sehingga tidak dapat diamati di bawah mikroskop. Sebagian besar sudah tepat dalam mengambil selapis sel bawang merah sehingga bisa diamati di bawah mikroskop. Cara meletakkan epidermis bawang merah sebagian besar kelompok sudah tepat namun masih banyak yang tidak rata sehingga sewaktu ditetesi air masih banyak terlihat gelembung air pada saat diamati. Menutup dengan kaca penutup sebagian besar kelompok sudah benar. Pembuatan preparat sel pipi dilakukan dengan urutan kerja sebagai berikut (1) Mengorek sel pipi dengan ujung tusuk gigi, (2) meletakkan sel pipi di atas kaca benda, (3) menetesi air dan metilen biru di atas sel pipi, dan (4) menutup dengan kaca penutup. Sebagian besar kelompok sudah benar dalam membuat preparat, namun ada kelompok saat memberi metilen biru terlalu banyak sehingga preparat tampak kotor sekali. Mengamati preparat sel bawang merah dan sel pipi Tahab setelah membuat preparat adalah melakukan pengamatan terhadap preparat.
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 4. Siswa melakukan pengamatan preparat Gambar 5. Siswa mengambil gambar hasil pengamatan dengan handpon Tahapan dalam menggunakan mikroskop meliputi. (1) Mengatur pencahayaan pada bidang pandang mikroskop, (2) memasang praparat pada mikroskop (3) mengatur fokus lensa mikroskop sehingga diperoleh gambar yang paling tajam, (4) mengamati preparat dalam mikroskop, (5) menggambarkan kembali bayangan objek yang terlihat dalam mikroskop, dan (6) merapikan kembali mikroskop. Kesulitan umum yang dialami adalah dalam mencari gambar yang paling jelas. Hal ini disebabkan siswa masih ragu dalam memilih lensa obyektif dengan perbesaran yang lebih besar terutama untuk mengamati sel pipi. Sebagian besar sudah kelihatan gambar selnya namun tampak kelihatan kecil. Pada tahab pengamatan gambar sel dengan mikroskop, sebagian anggota kelompok yang lain tampak masih ngomong sendiri, ramai sendiri mondar-mandir tidak fokus di kelompoknya. Hal ini
766
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
disebabkan siswa penasaran ingin secepatnya menggunakan mikroskop sehingga sering mendekati kelompok yang sedang melakukan observasi. Menggambar hasil observasi: Setelah menemukan gambar sel bawang merah dan sel pipi dengan mikroskop, setiap kelompok mengambil gambar melalui lensa okuler dengan handphone dan kamera. Berdasarkan rekaman melalui kamera atau handphone, siswa menggambarkan kembali di LKS. Hasil gambar sel bawang merah : Hasil gambar sel bawang merah setiap kelompok tidak sama walaupun ada yang mirip. Pada gambar 1, terlihat gambar 4 kelompok memiliki kemiripan dalam menggambar bentuk sel epidermis bawang merah yaitu bagian ujung sel runcing. Namun ada perbedaan diantara keempatnya, ada yang berbentuk segienam dan segiempat. Dalam menggambar inti sel, ada yang digambar sebagian saja, tidak digambar dan digambar terletak pada dinding sel.
(a) (b) (c) (d) Gambar 6 : Sel epidermis bawang merah hasil kerja siswa (a) kelompok 2 (b) kelompok 3 (c) kelompok 7 (d) kelompok 13. Pada gambar 2 terlihat gambar 4 kelompok memiliki kemiripan dalam menggambar bentuk sel yaitu sel bentuk segiempat seperti pada dinding yang tersusun dari batu bata. Namun ada perbedaan diantara empat kelompok dalam menggambar inti sel diantaranya inti sel tidak digambar, sebagian saja inti sel digambar di bagian tengah, dan ada inti sel digambar pada bagian dinding sel.
(a) (b) (c) (d) Gambar 7 : Sel epidermis bawang merah hasil kerja siswa (a) kelompok 4 (b) kelompok 5 (c) kelompok 9 (d) kelompok 12. Pada gambar 3 terlihat gambar 2 kelompok memiliki kemiripan dalam menggambar bentuk sel yaitu sel bentuk lonjong seperti telur, rapat dan padat. Namun ada perbedaan diantara dua kelompok dalam menggambar inti sel diantaranya inti sel tidak digambar, dan sebagian saja inti sel digambar di bagian tengah. Dalam gambar kelompok 4 air juga digambar panjang sepanjang daerah lapang pandang.
(a) (b) Gambar 8 : Sel epidermis bawang merah (a) kelompok 1 (b) kelompok 6
767
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar kelompok 8, 10 dan 11 menunjukkan perbedaan dengan kelompok lainnya. Gambar hasil pengamatan dari kelompok 8 gambar sel padat dan rapat pada bidang lapang pandang, bentuk sel seperti kulit kacang tanah dengan sebagian bulatan yang ada di tengah sel. Gambar kelompok 10 hanya berupa bulatan-bulatan saja yang renggang dan penuh pada bidang lapang pandang. Kelompok 11 gambar bentuk kotak dengan bulatan-bulatan pada tepi sel.
(a) (b) (c) Gambar 9: Sel epidermis bawang merah (a) kelompok 8 (b) kelompok 10 (c) kelompok 11 Hasil gambar pipi : Dalam menggambar sel pipi sebagian besar kelompok menggambar sel berupa bulatan-bulatan kecil yang renggang dan berwarna hitam. Ada yang diberi garis keluar pada selnya seperti serabut, ada gambar bulatan air, ada yang berupa titik-titik hitam. Hanya hasil kelompok 1 saja gambar sel pipi sudah tepat walaupun tampak sangat kecil.
(a)
(b)
(e)
(f)
(i)
(j)
(c)
(d)
(g)
(k)
(h)
(l)
(m) Gambar 10: Sel pipi (a) kelompok 1 (b) kelompok 2 (c) kelompok 3 (d) kelompok 4 (e) kelompok 5 (f) kelompok 6 (g) kelompok 7 (h) kelompok 8 (i) kelompok 9 (j) kelompok 10 (k) kelompok 11 (l) kelompok 12 (m) kelompok 13.
768
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Mengidentifikasi bagian-bagian sel bawang merah dan sel pipi : Setelah menggambar hasil pengamatan setiap kelompok mengidentifikasi bagian-bagian sel bawang merah dan sel pipi. Sebelum mengidentifikasi bagian-bagian sel, siswa mengamati tayangan gambar bagian-bagian sel epidermis bawang merah dan sel pipi lewat LCD. Setelah mengamati tayangan gambar sel epidermis bawang merah dan sel pipi siswa melengkapi bagian-bagian sel pada gambar hasil pengamatan. Bagian-bagian sel bawang merah: Pemberian keterangan gambar bagian sel sebagian besar kelompok masih kurang tepat, walaupun ada kelompok yang sudah benar. Pemberian keterangan bagian sel yang tampak terdiri dari dinding sel, vakuola, sitoplasma dan inti sel. Pemberian keterangan dinding sel sebagian kelompok sudah benar, namun ada yang di bagian pinggir daerah lapang pandang dan sebagian tidak diberi keterangan. Pemberian keterangan vakuola sebagian kelompok sudah benar, ada yang memberi keterangan bagian dinding sel atau inti sel dan ada yang tidak diberi keterangan. Sitoplasma, siswa memberi keterangan pada bagian dinding sel, bagian tepi daerah lapang pandang dan sebagian tidak diberi keterangan. Pemberian keterangan inti sel sel 3 kelompok sudah tepat namun kelompok lain tidak diberi keterangan. Bagian-bagian sel pipi Dalam memberikan keteranan bagian-bagian sel pipi hanya kelompok 1 yang memberikan keterangan dengan tepat walaupun gambar tampak kurang jelas.. Kelompok lainnya memberi keterangan gambar kurang tepat misalnya membran sel pada bagian tepi daerah lapang pandang, bulatan air sebagai vakuola, bintik hitam sebagai intisel dan ruang antar sel sebagai sitoplasma. Pemberian keterangan gambar hampir semua kelompok mengalami kesulitan, hal ini disebabkan karena buku siswa yang menjelaskan sel hewan dan sel tumbuhan tidak lengkap. Sehingga dalam memberikan keterangan gambar siswa masih belum tepat .Setelah penayangan gambar sel tumbuhan dan hewan lewat LCD pun belum bisa sepenuhnya membatu siswa dalam memberi keterangan gambar secara tepat. Membedakan sel epidermis bawang merah dan sel pipi. Setelah identifikasi bagian-bagian sel bawang merah dan sel pipi kemudian siswa membedakan sel bawang merah dan sel pipi. Beberapa kelompok mengalami kesulitan dalam membedakan sel hewan dan tumbuhan hal ini tampak pada LKS tidak dijawab yaitu kelompok 4,9,10,11 dan 13. Untuk kelompok lainnya sudah berusaha membedakan tapi masih kurang tepat. Dalam membedakan sel hewan dan sel tumbuhan kelompok mengalami kesulitan sebab dari awal siswa sudah merasa kesulitan dalam memberikan keterangan gambar, sehingga dalam membedakan sel hewan dan tumbuhan juga mengalami kesulitan. Pengolahan data dan analisis: Tampak pada gambar 11, wakil salah satu kelompok mempresentasikan hasil pengamatan di depan kelas.
Gambar 11: Salah satu wakil kelompok mempresentasikan hasil pengamatan.
769
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Setelah kegiatan observasi dan pengumpulan data kegiatan selanjutnya adalah presentasi hasil observasi. Salah satu kelompok menyampaikan hasil observasi di depan kelas. Kelompok ini menyajikan gambar di papan tulis dan menjelaskan bagian-bagian sel epidermis bawang merah dan sel pipi. Kelompok ini belum menjelaskan perbedaan sel epidermis bawang merah dan sel pipi.Siswa yang lain belum kelihatan antusisas terhadap presentasi kelompok yang maju di depan. Hal ini dapat terlihat dengan tidak ada pertanyaan ataupun tanggapan dari kelompok lain. Siswa hanya mendengar saja apa yang disampaikan oleh kelompok yang presentasi. Pada tahab ini rencananya semua kelompok bisa mempresentasikan hasil observasi, namun waktu tidak mencukupi sehingga setiap kelompok tidak mempunyai kesempatan untuk menampilkan hasil observasinya.Kegiatan banyak tersita di kegiatan observasi dan menggambar hasil observasi. Sehingga pada tahab pengolahan data dan analisis ini kurang maksimal. Verifikasi generalisasi Tahab berikutnya adalah tahab membuat kesimpulah hasil dari observasi dan pengumpulan data. Setelah presentasi salah satu kelompok, siswa mengamati gambar sel pipi dan sel epidermis bawang merah dilayar LCD. Gambar yang diamati adalah sel epidermis bawang merah hasil foto dengan kamera dan gambar dari pustaka atau dari buku penunjang. Pertama siswa melihat gambar sel epidermis bawang merah dan sel pipi hasil foto dengan kamera berikutnya mengamati gambar dari pustaka. Setelah mengamati keduanya siswa membuat kesimpulan bagian-bagian sel epidermis bawang merah dan sel pipi kemudian perbedaan sel epidermis bawang merah dan sel pipi dengan bimbingan guru. Kesimpulan menunjukkan bagian-bagian sel tumbuhan yang tampak pada sel epidermis bawang merah adalah dindingsel, inti sel, sitoplasma dan vakuola. Bagian-bagian sel pipi adalah membran sel, inti sel, sitoplasma dan vakuola kecil. Perbedaan sel tumbuhan dan hewan adalah sel tumbuhan memilki dinding sel, vakuola besar, kloroplas, sedangkan sel hewan tidak memilki tiga organel tersebut namun memiki sentriol yang tidak dimilki oleh sel tumbuhan. Pertemuan kedua Di kegiatan inti pada pertemuan kedua bertujuan untuk pemantapan dan pendalaman materi tentang sel. Setiap kelompok mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru untuk mengamati organelorganel dan fungsinya melalui gambar yang ada di LKS. Pada pertemuan ini siswa dibagi dalm 15 kelompok tiap kelompok . Pada kegiatan ini diharap siswa lebih mengenal dan memahami semua organel sel. Siswa menggambar kembali 14 organel-organel sel hewan dan sel tumbuhan secara lengkap untuk melengkapi kesimpulan pertemuan awal dari siklus satu. Setelah menggambar lengkap organel-organel sel siswa memberi keterangan gambar organel-organel sel dan menjelaskan fungsi masing-masing organel sel dengan merujuk pada buku pustaka dan penunjang. Semua kelompok menggambar orgnel-organel sel namun ada 6 kelompok, gambar tidak diberi nomor untuk keterangan gambar. Dalam pemberian keterangan gambar dengan mengisi kolom yang tersedia di LKS 3 ada 2 kelompok tidak lengkap, satu kelompok tidak mengerjakan dan 13 kelompok lengkap didisi nama organel dan fungsinya. Setelah semua kelompok memberikan keterangan gambar dan menjelaskan fungsinya selesai, salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi secara klasikal.Selanjutnya dengan bimbingan guru diskusi kelas dilakukan. Setelah selesai diskusi kemudian dengan bimbingan guru siswa menyimpulkan macam-macam organel-organel sel seperti pada gambar dan fungsinya. Hasil ulangan : Hasil ulangan pada siklus 1 menunjukkan hasil ulangan sebagian besar belum mencapai KKM yang ditentukan yaitu 70. Hasil analisis data diperoleh bahwa (1) dari 33 siswa yang mencapai KKM, 0 siswa ( 0 % ) dan sebanyak 33 siswa ( 100 %) belum mencapai KKM. Hal ini
770
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
menunjukkan bahwa pada siklus 1 masih banyak kekurangan dalam proses pembelajaran sehingga perlu untuk revisi. Revisi pembelajaran perlu dilakukan beberapa tahaban agar dapat meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran pada siklus ke dua. Perbaikan yang pertama yaitu di proses pengamatan dengan mikroskop. Siswa diharapkan dapat menemukan gambar yang besar dengan menggunakan perbesaran yang kuat agar gambar mudah untuk diamati bagiannya. Selanjutnya dalam menggambar siswa diharapkan mengamati betul hasil observasi kemudian menggambarkannya. Tidak hanya sekilas pengamatan kemudian di gambar, hal ini akan menghasilkan gambar yang kurang benar, sehingga pemahaman terhadap materipun kurang. Dalam pembahasan hasil pengamatan, perlu ada perbaikan. Pada siklus pertama pembahasan materi masih kurang maksimal sebab waktu tidak mencukupi untuk pembahasan. Hanya satu kelompok saja yang mempresentasikan, sedang kelompok lain belum membahas materi. Hal ini menyebabkan siswa belum memahami betul materi yang dipelajari, sehingga ulangan hasilnya tidak memenuhi KKM. Pada siklus 2, perbaikan yang akan dilakukan adalah pembahasan materi akan dilakukan oleh beberapa kelompok agar materi lebih mudah dipahami oleh siswa. Pembahasanpun lebih dimantapkan dan diulang kembali agar siswa lebih paham dan selalu ingat apa yang sudah dipelajari. Refleksi siklus I : Kendala : 1. Siswa kurang teliti dalam pengamatan, sehingga diperoleh gambar pengamatan yang diperoleh kurang tepat dan bermacam-macam. 2. Sebagian siswa tidak tertib dalam mengikuti pelajaran, karena harus menunggu menggunakan mikroskop bergantian dengan kelompok lain. 3. Saat diskusi tampak sebagian besar siswa tidak aktif, diskusi tidak berjalan dengan lancar, sehingga pembahasan materi kurang dipahami siswa. Penyebab : 1. Siswa dalam melakukan pengamatan hanya sekilas saja, kemudian di foto sehingga dalam pemindahan menjadi gambar menjadi kurang tepat. Hal ini disebabkan waktu yang terbatas untuk melakukan pengamatan, sebab harus bergantian dengan kelompok lain. 2. Mikroskop jumlahnya terbatas dan harus bergantian dalam menggunakan mikroskop untuk mengamati gambar, sehingga harus menunggu giliran kelompok lain. 3. Buku penunjang kurang, hal ini menyebabkan kelompok kesulitan dalam memberi keterangan gambar dan analisis hasil pengamatan, sehingga enggan untuk berdiskusi. Alternatif pemecahan masalah : 1. Waktu pengamatan ditambah, agar siswa betul-betul melakukan pengamatan dengan baik sehingga diperoleh gambar yang tepat. 2. Pembahasan materi yang dipelajari dalam pembelajaran lebih ditekankan lagi agar siswa paham betul apa yang sudah dipelajari. Siklus II Siklus II terdiri atas tiga kali pertemuan yang terdiri atas 2 kali pertemuan untuk pembelajaran dan satu kali untuk tes. Pertemuan pertama membahas jaringan tumbuhan dan hewan, pertemuan kedua membahas organ dan sistem organ .Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan pembelajaran meliputi identifikasi masalah, observasi, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis, verifikasi dan generalisasi.Berikut dipaparkan pelaksanaan pembelajaran pada masingmasing pertemuan.
771
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pertemuan pertama : Kegiatan inti pertemuan pertama adalah mengamati jaringan tumbuhan dan hewan dengan menggunakan mikroskop. Diharapkan siswa dapat menemukan macam jaringan hewan dan tumbuhan, menggambarkan kembali hasil pengamatannya. Siswa belajar secara kelompok terdiri dari 3 siswa. Kegiatan dipandu dengan LKS yang berisi langkah-langkah mengamati preparat kering dengan mikroskop kemudian menggambarkan hasil pengamatan jaringan pada daun, batang dan jaringan otot. Sebelum melakukan percobaan, siswa membaca dan mendiskusikan cara kerja untuk mengamati jaringan tumbuhan dan hewan dengan preparat kering. Kegiatan inti dari siklus 2 ini, adalah meliputi : Tahab 1 Identifikasi masalah : Pada tahab ini guru memberikan permasalahan berupa pertanyaan untuk dijawab setelah melalui kegiatan observasi. Pertanyaan yang merupakan permasalahan tersebut adalah apa sajakah jaringan yang menyususn tubuh tumbuhan dan hewan. Bagaimana bentuk jaringan penyusun daun, batang dan jaringan otot pada hewan. Tahab 2 observasi dan pengumpulan data Secara umum, kegiatan siswa mencakup (1) mengamati preparat kering jaringan tumbuhan dan hewan dengan mikroskop, (2) menggambar hasil observasi, dan (3) ferivikasi hasil observasi. Mengamati preparat kering. Pada tahab ini siswa tidak membuat preparat, sebab preparat kering sudah ada tinggal mengamati langsung. Dalam tahab menggunakan miikroskop sama dengan tahaban saat mengamti sel bawang merah dan sel pipi. Preparat awetan yang diamati meliputi preparat kering jaringan pada daun, batang dan jaringan hewan yaitu jaringan otot. Menggambar hasil observasi: Setelah menemukan gambar jaringan pada daun, batang dan otot dari mikroskop, setiap kelompok mengambil gambar melalui lensa okuler dengan handphone dan kamera. Berdasarkan rekaman melalui kamera atau handphone, siswa menggambarkan di LKS. Hasil rekaman gambar yang ada di handpon dan kamera tidak begitu jelas untuk preparat kering ini , sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menggambar. Pada akhirnya siswa menggambar melalui pengamatan langsung pada mikroskop dengan masing-masimg wakil kelompok secara bergantian. Hasil gambar jaringan tumbuhan : Gambar jaringan pada daun Hasil gambar jaringan setiap kelompok tidak sama walaupun ada kemiripan. Ada 2 kelompok menggambar bagian parenkim bunga karang saja , sedangkan jaringan lainnya tidak digambar.
(a) (b) Gambar 12: Gambar jaringan daun kelompok (a) kelompok 1 (b) kelompok (3)
772
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Tiga kelompok menggambar hanya bagian tepi daun berupa garis seperti gambar tulang. Hasil gambar ini belum menunjukkan gambar jaringan penyusun daun, sehingga belum jelas jaringan apa saja yang menyusun organ daun.
(a) (b) (c) Gambar 13 . Gambar jaringan daun (a) kelompok 4 (b) kelompok 8 (c) kelompok9 Sedangkan kelompok lain menggambar sudah tampak jaringan-jaringan penyusun daun dari bagian atas sampai bagian bawah. Meliputi jaringan epidermis, palisade dan bunga karang. Namun belum tampak jelas perbedaan jaringan yang menyusun daun terutama jaringan pengangkut.
(a)
(b)
(c)
(d) (e) (f) Gambar 14: Gambar jaringan daun (a) kelompok 2 (b) kelompok 5 (c) kelompok 6 (d) kelompok 7 (e) kelompok 11 (f) kelompok 12 Ada 2 kelompok jaringan yang sudah digambar tamapak sel-selnya sama dari atas sampai bawah, sehingga belum tampak perbedaan jaringan penyusun daun.
(a) (b) Gambar 15: Gambar jaringan daun (a) kelompok 10 (b) kelompok 13 Gambar jaringan pada batang Hasil gambar jaringan pada batang dikotil tampak 4 kelompok sel-sel penyusun jaringan bentuk bulat dan tersusun renggang, ada jarak antar sel dalam jaringan. Tiga kelompok bentuk sel bulat dan satu kelompok bentuk sel persegi. Pada kelompok 13 tampak jaringan pengangkut bentuk seperti mahkota bunga.
773
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 16: Gambar jaringan batang (a) kelompok 4 (b) kelompok 5 (c) kelompok 10 (d) kelompok 13 Hasil gambar lima kelompok tampak susunan sel pada jaringan sangat rapat tanpa ruang antar sel, dan bentuk sel adalah persegi. Dari gambar juga tampak sel-sel yang ukuran kecil rapat dan ada penebalan pada dinding sel tampak seperti jaringan pengangkut yaitu xilem dan floem.
(a) 9
(b) 8
(c) 7
(d) 12 (e) 11 Gambar 17: Gambar jaringan batang (a) kelompok 9 (b) kelompok 8 (c) kelompok 7 (d) kelompok 12 (e) kelompok 11 Sedangkan kelompok 1 dan 3 tampak bagian pinggir yaitu jaringan epidermis, dan parenkim bentuk bulat dan rapat. Tampak jaringan pengangkut dengan penebalan pada bagian tepi sel.
(a) (b) Gambar 18: Gambar jaringan batang (a) kelompok 1 (b) kelompok 3 Kelompok 2 dan 6 tampak gambar sel sangat besar, berbeda dengan kelompok lainnya. Gambar jaringan pada otot Hasil gambar sel otot polos ada 6 kelompok, gambar berupa kotak-kotak dengan bulatanbulatan kecil di bagian tengahnya.
774
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
(a)
(b)
(11) (12) Gambar 19 Gambar jaringan otot polos (a) kelompok 3 (b) kelompok 7 (c) kelompok kelompok 12 Ada dua kelompok berupa arsiran hitam belum tampak jelas bentuk sel maupun inti sel.
11 (d)
(a) (b) Gambar 20: Gambar jaringan otot polos (a) kelompok 1 (b) kelompok 4 Hasil gambar tiga kelompok menggambar jaringan otot lurik, tampak garis-garis tipis panjang dengan inti ada ditepi dalam jumlah yang banyak.
(a) (b) (c) Gambar 21: Gambar jaringan batang (a) kelompok 5 (b) kelompok 10 (c) kelompok 13 Sedangkan kelompok 2 dan 6 gambar jaringan tampak persegi tanpa inti sel.
(a) (b) Gambar 22: Gambar jaringan batang(a) kelompok 2 (b) kelompok (6), Kelompok 8 dan 9 tidak menggambar hasil observasi sel otot disebabkan siswa dalam pengamatan mengalami kesulitan sehingga tidak digambar hasil pengamatannya.
775
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Setelah kegiatan observasi dan pengumpulan data kegiatan selanjutnya adalah presentasi hasil observasi. Setiap kelompok menyampaikan satu macam jaringan pada tumbuhan atau hewan di papan tulis kemudian dibahas bersama. Selanjutnya giliran kelompok lain sampai semuanya dibahas bersama. Tahab berikutnya adalah tahab membuat kesimpulah hasil dari observasi dan pengumpulan data. Setelah presentasi kelompok, siswa mengamati gambar jaringan tumbuhan, hewan, di layar LCD. Gambar yang diamati adalah jaringan tumbuhan dan hewan lewat preparat kering dan melalui pustaka atau dari buku penunjang. Untuk memperjelas bagian-bagian yang belum dimengerti oleh siswa. Pertemuan kedua : Tahab 1 Identifikasi masalah : Pada tahab ini guru memberikan permasalahan berupa pertanyaan yang merupakan suatu permasalahn yang harus dijawab siswa setelah melalui kegiatan observasi. Pertanyaan yang merupakan permasalahan tersebut adalah apa sajakah organ yang menyusun tubuh tumbuhan dan fungsinya . Apa sajakah organ dan sistem organ yang menyusun tubuh manusia. Tahab 2 observasi dan pengumpulan data Secara umum, kegiatan siswa mencakup (1) mengamati organ tubuh tumbuhan dan hewan , (2) menggambar hasil observasi, dan (3) ferivikasi hasil observasi. Mengamati organ tubuh tumbuhan. Siswa mengamati organ pada tumbuhan dan hewan yang membentuk sistem organ secara berkelompok. Observasi organ tumbuhan yang dilakukan siswa meliputi akar, batang dan daun dengan obyek langsung pada tumbuhan yang sudah dibawa. Sedangkan bunga dan buah tidak diamati sebab siswa hanya membawa tumbuhan dengan 3 bagian saja yaitu akar, batang dan daun. Hampir semua kelompok menggambar organ tumbuhan sudah benar dan menjelaskan fungsinyapun juga sebagian besar sudah benar. Mengamati organ dan sistem organ tubuh manusia Selanjutnya secara berkelompok mengamati organ tubuh manusia dengan model torso manusia. Tiap kelompok mendapatkan tugas yang berbeda dalam menggambar organ dan sistem organ. Ada yang menggambar sistem pencernaan makanan, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem indra, sistem gerak, dan sistem ekskresi. Jadi tiap kelompok hanya menggambar satu sistem organ manusia, sebab waktu tidak mencukupi. Dalam menggambar organ dan sistem organ hasil pengamatan sebagian kelompok dalam menggambar tidak lengkap. Misalnya sistem saraf, kelompok hanya maenggambar otak saja, sedangkan saraf tepi dan tulang belakang tidak digambar sebab dalam torso tidak tampak. Sistem indra hanya sebagian saja yang digambar misalnya telinga dan hidung saja. Sistem peredaran darahpun tidak lengkap, yang digambar hanya jantung saja, sedangkan pembuluh darah atau peredaran darah tidak digambar. Setelah kegiatan observasi dan pengumpulan data kegiatan selanjutnya adalah pengolahan data dan analisis data. Pada tahab ini siswa memberi keterangan nama organ tumbuhan beserta fungsinya dan macam-macam sistem organ manusia yang serta menjelaskan fungsinya. Selanjutnya setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Untuk dibahas bersama dan mempelajari hal-hal yang belum dimengerti. Tahab berikutnya adalah tahab membuat kesimpulah hasil dari observasi dan pengumpulan data. Siswa membuat kesimpulan dengan bimbingan guru macam organ tubuh tumbuhan dan macammacam sistem organ manusia dan fungsinya.
776
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Hasil Ulangan . Hasil ulangan pada siklus 2 menunjukkan peningkatan dari siklus 1. Pada ulangan kedua ini siswa yang tuntas mencapai KKM sebanyak 20 (60,6 %) siswa dan yang tidak tuntas 13 (39,4%) siswa. Sedangkan pada siklus 1 , tidak ada siswa yang tuntas (0 %) . Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model guided discovery learning di SMP PGRI 01 Batu kelas VII B dapat meningkatkan hasil belajar siswa untuk materi organisasi kehidupan. Refleksi siklus 2 : Kendala pada siklus 2, gambar yang dihasilkan oleh siswa bermacam-macam dan sebagian kurang tepat. Penyebabnya adalah gambar pada preparat sangat tipis, sehingga siswa masih kesulitan dalam menggambar hasil pengamatan. Sehingga pemahaman siswa tentang jaringan masih kurang. Kesimpulan Upaya meningkatkan hasil belajar siswa SMP PGRI 01 BATU melalui model pembelajaran guided discory learning , dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar materi IPA siswa kelas VII SMP PGRI 01 BATU setelah diterapkan model guided discovery learning . Hal ini tergambar dari hasil belajar dimana siklus I hasil belajar siswa yang mencapai ketuntasan belajar (0%) setelah dilakukan siklusI I, meningkat menjadi (60,6 % ). Saran Pembelajaran IPA di SMP sebaiknya menggunakan model pembelajaran yang memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif dan menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah misalnya dengan model guided discovery learning. Daftar Pustaka Departemen Pendidikan Nasional.2008.Ilmu Pengetahuan Alam VII. Jakarta : Pemerintah. Istamar Syamsuri. 2004. Sains Biologi SMP Untuk kelas VII. Jakarta :Erlangga Sumarwan. Dkk.1994. IPA-BIOLOGI JILID 1. Jakarta : Erlangga. Prasetya Budi Sukmana.2009. https://prasetyabudisukmana.wordpress.com/2009/07/22/modelpembelajaran-guided-discovery-pennemuan-terbimbing/. Diakses tanggal 7 April 2016.
777
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN METODE TEKATEKI SILANG DI KELAS IV SDN 023 SEPAKU Panggih SDN 023 SEPAKU
[email protected] Abstrak: Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN 023 Sepaku dengan menerapkan metode pembelajaran Teka-Teki Silang untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 023 Sepaku sebanyak 30 siswa. Penelitian ini berlangsung dalam 3 siklus. Setiap siklus terdiri dari satu kali pertemuan. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi. Jenis data yang dikumpulkan adalah data hasil belajar siswa. Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik data kualitatif yang terdiri dari penyajian data dan penarikan kesimpulan. Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila 75% jumlah siswa kelas IV memiliki nilai minimal 75 sesuai kurikulum SDN 023 Sepaku. Hasil penelitian dapat disimpulkan adalah Penerapan metode pembelajaran Teka-teki Silang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai nilai KKM pada siklus I sebesar 36,67% meningkat menjadi 63,33% pada siklus II. Selanjutnya masih mengalami peningkatan menjadi 83,33% pada siklus III. Hal ini berarti bahwa jumlah siswa yang mencapai nilai KKM (75) telah melampaui kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu 75%. Kata Kunci: Teka-teki Silang, Hasil Belajar Siswa, Pembelajaran IPA
Pendidikan merupakan proses untuk pengembangan diri manusia. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan tujuan pendidikan dalam Undang-Undang tersebut, maka sudah seharusnya berbagai hal yang berkaitan dengan proses pendidikan dan pembelajaran mendapatkan perhatian yang lebih serius dalam upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dan merupakan modal besar dalam menghadapi persaingan di saat ini. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang menjadi salah satu faktor penentu tercapai tidaknya tujuan pendidikan di Indonesia. Kegiatan belajar mengajar akan berjalan lancar jika komponen-komponen yang ada pada sekolah terpenuhi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Ada beberapa komponen yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah guru, sarana dan prasarana, metode pembelajaran, kurikulum dan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan. Antara komponen yang satu dengan yang lain harus saling mendukung dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diharapkan. Penggunaan metode pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran mempunyai pengaruh yang besar dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting karena metode pembelajaran menjadi sarana dalam menyampaikan materi pelajaran. Tanpa metode yang tepat, maka suatu proses pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif dan efisien. Metode pembelajaran tersebut harus mampu mengikutsertakan semua siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, mampu mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis
778
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan sehingga prestasi belajar siswa diharapkan akan meningkat. Kenyataanya untuk mewujudkan proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan seperti yang telah disampaikan di atas ternyata tidaklah mudah. Begitupula yang terjadi pada pembelajaran IPA. Proses pembelajaran di dalam kelas hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi dan tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki (Wina Sanjaya, 2008: 1-2). Pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher oriented). Pembelajaran lebih berpusat pada guru sehingga kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar aktif dalam pembelajaran di kelas. Penggunaan metode ceramah merupakan pilihan utama dalam pembelajaran. Dalam metode ceramah, guru menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada siswa, sehingga siswa cenderung pasif dalam pembelajaran karena hanya mencatat dan mendengarkan. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SDN 023 Sepaku khususnya di kelas IV pada pelajaran IPA, siswa cenderung diam dan kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran hal tersebut dimungkinkan karena guru kurang bervariasi dalam penggunaan metode. Terlihat siswa terkadang merasa jenuh dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan dan rendahnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran yang tercermin dari sebagian siswa yang cenderung ramai dan tidak memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru. Hasil Belajar dikelas ini juga tergolong rendah karena hanya 63% dari jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 75. Apabila keadaan yang demikian terus terjadi, tujuan pendidikan akan semakin jauh untuk dicapai. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dikembangkan strategi pembelajaran yang lebih menarik yang dapat menambah minat belajar siswa untuk mengikuti proses pembelajaran tanpa adanya rasa keterpaksaan. Salah satu cara pembelajaran yang dianggap cocok untuk memecahkan permasalahan di atas adalah Metode TekaTeki Silang. Metode Teka-Teki Silang dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan tanpa kehilangan esensi belajar yang sedang berlangsung (Himsyah Zaini. 2012 : 71). Metode dan media pembelajaran aktif seperti ini yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada pelajaran IPA kelas IV SDN 023 Sepaku. Berdasarkan pada permasalahan yang ada, maka peneliti tertarik untuk mengangkat penelitian yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Metode Teka-Teki Silang di Kelas IV SDN 023 Sepaku”. Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran IPA di kelas IV SDN 023 Sepaku sebagai berikut: 1. Pembelajaran belum sepenuhnya terpusat pada siswa. 2. Penggunaan metode ceramah yang dominan tanpa ada variasi dengan metode lain sehingga pembelajaran cenderung membosankan. 3. Beberapa siswa lebih asik berbicara pada temannya saat pembelajaran berlangsung. 4. Hasil belajar pada kelas ini masih tergolong rendah. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, mengingat begitu luasnya permasalahan yang ada dan dengan mempertimbangkan tenaga, waktu, biaya, dan kemampuan, maka peneliti hanya memfokuskan permasalahan pada rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka peneliti akan mencoba menerapkan metode Teka-Teki Silang untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang masih rendah. Untuk itu, masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapan metode Teka-Teki Silang pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 023 Sepaku Prambanan?
779
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan metode Teka-Teki Silang pada pembelajaran IPA di kelas SDN 023 Sepaku. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, Sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahauan khususnya berkaitan dengan penerapan metode Teka-teki Silang. Pada bidang mata pelajaran IPA dan dapat dijadikan literatur untuk penelitian yang relevan selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang mengarah pada minat belajar khususnya mata pelajaran IPA. b. Bagi Guru Dapat memberikan masukan bagi para guru IPA dan guru mata pelajaran lain, bahwa dengan penerapan metode Teka-teki Silang dapat mengatasi masalah rendahnya minat belajar siswa. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi sesama guru IPA untuk meningkatkan mutu pembelajaran di kelasnya. c. Bagi Siswa Penerapan metode dan media dalam penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa khususnya mata pelajaran IPA sehingga dapat mengubah perolehan prestasi belajar yang lebih baik. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SD 1. Pengertian pembelajaran Oemar Hamalik (2010: 57) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur. Suatu kombinasi tersebut saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Unsur manusia yang terlibat dalam pembelajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Unsur material antara lain adalah buku-buku, papan tulis, dan kapur. Unsur fasilitas dan perlengkapan antara lain mencakup ruangan kelas dan perlengkapan visual. Unsur yang terakhir adalah prosedur. Prosedur dapat meliputi jadwal dan model penyampaian informasi. Selanjutnya, Isjoni (2010: 14) menyatakan bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya guru untuk membantu siswa melakukan suatu kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efsiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah guru dan siswa yang berinteraksi edukatif antara satu dengan yang lainnya Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kondisi lingkungan belajar yang di desain secara sengaja oleh pendidik agar tercipta sebuah interaksi aktif edukatif antara guru dan siswa dalam pemindahan sikap, keterampilan dan pengetahuan. 2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPA) IPA didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Carin dan Sund (1993) dalam Puskur-Depdiknas (2006)
780
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. 3. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPA) Menurut permendiknas No 22 tahun 2006 tentang standar isi pembelajaran Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Metode Pembelajaran Teka-Teki Silang 1. Pengertian Metode Pembelajaran Teka-Teki Silang Metode pembelajaran Teka-Teki Silang merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengingat pelajaran yang berlangsung baik secara individu maupun dengan bekerja sama. Teka-teki silang dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran yang baik dan menyenangkan tanpa meninggalkan esensi belajar yang sedang berlangsung (Hisyam Zaini, 2008: 71-72). Proses pembelajaran tidak harus berasal dari guru menuju siswa, tetapi antar siswa juga dapat saling mengajar. Pembelajaran oleh rekan sebaya ternyata lebih efektif dari pembelajaran oleh guru (Anita Lie, 2008: 31). Dengan demikian proses belajar dapat diperoleh dari bertukar pikiran antar siswa sehingga mereka dapat memahami pelajaran dan dapat mencapai keberhasilan dalam belajar. Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode Teka-Teki Silang merupakan salah satu metode pembelajaran aktif yang berguna untuk mengingat pelajaran sedang berlangsung baik secara individu maupun kelompok, metode ini juga dapat dijadikan strategi pembelajaran yang asyik dan menyenangkan tanpa menghilangkan esensi belajar yang sedang berlangsung. 2. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Teka-Teki Silang (Mel Silberman, 2005: 246) Adapun langkah-langkah metode Teka-Teki Silang sebagai berikut: a. Langkah pertama adalah mencurahkan gagasan beberapa istilah atau nama-nama kunci yang berkaitan dengan pelajaran studi yang telah disampaikan. b. Susunlah pertanyaan sederhana, yang mencakup item-item sebanyak yang kita dapat. Hitamkan kotak-kotak yang tidak diperlukan. c. Buatlah contoh-contoh item-item, gunakan diataranya dengan definisi pendek, kategori dan lawan kata.
781
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
d. Bagikan teka-teki kepada peseta didik, baik secara individual maupun secara kelompok atau tim. e. Tentukan batasan waktu untuk menyelesaikan tersebut. f. Serahkan hadiah kepada individu atau tim yang menang dengan benda yang bermanfaat. 3. Kenggulan dan kelemahan metode pembelajaran Teka-Teki Silang (Mel Silberman, 2005: 101)Penggunaan metode pembelajaran aktif dapat melibatkan sisiwa secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga akan terjadi interaksi langsung antara siswa dan guru, salah satunya melalui metode Teka-Teki Silang. Adapun kelebihan dari metode ini: a. Mengajak siswa untuk belajar berdiskusi yang menyenangkan (Stimulating Discussion). b. Mengajak siswa untuk belajar kelompok (Colaborative Learning) c. Mengajak siswa untuk belajar dengan sebaya atau teman satu kelas (Perr Teaching) d. Mengajak siswa untuk belajar mandiri (Independent Learning) Selain mempunyai keunggulan metode ini juga mempunyai kelemahan dalam prosesnya siswa memerlukan waktu yang relatif lama untuk memikirkan dan mengisi teka teki silang baik secara individu maupun kelompok. Hasil Belajar 1) Pengertian Hasil Belajar Proses belajar yang dilakukan siswa akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar. Agus Suprijono (2012: 5) berpendapat bahwa hasil belajar adalah polapola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Selanjutnya dijelaskan oleh Gagne, bahwa hasil belajar dapat berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Dimyati dan Mudjiono (2010: 210) menjelaskan bahwa hasil dari interaksi tindak belajar dan tindak mengajar biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Lebih dalam lagi, Nana Sudjana (2011: 22) memberikan pengertian bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya yang mengacu pada perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkam bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru sehingga terdapat perubahan tingkah laku dari siswa tersebut. 1) Jenis-jenis Hasil Belajar Hasil belajar merupakan aspek yang penting dalam proses pembelajaran. Kita dapat mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap pemberian materi melalui hasil belajar. Hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan penilaian. Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2011: 22-33) mengklasifikasikan jenis jenis hasil belajar, sebagai berikut: a) Ranah Kognitif
782
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Ketercapaian hasil belajar dalam ranah kognitif akan terlihat dari hasil tes yang diujikan. Terdapat enam tingkat di dalam hasil belajar ranah kognitif, yaitu: 1) Tipe hasil belajar: Pengetahuan; 2) Tipe hasil belajar: Pemahaman; 3) Tipe hasil belajar: Aplikasi; 4) Tipe hasil belajar: Analisis; 5)Tipe hasil belajar: Sintesis; 6)Tipe hasil belajar: Evaluasi.
b) Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tinggi. Hasil belajar ranah afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannya terhadap pembelajaran IPA, keaktifan dalam pembelajaran, motivasi yang tinggi, serta penghargaan dan rasa hormat kepada guru mata pelajaran. Yang termasuk dalam ranah afektif adalah: 1) Receiving/ attending; 2) Responding (Jawaban); 3) Valuing (Penilaian); 4) Organisasi; 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai c) Ranah Psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ranah psikomotoris berhubungan dengan aktivitas fisik. Ada enam tingkatan dalam ranah psikomotoris, yaitu: 1) Gerakan reflex; 2) Keterampilan pada gerakan gerakan dasar; 3) Kemampuan perceptual; 4) Kemampuan di bidang fisik; 5) Gerakan-gerakan skill; 6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian Rahayu Dwi Prastiti 2010 yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Sejarah melalui Metode Pembelajan Crossword puzzle di kelas XI IPA I Semester II SMA N I Ngemplak Tahun ajaran 2009/2010. Penelitian relevan di atas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Persamaan dengan penelitian antara lain adalah metode pembelajaran yang digunakan sama-sama menggunakan metode Croosword puzzle (Teka-Teki Silang).
2.
Penelitian Andi Dwi Suciato 2012 yang berjudul “Upaya Meningkatkan MInat dan prestasi Belajar IPS Menggunakan Metode Teka Teki Silang di kelas VIII C SMP Negeri 2 Prambanan pada Tahun Ajaran 2012/2013.
Kerangka Pikir Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan belajar dikelola secara sengaja oleh pendidik untuk melibatkan peran aktif siswa dalam pemindahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kurangnya minat belajar siswa khususnya pelajaran IPA berdapak pada situasi belajar yang kurang aktif yang akan berdampak pada nilai akhir atau hasil belajar yang tidak sesuai yang diharapkan. Setelah memperhatikan keadaan kelas di atas, maka peneliti mencoba menggunakan metode pembelajaran Teka-teki silang untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dengan demikian, uraian kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut:
783
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kondisi Awal Pembelajaran IPA SDN 023 Sepaku
Pemanfaat Metode Yang Kurang Maksimal
Pembelajaran Terpusat Pada Guru
Hasil Belajar Belum tercapai KKM
Penerapan Metode Teka-teki silang dalam Pembelajaran IPA
Kondisi Akhir Pembelajaran IPA (Hasil Belajar Meningkat) Gambar 1: Kerangka berfikir
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan uraian kerangka berpikir, hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan metode Teka-teki silang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di kelas IVSDN 023 Sepaku. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas atau sering disebut dengan CAR (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi, dkk., 2008: 3). Penelitian ini menggunakan model Lesson Study yang berorientasi praktik (Saito, 2005) terdiri daritiga komponen, yaitu: perencanaan (Plan), tindakan (Do), dan refleksi (See). Ketiga komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Pengertian siklus dalam hal ini adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Desain penelitian tersebut divisualisasikan dalam bentuk gambar sebagai berikut:
784
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PERENCANAAN
PELAKSANAAN
REFLEKSI
(PLAN)
(DO)
(SEE)
Penggalian akademik Perencanaan pembelajaran Penyiapan alat-
- Pelaksanaan Pembelajaran - Pengamatan oleh rekan sejawat.
Refleksi dengan rekan sejawat
Gambar 2. Daur Lesson study yang Terorientasi pada Praktik (Saito, 2005)
Berikut ini langkah-langkah rancangan penelitian yang dilakukan yaitu : Siklus I 1. Perencanaan Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap perencanaan sebagai berikut: a. Peneliti dan guru IPA menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat serangkaian kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Teka-Teki Silang. b. Menyiapkan instrumen penelitian c. Melakukan koordinasi dengan guru. 2. Tindakan Pada tahap ini, rancangan model dan skenario pembelajaran akan diterapkan. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam bentuk pembelajaran dan siklus. Tiap pembelajaran dilakukan dengan materi yang berbeda. Tahap-tahap yang dilakukan dalam implementasi tindakan dalam setiap sikus adalah sebagai berikut: a) Kegiatan Pendahuluan (Alokasi waktu 10 menit) (1) Pelajaran diawali dengan berdoa (2) Memeriksa kehadiran peserta didik, kebersihan dan kerapihan kelas (3) Apersepsi (4) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai peserta didik b) Kegiatan Inti (Alokasi waktu 50 menit) (1) Guru memberikan bahan ajar dan menerangkan materi tersebut, siswa membaca dan mempelajari bahan ajar yag telah diberikan. (2) Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok @ kelompok 5 siswa (3) Guru membagikan Teka-teki Silang pada tiap-tiap kelompok (4) Setiap kelompok mengerjakan sesuai dengan kelompoknya masing masing (5) Guru membatasi siswa dalam mengerjakan (6) Setiap kelompok mempersentasikan hasil kelompok di depan kelas (7) Guru menjelaskan materi untuk memberi penguatan dalam menyimpulkan. (8) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. c) Kegiatan Penutup (Alokasi waktu 10 menit) (1) Peserta didik bersama dengan guru membuat kesimpulan
785
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
hasil presentasi (2) Peserta didik menerima materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya (3) Guru mengucapkan salam penutup untuk mengakhiri pertemuan.
3. Refleksi Hasil observasi atau pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dijadikan bahan analisis (refleksi) untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa. Peneliti dan kolaborator melakukan refleksi untuk mengetahui apakah yang terjadi sesuai dengan rancangan skenario, apakah tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan prosedur, apakah prosesnya seperti yang diharapkan. Hasil pemikiran reflektif ini selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam menentukan putaran atau siklus berikutnya, apakah tindakan yang diberikan akan diteruskan, dimodifikasi, atau disusun rencana yang sama sekali baru jika ternyata belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan. Siklus II, dan seterusnya Hasil refleksi pada siklus I sangat menentukan perencanaan tindakan pada siklus ke II. Jika sudah terjadi peningkatan sesuai dengan ketercapaian indikator keberhasilan, siklus II hanya sebagai pemantapan pada siklus I. Namun jika peningkatan belum sesuai dengan indikator keberhasilan maka pada siklus II tahap kerjanya seperti siklus I. Namun pada siklus II rencana penelitian disusun berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. siklus ini juga dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. penelitian ini akan dilanjutkan ke siklus III apabila pada siklus II target belum tercapai. Siklus ini akan di hentikan jika tercapainya tujuan penelitian ini yaitu meningkatnya hasil belajar siswa sesuai dengan indikator keberhasilan. Setting Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN 023 Sepaku Tahun Ajaran 2015/2016. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2015. Pemilihan kelas IV SDN 023 Sepaku sebagai tempat penelitian, didasarkan pada pertimbangan atas adanya permasalahan yang muncul terkait dengan kurangnya minat dan hasil belajar siswa yang baru mencapai KKM sebesar 63% pada pelajaran IPA. 2. Subjek Penelitian Pengambilan subjek penelitian ini didasarkan pada hasil observasi awal dan kesepakatan dengan guru kelas sebagai rekan sejawat. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IV SDN 023 Sepaku. Berdasarkan pengamatan kelas ini memiliki permasalahan hasil belajar yang rendah saat proses pembelajaran berlangsung serta dalam proses pembelajaran siswa terlihat pasif. Hal ini ditandai dengan kondisi siswa dalam proses pembelajaran IPA cenderung tidak mendengarkan dan bahkan asik ngobrol dengan teman sebangku tanpa mmemperhatikan guru yang mengajar, sehingga siswa tidak mempunnyai minat untuk mengajukan pertanyaan, jawaban maupun menyampaikan ide yang berdapak pada hasil belajar siswa. Teka-Teki Silang Teka-Teki Silang merupakan salah satu metode pembelajaran aktif yang berguna untuk mengingat pelajaran sedang berlangsung baik secara individu maupun kelompok, metode ini juga dapat dijadikan strategi pembelajaran yang asyik dan menyenangkan tanpa menghilangkan esensi belajar yang sedang berlangsung. Langkah-langkah metode Teka-Teki Silang adalah sebagai berikut:
786
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
3. Langkah pertama adalah mencurahkan gagasan beberapa istilah atau nama-nama kunci yang 4. 5. 6. 7. 8.
berkaitan dengan pelajaran studi yang telah disampaikan. Susunlah pertanyaan sederhana, yang mencakup item-item sebanyak yang kita dapat. Hitamkan kotak-kotak yang tidak diperlukan. Buatlah contoh-contoh item-item, gunakan diataranya dengan definisi pendek, kategori dan lawan kata. Bagikan teka-teki kepada peseta didik, baik secara individual maupun secara kelompok atau tim. Tentukan batasan waktu untuk menyelesaikan tersebut. Serahkan hadiah kepada individu atau tim yang menang dengan benda yang bermanfaat.
Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode, yaitu sebagai berikut: 1. Observasi (pengamatan) Kegiatan obsevasi dilakukan di dalam kelas saat proses pembelajaran berlangsung untuk memperoleh data tentang situasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas yang diobservasi. Data dari observasi ini dicatat dan kemudian ditindaklanjuti dalam pelaksanaan tindakan kelas. Menurut Wina Sanjaya (2010: 86), observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dengan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai proses pembelajaran, hasil belajar siswa dan guru selama proses pembelajaran dengan menggunakan metode Teka-Teki Silang. 2. Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2008: 240). Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai sekolah, jumlah siswa, dan dokumen-dokumen lain yang mendukung dalam proses pembelajaran. Dokumen yang digunakan antara lain: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar observasi, daftar nama siswa, daftar nilai siswa. Proses pembelajaran dicatat dalam catatan lapangan dan didokumentasikan dalam bentuk foto sehingga dapat digunakan untuk membantu proses refleksi. 3. Catatan Lapangan Salah satu sumber informasi yang sangat penting dalam penelitian adalah catatan lapangan. Catatan lapangan dalam penelitian ini adalah catatan yang dibuat oleh peneliti sebagai observer. Teknik Analisis Data Data yang berhasil dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan catatan lapangan dianalisis dengan menggunakan metode analisis dari Miles dan Huberman (Sugiyono, 2009: 337-345). Secara jelas analisis data terdiri dari tiga tahapan kegiatan yaitu: a. Reduksi Data (data reduction) Reduksi data adalah proses merangkum, memilih, dan memfokuskan data pada hal-hal yang penting, sehingga memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data. b. Penyajian Data (data display) Setelah dilaksanakan reduksi data, maka selanjutnya barulah dilakukan penyajian data. Penyajian data adalah proses untuk menyusun, mengorganisasikan data supaya lebih mudah untuk dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya.
787
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
c. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing) Kesimpulan dalam penelitian ini merupakan suatu temuan baru. Temuan ini juga merupakan suatu hal yang bisa dijadikan sesuatu untuk mengungkap hal yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga jadi jelas yang bisa berupa teori, hipotesis,dan interaksi. Indikator Keberhasilan Penelitian ini dikatakan berhasil berhasil apabila mampu mencapai kriteria yang telah ditentukan. Zainal Aqib (2009: 41) menyatakan bahwa kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa sebesar 75% sudah tergolong tinggi. Oleh karena itu, untuk mengukur keberhasilan tindakan dalam penelitian ini adalah apabila 75% jumlah siswa kelas IV memiliki nilai minimal 75 pada mata pelajaran IPA. Hal ini berdasarkan kurikulum SDN. 023 Sepaku mengenai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPA yaitu 75. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam beberapa siklus. Data hasil siklus I dan II disimpulkan belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang ditetapkan, sedangkan pada siklus III sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang ditetapkan. Berikut ini jabaran datadata yang diperoleh pada masing-masing siklus. a. Siklus I Siklus I dilaksanakan pada Rabu 28 Oktober 2015 dimana satu pertemuannya 2 Jam Pelajaran (JP) atau 2 x 35 menit. Siklus I dilaksanakan dalam 1 kali pertemuan dengan melanjutkan materi pelajaran yang sebelumnya disampaikan oleh guru. Selama pelaksanaan tindakan, Guru mata pelajaran IPA sebagai pengajar sedang Observer mengamati serta mencatat pelaksanaan tindakan pada proses pembelajaran. Berikut ini diuraikan hasil penelitian sebagai berikut: 1) Perencanaan Tindakan Siklus I Pada tahap ini dilakukan persiapan dan perencanaan penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang. Berikut ini disajikan langkah-langkah perencanaan yang diterapkan pada siklus I: a) Peneliti dan guru IPA menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat serangkaian kegiatan dengan menggunakan metode pembelajaran Teka-Teki Silang dan media yang disesuaikan dengan materi pelajaran dan model pembelajaran. b) Membuat soal pilihan untuk dijawab oleh siswa. Soal ini digunakan saat proses pembelajaran Teka-Teki Silang berlangsung. c) Menyiapkan instrumen yang digunakan peneliti untuk meneliti peningkatan minat dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Teka-Teki Silang. d) Melakukan koordinasi dengan guru mata pelajaran dan teman sejawat yaitu mahasiswa. e) Memberikan pelatihan kepada guru IPA yang bertindak sebagai pengajar dalam pelaksanaan penerapan metode Teka-Teki Silang.
788
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
2) Pelaksanaan Tindakan Siklus I Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2015. Pembelajaran berlangsung pada jam ke 4-5 selama 2 x 35 menit dengan Standar Kompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya dan Kompetensi Dasar 2.3. Menjelaskan hubungan antara struktur daun tumbuhan dengan fungsinya. 3) Refleksi Berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran dan catatan lapangan setelah pelaksanaan pembelajaran siklus I, pada awal sampai pertengahan proses pembelajaran, perhatian siswa belum sepenuhnya terpusat pada materi pelajaran. Siswa masih belum paham dengan model pembelajaran yang diterapkan. Antusiasme siswa masih kurang. Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang pada siklus I belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara optimal. Beberapa kendala yang ditemukan pada siklus I antara lain: a) Guru belum optimal dalam menjelaskan dan mengondisikan pembelajaran dengan metode Teka-Teki Silang. b) Guru belum dapat mengkontrol kelas dengan baik pada saat penerapan metode Teka-Teki Silang. c) Guru belum dapat memanfaatkan waktu secara optimal dan efektif pada saat pembelajaran di kelas berlangsung. d) Guru kurang tegas menegur siswa yang membuat keributan di kelas. e) Rata-rata persentase indikator minat belajar belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan karena baru mencapai 67 %. Berdasarkan data-data dan kendala-kendala di atas, maka upaya meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan metode pembelajaran Teka-Teki Silang di kelas SDN 023 Sepaku pada siklus I dapat dikatakan belum berhasil. Rata-rata indikator minat belajar siswa pada siklus I adalah 67% sehingga belum mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang telah ditetapkan yaitu 75%. Selain itu, persentase siswa kelas IV yang mencapai nilai KKM baru ada sebesar 36,67%. Padahal kriteria keberhasilan yang harus dicapai adalah 75%. Untuk itu perlu disusun rencana tindakan yang diperbaiki, rencana tindakan yang baru, ataupun yang dimodifikasi dari siklus sebelumnya pada siklus II agar mencapai kriteria keberhasilan tindakan. Untuk itu perlu disusun rencana tindakan yang diperbaiki, rencana tindakan yang baru, ataupun yang dimodifikasi dari siklus sebelumnya pada siklus II agar mencapai kriteria keberhasilan. b. Siklus II Pembelajaran mata pelajaran IPA pada siklus II ini merupakan perbaikan dari pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dengan menggunakan metode pembelajaran Teka-Teki Silang. Adapun tahapannya sebagai berikut: 1) Perencanaan Tindakan Siklus II Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka hal-hal yang perlu disiapkan dalam pembelajaran siklus II ialah:
789
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
a) Menyusun RPP yang akan digunakan guru sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran IPA dengan metode pembelajaran Teka-Teki Silang. b) Menyiapkan media lembar kertas yang berisi tentang Teka-Teki Silang yang berhubungan dengan materi yang akan di ajarkan . c) Menyiapkan instrumen yang digunakan peneliti untuk meneliti peningkatan minat dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Teka-Teki Silang. d) Melakukan koordinasi dengan guru sejawat yang bertindak sebagai observer. Berdasarkan permasalahan atau kelemahan yang muncul pada siklus I, maka peneliti sebagai observer dan guru IPA sebagai pengajar membuat tambahan perencanaan pada pembelajaran siklus II sebagai berikut: a) Peningkatan kemampuan dalam menjelaskan kegiatan pembelajaran kepada siswa dengan meninyiapkan materi b) Peningkatan mengkontrol kelas dengan baik pada saat penerapan metode Teka-Teki Silang dengan memberi perhatian lebih pada siswa yang ramai saat proses belajar mengajar. c) Peningkatan dalam memanfaatkan waktu secara optimal dan efektif pada saat pembelajaran di kelas berlangsung. 2) Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober 2015. Pembelajaran berlangsung pada jam ke 1-2 selama 2 x 35 menit dengan Standar Kompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya dan Kompetensi Dasar 2.3. Menjelaskan hubungan antara struktur daun tumbuhan dengan fungsinya. 3) Refleksi Berdasarkan hasil obsevasi kegiatan pembelajaran dan catatan lapangan setelah pelaksanaan pembelajaran siklus II, dapat diperoleh kesimpulan bahwa upaya peningkatan minat belajar siswa dengan metode pembelajaran Teka-Teki Silang lebih baik dari siklus I. Akan tetapi, guru masih kurang optimal dalam penyampaian materi di awal pembelajaran, dalam memberikan motivasi kepada siswa masih belum optimal. Hasil refleksi siklus II ini adalah rata-rata persentase indikator hasil belajar siswa pada siklus II masih belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu 75% karena baru mencapai 74,83%. Selain itu, persentase siswa yang mencapai nilai KKM belum mencapai 75% sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Persentase siswa yang mencapai nilai KKM pada siklus II adalah sebesar 63,33%. Beberapa tindakan yang mengakibatkan kegagalan pada siklus II ini adalah sebagai berikut. a) Pengelolaan kelas belum sepenuhnya berhasil. b) Beberapa siswa masih ramai pada saat pembelajaran di kelas, terutama siswa laki-laki. c) Peningkatan minat belajar siswa melalui penggunaan gambar belum optimal. d) Hanya sedikit siswa yang berani bertanya dan menanggapi pertanyaan dari guru.
790
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Berdasarkan data-data di atas dan dengan melihat masih ada kendalakendala yang dihadapi pada saat penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang di kelas IV pada siklus II, maka secara umum dapat dikatakan bahwa upaya perbaikan yang dilakukan di siklus II belum berhasil. Untuk itu perlu disusun rencana tindakan yang diperbaiki, rencana tindakan yang baru, ataupun yang dimodifikasi dari siklus sebelumnya pada siklus III agar mencapai kriteria keberhasilan tindakan. c. Siklus III Pembelajaran mata pelajaran IPA pada siklus III ini merupakan perbaikan dari pelaksanaan pembelajaran pada siklus sebelumnya. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagi berikut. 1) Perencanaan Tindakan Siklus III Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II maka hal-hal yang perlu disiapkan pada siklus III antara lain: a) Menyusun RPP yang akan digunakan oleh guru sebagai acuan dalam melaksanakan penerapan metode pembelajaran TekaTeki Silang. b) Menyiapkan instrumen yang digunakan peneliti untuk meneliti peningkatan minadan hasil belajar siswa dengan mengunakan metode Teka-Teki Silang. c) Melakukan koordinasi dengan guru. Berdasarkan permasalahan atau kelemahan yang muncul pada siklus II, maka peneliti sebagai observer dan guru sebagai pengajar membuat tambahan perencanaan pada pembelajaran siklus III sebagai berikut: a) Mengelola kelas harus lebih baik dan harus dengan ketegasan, dengan menegur dan menindak lanjuti. b) Memberikan motivasi kepada siswa secara optimal dengan memberikan perhatian yang lebih khusunya pada siswa yang ramai. c) Memberikan reward untuk siswa yang bertanya dan memecahkan soal atau menanggapi pertanyaan guru. 2) Pelaksanaan Tindakan Siklus III Pelaksanaan pembelajaran siklus III dilaksanakan pada tanggal 4 November 2015. Pembelajaran berlangsung pada jam ke 4-5 selama 2 x 35 menit dengan Standar Kompetensi 2. Memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya dan Kompetensi Dasar 2.4. Menjelaskan hubungan antara bunga tumbuhan dengan fungsinya. 3) Refleksi Guru sudah dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik. Pengelolaan kelas yang dilakukan dalam siklus III ini jauh lebih baik dibandingkan siklus II. Guru mampu menjelaskan dan mengorganisasikan pembelajaran aktif dengan metode Teka-Teki Silang secara lebih baik. Selain itu juga sudah memberikan motivasi kepada siswa agar lebih berperan aktif di dalam kelas. Respon siswa juga sangat baik. Siswa terlihat senang dan sangat bersemangat. Suasana kelas menjadi menyenangkan dan kondusif. Minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sudah terlihat dalam setiap tahap pembelajaran serta banyak dari siswa yang sudah fokus dengan pembelajaran yang dilakukan.
791
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada siklus III rata-rata kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 75% bahkan melebihi. Persentase siswa kelas IV yang berhasil mencapai nilai 75 adalah 83,33%.Selain itu, persentase siswa yang mencapai nilai 75 pada siklus ini sudah mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu 75% bahkan melebihi. Persentase siswa kelas IV yang berhasil mencapai nilai 75 adalah 80%. Hal ini didukung dengan pengakuan sebagian besar siswa yang mengaku lebih menyenangkan dan mudah memahami materi setelah diterapkannya metode pembelajaran Teka-Teki Silang. Pembahasan Pada siklus I guru kurang dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik. Guru kurang mampu menjelaskan dan mengorganisasikan penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang. Guru belum dapat mengontrol kelas dengan baik. Pada awal pembelajaran guru tidak melakukan apersepi. Guru pun tidak memberikan penguatan dan menyimpulkan materi pelajaran di akhir pembelajaran. Peningkatan hasil belajar siswa terjadi setelah diterapkannya metode pembelajaran TekaTeki Silang dengan ditambah gambar dalam lembar TekaTeki Silang sebagai motivasi dan untuk menarik perhatian siswa. Selain itu juga karena guru sudah mampu menjelaskan dan mengorganisasikan pembelajaran dengan metode Teka-Teki Silang dengan lebih baik dari siklus I. Beberapa tindakan yang mengakibatkan kegagalan pada siklus II adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan kelas belum sepenuhnya berhasil; 2) Beberapa siswa masih ramai pada saat pembelajaran di kelas, terutama siswa laki-laki; 3) Peningkatan motivasi siswa melalui penggunaan gambar belum optimal; 4) Hanya sedikit siswa yang berani bertanya dan menanggapi pertanyaan dari guru Berdasarkan permasalahan atau kelemahan yang muncul pada siklus II, maka peneliti dan guru IPA membuat tambahan perencanaan pada pembelajaran siklus III yaitu mengelola kelas harus lebih baik dengan ketegasan, memberikan motivasi kepada siswa secara optimal dengan menggunakan gambar yang lebih menarik. Pada akhirnya, pengamatan terhadap kegiatan guru pada siklus III menunjukkan bahwa guru sudah dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik. Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru dalam siklus III ini jauh lebih baik dibandingkan siklus II. Guru mampu menjelaskan dan mengorganisasikan pembelajaran dengan metode Teka-Teki Silang secara baik. Selain itu guru juga memberikan dorongan kepada siswa agar lebih berperan aktif di dalam kelas. Pada siklus III, minat belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus II sebesar 18% menjadi 88%. Hal tersebut dikarenakan pada III ini guru menerapkan metode pembelajaran Teka-Teki Silang ditambah dengan gambar. Selain itu, kendala atau kelemahan yang mengakibatkan kegagalan pada siklus II berhasil diatasi pada siklus III. Untuk memperjelas peningkatan minat belajar siswa dalam mata pelajaran IPA, dapat dilihat dalam tabel berikut:
NO 1 2 3 4 5 6
Tabel 1. Nilai hasil Belajar Siswa siklus I, siklus II, dan Siklus III NILAI KELOMPOK NIS NISN NAMA 1 70 AKAR 470 0063160994 Ahmad Fauzan Naufaly 35 400 0065907093 Ahmad Purwono Aji 80 395 0057748833 Aidil Fahrianur 65 403 0069346424 Angga Risdiyanto 60 398 0064997126 Ariel Febrian Sugiarto 40 BATANG 399 0052547908 Ayuningtiyas Fitriani
792
NILAI 2 70 50 80 75 75 60
NILAI 3 75 70 90 80 80 75
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
DAUN
BUNGA
BUAH
BIJI
Jumlah
60 85 85 35 70 70 65 80 55 50 80 90 65 65 60 55 75 65 60 60 90 80 75 85 2010
70 85 85 60 80 70 80 85 80 75 80 90 70 70 75 50 75 80 60 70 95 85 80 85 2245
80 85 85 60 85 70 85 85 80 80 80 100 75 80 80 70 80 80 70 75 95 85 80 85 2400
Rata-rata
67
74.83
80.00
Nilai Terendah
35
50
60
Nilai Tertinggi
90
95
100
Jumlah Siswa Tuntas
19
11
5
Jumlah siswa Belum Tuntas
11
19
25
Prosentasi Ketuntasan dari KKM
36.67
63.33
83.33
378 408 375 383 396 415 414 413 389 387 416 397 376 424 409 423 542 543 417 401 407 404 343 406
0053391201 0051817269 0053391205 0053391190 0064051299 0065517011 0054358871 0064793019 0053391200 0053391198 0054626692 0067476657 0046665808 0067114503 0061300425 0069845475 0059623755 0057381987 0044834956 0069481821 0067715033 0041049905 0047536443 0053643839
Bima Angga Pratama Desiana Tria Saputri Dian Indrian Diva Ayu Diya Puspita Farel Bagus Saputra Farel Maulana Indi Novita Sari Muhammad Muhaimin Muhammad Rizky Mutipa Alran Nanda Uswatun Hasah Natasya Yunita Niko Nur Intan Rifqi Fadil Rindiani Salma Nurluri Salwa Nurluri Satina Seviera Aulia Siti Mauliya Azzahroh Siti Mayanti Solihin Ulfa Habibah
Penelitian ini dikatakan berhasil juga apabila 75% dari siswa kelas IV memiliki nilai minimal 75 pada mata pelajaran IPA. Hal ini berdasarkan kurikulum SDN 023 Sepaku mengenai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran IPA yaitu 75. Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa pada hasil belajar siswa siklus I, persentase siswa yang mencapai nilai 75 belum mencapai kriteria keberhasilan yaitu 75% karena baru mencapai 36,67%. Hal yang sama juga terjadi pada hasil siklus II. Persentase siswa yang mencapai nilai 75 belum mencapai kriteria keberhasilan karena baru mencapai 63,33% sehingga perlu ditingkatkan lagi pada siklus III. Pada hasil siklus III siswa yang mencapai nilai 75 sudah mencapai kriteria keberhasilan yang telah ditentukan bahkan melebihi. Hasil siklus III menunjukkan bahwa besarnya persentase siswa yang telah mencapai nilai 75 adalah 80%. Untuk lebih jelas lagi, dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
793
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Grafik Hasil Belajar Siswa 90
83,33 74,83
80 70
63,33
80
67
60 50 36,67
40 30 20 10
19
19 11
5
25
11
0 Belum Tuntas
Tuntas Siklus 1
Prosentasi ketuntasan Siklus 2
Nilai Rata Rata
Siklus 3
Gambar 3. Diagram Hasil Belajar Siswa Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Temuan Penelitian Selama pelaksanaan penelitian di lapangan, peneliti telah mengumpulkan data-data penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil observasi atau pengamatan dan wawancara. Pada saat penelitian, ada beberapa pokok-pokok temuan penelitian antara lain yaitu: 1. Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA. 2. Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang menjadikan proses pembelajaran berpusat pada siswa (student centered) sehingga tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered) dan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator. 4. Dalam penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang, siswa tidak lagi hanya sebagai objek pembelajaran tetapi sebagai subjek pembelajaran. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil Deskripsi dan paparan dalam penelitian ini dapat dikemukakan simpulan penelitian adalah Penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai nilai KKM pada siklus I sebesar 36,67 % meningkat menjadi 63,33 % pada siklus II. Selanjutnya masih mengalami peningkatan menjadi 83,33 % pada siklus III. Hal ini berarti bahwa jumlah siswa yang mencapai nilai KKM (75) telah melampaui kriteria keberhasilan yang ditetapkan yaitu 75%. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka peneliti mempunyai beberapa saran sebagai berikut: 1. Dalam penerapan metode pembelajaran Teka-Teki Silang, guru sebaiknya lebih kreatif dalam menyampaikan materi dan lebih memotivasikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran
794
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
dengan baik, sehingga setiap siswa lebih siap dalam mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan metode Teka-Teki Silang. 2. Guru hendaknya menindak siswa yang membuat keributan atau keramaian dalam proses pembelajaran di kelas secara tegas sehingga dalam penerapan metode ataupun model pembelajaran aktif dapat berjalan lancar dan mencapai target yang di inginkan. 3. Agar siswa lebih senang dalam mengikuti KBM, supaya terjalin komunikasi yang baik dengan sesama teman dalam memecahkan suatu masalah yang ditemui. Karena dengan rasa senang terhadap pelajaran dapat meningkatkan hasil belajar. DAFTAR PUSTAKA Agus Suprijono. (2012). Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dimyati dan Mudjiono. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ibrohim (2010). Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG. Malang: PT Pertamina (Persero), Universitas Negeri Malang Lie, Anita (2008). Cooperative Learning, Grasindo: Jakarta Moleong, Lexy J.(2005). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Muhibbin Syah. (2002). Psikologi Pendidikan dalam Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nana Sudjana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. Ngalim Purwanto. (2004). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Oemar Hamalik. (2010). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Sardiman. (2009). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Silberman, Mel. (2005). Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktive Yogyakarta: Pustaka iInsane madani Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Somantri, M. N. (2001). Mengagas pembaharuan pendidikan IPA. Bandung: PT. rosda karya. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto, dkk. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wijaya Kusumah & Dedi Dwitagama. (2010). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Edisi Kedua. Yogyakarta: PT. Indeks. Wina Sanjaya.(2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group Zainal Aqib. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV. Yrama Widya.
795